Ceritasilat Novel Online

Pukulan Naga Sakti 4


Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung/Tjan Id Bagian 4


luh tahunan dengan senyuman dikulum segera menyambut kedatangan mereka.

   "Ayah!"

   Teriak So Bwe leng sambil memburu ke depan,"aku telah menyambut kedatangan Thi siauhiap!"

   Tak usah disinggung lagi, kakek itu bukan lain adalah ayah So Bwe leng, Na im siusu (sastrawan penggaet awan) So Ping gwan adanya. Thi Eng khi segera memburu ke depan beberapa langkah, setelah memberi hormat katanya .

   "Sikap dari empek sungguh membuat boanpwe merasa malu sendiri!"

   Ternyata di dalam perjalanan sepuluh hari ini, Thi Eng khi telah mendapat tahu kalau It tek ang So Seng pak adalah sahabat karibnya Keng thian giok cu selama puluhan tahun, ketika mengetahui dunia persilatan mencemooh partai Thian liong pay yang hancur, So Seng pak merasa mendongkol sekali.

   Oleh sebab itu, semua kecurigaan yang semula mencekam perasaannya seketika tersapu lenyap.

   Sementara Na im siusu So Ping gwan sambil menggandeng tangan Thi Eng khi segera berseru dengan senyuman dikulum .

   "Silahkan masuk siauhiap, ayahku sedang menantikan kedatanganmu dalam ruang dalam!"

   Sambil berkata dia lantas membalikkan badan dan berjalan duluan.

   Setelah masuk ke dalam ruangan, Thi Eng khi menyaksikan diatas kursi kebesaran duduk seorang kakek berambut putih yang berperawakan tinggi besar dan berwajah keren.

   Ketika kakek itu menyaksikan kedatangan Thi Eng khi, dengan perasaan tergetar keras segera bangkit berdiri.

   Buru-buru Thi Eng khi maju ke depan sambil memberi hormat, serunya dengan pelan .

   "Boanpwe Thi Eng khi menjumpai So yaya!"

   It tek ang So Seng pak segera menahan bahu Thi Eng khi dan tidak membiarkannya menyembah, setelah mempersilahkan duduk dan mengamati wajahnya beberapa saat, tiba-tiba ia menghela napas panjang, katanya .

   "Meski Thi lo gagah perkasa, sungguh tak nyana pada akhirnya dia telah melakukan juga suatu kesalahan besar.

   "

   "Kakekku telah melakukan kesalahan apa?"

   Tanya Thi Eng khi dengan perasaan terkejut. It tek ang So Seng pak segera tertawa.

   "Maksud lohu, bila ia tahu kalau cucunya sehebat ini, maka seharusnya dia tidak merasa putus asa .... Thi Eng khi baru memahami maksud kakek tersebut, setelah mendengar perkataan itu buru-buru katanya .

   "Boanpwe bodoh dan tak becus, tidak pantas mendapat pujian dari kau orang tua, sesungguhnya ketika kakek meninggalkan rumah, boanpwe belum dilahirkan ...."

   "Aaah.... rupanya begitu!"

   Setelah berhenti sebentar, lanjutnya .

   "Jauh-jauh siauhiap datang kemari, apakah kau ingin menyaksikan masalah kakekmu?"

   "Benar!"

   Jawab Thi Eng khi sambil mengangguk.

   "menurut wasiat kakek, boanpwe tidak seharusnya terjun kembali ke dunia persilatan....."

   "Itulah kesalahan kakekmu,"

   Sela It tek ang So Seng Pak.

   "seandainya waktu itu dia tahu kalau dirinya bakal mempunyai cucu seperti kau, sudah pasti tindakan yang diambilnya akan berbeda."

   Secara ringkas Thi Eng khi lantas menceritakan apa yang dialaminya bersama Thian liong ngo siang, bagaimana dia diangkat menjadi ketua, bagaimana menemukan kitab Thian liong pit kip telah dibawa kakeknya dan lain-lain.

   Mendengar cerita tersebut, It tek ang So Seng pak segera tersenyum, katanya .

   "kalau begitu, selain mencari tahu kabar berita kakekmu, kau juga bermaksud untuk mencari kitab pusaka Thian liong pit kip yang hilang itu ....?"

   "Benar!"

   Jawab Thi Eng khi berterus terang.

   "boanpwe memang datang karena persoalan itu, mohon So yaya suka memberi petunjuk kepada diri boanpwe...."

   It tek ang So Seng pak segera menghela napas panjang, katanya .

   "Thi siauhiap, tahukah kau akan hubungan lohu dengan kakekmu itu....."

   Ketika Thi Eng khi mendengar It tek ang berulang kali memanggilnya dengan sebutan siauhiap lama kelamaan ia merasa canggung juga, tak tahan segera tukasnya .

   "So yaya, bila kau tidak memandang asing diriku, harap memanggil boanpwe dengan sebutan nama saja."

   It tek ang segera tertawa tergelak.

   "Haahhh..... haaahhhh.... haaahhh.... kalau kau sendiri selalu menyebut diri sebagai boanpwe, bagaimana mungkin aku bisa memanggil dirimu dengan sebutan yang lebih rapat?"

   Thi Eng khi merasa perkataan itu ada benarnya juga, maka dengan wajah memerah buru-buru serunya minta maaf.

   "So yaya, Eng ji tahu salah!"

   Baru saja dia minta maaf, So Bwe leng tahu-tahu sudah menyelonong masuk ke dalam ruangan sambil menubruk ke dalam pangkuan kakeknya dia berseru manja .

   "Yaya, diapun selalu menganggap diriku sebagai orang luar!"

   It tek ang segera tertawa terbahak-bahak.

   "Haaahhh.... haaahhh.... haaahhhh.... budak ingusan, kau pandainya cuma menggoda orang, kenapa kau tidak memanggil engkoh dulu kepadanya?"

   Mendengar perkataan itu, Thi Eng khi tak ingin kurang hormat lagi, maka buru-buru serunya .

   "Adik Leng"

   Buru-buru So Bwe leng memberi hormat seraya memanggil pula dengan merdu .

   "Engkoh Eng!"

   Sambil memegangi tangannya kakeknya dia mengawasi wajah pemuda itu, sedang sikapnya juga secara tiba-tiba menjadi alim dan sopan santun ..... It tek ang segera tertawa kepada Thi Eng khi ujarnya lebih jauh .

   "Ketika lohu baru terjun ke dunia persilatan aku telah berkenalan dengan kakekmu dikota Hang ciu, karena saling mengagumi, kami melakukan pertandingan ilmu silat selama sepuluh kali dan mengikat diri menjadi sahabat. Kemudian lantaran lohu mengagumi ilmu silat kakekmu yang lebih lihay setingkat daripada kepandaian lohu, secara sukarela aku mengundurkan diri keluar perbatasan dengan harapan bisa berjuang di sana, puluhan tahun perjuangan akhirnya menghasilkan seperti apa yang kuperoleh sekarang ...... selama sepuluh tahun ini hubungan persahabatan kami masih berlangsung dengan akrab dan hangat ....."

   Sesudah menghela napas panjang, terusnya .

   "Dua puluh tahun berselang, lohu mendapat kabar kalau kakekmu tiba-tiba pergi meninggalkan rumah tanpa diketahui sebab musababnya, baru saja aku akan mengutus orang untuk menyelidiki peristiwa ini, mendadak datang seorang penduduk disekitar tempat ini yang menyerahkan sebuah bungkusan, ketika kubuka bungkusan tersebut, ternyata isinya adalah barang peninggalan dari kakekmu ...."

   "So yaya, jadi kau sama sekali tidak berjumpa dengan kakekku?"

   Sela Thi Eng khi. It tek ang menghela napas panjang, katanya lagi .

   "Kakekmu menyuruh penduduk asli tersebut menyampaikan pesan yang meminta lohu menghantar bungkusan tersebut kembali ke partai Thian liong pay didaratan Tionggoan, waktu itu aku segera berangkat bersama penduduk asli itu untuk menuju ke tempat pertemuan mereka dengan harapan bisa membereskan jenasahnya, siapa tahu kakekmu tidak nampak ada di situ, lohu menjadi sedih sekali, aku mengira jenasahnya mungkin sudah dilarikan binatang buas, maka dengan perasaan sedih akupun berangkat ke daratan Tionggoan untuk menyerahkan bungkusan itu kepada kalian. Mengenai apa isi bungkusan tersebut, lohu tidak membukanya maka juga tidak tahu, masa dia tidak mengembalikan kitab pusaka Thian liong pit kip tersebut?"

   Thi Eng khi telah mengalihkan perhatiannya pada penduduk asli tersebut, dengan cepat dia berkata .

   "Kalau begitu, sekarang kita cuma bisa mendapat keterangan dari penduduk asli itu!"

   It tek ang menghela napas panjang.

   "Setelah kejadian, berulang kali lohu sudah menanyai orangorang itu, tapi dia tak lebih cuma menjalankan pesan orang saja dan soal lain tidak diketahuinya, lagi pula orang itu sudah meninggal pada tiga tahun berselang."

   Thi Eng khi segera merasakan kepalanya menjadi pusing tujuh keliling, segenap harapannya terasa musnah dan lenyap tak berbekas. It tek ang cepat-cepat menghibur.

   "Ing ji, kau tak usah terlalu bersedih hati, terbayang ketika sepuluh kali aku beradu kepandaian dengan kakekmu meski kalah sedikit namun selisihpun tidak terlalu banyak, aku yakin pasti dapat membuatmu menjadi seorang jagoan yang termashur dalam dunia persilatan dan membangun kembali nama besar Thian liong pay. Dengan bakatmu itu, aku rasa dalam dua tahun saja seluruh kepandaian silat yang kumiliki sudah dapat kau pelajari, apakah kau memiliki kesabaran itu?"

   Thi Eng khi tahu kalau It tek ang mempunyai maksud baik terhadapnya, tentu saja kakek tersebut tidak menduga kalau ia sudah bertekad untuk mempelajari ilmu silat perguruannya lebih dulu sebelum mempelajari ilmu silat aliran yang lain.

   Maka dengan perasaan minta maaf katanya .

   "So yaya berhasrat mendidikku menjadi orang, seharusnya Eng ji merasa bergembira hati, tapi bagaimanapun juga Eng ji adalah seorang ketua dari Thian liong pay, orang bisa menertawakan diriku seandainya dalam bertempur nanti ilmu silat yang kupergunakan adalah ilmu silat bukan aliran Thian liong pay. Oleh sebab itu, terpaksa Eng ji harus menampik maksud baik kau orang tua."

   Mendengar perkataan itu, It tek ang segera tertawa terbahakbahak.

   "Haaahhh.... haaahhh.... haaahhhh.... bagus! Bagus! Bocah, kau punya semangat! Besok akan kuajak dirimu untuk melakukan penyelidikan lagi di sekitar tempat kakekmu mendapat musibah, coba kita lihat bagaimanakah kemujuranmu."

   Thi Eng khi menjadi girang sekali, buru-buru ia bangkit berdiri dan mengucapkan terima kasih kepada It tek ang.

   Sementara itu, dari luar pintu berjalan masuk seorang centeng yang segera membisikkan sesuatu ke sisi telinga It tek ang.

   Mendengar itu, It tek ang segera berpaling ke arah Thi Eng khi sembari bertanya .

   "Eng ji, sepanjang jalan kemari, tahukah kau kalau ada seorang hwesio dari Siau lim pay dan Tosu dari Bu tong pay yang menguntil dirimu secara diam-diam?"

   Terbayang kembali akan kebaikan dari Keng hian totiang dan Ci kay taysu, Thi Eng khi lantas mengira kalau hwesio dan tosu itu adalah dua orang jago yang diutus Siau lim pay serta Bu tong pay untuk melindungi keselamatan jiwanya, maka sambil tersenyum dia menjawab.

   "Siau lim pay maupun Bu tong pay sangat bersahabat dengan Eng ji, boleh jadi kedua orang itu memang diutus untuk melindungi Eng ji secara diam-diam, So yaya! Harap kau jangan menyusahkan mereka."

   It tek ang manggut-manggut, kepada centeng itu pesannya .

   "Hwesio dan tosu itu bukan orang jahat, baik-baik layani mereka."

   Centeng itu mengiyakan dan segera mengundurkan diri.

   Hari itu juga Thi Eng khi dapat merasakan pelayanan paling ramah yang pernah dialaminya semenjak meninggalkan rumah, apalagi dilayani So Bwe leng yang binal dan pandai berbicara, membuat seluruh kemurungan dalam hatinya dapat diusir keluar dari benaknya.

   Malam itu, Thi Eng khi dihantar menuju ke sebuah bangunan mungil ditengah kebun, menurut orang tua itu, bangunan tersebut dulunya khusus dipakai untuk menyambut kedatangan kakeknya Keng thian giok cu.

   Dari sini dapat diketahui betapa tulusnya persahabatan It tek ang dengan kakeknya tanpa terasa Thi Eng khi merasa terharu sekali.

   So Bwe leng berbicara terus tanpa hentinya, ada saja bahan cerita yang muncul dari benaknya hingga larut malam dia baru berpamit dari kamar Thi Eng khi dengan perasaan berat, sebelum pergi dia sempat berpesan dengan sungguh-sungguh.

   "Engkoh Eng, bila besok kau akan pergi bersama yaya, jangan lupa memanggil aku ya!"

   Sepeninggalan So Bwe leng, Thi Eng khi segera naik ke tempat tidur dan memejamkan matanya, untuk pertama kali dalam hidupnya dua bayangan tubuh gadis cantik muncul bersama di dalam benaknya.

   Dia berusaha untuk membanding-bandingkan kedua gadis itu tapi kenyataannya makin dibandingkan pikirannya semakin bingung.

   Belum lagi hasilnya diperoleh, tahu-tahu ia sudah mulai terlelap tidur.

   Mendadak dari luar pintu berkumandang suara ketukan lirih, Thi Eng khi merasa terkejut dan segera sadar kembali dari tidurnya, buru-buru ia turun dari atas ranjang.

   Dari luar jendela terdengar seseorang berbisik dengan suara yang rendah dan berat.

   "Setan tua itu jahat dan licik, ia bermaksud busuk kepadamu Thi siauhiap! Cepat bangun dan buka pintu, lolap ada rahasia penting hendak disampaikan kepadamu."

   Untuk sesaat lamanya Thi Eng khi tak bisa membedakan apakah berita itu benar atau tidak, dia lantas membuka pintu dan berjalan keluar.

   Tampak seorang hwesio berdiri di tengah halaman, ketika melihat pemuda itu munculkan diri, segera ia menggapenya sambil berseru .

   "Cepat kabur!"

   Disambarnya tangan Thi Eng khi kemudian dengan melompati dingin pekarangan kabur menuju ke arah pegunungan di belakang benteng sana.....

   Di satu pihak hwesio itu menyeret Thi Eng khi meninggalkan kamarnya, di pihak lain muncul seorang tosu dalam ruangan itu, ia mengeluarkan dua benda dan segera diletakkan diatas meja, kemudian ditekan kuat-kuat sehingga diatas permukaan meja itu muncul bekas dari dua macam benda tersebut.

   Kemudian ia baru melompat keluar dari kamar dan kabur dari tempat tersebut.

   Keesokan harinya, suasana dalam benteng keluarga So menjadi sangat gempar ketika mengetahui lenyapnya Thi Eng khi.

   It tek ang So Seng pak segera memburu kekamar Thi Eng khi, begitu melihat dua buah bekas di meja baca itu, kontan saja hawa amarahnya berkobar.

   So Bwe leng dengan perasaan ingin tahu segera bertanya .

   "Yaya, bekas apakah ini? Apakah engkoh Thi sudah dilarikan oleh mereka?"

   "Kurang ajar benar orang-orang Siau lim pay dan Bu tong pay,"

   Seru It tek ang So Seng pak dengan marah.

   "berani betul tidak pandang sebelah mata kepadaku dan membuat keonaran disini, kalau tidak kuberi sedikit pelajaran, malu aku menjadi seorang jagoan dari luar perbatasan!"

   Sambil berpaling dan melotot ke arah So Bwe leng, serunya .

   "Budak, cepat panggil kemari ayahmu!"

   Sambil menjulurkan lidahnya So Bwe leng mengiakan, segera dia lari keluar dari kamar. Tak lama kemudian Na im siusu So Peng gwan sudah diajak menuju kamar itu. Begitu melihat kedatangan Na im siusu It tek ang segera berseru dengan nyaring .

   "Siau lim pay dan Bu tong pay sungguh terlalu menghina orang, berani benar mereka menculik orang dari dalam benteng kita. Segera turunkan tanda perintah Mek yu ciam leng dan kumpulkan Tiang pek sam nio (tiga burung dari bukit Tiang pek), Hek san cap pwe khi (delapan belas penunggang kuda dari Hek san), Pek sui su kui (empat setan dari Pek sui) dan Boan san siang koay (sepasang siluman dari Boan san) untuk mengikuti aku menuju ke daratan Tionggoan. Kemudian kau kumpulkan lagi segenap jago nomor wahid di luar perbatasan dan didalam setengah bulan kemudian menyusul aku didaratan! Hmm! Akan kulihat, dengan mengandalkan apakah sehingga mereka begitu berani berani berbuat kurang ajar!"

   Na im siusu So Peng gwan membuka mulut ingin berbicara, tapi segera dicegah It tek ang sambil katanya .

   "Keputusanku sudah bulat, urusan lain aku masih bisa menerimanya, tapi kalau ada orang berani menghina dan menganiayanya Thian liong pay, aku tak bisa berdiam diri saja!"

   Sekalipun It tek ang sudah tua usianya, namun wataknya masih berangasan, apalagi kalau sudah marah, keputusan yang telah diambil untuk mencoba kekuatan Siau lim pay dan Bu tong pay tak bisa diurungkan lagi.

   So Bwe leng yang berada disampingnya dengan cepat membakar hati kakeknya, serunya .

   "Betul yaya, jika kau tidak bisa membalas dendam buat engkoh Eng, percuma menjadi jagoan disini!"

   "Budak sialan!"

   Na im siausu So Peng gwan segera membentak.

   "siapa yang suruh kau banyak usul disini? Hayo cepat enyah dari tempat ini!"

   So Bwe leng segera menarik wajahnya menunjukkan wajah yang pantas dikasihani, pelan-pelan dia melangkah keluar dari situ, sementara sepasang matanya dialihkan kearah kakeknya minta bantuan.

   It tek ang memang paling sayang dengan cucu perempuannya itu, dia segera mendengus .

   "Nak, bereskan juga barangmu, besok ikut yaya berangkat ke daratan Tionggoan untuk menambah pengalaman!"

   So Bwe leng segera membuat muka setan kepada ayahnya, kemudian cepat-cepat melompat pergi.

   Na im siusu So Peng gwan yang menyaksikan keadaan ini cuma bisa menggelengkan kepalanya belaka, diapun segera beranjak pergi untuk melaksanakan tugasnya.

   Thi Eng khi diseret oleh hwesio itu menuju keluar benteng, tak lama kemudian mereka sudah menelusuri tanah perbukitan, satu jam sudah mereka melakukan perjalanan, namun hwesio tersebut belum juga menunjukkan tanda-tanda akan berhenti.

   Lama-kelamaan Thi Eng khi menjadi curiga, ia merasa heran kenapa hwesio itu menyeretnya pergi sejauh itu.

   Maka sambil menghentikan larinya dia lantas berseru.

   "Siansu, ada urusan apakah kau? Kalau ingin berbicara, lebih baik di tempat ini saja!"

   Mendadak hwesio itu berhenti dan tertawa seram.

   "Heeehh.... heeehh.... heeehhh.... begitupun boleh juga, bagus, bagus, Thi ciangbunjin! Coba kau teliti dulu siapakah lolap?"

   
Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Sambil berkata dia membalikkan badan dan maju mendekat si anak muda itu. Dengan sinar mata yang tajam, Thi Eng khi mengawasi wajahnya, kemudian jeritnya kaget .

   "Huan im sin ang! Rupanya kau ....."

   Huan im sin ang segera tertawa terkekeh-kekeh.

   "Heeehhh.... heeehhh.... heeehhh..... jangan kau anggap setelah lolos dari kematian di puncak Bong soat hong, maka kau sudah dapat meloloskan diri dari cengkeramanku."

   Pelan-pelan Thi Eng khi dapat menenangkan kembali hatinya, sambil tertawa dingin, ia berkata .

   Jilid 6

   "Jauh-jauh datang kemari, apa sebenarnya tujuanmu?"

   Huan im sin ang memutar sepasang biji matanya, lalu mendengus .

   "Hmm! Masih seperti kata-kataku semula, kau harus belajar ilmu silat bersama lohu!"

   "Kau anggap mungkinkah aku dapat meluluskan permintaanmu itu?"

   Teriak Thi Eng khi.

   "Kalau kau tidak meluluskan, maka kubunuh dirimu!"

   "Aku tahu, sudah pasti kau tak akan melepaskan diriku, cuma selain itu tentunya kau masih ada rencana yang lain bukan? Terkejut sekali Huan im siu ang setelah mendengar perkataan itu, bentaknya .

   "Darimana kau bisa berkata demikian?'' Thi Eng khi mendengus dingin.

   "Hmm, aku tahu kalau kau datang bersama seseorang yang menyaru sebagai orang tosu, dengan kemampuan yang kau miliki, apa perlunya membawa seorang pembantu untuk membunuhku? Dan lagi, kalau ingin turun tangan juga kau tak usah melakukannya diluar perbatasan! Hmm. Coba pikirlah kalau kau tiada tujuan lain kenapa berbuat demikian?"

   Ketika rahasianya ditebak secara jitu. Huan im sin ang segera merasa bahwa kecerdasan Thi Eng khi benar benar mengerikan sekali, hawa napsu membunuh segera menyelimuti wajahnya.

   "Bocah keparat, kau memang kelewat pintar, orang pintar semacam kau tak boleh dibiarkan hidup terus, tapi memandang diatas kecerdikanmu itu, boleh saja kuterangkan duduk persoalan sebelum membikin mampus dirimu."

   Setelah berhenti sebentar, dengan senyuman licik menghiasi bibirnya, ia melanjutkan .

   "Dirumah makan bukit Wu san kutemui kau masih hidup segar bugar, bahkan tanda terluka pun tak ada, waktu itu timbul rasa heran dalam hati, sebetulnya ingin kutanyai keadaan yang sesungguhnya kemudian baru menghadiahkan sebuah pukulan, tapi kemudian ketika kulihat kau berangkat keluar perbatasan untuk mencari So lojin, niatku itu segera kuurungkan..."

   "Rencana busuk apa yang kau dapatkan?"

   "Heeehhh...heeehhh ..heeehhh... sekarang rencanaku telah dilaksanakan, kau si bocah keparat juga bakal mampus, tentu saja lohu akan terangkan semuanya kepadamu!"

   "Hmm, omongan manusia sesat semacam kau belum tentu benar, akupun belum tentu akan mendengarkan obrolanmu itu!"

   "Heeehhh..... heeehhh.... heehhh.. menggunakan kesempatan selama kunjunganmu keperbatasan untuk mencari So lojin, aku telah melepaskan api didalam dunia persilatan Soal ini, kau bersedia untuk mendengarkan tidak?"

   Thi Eng khi menjadi tertegun, lalu ujarnya .

   "Hmmm, apakah ucapanmu itu bukan hanya mengigau belaka?"

   "Igauan? Hmmm, apakah kau lupa bahwa lohu masih mempunyai seorang rekan yang lain?"

   "Benar, dia ada dimana sekarang?"

   "Hmmm...hmmm... tentu saja dia masih ada urusan yang harus diselesaikan, lohu bertugas memancingmu datang kemari, sedangkan dia akan masuk ke dalam kamarmu dan menggunakan Pek giok pay dari partai Siau lim serta Thi kiam leng dari partai Bu tong untuk membuat dua buah bekas diatas meja baca!"

   Setelah mendengar perkataan itu, Thi Eng khi baru merasa amat terkejut, segera-teriaknya .

   "Sungguh?"

   "Haaahhh....haaahhh....haaahhh...."

   Huan im sin ang Cuma tertawa terbahak-bahak. Thi Eng khi menjadi naik pitam, teriaknya lagi .

   "Iblis keparat, kalau ingin mencari urusan denganku, cari saja langsung kepadaku, mengapa mesti menfitnah orang lain?"

   Sahut Huan im sin ang sambil tertawa bangga .

   "Partai Siau lim dan partai Bu tong mentang-mentang menganggap dirinya partai lurus, dimana saja mereka selalu unjukkan sikap angkuh, Hmm! Lohu paling benci dengan gaya semacam itu, maka sengaja kucarikan sedikit keramaian buat mereka agar bertarung dengan So lo jin! Haaah....haaah .... haaahhh..... akibat dari pertarungan ini maka suatu pertempuran sengit antara jago diluar perbatasan dan daratan Tionggoan pasti akan segera berkobar!"

   Mimpipun Thi Eng khi tidak menyangka kalau iblis tua ini sedemikian kejinya, lama sekali ia berdiri tertegun saking mendongkolnya, lama sekali akhirnya dia baru berkata dengan gemas .

   "Iblis laknat kalau melihat tampangmu mah tidak mirip orang edan, sebenarnya apa tujuanmu menerbitkan badai dalam dunia persilatan?"

   Mendengar ucapan itu, mendadak sekujur badan Huan im sin ang gemetar keras, sahutnya sambil menggertak gigi.

   "Lohu bernama Ui Sam ciat, kemunculanku sekarang adalah untuk membasmi seluruh dunia persilatan guna membalas dendam bagi kematian toakoku Ui It peng!"

   Berbicara sampai disitu, mendadak dengan wajah mengerikan, ia membentak keras .

   "Bocah keparat, sudah puas bukan? Sekarang, serahkan selembar nyawa anjingmu itu!"

   Weess.....! Sebuah pukulan dahsyat segera dilontarkan ke atas tubuh Thi Eng khi.

   Dengan latihan yang amat tekun, ilmu Sian thian bu khek ji gi sin kang yang dimiliki Thi Eng khi sebenarnya sudah mancapai puncak kesempurnaan, apalagi ketika mendapat pengobatan dari Huang oh siansu, terpengaruh oleh tenaga Pek hui tiau yang tayhoat yang digunakan hwesio tersebut, keempat macam obat mustika yang mengeram dalam tubuhnya telah dibaurkan oleh tenaga itu sehingga akibatnya tenaga dalam yang dimiliki pemuda itu memperoleh kemajuan yang makin hebat.

   Selain itu, setelah memperoleh dua kali pengalaman di Ki hian san ceng maupun Bong soat hong, dia tahu bahwa ilmu silat amat penting bagi seseorang yang berkelana dalam dunia persilatan.

   Oleh sebab itu, setiap kali ada kesempatan, dia selalu memperdalam pelajaran ilmu silat yang diajarkan Thian liong ngo siang kepadanya, yakni tiga jurus telapak tangna, tiga jurus ilmu jari, tiga jurus ilmu pedang dan tiga jurus ilmu pukulan.

   Selama beberapa bulan ini, boleh dibilang dia memiliki kematangan yang cukup menyakinkan didalam kedua belas jurus ilmu silat perguruannya itu, otomatis kedahsyatannya juga luar biasa.

   Sebaliknya Huan im sing ang masih menganggap pemuda itu seperti dulu, dalam serangan yang pertama ini, dia tak lebih hanya menggunakan tenaga sebesar tiga bagian.

   Dalam perkiraan Thi Eng khi waktu itu dia pasti akan tewas oleh serangan lawannya yang begitu dahsyat dalam benci dan gusarnya, sambil menggertak gigi, dia bertekad akan menggunakan segenap tenaga dalam yang dimilikinya, sekalipun tak bisa mati bersama, paling tidak dia ingin melukai iblis tua itu.

   Maka buru buru dia merendahkan pinggangnya ke bawah, lalu sepasang telapak tangannya didorong ke depan untuk menyambut datangnya serangan itu.

   Iblis tua itu tertawa sinis, baru saja dia hendak mengejek, tiba tiba diketahui keadaan tidak beres, segera bentaknya .

   "Bocah keparat, ternyata kau berani menyembunyikan kekuatanmu yang sebenarnya"

   Untuk menambah kekuatannya ditengah jalan jelas tak sempat maka tak bisa dihindari lagi, suatu bentrokan kekerasan segera terjadi ditempat itu.

   "Blaaamm............!"

   Ditengah ledakan keras, ternyata Thi Eng-khi berhasil menang diatas angin. Berhasil dengan serangannya yang pertama, Thi Eng khi tak berani berayal lagi, segera bentaknya.

   "Iblis tua sambut pula sebuah pukulanku ini!"

   Sebuah pukulan yang amat dahsyat segera dilontarkan kedepan, deruan angin pukulan makin kencang, sudah jelas kekuatannya jauh diatas serangan yang pertama tadi.

   Waktu itu Huan im sin ang masih berdiri tertegun, dalam keadaan gugup ia tak sempat menghimpun tenaga lagi, untuk ke dua kalinya dia kena didesak sehingga mundur setengah langkah.

   Sekarang Huan im sin ang baru tahu kalau dia sudah salah menilai kekuatan musuhnya, dalam keadaan gusar yang memuncak, tak kuasa lagi dia tertawa seram.

   Dengan wajah menyeramkan, dia membentak keras.

   "Bocah keparat, sudah saatnya bagimu untuk pulang ke rumah nenekmu ......"

   Telapak tangan kirinya segera diayunkan ke depan, bersamaan waktunya lengan kanan juga diangkat menyentilkan serangan ilmu jari segulung desingan angin tajam diikuti pukulan gencar langsung meluncur ke tubuh Thi Eng khi.

   Si anak muda itu tak menyangka kalau musuhnya sangat lihay, setelah beberapa kali berhasil lolos dengan selamat, disangkanya kepandaian yang dimiliki Huan im sin ang tak lebih cuma begitu saja.

   Meski dia juga melihat kalau Huan im sin ang melancarkan ilmu pukulan dan ilmu jari hampir bersamaan waktunya, ia tidak gentar, sepasang tangannya segera didorong kemuka untuk menyongsong datangnya ancaman tersebut.

   Ternyata keadaannya kali ini jauh berbeda tenaga pukulan lawan terasa bagaikan gulungan ombak dahsyat ditengah samudra yang melanda tiba, segenap kekuatan yang dipancarkan olehnya kena didesak ke kedua belah samping, berbareng itu juga segulung desingan angin tajam langsung berputar dan meluncur kearahnya.

   Menyadari kalau gelagat tidak menguntungkan, si pemuda bermaksud untuk berkelit, sayang keadaan sudah terlambat dan ia merasa tidak bertenaga lagi.

   Kontan saja sekujur badannya terasa bergetar keras, tenggorokannya terasa anyir, tubuhnya segera terlempar sejauh dua kaki lebih dan nyaris terjatuh ke dalam jurang.

   Untung saja dalam saat-saat terakhir serangan jari lawan masih sanggup ditangkis oleh angin pukulannya sehingga kehilangan sasaran dan tak sampai menghajar jalan darah Ji kan hiat ditubuhnya.

   Tapi sekalipun begitu toh ia terluka parah, darah segar muncrat keluar dari mulutnya dan untuk sesaat tak sanggup bangkit berdiri.

   Berbaring diatas tanah, pemuda itu merasakan kepalanya pusing dan matanya berkunang-kunang, dia tidak tahu kalau tubuhnya sudah menempel di tepi jurang.

   Dengan suara gelisah Huan im sin ang segera berteriak .

   "Hati-hati pinggirmu adalah jurang yang sangat dalam."

   Huan im sin ang bisa berteriak demikian, bukan lantaran ia gelisah karena menguatirkan keselamatan pemuda itu.

   Sesungguhnya dia tak ingin kesalahan yang pernah diperbuatnya itu sampai terulang kembali, ia bertekad untuk membunuh Thi Eng khi tepat di depan matanya sehingga buktinya ada.

   Padahal Thi Eng khi sedang berbaring di tepi jurang, ini membuatnya tak sanggup turun tangan , sebab sekali bertindak salah hingga tubuh Thi Eng khi jatuh ke dalam jurang bisa jadi peristiwa di puncak Bong soat hong di bukit Wu san akan terulang kembali.

   Sesungguhnya tujuan orang ini boleh dibilang sangat keji, siapa tahu masih mendingan seandainya dia tidak berteriak, akibat dari teriakan tersebut, keadaan bertambah runyam.

   Thi Eng khi sendiripun pada mulanya merasa bingung dan tidak habis mengerti setelah mendengar teriakan itu, dia merasa tindakan dari iblis tua itu seakan akan sangat bertentangan sekali dengan tujuan yang sebenarnya, tapi sejenak kernudian ia lantas memahami maksud serta tujuan yang sebenarnya dari iblis tua itu.

   Kontan saja hawa amarahnya berkobar, dengan dingin dia berkata.

   "Aku sudah mempunyai perhitungan sendiri, tak perlu kau risaukan!"

   Sembari berkata dia malah melejit dan bergeser makin mendekat sisi tebing jurang tersebut.

   Iblis tua itu menjadi sangat rikuh dan serba salah, telapak tangannya sudah diangkat keatas siap diayunkan, tapi dahinya segera berkerut dan telapak tangan itu terhenti di tengah jalan.

   Selang sesaat kemudian, ia menurunkan kembali lengannya, kemudian setelah tertawa seram katanya.

   "Jadi kau anggap setelah berbuat demikian maka kau bisa lolos dari kematian? Heeehhhh. Heeehhh. Heeehhhh.. lohu akan mencoba untuk saling bertahan dengan dirimu!"

   Ketika itu Thi Eng khi berada diatas sebuah batu datar ditepi tebing jurang, sekalipun tak mungkin menerima sergapan dari musuhnya,namun berada dalam pengawasan orang terus menerus memang bukan sesuatu yang aneh dirasakan.

   Maka darahnya mendidih setelah mendengar ucapan dari iblis tua itu, segera katanya dengan marah .

   "Iblis laknat! Walaupun aku tak bisa lolos dari tanganmu hari ini, tapi kaupun jangan harap bisa membalaskan dendam bagi kematian kakakmu! Kau anggap dengan kekuatanmu seorang mampu untuk memusuhi seluruh umat persilatan di dunia ini?"

   Iblis tua itu tertawa seram, dia mengangkat tangannya keatas dan berkata dengan santai .

   "Dengan mengandalkan cap sa tay poo (tiga belas pangeran) yang berada di bawah pimpinanku pun seluruh dunia persilatan dapat kukuasai, buat apa lohu mesti turun tangan sendiri!"

   Sekalipun posisinya sudah berada dalam keadaan terancam, namun Thi Eng khi sama sekali tidak melepaskan kesempatan untuk menyelidiki keadaan lawan, maka dengan wajah santai sekali tidak berubah, katanya dengan dingin.

   "Siapa yang dimaksudkan dengan Cap sa tay poo itu? Belum pernah kudengar tentang nama tersebut, hei, jangan mencoba untuk main gertak sambal!"

   Kembali iblis tua itu tertawa seram.

   "Heeehhh... heeehh....heeehhh......buat apa kau musti memancing dengan kata-kata yang memanaskan hati? Sekalipun lohu tidak becus juga tak akan membohongi manusia yang hampir mampus seperti kau! Cap sa Tay poo yang berada dibawah pimpinan lohu terdiri dari pelbagai anggota dalam partai besar dunia persilatan. mereka adalah Ci nian taysu dari Siau lim pay, It tin totiang dari Bu tong pay, Put wi sianseng dari Hoa san pay, To kak thi koay (Kaki tunggal bertoya besi) dari Kay pang, Lak bin wangwe (hartawan berwajah enam dari keluarga Tong, Siau bin kim kong (malaikat raksasa berwajah senyum) dari Cing sia pay, It ci kiam (pedang satu huruf) dari Tiong lam pay, Tho hoa soh li (gadis suci bunga tho) dari pulau Soh sim to, Giok ciang lo sat (iblis wanita bertoya kemala) dari Ciang hong wan, ditambah lagi dengan Hui hong kiam (pedang angin berpusing) Lok yap bian hong (hembusan angin daun berguguran) dan Hek bin bu pah (raja lalim bermuka hitam) sekalian tiga belas orang"

   Selesai mendengar nama-nama tersebut, Thi Eng khi diam diam merasa terperanjat sekali.

   Sebab kenyataannya ke tiga belas orang itu masing-masing tersembunyi didalam setiap partai besar, sebagai musuh dalam selimut sesungguhnya mereka benar benar menakutkan sekali.

   Sebagai seorang pemuda berjiwa ksatria, sekalipun jiwanya berada diujung tanduk.

   Dan berbahaya sekali, apalagi soal dunia persilatan sama sekali tak ada sangkut paut dengan dirinya, tapi ia tetap merasa murung dan gelisah.

   Setelah berpikir keras sekian lama mendadak satu ingatan melintas didalam benaknya.

   la lantas mengawasi iblis tua itu sambil berlagak seakan akan tak pernah terjadi sesuatu apapun, sementara tangannya yang lain disembunyikan dibalik punggung dan mengerahkan tenaganya untuk mengukir nama-nama yang telah didengar tadi diatas batu cadas.

   Sebagai pemuda yang cerdas dan cekatan dalam waktu singkat nama serta asal usul dari ketiga belas pangeran Cap sa tay poo itu sudah selesai terukir diatas batu.

   Mendadak timbul satu persoalan dalam benaknya, maka sambil melanjutkan tulisannya.

   dia bertanya lagi .

   "Iblis laknat! Kalau memang Cap sa tay poo itu disisipkan ke dalam partai-partai besar, sekalipun ilmu silat mereka lebih lihaypun tak akan lebih hebat daripada ciangbunjinnya sendiri, mana mungkin mereka sanggup untuk melakukan pemberontakan?"

   Iblis tua itu segera tertawa seram.

   "Heeehhh heeehhh heeehhh.. tentu saja lohu telah mewariskan kepandaian lain kepadanya......"

   Mendadak ia seperti merasakan sesuatu, matanya yang buas segera berputar, kemudian bentaknya.

   "Bocah keparat, apa yang sedang kau lakukan?"

   Ditengah bentakan keras, sebuah pukulan dahsyat segera dilontarkan kedepan.

   Waktu itu Thi Eng khi sedang menulis nama dan asal usulnya, ketika merasa gelagat tidak beres, dia menjadi terkejut sekali untuk membalas jelas tak bertenaga lagi, terpaksa dia melejit dan menggelinding masuk kedalam jurang.

   Dengan cepat Iblis tua itu menyusul ketepi jurang, ketika melongok kebawah dan menyaksikan kabut tebal menyelimuti dasar jurang tersebut, tanpa terasa dia mendongakkan kepalanya dan kembali tertawa rerbahak bahak dengan bangganya.

   "Haaahh......haaahh. haaahhh.....jurang ini begini dalam, sekalipun nasibmu sangat mujur pun lohu tidak percaya kalau kau bisa selamat dari musibah ini!"

   Seraya berkata ia membalikkan badannya ketika melihat tulisan diatas batu paras mukanya agak berubah, tapi sejenak kemudian timbul rasa sayang diatas wajahnya.

   "Aaai..... betul-betul sayang sekali,"

   Gumannya.

   "bakat yang begitu bagus tak bisa lohu pergunakan, jangan salahkan kalau lohu terpaksa harus mengambil tindakan keji....."

   Dengan uring-uringan dia lantas berlalu dari situ.

   Thi Eng khi tak sudi mati ditangan iblis keji tersebut, maka sewaktu menyaksikan sapuan kilat dari Huan im sin ang menyambar datang, buru-buru dia maju kedepan dan menggelinding masuk kedalam jurang.

   Pemuda itu memang seorang manusia yang berotak cerdas, sekalipun ia merasa perbuatannya terjun kedalam jurang telah menyia-nyiakan harapan ibunya, tapi ia sama sekali tidak takut, sebab dia merasa yakin kalau jiwanya tentu melayang.

   Malahan ketika mendengar suara deruan angin dan menyaksikan pemandangan disekelilingnya yang meluncur lewat sangat cepat timbul suatu kesan yang menarik dalam hatinya.

   Setelah melewati kabut yang amat tebal pemandangan disekelilingnya menjadi lebih terbuka, dasar lembahpun tampak jelas sekali.

   Hutan pohon Bwe yang lebat dengan bunga yang harum, mendatangkan suatu pemandangan yang indah menawan.

   Sambil tertawa pikirnya kemudian.

   "Tempat ini benar-benar merupakan suatu. tempat yang paling ideal untuk mengubur jenasahku. !"

   Belum habis ingatan tersebut melintas lewat dalam benaknya, mendadak dijumpai ada seorang kakek berambut putih sedang duduk bersila tepat dibawahnya.

   Kakek itu duduk tak berkutik sambil menundukkan kepalanya kalau dilihat dari keadaannya, mungkin ia sedang bersemedi.

   Terbayang kembali akan akibat yang ditimbulkan dari tubuhnya yang terjatuh ke bawab itu, Thi Eng khi merasakan hatinya tergetar keras, buru-buru dia menggerakkan keempat anggota badannya menggeserkan badannya lebih kesamping, daripada sebelum meninggal dia musti menyusahkan pula orang lain Siapa tahu meski badannya sudah berusaha untuk bergeser ke samping, tapi kenyataannya entah disebabkan daya luncur tubuhnya terlampau cepat atau karena persoalan lain, usahanya itu sama sekali tidak mendatangkan hasil apa apa.

   Dalam keadaan demikian, ia cuma bisa membenci akan ketidakbecusan dirinya, terpaksa dengan sekuat tenaga dia berteriak keras.

   "Hei lotiang yang berada dibawah. cepat menyingkir ! Siauseng terjatuh kebawah cepat minggir! Cepat minggir! Cepat -cepat minggir!"

   Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Agaknya kakek dibawah itu seorang yang tuli, sekalipun ia sudah berteriak sampai serak tenggorokan, ternyata sama sekali tiada reaksi apapun.

   Padahal pada waktu Thi Eng khi berada lebih kurang sepuluh kaki saja dari dasar lembah, Ia lantas berseru tertahan dan memejamkan matanya rapat-rapat dalam detik tersebut pelbagai ingatan berkecamuk didalam benaknya, ia merasa waktu yang amat singkat itu bagaikan beratus ratus tahun lamanya mungkin inilah pengalamannya menjelang kematian, cuma sayang ia sudah tak dapat memberitahukan kepada orang lain lagi.

   "Kraaakk!"

   Ia merasakan tubuhnya seperti menyentuh sesuatu benda, satu ingatan segera melintas dalam benaknya .

   "Aduuuuh.habis riwayatku!'' Dia mengira jiwanya pasti akan melayang meninggalkan raganya. Padahal ia sudah dirangkul oleh kakek berambut perak didasar lembah itu dan sama sekali tidak menderita luka apa-apa. Hanya mengandalkan sepasang tangannya, ternyata kakek berambut perak itu sanggup menahan tubuh Thi Eng khi yang terjatuh dari ketinggian ratusan kaki, dari sini dapat diketahui bahwa tenaga dalam yang dimilikinya boleh dibilang luar biasa lihaynya. Setelah menyambut tubuh Thi Eng khi ke dalam pelukannya, kakek itu tertawa terbahak-bahak.

   "Haaahhhh.. haaahhhh.. haaahhhhh mana lohu bisa berpeluk tangan belaka menyaksikan kau terancam bahaya ? "

   Seraya berkata dia lantas menundukkan kepalanya memperhatikan pemuda yang berada dalam pelukannya itu, tapi selang sesaat kemudian sekujur badannya bergetar keras, ia agak tidak percaya kalau di dunia ini terdapat orang dengan bakat yang begitu bagus.

   Dengan cepat dia mengucak matanya dengan tangan kiri, kemudian dengan sinar mata berkilat ditatapnya wajah Thi Eng khi lekat-lekat.

   Makin dilihat ia merasa hatinya semakin bergetar, perasaannya juga semakin emosi dengan wajah kalut bercampur girang dia melemparkan tubuh pemuda itu ke tanah kemudian lompat bangun dan menari-nari seperti orang kalap.

   Setelah mencapai permukaan tanah, Thi Eng khi segera merasakan hatinya bergetar kera, apalagi teringat kejadian yang baru dialaminya, buru-buru ia membuka matanya lebar-lebar.

   Ketika dilihatnya keadaan si kakek Yang lebih mirip orang gila itu, dia seperti terkesima kemudian menggigit tangan sendiri keraskeras.

   Mungkin karena terlalu keras gigitannya menjadi tak tahan sehingga menjerit kesakitan.

   Sesungguhnya kakek itu tidak gila, cuma karena sudah lama hidup mengasingkan diri maka perubahan sikapnya menjadi sangat kentera.

   Diapun tersadar kembali ketika mendengar jerit kesakitan dari anak muda itu ketika mengetahui kalau ia sudah bertindak kelewat batas dengan wajah memerah karena jengah katanya .

   "Nak, parahkah luka yang kau derita?"

   "Oooh tidak"

   Sahut Thi Eng khi sambil tertawa getir.

   "aku cuma menggigit diriku sendiri."

   Setelah agak tertegun, kakek itu segera memahami apa yang terjadi, katanya lagi sambil tertawa .

   "Oooh.......... jadi kau mengira dirimu sudah mati?"

   Paras muka Thi Eng khi berubah makin memerah terpaksa dia manggut-manggut. Kakek itu segera menarik tangan kanan Thi Eng khi dan menempelkan ketiga jari tangannya diatas nadi pemuda itu, kemudian katanya .

   "Hei pemuda, kalau sedang berjalan masti berhati-hati, untung kau bertemu dengan aku hari ini, coba kalau tidak. mana mungkin kau bisa bernyawa lagi? Coba kuperiksa apakah isi perutmu sudah terluka atau tidak ......?"

   Tiba tiba dia berkerut kening, kemudian sambil menarik kembali tangannya dia berseru .

   "Oooh .........rupanya kau dihajar orang!"

   "Tidak!"

   Sahut Thi Eng khi sambil menggeleng.

   "aku sendiri yang melompat kebawah, cuma.."

   Kakek itu segera menghela napas panjang ujarnya .

   "Lukamu tidak parah, asal bersemedi sebentar keadaan lukamu itu akan sembuh kembali seperti sedia kala. Bagi seorang lelaki sejati, tidak boleh mempunyai ingatan untuk mengambil keputusan pendek, jika berjumpa lagi dengan urusan dikemudian hari, kau mesti perkeras hatimu, hati mesti tabah untuk menghadapi kenyataan, dengan begitu baru tidak menyia-nyiakan pendidikan dan budi kebaikan orang tuamu. Sesungguhnya persoalan apakah yang membuat pikiranmu menjadi sempit?"

   Sikap si kakek yang sok memberi nasehat itu hanya membuat Thi Eng khi menyengir pahit. Padahal banyak hal yang berkecamuk dalam benaknya, oleh karena ia tak bisa memberi penjelasan lebih jauh, terpaksa sambil tertawa getir katanya .

   "Terima kasih banyak lotiang atas petunjukmu, cuma, sulit buatku untuk menjelaskan persoalan ini hanya dengan sepatah kata saja...."

   "Anak muda, jika kau sudah tahu salah dan mau berubah. Hal itu bagus sekali"

   Kata si kakek dengan wajah lembut.

   "urusan yang lewat tak perlu disinggung lagi, sekarang lohu akan membantumu untuk menyembuhkan luka yang kau derita. Kau sendiri berusahalah untuk membantu dari dalam!"

   Selesai berkata telapak tangannya segera ditempelkan diatas punggung Thi Eng khi.

   Sianak muda itu menurut dan segera menghimpun tenaga dalamnya dan mengerahkan tenaga Sian thian bu khek ji gi sin kang untuk mengelilingi seluruh badannya.

   Mendadak bagaikan dipagut ular beracun, si kakek itu menarik kembali tangannya, kemudian dengan wajah sungguh-sungguh katanya .

   "Nak, aku lihat Sian thian bu khek ji gi sin kang yang kau miliki sudah mencapai puncak kesempurnaan, apakah kau adalah anak murid perguruan Thian liong pay?"

   Menyusul kemudian tertawa terbahak-bahak, sambungnya .

   "Haaahhh.... haaahhhh.... haaahhhh..... kau memakai baju berwarna biru, pinggangmu menyoren pedang Thian liong kim kiam sudah pasti bukan anggota Thian liong pay saja, lohu sungguh tolol sekali, aku cuma melihat garis mukamu belaka dengan melupakan dandananmu, bukankah hal ini lucu sekali."

   Mendengar perkataan itu, Thi Eng khi segera berpikir .

   "Thian liong pay benar-benar bukan bernama kosong belaka, bahkan seorang kakek yang lama mengasingkan diri di luar perbatasanpun mengetahui nama Thian liong pay ...."

   Berpikir demikian, ia lantas menjawab dengan gembira.

   "Boanpwe adalah ciangbunjin angkatan ke sebelas dari partai Thian liong pay!"

   "Oooh....ooh."

   Sesudah termenung beberapa saat lamanya, kakek itu baru berkata lebih jauh .

   "Tahukah kau tentang manusia yang bernama Keng thian giok cu Thi keng ."

   "Dia orang tua adalah mendiang kakek boanpwe!"

   "Lantas siapa pula namamu?"

   Tanya kakek itu cepat-cepat.

   "Boanpwe bernama Thi Eng Khi!"

   Selapis rasa kaget dan tercengang melintas diatas wajah kakek itu, pikirannya terasa sangat kalut dan pelbagai macam perasaan berkecamuk dalam benaknya, ia sendiri pun tak tahu bagaimana perasaannya waktu itu..

   Akhirnya dia menghela napas panjang, matanya berkaca-kaca dan hampir saja air matanya jatuh berlinang.

   Ternyata kakek itu tak lain adalah kakek Thi Eng khi sendiri, orang menyebut sebagai Keng thian giok cu dan merupakan ciangbunjin angkatan ke sembilan dari Thian liong pay.

   Dua puluh tahun berselang, ketika ia menemukan bahwa putra kesayangannya yang merupakan satu-satunya ahli waris dari Thian liong pay mencukur rambut menjadi pendeta karena kematian sahabatnya, meski dihati merasa seribu kali "menolak"

   Tapi untuk menghormati keinginan putranya, terpaksa dia menghela napas dan meninggalkan putra kesayangannya itu.

   Dalam sedihnya dia menjadi putus asa dan segera berkelana jauh keluar perbatasan, dan mengunjungi gua Thian liong tong thian yang merupakan pusat dari tempat berdirinya partai Thian liong pay di masa lalu.

   Berhubung gua Thian liong tong thian merupakan tempat berdirinya partai Thian liong dan merupakan tempat bersemayannya ciangbunjin-ciangbunjin partai Thian liong pay angkatan sebelumnya, maka tempat itu sangat dirahasiakan sekali letaknya, setiap ciangbunjin dari tiap generasi hanya mendapat tahu tempat tersebut dari ciangbunjin angkatan sebelumnya.

   Setelah masuk ke dalam gua Thian liong tong thian, Thi Keng menuruti peraturan perguruannya bersembahyang didepan cousunya dan mengembalikan Thian liong pit kip kedalam gua itu, kemudian menyampaikan pula perintahnya untuk menutup perguruan Thian liong pay.

   Dia sendiripun berdiam di gua Thian liong tong thian untuk menebus dosanya yang telah memutuskan keturunan dalam partai Thian liong.

   Ketika Thi Keng meninggalkan partai Thian liong pay, Thi Eng khi belum dilahirkan di dunia ini, sudag barang tentu diapun tidak mengetahui bagaimanakah bakat serta watak pemuda tersebut, itulah sebabnya ketika menyampaikan perintah untuk menutup partai, diapun melarang putra-putri Thi Tiong giok untuk mempelajari ilmu silat.

   Seandainya dimasa itu Thi Keng tidak cepat-cepat menurunkan perintahnya, tapi menunda setahun lagi, sehingga dia berkesempatan menyaksikan kelahiran Thi Eng khi, sudah barang tentu dunia persilatanpun tak akan mengalami keadaan seperti sekarang ini.

   Ketika Thi Keng menyaksikan cucu Kesayangan ternyata bertubuh tegap berbakat bagus dan berwajah tampan, bahkan jauh melebihi putranya sendiri Thi Tiong giok apalagi terbayang kembali akan tindakannya yang gegabah di masa muda dulu, rasa malu dan sesal segera muncul didalam hatinya.

   Oleh sebab itu, dia merasa malu sekali untuk mengakui asalusulnya sendiri.

   Thi Eng khi segera mengedipkan matanya menyaksikan sikap kakek itu seperti sangat tidak tenang, tegurnya kemudian .

   "Lotiang, apakah kau kenal dengan kakekku?"

   Sekuat tenaga Keng thian giok cu Thi Keng mengendalikan pergolakan emosi didalam hatinya, lalu menggeleng.

   "Lohu dengan kakekmu cuma kenal begitu saja, kami tidak bersahabat kental!"

   Thi Eng khi tak pernah jumpa dengan kakeknya, dia hanya pernah melihat wajahnya lewat lukisan yang dibuat pada empat puluh tahun berselang, tentu saja raut wajah dulu dan sekarang jauh sekali perbedaannya.

   Oleh karena itu, Thi Eng khi sama sekali tidak mengetahui kalau kakek yang berada di hadapannya kakeknya sendiri.

   Begitulah, dengan sikap yang amat menghormati ujarnya .

   "Locianpwe, apakah kau bersedia untuk memberitahukan namamu, agar bisa boanpwe ingat terus di dalam hati?"

   Keng thian giok cu Thi Keng mengerdipkan matanya lalu tertawa getir, sahutnya .

   "Aaaah..... aku mah orang liar yang sudah lama melupakan namaku, sebut saja aku sebagai Bu beng kongkong."

   Kemudian tanyanya .

   "Usia lohu sudah mendekati seratus tahun, tentunya tidak menjadi soal bukan kalau kau mesti menyebut kongkong kepadaku?"

   Diam-diam Thi Eng khi merasa keheranan, pikirnya .

   "Aneh kenapa orang inipun seseorang yang lupa dengan nama sendiri? Keadaannya tak jauh berbeda dengan hwesio setengah umur yang pernah kujumpai di bukit Wu san."

   Berpikir sampai disitu, diapun tidak bertanya lagi, dengan hormat panggilnya .

   "Bu Beng kongkong!"

   Keng thian giok cu Thi Kerg tertawa terkekeh-kekeh, kemudian duduk ditanah, kepada Thi Eng khi serunya .

   "Nak, duduklah kemari Bu beng kongkong ada persoalan hendak ditanyakan kepadamu"

   Thi Eng khi menurut dan duduk didepan kakek tersebut, lalu ujarnya sambil tertawa .

   "Beberapa bulan berselang, boanpwe masih bukan seorang anggota persilatan karena itu pengetahuanku mengenai urusan dunia persilatan masih cetek sekali. Mungkin aku akan membuat kongkong menjadi kecewa."

   Keng thian giok cu Thi Keng tertawa lebar .

   "Aaah, tidak menjadi soal apa yang kutanyakan kepadamu pasti kau ketahui!"

   Setelah berhenti sebentar, diapun bertanya lagi .

   "Sejak kapan kau menjabat sebagai ketua dari partai Thian liong pay?"

   "Bulan delapan tanggal sembilan belas tahun berselang sampai sekarang baru sekitar sepuluh bulan."

   Keng thian giok cu Thi Keng manggut-manggut.

   "Kalau begitu coba ceritakanlah keadaan partaimu semenjak ditinggalkan kakekmu!"

   Thi Eng khi menjadi sangsi untuk beberapa saat lamanya tapi setelah termenung dan berpikir beberapa saat, akhirnya diputuskan untuk menceritakan semua yang diketahui olehnya.

   Sebab ia merasa Bu beng kongkong adalah seorang kakek yang berwajah lembut serta jujur, sudah pasti dia bukan orang jahat, apalagi dia telah melepaskan budi kepadanya, tidak sepantasnya kalau dia merahasiakan sesuatu kepadanya.

   Ketika ia selesai bercerita Keng thian giok cu Thi Keng kembali mengajukan beberapa pertanyaan sekitar hal-hal yang tidak dipahami olehnya, dengan cepat pemuda itu merasa bahwa Bu beng kongkong sesungguhnya adalah seorang kakek yang teliti sekali.

   Persoalan apapun dia tanyakan, bila menjumpai hal-hal yang tidak dimengerti, dia selalu menyelidiki sampai menjadi terang semua duduknya persoalan.

   Ia cuma merasa heran dengan watak Bu beng kongkong yang aneh dan istimewa itu, tapi tidak menaruh perhatian bahwa berulang kali secara diam-diam Bu beng kongkong telah membesut air matanya.

   Ketika Keng thian giok cu Thi Keng mendapat tahu keadaan yang sebenarnya, ia merasa sedih juga menyesal sekali, sambil memejamkan mata ia termenung sampai lama sekali.

   Kemudian sambil mendongakkan kepalanya dan menatap wajah Thi Eng khi dengan sinar mata yang tajam, serunya dalam-dalam.

   "Lohu bertekad untuk mewariskan segenap kepandaian yang kumiliki kepadamu agar kau bisa mencapai kebahagiaan bagi umat manusia didunia ini agar bisa mengangkat nama Thian liong pay hingga jaya diseluruh kolong langit!"

   Thi Eng khi pernah menderita kerugian besar karena dipaksa belajar ilmu silat.

   maka hatinya menjadi tak senang hati setelah mendengar perkataan itu, apalagi setelah mendengar ucapan si kakek yang mengatakan bahwa "agar bisa mengangkat nama Thian liong pay hingga jaya diseluruh kolong langit"

   Itu dia merasa ucapan tersebut mencurigakan sekali.... Karenanya, sambil membusungkan dada ia lantas berkata .

   "Boanpwe pernah brsumpah, sebelum belajar ilmu sakti yang tercantum di dalam kitab pusaka Thian liong pit kip, aku tak akan belajar ilmu silat aliran lain, maksud baik Bu beng kongkong biarlah boanpwe terima di dalam hati saja!"

   Mula-mula Keng thian giok cu Thi Keng agak tertegun, menyusul kemudian diapun manggut-manggut berulang kali.

   "Seandainya kau tidak berhasil menemukan kembali kitab pusaka Thian liong pit kip tersebut apa yang hendak kau lakukan?"

   "Andaikata kitab pusaka Thian liong pit kip tersebut tidak berhasil kutemukan maka sepanjang hidup aku tak akan membicarakan soal ilmu silat lagi, aku akan menghabisi nyawaku untuk menebusi dosaku ini terhadap perguruan!"

   Mendengar perkataan itu, air mata jatuh bercucuran membasahi wajah Keng thian giok cu Thi Keng.

   "Nak, kau keliru besar,"

   Katanya "ketahuilah bahwa ilmu silat yang ada di dunia ini berasal dari satu sumber, sekalipun terdapat banyak aliran perguruan di dunia ini tapi sumber dari kepandaian mereka sesungguhnya adalah satu.

   Apalagi sebagai seorang manusia yang bercita-cita luhur, kau harus mempunyai pandangan yang terbuka serta jiwa yang besar, dengan begitu masalah besar baru bisa diselesaikan, aku lihat watak keras kepalamu itu perlu diperbaiki dan bila perlu dilenyapkan sama sekali ."

   Sesungguhnya Thi Eng khi bukan seorang yang keras kepala, dia bisa mengambil ketetapan begitu lantaran dia mempunyai kesulitan yang tak dapat dikatakan kepada orang lain, sebagai seorang ketua yang bertanggung jawab untuk membangun kembali nama baik partai Thian liong pay didunia ini, sudah barang tentu dia enggan memperjuangkan cita-citanya tersebut dengan mempergunakan ilmu silat dari aliran lain.

   Dengan cepat dia menggelengkan kepalanya berulang kali, lalu berkata .

   "Nasehat dari Bu beng kongkong pasti akan kuperhatikan dengan seksama, boanpwe merasa berterima kasih atas perhatiannya ini, cuma mengenai belajar silat sesungguhnya bukan keras kepala yang menyebabkan boanpwe berkeputusan demikian adalah karena soal lain yang menyebabkan boanpwe terpaksa harus berbuat begini, harap kau sudi untuk memakluminya."

   Terdorong oleh pergolakan emosi, Keng thian giok cu Thi Keng tak bisa mengendalikan diri lagi, dia lantas mendongakkan kepalanya dan berpekik nyaring.

   Tenaga dalam yang dimilikinya memang amat sempurna, begitu suara pekikannya bergema diudara, tampak pohon bwe disekitar tempat itu bergoncang keras seperti terhembus angin, kabut tebal di angkasa pun seakan-akan terhembus buyar kemana-mana.

   Diam-diam Thi Eng khi terkejut sekali setelah menyaksikan kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki Bu beng kongkong, tapi wajahnya sama sekali tidak berubah, menahan sekulum senyuman sempat menghiasi wajahnya..

   Tiba-tiba Keng thian giok cu Thi Keng memperlihatkan wajah gusar, dari sakunya dia mengeluarkan se

   Jilid kitab kecil berwarna kuning dan diberikan ke tangan Thi Eng khi, kemudian ujarnya dengan suara yang dingin seperti es .

   "Tempat ini merupakan suatu jurang terpencil dengan empat penjuru dikeliling dinding curam, bila kau tidak mempelajari ilmu silat dari lohu ini, jangan harap kau bisa keluar dari tempat ini. Hidup juga kau sendiri, mati juga kau sendiri, setahun kemudian lohu akan datang lagi untuk menengok dirimu, nah. Baik-baiklah menyesuaikan diri!"

   Seusai berkata. tidak melihat dengan gerakan apakah dia melompat, tahu-tahu tubuhnya sudah melambung di tengah udara kemudian lenyap tak berbekas dari pandangan mata. Thi Eng khi segera mendongakkan kepalanya dan berteriak keras .

   "Aku Thi Eng khi adalah seorang lelaki sejati, aku tak sudi menerima ancamanmu itu, setahun kemudian silahkan saja datang kemari, coba kau buktikan sendiri apakah aku akan berusaha meloloskan diri dengan mengandalkan kepandaian silatmu itu!"

   Sementara itu, Keng Thian giok cu Thi Keng telah berada di dalam sebuah gua kecil di tebing terjal tersebut, dengan air mata bercucuran dia mengangguk berulang kali, gumamnya .

   "Nak, kau memang cucu yaya yang paling baik, kau terlalu baik, yaya merasa gembira sekali."

   Thi Eng khi duduk kembali sejenak ditempat semula, lalu berdiri dan memasukkan kitab kecil itu kedalam sakunya.

   Oleh karena dia sedang mendongkol maka kitab tersebutu sama sekali tidak diperiksa isinya, bahkan memandang sekejappun tidak.

   
Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Menyusul kemudian, diapun melakuka pemeriksaan yang seksama disekeliling dinding tebing itu dengan harapan bisa menemukan tempat untuk berteduh, sehingga ia bisa menggunakan kesempatan yang sangat baik itu untuk berlatih tekun ilmu Sian thian bu khek ji gi sin kang yang dimilikinya itu.

   Tapi sayang usahanya itu sia-sia belaka sekalipun seluruh dasar jurang sudah diperiksa, ia tidak berhasil menemukan tempat yang bisa dipakai untuk berteduh, karena itu selama beberapa malam berikutnya terpaksa ia musti menginap di udara terbuka.

   Kemudian ia menemukan pada dinding tebing sebelah timur, lebih kurang tiga kaki dari permukaan tanah terdapat dua batang pohon siong yang berdaun lebat, tempat itu bisa dipakai untuk tempat berteduh.

   Sayangnya, kendatipun tenaga dalam yang dimilikinya sudah teramat sempurna, namun ia tidak mengerti bagaimana caranya mempergunakan ilmu meringankan tubuh, itulah sebabnya sekalipun dinding tebing itu cuma tiga kaki, namun sulit baginya untuk merangkak ke atas.

   Untung saja kecerdasannya luar biasa, setelah berpikir sebentar, ia segera memperoleh suatu ide yang bagus sekali.

   Dengan cepat pedang Thian liong kim kiam yang tersoren dipinggangnya dicabut keluar, setelah itu dengan mempergunakan pedang Thian liong kim kiam itu sebagai tempat berpegangan, selangkah-selangkah dia mendaki keatas tebing itu, tak lama kemudian tibalah pemuda tersebut dibawah pohon siong tadi.

   Setibanya dibawah pohon siong tersebut, mendadak ia menemukan sebuah gua batu di belakang pohon tadi, diatas gua terpancang sebuah papan nama yang bertuliskan empat huruf besar, tulisan itu berbunyi demikian .

   "THIAN-LIONG-TONG-THIAN"

   Timbul perasaan heran didalam hatinya, tanpa berpikir panjang lagi ia lantas berjalan menuju kedalam gua.

   Mulut gua itu amat sempit dan cuma bisa dilewati satu orang saja, akan tetapi setelah berada dalam gua itu maka dijumpainya ruangan didalam sana luas sekali, lagi pula suasana terang benderang, tidak diketahui darimanakah datangnya cahaya penerangan tersebut.

   Saat itu Thi Eng khi sudah tidak berminat lagi untuk menyelidiki persoalan-persoalan yang tidak penting, sebab dia sudah tertarik perhatiannya oleh dua belah pintu gerbang yang memancarkan cahaya keemasan-emasan didasar gua tersebut.

   Didepan pintu gerbang terdapat sebuah lapisan batu kemala putih yang tinggi tebal dan memancarkan cahaya berkilauan, orang harus berdiri diatas lapisan batu kemala putih itu sebelum mencapai gelang pintu.

   Thi Eng khi melompat naik keatas lapisan batu kemala putih itu kemudian menggetarkan gelang pintu itu beberapa kali, akan tetapi pintu tersebut sama sekali tidak bergeming barang sedikitpun juga, kenyataan ini membuat hatinya merasa terkejut bercampur keheranan, ia tidak habis mengerti apa gerangan yang sebenarnya telah terjadi.

   Sekuat tenaga dia berusaha untuk mendorong pintu gerbang itu, tapi hasilnya nihil sebab pintu gerbang tersebut sama sekali tidak bergeming barang sedikitpun juga.

   Ketika usaha itu dicoba beberapa kali lagi tanpa hasil, akhirnya pemuda itu menjadi putus asa.

   Tanpa sengaja tiba-tiba matanya memandang ke lapisan "batu kemala putih yang diinjaknya itu, lamat-lamat terbaca olehnya beberapa kalimat yang tertera diatas lapisan batu kemala tersebut.

   Tulisan tersebut berbunyi demikian .

   "Tempat ini adalah gua Thian liong tong thian, selain anak murid Thian liong pay dilarang masuk ke dalam gua ini. Untuk masuk kedalam gua, silahkan mengerahkan ilmu Sian thian bu khek ji gi sin kang sebanyak tiga kali kelilingan badan pintu tersebut otomatis akan membuka dengan sendirinya."

   Selesai membaca beberapa huruf tulisan tersebut, Thi Eng khi merasa terperanjat sekali, dengan cepat dua ingatan melintas di dalam benaknya .

   Pertama, gua ini sudah pasti mempunyai hubungan yang erat sekali dengan partai Thian liong pay.

   Kedua Bu beng kongkong mungkin sekali adalah anggota Thian liong pay, tapi siapakah dia? Teringat akan Bu beng kongkong, diapun teringat pula dengan kitab kecil berwarna kuning yang berada dalam sakunya, itu dia beranggapan bahwa kitab kecil tersebut mungkin dapat mengungkapkan jawaban siapa gerangan kakek yang bernama Bu beng kongkong tersebut.

   Dengan cepat dia mengeluarkan kitab kecil tersebut dari dalam sakunya dan dilihat dengan seksama.

   Yaa, ampun! Apa yang telah terjadi? Tampak kitab itu sangat mungil dan indah bentuknya, pada halaman yang terdepan tertera empat huruf besar yang indah sekali....

   tulisan itu berbunyi .

   "THIAN LIONG PIT KIP"

   Sekujur badan Thi Eng khi gemetar keras dengan cepat dia lari keluar dari dalam gua tersebut, kemudian sambil menggertakkan giginya menahan pergolakan emosi, gumamnya .

   "Yaya! Yaya! Rupanya kau orang tua adalah yaya!"

   Dia menerjang keluar dari dalam gua dengan perasaan bimbang dan tak menentu, dia lupa kalau diluar gua itu terbentang jurang yang tiga kaki dalamnya.

   Karena kurang berhati-hati, kakinya segera menginjak ditempat kosong, tak ampun tubuhnya terjerumus pula kedasar jurang itu.

   Untung saja tenaga dalam yang dimiliki cukup sempurna sehingga tubuhnya sama sekali tidak terluka, sambil merangkak bangun, dia mendongakkan kepalanya dan berteriak keras .

   "Yaya! Yaya! Kenapa kau tak mau mengenali dirimu dihadapan Eng ji ....?"

   Angin gunung berhembus lewat dari atap, puncak membawa awan putih bercampur kabut yang tebal, suara teriakan dari Thi Eng khi tersebut hampir boleh dibilang sama sekali tertelan.

   Puluhan tahun menanggung rindu, ternyata tidak mendatangkan hasil apa-apa, saking sedihnya pemuda itu jatuh tak sadarkan diri.

   Entah berapa lama sudah lewat, sambil gemetar keras Thi Eng khi tersadar kembali dari pingsannya.

   Dengan perasaan apa boleh buat, terpaksa pemuda itu mendaki kembali ke atas bukit dan masuk kembali ke dalam gua Thian liong tong thian, ia bermaksud untuk mendalami ilmu yang tercantum dalam kitab pusaka Thian liong pit kip tersebut di dalam gua itu.

   Ketika melangkah diatas lapisan batu kemala putih itu dia mengerahkan tenaga Sian thian bu khek ji gi sin kangnya untuk mengelilingi seluruh badan, segera terasalah segulung hawa dingin yang menyebarkan memancar masuk lewat dasar kakinya dan menyebar keseluruh anggota tubuhnya, tak sampai satu lingkaran tubuh dia sudah merasakan tubuhnya seakan-akan menyatu dengan lapisan batu kemala putih itu.

   Setelah mengitari tubuhnya tiga kali, pintu gerbang berwarna emas yang semula tertutup rapat mendadak terbuka lebar dengan menimbulkan suara yang amat nyaring.

   Thi Eng khi ragu-ragu sejenak, kemudian diapun melangkah masuk kedalam ruangan.

   Sebuah lorong batu yang lebarnya puluhan kaki terbentang jauh ke dalam sana, tiada cahaya lentera dalam lorong itu, akan tetapi suasananya terang benderang bagaikan disiang hari saja.

   Dengan langkah lebar Thi Eng khi berjalan masuk kedalam lorong itu, diujung lorong merupakan sebuah ruang istana yang terbuat dari batu kemala hijau, didepan ruangan tergantung sebuah papan nama yang bertuliskan.

   "KUI TIN HU"

   Setelah memasuki ruangan, ditengah ruangan tersebut terlihatlah seorang siucay berusia pertengahan yang memakai baju berwarna biru sedang duduk bersila, sebelah kanan tampak dua belas buah gundukan tanah beralas batu kemala yang membentuk naga melingkar, diatasnya duduk empat orang kakek berbaju biru, disebelah kiri pun tampak dua belas lapisan batu kemala berbentuk naga melingkar tapi hanya ditempati oleh tiga orang kakek berbaju biru.

   Di tengah ruangan terdapat sebuah meja bundar yang antik sekali, diatas meja tampak sebuah tempat dupa yang berwarna hitam pekat, entah terbuat dari bahan apa? Asap tipis mengepul keluar dari dalam pendupaan itu dan menyebar ke seluruh ruangan sehingga mendatangkan perasaan segar dan nyaman bagi siapapun.

   Thi Eng khi tahu bahwa beberapa orang kakek itu sudah pasti adalah para angkatan tua dari Thian liong pay, maka sambil memperingan langkahnya ia maju kedepan, setelah itu sambil memberi hormat katanya .

   "Tecu Thi Eng khi ciangbunjin dari angkatan sebelas menghunjuk hormat buat para Cousu!"

   Dengan hidmat, dia memberi hormat sebanyak tiga kali kepada kakek-kakek itu, tapi sampai lama sekali belum ada juga yang menjawab ataupun menggubris.

   Thi Eng khi tak berani bangkit berdiri, diam-diam ia mencoba untuk melirik ke depan tampak ke delapan kakek itu tetap duduk sambil memejamkan mata , mukanya serius agaknya seperti lagi semedi, maka dengan lantang serunya lagi .

   "Tecu Thi Eng khi menghunjuk hormat buat para Cousu!"

   Belum juga kedengaran suara jawaban.

   Baru saja timbul rasa heran dalam hatinya, tiba-tiba ia menemukan sebuah tugu peringatan terpancang dibelakang orangorang itu, diatas batu peringatan tadi tertera beberapa huruf yang garis besarnya menerangkan bahwa istana Kui tin hu merupakan tempat bersemayan dari para ciangbunjin partai Thian liong generasi yang lalu.

   Setelah membaca tulisan itu, Thi Eng khi baru mengerti rupanya beberapa orang cousu itu sudah berpulang ke alam baka.

   Ketika dihitung, ternyata jumlah orang yang ada dalam ruangan itu hanya delapan orang, ini membuktikan kalau kakeknya tak ada disana, kalau tidak, kakeknya sebagai ciangbunjin angkatan ke sembilan tentu saja merupakan orang yang ke sembilan dalam ruangan tersebut.

   Dari sini maka terbuktilah sudah bahwa kakek yang menghadiahkan kitab pusaka Thian liong pit kip kepadanya itu tak lain adalah kakeknya.

   Setelah melakukan pemeriksaan sekejap ia tak berani berdiam terlalu lama disana, pelan-pelan pemuda itu menuruni ruang tengah, menelusuri lorong batu dan melangkah keluar dari pintu gerbang.

   Baru saja kakinya menginjak diatas lapisan batu kemala putih itu, pintu gerbang di belakangnya menutup sendiri secara otomatis.

   Suasana disekeliling tempat itu amat sepi hening dan tak kedengaran sedikit suarapun tapi ia tidak merasa kesepian, bukan saja kitab pusaka Thian liong pit kip milik perguruannya telah ditemukan kembali, selain itu dia pun tahu kalau kakeknya masih hidup didunia ini.

   Dengan tenang diapun duduk diluar gua itu, mengeluarkan kitab pusaka Thian liong pit kip dan mulai mempelajarinya dengan seksama.

   Disebelah barat kota Teng hong dalam bilangan propinsi Hoo lam terdapat sebuah bukit yang bernama bukit Siong san, disebelah utara tanah perbukitan itu berdiri sebuah bangunan kuil yang sangat besar dan megah, itulah kuil Siau lim si yang termashur namanya diseluruh dunia persilatan.

   Suatu hari, ketiga mendekati waktu senja, dari atas jalan raya dibawah bukit muncul dua ekor kuda tinggi besar yang dilarikan ke arah kuil dengan kecepatan tinggi.

   Kedua ekor kuda itu merupakan kuda jenis utara yang tinggi besar, dalam sekejap mata kuda-kuda itu sudah sampai tiba di depan kuil.

   Diiringi suara ringkikan panjang, kedua ekor kuda itu segera mengangkat kaki depannya ke atas sambil menghentikan larinya.

   Seorang gadis cantik segera melenjit keudara, alau dari tengah udara ia menyambar tali les kuda lain yang ditunggangi seorang kakek, kemudian melayang turun keatas tanah.

   Gerak gerik gadis itu lincah dan gesit sekali, begitu mencapai permukaan tanah, dia berpaling dan tertawa, seakan-akan tak pernah mengalami sesuatu hal, ujarnya .

   "Paman Ting, kau tunggu saja diatas kudamu!"

   Tak usah disinggung lagi, kedua orang itu bukan lain adalah cucu kesayangan Tiang pek lojin (It tek ang) So Seng pak yakni Pek leng siancu So Bwe leng serta lotoa dari Tiang pek sam nio (tiga burung dari bukit Tiang pek) Tam co toa beng (rajawali sakti bersayap tunggal) Ting Tian yu.

   Setelah Tiang pek lojin So Seng pak menyaksikan Thi Eng khi keturunan dari sahabat karibnya yang sedang bertamu dalam bentengnya diculik orang, dalam gusarnya dia segera memimpin para jago dari luar perbatasan untuk menyerbu ke daratan Tionggoan, menurut bukti yang ada, maka pertama-tama dia mendatangi kuil Siau lim si lebih dahulu.

   Dia adalah pemimpin dari luar perbatasan, tentu saja kegagahannya jauh berbeda dengan orang lain, sebelum melakukan sesuatu tindakan, dikirimnya kartu pemberitahuan lebih dulu, kemudian baru mendatangi tempat itu untuk melakukan suatu penyelesaian.

   So Bwe leng yaag manja dan suka keramaian berhasil membujuk kakeknya untuk mengirim dirinya sebagai utusan, ditemani oleh Tam ci toa beng berangkatlah mereka menuju ke kuil Siau lim ci.

   Dasar masih muda dan lagi binal, begitu melompat turun dari kudanya, seperti seekor kupu-kupu langsung melompati tujuh belas buah undak-undakan batu dan menyerbu masuk keruang tengah.

   Pada saat itulah, dari dalam kuil melompat keluar dua orang pendeta berusia pertengahan, sambil menghadang dihadapannya, mereka menegur .

   "Omitohud, tempat ini adalah tempat suci sang Buddha, harap nona berhenti!"

   Meski tak senang hati, Pek leng siancu So Bwe leng enggan menumbuk kedua orang hwesio tersebut, terpaksa dengan kening berkerut katanya .

   "Aku hendak mencari hwesio gede dari kuil ini untuk membincang-bincang... !"

   Ucapan tersebut amat tak sedap didengar, kontan saja paras muka salah seorang pendeta yang kurang tebal imamnya berubah hebat, sambil memperkeras suaranya, dia berseru .

   "Peraturan kuil kami menetapkan bahwa setiap orang perempuan dilarang masuk ke dalam ruangan, jika li sicu ada urusan sampaikan saja kepada siauceng!"

   Dengn kening berkerut Pek leng siancu So Bwe leng segera tertawa dingin .

   "Heehhh.... heeehhh... heeehhhh.... apa sih hebatnya dengan suatu kuil kecil di tempat tercokolnya kawanan hwesio cilik? Andaikata kau tidak berbicara begitu, mungkin nona masih bisa diajak berunding, tapi sekarang, aku bersikeras hendak melihatnya!"

   Sehabis berkata, sepasang telapak tangannya direntangkan dan melepaskan pukulan.

   "Blaaammmm.....!"

   Dua orang hwesio itu masing-masing mundur sejauh tiga langkah lebih. Menggunakan kesempatan itu, dengan cekatan dia menerobos masuk ke ruang tengan, kemudian sambil bertolak pinggang dan tertawa tergelak tiada hentinya dia berseru .

   "Sekarang aku sudah masuk ke dalam, mau apa kalian?"

   Kedua orang hwesio ini adalah murid angkatan kedua dari kuil Siau lim si, yang seorang bernama Bu ki, yang lain bernama Bu wan, kepandaian silat yang dimilikinya terhitung tangguh sekali di dalam dunia persilatan, siapa tahu mereka kena dipecundangi oleh seorang nona yang masih sangat muda, hal ini segera dianggapnya sebagai suatu peristiwa yang amat memalukan.

   Serentak kedua orang itu membentak keras dan siap menerjang ke depan untuk melakukan sergapan lagi.

   Tapi saat itulah suatu bentakan menggeledek menggema dari dalam ruangan kuil .

   "Bu ki, Bu wan, jangan kurangajar!"

   Sesosok bayangan manusia berkelebat lewat, dan muncullah seorang hwesio gemuk pendek yang berusia lima puluh tahunan. Bu ki hwesio dan Bu wan hwesio segera menghentikan gerakan tubuhnya, kemudian sambil merangkap tangannya di depan dada ia berseru .

   "Tecu ......"

   Pek leng siancu So Bwe leng kembali tertawa cekikikan, serunya dengan merdu .

   "Aaah .... tak menjadi soal, memukul hwesio di dalam kuil hwesio, itu baru berarti namanya! Tak usah sungkan-sungkan, kalian bertiga boleh maju bersama-sama."

   Hwesio gemuk pendek inijauh lebih tinggi kedudukannya daripada Bu ki hwesio dan Bu wan hwesio, sudah barang tentu imamnya juga jauh lebih tebal, ketika dengar perkataan itu, dia tidak merasa gusar, malah katanya sambil tertawa .

   "Anak murid kalangan Buddha tak akan melukai orang secara sembarangan, li sicu pandai benar bergurau!"

   Pek leng siancu So Bwe leng memutar biji matanya sebentar, lalu katanya dengan lantang.

   "Kalau begitu, kau tak akan menghalangi nonamu masuk ke dalam kuil bukan?"

   Hwesio gemuk pendek itu merupakan murid angkatan pertama dari kuil Siau lim si, dia menjabat sebagai kepala penerimaan tamu dari kuil tersebut, orang persilatan menyebut sebagai Thi ciang ceng (pendeta toya baja) Go Tong hwesio.

   Hwesio ini bukan saja pengalamannya luas, pengetahuannya juga matang, ia sudah pandai menilai kemampuan orang.

   Dari setiap gerakan yang dilakukan oleh Pek leng siancu So Bwe leng, ia sudah tahu kalau gadis yang masih muda usia ini sesungguhnya memiliki ilmu silat yang jauh diatas kepandaiannya.

   Dengan nama besar kuil Siau lim si yang begitu tersohor dalam dunia persilatanpun tak sampai mengkederkan hatinya, bahkan dengan begitu beraninya datang mencari gara-gara, dari sini dapat diketahui kalau di belakang sinona pasti terdapat tulang punggung lain yang menunjang dirinya.

   Diapun sadar, kendatipun dengan kekuatan yang dimiliki mereka bertiga, menahan gadis itu bukan suatu pekerjaan yang sukar tapi tindakan semacam itu sudah jelas bukan suatu tindakan yang bisa menyelesaikan masalahnya, malahan bisa jadi akan mendatangkan kesulitan yang lebih besar lagi bagi kuilnya.

   Apalagi pada detik itu dia masih belum memahami maksud kedatangan sinona tersebut, maka Go to hwesio mengambil keputusan untuk menahan diri dan tidak mengambil tindakan secara gegabah.

   Siau lim si bisa mempunyai sejarah yang panjang didalam dunia persilatan bukan lantaran mereka memperolehnya karena mujur, tapi dalam ilmu silat mereka memang betul-betul memiliki kemampuan yang lain daripada yang lain.

   Demikianlah dengan senyuman masih menghiasi ujung bibirnya, Go tong hwesio berkata.

   "Seandainya li-sicu datang kemari untuk menyembah kepada Buddha, sudah barang tentu akan pinceng sambut dengan segala kehormatan!"

   Pek leng siancu So Bwe leng rneski binal orangnya tapi ia masih polos dan suci bersih, tadi dia sengaja mengacau karena menganggap Thi Eng khi benar-benar sudah ditawan oleh pihak Siau lim si, maka sebelum mengutarakan maksud kedatangannya, ia berniat memberi sedikit pelajaran kepada mereka.

   Tapi, setelah dilihatnya hwesio itu sama sekali tidak gusar, bahkan tenang-tenang saja ia menjadi rikuh sendiri untuk melanjutkan perbuatannya, maka sambil tertawa katanya.

   "Kau si hwesio masih terhitung seorang yang jujur, nonamu tak ingin membuat kekacauan tanpa sebab, maka memandang diatas wajahmu, nona akan menyampaikan maksud kedatanganku itu!"

   Sekalipun sikapnya sudah jauh lebih lembut namun ucapannya masih tak sedap kedengarannya. Gotong hwesio cuma bisa tertawa diwajah, mendongkol didalam hati, katanya kemudian .

   "Harap li sicu bersedia memberi petunjuk!"

   Pek leng siancu So Bwe leng segera mengebaskan ujung bajunya kedepan, serentetan cahaya putih dengan kecepatan luar biasa meluncur ke tengah ruangan.

   "Tiga hari kemudian, kakekku akan berkunjung sendiri kemari untuk menyambangi hwesio tua kuil kalian!"

   Serunya dengan serius.

   "Kakek nona adalah ......

   "

   Sambil menarik, Pek leng siancu SO Bwe leng segera menukas .

   "Tanda pengenalnya disitu, buat apa kau musti banyak bertanya lagi?"

   Seusai berkata, dia lantas mambalikkan badannya dan meluncur keluar dari dalam ruangan. Bu ki hwesio dan Bu wan hwesio segara membungkukkan badannya memberi hormat katanya.

   "Lapor susiok, perlukan kita menghadang jalan perginya?"

   "Biarkanlah ia pergi!"

   Jawab Go tong hwesio sambil mengulapkan tangannya.

   Dia lantas melompat ke atas dan meluncur ke tiang penglari dari ruangan tersebut sewaktu melayang turun kembali ke atas tanah, ditangannya telah bertambah dengan sebuah benda persegi enam berbentuk bunga salju yang terbuat dari perak putih dan besarnya cuma beberapa inci.

   Bu ki hwesio maupun Bu wan hwesio tak bisa menebak tanda pengenal dari siapakah benda berbentuk bunga salju yang terbuat dari perak putih itu, baru saja akan bertanya, Go tong hwesio dengan wajah hijau membesi telah berseru .

   "Tiang pek lojin, bagus sekali perbuatanmu!"

   Dia membalikkan badannya dan melompat masuk keruangan belakang.

   CIANGBUNJIN dari partai Siau lim duduk diruang tengah dalam kamar semedinya, di sekelilingnya duduk keempat orang Kim kong dari Siau lim pay yakni Ci kay taysu, Ci hui taysu, Ci leng taysu dan Ci-nian taysu.

   Disamping ruang berdiri Thi ciang ceng (pendeta toya baja) Go tong hwesio, ia telah melaporkan tentang tantangan dari Tiang pek lojin dan menantikan perintah dari ketuanya.

   Ketua dari Siau lim pay duduk tenang dengan mata terpejam, setelah termenung beberapa saat lamanya, mendadak ia membuka matanya lebar-lebar dan menatap wajahnya Ci kay taysu dengan sinar mata berkilat tajam.

   Katanya dengan suara dalam .

   Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Ci kay sute, menurut pendapatmu apa maksud kedatangan Tiang pek lojin kemari?"

   Dengan perasaan tidak habis mengerti Ci kay taysu menggelengkan kepalanya berulang kali.

   "Tecu bodoh dan tak bisa menebaknya!"

   

   Jilid 7 MENYUSUL kemudian, Ci hui taysu, Ci leng taysu dan Ci nian taysu mengemukakan pula keheranan dan ketidak mengertian mereka. Ketua Siau lim pay segera menghela napas panjang, tiba-tiba serunya dengan lantang.

   "Dimana Go sin?"

   "Tecu siap menanti perintah!"

   Seseorang menjawab dari luar ruangan.

   "Pergi kekamar Sian hong dan bawa kemari kotak bambu hijau tempat tanda pengenal!"

   Tak lama kemudian, Go sin hwesio telah muncul sambil membawa sebuah kotak panjang terbuat dari bambu hijau, kemudian dengan sepasang tangannya dipersembahkan kehadapan ketuanya. Ciangbun Hongtiang segera berpesan .

   "Serahkan kepada Ci kay susiok untuk diperiksa!"

   Go sin hwesio menurut dan serahkan kotak panjang bambu hitam itu kepada Ci kay taysu, kemudian mengundurkan diri dari situ.

   Ketika Ci kay taysu membuka kotak itu dan diperiksa isinya, ternyata kotak itu hanya berisikan secarik kertas putih.

   Dengan cepat kertas itu diambilnya, kemudian dibaca isinya, apa yang kemudian terbaca segera membuat paras mukanya berubah hebat, dengusan napasnya juga memburu.

   Ciangbun hongtiang memandang sekejap ke arah Ci hui taysu, Ci leng taysu dan Ci nian taysu, setelah itu ujarnya.

   "Sute bertiga belum mengetahui keadaan yang terjadi, Ci kay sute! Coba kau bacalah secara lantang isi surat tersebut!"

   Ci kay taysu menurut dan segera membaca isi surat itu dengan suara lantang .

   "Dengan alasan ketua partai Thian liong pay angkatan kesebelas telah ditawan oleh partai kalian dan Bu tong pay. Tiang pek lojin So Seng pak akan datang ke kuil Siau lim si untuk menerbitkan keonaran, padahal yang benar mereka berniat menghancurkan partai kalian agar ambisinya untuk menguasahi daratan Tionggoan bisa tercapai. Untuk menghindari segala kemungkinan yang tak diinginkan sengaja kuberi peringatan inl agar kalian bisa membuat persiapan yang diperlukan. Tertanda. orang yang ada maksud"

   Ketika Ci kay taysu selesai membaca isi surat tersebut, suasana dalam ruangan segera tercekam dalam keheningan yang luar biasa. Akhirnya Ci kay taysu menggelengkan kepalanya berulang kali seraya berkata .

   "Tak bisa dipercaya! Tak bisa dipercaya! Menurut apa yang kuketahui, Tiang pek lojin adalah seseorang yang lurus, jujur dan bijaksana, mana mungkin ia bisa mempunyai jalan pemikiran yang demikian latahnya?"

   "Tapi orang toh sudah berada didepan pintu, masa hal ini bisa suatu ceritera bohong saja!"

   Kata Ci hui taysu.

   "Menurut pendapat siaute,"

   Kata Ci nian taysu.

   "lebih baik kita percaya dulu daripada tidak percaya, bersiap-siap lebih duluan toh tidak ada salahnya."

   "Tiang pek lojin memiliki kepandaian yang luar biasa sekali,"

   Ujar Ci leng taysu serius.

   "aku kuatir ciangbun suheng sendiripun .."

   Mendadak ia menghentikan kata-katanya, melirik sekejap ke arah ketuanya dan tidak berbicara lagi. Ciangbun hongtiang sekali lagi menghela napas panjang.

   "Aaai . Aku masih ingat cerita orang pada puluhan tahun berselang, dalam sepuluh kali pertarungan antara Tiang pek lojin melawan Keng thian giok cu Thi locianpwe dari Thian liong pay, akhirnya dia baru dikalahkan dalam setengah jurus. Kejadian itu membuatnya mengasingkan diri ke luar perbatasan dan membangun kekuatan baru di situ, kesemuanya itu membuktikan kalau So lo tidak mempunyai ambisi apa-apa, sungguh bikin orang tidak habis mengerti."

   "Aaaai.... menurut pendapatku, kejadian ini mencurigakan sekali dan pantas untuk dicurigai, cuma, puluhan tahun-tahun lamanya So lo selalu jujur dan bijaksana, siapa tahu kalau kemunculannya kali ini adalah bertujuan untuk melenyapkan badai pembunuhan yang mulai mengancam dunia persilatan? Yang paling menguatirkan adalah jika ada orang bermain dalam air keruh dan menunggangi keadaan tersebut demi kepentingannya."

   Mendengar perkataan itu, tiba-tiba saja Ci kay taysu teringat kembali akan perbuatan Huan im sin ang yang bermaksud mengadu domba para jago ketika berada di perkampungan Ki hian san ceng tempo hari. Seperti serentetan hatinya, dia lantas berseru.

   "Entah dimana datangnya surat itu? Apakah di ciangbun suheng bersedia memberi petunjuk?"

   Ciangbun hongtiang menunduk sedih, sahutnya .

   "Surat ini kutemukan dalam kamarku pagi tadi."

   Mendengar perkataan tersebut, ke empat orang kim kong saling berpandangan muka dan tidak berbicara apa-apa lagi.

   Harus diketahui ketua dari partai Siau lim ini memiliki tenaga dalam yang amat sempurna, tapi kenyataannya orang yang memberi peringatan tersebut dapat meninggalkan surat peringatan tanpa diketahui, dari sini dapat diketahui kalau kepandaian silat yang dimiliki orang itu sangat mengerikan hati.

   Tanpa terasa keempat orang pendeta itu saling berpandangan dengan perasaan terkesiap.

   Tiba tiba ketua dari Siau lim pay itu berpaling, kemudian serunya dengan suara lantang .

   "Go tong, turunkan perintah untuk mempersiapkan barisan Lo han toa tin.."

   Go tong hwesio mengiakan dan segera mengundurkan diri dari tempat tersebut, ketika Ci kay taysu menyaksikan ketuanya hendak mempergunakan barisan Lo han toa tin untuk menghadapi Tiang pek lojin, dengan kening berkerut segera tegurnya .

   "Ciangbun suheng, apakah tindakan ini tidak kurang baik?"

   "Jika ada persiapan bencana baru dapat diatasi, So Seng pak bukan seorang jago yang gampang untuk dihadapi, sampai waktunya kita mengambil tindakan menurut keadaan saja!"

   DALAM suasana tegang dan kesiagaan penuh kuil Siau lim si dapat melewati dua hari masa yang aman.

   Didalam dua hari ini, mereka sendiripun tak dapat menebak gerak gerik serta kekuatan yang sebenarnya dari Tiang pek lojin.

   Puluhan orang jago lihay dari luar perbatasan yang dipimpin langsung oleh Tiang pek lojin dengan terang-terangan menginap disebuah rumah penginapan yang terbesar dikota Teng hong, segala sesuatunya dilakukan secara terang-terangan, sedikitpun tidak tampak tersembunyi atau melanggar kebiasaan dunia persilatan tidak malu ia disebut sebagai seorang pemimpin dunia persilatan.

   Besok adalah saat perjanjian yang telah ditetapkan.

   Untuk menghadapi tantangan yang akan terjadi besok pagi segenap anggota Siang bun ia memerintahkan untuk beristirahat semenjak pagi, agar semua orang bisa memiliki tenaga yang segar untuk menghadapi peristiwa besok pagi.

   Waktu sudah melewati kentongan ketiga selain penjagaan yang dilakukan dengan ketat, suasana dalam kuil itu diliputi oleh keheningan yang mencekam.

   Pada saat itulah, tiba-tiba dari bawah bukit berkumandang suara pekikan nyaring yang amat memekikkan telinga, pada mulanya suara pekikan tersebut masih berada di tempat yang sangat jauh, tapi sesaat kemudian tahu-tahu sudah dekat sekali dengan kuil itu, Meski penjagaan disekitar kuil Siau lim si amat ketat, penjagapun terdiri dari jagoan yang lihay, akan suara pekikan itu dengan mudahnya dapat bergerak langsung menuju ketengah ruangan.

   Mendengar suara pekikan itu dengan terkejut Ciangbun hongtiang membuka pintu dan berjalan keluar dari ruangan, pada saat yang bersamaan pula suara pekikan itupun telah sampai disitu.

   Dengan kening berkerut dia mengawasi si kakek berambut putih yang berada dihadapannya, kemudian sambil tertawa dingin katanya dengan suara dalam.

   "Rupanya So tayhiap yang telah berkunjung datang, tak heran kalau tiada anggota kuil yang bisa menghalangi kedatanganmu, tolong tanya ada urasan apa So tayhiap malam-malam berkunjung kemari? Apakah kau sudah lupa dengan janji kita besok?"

   Tiang pek lojin So Seng pak segera tertawa terbahak-bahak.

   "Haaahh. Haaahh.. haaahh. lohu bermaksud untuk berbicara secara baik-baik lebih dulu sebelum menggunakan kekerasan sebelum pertarungan berlangsung aku ingin berbincangbincang secara pribadi lebih dulu denganmu apakah tidak boleh?"

   "Kalau memang ingin berbicara katakan saja terus terang, lolap sama saja bisa menerimanya."

   Sementara pembicaraan berlangsung, Sreet! Sreet! Sreet! Diiringi desingan angin tajam, Ci kay taysu, Ci hui-taysu, Ci leng taysu dan Ci nian taysu telah bermunculan disana dan membentuk posisi setengah lingkaran dibelakang tubuh Tiang pek lojin.

   Dengan pandangan dingin, Tiang pek lojin memandang sekejap sekeliling tempat itu, kemudian dengan sikap acuh tak acuh katanya .

   "Lohu datang dari jauh sebagai tamu, masa kalian tidak tahu cara untuk menerima tamu?"

   Sambil tertawa dingin, ia mendongakkan kepalanya dan bersikap sangat angkuh. Ciangbun hongtiang memandang sekejap kearah keempat orang sutenya, kemudian setelah memuji keagungan sang Buddha, ujarnya dengan serius .

   "Lolap kurang hormat, harap So tayhiap jangan menyalahkan, silahkan !"

   Dia membuka pintu ruangan dan berjalan masuk lebih dahulu.

   Tiang pek lojin berjalan diantara kepungan lima orang dan masuk kedalam ruangan dengan langkah lebar, tanpa menunggu ucapan orang, dia langsung mengambil tempat duduk, sikapnya angkuh, tinggi hati dan sama sekali tidak pandang sebelah matapun terhadap lawannya.

   Menyaksikan perbuatan kakek itu, hawa amarah segera memancar keluar dari wajah empat orang taysu itu.

   Diam-diam ciangbun hongtiang dari partai Siau lim memberi tanda kepada keempat orang sutenya agar menahan diri, ia kuatir kalau adik seperguruannya tak kuasa menahan diri sehingga melakukan perbuatan yang merugikan nama baik partai.

   Pelan-pelan ciangbun hontiang dari Siau lim pay duduk dihadapan Tiang pek lojin.

   Keempat orang taysu lainnya berdiri di kedua belah samping, berada di depan orang luar, mereka tak berani mengambil tempat duduk sejajar dengan ketuanya.

   Pelan-pelan paras muka Tiang pek lojin berubah menjadi lembut dan tenang, ujarnya kemudian .

   "Hwesio tua, dapatkah kau tebak apa maksud kedatangan lohu pada malam ini?"

   Dengan wajah serius sahut ketua dari Siau lim pay .

   "Lolap tidak habis mengerti dengan keperluan apakah So tayhiap mengadakan janji dengan kami untuk datang berkunjung kemari?"

   Sebagai seorang ketua dari suatu perguruan besar, dia enggan untuk menebak maksud kedatangan orang secara sembarangan, tapi dibalik ucapannya itu lamat-lamat mengandung nada tegoran. Tiba-tiba Tiang pek lojin bergumam sendiri .

   "Kedatangan lohu bukan pada waktunya, apakah toa hwesio merasa agak tidak senang hati?"

   Ketua dari Siau lim pay itu mengerutkan dahinya, kemudian pelan-pelan menjawab .

   ''Kemampuan So taybiap untuk berjalan di angkasa memang tak bisa dibandingkan dengan orang, betul kuil kami kecil, tapi kemampuan untuk menahan diri masih kumiliki, harap So tayhiap jangan memikirkan yang bukan-bukan."

   Tiba-tiba Tiang pek lojin menghela napas panjang, katanya lagi .

   "Lohu ada niat untuk membatalkan perjanjian untuk menyambangi ke atas bukit, maka sengaja aku datang untuk mengajak toa hwesio merundingkan persoalan ini, harap toa hwesio jangan menyalahkan diriku yang telah mendatangi kuil malammalam!"

   Mendengar perkataan itu, ketua dari Siau lim pay tersebut tertawa terbahak-bahak.

   "Haaah.. haaahhhh. Haaahhh.. kenapa So tayhiap berkata begitu, baiklah, lolap akan mendengarkan perkataanmu itu."

   Tiang pek lojin memandang sekejap kearah Ci kay taysu sekalian berempat, sementara mulutnya tetap membungkam, agaknya ia ada maksud untuk mempersilahkan orang-orang itu pergi dahulu meninggalkan tempat tersebut.

   Siau lim Su toa Kim kong adalah orang-orang yang cukup berpengalaman dalam masalah dunia persilatan, tentu saja mereka pun memahami arti kata dari sikap musuhnya.

   Ci kay Taysu termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, kemudian dengan mengajak ketiga orang sutenya memberi hormat kepada Ciangbun suhengnya seraya berkata .

   "Tecu sekalian berempat akan mohon diri lebih dulu dari tempat ini. !"

   Selesai berkata rnereka telah bersiap-siap untuk mengundurkan diri dari tempat itu. Tapi dengan cepat ketua dari Siau lim pay itu mengulapkan tangannya sembari berkata .

   "Tak ada halangan buat Sute berempat untuk tetap berada disini, So tayhiap adalah seseorang yang periang dan berjiwa terbuka kalian tak usah berlagak sok pintar."

   Sesungguhnya keempat toa kim kong itu pun merasa tidak berlega hati untuk membiarkan ciangbun suhengnya berbicara empat mata dengan Tiang pek lojin, mereka kuatir ketuanya menderita kerugian, permohonan diri yang diucapkan tadi tak lebih hanya suatu sopan santun belaka dan mereka memang tidak benarbenar berniat begitu.

   Maka setelah mendengar perkataan dari ciangbun suhengnya itu, merekapun segera membatalkan niatnya untuk mengundurkan diri, sambil tersenyum mereka balik kembali ke tempatnya semula.

   Entah apa sebabnya, ternyata Tiang pek lojin berubah menjadi bertebal muka dan tak tahu malu, tiba-tiba katanya kembali .

   "Lohu bermaksud untuk berbicara empat mata saja dengan lo hwesio!"

   Ketua dari Siau lim pay itu segera tersenyum, sahutnya .

   "Keempat orang suteku bukan orang luar, jika So tayhiap ingin berbicara, lebih baik katakan saja dengan terang-terangan."

   Agak memerah paras muka Tiang pek lojin karena jengah, untuk menutupi rasa malunya itu sengaja ia mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.

   "Haaahh...Haaahhh Haaahhh kalau begitu lohu akan berbicara secara blak-blakan!"

   Baik ketua dari Siau lim pay maupun keempat orang Kim kong itu tetap membungkam dalam seribu bahasa, dengan tenang mereka menantikan pembicaraannya lebih jauh. Dengan perasaan apa boleh buat, terpaksa Tiang Pek lojin berkata dengan serius .

   "Asalkan kuil kalian bersedia untuk menyerahkan Si li cu berwarna merah kepadaku, lohu segera akan mengalihkan pasukan ke bukit Bu tong dan sejak kini tak akan mengusik kuil kalian lagi."

   Si li cu dari kuil Siau lim si semuanya terdiri dari tiga macam, yakni putih, merah dan hitam, benda itu dibentuk oleh para ciangbunjin pada generasi yang lalu.

   Selama ratusan tahun belakangan ini, banyak sekali Si li cu warna putih dan hitam yang berhasil dibentuk, sedangkan Si li cu warna merah hanya berhasil dibuat oleh ciangbunjin angkatan ke lima, sebab itu Si li cu warna merah dianggap sebagai benda mustika oleh pihak Siau lim si.

   Sekarang, Tiang pek lojin ternyata menghendaki pihak Siau lim menyerahkan benda tersebut, bukankah hal ini merupakan suatu pemaksaan yang sewenang-wenang? Tak heran kalau kelima orang hwesio dari Siau lim si itu menjadi tertegun untuk beberapa saat lamanya.

   Ketua dari Siau lim si itu segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak dengan gusarnya, kemudian dengan wajah berubah serunya lantang .

   "So tayhiap, apakah kau beranggapan bahwa pertemuan yang berlangsung besok pasti dimenangkan oleh pihakmu? "Hmmm.. tak perlu menunggu sampai besok sekarangpun bisa kubuktikan kenyataanya!"

   Sahut Tiang pek lojin sambil menunjukkan sikap yang aneh sekali. Ketua dari Siau lim si itu benar-benar dibikin naik pitam, sambil tertawa dingin katanya .

   "Bagus sekali! Bagus sekali! Ci kay sute, harap kau menuju kehalaman belakang dan perintahkan orang untuk memasang lampu, kalau memang So tayhiap ada kegembiraan untuk melakukan hal ini, lolap bersedia untuk mengiringi kehendakmu!"

   Ci kay taysu mengiakan dan siap berlalu dari situ. Tapi Tiang pek lojin telah goyangkan tangannya berulang kali sambil tertawa seram katanya .

   "Tidak perlu lohu tak ingin terlalu menyusahkan kalian semua, bagaimana kalau kita mencoba beberapa gebrakan ditempat ini saja?"

   Soal lagaknya yang besar masih bisa ditahan, tapi sindirannya yang pedas cukup membuat orang merasa tak kuasa menahan diri. Sebelum ciangbun suhengnya mengucapkan sesuatu Ci nian taysu sudah tak kuasa menahan diri lagi


Peristiwa Burung Kenari Karya Gu Long Dendam Sejagad Legenda Kematian Karya Khu Lung Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung

Cari Blog Ini