Pisau Kekasih 3
Pisau Kekasih Karya Gu Long Bagian 3
a.
"Nona, apakah ranjangku juga tidak akan kau lewatkan?"
Saat seperti ini, dia tidak akan segan mengganggapnya sebagai Lim Leng-ji.
"Terserah apa pendapatmu, pokoknya malam ini aku mau tidur di sini."
"Tanpa tedeng aling-aling, kau tiba-tiba memarahi orang lalu kabur begitu saja!"
"Wie Kai, aku tahu kau pergi ke rumah keluarga Lim."
"Ternyata kau tahu banyak juga."
"Aku kan hanya mengkhawatirkanmu!"
"Terima kasih banyak! Nah, sekarang silahkan keluar!"
"Pulang-pulang langsung mengusir tamu!"
"Bukankah kau mengkhawatirkan aku? Aku sudah semalaman tidak tidur dan sekarang aku hendak tidur dengan tenang."
"Kau sedikit pun tidak khawatir padaku."
"Ada orang tua yang menjagamu, untuk apa kita repot- repot memikirkan dirimu?"
"Tetapi kau jelas-jelas tahu kalau mereka hendak membunuhku."
"Bukankah sudah ada Sang Sin yang menjagamu?"
"Bagaimana kau bisa tahu?"
"Apakah segala sesuatu yang aku ketahui harus kulaporkan padamu?"
"Apa lagi yang kau ketahui?"
Wie Kai tertawa lalu berkata.
"Kau membuat Sang Sin pusing tujuh keliling. Apa kau tidak tahu ada pepatah mengatakan Ban-jin-sang-ti, Ban-bu- sang-ci?" (Mempermainkan orang kehilangan akhlak, mempermainkan binatang/benda kehilangan cita-cita). Liauw Swat-keng terdiam seribu bahasa. Tidak lama kemudian, Liauw Swat-keng berkata dengan wajahnya yang menjadi merah.
"Apa lagi yang kau ketahui?"
"Seorang pendekar yang gagah seperti naga dan lincah seperti harimau, sekarang malah seperti kerbau yang dicocok hidungnya, menjadi orang yang lemah dan tidak berguna!"
Kata Wie Kai. Wajah Liauw Swat-keng semakin memerah. Walaupun dia berkelit tetapi sudah jelas dia bersikap tidak jauh berbeda dengan seorang wanita penghibur. Dia mendelik padanya.
"Siau-kai brengsek! Siau-kai sialan! Kau seenak-nya saja mengusik rahasia pribadi orang lain lalu kau ingin aku meminta maaf."
"Aku hanya mengambil kesempatan saja, bagitu melihat si bodoh kau rajai seperti itu, malahan berpikir kalau dia mungkin kelewat gugup."
"Ah, sudahlah! Siau-kai kita minum arak saja!"
"Nyonya, aku mana berani minum arakmu?"
"Kenapa, memangnya beracun?"
"Racun sih pastinya tidak ada, tapi takutnya sudah dibubuhi obat entah apa dan nanti membuatku sama seperti Sang Sin."
"Siau-kai brengsek! Siau-kai sialan! Bagaimana mungkin aku berbuat seperti itu padamu?"
"Kenapa tidak mungkin?"
"Tidak akan, aku kan......"
Baru setengah bicara, mukanya sudah merah padam.
"Tapi aku percaya sebaliknya. Silahkan keluar! Aku mau istirahat!"
"Aku tidak bisa pergi."
"Mengapa?"
"Apa kau tidak lihat di luar sana ada orang yang mengawasi?"
Wie Kai tertawa lalu berkata.
"Itulah Sang Sin. Kau pernah berjanji padanya begitu kemampuannya kembali pulih, kau akan membiarkan dia memuaskan keinginannya. Tetapi jika tidak bisa lepas dari pengaruhmu, bagaimana dia bisa pulih?"
Liauw Swat-keng bagaikan disiram air dingin. Lalu berteriak.
"Siau-kai sialan! Kau tahu segala hal."
Wie Kai berkata lagi.
"Karena itu dia rela mati demi kau. Kemana pun kau pergi dia akan mengikutimu, benar-benar bagaikan buah delima di bawah rok." (sama halnya diperbudak). Liauw Swat-keng menghela nafasnya, berkata.
"Siau-kai, kau sendiri tahu walaupun dia setia padaku, jika ayah dan ibuku ingin membunuhnya, dia juga tidak mungkin bisa lolos."
"Memang."
"Jika dia mati dan aku ditangkap oleh mereka, kau pasti tahu apa yang bakal terjadi nanti."
Wie Kai tidak mengeluarkan suara sedikitpun.
"Kenapa diam saja? Bukankah kau yang menyuruhku jangan pulang? Bukankah kau yang mengatakan sang majikan menyuruh ayah dan ibuku untuk membunuhku?"
"Apa yang hendak kau lakukan?"
Kata Wie Kai.
"Ikut denganmu jauh lebih aman daripada ikut dengan Sang Sin."
Wie Kai duduk di sisi lain ranjang dan berkata.
"Jika kukatakan bahwa kau adalah anak dari Lim Put- hoan, apa kau percaya?"
"Percaya."
"Kalau begitu mengapa sewaktu di tempat Lim Leng-ji kau malah menyulitkan aku?"
Dia hanya meremas-remas tangannya tapi tidak menjawab.
"Jika kau tidak memberitahukan alasannya, maka aku tidak akan menerimamu di sini."
Liauw Swat-keng terlihat masih ragu-ragu.
"Ai ya, walaupun tidak kukatakan seharusnya kau juga sudah tahu."
"Aku tahu apa?"
"Aku kan hanya takut kau terpikat dengan Lim Leng-ji, karena itu sengaja kurusak namamu."
Wie Kai diam terpaku, dia benar-benar terkejut.
"Siau-kai, apa kau masih marah padaku?"
Wie kai tidak bisa berkata-kata.
Walaupun wajahnya sangat mirip dengan Lim Leng-ji, tetapi tetap saja dia bukan Lim Leng-ji.
Di hatinya hanya ada satu, Lim Leng-ji, tidak boleh ada yang kedua, terlebih lagi tidak mungkin ada yang kedua.
Tetapi gadis ini masih bisa dimanfaatkan.
Tentu saja memanfaatkan seorang gadis sama sekali tidak dibenarkan, tetapi Wie Kai merasa apa yang akan dikerjakan oleh gadis ini ada hubungannya dengan urusan keluarga Lim.
Lagi pula sebagai keturunan keluarga Lim, mungkin dia sudah seharus-nya berbuat sesuatu demi suami istri Lim Put-hoan.
"Siau-kai, sebelum aku pergi kau tidak boleh tidur."
Tiba-tiba dari luar jendela terdengar suara orang yang berbicara dengan suara kecil.
"Cian-thauw-siau-kai, Liauw Swat-keng adalah milikku, kau tidak boleh menyentuhnya!"
"Sang Sin, memangnya kau anggap apa aku ini?"
Kata Wie Kai "Sang Sin!"
"Ada apa Swat-keng?"
"Jika aku mengatakan suatu rahasia kepadamu, kau bakal percaya tidak?"
Kata Wie Kai.
"Percaya!"
"Bersediakah kau membantu keluarga Lim?"
"Tentu saja bersedia."
"Kalau begitu segeralah kau ikut pulang dengan Sang Sin, nanti katakan bahwa kau pulang atas keinginan sendiri, suami istri Liauw In pasti akan mengampunimu, lalu mencari tahu tentang rahasia kalian."
"Tidak, aku tidak mau pulang."
"Mengapa? Apakah kau tidak mau berkorban demi kedua orang tuamu?"
"Kau hanya ingin menghindar dari diriku saja."
"Jika aku hendak menghindar darimu bukanlah perkara yang sulit, sebenarnya kau mau atau tidak?"
"Jika aku dibunuh bagaimana?"
"Tidak akan, majikan itu memberikan waktu setengah bulan. Jika kau kembali sekarang itu belum lewat waktu setengah bulan, tetapi lebih cepat lebih baik."
Liauw Swat-keng mengejap-ngejapkan matanya dan berkata.
"Kapan aku bisa bertemu denganmu lagi?"
"Kau dengarkan aku, lain kali kau tidak boleh mencuri dengar saat aku berbicara dengan temanku, jika tidak hubungan kita langsung putus!"
"Swat-keng, lain kali tidak akan."
"Pergilah!"
"Baik!"
"Tidak akan terlalu lama."
Wie Kai berkata.
"Kasus Lim Hujin sepertinya bisa selesai dalam waktu setengah tahun ini, setelah itu kita bisa bertemu lagi."
"Kau sungguh-sungguh merasa kalau aku tidak akan dibunuh oleh sang majikan itu?"
"Tidak akan."
"Bagaimana kau tahu?"
"Firasatku mengatakan demikian. Pertama, orang tuamu pasti akan membelamu dan Sang Sin akan melindungimu sekuat tenaga bahkan akan bertaruh nyawa bagimu."
"Bukankah kau pernah berkata bahwa Liauw In dan Cia Peng bukan orang tuaku yang sebenarnya?"
"Benar, tetapi mereka lah yang telah membesarkanmu, layaknya menanam pohon buah-buahan."
"Menanam pohon buah-buahan?"
"Kau memang layaknya bibit buah-buahan yang telah mereka pelihara hingga besar sampai meng-hasilkan buah, bagaimana mungkin mereka mem-buangmu begitu saja?"
"Kalau tidak dibuang lalu bagaimana? Tidak mungkin dibiarkan begitu saja ada dua orang gadis pada saat yang sama mengambil haknya atas harta keluarga Lim?"
"Ada lima orang pun tidak jadi masalah, hanya saja sang majikan itu tidak menghendaki begitu banyak."
"Dia hanya mau satu?"
"Benar."
"Siau-kai, aku memutuskan untuk mengikutimu"
"Tetapi kau harus ingat, pulang nanti kau harus tutup mulut, mereka tidak boleh tahu kalau kau dan Sang Sin sudah tahu tentang hal ini. Satu hal lagi, setiap tanggal 1 & 15 tiap bulannya pada tengah malam, aku akan menunggumu dijalan belakang rumahmu."
"Aku mengerti, aku juga akan menyuruh Sang Sin untuk berha ti-hati."
Di malam yang hujan dan berangin.
Dua orang teman baik berpapasan, benar-benar bagaikan angin hujan yang menyulitkan mendatangkan kesengsaraan bagi orang.
Yang seorang adalah Sang Sin dan yang seorang lagi adalah Hong Kie.
Hanya saja, sepasang teman ini bertemu untuk berpamitan, bukan untuk menyambut kedatangan.
Hong Kie berkata.
"Apakah kau memang harus kembali?"
"Jelas-jelas kau tahu aku tidak bisa tidak harus kembali,"
Kata Sang Sin Hong Kie berbisik "Apakah atasanmu tahu tentang hubungan kita berdua?"
"Sepertinya tidak tahu."
"Bahwa kita berasal dari satu perguruan yang sama, jangan sampai Liauw Swat-keng mengetahui-nya."
"Jika suatu hari nanti dia telah menjadi istriku pun tetap tidak boleh tahu?"
"Tidak boleh."
"Tidak boleh? Apakah tidak boleh mengatakan padanya atau dia tidak boleh menjadi istriku?"
Kata Hong Kie.
"Suheng, untuk apa kau berbuat sejauh ini?"
Pisau Kekasih Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sang Sin menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Sute, kau tidak tahu, aku tidak bisa hidup tanpa dirinya dan lagi kedua orang tuanya telah ber-janji padaku."
Hong Kie mengangkat kedua tangannya. Sang Sin berkata lagi.
"Kau selalu lebih pintar dariku dalam segala hal, apa kau punya pandangan sendiri tentang hal ini?"
Hong Kie bertanya tanpa tedeng aling-aling.
"Suheng, siapa sebenarnya suami istri Liauw In?"
"Dulu mereka berdua adalah pembunuh."
"Pembunuh adalah bentuk suatu pekerjaan juga, tetapi justru banyak orang yang memalsukan jati diri mereka."
"Maksudmu mereka berdua memalsukan jati diri mereka sebenarnya?"
"Tentu saja,"
Hong Kie berkata lagi.
"Bertahun-tahun yang lalu Liauw In adalah salah satu kekasih simpanan dari Lim Hujin, Cia Peng adalah seorang bidan yang tidak berperasaan. Kau masih percaya pada orang seperti mereka?"
"Mereka memperlakukanku dengan baik."
"Tentu saja mereka baik padamu sebab mereka ingin memanfaatkanmu."
"Jadi mereka berbohong saat mengatakan akan memberikan Swat-keng padaku?"
"Jika mereka benar ingin memberikan Swat-keng padamu, mengapa waktu Lim Hujin melahirkan anak kembar mereka hanya membawa satu dan meninggalkan yang satu lagi?"
Ini adalah kenyataan yang sangat mudah. Setiap orang pasti akan lansung bisa dengan mudah menebaknya. Sekarang mata Sang Sin baru terbuka. Dia berkata lagi dengan suara pelan.
"Lalu tentang masalah Swat-keng yang suka padaku, bagaimana menurutmu?"
Hong Kie menggeleng-gelengkan kepala.
"Suheng, apakah kau pikir dia itu benar-benar ingin menikah denganmu?"
Sang Sin langsung pucat pasi. Sang Sin sepertinya naik darah, karena itu Hong Kie menepuk-nepuk punggung belakangnya.
"Mau apa?"
"Suheng, suatu saat nanti kau pun pasti akan beristri dan beranak bukan?"
"Memangnya aku ini keturunan keledai, bodoh seumur hidup?"
"Bagus, jika kau juga mempunyai seorang putri sama seperti Liauw Swat-keng, apakah kau juga akan membiarkan menikah dengan orang seperti kita ini?"
Sang Sin sudah tahu sejak dulu bahwa dia bukanlah seorang pria idaman para wani ta.
"Suheng, bagaimana kalau begini saja. Jika kau adalah Liauw Swat-keng, apakah kau akan mau menikah dengan orang seperti kita ini?"
Lagi-lagi raut wajah Sang Sin berubah lagi dari1 kehijauan menjadi kemerahan, lalu berkata dengan marah.
"Dia tidak seharusnya mau dengan ku!"
Hong Kie berkata.
"Suheng, sebagai seorang perempuan, yang menjadi musuh utama mereka adalah laki-laki."
"Laki-laki?"
"Benar! Walaupun mereka setiap saat selalu mencari laki-laki yang sesuai dengan keinginan mereka, justru selalu saja merasa tidak ada yang cocok, selalu saja melukai laki- laki pilihan mereka."
"Ng!"
"Tapi laki-laki justru berbeda dengan perempuan, jika seorang laki-laki selesai bermain dengan seorang perempuan, laki-laki tetap saja laki-laki, sedikit pun tidak berubah. Sama seperti sebuah bola, dipukul bagaimana pun tetap saja bola, tetap saja bundar."
Sang Sin mendelikkah matanya memandangi Hong Kie.
Selama ini dia tidak pernah merasa kalau Hong Kie tahu lebih banyak dari dirinya.
Bahkan selama ini dia selalu merasa Hong Kie adalah orang yang tidak punya prinsip sama sekali.
Tetapi sekarang jika dilihat, kemungkinan Hong Kie lebih mengerti banyak hal dibandingkan dirinya.
Hong Kie lagi-lagi berkata.
"Perempuan jelas berbeda, sekali dia telah berhubungan badan dengan seorang laki-laki, parasnya mulai berubah,.garis pinggangnya berubah menjadi lebar, perutnya juga jadi membesar, semuanya pasti berubah."
"Hong Kie, kau kedengarannya seperti bersimpati pada Swat-keng,"
Kata Sang Sin.
"Pokoknya jika kau mempertimbangkan kepen-tingan orang lain tentu saja harus mengandaikan diri sendiri seperti orang itu."
"Tetapi dia tidak mungkin menggunakan tipuan, ini karena aku terlalu kaget. Malah sempat terpikir bakal jadi orang cacat seumur hidup."
"Suheng, jika seorang laki-laki sudah berjodoh dengan seorang perempuan, tidak ada alasan tidak bisa melakukannya. Kadang kala demi melindungi kesucian nya, seorang perempuan memang menggunakan ramuan tertentu dan hal itu bisa dimaafkan."
Sang Sin agak sedikit tidak tenang. Hong Kie mengepalkan tangannya.
"Suheng, semoga kau selamat di perjalanan."
"Aku benar-benar tidak terima,"
Kata Sang Sin. Hong Kie menepuk-nepuk punggung belakang Sang Sin sambil berkata.
"Suheng, semua orang belajar dari pengalaman, itu lah alasannya mengapa Sute memilih perempuan seperti Hong Ku."
Sang Sin terdiam seribu bahasa.
Loo Cong mengundang Wie Kai untuk minum arak.
, Pemuda yang gagah berani memang berbeda.
Arak yang mereka minum adalah arak Ning-nei-beng.
Hidangan yang mereka makan adalah hidang-an yang paling ternama di restoran terkenal di kota Koh.
Loo Cong pernah berkata bahwa makan ber-sama dengan seorang teman baik itu tidak boleh setengah- setengah.
"Bangunan kecil semalaman mendengar hujan musim semi."
Kata Wie Kai.
"Terowongan dalam dinasti Beng menjual bunga apricot."
Keduanya tertawa seketika.
Ini adalah sajak gabungan yang mereka buat ketika masih kecil.
Bangunan kecil semalaman mendengar hujan musim semi ini menunjuk kepada Loo Cong.
Terowongan dalam Dinasti Beng menjual bunga apricot ini menunjuk kepada Wie kai.
"Loo Cong, mengapa malam itu kau pergi lebih dulu?"
"Tidak ada apa-apa, hanya ada urusan sedikit."
"Tidak, kau sedang mengelak."
Loo Cong mengeluh.
"Mungkin hanya karena bagian peran menjadi pengantin laki-laki sewaktu kecil jumlahnya terlalu banyak."
"Lalu sekarang mau menuntut ganti rugi?"
Loo Cong terdiam seribu bahasa.
"Apakah kau tidak bisa melihat kalau Leng-ji sangat memandang rendah diriku?"
Kata Wie Kai.
"Ini semua kan karena ulah nona itu."
"Walaupun memang nona itu yang pertama berulah, menurut bagian dari ingatanku, Leng-ji juga sangat marah."
Loo Cong melambaikan tangannya berkata.
"Jangan ingat terlalu banyak!"
"Pada dasarnya aku memang tidak bisa meng-ingat banyak."
"Jika kau memang ada waktu luang, mengapa tidak mencari Leng-ji untuk berbincang-bincang?"
Wie Kai tertawa lalu berkata.
"Rasa-rasanya Leng-ji sudah banyak berubah."
"Tidak sama?"
Loo Cong sangat perhatian terhadap ekspresi Wie Kai.
"Ada sedikit, mungkin aku yang terlalu banyak berkhayal."
"Menurutmu di bagian mana dari dirinya yang berbeda?"
"Tidak kah kau perhatikan ada kalanya ingatan Leng-ji juga tidak begitu baik?"
"Kalau itu aku tidak begitu memperhatikan."
"Perempuan.......Perempuan.
"
"Benar, perempuan selalu tidak sepaham dengan laki- laki."
"Loo Cong, kau sudah boleh berkeluarga."
"Aku?"
"Tentu saja kau. Umur, kemapanan, semuanya sudah mantap, tentu saja harus berkeluarga."
"Dengan siapa?"
Wie Kai tertawa senang sambil berkata.
"Loo Cong, memangnya kau tidak suka pada Leng-ji?"
"Bagaimana mungkin aku tidak suka?"
"Kalau begitu tunggu apa lagi?"
Kata Wie Kai Loo Cong tertawa pahit sambil berkata.
"Apakah kau tidak dapat melihat? Perasaannya sampai sekarang belum berubah hanya ditujukan untuk satu orang."
"Belum berubah?"
Wie Kai menggelengkan kepalanya lalu berkata.
"Kau jangan membohongiku."
"Aku pernah bohong padamu?"
"Memang belum pernah."
Wie Kai berkata lagi.
"Tetapi kau bilang perasaannya hanya ditujukan untuk seseorang, siapa orangnya?"
"Kau."
"Loo Cong, kali ini kau salah."
"Ada kalanya aku memang ingin hal ini tidak benar."
"Kali ini kau berkata bohong, Leng-ji sangat memandang rendah padaku sedangkan padamu dia sangat kagum, bahkan anak umur 3 tahun pun bisa melihatnya."
"Salah!"
Loo Cong berkata lagi.
"Dia hanya menunjukkan sikap hormat padaku."
"Hanya sikap hormat? Tidak ada yang lain?"
"Tidak ada, sedikit pun tidak ada."
"Kau pikir aku akan percaya?' "Kalau kau tidak percaya, aku bisa apa?"
"Kalau begitu siapa sebenarnya yang dia sukai?"
"Kau."
Wie Kai tertawa terbahak-bahak. Wie Kai sangat menghormati Loo Cong, malahan mungkin lebih dari Lim Leng-ji. Apa pun bisa mengalah. Hanya untuk urusan perempuan saja yang tidak mengalah. Loo Cong menunggu sampai tertawanya habis, lalu berkata.
"Kau tentu saja boleh tidak percaya."
"Bukan 'boleh tidak percaya', aku justru sama sekali tidak percaya,"
Kata Wie Kai.
"Lalu bagaimana caranya agar kau bisa percaya?"
"Bukankah ini hal yang mudah?"
Kata Wie Kai.
Pisau Kekasih Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Hal yang mudah justru hal yang tidak terpikirkan oleh manusia."
Kata Loo Cong.
"Memang benar."
Loo Cong berkata.
"Apa kau bisa memberitahukan kepadaku?"
Wie Kai berkata.
"Bukankah tingkat kegalakan dan ekspresi nyata Lim Leng-ji adalah bukti yang terbaik?"
Loo Cong tertawa sambil mendesah, berkata.
"Kau tidak bisa membedakan dengan jelas antara benci dan suka."
"Aku?"
"Apakah kau pikir hormat sama dengan cinta?"
"Paling tidak tutur bahasa yang dingin tidak mencerminkan perasaan cinta."
Loo Cong berkata dengan suara yang keras.
"Jika kau tidak selalu membuatnya cemas dan gelisah, bukankah lama kelamaan perasaannya akan terlukakarenamu?"
"Kata-katamu menurut Budha ada benarnya juga."
"Padahal kau tidak percaya pada Budha sedikit pun."
Wie Kai menggelengkan kepalanya sambil tertawa. Loo Cong menghabiskan araknya dengan sekali teguk. Lalu dia berkata.
"Aku ingin agar kau mengerti."
"Kau ingin aku mengerti apa?"
"Leng-ji jatuh cinta padamu."
Wie Kai lagi-lagi tertawa terbahak-bahak.
"Coba kau hitung, di tubuhku ini ada berapa banyak sayap?"
"Bicaramu jangan berputar-putar."
"Aku?"
"Kau tidak sepolos itu, paling tidak terhadap teman lama sepertiku, kau tidak cukup setia."
Wie Kai menepuk-nepuk dahinya sambil menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi di belakang nya, lalu berkata.
"Ai ya! Tuhanku, aku ternyata sudah menjadi orang yang tidak setia."
"Apa kau masih ingat kejadian malam itu?"
"Malam yang mana?"
"Malam di mana kau pergi duluan."
Wie Kai melamun sejenak lalu berkata.
"Memangnya kenapa?"
"Justru aku yang mau bertanya begitu!"
"Tidak kenapa-kenapa!"
Kata Wie Kai. Loo Cong menyipitkan matanya menatap Wie Kai sambil berkata.
"Sesudah kau minum arak, apa ada sesuatu yang terjadi?"
Wie Kai lagi-lagi melamun sejenak.
"Ada tidak? Kau tidak akan berbohong padaku kan?"
"Apa maksudmu waktu dia menarik kursinya mendekatiku itu?"
Kata Wie Kai.
"Ada hal seperti itu?"
"Apakah kejadian itu begitu penting?"
"Apakah ada hal lain yang terjadi?"
"Hanya... hanya bertanya beberapa pertanya-an, aku sendiri sudah tidak ingat jelas lagi."
"Berapa banyak yang bisa kau ingat?"
Wie Kai memajukan kepalanya dan berkata.
"Coba kuingat-ingat dulu."
Loo Cong menuangkan anggur bagi dirinya sendiri dan membiarkan Wie Kai berpikir. Wie Kai tiba-tiba memukul meja dan berkata.
"Oh iya! Rasa-rasanya dia bertanya padaku mengenai buku Pit-kiau-tay-hoat dan Kai-kiau-tay-hoat."
"Itu dia!"
"Apa hubungannya hal ini dengan hal sebelumnya?"
"Apa kau pikir tidak ada hubungannya?"
Wie Kai menggangguk-anggukkan kepalanya. Kata Loo Cong.
"Jika antara kau dan dia tidak ada perasaan yang dalam, apakah hal ini akan kau katakan pada-nya?"
Kata Loo Cong Wie Kai terpana. Loo Cong berkata lagi.
"Apakah kau pemah merasa dulu pemah ada sesuatu yang tidak lumrah yang terjadi?"
"Ada."
"Aku Aku rasa-rasanya sudah memeluk pinggangnya yang ramping, tadinya aku kira dia bakal marah. Tetapi itu benar-benar tidak disengaja!"
"Bagus!"
Loo Cong berkata lagi.
"Dan kau masih berkata kalau dia tidak ada perasaan apa pun terhadapmu?"
"Jangan lupa! 80%-90% karena pengaruh dari arak."
"Memangnya kau pikir jumlah yang dia minum sama dengan jumlah yang kau minum?"
"Memangnya dia lebih hebat dariku?"
"Lebih hebat dariku!"
Kata Loo Cong. Wie Kai lagi-lagi terpaku, sebab waktu dulu kekuatan minum Loo Cong jauh lebih bagus daripada dirinya. Loo Cong berkata.
"Apakah kau tahu efek ajaib dari arak?"
"Dulu tahu sedikit, sekarang mungkin agak lebih banyak."
"Efek dari arak sangatlah besar, ada yang menggunakan arak untuk perlindungan, sengaja memabukkan diri, lalu melakukan sesuatu yang tidak akan bisa dilakukan sebelum mabuk."
"Maksudmu dia bermaksud sengaja mendekatiku pada saat aku mabuk atau ingin agar aku dengan sendirinya mendekatinya?"
"Kenapa? Kau masih tidak percaya?"
Wie Kai masih saja menggelengkan kepalanya dan berkata.
"Hanya saja waktu itu dia agak berlebihan, tetapi itu tidak mencerminkan apa pun!"
"Memangnya di keluargamu benar ada buku yang namanya Tay-hoat apa itu?"
"Mana ada?"
Kata Wie Kai tertawa pahit.
"Mengapa harus merendahkan diri? Kang-aw-to-pik (Guratan pisau dunia persilatan) adalah ilmu yang terkenal di dunia persilatan, bahkan jauh lebih terkenal dari pada ilmu keluarga Lauw."
Wie Kai berkata.
"Aku tidak ingat siapa yang pernah memberitahukan padaku sebelumnya mengenai buku silat Pit-kiau-tay-hoat dan Kai-kiau-tay-hoat."
"Benarkah sedikit pun tidak ingat?"
"Apa kau pikir aku akan berbohong pada sobat lama?"
Loo Cong menatapnya lalu berkata.
"Ayo kita bersulang!"
"Benarkah kekuatan minum Lim Leng-ji lebih hebat darimu?"
Kata Wie Kai.
"Tentu, usia memang bisa merubah seseorang."
"Apakah menurutmu aku sudah berubah?"
Wie Kai berkata lagi.
"Jika iya, mungkin hanya soal ingatan ini yang sudah tidak seperti sebelumnya."
"Kau tahu aku tidak akan berbohong padamu."
"Bagaimana mungkin aku tidak tahu?" ^ "Tidak akan lama lagi aku akan memastikan sesuatu hal agar kau puas."
Kata Loo Cong.
"Sifatmu ini sudah membuatku puas."
Loo Cong menggelengkan kepalanya.
"Aku tidak merujuk saat ini."
"Lalu kapan?"
"Mungkin tidak akan lama lagi' Lalu Loo Cong berkata dengan penuh percaya diri.
"Kau akan menjadi pengantin laki-laki Lim Leng-ji yang sesungguhnya."
Wie Kai tertawa keras. Loo Cong membiarkannya tertawa sampai habis, baru berkata.
"Kau sekarang masih bisa tertawa bebas."
"Waktu dulu saja ketika bermain pengantin-pengantinan dia tidak pernah menunjukku dan jika bicara sekarang menjadi pengantin laki-Iakinya, siapa yang bisa percaya?"
Loo Cong menuangkan arak bagi Wie Kai.
"Sudah cukup,"
Kata Wie Kai. Loo Cong menaruh uang 5 liang di atas meja lalu berkata.
"Bagaimana pun juga tidak lama lagi kau akan percaya pada perkataanku."
Loo Cong pun pergi.
Wie Kai memandang bayangan punggung Loo Cong yang berlalu.
0oo0dd0ooo0 BAB VI Teman baik memang berbeda.
Manusia hidup harus akrab agar tidak menyesal.
Bukankah teman seperti Loo Cong sudah lebih dari sekedar teman karib? Sebenarnya perasaan Wie Kai terhadap Lim Leng-ji pada dasarnya cinta dan juga memuja.
Bahkan di antara ingatannya, dia masih mengingatnya sebagai gadis yang hangat dan juga bersemangat.
Tetapi jika dilihat sekarang, betapa kejamnya Lim Leng- ji.
Loo Cong sampai berkorban sedemikian rupa demi hubungan antara dirinya dengan Lim Leng-ji.
Loo Cong juga berkata padanya, jika dia tidak percaya pada perkataannya, maka dia akan mulai mogok makan.
Bagaimana pun juga Wie Kai tetap saja tidak percaya.
Karena itu Loo Cong mulai mogok makan.
Orang yang mogok makan harus duduk diam dan dengan sendirinya harus ada orang yang menjaga-nya.
Orang yang sudah mogok makan 2-3 hari tidak ada bedanya dengan orang yang Pit-koan.
(=orang yang menutup diri untuk berlatih ilmu silat).
Orang yang seperti itu akan sangat lemah.
Maka dari itu Wie Kai beserta Hong Kie dan Hong Ku menjaganya.
Ini adalah kelenteng leluhur milik keluarga Lim.
Jika Loo Cong hendak melakukan mogok makan di sini, anggota keluarga Lim yang mana yang berani menolaknya? Loo Cong duduk di atas bantalan di depan sebuah meja pendek.
Wie Kai berdiri di hadapannya.
Hong Kie dan Hong Ku masing-masing berdiri berjaga di pintu depan dan pintu belakang.
Pisau Kekasih Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kata Wie Kai.
"Hanya demi masalah ini kau sampai mogok makan, apa tidak takut ditertawakan orang?"
Loo Cong duduk sambil memejamkan mata seraya berkata.
"Aku justru takut ditertawakan orang makanya aku mogok makan."
Wie Kai terpana dan berkata lagi.
"Apa benar karena takut di tertawakan orang?"
"Benar!"
"Apa yang kau takutkan ditertawakan orang?"
"Berebut perempuan dengan sahabat karib."
"Loo Cong, kau benar-benar seperti anak kecil."
"Jika benar-benar masih anak-anak malah lebih mudah!"
Kata Loo Cong. Demi seorang teman berani mogok makan dan ditetapkan selama 7 hari, ini memang hal yang jarang dijumpai alias langka. Tetapi Wie Kai percaya apa yang telah diputus-kan Loo Cong tidak akan ada orang yang bisa mengubahnya.
"Lebih mudah bagaimana?"
"Kita bisa berkelahi."
Loo Cong berkata lagi.
"Tapi sialnya kita berdua sudah dewasa jadi tidak bisa berkelahi lagi."
"Sebenarnya kau mau bagaimana?"
"Sampai berapa kali aku harus mengatakan-nya?"
"Katakan satu kali lagi,"
Kata WieKai.
"Turuti kata-kataku, pergilah temui Lim Leng-ji, buktikan apakah kalau kata-kataku bisa dipercaya?"
"Loo Cong, jika kata-katamu tidak bisa di-pegang, bukankah nanti aku menjadi seorang perayu wanita?"
Loo Cong menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Jika benar demikian, maka selamanya aku akan duduk di atas bantalan ini."
"Selamanya?"
"Ya, duduk seumur hidupku."
"Bukankah itu sama dengan menjadi hweesio?"
"Benar,"
Katanya lagi.
"Jika omonganku salah dan membuatmu melakukan hal yang salah, tidak ada bedanya dengan mati."
Tiba-tiba Wie Kai tertawa terbahak-bahak. Kata Loo Cong.
"Ini adalah kelenteng leluhur milik keluarga Lim, memangnya kau bisa seenaknya tertawa di sini?"
"Justru sangat kebetulan, sebab aku sekarang ini ada di bawah tekanan dari sahabat karibku untuk melakukan sesuatu hal yang tidak bersedia kulaku-kan."
"Tidak bersedia?"
Loo Cong tiba-tiba nu-ml-nl matanya. Wie Kai tidak langsung menjawabnya. Tiba-tiba Loo Cong berkata dengan |u-iuili tekanan.
"Katamu kau tidak bersedia?"
Bagi Loo Cong, jarang sekali dia menaikkan uar* seperti itu.
"Kok marah begitu?"
Kata Wie Kai tertawa.
Loo Cong tidak berkata sepatah kata pun.
Pada saat yang sama Hong Ku dan Hong kir menatap mereka berdua dengan heran.
Mereka berdua sama sekali tidak mengerti hubungan persahabatan di antara mereka bertiga.
Walaupun Wie Kai pernah berkata baik kepada Hong Kie maupun Hong Ku tentang hubungan antara dia, Lim Leng-ji, dan Loo Cong.
Mereka berdua tetap saja tidak mengerti.
Menurut pandangan mereka, hubungan antara mereka bertiga tetap saja aneh.
Loo Cong terdiam agak lama, baru berkata.
"Aku memutuskan akan merobah lamanya mogok makan menjadi lOhari."
Raut wajah Wie Kai langsung berubah, lalu berkata.
"Sebenarnya apa keinginanmu?"
"Masalahnya jelas-jelas sudah nyata di sana."
Wie Kai tiba-tiba mendekat dan menarik kerah baju Loo Cong.
Hong Kie dan Hong Ku tentu saja dibuat terkejut karenanya.
Apa yang sebenarnya sedang dilakukan mereka berdua? Loo Cong yang kerah bajunya ditarik malah masih menutup matanya.
Wie Kai mengguncang-guncangkan tubuh Loo Cong dengan kuat sambil berkata.
"Katakan! Apa maksudnya, masalahnya jelas-jelas sudah nyata ada di sana?"
Loo Cong menunggu guncangannya mereda bani berkata.
"Jika tidak percaya, coba saja. Jika dia tidak suka padamu, maka aku akan berjalan sambil terbalik!"
Wie Kai gemas sekali.
Pikirannya sangat kacau.
Ada Lim Leng-ji yang polos dan menarik hati.
Ada Lim Leng-ji yang pandangannya berkabut dan mempesona.
Kepolosannya membuat orang tidak berani memandangnya dari dekat.
Tiba-tiba Wie Kai mengibaskan tangannya.
"Hong Kie, bawa baki makanan itu, masuklah ke dalam."
Loo Cong lagi-lagi membuka matanya, berkata.
"Kau sengaja mengubah menu makanan dan meminta juru masak yang terkenal untuk memasakkan makanan baru, kau ingin membujukku bukan?"
Wie Kai tidak bersuara sama sekali.
Hong Ku membawakan baki berisi makanan ke dalam sedangkan Hong Kie membawakan arak.
Masih berjarak sepuluh langkah, harum dan makanan dan arak yang dibawa sudah sangat menggugah selera.
Loo Cong berkata dengan suara keras.
"Ini tidak akan ada gunanya!"
Wie Kai menaruh kotak itu di depan Loo Cong dan membukanya.
Tidak hanya harum, tapi juga masih panas.
Ada daging bebek, ayam, ikan, burung dan juga udang yang dimasak berbagai macam rupa.
Dan araknya tidak tanggung-tanggung, arak Lian-hoa- pek (Bunga teratai putih) "Kau mau makan tidak?"
Kata Wie Kai.
"Tidak."
"Jika aku pergi, kau mau makan tidak?"
Loo Cong membuka matanya, berkata.
"Jika kau benar-benar pergi, aku akan benar-benar makan."
Lalu Wie Kai berdiri.
"Kau benar mau pergi?"
"Seorang temanku bersedia tidak makan dan minum selama 10 hari demi diriku, mengapa aku tidak bisa pergi? Jika pergi untuk dipenggal sekali pun aku akan tetap pergi."
Wie Kai berjalan keluar. Sebelah tangan Loo Cong mengambil sepasang sumpit dan sebelah tangannya lagi mengambil arak, lalu berkata.
"Benar-benar masakan dan arak yang enak!"
Di atas meja sudah penuh dengan hidangan yang ternama serta arak yang ternama pula. Kata Wie Kai.
"
Benar-benar masakan dan arak yang enak."
Senyum Lim Leng-ji pelan-pelan mengembang, berkata.
"Jika orang lain yang mengatakannya, itu tidak ada artinya sama sekali."
"Lalu siapa yang mengatakannya baru dikata-kan penting."
"Kau."
Sifat Lim Leng-ji malam ini pun berubah. Senyumannya sanggup menaklukkan segala-nya. Bahkan buat Wie Kai walaupun dalam ingatannya dia sering terlihat hangat dan lembut, semuanya menjadi tawar dibandingkan dengan senyumannya. Wie Kai berkata.
"Benarkah aku ini sangat penting artinya bagi dirimu?"
Lim Leng-ji menundukkan kepalanya malu-malu, lalu berkata.
"Aku selama ini mengganggap kau sudah tahu isi hatiku."
"Sepanjang umur manusia, ini bagai terjangan ombak yang besar."
"Apa maksud kata-kata itu?"
Kata Lim Leng-ji "Dulu aku selalu menganggap di dalam hatimu selamanya hanya ada Loo Cong, si pemeran pengantin laki- laki."
Lim Leng-ji menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tertawa.
"Kau benar-benar tidak mengerti hati wanita."
Wie Kai jadi terkejut, dia mungkin benar-benar tidak mengerti hati wanita.
Jika tidak, bagaimana mungkin perbedaan ini sedemikian besarnya? Orang yang benar-benar suka padanya, dia malah menyangka tidak menyukainya.
Orang yang tidak disukainya, dia malah menyangka orang itu menyukainya.
Memahami seorang wanita ternyata jauh lebih sulit dari pada kasus tuan Yang-beng.
Apakah ini ada hubungannya dengan arak yang diminum? Tiba-tiba Wie Kai berdiri dan menghampiri Lim Leng-ji.
Lalu melingkarkan kedua lengannya di bahu Lim Leng- ji.
Tubuh Lim Leng-ji tampak gemetar sejenak, lalu rebah ke dalam pelukan Wie Kai.
Walaupun dalam pengaruh arak, Wie Kai dapat mengenali dia lah Lim Leng-ji yang memiliki pandangan berkabut dan mempesona.
Dia selalu merasa orang yang mata keranjang seperti dia baru cocok dengan perempuan seperti ini.
Melihat dia ada dalam pelukannya.
Wie Kai menetapkan hatinya saat ini yang terpenting bukanlah makanan dan arak.
Tetapi tubuh yang lembut seperti tidak ber-tulang serta harum.
Sebenarnya dia sudah tahu kapan seorang wanita akan seperti itu.
Tiba-tiba Wie Kai merendahkan kepalanya dan berkata dengan suara lirih.
"Mengulang pengalaman yang dulu?"
Lim Leng-ji mengangguk-anggukkan kepalanya lalu mengangkat dagunya.
Wie Kai lalu menggendongnya.
Kata apa yang bisa melukiskan malam yang demikian indah ini? Kasmaran? Terlalu vulgar.
Manis? Terlalu umum.
Melayang-layang? Ini malahan lebih melayang-layang dari sekedar melayang-layang.
Situasi seperti itu sukar untuk dilukiskan.
Keadaan seperti itu tidak bisa dijabarkan dengan kata- kata.
Lagi pula tidak bisa diingat.
Mengapa di saat yang paling membahagiakan dalam hidup seseorang, justru tidak bisa memahami diri sendiri dan tidak bisa menerimanya? Hanya jika semuanya sudah lewat baru lah bisa mencoba untuk merasakannya kembali? Merasakan kembali rasa daging mana bisa dibandingkan dengan dengan keadaan yang berharga itu? Sekarang Wie Kai mulai sadar dari mabuknya.
Dia duduk di atas kereta kuda yang mewah.
Pisau Kekasih Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Angin dingin berhembus tajam masuk ke dalam kereta itu, membuat dia benar-benar sadar sepenuhnya.
Sebenarnya sedari tadi dia sudah tersadar dari pengaruh arak.
Sebenarnya dia mabuk oleh kelembutan Lim Leng-ji.
Juga dengan tubuh aduhai nya.
Tiba-tiba Wie Kai memukul sekali kereta kuda itu dengan tenaga yang besar dan berkata.
"Dia sebenarnya Lim Leng-ji yang mana? Yang polos atau yang romantis?"
Kereta itu bergoyang, karena dia mau turun dari kereta, dia segera menarik pintu dari kereta kuda itu melompa t turun.
Wie Kai sedang ingin berjalan-jalan di jalan raya, supaya dirinya makin lebih sadar lagi.
Waktu menunjukkan jam dua subuh, Lim Leng-ji menatap cahaya lilin merah besar yang ada di luar tirai yang menutup ranjang Dua batang lilin yang kemarin malam sudah tersulut habis.
Sekarang sudah diganti dengan dua batang lilin yang baru dan sudah terbakar hampir setengahnya.
Pandangnya terus menatap lilin itu.
Pandangannya yang menatap api dari lilin itu seakan bisa membuat lilin itu meleleh.
Pengaruh arak sudah menghilang, pada tubuhnya, ada rasa letih yang mendera.
Tetapi pandangan mata tidak terlepas dari lelehan lilin yang turun dari batangnya, kantuk sekali-pun tidak bisa menghalaunya.
Ketika dia tiba-tiba merasa dirinya telanjang, semacam perasaan rapuh dan malu seorang gadis segera merambat ke seluruh tubuhnya.
Dia tidak tahu bagaimana tampangnya saat itu? Dia juga tidak ingat bagaimana tampang Wie Kai saat itu? Guncangan dan kepedihan tidak bisa disama-kan dengan saat itu.
Dia ingin sekali lagi mengingat kejadian yang terjadi saat itu.
Tetapi dia selalu mengatakan pada dirinya sendiri bahwa itu terlalu sembrono.
Walaupun dia tidak terlalu benci melakukan hal itu, benar-benar tidak benci.
Dia bergegas mengenakan pakaian dalamnya.
Tiba-tiba seseorang muncul di luar tirai.
Tiba-tiba Lim Leng-ji merasa sedikit malu.
Tentu saja sedikit terkejut pula.
Yang membuatnya malu adalah orang yang datang ini mungkin melihat semuanya.
Rasa tegang yang terlihat dari orang yang datang itu.
Sepertinya bukan datang untuk memuji dirinya, tidak diragukan lagi memang seharusnya dia yang harus menjelaskannya.
Lim Leng-ji bangkit duduk dan berkata.
"A.
"
Kata yang selanjutnya masih belum keluar, orang yang datang itu memotong perkataannya.
"Kau telah melaksanakan dengan sekuat tenaga!"
Lim Leng-ji berpendapat sekuat tenaga tidak akan berarti tidak melakukan tugas.
"Terima kasih, A-ih!"( bibi) "Hanya saja kau melakukannya terlalu sungguh- sungguh, malah jadi kelihatan sedikit rendahan!"
Kata-kata ini sangat bertentangan jika dibandingkan dengan kata-kata sebelumnya, pembunuh yang membunuh kepribadian seseorang. Raut wajah Lim Leng-ji langsung berubah.
"Bibi."
"Jangan memanggilku seperti itu!"
"Lalu bagaimana aku harus memanggilmu?"
"Terserah!"
Pisau berantai sudah ada di tangan. Lim Leng-ji tiba-tiba menjerit dengan suara melengking.
"Kau lah yang membunuh ayahku.
"
Di akhir hayat dia baru menyadari pembunuh ayahnya.
Walaupun kesempatan untuk membalas dendam hampir tidak ada, tetapi masih lebih baik daripada tidak mengetahuinya sama sekali.
Dia tahu dia bukan lawannya tetapi dia juga tidak mau takluk begitu saja.
Di tengah ketakutan dan gemetaran, Lim Leng-ji mundur sampai ke belakang ranjang.
Lim Leng-ji berhasil mencengkram pisau yang melesat ke arahnya.
Dengan ada pisau di tangannya, dia merasa tetap saja bukan tandingannya, sama sekali tidak bisa mengeluh.
Dia melemparkan pisau itu ke arah di mana rantainya berada.
Sepertinya pihak lawan memang menunggu dia mengeluarkan jurus itu.
Pembunuh kelas atas memang curang dan cerdik.
Pembunuh bisa membunuh orang dengan dua cara, pemborosannya sama sekali tidak sampai setengah jurus.
Pisau rantai itu dikibas balik.
Gerakan dan kecepatannya lebih cepat satu tingkat.
Pada saat sebelum pisau itu mengarah ke leher, Lim Leng-ji mengeluarkan suara parau yang menyedihkan.
Begitu kepalanya melayang, suara parau itupun terputus.
Tubuh mati itu masih belum menyentuh lantai, pembunuh itu sudah mendesis.
"Cepat!"
Seseorang masuk sambil membawa kantung besar yang terbuat dari kulit rusa.
Orang ini melesat terlebih dulu di udara sambil memasukkan kepala yang terpotong itu ke dalam kantung, lalu mengarahkan mulut kantung itu ke arah mayat itu.
Mayat itu pun masuk ke dalam kantung.
Dari dalam kantung terdengar suara darah yang menetes.
Tetapi di atas lantai malah tidak terlihat setetes darah pun.
Jika seorang pembunuh sudah membunuh orang sampai tahap seperti itu, barulah disebut pembunuh kelas saru.
Dialah Cia Peng.
Marga dan namanya adalah dua huruf yang sangat ekstrim.
(Huruf Cia dari Cia Peng artinya musim panas, sedangkan huruf Peng artinya musim dingin/es).
Tidak hanya itu, bahkan pekerjaan yang di-gelutinya pun sangat bertolak belakang.
Dia membawa bayi yang masih merah datang ke dunia ini.
Dia juga mengirimkan orang yang tadinya masih hidup ke alam baka.
Dalam hal hidup dan matinya, terhadap kehidupan manusia pun memerlukan pengenalan yang mendalam.
Karena itu terhadap kelahiran dan kematian dia tidak akan peduli.
Sama seperti halnya dengan menerima tamu dan mengantarkan tamu.
Wie Kai minum arak di tempat usaha lain milik Loo Cong.
Para pendekar dunia persilatan atau orang-orang terhormat di dunia persilatan di kota Koh ini dengan sendirinya pasti memiliki usaha lainnya.
Raut wajah Loo Cong sangat serius.
Wie Kai dan dia telah minum tiga cangkir arak, lalu Loo Cong hanya berkata satu patah kata saja.
"Apa kabar!"
"Tentu saja kabarku baik!"
Wie Kai berkata lagi.
"Bagaimana pendapatmu, jika aku punya perasaan mimpi lama menghangat kembali, aneh tidak ?"
"Aneh,"
Kata Loo Cong "Aku benar-benar salut padamu!"
"Mari bersulang!"
"Tunggu dulu!"
Wie Kai menahan cangkirnya sambil berkata.
"Aku bisa merasakan bahwa kau sama sekali tidak bahagia."
"Bagaimana kau bisa tahu aku bahagia atau tidak?"
"Memangnya aku tidak bisa melihat apa kau bahagia atau tidak?"
"Walaupun iya, orang mana yang tidak pernah tidak bahagia?"
"Tetapi kau orangnya jarang sekali terpengaruh oleh hal- hal yang tidak menyenangkan, terlebih pada saat aku sedang senang."
Loo Cong tiba-tiba menghela nafasnya.
"Tolong beritahu aku, Loo Cong. Apa karena masalah tentang aku dan Lim Leng-ji?"
Loo Cong malah meneguk secangkir arak.
"Loo Cong, jika kau selalu merasa jika dia tidak bisa, mengapa harus memaksakan diri?"
Loo Cong tiba-tiba berbicara dengan keras.
"Kau anggap apa aku ini? Orang suci? Aku juga punya perasaan dan emosi!"
Wie Kai duduk sambil melongo.
Sebenarnya Loo Cong lebih pantas jika bersanding dengan Lim Leng-ji.
Sudah jelas-jelas dia lebih mencintai Lim Leng-ji malah mengorbankan cinta demi persahabatan.
Wie Kai berkata dengan suara keras.
t "Kau benar-benar menyusahkan orang Iain!"
"Kau tahu apa? Cinta ku padanya tidak akan ada gunanya."
"Tidak ada gunanya?"
"Tentu saja, sebab orang yang disukainya adalah kau."
Wie Kai terdiam sejenak, lalu berkata.
"Dia benar-benar tidak suka padamu?"
"Jika dia suka padaku, apa aku akan menasihatimu?"
"Kau benar-benar orang yang paling mengerti dan berperasaan di dunia."
"Bukan, aku adalah orang yang paling kasar, karena itu setelah kau mendapatkannya aku merasa menyesal dan kecewa."
"Loo Cong, itulah yang dinamakan punya pengertian dan perasaan!"
"Kau tidak mengerti, kau bisa merestui orang lain juga berani memberitahukan kepedihan hati sendiri kepada orang lain barulah bisa disebut pengertian dan berperasaan, cocok disebut karib."
Kata Wie Kai.
"Loo Cong, aku benar-benar tidak mengerti."
"Apa yang tidak kau mengerti?"
"Mungkin memang ada masalah pada otakku ini, entah mengapa aku selalu teringat pada Leng-ji yang kukenal dulu."
"Memangnya kau berani mengatakan kau tidak mengenalnya?"
"Yang kumaksud bukan saat kanak-kanak, lagi pula perkenalan yang dulu pun bukan perasaan seperti teman sepermainan, tetapi hubungan antara lelaki dan perempuan."
"Bukankah sekarang hubungan di antara kalian adalahhubungan antara lelaki dan perempuan?"
"Huh! Percuma saja bicara denganmu."
"Benar! Lagi pula di antara kalian ada gadis yang bermarga Liauw, sebenarnya bagaimana duduk persoalan yang sebenarnya?"
"Memangnya kau tidak tahu apa-apa?"
"Kau sendiri bukannya tidak tahu kalau aku orang yang tidak suka turut campur urusan orang lain."
"Lalu kalau masalah Leng-ji?"
"Aku selalu berpikir itu adalah urusan yang tidak ingin aku lakukan."
"Menurut pandangan orang luar, memang sesuatu yang tidak ingin dilakukan."
Pisau Kekasih Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sebenarnya apa yang terjadi?"
"Mendiang nyonya Lim Put-hoan dahulu melahirkan keturunan yang kemungkinan lahir kembar dan bidan yang membantu kelahirannya adalah istri dari simpanannya Liauw In yaitu Cia Peng. Tetapi mereka hanya meninggalkan seorang bayi dan tidak memberi-tahu Lim Hujin. Lim Hujin hanya tahu dia melahirkan seorang putri yaitu Lim Leng-ji yang ada di samping-nya. Tujuan mereka tentu saja ingin merampas Pit-kiau-tay-hoat dan Kai-kiau- tay-hoat yang menjadi milik keluarga Lim."
Loo Cong berkata.
"Bukankah Pit-kiau-tay-hoat dan Kai-kiau-tay-hoat ada di keluargamu?"
"Itu hanya kata orang saja, malah aku sendiri pun tidak tahu, bahkan ada orang yang bilang kalau keluarga Wie mempunyai lanjutannya."
Loo Cong menghela nafas dan berkata.
"Ternyata ada saja orang yang kurang kerjaan di dunia ini."
"Apakah kau tidak pernah mendengar Liauw In dan Cia Peng kedua orang ini?"
"Tentu saja pernah."
"Benarkah mereka pembunuh bayaran kelas satu?"
"Pembunuh bayaran kelas satu terlibat perencanaan merebut harta sebuah keluarga, ini adalah hal yang baru."
"Apanya yang aneh, seorang pembunuh pasti bertindak demi uang. Keluarga Lim memiliki harta yang banyak, bukan kah itu cukup menjadi alasan daripada membunuh orang?"
"Apa yang kau katakan memang tidak ada salahnya."
"Tetapi dengar-dengar di atas mereka masih ada atasannya."
"Tentu mahluk yang berkepala dan berwajah."
"Ada mahluk yang berpura-pura menjadi hantu, gerakannya sih tidak seberapa tetapi jurusnya itu yang luar biasa,"
Kata Wie Kai.
"Kau pernah bertemu dengannya?"
"Ya."
"Sempat bertarung?"
"Ya."
"Kekuatannya bagaimana?"
"Aku percaya jika dibandingkan denganku hampir tidak ada bedanya, tetapi ilmu meringankan tubuhnya pasti di atasku."
"Siau-kai, jangan terlalu membesar-besarkan orang lain."
Kata Loo Cong mengibaskan tangannya.
"Kenapa? Memangnya kau pikir aku hanya membual?"
"Bukannya membual tetapi ada kalanya kau terlalu membesar-besarkan."
"Apa yang kukatakan ini adalah yang sebenar-nya, paling tidak ilmu meringankan rubuhnya tidak dibawahku."
Loo Cong menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Aku tetap saja tidak percaya."
"Tidak peduli kau percaya atau tidak, kau tetap saja temanku yang paling baik."
"Memangnya tidak ada yang lebih baik dari padaku?"
Wie Kai menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Kau juga temanku yang paling baik, satu-satunya."
Jam 2 subuh.
Ada orang di atas pohon.
Telah berjanji bertemu setiap tanggal 1 dan 15 setiap bulannya.
Orang yang di atas pohon itu bukan Wie Kai.
Orang itu adalah Liauw Swat-keng.
Dia setiap hari selalu berharap tetapi waktu serasa berlalu dengan lambat.
Anak muda sekali jatuh cinta sama seperti lampu lentera yang menyala.
Sekilas angin berhembus, di atas pohon sudah bertambah satu orang lagi.
Liauw Swat-keng menengok sambil berkata.
"Bagaimana kau.
"
Orang yang baru datang itu menutup mulutnya dan berkata di telinganya.
"Hati-hati! Liauw In dan Cia Peng adalah pembunuh kelas satu."
Liauw Swat-keng berkata.
"Aku sudah menunggumu selama satu jam."
"Sekarang baru jam 2, siapa yang menyuruhmu datang lebih pagi?"
Tanya Wie Kai. Hari masih gelap sehingga tidak terlihat bagaimana merah muka Liauw Swat-keng.
"Dua orang itu ada di rumah."
"Mereka tidak menyusahkan kalian?"
"Tidak, hanya mengeluarkan peringatan saja."
"Ada rahasia apa yang bisa kau beritahukan padaku?"
Tanya Wie Kai.
"Ada satu hal yang sangat... sangat aneh."
"Hal apa?"
"Kau harus baik padaku, baru aku akan bicara."
"Memangnya aku masih kurang baik pada-mu?"
"Baik apanya? Begitu datang langsung bicara serius, sama sekali tidak menghiburku. Apakah kau tahu bagaimana hidupku selama setengah bulan ini?"
"Aku tidak begitu bisa menghibur orang lain, terutama pada perempuan."
"Aku tidak peduli!"
Dia bersandar pada pundak Wie Kai. Wie Kai tidak mendorongnya menjauh.
"Bicaralah!"
"Pada saat Sang Sin diperintahkan untuk mengemban tugas keluar, di sebuah kota besar dia menemukan suatu hal yang aneh."
"Hal aneh apa?"
"Lim Leng-ji sedang bernyanyi di atas pentas, bahkan sampai memiliki grup theater sendiri."
Wie Kai terkejut, apakah dia lagi-lagi sedang bermimpi? "Bagaimana Sang Sin tahu kalau itu adalah Lim Leng- ji?"
Liauw Swat-keng sengaja mendekat padanya dan berbicara di samping telinganya.
"Sang Sin hanya pernah 4-5 kali melihat Lim Leng-ji, termasuk dulu saat kau menghadang keretanya di jalan."
Wie Kai terdiam agak lama.
Dia benar-benar tidak tahu apakah dirinya benar-benar masih berada di alam mimpi.
Dia jelas tidak akan percaya Lim Leng-ji yang sedang naik pentas sama dengan Lim Leng-ji yang ada di kota Koh, lebih tidak percaya lagi dengan Lim Leng-ji yang bersamanya malam kemarin.
Apakah ketiga Lim Leng-ji ini adalah Lim Leng-ji yang sama? Atau kah dua di antaranya adalah satu orang? Jika secara sekilas memang ada tiga orang, tapi kemiripan mukanya! Dia sendiri sekarang jadi pusing tujuh keliling.
"Ada hal penting yang lain?"
"Hanya itu."
"Itu saja sudah cukup."
"Tadinya aku tidak ingin memberitahumu tentang hal ini.
"Mengapa?"
"Apalagi kalau bukan takut kau pergi untuk membuktikannya?"
"Jika kau sudah mengatakannya, tentu saja aku akan pergi untuk memastikannya."
"Mengapa?"
"Bukankah orang yang mirip dengan Lim Leng-ji yang ada di kota Koh juga mirip denganmu ?"
"Aku tidak kepikiran sampai ke sana."
Liauw Swat-keng berkata.
"Mungkin kau benar, apakah mungkin gadis ini juga ada hubungan darah denganku?"
"Jika kedua gadis lainnya pun ternyata ada hubungan saudara denganmu, bagaimana perasaan-mu?"
Liauw Swat-keng berpikir sejenak lalu berkata.
"Jika itu benar, maka aku akan menangis!"
Jawaban sebagian besar wanita pasti begitu. Bagaimana mungkin muncul lagi Lim Leng-ji yang lain? "Apakah gadis itu juga sama bernama Lim Leng-ji ?"
Tanya Wie Kai.
"Tentu saja bukan, nama panggungnya adalah Hui Cui- hoa, terkenal dari selatan sampai ke utara."
"Jika begitu terkenal, mengapa tidak pernah terdengar sebelumnya ?"
"Pertama, dia belum lama keluar, juga baru pertama kali datang merambah ke wilayah utara."
"Siapa nama aslinya?"
Tanya Wie Kai.
"Kalau tidak salah sepertinya Sebun Long."
"Nama yang bagus!"
"Kau malah berkata nama itu bagus!"
Wie Kai tidak menyahut.
Tetapi dia berani bertaruh kalau gadis yang ada dalam ingatannya pasti dia.
-ooo0dw0ooo- BAB I BAGIAN II Di sebuah gedung pertunjukan.
Ini adalah gedung pertunjukan yang paling lama tetapi juga yang paling terkenal yang ada di kota ini.
Grup-grup terkenal yang dipanggil ke kota Koh ini pasti akan tampil di gedung ini.
Seebun Long memiliki ruang rias pribadi.
Ruangan ini hanya digunakan oleh anggota utama dari grup pertunjukan ini.
Dia sedang duduk di hadapan sebuah cermin dan menanggalkan atribut pentas di atas kepalanya satu persatu.
Pada saat itu ada seseorang yang masuk dari luar kemudian menutup pintu.
Orang ini adalah seorang pemuda yang gagah yang memiliki sikap kurang ajar serta pandangan mata keranjang.
Di pinggangnya tersoren sebilah golok panjang.
Di saat seperti ini di tempat seperti ini, ternyata bisa datang seorang pemuda yang di pinggangnya tersoren sebilah golok panjang.
Pemuda itu sama sekali tidak tersenyum tetapi Seebun Long justru tersenyum padanya di hadapan cermin.
Seebun Long sangat percaya pada dirinya bahwa bila dia tersenyum kepada siapa pun, pasti perasaan orang itu akan luluh tanpa kecuali.
Bahkan bagi yang tidak kuat, bisa sampai melompat setelah melihat senyumnya.
Pemuda itu duduk di sandaran tangan pada sebuah kursi.
Seebun Long memasang raut wajahnya yang paling menarik.
Tetapi pemuda itu sama sekali tidak tertarik memandang raut wajah Seebun Long, dia berkata.
"Apakah kita pernah saling mengenal sebelumnya?"
Jawab Seebun Long sambil tertawa kecil.
"Kau boleh melupakan sudah berapa kali kita naik ke atas ranjang yang sama, tetapi kau justru tidak boleh menanyakan hal seperti ini."
"Apakah kau mengenal Lim Leng-ji?"
Tanya Wie Kai. Seebun Long mengerutkan alisnya.
"Kau ini bicara apa?"
"Kalau begitu, kau tidak mengenalnya?"
"Ada apa denganmu hari ini?"
Pisau Kekasih Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tiba-tiba Wie Kai teringat sesuatu hal.
"Apakah hal itu masih berlanjut?"
Wie Kai ingin memastikan apakah benar-benar hal itu terjadi di saat dia sendiri tidak bisa memastikan apakah benar ada kejadian seperti itu.
"Bagi laki-laki jantan, mengapa sama sekali tidak ada keteguhan hati?"
Kata Seebun Long dengan sedikit kesal.
"Apa sebenarnya yang kau bicarakan?"
Tiba-tiba Seebun Long bangkit berdiri dengan marah lalu berkata.
"Sesudah semuanya diperoleh, lalu kau mau mundur?"
Wie Kai sama sekali tidak bisa berkutik, dia hanya bisa berkata.
"Di mana?"
"Malam ini aku akan membawamu ke sana."
Seebun Long berkata dengan ketus.
"Siau-kai, jangan lupa! Kali ini kulakukan hanya demi dirimu!"
Demi dirinya? Wie Kai sendiri tidak begitu jelas. Wie Kai berjalan keluar dari gedung itu.
"Wie-tayhiap, Wie-ya, tolong tunggu sebentar."
Wie Kai membalikkan kepalanya, seseorang yang memiliki raut wajah seperti kera telah mengejar-nya. Orang itu sepertinya tidak asing lagi tetapi entah mengapa dia tidak bisa mengingatnya.
"Wie-ya, jika kau tidak keberatan mohon pinjamkan aku 10 tail."
Tanpa ragu-ragu Wie Kai langsung bertanya.
"Siapa namamu?"
Orang yang berwajah seperti kera itu berkata sambil menundukkan kepalanya.
"Namaku adalah Yu Siau-go, seorang Hu-cou (badut pesilat dalam opera Tiongkok). Orang penting seperti Wie- ya pasti sudah lupa."
"Oh, ternyata kau Yu-heng,"
Dia mengeluarkan uang sebanyak 4 tail perak dan menyodorkannya ke tangan Yu Siau-go yang terbuka sambil berkata.
"Aku hanya punya segini."
"Terima kasih Wie-tayhiap! Hanya saja masih belum cukup."
"Aku tahu tidak cukup, tapi yang kupunya hanya sebanyak ini."
Yu Siau-go menatap bayangan punggung belakang Wie Kai sambil menimbang-nimbang 4 tail yang ada di tangannya lalu membuang ludah sambil berkata.
"Cuh! Dasar pelit!"
Belum jauh Wie Kai berjalan, tiba-tiba di depannya ada sebuah kereta kuda yang melintas dengan cepat. Orang yang berada di atas kereta itu sepertinya tidak asing. Setelah berpikir sejenak, tiba-tiba Wie Kai menepuk dahinya seraya berkata.
"Dia Sangguan Lie."
Tidak salah, orang itu memang pedagang besar yang sangat terkenal di kota ini yaitu Sangguan Lie.
Sudah kaya, ilmu silatnya pun tinggi.
Reputasi Sangguan Lie seperti angin dahsyat yang menyapu bersih enam propinsi di wilayah utara.
Wie Kai segera berganti haluan berjalan ke arah lain.
Saat ini, tidak boleh ada orang tahu bahwa dia pernah berpapasan dengan kereta kuda Sangguan Lie.
Tetapi begitu hendak memasuki jalan yang panjang ini, biji matanya tiba-tiba membesar.
Tatapan matanya terpaku pada tubuh seorang pemuda dan juga wajahnya.
Sangguan Lie tadi jelas-jelas mengarahkan kereta kudanya pergi ke arah utara, tetapi mengapa malah berada ditempat ini? Apa orang ini benar-benar Sangguan Lie? Hanya saja orang ini tidak sedang mengendarai kereta kuda dan lagi pula pakaiannya sama sekali berbeda.
Walaupun pakaian atasnya hampir serupa tetapi pakaian Sangguan Lie yang sebelumnya adalah pakaian yang mahal bersulamkan huruf 'Hok' sedang-kan yang ini tidak, di tambah lagi orang ini hanya memakai sepatu biasa dan bukan sepatu mahal.
Jika saja Wie Kai bukan orang yang teliti, maka tidak ada seorang pun yang akan memperhatikan detail seperti ini.
Bahkan pasti mengatakan persis sama.
Bahkan kantung tempat menyimpan uangnya pun berbeda.
Apakah di dunia ini ada hal aneh seperti ini? Lim Leng-ji adabeberapa orang.
Sangguan Lie pun ternyata ada dua orang.
Wie Kai buru-buru berbalik arah mengejarnya.
Tapi Sangguan Lie yang ini sudah menghilang.
Otak Wie Kai dibuat pusing tujuh keliling.
Dendam keluarga Lim Leng-ji masih belum terbalas-kan, sekarang muncul lagi beberapa Lim Leng-ji.
Baru saja menemukan sedikit titik terang, dia sudah berhubungan terlalu dalam dengan gadis yang lemah lembut seperti Seebun Long.
Tetapi mereka melakukannya demi tujuan tertentu, bukan hanya untuk harta Sangguan Lie.
Kereta kuda Sangguan Lie kembali dan masuk ke dalam sebuah rumah besar.
Istrinya Liu Eng keluar menyambutnya.
Raut wajahnya terdapat jejak bekas air mata, pasti di rumahnya telah terjadi sesuatu.
Sangguan Lie telah bercerai dengan istrinya yang pertama sebelum dia mengambil Liu Eng sebagai istrinya lagi.
Dari luar hubungan suami istri ini terlihat cukup baik.
Hanya saja suasana hati Sangguan Lie sering berubah- rubah.
Sangguan Lie tidak setiap hari marah-marah, ada kalanya dia tertawa senang.
"Tuan, Siau-liong belum kembali. Aku sudah pergi ke tempatnya guru Sun tetapi tidak bertemu. Kata Guru Sun dia sudah pulang sekolah."
Sangguan Lie murka. Mungkin sepanjang hidupnya baru kali ini dia murka sebesar ini. Dengan marah dia membentak.
"Apa yang kau lakukan dari tadi?"
"Tuan, aku kan sudah pergi mencari kesana-kemari, aku kan tidak berbuat salah."
"Jika dia anak yang kau lahirkan, tidak mungkin kau tidak mempedulikan seperti ini!"
"Tuan, mengapa berkata seperti itu?"
"Mengapa? Kalau hilang bagaimana? Apa kau bisa melahirkan satu lagi?"
Dan Seebun Long melakukannya untuk dirinya. Wie Kai tidak bisa tidak kagum padanya.
"Tuan, mungkin dia sedang bermain sebentar entah kemana, sebentar lagi mungkin akan pulang. Aku juga kan bukannya tidak bisa melahirkan."
"Tetapi aku....."
Baru setengah kalimat terucap, dia tiba- tiba merubah kata-katanya.
"Suruh semua pegawai yang ada di rumah ini pergi mencari-nya!"
"Baik, tuan."
Sangguan Lie memasuki ruang tamu dan sebuah surat berada di atasmejanya.
Isi dari surat ini sangat sederhana.
Yang pertama-menghendaki 500 tail emas.
Yang kedua-menghendaki sebuah kantung kulit naga yang tersegel.
Segelnya entah menggunakan bahan apa, kecuali dengan cara dipotong, jika tidak maka kantung ini tidak akan bisa dibuka.
Dulu sewaktu Sangguan Lie menerima kantung ini untuk disimpan, dia di pesan, apa pun yang terjadi sampai kepalanya hilang sekalipun, kantung ini tidak boleh sampai hilang.
Bukan hanya sekedar kepala tetapi nyawapun taruhannya.
Inilah pemerasan yang meminta tebusan.
Begitu memikirkan kata 'tebusan', dalam benak nya terbayang kepala Siau-liong yang terbang melayang.
Dia benar-benar mau gila rasanya.
Orang yang menitipkan kantung ini adalah kakak seperguruannya.
Liu Eng berkata jika Siau-liong hilang, dia masih bisa melahirkan satu lagi.
Tetapi walaupun dia bisa melahirkan Siau-liong yang lain, tetap saja tidak bisa dibandingkan dengan yang ini.
Alasan untuk hal ini hanya dia yang tahu, tidak boleh ada orang kedua yang tahu.
Ada uang sebanyak apa pun tidak ada yang bisa menggantikannya.
Sebenarnya berapa banyak usaha Sangguan Lie? Mungkin dia sendiripun tidak terlalu jelas.
Terlalu banyak uang juga merepotkan.
Terlalu sedikit uangjuga menyulitkan.
Untuk menghindar dari kesulitan, yang paling ideal adalah memiliki uang yang tidak terlalu banyak pun tidak terlalu sedikit.
Tempat ini boleh dikatakan sebagai kaki langitnya (pusat kota) kota Koh, daerah yang terbesar di dalam kota Koh.
Tidak jauh dari situ ada sebuah gedung pertunjukan dan di dalamnya ramai terdengar suara orang yang bertanding silat di atas pentas.
Orang separuh baya ini membuka pintu ruang tamu dan baru saja hendak menyalakan lentera.
Tiba-tiba ada orang yang membuka suara.
"Untuk apa menyalakan lentera?"
Begitu orang separuh baya ini mendengar, dia mundur dua langkah seraya berkata.
"Siapa?"
"Orang sendiri!"
Orang separuh baya itu berkata.
"Sepertinya kau belum tahu siapa aku?"
"Jika tidak tahu kau adalah Sangguan-tayhiap, untuk apa aku kemari?"
"Jika sudah tahu aku Sangguan Lie, bukankah lebih baik menyalakan lentera dulu baru kita bicara?"
"Menyalakan lentera atau tidak memang ada bedanya?"
"Apa maksud perkataan itu?"
"Masa Sangguan-tayhiap tidak mengerti?"
"Aku Sangguan Lie selama ini mengekang diri untuk tidak mudah terpancing marah."
"Memangnya dulu bagaimana kau bisa terpancing marah?"
"Aku sudah cukup bersabar, sebenarnya apa mau kalian?"
"Aku datang justru mau mengambil uang tebusan."
Sangguan Lie berkata.
"Uang tebusannya sudah diantarkan."
Orang itu tertawa rendah sambil berkata.
"Apakah Sangguan-tayhiap sendiri yang mengantarkannya?"
"Betul."
"Kalau begitu siapa nama Sangguan-tayhiap?"
Sangguan Lie menjadi marah dan berkata.
"Memangnya siapa lagi yang memakai nama Sangguan Lie?"
"Kau benar-benar Sangguan Lie?" ^' Sangguan Lie benar-benar naik pitam. Orang yang datang itu lagi-lagi tertawa.
"Memangnya kau pikir aku tidak mengenal pendekar dunia persilatan Sangguan Lie?"
"Bagus kalau kenal, nyalakan lenteranya!"
"Bukankah sudah kukatakan, terang atau tidak kan tidak ada bedanya?"
"Apa maksud dari perkataan itu?"
"Jika menyalakan lentera tentu saja bisa terlihat bahwa kau adalah Sangguan Lie, kalau tidak istrimu Liu Eng tidak mungkin mau seranjang dengan orang yang tidak jelas asal- usulnya?"
Sangguan Lie terguncang baik jiwa maupun raganya, serasa hend ak pingsan. Orang yang datang itu berkata.
"Bagaimana? Apa rahasia ini cukup berbobot?"
"Ng!"
Pisau Kekasih Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Numpang tanya, jika rahasia ini tersebar di dunia persilatan, mau ditaruh di mana muka Sangguan Tay-ya yang sekarang ini?"
Sangguan Lienaik pitam, dengan kasar berkata.
"Omong kosong!"
Orangitu malah berkata dengan dingin.
"Kenyataan sudah di depan mata, untuk apa kau menyangkalnya? Apakah aku harus mengatakan-nya satu persatu di hadapanmu?"
"Sobat, coba saja kau katakan, lagi pula hari ini aku sedang senggang,"
Orang itu berkata.
"Sangguan Tay-ya, beberapa tahun yang lalu pernah bertarung dengan musuhnya sehingga mengalami luka yang cukup berat sampai tidak bisa dikenali. Nama panggilan aslimu sebenarnya adalah Le dan karena sampai tidak bisa dikenali lagi maka kau mengubah namamu menjadi Sangguan Lie."
Sangguan Liesama sekali tidak bersuara. Orang itu berkata.
"Kami khawatir kau tidak mau memberikan tebusan, maka mau tidak mau berbuat seperti ini."
Dia menghela nafas sambil berkata lagi.
"Hati orang itu kan terbuat dari daging, siapa pula yang benar-benar mau mengusik rahasia seseorang?"
"Yang mau dikatakan sudah kau katakan, masih berani berkata tidak mau mengusik rahasia orang lain?"
Kata Sangguan Lie "Paling tidak ada beberapa hal lainnya yang belum aku katakan."
Kata orang itu.
Pada saat itu jendela tiba-tiba terbuka dan ada sesosok bayangan yang masuk ke dalam.
Orang itu langsung menyerang orang yang telah datang sebelumnya.
Kedua orang itu bertarung sambil melenting ke segala penjuru.
Gerakan tubuh dan kecepatan mereka berdua bisa diketahui dari pergerakan udara di ruangan itu.
Orang yang telah datang lebih dulu mengeluarkan suara terlebih dahulu.
"Kau adalah ketua.
"
Orang yang datang belakangan menyapukan kakinya leber-lebar, tepat di bagian ginjalnya.
? Belum juga jatuh tersungkur ke lantai, orang yang datang belakangan sudah mencengkramnya dan membawa orang itu keluar melewati jendela.
Orang yang bernama Sangguan Lie sama sekali tidak ada kesempatan untuk bergerak.
Kejadian ini terjadi begitu cepat, sampai dia sama sekali tidak sempat menggerakkan tangannya, apalagi menutup mulutnya.
Lagi pula begitu mendengar kata terakhir yang diucapkan orang yang datang duluan itu, diapun sudah tidak perlu turun tangan lagi.
Ini adalah pantai yang sunyi.
Sebuah perahu kecil tertambat di celah batu karang.
Perahu itu sangat kecil, sehingga kabinnya hanya cukup untuk menampung tidur tiga orang saja.
Yang laki-laki adalah Wie Kai.
Yang perempuan tentu saja Seebun Long.
Lalu ada seorang lagi anak laki-laki yang sangat manis, kurang lebih berumur 4-5 tahun.
Ketiga orang itu sedang mendengarkan suara ombak yang sedang menghantam badan kapal.
Suara itu sepertinya memancarkan perasaan yang berbeda-beda dari ke tiga orang itu.
Seebun Long menahan anak ini demi Wie Kai.
Seharusnya dia merasa menyesal setelah melihat penderitaan yang diderita anak ini tetapi dia malah tidak ada bergerak sama sekali.
Demi kitab silat Pit-kiau-tay-hoat dan Kai-kiau-tay-hoat yang hilang, Wie Kai terpaksa berbuat demikian.
Hanya anak ini saja yang tidak bersalah.
"Aku ingin pulang!"
Siau-liong memohon untuk pulang. Seebun Long memandangi Wie Kai lalu berkata.
"Siau-liong, besok kita akan mengantarmu pulang."
"Tidak mau, aku mau pulang sekarang."
Walaupun Seebun Long adalah orang yang romantis, tetapi terhadap Siau-liong ternyata dia luar biasa sabar.
Karena itu Wie Kai lagi-lagi menyadari kalau mereka berdua tidak bisa terpisahkan.
Ini karena mereka berdua ada sedikit kemiripan.
? Dia tidak tahu bagaimana cara Seebun Long mengatasi hal ini.
"Aku mau pulang! Ayah, di mana kau berada?"
Bibir Siau-liong mulai bergetar. Ibunya yang sekarang adalah ibu tiri jadi dia sangat dekat dengan ayahnya Sangguan Lie. Seebun Long merangkulnya sambil berkata.
"Siau-liong, bibi besok pasti akan mengantar-mu pulang, bibi sangat sayang padamu!"
"Tidak mau! Kau orang jahat!"
Seebun Long memandang pada Wie Kai, dia merasa serba salah. Wie Kai mengangkattangannya sambil berkata.
"Di mata seorang anak kecil, kita berdua memang orang jahat."
"Jangan bicara omong kosong! Cepat kemari bujuk dia!"
"Kau saja tidak bisa, apalagi aku?"
"Apakah kau lupa kalau semua ini aku lakukan hanya untukmu?"
"Lain kali kau jangan melakukan hal seperti ini lagi untukku."
"Lalu memangnya kau mau mengantarkannya pulang?"
Tanya Seebun Long "Jika kau setuju, aku akan langsung mengantarkannya."
Seebun Long menghela nafasnya dan berkata.
"Mengapa kau selalu saja bersitegang denganku?"
"Kau jarang sekali bersitegang terhadap apa pun."
Kata Wie Kai.
"Aku mau pulang, aku mau pulang, aku mau pulang.
"
Kata Siau-liong.
Baru saja kalimat ketiganya selesai, Wie Kai langsung menotok nadinya.
Yu Siau-go dengan tampang yang menjengkel-kan berjalan di kabupaten Lam-kong.
Dia langsung terkena masalah.
Orang yang melayaninya adalah orang separuh baya dan dia membawanya ke sebuah bangunan kecil dan berkata.
"Kau orang kelompok Lian-seng ?"
"Ya, numpang tanya siapa nama anda tuan polisi?"
"Namaku TonghongTa-cing."
"Ternyata Tonghong Cong-pu-thauw (kepala polisi), aku hanyalah seorang Hu-cou, namaku Yu Siau-go"
"Nama yang bagus."
"Ah, tidak. Nama anda lah yang sangat bagus."
"Ketua kelompokmu orang daerah mana? Siapa namanya?"
"Kalau tidak salah dengar dia lahir di Ho tetapi sudah bertahun-tahun tidak pernah menginjakkan kakinya ke sana, namanya Suma Hen."
"Pengurus kelompok lahir di Ho juga?"
"Namanya Liu Ie-sen."
Tiba-tiba Tonghong Ta-cing berdiri dan berkata.
"Ikut denganku sebentar!"
Dia dibawa lagi ke sebuah ruangan yang di tengahnya terdapat sesosok mayat manusia. Yu Siau-go terkejut sekali. Tonghong Ta-cing berkata seraya menunjuk kepada mayat itu.
"Apakah dia Liu Ie-sen dari Ho?"
Yu Siau-go benar-benar menyesal telah menu-ruti perintah Sangguan Lie melapor ke polisi. Dia berkata.
"Itu....atu. atu memang dia."
"Tidak salah?"
"Tidak mungkin salah. Cong-pu-thauw, bagaimana dia bisa mati?"
"Dibunuh orang."
"Omong kosong' Yu Siau-go memaki di dalam hatinya. Tonghong Ta-cing menunjuk pada bagian bawah tubuh mayat itu sambil berkata.
"Bagian luar pada bagian ginjalnya cedera hingga rusak."
Yu Siau-go mengerutkan alisnya sambil sedikit mengusap-usap bagian ginjalnya. Tonghong Ta-cing berkata.
"Mengapa Sangguan Tayhiap tidak memanggil yang lainnya datang kemari, malah justru menyuruh-mu untuk melaporkan perkara ini?"
Jawab Yu Siau-go.
"Karena kelompok kami sedang mengadakan atraksi di gedung pertunjukan milik Sangguan Tay-hiap, semua orang sudah tahu hal ini."
"Cuma karena alasan itu?"
Yu Siau-go tahu kalau orang ini sangat lihai, lalu berkata.
"Sangguan Tayhiap memang ada kalanya menyuruhku lari pontang panting kesana kemari demi dirinya, dia hanya perlu mengangkat jarinya sedikit untuk memerintahku."
"Bagaimana hubungan antara Sangguan Tay-hiap dengan dengan pengurus Liu Ie-sen?"
"Sangat baik!"
"Bagaimana kau bisa tahu?"
"Hujin masih sangat muda, cantik, dan berbudi luhur. Bagaimana mungkin tidak baik?"
"Hanya kulit luarnya saja."
Yu Siau-go menatap tajam pad anya.
'Jika tidak percaya untuk apa bertanya pada-ku?' Begitu Yu Siau-go pulang, ketua kelompok Lian-seng, Sama Hen, baru datang.
Usianya kurang lebih 40th-an, tinggi tubuhnya sedang.
Setelah melihat mayat itu, pandangan mata Suma Hen berkabut, katanya.
"Kemarin dia masih baik-baik saja, sebenarnya siapa yang telah melakukan ini padanya?"
"Siapa yang tahu?"
Kata Tonghong Ta-cing.
"Mohon Cong-pu-thauw segera menemukan pelakunya untuk diadili atas perbuatannya."
"Tentu saja. Kalau boleh tahu, bagaimana kepribadian dari korban?"
"Dia orang yang sangat sopan."
"Tidak pernah berselisih dengan anggota yang lain?"
"Sejauh ini tidak pernah. Cong-pu-thauw, boleh kah kubawa jasadnya pulang?"
"Tentu saja boleh."
"Kalau begitu aku akan pulang dulu memang-gil orang untuk membawa jasad ini pulang."
Begitu Suma Hen keluar dari ruangan, Tong-hong Ta- cing berkata kepada Kao Hie bawahannya.
"Coba uji dia."
"Baik."
Kao Hie selalu merasa isi otak Tonghong Ta-cing selalu lebih banyak daripada orang lain.
Suma Hen berjalan tidak cepat juga tidak lambat.
Begitu memasuki sebuah lorong, langkah kakinya menjadi lebih cepat.
Kondisinya pada saat dia datang sama dengan pada saat dia pulang, tidak sedih juga tidak gembira.
Di belakangnya datang seseorang, langkah kakinya pun tidak lambat.
Keadaan ini berlalu beberapa saat, kemudian tiba-tiba orang yang di belakangnya mulai bertindak.
Pisau Kekasih Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Gerakannya sangat cepat juga sangat lincah, sampai membuat tubuh Suma Hen terhempas.
Tapi Suma Hen hanya berguling di tempat, lalu setengah berjongkok di atas tanah.
Gerakannya boleh dikatakan tidak lambat juga.
"Mau apa kau?"
"Maaf!"
KaoHie berkata.
"Salah kenal orang."
Suma Hen menatapnya sejenak, lalu berkata.
"Lain kali kalau keluar rumah jangan lupa bola matanya dibawa!"
"Bagaimana?"
Tanya Tonghong Ta-cing sedang menunggu laporan dari Kao Hie.
"Tidak terbaca sepenuhnya."
"Sedikit pun tidak terlihat?"
"Setidaknya dia pasti bisa silat 2-3 jurus."
OooodwoooO BAB II Dalam hal tebusan dan mengurus anak, Wie Kai dan Seebun Long saling berbagi tugas.
Wie Kai bagian tebusan dan kantung kulit naga.
Seebun Long bagian mengurus anak.
Entah mengapa Wie Kai merasa perhatian Seebun Long terhadap anak itu agak kelewatan.
Jika sudah menganggap anak itu sebagai tebusan tapi justru malah terlalu diperhatikan, jadi memang terasa sedikit berlebihan.
Malam semakin larut.
Jarak tempat penyerahan tebusan dengan sisi pantai hanya 1/2 Li.
Mereka sudah sepakat jika tebusan telah diserahkan maka dia akan mengeluarkan suara kicauan burung sebanyak 3 kali, setelah itu Seebun Long baru melepaskan sandera.
Wie Kai bersembunyi di balik sebuah layar besar.
Sebuah bayangan hitam datang mendekat.
Dia sendiri tidak yakin apa yang sebenarnya sedang dilakukan? Tetapi yang pasti dia sebenarnya tidak ingin melakukan hal ini.
Orang yang datang itu berdiri di depan layar tetapi tidak masuk ke dalam, berkata.
"Sangguan Lie datang membawa tebusan."
Wie Kai mengenakan sebuah caping besar, ditambah gelapnya malam, orang itu tidak mungkin bisa mengenalinya.
Dia pun keluar dari balik layar.
Kedua belah pihak saling menatap.
Sangguan Lie menjatuhkan dua buah kantong.
Kantong yang pertama itu berisikan kepingan uang yang sangat berat sampai melesak ke dalam pasir di tanah.
Kantong yang satu lagi sangat ringan.
Sangguan Lie berkata.
"Inilah uang emas sebanyak 500 tail dan sebuah kantong kulit naga."
Wie Kai mengibaskan tangannya menyuruh dia untuk mundur selangkah.
Walaupun Sangguan Lie kesal tetapi hanya bisa menahan diri dan terpaksa menurut.
Wie Kai terlebih dulu mengambil kantong kulit naga.
Yang paling menarik perhatiannya adalah benda ini.
Kemudian dia memasukkan tangannya ke dalam kantongnya dalam-dalam.
Tiba-tiba dia menyentuh sebuah benda yang dingin, lentur dan lembek.
Wie Kai sangat terkejut, buru-buru menarik tangan kirinya kembali.
Untung saja tangannya masih utuh.
Tentu saja dia tahu yang ada di dalam kantong tadi tidak mungkin ular beracun biasa.
Tetapi walaupun ular beracun biasa, tadi telah menggigitnya tiga kali, jika dalam 2 jam tidak segera ditolong mungkin hidupnya tidak akan tertolong lagi.
Pada saat yang bersamaan, sebuah pedang emas berkelebat menyerang.
Wie Kai menghindar serangan pedang pertama, kedua, lalu ketiga.
Dia terpaksa melepaskan kantong kulit naga yang telah dipegangnya tadi ke tanah.
Tetapi Wie Kai tidak ingin bertarung dengan-nya.
Alasannya adalah di antara mereka sama sekali tidak ada dendam ataupun benci, orang itu menggunakan ular hanya karena ingin melindungi miliknya dan tidak ingin sampai direbut orang lain.
Wie Kai sangat mengerti akan hal ini.
Tetapi Sangguan Lie sama sekali tidak berpikir demikian.
Dia sangat ingin menghabisi Wie Kai, dia benci orang ini karena telah membuat dia ketakutan dan membuat derita anak tercintanya selama beberapa hari.
Dia berpendapat dengan membunuh orang ini maka dia bisa menyelamatkan anak tercintanya.
Tetapi serangan pedang yang ke empat belum keluar, tiba-tiba ada sebuah bayangan besar yang muncul dan mengambil kantong kulit naga yang ada di atas tanah itu.
Baik Wie Kai mau pun Sangguan Lie sama-sama melihat bahwa bayangan itu tidak berkepala.
Bayangan besar tidak berkepala itu sudah tidak asing lagi bagi Wie Kai.
Tetapi lain halnya dengan Sangguan Lie, dia terkejut sambil berkata.
"Inilah barang tebusan untuk anakku.
"
Gerakan bayangan tanpa kepala sangat cepat bagaikan angin, tiba-tiba dia mengarahkan jarinya ke arah pantai seakan ingin mengatakan bahwa anaknya berada di dalam perahu kecil yang ada di sana.
Sangguan Lie terpaku sejenak.
Wie Kai dengan cepat mendekati bayangan tanpa kepala itu.
Wie Kai tahu dirinya terkena racun ular sehingga membuatnya sukar untuk bertarung.
Tetapi dia sangat penasaran terhadap mahluk misterius ini.
Menurutnya, orang ini adalah mahluk yang aneh, bisa jadi dia lah orang yang memegang kendali di balik semua ini.
Wie Kai merasakan firasat buruk akan hal ini.
Memangpada dasarnya dia orangyang cerdas.
Jika bukan karena ingatannya yang kadang muncul kadang hilang, dia pasti sudah menjadi orang yang sangat terkenal.
Dalam mengejar orang, itu artinya dia harus adu ilmu meringankan diri.
Untuk mengatasi racun ular, dia mengerahkan tenaga dalamnya ke salah satu tangannya dan men-desak racun itu keluar.
Bayangan tanpa kepala itu sambil merampok sambil mengeluarkan suara kicauan burung sebanyak tiga kali.
Saat itupun Wie Kai menyadari kalau taktiknya dengan Seebun Long sudah terbongkar.
Tetapi dalam situasi seperti ini dia pun tidak bisa memberitahu Seebun Long untuk tidak melepas-kan sandera.
Bayangan tanpa kepala dengan cepat melesat masuk ke dalam hutan dan tiba-tiba dari dalam hutan muncul lagi sesosok bayangan kecil pendek yang juga tidak berkepala.
Golok berantai.
Wie Kai terpaksa mengeluarkan goloknya.
Walaupun baru mengeluarkan golok berantai tetapi sudah dapat dipastikan kemampuan orang ini tidak berada di bawah Sangguan Lie.
Tetapi sialnya setelah Wie Kai mncabut golok-nya, dia tidak bisa mengeluarkan racun ular dari tangannya.
"Trang...trang...trang..."
Terdengar suara golok beradu disertai percikan sinar akibat gesekan kedua benda itu.
Leher bayangan tanpa kepala itu tertebas setengah tetapi yang tertebas ternyata hanya sebongkah kayu.
Entah takut kepalanya keluar atau tertebas, bayangan itu segera menarik golok berantainya dan melesat masuk ke dalam hutan.
Bayangan tanpa kepala yang bertubuh besar yang ada di dalam hutan sepertinya orang yang rada aneh, dia menimbang-nimbang kantung yang telah dibuka tadi.
Di dalam kantung itu terdapat dua buah buku, tetapi setelah dibuka di dalamnya tidak ada huruf sama sekali.
Dia mendengus lalu membuangnya ke tanah.
Tetapi seketika itu dipungutnya kembali dan kemudian menghilang dalam kegelapan malam.
Pada saat yang bersamaan.
Sangguan Lie telah melihat ada sebuah perahu kecil yang tertambat di pinggir pantai.
Dan di atas perahu itu terdapat sinar lentera.
Sangguan Lie berpendapat orang aneh yang merampas kantung kulit naga tadi menunjuk, memberikan pengarahan padanya, lagi pula sebelum merampas kantung tadi dia sudah mengetahui rahasia dari para penculik ini.
Oleh karena itu dia percaya pada petunjuk orang aneh itu.
Begitu dia naik ke atas perahu itu, dia langsung berteriak.
"Siau-liong, Siau-liong ku.
"
Tidak ada suara sedikit pun dari dalam perahu itu.
Dia yakin perahu itu tidak ada orang sama sekali.
Sangguan Lie maiah sekali.
Saking marahnya sampai dari hidungnya keluar suara dengusan.
Perahu itu sangat kecil ukuran-nya sehingga dengan sekali melihat pun semuanya terlihat.
Dia telah tertipu.
Kedua bola matanya menjadi merah.
Kejadian seperti ini hanya terjadi pada saat melihat Liu Eng dan orang itu bermesraan di atas tempat tidur.
Tetapi hal itu terjadi dengan persetujuan darinya.
Kadang-kadang dia berpikir, sebenarnya dia sendiri orang macam apa ? Jika orang lain sampai tahu akan hal ini, mereka akan mengatai dirinya seperti apa ? Tentu saja dia bisa menebak dengan jelas.
"Siau- liong...........Siau-liong.
"
Terdengar suara ratapan dari mulutnya disertai hembusan angin malam.
Kedudukan Sangguan Lie di kalangan dunia persilatan termasuk posisi kelas atas yang kaya dan orang seperti Tonghong Ta-cing tentu saja tidak akan dianggap.
Itulah hal yang lumrah dipikirkan oleh banyak orang.
Tetapi pada saat Tonghong Ta-cing datang mengunjungi Sangguan Lie, dia malah diperlakukan dengan penuh hormat.
Karena Sangguan Lie adalah orang yang memiliki intuisi yang tajam.
Maka dengan sekali lihat dia sudah tahu nilai yang dimiliki orang tersebut.
Bahkan di saat yang bersamaan dia pun bisa langsung menebak jati diri dari orang tersebut.
Menurutnya Tonghong Ta-cing bukanlah kepala polisi dari kabupaten Lamkiong.
Teh sudah terhidang.
"Cong-pu-thauw pasti sudah mendengar perihal anakku."
Kata sangguan Lie. Tonghong Ta-cing mengangguk-anggukkan kepalanya. Kedua mata Sangguan Lie terlihat merah. Dia sudah sehari semalam tidak tidur. Tonghong Ta-cing berkata.
"Apakah Sangguan Tayhiap sudah membayar tebusannya tetapi tidak berhasil ?"
"Ya!"
Sangguan Lie terlihat marah sekaligus tidak berdaya, berkata.
"500 tail emas tetapi tetap saja anakku tidak kembali."
"Umumnya para penculik hanya mau uangnya saja."
Kata Tonghong Ta-cing.
"Memang benar."
Pisau Kekasih Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apakah aku bisa melihat surat ancamannya?"
Sangguan Lie ragu-ragu sejenak tetapi akhirnya dikeluarkan juga. Sesudah membaca, Tonghong Ta-cing berkata.
"Apakah Sangguan Tayhiap berkenan men-jawab beberapa pertanyaanku ?"
"Tentu saja."
Pandangan mata Tonghong Ta-cing menera-wang keiuar jendela lalu berkata.
"Konon ketua kelompok pertunjukan Lian-seng, Bunga Fajar Seebun Long, adalah istri simpanan-mu ?"
Sangguan Lie terdiam seribu bahasa. Di dunia ini tidak ada yang namanya benar-benar rahasia. Jika sudah diketahui orang lain maka sudah tidak bisa dipungkiri lagi. Sangguan Lie yang selalu menutupi lagi, akhirnya menjawab.
"Memang benar."
"Kalian pastinya tidak tinggal di dalam kota ini, kan?"
"Kami tinggal di sebuah kota kecil berjarak 100 Li di luar kota ini."
"Sudah tinggal berapa lama sebelum berpisah?"
"5-6 tahun, tentu saja kami tidak selalu bersama setiap saat sebab dia harus pergi ke sana ke mari untuk melakukan pertunjukan."
"Pada saat itu dia belum terkenal seperti sekarang, kan?"
"Ya. Hanya saja hal ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan kejadian ini."
"Itu belum tentu juga."
Tonghong Ta-cing berkata.
"Kemarin sesudah menyanyikan lagu Tay-eng-to, dia langsung menghilang."
"Bukan, katanya dia sakit sehingga diwakilkan oleh Jit- lu-hoa-tan (Bunga fajar dua arah), Lok Hiang"
Tonghong Ta-cing berkata.
"Apakah kau tahu siapa penculik itu ?"
Sangguan Lie menggeleng-gelengkan kepala-nya.
"Aku bisa memberitahukannya padamu sedikit, orangnya dua orang dan salah satunya adalah wanita."
"Wanita?"
"Apakah kau berpikir wanita tidak bisa menjadi seorang penculik?"
"Tidak, tentu saja wanita malah berpeluang besar untuk hal seperti ini, hanya saja banyak yang mengatakan kalau wanita akan menemui kegagalan jika melakukan hal ini."
Tonghong Ta-cing berkata.
"Ada banyak kasus di mana dalam melakukan hal semacam ini wanita jauh lebih hebat dibandingkan laki- laki."
"Memangnya Cong-pu-thauw sudah melihat wanita itu siapa ?"
"Ada kalanya janganlah terlalu dekat pada sesuatu, tetapi kau justru telah melakukan kesalahan yang fatal."
"Aku?"
"Pada saat melakukan tebusan, seharusnya kau tidak perlu memperlakukan laki-laki itu sampai begitu."
Sangguan Lie terkejut. Ternyata Cong-pu-thauw pun melihat kejadian waktu itu.
"Apakah waktu itu Cong-pu-thauw pun ada di sekitar tempat itu ?"
Tonghong Ta-cing tidak berkata, tapi dia mengangguk- anggukkan kepalanya.
"Jika aku tidak berbuat seperti itu bagaimana?"
Tonghong Ta-cing berdiri sambil berkata.
"Aku rasa mereka sudah melepaskan anak itu tetapi ada orang lain lagi yang membawa anak itu pergi."
"Kalau begitu waktunya terjadi sesudah pen-culik itu pergi dan pada saataku naik ke atas perahu kecil itu?"
Tonghong Ta-cing mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Di dalam kelompok Lian-seng, apakah masih ada orang yang mengerti tulisan cukup bagus?"
Sangguan Lie berkata.
"Ada seorang Bu-seng (pemain) bernama Hoa Cian, jika dibandingkan dengan Liu Ie-sen dia jauh lebih baik, hanya saja permainan dramanya tidak bagus."
"Tetapi bukan berarti ilmu silatnya jelek."
"Memang benar."
Sangguan Lie menghela nafasnya panjang-panjang, jika kali ini ada orang lain lagi yang menginginkan 500-1000 tail emas darinya dan memberi kan Sangguan Liong kembali padanya, dia akan rela.
Dia mulai membenci harta.
Jika bukan karena hartanya, hal ini tidak akan terjadi.
Kekayaan hanya membawa masalah baginya, tetapi memang tidak semua masalah dapat diselesaikan dengan uang.
Ada hal yang tidak dapat dibeli oleh uang.
Tiba-tiba Tonghong Ta-cing berkata.
"Bagaimana kepribadian dari istri simpanan-mu, Seebun Long?"
"Sesuai dengan namanya, agak seperti ombak."
"Jika tidak demikian, dia tidak mungkin terkenal seperti sekarang."
Sangguan Lie benar-benar tidak ingin mem-bahas tentang Seebun Long.
"Jika tebakkanku tidak salah, Seebun Long adalah salah satu tersangka penyandera anakmu."
Sangguan Lie tertegun lalu segera menggelengkan kepalanya dengan keras tanda tidak percaya. .......................................... Tonghong Ta-cing tidak berani bergerak sedikit pun.
"Mengapa Cong-pu-thauw bisa berpikir seperti itu ?"
Kata Sangguan Lie.
"Otak yang dimiliki manusia memang aneh, hal aneh apa pun bisa terpikirkan."
"Tetapi pikiran aneh ini sama sekali tidak beralasan."
"Jika otak manusia tidak digunakan untuk memikirkan hal-hal yang aneh, itu malah sesuatu yang patut sangat disesalkan."
"Mengapa ?"
"Sebab Seebun Long adalah salah satu tersangkanya. Pada saat Seebun Long merencanakan langkah-langkah penculikan ini dengan seorang lelaki yang lain di dalam ruangannya, hal ini terdengar oleh Hoa Cian, dia lalu memberitahukan pikiran melantur-nya kepada Ji-lu-hoa- tan, Lok Hiang, sebab mereka adalah sahabat."
Sangguan Lie benar-benar lupa akan Tonghong Ta-cing.
Dia berpikir, 'orang ini jadi kepala polisi pasti karena dia senang mengumpulkan bukti-bukti aneh seperti ini.' Walaupun Sangguan Lie tidak menilai rendah orang ini, tetapi ternyata dia malah menilai orang ini terlalu tinggi.
Sangguan Lie berkata.
"Bagaimana tentang kasus ini menurut pandangan Cong- pu-thauw ?"
"Jika punya bukankah itu berarti kasusnya sudah terpecahkan ?"
"Paling tidak Cong-pu-tauw tahu tentang kasus ini secara garis besarnya."
"Hoa Cian tahu rencana jahat Seebun Long dan rekan penculiknya!"
Sangguan Lie murka. Dia tidak bisa percaya kalau dulu dia bisa merasa simpati pada orang macam Hoa Cian dan Lok Hiang. Mereka berdua memang jahat tetapi mereka tidak berbuat itu langsung terhadapnya tetapi terhadap para penculik itu.
"Apa mungkin anakku ada di tangan mereka?"
Kata Sangguan Lie.
"Jika memang benar ada di tangan mereka semua malah jadi lebih mudah, tetapi sayangnya tidak ada pada mereka."
"Jadi usaha mereka sia-sia ?"
"Mungkin, begitu mereka baru saja mendapat-kan anak itu, lagi-lagi sudah diculik kembali oleh orang lain."
Sangguan Lie menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.
Di saat seperti ini dia rela seandainya dirinya bukan seorang pendekar dari dunia persilatan.
Dia juga tidak ingin menjadi orang yang kaya raya.
Dia tidak peduli menjadi seorang pelayan atau kuli asalkan bisa hidup bersama dengan anaknya, dia sudah cukup puas.
Tiba-tiba Tonghong Ta-cing berjalan meng-hadap pintu masuk, lalu membalikkan kepalanya dan berkata.
"Siau-liong bukanlah anak yang dilahirkan oleh istrimu Liu Eng, bukan?"
"Dia adalah anak yang dilahirkan oleh Seebun Long."
"Pantas saja kalau begitu!"
Tiba-tiba Sangguan Lie tersadar.
"Apakah menurut Cong-pu-thauw ini.
"
Tonghong Ta-cing menghela nafasnya sambil berkata.
"
Mungkin bakal sedikit merepotkan!"
Raut wajah Sangguan Lie seperti kehilangan warna. "Maksud Cong-pu-thauw, untuk sementara ini anakku tidak mungkin kembali ?"
Tonghong Ta-cing berkata dengan masam.
"Khawatirnya mungkin selamanya bisa tidak akan kembali."
Kata-kata Tonghong Ta-cing tadi laksana pedang yang menusuk Sangguan Lie.
Sangguan Lie melihat ke sekelilingnya mencari pedang lalu kemudian menghunuskannya ke tengah punggung Tonghong Ta-cing.
Saat ini dia benar-benar sudah gelap mata dan menganggap Tonghong Ta-cing sebagai musuhnya.
Malah mungkin dalam hatinya dia meng-anggap Tonghong Ta-cing sebagai dalang dari penculik an ini.
Siapa sangka ternyata di belakang punggung Tonghong Ta-cing seperti ada sepasang mata.
Pedang itu hanya melewati sisi tubuhnya begitu saja.
Tonghong Ta-cing menghindar sekitar dua langkah sambil membalikkan tubuhnya lalu berkata dengan dingin.
"Aku benar-benar penasaran, apakah kau benai benar Sangguan Lie ?"
"Jika aku bukan Sangguan Lie, lalu siapa?"
"Sukar untuk dikatakan!"
"Biar pun sukar, kau tetap harus menjelaskan apa maksud kata-kata mu tadi!"
T
Pendekar Cacad Karya Gu Long Kekaisaran Rajawali Emas Karya Khu Lung Pendekar Setia Karya Gan KL