Ceritasilat Novel Online

Kisah Putri Bulan Bintang 1


Kisah Pendekar Sakti Putri Bulan Bintang Karya Lovely Dear Bagian 1



Kisah Pendekar Sakti Putri Bulan Bintang Karya dari Lovely Dear

   

   

   
Tiraikasih Website
http.//kangzusi.com

   

   

   Tiraikasih Website
http.//kangzusi.com

   Karya . Lovely_dear di Indozone Ebook oleh Dewi KZ di
http.//kangzusi.com

   Bab I.

   Penghuni Pulau Awan Api (bagian 1) Sebuah papan perahu sepanjang dua meter tampak terapung-apung di tengah gelombang laut yang dahsyat.

   Sekilas nampaknya hanya sebuah papan biasa.

   Namun bila di amati lebih jauh, Nampak sesosok tubuh pemuda tanggung berusia lima belas tahun sedang terikat di atas papan tersebut.

   Di punggungnya terikat sebuah buntelan kecil dari kulit binatang.

   Setelah terombang-ambing selama 2 hari, papan tersebut mendekati sebuah pulau kecil yang di lingkupi oleh awan yang berwarna kemerah-merahan.

   Menjelang sore papan itu di hanyutkan semakin dekat kepulau, tampak awan-awan tersebut mengambang sekitar satu meter dari permukaan laut.

   Papan tersebut terus di dorong oleh ombak mengarah ke pinggir pulau hingga akhirnya diam tak bergerak.

   Sementara itu dari atas puncak gunung yang tinggi di pulau itu tampak dua sosok tubuh melesat dengan kecepatan seperti kilat yang sukar diikuti pandangan mata biasa.

   Dalam sekejap saja mereka sudah tiba di tepi pantai.

   Ternyata mereka adalah seorang biksu tua beralis putih dan seorang kakek tua yang berjanggut panjang.

   "Omitohud, Lo-sian, tampaknya anak ini baru habis mengalami malapetaka dari lam hai ong (Raja Laut Selatan)!"

   Tanpa membuka mulutnya tiba-tiba terdengar suara yang nyaring dari biksu tua tersebut.

   "Hahahabenar lo-hud, selama seratus sepuluh tahun Pulau Awan Api ini tidak pernah kedatangan satu manusiapun selain kita. Akhhagaknya Thian tak rela kalau kepandaian kita lenyap begitu saja dari muka bumi ini!"

   Suara yang halus keluar dari bibir kakek yang di panggil lo- sian (dewa tua) itu Tangan biksu yang di panggil Lo-hud (Budha Tua) itu di gerakkan perlahan.

   Ajaibnya, tali-tali yang mengikat tubah pemuda itu terlepas dan tubuhnya melayang perlahan ke arah si budha tua yang segera memeriksa kondisinya.

   "Hoho, tajam sekali matamu lo-sian. Thian memang tak rela kepandaian kita lenyap begitu sajapemuda ini memiliki bakat dan susunan tulang-tulang yang baik sekali. Mungkin hanya dapat di temukan sekali dalam limaratus tahun". Kembali si budha tua berseru kegirangan. Sementara itu tangannya bekerja cepat menotok sana-sini sehingga pemuda itu siuman. Saat membuka matanya, pemuda tanggung itu kaget dan segera bangkit duduk. Kepalanya berputar kekanan ke kiri dengan pandangan mata berkilat aneh. Selang beberapa lama kemudian tatapannya terhenti pada dua sosok tubuh di depannya. Tiba-tiba kedua tangannya terkepal dan berubah warna kehijau-hijauan, tubuhnya melesat dengan cepat ke atas setinggi tiga tombak, kemudian kesepuluh jari melancarkan sepuluh kali pukulan berhawa panas-dingin menyengat ke arah kekek tua berjanggut yang di panggil Lo-Sian.

   "HeaaaaaahhLepaskan ciciku!"

   Hawa pukulannya mencicit tajam dengan dahsyat mengarah sepuluh jalan darah di tubuh sang kakek.

   "Eh, anakapa yang kau lakukan? Siapa cicimu?"

   Lo-Sian tidak kaget melihat tingkah anak tersebut, namun yang justru membuatnya kaget adalah jurus yang di pakai anak itu untuk menyerangnya.

   Dari seribu banyaknya keanehan di dunia ini, mungkin adalah apa yang di hadapi oleh Lo-Sian.

   Betapa tidak? Salah satu dari tiga ilmu ciptaannya yang paling rahasia sekarang di pakai untuk menyerangnya.

   Namun dia adalah seorang tokoh angkatan tua yang sudah berusia seratus tigapuluh tahun, tidak nanti dia meladeni anak kecil seperti ini.

   Mulutnya tersenyum.

   "Bagus, tampaknya kau sudah menguasai tujuh bagian dari ilmu Im-Yang Tok-Kiam-Ci (Jari Pedang Racun Panas-Dingin) ini"

   Tangannya mengebas perlahan, tiba-tiba tubuh anak itu tertahan di udara kemudian perlahan-lahan turun ke bawah, sedangkan hawa pukulannya lenyap tak berbekas.

   "Apa yang terjadi dengankuuuugghh"

   Saat pemuda itu hendak berbicara tiba-tiba dia merasa kepalanya sakit sekali. Di lain saat tubuhnya kembali terkulai pingsan.

   "Ahh, kepalanya terguncang sangat hebat, mungkin terjadi benturan yang amat kuat sehingga membuat dia seperti ini". Tangan si kakek tua yang di sebut lo-sian bergerak cepat mengangkat pemuda tanggung berusia lima belas tahun itu. Tubuhnya berkelebat di ikuti si budha tua ke arah puncak gunung di pulau tersebut. Beberapa waktu kemudian, pemuda tanggung itu sadar kembali. Kali ini tidak ada lagi sinar aneh yang memancar dari matanya seperti sebelumnya. Lo-sian segera mengangsurkan sebutir buah berwarna merah kepadanya.

   "Kau makanlah buah ini, ini akan menguatkanmu"

   "Terima kasih lopeh". Pemuda itu segera mengambilnya dan mulai memakannya. Setelah memakannya, pemuda itu merasakan aliran hawa hangat di perutnya. Entah dia sadar atau tidak, otomatis tubuhnya sudah duduk bersemedi dan mengatur nafas dengan matanya di pejamkan. Hal ini membuat dua orang tua itu kagum dan mangut-mangut sambil tersenyum. Lewat setengah jam kemudian, pemuda tanggung itu membuka matanya dan memandang kedua orang tua di depannya dengan tatapan tajam. (bagian 2) Demi melihat pemuda itu sudah sadar, Si Budha Tua segera bertanya.

   "Wahai anak, siapa namamu, siapa orang tuamu dan dari mana engkau datang?"

   "NamakunamakuHongSin"

   Wajah pemuda itu terdiam.

   Saat itu juga semua peristiwa kamatian seluruh keluarganya yang mengerikan kembali terbayang di wajahnya.

   Tanpa terasa pemuda itu menggigit bibir bawahnya.

   Ingin rasanya menangis keras-keras, tapi tidak bisa.

   Bukannya tidak mau, tapi memang tidak ada lagi airmata yang keluar dari kedua matanya.

   "Aarrrrgghh"

   Hong Sin mengerang keras dengan hati pedih. Tubuhnya terhuyung ke depan, segenap hawa murni di tubuhnya bergolak cepat tanpa dapat di kendalikan lagi.

   "Omitohud, yang lalu biarlah berlalu, lepaskan kepedihan dan hadapi semua dengan tabah"

   Tiba-tiba terdengar suara Lo-Hud.

   Tangannya bergerak cepat memegang tangan pemuda itu.

   Seketika itu juga Hong Sin merasakan hawa hangat menerobos seluruh jalan darahnya sehingga kesadarannya pulih kembali.

   Hawa hangat itu amat kuat menerobos ke sana-sini, di lain saat seluruh jalan darahnya telah mengalir lancar.

   Lo-Hud segera melepaskan tangannya dan membiatkan Hong Sin terus bersemedi.

   Menunggu sampai hawa murninya berputaran sebanyak tiga puluh enam kali, barulah dia menghentikan semedinya dan membuka mata.

   "Terima kasih Losuhuengkau telah menolongku, tapi itu percuma, akuaku tidak dapat hidup lebih lama lagi"

   Hong Sin berkata perlahan dengan suara datar dan putus asa.

   "Oaaalaahtampaknya engkau baru saja mengalami peristiwa yang menyedihkan? Lohu lihat tampaknya engkau memiliki ilmu silat tinggi, tapi kenapa engkau cepat putus asa?"

   Lo-Sian mendekati Hong Sin sambil menegurnya dengan suara lembut sambil tersenyum.

   "Lo-cianpweseluruh keluargaku baru saja di bunuh di depan mataku, kakak perempuanku di tawan tanpa aku dapat berbuat apa-apa, sedangkan ilmu silat para penghianat itu sangat tinggi. Walau aku memiliki ilmu silat warisan keluarga yang hebat, tapi aku toh hanya menguasai kulitnya sajakalaupun dapat melatihnya dengan sempurna, paling-paling cuma dapat bertarung seimbang saja dengan musuh-musuhku itu, rasanya untuk mengejar ketinggalanku harus menunggu semua musuhku itu mati dulu"

   "Omitohud, di lihat dari dasar tenaga yang kau miliki, tampaknya kau melatih Thian-Te Tok-Khi (Hawa Racun langit Bumi), salah satu ilmu rahasia yang hanya di miliki para penghuni Sam Sian Kok (Lembah Tiga Dewa) sebagai dasar dari Im-Yang Tok-Kiam-Ci yang kau mainkan tadi, apa engkau mempunyai hubungan dengan mereka?"

   Sahut Lo-hud sambil memandang tajam ke arah Hong Sin, sedangkan Lo-Sian tampak diam saja sambil memandang ke jurusan lain, seolah tidak peduli dengan keadaan saat itu.

   "Akh..Siauw-tee memang berasal dari lembah itu. Pocu lembah itu adalah gwa-kongku (kakek luar)"

   "HohohoLo-Sian, tampaknya kali ini kau tidak bisa menghindar dari tanggung jawabmu yang tidak becus dahulu"

   Tiba-tiba Lo-Hud tertawa terbahak-bahak memotong perkataan Hong Sin sambil tangannya menunjuk ke muka Lo-Sian yang kelihatan cemberut.

   Melihat ini, tergerak hati Hong Sin.

   Dengan penuh tanda Tanya di tatapnya kedua orang tua itu bergantian.

   Namun ia tidak menunggu lama, karena saat itu Lo-Sian sudah menatapnya dengan tajam.

   "Hong Sin, tahukah kau dengan siapa engkau berhadapan saat ini?"

   Hong Sin balas menatap wajah tua itu sambil menggeleng kepala dengan wajah tak mengerti.

   "Aku adalah su-cow dari kakekmu, pencipta Thian-Te Tok-Khi (Hawa Racun langit Bumi) yang sesungguhnya. Berbicara dari segi tingkat ilmu yang di miliki kakekmu, walaupun dia baru menguasai satu dari dua bagian ilmu itu, namun dia memiliki ilmu dari kitab Im-Yang Tok-Kiam-Ci, kecuali bertarung sama kuat dengan leluhur dari tiga Istana Dewa lainnya, rasanya tidak ada lagi yang dapai menaklukkannya"

   Kaget hati Hong Sin bukan kepalang.

   Su-cow dari kakeknya? Kalau begitu berapa umur kakek ini? Kaget hati Hong Sin bukan kepalang.

   Orang tua ini adalah Su-cow dari kakeknya? Kalau begitu berapa umur kakek ini? Dalam dunia persilatan saat itu ada terkenal Bulim-Su-Sian (Empat Dewa Sakti Bulim), Chit-Pai-Chit-Cu (Tujuh Nabi Tujuh Partai), Hekto-Kui-Mo (Sembilan Iblis Kaum Sesat ), di samping It-Kok Sam-Kiong (Tiga Istana Satu Lembah), Tujuh Partai dan Ngo-Pai-Hiat-Mo (Lima Partai Iblis Darah).

   Apakah kedua locianpwe di hadapannya ini termasuk di antara Bulim-Su-Sian? Segera pikirannya berkelebat cepat, di lain saat dia telah menjatuhkan dirinya berlutut dengan kepala sampai di tanah di hadapan kakek itu "Maafkan Sin-ji (anak Sin) yang tidak tahu berhadapan dengan buyut yang muliamaaf kalau Sin-ji lancing, apakah kakek berdua adalah Bulim-Su-Sian?"

   "Hahaha..Bulim-Su-Sian itu barang apa? Masakkan bisa di bandingkan dengan su-sucowmu yang berusia jauh di atas mereka"

   Lo Hud menjawab pertanyaan Hong Sin sambil tertawa.

   "Sudah-sudah, tidak usah kau banyak adat, aku tidak tahu peristiwa apa yang sudah terjadi, tapi kau tidak perlu menceritakannya karena sucowmu ini sudah tidak peduli lagi dengan urusan- urusan duniawi seperti itu. Sekarang kau tinggallah di pulau ini selama enam tahun sambil belajar dengan baik. Kau beruntung karena tadi Lo-Hud sudah membantumu menembus seluruh jalan darah Jin-Tok di tubuhmu sehingga engkau bisa melatih ilmumu dengan lebih baik. Segeralah beri hormat kepadnya sebelum dia membatalkan keinginannya utk memberi petunjuk padamu."

   Suara lembut Lo-Sian itu berkata sambil tersenyum kemudian melesat meninggalkan tempat itu. Hong Sin bukan orang bodoh, segera dia menjatuhkan diri di hadapan Lo-Hud sambil berseru.

   "Terimalah hormat murid yang bodoh ini"

   "Hohohobangunlah Sin-ji, aku mau memberikan beberapa petunjuk padamu tapi kau harus berjanji dua hal padaku, yaitu setelah engkau menguasai kepandaian pinceng, kau hanya boleh mewariskannya kepada satu orang murid saja dan tidak boleh menggunakan ilmu-ilmu itu untuk berbuat kejahatan. Apabila kedua peraturan ini di langgar, aku sendiri yang akan datang dan mencabut semua kepandaian itu, mengertikah kau?"

   Hong Sin menganggukkan kepalanya.

   "Teecu akan melakukan apapun perintah suhu dengan sebaik-baiknya dan dengan sepenuh hati"

   Demikianlah mulai hari itu Hong Sin mulai mempelajari ilmu-ilmu silat tingkat tinggi dari dua dewa sakti di Pulau Awan Api itu.

   Dalam waktu tiga tahun pertama di pulau itu, Hong Sin mempelajari dengan sempurna Thian-Te Tok-Khi (Hawa Racun Langit Bumi) dan Sian-Tok Sam-Sin- Kang (Tiga Tenaga Sakti Racun Dewa), sekaligus menyempurnakan Im-Yang Tok-Kiam-Ci-nya.

   Melulu hanya ilmu ini saja sudah cukup menjadikannya sebagai seorang yang tanpa tanding di dunia kang-ouw apa lagi masih di tambah dengan ilmu-ilmu lainnya.

   Menurut Su-su-cow (Kakek buyut buyut)nya, Thian-Te Tok-Khi (Hawa Racun langit Bumi) adalah bagian pertama dari dua ilmu ciptaannya yang sakti.

   Sedangkan bagian yang kedua adalah Sian- Tok Sam-Sin-Kang (Tiga Tenaga Sakti Racun Dewa).

   Lo-Sian adalah seorang ahli racun dan pengobatan.

   Maka dia mendasari ilmunya dengan kedua keahlian tersebut sehingga tercipta Thian-Te Tok-Khi (Hawa Racun Langit Bumi).

   Hawa Racun Langit sebenarnya mempunyai kegunaan untuk menawarkan segala macam racun yang ada di dunia bahkan mempunyai khasiat penyembuhan yang hebat.

   Sedangkan Hawa Racun Bumi adalah gabungan dari berbagai rajanya racun yang ada di dunia persilatan yang bersifat memusnahkan.

   Di masa pengembaraannya sampai ke tempat-tempat yang jauh, dia juga mendalami berbagai ilmu dari berbagai aliran yang ada di dunia persilatan bahkan sampai di Thian-tok, Nepal maupun negeri yang di sebut Jawadwipa.

   Dari pengetahuan itulah tercipta bagian yang kedua dari ilmu racun & obat yang dia sebut Sian-Tok Sam-Sin-Kang (Tenaga Sakti Tiga Racun Dewa).

   Maka dapat di bayangkan betapa hebatnya ilmu-ilmu tersebut.

   Di bawah pengawasan yang ketat dari lo-Sian selama tiga tahun, Hong Sin juga mempelajari Ilmu Hwee-Khi (Nafas Api) serta Ilmu Ajaib Hun-Khai Kian-Kun-Tin (Ilmu Barisan Membuka & Menutup) yang sanggup memecahkan seluruh inti barisan-barisan.

   Tiga tahun berikutnya Hong Sin mulai di gembleng langsung oleh Lo-Hud sehingga berhasil menguasai Hian-Goan Pat-Hong-Hud-Kang (Tenaga Budha Delapan Penjuru Pelumpuh) serta Sin- Su-hoat (Empat Ilmu Sakti) yang terdiri dari.

   Ilmu membaca & meniru inti ilmu Silat lawan dengan sekali melihat & merasakan yang di sebut Sim-Khe (Cermin Hati), Ilmu Hud-Kiam-Gan (Mata Pedang Budha), Jaring Langit dan Kim-I-Kang (Jubah Emas Sakti).

   Demikianlah Hong Sin berlatih di bawah bimbingan kedua tokoh dewa itu Bab II.

   Puncak Kabut Pedang (Bagian 1) Puncak Kabut Pedang merupakan salah satu dari lima puncak tertinggi di barisan pegunungan Thai San.

   Puncak ini sangat mustahil di datangi oleh orang biasa.

   Selain sangat tinggi dan di kelilingi oleh jurang-jurang, puncak ini hanya dapat di capai dengan mengandalkan ilmu-ilmu meringankan tubuh tingkat tinggi seperti "Langkah Angin Menembus Langit"

   Atau "Melayang Bagai Kapas"

   Serta "Tangga Langit".

   Sayangnya ilmu-ilmu meringankan tubuh seperti ini sangat sulit untuk di miliki dan hanya dapat di kuasai oleh orang2 yang sudah memiliki tenaga dalam yang sempurna, dan pada masa itu mungkin sangat sukar di cari orang yang telah menguasainya.

   Jauh di dasar Puncak Kabut Pedang yang biasanya sepi, kali ini terlihat bayangan seorang laki- laki yang berlari dengan cepat mendaki ke atas sambil berloncatan dari jurang yang satu ke jurang yang lain.

   Di kedua lengannya mengempit Sepasang gadis berusia empat belas tahun yang sedang pingsan karena luka-luka yang cukup parah.

   Tampaknya laki-laki ini memiliki ginkang yang tidak lemah.

   Terbukti dia dapat berlari cepat walaupun menggendong kedua gadis tersebut.

   Tiba-tiba langkah laki-laki itu terhenti.

   Matanya memandang ke depan.

   Di hadapannya tampak dua orang berkerudung hitam sedang memegang golok bergerigi di tangan.

   "Serahkan kedua gadis itu pada kami, maka nyawamu akan kami biarkan utuh"

   Laki-laki itu tetap berdiam.

   Sambil mengawasi kedua orang di depannya, langkahnya mundur dengan perlahan.

   Tiba-tiba tubuhnya membalik dan berlari ke arah yang berlawanan.

   Namun belum juga jauh tubuhnya berlari, tiba-tiba berkelebat satu bayangan yang diikuti suara desingan senjata tajam mengarah kebelakang kepala laki-laki tersebut.

   "Ziiiing.."

   "Uuts"

   Merasakan adanya bahaya, laki-laki itu membungkukkan badannya dengan cepat menghindari tusukan pedang.

   Namun bayangan yang membokongnya itu tidak berhenti sampai di situ saja.

   Tangan kirinya bergerak, dan tampak puluhan sinar berkeredapan dengan amat cepatnya menghajar tubuh laki-laki itu tanpa dapat di hindari lagi.

   "Aaaaakhh"

   
Kisah Pendekar Sakti Putri Bulan Bintang Karya Lovely Dear di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Tatapan laki-laki itu tiba-tiba jadi gelap. Salah satu Gadis berusia di tangan kirinya terlepas dan terlempar ke bawah jurang"Goat-Kiongcuaaakkhhh"

   Tanpa dapat meneruskan suaranya, laki-laki itu terjerembab ke tanah sambil tetap memeluk gadis yang satunya lagi. Megap-megap suaranya berbisik.

   "Seng-Kiongcuhamba tidak dapat menahan lagimaafkan hambamaafkan hamba"

   Perlahan tapi pasti, suara itu lenyap seiring dengan lenyapnya nyawa orang laki-laki itu.

   "Heeemmncari mati sendiri"

   Salah satu dari kedua orang berkedok hitam itu berkata dengan suara dingin. Kemudian mengalihkan tatpannya kepada gadis satu lagi yang pingsan tersebut.

   "Akan kita apakan gadis ini?"

   Sahut orang berkedok yang satunya lagi.

   "Binasakan saja. Membiarkannya hidup hanya akan menambah bibit penyakit di kemudian hari"

   Sehabis berkata demikian, tangannya yang memegang pedang di gerakkan menusuk kepala gadis yang di sebut Seng-Kiongcu (Putri Bulan) oleh laki-laki yang mati tadi.

   Tampaknya tidak ada harapan lagi bagi sang gadis.

   Tiba-tiba "Lancang! Membunuh di wilayah kekuasaanku tanpa seijinku"

   Suara itu tidak terlalu keras, namun nadanya datar dan dingin dan terasa seperti bunyi halilintar di telinga kedua orang berkedok hitam tersebut.

   Hal mana membuat kedua orang itu terkejut.

   Namun belum lagi mereka mengetahui siapa yang telah datang, tiba-tiba mulut mereka menjerit histeris dan tubuh mereka terpelanting.

   Mereka bahkan tidak sempat tahu sama sekali apa penyebab kematian mereka.

   Bayangan seorang kakek berusia delapanpuluh berjubah merah berkelebat ke dekat gadis yang pingsan itu.

   Tangannya mengurut sebentar beberapa jalan darah di tubuh gadis itu sehingga membuatnya sadar.

   "Hemmgadis yang malang, siapa namamu?"

   Suara kakek berjubah merah itu perlahan, namun agak serak kedengaran di telinga gadis tersebut.

   Gadis itu tidak menjawab, kepalanya berputar ke-kanan-kiri sampai berhenti di atas dua sosok tubuh berkerudung hitam yang terkapar tak jauh dari tempat itu.

   Namun tidak berlangsung lama karena mata itu kembali terpaku pada sesosok tubuh yang agak jauh.

   Dengan cepat, walaupun masih lemah, gadis itu merayap dengan kedua kaki tangannya ke arah mayat tersebut sambil menangis sesengukan.

   "Paman kwapaman kwahuhuhuhuuuu, jangan mati paman! Jangan matijangan tinggalkan Lin Hong paman, huhuhuuuu.!"

   Sepeminuman teh kemudian, saat suara tangis gadis itu mulai reda, terdengar kakek berjubah merah itu berkata.

   "Pamanmu sudah mati, di manakah rumahmu...lohu akan menyuruh orang mengantarmu pulang..."

   Gadis menggelengkan kepala.

   "Semua sudah mati...di bunuh penjahat...aku sebatang kara..."

   Saat mengatakan hal ini tatapan gadis itu mencorong penuh kebencian.

   Dengan perlahan, kakek berjubah merah itu membalikkan tubuhnya dan melangkah pergi ke puncak gunung.

   Seng Lin Hong melihat kakek itu melangkah pergi, segera bangkit dan mengikuti dari belakang.

   Jalan kakek berjubah merah itu semakin lama-semakin cepat.

   Maka gadis itu lalu mengerahkan tenaganya mengikuti dengan cepat, namun dia kalah jauh.

   sekejap saja dia telah tertinggal jauh.

   "Lopeh..tunggu! Teriak gadis itu dengan putus asa, namun tetap saja kakek berjubah merah itu sudah tidak kelihatan lagi. Dengan putus asa akhirnya dia menjatuhkan diri di atas sebuah batu dan menangis.

   "Oh ayah...ibu...anak tidak berbakti! anak tidak bisa belajar ilmu nomor satu untuk membalas musuh-musuh itu...huhuhu...."

   "Hemm, kau ingin belajar ilmu nomor satu?..."

   Tiba-tiba terdengar suara serak di telinganya.

   Tubuhnya tersentak berdiri.

   Gadis itu membalikkan tubuhnya dan memandang dengan terbelalak.

   Kakek berjubah merah itu sudah ada di depannya lagi.

   Melihat ini betapa senang hatinya.

   Walaupun dengan mata yang bercucuran air mata, segera dia berlutut di hadapan kakek itu.

   "Mohon kemurahan hati kiranya locianpwe yang agung sudi menerimaku sebagai murid..."

   "Huh, aku tidak mau menerima murid cengeng sepertimu, pergilah dari tempat ini..."

   Kakek itu menatap dingin, kemudian sekali lagi membalikkan tubuh dan lenyap dari situ. Seng Lin Hong termangu-mangu, namun di lain saat dia menyeka airmatanya dan berseru.

   "Locianpwe, teecu tidak akan menangis lagi... untuk membuktikannya, teecu tidak akan berdiri dari tempat ini sampai kau orang tua menerimaku..."

   Tidak ada jawaban. Waktu berlalu, hari menjelang pagi. Tampak tubuh Seng Lin Hong memeluk tangannya dan meringkuk di tengan jalan itu. Satu malam telah lewat, namun dia tidak berdiri juga. Kekerasan hatinya sungguh luar biasa.

   "Hehehe...kau anak gadis yang keras hati, berdirilah lohu menerimamu..."

   Tiba-tiba terdengar suara yang parau menggema ke telinganya.

   Di lain saat berkelebat bayangan merah menyambar lengannya dan menarik gadis itu dan melesat menuju ke atas Puncak Kabut Pedang.

   Siapakah kekek berjubah merah itu? Dia bukan lain adalah Penghuni Puncak Kabut Pedang yaitu, Ang-I-Giam-Sian (Dewa Neraka Berjubah Merah) Tek Kun yang merupakan salah satu dari empat Bulim-Su-Sian.

   Tampaknya Thian sudah mengatur nasib gadis itu.

   Sejak saat itu Seng Lin Hong mendapat gemblengan keras Ang-I-Giam-Sian (Dewa Neraka Berjubah Merah) Tek Kun yang memperdalam ilmu-ilmunya dengan ilmu silat tingkat tinggi terutama "Cui-Beng Chit-Seng-Khi (Hawa Tujuh Bintang Pengejar Nyawa) yang bisa menyerap tenaga lawan, Ang-In-Hoat-sut-I-Ciang (Pukulan Jubah Sihir Awan Merah), dan Ilmu Tangga langit yang dahsyat.

   (Bagian 2) Dari atas ketinggian, gadis yang di panggil Goat-Kiongcu itu meluncur dengan cepat.

   Tak pelak lagi, gadis itu pasti akan menemui nasib naas di bawah jurang.

   Tubuh itu terus meluncur semakin ke bawah, tiba-tiba "Pyaaaarrrrrr"

   Air muncrat setinggi satu meter setengah.

   Tubuh anak itu tercebur ke aliran sungai yang mengalir di bawah jurang tersebut.

   Tak lama kemudian tubuhnya timbul dan kemudian hanyut mengikuti aliran sungai.

   Lama sekali tubuh itu hanyut di bawa aliran sungai hingga melewati seorang kakek tua yang sedang bersemedi di bawah pohon di pinggir sungai tersebut.

   "Eh, apa itu? Sepertinya ada sesosok tubuh yang tercebur ke sungai"

   Matanya yang tajam melihat sesuatu yang hanyut agak jauh dari tempatnya.

   Namun sejauh apapun, itu tidak menjadi halangan bagi kakek tersebut.

   Tangannya bergerak, dan dari tangannya mengalir tenaga tak kelihatan yang menyedot kearah tubuh tersebut.

   Hebatnya tubuh itu bergerak menepi dan di lain saat tubuh itu telah berpindah ketangan kakek tersebut yang segera di baringkannya ke bawah pohon.

   Sekilas di periksanya tubuh itu yang ternyata adalah seorang gadis yang cantik jelita berusia kira-kira lima belas tahun.

   Denyut nadinya lemah, perutnya kembung dan dalam keadaan tidak sadar.

   Segera tangan kanannya menotok sana-sini dengan cepat.

   Sementara tangan kirinya memegang kedua kaki gadis itu dengan entengnya dan di jungkirbalikkan dengan kepala di bawah.

   Kemudian tangannya yang sebelah mengurut perut yang kembung tersebut untuk mengeluarkan air yang ada di perutnya.

   Setelah semua air keluar dari perutnya.

   Tangannya memasukkan sebuah pil sebesar gundu berwarna merah darah ke dalam mulut gadis itu.

   Barulah kakek itu bernafas lega dan membiarkan gadis itu berbaring di atas rumput.

   Namun dari mulut kakek tersebut tiba-tiba memuntahkan darah segar.

   "Ohh Thian, kau memperlambat kematianku, apakah karena anak ini?..."

   Kakek itu tidak memperdulikan darahnya, melainkan hanya menarik nafas panjang dan segera melanjutkan meditasinya.

   Sepeminuman the kemudian, tampak tubuh gadis itu mulai bergerak- gerak lemah.

   Kakek itu membuka matanya dan mendekati gadis itu.

   Beberapa saat kemudian gadis itu membuka matanya.

   Bola mata gadis itu berputar-putar hingga akhirnya berhenti pada wajah sang kakek.

   "Hahahagadis kecil, jangan takut, kakek yang telah menolongmu, siapa namamu?"

   Kakek itu bertanya dengan suara yang halus.

   "Akuaku? Namaku Hui Hwa kek, Goat Hui Hwakakek siapa?"

   "Hohoho, kakek sudah tidak punya nama, kau boleh memanggil kakek Bu Beng Lo-Jin (Tanpa Nama) saja Kau kakek temukan dari sana"

   Katanya sambil menunjuk kearah aliran sungai, Goat hui Hwa segera berlutut di hadapan kakek tersebut sambil menangis.

   "Locianpwe, Hwa-Ji sudah tidak punya orang tua lagi, Keluarga kami di serang oleh penjahat serta para pengkhianat sehingga semua keluarga mati terbunuh. Tadinya paman Kwa yang menyelamatkan Hwa-Ji beserta Suci Seng Lin Hong, tapi Hwa-ji tidak tahu sekarang mereka di manadan bagaimana keadaan merekatolonglah locianpwe cari dan selamatkan mereka juga"

   "Hohohonona kecil, dari kemarin lohu di sini dan tidak melihat tubuh lain selain engkau, kalau engkau mengkhuatirkan mereka marilah kita sekarang coba mencari mereka!"

   Kakek itu lalu menggandeng tangan Goat Hui Hwa dan berkelebat mengikuti aliran sungai untuk mencari Pman Kwa dan suci Seng Lin Hong-nya.

   ***** Menjelang pagi mereka menyusuri sepanjang pinggir sungai bolak-balik namun tidak menemukan orang yang di cari.

   Akhirnya kakek itu membawa Goat Hui Hwa ke sebuah goa yang tersembunyi.

   "Nah, Hwa-ji kita sudah mencarinya kesana-kemari, menurut kakek keadaan mereka masih baik- baik saja. Sekarang kau dengarlah. Mulai sekarang engkau akan ikut lohu untuk memperdalam ilmu silat yang kau miliki. Maukah kau?"

   Goat Hui Hwa cepat menjatuhkan diri berlutut di depan kakek itu.

   "Terima kasih atas budi suhu yang sudi menerima teecu sebagai murit. Teecu berjanji akan belajar dengan sebaik-baiknya"

   "Hohohobangunlah, kita tidak ada hubungan guru dan murid, asal kau menggunakan semua ilmu-ilmu ini yang akan ku wariskan dengan benar, aku sudah berterima kasih padamu. Nah waktu yang lohu miliki tidak banyak sehingga tidak bisa memberi banyak petunjuk padamusekarang cobalah kau mainkan ilmu silat tertinggi yang kau kuasai."

   Goat Hui Hwa mengangguk.

   Tubuhnya berkelebat cepat memainkan ilmu Bian-Ciang Chap-Sha- Ciang (Tigabelas Pukulan Tangan Kapas) warisan keluartanya.

   Tubuhnya bagaikan bayangan yang lemah gemulai berputar-putar sedangkan dari tangannya keluar suara berdesir halus yang tampak seperti tidak bertenaga sama sekali, namun saat tangan itu menyentu batu dan pohon yang ada di sekitarnya, semua hancur berkeping-keping.

   "Cukup, rupanya kau keturunan dari penghuni Istana Bulan & Bintang. Bagus-baguskau sudah memiliki dasar yang kuat, itu memudahkan lohu, sekarang kau duduklah bersila, dan kendorkan seluruh urat sarafmu dan jangan melawan apapun yang kau rasakanmengerti"

   Goat Hui Hwa mengangguk tanda mengerti dan segera duduk bersemedi.

   Sementara kakek itu bersila di belakang gadis itu dan menempelkan tangannya di punggung dan ubun-ubun sang gadis sambil menyalurkan tenaganya.

   Tenaga Bu-Beng Lo-Jin bergerak menuntun tenaga gadis itu menerobos ke seluruh jalan darah di tubuhnya.

   Tiga jam kemudian terdengar suara sang kakek.

   "jalan darah Jin-Tokmu dsudah tertembus, sekarang putarkan tenagamu sebanyak tiga puluh enem kali sambil menyelaraskan tenaga yang tersalur. Goat Hui Hwa melaksanakan perintah kakek itu. Di saat bersamaan terdengar suara lirih sang kakek yang memberikan petunjuk-petunjuk kepada dan arahan bagaimana menyempurnakan ilmu yang baru di mainkannya tadi. Selang dua jam kemudian, Bu-beng Lo-jin melepaskan tangannya, dan saat itu juga tubuh Goat Hui Hwa melayang ke atas dan berkelebat lambat memainkan ilmu Bian-Ciang Chap-Sha-Ciang (Tigabelas Pukulan Tangan Kapas) tadi. Namun kali ini permainannya sangat berbeda dari yang tadi. Kali ini gerakan-gerakannya tampak lambat, namun sesungguhnya bergerak dua kali lebih cepat. Bahkan tenaga yang mengikuti pukulan-pukulannya sangan dahsyat. Di samping itu beberapa kelemahan-kelemahan dari ilmu yang tadi dia mainkan sudah tertutup semua. Selang beberapa lama dia bersilat, tiba-tiba Goat Hui Hwa menghentikan gerakannya kemudian menjatuhkan diri di depan sang kakek.

   "Suhu terima kasih banya, suhu sudah membantu teecu menembus jalan darah Jin-Tok, bahkan memberikan sebagian tenaga suhu"

   "hohoho, kau jangan cerewet lagi, waktuku tidak banyak. Memang lohu sudah terluka dalam yang cukup parah, kau ambil dulu dua kitab ini"

   Tangan kakek itu mengangsurkan dua buah kitab kepada gadis itu.

   Goat Hui Hwa menerima kedua kitab itu dengan tangan gemetar.

   Di atas kitab pertama itu tertulis Bu-Beng Goat-Kui-Ciang (Tenaga Sembilan Bulan Tanpa Bayangan) dan kitab kedua tertulis Ilmu "Melayang Bagai Kapas"

   Serta It-Ci-Tok-Ciang (Pukulan Beracun Satu Jari).

   "Lohu terluka di tangan keroyokan musuh yang tangguh, yaitu empat dari antara gembong- gembong Hekto-Kui-Mo, meski demikian merekapun takkan dapat hidup lebih dari tiga tahun setelah menderita luka parah akibat pukulan lohu. Ketahuilah lohu termasuk nomor satu dalam Bulim-Su-Sian. Lohu menyesal tidak dapat memberi petunjuk kepadamu lebih lama, namun engkau jangan khuatir, dengan bekal kepandaian yang kau miliki sekarang, tak sampai lima tahun kau sudah dapat menjadi jaoan pilih tanding yang tidak usah takut menghadapi para iblis tersebut"

   Menarik nafas panjang sejenak, kakek itu melanjutkan.

   "Di dalam goa itu ada Batu bulan biru yang amat dingin, pakailah sebagai tempat berlatih. Ingat!, setelah kematianku, kau harus menyembunyikan dirimu selama lima tahun untuk mendalami kedua ilmu itu, baru engkau boleh muncul lagi di dunia kang-ouw, mengerti?"

   "Teecu mengerti"

   Kata Goat Hui Hwa sambil bersujut di hadapan sang kakek.

   Sampai lama tidak ada suara.

   Goat Hui Hwa mengangkat kepalanya memandang sang kakek.

   Alangkah terkejutnya saat melihat kakek itu sudah tidak bernafas lagi.

   Dengan sedih Goat Hui Hwa lalu meneruskan menyembah sampai Sembilan kali, kemudian menguburkan tokoh legendaris yang di sebut Bu-beng Lo-jin itu.

   Sehari semalam gadis itu melakukan penghormatan kemudian berlalu dari tempat itu dan masuk ke dalam goa dan menutupnya dari dalam.

   Bab III.

   Mengumpulkan Para Duta Sakti, (Bagian 1) Di pinggir pantai laut Po-Hai, seekor kuda tampak berlari dengan sangat cepat.

   Puluhan li sudah di laluinya dan tampaknya kuda tersebut sudah berlari sehari-semalam.

   Namun penunggang kuda itu masih tetap mencambuki kuda tersebut untuk di paksa berlari.

   Penunggang kuda itu adalah seorang pria berusia empat puluh tahunan yang memakai baju hitam dan berikat kepala merah.

   Di punggungnya tersoreng sebatang pedang hitam yang amat tajam.

   Kisah Pendekar Sakti Putri Bulan Bintang Karya Lovely Dear di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Saat di amati wajahnya, raut mukanya orang itu seperti ketakutan.

   Kepalanya berkali-kali melirik ke belakang, seperti khawatir kalau-kalau ada yang mengejarnya.

   Tapi banarkah ia ketakutan? "Hyyeeeeeeeiiiiiiiiihh."

   Tiba-tiba kuda itu meringkik keras.

   Di lain saat tubuh kuda tersebut terjengkang ke depan dengan mulut yang berbusa.

   Keras sekali sehingga melemparkan penunggang kuda tersebut.

   Di lain saat kuda itu diam tak bergerak.

   Orang itu segera berjumplitan sebanyak dua kali di udara, kemudian mendarat dengan kedua kakinya.

   Tangannya bergerak sekejap ke belakang punggung, di lain saat pedang hitamnya sudah terhunus di tangan kanan.

   Tubuhnya diam tak bergerak sambil matanya yang tajam menatap kearah darimana dia datang tadi sambil menunggu.

   Baru saja pedangnya tercabut.

   Tiba-tiba berdesir suara desiran baju yang tersapok angin.

   Tak menunggu lama tampak dua orang kakek berpakaian hijau pupus, berambut putih panjang telah berdiri di hadapannya.

   Yang aneh dari penampilan kedua kakek itu adalah, wajah mereka yang telah rusak sebelah kanan sehingga mirip tengkorak dan tampak mengerikan.

   Kedua kakek ini bukan orang sembarang.

   Dalam dunia hitam mereka berdua sudah lama angkat nama sebagai "Sepasang Tengkorak Beracun"

   Yang melang-melintang tanpa tanding di daerah kwitang. Namun hari ini mereka berdua muncul di tepi laut Po-Hai ini sudah tentu bukannya tiada maksud.

   "HeheheHek-Kong-Kiam (Pedang Bersinar Hitam) Kwie Cun, sampai di manapun engkau coba untuk melarikan diri, kami takkan melepaskanmu. Perintah Mo-Hu-Pangcu tak bisa di langgar, engkau harus mati"

   Dengan suara dingin, salah seorang dari dua kakek itu berseru datar.

   "Heh, selama ini aku tidak pernah takut dengan kalian, aku hanya menyesal bahwa aku tidak punya kesempatan untuk membeberkan kebusukan kalian pada para pendekar. Majulah! Aku akan pertaruhkan selembar nyawa ini untuk memenggal kepala kalian"

   "Heh, mulut besar, dengan keadaanmu seperti itu, cukup aku sendiri saja sudah cukup mengirimmu ke neraka"

   Berkata demikian, tangan tiba-tiba di tangan salah satu kakek berbaju hijau pupus tersebut sudah memegang gaman yang aneh.

   Sebilah pisau kecil yang bergagang kepala tengkorak.

   Ujung pegangan senjata tersebut di kaitkan seutas rantai kecil yang panjang dan tergulung di tangannya.

   Keadaan Kwie Chun memang sudah tidak pada puncaknya lagi.

   Saat dia kepergok oleh Mo-Hu- Pangcu sedang membebaskan para tawanan, dia telah terkena pukulan yang dahsyat yang menggetarkan isi dadanya.

   Meskipun tidak mmembuatnya mati, namun paling tidak dia harus beristirahat selama dua-tiga tahun baru bisa pulih dalam keadaan semula.

   Namun saat ini dia tidak bisa lari lagi, maka tanpa menunggu lawannya bergerak lebih dahulu, Kwie Cun membentak nyaring dan membuka serangan.

   Tubuhnya melambung setinggi tiga tombak dan berputar bagai gasing.

   Di saat itu pedangnya berkelebat dengan arah berlawanan membentuk tiga jalur sinar yang panjang sekaligus menyerang dari kanan, kiri dan atas.

   Hebat sekali, karena serangan ini menggunakan seluruh tenaganya yang ada dengan jurus andalannya yang mematikan yaitu "Hok-Mo-Sam-Kong"

   Atau Tiga sinar Penakluk Iblis.

   "Jurus bagus, tapi sayang tidak bertenagaHiaaah!"

   Kakek berjubah hijau pupus itu membentak nyaring, kedua kakinya melesak satu inci ke tanah, di lain saat pisau kepala tengkoraknya yang aneh telah berputaran ke bagai kitiran mengelilingi tubuhnya tanpa celah sedikitpun.

   "Tranggtraannggtraaannng"

   Terdengar tiga kali benturan.

   Kwie Cun tergentak mundur berjumplitan ke belakang, pedangnya hamper terlepas dari tangan.

   Di saat itu kakek berjubah hijau pupus itu mengerahkan tenaganya secara penuh dan kakinya melancarkan tujuh kali tendangan maut yang sangat keras dari atas.

   Sementara gaman aneh di tangannya, tanpa suara, telah menjadi dua bayangan berputar dari samping dan kiri, dengan di kendalikan oleh rantai kecil di tangannya.

   Keadaan ini membuat Kwie Cun terkejut setengah mati.

   Tak di sangkanya hanya dalam satu jurus dia telah berada dalam posisi di bawah angin.

   Sedapat mungkin dia memutar pedangnya dan melempar tubuh ke belakang dengan sisa tenaga yang ada.

   Namun tak urung serangan pisau dari sebelah kirinya masih terlambat dia hindari.

   "Crassss.Aaakhh!"

   Jeritan mengerikan keluar dari mulut Kwie cun.

   Tubuhnya bergulingan lima kali dan diam.

   Sedang tangan kirinya terpotong dan mengalirkan darah segar.

   Kakek berjubah hijau yang menyerang Kwie Cun mendarat di atas tanah sambil memandang dengan tatapan tajam kearah Kwie Cun.

   Sementara itu tanpa berkata apa-apa, tangan dari kakek yang satunya lagi bergerak cepat kearah leher dari Kwie Cun.

   Bagaimana dengan Kwie Cun, benarkah hidupnya hanya berakhir sampai di situ saja? Pada saat yang kritis itulah tiba-tiba di samping tubuh yang hampir menjadi mayat itu telah muncul seorang pemuda berjubah putih bagaikan hantu saja.

   "Cukup!...Cringgg.Aaaakh!"

   Kakek berjubah hijau pupus itu terdorong mundur kebalakang. Sementara senjatanya lenyap tidak tahu ke mana.

   "Kurang aja, siapa manusia berani mati mengganggu Tengkorak Beracun Hitam?"

   Kakek itu memaki dengan marah.

   Saat dia menatap pendatang di depannya, tampak seorang pemuda berpakaian putih yang memiliki wajah yang tampan dengan mata yang mencorong tajam bagaikan mata elang.

   Tanpa banyak bicara, tangan pemuda itu bergerak mengibas kearah kedua kakek beracun tersebut.

   Perlahan saja, namun akibatnya sangat luar biasa sekali, tubuh kedua kakek tersebut terlempar menabrak dua pohon besar di belakang mereka dan memuntahkan darah seketika.

   Ternyata telah terluka dalam yang cukup parah.

   Perlahan mereka berdiri, kemudian memandang tajam kepada pendatang baru itu.

   "Siapa Kauuu?"

   "Huh, kalian hanya gentong nasi yang tiada guna, tidak cukup sepadan menanyakan namaku. Hemmm, apakah kalian berdua menunggu aku mencabut nyawa kalian.?"

   Kembali pendatang baru itu berseru dengan suara dingin.

   Kedua orang kakek berjubah hijau itu menatap dengan tatapan penuh kebencian, namun mereka tahu dirisegera mereka membalikkan tubuh dan melangkah pergi dengan hati punuh dendam.

   Pemuda itu mengalihkan pandangannya kea rah Kwie Cun.

   Sekejap kemudian tubuhnya membungkuk dan tangannya bergerak menotok di sekitar pergelangan tangan kiri Kwie Cun yang telah buntung untuk menghentikan jalan darahnya.

   "Huuhracun kacangan!"

   Tangannya di tempelkan ke tangan yang terpotong yang telah berwarna kehitaman.

   Heran, dalam sekejap saja warna hitam tersebut telah lenyap.

   Pemuda itu kemudian merogoh ke dalam buntelannya dan mengeluarkan sebotol porselen kecil.

   Dari situ dia mengeluarkan satu butir pil berwarna keemasan kemudian melolohkannya ke mulut Kwie Cun.

   Tak lama kemudian tubuh Kwie Cun bergerak dan membuka matanya.

   "Ohhhdimana akuapa aku sudah mati?"

   "Paman, engkau tidak matisayang aku terlambat tiba di tempat ini sehingga tidak sempat menolongmu, tapi engkau sudah minum Kim Kak Tan (Pill Tanduk Emas) cepatlah engkau bersila dan mengatur tenagamu"

   Pemuda berjubah putih itu menyahut perlahan. Kwie Cun terkejut mendengar suara ini. Cepat kepalanya menoleh ke samping. Matanya melihat seorang pemuda berjubah putih berdiri disampingnya. Wajahnya amat tampan dengan dandanan sederhana.

   "Akhhanak muda apakah engkau yang menolongku? Terima kasih banyak"

   Kwie cun berkata sambil tubuhnya berusaha berlutut untuk mengucapkan terima kasih.

   "Jangan banyak adat paman, aku tidak suka hal seperti ini, lebih baik engkau pulihkan dulu tenagamu. Jangan sampai Kim Kak Tan kehilangan khasiatnya"

   Kembali pemuda itu berkata sambil bergerak ke belakang Kwie Chun.

   "Terima kasih anak muda"

   Kwie Cun mengangguk dan segera menjatuhkan diri bersila sambil mengatur pernafasannya. Tiba-tiba terdengar suara halus di telinganya.

   "Sebelum khasiat Kim Kak Tan ini hilang, segera alirkan tenaga paman berputar kearah jalan darah ke arah Jin-tok, aku akan membantu"

   Kwie Cun terkejut.

   Jalan darah JinTok adalah jalan darah kematian yang paling berbahaya dan paling sukar untuk di tembus.

   Namun jika seorang ahli silat sudah bisa menembus jalan darah ini, maka dia sudah boleh di golongkan sudah mencapai tingkat atas yang pilih tanding yang sempurna dalam tenaga dalam.

   Selagi hatinya ragu, saat itulah tiba-tiba di rasakan suatu arus yang amat kuat mengiringi tenaganya berputaran di seluruh tubuhnya kemudian menerobos perlahan kearah kedua jalan darah kematian tersebut.

   Lewat sepeminuman teh kemudian, pemuda itu menarik tangannya.

   Kwie Cun-pun menarik nafas beberapa lama kemudian menghentikan samadinya.

   Perlahan di bukanya matanya.

   Di lain saat tubuhnya sudah berlutut di hadapan pemuda itu.

   "Tuan, aku tidak tahu namamu dan siapa engkau, tapi kau adalah penolongku, tanpa engkau nyawa ini tidak ada artinya lagi, maka hari ini Kwie Cun bersumpah akan mengikuti dan melayanimu kemana saja engkau pergi"

   "Eh..eh, jangan begitu pamanaku tidak bias menerima penghormatan seperti ini, lekaslah berdiri!"

   Sahut pemuda itu gelagapan. Tiba-tiba saja tubuhnya lenyap dari hadapan Kwie Cun dan pindah ke belakang. Namun Kwie Cun tetap berlutut.

   "Aku tidak akan berdiri sampai engkau menerimakeputusanku sudah bulat. Kalau tidak lebih baik Kwie Cun mati saja"

   Tangannya bergerak memukul ke arah kepalanya.

   "WuuutPlaaakk!"

   Sebuah telapak tangan menepis tangannya. Pemuda itu sudah kembali berada di hadapannya.

   "Baiklah kalau itu keinginanmu paman, tapi aku tidak memaksamu!"

   Pemuda itu berkata dingin sambil membalikkan tubuh. Kwie Cun tersenyum sambil berdiri.

   "Hemmengkau beruntung paman, dalam keadaan biasa, Kim Kak Tan ini hanya akan memulihkan tenagamu seperti sedia kala. Namun tubuhmu sudah kehabisan tenaga sebelumnya dan juga tampaknya engkau sudah dua hari tidak makan jadi dalam keadaan kosong, itulah sebabnya hanya sedikit bantuan tenagaku, paman sudah bisa menembus jalan darah Jin-Tok ituSelamat-selamat, kini paman sudah menjadi salah satu tokoh tingkat tinggi yang sukar di lawan?"

   "Terima kasih Kong-cu, ini adalah berkat kemurahan hati kong-cu. Walau demikian, hamba tahu kong-cu memiliki ilmu yang jauh lebih tinggi. Bolehkah aku mengetahui nama dan gelar Kong-cu?"

   "Aku pemuda biasa yang tidak mempunyai gelar pamandi manapun kita berada, aku tidak ingin paman membahasakan diri dengan hamba.panggil saja aku Sin-te (Anak Sin). Aku sudah tahu tentang diri paman karena sudah dua hari ini paman Lam Ciong dan paman In Hoat mengikuti paman sampai di sini" (Bagian 2) Kwie Cun maklum. Orang segan menyebutkan nama lengkapnya pertanda mempunyai kesulitan tertentu dan diapun tidak memaksa, namun dia cukup terkejut mendengar ucapan pemuda misterius di dapannya ini, tapi sebelum dia bertanya lebih lanjut, tiba-tiba di sampingnya berkelebat dua bayangan dengan amat cepat. Kedua bayangan itu berdiri di sampingnya sambil terkekeh- kekeh kegirangan dan saling pandang, kemudian mulai memperkenalkan diri.

   "Selamat bertemu Hek Kong Kiam, lohu adalah Hiat-Ih-Sin-Kay (Pengemis Sakti Berjubah Darah) Lam Ciong."

   Sahut pria berusia empat puluhan berpakaian pengemis di sebelah kiri yang berjubah merah.

   "Kalau Lohu adalah Hoat-Wan-Sian-To (Golok Dewa Pelaksana Hukuman) In Hoat"

   Sahut pria berusia empat puluhan yang satunya lagi yang berjubah hitam di sebelah kanan.

   Kwie Chun terkejut sekali mendengar julukan kedua orang itu.

   Mengenai Si Pengemis Sakti Lam Ciong dan Si Golok Dewa In Hoat dia pernah dengar gelarannya sebagai tokoh kang-ouw yang sudah sepuluh tahun menghilang dari rimba persilatan.

   Nama-nama ini hanya setingkat di bawah Chit-Pai-Chit-Cu maupun Hekto-Kui-Mo (Sembilan Iblis), namun karena mereka jarang muncul di dunia persilatan sehingga kurang bersaing namun demikian kepandaian merekapun hamper menyamai Chit-Pai-Chit-Cu.

   Memikirkan hal ini, segera Kwie Chun bertanya.

   "Hemm, kalau tidak salah aku pernah mendengar tentang Si Pengemis Sakti dan Si Golok Dewa, apakah?"

   "Dugaan paman Kwie Cun tidak salah, nanti paman juga akan berkenalan lebih lanjut..saat ini cahye sangat membutuhkan pengetahuan dan keahlian paman, entah paman berkenan membantu ataukah tidak?..."

   Pemuda misterius itu menimpali pertanyaan Kwie Cun sambil menatapnya dengan serius.

   "Sejak semula lohu sudah takluk, silahkan kong-cu menyebutkan apa yang harus ku lakukan?"

   "Baik mulai sekarang julukan paman adalah Kwi-Beng Hek-Kong-Kiam (Pedang bersinar Hitam Pengejar Iblis) Kwie Chun dan tugas paman adalah sebagai Duta Langit Pintu Timur."

   "Terima kasih kong-cu, tapi kalau lohu Duta Langit Pintu Timur, siapakah duta-duta lainnya?..."

   "Paman Lam Ciong adalah Duta Langit Pintu Barat dan Paman In Hoat adalah Duta Langit Pintu Selatan, sedangkan Bibi Jin Hui adalah Duta Langit Pintu Utara, julukan beliau adalah Hok-Mo Kiam- Ci-Sian-Li (Dewi Jari Pedang Penakluk Iblis)sebentar lagi dia akan kemari"

   Setelah menarik nafas panjang sejenak, kembali pemuda melanjutkan perkataannya "Seperti yang paman ketahui sendiri, dunia persilatan saat ini sedang dalam keadaan yang genting.

   Walaupun ke-tujuh partai besar yang ada telah mulai mengerahkanpara jagonya yang sakti, namun itupun belum cukup untuk membendung petaka beracun dari lima Partai Iblis yang telah muncul secara rahasia belakangan ini"

   Mendengar ini, Kwie chun berseru.

   "Benar kong-cu, aku mengetahui banyak rahasia tentang keberadaan mereka termasuk siapa-siapa pemimpin teras mereka, sudah lama lohu menyelidiki kemunculan ke lima partai ini, itulah yang menyebabkan kenapa mereka selalu memburu keberadaan lohu. Tadinya lohu hendak mencoba menghubungi keempat penghuni Istana Dewa yang ada, tapi sampai saat ini belum berhasil"

   "AkhhTiga Istana Dewa Satu Lembah telah di hancurkan oleh orang-orang aliran iblis ini melalui para pengkhianat yang menyusup ke dalam istana-istana tersebut. Aku tidak mengetahui apakah ada keturunan ke tiga Istana lainnya yang selamat, tapi kalaupun ada aku yakin merekapun pasti tidak akan tinggal diam"

   Saat berbicara seperti ini, tiba-tiba sorot mata pemuda berkilat aneh dan mencorong bagaikan tatapan naga sakti.

   Hal ini membuat ketiga orang tua di depannya terkejut melihat dan merasakan kharisma dari pemuda di hadapan mereka ini.

   Saat itu tiba-tiba berhembus angin yang amat kuat di sekitar tempat itu.

   Mendadak berkelebat sesosok bayangan di hadapan mereka.

   
Kisah Pendekar Sakti Putri Bulan Bintang Karya Lovely Dear di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Terlihat seorang wanita berusia empat puluhan yang cantik.

   Wanita tersebut berdiri di hadapan pemuda misterius yang di panggil Sin-te kemudian menjura dengan hormat.

   "Sin-Ji, bibi sudah kembali. Telik sandi yang bibi kerahkan baru berhasil melacak sedikit informasi tentang keberadaan salah satu dari kelima partai Iblis yang selama ini bergerak secara rahasia, yaitu Hian-Beng-Kau. Partai ini di pimpin oleh seorang pemuda yang mungkin sebaya denganmu berjuluk Mo-Kong-Cu (Tuan Muda Iblis).

   "Terima kasih atas usaha bibi. Bagaimana dengan kepandaian orang itu?"

   "Soal kepandaiannya, bibi sudah pernah bergebrak dengannya beberapa jurus, namun bibi bisa pastikan bahwa bibi memerlukan lebih dari lima ratus jurus untuk bisa mengalahkannya"

   "Heemm, berarti kepandaiannya terpaut tak jauh dari bibi?...Hebat, Kali ini qta tidak tahu siapa tokoh misterius itu, sepertinya Hian-Beng-Kau ini tidak hanya berdiri sendiri sajapasti mempunyai hubungan dengan keempat partai lainnya!"

   Pemuda itu mendengus dingin. Saat itu Kwie Cun menimpali.

   "Tepat seperti dugaan kong-cu bahwa mereka bukan satu organisasi yang terpisah dan berdiri sendiri-sendiri. Yang lohu tahu, kelima Partai ini merupakan satu kesatuan yang di kontrol oleh seorang misterius yang sangat lihai sekali, tidak ada yang tahu siapakah tokoh di balik layar tersebut. "

   "Melulu Hian-Beng-Kau saja sudah memiliki hampir empat ratus anggota. Tiap seratus anggota di bawahi satu Hu-Pangcunya yang sakti dan tiga Hu-Hoat, hingga totalnya mereka memiliki empat Hu-pangcu dan lima belas hu-Hoat"

   "Sahabat Kwie, menurutmu bagaimana kepandaian para Hu-Pangcu dan Hu Hoat ini di bandingkan denganmu?"

   Dengan rasa penasaran In Hoat segera menyambung dari samping.

   "Hemmkepandaian para Hu-Hoat seperti Sepasang Tengkorak Beracun tadi aku masih dapat mengatasinya, tapi kalau di banding dengan Hu-Pangcunya aku tidak yakin"

   Kata Kwie Cun setengah ragu-ragu sambil memandang pemuda di hadapannya.

   "Paman masih ragu dengan kemajuan paman? Jangan kuatir, sejak jalan darah Jin-Tok paman tertembus beberapa waktu lalu, tenaga sakti yang paman miliki telah meningkat sepuluh kali lipat sehingga kepandaian paman sudah sukar di cari tandinganya lagi."

   Pemuda misterius itu terdiam beberapa saat, pikirannya memikirkan sesuatu, kemudian dia bemyambung.

   "Hemmn, tampaknya akan ada beberapa perubahan dalam rencana kita, namun kita harus membuat persiapan lebih dahulu Harap Para paman & bibi memperhatikan ilmu Thian-Te Tok-Khi (Hawa Racun Langit Bumi) yang akan ku tunjukkan ini, kalau bisa melatihnya paling tidak kita tak usah takut dengan berbagai pukulan beracun apapun. Setelah itu segeralah menyusulku ke Sam Sian Kok (Lembah Tiga Dewa), kita akan bertemu di lembah itu."

   Tubuhnya tiba-tiba bergerak ke depan dengan gerakan lambat memainkan Sembilan jurus Thian-Te Tok-Khi (Hawa Racun Langit Bumi) andalannya, di amati dengan cara saksama oleh keempat orang itu.

   Setelah mengulangi sampai tiga kali, sambil mulutnya memaparkan petunjuk- petunjuk untuk memperdalamnya dan kemungkinan-kemungkinan untuk mengembangkannya lebih dahsyat lagi, tubuhnya lenyap dari tempat itu.

   Ke empat duta langit yang baru di tunjuk tersebut mengikuti semua dengan teliti.

   Seluruh perhatian mereka di curahkan penuh untuk melatih semua petunjuk tersebut.

   Sampai jauh malam mereka berlatih.

   Menjelang tengah malam tubuh mereka terdiam dalam keadaan semedhi.

   Walau demikian, pikiran mereka terus bekerja keras dan memikirkan kemungkinan-kemungkinan lain dari ilmu tersebut bila di gabungkan dengan ilmu mereka masing-masing sesuai dengan petunjuk pemuda misterius yang hanya mau di panggil Sin-tee tersebut.

   Menjelang fajar, saat ayam berkokok , keempat orang itu tersadar.

   Ketika membuka mata, sinar mata mereka mencorong aneh.

   Saat mereka saling tatap mereka terkejut sekali mendapat kenyataan bahwa ilmu mereka telah memperoleh kemajuan yang luar biasa, lebih dari latihan mereka sebelumnya.

   Dalam semalam saja kepandaian mereka bertambah sehingga membuat mereka bertanya-tanya sampai di mana kepandaian pemuda yang mereka ikuti itu.

   Setelah saling mengangguk, keempat orang itu kemudian berkelebat ke jurusan Sam Sian Kok di daerah pegunungan Thai San.

   *** Pemuda berjubah putih sederhana dan berwajah tampan itu berdiri tegak menghadapi pintu besar yang terbuat dari besi baja setebal tiga kaki.

   Sebaris tulisan yang kokoh tampak terukir pada pintu tersebut.

   "Pintu Penyesalan Duta Bumi". Tidak nampak anak kunci pada pintu tersebut. Di keempat penjurunya tampak empat bekas telapak tangan yang samar-samar. Setelah menghormat sejenak, kedua kakinya segera menjejak ke tanah dan tubuhnya melambung ke atas setinggi empat tombak. Di udara pemuda itu lalu memainkan jurus ke tiga dari Thian-Te Tok-Khi (Hawa Racun langit Bumi), yang bernama "Memasuki Barisan Menggempur Empat Penjuru". Saat itu tampak empat bayangan talapak tangan menghantam laksana kilat dalam detik dan waktu bersamaan ke arah empat sudut pintu tersebut. Yang hebatnya, walaupun tenaga yang di kerahkan amat kuat, bahkan sanggup menghancurkan sebongkah batu sebesar kerbau, namun ternyata tidak menimbulkan suara maupun desiran angin sama sekali. Keempat sudut yang terpukul itu melesak sedalam dua inchi setengah. Pemuda tersebut kembali telah tagak berdiri di tempatnya semula tanpa bergerak. Seolah tidak terjadi apa-apa. Pintu itupun tidak terjadi apa-apa. Keempat orang tua di belakang pemuda itu saling pandang dengan heran, namun mereka tidak tahu harus berbuat apa. Selagi mereka saling pandang, tiba-tiba pemuda itu mengebaskan lengan kanannya. Serangkum angin dingin menyapu pintu itu sehingga hancur seperti bubuk seolah-olah debu saja, pintu itu perlahan lenyap menjadi bubuk. Hal mana membuat keempat orang itu terbelalak kagum. Belum habis rasa kaget mereka, kembali terdengar suara yang keras menggelegar masuk ke dalam goa.

   "Hong Sin, keturunan ketiga Sam Sian Kok, memanggil sepuluh Tee-Kiam-Hu-Hoat (Sepuluh Duta Pedang Bumi) untuk menghadap!"

   Sesaat kemudian terdengar suara mencicit tajam dari dalam goa, dan tak lama kemudian melesat keluar sepuluh orang laki-laki berusia tigapuluhan dari dalam goa.

   Di tangan mereka memegang pedang yang berbeda ukuran dan beraneka macam bentuknya.

   Kesepuluhnya berdiri di hadapan Hong Sin dengan kepala tertunduk.

   "Tee-Kiam Hu-Hoat siap menerima perintah!"

   "Sudah delapan tahun kalian mengurung diri, sekarang saatnya kitaa melakukan pembersihan dan mengembalikan kewibawaan Sam Sian Kok, apa kalian siap?"

   Tenang suara pemuda itu, namun bagaikan desau air samudra di telinga ke sepuluh orang itu yang segera mengiakan. Perlahan pemuda itu membalikkan tubuh kepada empat Kwie Cun dan lainnya kemudian berkata dengan suara perlahan.

   "Tee-Kiam-Hu-Hoat (Sepuluh Duta Pedang Bumi), adalah merupakan keturunan-keturunan yang sisa dari Sam Sian Kok. Saat terjadi penyerangan dan pembasmian dari pihak musuh, Tee-Kiam-Hu-Hoat (Sepuluh Duta Pedang Bumi) sudah satu tahun mengurung diri di ruang penyesalan diri ini sehingga keberadaan meeka tidak di ketahui oleh lawan. Sekarang mereka telah berhasil menguasai "Ilmu Sepuluh Pedang Sakti"

   Yang telah lenyap limartus tahun lalu. Kwie Cun dan yang lainnya terkejut. Namun kembali terdengar Hong Sin berkata.

   "

   Kepandaian mereka masing-masing hanya setingkat di bawa paman dan bibi berempat, namun bila mereka bergabung menjadi satu, di tambah empat orang sekalipun hanya dapat bertarung seimbang dengan mereka.

   Bab IV.

   Pertarungan Pertama- Perjumpaan Pertama Hari itu telah senja menjelang malam ketika dengan perlahan Hong Sin memasuki kota besar Su Chuan.

   Sudah lima hari dia melakukan perjalanan seorang diri.

   Dandanannya sederhana, dengan pakaian, berjubah putih panjang dan lengan baju yang di gulung seadanya sampai sebatas sikut, Kepalanya memakai sebuah caping bambu.

   Meski demikian, tetap tidak dapat menutupi perawakannya yang sedang, tegap dan tampan.

   Tujuan perjalanannya kali ini bukanlah untuk bersenang-senang.

   Telik sandi yang dia sebarkan telah melaporkan adanya pergerakan yang mencurigakan di kota itu.

   Beberapa pembunuh berantai yang membantai beberapa tokoh-tokoh puncak dari enam perguruan silat akhir-akhir ini telah di temukan jejaknya, berkeliaran tak jauh dari sekitar kota Su Chuan yang besar ini.

   Dengan sebatang kipas lempit di tangan kirinya, dia berjalan sambil mengipasi tubuhnya.

   Yang tidak berkeringat.

   Langkah kakinya berhenti di depan sebuah rumah makan yang cukup terkenal dekat pintu gerbang selatan.

   Seorang pelayan di depan rumah makan itu cepat-cepat mempersilahkannya masuk.

   "Terima kasih paman, tolong sediakan makanan secukupnya di tempat duduk paling ujung dekat jendela di sebelah utara itu"

   Katanya sambil tersenyum saat telah berada di dalam rumah makan tersebut.

   Pelayan tersebut mengiyakan kemudian berlalu untuk menyediakan pesanan pemuda itu.

   Posisi yang di pilihnya memang strategis, karena dari sudut ini dia bisa memandang ke seluruh ruangan dengan baik.

   Tak lama kemudian semua pesanan datang dan dia mulai makan dengan lahapnya.

   Saat makanannya sudah hampir habis, dengan ekor matanya yang tajam dia menangkap gerakan dari jendela yang menghadap ke jalan.

   Sebuah kereta kuda mewah yang di tarik oleh dua ekor kuda yang gagah berhenti tepat di hadapan rumah makan tersebut.

   Tertarik dia melihat kereta ini sehingga terus memperhatikan dengan seksama.

   Tak lama kemudian pintu kereta terbuka.

   Dari dalamnya keluar dua orang pemuda perlente yang berpakaian sutera mahal.

   Yang satu memakai jubah berwarna hitam, berusia dua puluh tiga tahun.

   Wajahnya cengar cengir dengan mata yang liar.

   Sedangkan pemuda yang satunya lagi memakai jubah kuning, berusia duapuluh lima tahunan.

   Wajah aneh, seperti bukan orang kebanyakan yang ada, dengan mata besar serta alis yang melengkung membayangkan kekerasan hati.

   Tidak ada yang terlalu mengherankan dari tampang kedua orang ini bagi orang banyak.

   Namun bagi Hong Sin, dia dapat melihat sinar mata yang samar-samar keluar dari tatapan pemuda berjubah kuning tersebut.

   Diam-diam dia meningkatkan kewaspadaannya.

   Saat kedua pemuda itu memasuki rumah makan tersebut.

   Tiba-tiba Hong Sin mulai merasakan tekanan udara yang lain dari biasanya.

   Tenaganya segera di kerahkan untuk melawan namun saat itu juga langsung di tekan dan di tarik pulang.

   Sekejap dia melirik ke arah kedua pemuda itu kemudian melanjutkan makannya dengan santai.

   Pemuda berpakaian kuning tersebut mengerutkan keningnya.

   Saat dia masuk tadi dia telah mengerahkan tenaganya untuk menjajal apakah ada orang yang berkepandaian di sekitar situ ataukah tidak.

   Sekilas dia meraskan ada muncul perlawanan, namun saat dia mulai mengerahkan tenaga lebih kuat, tenaga perlawanan itu tiba-tiba lenyap.

   Herannya, dia tidak bisa mendeteksi dari mana arah tenaga aneh yang hanya muncul sekejap tersebut.

   Dengan langkah yang pasti kedua pemuda itu berjalan ke meja besar di tengah ruangan dengan di antar oleh pemilik rumah makan.

   Agaknya salah satu dari kedua pemuda perlente itu cukup terkenal, terbukti dari wajah cukong rumah makan tersebut yang terbungkuk-bungkuk dengan hormat menyapanya.

   "Silahkan Gan-kongcu, agaknya kongcu mempunyai teman baru? Semoga pelayanan kami tidak mengecewakan kongcu"

   "Hemn, kalau kau tidak melayani dengan baik, kepalamu akan segera menggelinding ke bawah meja. Tambahkan lagi lima kursi, aku hendak menjamu Talibu-kongcu ini dan beberapa jago besar yang akan datang sebentar lagi"

   Pemuda berjubah hitam yang di panggil Gan-kongcu itu berkata dengan suara keren sambil mengulapkan tangannya.

   Kepala pelayan itu segera memerintahkan pelayan yang ada untuk menyiapkan semua kebutuhan dengan cepat.

   Tak lama kemudian, dari pintu masuk bermunculanlah lima sosok yang berkelebat cepat bagaikan hantu.

   Namun yang membuat Hong Sin terkejut bukanlah kemunculan mereka, melainkan hawa pembunuhan yang di bawa oleh kelima orang ini.

   Dalam sekejap saja beberapa orang yang ada di sekeliling tempat itu langsung pingsan.

   Kelima orang ini memiliki tampang yang cukup menggetarkan.

   Beberapa tamu yang mengetahui siapa adanya orang-orang yang baru datang ini segera meninggalkan makanan mereka walaupun belum habis, hingga hanya tersisa Hong Sin di sudut serta seorang pemuda halus berpakaian sastrawan di sudut yang lain.

   Gan-kongcu segera berdiri menyapa kelima orang tersebut, sedangkan pemuda berpakaian kuning itu tetap duduk dengan angkuhnya.

   "Cahye, Gan Thong Ki, menyapa para cianpwe yang terhormat untuk sudi menikmati jamuan sederhana ini.silahkan-silahkan"

   Pemuda itu segera mempersilahkan kelima orang itu untuk duduk. Sementara itu tampak sinar berkilat keluar dari mata kelima orang itu ketika melihat pemuda berpakaian kuning itu tidak menatap sekejappun pada mereka.

   "Hemm, tidak tahu Gan-kongcu ada keperluan apa mengundang kami jauh dari istana kongcu, namun kami tidak dapat duduk sejajar dengan orang yang tidak terkenalharap kongcu maklum."

   Kakek pertama yang tampaknya menjadi pemimpin rombongan tersebut menyahut dengan suara dingin. Gan-Kongcu melirik sekejab kearah sahabat di sampingnya kemudian tertawa.

   "Hahahajanganlah para cianpwe mempermasalahkan hal ini, mari cahye perkenalkan, ini adalah kongcu ini. Beliau adalah Tabuli Cin-kongcu. Beliau adalah pangeran kerajaan Mancuria yang merupakan murid terkasih dari Sam-Hok-Kok-cu (Tiga Kokcu Penakluk) yang amat terkenal dan tanpa tanding di Mancuria"

   Kelima orang itu terkejut.

   Tidak ada yang tidak mengenal nama Sam-Hok-Kok-cu, mereka berdiri sejajar dengan Bulim-Su-Sian.

   Namun sampai saat ini, Sam-Hok-Kok-cu tidak pernah menginjakkan kakinya di daratan tionggoan karena menjaga wibawa di wilayah masing-masing.

   Otomatis pandangan mereka berubah.

   Gan-Kongcu lalu mulai memperkenalkan kelima orang ini kepada pemuda bernama Tabuli Cin tersebut.

   Ternyata kakek yang pertama, seorang kakek berbaju hitam bertubuh kurus, dan memiliki wajah seperti tengkorak dengan tangan yang menjulur hampir menyentuh lututnya adalah salah satu dari Hekto-Kui-Mo (Sembilan Iblis Jalan Hitam), yang berjuluk Hek-Tok-Jiauw-ong (Raja Cakar Racun Hitam).

   Orang kedua adalah seorang padri gemuk yang bertubuh pendek dan beralis putih.

   Di lengannya terlilit tali yang amat panjang terbuat dari bahan khusus yang kuat beradu dengan senjata pusaka.

   Julukannya adalah Pek-Bi-Kwi-hud (Budha Iblis Beralis Putih).

   Orang ketiga dan keempat memakai jubah warna ungu.

   Keduanya memiliki wajah yang sama, bagai pinang di belah dua.

   Mereka adalah sepasang iblis kembar yang berjuluk Cui-Tok-Siang-Kwi (Sepasang Iblis Peracun Jiwa).

   Sedangkan orang terakhir adalah seorang pria berusia limapuluh tahun yang memakai baju putih dan celana hitam.

   Sekilas orang ini tampak biasa saja, tapi saat Hong Sin memperhatikan, dia terkejut karena wajah orang itu telah berubah, lain daripada waktu dia masuk tadi.

   Orang itu adalah "Pat-Bin-Jai-Hwa-mo (Iblis Cabul Berwajah Delapan).

   Ketujuh orang itu kemudian duduk sambil tertawa-tawa.

   Namun saat mereka mulai bersulang, Hong Sin telah menyelesaikan makannya.

   Segera dia memanggil pelayan dan membayar semua tagihan.

   Kemudian dengan perlahan dia mengenakan capingnya kembali dan berdiri kemudian melangkah pergi dari tempat itu.

   Baru saja tubuhnya berjarak satu tombak dan hendak melewati ketujuh orang itu, tiba-tiba Pek- Bi-Kwi-hud (Budha Iblis Beralis Putih) tertawa menyeringai.

   "Hehehe, jamuan ini sangat menyenangkan, sayang tidak ada hiburan, akhhbiarlah nyamuk kesasar ini jadi hiburan sementara sajahahaha"

   Sehabis berkata demikian, arak dalam cawan di tangannya bergerak meluncur keatas dan bergerak melengkung mengarah ke arah kepala Hong Sin.

   Pemuda itu diam saja, tetap berlaku seolah-olah tidak tahu.

   Namun sesaat sebelum arak itu menyentuh kepalanya.

   Tiba-tiba arak tersebut berbalik arah dan mengara ke arah pemuda halus berpakaian sastrawan yang dari tadi hanya diam saja di suduk timur ruangan tersebut.

   Di saat bersamaan terdengar suara yang dingin.

   "Hahaha, sungguh perjamuan yang ramai sekali, maafkan cahye yang lancang berani mewakili saudara ini meminum arak perjamuan yang di suguhkan "

   Ke tujuh orang itu, termasuk Hong Sin memandang kearah pemuda sastrawan tersebut.

   Dengan tatapan penuh terima kasih, Hong Sin menjura dan tersenyum.

   Sedangkan Pek-Bi-Kwi-hud (Budha Iblis Beralis Putih) yang merasa di permalukan di hadapan kawan-kawannya tersenyum kecut.

   Kisah Pendekar Sakti Putri Bulan Bintang Karya Lovely Dear di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Matanya tidak lepas dari wajah pemuda berpakaian sastrawan di depannya ini.

   Sontak tubuhnya melayang ke depan sambil tangan kanannya mencengkeram kearah pundak pemuda itu..

   "Bagus, kau sudah bersedia menerima suguhan arak itu, mari temani pinceng menghibur para kawan sakelian"

   Dahsyat sekali serangan itu.

   Walaupun terlihat sederhana, namun pemuda itu tahu bahwa dirinya terancam bahaya yang serius dan tidak boleh anggap enteng karena dari tangan itu tercium bau hamis yang memuakkan.

   Meski demikian tetap tidak nampak perobahan pada wajahnya.

   Sesaat itu juga tenaganya di kerahkan.

   Jari telunjuknya bergerak perlahan kedepan dengan memainkan jurus andalannya yang bernama "jari maut menembus hati".

   "Hiiyaaaaa. It-Ci-Tok-Ciang?"

   Tubuh yang gendut seperti bola itu tiba-tiba menarik tangannya dan melempar tubuhnya ke kanan sambil terus bergulingan menabrak meja-kursi yang lain sehingga hancur berantakan, baru kemudian dia melompat bangun.

   Peristiwa ini tidak menimbulkan reaksi apa-apa terhadap Hong Sin, maupun ke dua tuan muda tersebut, namun terhadap kelima tokoh hitam itu, ternyata berpengaruh sangat besar sekali.

   Serentak tempat itu penuh dengan hawa kematian yang santer dengan kekuatan yang di lambari hawa beracun tingkat tinggi.

   "Saudara muda, kau menyingkirlah dari sini..."

   Sambil tersenyum dingin tanpa perobahan pada mimik wajahnya, pemuda berpakaian sastrawan itu berkata kepada Hong Sin sambil matanya tak pernah lepas dari kelima datuk sesat di hadapannya.

   Dari tubuhnyapun keluar tenaga yang amat kuat menebar ke segala penjuru berusaha menekan hawa sesat beracun yang mulai menguasai ruangan tersebut.

   Pek-Bi-Kwi-hud (Budha Iblis Beralis Putih) melangkahkan kakinya mendekati pemuda berpakaian sastrawan di depannya.

   Tampak sinar matanya mencorong tajam menakutkan.

   Kedua tangannya telah berobah menjadi hitam sampai sebatas sikut.

   Di lain saat dia telah menyerang kedepan sambil mengeluarkan bentakan menggelegar, Tubuhnya berobah menjadi delapan bayangan, menyerang dari segala arah ke tubuh pemuda tersebut.

   Inilah ilmu andalannya yang membuatnya termashur sebagai salah satu dari Hekto-Kui- Mo, yaitu Kwi-Hud -Tok-ciang (Pukulan Beracun Budha Iblis) yang dahsyat.

   Pemuda berpakaian sastrawan itu mengernyitkan alisnya.

   Belum tubuhnya bergerak, dia telah merasakan tekanan-tekanan yang amat kuat di sekeliling tubuhnya, bahkan memantek kakinya sehingga tidak dapat bergerak.

   Dalam keadaan kritis demikian, dia tidak kehilangan akal.

   Kedua matanya terpejam, tiba-tiba dari mulutnya terdengar suara siulan nyaring.

   Tekanan yang tadi di rasakan sangat berat itu lenyap seketika.

   Saat itu juga dia telah mengerahkan salah satu ilmu andalannya yang di sebut Bian-Ciang Cap-Sha-Ciang (Tigabelas Pukulan Tangan Kapas).

   Tubuhnya berkelebat berpindah tempat bagaikan kilat hingga tak tampak bayangannya, menyusup dan mengurung di antara bayangan-bayangan tubuh Pek-Bi-Kwi-hud, sementara tangannya menangkis semua pukulan tokoh sesat tersebut dan mengembalikannya kepada pemiliknya sendiri.

   Dua puluh jurus kemudian tampak Pek-Bi-Kwi-hud mulai jatuh di bawah angin.

   Keringatnya bercucuran dan nafasnya ngos-ngosan.

   Sambil membentak keras, dia meningkatkan setaker kekuatannya dan memainkan jurusnya yang paling ampuh, yaitu cui-cu-kwi-hud-jiu (Telapak Budha Iblis menyerap Jiwa).

   Dari mulutnya terdengar suara tertawa terkekeh-kekeh yang nyaring di lambari ilmu sihir sesat yang mempengaruhi pikiran sehingga lawan merasa terbelenggu dalam ketakutan dan pengaruh hawa beracun yang amat dahsyat.

   Cakupan dari pertarungan itu sudah menyebar tiga tombak lebih.

   Keempat iblis lainnya bersama Tabuli Cin masih tetap pada tempatnya, sedangkan Gan-kongcu sudah mundur dan menjaga di pintu masuk rumah makan tersebut.

   Pemuda berpakaian sastrawan itu masih tidak berkeringat sedikitpun.

   Sambil memekik panjang, dia mengerahkan jurus kesebelas dan duabelas dari Bian-Ciang Chap-Sha-Ciang (Tigabelas Pukulan Tangan Kapas) nya dengan tenaga yang-kang menyambut terjangan lawan.

   Terdengar benturan menggelegar yang amat kuat.

   Kedua pihak tergentak mundur kebelakang.

   Bedanya, kalau Pek-Bi-Kwi-hud tergentak mundur lima langkah dengan mamuntahkan darah segar dengan dada kedua pundak berlobang, sesaat kemudian dia pingsan.

   Sedangkan pemuda halus berpakaian sastrawan itu hanya terdorong satu langkah saja.

   Melihat ini Toa-Tok dan Ji-Tok dari Cui-Tok-Siang-Kwi (Sepasang Iblis Peracun Jiwa) memekik keras.

   Tubuh keduanya bagaikan bayangan hantu menyergap sebat dari kanan-kiri sambil mengerahkan ilmu-ilmu andalan mereka Cui-Tok-Jiauw-kang (Cakar Peracun Jiwa).

   Namun pemuda tersebut masih tetap tenang dan tersenyum sinis.

   Dengan mengerahkan jurus ketigabelas dari ilmu Bian-Ciang Chap-Sha-Ciang nya, tubuhnya menyongsong kearah bayangan Ji- Tok di sebelah kanan.

   Tangan kanannya melakukan gerakan mencengkram kearah kepalan lawan, sedangkan tangan satunya melakukan totokan dengan satu jari beracun pada bahu lawan.

   Tujuannya adalah sekali serang melumpuhkan lawan, itu sebabnya gerakannya dilakukan dengan amat cepat bukan main.

   Belum sempat lawan menarik mundur serangnnya, tangan kirinya sudah terpegang.

   Segera Ji-Tok melempar tubuh ke samping untuk menghindar totokan jari pemuda itu yang sangat berbahaya.

   Sementara itu Toa-Tok yang melihat saudaranya terancam, segera memburu dengan kecepatan penuh sambil melancarkan duapuluh enam kali pukulan dan tendangan dari samping dengan sepenuh tenaga dengan jurus Cui-Tok-Jiauw-kang (Cakar Peracun Jiwa) yang dahsyat sekali.

   "Awas!"

   Hong Sin berteriak memperingatkan.

   Dia khawatir pemuda itu tidak sanggup menghindari serangan yang dahsyat tersebut.

   Pemuda itu melirik sekilas pada Hong Sin sambil tersenyum.

   Sambil tetap mencengkeram tangan lawan, tiba-tiba tubuhnya bergerak dengan sebat berputaran seperti gazing ke atas.

   Saat itu juga dia telah mengerahkan jurus pertama dari Bu-Beng Goat-Kui-Ciang (Tenaga Sembilan Bulan Tanpa Tanding).

   Dengan enteng sekali dia menekan jalan darah di pergelangan tangan Ji-Tok sehingga tubuhnya lemas kemudian menarik tubuh itu sebagai tameng untuk menyambut ke duapuluh enam pukulan dari Toa-Tok tersebut.

   Terdengar suara mengerung nyaring tatkala sesosok tubuh yang penuh dengan darah melayang menabrak pintu rumah makan hingga hancur.

   "AaaakhJi-tee"

   Toa-Tok tertegun diam di tempatnya.

   Sementara matanya terbelalak lebar.

   Bila ada hal tragis yang akan di sesali oleh seseorang adalah bila ssaudara sendiri menjadi korban oleh tangan sendiri.

   Itulah yang di rasakan Toa-Tok saat ini.

   Tak tahu apa yang hendak di perbuat.

   Orang-orang yang hadir di situ tertegun.

   Peristiwa menyerangnya Cui-Tok-Siang-Kwi, serta terbunuhnya Ji-Tok, tidak lebih hanya dua hitungan saja.

   Belum lagi keterkejutan setiap orang sirna dengan keadaan menggenaskan dari Pek-Bi-Kwi-hud yang semaput, kini di tambah satu lagi.

   Sungguh luar biasa.

   Bila tidak menyaksikan dengan kepala sendiri, mustahil ada orang yang mau percaya.

   "Bagus-bagus, nona ini hebat sekalientah murid siapakah adanya?..."

   Saat semua orang terdiam, tiba-tiba terdengar suara tepuk tangan dan seruan yang ternyata mempunyai efek yang hebat.

   Tabuli Cin talah berdiri dan berjalan perlahan kearah pemuda itu.

   Tubuh pemuda berpakaian sastrawan tersebut tampak bergetar.

   Orang telah mengetahui penyamarannya, rasanya tak perlu lagi menyembunikan diri.

   Namun hanya sekejap saja dia berpikir begitu, kemudian kembali dengan tatapan sinis dan dingin membalas pertanyaan Tabuli Cin.

   "Hemmnsiapa adanya aku tak usah kau ikut urus, aku adalah penagih hutang"

   Kali ini suaranya telah berubah, benar-benar suara wanita, halus dan merdu namun dingin tanpa perasaan "Hahahakau memang hebat nona, namun hendaknya kau melihat keadaan saja, sehebat apapun kau, mustahil dapat lolos dari kamiLebih baik kau menyerah saja agar kita dapat bicara baik-baik"

   "Huhsiapa kesudian meladeni omongan kentutmu"

   Gadis yang menyamar sebagi pemuda berpakaian sastrawan itu mendengus dan menjawab dengan bentakan yang ketus.

   "Baik, jadi nona monolak arak kehormatan?..."

   Tabuli Cin berseru hambar sambil mengerahkan tenaganya.

   Dia adalah seorang pangeran.

   Perkataannya biasa diikuti, kali ini seorang wanita membentaknya tentu saja hal itu menyinggung kewibawaannya.

   Diam-diam dia telah mengerahkan Ang-Jit-Sin-Kang (Tenaga Sakti Matahari Merah)-nya yang merupakan salah satu dari tiga ilmu andalannya yang dia pelajari dari Sam-Hok-Kok-cu (Tiga Kokcu Penakluk).

   Sekejap ruangan tersebut terasa sesak oleh tekanan tenaga berhawa panas yang amat kuat.

   "Jangan banyak omong, kalau kau punya kepandaian, silahkan menahanku di sinihanya ku kira kau takkan punya kemampuan tersebut."

   Sambil membentak, tiba-tiba tubuh Gadis yang menyamar sebagi pemuda berpakaian sastrawan itu merentangkan kedua tangannya ke samping sambil mengerahkan Bu-Beng Goat-Kui-Kang (Tenaga Sembilan Bulan Tanpa Tanding).

   Saat itu juga sebentuk hawa dingin yang aneh berputaran menerjang desakan hawa panas dari Tabuli Cin.

   Saat itu juga terjadi bentrokan tenaga kasat mata yang dahsyat dari kedua orang itu.

   Badan mereka bergoyang keras.

   Gadis yang menyamar sebagi pemuda itu terdorong mundur setengah langkah kebelakang, sedangkan kaki Tabuli Cin melesak sedalam setengah inchi di lantai.

   Kedua-duanya terkejut.

   Mereka maklum kalau tenaga mereka hampir berimbang.

   Gadis yang menyamar sebagi pemuda itu tertawa sinis dan berkata.

   "Hemm, apa pertarungan ini masih akan di lanjutkan?"

   Belum lagi Tabuli Cin menjawab, terdengar suara mengekeh dari Hek-Tok-Jiauw-ong (Raja Cakar Racun Hitam).

   "Hehehe, meski Tabuli-kongcu tak mau bergebrak denganmu, namun kami masih mempunyai perhitungan darah yang harus kau bayar"

   Saat itu juga dia bersama Toa-Tok dari Cui-Tok-Siang-Kwi (Sepasang Iblis Peracun Jiwa), dan Pat-Bin-Jai-Hwa-mo (Iblis Cabul Berwajah Delapan) telah mengurung Pemuda berpakaian sastrawan tersebut.

   Begitu ketiga orang ini mengerahkan tenaganya, tampak suasana di tempat itu terasa berat dan penuh dengan hawa kematian yang pekat dan sarat akan ilmu-ilmu dahsyat yang mengandung racun-racun tingkat tinggi.

   Nona yang menyamar itu melangkah mundur satu tindak.

   Tenaganya di kerahkan kesekeliling tubuhnya untuk mengusir pengaruh racun-racun yang mematikan tersebut.

   Untuk sesaat dia terdiam tak dapat berbuat apa-apa, namun demikian dia masih sempat melirik kearah Hong Sin dengan tatapan khawatir.

   Namun betapa terkejutnya dia saat melihat pemuda yang dikhawatirkannya masih saja tersenyum-senyum.

   Tiba-tiba salah seorang lawannya tertawa.

   "Hehehenona, melihat bentuk tubuhmu dan suaramu yang indah ini, aku yakin wajah di balik topeng tipis yang kau pakai itu tentulah sangat cantik, aku adalah Pat-Bin-Jai-Hwa-mo yang sangat suka dengan wajah cantikhahaha, marilah kita bersenang-senang sepuasnya".

   "Huh, manusia cabul yang mau mampus, tunggu nonamu menghajarmu, baru kau tahu rasa? Sementara itu, Gan-Kongcu yang tadi berdiri di pintu tiba-tiba bersuit nyaring. Dalam sekejap saja tempat itu telah di kurung oleh pasukan panah berpakaian hitam dengan anak panah yang mengarah pada Hong Sin serta Gadis yang menyamar sebagi pemuda. Melihat akan situasi ini, Hong Sin berpikir bahwa sudah waktunya dia menerjunkan diri. Meskipun gadis yang menyamar sebagai pemuda sastrawan ini belum terancam, namun dia tidak tega melihat orang terus-menerus bertarung untuk membelanya. Matanya yang tadinya tidak mengeluarkan sinar seperti mata orang kebanyakan, tiba-tiba jadi mencorong tajam dan berwarna agak kehijauan. Di lain saat dia telah mengerahkan Thian-Te Tok- Khi (Hawa Racun Langit Bumi). Kipas di tangan kirinya mengebas perlahan kearah wajah gadis yang menyamar tersebut, sedangkan tangan yang satunya lagi melancarkan empat kali pukulan secara bersamaan dengan ilmu Im-Yang Tok-Kiam-Ci-nya yang dahsyat. Kibasan kipasnya tampak enteng, namun saat itu juga gadis yang menyamar sebagai pemuda sastrawan tersebut merasakan hawa yang harum yang segera membuyarkan semua hawa beracun yang keji tadi. Sementara serangan Hong Sin dengan tangan kanannya tampak sederhana, namun kesudahannya membuat kelima pengurung itu terkejut. Empat gulungan angina tajam mengarah bagaikan kilat ke dada mereka masing-masing. Sedapat mungkin mereka berusaha menangkisnya, namun hawa tajam yang aneh itu tiba-tiba berputaran sehingga tenaga pukulan mereka lenyap tanpa bekas. Dalam keadaan berbahaya ini, Tabuli Cin mengerahkan kekuatan tertinggi dari ilmu Ang-Jit-Sin-Kang (Tenaga Sakti Matahari Merah)nya dengan tenaga im-kang memapaki serangan hawa tajam itu, kemudian dengan berputaran seperti gasing dia mengalihkan kekuatan itu dengan memukulkan kedua tangannya ke lantai yang sehingga menimbulkan ledakan keras. Sementara empat pengepung lainnya serentak mereka membuang diri ke belakang dengan cepat sambil bergulingan sehingga hawa pukulan tajam itu melabrak dinding rumah makan tersebut.

   "BraaaaaaaakkkkkKrakkkraaaakkk..Blaaammm"

   Terdengar suara keras saat rumah makan tersebut ambruk sebagian.

   Semua yang ada di dalam rumah itu segera berkelebat keluar dengan cepat menyelamatkan diri Debu yang tebal beterbangan di sekeliling tempat itu.

   Para jago yang sekarang ada di luar saling pandang dengan rasa penasaran.

   Buruan mereka lenyap dari depan mata mereka tanpa mereka dapat berbuat apa-apa.

   Tentu saja ini memukul harga diri mereka sebagai jago kawakan yang telah bertahun-tahun mengangkat nama sebagai orang yang di takuti dan tak pernah membiarkan sasaran lolos dari depan mata mereka.

   Tabuli Cin mendengus tajam, jarinya di masukkan ke mulutnya sehingga terdengar suara siutan yang nyaring.

   Tak lama kemudian di hadapannya berkelebat empat orang gadis yang cantik-cantik.

   "Kejar gadis itu, gunakan "jala neraka pembekuk iblis"

   Dan bawa kepadaku, namun jangan sampai terluka"

   Keempat gadis itu berkelebat lenyap dengan cepat sekali, tanda gin-kang mereka sudah mencapai tingkat yang amat tinggi sekali.

   Sementara Talibu Cin kemudian berkelebat meninggalkan tempat itu.

   Hek-Tok-Jiauw-ong (Raja Cakar Racun Hitam) dan Pat-Bin-Jai-Hwa-mo (Iblis Cabul Berwajah Delapan) juga berkelebat dari situ tanpa bicara lagi.

   Tertinggal Gan-kongcu serta para pasukan panahnya juga Pek-Bi-Kwi-Hud yang telah berhasil di tolong oleh Gan-kongcu dan Cui-Tok-Siang- Kwi Toa-Tok yang berdiri mematung dengan wajah bengis memandang kearah reruntuhan tersebut.

   Gan-kongcu mengulapkan tangannya menyuruh pasukannya untuk mundur.

   Wajahnya tersenyum licik.

   Sejenak kemudian dia membalikkan tubuh dan memperhatikan Cui-Tok-Siang-Kwi Toa-Tok denga saksama.

   Toa-Tok yang merasa di perhatikan akhirnya menggerakkan kepalanya menatap dingin kearah pemuda itu.

   "Apa yang kau inginkan dariku"

   "Sesungguhnya aku mempunyai ambisi yang besar untuk menguasai dunia persilatan, namun siauw-te tidak mampu jika hanya bergerak sendiri. Aku ingin menawarkan kerjasama denganmudan juga dengannya"

   Kata-katanya terhenti sambil tangannya menunjuk kearah Pek- Bi-Kwi-Hud yang masih pingsan, kemudian dia melanjutkan.

   
Kisah Pendekar Sakti Putri Bulan Bintang Karya Lovely Dear di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"kerjasama ini tidak akan merugikanmu, bahkan membuka peluang untuk membalaskan dendammu"

   "Huh, kau licik dan juga cerdik, coba jelaskan, kau punya rencana apa untuk membantu membalaskan dendamku?"

   "Aku memiliki lima ratus pasukan rahasia yang terlatih baik sebagai pendukung, hingga saat ini aku masih merahasiakan kepandaianku karena belum tiba waktunya. Itu sebabnya aku masih membutuhkan bantuanmu." Hah, aku tidak punya waktu untuk melayani pemimpi sepertimujangan membuang waktuku"

   Mata Toa-Tok berkilat bengis memandang pemuda itu. Perlahan dia mengangkat tangannya, siap untuk menewaskan pemuda tersebut dengan sekali pukul. Gan-Kongcu tertawa.

   "Aku anjurkan sebaiknya kau melepaskan niatmu untuk mencoba bergebrak denganku, dengan keadaanmu sekarang, aku masih mempunyai keyakinan untuk menamatkan riwayatmu. Hingga kini aku telah berhasil menguasai Ceng-Hwi-Tok-Ciang (Pukulan Beracun Api Hijau), Jian-Coa-Tok-jiu (Telapak Beracun Seribu Ular), dan Hek-Im-Tok Ci (Totokan Beracun Hitam Pembeku), bila kau sudi bekerjasama denganku dan memberiatu rahasia untuk melatih ilmu Cui-Cu-Tok-Sat-mu serta Kwi-Hud -Tok-ciang (Pukulan Beracun Budha Iblis) miliknya, aku bisa melengkapi syarat untuk memperdalam Ngo-Kwi-Tok Sin-Khi (Hawa Sakti Lima Racun Iblis) sehingga ilmuku akan jadi tanpa tanding, saat itu partai iblisku akan manjadi pemimpin dari keempat partai iblis lainnya"

   Toa-Tok tertegun hampir tak percaya.

   Matanya tajam menyelidiki wajah dihadapannya.

   Sebenarnya siapa adanya pemuda yang memiliki ambisi yang luar biasa ini? Partai iblis apa yang di maksudkan dan benarkah dia telah menguasai ilmu-ilmu sakti yang di sebutkan tadi? Setaunya ilmu-ilmu tersebut adalah ilmu yang di miliki ketiga rekannya yang lain yang termasuk dalam Hekto- Kui-Mo.Matanya melirik kearah Pek-Bi-Kwi-Hud yang masih pingsan, kemudian tersenyum dengan tatapan licik.

   *** Dua bayangan itu berkelebat dengan amat cepatnya dan berhenti di pinggir sungai, di luar kota Su Chuan.

   Mendadak salah seorang di antaranya berhenti.

   Dan duduk menjublak di bawah sebatang pohon.

   Sedangkan pemuda tampan bercaping dan berjubah putih itu hanya berdiri bengong saja, tak tahu harus berbuat apa menghadapi gadis di hadapannya yang tidak mirip perempuan? Ingin dia berkata sesuatu, namun sepanjang perjalanan tadi, orang hanya membungkam seribu bahasa saja.

   Namun akhirnya dia memberanikan diri.

   "Sobat.ehh, nonona! Apakahapakah ada yang salah sehingga nona membungkam sedari tadi?"

   Hong Sin membuka percakapan sambil terbata-bata.

   Sekian lama gadis yang menyamar pria itu memandang kearah air sungai yang mengalir, tanpa memperdulikan pemuda yang bertanya tersebut.

   Perlahan kemudian dia menarik nafas panjang dan berdiri.

   Sedikitpun dia tidak melirik kearah Hong Sin dan terus menuju ke pinggir sungai.

   Hong Sin jadi kheki melihatnya.

   Diam-diam dia mengangkat bahu saja sambil terus memperhatikan tingkah laku aneh dari gadis itu.

   Karena asiknya dia memandang, tak di sadarinya gadis yang menyamar pria itu yang belum dia ketahui bagaimana bentuk wajahnya, telah memandangnya dan berseru dengan ketus.

   "Eh, kenapa kau masih terus memandang kemari, apa kau juga segolongan dengan pemuda pencomberan yang gemar mengintip orang mandi?..."

   Hong Sin terkejut mendengarnya.

   Hatinya dongkol bukan main.

   Mengikuti kata hatinya, mulutnya terbuka hendak menyahut, namun tiba-tiba mulut yang sudah terbuka lebar itu terhenti, parasnya memerah bagai udang di rebus ketika dia menyadari sesuatu persoalan.

   Saking jengahnya, badannya segera berputar membelakangi sungai.

   "Maafmaafsilahkan nona membersihkan diri"

   Bab V.

   Siapa Duta Topeng Kemala & Topeng Perak? Saat itu waktu memasuki kentongan keempat menjelang pagi.

   Hong Sin berdua tidak tidur semalaman.

   Hong Sin termangu menatap wajah cantik di depannya ini.

   Hatinya berdesirsekarang setelah gadis itu mengganti pakaiannya dengan pakaian wanita, kemudian menyanggul rambutnya ke atas, ternyata gadis itu sangat cantik sekali.

   


Amarah Pedang Bunga Iblis -- Gu Long Kilas Balik Merah Salju -- Gu Long Pendekar Baja -- Gu Long

Cari Blog Ini