Pendekar Laknat 10
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong Bagian 10
Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya dari S D Liong
Ketika Sin-ni hanya tinggal beberapa langkah dari Randa Bu-san, tiba-tiba ia mental dan terlempar ke belakang sampai setombak lebih jauhnya....
Setelah dapat mengundurkan Lam-hay Sin-ni Randa Bu-san cepat mengajak puterinya.
"Petangan memberitahukan bahaya. Hayo, kita lanjutkan perjalanan!"
Bagaikan dua ekor burung rajawali, kedua ibu dan anak itu loncat lari kemuka.
Tetapi baru dua tombak jauhnya, terdengarlah cambuk Iblis-penakluk-dunia menggeletar di udara.
Sesosok tubuh kecil kurus melambung ke udara dan melayang turun mencegat kedua ibu dan anak.
Dan tanpa berkata suatu apa, orang itu terus menghantam.
Penyerang itu bukan lain adalah Jong Leng lojin, pemilik ilmu sakti Jit-hoa-sin-kang, salah sebuah dari lima tenaga-sakti dalam dunia.
Randa Bu-san berhenti dan menyongsongnya.
Ilmu tenaga sakti Jit-hoa-sin-kang dari Jong Leng lojin itu serupa jenisnya dengan ilmu Ya-li-sin-kang dari Randa Bu-san.
Kedua-duanya bersifat lembut dan tak mengeluarkan deru suara apa2.
Ketika kedua tenaga sakti itu saling berbentur, keduanya sama2 terhuyung-huyung mundur beberapa langkah.
Dan menyusul terdengarlah letupan keras diserempaki dengan pasir dan debu seluas satu tombak sama berhamburan seperti dilanda angin puyuh.
Randa Bu-san tak berminat untuk bertempur.
Ia segera mengajak puterinya lari.
Tetapi justeru karena perhatiannya terbagi untuk puterinya, gerak tubuhnya agak lamban sedikit.
Pada saat ia hendak loncat, serangkum angin dahsyat mendampar punggungnya.
Wanita sakti itu mengeluh.
Terpaksa ia miringkan tubuh sambil berputar setengah lingkaran.
Setelah menghindar serangan Lam-hay Sin-ni, Randa Bu-san tutukkan jarinya kelambung Sin-ni sambil berseru kepada Song Ling;
"Ling, lekas lari sendiri dan cepat tinggalkan tempat ini!"
Dari ucapan itu, rupanya Randa Bu-san sudah mengetahui apa yang bakal terjadi ditempat itu.
Sudah tentu Song Ling tak mau, bahkan melihat ibunya dikerubut dua orang, dia melengking nyaring dan terus menyerang Jong Leng lojin.
Randa Bu-san gugup sekali, serunya;
"Ling, apakah engkau tak mau hidup!"
Sambil berseru, Randa Bu-san lontarkan tiga kali pukulan kepada Jong Leng lojin.
"Turut perintah mamah dan lekas lari!"
Bentak Randa Busan kepada puterinya pula.
Sekalipun kesadaran pikirannya lenyap tetapi naluri Jong Leng lojin masih tajam.
Dia cepat mengetahui kalau dirinya diserang dari belakang oleh si dara.
Tetapi karena saat itu ia sedang dicecar tiga buah pukulan oleh Randa Bu-san, maka ia tak sempat berputar tubuh melayani Song Ling.
Dua buah pukulan dara itu berhasil mendarat dipunggung Jong Leng lojin.
Betapapun tingginya kepandaian orang tua itu, namun si dara sudah mendapat pelajaran dasar ilmu sakti Ya-li-sin-kang dari ibunya.
Pernah menjajal kekuatan dengan Pendekar Laknat dan berakhir dua-duanya sama menderita luka parah.
Dua buah pukulan yang dilancarkan Song Ling itu diperuntukkan menolong ibunya.
Sudah tentu dilambari dengan tenaga penuh.
Tetapi bukan kepalang kejutnya ketika pukulan tenaga sakti itu tak mengakibatkan suatu apa pada Jong Leng lojin.
Tenaga sakti dara itu seolah-olah lenyap terhapus oleh tenaga sakti yang dipancarkan Jong Leng lojin untuk melindungi tubuhnya.
Seruan kedua kalinya dari Randa Bu-san, tetap tak diacuhkan Song Ling.
Betapapun halnya tak mungkin ia mau meninggalkan ibunya yang sedang terancam bahaya itu.
Maka walaupun pukulannya kepada Jong Leng lojin tadi tak berhasil, dara itu tetap kalap menyerang kalang kabut pada Jong Leng lojin dan Lam-hay Sin-ni.
Dalam kelima jenis tenaga sakti yang merajai dunia persilatan, hanyalah ilmu sakti Thian-kong-sin-kang yang paling unggul.
Keempat ilmu yang lainnya boleh dikata berimbang kesaktiannya.
Dikerubut dua oleh lawan yang memiliki kesaktian berimbang dengan dirinya, Randa Bu-san agak kuatir.
Apalagi ia masih harus memperhatikan puterinya.
Karena konsentrasi pikirannya terganggu, wanita itu menjadi sibuk dan agak kacau sehingga terdesak oleh lawan.
Melihat keadaan ibu dan anak itu dalam bahaya, Siau-liong sibuk bukan main.
Akhirnya ia menghela napas dan berkata kepada Tiau Bok-kun;
"Harap nona tetap bersembunyi disini. Jangan gegabah ikut campur. Ketahuilah. ketiga tokoh yang bertempur itu merupakan tokoh sakti dalam dunia persilatan dewasa ini...."
Ia berhenti sejenak lalu berkata pula.
"Jika sampai terjadi sesuatu, harap nona lolos menyelamatkan diri!"
Tiau Bok-kun terbelalak.
"Lukamu baru sembuh, bagaimana...." -tetapi belum sempat ia menyelesaikan katakatanya, Siau-liong sudah melayang ketempat kedua suami isteri Iblis-penakluk-dunia dan Dewi Neraka dan menyerangnya. Pada saat itu kedua suami isteri Iblis-penakluk-dunia tengah gembira ria karena melihat Randa Bu-san sudah mulai payah. Tetapi betapa kejut mereka ketika tahu2 melihat sesosok tubuh melayang turun dari udara dan menyerangnya! Oleh karena baru saja sembuh, pada saat Siau-liong membuat gerakan melayang ke udara itu, darahnya terasa bergolak keras, kepala berkunang-kunang dan hampir tak dapat berdiri tegak di tanah. Ia menggunakan kesempatan ketika kedua suami isteri durjana itu sedang tertegun kaget, untuk menyalurkan napas. Mata Dewi Neraka berkilat-kilat memandang pemuda itu lalu berkata kepada suaminya.
"Tolol! Bukankah dia anak muda yang hilang itu?"
Menunggu beberapa waktu yang lalu ketika di Lembah Semi.
Siau-liong telah diperkenalkan oleh Poh Ceng-in kepada kedua orang tuanya Suami isteri Iblis-penakluk-dunia mempunyai maksud hendak mengambil menantu pada Siauliong.
Maka ketika mendapat laporan bahwa Siau-liong dan Poh Ceng-in lenyap dalam barisan Tujuh Maut, kedua suami isteri itu sibuk menyebar anak buahnya.
Tetapi ternyata tak berhasil menemukan kedua pemuda itu.
Iblis penakluk-dunia mendengus.
"Hm, benar, budak itu dapat muncul lenyap seperti setan!"
Habis berkata ia terus menghantam Siau-liong.
"Tolol! Jangan melukainya...."
Cepat Dewi Neraka hadangkan tangan mencegah suaminya. Kemudian Dewi Neraka berpaling dan menegur Siau-liong.
"
Mengapa engkau muncul kemari! Tahukah engkau puteriku Ceng-in...."
"Perempuan siluman, tutup mulutmu!"
Bentak Siau-liong Kemudian dengan nada bengis ia mengancam.
"jiKa engkau menginginkan anakmu masih hidup, suruh mereka berhenti bertempur!"
Dewi Neraka tertawa heran.
"Nak, apa katamu? Suruh mereka berhenti bertempur mempunyai sangkut paut apa dengan puteriku itu?"
Mata Iblis-penakluk-dunia mengeliar, serunya;
"Budak itu licin sekali, harap dinda jangan terkena tipunya!"
Tetapi Dewi Neraka tak mempedulikan kata suaminya. Ia melanjutkan berkata kepada Siau liong.
"Katakanlah terus terang bagaimana sikapmu terhadap puteriku itu. Engkau mencintainya atau tidak? Mengapa diam-diam ia meloloskan diri?"
Saat itu pertempuran antara Randa Bu-san lawan Jong Leng lojin dan Lam-hay Sin-ni makin dahsyat. Randa Bu-san berkelahi dengan sekuat tenaga.
"Puteri kesayanganmu itu telah kuculik diluar lembah. mati hidupnya tergantung ditanganku. Jika ingin ia hidup, lekas suruh mereka berhenti."
Bentak Siau-liong. Dewi Neraka terbelalak mengicupkan mata ke arah suaminya.
"Benarkah itu?"
Iblis-penakluk-dunia tertawa.
"Jangan percaya obrolannya. Sama sekali tiada buktinya!"
Dewi Neraka merenung sejenak lalu berkata.
"Kalau begitu akan kuringkusnya lebih dulu baru nanti kita selidiki kebenarannya lagi!"
Wanita iblis itu melesat ketempat Siau-liong dan secepat kilat terus mencengkeram bahu kiri pemuda itu.
Siau liong menggembor keras.
Dihantamnya dada wanita itu.
Serangkum sinar emas memancar dan tubuh Dewi Neraka yang pendek gemuk itu pun jungkir balik terlempar sampai dua tombak jauhnya....
Ternyata Siau-liong telah gunakan pukulan Sapu-jagad dari Thian-kong-sin-kang.
Meskipun belum sempurna latihannya, dan tenaganya pun tak memadai, tetapi tetap mampu melemparkan Dewi Neraka sampai dua tombak dan rubuh dengan luka parah! "Thian-kong-sin kang!"
Teriak Iblis-penakluk-dunia dengan penuh kejut.
Tetapi sehabis memukul, darah Siau-liong makin bergolak, tenaganya habis.
Ia terhuyung-huyung rubuh.
Melihat itu tak tahan lagi Tiau Bok-kun berpeluk tangan.
Tanpa menghiraukan suatu apa lagi, ia terus melayang turun dan lari menghampiri pemuda itu.
"Siau liong.... Siau-liong....!"
Iblis-penakluk-dunia benar-benar termangu kaget melihat Siau-liong dapat menggunakan pukulan Thian kong-sin-kang.
Kemarin dimuka barisan pohon bunga, iapun menerima pukulan Thian-kong-sin-kang dari Pendekar Laknat.
Ia kira ilmu sakti Thian-koag sin-kang telah didapatkan oleh Pendekar Laknat.
Maka amatlah kejut dan herannya ketika menyaksikan Siau liong pun dapat menggunakan pukulan sakti itu juga.
Iblis-penakluk dunia adalah seorang manusia julig yang kaya akan siasat dan mahir dalam tipu muslihat.
Tetapi menghadapi kenyataan itu, benar-benar ia kehilangan faham....
Tetapi ia tak sempat merenung lebih lama dan terus lari menolong Dewi Neraka.
Randa Bu-san juga terkejut.
Ia tak kira kalau Siau-liong ternyata memiliki ilmu Thian-kong-sin-kang.
Tetapi ia tak sempat memperhatikan diri pemuda itu lagi karena Jong Leng lojin dan Lam-hay Sin-ni menyerang deras dari muka dan belakang.
Tengah Randa Bu-san sibuk menghadapi tekanan kedua lawannya sekonyong konyong ia terkejut mendengar lengking jeritan Song Ling.
Dara itu kena terhantam Lam-hay Sin-ni dan terlempar rubuh sampai tujuh langkah jauhnya....
---ooo0dw0ooo---
Jilid 12 Badai Randa Bu-san terkejut dan cepat loncat ketempat puterinya.
Tetapi tindakan itu telah memberi kesempatan bagus kepada Jong Leng lojin dan Lam-ha Sin-ni.
Lam-hay Sin-ni menebas lambung wanita Bu-san itu.
Sedang Jong Leng lojin menutuk punggungnya.
Karena tergesa-gesa hendak menolong puterinya, Randa Bu-san terus saja loncat tanpa menghiraukan suatu apa.
Serangan mendadak dari kedua lawannya itu, sungguh diluar dugaan.
Betapa pun saktinya wanita Bu-san namun kedua lawannya itu juga termasuk tokoh yang sejajar tingkatannya.
Tak mungkin wanita itu menghindar lagi.
Masih wanita Bu-san itu dapat menghalau Lam-hay Sin-ni tetapi ia tak berdaya menjaga tutukan Jong Leng lojin.
Seketika separoh tubuhnya kesemutan dan rubuhlah wanita itu! Jong Leng lojin masih menyusuli pula dengan sebuah tutukan sehingga Randa Bu-san lak dapat berkutik lagi.
Sejenak Jong Leng lojin saling bertukar pandang dengan Lam-hay Sin-ni.
Kemudian ia mengangkat tubuh Randa Bu-san lalu pe-lahan2 menghampiri ketempat Iblis-penakluk-dunia.
Pertempuran dahsyat telah selesai.
Randa Bu-san tertawan, si dara baju hijau terkapar di tanah karena terkena hantaman Lam-hay Sin-ni.
Iblis-penakluk-dunia mengangkat isterinya.
Baju wanita itu berlumuran darah.
Suatu pertanda bahwa ia telah menderita luka dalam yang parah.
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Entah berapa kali muntah darah.
Tetapi menilik ia masih dapat berjalan, luka itu walaupun berat tetapi tak sampai membahayakan jiwanya.
Pada saat Iblis-penakluk-dunia menolong isterinya, Tiau Bok-kun pun segera mengangkat tubuh Siau-liong hendak dibawa pergi.
Walaupun karena darahnya bergolak sehingga rubuh ke tanah, tetapi pikiran Siau-liong masih sadar.
Dengan meronta, ia berseru kepada nona itu.
"Jangan hiraukan aku, lekas engkau lari.... kalau tidak kita semua tentu jatuh ditangan iblis itu!"
Tetapi sebagai jawaban Tiau Bok-kun segera membawanya lari.
Walaupun sedang menolong Dewi Neraka, tetapi Iblispenakluk- dunia tetap menguasai keadaan disekelilingnya.
Cepat ia ayunkan cambuk dan memberi perintah kepada Lamhay Sin-hi supaya manangkap Tiau Bok-kun.
Setelah mengiakan, sekali enjot tubuh, Lam-hay Sin-ni sudah melayang di belakang Tiau Bok-kun.
Sebelum nona itu sempat berbuat apa2, punggungnya sudah ditutuk Lam-hay Sin-ni.
Dengan mudah Lam-hay Sin-ni membawa kedua anak muda kehadapan Iblis-penakluk-dunia lagi.
Setelah beberapa saat memperhatikan keadaan Siau-liong yang lentuk.
Menilik keadaannya lemas lunglai seperti orang tak bertenaga itu, tentulah pemuda itu menderita luka parah.
"Tinggalkan budak itu bersama anak perempuan dari Busan disini!' teriaknya. Lam-hay Sin-ni mengiakan. Sekali lepas tangan, tubuh Siau-liong pun jatuh ke tanah.
"Tolol!"
Tiba-tiba Dewi Neraka membentak suaminya "budak itu telah melukai aku begini berat. Dan dia ternyata memiliki ilmu Thian-kong-sin-kang. Bawa ke dalam lembah dan periksa keterangannya sampai jelas. Mengapa engkoh malah suruh membiarkan dia disini...."
Iblis-penakluk-dunia tersenyum. Ia membisiki beberapa patah kata kedekat telinga isterinya. Bermula wanita iblis itu diam saja. Tetapi beberapa jenak kemudian wajahnya tampak berseri.
"Tolol! Silahkan engkau melaksanakan rencanamu yang kurang ajar itu,"
Katanya.
Iblis-penakluk-dunia tertawa bangga.
Segera ia memapah isterinya dan berjalan pelahan-lahan.
Lam-hay Sin-ni dan Jong Leng lojin seperti manusia patung, pun segera mengikuti di belakang kedua iblis itu.
Kedua tokoh itu masing-masing menjinjing Randa Bu-san yang tertutuk jalan darahnya dan Tiau Bok-kun.
Tak berapa lama merekapun lenyap dalam kegelapan malam.
Angin reda, hujanpun berhenti.
Rembulan muncul pula menerangi bumi.
Dan malam pun makin merayap.
Serangkum angin malam yang dingin telah membuat Siau-liong gemetar.
Dengan paksakan diri ia bangun dan duduk.
Buku tulangtulangnya seperti berhamburan lepas, kepala berat, kaki lentuk.
Tenaganya seperti habis sehingga rasanya tak mampu untuk bergerak sedikit saja.
Ia menghela napas panjang dan tertegun memandang bulan.
Apa yang terjadi beberapa saat tadi, dilihatnya dengan jelas.
Tetapi setelah ia lepaskan hantaman, darahnya bergolak keras dan tenaganya pun amblas.
Maka ia tak berdaya sama sekali untuk membantu pertempuran itu dan melainkan melihat dengan hati terkecoh.
Tertawannya Randa Bu-san, membuat perasaannya gundah sekali.
Ia yakin Randa Bu-san tentu akan mengalami nasib serupa dengan Lam-hay Sin-ni dan Jong Leng lojin, ialah dijadikan manusia tanpa kesadaran pikiran untuk diperbudak kedua suami isteri durjana itu....
Tiba-tiba timbullah rasa keheranannya.
Bukankah Iblispenakluk- dunia tahu bahwa ia telah memiliki ilmu Thian-kongsin- kang? Tetapi mengapa iblis itu iak membunuhnya? Mengapa ia dibiarkan menggeletak disitu? Dan apa sebab Song Ling, si dara baju hijau juga tak diganggu? Siau-liong paksakan diri berpaling.
Dilihatnya dara itu masih menggeletak di tanah iak berkutik.
Entah mati atau masih hidup.
Walaupun jarak tempat dara itu hanya terpisah dua tombak dari tempatnya, tetapi ia rasakan tak berdaya untuk menghampiri.
Tenaganya benar-benar lenyap! Karena jengkel, marah dan sedih, ia sampai mengucurkan airmata....
Akhirnya setelah pikirannya agak tenang, mulailah ia melakukan pernapasan untuk menyalurkan hawa murni.
Sejak mempelajari ilmu sakti Thian-kong-sin-kang, setiap kali melakukan pernapasan ia tentu menggunakan ajaran ilmu itu.
Maka hasilnya pun lebih cepat.
Lebih kurang sepeminum teh lamanya, ia rasakan darahnya agak tenang dan dapatlah ia berdiri lalu dengan terhuyunghuyung ia menghampiri ketempat Song Ling.
Dara itu menggeletak ditempat tanah becek yang berair sehingga mukanya berlumuran lumpur, tubuhnya tak keruan kotornya.
Ketika diperiksa pernapasan hidungnya, ternyata dara itu masih bernapas walaupun lemah.
Diam-diam terhiburlah hati Siau-liong.
Dara itu hanya menderita luka parah sehingga pingsan.
Siau-liong segera melakukan pertolongan dengan ilmu mengurut, Tetapi sayang, tenaganya masih belum pulih sehingga tak dapat memberi penyaluran tenaga dalam kepada dara itu.
Lewat dua jam kemudian, barulah dara itu tersadar.
Dara itu memandang Siau-liong Sejenak, kemudian memandang kesekeliling penjuru dan tiba-tiba berseru.
"Mana ibuku?" -seraya terus hendak berbangkit. Siau-liong memegang bahu dara itu;
"Nona masih menderita luka dalam. Lebih baik melakukan pernapasan menyalurkan tenaga murni dulu. Kalau darah sampai membeku dalam dada, tentu bisa...."
Tetapi dara itu tak menghiraukan kata2 Siau-liong. Dengan kalap ia menjerit.
"Ibuku? Kemanakah perginya?.... dan Iblispenakluk- dunia serta kedua orang baju hitam tadi.... mengapa hanya tinggal engkau saja yang disini.... lekas terangkanlah.... ,!"
Siau-liong menghela napas pelahan, ujarnya.
"Nona, ai...." -sesaat tak dapat ia memulai kata-katanya, kecuali hanya menghela napas dan berdiam diri. Dara itu menatap Siau-liong lekat2. Tubuhnya gemetar dan tiba-tiba menangislah ia sekeras-kerasnya! Siau-liong merasa tak dapat menghiburnya.... Maka ia biarkan dara itu menangis agar melonggarkan kesesakan hatinya. Dan mudah-mudahan karena menangis itu, darahnya yang mengumpul didada dapat menyalur lancar. Siau-liong duduk disamping dara itu. Hatinya terasa seperti disayat sembilu.... Lama sekali Song Ling baru berhenti menangis. Siau-liong menghiburnya;
"Harap nona suka menjaga kesehatan diri. Soal ibu nona nanti pelahan-lahan kita berdaya untuk menolongnya."
"Apakah engkau melihat ibuku ditawan mereka?"
Song Ling masih meminta penegasan. Siau-liong mengangguk.
"Beliau dan nona Tiau telah ditawan mereka. Aku menyaksikan dengan mata kepala sendiri."
Sambil kepalkan tinju, dara itu menggeram.
"Jika tak dapat menolong ibu.... lebih baik aku mati saja!"
Setelah diam sejenak, dara itu gelengkan kepala menghela napas putus asa. Ilmu sakti Ya-li-sin-kang dari ibu tiada tandingannya di dunia. Jika mereka dapat menawan ibu, apakah kita mampu menolongnya!"
Kembali dara itu menangis tersedu-sedan.
Diam-diam Siau-liong menimang dalam hati.
Dewasa ini kecuali ilmu sakti Thian-jin-sin-kang dari guruku Kongsun Sintho, ketiga tokoh yang memiliki tiga macam ilmu sakti telah dapat ditawan Iblis-penakluk-dunia.
Rasanya Randa Bu-san tentu akan menderita nasib seperti Lam-hay Sin-ni.
Apabila berjumpa lagi, kemungkinan Randa Bu-san tak kenal lagi pada puterinya dan bahkan akan menyerangya....
Sekalipun saat itu ia (Siau - liong) sudah memperoleh ilmu sakti Thian-kong-sinkang, tetapi belum sempat mempelajari.
Untuk memahami ilmu sakti itu, paling tidak harus memerlukan waktu satu setengah tahun.
Dalam waktu itu tentulah terjadi banyak perobahan yang tak terduga-duga.
Sekurang-kurangnya, dunia persilatan tentu sudah dikuasai oleh kedua suami isteri durjana itu! Dan mengapa Iblis-penakluk-dunia melepaskan dirinya? Bukankah mereka tahu bahwa ia memperoleh ilmu sakti Thian-kong-sin-kang? Apakah mereka tak takut kalau ia sempat meyakinkan ilmu sakti itu dan menghancurkan mereka? Ah, menilik kelicikan dan keganasan suami isteri iblis itu, tak mungkin mereka mau berlaku begitu murah hati! Tentulah mereka sedang memasang jerat.
Ya, tentulah mereka akan mengawasi setiap gerak geriknya....
Sedang Siau-liong terbenam dalam renungan, tiba-tiba Song Ling menghela napas dan wajahnya yang berlumuran lumpur itu berpaling kepadanya.
"Lalu bagaimana kita sekarang ini?"
Siau-liong menjawab.
"Saat ini rombongan Ceng Hi totiang sedang terkurung diluar Lembah Semi. Dalam pertempuran kemarin walaupun menderita kekalahan. tetapi kekuatan mereka masih belum hancur. Baiklah kita meninjau keadaan mereka kemudian baru kita mengatur rencana untuk menolong ibu nona dan nona Tiau "
Song Ling menyetujui.
Ia paksakan diri berdiri lalu mendahului berjalan.
Tetapi luka dalam tubuhnya masih belum sembuh.
Darahnya masih membeku.
Ditambah pula dengan derita pukulan batin yang hebat, langkah dara itu terhuyung-huyung hampir rubuh.
Sebaliknya setelah melakukan.
pernapasan tadi, keadaan Siau-liong jauh lebih baik.
Segera ia maju untuk memapah dara itu.
"Apakah nona kuat bertahan?"
Tanyanya.
Dara itu menggigit bibir dan anggukan kepala.
ia tetap kuatkan diri berjalan.
Tempat rombongan orang gagah kira2 masih dua li jauhnya.
Setelah melintasi sebuah lereng dan sebuah anak sungai, tentu sudah mencapai tempat mereka.
Siau-liong dan Song Ling keduanya masih belum sembuh.
Untuk ayunkan kaki saja, mereka harus berjuang sekuat tenaga.
Sepenanak nasi lamanya barulah mereka tiba di anak sungai itu.
Tiba-tiba Siau-liong mengeluh dan berhenti.
"Mengapa?"
Song Ling terkejut heran.
"Mengingat Ceng Hi totiang tak mempunyai hubungan dengan kita, apalagi saat ini kita dalam keadaan begini rupa, mungkin mereka tak mau menerima kedatangan kita!"
Kata Siau-liong.
"Mengapa sebelumnya engkau tak memikirkan hal itu? Kalau begini, kan lebih baik kita tak usah kesana saja!"
Seru Song Ling agak mengkal.
Dara itupun jauhkan diri duduk di atas sebuah batu.
Memang saat itu barulah Siau-liong menyadari.
Bahwa dia dihormati oleh rombongan Ceng Hi totiang itu adalah dalam kedudukan sebagai Pendekar Laknat.
Dan saat itu ia bukan Pendekar Laknat melainkan peribadi Siau-liong.
Dikuatirkan rombongan orang gagah dan Ceng Hi totiang akan mencurigai.
Dengan pemikiran itulah maka Siau-liong hentikan langkah.
Selama berjalan tadi, sesungguhnya Song Ling sudah tak kuat.
Hanya dengan kemauan keras, ia paksakan diri berjalan sekian jauh....
Setelah saat itu berhenti, iapun segera pejamkan mata melakukan pernapasan.
Diam-diam Siau-liong merenung.
"Mawar Putih, Tiau Bokkun, berturut-turut telah jatuh keLembah Semi. Pun rombongan tokoh persilatan yang dipimpin Ceng Hi totiang, sudah payah keadaannya. Sedang ia dan Song Ling pun terluka parah, tentang penyamarannya. Lalu bagaimanakah harus bertindak?' Tiba-tiba ia teringat akan Poh Ceng-in. Apakah wanita itu sudah dapat meminta wanita itu dari paderi Liau Hoan? Mengingat ia tunggal nyawa dengan wanita itu. apabila karena marah Ceng Hi totiang membunuh wanita itu, tentulah dirinya juga akan mati. Akhirnya setelah menimbang beberapa saat, ia memutuskan untuk menemui Ceng Hi totiang.
"Nona Song...."
Dara itu membuka mata dan berseru "Apakah engkau sudah memperoleh jalan, kemana kita akan pergi?"
"Aku hendak mohon tanya padamu mengenai sebuah hal,"
Kata Siau - liong.
"Soal apa? Katakanlah!"
Seru Song Ling.
"Apakah nona kenal akan Pendekar Laknat?"
Dengan heran Song Ling memandangnya.
"Bukan melainkan kenal saja, pun juga...."
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dengan nada geram ia berseru;
"Aku mempunyai dendam permusuhan tak mau hidup dibawah satu matahari dengan dia!"
Diam-diam Siau-liong bercekat dalam hati, ujarnya;
"Entah apakah dosanya kepada nona?"
Song Ling melirik dan menatap sejenak pada Siau-liong.
"Dia telah membunuh ayahku!"
Semula dalam menanyakan soal Pendekar Laknat tadi, diam-diam Siau-liong hendak menyatakan tentang penyamarannya.
Tetapi demi mendengar kebencian Song Ling terhadap tokoh itu, terpaksa Siau-liong batalkan maksudnya.
Melihat pemuda itu tertegun sampai lama, Song Ling menegurnya pula.
"Mengapa tiba-tiba engkau menanyakan soal itu....?"-tiba-tiba pula dara itu bertepuk tangan.
"Ha, aku tadi teringat akan sebuah tempat, hayo, kita kesana!"
Dan sebelum Siau-liong berkata, dara itu sudah mendahului lagi.
"Aku tadi bingung sehingga lupa pada beliau orang tua itu...."
Menilik kerut wajah si dara, Siau-liong mendapat kesan seolah-olah dara itu telah menemukan orang bintang penolong. Maka bertanialah ia.
"Yang nona katakan itu....""
Ke gua Ko-hud-tong digunung Go-bi mencari Pertapa-saktimata- satu. Beliau tentu dapat berdaya menolong ibuku!"
Tukas si nona. Dengan sangsi Siau-liong berkata.
"Dalam dunia persilatan kabarnya hanya Ilmu-sakti yang paling hebat. Tiada yang menandingi lagi. Mengapa nona tahu...."
"Tahukah engkau siapa orang tua itu!"
Song Ling melengking sembari banting2 kaki,"
Dia adalah kakek guruku! Adalah setelah ayahku dibunuh orang, ibu baru berjumpa dengan beliau. Ilmu sakti Ya-li-sin-kang ibu itu adalah beliau yang mengajarkan!"
Mendengar itu seketika tergeraklah hati Siau-liong. Ia anggap kemungkinan itu akan memberi harapan. Song Ling menghela napas, katanya.
"Tetapi beliau memang aneh wataknya. Dahulu ketika menerima ibu sebagai murid, setahun kemudian terus mengusir kami berdua ibu dan anak dari guanya. Katanya, dia hendak bertapa tak mau keluar dari gua lagi. Peristiwa itu terfadi pada 15 tahun yang lalu. Selama 15 tahun itu, ibu tak pernah mengatakan hendak menjenguk kakek guru. Entah apakah dia masih...." -sampai disitu nada dan wajah Song Ling berobah rawan. Siau-liong menghiburnya. Ia mengatakan bahwa hubungan antara guru dan murid itu tak ubah seperti orang tua dengan anak. Asal si dara memintanya dengan sungguh2, orang tua itu tentu takkan berpeluk tangan mendiamkan saja;
"Jangan kuatir, pergilah nona kesana!"
Song Ling terkejut dan menatap Siau-liong.
"Apakah engkau tak mau mengantar aku kesana?"
Siau-liong menghela napas.
"Ah, aku masih mempunyai beberapa urusan penting dan tak dapat tinggalkan tempat ini. Tetapi.... .
"
Song Ling tertawa dingin menukas.
"Tak perlu mengatakan, aku sudah jelas. Yang salah adalah aku dan ibu sendiri...."- suaranya berobah gemetar.
"Kami berdua memang buta!"
Dua titik air mata mengalir dari pelapuk dara itu.
Ia terus berbangkit dan ayunkan langkah.
Cepat Siau-liong mencegahnya "Kalau nona salah faham, aku lebih suka mati! Ketahuilah, aku juga mempunyai kesulitan yang sukar kukatakan sekarang ini!" -Rasa haru telah mencengkam sanubari Siau-liong sehingga ia pun menitikkan ai mata.
Sudah tentu Song Ling tertegun.
Ia duduk lagi.
Siau-liong menghela napas.
Tak tahu saat itu bagaimana ia harus memberi penjelasan kepada si dara.
Ia harus menemui Ceng Hi totiang untuk mempersiapkan sisa2 tenaga rombongan orang gagah.
Begitu pula ia harus mencari tahu jejak Poh Ceng-in, Untuk hal itu ia harus menyamar lagi sebagai Pendekar Laknat.
Tetapi hal itu tak mungkin dilakukannya dihadapan Song Ling.
Karena hal itulah maka ia tak dapat tinggalkan Lembah Semi ikut si dara kegunung Gobi.
Karena ia tahu bahwa jiwanya setiap saat tentu amblas.
Dan kalau ditengah jalan ia sampai mati, bukankah berarti ia telah merusak harapan pencipta ilmu sakti Thian-kong-sin-kang? Ah, benar-benar ia merasa serba sulit! Akhirnya setelah memandang beberapa saat ke arah si dara, berkatalah ia dengan tandas.
"Sekali pun andai kata nona berhasil minta bantuan pada kakek guru nona untuk menolong ibu nona, tetapi Iblis-penakluk-dunia itu manusia julig yang licin sekali. Buktinya tokoh2 sakti semacam Jong Leng lojin dan Lam-hay Sin-ni pun telah dapat dikuasainya. Dan kemungkinan ibu nona pun akan mengalami nasib serupa...."
Ia berhenti sejenak lalu melanjutkan dengan suara sarat.
"0leh karena itu menurut pendapatku, sekalipun kakek guru nona turun gunung, belum tentu dapat menindas kedua suami isteri durjana itu. Sebagai penggantinya, aku mempunyai rencana yang hebat, tetapi hal itu memerlukan jangka waktu yang cukup panjang...."
"Sebenarnya apakah maksudmu itu?"
Song Ling tak sabar lagi.
"Hendak kujadikan nona seorang tokoh sakti. Dalam waktu satu tahun saja, nona pasti akan merajai dunia persilatan. Ilmu sakti yang manapun juga pasti tak dapat menandingi nona. Iblis-penakluk-dunia dan Dewi Neraka pasti tak mungkin lolos dari tangan nona!"
Song Ling tertawa hambar.
"Kecuali engkau pewaris ilmu Thian-kong-sin-kang, lebih baik engkau jangan omong besar seperti itu!"
Lengking si dara. Dengan wajah dan nada serius, berkatalah Siau-liong seketika.
"Justeru memang Thian-kong-sin-kang itulah yang hendak kuajarkan kepadamu!"
Song Ling terkesiap. Baru ia hendak membuka mulut, tibatiba dari arah hutan disebelah muka terdengar orang membentak.
"Siapakah itu!"
Menyusul beberapa sosok tubuh melesat keluar terus menerjang kedua anak muda itu....
Siau-liong dan Song Ling terkejut.
Yang memimpin penyerang itu seorarg tua berjenggot putih menjulai sampai kedada.
Mencekal sebatang tongkat Kumala Hijau.
Gerakannya amat pesat dan ringan sekali.
Ketika memandang orang tua itu, lepaslah kejut Siau - liong.
Yang datang itu ternyata rombongan Kay-pang yang dipimpin si Jenggot perak To Kiu-kong Ikut serta Pengemis tertawa Tio Tay-tong dan kedua pengemis pincang.
Begitu melihat Siau-liong, To Kiu-kong tertegun.
Buru-buru ia menghaturkan hormat;
"Ah, cousu-ya, maaf engkau...."
Tio Tay-tong dan kedua pengemis pincang segera berlutut, mengikuti tindakan To Kiu-kong.
"Ah, Kiu-kong, tak usah banyak beradatan,"
Kata Siau-liong seraya mengangkat bangun To Kiu-kong. Setelah bangun, berkatalah To Kiu-kong.
"Sejak bertemu dengan cousu-ya ketika terkepung dalam Lembah Maut tempo hari, walaupun kami berusaha untuk mencari cousu-ya tetapi gagal. Bahkan berita saja, kami tak dapat memperoleh sama sekali...."
Kemudian ketua Kay-pang itu meghela napas.
"Jika tidak berulang kali Pendekar Laknat memberi bantuan, tentulah hari ini kami tak dapat menghadap cousu-ya!"
Sekali pun lemah lembut dan halus tutur kata2 itu tetapi diam-diam terselip suatu penyesalan mengapa sebagai cousuya, Siau-liong tak mau berkumpul dengan anak buah Kaypang.
Begifu pula saat itu mata To Kiu-kong dan rombongannya mencurah lekat ke arah Siau-liong dan Song Ling.
Pandang mata penuh dengan rasa heran atas sepak terjang cousu-ya mereka yang masih berusia muda itu.
Mereka heran mengapa selagi rombongan orang gagah yang dipimpin Ceng Hi totiang berjuang mati matian untuk menggempur Lembah Semi, cousu-ya mereka malah menyembunyikan diri bersama seorarg dara? Tiau Bok-kun, Mawar Putih dan kini seorarg dara yang tak dikenal lagi! Dan makin besarlah keheranan mereka melihat keadaan Siau liong dan si dara yang berlumuran lumpur itu.
Darimanakah cousu-ya itu? Karena Siau-liong tak mau mengatakan apa2, rombongan To Kiu-kong itupun tak berani menanyakan.
Mereka sama berdiam diri.
Hanya batin To Kiu-kong yang berduka.
Ia mengharap cousu-ya muda itu akan dapat muncul di dunia persilatan untuk mengangkat nama Kay-pang.
Ia harap berkat ilmu pukulan sakii Thay-siang ciang ajaran Pengemis Tengkorak Song Thay-kun, Siau-liong akan mengharumkan pamor Keypang.
Tetapi ah, siapa tahu.
ternyata harapan itu buyar.
Cousuya muda itu ternyata seorang pemuda yang misterius gerak geriknya dan seorang yang amat romantis....
Rupanya Siau-liong dapat membaca isi hati ketua Kay-pang itu.
Tetapi ia tak dapat memberi penjelasan apa-apa kecuali hanya tertawa murung dan diam.
Tiba-tiba Pengemis Tertawa Tio Tay-tong maju selangkah, memberi hormat.
"Harap cou-suya maafkan aku hendak berkata sepatah kata". Siau-liong membalas hormat dan suruh orang itu mengatakan maksudnya. Dengan kepala menunduk Pengemis Tertawa berkata.
"Saat itu Ceng Hi totiang sedang memimpin rombongan orang gagah untuk menggempur Iblis penakluk-dunia dan Dewi Neraka. Tetapi rupanya gerakan Ceng Hi totiang mengalami kegagalan. Banyak arang gagah yang menjadi korban, menderita luka dan binasa. Keadaan dunia persilatan dewasa ini amat gawat sekali. Bila cou-suya suka memikirkan kepentingan partai kita, mohon Cousu-ya jangan tinggalkan kita lagi...."
Makin lama makin teganglah perasaan pengemis iiu sehingga dalam kata2 ia seolah-olah menghamburkan seluruh isi hatinya....
Sehingga To Kiu-kong buru-buru mencegahnya bicara.
Pengemis Tertawa Tio Tay-tong menghela napas panjang lalu memberi hormat dan mundur.
Siau-liong diam saja.
Hanya dalam hati ia menimang;
"Mungkin kesulitan yang kuhadapi dan kenyataan yang kuderita, tak mungkin kalian ketahui. Dan aku pun tak mampu menjelaskan kesulitan itu kepada kalian selama-lamanya...."
Siau-liong mengangkat kepala memandarg rembula.
Rembulan saat itu terang benderang, memancarkan cahayanya yang putih bersih keseluruh penjuru.
Tiba-tiba Siau-liong rasakan dadanya longgar.
Seolah-olah Dewi Rembulan telah memberi petunjuk jalan keluar kepadanya.
Pada wajahnya yang kotor berlumuran lumpur itu, pelahan-lahan menampil kerut tawa.
Dan hatinya pun makin mantap.
"Seorarg lelaki harus memikul tanggung jawab perbuatannya sendiri. Asal perbuatan itu tidak menialahi Allah, tidak mercelakai orang, itulah sudah cukup. Apa guna segala kemashuran nama yang kosong?"
Setelah hatinya merasa tenang dan mantap, iapun tertawa, ujarnya;
"Telah kuteliti diri, jelas aku tak mampu memikul tanggung jawab partai. Oleh karena itu, maka kuulangi lagi maksudku yang dulu, Hendak minta tolong kepada To Kiukong supaya memilih seorang tunas berbakat untuk kuberi pelajaran ilmu Thay-siang-ciang, demi membangun kejayaan partai Kay-pang."
To Kiu-kong tersipu-sipu berlutut;
"Ah, berat sekali perintah cou-suya itu. Mana Kiu-kong dapat memikul tugas seberat itu?"
Pengemis-tertawa Tio Tay-tong dan kawan2 serta-merta ikut berlutut.
Siau-liong mengangkat mereka bangun lalu dengan tertawa riang ia berkata.....
Apa yang kukatakan itu keluar dari isi hatiku sesunguhnya.
Harap Kiu-kong secepat mungkin mencari tunas pewaris itu.
Karena....
tak berapa lama lagi aku segera pergi jauh.
Mungkin kelak kita takkan berjumpa lagi."
Kembali To Kiu-kong termangu.
Sesaat ia tak dapat berkata-kata.
Melihat mereka tertegun mendengar ucapanya Siau-liong pun menyadari kesulitan mereka.
Mengingat keadaan dunia persilatan dewasa itu tedang terancam bahaya kehancuran, maka cepat ia alihkan pembicaraan.
"
Apakah kalian tahu saat ini Ceng Hi totiang mempersiapkan rencana apa lagi?"
Wajah To Kiu-kong menggelap, sahutnya setelah menghela napas.
"Ceng Hi totiang memimpin rombongan orang gagah untuk menyerang dari belakang Lembah Semi dengan gunakan api dan bahan peledak. Tetapi tak terduga Iblispenakluk- dunia dan isterinya...."
"Hal itu sudah kuketahui semua."
Tukas Siau-liong. To Kiu-kong terbeliak.
"Apakah cousu-ya tahu peristiwa Pendekar Laknat membantu pertempuran kemarin itu? Jika tidak...."
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Siau-liongpun cepat mengerat.
"Kemarin barisan penyerang Ceng Hi totiang telah dikalahkan Iblis-penakluk-dunia. Iblis itu memberi perintah supaya dalam waktu tiga hari Ceng Hi totiang dan sekalian orang gagah harus datang kegunung Gobi. Yang ingin kuketahui, apakah rencana Ceng Hi totiang menghadapi perintah itu?"
To Kiu -kong benar-benar tak mengerti. Bukankah sousu-ya itu menghilang tak kelihatan ikut dalam pertempuran? Mengapa dapat mengetahui jalannya peristiwa dengan jelas? "Ceng Hi totiang memutuskan akan pergi kepuncak Gobi.... .
"
Akhirnya To Kiu-kong menjawab lalu menghela napas, berdiam diri. Tiba-tiba Song Ling yang sejak tadi tak bersuara, saat itu menyelutuk;
"Perlu apa mereka hendak kegunung Gobi?"
Dengan pandang tawar, To Kiu-kong melirik sejenak kepada dara itu lalu memandang Siau-liong lagi. Seolah-olah tak leluasa menjawab pertanyaan dara itu sebelum mendapat idjin Siau-liong. Siau-liong menatap ketua Kay-pang itu dan berkata perlahan;
"Memang hal itulah yang ingin kuketahui. Tak apa silahkan mengatakan saja!"
To Kiu-kong masih bersangsi. Ia maju menghampiri kedekat Siau-liong dan berkata dengan suara perlahan;
"Dengan ilmu Hitam melenyapkan kesadaran pikiran orang, kedua suami isteri Iblis-penakluk-dunia itu dapat memperalat Jong Leng lojin, Lam-hay Sin-ni, Naga Terkutuk, Harimau Iblis dan beberapa tokoh lainnya. Kekuatan mereka jauh berlainan dengan 20 tahun yang lalu. Demi menyelamatkan seluruh kaum persilatan, terpaksa Ceng Hi totiang memutuskan untuk melakukan permintaan kedua suami isteri iblis. Dalam tiga hari nanti akan menuju kepuncak Gobi...."
Ketua Kay-pang itu berhenti sejenak. mengeliarkan mata memandang keempat penjuru lalu melanjutkan lagi;
"Sekalipun menurut perintah kedua iblis kepuncak Gobi, tetapi diam-diam Ceng Hi totiang sudah menyiapkan rencana. Kabarnya di atas puncak Gobi, terdapat seorang sakti yang luas pengetahuan dan tinggi ilmu silatnya...."
"Kiu-kong, nama orang sakti itu....?"
Siau liong cepat bertanya. Tetapi To Kiu-kong gelengkan kepala.
"Walaupun umurku sudah setua ini dan mempunyai pengalaman luas dalam dunia persilatan. Tetapi jika bukan Ceng Hi totiang yang mengatakan, tentu aku tak tahu. Orang tua itu tak pernah muncul dalam dunia persilatan dan tak dikenal namanya". Siau-liong kerutkan dahi dan bertukar pandang dengan Song Ling. Tetapi tak bicara apa2.
"Kemarin Ceng Hi totiang telah mengadakan rapat rahasia dengan para tokoh2 persilatan,"
Kata To Kiu-kong pula.
"Ceng Hi totiang akan memimpin rombongan tokoh persilatan dan segenap pendekar dari seluruh penjuru, menghadapi orang sakti di atas puncak Gobi, untuk minta bantuannya. Namun gagal terpaksa mereka akan bertempur mengadu jiwa dengan Iblis-penakluk-dunia. Lebih baik pecah sebagai ratna dari pada menjadi budak kedua iblis itu. Biarlah puncak Gobi akan bersiram darah para pendekar gagah...."
Siau-liong gelengkan kepala.
"Rencana Ceng Hi totiang itu masih kurang sempurna. Adakah orang sakti itu mau membantu atau tidak, masih satu pertanyaan. Taruh kata ia meluluskan, pun belum tentu dapat melawan Iblis-penakluk-dunia yang mempunyai jago2 seperti Jong Leng lojin, Lam-hay Sin-ni dan lain-lain tokoh yang sakti. Jika sampai menderita kekalahan lagi dan kedua iblis itu lagi, bukan saja seluruh tokoh persilatan yang hancur binasa pun pembunuhan2 tentu akan berlargsung hebat sehingga dunia persilatan betul2 tak berkutik dan dapat dikuasai Iblis penakluk-dunia!"
To Kiu-kong tertawa tawar.
"Ah, selama masih ada ayam, takkan telur habis. Misalnya, dalam pertempuran kemarin itu, walaupun fihak orang gagah menderita kekalahan, namun semangat mereka tak pernah ludas. Mereka tetap akan melanjutkan perjuangan kegunung Gobi. Apabila gagal lagi, ya apa boleh buat, terserah pada kehendak Tuhan!"
Siau-liong tertegun diam.
Saat itu ia memang tak punya rencana.
Jong Leng lojin dan Lam-hay Sin-ni tiada yang mampu melawan.
Apalagi masih ditambah dengan Naga Terkutuk, Harimau Iblis dan beberapa tokoh lain.
Sekalipun rombongan orang gagah yang dipimpin Ceng Hi totiang itu berjumlah lebih besar pun tak berguna.
Bahkan malah menambah jumlahnya korban saja.
Setelah terdiam beberapa saat barulah To Kiu-kong berkata.
"Selain dari itu, Ceng Hi totiang masih mempunyai setitik harapan kepada seorang sakti lain...."
"Siapakah orang itu?"
Siau-liong terkesiap.
"Tokoh yang sejajar dengan kedua suami isteri iblis itu yakni Pendekar Laknat. Kemarin dia telah membantu dengan sepenuh tenaga. Pada waktu bertempur melawan Jong Leng lojin dan Lam-hay Sin-ni. dia telah gunakan tenaga sakti Thian-kong-sin-kang...."
To Kiu-kong berhenti sejenak mencari kesan. Tetapi ia heran karena Siau-liong tak menampilkan reaksi apa2. Terpaksa ia melanjutkan penuturannya lagi.
"Thian-kong-sin-kang merupakan ilmu sakti Nomor satu di dunia persilatan. Sayang tampaknya Pendekar Laknat itu masih belum sempurna peyakinannya, Diduga ia telah berhasil memperoleh kitab pusaka peninggalan Tio Sam-hong tetapi belum sempat mempelajarinya dengan sempurna. Sayang dalam pertempuran kemarin, tokoh tersebut telah menderita luka parah lalu melenyapkan diri. Ceng Hi totiang sudah menyebar orang untuk mencarinya tetapi sampai sekarang belum ketemu.". Siau-liong tersenyum .
"Karena terluka parah tentulah Pendekar Laknat itu sukar datang lagi untuk membantu. Harap Kiu-kong sampaikan kepada Ceng Hi totiang agar jangan mencarinya lagi". To Kiu-kong memandang Siau-liong dengan heran.
"Apakah cou-suya tahu....". Tiba-tiba ketua Kay-pang itu tak melanjutkan ucapannya karena teringat sewaktu di Lembah Maut, Pendekar Laknat pun pernah mengatakan tak perlu menunggu Siau-liong. Dia mengatakan bahwa Siau-liong itu seorang Pendekar muda nomor satu dalam dunia persilatan dewasa itu. Dan pula tokoh itupun mengatakan lagi kemungkinan Siau-liong tentu sudah keluar dari Lembah Maut. Teringat akan hal itu, To Kiu-kong mendapat kesan. seolah-olah antara Siau-liong dengan Pendekar Laknat itu sudah saling tahu satu sama lain. Betapa luas pengetahuannya dan pengalaman To Kiu-kong, namun ia benar-benar tak mengerti tentang Pendskar Laknat dan Siau-liong yang misterius. Tengah To Kiu-kong tertegun. tiba-tiba Siau-liong bertanya pula.
"Bagaimana dengan wanita baju merah yang ditawan paderi Liau Hoan itu? Apakah Ceng Hi totiang sudah dapat merebutnya...."
Kembali To Kiu-kong terbeliak kaget.
Paderi Liau Hoan sampai saat itu belum diketahui jejaknya.
Peristiwa penawanan wanita baju merah itu adalah Pendekar Laknat yang mengatakan.
Mengapa Siau-liong tahu? Bahkan mengapa Siau-liong amat menaruh perhatiannya kepada peristiwa itu? Tetapi To Kiu-kong tak leluasa menanyakan soal itu.
Terpaksa ia hanya menjawab;
"Soal itu aku tak mengetahui jelas. Beberapa orang yang telah disebar Ceng Hi totiang, belum juga menemukan jejak paderi itu. Sampai saat ini sudah sehari semalam masih juga rombongan Ti Gong belum kembali."
Siau-liong terkejut ia tak tahu mengapa Paderi Ti Gong menawan Poh Ceng-in. Jika sampai terjadi sesuatu dengan wanita itu. bukankah dirinya juga akan celaka.
"Apakah engkau juga akan ikut ke Gobi?"
Tanyanya beberapa jenak kemudian. Buru-buru To Kiu-kong menyahut.
"Segala rencana telah ditetapkan oleh Ceng Hi totiang, partay Kay-pang hanya mengirim aku seorang diri pergi ikut kesana...."
Siau-liong mengangguk.
"Kalau begitu, aku hendak pergi dulu nanti kita berjumpa digunung Gobi lagi!"
Ternyata Siau-liong teringat akan Poh Ceng-in yang diculik Liau Hoan itu.
Ia harus cepat2 merampasnya kembali agar jangan sampai terjadi sesuatu yang tak diinginkan.
Selain itu, oleh karena Ceng Hi totiang sudah memutuskan ke Gobi, tak perlu lagi ia menemuinya.
Maka ia memutuskan untuk mengantar Song Ling menghadap kakek gurunya dipuncak Gobi.
Dan dalam perjalanan, ia akan mencari kesempatan untuk menurunkan Thian-kong-sin-kang kepada dara itu.
Sudah tentu Song Ling girang sekali karena pemuda itu merobah keputusannya.
Cepat ia mengikuti Siau-liong yang saat itu sudah ayunkan langkah.
To Kiu-kong bergegas menyusul, serunya;
"Cousu-ya apakah tidak perlu pesan apa2 lagi? Mengapa cousu-ya tak perlu bertemu Ceng Hi totiang?"
Ketua Kay-pang itu tak berani mencegah Siau-liong tetapi pun tak dapat membiarkan cousu itu pergi. Maka ia mencari kata2 lain sebagai alasan. Siau-liong hentikan langkah.
"Dengan Ceng Hi totiang, aku tak begitu kenal. Nanti setelah peristiwa Gobi selesai. masih ada waktu untuk menemuinya. Dan sekali lagi kuulangi permintaanku. Lekaslah engkau cari seorang tunas yang berbakat untuk menjadi pewaris kita!"
Habis berkata Siau-liong terus mengajak Song Ling lanjutkan perjalanan.
--ooo0dw0ooo-- Walaupun menderita luka dalam yang parah.
tetapi baik Siau-liong maupun Song Ling tak mau diketahui To Kiu-kong.
Dengan kuatkan diri mereka melangkah tegap.
Setelah jauh barulah mereka berhenti....
Napas si dara terengah-engah.
Tulang belulangnya seraya lepas, sakit dan letihnya bukan kepalang.
Ia segera duduk numprah.
Untunglah To Kiu-kong dan rombongannya.
Setelah beberapa waktu, Siau-liong mengajaknya berjalan lagi.
Song Ling mengiakan.
Demikianlah kedua anak muda itu segera melanjutkan perjalanan lagi.
Siau-liong memang belum memberi penjelasan kepada si dara.
Tetapi ia sudah mempunyai rencana.
Pertama, ia hendak menuju kebengawan Bin-kiang untuk mengejar jejak Liau Gong dan meminta kembali Poh Ceng-in.
Dari sungai itu, terus kegunung Gobi hanya 20-an li jauhnya.
"Apakah engkau tahu jalanan ke Gobi?"
Tanya Song Ling. Siau-Hong mengatakan bahwa sekalipun ia belum faham, tetapi ia tahu gunung itu terletak disebelah barat laut.
"Kita mengarah kesana dan bila perlu dapat bertanya pada orang,"
Katanya.
Tetapi saat itu mereka masih dalam lingkungan pcgunungan Tay-liang san yang luas.
Kecuali rankaian puncaknya yang memanjang, pun jalanannya sukar dan berkeluk-keluk.
Hampir dua jam berjalan, mereka masih belum keluar dari wilayah gunung itu.
Saat itu hari sudah mulai terang tanah.
Sambil menarik lengan Siau-liong.
Song Ling menekan dahinya dan berkata dengan lemah.
"Aku benar-benar sudah tak kuat. Kita cari tempat beristirahat". Siau-liong sendiri pun rasakan kakinya lemas, kepala pening mata berkunang-kunang. Karena tak faham jalan, tak tahu ia sudah sampai dimana. Dilihatnya dalam hutan yang tak jauh disebelah muka, tampak sebuah dinding merah. Ia duga tentu sebuah biara. Kesanalah ia ajak dara itu. Tiba-tiba Song Ling menjerit kaget seraya menunjuk ke arah semak di tepi jalan .
"Lihatlah!"
Ketika melihat ke arah yang ditunjuk si dara, Siau-liong melihat semak itu berlumuran darah dan semak2 belukar banyak yang rebah.
Dan tak jauh dari semak itu terdapat sebatang pedang yang kutung.
Siau-liong memungut pedang kutung itu dan memeriksa.
Tak ada tanda apa2 hingga tak diketahui siapa pemiliknya....
Tetapi jelas ditempat itu tentu telah terjadi pertempuran dahyat.
Dan dari darah yang berceceran itu, jelas tentu adalah yang mati atau terluka.
Menilik darah yang sudah berwarna merah hitam, tentulah pertempuran itu terjadi beberapa jam yang lalu.
Tetapi kecuali pedang kutung itu, tiada terdapat mayat dan lain-lain jejak.
Tempat itu sudah jauh dari Lembah Semi, tak mungkin yang bertempur itu anak buah Iblis-penakluk-dunia.
Sampai beberapa saat Siau-liong tak dapat memecahkan peristiwa itu.
Tiba-tiba ia terkejut karena mendengar suara orang membaca kitab suci (Buddha).
Nadanya pelahan sekali dan asalnya dari arah hutan.
Segera Siau-liong menurutkan arah suara dan tibalah ia pada sebuah biara kuno.
Suara itu jelas berasal dari dalam biara.
Tetapi saat itu pembacaan kitab tadi sudah berhenti.
Memandang tempat itu ternyata sebuah biara yang rusak.
Tak mungkin terdapat paderi yang menghuni.
Apa lagi saat itu masih pagi sekali, tak mungkin sepagi itu paderi sudah membaca kitab.
Siau-liong makin heran.
Karena dirinya masih terluka, ia kuatir kalau berjumpa dengan musuh yang kuat.
Maka ditariknialah Song Ling seraya membisikinya.
"Suara pembacaan kitab tadi, mencurigakan sekali. Tentu ada seseorang yang bersembnnyi, entah kawan entah lawan, belum dapat kita pastikan. Lebih baik kita bersembunyi dulu melihat perkembangannya. Song Ling tiada pandapat lain kecuali menurut saja. Begitu mereka segera mencari tempat persembunyian dibawah kaki sebuah anak bukit. Anak bukit itu dikelilingi semak rumput yang lebat dan tinggi. Dari tempat persembunyian yang sukar deketahui orang itu, dapatlah Siau-liong memandang keluar dan beristirahat. Kedua pemuda itupun lalu bersemedi memulangkan semangat. Sesungguhnya luka dalam yang diderita Song-Ling itu tak berapa parah. Adalah karena ia bersedih melihat ibunya tertawan musuh maka sampai membuatnya lemas. Karena letih, begitu bersemedhi, ia segera terbanam dalam kelelapan. Tidak demikian dengan Siau-liong. Pikirannya ruwet tak keruan sehingga sukar untuk memusatkan semangat. Sejam kemudian baru pikirannya agak tenang dan mulailah ia dapat menyalurkan hawa murni. Pada saat Siau-liong dalam alam kehampaan, tiba-tiba terdengar derap langkah orang. Siau-liong terkejut bangun. Tampak seorang yang dandanannya amat aneh tengah meneliti jejak tapak orang dan perlahan-lahan menghampiri ketempat persembunyiaannya. Kepala orang itu sebesar kepala kerbau, rambutnya yang putih terurai sampai kebahu. Tingginya tak kurang dari dua meter. Jenggotnya yang bercabang lima, menjulai turun sampai ke perut. Entah berapa usianya. Tetapi wajahnya masih segar kemerah-merahan. Mengenakan baju serba putih dan mantel warna kuning telur. Tangannya mencekal Sebatang tongkat besi. Seketika teringatlah Siau-liong akan dongeng tentang dewa Taypek Li Kim-ce yang turun kebumi.... Orang itu tak mirip dengan manusia dunia. Sambil menyusur jejak telapak kaki, orang tua aneh itu memandang kian kemari. Sepasang matanya berkilat-kilat memancar api, mengandung sinar jahat. Diam-diam Siau-liong berdebar-debar. Terang yang hendak dicari orang tua itu tentulah dirinya berdua. Karena masih hijau dalam dunia persilatan. Tak tahu ia aliran orang tua itu dan mengapa hendak mencari dirinya.
"Siapakah kakek yang mirip setengah dewa setengah setan itu?"
Tiba-tiba Song Ling bertanya. Ternyata ia pun sudah tersadar dari persemedhiannya. Sambil memandang ke arah kakek aneh yang menghampiri ke arahnya, Siau-liong menyahut dengan bisik2.
"Apakah tenagamu sudah pulih?"
"Hawa dalam masih belum tenang, tenaga murni belum pulih tetapi sudah banyak kebaikan?"
Siau-liong sendiri masih payah.
Lukanya sudah disembuhkan Randa Bu-san tetapi luka dalam masih parah.
Jika berhadapan dengan musuh tangguh.
tentu belum mampu menandingi.
Saat itu si kakek aneh sudah keluar dari hutan dan tengah menyiak-nyiak semak rumput yang dilaluinya.
Pelahan-lahan makin mendekati.
Dan beberapa jenak kemudian sudah tiba dua tombak dimuka tempat Siau-liong.
Karena merasa tak mungkin dapat bersembunyi lagi, Siauliong memberi isyarat kepada Song Ling lalu berbangkit.
Rupanya kakek aneh itu terkejut sehingga menyurut mundur dua langkah.
Matanya berkeliaran memandang Siauliong.
"Masuk ke dalam gua rahasia dan mendapat kitab pusaka Thian-kong-sin-kang, tentulah engkau, bukan?"
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tiba-tiba kakek aneh itu bertanya.
Siau-liong terkesiap.
Ia merasa belum pernah bertemu dengan kakek itu, mengapa sudah mengenal dirinya dan bahkan tahu tentang kitab pusaka itu.
Seketika ia menyahut dengan nada tidak menyangkal pun tidak mengakui "Entah siapakah lo-cianpwe ini? Mengapa tahu orang yang masuk ke dalam gua rahasia dau mengambil kitab pusaka Thian-kong sin-kang?"
Mata kakek itu berkilat lalu tertawa gelak2.
"Mataku belum buta, sudah tentu takkan salah lihat!"
Heran Siau-liong makin menjadi-jadi. Ia tak tak tahu dengan tujuan apakah kakek aneh itu mencarinya? Sesaat ia tak dapat mencari akal untuk menghadapinya. Beberapa jenak kemudian baru ia berkata.
"Ucapan locianpwe itu sungguh mengherankan sekali. Aku baru kenal saja dengan lo-cianpwe. Dengan dasar apa lo-cianpwe...."
"Ilmu petanganku tak pernah meleset!"
Tukas kakek itu. Siau-liong tertawa.
"Ah, kiranya lo-cianpwe mengetahui peristiwa itu dari ilmu petangan". Walaupun mengatakan begitu, tetapi diam-diam hati Siauliong tergetar juga. Semula ia memang tak percaya ilmu meramal dan segala ilmu mistik. Tetapi sejak peristiwa Randa Bu-san itu, pandangannya pun agak berubah. Dan kali ini berhadapan lagi dengan seorang kakek ahli nujum, mau tak mau ia harus menaruh sedikit kepercayaan juga.
"Setelah kuhitung sampai beberapa kali, barulah aku bergegas-gegas datang kemari!"
Kata kakek itu pula. Kepercayaan Siau-liong makin tumbuh, tanyanya "Entah apa maksud lo-cianpwa hendak mencariku?"
Kakek aneh itu gelengkan kepala menghela napas.
"Karena sembrono maka sampai menimbulkan kesalahan besar. Sekalipun telah kuusahakan untuk menolong, mungkin tetap tak dapat terhindar dari kutukan. Kehancuran sukar kembali...."
Siau-liong tercengang.
"Lo-cianpwe meresahkan soal apa saja? Jika menghendaki tenagaku, silahkan memberi pesan. Aku tentu akan berusaha sekuat tenaga...."
Berkata sampai disitu, tiba-tiba Siau-liong berhenti karena teringat akan keadaan dirinya saat itu.
Ia masih terluka dalam.
Sedang tongkat besi dari kakek itu sebesar telur itik.
Tentulah beratnya tak kurang dari 200 kati.
Tetapi kakek itu dapat memegang seenaknya saja.
Jelas tentu seorang yang memiliki ilmu yang sakti.
Apalagi seorang ahli nujum yang lihay.
Masakan kakek itu memerlukan bantuannya lagi?.
Tetapi diluar dugaan kakek itu mengangguk;
"Memang sebaiknya begitulah...."
Ia berkeliaran memandang keempat penjuru, ujarnya.
"Tempat ini tak leluasa untuk bicara. Silahkan kalian ikut kebiara sana!"
Habis berkata tanpa menunggu Siau-liong setuju atau tidak, ia terus berputar tubuh dan melangkah ke arah biara.
Siau-liong kerutkan alis lalu bertukar pandang dengan Song Ling.
Sesaat ia merasa bersangsi.
Tetapi entah bagaimana, baik sikap dan nada ucapan kakek tua itu, mempunyai daya tarik yang kuat dan berwibawa sehingga Siau-liong tak dapat menolak lagi.
Akhirnya ia mengajak Song Ling;
"Kita...."
"Terserah engkau...."
Tukas si dara.
Kakek aneh itu berjalan pelahan sekali, tanpa berpaling ke belakang.
Seolah-olah yakin kalau kedua anak muda itu tentu akan mengikutinya.
Tak berapa lama, tibalah mereka di biara.
Menilik bangunannya, tentulah dahulu biara itu sebuah tempat pemujaan yang megah.
Tetapi kini sudah rusak dan tak terawat.
Dindingnya rubuh dan gempal, halaman penuh ditumbuhi rumput dan pintunya bertimbun sarang gelagasi.
Papan nama yang sudah rusak dan lecet tulisannya itu masih dapat terbaca, Ternyata biara itu memakai nama Sam goan-kiong.
Kakek tua itu berhenti dimuka pintu.
Setelah Siau-liong dan Song Ling tiba, barulah ia melangkah masuk.
Memang besar sekali bangunan biara itu.
Pohon siong yang tumbuh dihalaman biara itu tinggi sekali.
Tentulah sudah berumur ratusan tahun.
Daunnya yang lebat, menimbulkan suasana yang menyeramkan juga.
Siau-liong bergandengan tangan dengan Song Ling mengikuti kakek aneh yang melangkah keruang besar.
Ternyata dalam ruangan besar itu masih mengepul asap wangi.
Walaupun juga rusak tetapi keadaan ruangan itu masih cukup lumayan.
Ditengah ruang terdapat patung dewa Thay Siang Lokun dan Goan Si Thian-cun.
Tetapi sudah rusak keadaannya.
Tikus dan kelelawar bersarang pada lubang2 patung itu.
Meja sembahyang rupanya telah dibersihkan.
diberi penerangan lilin, sebuah area kecil.
Tempat pedupaan masih mengepul asap.
Begitu masuk, lebih dulu kakek aneh itu meletakkan tongkat besinya pada sudut dinding lalu berlutut dihadapan meja sembahyangan dan memberi hormat sampai empat kali.
Setelah itu ia bangun dan berkata.
"Inilah area dari Tio Samhong cousu, lekas haturkan hormat!"
Mendengar itu Siau-liong terkejut dan tanpa disadari ia menarik tangan Song Ling diajak berlutut memberi hormat. Setelah itu, barulah Siau-liong menjurah dihadapan kakek aneh dan berkata.
"Petunjuk apakah yang hendak lo-cianpwe berikan kepadaku?"
Sejenak keliarkan mata berkatalah kakek itu dengan nada sarat.
"Dihadapan area Tio Sam-hong cousu, kalian tak boleh omong sepatah kata yang bohong...."
"Aku tak pernah berdusta. Tetapi adakah lo-cianpwe ini.... bangsa manusia atau dewa? Mohon lo-cianpwe suka memberitahukan nama lo-cianpwe yang mulia?"
Kakek aneh itu tersenyum.
"Aku mendapat tugas untuk menjaga tempat penyimpanan kitab pusaka peninggalan Tio Sam-hong cousu...."
Ia menghela napas lalu berkata pula.
"Pada waktu itu kebetulan aku keluar sehingga terjadi kesalahan besar itu!"
Siau-liong tertegun memandang kakek itu.
Tak pernah disangkanya bahwa kitab pusaka Thian-kong-sin-kang, ternyata ada penjaganya.
Timbul keheranannya.
Tio Sam-hong sudah hampir seribu tahun meninggal dunia.
Setua-tua kakek itu, paling banyak hanya berusia 100 tahun lebih.
Lalu siapakah yang memerintah dia menjaga kitab pusaka itu? Gua rahasia penyimpanan kitab pusaka itu, tiada pintunya sama sekali.
Dahulu karena tak sengaja membobol dinding, maka dapatlah ia masuk ke dalam ruang rahasia itu.
Sedang kakek itu tinggal diluar.
Bagaimana ia dapat keluar masuk ke dalam ruang itu? Dan lagi pada lembar pertama dari kitab itu jelas tertera kata2....
dua orang masuk keruang ini, hanya seorang yang berjodoh...."
Kata2 itu seperti diperuntukan ia dan Mawar Putih yang sama2 masuk ke dalam ruang itu.
Jika kakek itu benar-benar seorang ahli nujum yang lihay, mengapa tahu bahwa pada hari itu akan ada orang yang masuk ke dalam ruang rahasia, dia malah bepergian keluar? Siau-liong mulai meragu tetapi ia tak berani tak mempercayai kakek aneh itu.
Buktinya, belum Pernah sama sekali ia bertemu dengan si kakek tetapi mengapa dia tahu bahwa ia telah masuk ke dalam ruang penyimpanan kitab pusaka dan mengambil kitab Thian-kong-sin-kang! Dan yang mengherankan.
Pada saat ia masuk ke dalam ruang tempat kitab itu, ia sedang menyamar sebagai Pendekar Laknat.
Ah, kalau kakek itu tak mengerti ilmu petangan, tak mungkin dapat mengetataui gerak geriknya.
Tiba-tiba kakek itu tertawa pelahan.
"Sudah tentu engkau curiga. Tetapi ketahuilah, sekalipun Tio Sam-hong sendiri masih hidup, beliau pun tentu tak luput dari kelengahan. Aku...."
Kembali ia menghela napas. ujarnya.
"
Ya, kesalahanku yang besar itu, memang tak dapat ditebus lagi. Sudah 21 leluhurku yang turun menurun bertugas menjaga kitab pusaka itu. Tak nyana akhirnya kitab itu musnah dibawah penjagaanku!"
Nadanya penuh penyesalan dan kedukaan. Seolah-olah ia ingin untuk menebus dosa.
"Adakah lo-cianpwe tinggal di dalam ruang rahasia itu?"
Tanya Siau-liong.
"Benar, sudah berpuluh-puluh tahun aku mengasingkan diri dalam ruang rahasia itu...."
"Tetapi ruang rahasia itu tiada berpintu dan tak ada persediaan makanan. Bagaimana lo-cianpwe dapat hidup selama berpuluh tahun itu?"
Kakek itu tertegun, matanya berkeliar dan lalu tertawa.
"Ada pintu rahasianya. Hanya saja engkau tak dapat menemukan!"
Siau-liong diam tetapi dalam hati setengah tak percaya. Kakek itu berkata lebih lanjut.
"
Aku ditugaskan menjaga kitab pusaka itu sampai datang orang yang berjodoh Siapa kira tempat itu engkau terobos dengan tak terduga-duga...."
"Kalau begitu, aku bukan orang yang berjodoh,"
Siau-liong menghela napas.
"Dahi bibirmu pendek, tentu bernasib malang. Gurat2 alamat itu sudah nampak, dalam beberapa hari ini tentu akan terjadi. Maaf, kalau aku berkata terus terang, mungkin engkau takkan bisa hidup lebih lama dari 10 hari...."
Kakek itu menghela napas lalu melanjutkan.
"dan engkau telah melakukan tindakan yang tak selayaknya. Seharusnya jangan menghancurkan kitab pusaka itu. Masakan kubiarkan kitab itu sampai lenyap selama-lamanya?"
Siau-liong tergetar hatinya. Ucapan kakek itu sepatah demi sepatah bagaikan ujung belati menusuk ulu hatinya. Song Ling menarik lengan baju Siau-liong dan membisiki didekat telinganya;
"Jangan menghiraukan ocehannya. Mungkin kakek ini bukan orang baik!"
"Jangan takut aku dapat menghadapinya,"
Siau-liong menghibur. Kiranya ia memang sudah mempunyai rencana. Tak peduli kakek itu orang baik atau jahat. tetapi karena ia merasa sudah menghancurkan kitab pusaka Thian-kong-sin-kang. Apapun yang akan terjadi, ia siap menghadapi.
"Ya, semua telah terjadi, entah lo-cianpwe hendak mengusahakan bagaimana untuk menolong soal itu?"
Tanyanya sesaat kemudian. Kakek aneh itu tersenyum.
"Telah kupikirkan lama sekali tetapi tetap tak memperoleh daya untuk menolong. Ah, ternyata cara yang hendak kuajukan itu sudah engkau pikirkan juga...."
"Aku sungguh tak mengerti maksud lo-cianpwe. Masakan aku sudah...."
Kakek aneh itu tertawa meloroh lalu maju menghampiri kedua anak muda itu. Siau-liong terkejut dan cepat bersiap. Kakek itu berhenti dimuka mereka berdua. Ditatapnya wajah Song Ling dengan tajam. Beberapa saat kemudian ia tertawa.
"Tulang bagus bakat tinggi. Benar-benar seorang tunas yang hebat...."
Kemudian ia beralih memandang Siau-liong, katanya.
"Bukan engkau pernah hendak menurunkan Thian-kong-sinkang kepada anak perempuan ini?"
Kembali Siau-liong terkejut. Ia benar-benar percaya kalau kakek aneh itu seorang ahli nujum yang sakti. Kalau tidak bagaimana ia tahu hal itu? "Benar, memang aku pernah bermaksud begitu,"
Akhirnya ia mengaku. Kerut wajah kakek itu berubah serius.
"Karena itu, agar kitab pusaka itu jangan sampai lenyap dari dunia, engkau harus berdoa kepada arwah Tio Sam-hong cousu untuk meminta idjin menurunkan ilmu Thian-kong-sin-kang kepada seorang pewaris....!"
Ia berhenti sejenak lalu menatap Siau-liong.
"Pertama, engkau harus mengajarkan ilmu Thian-kong sin-kang itu kepada nona Song ini. Tak boleh ada sepatah kata yang kelewatan. Kedua, selama engkau masih hidup dalam beberapa waktu ini, tak boleh engkau mengatakan soal ilmu itu kepada siapapun juga. Lebih2 jangan sekali-kali memberikan pelajaran itu kepada lain orang. Nah, apakah engkau dapat menerima syarat itu?"
Syarat yang dikehendaki kakek aneh itu justeru tepat seperti yang direncanakan Siau-liong.
Ia memang hendak menurunkan pelajaran Thian-kong-sin-kang kepada Song Ling.
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Menilik bakat dan kecerdasan dara itu, ia percaya dalam waktu setahun saja, dara itu tentu akan menguasai ilmu sakti tersebut.
Apabila kedua suami isteri Iblis-penakluk-dunia tak dapat dibasmi, sekurang-kurangnya ia dapat meletakkan harapannya kepada dara itu.
Dalam waktu setahun lagi, setelah faham ilmu Thian-kong-sin-kang, tentulah dara itu akan dapat melenyapkan kedua durjana pengganggu dunia persilatan itu! "Baiklah, aku menerima seluruh permintaan lo-cianpwe,"
Kata Siau-liong.
"tetapi aku masih mempunyai sebuah permintaan...."
"Silahkan kalau engkau mau menyatakan apa2,"
Kata kakek aneh seraya mengelus jenggot.
"Adanya kuhancurkan kitab pusaka Thian-kong sin-kang itu adalah karena aku kuatir kitab itu sampai jatuh ketangan orang jahat. Demi menjaga hal itu, maka penurunan ilmu itu harus dilakukan secara rahasia. Akan kuucapkan seluruh isi kitab itu kepada nona Song. Menilik kecerdasannya, ia pasti dapat mengingat dengan lekat".
"Ya, baiklah, aku setuju...."
Kata kakek itu.
"tetapi berapa lama engkau dapat menurunkan pelajaran itu?"
Sejenak Siau-liong terdiam, sahutnya.
"Dalam dua jam atau paling lambat dalam tiga jam saja, tentu sudah selesai!"
Kakek tua segera meminta kedua pemuda itu supaya segera mulai pelajaran itu bertempat diruang samping, katanya.
"Aku yang menjaga disini untuk pengamanan kalian".
"Baiklah,"
Kata Siau-liong lalu menarik Song Ling diajak keruang samping. Tetapi diluar dugaan dara itu mendengus dingin ,,Perlu apa harus keruang samping?"
"Ih, apakah tadi engkau tak mendengar pembicaraan kami?"
Siau-liong kurang senang.
"Kalau mendengar lalu bagaimana?"
Siau-liong terbeliak.
Thian-kong-sin-kang merupakan ilmu sakti nomor satu di dunia persilatan.
Siapa yang dapat menguasai tentu akan menjadi tokoh tanpa tanding.
Setiap orang persilatan tentu ngiler memimpikan ilmu sakti itu.
Tetapi mengapa dara itu bersikap enggan? "Hendak kuberikan pelajaran ilmu Thian kong-sin-kang kepada nona.
Apakah engkau tak mau?"
Tegurnya. Song Ling tertawa dingin.
"Engkau menduga tepat! Aku tak kepingin ilmu itu!"
Siau liong terkesiap.
Setelah menunggu sampai beberapa jenak dara itu tak membuat reaksi pernyataan lagi, tahulah Siau-liong bahwa Song Ling tentu masih mencurigai si kakek.
Ternyata kakek aneh itu juga mendengar kata2 Song Ling.
Dia juga heran.
Matanya berkeliaran kian kemari tetapi tak berkata suatu apa.
Siau-liong meringis.
Tak tahu ia bagaimana harus bertindak.
Duduk berdiri serba salah, wajahnya tersipu-sipu malu.
Song Ling melirik.
Rupanya dara itu tak sampai hati membiarkan pemuda itu dalam kekakuan begitu.
Ia tertawa mengkikik.
,,Baiklah, mari kita keruang samping.
Tetapi bukan berarti aku akan minta pelajaran ilmu Thian-kong-sin-kang, lho...."
Kemudian dara itu melirik ke arah kakek aneh dan berkata pula.
"Siapapun jangan susah payah berkesal hati!"
Kakek itu tertegun. Tiba-tiba ia tertawa meloroh.
"Tak pernah selama ini aku salah lihat. Tak seorang tokoh persilatan yang tak ngiler akan ilmu sakti Thian-kong-sinkang...."
Sambil memandang ke arah kedua pemuda yang melangkah ke arah ruang samping, ia berseru lagi.
"Harap nona belajar yang teliti dan mengingat baik2. Aku tetap yang menjaga disini!"
Kakek itu lalu tegak diambang pintu sambil lintangkan tongkat besinya.
Rambut putih dengan jubah kuning yang berkibaran dihembus angin, sepintas pandang kakek itu benar-benar menyerupai dewa yang turun kebumi....
Ruang samping itu terpisah empat lima tombak dari sikakek berdiri.
Song Ling duduk ditempat yang agak bersih lalu berkata;
"Sepasang mata tua bangka itu tak henti2nya berkeliaran. Tentu mengandung maksud jahat. Apa yang dikatakan tadi hanya ngawur saja, belum tentu...."
Siau-liong cepat mengerat.
"Harap nona jangan banyak kecurigaan. Tak peduli maksudnya bagaimana, aku akan mengajaran isi kitab itu secara rahasia sekali sehingga tak meninggal jejak. Tak nanti dia mendapat keuntungan...."
Song Ling tertawa dingin.
"Pengalamanmu kurang sekali! Mana dia mau tegak mematung disana saja? Tetapi asal engkau sungguh hendak mengajarkan ilmu itu kepadaku, kita nanti cari akal agar dapat kuterima dengan baik". Merah wajah Siau-liong. Diam-diam ia mengakui kebenaran kata2 itu. Jika ia lengah dan ilmu itu sampai terdengar orang yang jahat, kematian tetap belum mampu menebus dosanya. Siau-liong tundukkan kepala.
"Kucurigai jangan2 kakek itu kaki tangan si Iblis-penaklukdunia Siapa tahu kemungkinan dalam biara ini masih tersimpan orang2 yang menyembunyikan diri secara rahasia. Bahkan bukan mustahil kalau kedua suami isteri durjana ini berada disini sendiri!"
"Siau-liong seperti dipagut ular. Ah, benar, benar! Mengapa ia selolol itu? Cepat ia bergeliat bangun dan memandang keluar pintu. Tetapi sekeliling penjuru sunyi senyap. Tiada sesuatu yang mencurigakan. Kakek aneh itupun tetap berdiri diambang pintu menghadap kesebelah luar. Setelah meneliti beberapa saat, ia kembali ketempat Song Ling, ujarnya;
"Tampaknya tempat ini tak ada tanda2 yang mencurigakan dijadikan tempat persembunyian rahasia. Tetapi demi pengamanan, akan kugunakan ilmu Menyusup Suara untuk mengajarkan ilmu itu kepadamu". Song Ling tertawa.
"Pernahkah engkau mendengar tentang ilmu Meneropong langit, mendengar bumi? Jika orang yang bersembunyi memiliki ilmu semacam itu, asal masih dalam lingkungan 10 tombak saja, tentu masih dapat menangkap setiap gerak gerikmu dan setiap patah ucapanmu. Jangan kira ilmu Menyusup Suara itu sudah aman. Ilmu itu tetap dapat ditangkap orang...."
Sejenak memandang kesekeliling, dara itu melanjutkan pula.
"Segala rencana ini tentu dirancang Iblis-penakluk-dunia. Mengingat saat ini kita masih terluka, jika sampai membocorkan seluruh isi kitab Thian-kong sin-kang itu, tentulah mereka segera menghabisi jiwa kita. Dan ilmu itu akan dimiliki Iblis penakluk-dunia dan isterinya untuk selamalamanya. Dunia persilatan pasti akan mereka genggam!"
Siau-liong tergetar hatinya;
"Benar, nona sungguh cerdas sekali!"
Song Ling tersenyum.
"Ah, sebenarnya hal itu sudah gamblang. Tetapi karena engkau terlalu jujur sehingga mudah percaya omongan kakek itu. Karena engkau yang memperoleh dan yang menghancurkan kitab Thian kong-sin-kang, kedua suami isteri Ibils-penakluk-dunia tentu tak mau membunuhmu dulu. Mereka hendak mengatur siasat untuk memperoleh pelajaran kitab itu!"
Siau-liong kerutkan jidat, katanya.
"Kalau begitu, kita gunakan kesempatan ini untuk memulangkan tenaga. Dalam 3 jam saja, kita tentu sudah cukup kuat untuk menerobos keluar dari tempat ini!"
"Jika tak salah dugaanku,"
Sahut Song Ling.
"Jika tahu kalau engkau tak mengajarkan ilmu itu kepadaku, Iblispenakluk- dunia tentu tak mau menunggu sampai 3 jam...."
Berhenti sejenak, dara itu menghela napas pasrah.
"Ah, terserahlah saja kepadamu...."
Ia menyadari dari keadaan saat itu.
Tenaga mereka berdua belum pulih sehingga tak mampu bertempur.
Jangankan dengan barisan pedang yang bersembunyi disekelilmg biara situ, sedangkan sikakek aneh yang bertongkat besi dari 200 kati itu saja, sudah sukar dihadapi.
Karena tiada lain jalan, terpaksa Song Ling menyetujui usul Siau-hong.
Mereka segera pejamkan mata bersemedhi memulangkan tenaga.
Keduanya telah membulatkan tekad.
Hanya menggunakan kesempatan beberapa jam itu untuk memulangkan tenaga.
Hanya dengan jalan itu mereka mempunyai harapan untuk lolos.
Tampaknya kakek aneh itu benar-benar mewajibkan diri sebagai penjaga keamanan.
Dan sama sekali seperti tak manghiraukan Siau-liong yang sedang menurunkan pelajaran kepada si dara itu.
Sambil melakukan penyaluran napas dan hawa murni, Siauliong merenungkan kembali isi pelajaran kitab Thian-kong-sinkang untuk menyalurkan pernapasan, tetapi dia sesungguhnya masih banyak yang belum jelas akan soal2 Semangat, hati, Nafsu, Pikiran, Ketenangan, Gerakan, Kehampaan dan Kenyataan dalam ilmu pernapasan itu.
Maka dalam melakukan pernapasan itu pun masih belum seluruhnya berhasii seperti yang dikehendaki, Tetapi untunglah ia memiliki otak yang cerdas dan kemauan keras.
Sedikit banyak dapat juga ia menyelami beberapa bagian dari rahasia pelajaran itu.
Kira2 dua peminum teh lamanya, kakek aneh itu tiba-tiba berbalik memandang ke arah kedua pemuda.
Dilihatnya Siauliong dan Song Ling duduk bersemedhi.
Kakek itu kerutkan alis lalu menghadap kemuka lagi.
Setelah sejam kemudian, kakek tua itu masih tetap berdiri diambang pintu.
Siau-liong memang curiga terhadap kakek itu.
Sambil menyalurkan pernapasan, diam-diam ia memperhatikan gerak gerik kakek itu.
Tetapi karena ternyata kakek itu tak membuat suatu gerakan apa2, mulailah Siauliong lepaskan perhatian dan tumpahkan semangatnya untuk menyalurkan pernapasan.
Tiba-tiba diluar biara samar2 terdengar suara orang bicara.
Siau-liong serentak hentikan penyaluran napas dan pasang telinga.
Ah, benar, memang ada pendatang yang berada diluar biara.
Sesaat itu teringatlah Siau-liong akan ceceran noda darah.
Ia percaya pendatang itu tentu akan memasuki biara untuk menyelidiki.
Dan ketika mendengarkan dengan seksama, ternyata pendatang itu tak kurang dari 3 atau 6 orang jumlahnya.
Mereka sedang bercakap-cakap dengan pelahan.
Rupanya kuatir pembicaraan mereka terdengar oleh orang dalam biara.
"Jika kakek aneh itu benar-benar kaki tangan Iblispenakluk- dunia, pendatang itu tentulah rombongan Ceng Hi totiang,"
Diam-diam Siau-liong menimang.
"Anda kalau mau masuk, masuk sajalah segera. Mengapa kasak kusuk disini?"
Tiba-tiba terdengar suara orang berseru nyaring.
Menyusul terdengar derap langkah orang mendatangi.
Siau-liong tergetar hatinya.
Ia tak asing dengan nada suara itu.
Tetapi sesaat ia lupa pernah bertemu dimana.
Song Ling pun sudah membuka mata.
Dengan pandang bertanya ia menatap Siau-liong lalu mencurahkan perhatian untuk mendengarkan gerak gerik pendatang2 diluar biara itu.
Kakek aneh itu bermula masih tenang.
Seolah-olah tak mengacuhkan.
Tetapi saat itu tiba-tiba ia mulai gelisah.
Beringsut dari ambang pintu, ia menyurut mandur ke dalam.
Sambil memperhatikan kedua muda mudi yang masih duduk itu, ia beringsut mundur ke belakang jendela.
Tiba-tiba ia lontarkan passer pertandaan keluar.
Walaupun passer atau anak panah itu hanya memencar sinar lemah tetapi tetap dapat dilihat Siau-liong.
Kini tersadarlah ia.
Kakek aneh itu benar-benar memang kaki tangan Iblis-penakluk-dunia! Dengan pemberian panah rahasia itu, jelas kalau kakek itu bukan seorang diri melainkan dengan rombongan.
Siau-liong segera memberi isyarat mata kepada Song Ling.
Keduanya serentak bangkit lalu mengumpat disudut ruang yang gelap dan menunggu apa yang terjadi.
Derap kaki orang tadipun segera tiba dimuka biara.
Dan sehabis melepas panah pertandaan, kakek aneh tadipun segera kembali berdiri disamping meja.
Tegak menjaga sambil mencekal tongkat besi.
Rupanya pendatang itu masih bersangsi diluar pintu.
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tibatiba ia terbeliak kaget karena melihat arca di atas meja sembahyang dan sikakek aneh yang menjagu disamping meja.
Segera orang itu melangkah masuk.
"Pak tua, apakah engkau penjaga biara ini?"
Tegurnya dengan suara nyaring.
Tetapi secepat itu ia merasa kalau pertanyaannya salah alamat.
Dilihatnya kakek itu bukan bangsa paderi atau imam.
Dan biara rusak itupun tentu sudah lama tiada dirawat orang dan tiada penjaganya.
Tiba-tiba pendatang itu tertawa gelak2 lalu bertanya pula.
"Hai, pak tua, apa kerjamu disini? Mengapa engkau mengadakan sembahyangan ditempat ini?"
Kakek tua itu bersikap pura-pura tak mengacuhkan. Tetapi ia berusaha untuk mengalingi pandangan pendatang itu supaya jangan sampai melihat ke arah ruang samping. Lalu msnyahut.
"Aku seorang kelana dan kebetulan sedang beristirahat disini...."
Sejenak menatap pendatang itu, ia melanjut-kan pula.
"Apakah saudara juga sedang lalu didaerah ini?"
Diruang samping, Siau-liong sudah melihat jelas siapa pendatang itu.
Ya.
tak salah lagi.
Dia adalah sitinggi besar Lu Bu-ki, kepala Rim-ba Hijau daerah Lam-lok yang terkenal dengan julukan Ruyung-besi-pelor-sakti.
Lu Bu-ki sambil mencekal ruyung besi menatap dengan pandang curiga kepada kakek aneh itu.
Dibelakangnya tampak 4 orang jago2 silat siap dengan senjata terhunus.
Siau-liong yang sudah tahu jelas status kakek aneh itu, karena kuatir Lu Bu-ki kena dikelabuhi, cepat2 menyalurkan pernapasan....
Setelah merasa peredaran darahnya longgar dan tenaganya banyak pulih, segera ia berbangkit hendak melangkah keluar.
Tetapi tiba - tiba terlintas sesuatu dalam pikirannya.
Dan ia batalkan niatnya.
Kiranya ia teringat bahwa walaupun si tinggi besar Lu Bu-ki itu amat mengagumi dan mengindahkan dirinya tetapi dalam kedudukan sebagai Pendekar Laknat.
Dan sekarang kalau ia muncul sebagai Siau-liong, orang tinggi besar itu pasti takkan mengenalnya.
Mengingat sitinggi besar itu seorang jujur dan berangasan, ia kuatir akan menimbulkan salah faham.
Apa boleh buat terpaksa ia sabarkan diri dan menunggu saja bagaimana perkembangannya barulah ia akan bertindak bersama Song Ling.
Ternyata sitinggi besar Lu Bu-ki tak menyahut hanya memandang kesekeliling penjuru lalu berkata.
"Pak tua, tempat ini bukan tempat yang aman. Lebih baik lekas2 tinggalkan tempat ini. Apakah selama dalam perjalananmu engkau tak pernah mendengar tentang sepak terjang suami iSteri Iblis-penakluk-dunia yang hendak menguasai dunia persilatan dan melakukan pembunuhan secara besar-besaran itu?"
Kakek aneh itu tertegun, lalu tertawa.
"Aku berkelana keseluruh penjuru dunia.... Tak mencampuri urusan dunia persilatan. Aku tak peduli siapapun juga!"
Serunya. Seorang tinggi kurus yang berdiri mencekal pedang di belakang Lu Bu-ki. memandang lekat pada kakek aneh itu. Saat itu tiba-tiba mendekati Lu-Bu-ki dan membisiki beberapa patah kata. Si tinggi besar Lu Bu-ki keliarkan matanya dan mengerung.
"Benar.... benar, lalu ia maju dua langkah kehadapan kakek aneh dan membentaknya.
"Pak tua, kapankah engkau datang kebiara ini?"
Kakek tua itu mundur selangkah dan merjawab tersendat;
"Baru kemarin malam dan sekarang akan melanjutkan perjalanan lagi...."
Kemudian ia menggerutu.
"Aku tak biasa didesak orang dengan pertanyaan2. Kalau tak ada urusan lagi, silahkan saudara tinggalkan aku seorang diri."
Lu Bu-ki membentaknya.
"Pak tua, kalau ketemu tuanmu ini engkau memang celaka. Kalau memang semalam engkau sudah datang, tentu engkau tahu siapa yang bertempur diluar biara ini?"
Kakek itu gentakkan tongkat besinya. Rupanya ia marah tetapi ia tetap tertawa hambar dan gelengkan kepala.
"Telah kukatakan, aku tak peduli dengan urusan dunia persilatan. Jangankan memang tak mendengar suara ribut2 itu, sekalipun dengar akupun tak ambil pusing!"
Lu Bu-ki lintangkan ruyung besi dan membentak nyaring.
"Pak tua, sudah 20 tahun aku berkecimpung dalam dunia persilatan. Mataku sudah kenyang melihat apa2, Hayo lekas bilang siapakah sesungguhnya dirimu ini!"
Nadanya keras, sikapnya kasar.
Benar-benar suatu lagak yang biasa diunjuk oleh orang persilatan yang kasar.
Demikian keempat orang yang mangawal di belakang itu.
Begitu melihat sitinggi besar bersikap hendak turun tangan, mereka pun cepat mencabut senjata masing-masing dan terus mengepung kakek aneh itu.
Diam-diam Siau-liong gelisah melihat tingkah laku sitinggi besar itu.
Jangankan kakek itu masih mempunyai gerombolan yang menyembunyikan dari disekitar biara situ.
Sekali pun hanya seorang diri, tetapi kakek yang mencekal tongkat besi seberat 200-an kati itu tentu sukar dilawan.
Tetapi apa yang terjadi saat itu, benar-benar diiuar dugaannya.
Sikakek yang tampak seperti seorang dewa itu dan dikira tentu mempunyai kepandaian yang sakti, tetapi ternyata berhadapan dengan si kasar Lu Bu-ki, kakek itu mengunjuk wajah yang ketakutan.
Dia beringsut-ingsut mundur ke belakang.
Tetapi matanya tak henti2nya memandang keluar jendela seperti orang sedang menunggu datangnya bala bantuan.
Karena kakek itu diam saja, si kasar Lu Bu-ki terus ayunkan ruyungnya dengan jurus Menyiak-bunga-menggoyang-pohon.
Sebagai pemimpin Rimba Hijau dari wilayah Lam-lok, sudah tentu Lu Bu-ki memiliki kepandaian yang tinggi.
Gerakan menutuk dengan ruyung itu menimbulkan desis suara yang amat tajam.
Kakek itu mengangkat tongkat hendak menangkis tetapi tubuhnya pun cepat2 miring kesamping.
Secepat menarik lagi tongkat dan mundur hendak menyingkir.
Tetapi saat itu ia berada didekat dinding ruang.
Apalagi masih ada keempat pengawal Lu Bu-ki yang menyerang.
Kakek itu tak mampu menghindar lagi.
Tring....
betapa kakek itu mundur, tak urung tongkatnya berbentur juga dengan ruyung besi dari sitinggi besar Lu Buki.
Tiba-tiba sitinggi besar tertegun dan mundur selangkah.
Dipandangnya kakek itu dengan terlongong-longong.
melihat pemimpinnya tak melanjutkan serangannya keempat perngawal itupun masing-masing mundur selangkah dan sikap menunggu.
Kakek aneh yang sudah terpojok disudut dinding itu, tampak ketakutan.
"Ho, kiranya engkau binatang!"
Tiba-tiba Lu Bu-ki berteriak sesaat kemudian.
Dan menyusul ruyungpun segera diayunkan dengan deras untuk mendesak kakek aneh itu.
Kakek itu sudah patah nyalinya.
Tongkatnya tak keruan gerakannya.
Cepat sekali tongkatnya terpukul jatuh oleh ruyung Lu Bu-ki.
Siau-liong dan Song Ling melihat jelas apa yang terjadi itu.
Sepintas pandang tongkat besi kakek aneh itu amat berat sekali tetapi ternyata dapat disabat terpental oleh ruyung Lu Bu-ki.
Jelas tongkat itu bukan dari besi melainkan dari besi tipis yang dibalut kulit.
Diam-diam Siau-liong memaki dirinya sendiri mengapa tak cermat menilai orang sehingga mudah dikelabuhi.
Setelah tongkatnya terpental, tampak kakek itu bingung tak keruan.
Tiba-tiba ia menjerit keras.
"Thian-cun, tolonglah! tolonglah...."
Lu Bu-ki terkesiap. Ia mendengus dingin, lalu sabatkan ruyungnya kepinggang si kakek.
"Bluk".... kakek itu terpental sampai setombak lebih jauhnya dan terkapar rubuh di tanah. Lu Bu-ki memburunya.
"Binatang, engkau masih berani pura-pura pingsan!"
Ia terus mencopoti rambut, jenggot, jubah dan mantel kakek itu.
Ternyata orang itu mengenakan kedok muka palsu.
Dia bukan lagi sikakek tua melainkan seorang lelaki yang baru berumur 50-an tahun.
Pakaiannya yang asli hanya seperangkat pakaian yang sudah rusak, butut dan compangcamping.
Seorang tukang khwat-mia atau tukang ramal yang berkelana mencari penghidupan di dunia persilatan.
Lu Bu-ki menginjak dada orang itu lalu membentaknya.
"Hai, mulut besi, masih kenal aku!"
Kiranya orang itu bernama Ong Thiat-go Orang si Mulut besi.
Seorang tukang ramal yang menuntut penghidupan sebagai penipu.
Sedikit2 dia memang belajar silat dan pernah berlatih ilmu tenaga dalam.
Maka sabatan ruyung Lu Bu-ki tadi tak sampai membuatnya pingsan.
Dengan bergeliatan dan berkaok-kaok ia memanggil Thian-cun atau bapak kepala.
Tetapi sampai kerongkongannya serasa pecah, tetap tiada penyahutan atau bantuan yang datang.
Setelah Lu Bu-ki menginjak dadanya, barulah ia tak berani bertingkah lagi.
"Poh-cu, hamba memang berdosa, hamba...."
"Jangan banyak bicara! bentak sitinggi besar.
"Lekas bilang mengapa engkau berani menyaru seperti setan tua!"
Karena dadanya terhimpit sehingga sukar bernapas, si Mulut besi itu mencekal kaki Lu Bu-ki erat2 dan tak dapat bicara. Sitinggi besar mendengus lalu longgarkan injakannya.
"Lekas bilang kalau berani bohong otakmu tentu berhamburan keluar!"
Setelah merghela napas dan memandang sejenak ke arah luar jendeia, berkatalah ia dengan sikap ragu2.
"Poh-cu, suami isteri Iblis-penakluk-dunia berada dalam biara ini.... hamba...."
Memang pada waktu si Mulut besi berkaok-kaok minta tolong pada "Thian cun", Lu Bu -ki sudah menduga kalau kedua suami isteri durjana itu tentu berada disekitar tempat situ.
Tetapi sebagai kaum persilatan, Lu Bu-ki dan rombongannya tak menghiraukan lagi soal mati atau hidup.
Walaupun kasar dan berangasan, tetapi ternyata Lu Bu-ki cerdik juga.
Ia sadar kalau kawan-kawannya sukar lolos dari cengkeraman Iblis-penakluk-dunia.
Tetapi sebelum mati, Lu Bu-ki harus dapat menggagalkan rencana Iblis-penakluk-dunia untuk kemudian ia laporkan pada Ceng Hi totiang.
Kiranya saat itu Ceng Hi totiang sudah mengajak rombongan orang gagah tinggalkan Lembah Semi.
Sepanjang jalan, banyak tokoh yang dianjurkan pulang ketempat masingmasing.
Dengan hanya membawa beberapa puluh tokoh2 terkemuka dari partai2 persilatan, mereka menuju kegunung Gobi, Lu Bu-ki bertugas menjadi pelopor dimuka.
"Tak peduli setan belang yang berada disini, jika engkau tak mau bilang sejujurnya, tuanmu tentu segera akan...." - bentak Lu Bu-ki seraya mencengkeram bahu si Mulut-besi. bentaknya.
"Biarlah engkau rasakan dulu bagaimana rasanya ilmu Hun-kin-soh-kut itu!"
Hun-kin-soh-kut artinya Menceraikan urat nadi dan mengunci tulang. Sudah tentu si Mulut-besi kelabakan setengah mati.
"Harap Poh-cu memberi ampun. Hamba akan bilang! Ya, akan bilang...."
Sejenak menghela napas, si Mulut-besi segera berkata.
"Hamba sebenarnya menjadi tawanan orang. Semua rencana disini adalah menurut perintah Iblis-penakluk-dunia. Hamba disuruh menyaru sebagai penjaga tempat kitab pusaka peninggalan Tio Sam-hong cousu. Dan harus menipu Kongsun liong siauhiap agar mau menurunkan iimu Thian-kong-sinkang kepada kawan seperjalanannya nona Song...."
"Ngaco belo!"
Bentak Lu Bu-ki.
"apa itu iimu Thian-kongsin- kang dan Kong sun Liong!"
Kalau sitinggi besar tak percaya obrolan si Mulut-besi, memang beralasan juga.
Karena ia telah melihat bagaimana dalam barisan Pohon Bunga di Lembah Semi tempo harl, Pendekar Laknat gunakan iimu Thian-kong-sin-kang untuk melawan Jong Leng lojin dan Lam-hay sin-ni.
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ia yakin Pendekar Laknat tentulah yang mewarisi ilmu sakti itu.
Segera ia tambahi tenaga cengkeramannya pada bahu si Mulut-besi sehingga orang itu menjerit-jerit seperti kerbau hendak disembelih.
"Poh-cu, apa yang hamba katakan itu memang benar. Asal Kongsun Liong mau menurukan ilmu Thian-kong-sin-kang kepada nona Song, Iblis-penakluk-dunia segera gunakan ilmu Meneropong-langit mendengar-bumi untuk mencuri dengar. Setelah itu ia akan membunuh kedua anak muda itu dan ilmu itu akan dimiliki tunggal oleh Iblis-penakluk-dunia sendiri...."
"Makin lama engkau makin tak keruan bicaramu!"
Bentak sitinggi besar.
"jika memiliki Thian-kong-sin-kang, masakan Iblis-penakluk-dunia mampu membunuhnya? Dan mengapa ia hendak menurunkan ilmu sakti itu kepada lain orang?"
Habis berkata siberangasan itu terus hendak menyiksanya lagi. Si Mulut-besi berusaha menunjuk ke arah ruang samping, serunya.
"
Kalau tak percaya, silahkan tanya kepada kedua pemuda itu.... Dia sudah setuju hendak menurunkan iimu Thiau-kong-sin kang tetapi nona itu dapat mengetahui tipu muslihat...."
Tiba-tiba dari luar jendela meluncur sebertik sinar bintang yang langsung mengarah ketenggorokan si Mulut-besi.
Lu Buki terkejut.
Ia hendak menolong tetapi sudah tak keburu lagi.
Sebatang anak panah kecil yang amat tajam, menembus tenggorokan si Mulut-besi.
Dia menguak tertahan, tubuh meremang2 dan pada lain saat kaki tangannya pun menjulur kaku.
Nyawanya amblas.
Sekitar luka pada anak panah itu berwarna hitam.
Jelas mengandung racun ganas.
Cepat Lu Bu ki lari keluar Ternyata Siau-liong dan Song Li sudah berada di pintu.
Hampir saja si berangasan menumbuknya.
Ia berhenti dan membentak.
"Omongan si Mulut besi tadi...."
"Seluruhnya benar! Aku memang hampir saja aku terkena tipunya...."
Sambil mencekal rujung besinya, si tinggi besar berseru pula.
"Aku benar bingung mendengar semua ini! Hal ini.... hal ini.... benar-benar sukar dipercaya!"
"Tak peduli engkau percaya atau tidak, saat ini aku tiada waktu memberi penjelasan panjang lebar, hanya saja...." tiba-tiba ia tutukkan kedua jarinya kesebuah batu merah yang terhampar dilantai.
"Krek".... batu merah itu pun pecah berantakan. Mata si tinggi besar mendelik dan menjeritlah ia dengan kaget.
"Thian-kong-sin-kang! Benar-benar memang...."
Keempat pengawal dibelakangnya pun ter-longong2 seperti patung. Tiba-tiba Siau-liong gunakan ilmu Menyusup suara kepada Lu Bu-ki.
"Ketahuilah hai, saat ini kita sedang dikepung Iblispenakluk- dunia. Sekali pun aku memiliki ilmu Thian-kong-sin kang, tetapi belum lama mempelajarinya. Masih sukar menggunakannya dan lagi sedang menderita luka. Kalau Iblispenakluk- dunia berada disini, mungkin masih sukar menghadapinya. Dia tentu membawa Jong Leng lojin dan Lam-bay Sin-ni. Akibatnya suka dibayangkan bagi kita!"
Tetapi si tinggi besar tak mau berpikir panjang.
Setelah mengetahui dengan mata kepala sendiri bagaimana Siau-liong dapat menggunakan tutukan Thian-kong-sin-kang, segera ia suruh dua orang anak buahnya untuk memberi laporan pada Ceng Hi totiang.
Setelah itu ia menunjuk belakarg jendela dan pintu.
Kedua anak buah itu segera berpencaran Menyebar lari ke belakang dan muka.
Kedua orang itu adalah jago2 rimba hijau, merekapun orang2 yang terkenal dalam dunia Bu-lim.
Mereka jelas akan si tuasi saat itu.
Tetapi secepat mereka loncat keluar setitik sinar perak segera menyambarnya.
dahsyat sekali sehingga kedua orang dapat menangkis.
Lu Bu-ki dan Siau-liong terkejut mereka lihat arah datangnya senjata gelap menyambar.
Terdengar dua erang tertahan.
Ada juga yang melompat naik, seorang yang sedang melayang di udara menukik jatuh ke tanah.
Seperti keadaan sekarat, setelah me-regang2 tubuh dan serta kaki dan tangan mereka menjulur berapa saatpun lantas mati.
Jelas kedua orang ini mati disambar anak panah beracun.
Si tinggi besar meraung seperti singa kelaparan.
Tetapi ia tak dapat berbuat suatu apa kecuali hanya melihat kedua anak buahnya mati secara mengenaskan.
Tiba-tiba terdengar gelak tertawa nyaring.
Siau-liong terperanjat.
Ia tahu nada suara itu berasal dari Iblis-penaklukdunia.
Tetapi karena iblis itu menggunakan ilmu tertawa Gelombang-hawa, maka sukar ditentukan arah datangnya.
Hening lelap beberapa saat kemudian.
Diluar biara tiada terdengar suara apa2 lagi.
Tetapi keadaan itu merupakan babak permulaan dari sesuatu yang sukar dibayangkan.
Berapakah jumlah anak buah yang dibawa Iblis-penaklukdunia itu? Dan tindakan apa yang hendak mereka lakukan? Dan dengan berada dalam ruang biara itu, Siau-liong, Lu Bu-ki beserta kawan2 seperti terkurung! Song Ling menarik Siau-liong, Song Ling berkata pada dia begini saja, lambat laun tentu tersekat diri mereka Menilik durjana itu menanti saat lengah kita dan takut kepada Thian kong-sin-kang yang kau miliki, mengapa kita tidak menerobos saja!"
Sesaat Siau-liong tak dapat mengambil keputusan.
hanya ia setuju untuk mmerobos keluar.
Tetapi saat ini musuh ada dalam tempat gelap dan dirinya ditempat terang.
Oleh karena gagal mempergunakan si mulut-besi untuk mengorek ilmu Thian-kong-sin-kang, kemungkinan iblis itu tentu marah dan hendak membunuh dirinya.
Atau mungkin ia akan dijadikan palung hidup seperti Jong Leng lojin, Lam-hay Sin-ni, Randa Bu-san dan lain-lain.
Agaknya Song Ling juga memikirkan kemungkinan itu.
Ia menghela napas pelahan dan tak mau mendesak Siau-liong lagi, Ia memandang kesekeliling penjuru, menunggu apa yang akan terjadi.
Oleh karena tahu kalau memiliki Thian-kong-sin-kang.
Lu Bu-ki menaruh perindahan pada Siau-liong.
Ia berdiri tegak disamping pemuda itu sedang kedua anak buah menjaga dipintu dan di belakang dan jendela.
Tiba-tiba tampak dua sosok bayangan muncul dari pintu muka dan melangkah masuk pe-lahan2.
Sekalian orang berseru kaget melihat kedua pendatang itu.
Yang dimuka seorang wanita berpakaian merah.
Kepalanya menunduk, keadaannya mengenaskan.
Kedua tangannya diikat ke belakang.
Dan yang dibelakangnya, seoraug paderi bertubuh kecil pendek.
Memelihara jenggot kambing.
Sepasang matanya ber-kilat2 tajam penuh wibawa.
Siau-liong terkejut girang.
Paderi itu bukan lain adalah Liau Hoan sipaderi kurus dari Thian-san yang hendak dicarinya.
Sedang wanita baju merah itu adalah Poh Ceng-in, pemilik Lembah Semi.
Rupanya paderi Liau Hoan tak mengetahui bahwa biara itu sedang menjadi sarang harimau2 yang akan berkelahi.
Maka seenaknya saja ia masuk ke dalam ruang.
"Liau Hoan siansu...."
Seru Siau-liong dengan nada tergetar.
Paderi kurus itu terkejut.
Matanya ber-kilat2 mencari orang yang memanggilnya tadi.
Tetapi serentak dengan itu, tiga bintik sinar menyambar kepala dada dan kakinya.
Saat itu Poh Ceng-in hanya terpisah dua langkah dari paderi Liau Hoan.
Serangan gelap itu berasal dari samping dan dilakukan dengan cepat dan dahsyat.
Tampaknya tak mungkin Liau Hoan dapat menghindar.
Tetapi tadi karena Siau-liong berseru memanggilnya, paderi itu terkejut dan siap.
Dan memang paderi itu bukanlah sembarang paderi, melainkan seorang tokoh sakti yang termasyur dalam dunia persilatan.
Tampak tubuhnya meluncur dan secepat kilat mencengkeram Poh Ceng-in.
Aduh....
terdengar wanita itu menjerit lalu jatuh tertelentang.
Liau hoan bergerak luar biasa cepatnya.
Ia melesat ke belakang Poh Ceng-in untuk menghindari serangan gelap.
Tetapi karena dicengkeram Poh Ceng-in rubuh ke belakang dan tepat menyongsong serangan senjata gelap itu.
Ia menjerit dan rubuh seketika.
Kejut Siau-liong bukan alang kepalang....
Menyiak Song Ling, cepat ia enjot kakinya melayang ketengah ruang.
Sambil masih mencengkeram Poh Ceng-in yang me-rintih2 kesakitan itu, Liau Hoan membentak.
"Hm, akhirnya dapat juga kucarimu...."
Siau-liong tak sempat menjawab.
Cepat ia merebut Poh Ceng-in dari tangan paderi itu lalu membawanya lari keruang besar.
Liau Hoan pun segera mengikuti.
Song Ling, Lu Bu-ki dan kedua anak buahnya terkejut melihat kejadian itu.
Apakah hubungan wanita baju merah itu dengan Siau-liong sehingga pemuda itu begitu ngotot sekali untuk menolongnya? Lu Bu-ki kenal pada Liau Hoan, segera ia memberi hormat dan menegur.
Tetapi diluar dugaan paderi itu tak mengacuhkan.
Hanya sejenak memandangnya dingin lalu menghampiri Siau-liong.
Siau-liong tampak bergegas memeriksa luka Poh Ceng-in.
Kaki kiri wanita itu terkena sebatang passer tajam.
Sekitar dagingnya sudah berwarna merah gelap.
Cepat Siau-liong menutuk jalan darah dikaki wanita itu untuk menghentikan perdarahan.
Lalu mencabut anak panah itu.
Karena senjata rahasia itu mengenai kaki kiri dan bukan bagian yang berbahaya, maka Poh Ceng-in tak cepat2 mati seperti Ong si Mulut-besi.
Dan setelah ditutuk jalan darahnya, peredaran racunnya pun tak sampai mengalir ke jantung sehingga wanita itu pun sadar pikirannya.
Karena ujung anak panah itu agak membengkok, pada saat dicabut Siau-liong, sakitnya bukan main sehingga Po Ceng-in menjerit ngeri dan pingsan.
Siau-liong tak mempedulikan kesakitan atau tidak.
Ia mencabut belati dan segera mengupas daging yang sudah memerah gelap itu.
Poh Ceng-in benar-benar setengah mati sekali.
Ber-ulang2 kali ia sadar dan siuman.
Sambil menutup muka, Song Ling bertanya.
"Siapakah wanita ini?"
Siau-liong sedang sibuk mengoperasi luka Poh Ceng-in. Tampaknya ia gelisah sekali sehingga tak mengacuhkan pertanyaan Song Ling.
"
Hai, apakah engkau tuli!"
Karena tak dipedulikan, Song Ling membentaknya. Siau-liong kicupkan mata, menyahut segan.
"Kalau hendak bertanya nanti sajalah...." ia terus merobek bajunya dan membalut luka Poh Ceng-in. Song Ling marah sekali, tubuhnya menggigil.
"Tidak, harus menerangkan dulu!"
Dara itu terus mencengkeram tangan kanan Siau-liong. Sudah tentu Siau-liong terkejut dan hentikan pertolongannya pada Poh Ceng-in.
"Ah, hal itu tak dapat kuterangkan dalam waktu singkat. Tetapi kalau dia sampai mati, aku pun takkan hidup juga!"
Si dara memandangnya sejenak. Tiba-tiba ia lepaskan cengkeramannya dan mundur dua langkah lalu tertawa keras.
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ah, kiranya engkau seorang yang tak kenal budi! Sayang taciku Mawar buta matanya. Termasuk kami ibu dan anak! "
Ia terus berputar tubuh menghadap dinding dan menangis gerung2. Siau-liong menghela napas. Setelah membalut luka Poh Ceng-in ia lalu menghampiri Sang Ling dan menepuk bahunya pelahan-lahan.
"Nona Song, aku mempunyai rahasia yang sukar kukatakan, wanita itu...."
Song Ling meronta dan menjerit kalap.
"Tak perlu omong! Aku sudah tahu semua!"
Siau-liong banting2 kaki dan menghela napas lalu kembali ke tempat Poh Ceng-in. Wajah Poh Ceng-in berwarna gelap, napas terengah-engah tetapi sudah sadar. Begitu membuka mata dan memandang Sian-liong, ia segera berseru.
"Siau-liong! Siau...."
Siau-liong deliki mata dan membentaknya.
"Perempuan siluman, engkau telah menyiksa diriku...."
Poh Ceng-in tertawa rawan.
"Kalau aku menyiksa dirimu, mengapa engkau menolong aku?"
Siau-liong kerutkan geraham. Ia marah sekali tetapi tak dapat berbuat apa-apa. Wanita itu masih kesakitan. Butir2 keringat mengucur deras dari kepalanya. Tetapi ia masih kuatkan diri tertawa mengekeh.
"Sudah tentu bukan karena menolong aku tetapi.... karena hendak menolong dirimu sendiri...."
Berhenti sejenak, wanita itu berkata pula.
"Tetapi sekarang percuma saja engkau hendak bilang apa2. Sekalipun dapat menolong aku tatapi engkau tetap tak mampu menolong dirimu. Anak panah itu khusus dibuat ayahku. Siapa kena tentu mati. Paling lama hanya kuat bertahan sampai satu jam!"
"Perempuan siluman, aku akan meminum darahmu!"
Teriak Siau-ling kalap. Poh Ceng-in tertawa keras.
"Huh, sudah terlambat! Darahku sudah tercampur racun yang ganas. Kalau tak minum darahku, engkau masih dapat hidup sampai tiga hari. Tetapi jika minum, paling lama engkau hanya kuat hidup 2 jam saja!"
Tiba-tiba Siau-liong ayunkan tangannya menghantam muka wanita itu.
"Plak", seketika separoh wajah wanita itu membegap besar. Darah mengucur deras.... Tetapi Poh Ceng-in makin kalap. Ta tertawa sekeraskerasnya. Saat itu Song Ling sudah berhenti menangis dan memandang tercengang peristiwa itu. Ia benar-benar heran terhadap pemuda itu. Bukankah tadi begitu tekun menolong, mengapa sekarang menghantamnya begitu rupa? Juga Lu Bu-ki bingung. Ia dapat menduga kalau Poh Cengin itu puteri dari kedua suami isteri Iblis penakluk-dunia. Tetapi ia heran mengapa Siau liong mau menolongnya tetapi tiba-tiba hendak membunuhnya? Kalau Song Ling dan Lu Bu-ki tercengang-cengang adalah Liau Hoan diam saja. Ia tak mau mengurus Siau-liong yang sedang marah kepada wanita pemilik Lembah Semi itu. Tiba-tiba kedua pengawal Lu Bu-ki berteriak.
"Poh-cu, diluar ada orang datang!"
Sekalian orang terkejut.
Karena terpikat perhatiannya kepada Siau-liong, mereka sampai tak memperhatikan keadaan di luar biara.
Ketika memandang keluar, tampak seorang wanita berambut setengah putih, melangkah pelahan-lahan ke dalam ruang.
Begitu tiba di dalam.
ia memandang kian ke mari dan akhirnya menatap Poh Ceng-in dan Siau-liong.
Ia segera menghampiri.
Lu Bu-ki cepat menghadangkan ruyungnya, Bmembentak.
"Siapa engkau? Mengapa berani mati!"
Wanita berambut kelabu itu balikkan kelopak matanya dan tertawa.
"Aku adalah orang Lembah Semi. Aku tak butuh berkelahi dengan kalian!"
Menyiak ruyung si tinggi besar, ia terus maju menghampiri Poh Ceng-in Kemudian ia berjongkok dihadapan Poh Ceng-in.
"Apakah nona menderita siksaan?"
Tiba-tiba Poh Ceng-in membentaknya.
"Jangan mempedulikan aku! Lekas enyah dari sini...."
Napasnya terengah2.
"Pulang kasih tahu pada ayah dan ibuku. Aku mati terkena anak panah beracun buatan mereka. Matipun ikhlas dan tak mendendam kepada siapapun juga!"
Katanya lebih lanjut. Wanita berambut kelabu itu menghela napas.
"Ayah bunda nona, amat cemas sekali. Siang dan malam memikirkan diri nona. Sekarang su-heng nona Soh-beng Ki-su dijebloskan dalam gua Im-hong-tong dan akan dicincang...."
Poh Ceng-in tertawa dingin.
"Ah, soal ini tiada sangkut pautnya dengan suheng. Tak usah menghukum orang yang tak bersalah!"
Wanita berambut kelabu itu mengeluarkan sebuah botol warna putih perak.
"Hamba mendapat perintah dari Thiancun untuk mengantarkan obat ini kepada nona!"
Katanya lalu memandang Siau-liong dan membentak.
"Obat ini khusus untuk menyembuhkan anak panah racun Ngo-tok-bi-hun (lima racun pencabut nyawa). Lekas minumkan kepadanya!"
Betapa geram Siau-liong saat itu, tetapi ia terpaksa melakukan juga.
Tetapi se-konyong2 Poh Ceng-in menendang botol obat itu.
Untunglah karena kedua tangannya terikat, ia tak dapat bergerak leluasa.
Dan Siau-liong pun sudah dapat menyambuti botol itu.
"Tolol! Apakah engkau tak tahu kalau aku dan dia sudah sama2 minum racun Jongtok?"
Poh Ceng-in mendamprat keras wanita itu. Wanita berambut kelabu tertegun, serunya.
"Kalau begitu, dia tentu takkan mencelakaimu."
"Gila! Dia sudah tahu caranya melunturkan racun Jong-tok. Asal racun dalam tubuhku sudah bersih, dia tentu membunuhku!"
Poh Ceng-in melengking makin marah. Wanita berambut kelabu tertawa.
"Tak apa,"
Katanya.
"Thian-cun pesan agar nona jangan kuatir apa apa!"
Wanita itu berpaling menatap Siau-liong.... ---ooo0dw0ooo---
Jilid 13 Ibu dan Anak "
Seorang nona Pik dan seorang nona Tiau,"
Kata wanita itu.
"saat ini ditawan oleh Thian-cun, mencelakai nona Poh.
"
Habis berkata ia terus berdiri. Dengan memandang kesegenap hadirin, wanita itupun hendak melangkah pergi.
"Berhenti!"
Bentak Siau-liong. Wanita berambut kelabu itupun berhenti dan berpaling, serunya.
"Apakah Kongsun siau-hiap hendak memberi pesan lagi?"
"Ya,"
Sahut Siau-liong.
"kasih tahu pada kedua suami isteri Iblis-penakluk-dunia. Kuberi waktu sampai matahari silam supaya kedua nona Pik dan Tiau itu, Randa Busan serta It Hang to-tiang dan tokoh2 yang ditawan itu dibebaskan semua...."
Wanita rambut kelabu itu tetawa hambar.
"Maksud Kongsun siauhiap hendak mengadakan tukar menukar antara nona Poh dengan para tawanan itu?"
"Anggaplah begitu!"
Sahut Siau-liong.
"kalau tidak, jangan sesalkan aku bertindak ganas. Akan kuhukum mati secara pelahan-lahan puteri kesayangannya mereka itu!"
"Kalau Kongsun siauhiap suka menukarkan nona Poh kami dengan kedua nona Pik dan Tiau, mungkin akan diluluskan Tetapi kalau Randa Bu-san, It Hang totiang dan beberapa tokoh itu, mereka telah menyatakan sendiri hendak mengabdi kepada thian-cun kami. Oleh karena mereka mengindahkan sekali akan kewibawaan dan kesaktian thian-cun (Iblispenakluk- dunia dan Dewi Neraka). Walaupun thian-cun hendak membebaskan, mungkin mereka sendiri yang tak mau...."
"Ngaco!"
Bentak Song Ling.
"manusia apakah Iblispenakluk- dunia dan isterinya itu? Ibu tak mungkin...."
Karena marah dan kalap, dara itu sampai tak dapat melanjutkan kata-katanya. Wanita berambut kelabu hanya tertawa dingin.
"Baiklah! Akan kusampaikan pesanmu itu. Tetapi bagaimana keputusan thian cun, aku tak berani mendahului...."
Ia berhenti dan memandang Siau-Liong, serunya;
"Harap Kongsun siauhiap lekas minumkan obat itu kepada nona Poh. Jika nona kami sampai terjadi apa2, bukan melainkan seluruh tawanan itu akan diludaskan pun kalian tentu tak ada seorangpun yang akan diberi hidup!"
Habis berkata, wanita berambut kelabu itu mendengus seraya ayunkan langkah ke luar.
Setelah wanita itu lenyap, sekalian orang masih terlongong tak dapat bicara.
Si tinggi besar Lu Bu-ki mondir mandir dimuka meja sembahyang.
Hawa amarah dalam perutnya serasa mau meledak.
Paderi Liau Hoan mengucap doa keagamaan.
Dengan wajah tenang ia duduk di sudut ruangan seraya memandang lekat2 pada Siau-liong.
Saat itu Siau-liong mencekal botol kecil berisi obat.
Sesaat kemudian ia menghela napas panjang lalu membuka sumbat botol.
Isinya hanya setengah botol bubuk putih.
Karena tak ada air dan mangkuk, sesaat ia termangu-mangu.
Napas Poh Ceng-in makin memburu.
Alisnya memancar warna hijau gelap.
Menandakan bahwa racun sudah mulai bekerja, menjalari seluruh tubuhnya.
Walaupun tiada tenaga untuk memandang Siau-liong, namun kesadaran pikirannya masih baik, serunya.
"Aku tak mau minum obat itu.... aku lebih suka mati...."
"Benar,"
Geram Siu-liong.
"engkau minta mati tetapi aku ingin hidup."
Ia terus menampar kaki wanita itu.
Walaupun hanya pelahan tetapi karena racun sudah menjalar keseluruh tubuhnya, tamparan itu membuat Poh Ceng-in pinsang seketika.
Sesungguhnya Siu-liong bukanlah seorang pemuda yang kejam.
Tetapi ia sudah terlanjur benci setengah mati kepada Poh Ceng-in.
Kalau dapat ingin ia mencincang wanita itu dan memakan hatinya atau minum darahnya.
Golok Yanci Pedang Pelangi Karya Gu Long Pedang Pusaka Dewi Kahyangan Karya Khu Lung Perguruan Sejati -- Khu Lung