Ceritasilat Novel Online

Pukulan Naga Sakti 14


Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung/Tjan Id Bagian 14


.... haahhhh.... Cun ji kau hanya melaksanakan tugas belaka, jadi bukan benar benar mempunyai hubungan guru dan murid dengan dirinya, jadi sebutan sukoh tersebut, sesungguhnya pantas untuk kau terima."

   Dari ucapan tersebut, Huan im sin ang baru merasa terkesiap, sekarang ia baru tahu kalau kedudukannya sudah lama diincar orang, bahkan Ciu lan yang diterima sebagai muridnya dan diangkat menjadi Ban seng kiongcu pun tak lain merupakan mata mata yang sengaja disusupkan oleh lawan ke dalam tubuh perguruannya.

   Meski begitu, dia sama sekali tidak menunjukkan perubahan apa apa di atas wajahnya, malah mengikuti nada pembicaraan dari Hian im Tee kun dia berkata .

   "Perkataan dari Tee kun memang benar, harap memaafkan ketidak tahuan siautit!"

   Selanjutnya Hian im Tee kun berkata lagi kepada Huan im sin ang .

   "Sebenarnya pun Tee kun ada maksud untuk memupuk dirimu untuk membangun kembali kejayaan perguruan kita, siapa sangka walaupun usia mu telah lanjut, namun cara kerjamu agak gegabah, hal ini membuat aku merasa kecewa sekali, itulah sebabnya terpaksa aku harus turun tangan sendiri untuk mengambil alih pimpinan."

   Setelah mengetahui kalau separuh hidupnya telah terjatuh didalam hitungan orang lain, Huan im sin ang tak dapat berkata apa apa lagi kecuali diam diam menghela napas panjang.

   Mendadak Hian im Tee kun mengalihkan kembali pokok pembicaraannya ke soal lain, ujarnya kepada segenap anggota perguruan .

   "Mulai sekarang di dalam istana Ban seng kiong sudah tidak berlaku lagi kedudukan Sancu dan Kiongcu, dibawah pun Tee kun adalah Hian im ji li (dua gadis hian im), selanjutnya terbagi dalam empat bagian yang masing masing merupakan Cing long tong, Cu ciat tong, Pek hou tong dan Han bun tong, di bawah keempat bagian tersebut pula menjadi ruang cabang, dibawah ruang cabang adalah bagian ranting, sedang sisanya merupakan anggota anggota biasa."

   Berbicara sampai disitu, sorot matanya segera dialihkan kearah Thian lam pat koay.

   Thian lam pat koay yang sudah patah semangat, secara tiba tiba timbul kembali harapannya, mereka berharap bisa menduduki sebuah kepala bagian atau paling tidak wakil dari kepala bagian.

   Siapa sangka Hian im Tee kun hanya memerintahkan mereka berdelapan untuk berbakti kepada Huan im sin ang sebagai mencari berita atau penyampai berita atau tegasnya sebagai kurir.

   Sedangkan Huan im sin ang hanya mendapatkan bagian sebagai ketua cabang dari bagian kurir yang berada di bawah kekuasaan kedua orang nona tersebut.

   Sedangkan kedudukan yang lain, untuk sementara waktu dipangku semua oleh Hian im ji li, tentu saja orang orang yang digunakan Huan im sin ang dulu, tak seorangpun diantaranya berhak memangku jabatan sebagai kepala cabang atau kepala ranting.

   Begitulah setelah Hian im Tee kun menunjuk Huan im sin ang sebagai kepala cabang bagian kurir, dia lantas mengeluarkan tiga ruas tulang kering dan berkata kepadanya .

   "Ui Sam ciat, sekarang juga kau turun gunung dan atas nama Pek kut leng (lencana tulng putih) ku ini sampaikan kepada Keng thian giok cu Thi Keng, Tiang pek lojin So Seng pak dan Bu im sin hong Kian Kim siang untuk masing masing menduduki jabatannya sebagai ketua bagian Cing long tong, Pek hou tong dan Han bun tong, beri waktu kepada mereka untuk dalam waktu tiga hari kemudian datang melaporkan diri."

   Padahal Huan im sin ang Ui Sam ciat hanya tahu kalau Tiang pek lojin berada di kuil Siong gak bio dibukit Siong san, sedangkan mati hidup Keng thian giok cu Thi Keng serta Bu im sin hong Kian Kim siang sama sekali tidak diketahui olehnya, tentu saja untuk mencarinya bukan sesuatu yang gampang.

   Tak heran kalau dia menjadi ragu sesudah menerima perintah tersebut....

   Hian im Tee kun segera menyentilkan jari tangannya, dua titik cahaya putih dengan cepat terjatuh ke tangan Huan im sin ang, katanya kemudian dengan lantang .

   "Laksanakan saja perintahku itu!"

   Huan im sin ang tahu didalam gulungan kertas yang dilontarkan kepadanya itu pasti sudah tercantum petunjuk yang diperlukan maka tanpa membuang waktu lagi, dia segera berangkat meninggalkan tempat itu.

   Begitulah, sejak Hian im Tee kun menguasai istana Ban seng kiong, situasi dalam dunia persilatan kembali terjadi perubahan besar.

   Tapi justru karena itu pula Thi Eng khi menjadi semakin berpengalaman dan nama besarnya makin memancar keempat penjuru.

   Dalam pada itu, Thi Eng khi yang dimaki oleh Ciu lan sebagai mahkluk berdarah dingin yang tidak berbakti dan tidak setia kawan, dengan mata berkunang kunang karena malu dia berlalu dari situ.

   Dalam keadaan seperti itu, tentu saja tiada semangat lagi baginya untuk melangsungkan pertarungan.

   Sambil membopong jenasah Huang oh siansu, sekaligus dia menempuh perjalanan sejauh ratusan li sebelum akhirnya berhenti.

   Pada saat itulah, dia baru membaringkan jenasah Huang oh siansu dibawah pohon siong, kemudian ia berlutut disampingnya.

   Rasa sedih yang menyelimuti perasaan waktu itu tak terlukiskan dengan kata kata.

   Diapun tak tahu berapa lama sudah dia termenung disitu, akhirnya dia baru menyembah tiga kali dihadapan jenasah Huang oh siansu sambil berguman .

   "Ananda cukup mengetahui akan maksud hati dari kau orang tua, semenjak empek Ciu meninggal dunia, sambil menanggung derita kau sudah berhasrat untuk menyusulnya, tapi demi enci Ciu dan ananda, kau orang tua telah memperpanjang hidupmu selama dua puluh tahunan lagi ...."

   Menyinggung soal enci Ciu, satu ingatan segera melintas dalam benaknya, sesudah termenung beberapa saat, dia baru berkata lagi .

   "Oleh karena kau orang tua sudah berhasrat untuk mengakhiri hidupmu demi teman dan lagi bermaksud untuk melindungi putramu maka hari ini kau orang tua baru mengambil tindakan untuk beradu jiwa dengan Huan im sin ang, tindakan ayah untuk melenyapkan bibit bencana bagi umat persilatan ini sungguh membuat ananda merasa amat kagum."

   Setelah menyembah lagi tiga kali, dengan wajah yang bersungguh sungguh dia berguman lebih lanjut .

   "Kau orang tua selalu mengutamakan kesetiakawanan, kalau toh ayah memang berhasrat untuk menyusul empek Ciu, ananda dengan tulus hati menghantar keberangkatan kau orang tua!"

   Setelah memberi hormat, dia baru mencari sebuah gua yang sepi untuk menyimpan jenasah ayahnya, kemudian mulut gua disumbat dengan batu besar agar tiada binatang buas yang merusak jenasahnya.

   Kemudian dia baru kekota untuk membeli peti mati, menyewa kereta dan berganti pakaian berkabung, untuk berangkat pulang ke tempat dimana jenasah Huang oh siansu disimpan.

   Setelah semua persiapan selesai dan siap berangkat, tiba tiba Thi Eng khi baru menjerit keras.

   Kusir kereta itu adalah seorang kakek kecil yang memakai topi besar, ketika mendengar jeritan kaget dari Thi Eng khi, dia turut menjadi ketakutan, buru buru serunya dengan gemetar.

   "Kongcu, ada urusan apa yang membuatmu kaget?"

   "Aku tidak tahu jalan yang musti dilalui,"

   Sahut Thi Eng khi tersipu sipu.

   Yaa, dimanakah Ciu Cu giok disemayankan bukan saja tidak diketahui oleh Thi Eng khi, mungkin Ciu Tin tin dan ibunya juga tak tahu, maka untuk sesaat dia menjadi tidak tahu apa yang musti dilakukan.

   Tentu saja si kusir kareta tak tahu urusan yang sedalam dalamnya, ia hanya merasa kongcu ini benar benar seorang manusia yang gegabah sehingga jalanan untuk pulang pun tidak diketahui.

   Maka sambil menahan gelinya, diapun berkata .

   "Aku sudah pernah menjelajahi seluruh kolong langit, harap kongcu katakan saja nama tempat itu, niscaya aku dapat menghantarmu sampai di tempat tujuan!"

   "Aku tidak tahu!"

   Jawab Thi Eng khi cepat.

   Tentu saja yang dimaksudkan sebagai tidak tahu adalah tempat Ciu Cu giok dikubur.

   Tapi si kusir kereta itu salah menganggap Thi Eng khi tak tahu alamat rumahnya sendiri, dia lantas merasa kalau penyakit kongcu ini sudah tak tertolong lagi, tak kuasa lagi dia menjadi tertawa geli.

   Tapi begitu tertawa, dia lantas menyadari kesilapannya, buru buru pikirnya .

   "Aku benar benar pikun, orang lagi kesusahan masa aku malah tertawa geli."

   Untung saja, Thi Eng khi sedang diliputi persoalan pelik, sehingga tidak begitu memperhatikan perbuatan dari kakek itu.

   Setelah berhasil memenangkan diri dan melihat Thi Eng khi belum juga mengemukakan sesuatu sambil menghela napas, kusir itu berkata .

   "Kongcu, daripada tidak tahu tempat tujuanmu, bagaimana kalau aku saja yang mengusulkan suatu tempat?"

   "Harap lotiang suka memberi petunjuk!"

   Sahut Thi Eng khi sambil sadar kembali dari lamunannya. Sambil menunjuk ke depan sana, kusir itu berkata .

   "Setelah membelok sebuah tikungan didepan bukit sana terdapat sebuah kuil yang bernama Bu tok si, lantaran tempat itu terpencil dan letaknya jarang sekali dikunjungi jemaah lagipula dalam kuil itu sering dipakai orang untuk menyimpan peti mati, andaikata kongcu tidak dapat mengambil keputusan bagaimana kalau untuk sementara waktu peti mati itu disimpan saja dalam kuil tersebut, kemudian bila tempat yang kau tuju telah ditemukan kembali, barulah diangkut kembali?"

   Thi Eng khi memang tidak berhasil menemukan cara yang lain lagi, terpaksa dia menuruti perkataan dari kakek itu dan untuk sementara waktu menyimpan peti jenasah tersebut dalam kuil Bu tok si.

   Mungkin dimasa lalu kuil Bu tok si adalah sebuah kuil yang sering dikunjungi orang, buktinya walaupun keadaannya sekarang sudah porak poranda, namun dekorasi didalam ruangan kuil itu masih tetap megah dan menarik.

   Kuil itu mencakup suatu wilayah yang amat luas, ruangan kuil pun banyak sekali, namun di dalam kuil hanya terdapat seorang hwesio tua dan seorang hwesio kecil, oleh karena itu banyak ruangan diantaranya tertutup oleh debu dan sarang labalaba.

   Dalam suasana sedih dan banyak pikiran yang berkecamuk dalam benaknya, sepanjang hari Thi Eng khi merasa murung sekali, maka untuk sementara waktu diapun berdiam di dalam kuil Bu tok si itu untuk beristirahat sambil menenangkan pikiran.

   Hwesio tua yang menghuni dalam kuil itu seorang pendeta yang saleh dan ramah, sedangkan si hwesio cilik itu masih bersifat kekanak kanakan, sekalipun mereka adalah pendeta, namun pergaulannya dengan manusia lain amat luwes.

   Tak heran walau baru dua hari berkumpul masing masing pihak dapat berkumpul seperti sahabat yang telah berkenalan selama puluhan tahun lamanya.

   Malam itu, Thi Eng khi telah mengambil keputusan untuk meninggalkan kuil tersebut pada keesokan harinya.

   Sungguh tak disangka olehnya, walau hanya berdiam dua hari saja didalam kuil itu, dalam hati kecilnya telah timbul suatu kesan yang amat mendalam sekali, bahkan pikirannya terasa menjadi tidak tenang.

   Bagi seorang yang memiliki tenaga dalam amat sempurna, namun bisa mengalami keadaan seperti ini, sesungguhnya kejadian ini boleh dibilang merupakan suatu kejadian yang aneh.

   Dengan perasaan yang gundah, akhirnya dia mendorong pintu dan berjalan keluar, dia bermaksud untuk berjalan jalan disekeliling kuil tersebut.

   Memandang rembulan yang sudah condong kebarat, pikiran Thi Eng khi pelan pelan menjadi tenang kembali, entah berapa saat kemudian, pelan pelan iapun berjalan siap kembali kekamarnya.

   Tiba tiba ....

   pada saat itulah dia menyaksikan dari dalam kuil melayang keluar sesosok bayangan manusia yang kecil, tak disangkal lagi jelas orang itu adalah si hwesio kecil.

   Dengan cepat Thi Eng khi menyembunyikan diri kebalik tempat kegelapan, dia saksikan hwesio itu berputar dua kali disekitar halaman kuil, tampaknya sedang melakukan pemeriksaan apakah disekitar tempat itu terdapat jago persilatan yang menyembunyikan diri.

   Untung tenaga dalam yang dimiliki Thi Eng khi sangat lihay, kalau tidak niscaya jejaknya akan ketahuan.

   Akhirnya hwesio itu dengan ilmu menyambut Liu seng kan gwat (bintang jatuh mengejar rembulan) melepaskan dua biji batu kecil ke udara.

   "Taaak!"

   Ketika batu yang belakang menumbuk batu yang depan, segera terdengarlah suara benturan nyaring.

   Menyusul suara benturan tersebut, tampaklah si hwesio tua itu melompat keluar dari balik kuil.

   Kedua orang itu segera berbisik bisik dengan suara lirih kemudian hwesio cilik itu lari kedepan sejauh beberapa kaki dari tempat semula dan berjaga jaga di sana.

   Sedang hwesio tua itu sekali lagi melakukan penggeledahan yang seksama atas sekeliling tempat itu.

   Thi Eng khi merasa amat keheranan menyaksikan ketelitian mereka dalam melakukan pemeriksaan, apa sebenarnya tujuan mereka? Dalam pada itu, si hwesio tua telah kembali ke depan kuil dia berjalan menuju ke undak undakan batu yang keempat, lalu meletakkan telapak tangan kirinya pada batu yang ketiga dari sebelah kanan.

   Setelah itu, dengan sangat berhati-hati sekali dia mengangkat batu itu setinggi beberapa depa dan meraba permukaan tanah dibawah batu itu, akhirnya dia mengeluarkan sebuah bungkusan yang disimpan kedalam sakunya dengan hati hati sekali.

   Akhirnya setelah memberi tanda kepada hwesio cilik itu, berangkatlah mereka berdua menuju ke timur.

   Sesungguhnya Thi Eng khi menaruh kesan yang sangat baik terhadap kedua orang pendeta ini, akan tetapi setelah menyaksikan gerak gerik mereka yang mencurigakan segera timbul perasaan ingin tahu didalam hatinya, serta merta diapun melakukan pengejaran dari belakang.

   Dia ingin tahu apa gerangan yang sebenarnya dilakukan oleh kedua orang hwesio itu.

   Sungguh lihay kepandaian silat yang dimiliki hwesio tua itu, sekalipun harus menggandeng tangan si hwesio cilik, namun kecepatan geraknya masih tetap luar biasa sekali.

   Akan tetapi, bila dibandingkan dengan Thi Eng khi, dia masih selisih amat jauh.

   Setelah berlarian sekian lama, akhirnya sebuah sungai besar terbentang di depan mata.

   Kedua orang itu langsung menuju ketepi sungai, kemudian menyambitkan sebutir batu ke tengah sampan yang menggantungkan lampu berwarna kuning di tengah sungai.

   Sambitan itu amat tepat, mula mula batu itu jatuh diatas bumbungan ruangan perahu, setelah itu baru jatuh ke atas geladak, sehingga suara yang ditimbulkan adalah dua kali.

   Mungkin kode rahasia tersebut telah dijanjikan mereka sebelumnya.

   Betul juga, lampu kuning yang berada diatas perahu itu, segera berubah menjadi lampu berwarna merah.

   "Ada bahaya diatas perahu!"

   Hwesio cilik itu segera berseru dengan perasaan tegang.

   Paras muka hwesio tua itu berubah menjadi amat serius, dia mengeluarkan bungkusan kecil itu dari sakunya dan diserahkan kepada hwesio cilik itu, kemudian memesannya agar menunggu di tepi sungai.

   Setelah itu, sebelum dia berlalu pesannya lagi .

   "Seandainya aku menemukan sesuatu musibah yang berada diluar dugaan, kau harus segera kembali kekuil dan memohon kepada Thi siangkong yang menginap di kuil kita itu untuk mengambil keputusan."

   "Apakah dia dapat membantu kita?"

   Tanya hwesio cilik itu ragu ragu. Sambil membelai kepala si hwesio cilik yang gundul, sahut hwesio tua itu .

   "Thi siangkong adalah orang yang berilmu tinggi, dia sudah pasti akan sanggup untuk membantu dirimu."

   Seandainya dia tidak bersedia membantu .

   "Tidak mungkin! Walaupun Thi siangkong sedang diliputi kemurungan, namun jiwa pendekarnya amat mengagumkan, asal kau menceritakan keadaan yang sebenarnya, niscaya dia akan membantumu. Kau harus mempercayai dirinya!"

   Thi Eng khi yang diam diam menyadap pembicaraan tersebut, menjadi terharu sekali setelah mendengar perkataan itu, dia merasa darah panas didalam dadanya mendidih sedang dalam hati kecilnya segera bertekad untuk mencampuri urusan ini.

   "Suhu!"

   Bisik si hwesio cilik itu agak berisik.

   "mengapa kita tidak segera kembali untuk mengundang Thi siangkong agar membantu kita?"

   "Sudah puluhan tahun lamanya aku berkelana dalam dunia persilatan, tapi belum pernah memohon bantuan orang lain, apakah kau tidak mengetahui hal ini?"

   Seru hwesio tua itu dengan wajah bersungguh sungguh.

   "Kalau memang begitu, mengapa suhu tidak menyuruh tecu saja yang pergi memohon kepadanya?"

   "Hal itu merupakan urusan pribadiku sendiri, dengan kau sibocah yang masih kecil, mana mungkin bisa dibandingkan dengan diriku?"

   Hwesio cilik itu tidak puas, dia segera berseru .

   "Kalau memang ambisi perguruan kita amat besar, tecupun bersumpah tak akan memohon bantuan orang."

   Mula mula hwesio tua itu agak tertegun kemudian sahutnya .

   "Bagus! Bagus! Bagus!"

   Setelah menatap hwesio cilik itu sekian lama katanya lagi sambil menghela napas .

   "Kau memang tak malu menjadi murid aku Hud sim giam ong (raja akhirat berhati buddha) hanya sayang aku tak punya banyak waktu lagi untuk memberi pelajaran kepadamu!"

   Dari sakunya ia mengeluarkan se

   Jilid kitab kecil dan diserahkan kepada hwesio itu, kemudian lanjutnya .

   "Di dalam kitab ini tercantum rahasia ilmu silat dari perguruan kita, baik baik kau menjaga diri."

   Tampaknya dia sudah bertekad untuk mati, hal mana mambuat Thi Eng khi beriba hati.

   Setelah mengebaskan ujung bajunya, hwesio tua itu segera menggunakan jurus Toa tiau tian ci (rajawali raksasa membentang sayap) melompat ke tengah sungai tanpa menimbulkan sedikit suarapun.

   Dengan termangu mangu hwesio cilik itu menyaksikan hwesio tua tersebut melompat naik keatas perahu, kemudian ia baru menyembunyikan diri dibalik semak belukar.

   Mendadak dari atas perahu berkumandang suara gelak tertawa yang memekak telinga.

   "Haaahhhh..... haaahhhh..... haaahhhh...... rupanya kau siraja akhirat berhati Buddha yang mengacau dari tengah!"

   Begitu Thi Eng khi mendengar suara tertawa yang muncul dari atas perahu dan penuh dengan pancaran tenaga dalam yang amat sempurna itu, dalam hati kecilnya segera berpekik .

   "Aduh celaka!"

   Buru buru ia mengerahkan ilmu gerakan tubuh Hu kong keng im untuk melambung ditengah angkasa lalu dengan mengandalkan hawa murninya yang sempurna, dia langsung meluncur keatas perahu ditengah sungai tersebut.

   Hwesio cilik itu masih belum tahu kalau bintang penolong telah datang, ia masih menguatirkan keselamatan dari gurunya.

   
Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Waktu itu Thi Eng khi melayang turun diatas perahu, seakan akan enteng bagaikan kapas begitu entengnya gerakan tubuh itu sehingga boleh dibilang semua orang yang berada dalam ruangan sampan tersebut kena dikelabui olehnya.

   Dengan cepat dia mencari tempat yang strategis didalam ruangan perahu dan mulai mengintip kedalam.

   Ternyata di dalam ruangan perahu itu hadir empat orang yang seorang duduk membelakanginya sedangkan tiga orang lainnya dapat terlihat wajah mereka dengan jelas.

   Si hwesio yang bernama Raja akhirat berhati Buddha itu duduk dibagian tengah, di sebelah kirinya duduk seorang kakek berumur lima puluh tahunan yang berwajah bersih, sedangkan di sebelah kanannya duduk seorang sastrawan yang berusia tiga puluh tahunan.

   Kedua orang itu nampak lemas sayu dan mengenaskan sekali keadaannya, jelas mereka baru saja menderita siksaan hebat.

   Dengan wajah penuh rasa heran dan ingin tahu, raja akhirat berhati Buddha merangkap tangannya dan menjura kepada orang yang duduk membelakangi Thi Eng khi itu, lalu katanya .

   "Ooooh ...... rupanya Bu im sin hong (angin tanpa bayangan) Kian tayhiap yang sakti telah datang, selamat bersua, selamat bersua!"

   Benarkah orang ini adalah Bu im sin hong Kian Kim siang? Kenyataan tersebut hampir saja membuat Thi Eng khi tidak percaya dengan telinga sendiri, didalam hati .

   "Pikun! Sewaktu dibukit Siong san tempo hari, kenapa aku lupa untuk mengadakan perjanjian dengannya?"

   Sebenarnya dia akan turun munculkan diri untuk melerai itu tapi dengan cepat ingatan lain melintas dalam benaknya .

   "Aaah, lebih baik aku menanti sebentar lagi coba kulihat kesalahan paham apakah sebenarnya telah terjadi diantara mereka barulah setelah duduknya perkara menjadi jelas, baru munculkan diri lagi untuk melerai."

   Karena berpikiran demikian, maka diapun lantas mengurungkan niatnya untuk menampilkan diri. Dalam pada itu, Bu im sin hong telah berseru sambil tertawa dingin .

   "Bu kay kwesio, tak nyana kau masih ingat dengan raut wajah lohu .... benar benar tak kusangka...."

   Tampaknya si raja akhirat berhati Buddha Bu kay hwesio merasa amat jeri sekali terhadap Bu im sin hong Kian Kim siang, mengikuti nada ucapannya itu buru buru dia berseru .

   "Pinceng masih ingat, pada enam puluh tahun berselang, ketika pinceng mengikuti mendiang guruku mengunjungi tayhiap, berkat petunjuk tayhiap lah pinceng ...."

   Belum habis perkataan itu diutarakan, tiba tiba Bu im sin hong Kian Kim siang membentak keras .

   "Tak usah banyak berbicara, aku harus selesaikan dulu tugas ini sebelum berbincang bincang kembali denganmu, sekarang aku ingin bertanya kepadamu, apakah barangnya sudah kau bawa kemari?"

   Paras muka Raja Akhirat berhati Buddha Bu kay hwesio berubah hebat, ia tak berani menjawab pertanyaan Bu im sin hong Kian Kim siang secara terang terangan, dengan sinar matanya dia memandang sekejap kearah kakek yang berada disampingnya, seakan akan ingin tahu apa saja yang telah dia ucapkan.

   Bu im sin hong Kian Kim siang yang menyaksikan kejadian itu hanya tertawa dingin tiada hentinya, dia sama sekali tidak bermaksud untuk menghalangi perbuatan mereka.

   Terpaksa kakek itu mengucapkan sepatah kata secara ringkas .

   "Dia sudah tahu kalau benda tersebut berada ditangan siansu!"

   Kemudian dengan wajah memerah dia menundukkan kepalanya rendah rendah.

   Di masa dahulu, si Raja akhirat berhati Buddha Bu kay hwesio terhitung pula sebagai seorang pendekar besar yang termashur namanya dala dunia persilatan, dia termashur karena tindakannya yang tegas seperti raja akhirat tapi berhati welas kasih bagaikan Buddha.

   Pada usia tuanya meski sudah mencukur rambutnya menjadi seorang pendeta akan tetapi jiwa kependekarannya sama sekali tidak berkurang.

   Sambil menarik muka dia lantas berseru .

   "Yu sicu, kau bukan terhitung seorang prajurit tak bernama di dalam dunia persilatan, mengapa tindakanmu justru melanggar kesetiaan kawan yang diperlukan seorang jago persilatan?"

   Kakek yang ditegur itu hanya membungkam diri dalam seribu bahasa, tiba tiba dia mengayunkan telapak tangan untuk menghantam keatas ubun ubun sendiri.

   Serta merta Bu im sin hong Kian Kim siang mengangkat tangannya sambil menotok jalan darah kakek itu, dengan demikian niatnya untuk membunuh diri jadi tercegah.

   Setelah itu sambil tertawa seram katanya .

   "Heeehhh.... heeehhh.... heeehhhh..... sebelum urusan menjadi jelas jangan harap kalian bisa mati dengan seenaknya sendiri, apakah kau melupakan kembali perkataan dari lohu? Kalau tidak, tak ada salahnya jika kau merasakan ilmu jari Siau hun ci hoatku sekali lagi!"

   Seraya berkata dia lantas menggerakkan jari tangannya seperti siap melakukan totokan. Dengan cepat si raja akhirat berhati Buddha melompat kedepan dan menghadang dihadapan kakek itu serunya .

   "Dengan nama besar Kian tayhiap dalam dunia persilatan, tak nyana kalau perbuatanmu begitu rendah, sehingga terhadap seorang angkatan muda dari dunia persilatan pun melakukan tindakan sekeji ini, kalau begitu pinceng telah salah menegur Yu sicu."

   Perlu diketahui ilmu jari Siau hun ci hoat merupakan salah satu ilmu beracun dari dunia persilatan, barang siapa yang terkena totokan tersebut, dia tak akan merasa sakit ataupun gatal, tapi akan merasa linu sekujur badannya seakan akan seluruh tulang belulangnya menjadi lepas dan sukmanya melayang meninggalkan raganya.

   Jilid 22 Siksaan tersebut melebihi penderitaan ditusuk tusuk dengan senjata tajam, sekalipun seseorang terdiri dari otot kawat tulang besi, jangan harap bisa menahan siksaan semacam itu.

   Kakek she Yu itu terdiri dari darah dan daging, sudah barang tentu dia tak akan sanggup menahan diri, dalam keadaan demikian siapapun pasti akan berbicara dengan terus terang.

   Cuma saja cara semacam ini merupakan sebuah cara yang amat keji dan rendah, kebanyakan jago persilatan dari golongan lurus enggan untuk menggunakan cara tersebut sehingga menodai nama baiknya.

   Pada enam puluh tahun berselang, nama besar Bu im sin hong Kian Kim siang sudah termashur didalam dunia persilatan, terutama empat propinsi di wilayah selatan, kebesaran namanya dan kebesaran kedudukannya boleh dibilang sejajar dengan kedudukan Keng thian giok cu Thi keng maupun Tiang pek lojin So Seng pak sekalian.

   Sungguh tak disangka enam puluh tahun kemudian, wataknya telah berubah sama sekali dan berubah menjadi seorang manusia yang dibenci setiap umat persilatan.

   Bu im sin hong Kian Kim siang sedikit pun tidak nampak malu ataupun menyesal, jari tangannya masih tetap digerak gerakkan diatas wajah Raja akhirat berhati Buddha Bu kay siansu sembari mengancam .

   "Aku akan mengajukan sebuah pertanyaan lagi, sudah kau bawakan barang itu?"

   Raja akhirat berhati Buddha Bu kay siansu segera tertawa terbahak bahak.

   "Haaahhhh.. haaahhhhh haaahhhh.. kau hendak menggertak pinceng dengan mempergunakan ilmu jari Siau hun ci hoat? Sayang sekali kau salah mencari sasaran, sampai matipun pinceng tak nanti akan takut menghadapi dirimu."

   Sembari berkata dia lantas menotok jalan darah Khek swan hiat ditubuhnya lebih dahulu.

   Dengan demikian, sekalipun dia kalah dalam pertarungan dan tertangkap lawan.

   Bu im sin hong Kian Kim siang tak mungkin bisa menggertak dirinya lagi.

   Sebab dengan menotok jalan darah Khek swan hiat tersebut, hal itu merupakan satu satunya cara untuk menghindari diri dari siksaan Siau hun ci hoat.

   Yang dimaksud sebagai menghindarkan diri adalah jika ilmu totokan siau hun ci hoat tersebut ditotokkan keatas tubuhnya maka dia akan segera tewas, sehingga dapat terhindar dari siksaan akibat totokan ilmu jari siau hun ci hoat tersebut.

   Bu im sin hong Kian Kim siang yang menyaksikan kejadian itu menjadi mendongkol sekali, teriaknya sambil mencak mencak karena kegusaran .

   "Kau anggap lohu sudah tidak punya cara lain lagi untuk menyiksa dirimu ....?"

   Tiba tiba dia mementangkan cakarnya dan secepat kilat menyambar bahu kiri si Raja akhirat berhati Buddha.

   Dengan wajah serius, si Raja akhirat berhati Buddha Bu kay siansu menghindarkan diri ke samping untuk meloloskan diri dari ancaman cengkeraman itu.

   Bu im sin hong Kian Kim siang bergerak secepat sambaran petir, tampak ia sama sekali tidak berganti jurus, sambil membalikkan telapak tangannya tahu tahu dia sudah mencengkeram tubuh Hud sim giam ong secara telak .....

   Berbicara soal tenaga dalam, Hud sim giam ong Bu kay siansu terhitung mempunyai kemampuan yang sederajat dengan ciangbunjin pelbagai partai besar dalam dunia persilatan, akan tetapi bila dibandingkan dengan Bu im sin hong Kian Kim siang, maka selisihnya masih cukup jauh, apalagi ruangan dalam perahu amat sempit dan tidak leluasa untuk dipakai menghindarkan diri.

   Begitu cengkeramannya berhasil dengan telak, Bu im sin hong Kian Kim siang segera mengerahkan tenaganya untuk menekan tubuh lawan, setelah itu diseretnya tubuh Raja akhirat berhati Buddha Bu kay siansu sehingga bergeser satu langkah ke sebelah kiri.

   Waktu itu si Raja akhirat berhati Buddha Bu kay siansu sudah bertekad untuk mati, ia sama sekali tidak memperdulikan keselamatan dirinya, menggunakan kesempatan tersebut pergelangan tangannya segera diputar dan balas membabat jalan darah Ciang bun hiat dipinggang sebelah kiri Bu im sin hong Kian Kim siang.

   Menyaksikan datangnya ancaman tersebut, Bu im sin hong Kian Kim siang tertawa dingin, jengeknya .

   "Kau anggap masih bisa banyak bertingkah dihadapan lohu? Lebih baik roboh saja kau!"

   Sekali lagi hawa murninya disalurkan keluar untuk menekan tubuh lawan, seketika itu juga tubuh si Raja akhirat berhati Buddha Bu kay siansu yang sedang menerjang kemuka malah terdesak mundur selangkah, kakinya tak sanggup berdiri tegak dan ia segera menubruk ke depan.

   Bu im sin hong Kian Kim siang berdiri dengan telapak tangan kanannya disilangkan didepan dada, kemudian secepat kilat menghantam jalan darah ciang tay hiat ditubuh Hud sim giam ong Bu kay siansu tersebut, katanya sambil tertawa jengah .

   "Bila lohu tidak sanggup untuk merobohkan dirimu, tidak pantas aku menjabat sebagai tongcu ruangan Hian bu tong dalam istana Ban seng kiong ....."

   Serangan dari Bu im sin hong Kian Kim siang dilancarkan bertubitubi, seandainya sampai terkena serangan itu secara telak, niscaya si Raja akhirat berhati Buddha Bu kay siansu bakal mampus seketika.

   Rupanya Bu im sin hong Kian Kim siang telah mempergunakan ilmu Huan cing hui hiat (membalik otot memutar darah) suatu kepandaian yang lebih dahsyat dari ilmu jari Siau hun ci hoat untuk menghadapi lawannya.

   Mendadak dari luar ruangan perahu terdengar seorang membentak nyaring .

   "Kian lo tunggu sebentar!"

   Tampaknya Thi Eng khi sudah tak tahan menyaksikan tindak tanduk yang dilakukan rekannya, dia segera menerobos masuk kedalam ruangan dan mencegah Bu im sin hong Kian Kim siang untuk melanjutkan serangan kejinya ....

   Bu im sin hong Kian Kim siang agak menghentikan sebentar ancaman itu, tapi kemudian setelah mendengus dingin, ia meneruskan kembali ancamannya.

   Thi Eng khi sama sekali tidak menyangka kalau perpisahannya selama puluhan hari telah mengakibatkan perubahan besar bagi Bu im sin hong Kian Kim siang, bukan saja bertambah keji bahkan sama sekali tidak mengenali dirinya lagi.

   Kenyataan tersebut membuat hatinya menjadi marah sekali, sambil miringkan badan lantas membacok keatas urut nadi pada pergelangan tangan Bu im sin hong Kian Kim siang.

   Berada dalam keadaan demikian andaikata Bu im sin hong Kian Kim siang tidak segera menarik kembali serangannya, bisa saja dia meneruskan ancamannya dan membunuh Hud sim giam ong Bu kay siansu diujung telapak tangannya, akan tetapi lengannya pun akan terpapas kutung pula di tangan Thi Eng khi.

   Dalam keadaan terpaksa menarik kembali ancamannya dan menyongsong datangnya ancaman dari Thi Eng khi.

   Begitu sepasang telapak tangan mereka saling bertemu segera terjadilah benturan keras yang memekikkan telinga, seketika itu juga Bu im sin hong Kian Kim siang terdesak mundur selangkah.

   Sebaliknya Thi Eng khi tetap berdiri tak berkutik di tempat semula.

   Masih untung Thi Eng khi cuma mempergunakan tenaga sebesar lima bagian saja, kalau tidak, mungkin tubuh Bu im sin hong Kian Kim siang sudah mencelat keluar dari ruangan perahu.

   Dengan perasaan terperanjat Bu im sin hong Kian Kim siang membentak keras .

   "Siapakah kau?"

   Pertanyaan tersebut membuat Thi Eng khi menjadi tertegun, segera pikirnya .

   "Baru berpisah puluhan hari, masa dia sudah tidak kenal lagi dengan aku...?"

   Tapi ingatan lain dengan cepat melintas didalam benaknya .

   "Jangan jangan karena aku mengenakan pakaian berkabung, maka dia tak melihat jelas wajahku?"

   Berpikir demikian, sambil tertawa segera ujarnya .

   "Siaute adalah Thi Eng khi!"

   Lima orang yang berada dalam ruangan perahu itu sama sama menjadi tertegun dan segera mengalihkan sorot matanya ke wajah Thi Eng khi.

   Perlu diketahui, semenjak pertemuannya di bukit Siong san serta keberaniannya untuk mendatangi istana Ban seng kiong seorang diri, nama besar Thi Eng khi sudah diketahui oleh setiap umat persilatan yang berada dalam dunia persilatan.

   Tapi semua orang hanya mengetahui kalau dia adalah seorang yang berjiwa panas, siapapun tidak ada yang mengira kalau tenaga dalam yang dimilikinya begitu sempurna sehingga mampu untuk bertarung menghadapi Bu im sin hong Kian Kim siang.

   Yang paling tersipu sipu keadaannya adalah Bu im sin hong Kian Kim siang sendiri apalagi setelah dipaksa mundur oleh seorang anak muda dihadapan orang lain, kemarahannya makin berkobar.

   Mendadak dia membentak keras .

   "Ooh, rupanya kau, sambutlah pukulanku sekali lagi!"

   Sepasang telapak tangannya segera diayunkan ke depan melancarkan sebuah pukulan dahsyat. Dengan kening berkerut, Thi Eng khi segera berpikir .

   "Tampaknya dari malu Kian lo menjadi naik darah!"

   Dia tak ingin terlalu memaksa orang, maka kali ini dia hanya mempergunakan tenaga sebesar enam bagian untuk menyongsong datangnya ancaman tersebut.

   Ketika sepasang telapak tangan saling membentur, segera terjadilah suatu ledakan yang memekikkan telinga.

   Sekalipun Bu im sin hong Kian Kim siang telah mempergunakan tenaga dalamnya sebesar sepuluh bagian, sedangkan Thi Eng khi hanya enam bagian ternyata keadaannya masih tetap seimbang, kedua belah pihak sama sama tidak tergoyah barang setengah langkah pun.

   Tapi akibatnya perahu itu menjadi oleng dan bergoyang keras sekali akibat tekanan hawa pukulan mereka berdua.

   Si Raja akhirat berhati Buddha Bu kay siansu sekalian tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya, dalam anggapan mereka kekuatan yang dimiliki kedua orang itu seimbang, sehingga tanpa terasa mereka menghembuskan napas dingin dan hatinya amat tak tenang.

   Berbeda sekali dengan Bu im sin hong Kian Kim siang, dia merasa terperanjat sekali dan malu untuk berbincang bincang dengan Thi Eng khi lebih jauh, begitu menghajar dinding perahu sampai ambrol sebagian, dia segera melompat keluar dari ruang perahu dan melarikan diri dari tempat tersebut.

   Thi Eng khi hanya berdiri dengan penuh tanda tanya, tapi diapun tidak menghalangi.

   Sambil menggelengkan kepalanya dan menghela napas, dia membangunkan Si Raja akhirat berhati Buddha Bu kay siansu dari atas perahu, katanya .

   "Siansu kau dibuat terkejut."

   Raja akhirat berhati Buddha Bu kay siansu memegang sepasang bahu Thi Eng khi sambil tertawa terbahak bahak, kejut dan girang menyelimuti seluruh wajahnya.

   "Haaahhh..... haaahhhh.... haaahhh..... walaupun pinceng sudah tahu kalau Thi sauhiap adalah seorang pandai tapi sama sekali tak kusangka kalau kau adalah ketua Thian liong pay yang termashur namanya dalam dunia persilatan, maaf ..... aku benar benar minta maaf. Untung saja Thi ciangbunjin bersedia untuk turun tangan dan membantu kami hari ini, kalau tidak pinceng sekalian pasti akan mati secara mengenaskan!"

   Di tengah ucapan terima kasih itu, si kakek setengah tua dan sastrawan muda itu telah bangun berdiri dan memberi hormat kepada Thi Eng khi.

   Dari pembicaraan tersebut, baru diketahui bahwa kedua orang inipun terhitung manusia kenamaan dalam dunia persilatan.

   Yang tua bernama Kim gin siang pian (sepasang ruyung emas perak) Yu Cian hian, sedangkan si sastrawan muda itu bernama Hek pek san (Kipas hitam putih) Ong Liu tong.

   Semua orang mempersilahkan Thi Eng khi untuk duduk di kursi utama, Thi Eng khi tahu dalam keadaan demikian tak ada gunanya untuk mengalah maka untuk menyenangkan hati semua orang, tanpa sungkan sungkan lagi dia segera duduk di kursi utama.

   Sementara itu, si Raja akhirat berhati Buddha Bu kay siansu telah menghembuskan napas panjang seraya berkata .

   "Bu im sin hong Kian tayhiap sudah lama termashur sebagai seorang pendekar besar yang suka membantu kaum lemah dan membantu kesulitan orang, sungguh tak disangka puluhan tahun kemudian, wataknya bisa berubah menjadi begitu jelek, bahkan telah bergabung pula dengan pihak Ban seng kiong untuk melakukan kejahatan, peristiwa ini benar benar merupakan suatu ketidak beruntungan bagi umat persilatan. Thi Eng khi segera teringat pula hubungannya dengan Bu im sin hong Kian Kim siang, katanya pula .

   "Kesemuanya ini merupakan kesalahan diriku yang masih muda dan berpengalaman cetek hingga aku telah salah menolong orang."

   Mendengar perkataan itu, si Raja akhirat berhati Buddha Bu kay siansu menjadi keheranan, serunya kemudian .

   "Entah apa maksud Thi ciangbunjin mengucapkan perkataan itu?"

   Page 16-17 missing dengan sikap hina banyak jago terhadap perguruan Thian liong pay, dia mengira Raja akhirat berhati Buddha merasa tak sudi untuk bergaul dengannya, maka dengan wajah sedingin es, segera ujarnya .

   "Jika siansu menganggap aku tak cocok untuk bergaul denganmu, baiklah aku hendak mohon diri dulu."

   Selesai menjura, dia segera melangkah keluar dari ruang perahu tersebut..... Si Raja akhirat berhati Buddha Bu kay siansu menjadi amat gelisah, buru buru serunya sambil menggoyangkan tangannya berulang kali .

   "Thi ciangbunjin, harap jangan salah paham, pinceng sama sekali tidak bermaksud demikian."

   Selain gugup, dia pun nampak panik sekali.

   Ketika Thi Eng khi menyaksikan Si Raja akhirat berhati Buddha Bu kay siansu berbicara dengan wajah bersungguh sungguh, hatinya menjadi rikuh sendiri, dia kuatir kalau niatnya untuk pergi dilanjutkan maka orang akan menganggapnya berjiwa sempit, maka dia lantas melangkah balik ke tempat semula.

   Gerakannya baik sewaktu pergi maupun sewaktu kembali dilakukan secepat kilat, semua orang hanya merasa dia menggeserkan posisinya tapi tidak tahu ilmu gerakan tubuh apakah yang digunakan.

   Terkesiaplah Si Raja akhirat berhati Buddha sekalian setelah menyaksikan kejadian itu, mereka tidak tahu sampai dimanakah kelihayan dan kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki Thi Eng khi.

   Setelah menghela napas panjang, Si Raja akhirat berhati Buddha Bu kay siansu segera berkata .

   "Sahabatku itu tak lain adalah Cang ciong sin kiam Sangkoan tayhiap, kepala kampung dari perkampungan Ki hian san ceng dibukit Hong san."

   Dengan kening berkerut Thi Eng khi hanya mengucapkan aah, aah, oh, oh tanpa sanggup untuk melanjutkan kata-katanya.

   Agaknya si Raja akhirat berhati Buddha Bu kay siansu sudah menduga kalau Thi Eng khi bakal menunjukkan sikap seperti ini, maka paras mukanya sama sekali tidak berubah, pelan pelan katanya .

   "Walaupun pinceng tidak menyaksikan sendiri persengketaan yang terjadi antara Cang ciong sin kiam Sangkoan tayhiap dengan Thi ciangbunjin, tapi pinceng cukup mengenali watak dari Sangkoan tayhiap. Dilihat dari tabiatnya itu aku pun tahu kalau kesalahan tersebut pasti bukan terletak pada diri Thi ciangbunjin. Setelah berjumpa hari ini, hal tersebut makin mempertebal dugaanku kalau dugaan pinceng tak salah. Cuma ..... entah bersediakah Thi ciangbunjin memandang pada gawatnya situasi dalam dunia persilatan untuk mengesampingkan dulu perselisihan pribadi dan mau bersatu padu untuk bersama sama menanggulangi krisis dalam dunia persilatan? Pinceng bersedia menjadi perantaranya dalam hal ini..... bila benar benar bisa terwujud, hal ini sungguh merupakan suatu keberuntungan bagi umat persilatan."

   Thi Eng khi adalah seorang pemuda yang berjiwa besar, dengan Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong juga tidak mempunyai dendam kesumat, cuma saja lantaran sikap mereka yang keterlaluan, hal ini memaksanya mau tak mau harus mengambil tindakan pula.

   Maka setelah disinggung kembali oleh si Raja akhirat berhati Buddha Bu kay siansu, dengan cepat diapun menyatakan kesediaannya.

   Sementara dia hendak mengemukakan sikapnya, tiba tiba si hwesio cilik itu menimbrung .

   "Suhu, Thi ciangbunjin adalah seorang pendekar sejati yang mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi, tentu saja ia bersedia untuk memperbaiki hubungan tersebut, yang dikuatirkan adalah Sangkoan tayhiap yang keras kepala dan sampai mati tak mau mengaku salah!"

   Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Thi Eng khi memang tak malu disebut seorang manusia yang luar biasa, dengan wajah bersungguh sungguh dia lantas berkata .

   "Maksud mulia siansu tak berani kutampik, begitulah, kuserahkan persoalan ini kepada siansu! Asal Sangkoan tayhiap bisa melupakan kejadian masa lalu, akupun setiap saat bersedia untuk menjumpainya!"

   Sikap Thi Eng khi yang terbuka dan berjiwa besar ini segera disambut oleh Raja akhirat berhati Buddha Bu kay siansu sekalian dengan perasaan kagum tanpa merasa mereka berseru bersama .

   "Bagus!"

   Rasa kagum mereka terhadap Thi Eng khi pun otomatis semakin bertambah ....

   Dengan penuh kegembiraan si Raja akhirat berhati Buddha Bu kay siansu segera mengambil keputusan untuk mengajak hwesio cilik itu bersama Kim gin siang pian Yu Cian hian serta Hek pek san Ong Liu tong untuk bersama sama berangkat ke perkampungan Ki hian san ceng di bukit Hong san.

   Setelah berpisah dengan keempat orang itu, Thi Eng khi merasa munculnya suatu perasaan kosong dalam hatinya, tapi karena persoalan yang harus diselesaikan terlalu banyak, untuk sesaat dia tak bisa mengambil keputusan dan tak tahu kemana harus pergi.

   Dengan tanpa tujuan akhirnya dia berjalan menelusuri sungai.

   Walaupun dia hanya berjalan dengan santai, tapi tanpa terasa sampai juga dijalanan menuju ke rumah.

   Setelah melewati Swan hong, diapun menembusi kota Sah si.

   Di depan matanya kini tampak kuil tokoan yang pernah digunakan untuk menjebaknya dan hampir saja membunuhnya dulu.

   Sekarang kuil tersebut sudah hancur dan tinggal puing puing yang berserakan.

   Sementara ia masih memandang sekitar tempat itu, dari depan sana tampak sesosok bayangan manusia berkelebat lewat, ketika orang itu menjumpai Thi Eng khi, mendadak tubuhnya melambung ke tengah udara, kemudian setelah berjumpalitan beberapa kali, tanpa mengeluarkan sedikit suarapun dia melayang turun dibelakang tubuh si anak muda tersebut.

   Tenaga dalam yang dimiliki Thi Eng khi memang sangat lihay, walaupun berada dalam keadaan melamun, namun suatu gerakan yang mencurigakan saja dibelakang tubuhnya segera meningkatkan kewaspadaannya.

   Dengan cepat dia membalikkan badan dengan menyilangkan telapak tangannya didepan dada kemudian bentaknya keras keras .

   "Siapa di situ .....?"

   Dengan wajah berseri seri orang itu menerjang tiba, kemudian teriaknya keras keras.

   "Saudara Thi, kau benar benar membuat aku Lo Kian menjadi kelabakan setengah mati!"

   Dengan cepat ia mendekat dan maksud untuk merangkul bahu Thi Eng khi. Serta merta Thi Eng khi berkelit ke samping dan mundur sejauh tiga langkah dengan perasaan muak, lalu sambil melintangkan sepasang telapak tangannya di depan serunya dingin .

   "Sejak berpisah diatas perahu, beberapa hari baru lewat, ada urusan apa kau datang mencariku?"

   Menghadapi sikap Thi Eng khi yang dingin dan kaku, orang tersebut nampak agak tertegun dan segera menghentikan langkahnya, kemudian setelah membalikkan matanya berulang kali, dia berseru .

   "Sejak berpisah denganmu di bukit Bu gi san tempo hari, di tengah jalan aku telah berjumpa dengan seorang sahabat karibku hingga perjalananku agak tertunda, tak disangka ketika tiba di bukit Siong san, kau telah pergi lebih dulu, dengan susah payah aku mencari dirimu hingga hari ini tapi mengapa sikapmu terhadap sahabat karib berubah sekasar ini? Siapakah yang telah berjumpa denganmu didalam sampan? Coba perhatikan lagi dengan seksama, siapakah diri lohu ini?"

   "Hmm, kau masih pandai sekali berlagak pilon,"

   Sumpah Thi Eng khi dalam hati. Dengan wajah dingin dan kaku dia berseru .

   "Nama besar Bu im sin hong Kian tayhiap sudah termashur di seluruh kolong langit, sekarang pun sudah menjadi Tongcu ruang Hian bu tong di istana Ban seng kiong, aku tak berani mengikat tali persahabatan denganmu, lebih baik kita bersua lagi di dalam istana Ban seng kiong, waktu itu aku tak akan berbicara sesungkan hari ini."

   Selesai berkata dia lantas miringkan badan dan berlalu dari tempat tersebut.

   Bu im sin hong Kian Kim siang adalah seorang jago tua yang amat berpengalaman dalam dunia persilatan, setelah menyaksikan hal tersebut dia lantas menduga kalau Thi Eng khi telah menganggap seseorang lain sebagai dirinya.

   Tentu saja dia tak membiarkan Thi Eng khi pergi dengan begitu saja, karena bila sampai berbuat demikian, kesalahan paham diantara mereka pasti akan bertambah mendalam.

   Maka sambil menghalangi jalan pergi Thi Eng khi katanya .

   "Thi lote, tunggu dulu, dibalik peristiwa ini pasti ada hal hal yang tak beres, jangan kelewat menuruti napsu, kita mesti selidiki dahulu dengan baik baik!"

   Thi Eng khi menjadi terkejut sekali dan menghentikan langkahnya sambil membungkam, dia teringat kembali dengan kemampuan Huan im sin ang untuk menyaru sebagai wajah orang lain.

   Ditinjau dari kejadian mana bisa disimpulkan kalau orang yang dijumpainya dalam sampan tempo hari adalah Bu im sin hong gadungan, tapi siapa pula yang percaya kalau Bu im sing hong Kian Kim siang yang berada di hadapannya sekarang adalah Bu im sin hong Kian Kim siang yang sesungguhnya.

   Sekalipun yang berada di hadapannya adalah yang asli, namun siapa pula yang bisa membuktikan kalau dia belum menggabungkan diri dengan pihak Ban seng kiong? Siapa tahu dia datang dengan maksud untuk membohongi dirinya .....? Pertanyaan pertanyaan ini tak mungkin bisa dibuktikan dengan segera, untuk sesaat Thi Eng khi menjadi serba salah dibuatnya.

   Bu im sin hong Kian Kim siang adalah seorang jago kawakan yang sangat berpengalaman, dalam sekilas pandangan saja dia sudah dapat meraba jalan pikiran Thi Eng khi, maka dengan cepat dia mengemukakan suatu rahasia untuk membuktikan keaslian dari dirinya.

   "Cahaya aneh melindungi badan, tiada perasaan melepaskan naga....

   "

   Sebagaimana diketahui, ilmu sakti Heng kian sinkang yang dimiliki Thi Eng khi sekarang berasal dari gua pertapaan Thio Biau liong, peristiwa itu pun hanya diketahui Thi Eng khi dan Bu im sin hong Kian Kim siang yang asli.

   Maka dengan perasaan sangsi, Thi Eng khi segera berkata .

   "Kian lo, siaute masih ada satu persoalan yang tidak kupahami, harap kau suka memberi penjelasan!"

   Nada suaranya sekarang jauh lebih lembut dan lunak. Bu im sin hong Kian Kim siang mengenyitkan alis matanya, lalu berkata pelan .

   "Thi lote, bila dalam hatimu tumbuh kecurigaan, silahkan saja diutarakan dengan berterus terang!"

   "Harap kau suka membuktikan kalau dirimu bukanlah tongcu ruangan Hian bu tong dari istana Ban seng kiong?"

   Tapi bagaimana caranya untuk membuktikan hal ini? Walaupun Bu im sin hong Kian Kim siang berpengalaman luas, toh dia dibikin serba salah juga oleh tindakan Thi Eng khi ini, sebab sulit untuk membuktikan hal itu.

   Sementara kedua orang itu bertatapan muka dengan mulut membungkam, dan Thi Eng khi dengan paras muka berubah sudah siap siap untuk meninggalkan tempat itu, mendadak dari jalan raya muncul sesosok bayangan manusia.

   Begitu menyaksikan kedatangan orang itu, Thi Eng khi nampak semakin tersipu sipu, dengan perasaan apa boleh buat segera panggilnya .

   "So yaya!"

   Kemudian ia menundukkan kepala dan membungkam dalam seribu bahasa. Bu im sin hong Kian Kim siang menjadi gembira sekali, segera teriaknya keras keras .

   "Saudara So, tepat kedatanganmu, Thi lote sedang mencurigai siaute telah bergabung dengan pihak Ban seng kiong dan menjadi tongcu dari ruangan Hian bu tong, padahal kita belum lama berpisah, harap kau suka menjadi saksi!"

   Tiang pek lojin So Seng pak segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak.

   "Haaahhh.... haaahhhh..... haaahhh...... apa jeleknya menjadi tongcu dari istana Ban seng kiong? Saudara Kian, apa salahnya jika kau mengaku secara terus terang saja?"

   Mendengar perkataan itu, kontan saja Bu im sin hong Kian Kim siang menjadi berdiri melongo, dia mengira Tiang pek lojin So Seng pak sengaja mengajaknya bergurau, buru buru serunya dengan gelisah .

   "Kau... kau ..... jangan jangan kau sedang mabuk?"

   Paras muka Tiang pek lojin So Seng pak kembali berubah menjadi amat serius, ujarnya lebih jauh .

   "Lohu berada dalam keadaan yang sadar, mungkin kau sendiri yang sedang pikun sehingga melupakan diri, Eng ji toh orang sendiri, sudah seharusnya kita bersama sama mengajaknya, buat apa kau main sembunyi? Apakah hal inilah yang menjadi watakmu?"

   Thi Eng khi sedang berkerut kening, dia merasa perkataan dari Tiang pek lojin So Seng pak amat menusuk pendengaran. Sementara dia masih termangu, terdengar Tiang pek lojin So Seng pak telah berkata lebih jauh .

   "Ban seng kiong telah dipimpin langsung oleh Hian im Tee kun, lohu sudah ditarik menjadi tongcu ruangan Pek hou tong bersama Kian lo ...."

   Paras muka Thi Eng khi berubah berulang kali, tidak menunggu Tiang pek lojin menyelesaikan perkataannya, dengan sekujur tubuh gemetar keras ia telah menutupi sepasang telinganya sambil berteriak keras .

   "Tidak! Tidak! Aku tak mau mendengarkan ...."

   Kemudian dia menjerit lagi .

   "Ooo Thian!"

   Tanpa membuang waktu dia segera membalikkan badan dan berlalu meninggalkan tempat itu. Dari belakang tubuhnya kedengaran suara Tiang pek lojin So Seng pak sedang berkata sambil tertawa terbahak bahak.

   "Haahhh.... haaahhhh..... haaahhhh...... kakekmu Keng thian giok cu Thi loko pun telah menerima perintah dari Tee kun untuk menjabat sebagai Tongcu ruangan Cing liong tong! Dia telah meninggalkan pesan yang memerintahkan kepadamu untuk segera menjumpainya dan menerima perintah!"

   Sekali lagi Thi Eng khi berteriak keras, larinya tampak bertambah cepat lagi. Dalam keadaan seperti ini, Bu im sin hong Kian Kim siang tak sempat untuk menganggapi ucapan Tiang pek lojin lagi, dia segera berteriak keras .

   "Thi lote!"

   Dengan cepat, dia mengejar dibelakangnya.

   Melihat itu, Tiang pek lojin So Seng pak tertawa tergelak semakin bangga lagi.

   Ketika Ciu Tin tin mencapai di luar pintu gerbang Ban seng kiong setelah terhalang oleh Hian im Tee kun, ia kehilangan jejak dari Thi Eng khi, ia tahu setelah kehilangan jejaknya, maka bila ingin menyusulnya hal itu jauh lebih sulit daripada naik ke langit.

   Dalam keadaan begini, dia lantas menundukkan kepalanya dan memandang sekejap kearah tulang kering sepanjang satu inci ditangannya itu, sementara otaknya berpikir kembali akan ucapan Hian im Tee kun yang meminta gurunya agar menjabat sebagai Tongcu ruangan Cu ciok tong dalam istana Ban seng kiong.

   Setelah mempertimbangkan berat ringannya, sambil menggertak gigi akhirnya diputuskan untuk pulang ke gunung lebih dulu.

   Mengapa Ciu Tin tin bisa munculkan diri dalam istana Ban seng kiong kali ini? Ternyata pada malam ketika Thi Eng khi dan Bu im sin hong Kian Kim siang berpisah di bukit Sam yang hong tempo hari, karena Thi Eng khi telah berpekik lirih untuk memanggil kuda berbulu hitamnya, maka dalam keadaan ilmu Heng kian sinkang yang baru berhasil dipelajari dan belum mampu dikendalikan sebaik baiknya, ditambah lagi malam itu hening, akhirnya suara tersebut didengar pula oleh Ciu Tin tin yang sedang menangis.

   Mendengar suara tersebut, Ciu Tin tin segera mengetahui siapakah orangnya, dia segera menyusul kedepan, sayang kemunculannya terlambat selangkah dan ia tak berhasil menjumpai bayangan tubuh dari Thi Eng khi.

   Walaupun masih murung namun rasa sedih yang semula mencekam hatinya telah jauh berkurang.

   Paling tidak, ia sudah tahu kalau Thi Eng khi telah berhasil meloloskan diri dari bahaya maut.

   Terdorong oleh gejolak perasaan pada hatinya, dia segera memutuskan untuk secara diam diam meninggalkan bukit Bu gi san, karena ia beranggapan sebelum dapat bertemu muka dengan adik Eng, sekalipun tinggal di Bu gi san, dia tak akan merasa lega hati.

   Sewaktu dalam dunia persilatan tersiar berita yang mengatakan Thi Eng khi akan mendatangi istana Ban seng kiong seorang diri, Ciu Tin tin segera menyusul ke istana Ban seng kiong, akhirnya dia berjumpa dengan Thi Eng khi dan menghantar keberangkatan Huang oh siansu berpulang ke alam baka.

   Walau sudah berjumpa, ternyata mereka tak mengucapkan sepatah katapun dan harus berpisah kembali, rasa sedih yang mencekam perasaan Ciu Tin tin benar benar tak terlukiskan dengan kata.

   Akan tetapi bagaimanapun juga Ciu Tin tin memang seorang gadis yang luar biasa, berada dalam situasi yang amat kritis ini, dia memutuskan untuk mendahulukan soal tugas umum daripada kepentingan pribadi.

   Maka ia mengurungkan niatnya untuk mencari Thi Eng khi dan berangkat pulang ke kuil Sam sim an dibukit Bu gi san untuk menyampaikan dahulu pesan dari Hian im Tee kun.

   Sementara itu, Sim ji sinni yang telah membagikan Si toan kim khong kepada pendendam raja akhirat Kwik Keng thian dan Pek leng siancu So Bwe leng, dengan perasaan lega telah kembali ke kuil Sam sim an.

   Karena itulah dia tak tahu kalau Thi Eng khi telah mendatangi istana Ban seng kiong seorang diri, waktu itu dia malah sedang sedih karena peristiwa terjatuhnya Thi Eng khi kedalam jurang dan perginya Ciu Tin tin tanpa pamit.

   Sebenarnya Sim ji sinni bertindak semacam itu selama ini hanya bermaksud baik untuk Thi Eng khi, siapa sangka justru kebalikannya yang ditemui peristiwa tragedi ini segera membuat Sim ji sinni amat sedih bercampur menyesal.

   Tatkala Ciu Tin tin tiba kembali di kuil Sam sim an, Sim ji sinni saat itu sedang berdiri seorang diri diatas tebing sambil menahan rasa sedih dalam hatinya.

   Ciu Tin tin menjadi amat sedih setelah menyaksikan kejadian itu, dia segera berseru lirih .

   "Suhu ...!"

   Dengan cepat dia menubruk ke dalam pelukan Sim ji sinni dan menangis tersedu sedu. Agak lega juga hati Sim ji sinni menyaksikan Ciu Tin tin telah kembali dengan selamat, dibelainya rambut nona itu dengan kasih sayang, kemudian hiburnya .

   "Anak Tin, dalam perjalananmu turun gunung kali ini apakah telah menjumpai suatu kejadian yang memedihkan hatimu?"

   Setelah menangis sekian waktu, pelan pelan Ciu Tin tin baru dapat menenangkan kembali hatinya, dia lantas mengeluarkan lencana tulang putih pemberian Hian im Tee kun, kemudian tanya .

   "Suhu, apakah kau kenal dengan lambang tulang kering ini?"

   Begitu menyaksikan benda tersebut, paras muka Sim ji sinni segera berubah hebat serunya tanpa terasa .

   "Omitohud .... dari mana kau dapatkan lencana Pek leng kut tersebut ....?"

   Suaranya kedengaran gemetar keras, jelas nikou sakti dari kolong langit ini dibuat terperanjat setelah menyaksikan lencana pek leng kut tersebut ....

   Meninjau dari perubahan wajah gurunya, Ciu Tin tin segera sadar kalau masalahnya amat gawat, maka secara ringkas dia lantas melaporkan semua pengalamannya sejak turun gunung.

   Tatkala Sim ji sinni mendapat tahu kalau Thi Eng khi belum mati, hatinya merasa lega sekali, sambil memandang wajah Ciu Tin tin sekulum senyuman segera tersungging diujung bibirnya.

   Akan tetapi, ketika ia mendengar Hian im Tee kun menitahkan kepadanya untuk menjabat tongcu ruangan Cu ciok tong dalam istana Ban seng kiong, paras mukanya kembali menjadi tegang, ia tampak tidak tenang sekali.

   Ciu Tin tin sama sekali tidak menyangka kalau gurunya bakal jeri terhadap manusia yang bernama Hian im Tee kun tersebut, dalam hatinya ia merasa sangat tidak puas, serunya .

   "Tua bangka itu sungguh mengemaskan, lain kali jika anak Tin berjumpa lagi dengannya pasti akan kutunjukkan sedikit kelihayanku kepadanya!"

   Rasa tegang yang semula mencekam perasaan Sim ji sinni agaknya terbuka juga oleh kepolosan Ciu Tin tin, dia segera tersenyum, katanya .

   "Anak Tin, tahukah kau manusia macam apakah Hian im Tee kun tersebut...?"

   "Hmmm .... tak lebih cuma seorang tua bangka berjubah hijau, apanya yang luar biasa?"

   Dengan kening berkerut, Sim ji sinni segera berkata .

   "Berbicara soal Hian im Tee kun, dia merupakan seorang manusia yang paling hebat dalam dunia persilatan dewasa ini, aku belum bisa membayangkan siapakah diantara jago jago persilatan yang ada sekarang dapat mengalahkan dirinya."

   Ciu Tin tin segera teringat dengan kegagahan dari Keng thian giok cu Thi Keng, kakek dari Thi Eng khi, seharusnya dialah yang terhitung berilmu paling lihay, maka dengan riang gembira ujarnya .

   "Kalau Keng thian giok cu Thi yaya masih berada di dunia, andaikata bisa menjumpai dia orang tua, rasanya tak sulit untuk merobohkan Hian im Tee kun tersebut!"

   "Tenaga dalam yang dimiliki Keng thian giok cu Thi tayhiap berada seimbang denganku, padahal dengan kepandaian yang kumiliki sekarang paling banter hanya bisa tahan sebanyak seratus gebrakan belaka, aku rasa Thi lotoa juga tak akan lebih hebat daripada diriku."

   Sekarang Ciu Tin tin baru merasa sangat tegang, serunya dengan cepat .

   "Sebetulnya manusia macam apakah dia? Mengapa bisa sedemikian lihaynya.....?"

   "Berbicara soal asal usul dari gembong iblis ini, tak mungkin bisa selesai dalam sepatah dua kata saja, pokoknya dia merupakan seorang gembong iblis yang berkepandaian paling tinggi selama ratusan tahun belakang ini, sejak dua puluh tahun terjun ke dunia persilatan sampai sekarang belum pernah ada tandingannya, bahkan pada seratus tahun berselang, dunia persilatan sempat dibikin porak poranda oleh perbuatannya itu ...."

   Ketika berbicara sampai disitu, dia segera menghembus napas panjang .... Ciu Tin tin segera menimbrung .

   "Suhu, apakah kau tidak terlalu menyanjung kehebatan dari Hian im Tee kun itu? Seandainya dia lihay, sejak dulu dia sudah merajai dunia persilatan dan rasanya tak perlu untuk menunda sampai sekarang dan baru muncul serta mengalahkan para angkatan muda."

   Sim ji sinni segera tertawa.

   "Anak Tin, kau jangan menimbrung dulu toh perkataanku belum selesai kuucapkan!"

   "Tecu merasa amat tidak leluasa menyaksikan sikap congkak dan jumawa dari keparat tua itu, rasanya ingin sekali kuhajar dirinya habis habisan untuk melampiaskan rasa gemas didalam hati."

   "Untung saja pada waktu itu muncul seorang jago lihay yang sangat hebat dan berilmu tinggi, dalam suatu pertarungan yang hebat akhirnya dia berhasil mengalahkan Hian im Tee kun dan menghindarkan dunia persilatan dari tragedi yang mengenaskan."

   Ciu Tin tin segera merasakan semangatnya berkobar kembali, buru buru serunya .

   "Siapakah dia .... dia orang tua? Masih hidupkah dia di dunia ini? Mengapa kita tidak mengundang kemunculannya?"

   Sim ji sinni mendongakkan kepalanya dan memandang sekumpulan awan putih yang sedang bergerak diangkasa, setelah itu katanya lebih jauh .

   "Dia...... sebelum mengalahkan Hian im Tee kun, dia hanya seorang manusia tanpa nama dari dunia persilatan, tapi setelah mengalahkan Hian im Tee kun, belum lagi orang lain mengetahui namanya, dia sudah lenyap dari dunia persilatan, seakan akan sebuah bintang di langit saja, walaupun memancarkan sinar terangnya keempat penjuru namun sifatnya hanya sementara."

   Ciu Tin tin menjadi kecewa sekali, dia segera menghela napas panjang .

   "Aaai..... sungguh sayang."

   Mendadk hatinya tergerak, ia merasa sikap maupun cara gurunya berbicara nampak aneh sekali dan jauh berbeda dengan keadaan di hari hari biasa.

   Sorot mata yang memancar keluar dari balik matanya itu nampak begitu lembut dan halus, seakan akan tersimpan sesuatu dibalik kesemuanya itu.

   "Aaaah, jangan jangan dia adalah ....."

   Berpikir sampai disitu, tanpa terasa lagi segera teriaknya tertahan .

   "Suhu, kau orang tua kenal dengannya?"

   Tiba tiba paras muka Sim ji sinni berubah menjadi merah padam karena jengah, dipandanginya Ciu Tin tin sekejap, kemudian menjawab .

   
Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Tidak, suhu tidak kenal dengannya!"

   Kemudian setelah menghela napas panjang, lanjutnya .

   "Suhu hanya tahu kalau dia adalah seorang murid dari Thio Biau liong locianpwe, bahkan akupun pun tahu kalau goa tempat tinggal dari Thio locianpwe terletak disekitar puncak Sam yang hong ini."

   Ciu Tin tin adalah seorang gadis yang cerdik, sekalipun gurunya selalu berusaha untuk menyangkal, tapi hal ini sama artinya dengan dia mengakui kalau punya hubungan yang luar biasa dengan manusia aneh tersebut, kalau tidak mengapa imamnya yang sudah tebal karena pertapaannya selama seratus tahun bisa menjadi goyah? Cuma saja jalan pemikiran tersebut dia simpan dalam hati saja, sementara di wajahnya dia bertanya lagi sambil tersenyum .

   "Suhu, dari mana kau bisa tahu kalau Thio locianpwe mempunyai tempat tinggal dekat dengan puncak Sam yang hong ini?"

   "Kita adalah sama sama dalam pertapaan, tentu saja aku mengenalnya ...."

   "Suhu kalau kau menerangkannya sejak tadi, bukankah hal ini menjadi beres ...?"

   Terdengar Sim ji sinni menghela napas panjang, kemudian berkata lebih jauh .

   "Ya.... dia pula yang memberitahukan kepadaku letak gua pertapaan dari Thio locianpwe itu."

   Setelah berhenti sejenak, dengan wajah penuh kepedihan, dia berkata lebih jauh .

   "Sayang sekali karena luka yang dideritanya terlampau parah, akhirnya dia terjatuh diatas batu hijau dan menghembuskan napas penghabisan ...."

   Sembari berkata, dia lantas menuding sebuah batu hijau di bawah sebatang pohon siong yang berada tak jauh dari sana.

   "Jadi maksudmu, dia orang tuapun akhirnya kalah juga?"

   Kata Ciu Tin tin dengan sepasang mata agak basah.

   "Siapa yang mengatakan dia kalah?"

   Ujar Sim ji sinni serius.

   "hanya bisa dibilang dia terluka parah karena pertarungannya dengan Hian im Tee kun dan dia ..... karena hendak memberitahukan kepadaku soal yang menyangkut tentang gua pertapaan dari Thio locianpwe, siang malam dia menempuh perjalanan jauh datang kemari, akibatnya luka yang dideritanya makin parah dan akhirnya malah mencelakai jiwa sendiri."

   Sewaktu berbicara sampai disitu, dia tak sanggup menahan diri lagi, dua titik air mata segera jatuh bercucuran membasahi pipinya.

   Walaupun dibalik perkataannya itu masih terdengar suara cintanya dalam, namun Ciu Tin ti turut mengucurkan air matanya juga karena sedih, dia tak berani bertanya lagi karena kuatir akan semakin menyedihkan hati gurunya.

   Guru dan murid saling berpandangan beberapa saat lamanya, mendadak Sim ji sinni menguasai kembali emosinya dan berkata dengan wajah bersungguh sungguh .

   "Asal kita dapat menemukan gua pertapaan dari Thio locianpwe, kita pasti akan menemukan sebuah cara untuk menaklukkan Hian im Tee kun!"

   Mendadak pada saat itulah dari atas pohon siong dekat batu hijau yang ditunjuk oleh Sim ji sinni tadi, berkumandang suara gelak tertawa amat nyaring.

   "Haaahhh.... haaahhhh.... haaahhhh..... gua pertapaan dari Thio locianpwe telah didatangi lebih dulu oleh orang lain!"

   Bersamaan dengan berkumandangnya suara itu, Bu im sing hong Kian Kim siang telah munculkan diri didepan mata. Setelah menjura, dia lantas berkata .

   "Puluhan tahun tak bersua, tak nyana kalau keadaanmu masih seperti sedia kala, sungguh patut digirangkan, sungguh patut diucapkan selamat."

   Padahal berbicara tentang tenaga dalam yang dimiliki Sim ji sinni, kendatipun Bu im sin hong Kian Kim siang memiliki ilmu meringankan tubuh hu kong keng im yang lihay, tak mungkin jejaknya tak akan diketahui olehnya dalam jarak lima kaki.

   Akan tetapi berhubung dia sedang dicekam oleh suatu masalah yang memedihkan hatinya, maka akibatnya dia menjadi teledor dan kurang waspada.

   Sim ji sinni segera menitahkan kepada Ciu Tin tin untuk memberi hormat kepada Bu im sin hong Kian Kim siang, setelah itu ujarnya dengan wajah serius .

   "Kian sicu mengatakan kalau gua pertapaan dari Thio locianpwe telah didatangi orang, benarkah itu?"

   Sebenarnya Bu im sin hong Kian Kim siang mengucapkan perkataan itu tanpa sengaja, setelah ditanya oleh Sim ji sinni, dia baru teringat dam pesan dari Thio Biau liong yang melarang untuk membocorkan rahasia itu kepada orang lain.

   Kontan saja paras mukanya berubah merah padam serunya dengan nada terbata-bata .

   "Aku hanya salah berbicara saja, harap sinni sudi memaafkan, lohu tak berani melanggar perintah dari Thio locianpwe."

   "Oooh .... rupanya locianpwe yang telah berkunjung lebih dulu ke situ ....!"

   Seru Ciu Tin tin cepat. Sim ji sinni juga mengawasi wajah Bu im sin hong lekat lekat, sementara senyuman menghiasi ujung bibirnya. Dengan cepat Bu im sin hong Kian Kim siang menggoyangkan tangannya berulang kali sambil membantah .

   "Bukan aku, bukan aku, masih ada orang lain, masih ada orang lain! Lohu hanya secara kebetulan saja mengiringi dirinya dan beruntung dapat menjumpai Thio locianpwe, jadi tak bisa dibilang sebagai ahli waris Thio locianpwe."

   Baru saja Ciu Tin tin hendak mendesak lebih jauh, sambil tertawa Sim ji sinni telah menukas .

   "Anak Tin, kau tak usah bertanya lagi, orang yang bisa berada bersama dengan Kian sicu sudah pasti bukan manusia sesat, dengan begitu pinni pun boleh berlega hati."

   Sim ji sinni segera mempersilahkan tamunya untuk duduk, setelah menghidangkan air teh, kebetulan Bu naynay baru pulang dari luar, semua orang pun merupakan kenalan lama, maka begitu Bu naynay menyaksikan kehadiran Bu im sin hong Kian Kim siang, dengan paras muka berubah hebat serunya keras keras .

   "Kian lotau, mau apa kemari? Apkah kau hendak membujuki sinni kami agar menerima kedudukan Tongcu tersebut?"

   Rupanya dalam perjalanannya turun gunung kali ini, Bu naynay sempat mendengar orang bercerita tentang diadakannya ruangan Cing liong, Pek hou, Cu ciok dan Hian bu dalam istana Ban seng kiong, dimana sinni dicantumkan pula, maka diapun mengajukan pertanyaan tersebut.

   Akan tetapi menyaksikan Ciu Tin tin juga hadir disitu, dia kesampingkan diri Bu im sin hong Kian Kim siang dan berkata kepada gadis tersebut .

   "Tin ji, baik baiklah kau? Mengapa kau pergi tanpa pamit? Membuat aku dan suhumu panik setengah mati! Lain kali kalau ingin pergi, kau mesti memberitahukan dulu kepada nenek, bila nenek menemanimu maka kita tak usah kuatir dengan segala tipu muslihat dalam dunia persilatan lagi..."

   Luapan cinta kasih yang ditunjukkan membuat setiap orang merasa sangat terharu. Ciu Tin tin segera menggengam tangan Bu naynay yang telah berkeriput itu dan berkata dengan gembira .

   "Dengan mengandalkan nama besar dari suhu dan nenek, siapa lagi yang berani mempermainkan diriku?"

   Diumpak oleh Ciu Tin tin, Bu naynay kelihatan gembira sekali.

   "Anak Tin, pergilah beristirahat atau mungkin kau sudah lapar, nenek akan segera menyiapkan hidangan untukmu!"

   Sambil tertawa dia lantas mengundurkan diri dari situ.

   "Bu toanio,"

   Teriak Bu im sin hong Kian Kim siang dengan lantang.

   "jangan lupa bagian lohu!"

   Dalam kuil memang tersedia sayur dan nasi, maka dengan cepat hidangan telah disiapkan, cuma dia khusus buatkan dua macam sayur lagi yang diletakkan di depan Ciu Tin tin.

   Bu im sin hong Kian Kim siang yang menyaksikan hal itu segera menggoda Bu naynay yang dikatakan pilih kasih.

   Selesai bersantap, mereka pun membicarakan lagi situasi dunia persilatan dewasa ini.

   Dalam pembicaraan itu, Sim ji sinni baru tahu kalau dalam setengah bulan saja, istana Ban seng kiong telah berganti pemilik dan muncul dengan wajah baru.

   Yang membuat Sim ji sinni mendongkol bercampur marah adalah ucapan sesumbar dari Hian im Tee kun, dimana selain dia sendiri, Keng thian giok cu Thi Keng, Tiang pek lojin So Seng pak dan Bu im sin hong Kian Kim siang telah diundang untuk menjabat sebagai Tongcu.

   Menurut Bu im sin hong Kian Kim siang, sewaktu dia berjumpa dengan Thi Eng khi dekat kota Sah si beberapa hari berselang, Thi Eng khi telah memandangnya sebagai Tongcu dalam istana Ban seng kiong.

   Bahkan dengan mata kepala sendiri, dia menyaksikan Tiang pek lojin menerima jabatan tersebut, bahkan konon Keng thian giok cu Thi Keng juga telah tiba di istana Ban seng kiong.

   Oleh karena tak kuat menahan pukulan batin inilah, Thi Eng khi telah lenyap dari keramaian dunia persilatan.

   Atau dengan perkataan lain, diantara empat manusia aneh dari kolong langit, sudah ada dua orang yang bergabung dengan Hian im Tee kun, sedangkan sisanya tinggal Sim ji sinni dan Bu im sin hong Kian Kim siang.

   Sim ji sinni sekalian bertiga menjadi murung dan amat kesal.

   Bu im sin hong Kian Kim siang segera menghela napas panjang, katanya .

   "Ada pun kedatangan lohu kemari mempunyai dua tujuan, pertama untuk merundingkan cara untuk menanggulangi persoalan ini, kedua menemukan kembali jejak Thi Eng khi."

   Kemudian setelah berhenti sejenak dan tertawa jengah, katanya lebih lanjut .

   "Sekarang persoalan telah berkembang jadi begini, lohu pun tak bisa memenuhi permintaan dari Thio locianpwe lagi, hendak kusampaikan sebuah kabar penting untuk kalian."

   "Kami akan mendengarkan dengan seksama!"

   Sim ji sinni sekalian bertiga segera menyahut dengan wajah bersungguh sungguh. Dengan serius Bu im sin hong Kian Kim siang berkata .

   "Perkataan ini muncul dari mulut lohu, semoga hanya berakhir dengan sampai di telinga kalian bertiga saja, jangan sampai ada orang lain yang mengetahuinya lagi."

   "Tak usah kuatir Kian sicu, kami semua akan menjaga rahasia ini dengan sebaik baiknya,"

   Janji Sim ji sinni dengan wajah serius. Bu im sin hong Kian Kim siang segera mendongakkan kepalanya berdoa dulu, kemudian baru berkata .

   "Thi lote tak lain adalah orang yang telah mendapat warisan dari Thio locianpwe, lohu duga di dalam putus asanya kemungkinan besar dia masuk kembali ke gua pertapaan Thio locianpwe, maka dari itu aku sengaja datang kemari untuk mencarinya."

   "Oooooh!"

   "Oooooh!"

   "Oooh..."

   Ketiga orang itu saling berpandangan sekejap dengan wajah tertegun, siapapun tidak menyangka kalau orang yang berhasil mendapatkan warisan dari Thio locianpwe adalah Thi Eng khi.

   Setelah jeritan kaget agak mereda, Sim ji sinni baru berkata lagi sambil tersenyum .

   "Pinni sudah seratus tahun lamanya mencari tempat itu, tak nyana orang yang akhirnya berjodoh adalah Thi Eng khi, tampaknya Thian memang mengatur segala galanya. Nah, anak Tin, sekarang kau boleh merasa gembira bukan?"

   Tentu saja kegembiraan Ciu Tin tin melebih siapapun, segera tanyanya dengan cepat.

   "Gua pertapaan dari Thio locianpwe itu berada dimana? Mari kita segera pergi untuk mencarinya!"

   "Pintu keluar dari gua pertapaan itu letaknya berada di dalam sumur Bu sim cing di belakang kebun kuil."

   Bu im sin hong Kian Kim siang kembali menerangkan. Untuk kesekian kalinya ketiga orang itu menjadi tertegun dan berdiri termangu mangu. Sambil memandang kearah Ciu Tin tin, Bu im sin hong Kian Kim siang berkata lebih jauh .

   "Sewaktu kami lolos dari kurungan tempo hari, Thi lote mendengar pula keluh kesah dari nona Ciu, sebenarnya dia hendak menjumpai nona, tapi entah apa yang terjadi kemudian dia telah bertekad untuk pergi meninggalkan tempat ini."

   Ciu Tin tin segera berkerut kening setelah mendengar perkataan itu, jelas nampak ia merasa kecewa dan sedih, pikirannya pun segera terjerumus dalam lamunan. Tak selang beberapa saat kemudian, dia baru berwajah cerah kembali, ujarnya sambil tertawa .

   "Adik Eng adalah seorang yang mengutamakan kesetiaan kawan, mungkin dia kuatir kalau sampai menunda urusan penting lainnya maka dia baru tidak memperdulikan soal ....."

   Kata cinta yang seharusnya dikatakan, mendadak disabot dan diurungkan .... Bu im sin hong Kian Kim siang segera tertawa terbahak bahak.

   "Haaahhhh..... haaahhhh..... haaahhhh..... nona Ciu nampaknya kau sangat memahami perasaan hatinya!"

   Ciu Tin tin menjadi tersipu sipu dibuatnya, dia segera membalikkan badan dan lari menuju ke kebun belakang, serunya .

   "Mari kita segera mencari adik Eng!"

   Setibanya di tepi sumur Bu sim cing, dia siap sedia untuk melompat masuk ke dalam sumur itu.

   Siapa tahu baru saja, dia hendak melompat masuk, terasa lengannya ditarik orang, ternyata Bu im sin hong Kian Kim siang telah mencekalnya kencang kencang.

   Terdengar Bu im sin hong Kian Kim siang berkata lagi .

   "Tunggu sebentar nona Ciu, air dalam sumur dingin sekali!"

   Ciu Tin tin membelalakan matanya lebar lebar lalu berseru dengan wajah tertegun .

   "Locianpwe, bukankah kau mengatakan sumur ini?"

   Sim ji sinni dan Bu naynay memandang pula kearah Bu im sin hong Kian Kim siang dengan sorot mata yang sama. Menyaksikan itu, Bu im sin hong Kian Kim siang segera berkata .

   "Mulut masuk menuju ke gua pertapaan Thio locianpwe terletak pada dinding sumur tiga kaki dari permukaan air, bila kau tak tahu letak pintu masuknya, sekalipun terjun ke air juga tak akan menemukan pintu tersebut, lebih baik lohu yang berjalan di depan!"

   "Anak Tin, ucapan Kian sicu memang benar,"

   Ucap Sim ji sinni pula.

   "mari kita menuju ke tepi sumur sambil menunggu petunjuk dari Kian sicu ...."

   Bu im sin hong Kian Kim siang segera menghimpun tenaga dalamnya dan berjalan ke tepi sumur, baru saja dia akan melompat turun, mendadak dari luar kebun nampak sesosok bayangan manusia berkelebat lewat, kemudian terdengar seseorang berteriak keras .

   "Hati hati Sinni, jangan sampai tertipu oleh tipu muslihat orang, cepat cegah dia terjun ke sumur!"

   Satu ingatan dengan cepat melintas dalam benak Sim ji sinni, cepat dia mengebaskan ujung bajunya melepaskan pukulan Boan yok sinkang untuk menutup mulut sumur itu, kemudian serunya .

   "Kian sicu, harap tunggu sebentar, yang datang adalah Tiang pek lojin So sicu!"

   Tampak bayangan manusia berkelebat lewat, Tiang pek lojin So Seng pak telah munculkan diri disitu.

   Dalam waktu singkat, Bu im sin hong Kian Kim siang, Tiang pek lojin dan Sim ji sinni berdiri pada posisi yang berbeda dan saling bertatapan dengan sorot mata tajam.

   Tiga orang dengan tiga hati dan tiga macam pikiran, tapi semuanya diliputi tanda tanya besar.

   Sebaliknya Bu naynay dan Ciu Tin tin hanya berdiri tertegun ditepi arena dengan mata terbelalak.

   Yang datang memang Tiang pek lojin So Seng pak, dia muncul dengan membawa sikap seratus persen perasaan curiga terhadap maksud jelek Bu im sin hong Kian Kim siang.

   Karena dalam pengejarannya terhadap Thi Eng khi, bukan saja dia telah mendengar tentang diangkatnya empat orang Tongcu oleh Ban seng kiong, bahkan dia telah menerima selembar surat permohonan.

   Yang paling membuatnya tidak tahan adalah dengan mata kepala sendiri, dia menyaksikan Bu im sin hong Kian Kim siang dengan mengandalkan nama Ban seng kiong telah banyak melakukan perbuatan jahat dan keji di tempat luaran.

   Sebaliknya Bu im sin hong Kian Kim siang juga mencurigai Tiang pek lojin sebagai utusan yang mendapat perintah dari Hian im Tee kun untuk mengadu domba mereka serta membujuk Sim ji sinni masuk perangkap.

   Sim ji sinni berdiri dengan perasaan bingung dan tidak habis mengerti .....

   Begitulah, untuk setengah harian lamanya ketiga orang itu berdiri saling berhadapan dengan wajah tegang.

   Kemudian Tiang pek lojin So Seng pek menjura kepada Sim ji sinni dan berkata .

   "Tempo hari berkat bantuan dari sinni, cucuku Bwe leng berhasil selamat dari ancaman bahaya, waktu itu aku betul betul sudah pikun sehingga sama sekali tidak mengetahui kehadiran sinni, bilamana pelayananku kurang memadai, harap sinni sudi memaafkan."

   Sim ji sinni segera tertawa setelah mendengar perkataan itu, ujarnya kemudian .

   "Yang kurang hormat seharusnya adalah pinni, harap So sicu jangan menertawakan."

   Setelah sopan santun dilewatkan, Tiang pek lojin baru menuding kearah Bu im sin hong Kian Kim siang sembari berkata .

   "Sinni, apakah kau mengetahui latar belakang yang sebenarnya dari orang ini?"

   Melihat dirinya dituding oleh Tiang pek lojin, dengan cepat si angin sakti tanpa bayangan Kian Kim siang berseru pula .

   "Sinni, hati hati dengan orang ini, perkataannya berbisa dan membahayakan persatuan kita."

   Baru saja Sim ji sinni hendak buka suara, Tiang pek lojin telah menimbrung kembali.

   "Orang itu sudah menggabungkan diri dengan pihak Ban seng kiong kini dia menjabat sebagai ketua tongcu dari ruangan Hian bu tong!"

   Mendengar perkataan itu, kontan saja Bu im sin hong Kian Kim siang melototkan sepasang matanya bulat bulat, teriaknya dengan cepat .

   "Orang ini telah bergabung dengan pihak Ban seng kiong dan kini sebagai ketua tongcu ruangan Pek hou tong!"

   "Omong kosong!"

   Teriak Tiang pek lojin dengan gusar.

   Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Kau sendiri yang omong kosong,"

   Balas Bu im sin hong Kian Kim siang tak mau kalah.

   "Kau ...."

   "Kau ...."

   Keduanya tak mampu melanjutkan cekcoknya karena tak sanggup berkata kata lagi. Dengan cepat Sim ji sinni menenangkan hatinya, kemudian sambil menggelengkan kepalanya berulang kali dia berkata .

   "Harap sicu berdua jangan cekcok disini, pinni tak mau mendengarkan perkataan kalian semua, sekarang lebih baik kalian berdua turun saja dari bukit ini."

   Tampaknya karena tak berdaya menghadapi kesulitan yang dihadapinya itu, terpaksa dia mengambil tindakan dengan mempersilahkan tamunya untuk pergi. Tiang pek lojin So Seng pak menjadi tertegun setelah mendengar perkataan itu, segera serunya .

   "Lohu datang kemari karena sedang mengejar Thi Eng khi, harap sinni segera mengundang keluar Thi Eng khi, lohu ingin mengucapkan beberapa kata kepadanya sebelum pergi dari sini!"

   Agaknya orang tua ini bermaksud untuk menjelaskan soal mati hidup Pek leng siancu So Bwe leng kepada si anak muda tersebut. Bu im sin hong Kian Kim siang yang mendengar perkataan itu, dengan cepat menimbrung.

   "Asal lohu bisa berjumpa denngan Thi Eng khi, tak usah disuruh sinniipun aku bisa segera turun gunung sendiri."

   Ditinjau dari perkataan tersebut, tampaknya kedua orang itu sama sama tidak bersedia untuk pergi meninggalkan tempat itu. Sim ji sinni segera berkerut kening, mendadak serunya .

   "Tin ji, antar tamu kita!"

   Tiang pek lojin So Seng pak segera mendengus, dengan mencorong sinar tajam yang menggidikkan hati dia mengawasi wajah Bu im sin hong Kian Kim siang tanpa berkedip. Bu im sin hong Kian Kim siang pun mendongakkan kepalanya dan tertawa seram .

   "Heeehhhh..... heeehhhh...... So Seng pak, kau memang betul betul hebat, terutama sekali kepandaianmu untuk mengadu domba, betul betul luar biasa, lohu bersedia meminta petunjuk beberapa jurus ilmu silat darimu!"

   Mendengar suasana semakin menegang, dengan cepat Ciu Tin tin menyelinap kedepan dan berdiri diantara kedua orang itu, kemudian sambil menjura kekiri kekanan serunya berulang kali .

   "Boanpwe menanti locianpwe berdua untuk turun dari gunung ....."

   Sebetulnya kedua orang itu sudah berniat untuk melakukan pertarungan adu jiwa, tapi lantaran Ciu Tin tin berdiri di tengah arena dan lagi untuk menjaga gengsi, tentu saja mereka tak bisa turun tangan secara gegabah.

   Terpaksa sambil tertawa kering, mereka berdua saling berpandangan dengan mata melotot.

   Sim ji sinni tertawa dingin, tiba tiba selanya .

   "Kalau toh kalian berdua sama sama tak pandang sebelah matapun terhadap yang lain, terpaksa pinni harus menghantar sendiri kepergian kalian berdua dari sini!"

   Kemudian dengan wajah serius, dia menghimpun tenaga Boan yok sinkangnya hingga dua belas bagian, kemudian selangkah demi selangkah menghampiri mereka berdua.

   Baru saja dia berjalan dua langkah, mendadak dari sisi arena muncul kembali sesosok bayangan manusia dan melayang turun diantara tiga orang itu, serunya dengan lantang .

   "Sinni, dalam peristiwa ini terdapat kecurigaan yang maha besar, bagaimanapun urusan harus diperiksa dulu!"

   Kehadiran orang itu ternyata sama sekali tidak dirasakan oleh ketiga tokoh persilatan tersebut, dari sini dapat diketahui kalau tenaga dalam yang dimiliki pendatang itu benar benar luar biasa hebatnya.

   Tanpa terasa semua orang menjadi terperanjat dan bersama sama mendongakkan kepalanya.

   Ternyata pendatang itu adalah seorang kakek berambut perak berjubah biru dan berwajah penuh senyuman, dengan sorot mata tajam ia memandang sekejap kearah mereka bertiga lalu menjura kepada masing masing orang.

   Begitu mengetahui siapa yang datang, Tiang pek lojin So Seng pak segera bersorak gembira .

   "Toako! Siaute sungguh rindu kepadamu."

   

   Jilid 23 Bu im sin hong Kian Kim siang dengan wajah berseri turut berseru pula dengan lantang .

   "Thi tayhiap, setelah kau datang kemari, urusan akan lebih gampang untuk diselesaikan."

   Sedangkan Sim ji sinni segera merangkapkan tangan didepan dadanya sambil berbisik .

   "Omitohud .... Thi tayhiap tak pernah berbicara sembarangan, pinni mohon petunjuk darimu.

   "

   Kemunculan Keng thian giok cu Thi Keng secara tiba tiba di puncak Sam yang hong selain berhasil menghindari meletusnya suatu pertempuran besar, bahkan membuat jantung Ciu Tin tin berdebar keras sehingga hampir saja melompat keluar dari rongga dadanya.

   Kakek kekasih hatinya berarti pula kakek sendiri, kalau dipikirkan kembali dia menjadi tersipu sipu malu.

   Keng thian giok cu Thi Keng tidak segera menjawab perkataan dari Sim ji sinni, dia hanya tertawa kemudian mengalihkan sorot matanya yang tajam keatas wajah Ciu Tin tin.

   Dipandang secara begini rupa, Ciu Tin tin segera merasakan tubuhnya menjadi gatal, seperti ada beribu ekor semut yang berjalan diatas tubuhnya, ia menjadi sangat tidak tenang.

   Sambil tertawa Sim ji sinni segera berseru .

   "Anak Tin, mengapa kau tidak segera memberi hormat kepada Thi locianpwe?"

   Ciu Tin tin semakin gugup sehingga tak berani mendongakkan kepalanya tapi dia toh maju juga dan menjatuhkan diri berlutut dan memberi hormat kepada Keng thian giok cu Thi Keng.

   "Anak Tin menjumpai Thi yaya!"

   Bisiknya lirih. Keng thian giok cu Thi Keng menerima penghormatan dari Ciu Tin tin tersebut, kemudian entah apa yang terjadi tahu tahu muncul segulung tenaga yang amat besar membimbing gadis itu bangun.

   "Apakah ayahmu adalah Gin ih kiam kek Ciu tayhiap?"

   Tegurnya dengan mata berkaca.

   "Benar!"

   Sahut Ciu Tin tin sambil sesenggukkan menahan isak tangisnya. Dengan penuh kasih sayang, Keng thian giok cu Thi Keng segera membelai rambut Ciu Tin tin yang halus, katanya pelan .

   "Nak, kau baik sekali!"

   Ciu Tin tin segera merasakan titik air mata jatuh bercucuran dengan derasnya membasahi seluruh wajahnya, dia merasa Thi yaya ini baik sekali kepadanya.

   Mendadak rasa malunya lenyap tak berbekas, sembari menubruk kedalam pangkuan Keng thian giok cu Thi Keng, serunya sambil tersedu .

   "Yaya, adik Eng terlalu menderita!"

   Keng thian giok cu Thi Keng merasa dia telah berbuat salah kepada cucu kesayangannya, maka setelah mendengar ucapan dari Ciu Tin tin tersebut untuk sesaat lamanya dia tak sanggup untuk mengeluarkan sepatah katapun.

   Berbareng itu pula, suara helaan napas segera berkumandang dari empat penjuru di sekeliling tempat itu.

   Tampaknya hubungan mesra antara kakek dan cucu ini, membuat Tiang pek lojin menjadi teringat kembali dengan musibah yang menimpa cucu kesayangannya Pek leng siancu So Bwe leng, dia menggelengkan kepalanya berulang kali dengan perasaan amat sedih.

   Sewaktu kejadian itu diketahui oleh Keng thian giok cu Thi Keng, sambil tertawa orang tua itu segera berkata .

   "Saudaraku, aku sudah pernah bersua dengan Bwe leng si bocah itu, aku amat menyukainya, kau tak usah kuatir!"

   Ucapan itu bermaksud ganda dan amat jelas sekali artinya, kontan saja Tiang pek lojin menjadi girang dan wajahnya kembali berseri-seri...... Kemudian pelan pelan Keng thian giok cu Thi Keng mendorong tubuh Ciu Tin tin, katanya lembut .

   "Nak, berdirilah dulu di samping, yaya lupa menjawab pertanyaan dari gurumu."

   Dengan berat hati Ciu Tin tin segera meninggalkan pelukan Keng thian giok cu Thi Keng dan kembali kesisi Bu naynay, sementara sepasang matanya yang jeli dan lembut tak pernah beralih sekejappun dari tubuh kakek itu.

   Paras muka Keng thian giok cu Thi Keng segera pulih kembali pada sikapnya yang perkasa seperti dulu, kepada Sim ji sinni katanya sambil tertawa .

   "Sinni, kau sendiripun belum lama pulang gunung, hal ini berarti kaupun wajib untuk mencuci bersih dirimu dari segala kecurigaan."

   Sim ji sinni segera tertawa, seperti memahami sesuatu diapun segera berkata .

   "Thi sicu, rupanya kaupun menganggap pinni telah takluk dan bergabung dengan Ban seng kiong?"

   "Lohu pernah menyaksikan keempat tongcu muncul bersama sama dalam istana Ban seng kiong."

   "Haaaah....!"

   Perkataan itu kontan saja disambut tiga orang lainnya dengan jeritan kaget. Ciu Tin tin juga tak kuasa menahan diri, dengan cepat diapun menimbrung dari samping.

   "Maksud yaya, ada empat orang yang berwajah mirip dengan yaya sekalian telah muncul di istana Ban seng kiong?"

   Keng thian giok cu Thi Keng segera manggut manggut.

   "Benar! Aku menjumpai mereka berempat telah menyaru dan mencatut nama kita berempat!"

   Setelah berhenti sejenak, diapun menyahut lebih jauh .

   "Oleh karena itu, mau tak mau kita harus berpikir dan menduga kalau salah seorang diantara kita berempat besar kemungkinan ada yang gadungan ...."

   Bu im sin hong Kian Kim siang tidak percaya dengan ucapan tersebut, dengan cepat dia berseru .

   "Tapi untuk mencari empat orang yang berwajah agak mirip dengan kami dan menyaru sebagai kita berempat, rasanya hal ini mustahil bisa dilakukan ...."

   Mendengar perkataan itu, Tiang pek lojin segera tertawa terbahak bahak.

   "Haaahhhh..... haaahhhh..... haaahhhh..... ilmu menyaru muka yang dimilik Huan im sin ang tiada keduanya didunia ini, jangankan baru empat orang, sekalipun seratus orang juga bukan kesulitan baginya!"

   Tentu saja Bu im sin hong Kian Kim siang tidak percaya dengan kenyataan tersebut, akan tetapi setelah dijelaskan pula oleh Sim ji sinni dan Keng thian giok cu Thi Keng, dia baru tak sanggup untuk berkata apa apa lagi.

   Sebagaimana diketahui, dia belum lama lolos dari kurungan, tentu saja dia pun kurang mengenal terhadap kemampuan dari Huan im sin ang untuk mengubah raut wajah, tak heran kalau rekan rekan lainnya harus berbicara banyak untuk menyakinkan dirinya.

   Di dalam kenyataan, empat orang tongcu yang berada dalam istana Ban seng kiong sekarang, tak seorang pun yang asli.

   Berbicara yang sebetulnya, hal mana tak lebih hanya merupakan semacam siasat keji dari Hian im Tee kun belaka.

   Rupanya Hian im Tee kun selain bermaksud merusak nama besar dan kepercayaan orang terhadap pamor Keng thian giok cu sekalian berempat, diapun punya rencana busuk untuk mengadu domba kaum persilatan dari golongan lurus.

   Dia menitahkan kepada Huan im sin ang untuk mempergunakan ilmu menyarunya yang lihay merubah empat orang gembong iblis anak buahnya menjadi Keng thian giok cu Thi Keng, Tiang pek lojin So Seng pak, Sim ji sinni serta Bu im sin hong Kian Kim siang.

   Perbuatan ini dilakukannya dengan sangat rahasia sekali, kecuali Huan im sin ang seorang, boleh dibilang kawanan iblis lainnya tak ada yang mengetahui, bahkan mereka bergembira karena mengira keempat orang tongcu tersebut benar benar dijabat oleh Keng thian giok cu Thi Keng sekalian berempat.

   Perlu diketahui, nama besar Keng thian giok cu Thi Keng di dalam dunia persilatan dewasa ini amat termashur dan jarang sekali ada yang bisa menandingi, asal keempat tokoh utama ini berhasil dibereskan, maka kawanan jago lainnya bukanlah merupakan suatu ancaman yang serius.

   Tindakan yang dilakukan Hiam im Tee kun kali ini memang sangat lihay sekali, kendatipun Keng thian giok cu Thi Keng sekalian tak sampai diperalat olehnya, tapi atas tindak tanduk yang dilakukan oleh penyaru penyaru tersebut, akibatnya nama besar mereka akan rusak, umat persilatan tak akan percaya lagi kepada mereka, dan akhirnya mereka tak bisa menancapkan kaki lagi dalam dunia persilatan.

   Apakah hasil dari rencana yang disusun oleh Hian im Tee kun ini bisa berhasil sukses seperti apa yang diharapkan, baiklah kita nantikan perkembangan selanjutnya.

   Sementara itu, ketika Keng thian giok cu Thi Keng menyaksikan Bu im sin hong Kian Kim siang sudah mempercayai apa yang dikatakan semua orang, sambil mengangguk ia baru berkata .

   "Oleh karena itu, pertama tama yang harus kita lakukan adalah bagaimana membuktikan keaslian diri sendiri kemudian baru bersama sama merundingkan cara yang terbaik untuk menanggulangi musibah tersebut."

   Tiang pek lojin yang pertama tama menyanggupi usul itu paling dulu, dengan cepat serunya .

   "Apa yang dikatakan toako memang benar, tapi dengan cara apakah kita membuktikan keaslian kita masing masing?"

   "Omitohud"

   Bisik Sim ji sinni.

   "menurut pendapat pinni, bagaimana kalau kita pergunakan ilmu silat simpanan masing masing perguruan untuk membuktikan keaslian dari diri sendiri?"

   "Bagus sekali,"

   Seru Tiang pek lojin So Seng pak dengan cepat.

   "kendatipun Hiam im Tee kun bisa menyaru wajah kita namun dalam hal ilmu silat mustahil mereka bisa menirukan secara persis, terutama dalam soal kematangan, bagi mata seorang ahli hal tersebut mudah untuk membedakan mana yang asli dan mana yang palsu, pendapat dari sinni ini memang tepat sekali."

   "Sinni!"

   Ujar Bu im sin hong Kian Kim siang kemudian.

   "ilmu Boan yok sinkangmu sudah mencapai puncak kesempurnaan dan bisa dipergunakan menurut jalan pikiran, dalam seratus langkah dapat melukai orang tanpa berwujud. Kami sekalian akan menggunakan kesempatan ini untuk menikmati kelihayanmu itu."

   Sim ji sinni tertawa.

   "Ilmu Sian thian bu kek ji gi sinkang dari Thi sicu merupakan ilmu yang maha dahsyat di dunia ini, mengapa kita tidak minta kepadanya untuk mendemonstrasikan kelihayannya agar membuka mata kita semua?"

   Keng thian giok cu Thi Keng segera berkata .

   "Ilmu Kiu coan hian kang dari So lote dan ilmu gerakan Hu kong keng im dari Kian tayhiap semuanya merupakan ilmu silat utama dalam dunia persilatan, sudah sepantasnya kepandaian kepandaian yang hebat lebih dulu menunjukkan kelihayannya masa lohu berani mendahului?"

   Tiang pek lojin memandang sekejap kearah Keng thian giok cu Thi Keng, kemudian ujarnya sambil tertawa .

   "Biarlah burung yang bodoh terbang lebih dulu, siaute akan mendemonstrasikan kejelekanku lebih dulu untuk membuka upacara ini."

   Kemudian setelah berhenti sejenak lanjutnya .

   "Bilamana ada kesilapan harap kalian semua jangan menertawakan."

   Setelah itu, dia lantas berjalan menuju ke sumur Bu sim cing tersebut, kemudian sambil menghadap kemulut sumur, telapak tangannya ditekan lalu diayunkan keatas sambil membentak keras .

   "Naik!"

   Air sumur yang berada tiga puluh kaki dibawah permukaan tanah itu diiringi pancuran yang maha dahsyat mendadak menyembur keluar dan mencapai ketinggian beberapa kaki, seakan akan ada sebuah tonggak berwarna putih keperak perakan yang menancap di tengah sumur yang menjulang keangkasa.

   Bila seseorang tidak memiliki tenaga dalam yang sudah mencapai puncak kesempurnaan, jangan harap dia bisa melakukan tindakan semacam ini.

   "Bagus!"

   Teriak


Pendekar Panji Sakti Karya Khu Lung Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen Kekaisaran Rajawali Emas Karya Khu Lung

Cari Blog Ini