Ceritasilat Novel Online

Dendam Empu Bharada 13


Dendam Empu Bharada Karya SD Djatilaksana Bagian 13



Dendam Empu Bharada Karya dari S D Djatilaksana

   

   "Huh .... Huh ...."

   Kedua anakbuah gerombolan itu mengaduh ke ka perut dan dada mereka termakan ujung bela . Dan rupanya prajurit itu amat tangkas juga. Mereka menyerempaki dengan tendangan sehingga kedua anakbuah gerombolan itu terkapar mandi darah.

   "Klabang Luntas, berhen !"

   Teriak lelaki bertubuh nggi besar yang mencengkeram bahu demang Krucil ketika meiihat kedua kawanannya hendak menerjang kedua prajurit itu "lekas kalian kemari."

   Kedua anakbuah gerombolan itu cepat menghampiri.

   "Gan kan aku, jangan sampai demang ini lolos"

   Setelah menyerahkan demang itu kepada kedua anakbuah gerombolan, lelaki bertubuh nggi besar itu segera loncat kehadapan kedua prajurit.

   "Bagus, prajurit, karena serangan yang licik, kedua anakbuahku rubuh."

   Prajurit2 yang lain, serempak memberingas dan siap menyerang lelaki tinggi besar itu.

   "Jika engkau bergerak, demang ini tentu akan kupenggal kepalanya"

   Seru kedua anakbuah gerombolan yang menguasai demang Krucil.

   "Dengarkan !"

   Seru lelaki nggi besar "yang boleh bergerak hanyalah kedua prajurit yang dapat merubuhkan kedua anakbuahku itu. Yang lain2 jangan bergerak !."

   Kedua prajurit itu masih mencekal bela dan menghadapi lelaki nggi besar dengan memberingas.

   "Apa maksudmu ?"

   Seru mereka. Rupanya mereka menyadari bahwa ndakannya tadi tentu akan menimbulkan kemarahan gerombolan. Karena sudah terlanjur berbuat, kedua prajurit itupun pantang mundur.

   "Kalian berdua boleh maju mengerubu aku. Jika kalian menang, demang itu akan kubebaskan"

   Seru lelaki bertubuh tinggi besar. Wajah kedua prajurit itu memancar sinar cerah. Keduanya adalah prajurit2 pilihan yang dipilih Kuda Panglulut untuk menjaga kubu.

   "Baik, tetapi apa ucapanmu itu dapat kupercaya"

   Seru salah seorang prajurit.

   "Duapuluh orang kawanku dan demang itu, menjadi saksi atas kata-kataku itu. Jika aku ingkar, bunuhlah"

   Seru lelaki tinggi besar itu "nah, kalian boleh mulai."

   Kedua prajurit itu bersangsi. Mereka tetap tak bergerak dari tempatnya melainkan memandang orang tinggi besar itu dengan tertegun "Apakah engkau tak menggunakan senjata ?."

   "Apa engkau tak percaya bahwa kedua tanganku kosong?"

   Balas lelaki nggi besar itu "silahkan kalian pakai senjata, aku tetap dengan kedua tangan saja."

   Setelah mendengar kata2 lelaki nggi besar itu, ke dua prajuritpun tak mau menyia-nyiakan kesempatan lagi.

   Serempak keduanya berpencar lalu menyerang dari kanan dan kiri.

   Lelaki nggi besar itu menyurut mundur untuk menghindar, kemudian dengan sebuah loncatan macam harimau menerkam, dia terus menghantamkan kedua tangannya ke lengan kedua orang itu, prak! Kedua prajurit itu menjerit kesakitan, bela mereka terlepas jatuh dan mereka hendak menyurut mundur.

   Tetapi sebelum sempat bergerak, lelaki nggi besar itupun sudah mencengkeram leher mereka lalu dengan sekuat tenaga, dia membenturkan muka kedua prajurit itu, prak ....

   ."Aduh ...."

   Terdengar jeritan ngeri dan pekik dari prajurit2 lain yang ngeri menyaksikan peris wa itu.

   Muka kedua prajurit itu hancur, tulang dahi, hidung dan dagu remuk, darah membasahi muka mereka.

   Ke ka lelaki nggi besar melepaskan cengkeraman tangannya, kedua prajurit itupun rubuh tak bernyawa lagi.

   Suasana ngeri dan seram segera berhamburan menabur perasaan kedelapan belas prajurit serta demang Krucil.

   Siapakah algojo gunung Butak yang bertenaga sedahsyat itu? Demikian pertanyaan yang menghuni dalam hati setiap prajurit.

   "Prajurit2 Singasari, siapa yang hendak bela pa kepada kedua kawanmu ini, majulah"

   Seru lelaki bertubuh tinggi besar.

   "Kita serbu saja, masakan kita tak dapat mengalahkan seorang saja"

   Bisik seorang prajurit. Setelah rasa ngeri berangsur-angsur lenyap, timbullah kemarahan atas tindakan lelaki tinggi besar itu. Semangat dan jiwa keprajuritan yang ditanam selama ini, mulai bertebaran bangkit.

   "Serang"

   Teriak orang itu dan kedelapan belas prajurit itupun segera menerjang lelaki nggi besar.

   Ada beberapa yang menggunakan kesempatan untuk menyambar senjatanya yang belum sempat dikumpulkan oleh kedua anakbuah gerombolan yang terluka tadi.

   Orang tinggi besar itu marah.

   Ia berhasil menyambar seorang prajurit yang datang paling dulu, Kemudian diangkatnya tubuh prajurit itu dan diayun-ayunkan dengan deras untuk menyongsong serangan prajurit2.

   Gemparlah seke ka suasana saat itu.

   Prajurit2 itu menjerit dan mengaduh ke ka dihantam oleh tubuh prajurit yang dikuasai lelaki nggi besar itu.

   Mereka berdesak-desak saling pijak dan rubuh ndih menindih.

   Yang terluka mandi darah, yang dak terlukapun rubuh karena dipijak dan diterjang kawan sendiri.

   Bahkan yang berhasil memakai senjatanya lagi, tak sempat menggunakannya karena mengenai kawannya sendiri.

   Demang Krucil ternganga.

   Belum pernah ia menyaksikan pertempuran semacam itu.

   Lelaki bertubuh tinggi besar itu benar2 laksana raksasa yang sedang mengamuk.

   Dalam sekejab saja kedelapan belas prajurit Singasari itu habis tersapu.

   "Berhen !"

   Ba2 demang Krucil berteriak. Ia tak sampai ha melihat prajuritnya menderita nasib yang sedemikian mengerikan. ~dewiKZ~ismoyo~mch~

   Jilid 11 Persembahan . Dewi KZ

   

   Tiraikasih Website
http.//kangzusi.com/ &
http.//dewi-kz.info/

   Dengan Ismoyo Gagakseta 2
http.//cersilindonesia.wordpress.com/ Editor .

   MCH I Sepandai-pandai tupai meloncat, sekali pas jatuh jua.

   Hal itu dialami pula oleh demang Krucil yang terkenal sebagai sumber akal dan siasat.

   Dia telah mengatur pasukannya dengan rapi dan terperinci.

   Menggunakan gelar Sepit Urang untuk menghancurkan gerombolan pengacau yang bersarang di gunung Butak.

   Tetapi dia hanya pandai mengatur pasukannya, kurang dapat menyelami kekuatan lawan.

   Gerombolan sekalipun orang2 di gunung Butak itu, namun mereka dipimpin oleh seorang pemimpin yang pandai dan memiliki selera tajam.

   Sebenarnya pimpinan gunung Butak sudah mendapat laporan tentang gerakan pasukan Singasari yang hendak menggempur mereka.

   Dan merekapun sudah bersiap-siap menyambut.

   Pimpinan gerombolan gunung Butak mempunyai perhitungan akan kekuatan mereka dan kekuatan lawan.

   Mereka lebih faham medannya tetapi kalah dalam kelengkapan senjata.

   Mungkin juga jumlah orangnya.

   Karena itu harus dihindari pertempuran secara terbuka dan secara besar-besaran.

   Medan di gunung itupun sesuai pula untuk menghindari pertempuran secara terbuka.

   Merekapun tahu bahwa prajurit itu terikat dengan ketaatan pada pimpinan.

   Dan pimpinan merupakan pusat atau jantung pasukan.

   Mati hidup, gerak henti pasukan itu tergantung semata dari pimpinan.

   Maka diputuskan untuk mengerahkan usaha gerakan mereka ke-arah penangkapan atau bahkan bila perlu, penumpasan terhadap pimpinan pasukan Singasari.

   Berkat persiapan yang jauh sebelum terjadi gerakan Singasari itu, telah diperintahkan pimpinan gerombolan di gunung Butak untuk membangun beberapa tempat tersembunyi, apabila harus menghadapi serangan dari kerajaan Singasari, maka tempat2 di sepanjang gunung Butak itupun memiliki banyak sekali tempat rahasia.

   Baik yang berupa gua maupun terowongan2 di-bawah tanah yang dapat dipergunakan untuk penempatan kekuatan.

   Itulah sebabnya ke ka Nararya memimpin anak-buahnya naik keatas, mereka tak menjumpai barang seorang musuh.

   Demikian pula yang dialami lurah prajurit Sumarata sebagai pimpinan sepit kanan dan lurah Siung Pupuh sebagai pimpinan sepit kiri.

   Tetapi setelah pasukan2 Singasari itu naik ke puncak, maka bermunculanlah anakbuah gerombolan dari tempat persembunyian masing2.

   Mereka menebang pohon dan menggelundungkan batu besar untuk merintang jalan.

   Dan puncak dari tindakan mereka adalah menyerbu kubu pimpinan pasukan Singasari yang diketahui mereka adalah raden Kuda Panglulut, dibantu demang Krucil sebagai penasehat.

   Kesemuanya itu tak terjangkau dalam perhitungan demang Krucil.

   Perhitungannya, setelah mengatur rencana serangan dari ga arah, tentulah gerombolan gunung Butak dapat dihancurkan.

   Dan keyakinan itulah yang membuai demang Krucil dalam kelengahan.

   Se ap kelengahan tentu menimbulkan kesantaian dan santai akan cepat mengundang sesuatu keinginan untuk mengisinya.

   Dan bagi demang Krucil, ada pengisi kesantaian yang lebih santai dari pada berkawan dengan tuak.

   Tuak memang suatu kegemaran yang nikmat tetapi ada semua yang nikmat itu tentu selalu nikmat.

   Ada kalanya membawa bencana.

   Apalagi demang Krucil mengabaikan suatu hal yang pen ng.

   Bahwa saat itu dia sedang dalam medan tempur.

   Sekalipun lawannya gerombolan pengacau, tetapipun juga harus dihadapi sebagaimana menghadapi musuh dalam medan perang.

   Dalam waktu dan tempat seper saat itu, daklah pada tempatnya kalau dia bermanja-manja dalam kegemaran minum.

   Lebih celaka pula, bukan hanya ia seorang yang hendak memenuhi ketagihan minum tuak, pun juga Kuda Panglulut dan para penjaga, diberinya minum tuak pula.

   Dan ada sebuah hal lagi yang tak pernah diduga-duga demang itu.

   Bahwa dalam gerombolan gunung Butak itu terdapat seorang yang amat gagah perkasa kekuatannya.

   Beberapa hal itu telah menghancurkan semangat demang Krucil.

   Dia dihadapi dengan kenyataan akan kehancuran beberapa belas penjaganya.

   Diapun diancam kenyataan bahwa apabila berkeras kepala, dia sendiri dan Kuda Panglulut pasti akan binasa.

   Kenyataan itu harus dihadapinya.

   Harus pula diterima sebagai suatu kenyataan.

   Dan dalam menghadapi hal semacam itu, dia cukup berpengalaman.

   Dia pandai mengenal gelagat dan tahu arah angin berhembus.

   Itulah sebabnya ia selalu naik dalam tangga kehidupannya.

   Makin mendapat kepercayaan dari raden Kuda Panglulut.

   Ia berteriak menghen kan pertempuran maut itu.

   Dan lelaki bertubuh nggi besarpun hen kan gerakannya.

   "Apa yang engkau kehendaki?"

   Tegur demang Krucil tanpa mengurangi kegarangan nada suaranya sebagai seorang demang.

   "Prajurit2 pengawal perkemahanmu disini telah hancur berantakan. Maka engkau dan raden itu, harus ikut kami"

   "Kemana ?"

   "Kemana saja yang kami anggap perlu kehadiranmu,"

   Sahut lelaki tinggi besar itu.

   "Sadarkan dulu raden Kuda Panglulut"

   Seru demang Krucil "dialah senopati dari pasukan ini"

   "Ah, tiada guna,"

   Sahut orang tinggi besar itu "dia tentu akan menolak permintaanku juga."

   "Permintaan bagaimana?"

   "Supaya menitahkan pasukan Singasari mundur dan tinggalkan gunung ini."

   "Belum tentu "

   Seru demang Krucil pula "mungkin raden akan mempunyai pandangan lain"

   "Dan engkau sendiri?"

   Dendam Empu Bharada Karya SD Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Telah kukatakan, aku hanya seorang demang yang menjadi orang bawahan raden itu."

   "Engkau pandai menghindari tanggung jawab,"

   Seru lelaki tinggi besar pula. Demang Krucil tersipu-sipu.

   "Terserah anggapanmu,"

   Sahut demang Krucil "tetapi tata ter b pasukan memang menggariskan ketentuan bahwa hanya pimpinan yang berhak memutuskan sesuatu."

   "Hm "

   Desuh orang tinggi besar itu "ikut !"

   "Kemana? "

   Teriak demang Krucil terkejut.

   "Orang tawanan tak berhak bertanya kecuali menurut "

   Sahut lelaki bertubuh tinggi besar itu.

   Demang Krucil pucat.

   Ia tahu bahwa dirinya dan raden Kuda Panglulut tentu akan dibawa ke markas gerombolan.

   Membayangkan betapa siksaan yang akan dideritanya dalam sarang gerombolan itu, ngerilah bulu-roma demang Krucil.

   "Tunggu "

   Serunya.

   "Mau apa ?"

   Tegur lelaki tinggi besar itu.

   "Aku hendak mengajukan perjanjian kepadamu"

   "Perjanjian? Engkau seorang tawanan, ba . ."

   "Tiga kelompok pasukan Singasari sedang melakukan penyerangan ke gunung ini. Belum diketahui siapa yang menang dalam pertempuran ini"

   "Engkau menganggap fihakmu masih belum kalah ?"

   "Aku hendak mengadakan perjanjian denganmu"

   Lelaki bertubuh tinggi besar itu tertegun sesaat "Katakanlah "

   Serunya sesaat kemudian.

   "Aku bersedia memerintahkan pasukan Singasari itu mundur tetapi kalian harus membebaskan diriku dan raden itu"

   "Hm "

   Desuh lelaki bertubuh tinggi besar seraya merenung.

   Diam2 mbul harapan demang Krucil untuk memperoleh kesempatan bebas.

   Walaupun hal itu akan dinilai sebagai suatu kegagalan oleh pimpinan pasukan kerajaan di Singasari, tetapi menilik bahwa Kuda Panglulut itu putera menantu pa h Aragani yang berkuasa, tentulah takkan dijatuhi pidana kecuali hanya teguran dan dibebaskan dari tugas.

   Hal itu masih ringan daripada kehilangan jiwa.

   "Aku dapat menerima "

   Kata lelaki nggi itu. Dan bersinarlah wajah demang Krucil. Tetapi sebelum ia sempat berkata apa2, lelaki nggi besar itu sudah menyusuli kata2

   "tetapi hanya setengah saja"

   Demang Krucil terbeliak "Setengah? Apa maksudmu ?"

   "Engkau sanggup memerintahkan pasukanmu kembali ke Singasari ?"

   "Ya "

   Sahut demang Krueil.

   "Dan engkau menghendaki supaya dibebaskan bersama pimpinanmu itu ?"

   "Ya"

   "Aku hanya menyetujui seorang saja. Engkau atau pimpinanmu itu yang bebas. Yang seorang tetap kubawa ke puncak gunung sebagai jaminan"

   "Jaminan ?"

   "Ya, agar Singasari jangan mengganggu gunung ini lagi, perlu aku menahan salah seorang dari kalian berdua. Apabila Singasari tetap mengirim pasukan lagi, maka tawanan itu akan kubunuh."

   "Ah,"

   Demang Krucil terhempas dalam keluhan.

   Pilihan yang sukar, tepatnya memojokkan dirinya.

   Jika ia mengusulkan supaya Kuda Panglulut yang ditawan, tentulah ia akan dijatuhi hukuman oleh pa h Aragani.

   Namun apabila dia yang menyediakan diri sebagai tawanan, kemungkinan besar kerajaan pas tetap akan mengirim pasukan lagi ke gunung Butak dan akibatnya dia tentu dibunuh gerombolan itu.

   Bedanya hanyalah, dia ma dihukum kerajaan atau ma dibunuh gerombolan.

   "Syaratmu terlalu berat, ki sanak"

   Akhirnya ia menyatakan keberatan.

   "Maka lebih baik kalian berdua kubawa ke markas kami saja. Engkau bebas dari segala syarat"

   "Keparat "

   Maki demang Krucil dalam ha . Namun ia tahu bahwa kenyataan yang dihadapi saat itu memerlukan suatu penanganan yang tepat dan sabar. Se ap dorongan nafsu kemarahan hanya akan menimbulkan bahaya.

   "Apa tujuanmu hendak menawan kami?"

   Ia berusaha menyelidiki keterangan.

   "Besar sekali gunanya"

   Kata lelaki nggi besar "dengan menawan kalian berdua, aku dapat memaksa pasukan Singasari itu enyah dari gunung ini"

   Demang Krucil terkejut.

   Diam2 dia mengakui memang siasat gerombolan itu tepat sekali.

   Dan jelas, fihak Singasari akan menderita kerugian besar.

   Kehilangan dua orang pimpinan yang ditawan dan selanjutnya tak berani mengirim pasukan ke gunung Butak.

   Demang Krucil menimang-nimang dalam ha .

   Jika dia dan Kuda Panglulut ditawan, mengingat Kuda Panglulut itu putera menantu pa h Aragani, tentulah pa h Aragani tak berani ber ndak secara gegabah.

   Hanya dua kemungkinan yang akan ditempuh pa h itu.

   Damai dengan gerombolan atau mengatur siasat lain untuk membebaskan Kuda Panglulut.

   Jika ia menerima syarat lelaki tinggi besar itu, masih ada salah seorang yang akan berusaha untuk membebaskan yang ditawan gerombolan.

   Dan yang harus bebas itu haruslah dirinya dulu.

   Ia tentu akan berusaha keras untuk membebaskan Kuda Panglulut.

   Tetapi apabila dia yang ditawan dan raden itu yang bebas, kemungkinan raden itu takkan berusaha menolongnya.

   "Lekas jawab! "

   Hardik lelaki tinggi besar.

   "Ya"

   Sahut demang Krucil serentak "aku bersedia menerima syaratmu"

   "Siapa yang menjadi tawanan?"

   "Raden itu"

   "Hm"

   Dengus lelaki nggi besar itu "sampai besuk surya terbenam, jika pasukan Singasari masih belum mundur dari gunung ini, raden itu akan kubunuh."

   Lelaki bertubuh nggi besar itu segera melepaskan demang Krucil dan mengajak anakbuahnya membawa raden Kuda Panglulut nggalkan tempat itu.

   Tak berapa lama mereka dihadang oleh sesosok tubuh.

   Dia juga menutup mukanya dengan kain hitam.

   Hanya di-bagian mata yang diberi lubang.

   "Bagaimana kakang Lembu ?"

   Tegur orang itu ketika rombongan orang tinggi besar itu tiba.

   "Berhasil "

   Kata orang nggi besar yang dipanggil Lembu itu. Kemudian menunjuk pada Kuda Panglulut yang masih dipanggul seorang anakbuah, dia berkata "itu si Kuda Panglulut sudah kami bawa."

   "Bagus, kakang"

   Seru orang itu "dan bagaimana dengan pasukan Singasari?"

   Lelaki nggi besar segera menuturkan peris wa penyergapan di kemah pimpinan pasukan Singasari "Demang Krucil akan menarik pasukan Singasari dari gunung ini."

   "Baik, kakang"

   Kembali orang itu berseru "jasamu besar sekali. Kuda Panglulut akan kujadikan alat untuk menekan patih Aragani. Jagalah dia baik2"

   Kemudian orang itu mengajak lelaki nggi besar dan rombongannya melanjutkan perjalanan.

   Tetapi alangkah kejut mereka ke ka di tengah jalan sudah berjajar beberapa lelaki bersenjata.

   Dan dibawah sinar rembulan sisa, meieka melihat jelas bahwa lelaki2 bersenjata itu adalah prajurit2 Singasari.

   "Setan"

   Gumam orang itu "kakang Lembu kita dihadang prajurit2 Singasari.

   "Ya"

   Sahut lelaki nggi besar "tetapi jumlah mereka tak besar. Kita dapat menghancurkan mereka"

   "Kakang Lembu, jagalah tawanan itu. Aku yang akan menghadapi mereka"

   Kata orang itu seraya maju menghampiri pada seorang lelaki yang diapit oleh dua orang prajurit.

   "Eng... kau"

   Ba2 orang itu tersurut mundur setengah langkah demi berhadapan dengan lelaki yang dianggapnya sebagai kepala prajurit musuh"

   Siapa ?"

   "Aku Nararya "

   Sahut orang itu "dan engkau?"

   "Kepala gerombolan gunung Butak"

   Jawab orang itu.

   "Tanpa nama?"

   "Tidak perlu"

   Sahut orang itu "nanti setelah ajalmu tiba, baru kuberitahu."

   Orang yang diapit oleh dua prajurit itu memang Nararya. Kedua prajurit yang diperintahkan untuk meninjau ke kemah Kuda Panglulut, bergegas kembali dengan laporan yang gugup.

   "Celaka, raden "

   Kata prajurit itu "kemah raden Kuda Panglulut diserbu gerombolan."

   Nararya cepat memanggil prajurit Putung Ara "Kakang Putung Ara"

   Katanya "kemah raden Panglulut diserbu gerombolan. Aku harus kesana untuk membantu. Engkau tetap bertahan di tempat ini."

   Dengan membawa duapuluh prajurit, Nararya bergegas turun gunung. Disitulah dia tepat berpapasan dengan gerombolan yang membawa Kuda Panglulut.

   "Apakah engkau juga menjadi prajurit Singasari? "

   Tanya lelaki yang mengaku sebagai pemimpin gerombalan. Nararya terkesiap. Pertanyaan itu menimbulkan dugaan bahwa agaknya orang itu telah kenal pada dirinya. Cepat dia dapat merangkai dugaan.

   "Ha, ha"

   Ia tertawa "pertanyaanmu mengatakan siapa sebenarnya dirimu."

   Pemimpin gerombolan itu terkejut "Bagaimana engkau menganggap begitu?"

   "Dengan pertanyaan itu engkau menyatakan kalau kenal kepadaku. Dan yang kenal kepadaku tak lain hanyalah Mahesa Rangkah, lurah bhayangkara yang mengawal rombongan puteri Tribuana dan puteri Gayatri waktu bercengkerama di taman Boboci tempo hari"

   Pemimpin gerombolan itu tersentak.

   "Dan engkau tentulah Mahesa Rangkah!"

   Nararya memberi penegasan.

   
Dendam Empu Bharada Karya SD Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Keparat! "

   Teriak pemimpin gerombolan itu.

   "Tak perlu marah dan malu mengakui namamu. Bukankah engkau sudah berani memberontak kepada kerajaan Singasari? Mengapa engkau takut mengakui namamu? Engkau merahasiakan dirimu atau tidak, serupa halnya. Kerajaan Singasari sudah menganggapmu sebagai pemberontak yang harus ditangkap"

   "Keparat!"

   Teriak Mahesa Rangkah seraya menerjang.

   Nararya sudah siap.

   Ia menghadapi bekas bekel bhayangkara itu dengan tenang.

   Keduanya segera terlibat dalam serang menyerang yang seru.

   Dalam pada itu Kuda Panglulut sudah sadar dari pingsannya.

   Ke ka menyaksikan suasana yang terjadi dihadapannya, ia terkejut bukan kepalang.

   Kemana demang Krucil ? "Ah"

   Ba2 ia mendesuh kejut pula "mengapa Nararya tengah bertempur dengan seorang lelaki yang mukanya bertutup kain hitam ?"

   Ia meronta-ronta dari bahu anakbuah gerombolan yang memanggulnya, Plak.....

   "Aduh"

   Ia menjerit ke ka kepalanya ditampar oleh tangan orang itu. Ia memang tak mampu membalas karena kedua tangannya diikat. Namun ia nekad juga untuk berontak sekuat tenaga. Akibatnya orang yang memanggulnya itu terpelanting rubuh bersamanya.

   "Keparat"

   Orang itu marah dan menghantamnya pula.

   Kuda Panglulut menjerit kesakitan karena hidung dan mulutnya berdarah, sebuah giginya tanggal.

   Dalam pertempuran itu Mahesa Rangkah mulai terdesak.

   Bahkan karena agak lambat menangkis, dadanya termakan tinju Nararya sehingga dia terhuyung-huyung ke belakang.

   Jerit kesakitan dari Kuda Panglulut itu membangkitkan pikirannya.

   Sejak waktu bertempur tadi, diam2 ia heran melihat sikap orang tinggi besar yang dipanggilnya dengan nama kakang Lembu.

   Mengapa tak menggunakan siasat untuk mengancam jiwa Kuda Panglulut dan menekan Nararya supaya menyerah? "Goblok"

   Dampratnya dalam hati kepada kakang Lembu itu.

   Kini setelah dia terhuyung-huyung ke belakang dan mendengar jerit Kuda Panglulut, cepat2 ia loncat ke tempat Kuda Panglulut yang masih rebah telentang di tanah.

   Diinjaknya leher Kuda Panglulut seraya mencabut pedang.

   "Nararya"

   Teriaknya "jika engkau tak menyerah, si Kuda Panglulut ini tentu akan kubunuh!"

   Nararya terbeliak. Ia tak pernah menduga bahwa Mahesa Rangkah akan melakukan siasat sedemikian licik. Sesaat ia tak dapat berbuat apa2 kecuali memandang Mahesa Rangkah dengan terlongong.

   "Lepaskan, ki lurah"

   Ba2 bahu Mahesa Rangkah dicengkeram orang dan disentakkan ke belakang sehingga dia hampir terpelanting.

   "Engkau Lembu Peteng!"

   Teriak Mahesa Rangkah ke ka mengetahui siapa yang menyentak dirinya itu. Lelaki tinggi besar itu mendengus.

   "Dia tawanan penting, jangan dibunuh."

   Serunya.

   Merah muka Mahesa Rangkah.

   Dia bekas bekel bhayangkara keraton Singasari yang biasa memberi perintah dan ditaa .

   Dia kenal dengan mentri dan senopa -senopa , termasuk pa h Kebo Anengah.

   Di gunung Butak, diapun merupakan salah satu dari pimpinan.

   Tetapi saat itu, di hadapan anakbuah gunung Butak dan prajurit2 Singasari terutama Nararya, dia telah disentakkan kebelakang oleh Lembu Peteng yang dikenalnya sebagai kepala kelompok gerombolan gunung Butak.

   Memang demikian sifat dan perangai seorang yang berkedudukan nggi.

   Mudah tersinggung dan tak mau menerima bantahan dari orang bawahannya.

   "Aku bertindak dengan rencana. Mengapa engkau berani merintangi!"

   Teriaknya.

   "Tawanan itu pen ng sekali ar nya bagi seluruh kawan2 kita. Apabila dibunuh, kerajaan Singasari tentu akan mengirim pasukan secara besar-besaran untuk menumpas kita."

   Anakbuah gerombolan yang mengiku Lembu Peteng, membenarkan pandangan Lembu Peteng. Diam2 Mahesa Rangkah pun mengakui juga. Tetapi dia malu. Dia merasa tersinggung karena tindakan Lembu Peteng itu dilakukan didepan sekian banyak orang.

   "Aku pemimpin di gunung ini. Semua tindakanku aku yang bertanggung jawab. Apa engkau hendak menentang aku ?"

   Mahesa Rangkah menantang.

   "Ki lurah"

   Seru Lembu Peteng "engkau memang salah seorang pemimpin kami tetapi bukan pimpinan yang tertinggi. Pimpinan yang tertinggi adalah raden Pasirian"

   "Keparat! Engkau berani menghina aku!"

   Teriak Mahesa Rangkah marah "hai, kamu para anakbuah gunung Butak, tangkap keparat si Lembu Peteng ini!."

   Beberapa belas anakbuah gerombolan terkesiap. Mereka bimbang.

   "Lekas! "

   Teriak Mahesa Rangkah "barang siapa yang tak menurut perintahku, tentu kubunuh!"

   Mendengar itu beberapa anakbuah gerombolan segera maju hendak menangkap Lembu Peteng.

   Tetapi Lembu Peteng sudah mendahului menghajar mereka.

   Tiba-tiba Nararya memberi isyarat kepada prajurit anakbuahnya untuk membantu Lembu Peteng.

   Dalam pada itu diapun terus menghampiri Mahesa Rangkah "Ki Rangkah, mari kita lanjutkan pertarungan kita yang belum selesai."

   Mahesa Rangkah memang sudah menyadari bahwa suasana telah berobah ricuh. Karena diburu oleh nafsu kewibawaannya sebagai seorang pimpinan, ia telah menghancurkan anakbuahnya sendiri.

   "Sudah terlanjur. Aku harus cepat2 menyelesaikan pemuda ini,"

   Pikirnya.

   Sifarnya memang masih belum terlepas dari keadaan dirinya dalam lingkungan keraton.

   Ia masih belum menghapus perasaannya bahwa saat itu dia sudah bukan bekel bhayangkara keraton lagi melainkan seorang pemberontak.

   Mahesa Rangkah segera menyerang Nararya dengan pedang.

   Serangan itu dilancarkan dengan cepat dan dahsyat sehingga untuk beberapa saat, Nararya harus membela diri.

   Dalam pada itu anakbuah gerombolan telah menderita kekalahan.

   Menghadapi Lembu Peteng yang gagah perkasa dan prajurit2 Singasari, akhirnya susul menyusul anakbuah gerombolan itu rubuh.

   Prajurit2 Singasari itu hendak menolong Kuda Panglulut tetapi merasa masih ragu2.

   Mereka takut kepada Lembu Peteng.

   Tiba2 Lembu Peteng memberi isyarat kepada mereka supaya menolong Kuda Panglulut.

   Mahesa Rangkah menyadari apa yang dihadapi saat itu.

   Jelas Lembu Peteng telah berhianat dan rencana membekuk Kuda Panglulut yang sudah berhasil, telah hancur berantakan.

   Dan kini dirinya terancam bahaya.

   Mungkin terbunuh, mungkin tertangkap oleh lawannya.

   Dia sudah menyadari bahwa akibat dari ndakannya memberontak kepada kerajaan tentulah ma .

   Sebenarnya ia memang mempunyai hubungan dengan gerombolan gunung Butak yang dipimpin oleh Joko Pasirian.

   Dan Joko Pasirian itu tak lain adalah putera dari Linggapa dari tanah Mabibit yang telah memberontak kepada baginda Wisnuwardhana.

   Dalam pertempuran, Linggapa telah ditumpas.

   Pasirian tetap melanjutkan perjuangan mendiang ayahnya.

   Dia tak mau tunduk pada kerajaan Singasari.

   Pasirian telah berhasil menghimpun kekuatan di gunung Butak dan ba2 pula ia mendapat tambahan tenaga baru yang amat berharga yani Mahesa Rangkah, bekel bhayangkara keraton Singasari.

   Penggabungan diri Mahesa Rangkah dengan gerombolan gunung Butak itu mbul karena rasa tak puas dalam ha bekel bhayangkara itu terhadap baginda Kertanagara yang ber ndak sewenang- wenang memecat pa h sepuh empu Raganata yang setya, demung Wiraraja alias Banyak Wide dan tumenggung Wirakreti juga dilorot kedudukannya.

   Sebenarnya Mahesa Rangkah telah menyusun kekuatan dalam kalangan bhayangkara keraton untuk mengadakan ndakan menculik pa h Aragani yang dianggapnya sebagai biangkeladi dari kericuhan dalam pemeriniahan kerajaan Singasari.

   Tetapi dia kalah cepat dengan patih Aragani.

   Setelah diangkat menjadi pa h bersama Kebo Anengah, pa h Aragani dengan gesitnya telah melakukan beberapa penangkapan dan pemecatan pada beberapa mentri maupun senopa yang dianggapnya menjadi pendukung pa h sepuh Raganata.

   Bahkan diapun mengadakan pembersihan dikalangan bhayangkara.

   Mahesa Rangkah tak dapat berbuat apa2 kecuali geram.

   Namun dia tak putus asa.

   Dia tetap hendak menunggu perkembangan dan dia yakin pasti akan tiba perobahan yang menguntungkan.

   Tiba2 Mahesa Rangkah melihat suatu k yang terang, bahkan akan memancarkan sinar gilang gemilang apabila dapat menguasainya.

   Ia menemukan suatu batu mustika yang apabila dia berhasil dapat menggosoknya, kelak pas akan merupakan mus ka yang ada taranya.

   Batu mus ka itu tak lain adalah diri kedua puteri baginda Kertanagara, yani sang dyah ayu puteri Tribuwana dan puteri Gayatri.

   Sebagai seorang muda, iapun tak lepas dari alam khayalan yang muluk.

   Diapun menyadari bahwa dirinya dikaruniai dewata dengan tampang yang cakap.

   Tiap hari dapatlah ia melihat dan dekat dengan kedua puteri itu.

   Sebagai seorang kepala bhayangkara dalam dia mempunyai kesempatan besar untuk setiap saat menghadap kedua puteri itu.

   Maka peluang itu tak disia- siakannya.

   Ia berusaha keras untuk menarik perhatian kedua puteri baginda.

   Bahkan karena dirangsang nafsu, ia telah pergi pada seorang pertapa untuk meminta aji Pengasihan.

   Aji yang dapat menundukkan hati wanita.

   Diapun menjalankan laku puasa dan lain sebagaimana yang diajarkan pertapa itu.

   Memang tampaknya kedua puteri baginda itu bersikap ramah dan baik kepadanya.

   Tetapi ia belum yakin apakah dibalik sikap keramahan itu, juga terkandung suatu rasa untuk menyambut permohonannya.

   Atau apakah dia hanya bertepuk sebelah tangan.

   Menurut penilaiannya, jalan yang paling sempurna antuk mencapai segala yang diinginkan, baik kebahagiaan diri peribadi maupun untuk membalas budi bekas pa h sepuh Raganata adalah berjuang untuk merebut ha ke dua puteri baginda.

   Apabila berhasil menjadi menantu raja, barulah segalanya dapat ia laksanakan.

   Di samping usahanya ke dalam keraton Singasari, ke luar diapun melancarkan ndakan2 untuk meretakkan hubungan antara Daha dengan Singasari.

   Rencana ini disetujui oleh Pasirian, pemimpin gerombolan gunung Butak.

   Demikian usaha2 Mahesa Rangkah, seorang peribadi bekel bhayangkara dalam keraton Singasari, Dia selalu ingat akan budi empu Raganata yang tatkala masih menjabat pa h, telah mengangkat dirinya sebagai bekel bhayangkara.

   Tetapi usaha yang tampaknya berkembang baik itu telah hancur berantakan bagaikan awan tersapu angin, ke ka mendengar berita tentang keputusan baginda yang hendak menjodohkan salah seorang puteri raja dengan raden Ardaraja, pangeran anom Daha.

   Betapa marah dan kalap Mahesa Rangkah saat itu sehingga ia berani mengambil ndakan nekad.

   Ikut dalam rombongan pengiring patih Aragani dan hendak membunuh pangeran Ardaraja.

   Walaupun rencananya itu gagal namun ia sudah terlanjur basah.

   Maka ia nekad melakukan pencegatan pada rombongan patih Aragani di kaki gunung Kawi.

   Keputusannya, jika dia harus meninggalkan keraton Singasari, patih Aragani pun harus mati juga.

   Dengan demikian apabila ia gagal untuk meraih cita-citanya merebut hati kedua puteri baginda, paling tidak dia dapat membalaskan hinaan yang diderita patih sepuh Raganata.

   Ke ka rencana penyergapan rombongan pa h Aragani itu sudah menjelang berhasil, dengan tiba-tiba digagalkan Nararya.

   Kini berbalik gunung Butak yang diserang oleh pasukan Singasari..

   Diam2 ia gembira pula karena mendapat laporan bahwa pimpinan pasukan kerajaan itu berada di tangan raden Kuda Panglulut, putera menantu patih Aragani yang dibencinya.

   Ia segera mempersiapkan rencana.

   Dan berhasillah ia menyergap Kuda Panglulut yang dijadikannya tawanan dan hendak dibawa ke markas.

   Diapun sudah merancang rencana lebih jauh, bagaimana ia harus memberi tekanan kepada pa h Aragani.

   Tetapi lagi-lagi rencananya itu berantakan ketika tiba-tiba Nararya muncul menghadang.

   Nararya! Nararya! Berulang kali hanya pemuda itu yang selalu muncul menghadang yang direncanakan.

   Ia benci sekali kepada pemuda itu sejak peristiwa di taman Boboci.

   Dendam Empu Bharada Karya SD Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Ketika melihat puteri Tribuana menganugerahkan sebentuk cincin kepada Nararya, betapa ingin ia merobek-robek tubuh pemuda itu.

   Saat itu dia berhadapan pula dengan Nararya.

   Ingin ia menumpahkan segala dendam kebenciannya terhadap pemuda itu.

   Tetapi ternyata ia tak dapat berbuat banyak.

   Pemuda itu digdaya sekali.

   Dan yang lebih membuat darahnya meluap adalah ke ka diketahuinya bahwa Lembu Peteng telah berhianat.

   Dan Kuda Panglulutpun hendak dibebaskan oleh prajurit-prajurit Singasari.

   "Aku harus cepat ber ndak! "

   Ha nya menggeram marah dan secepat itupun ia loncat mundur, menghantam prajurit-prajurit yang hendak menolong Kuda Panglulut "Mampus engkau, babi!"

   Terdengar prajurit-prajurit itu mengaduh dan berlamuran darah ke ka pedang Mahesa Rangkah menyambar-nyambar laksana kilat.

   Bahkan ada beberapa yang rubuh pula.

   Melihat itu Lembu Peteng marah.

   Dia loncat menerkam dan menepis tangan Mahesa Rangkah.

   Demikian pula Nararya.

   lapun loncat untuk menolong Kuda Panglulut.

   Disambarnya tubuh pemuda itu lalu dibawanya kepada prajurit2 Singasari "Jagalah raden Panglulut ini."

   Kemudian ia loncat pula ke tengah gelanggang. Tepat pada saat itu Lembu Peteng tengah melancarkan serangan yang dahsyat. Ia menubruk lawan tanpa menghiraukan lagi bahwa lawan membawa pedang sedang dia hanya bertangan kosong.

   "Jangan kakang"

   Nararya berseru mencegah. Tetapi terlambat. Dengan suatu gerak yang lincah, Mahesa Rangkah berhasil melepaskan diri dari ancaman Lembu Peteng. Kemudian dengan sebuah gerak yang tak terduga-duga, ia berbalik tubuh seraya menyabat, cret....

   "Hm ..."

   Lembu Peteng mendesuh ke ka bahunya terbacok pedang.

   Darah segera mengucur deras.

   Berhasil dengan serangan itu, Mahesa Rangkah cepat hendak menyusuli pula dengan sebuah tabasan yang kali ini ditujukan ke kepala orang "Penghianat, ternyata engkau komplot si bedebah Nararya itu!"

   Tetapi ke ka pedang tengah terangkat keatas, ba- ba bahunya dicegkeram orang dan sebelum ia sempat berbuat apa-apa, tubuhnya telah disentakkan kebelakang, lengannyapun ditepis keras "Ih . , .

   "

   Mahesa Rangkah terpelan ng, pedangnya terpental jatuh. Dengan kerahkan semangat, barulah dia berhasil untuk mempertahankan keseimbangan tegaknya.

   "Pengecut !"

   Dia memaki ketika melihat yang melakukan sentakan dan tepisan itu Nararya.

   "Hm, silahkan engkau menghambur hambur makian,"

   Seru Nararya tenang "yang pen ng aku hendak menyelamatkan jiwa kakang Lembu itu."

   "Keparat, kalian telah berkomplot untuk menyelundup kedalam markas gunung Butak"

   "Serupa dengan engkau yang telah menyelundup kedalam keraton Singosari. Apa bedanya?"

   Balas Nararya.

   "Engkau licik, menyerang aku dari belakang !"

   Mahesa Rangkah mengulang pula kemarahannya.

   "Aku hanya berusaha menolong jiwa kakang Lembu. Jika aku ber ndak licik, bukankah amat mudah untuk menusukmu dari belakang. Aku dak melakukan hal itu melainkan menyentakkan tubuhmu ke belakang saja"

   "Mahesa Rangkah, mari lawanlah aku!"

   Lembu Peteng melangkah maju terus hendak menyerang.

   "Jangan kakang Lembu,"

   Cegah Nararya.

   "biarlah aku yang menghadapinya"

   "Hm, kalian boleh maju serempak agar aku dapat menghemat waktu dan tenaga,"

   Seru Mahesa Rangkah mengejek. Ia takut kalau kedua orang itu akan mengerubutinya maka sengaja ia mengucapkan kata-kata ejekan itu. Ia tahu Nararya pasti takkan berbuat sedemikian rendah.

   "Engkau telah berhasil melukai kakang Lembu,"

   Kata Nararya "aku mengagumi kedigdayaanmu. Oleh karena itu aku ingin sekali mencari pengalaman dan mengaji pelajaran dari engkau."

   "Hm "

   Dengus Mahesa Rangkah "percuma. Lekaslah engkau perintahkan prajurit-prajuritmu yang sekian banyak untuk menangkap aku."

   "Ki sanak,"

   Seru Nararya "engkau seorang ksatrya, aku menghorma mu. Tetapi engkaupun kuminta hendaknya menghorma diriku juga. Jangan engkau selalu menghina aku menyebut sebagai seorang pengecut yang hendak main kerubut."

   "Lalu?"

   "Marilah kita bicara secara terbuka dan memegang sifat keksatryaan,"

   Kata Nararya "aku hendak mohon ga buah keterangan kepadamu. Dan dari keterangan itu, dapatlah kujadikan pertimbangan untuk langkah dan sikap kami kepadamu."

   "Hm, apa yang hendak engkau tanyakan?"

   "Pertama "

   Kata Nararya "siapa pemimpin gunung Butak ini?"

   "Joko Pasirian"

   "Siapa Joko Pasirian?"

   "Putera dari Linggapati dari Mahibit yang dibinasakan rahyang ramuhun Wisnuwardana"

   "Yang kedua,"

   Kata Nararya pula "apa tujuan Joko Pasirian mengumpulkan orang di puncak gunung Butak ini ?"

   "Membalas dendam atas kematian ayahnya yang telah dibunuh raja Singasari"

   "Terakhir "

   Kata Nararya "mengapa ki sanak menggabungkan diri dengan mereka? Apa tujuan ki sanak?"

   "Aku benci kepada pa h Aragani yang telah memfitnah pa h sepuh empu Raganata sehingga beliau dilorot sebagai adyaksa di Tumapel"

   "Hanya itu ?"

   Nararya menegas "ah, tak mungkin. Jika soal itu tak perlu ki sanak harus menggabung dengan gerombolan gunung Butak. Engkau dapat memperjuangkan hal itu dari dalam."

   "Aku terdesak ...."

   Ba- ba Mahesa Rangkah hen kan kata katanya. Ia menyadari kalau kelepasan omong.

   "Apa dan siapa yang mendesakmu?"

   Cepat Nararya mengejar pertanyaan.

   "Jangan menegas terlalu jauh,"

   Seru Mahesa Rangkah "cukup kukatakan begitu. Aku terdesak oleh keadaan"

   "Sehingga, engkau hendak membunuh pangeran Ardaraja? Mengapa?"

   Merah muka Mahesa Rangkah.

   "Aku telah menjawab,"

   Kata Mahesa liangkah "jangan bertanya lagi"

   "Baik"

   Kata Nararya "aku akan menghaturkan dugaan yang kurangkai menurut wawasanku."

   Berhen sejenak, ia melanjutkan pula "Mengapa engkau hendak membunuh pangeran Ardaraja, tak lepas dari dua kemungkinan.

   Pertama, engkau hendak melimpahkan tanggung jawab pembunuhan putera mahkota Daha itu kepada pa h Aragani.

   Kemudian agar Daha dan Singasari perang.

   Kemungkinan kedua, engkau marah karena baginda hendak menjodohkan salah seorang puteri baginda dengan pangeran Ardaraja ..."

   "Tutup mulutmu, babi,"

   Teriak Mahesa Ringkah dengan kemarahan meledak-ledak.

   "Hai, aku tak menginginkan engkau mengakui atau menyangkal rangkaianku itu. Pun tak mengundang engkau supaya marah dan menghambur makian kepadaku."

   "Sudahlah "

   Teriak Mahesa Rangkah "tak perlu banyak cakap. Lekas selesaikan urusan kita sekarang ini."

   "Baik"

   Kata Nararya "segala dasar dari ndakanmu menggabungkan diri dengan gerombolan gunung ini, hanya alasan2 peribadi.

   Yang pen ng engkau telah berusaha untuk memperuncing hubungan Daha dengan Singasari agar retak dan perang.

   Kemudian yang lebih nyata pula, engkau telah memberontak kepada kerajaan Singasari.

   Oleh karena itu baiklah engkau serahkan diri agar dapat kami bawa ke pura kerajaan dan menerima keputusan baginda"

   "Keparat!"

   Mahesa Rangkah memaki "adakah engkau kira Mahesa Rangkah seorang senopa yang sudah kalah dan menjadi tawananmu? Hm, Mahesa Rangkah akan menyerah apabila sudah menjadi mayat!"

   "Jangan terburu mengucapkan pernyataan"

   Seru Nararya "aku akan mengajukan usul"

   "Apa? "

   Diam-diam Mahesa Rangkah heran.

   "Engkau sebagai salah seorang pimpinan gunung Butak tentu berusaha untuk melindungi anakbuahmu. Dan aku sebagai orang yang ditugaskan untuk menyertai pasukan Singasari kemari, tentu juga akan berusaha untuk menangkap gerombolan disini. Maka tiada lain jalan kecuali harus kita selesaikan secara seorang prajurit. Maksudku tak lain. Kalau aku kalah, engkau bebas kembali ke markasmu. Tetapi kalau engkau kalah engkau harus bersedia menyerah."

   "Tidak! Lebih baik aku mati daripada menyerah"

   "Engkau salah"

   Seru Nararya "ma memang jalan yang terakhir, tetapi bukan suatu penyelesaian. Bukankah cita-cita yang engkau perjuangkan itu akan ikut terkubur bersama mayatmu?"

   Mahesa Rangkah diam tak. menjawab.

   "Percayalah, ki sanak,"

   Seru Nararya pula "bahwa keadilan itu masih ada dan memang masih bersemayam di negara Singasari.

   Jika dalam peradilan, engkau memang bersalah, engkau harus dihukum.

   Tetapi jika engkau dapat mengemukakan buk 2 bahwa engkau tak bersalah, engkau tentu takkan dihukum."

   "Huh"

   Desuh Mahesa Rangkah "jangan engkau bersikap lebih tahu daripada orang yang tahu. Sudah bertahun-tahun aku mengabdi di keraton Singasari. Aku cukup tahu bagaimana hukum itu dilaksanakan. Hukum telah dipermainkan oleh patih Aragani"

   "Tidak, ki sanak"

   Bantah Nararya "Singasari penuh dengan mentri dan senopa yang setya dan jujur. Berdasarkan bahwa engkau sudah mengabdi bertahun-tahun itu, tentulah engkau akan mendapat pengampunan."

   "Sudahlah, jangan membuang waktu. Mari kita mulai,"

   Seru Mahesa Rangkah seraya terus menerjang Nararya.

   Ia tak mau menyatakan menerima atau menolak usul Nararya.

   Tetapi dia sudah yakin bahwa apabila dapat mengalahkan Nararya, pemuda itu tentu akan pegang janji.

   Demikian pertempuran segera berlangsung dan cepat.

   Memang Mahesa Rangkah tak kecewa mendapat kedudukan sebagai bekel byayangkara keraton.

   Dia memiliki ilmu kanuragan yang hebat dan tenaga kuat.

   Dalam hal kekuatan, Nararya merasa masih kalah dengan lawan.

   Tetapi ia mempunyai keunggulan dalam hal ketangkasan dan kegesitan gerak.

   Berulang kali ia dapat lolos dari ancaman berkat kelincahannya.

   Lembu Peteng diam-diam cemas.

   Bukan karena mencemaskan Nararya akan kalah melainkan kua r apabila terlalu lama pertempuran itu, kemungkinan fihak gerombolan akan mengirim bala bantuan.

   Namun Nararya mempunyai perhitungan sendiri.

   Dia akan memeras napas dan tenaga lawan baru akan mengakhiri pertempuran itu.

   
Dendam Empu Bharada Karya SD Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Ia bermaksud hendak menangkapnya hidup.

   Beberapa waktu kemudian, ba- ba Nararya agak terkecoh dan lambat untuk menghindar.

   Bahunya dapat dicengkeram Mahesa Rangkah dan saat itu Mahesa Rangkah pun sudah mengangkat nju hendak dihunjamkan kedada lawan.

   Tetapi ba- ba sesosok tubuh loncat dari kerumun prajurit dan terus langsung menerjang Mahesa Rangkah.

   "Aduh ...."

   Mahesa Rangkah menjerit dan bergeliatan. Kepalanya meregang, tubuh menegang ke belakang.

   "Raden Panglulut, mengapa engkau ...."

   Teriak Nararya ketika melihat apa yang terjadi.

   Sosok tubuh yang menerjang dari tengah kelompok prajurit itu tak lain adalah Kuda Panglulut.

   Dan pada saat Mahesa Rangkah sedang mengacungkan nju keatas, Kuda Panglulat pun telah menusuk pinggangnya dengan keris.

   Karena tak menyangka-nyangka dirinya akan ditusuk dari belakang, Mahesa Rangkah tak dapat menjaga diri lagi.

   Ia menjerit laksana singa mengaum.

   "Terkutuk engkau Kuda Panglulut .... engkau pengecut hina ..."

   "Keparat, mampuslah ..."

   Keris yang masih bersarang dipinggang belakang Mahesa Rangkah itu di-jungkitkan keatas sehingga putuslah urat jantung Mahesa Rangkah.

   Seke ka bekas bekel bhayangkara itu terkulai tak bernyawa.

   Tubuhnya bersimbah darah merah ...

   Ngeri sekali pemandangan saat itu.

   Prajurit-prajurit terlongong-longong seram.

   Lembu Peteng bahkan Nararya pun terbelalak.

   "Engkau pengecut!"

   Ba- ba Lembu Peteng berteriak menuding Kuda Panglulut sesaat ia mendapat kesadaran pikirannya pula.

   "Setan, engkau juga harus kubunuh,"

   Kuda Panglulut marah dan menyerang. Tetapi cepat Nararya menyambar lengannya "Jangan, raden"

   "Mengapa? Bukankah dia juga anakbuah gerombolan pemberontak?"

   Kata Kuda Panglulut. Nararya gelengkan kepala.

   "Bukan"

   Katanya "dia adalah seorang kawanku yang menyelundup kedalam gerombolan gunung ini."

   Kuda Panglulut terkesiap.

   "Menyelundup kedalam gerombolan mereka? Apa tujuannya?"

   "Kami ingin membantu kerajaan Singasari untuk menumpas gerombolan pengacau. Agar dapat mengetahui keadaan dan kekuatan mereka, maka kakang Lembu setuju untuk menyelundup kedalam gerombolan mereka."

   "Ah, siapa mau percaya?"

   Dengus Kuda Panglulut "dia seorang anakbuah gerombolan yang licin dan berbahaya. Karena tahu gelagat akan kalah maka dia tak segan menghianati Mahesa Rangkah dan hendak menggabungkan diri dengan kita"

   "Tidak, raden "

   Seru Nararya dengan tegas.

   "

   Ndakan kakang Lembu itu telah kuketahui dan kusepakati"

   "Mengapa harus ber ndak begitu? Bukankah lebih baik dia masuk sebagai prajurit di Singasari agar dapat membak kan tenaganya untuk memberantas pengacau dan gerombolan2 pemberontak macam di gunung ini? Mengapa dia harus bertindak sendiri?"

   Merah muka Nararya mendengar kata-kata itu. Namun ia masih cukup sabar untuk memberi penjelasan lagi.

   "Raden, untuk memberantas pengacau dan gerombolan jahat yang merugikan keamanan negara dan rakyat, se ap orang mempunyai hak untuk melakukannya. Kami sebagai kawula Singasari, sudah tentu wajib untuk membantu negara."

   "Nararya"

   Seru Kuda Panglulut dengan nada angkuh "aku adalah pimpinan yang berkuasa dari pasukan Singasari yang mendapat titah kerajaan untuk menumpas gerombolan gunung Butak.

   Aku tak dapat menerima bantuan tenaga dari seorang anakbuah gerombolan yang telah menghianati gerombolannya.

   Karena manusia semacam itu kelak tentu akan menghianati juga pasukan kerajaan."

   "Keparat engkau!"

   Lembu Peteng tak kuasa menahan ledak kemarahan. Ia hendak menerkam Kuda Panglulut tetapi Nararya cepat lintangkan lengannya mencegah "Jangan kakang Lembu ... ,"

   "Hm"

   Lembu Peteng mendesuh, berputar tubuh terus ayunkan langkah selebar-lebarnya.

   "Tangkap pengacau itu!"

   Seru Kuda Panglulut kepada prajurit2. Tapi prajurit2 itu tertegun.

   "Jika raden menangkap kakang Lembu. Aku akan menjadi lawan raden!"

   Seru Nararya.

   Kemudian keliarkan pandang, melihat adakah seorang prajurit yang berani ber ndak melakukan perintah Kuda Panglulut.

   Prajurit2 itu termasuk kelompok dari cucug barisan yang dipimpin oleh Nararya.

   Sejak mendaki ke atas, dalam waktu yang singkat, mereka mempunyai kesan yang baik terhadap pemula itu.

   Diam- diam dalam ha se ap prajurit mempunyai suatu perasaan yang tak berani mereka utarakan, bahwa mereka lebih senang terus dibawah pimpinan Nararya daripada Kuda Panglulut yang angkuh dan bengis.

   Mendengar perintah Kuda Panglulut, prajurit-prajurit itu tertegun.

   Tak seorangpun yang bergegas melakukan perintah Kuda Panglulut, mereka makin enggan bergerak.

   "Engkau hendak membela orang itu?"

   Tegur Kuda Panglulut mulai marah.

   "Ya"

   Jawab Nararya "dia adalah sahabatku yang setya dan jujur."

   "Engkau hendak menentang perintah pimpinan pasukan Singasari ?"

   "Karena kuanggap perintah itu tidak adil"

   "Tata ter b keprajuritan harus ditegakkan. Se ap prajurit harus tunduk pada perintah atasannya,"

   Seru Kuda Panglulut.

   "Apakah raden tetap hendak menangkapnya?"

   "Ya"

   Karena terlanjur, malu Kuda Panglulut untuk menarik perintahnya.

   "Jika begitu, aku akan menyusul kakang Lembu dan tolong raden sampaikan kehadapan gus pa h bahwa aku mohon maaf karena tak dapat melaksanakan tugas yang dipercayakan gus pa h kepadaku. Aku hendak pulang ke desa."

   "Engkau berani meninggalkan tugas?"

   Teriak Kuda Panglulut terkejut.

   "Ya"

   Sahut Nararya "karena aku tak dapat menerima kebijaksanaan raden. Pertama, raden telah membunuh Mahesa Rangkah yang sebenarnya hendak kutangkap hidup agar dapat kuserahkan kepada kerajaan."

   "Akulah pimpinan pasukan ini !"

   "Dan cara raden membunuhnya itupun tak layak bagi seorang ksatrya"

   "Setan, engkau berani menghina aku?"

   Teriak Kuda Panglulut pula seraya mencabut keris dan hendak menyerang Nararya. Prajurit-prajurit itu terkejut. Mereka mencemaskan terjadinya pertumpahan darah. Namun Nararya tenang-tenang saja.

   "Raden Panglulut"

   Serunya "sesaat tadi aku masih melaksanakan tugas dalam pasukan.

   Walaupun aku bukan prajurit Singasari, tetapi aku merasa terikat dalam tata keprajuritan.

   Harus tunduk pada pimpinan.

   Tetapi saat ini aku sudah bukan seorang prajurit lagi.

   Aku seorang rakyat bebas"

   "Maksudmu ?"

   "Jika ndakan prajurit itu jelas merugikan rakyat, terpaksa aku akan menentang. Dan keris atau pedang itu tak bermata. Dia untuk mengenal raja atau orang berpangkat. Pokok dia itu lawan, maka keris atau pedangpun akan menurut perintah tuannya!"

   Habis berkata Nararya terus lari menyusul Lembu Peteng.

   "Keparat!"

   Kuda Panglulut bersikap pura-pura hendak msngejar Nararya, tetapi beberapa prajurit segera mencegah dan menghaturkan kata2 agar jangan sampai terjadi pertempuran antara sesama kawan sendiri.

   "Betapapun kami mohon agar raden suka mengingat jasanya telah menolong raden dari tangan gerombolan tadi,"

   Kata seorang prajurit yang agak tua.

   Walaupun mulut masih menghambur hamun makian, namun Kuda Panglulut tak bersikap hendak mengejar.

   Kemudian ia memerintahkan prajurit itu untuk mengiringnya ke kemah.

   Diantara penjaga yang disergap anakbuah Lembu Peteng tadi, ada beberapa yang masih hidup walaupun menderita luka.

   Dari mereka Kuda Panglulut mendapat keterangan tentang apa yang terjadi.

   "Dimana demang Krucil?"

   Seru Kuda Panglulut.

   Prajurit2 itu hanya mengatakan bahwa mereka melihat demang Krucil itu telah mengadakan pembicaraan dengan Lembu Peteng.

   Demang Krucil menyetujui syarat kepala gerombolan itu dan menyerahkan Kuda Panglulut sebagai tawanan.

   Sedang demang itu sendiri menyusul pasukan sayap kanan dan sayap kiri untuk memerintahkan mereka mundur.

   Bukan kepalang marah Kuda Panglulut.

   Ke ka demang Krucil datang bersama pasukan2 sayap kanan dan kiri, Kuda Panglulut merintahkan supaya demang itu ditangkap.

   Kuda Panglulut melanjutkan pula serangannya.

   Pimpinan gunung Butak, Pasirian, marah mendengar berita tentang kema an Mahesa Rangkah.

   Ia mengerahkan segenap kekuatan untuk menggempur pasukan Kuda Panglulut.

   Dalam pertempuran itu pasukan Kuda Panglulut banyak menderita korban dan terpaksa mundur.

   Kuda Panglulut mengirim pengalasan untuk meminta bala bantuan dari ayah mentuanya, pa h Aragani.

   ~dewiKZ~ismoyo~mch~ II Narararya terkejut ke ka tak berhasil menemukan jejak Lembu Peteng.

   Ia heran.

   Padahal jarak waktu ia tertahan dalam pembicaraan dengan Kuda Panglulut hanya sepengunyah sirih lamanya.

   Kemudian dia terus lari menyusul.

   Tetapi mengapa tak berhasil melihat bayangannya.

   Mungkin arahnya berlainan.

   Pikir Nararya.

   Ia segera mengambil arah yang lain.

   Tetapi tak dapat menemukannya.

   "Aneh, benar-benar aneh,"

   Gumam Nararya "ke-manakah gerangan kakang Lembu itu? O, mungkin dia menyusup kedalam hutan."

   Namun usahanya untuk mencari jejak Lembu Peteng tak juga menemukan hasil sekalipun sampai terang tanah.

   "Apakah dia kembali pada gerombolan gunung Butak?"

   Nararya merangkai dugaan. Tetapi cepat ia membantahnya.

   "

   Pis kemungkinan dia berbuat begitu. Karena pimpinan gunung Butak tentu sudah mendengar peristiwa dia menghianati Mahesa Rangkah."

   "Mungkinkah ia menggabung pada pasukan Singasari ? Ah, tak mungkin. Lebih tak mungkin lagi. Dia tentu ditangkap mereka."

   "Lalu kemanakah dia? "

   Akhirnya setelah menjelajah hutan ia bertanya kepada diri sendiri "hanya satu kemungkinan. Mungkin dia menyembunyikan diri dari kedua belah fihak yang tengah bertempur itu. Dia terjepit diantara dua fihak."

   Dendam Empu Bharada Karya SD Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "O, mungkin juga dia sudah lolos dan kembali ke Daha untuk bertemu dengan bekel Saloka. Jika tak berada disana, kemungkinan karena kecewa dan marah, dia terus kembali ke gunung Kelud lagi"

   Akhirnya Nararya menarik kesimpulan dan dia pun segera turun gunung, menuju ke Daha.

   Disana ia disambut bekel Saloka, Gajah Pagon dan beberapa kawan.

   Ia terkejut ke ka mendapat keterangan bahwa Lembu Peteng tak berada disitu "Hai, kemanakah gerangan iakang Lembu Peteng ini?"

   "Bukankah dia berada di gunung Butak? "

   Kata bekel Saloka. Nararya segera menuturkan pengalamannya selama ini. Terdengar beberapa suara menggeram dari orang2 yang berada disitu.

   "Hm, kelak jika bertemu dengan Kuda Panglulut, tentu akan kuhajar dia"

   Seru Gajah Pagoa dengan geram.

   Bekel Saloka menghela napas "Memang se ap yang tumbuh tentu akan mengalami gangguan..

   Demikian pula halnya dengan kerajaan Singasari.

   Baginda Kertanagara amat termasyhur sebagai seorang raja besar yang ada taranya dalam segala ilmu.

   Namanya mencuar sampai ke tanah Malayu.

   Tetapi dalam kerajaan sendiri, banyaklah bermunculan kaum dorna yang hendak menggerogoti kewibawaan baginda.

   Kasihan kalau kerajaan Singasari sampai runtuh"

   "Bukan hanya kasihan tetapi menjadi suatu wajib bagi kita semua, para kawula Singasari, untuk membela kerajaan dari rongrongan musuh dalam selimut itu,"

   Kata Nararya.

   "Lalu bagaimana perihal gong Prada itu, raden? Apakah selama ini raden menemukan suatu jejak?"

   Tanya demang Saloka. Nararya menghela napas.

   "Keadaan telah berobah cepat diluar persangkaanku,"

   Katanya "disamping terpaksa harus melakukan tah pa h Aragani untuk membantu pasukan Singasari yang hendak menggempur gerombolan gunung Butak, akupun mempunyai tujuan tertentu hendak menyelidiki keadaan gerombolan itu.

   Menurut pengakuan Mahesa Rangkah, pimpinan gerombolan gunung Butak itu bernama joko Pajisiran, putera dari Linggapa di tanah Mahibit yang karena hendak memberontak maka di tumpas oleh rahyang ramuhun Wisnuwardhana.

   Joko Pasisiran mendendam dan hendak melakukan pembalasan.

   Diapun patut dicurigai sebagai salah seorang yang ikut berkecimpung dalam peristiwa pencurian gong pusaka itu"

   "Tetapi bukankah yang mengambil prajurit-prajurit Daha atas perintah bekel Sindung?"

   Tanya bekd Saloka.

   "Benar "

   Sahut Nararya "tetapi rasanya gong pusaka itu telah menimbulkan kericuhan besar.

   Seper yang kualami bersama kakang Gajah Pagon ke ka di goa lembah Polaman yang lalu.

   Kami melihat rebutan antara Suramenggala dengan pengalaman dan Singasari yang dikirim pa h Aragani.

   Disamping itu terdapat pula bekel Sindung.

   Dengan begitu dapatlah kita merangkai dugaan bahwa gong pusaka itu dak berada pada bekel Sinduug ataupun di Daha dan Singasari.

   Yang mengherankan adalah orang yang telah mengambil gong pusaka itu dari tempat dimana pengalasan Singasari menyembunyikan gong pusaka itu.

   Besar kemungkinan orang itulah yang sempat melarikan gong Prada.

   Dan orang itu, kemungkinan besar tentulah salah seorang pimpinan dari gunung Butak"

   "Bagaimana raden menarik kesimpulan begitu? "

   Sela bekel Saloka.

   "Adanya seorang bekel bhayangkara Mahesa Rangkah yang ikut dalam gerombolan itu. Jika seorang bekel bhayangkara seper Mahesa Rangkah sampai taat pada pimpinan gunung Butak, tentulah pimpinan itu seorang yang mempunyai kelebihan, baik dalam hal ilmu kedigdayaan, kewibawaan maupun kepandaian merancang rencana. Dan kalau menilik Joko Pasirian itu putera dari Linggapa yang dibunuh ayahanda baginda Kemanagara, tentulah Joko Pasirian itu akan membalas juga kepada baginda Kertanagara. Dengan hilangnya gong Prada itu dia tentu mengharap agar hubungan Singasari dan Daha akan retak"

   Bekel Saloka mengangguk.

   "Apa yang raden rangkai itu, kemungkinan dapat terjadi"

   Katanya. Kemudian ia menuturkan juga pengalamannya selama berada di Daha.

   "Aku melakukan penyelidikan pada bekel Sindung dan menyaksikan suatu peris wa yang cukup menarik"

   Kata bekel Saloka.

   Rupanya pangeran Ardaraja menaruh kecurigaan juga terhadap bekel itu.

   Pada suatu hari pa h Mundarang memanggil bekel itu menghadap dan memerintahkan bekel itu ke bandar Tuban untuk membeli bahan2 pakaian dan perhiasan dari para pedagang manca nagara.

   Memang hanya dua bandar yang ramai dikunjungi oleh pedagang2 dari luar pulau, Canggu dan Tuban.

   Bahan-bahan kain terutama kain sutera yang halus, untuk busana para puteri-pureri ke ka apabila berlangsung suatu upacara peralatan mempelai agung, pangeran Daha raden Ardaraja dengan puteri baginda Kertanagara.

   Walaupun heran mengapa dirinya yang dipercayakan tugas itu, padahal dirinya hanya seorang bekel, namun bekel Sindung berangkat juga ke Tuban.

   Pada malam kedua sepeninggal bekel Sindung dari Daha, rumah bekel itu telah didatangi gerombolan penjahat yang mukanya dicontreng dengan kapur pu h dan merah.

   Setelah melumpuhkan beberapa pengalasan dan keluarga bekel, maka pemimpin gerombolan itu segera melakukan penggeledahan dirumah bekel Sindung.

   Tetapi mereka tak menemukan apa2.

   Akhirnya mereka mengancam nyi bekel supaya menunjukkan di mana suaminya menyimpan gong.

   Karena tak tahu menahu soal benda itu, walaupun diancam hendak dibunuh, tetap nyi bekel tak dapat memberi keterangan apa2.

   Karena geram, nyi bekel yang masih muda usia itupun segera dibawa gerombolan.

   Kepada pengalasan, gerombolan meninggalkan pesan.

   Apabila bekel Sindung pulang supaya lekas menyerahkan gong.

   Penyerahan itu harus dilakukan di lembah Wukir Polaman.

   Jika bekel Sindung menolak, maka nyi bekel akan dibunuh.

   "Apakah kakang bekel menyaksikan peristiwa itu? "

   Nararya terkejut.

   "Ya"

   Kata bekel Saloka "aku bersembunyi digerumbul pohon tak jauh dari rumah bekel Sindung dan dapat melihat peristiwa itu"

   "Dan ki bekel tak bertindak apa-apa?"

   "Sebenarnya aku ingin menghajar mereka. Tetapi aku hanya membawa Seorang anakbuah dan mereka berjumlah sepuluh orang serta bersenjata lengkap. Kedua kali, akupun meragukan diriku sendiri. Dalam kedudukan apakah maka aku harus ikut campur dalam peristiwa itu ?"

   "Setiap orang wajib memberantas orang jahat, ki demang "

   Kata Nararya.

   "Benar"

   Sahut bekel Saloka "hal itu memang sesuai dengan tuntutan ha nuraniku.

   Tetapi aku menyadari bahwa diriku adalah penduduk Lodoyo, bagaimana aku harus memberi keterangan kepada petugas keamanan Daha apabila aku harus menghadapi pertanyaan mereka setelah berhasil menghalau kawanan penjahat itu? Tidakkah pertanyaan itu akan berlarut-larut sehingga akan diketahui juga gerak gerikku di Daha ini?"

   "Hm"

   Nararya mendesuh "lalu apa tindakan ki bekel saat itu?"

   "Secara diam2 kuiku langkah mereka. Aku ingin tahu siapa dan dimanakah tempat gerombolan penjahat itu"

   "Dan kakang berhasil menemukannya?"

   "Ya "

   "Dimana?"

   "Keraton"

   "Keraton ? Keraton Daha ?"

   Nararya seperti terpagut ular. Bekel Saloka mengangguk "Benar, raden. Gerombolan penjahat itu masuk ke dalam keraton Daha dan akupun tak dapat melanjutkan penyelidikanku lagi"

   "Hebat"

   Seru Nararya "bagaimana mungkin gerombolan itu masuk kedalam keraton?"

   "Memang tak mungkin kedengarannya tetapi memang mungkin kenyataannya. Jelas bahwa kawanan penjahat itu bukan penjahat biasa, melainkan memang telah direncanakan. Untunglah aku tak bertindak menghajar mereka sehingga terhindar dari kesulitan yang tak diinginkan"

   Nararya termenung-menung. Ia merenungkan peristiwa yang amat ganjil itu.

   "Apakah sekarang bekel Sindung sudah kembali dari Tuban?"

   Tanyanya sesaat kemudian.

   "Belum"

   "Hm"

   Desuh Nararya "peris wa ini tentu akan menimbulkan kericuhan besar. Jelas bekel Sindung tentu akan ber ndak. Jika dia memang menyembunyikan gong pusaka itu, tentulah akan diserahkannya"

   "Belum tentu, raden"

   Tiba2 Gajah Pagon menyelutuk.

   "Maksud kakang ?"

   Tanya Nararya.

   "Menurut wawasanku selama menyelidiki bekel itu. Dia seperti mengandung suatu rahasia. Bekel itu menyimpan suatu rencana tertentu. Walaupun belum lagi mengenal dari dekat, tetapi kulihat bekel itu seorang yang berhati keras, memiliki pendirian yang teguh"

   "Dan bagaimana apabila bekel itu tak menyimpan gong pusaka?"

   Tanya bekel Saloka.

   "Berdasarkan penilaian kakang Pagon tadi,"

   Jawab Nararya "kemungkinan besar dia tetap akan memenuhi permintaan kawanan penjahat itu untuk datang ke lembah Polaman"

   "Bukankah dia akan dibunuh kawanan penjahat itu?"

   Seru bekel Saloka. Nararya gelengkan kepala.

   "Apabila kita kenangkan kembali peristiwa di lembah Polaman yang lalu dimana bekel Sindungpun tersangkut, kurasa dia memang seorang bekel yang berisi. Tentulah dia tak gentar menghadapi kawanan penjahat itu. Dan, kemungkinan itu tambah besar pula, karena dia tentu marah dan bernafsu sekali untuk mendapatkan isterinya kembali. Dia tentu akan mempertaruhkan jiwanya untuk melawan kawanan penjahat itu"

   "Lepas dari bekel Sindung itu menyimpan gong pusaka atau dak"

   Kata Gajah Pagon "tetapi cara yang dilakukan kawanan penjahat itu memang licik dan pengecut"

   Nararya mengangguk.

   "Dan menyedihkan, kawanan penjahat itu berasal dari keraton. Mungkin ...."

   "Mungkin bagaimana, raden?"

   Desak bekel Saloka.

   "Mungkin pangeran Ardaraja terlibat dalam peristiwa itu"

   "Maksud raden, pangeran itulah yang menitahkan orang untuk menyamar sebagai penjahat dan menggeledah rumah bekel Sindung?"

   "Memang suatu peris wa yang kebetulan sekali bahwa sehari setelah bekel Sindung berangkat, datanglah kawanan penjahat ke rumahnya. Tidakkah hal itu memberi kesan bahwa antara kepergian bekel Sindung dengan kawanan penjahat itu mempunyai rangkaian yang direncanakan?"

   Bekel Saloka terkesiap.

   "Benar, raden"

   Serunya "kemungkinan besar pangeran Ardarajalah yang berdiri dibelakang kawanan penjahat itu"

   Nararya diam. Merenung. Ia ingin menyelidiki kedalam keraton Daha. Dan baginya, mudah sekali diterima pangeran Ardaraja. Tetapi sesaat teringat apabila akan berjumpa pula dengan pateri Kiswari, ia tersipu-sipu merah.

   "Ah, makin jauh dan makin lama peris wa2 yang melibat diriku ini dengan tujuan langkahku semula. Bukankah aku masih harus menuju ke makam Kagenengan untuk memohon restu dari eyang prabu Sri Rajasa sang Amurwabumi?"

   Teringat akan pesan yang masih harus dilaksanakan itu, ia terkesiap.

   Setelah beberapa waktu terlibat dalam suasana keadaan pemerintahan, baik di Daha maupun di Singasari, ia mendapat kesan bahwa keadaan negara masih belum setenang seperti tampaknya.

   Berkelanjutan dalam layang renungan yang makin membubung itu terbayang pula wajah gurunya, resi Sinamaya yang sedang duduk diatas sebuah persada batu dan tengah memberi petunjuk kepadanya "Nararya, telah terasa suatu getaran halus yang menyentuh dalam semedhiku, bahwa Hyang Batara Agung akan menurunkan wahyu keramat ke arcapada.

   Wahyu semacam itu hanya diturunkan seratus tahun sekali.

   Karena wahyu yang lama telah pudar dayanya"

   "Apakah makna daripada wahyu agung itu, bapak guru?"

   "Lambang munculnya seorang manusia besar. Entah pujangga, entah nabi, entah seorang rajakula dari sebuah kerajaan baru. Pada masa yang lalu, pandita Lohgawe telah menuju ke jawidwipa untuk mencari wahyu agung. Dan pandita itu telah menemukan wahyu agung telah bersemayam pada diri Ken Arok. Ken Arokpun menjadi rajakula pendiri dari kerajaan Singasari sehingga turun sampai baginda Kertanagara yang sekarang. Tetapi Nararya. Wahyu itu tak dapat dimiliki dan dinikmati oleh anak cucu turun temurun. Apabila tiba masanya, Hyang Batara Agung akan menurunkan wahyu lagi"

   Teringat akan ucapan gurunya, serentak Nararya pun teringat pula akan tugasnya berlelana- brata. Dia dianjurkan oleh resi Sinamaya untuk ikut berusaha menyongsong turunnya wahyu itu.

   "Tidak mudah, angger"

   Kata resi Sinamaya pada saat itu pula "untuk menerima wahyu itu. Manusia yang akan menerima wahyu itu tentulah manusia pilihan yang telah teruji sifat2 kemanusiawiannya. Suci, luhur dan seorang ksatya linuwih"

   Menyerapkan pesan resi Sinamaya kedalam suasana negara pada saat itu, mbullah suatu percik penghayatan bahwa kelak pasti akan timbul perang antara Singasari dengan Daha.

   Memang pada dewasa itu, kerajaan Singasari masih kuat dan jaya.

   Tetapi menilik kekuatan2 yang dipupuk oleh raja Jayakatwang dan menilik pula betapa susunan pemerintahan kerajaan Singasari yang makin dikuasai oleh pa h Aragani, bukan mustahil bahwa akan mbul suatu perubahan besar.

   
Dendam Empu Bharada Karya SD Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Merenungkan hal itu bergeloralah darah Nararya.

   Ia sebagai seorang putera Singasari, wajib berjuang menyelamatkan keadaan negara.

   Dan untuk melaksanakan cita2 itu ia harus segera melaksanakan segala sesuatu yang bertalian dengan pesan resi Sinamaya.

   Ia telah bertapa di makam eyang Batara Narasingamur .

   Dan jelas bahwa ia telah memperoleh wangsit gaib yang menyuruhnya bertapa ke candi makam eyang buyut Sri Rajasa sang Amurwabhumi di Kagenengan.

   "Apakah aku akan memperoleh sesuatu di makam eyang buyut itu? "

   Tanya Nararya dalam ha .

   Namun ia tak memperoleh jawaban.

   Yang didapa nya hanyalah suatu kesan, bahwa pesan gurunya, resi Sinamaya itu memang sesuai dengan sesuatu yang diperolehnya.

   Ia telah bertapa di makam eyang Batara Narasingamurti dan mendapat wangsit.

   Resi Sinamaya seorang resi linuwih yang sidik.

   Apa yang telah ditanggapinya dalam getaran halus itu, bukanlah suatu khayalan.

   Melainkan suatu wangsit gaib.

   Sedangkan wangsit yang di makam eyang Batara Narasingamur itu tentulah juga suatu wangsit yang lebih gaib, mengingat eyang Narasingamurti itu suatu arwah halus.

   "Bagaimana raden"

   Ba2 bekel Saloka memecah suasana hening "apakah langkah yang harus kita tempuh ?"

   Nararya tersentak dari lamunan. Ia menyadari bahwa bekel Saloka dan Gajah Pagon tengah menanti pembicaraannya.

   "Gong Prada telah mengembangkan peris wa2 yang makin meluas. Tetapi yang jelas, siapapun yang telah mencuri dan menyembunyikannya, mempunyai maksud tujuan hendak mengeruhkan suasana dan meretakkan hubungan Singasari dan Daha"

   "Tetapi"

   Kata Ntrarya pula "tujuan itu telah terbenam dalam gelombang yang dilancarkan rencana baginda Kertanagara, untuk mempererat hubungan Singasari-Daha.

   Langkah baginda untuk memungut pangeran Ardaraja sebagai menantu,, akan menggagalkan, se dak daknya memperkecil ar daripada fihak yang mencuri gong Prada dengan tujuan supaya Singasari retak dengan Daha"

   Bekel Saloka dan Gajah Pagon mengangguk.

   "Itupun kalau peristiwa hilangnya gong Prada sampai terdengar baginda"

   Kata Nararya pula.

   "Apakah baginda belum mendengar peristiwa itu?"

   Tanya Gajah Pagon.

   "Kurasa"

   Kata Nararya "peristiwa itu baru sampai di tangan patih Aragani"

   "Jika demikian sungguh berbahaya"

   Seru Gajah Pagon.

   "Bagaimana maksud kakang?"

   Tanya Nararya.

   "Menurut pendapat raden, bagaimana sikap patih Aragani terhadap Daha ?"

   "Pa h Aragani seorang yang licin dan pandai bersiasat "

   Jawab Nararya "sukar untuk meraba isi ha nya.

   Kadang sikap dan gerak gerik serta ucapannya, lain dengan isi ha nya.

   Mungkin dia masih menunggu perkembangan selanjutnya setelah pangeran Ardaraja sudah menjadi menantu baginda.

   Dan sikapnya akan ditentukan pada saat itu"

   "Jika begitu, apa yang kukatakan berbahaya tadi, memang meideka kenyataan"

   Kata Gajah Pagon.

   "maksudku yalah hendak mengatakan bahwa sikap ada menentu dari pa h Aragani itulah yang menimbulkan bahaya. Apabila ia mendapat kesan bahwa kehadiran pangeran Ardaraja di keraton Singasari itu tak menguntungkan atau membahayakan kedudukan pa h Aragani, maka patih itu tentu akan menimbulkan pula hilangnya gong pusaka itu kehadapan baginda"

   "Dengan tujuan supaya baginda menegur akuwu Jayakatwang? "

   Tanya Nararya.

   "Bukan saja menegur, pun akan menuduh akuwu Daha itu mempunyai maksud yang tak baik"

   "Bagaimana hal itu dapat terjadi?"

   "Pa h Aragani telah berusaha untuk mengirim orang ke lembah Polaman. Dengan begitu jelas diapun menginginkan gong itu"

   "Untuk?"

   "Untuk pegangan"

   Kata Gajah Pagon "apabila dia tak melihat suatu bahaya dari pangeran Ardaraja, tentulah gong itu akan dikembalikan ke candi Lodoyo.

   Tetapi apabila dia merasa terancam kedudukannya, maka gong itu akan diselundupkan ke Daha kemudian akan menghaturkan tuduhan kehadapan baginda, bahwa akuwu Daha telah menyembunyikan gong itu untuk menambah kewibawaan Daha.

   Sudah tentu diapun akan menyertakan juga laporan2 tentang kegiatan akuwu Daha dalam menyusun pasukan"

   Nararya mengangguk.

   "Penilaian kakang Pagon itu, memang mungkin"

   Katanya "dengan demikian jelas bahwa pencarian gong pusaka itu tentu akan memakan waktu lama"

   Kemudian ia berkata kepada bekel Saloka "Mengenai hilangnya gong pusaka itu, kukira tak perlu ki bekel cemas.

   Secara tak terduga-duga gong pusaka itu telah menjadi barang berharga yang dijadikan rebutan oleh beberapa fihak.

   Masing2 dengan tujuan untuk kepentingannya sendiri"

   "Benar"

   Kata bekel Saloka "rasanya pencarian gong pusaka itu akan memakan waktu yang cukup lama. Kurasa, baiklah kita mengatur rencana jangka lama tanpa mengabaikan kepen ngan masing- masing"

   "Bagaimana maksud ki bekel?"

   "Kukira penyelidikan ini dapat kulakukan sendiri. Karena jelas gong pusaka itu hanya berada di dua tempat, kalau tidak di Daha tentulah di Singasari. Walaupun belum menemukan, tetapi paling tidak kita sudah dapat memperoleh jejaknya. Soal gong pusaka itu, hanya soal waktu. Kita pasti dapat menemukannya kembali"

   Berhenti sejenak bekel Saloka melanjutkan "Kuingat raden masih menanggung kewajiban untuk melaksanakan pesan guru raden.

   Apabila raden terus menerus terlibat dalam lingkaran penyelidikan yang berbelit-belit ini, tentu waktu raden akan terbuang.

   Oleh karena hal ini menjadi pertanggung jawabku, maka kuminta raden melanjutkan perjalanan raden semula.

   Soal pencarian gong pusaka itu, biarlah aku yang akan menyelesaikannya"

   "Tidak, kakang bekel"

   Bantah Nararya "aku sudah berjanji hendak membantu ki bekel untuk mencari gong pusaka itu"

   Bekel Saloka gelengkan kepala.

   "Sudah cukup lama raden membantu kami,"

   Kata bekel Saloka "kinipun sudah terdapat titik2 terang tentang gong pusaka itu. Kurasa, aku dapat menyelesaikannya sendiri"

   "Ah, tidak ki bekel "

   Nararya berkeras.

   Gajah Pagon heran.

   Ia memang belum tahu keadaan Nararya yang sebenarnya dan bagaimana tujuannya berkelana-brata itu.

   Ia meminta keterangan kepada bekel Saloka.

   Setelah mendengar penjelasan bekel itu, Gajah Pagonpun serentak memberi pernyataan.

   "Raden"

   Katanya "kurasa tentu merupakan sesuatu yang pen ng maka sang resi mengutus raden untuk lelana-brata dan bertapa ke makam para leluhur.

   Seorang resi yang sidik seper guru raden itu tak mungkin menitahkan sesuatu apabila ada sesuatu yang mempunyai ar pen ng.

   Soal pencarian gong pusaka itu, idinkanlah aku mewakili raden untuk membantu ki bekel disini"

   Nararya terkejut mendengar pernyataan Gajah Pagon. Walaupun hanya bergaul dalam waktu yang singkat tetapi Nararya mempunyai kesan baik terhadap Gajah Pagon. Ia terharu. Berat rasa hatinya untuk berpisah dengan orang yang jujur itu.

   "Tetapi kakang Pagon"

   Kata Nararya "kemana kah tujuan kakang setelah berhasil menyelesaikan peristiwa gong pusaka ini?"

   "Akupun mempunyai tujuan yang sama dengan raden"

   Kata Gajah Pagon "Aku hendak berkelana mencari pengalaman"

   "Kakang Pagon"

   Kata Nararya pula "

   Dakkah lebih baik apabila kakang mengabdikan diri kepada kerajaan Singasari saja?"

   Gajah Pagon tertawa.

   "Manusia tak lepas dari tanggung jawab batas bumi kelahiran dan negaranya. Gajah Pagonpun demikian juga. lbarat burung, aku masih beterbangan kemana-mana untuk mencari pohon yang layak kuhinggapi. Memang Singasari ataupun Daha adalah telatah bumi Jawadwipa. Ke manapun aku mengabdikan diri, adalah serupa tetapi dak sama. Ar nya, walaupun serupa bumi Jawadwipa tetapi dak samalah akuwu Jayakatwang dengan baginda Kertanagara. Terus terang raden, saat ini aku belum mempunyai keinginan yang tetap, kemana aku harus menempatkan diriku"

   Nararya mengangguk.

   "Baiklah, kakang Pagon. Memang keinginan tak dapat dipaksa. Dia akan tumbuh dan berkembang sendiri secara sadar dan wajar. Tetapi kupercaya, pilihan kakang Pagon pasti pada tempat yang sesuai dan tepat"

   "Apabila kakang bersedia untuk membantu ki bekel dalam usahanya mencari gong pusaka yang hilang itu, legalah ha ku. Baiklah ki bekel dan kakang Pagon,"

   Kata Nararya menghela napas "betapapun berat rasa ha ku akan berpisah dengan kalian berdua, tetapi aku terpaksa harus melaksanakan tugas kewajiban yang belum selesai.

   Hal itu bukan berar aku lebih memen ngkan urusan peribadi dari pada urusan negara, melainkan aku hanya menetapi laku sebagai seorang ksatrya yang harus melaksanakan setiap beban kewajiban yang telah disanggupinya."

   Bekel Saloka dan Gajah Pagon mengangguk.

   "Aku berjanji ki bekel dan kakang Pagon, selekas tugasku itu selesai aku tentu akan menuju kemari untuk mendapatkan kalian berdua"

   "Ah, raden,"

   Seru bekel Saloka penuh haru "apabila aku sudah pulang ke Lodoyo, aku tentu bangga dan gembira sekali menyambut kedatangan raden"

   "Raden"

   Seru Gajah Pagon pula "selama surya masih bersinar, kita pasti berjumpa kembali"

   "Baiklah, ki bekel dan kakang Pagon, aku akan melanjutkan perjalananku. Tetapi pertama aku hendak singgah ke gunung Kelud untuk mencari kakang Lembu Peteng. Dari sana aku terus menuju ke Singasari"

   Demikian setelah selesai pembicaraan, Nararya lalu mengambil selamat berpisah.

   Sebelum ia menitipkan kedua punakawannya, Noyo dan Doyo, kepada bekel Saloka.

   ~dewiKZ~ismoyo~mch~ III Nararya tak berhasil menemukan Lembu Peteng digunung Kelud.

   Ia heran dan agak cemas.

   Namun mengingat bahwa Lembu Peteng seorang yang gagah, bekas pengawal pendamping dari pangeran Kanuruhan saudara dari baginda Kertanagara, maka berkuranglah rasa kecemasan Nararya.

   Ia tak menyangsikan kesetyaan Lembu Peteng.

   Bahwa mungkin karena menghadapi sesuatu perasaan yang meluap, seke ka orang itu marah.

   Atau karena melihat suasana yang mengua rkan keselamatannya, mungkin jaga dia untuk sementara waktu harus menyembunyikan diri.

   Tetapi setelah kemungkinan2 itu lenyap, Lembu Peteng tentu akan muncul pula mencari kawan kawan ke gua Selamangleng.

   Nararya percaya akan hal itu.

   Kini ia mulai merencanakan arah tujuannya sendiri.

   Ia akan melaksanakan wangsit yang diterimanya dari eyang Batara Narasingamurti.

   Ia menuju ke Kagenengan.

   Tiba2 mbul suatu pikiran yang aneh dalam ha nya.

   Ia hendak bertapa memohon wangsit di makam eyang buyut Sri Rajasa sang Amurwabhumi atau yang pada masa mudanya terkenal dengan nama Ken Arok.

   "Alangkah suatu langkah yang membangkitkan kenang dan kesan apabila aku menelusuri jejak perkelanaaa rahyang ramuhun eyang buyut Rajasa waktu masih muda "

   Katanya dalam hati.

   Dan iapun segera menuru suara ha dan ayun langkahnya.

   Ia mencari desa Saganggeng.

   Di itulah dahulu Ken Arok bersama putera lurah Saganggeng, pemuda Tita, sering menghadang dan mengganggu orang yang lalu lintas dijalan.

   Kemudian pada suatu hari Ken Arok memikat seorang gadis can k anak seorang penyadap enau.

   Anak perempuan itu diajaknya kedalam hutan Adijuga.

   Dan di hutan itulah Ken Arok makin membuat rusuh.

   Menghadang orang jalan, mengganggu wanita.

   Dendam Empu Bharada Karya SD Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Berita itu terdengar juga oleh akuwu Tumapel yang membawahi desa itu.

   Akuwu yang bernama Tunggul Ametung segera mengirim prajurit untuk menangkap Ken Arok.

   Oleh lurah Saganggeng, Ken Arok dianjurkan supaya pergi ke lain tempat.

   Dia menyembunyikan diri ke tempat keramat Rabut-gorontol.

   Dalam mengayun langkah diantara jalan yang membelah tegai dan ladang, mbullah kesan Nararya, betapa subur daerah2 ladang itu.

   Ia teringat akan cerita ramanya, Lembu Tal, bahwa Ken Arok pernah menjatuhkan kutuk kepada prajurit2 dari Tumapel itu.

   "Semoga tergenang di dalam air, orang yang akan melenyapkan aku ..."

   Kutuk itu bertuah.

   Daerah disitu selalu tak pernah kering air.

   Setelah suasana mengidinkan maka Ken Arok lantas pindah mengungsi ke desa Wayang.

   Kembali ditempat itu, di ladang Sukamanggala Ken Arok telah kambuh pula kenakalannya.

   Ia mengganggu pula wanita yang sedang memikat burung pipit di ladangnya.

   Karena merasa tak aman, dia pindah lagi ke tempat keramat Rabut-katu.

   Ia heran melihat pohon2 katu yang tumbuh disitu sebesar pohon brahmastana atau beringin.

   Ia pindah lagi ke Junwatu tetapi daerah itu ketat sekali keamanannya.

   Terpaksa ia menuju ke desa Lulumbang.

   Dan untunglah dia diterima dan disuruh nggal di rumah seorang prajurit bernama Gagak Inget.

   Agak lama dia nggal disitu.

   Namun akhirnya penyakitnya kambuh pula.

   Ia menghalang dan mengganggu pejalan2, bahkan mengganggu pula wanita.

   Sudah tentu hal itu menimbulkan kemarahan penduduk sehingga terpaksa dia pindah lagi ke Kapundungan.

   Disamping suka mengganggu wanita dan menghadang orang, pun Ken Arok gemar berjudi dan mencuri.

   Karena waktu masih kecil dia pernah diambil anak angkat oleh seorang pencuri bernama Lembong.

   Rupanya karena semakin tumbuh dewasa, kebutuhan hidupnyapun makin meningkat.

   Dan karena dia segan bekerja berat di ladang, maka dia melakukan pula pekerjaan sebagai pencuri.

   Namun tak selalu pekerjaan yang penuh bahaya itu membawa selamat dan berkah.

   Ke ka mercuri di desa Pamalantenan, dia telah dikejar dan dikepung penduduk desa itu.

   Karena ketakutan, ia lari ke tepi sungai.

   Ah, disitu ada perahu ataupun rakit untuk menyeberang.

   Karena gugup, ia segera memanjat sebatang pohon taI.

   Rakyat berbordong-bondong ba dengan membawa senjata, parang, golok, arit, palu, tombak dan bindi.

   Mereka heran karena tak dapat menemukan jejak Ken Arok.

   Pada hal jelas tak tampak barang sebuah sampan atau rakit yang menyeberangi sungai.

   Rakyat yang sudah terlanjur marah dan geram, merasa penasaran sekali.

   Mereka tak mau pulang sebelum mendapatkan pencuri itu.

   Seluruh perairan tepi sungai itu dijelajahi hingga pagi hari.

   Setelah terang hari, barulah mereka melihat ternyata Ken Arok bersembunyi diatas pohon tal.

   Rakyat segera mengepung dibawah pohon itu sambil memukul canang.

   Karena itu Ken Arok tak mengindahkan teriakan mereka supaya turun, akhirnya rakyat marah benar2.

   Segera mereka mulai menebang pohon itu.

   Ken Arok meratap-ratap ketakutan.

   Kali ini dia tentu tertangkap dan pas dibunuh rakyat marah.

   Entah bagaimana, ia ingat kepada sang Maha Pengasih atas dirinya.

   Tiba2 ia seper mendengar sabda dari angkasa yang menyuruhnya supaya menebang daun pohon tal itu dua keping, untuk dikepit dibawah ke ak kanan dan kiri sebagai sayap.

   Tentu dapat lepas dari bahaya maut.

   Ia menurut.

   Memotong dua helai daun tal lalu dikepit dibawah ke ak kanan dan kiri.

   Kemudian dengan menyebut nama Sang Maha Pengasih, ia segera mengepakkan sayap itu lalu melayang terbang.

   Ah, hampir dia tak percaya akan kemujijadan yang menjadi pada dirinya.

   Ia dapat terbang melampaui sungai dan melayang turun diseberang tepi.

   Secepat mendarat, ia terus lari menuju ke desa Nagamasa.

   Namun rakyat masih tetap penasaran.

   Dengan membuat rakit, mereka melakukan pengejaran lagi.

   Ia lari ke desa orang tetapi tetap diburu.

   Akhirnya ia kembali kedesa Kapundungan lagi.

   Rakyat tetap mengejarnya.

   Tiba2 Ken Arok melihat lima orang lelaki sedang menanam di ladang.

   Dengan beriba-iba, Ken Arok mohon bantuan supaya dilindungi dari amukan rakyat.

   Ternyata yang sedang bertanam di ladang itu adalah lurah desa Kapundungan.

   Ia merasa kasihan kepada Ken Arok dan disamping itu ada suatu perasaan aneh yang menghaya perasaannya.

   Bahwa ia harus menyelamatkan anak itu.

   Kebetulan saat itu yang seorang sedang pergi mengeringkan empang.

   Tinggal lima.

   Maka yang pergi itupun segera disuruhnya Ken Arok menggantikan.

   Ke ka rakyat datang dan menanyakan tentang seorang pencuri yang melarikan diri kearah desa itu maka lurah Kapundungan mengatakan tak tahu.

   Ken Arok diaku anaknya yang berjumlah enam orang.

   Diantara rakyat yang mengejar itu memang kenal bahwa lurah Kapundungan itu mempunyai enam orang anak.

   Maka mereka pun terpaksa pulang dengan tangan hampa.

   Lurah Kapundungan kua r kalau peris wa itu diketahui orang maka ia menyuruh Ken Arok mengungsi kelain daerah yang lebih aman.

   Ken Arokpun bersembunyi di hutan Patang-tangan, lalu pindah ke desa Ano bersembunyi di hutan Terwag.

   Lurah desa Luki membawa nasi untuk anak penggembala lembu milik lurah itu.

   Dan lurah itupun lalu membajak tanah untuk ditanami kacang.

   Nasi itu dimasukkan dalam tabung dan diletakkan diatas onggokan.

   Ke ka anak penggembala datang dan nasi dalam tabung itu hendak diberikan, alangkah kejut lurah itu ketika nasi itu sudah hilang, tinggal tabung saja.

   Lurah heran.

   Hari kedua juga demikian sampai hari ke ga.

   Akhirnya pada hari keempat ia menyuruh anak penggembala yang membajak tanah, tabung nasi diletakkan di onggokan dan lurah itu bersembunyi mengintai.

   Pada waktu Ken Arok keluar dari hutan hendak mengambil nasi itu maka tertangkaplah dia.

   Dengan terus terang dia mengakui memang mengambil nasi karena perutnya lapar.

   Lurah itu baik ha budinya.

   Ia mengajak Ken Arok pulang dan menyuruhnya ap2 hari datang mengambil nasi kepadanya.

   Tangannya selalu terbuka untuk tetamu.

   Bahkan ia mengharap-harap agar tiap hari menerima tetamu.

   Beberapa waktu kemudian Ken Arok pindah ke desa.

   Banjar-kocapet di daerah Lulumbang.

   Pada suatu hari pandai emas bernama mpu Palot berhen , di Lulumbang.

   Dia takut pulang ke desanya Turyantapada karena mendengar kabar tentang Ken Arok yang suka menghadang orang.

   Mpu Palot habis pulang berguru pada buyut Kebalon yang ahli dalam pandai emas.

   Setelah selesai ia pulang ke Turyantapada dengan membawa bahan emas seberat lima tahil.

   Ken Arok menyanggupkan diri untuk mengawalnya pulang.

   Mereka ba dirumah dengan selamat.

   Mpu Palot berterima kasih dan senang akan keberanian anak-muda itu.

   Ken Arok diaku anak dan diajari ilmu kepandaian membuat barang-barang emas.

   Ken Arok memang berotak cerdas.

   Cepat dia dapat menguasai ilmu kepandaian itu, tak kalah dengan ayah angkatnya.

   Mpu Palot telah menurunkan seluruh ilmu kepandaiannya dan ia merasa masih kurang sempurna.

   Maka disuruhlah Ken Arok ke Kebalon untuk berguru lagi lebih lanjut.

   Tetapi orang Kebalon tak percaya kepada Ken Arok yang mengaku sebagai anak angkat mpu Palot.

   Ken Arok marah, lalu menikam orang itu.

   Kemudian dia lari menemui buyut Kebalon.

   Peris wa itu menggemparkan seluruh penduduk Kebalon.

   Pertapa2, para guru hyang sampai pada murid2 sama keluar membawa palu perunggu.

   Mereka hendak membunuh Ken Aiok.

   Tiba2 dari angkasa terdengar suara yang melarang orang2 itu jangan membunuh Ken Arok.

   Karena Ken Arok itu adalah puteranya dan masih banyak tugasnya di arcapada.

   Para pertapa dan guru-guru itu terkejut.

   Mereka percaya bahwa suara itu tentulah suara gaib dari dewata.

   Mereka segera menolong Ken Arok bangun dan kemudian buyutpun memberinya kepandaian yang lebih tinggi.

   Ken Arok menetap di Tucyantapada.

   Karena mpu Palot itu ayah-angkatnya maka ia menamakan daerah itu daerah Bapa.

   Namun pemuda Ken Arok itu selalu tak betah tinggal lama di suatu daerah.

   Ia menuju ke desa Tugaran.

   Buyut Tugaran tak senang menerima kedatangan Ken Arok.

   Pemuda itu marah.

   Arca penjaga pintu di desa itu diambil dan diletakkan di desa Bapa.

   Kemudian ia menemui anak perempuan buyut Tugaran yang sedang menanam kacang di ladang.

   Dengan kepandaiannya merayu, berhasillah Ken Arok merenggut kegadisan anak perempuan itu.

   Tak lama kemudian kacang yang ditanam menghasilkan kacang yang berkampit-kampit.

   Ken Arokpun pulang ke desa Bapa lagi.

   Dalam pada itu kerajaan Daha mendengar bahwa Ken Arok bersembunyi di daerah Turyantapada.

   Daha tetap hendak melenyapkannya karena menganggap Ken Arok itu seorang penjahat yang membahayakan keamanan.

   Mereka mengirim pasukan untuk mencari ke Turyantapada.

   Ken Arok terpaksa meninggalkan daerah Bapa mengungsi ke gunung Pustaka.

   Kemudian ke desa Limbeban.

   Buyut Limbeban kasihan lalu menyuruhnya bersembunyi di telatah rawa Panitikan.

   
Dendam Empu Bharada Karya SD Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Ia mendapat wangsit pula yang menyuruh supaya pada hari Buddha-cemeng (Rebo Wage) minggu Wariga-pertama, menuju ke gunung Lejar.

   Pada hari itu para dewa akan mengadakan rapat musyawarah.

   Seorang tua, nenek dari kebayan desa Pani san bersedia membantu Ken Arok.

   Nenek itu akan menyembunyikan Ken Arok.

   Dan supaya tidak menimbulkan kecurigaan, nenek itu akan menyapu di gunung Lejar di kala para dewa sedang bermusyawarah.

   Demikian pada hari Buddha-hitam (cemeng), Ken Arok menuju ke gunung Lejar.

   Ia disuruh sembunyi di tempat sampah dan ditimbuni dengan semak belukar oleh nenek kebayan Panitikan.

   Ken Arok menahan semua siksa itu.

   Tak berapa lama kemudian ba2 terjadi keajaiban alam.

   Di angkasa serentak terdengar tujuh buah nada suara dari guntur, petir, gempa guruh, kilat, taufan, angin besar dan hujan lebat.

   Bumi seolah-olah hancur.

   Gelap gelita di seluruh angkasa.

   Tujuh nada suara itu tak hen hentinya merobek angkasa, membelah bumi.

   Dahsyat tiada terperikan.

   Para dewa itu bermusyawarah membicarakan soal daerah yang akan dipilih sebagai pusat kekuatan Jawadwipa.

   "Siapakah yang layak menjadi raja di Jawadwipa ?"

   Demikian para dewa saling bertanya-tanya. Hyang Dewa Guru bersabda.

   "Ketahuilah dewa2 semua. Adalah anakku, seorang manusia yang lahir dari orang Pangkur, itulah yang akan memperkokoh nusa Jawadwipa ...."

   Mendengar itu Ken Arok serentak keluar dari mbunan tempat sampah.

   Para dewa terkejut tetapi serta melihat wajah Ken Arok yang memancar sinar terang, mereka menyetujui dan merestui.

   Selanjutnya para dewa memberi petunjuk agar Ken Arok mengaku ayah kepada seorang brahmana yang bernama Danghyang Lohgawe yang datang dari Jambudwipa.

   Ken Arok melaksanakan tah dewa itu.

   Danghyang Lohgawelah yang membimbing dan mengasuhnya hingga berhasil menjadi raja.

   "Ah ...."

   Nararya tersentak dari menung ke ka saat itu berhadapan dengan gunung Lejar.

   Apa yang melalu lalang dalam benaknya tadi adalah menurut cerita dari ayahnya, Lembu Tal yang gemar menceritakan riwayat hidup dari para leluhur, terutama eyang buyut Ken Arok.

   "Mengenal riwayat hidup leluhur kita, dapat menimbulkan kenangan, melahirkan kesan tentang perjuangan mereka, amal mereka terhadap negara, bangsa dan manusia,"

   Kata Lembu Tal "Kesan itu akan menjadi suatu kesimpulan yang dapat kita jadikan suri tau-ladan dan pegangan hidup. Mengambil yang baik, membuang yang buruk"

   Nararya amat terkesan mendengar riwayat hidup eyang buyut Ken Arok.

   Itulah sebabnya, ba2 saja mbul keinginan dalam ha nya untuk napak- las atau menelusuri jejak di tempat2 yang pernah menjadi tempat menetap maupun bersembunyi dari eyang buyut itu.

   Se ap kali datang di tempat pe lasan itu, selalu mbul kesan2 dalam ha nya.

   Bahwa eyang buyut Ken Arok itu semasa mudanya memang nakal.

   Banyak perbuatan jahat yang dilakukannya.

   Berjudi, mencuri, me-nyamun dan mengganggu wanita.

   Ia merenungkan lebih lanjut.

   Apa sebab eyang buyut itu sedemian buruk perbuatannya semasa masih muda ? Ke ka menggali pada ingatannya, ia teringat akan cerita ayahandanya tentang asal usul eyang buyut Ken Arok itu.

   Berhamburanlah percik2 penyusuran dalam ba nnya untuk mengungkap perbuatan buruk dari eyang buyut Ken Arok dengan latar belakang kelahirannya.

   Ken Arok anak dari seorang wanita di desa Pangkur yang bernama Ken Endok.

   Walaupun Ken Endok menikah dengan Gajah Para dari desa Campara, tetapi Ken Arok itu bukan anak hasil pernikahan Ken Endok dengan Gajah Para.

   Pada suatu malam Ken Endok menolak untuk melayani tidur suaminya.

   Gajah Para marah dan memaksa isterinya.

   Akhirnya Ken Endok mengaku terus terang.

   Bahwa ketika ia mengirim makanan untuk suaminya yang bekerja di ladang Ayuga, tiba2 di ladang Lalateng, ia bertemu dengan dewa Brahma.

   Dengan kesaktiannya dewa Brahma telah melepaskan aji Senggama kepadanya.

   Setelah itu dewa Brahma berpesan agar Ken Endok jangan melayani suaminya tidur karena janin yang berada dalam kandungan Ken Endok itu adalah putera dewa Brahma.

   Itulah sebabnya Ken Endok tak mau melayani permintaan suami karena takut kutukan dewa Brahma.

   Bukan main marah Gajah Para.

   Ia menuduh isterinya telah berbuat zinah dengan lain pria lalu mengemukakan alasan bertemu dengan dewa Brahma.

   Gajah Para lalu menceraikan Ken Eadok dan pulang ke desa Campara.

   Tetapi lima hari kemudian ia mati.

   Ke ka ba waktunya melahirkan seorang anak laki, maka bingunglah Ken Endok.

   Jika ia menceritakan tentang pertemuannya dengan dewa Brahma, se ap orang tentu akan mengejeknya.

   Suaminya, Gajah Para pun tak percaya dan marah menerima keterangan begitu.

   Ken Endok meratap dan malu karena mempunyai anak tanpa suami.

   Penduduk desanya tentu tak mau percaya cerita apapun juga kecuali melihat kenyataan bahwa ia melahirkan anak tanpa suami.

   Karena bingung dan malu, akhirnya jabang bayi itupun dibuang disebuah kuburan.

   Teringat akan asal usul kelahiran eyang buyut Ken Arok, seke ka meremanglah buluroma NNrarya.

   Diam2 ia mengakui akan keadilan Karma.

   Dewapun takkan terlepas dari hukum Karma apabila perbuatannya tak senonoh.

   Jika benar keterangan Ken Endok itu, maka dewa Brahma telah melanggar susila.

   Se ap perbuatan yang tak baik tentu akan menghasilkan buah yang tak baik.

   Ken Arok semasa mudanya, menuntut kehidupan yang hitam.

   Perkembangan hidup itu juga terpengaruh oleh lingkungan hidup seseorang.

   Karena bayi Ken Arok itu ditemu oleh seorang pencuri yang bernama Lembong maka lambat laun setelah besar, Ken Arokpun terjerumus dalam kehidupan sebagai pencuri.

   Kemudian karena gemar berjudi dan menghabiskan harta benda Ken Endok serta Lembong.

   Ken Arok menjadi penggembala kerbau milik buyut Lebak.

   Pun kerbau buyut itu dijualnya untuk judi.

   Ken Arok minggat dan bertemu dengan Bango Samparan tukang judi.

   Bango Samparan mengajak anak itu ke tempat perjudian.

   Ternyata Ken Arok pandai sekali berjudi sehingga semua bandar judi kalah.

   Dengan makin meningkat usianya ke alam dewasa, mulailah mbul berahi dalam ha pemuda Ken Arok.

   Karena ada mendapat bimbingan dari orangtua dan orang2 yang memungutnya sebagai anak, ngkah laku Ken Arokpun sukar dikendalikan lagi.

   Dia gemar mengganggu wanita secara paksa.

   Adakah ibunya, Ken Endok, benar bertemu dengan dewa Brahma atau dengan lelaki biasa, yang jelas wanita itu telah berbuat serong dan zinah.

   Dan lahirlah seorang anak yang penuh bergelimangan perbuatan-perbuatan zinah.

   Membayangkan hal2 itu Nararya hanya menghela napas.

   Hampir ia bingung memikirkan, adakah eyang buyutnya yang termasyhur itu seorang anak yang tiada berbapak? Seorang anak gelap? Sampai lama ia termenung-menung mencari jawaban.

   Dan akhirnya bersualah.

   dia akan titik yang memancarkan sinar terang.

   Pencuri Lembong melihat benda yang memancarkan sinar gemilang.

   Ke ka dihampirinya ternyata seorang bayi yang terbungkus kain.

   Dan diambilnya bayi itu dari kuburan lalu dipeliharanya sebagai anak.

   Penjudi Bango Samparan yang karena kalah habis-habisan dan tak dapat membayar hutang lalu bersembunyi menyepi di tempat kramat Rabut Jalu.

   Disitu dia seper menerima suara gaib yang menyuruh mencari seorang anak bernama Ken Arok.

   Anak itulah yang akan menolong kesukarannya.

   Guru di desa Sagenggeng yang mengajar Ken Arok ilmu sastera, pun melihat suatu keajaiban.

   Karena Ken Arok mencuri tanaman buah jambu, maka guru itu marah dan mengusirnya.

   Ke ka guru itu melongok keluar, ia terkejut melihat di tengah gerumbul ilalang memancar sinar yang terang sekali.

   Bergegas ia menghampiri ke gerumbul ilalang itu dan ternyata yang menyala terang itu adalah Ken Arok.

   Ke ka Ken Arok mencuri di desa Pamalantenan, kepergok lalu dikejar penduduk desa, ia memanjat pohon tal.

   Pohon dikepung dan hendak ditebang penduduk yang mengejarnya, tetapi dengan menggunakan dua helai daun tal dapatlah Ken Arok terbang melintasi sungai.

   Ke ka para pandai emas di desa Kabalon tak percaya akan keterangan Ken Arok yang mengaku sebagai anak angkat mpu Palot, Ken Arok marah lalu menikam seorang pandai emas itu.

   Dia dikepung dan hendak dibunuh tetapi ba2 terdengar suara gaib yang mencegah perbuatan para pandai ernas itu.

   Ke ka Ken Arok bersembunyi dalam lubang sampah, ia mendengar para dewa sedang rapat bermusyawarah dan menjatuhkan pilihan bahwa dirinya yang akan dijadikan raja Jawadwipa.

   Bahwa seorang pandita sak bernama Lohgawe jauh2 dari tanah Jambudwipa datang ke Jawadwipa adalah karena brahmana itu telah mendapat wangsit bahwa sang Wisnu yang dipujanya itu telah pindah ke Jawadwipa dan menjelma dalam diri seorang anak bernama Ken Arok dengan ciri kedua tangannya menjulai panjang sampai melampaui lutut kaki.

   Tangan kanannya berrajah cakra dan tangan kiri, sangka.

   Bahwa ke ka di taman Boboci, Ken Aroklah yang melihat rahim Ken Dedes, isteri akuwu Tunggul Ametung, memancarkan sinar.

   Menurut keterangan brahmana Lohgawe, wanita begitu disebut nariswari , wanita yang paling utama.

   Meskipun orang yang telah banyak melakukan kejahatan dan dosa, jika mengawini wanita itu tentu akan menjadi raja.

   Bahwa maksud Ken Arok untuk membunuh Tunggul Ametung telah direstui brahmana Lohgawe.

   Kemudian setelah dengan siasat yang licin, ia berhasil membunuh Tunggul Ametung, maka Ken Arokpun menjadi raja.

   Bahwa raja Kertajaya atau Dandang Gendis dari Daha pernah sumbar bahwa ada seorang mahluk manusia di dunia ini yang mampu mengalahkan, kecuali Batara Guru turun dari angkasa, barulah dia kalah.

   Ternyata Ken Aroklah yang dapat mengalahkan.

   Demikian renungan Nararya menelusuri segi2 keunggulan dari eyang buyut Ken Arok, Dan segera terlintaslah suatu kesan bahwa memang eyang buyut Ken Arok itu, seorang manusia unggul.

   Seorang manusia yang benar2 dikasihi dan direstui oleh dewata.

   Jika dak, tak mungkin seorang anak yang berasal dari keturunan bawah din hidup berkecimpung dalam kejahatan, akan dapat naik tahta sebagai raja besar, rajakula Singasari.

   Diam2 ia meragukan bahwa keterangan Ken Endok itu dak nyata.

   Ken Arok adalah bibit keturunan dari dewa Brahma.

   Namun lepas dari benar atau daknya keterangan Ken Endok itu, yang nyata manusia Ken Arok memang mempunyai kecerdasan dan keberanian serta kedigdayaan yang luar biasa.

   Tiba pada kesimpulan itu, Nararyapun hen kan langkah memandang ke gunung yang tegak dihadapannya.

   Itulah gunung Lejar, Tempat dimana dahulu eyang buyut Ken Arok bersembunyi dalam liang sampah untuk mendengarkan keputusan rapat para dewa2.

   Seke ka tertariklah perha annya untuk mendaki dan meninjau tempat yang pernah dibuat bersembunyi eyang buyut Ken Arok dahulu.

   Apabila perlu, iapun akan bersemedi di tempat itu untuk memohon restu dewata.

   Gunung itu tak berapa nggi sehingga dapatlah dalam waktu singkat Nararya mencapai puncaknya.

   Ia terkejut ke ka melibat sebuah candi dibangun diatas tanah datar yang dikelilingi oleh pohon2 rindang.

   Gandi itu sudah tak terawat, banyak dinding dan bangunannya yang hancur.

   Didalamnya terdapat beberapa arca dari para dewa.

   Dari tulisan yang terpahat pada atas pintu, Walaupun sudah tak kelihatan karena tertutup pakis dan galagasi, namun Nararya masih dapat membacanya.

   Dewagraha atau candi tempat dewa2.

   "Ah, kemungkinan eyang buyut rahyang ramuhun Sri Rajasa telah menitahkan membangun candi ini demi mengagungkan tempat yang pernah dibuat musyawarah oleh para dewa,"

   Nararya menduga-duga.

   Ia segera masuk dan hendak bersujut menghaturkan sembah.

   Tetapi ba2 ia terkejut ke ka melihat dibawah deretan arca itu, terdapat sesosok tubuh manusia yang duduk bersila.

   Rupanya dia tengah bersemedhi, mungkin bertapa.

   Remang2 ia melihat bahwa orang yang sedang duduk bersila seper bertapa itu, seorang lelaki yang masih muda.

   Mungkin belum mencapai gapuluh tahun umurnya.

   Dendam Empu Bharada Karya SD Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Ia heran, mengapa orang itu bertapa dalam candi disitu.

   "Siapa dia ?"

   Mbul pertanyaan dalam ha Nararya.

   Serentak diapun hendak menegurnya.

   Tetapi pada lain kejab, ia teringat bahwa suatu perbuatan dosa apabila mengganggu usik seorang yang sedang bertapa.

   Bukankah karena terganggu, orang itu.

   akan membuka mata dan membatalkan pengheningan ciptanya.

   Nararya sendiri juga gemar bertapa.

   "Dan dia dapat merasakan betapa pedih perasaannya apabila dalam bertapa itu dia mendapat gangguan. Bukankah dengan menyingkir ketempat sepi seperti di puncak gunung Lejar, orang itu memang menghendaki ketenangan?"

   Demikian setelah melangsungkan sembah sujut kepada arca2 para dewa, Nararyapun segera ayunkan langkah keluar.

   "Hai, ki sanak ..."

   Tiba2 terdengar suara manusia dan Nararyapun terkejut.

   Ia hen kan langkah, berputar tubuh dan memandang kesekeliling.

   Ternyata sekeliling ruang candi itu sunyi senyap tak tampak barang seorang manusia kecuali lelaki yang sedang bertapa itu.

   Ah, tentu dia yang bicara, pikir Nararya.

   "Apakah ki pertapa yang bicara kepadaku ?"

   Akhirnya ia memberanikan diri menegur. Pertapa itu tetap pejamkan mata dan tak beringsut. Tiba2 dia menjawab "Ya"

   "O"

   Desuh Nararya "silahkan ki pertapa melanjutkan maksud tuan"

   "Siapa engkau ?"

   Seru pertapa itu dengan masih memejamkan mata.

   "Seorang kelana yang tak sengaja tiba di tempat ini. Maaf jika sekiranya kedatanganku ini mengganggu tuan "

   Pertama itu diam.

   "Siapa namamu? "

   Serunya pula.

   "Nararya dari lereng Kawi. Dan siapakah nama mulia dari ki pertapa? "

   Nararya balai bertanya.

   "Itu tak penting"

   Diluar dugaan pertapa itu menolak "sebut saja diriku pertapa"

   "Ha, baiklah"

   Diam2 Nararya heran melihat nada dan sikap orang yang tak mau memberitahu namanya.

   "Nararya ?"

   Kembali pertapa itu mengulang.

   "Ya"

   "Agaknya pernah kudengar nama itu? O, apakah engkau pernah ke gunung Butak?"

   Nararya terkejut sekali.

   Mengapa ba2 saja pertapa itu menyebut-nyebut tentang gunung Butak.

   Menilik perawakan yang tegap, pertapa itu lebih sesuai apabila dahulu sebagai seorang prajurit.

   Dan mbul pula keheranannya.

   Apabila menyebut gunung Butak, dakkah pertapa itu pernah ke gunung itu, atau mungkin pernah menetap disana.

   Dan yang menetap di gunung Butak tak lain adalah gerombolan yang dipimpin oleh seorang yang bernama Jaka Pasirian dan Mahesa Rangkah.

   Sebenarnya Nararya merencanakan untuk roenyangkal saja.

   Tetapi karena dia tak biasa berbohong dan lagi berhadapan dengan seorang pertapa, maka wajiblah dia menghorma .

   Ia wajib bicara dengan terus terang.

   "Ya, memang pernah "

   Akhirnya ia berkata.

   "Tahukah engkau bahwa gunung Butak baru2 ini telah diserang oleh pasokan Singasari ?"

   "Ya"

   Kembali Nararya bersikap terus terang.

   "Jika demikian engkau tentu ikut serta dalam pasukan Singasari itu"

   Nararya menghela napas.

   "Sebenarnya, aku terpaksa mentaati perintah patih Singasari ...."

   "Siapa? Patih Aragani maksudmu? "

   Tukas pertapa itu.

   "Benar"

   Jawab Nararya "aku diperintahkan pa h Aragani untuk ikut serta dalam pasukan Singasari yang menyerang gerombolan gunung Butak"

   "Dan engkau mau?"

   "Kedudukanku saat itu amat sulit. Jika aku menolak, pas akan mendapat pidana dari pa h yang berkuasa itu"

   "Hm, hanya karena takut pada pa h Aragani maka engkau mau ikut dalam pasukan Singasari yang menyerang gunung Butak?"

   "Masih ada lagi"

   Seru Nararya "bahwa gerombolan gunung Butak itu memang menunjukkan perbuatan yang menentang kerajaan Singasari.

   Rombongan utusan Singasari yang dipimpin pa h Aragani ke Daha untuk menyampaikan amanat baginda hendak menjodokan puterinya kepada pangeran Ardaraja, waktu pulang telah dihadang oleh sekelompok anakbuah gunung Butak"

   "Bagaimana engkau tahu peristiwa itu demikian jelas ?"

   Seru pertapa itu.

   "Karena secara tak terduga-duga, saat itu aku sedang berada dalam hutan dan pa h Aragani lari meminta perlindungan kepadaku. Prajurit2 pengiringnya telah habis dibunuh gerombolan gunung Butak"

   "Dan engkau mau melindungi patih itu ?"

   "Pertama, kuanggap dia adalah pa h dari kerajaan Singarari. Kedua, aku menetapi wajib seorang ksatrya yang memberi pertolongan kepada mereka yang membutuhkan pertolongan"

   "Hm"

   Desuh pertapa itu "lalu ? Bukankah engkau menerima hadiah pangkat tinggi atau harta benda berlimpah karena jasamu merolong patih itu? "

   "Tidak sama sekali"

   Teriak Nararya "akupun tak menginginkan jasa apa2"

   "Tetapi patih Aragani harus berterima kasih kepadamu!"

   "Juga tidak kecuali menitahkan aku ikut serta dalam pasukan Singasari ke gunung Butak itu !"

   Orang itu tertawa nyaring. Nadanya penuh dendam dan kesedihan. Dalam candi di petang hari yang sesunyi itu, kumandang tawanya menimbulkan rasa seram.

   "Engkau yang goblok atau memang pa h Aragani yang cerdik"

   Serunya beberapa saat kemudian "seharusnya engkau mendapat ganjaran. Mengapa memerintahkan engkau ikut ke gunung Butak lagi? Bukankah itu berarti dia menginginkan kematianmu ?"

   "Tetapi nyatanya aku masih hidup"

   "Itu soal lain,"

   Kata orang itu "tetapi yang nyata patih Aragani memang mengandung suatu maksud bersembunyi yang buruk. Dia hendak meminjam tangan orang gunung Butak untuk membunuh"

   Nararya tertegun.

   "Ki pertapa"

   Akhirnya ia berseru "dari nada ucapanmu, rasanya engkau mempunyai hubungan dengan orang gunung Butak?"

   "Engkau bebas untuk menduga-duga"

   "Ketahuilah, bahwa sesuai dengan pendirianku, maka gerombolan gunung Butak itu kuanggap membahayakan keamanan mau akupun setuju ikut serta dalam pasukan Singasari"

   Pertapa itu mendengus.

   "Hm, engkau mengatakan mereka membahayakan keamanan,"

   Kata pertapa "tetapi tahukah apa latar belakang mereka bertindak begitu ?"

   Nararya kernyitkan alis.

   "Menurut pengakuan Mahesa Rangkah, pemimpin gunung Butak itu bernama raden Pasirian. Dia hendak menuntut balas atas kema an ayahnya, Linggapa , yang telah ditumpas oleh rahyang ramuhun Wisnuwar-dhana"

   "O, Mahesa Rangkah mengatakan begitu ?"

   Seru pertapa itu "jika demikian engkau yang menangkap dan membunuhnya?"

   Agak terkejut Nararya mendengar nada suara pertapa itu kian tegang. Namun karena sudah terlanjur memberi keterangan, diapun melanjut.

   "Ya, memang aku yang menangkap ki Mahesa Rangkah tetapi aku tak membunuhnya"

   "Siapa yang membunuhnya ?"

   "Kuda Panglulut putera patih menantu Aragani"

   "Bedebah! Kelak dia tentu akan menerima pembalasanku,"

   Diluar dugaan pertapa itu tak kuasa lagi mengekang diri. Nararya terkejut. Dugaannya makin nyata. Pertapa itu jelas orang gunung Butak. Bahkan menilik nada ucapannya, dia seperti pimpinannya.

   "Adakah ki pertapa ini raden ...."

   "Tutup mulutmu, budak Singasari !"

   Cepat pertapa itu membentak "engkaupun harus menerima bagian dari apa yang telah engkau lakukan di gunung Butak"

   Nararya terkejut.

   Jelas orang itu tak menyangkal kalau dirinya Jika Pasirian, pemimpin gunung Butak.

   Jika dia sudah berada ditempat situ, apakah gunung Butak sudah hancur? "Ki pertapa, apakah gerombolan gunung Butak sudah berantakan diserang pasukan Singasari?"

   Nararya balas bertanya.

   "Karena ada penghianat dalam tubuh kita"

   "Siapa ?"

   "Seorang kepala kelompok yang bernama Lembu Peteng"

   "O, bagaimana seorang Lembu Peteng yang berhianat maka seluruh gerombolan gunung itu hancur berantakan ?"

   "Dari depan diserang oleh pasukan Singasari yang besar dan dari belakang ba2 Lembu Peteng membawa kawan-kawannya untuk mengobrak-abrik tempat mereka"

   Nararya mendesuh dalam hati. Kiranya Lembu Peteng menuju ke gardu di lereng barat gunung Butak. Di situ dia memang mempunyai anakbuah dari gunung Kelud. Kini baru dia menyadari apa sebab dia tak berhasil menemukan Lembu Peteng.

   "Ki sanak"

   Kata pertapa itu pula "engkau harus mempertanggungjawabkan apa yang telah engkau lakukan di gunung Butak itu"

   "O, jelas tuan ini raden Pasirian"

   Tiba2 pertapa itu berbangkit dan membuka mata memandang Nararya "Benar, akulah Pasirian"

   "Raden Pasirian"

   Kata Nararya "aku hendak menghaturkan penjelasan tentang peris wa itu.

   Telah kukatakan, memang aku yang menangkap Mahesa Rangkah.

   Tetapi penangkapan itupun harus disertai dengan jerih payah mengadu jiwa.

   Jika aku kalah, akupun tentu dibunuh Mahesa Rangkah"

   "Jika begitu, aku ingin menguji kedigdayaanmu,"

   Seru Pasirian.

   "Tunggu dulu sampai aku selesai bercerita"

   Kata Nararya "setelah berhasil menangkap Mahesa Rangkah, aku tak bermaksud membunuhnya melainkan hendak kuhaturkan ke pura Singasari supaya mendapat peradilan"

   "Engkau melamun"

   Seru Pasirian "apa itu peradilan. Di Singasari tak ada peradilan, yang ada hanyalah kekuasaan patih Aragani keparat itu"

   
Dendam Empu Bharada Karya SD Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Jika demikian, bukan salah Keadilan itu sendiri melainkan salah dari manusia-manusia yang tak menghormat Keadilan"

   


Antara Budi Dan Cinta -- Gu Long Peristiwa Merah Salju -- Gu Long Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung

Cari Blog Ini