Ceritasilat Novel Online

Misteri Pulau Neraka 12


Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long Bagian 12


ira sekali atas kecekatan serta kecerdasan murid andalannya ini. Sambil tersenyum diapun berseru kemudian.

   "Anak Cing, kau tak boleh melukai nona Nyoo!"

   "Murid mengerti!"

   Nyoo Siau-sian masih mencoba untuk meronta, selama hidupnya belm pernah pergelangan tangannya dicengkeram orang lelaki asing seperti apa yang dialaminya sekarang, tak heran kalau dia merasa gelisah bercampur gusar, tapi diapun tak bisa berbuat apa-apa.

   Terdengar Li Cing-siu berkata lagi.

   "Nona Nyoo, antara aku dengan pihakmu sama sekali tak pernah terjalin perselisihan apa-apa, tapi hari ini nona Nyoo datang secara mendadak bahkan memaksa aku untuk ikut pergi ke istanamu, sebenarnya karena persoalan apa?"

   Nyoo Siau-sian membungkam diri dalam seribu bahasa, dia sama sekali tidak menggubris pertanyaan dari Li Cing-siu tersebut, jelas sudah kalau gadis itu sedang mengambek.

   Yaa, kalau seorang gadis sedang mengambek, biasa dia tak akan memperdulikan orang lain.

   Li Cing-siu segera mengernyitkan alis matanya, dia memandang sekejap ke arah Ku Giok-hun dan Leng Seng- luan yang sedang memperhatikan dirinya dengan wajah gusar dan perasaan tak tenang itu, kemudian berpaling pula ke arah Ang Yok-su...

   Hingga detik itu, Ang Yok-su masih belum bergerak dari posisinya semula, bahkan berpaling pun tidak, seolah olah semua peristiwa yang terjadi disitu tak ada ubungan dengan dirinya.

   Li Cing-siu segera dibuat serba salah dan tak tahu apa yang harus diperbuatnya.

   Tentu saja tak mungkin baginya untuk turun tangan dan memaksa Nyoo Siau-sian untuk berbicara.

   Oleh sebab itulah dia cuma bisa berkerut kening sambil menghela napas panjang...

   Agaknya Ciu It-cing mengetahui akan kesulitan yang dihadapi gurunya, sebagai seorang ketua dari suatu perkumpulan besar, lagi pula sebagai seorang angkatan tua, tentu saja ia tak boleh memaksa Nyoo Siau-sian untuk berbicara, apalagi mempergunakan kekerasan.

   Sedangkan dia, sebagai seorang anak muda yang sederajat dengan nona itu, sudah barang tentu ia tak usah menguatirkan tentang masalah semacam ini.

   Tiba-tiba Ciu It-cing tertawa dingin lalu berkata dengan suara dalam.

   "Nona Nyoo, bila kau tahu diri lebih baik jelaskan saja duduknya persoalan, menurut apa yang kuketahui, antara nona Nyoo dengan perkumpulan kami telah terjadi kesalahan paham!"

   "Siapa bilang salah paham?"

   Seru Nyoo Siau-sian sambil menggigit bibirnya.

   "apa yang telah kalian lakukan masa tidak kalian pahami...?"

   Ciu It-cing jadi melongo dibuatnya.

   "Perbuatan apa sih yang telah dilakukan perkumpulan kami terhadap istana kalian?"

   "Kalian hendak mungkir?"

   Tampaknya Ciu It-cing telah naik pitam oleh perkataannya itu, tiba-tiba saja dia menggencet tangan nona itu lebih keras.

   Kontan saja Nyoo Siau-sian mengerutkan dahinya dengan keringat bercucuran keras namun ia tetap menggigit bibirnya kencang kencang sehingga tak kedengaran sedikit suara rintihanpun.

   Li Cing-siu yang menyaksikan kejadian ini segera membentak.

   "Anak Cing, jangan berbuat kurang ajar!"

   "Dia toh yang kurang ajar lebih dulu suhu, tecu benar-benar tak dapat menahan diri lagi,"

   Seru Ciu It-cing dengan gusar. @oodwoo@

   Jilid 24 Dari nada pembicaraan itu, bisa disimpulkan bahwa dia hendak memaksa Nyoo Siau-sian berbicara dengan menggunakan kekerasan. Li Cing-siu segera menggelengkan kepalanya berulang kali sambil berseru.

   "Anak Cing... kau tak boleh berbuat begitu..."

   Belum selesai dia berkata, mendadak dengan mulut membungkam dia mundur selangkah ke belakang. Cahaya hijau berkilauan lalu disusul munculnya sesosok bayangan manusia dari tengah udara.

   "Siapa dirimu?"

   Dengan perasaan terkesiap Ciu It-cing menarik Nyoo Siau-sian mundur setengah langkah ke belakang dan menghardik keras-keras.

   "Saudara Ciu. Belum lama kita berpisah, masa kau sudah tidak kenal lagi dengan diriku?"

   Seseorang menyahut dengan lantang. Ternyata orang yang munculkan diri itu tak lain adalah Oh Put Kui... Dengan senyum dikulum Ciu It-cing segera berseru.

   "saudara Oh, sungguh tak kusangka akan bersua denganmu disini..."

   Oh Put Kui tertawa hambar.

   "Dapatkan saudara Ciu melepaskan nona Nyoo lebih dulu?"

   Katanya tiba-tiba. Mendengar pertanyaan tersebut mula-mula Ciu It-cing nampak agak tertegun, tapi kemudian dia menampilkan perasaan keberatan dan serba salah. Tapi akhirnya sambil tertawa nyaring dia berkata.

   "Perintah dari saudara Oh tak berani kubangkang!"

   Bersama dengan selesainya perkataan tersebut, secepat kilat dia melepaskan cengkeramannya.

   Hian-leng-giok-li Nyoo Siau-sian yang menghadapi kejadian ini menjadi tertegun lalu dengan termangu mangu mengawasi lawannya tanpa berkedip, untuk sesaat dia seperti lupa dengan pergelangan tangan kanannya yang sakit.

   Demikian pula dengan Li Cing-siu, dia dibuat tertegun dan tidak habis mengerti.

   O0odwkzo0o Ia tak habis mengerti, mengapa muridnya tidak menuruti perkataan sendiri sebaliknya malah menuruti perkataan orang lain, bahkan orang itu nampaknya masih begitu muda dan begitu rudin.

   Selain itu diapun kuatir kalau tindakan melepaskan harimau pulang gunung ini akan berbalik merugiakn pihaknya.

   Oleh sebab itulah tanpa terasa dia berjalan ke depan dan mendekati Nyoo Siau-sian.

   Disaat Ciu It-cing melepaskan cekalannya tadi, Oh Put Kui segera berseru sambil tertawa.

   "Terima kasih banyak atas kesediaan saudara Ciu memberi muka kepadaku..."

   Lalu secara tiba-tiba dia maju selangkah ke depan dan menghadang dimuka Li Cing-siu, sambil menjura katanya pula.

   "Oh Put Kui menjumpai Li kaucu!"

   Kemudian dia menjura dalam-dalam, sikapnya amat menghormat. Li Cing-siu segera menghentikan langkahnya dan balas memberi hormat sambil katanya.

   "Ooh, rupanya Oh sauhiap, maaf... maaf..."

   Agaknya orang tua inipun mengetahui siapa yang sedang berada dihadapannya.

   "Kaucu terlalu serius..."

   Oh Put Kui tertawa. Kemudian setelah memandang sekejap sekeliling sana, ujarnya lebih jauh.

   "Ketika boanpwe meminta kepada saudara Ciu untuk membebaskan nona Nyoo tadi, sebetulnya kemungkinan sekali hal ini akan berakibat tidak menguntungkan diri kaucu, tapi nyatanya kaucu tidak berusaha untuk menghalangi, hal mana menunjukkan kalau kaucu memang seorang lelaki sejati yang mengutamakan kebenaran, sikap kaucu itu sungguh mengagumkan boanpwee!"

   Sekalipun Li Cing-siu merasa ucapan ini sangat bertentangan dengan jalan pemikiranya, namun dia toh menjawab juga sambil tertawa.

   "Perkataan dari sauhiap itu hanya membuat aku merasa malu saja.. muridku yang bodoh telah menyergap orang secara diam-diam, tidakan semacam ini sudah jelas melanggar peraturan, sekembalinya nanti aku tentu akan menjatuhi hukuman yang berat kepadanya..."

   "Harap kaucu jangan menghukum saudara Ciu,"

   Ucap Oh Put Kui segera sambil menggeleng.

   "seandainya orang lain yang menjumpai kejadian semacam inipun boanpwee percaya dia akan berbuat yang sama seperti apa yang telah diperbuat saudara Ciu..."

   Kemudian setelah memandang sekejap ke arah Ciu It cing, kembali katanya.

   "Ternyata saudara Ciu telah memberi muka untuk ku pada saat yang terakhir, bukan saja hal ini membuat siaute merasa kagum, dari sinipun terbukti kalau saudara Ciu adalah seorang lelaki terbuka yang berjiwa besar!"

   "Saudara Oh jangan berkata lebih jauh, siaute akan malu untuk mendengarkannya lebih jauh..."

   Seru Cu It-cing sambil tersenyum.

   "Baik, siaute tak akan menyinggung lagi persoalan ini..."

   Kata Oh Put Kui kemudian. Pelan-pelan dia membalikkan badan, lalu terhadap Hian- leng-giok-li Nyoo Siau-sian yang sedang memikirkan sesuatu katanya pula sambil tertawa rendah.

   "Nona Nyoo, aku adalah Oh Put Kui!"

   Dengan wajah memerah karena jengah Nyoo Siau-sian menjawab.

   "Aku tahu... nama besar Oh kongcu sudah lama kudengar..."

   "Terima kasih banyak atas pujian dari nona!"

   Oh Put Kui tersenyum ramah. Kemudian ia berkelebat maju setengah langkah dan berkata lebih lanjut.

   "Entah dikarenakan persoalan apa nona Nyoo sampai bermusuhan dengan Li kaucu?"

   Berbicara sesungguhnya, Li Cing siu sendiripun ingin mengetahui duduknya persoalan sampai jelas. Nyoo Siau sian segera menundukkan kepalanya dan menghela napas sedih, katanya lirih.

   "Mereka telah mencuri barang milik kami!"

   Oh Put Kui yang mendengar perkataan tersebut menjadi tertegun, dengan cepat dia berpaling ke arah Li Cing-siu dan mulutnya membungkam dalam seribu bahasa. Li Cing-siu yang mendengar ucapan itu segera menyambut sambil tertawa.

   "Nona, anggota perkumpulan kami selalu memegang peraturan secara ketat, entah benda mestika apakah milik nona yang hilang sehingga kau tak segan membawa semua anggotamu datang ke Kang-ciu?"

   Kalau berbicara dengan Oh Put Kui, maka Nyoo Siau-sian selalu menunjukkan sikap yang lemah lembut, sebaliknya kalau berbicara dengan orang lain justru memperlihatkan sikap dan wataknya sebagai seorang nona yang anggun.

   Dia mendengus dingin lalu berkata.

   "Kau masih mencoba menyangkal? Aku telah kehilanan ruyung penakluk iblis Mu-ni-ciang-mo-pian!"

   Mendengar nama benda itu, paras muka Li Cing-siu segera berubah sangat hebat.

   Sebab benda yang dimaksudkan itu tak lain adalah salah satu diantara tujuh macam mestika dari dunia persilatan.

   Konon ruyung tersebut merupakan benda mestika andalan dari Wi-in sinie dalam menaklukan kaum iblis, mungkinkan Hian-leng giok-li Nyoo Siau sian adalah anak murid dari Wi-in sinnie? Dengan perasaan terkesiap Li Cing siu segera bertanya.

   "Apakah nona adalah anak murid dari Wi in sinni?"

   "Kalau benar mau apa kau?"

   Sehut Nyoo Siau-sian dengan suara ketus.

   "Bila kau berlaku lancang tadi, harap nona sudi memaafkan..."

   Li Cing siu segera tertawa paksa. Kemudian setelah berhenti sejenak, dengan kening berkerut katanya lebih jauh.

   "Nona, bagaimana ceritanya sehingga kau bisa kehilangan ruyung penakluk iblis Mu ni-ciang-mo-pian tersebut?"

   Paras muka Nyoo Siau-sian diliputi kembali hawa amarahnya yang membara, bentaknya keras-keras.

   "Buat apa kau berpura-pura bertanya lagi kepadaku? Bukankah kau lebih mengerti daripada aku sendiri?"

   Dengan perasaan keheranan Li Cing siu segera berpikir.

   "Aneh sekali, mengapa dia justru menuduhku sebagai pencurinya...?"

   Sekalipun dalam hati berpikir demikian diluar dia tersenyum dan berkata sambil menggelengkan kepala.

   "Nona, aku berani bersumpah dihadapan bahwa aku tak pernah melihat ruyung tersebut!"

   "Benarkah itu?"

   Nyoo Siau-sian melotot besar.

   "Buat apa aku mesti berbohong?"

   Li Cing siu balik bertanya dengan senyuman dikulum. Dengan ketus Nyoo Siau-sian mendesis, lalu serunya sambil tertawa terkekeh kekeh.

   "Li kaucu, memangnya kau anggap semua anggota Sian- hong-hu adalah gentong nasi yang tak becus?"

   Kembali Li Cing-siu tertawa terbahak-bakhak.

   "Haaahhh... haaahhh.. haaahhh... perkataan dari nona terlampau serius, masa berani aku shi Li bersikap begitu latah? Justru akulah yang ingin bertanya kepada nona, darimana kau peroleh berita tersebut sehingga bersikeras menuduh akulah yang telah mencuri ruyung penakluk iblis Mu ni-ciang-mo-pian tersebut?"

   Nyoo Siau-sian segera mengerlingkan matanya yang jeli kewajah tabib sakti Ang Yok-su, lalu katanya lagi sambil tertawa.

   "Soal itu mah tak usah Li kaucu ketahui, aku cuma berharap Li kaucu bersedia mengembalikan ruyungku itu, tentang permintaan maafku... aku pikir..."

   Setelah mengerlingkan sekejap ke arah Oh Put Kui dengan tersipu-sipu, dia meneruskan.

   "Memandang diatas wajah Oh kongcu, aku rasa persoalan tersebut tak perlu dibicarakan lagi!"

   Menurut anggapannya, keputusan yang diambilnya tersebut sudah cukup berarti.

   Sebaliknya Li Cing-siu justru dibuat serba salah, menangis tak bisa tertawa pun tak dapat.

   Selang beberapa saat kemudian ia baru bisa berkata.

   Nona, kau terus menerus menuduh aku sebagai pelaku pencurian tersebut, mengapa kau tidak memberi kesempatan kepadaku untuk mendebat ataupun membantah?"

   Tiba-tiba perempuan petani dari Lam-wan Ku Giok-hun yang selama ini membungkam terus membentak dengan keras.

   "Li kaucu, dengan kedudukanmu dan nama besarmu seharusnya apa yang telah kau lakukan harus berani diakui secara ksatria, tapi kenyataannya kau menyangkal terus menerus, apakah kau tidak takut ditertawakan orang...?"

   Dari ucapannya yang begitu tegas dan yakin, perempuan ini seakan-akan menuduh bahwa Li Cing-siu lah pelaku yang sebenarnya atas pencurian terhadap ruyung Mu-ni-ciang mo pian tersebut.

   Sekali lagi hawa amarah menyelimuti wajah Li Cing-siu, segera serunya dengan lantang.

   "Nona Ku, apakah kalian mempunyai bukti yang bisa menunjukkan bahwa akulah yang telah mencuri ruyung mestika tersebut?"

   "Tentu saja dapat!"

   Jawab Ku Giok-hun sambil tertawa seram.

   "Mengapa tidak nona Ku pelihatkan?"

   Sambil tertawa dingin Ku Giok-hun segera berseru.

   "Tampaknya Li kaucu tak akan menyerah sebelum melihat bukti tersebut..."

   Tiba-tiba dia berpaling kearah Nyoo Siau-sian dan berkata lebih jauh.

   "Nona, perlihatkan benda itu kepadanya!"

   Sambil tertawa Nyoo Siau-sian merogoh ke dalam sakunya dan mengeluarkan sebuah sampul surat yang kemudian diperlihatkan kepada Li Cing-siu sambil katanya.

   "Ini dia, bukti berada disini"

   "Apakah itu?"

   
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Tanya Li Cing siu sambil berkerut kening.

   "Surat yang ditinggalkan pencuri ruyung tersebut!"

   "Bersediakah nona untuk membacakan isi surat itu?"

   "Apakah salahnya? Bibi Ku, coba kau saja yang membaca isi surat tersebut..."

   Ku Giok-hun menyahut dan menerima surat itu, kemudian setelah melotot sekejap ke arah Li Cing-siu, segera bacanya.

   "Bila menginginkan kembali ruyung penakluk iblis, datang ke Seng ciu menjumpai Pay-ku."

   Ketika Ku Giok-hun selesai membaca isi surat itu, Nyoo Siau-sian segera berseru sambil tertawa dingin.

   "Kalau toh kalian mempunyai keberanian untuk meninggalkan surat tersebut, mengapa hari ini tak berani mengakuinya?"

   Li Cing-siu yang mendengar ucapan tersebut segera tertawa terbahak-bahak.

   "Haaahhh... haaahhh.. haaahhh... nona, betulkah surat tersebut bisa dipergunakan sebagai bukti bahwa akulah yang telah mencuri ruyung tersebut? Tidakkah nona pernah pikirkan, bahwa ada kemungkinan orang lain sengaja memfitnah perkumpulan kami?"

   "Mengapa orang lain harus memfitnah?"

   Nyoo Siau-sian balik bertanya sambil tertawa cekikikan.

   "Andaikata aku pun tahu, bukankah persoalan ini tidak bakal terjadi?"

   "Hmmm, omong kosong..."

   Nona itu segera mendengus dingin. Pada saat itulah tiba-tiba Oh Put Kui menyela.

   "Nona Nyoo, apa yang dikatakan Li kaucu ada benarnya juga!"

   "Jadi kau... Oh kongcu percaya kepadanya?"

   Tanya Nyoo Siau sian agak tertegun. Oh Put Kui segera tertawa.

   "Aku cukup mengetahui bagaimanakah watak dari Li kaucu dimasa lampau, aku rasa lenyapnya ruyung milik nona itu delapan puluh persen dilakukan seseorang yang sengaja mengadu domba kalian."

   Nyoo Siau sian segera mengerutkan dahinya rapat rapat.

   Ia tak habis mengerti mengapa terhadap ucapan dari Oh Put Kui tersebut, dia seakan akan tidak berkemampuan untuk memberikan perlawanan, dia seakan akan lemah sekali dan tidak memiliki pendirian.

   Dengan wajah sangat gelisah Ku Giok-hun segera menyela.

   "Siau sian, siapa tahu orang she Oh itu satu komplotan dengan Pay-kau."

   Dengan perasaan terkejut Nyoo Siau-sian segera mendongakkan kepalanya, lalu menegur.

   "Oh kongcu, benarkah kaupun anggota Pay kau?"

   Oh Put-kui segera tertawa tergelak.

   "Haah.. haah.. aku adalah seoarang pengembara, tak pernah terikat dalam satu partai atau perkumpulan macam apapun!"

   "Itu lebih bagus lagi..."

   Seru Nyoo Siau-sian girang, lalu sambil berpaling serunya pula.

   "bibi Ku, dia bukan..."

   Nona ini begitu polos dan lugu, andaikata ada orang berusaha untuk mempengaruhi jalan pikirannya, sudah pasti tak perlu membuang banyak pikiran dan upaya lagi untuk berhasil mempengaruhinya. Sambil tertawa Ku Giok-hun kembali berkata.

   "Siau-sian, dia memang bukan anggota Pay-kau, tapi mereka berasal dari satu komplotan yang sama, coba lihat, bukankah dia lebih membantu mereka daripada membantu pihak kita?"

   "Aaah, tidak benar!"

   Nyoo Siau-sian menggeleng.

   "bibi Ku, sendainya Oh kongcu membantu mereka, maka apa sebabnya dia meminta mereka melepaskan aku ketika baru munculkan diri tadi?"

   Menghadapi perkataan tersebut, kontan saja Ku Giok-hun dibuat terbungkam dalam seribu bahasa. sebaliknya Oh Put Kui segera berkata lagi sambil tertawa hambar.

   "Aaai, bagaimana pun juga nona memang seorang gadis yang pandai sekali..."

   "Kongcu terlalu memuji..."

   Oh Put Kui kembali tertawa. Mendadak... dari arah ruangan berkumandang datang suara seseorang yang tertawa dingin tiada hentinya. Kemudian disusul suara Ang Yok-su berseru dengan lantang.

   "Nona Nyoo, kau sudah terperangkap oleh siasat bocah keparat itu!"

   Dengan cepat Nyoo siau-sian berpaling lalu tanyanya.

   "Ang lopek mengatakan aku sudah tertipu Oh kongcu?"

   "Betul!"

   "Ang lopek, kapan sih aku tertipu?"

   Nyoo Siau-sian bertanya lagi sambil tertawa.

   "Bocah keparat itu telah memutar balikkan keadaan, padahal Li Cing-siu lah si pencuri ruyung mestika itu, kau jangan sekali kali melepaskan penyelidikanmu gara-gara percaya dengan perkataan dari bocah keparat tersebut"

   Nyoo Siau sian betul-betul seorang yang masih polos, serta merta ia berpaling ke arah Oh Put Kui dan bertanya lagi.

   "Oh kongcu, benarkah kau... kau sedang membohongi aku?"

   Oh Put Kui kembali tertawa.

   "Aku dan nona belum pernah bersua sebelumnya, kenapa aku mesti membohongimu?"

   "Betul, kau memang tak punya alasan untuk membohongi aku..."

   Nyoo Siau-sian tersenyum manis. Tiba-tiba Ang Yok-su berseru lagi sambil tertawa dingin.

   "Siau-sian, jangan percaya kepadanya..."

   Mendadak segulung bayangan hitam meluncur masuk ke dalam mulut Ang Yok su, seketika itu juga perkataan yang belum selesai diutarakan itu terputus sampai ditengah jalan dan tak mampu dilanjutkan lebih jauh.

   Disusul kemudian terdengar seseorang muntah-muntah keras...

   Keadaan yang begitu mengenaskan dari Ang Yok-su tersebut membuat segenap anggota Pay-kau yang melihatnya segera tertawa terpingkal pingkal saking gelinya.

   Tabib sakti Kiu-huan gi-in Ang Yok su harus muntah setengah harian lamanya baru dapat menyeka mulutnya kembali, lalu sambil berpekik nyaring dia melompat naik ke atap ruangan tengah itu.

   Dengan sorot mata yang tajam bagaikan sembilu, dia periksa sekeliling tempat itu dengan seksama, tapi sayang sekali ia tak berhasil menjumpai sesuatu apapun.

   Dalam amarahnya yang membara, Ang Yok-su segera tertawa dingin tiada hentinya Begitu keras suara tertawanya sehingga seluruh atap dan bangunan ruangan itu turut bergetar keras.

   Oh Put-kui yang menjumpai hal tersebut diam-diam mengerutkan dahinya kencang-kencang.

   Baru sekarang dia tahu kalau Kiu-huan gi-in Ang Yok-su sebetulnya adalah seorang jago kelas satu dalam dunia persilatan, terutama dalam suara tertawanya yang mengandung tenaga dalam ini, jelas kalau kemampuannya sama sekali tak berada dibawah kemampuan dari Leng Siau- thian.

   Setelah selesai tertawa, tiba-tiba Ang Yok su membentak keras dengan suara yang dingin menyeramkan.

   "Manusia darimana yang berani mempermainkan orang? Ayoh cepat menggelinding keluar dari tempat persembunyianmu!"

   Setelah bentakan tersebut menggelegar, Oh Put-kui baru paham apa gerangan yang telah terjadi.

   Rupanya baru saja Ang Yok-su menderita kerugian yang besar sekali.

   Dia tahu, perbuatan semacam ini tak terlepas dari orang lain, seratus persen tentu hasil karya dari si pengemis sinting Liok-jin ki yang bersembunyi diatap ruangan.

   Ternyata apa yang diduga memang betul! Bersamaan dengan bergemanya suara bentakan dari Kiu- huan-gi-in tadi, pengemis sinting Liok Jin-ki segera munculkan diri dari balik atap rumah sambil tertawa cengar cengir, serunya kemudian.

   "Hey tabib Ang, aku si pengemis lagi tidur disini, mengapa sih kau berteriak teriak macam kambing kebakaran jenggot saja?"

   Tabib sakti Kiu-huan-gi-in Ang Yok-su sama sekali tidak mengira kalau dirinya tak berhasil mengetahui akan kehadiran lawannya yang berada diatas ruangan, ia merasa bahwa peristiwa ini sangat memalukan dirinya.

   -------------------- Tatkala dia sudah melihat dengan jelas siapa gerangan orang yang menampakkan diri itu, kontan saja hawa amarahnya sirap lima bagian.

   Sambil tertawa dingin Ang Yok-su segera berseru "Hmmm...

   kukira siapa yang datang, rupanya kau si telur busuk yang tak tahu diri..."

   "Tabib Ang,"

   Seru pengemis sinting sambil tertawa.

   "kau termashur sebagai Kiu-huan gi-in, tentunya kau tahu bukan bahwa aku sipengemis mengindap penyakit pikun dan sinting, dapatkah kau mencarikan akal untuk menyembuhkan penyakitku itu?"

   "Liok Jin-ki, kau boleh saja berlagak konyol dihadapan orang lain, tapi jangan mencoba menggunakan cara itu untuk menghadapi aku!"

   Teriak Ang Yok-su dengan penuh amarah dan kening berkerut. Pengemis sinting tertawa tergelak kembali.

   "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... baik, baik aku tak akan berlagak lagi, ayoh kita berbincang dibawa saja..."

   Sembari berkata dia segera melompat turun dari atas atap ruangan itu..

   Ang Yok-su segera menyusul dari belakangnya, sementara sebuah tangannya diangkat ke atas.

   Cuma, dia sama sekali tidak melepaskan serangan apa pun, kalau tidak, bukankah pengemis sinting segera akan berubah menjadi pengemis gepeng...? Begitu mereka berdua melayang turun ke atas permukaan tanah, Ang Yok-su segera menegur lagi sambil tertawa dingin.

   "Liok Jin-ki kaukah yang barusan mempermainkan aku?"

   Rupanya orang ini pun tidak yakin seratus persen bahwa perbuatan perbuatan tadi dilakukan oleh pengemis sinting tersebut. Sebaliknya pengemis sinting pun segera memanfaatkan kesempatan tersebut untuk menyangkal perbuatan tadi, katanya cepat cepat.

   "Hey tabib Ang, bukankah aku si pengemis sudah bilang semenjak tadi, aku sedang tertidur nyenyak, andaikata bukan mendengar gelak tertawa setanmu tadi, paling tidak aku si pengemis akan tidur sampai matahari terbenam ke pantai baru bangun..."

   "Lebih baik kau tak usah bergelak edan dihadapanku!"

   Bentak Ang Yok-su lagi dengan gemas.

   "Andaikata aku hendak berlagak edan, paling tidak harus melihat lihat sasarannya dulu bukan? Kalau bertemu dengan manusia semacam kau, biar pun aku si pengemis berlagak edan pun, belum tentu mampu untuk berlagak dengan sebaik- baiknya."

   "Hmmm, asal kau sudah tahu diri, hal ini lebih baik,"

   Jengek Ang Yok-su sambil tertawa dingin. Pengemis sinting tertawa lagi.

   "Selamanya aku si pengemis selalu sinting, tapi bilamana tak tahu diri, seratus orang pengemis pun tak nanti bisa hidup sampai hari ini... bukankah begitu?"

   Kemudian setelah berhenti sejenak, tiba-tiba serunya pula kepada Oh Put Kui.

   "Lote, mari kau jumpai Ang Yok-su yang mempunyai nama yang amat termashur ini..."

   Sambil tersenyum Oh Put Kui maju ke muka, tanpa menjura dia menyapa dengan suara hambar.

   "Selamat bersua..."

   Ang Yok-su sudah mendongakkan kepalanya bersiap-siap menerima penghormatan lawan.

   Tapi akhirnya dia merasakan hatinya tak karuan setelah melihat Oh Put-kui hanya menyapanya secara hambar.

   Dengan sorot mata yang tajam dan tertawa dingin tiada hentinya dia segera menegur.

   "Betul-betul seorang manusia yang tahu sopan santun!"

   Mendengar ucapan tersebut, tiba-tiba saja Oh Put-kui tertawa terbahak-bahak.

   Semenjak masih bersembunyi diatas pohon tadi, ia sudah menaruh perasaan tak puas terhadap sikap Ang Yok su yang angkuh, dingin dan ketus itu.

   Apalagi sesudah mendengar cara Ang Yok su menghasut serta mengadu domba Nyoo Siau-sian dengan Li cing-siu, andaikata pengemis sinting yang bersembunyi diatas atap rumah tidak menghadiahkan segumpal lumut kedalam mulutnya, bisa jadi Nyoo Siau-sian sudah dibuat percaya oleh perkataannya.

   Oleh sebab itu diapun bertekad untuk bertarung melawan Ang Yok-su yang sombong ini serta memberi pelajaran yang setimpal kepada dirinya.

   Justru karena tekadnya itulah, maka Oh Put-kui sengaja berlagak hambar, tinggi hati serta sinis.

   Dengan kening berkerut dan wajah penuh amarah Ang Yok-su segera membentak keras "Hey, apa yang sedang kau tertawakan?"

   "Aku sedang mentertawakan kesombonganmu serta sikapmu yang tak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi!"

   Hawa napsu membunuh dengan cepat menyelimuti seluruh wajah Ang Yok-su, dia mendengus dingin lalu serunya.

   "Manusia yang tak tahu diri, nampaknya kau sudah bosan hidup di dunia ini?"

   "Haaahhh...haaahhh... haaahhh... anda toh belum pernah pergi ke akherat, dari siapa kau pelajari kata kata dari raja akherat itu? Apakah aku sudah bosan hidup atau tidak, aku rasa kau belum berhak untuk mengusirnya, mengerti?"

   Beberapa patah kata ini seketika itu juga semakin mengobarkan hawa amarah dari Ang Yok-su, sampai sepasang matanya melotot keluar sebesar gundu. Tiba-tiba Ang Yok su tertwa seram, lalu bentaknya.

   "Bocah keparat, hari ini aku mesti memberi pelajaran yang setimpal kepadamu..."

   Belum selesai perkataan itu diutarakan, tanpa memperdulian peraturan dunia persilatan lagi, dia langsung menyentilkan jari tangannya ke arah Oh Put Kui. Menghadapi ancaman tersebut, Oh Put-kui tertawa terbahak-bahak.

   "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... sayang sekali cakar setan gantungmu itu masih belum mencapai tingkatan kesempurnaan!"

   Ditengah gelak tertawa tersebut, tangan kanannya segera bergerak sangat cepat.

   Jangan dilihat tangan kanan itu cuma diangkat keatas saja, ternyata tenaga serangan ilmu Tan ci-sin-tong yang dilancarakan Ang Yok-su itu hilang lenyap dengan begitu saja oleh gerakan sederhana tadi.

   Mencorong sinar tajam dari balik mata Ang Yok su menyaksikan kejadian ini, sambil tertawa dingin segera serunya "Tak aneh kalau kau bernyali begitu besar, rupanya kau mengandalkan ilmu Mi-lek sin-kang..."

   Padahal ilmu yang digunakan oleh Oh Put-kui bernama Hud-im-hian-kong-ciang (pukulan cahaya suci bayangan Buddha) kontan saja menyebutnya sebagai Mi-lek-sin-kang (ilmu sakti Mi-lek).

   kontan saja hal ini membuat pengemis sinting yang mendengarkan segera tertawa terpingkal-pingkal sampai perut pun turut terasa sakit.

   "Hey, apa yang sedang kau tertawakan?"

   Dengan penuh amarah Ang Yok-su melotot kearahnya. Pengemis sinting segera menggelengkan kepalanya berulang kali, dengan napas tersengkal-sengkal katanya.

   "OOdwOo... tidak apa-apa... tidak apa-apa..."

   Walaupun dimulut dia berkata begitu, namun ia tak berhasil menghentikan suara tertawanya, gelak tertawa yang amat keras bergema terus tiada hentinya.

   Ang Yok-su segera berkelebat kedepan, dengan meninggalkan Oh Put-kui dia langsung menerkam kearah pengemis sinting.

   "Pengemis cebol, aku mesti memberi pelajaran untukmu..."

   Kelima jari tangan kanannya segera dipentangkan lebar- lebar lalu secara langsung mencengkeram bahu kiri si pengemis.

   "Ah, belum tentu kau berhasil!"

   Tiba-tiba sesosok bayangan manusia berkelebat lewat, ternyata bayangan tubuh sipengemis sinting sudah lenyap dari pandangan mata.

   Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Tapi dengan cepatnya Ang Yok-su menemukan bahwa tangan kanan sendiri sedang mencengkeram diatas bahu Oh Put-kui.

   Kejadian yang sama sekali diluar dugaan ini segera itu juga membuat hatinya amat terperanjat.

   Namun secara diam diampun ia merasa bergirang hati, pikirnya.

   "Asalkan kelima jari tanganku ini kukerahkan sedikit tenaga, niscaya peredaran darah dari bocah keparat ini akan tersumbat dan akibatnya dia akan menjadi lumpuh sebelum akhirnya mampus..."

   Berpikir sampai disitu, mencorong sinar buas dari balik matanya itu.

   Peristiwa mana dengan cepat mengejutkan dan mencemaskan kaucu dari perkumpulan Pay-kau.

   Tapi mencemaskan pula Hian-leng-giok-li Nyoo Siau-sian, sehingga tanpa terasa dia menjerit keras.

   "Empek Ang, jangan kau lukai dirinya..."

   Nada suaranya begitu menaruh perhatian dan mencemaskan keselamatan jiwa pemuda tersebut.

   Tapi justru sikapnya yang penuh perhatian ini, membuat Ang Yok-su semakin bertekad untuk menghabisi nyawa lawannya ini.

   Sambil tertawa seram Ang Yok-su segera berseru.

   "Nona, bocah keparat ini tak boleh dibiarkan hidup terus, ia harus disingkirkan secepatnya..."

   Mendadak tenaga dalamnya disalurkan ke luar, lalu dengan ganasnya mencengkeram bahu lawan kuat-kuat. Oh Put-kui segera tertawa hambar sembari mengejek.

   "Sayang seribu kali sayang saudara, aku toh sudah bilang kesempurnaan ilmu silatmu masih ketinggalan amat jauh."

   Rupanya ilmu Kim kong ci yang diperkirakan Ang Yok-su sanggup menghancur lumatkan tubuh lawannya itu ternyata tidak berhasil mencapai apa yang bisa diharapkan, bukan saja ia gagal menghancurkan tulang bahu Oh Put-kui, bahkan tak berhasil pula untuk memutuskan saluran urat nadinya.

   Untuk sesaat Ang Yok-su dibuat tertegun dan tarmangu- mangu seperti patung.

   Sebaliknya sebuah tangan Oh Put-kui justru secara pelan- pelan telah menekan keatas dada Ang Yok-su.

   Pada saat itulah Nyoo Siau-sian bagaikan seekor kupu- kupu telah melayang datang sambil menegur dengan penuh perhatian.

   "Oh kongcu... kau... kau tidak apa-apa bukan?"

   Setelah pertanyaan tersebut diajukan, dia baru melihat secara pasti bahwa orang yang sebetulnya terancam bahaya bukan Oh Put-kui, melainkan si tabib sakti Ang Yok-su yang sombong, dingin dan kejam itu... Dengan senyum dikulum diapun berseru.

   "Kongcu... kau... aaah, kaupun jangan melukai empek Ang... kasihan dia..."

   Andaikata telapak tangan dari Oh Put-kui dilanjutkan tekanannya ke depan, sudah dapat dipastikan Ang Yok-su akan mampus seketika itu juga.

   Tapi beberapa patah kata dari Nyoo Siau sian telah menyelamatkan selembar jiwanya.

   sambil tertawa Oh Put-kui segera menarik kembali telapak tangannya itu.

   "Aku akan menuruti permintaan nona!"

   Katanya sambil menggerakkan badan dan mundur selangkah.

   Sebaliknya Kiu huan-gi-in Ang Yok-su harus mundur sejauh delapan langkah dengan sempoyongan sebelum berhasil untuk berdiri secara tegak.

   Dari sini dapat diketahui betapa dahsyatnya tenaga serangan dari anak muda tersebut.

   Nyoo Siau-sian nampak agak tertegun, lalu sambil membelalakkan sepasang matanya lebar-lebar dia berseru.

   "Kongcu, apakah kau telah melukai empek Ang? "Memukulnya mundur sih betul, tapi tak sampai melukainya,"

   Sahut Oh Put-kui sambil tertawa.

   "Kiu-huan-gi-in Ang Yok-su yang begitu tersohor namanya dalam dunia persilatan, semestinya bukan manusia yang gampang dirobohkan dalam sekali gebrakan bukan!"

   Dengan perasaan terkesiap bercampur girang Nyoo Siau- sian melirik sekejap kearahnya, kemudian pelan-pelan berjalan menghampiri Ang ok-su yang masih berdiri termangu ditempat. Sedangkan pengemis sinting segera berseru pula sambil tertawa tergelak.

   "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... tabib Ang, diatas langit masih ada langit, diatas manusia tangguh masih ada manusia yang lebih tangguh, tenaga pantulan yang dihasilkan dari ilmu Thian-liong-sian kang tentunya masih lebih hebat dari pada ilmu Hian-im-sin-kang mu bukan...?"

   Merah padam selembar wajah Ang Yok-su karena jengah setelah mendengar ejekan itu.

   Sikapnya yang semula sombong, dingin dan kaku itu, kini sudah semakin tawar.

   Sebagai gantinya selapis perasaan duka dan pedih menyelimuti seluruh wajahnya Dengan penuh perasaan kuatir dan perhatian yang besar Nyoo Siau-sian bertanya.

   "Empek Ang, apakah kau terluka..."

   Dengan perasaan amat menderita dan pedih Ang Yok-su memandang sekejap ke arahnya, namun tidak mengucapkan sepatah kata pun.

   Tiba tiba saja dia berpekik nyaring, lalu tubuhnya melejit ke tengah udara dengan kecepatan luar biasa.

   Hanya didalam sekejap mata saja, bayangan tubuhnya sudah hilang lenyap tak berbekas.

   Dia telah pergi, pergi dengan membawa rasa malu dan aib yang sangat besar, pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun, tampaknya rasa malu yang luar biasa membuatnya tak punya muka untuk berbicara lagi.

   Untuk sesaat Nyoo Siau-sian cuma berdiri tertegun dengen mata terbelalak lebar kemudian serunya keras keras.

   "Empek Ang, kau jangan pergi..."

   Tapi apa gunanya dia berteriak, karena waktu itu Ang Yok- su sudah berada berapa li jauhnya dari tempat itu.

   Gerakan tubuh dari Kiu-huan-gi-in Ang Yok-su memang cepatnya mengejutkan hati.

   Dengan perasaan amat sedih Nyoo Siau-sian mendongakkan kepalanya dan memandang sekejap ke udara, kemudian pelan-pelan berjalan kembali ke samping Oh Put- kui, lalu setelah tertawa pedih, ujarnya lirih.

   "Oh Kongcu, apa yang harus kuperbuat sekarang?"

   Hampir saja Oh PUt-kui tertawa geli mengehadapi pertanyaan itu, masa pertanyaan semacam itupun ditanyakan kepadanya?"

   Tentu saja ia tak sampai tertawa, karena gerak-gerik Nyoo Siau-sian yang begitu mengenaskan dan patut dikasihani ditambah pula ucapannya yang begitu polos dan suci, membuat ia tak tega untuk mentertawakannya.

   Maka sambil menggelengkan kepalanya ia berkata.

   "Nona, darimana aku bisa tahu apa yang mesti diperbuat?"

   Agaknya Nyoo Siau-sian dibuat terkejut oleh jawaban tersebut, segera ujarnya lirih.

   "Kongcu, bukankah kau mengatakan bahwa ruyung Mu ni- pian ku itu bukan dicuri oleh pihak Pay-kau?"

   "Aku rasa memang demikian!"

   "Kalau bukan mereka, lantas siapa yang telah melakukan perbuatan tersebut?"

   Sebenarnya Oh Put-kui hendak menjawab begini. Darimana aku bisa tahu? Tapi belum sampai meluncur keluar dari mulutnya, ia sudah merubahnya dengan segera.

   "Nona, bolehkah kau pinjamkan surat tersebut kepadaku?"

   Nyoo Siau-sian mengangguk, kepada Giok-hun serunya.

   "Bibi Ku, coba perlihatkan surat tersebut kepada kongcu!"

   Dengan perasaan berat hati Ku Giok-hun segera menyodorkan surat itu ke depan, sementara sepasang matanya yang jeli melotot sekejap kearah Ph Put Kui dan pengemis sinting dengan perasaan gemas.

   Oh Put Kui bergelak seakan-akan tidak melihat akan hal itu, setelah menyambut surat tersebut segera ditelitinya isi surat itu dengan seksama.

   Tiba-tiba dia berkerut kening, lalu serunya kepada Ciu It- ting.

   "Saudara Ciu, coba kau kemari sebentar!"

   Dengan langkah lebar Ciu It-cing segera datang mendekat, tanyanya sambil tertawa.

   "Apakah saudara Oh telah berhasil menyaksikan sesuatu yang mencurigakan?"

   Oh Put Kui menggeleng.

   "Tidak, aku hanya ingin saudara Ciu memeriksa isi surat ini, lalu coba pikirkan adakah diantara jago jago perkumpulan kalian yang mempunyai gaya tulisan demikian?"

   Mendengar perkataan tersebut, Ciu It-cing segera meneliti isi surat itu dengan seksama dan penuh perhatian. Akhirnya dia menggelengkan kepalanya berulang kali.

   "Saudara Oh, diantara jago-jago dalam perkumpulan kami, rasanya tiada orang yang mempunyai gaya tulisan begitu."

   Sementara itu Li Cing-siu juga telah datang mendekat, katanya kemudian.

   "Oh sauhiap, aku rasa bila kita ingin menyelidiki persoalan ini lewat gaya tulisan, niscaya tak akan mendatangkan hasi yang diharapkan..."

   "Aaah, boanpwee pun cuma berusaha untuk mencobanya saja!"

   Kata Oh Put Kui tertawa. Tiba tiba serunya lagi Nyoo Siau-sian.

   "Nona, sejak kapan kau kehilangan ruyung mestika itu?"

   "Kurang lebih satu bulan berselang!"

   "Jam berapa?"

   "Kurang lebih tengah malam."

   "Dimana?"

   Agak memerah selembar wajah Nyoo Siau-sian, tapi segera jawabnya pula.

   "Di dalam kamar tidurku..."

   Oh Put Kui kembali mengernyitkan alis matanya rapat rapat, sebab kejadian tersebut hampir mustahil bisa terjadi.

   Kalau ingin dicari siapakah jago yang paling tangguh dalam perkumpulan Pay-ku, maka orang itu tak hanya kaucunya seorang.

   Tapi menurut perhitungannya, bila Li Cing-siu ingin menyusup masuk ke dalam kamar tidur Hian-leng-giok-li Nyoo Siau-sian dan mencuri benda mestika miliknya tanpa diketahui oleh gadis tersebut, jelas perbuatan tersebut bukan suatu pekerjaan yang mudah.

   Berpikir sampai disini, tiba tiba dia berseru kepada Nyoo Siau sian sambil tertawa.

   "Benarkah guru nona adalah Wi-in sinie?"

   Nyoo Siau-sian mengangguk.

   "Betul, apakah kongcu kenal dengan guruku?"

   "Ooh tidak"

   Oh Put Kui menggeleng.

   "cuma nama besar gurumu seringkali disinggung oleh guruku, cuma sayang selama ini belum sempat kujumpai beliau..."

   "Oh kongcu, bila ada kesempatan bagaimana kalau siau- moay mengajakmu pergi menjumpainya?"

   "Yaa. memang sudah sepantasnya bila kusambangi sinnie...."

   Baru pada saat itulah Nyoo S iau-sian seperti teringat akan sesuatu, ia segera bertanya.

   "Kongcu, apakah gurumu adalah Thian liong sangjin?"

   "Ooh Sangjin adalah paman guruku, sedangkan guruku bergelar Tay-gi-siansu..."

   "Ooh... rupanya Gi-supek adalah gurumu..."

   Nyoo Siau-sian berseru gembira.

   "Betul, apakah nona pernah bertemu dengan guruku?"

   Nyoo Siau sian segera tertawa cekikian.

   "Tentu saja pernah. Gi supek amat sayang kepadaku..."

   Mendadak mukanya berubah menjadi merah padam, dengan tersipu-sipu ia segera menundukkan kepalanya rendah rendah. Mungkin nona itu merawa kalau sikapnya sudah kelewat batas sehingga lupa akan keadaan... Sambil tertawa Oh Put Kui segera berkata.

   "Nona, kalau toh kau adalah murid dari sahabat guruku, maka jangan marah kalau selanjutnya kusebut sumoay kepadamu."

   "Tentu saja kau harus berbuat demikian..."

   Kata Nyoo Siau sian dengan perasaan bergetar.

   "tapi bagaimana dengan aku? Tentunya aku harus memanggil engkoh Oh kepadamu bukan?"

   "Terserah pada sumoay, apapun yang ingin kau gunakan, aku menurut saja..."

   Kemudian setelah berhenti sejenak, dengan wajah bersungguh-sungguh katanya lagi.

   "Sumoay, bagaimana kalau soal hilangnya ruyung itu serahkan saja penyelesaiannya kepadaku?"

   "Aku harus merepotkan dirimu..."

   Nona itu tersenyum.

   "Ataukah mungkin sumoay kurang percaya kepadaku?"

   "Tidak, aku... aku cuma tak berani merepotkan engkoh Oh!"

   "Haaahhh... haaahhh... haaahhh.... sumoay menganggap orang luar kepadaku nampaknya..."

   Sambil menutup mulutnya dan tertawa cekikikan Nyoo Siau-sian segera berkata.

   "Baiklah engkoh Oh, kalau begitu persoalan ini siaumoay serakan penyelesaiannya kepadamu!"

   Baru selesai berkata, tiba-tiba ia berkata pula.

   "Engkoh Oh, dengan cara apa kau hendak menyelidiki persoalan ini...?"

   Padahal Oh Put-kui sendiripun tidak tahu bagaimana harus bertindak untuk menyelidiki peristiwa pencurian tersebut, ia berbuat demikian tak lain karena ingin mencegah perselisihan paham antara Nyoo Siau-sian dengan pihak Pay-kau.

   Selain daripada itu, diapun percaya kalau Li Cing-siu tidak bakal melakukan perbuatan semacam ini, itulah sebabnya ia bersedia untuk memikul tanggung jawab tersebut.

   Menghadapi pertanyaan yang diajukan oleh Nyoo Siau-sian tersebut, terpaksa ujarnya sambil tertawa.

   "Biarlah kuselidiki secara pelan-pelan, toh akhirnya persoalan ini tentu akan menjadi beres dan terang kembali."

   "Betul, akhirnya semua persoalan akan menjadi terang dengan sendirinya!"

   Dukung Nyoo Siau-sian dengan perasaan puas.

   Nada suaranya sekarang amat lembut dan halus, jauh berbeda dengan nada suaranya ketika baru datang tadi.

   
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Berubah paras muka perempuan petani dari Lam-wan, Ku Giok-hun setelah menyaksikan perkembangan tersebut, cepat-cepat dia berseru.

   "Nona, mengapa kau berbuat demikian? Bukankah benda itu kau butuhkan untuk segera dipakai?"

   Nyoo Siau-sian segera menggeleng.

   "Bibi Ku, sekalipun tanpa ruyung Mu-ni-pian, akupun tidak takut dengan Kiau Hui-hui!" -------------------- "Nona, ilmu silat yang dimiliki Yu-kok cian-li Kiau Hui-hui lihaynya luar biasa!"

   Kembali Ku Giok-hun berseru dengan cemas.

   "Aku tidak takut kepadanya, bibi Ku, kau tak usah mengurusi diriku lagi,"

   Bentak Nyoo siau-sian sambil mendelik. Lagi-lagi dia mengubur watak sebagai seorang nona terhormat, atau mungkin memang beginilah ciri khas dari seorang siocin ningrat...? "Semenjak kapan sih Nyoo sumoay bermusuh dengan iblis perempuan itu?"

   Tiba tiba Oh Put Kui bertanya sambil tertawa.

   "Semanjak setengah tahun berselang!"

   "Lantas kapan perjanjianmu dengan dirinya?"

   "Akhir bulan nanti!"

   "Hari ini baru tanggal lima, waah... masih cukup waktu bagi kita untuk mempersiapkan diri."

   Nyoo Siau-sian menjadi tertegun.

   "Engkoh Oh, maksudmu sebelum kupenuhi perjanjian tersebut, kemungkinan besar ruyung mestika itu sudah berhasil diperoleh kembali?"

   "Yaa, aku memang berpendapat demikian."

   Oh Put Kui mengangguk.

   "Hoore... bagus sekali kalau begitu, kalau tidak, aku benar- benar merasa kuatir..."

   "Nona bajingan yang berada didepan mata kau biarkan kabur, kau betul-betul..."

   Seruan Ku Giok-hun itu diakhiri dengan suara tertawa dingin tiada hentinya. Nyoo Siau-sian segera mengerutkan dahinya sesudah mendengar perkataan itu. Sebaliknya Oh Put Kui berkata sambil tertawa hambar.

   "Tampaknya nona Ku seperti mempunyai kesan yang kurang baik terhadap diriku?"

   Ku Giok-hun segera mendengus dingin "Betul, aku memang tidak percaya dengan dirimu!"

   "Sayang sekali aku justru tidak membutuhkan kepercayaan nona terhadap diriku!"

   Jawab Oh Put Kui tertawa hambar. Kontan saja Ku Giok-hun tertawa dingin.

   "Hmm, kau jangan harap selama hidup... lelaki semacam ini paling tak bisa dipercaya!"

   Sekali lagi Oh Put Kui tertawa terbahk-bahak.

   "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... betul, aku memang tak bisa dipercaya, cuma saja cara kerjaku justru berbeda dengan sementara orang yang secara diam diam menggunakan akal licik dan siasat busuk untuk mengacau ketenangan dunia."

   Paras muka Ku Giok-hun kembali berubah hebat setelah mendengar perkataan itu, teriaknya gusar.

   "Siapa yang kau maksudkan menggunakan akal licik dan tipu muslihat untuk mengacau ketenangan dunia?"

   "Siapa yang dalam hatinya ada setan, dia pula yang kumaksudkan..."

   "Bila kau punya nyali ayoh katakan secara terus terang!"

   Teriak Ku Giok-hun dengan keras. Tapi Oh Put Kui segera menggeleng.

   "Orang budiman cuma berusaha melenyapkan kejahatan menegakkan kebaikan, aku tak ingin berbuat seperti seorang siaujin, karena itu akupun tak ingin membongkar rencana busuk dari sementara orang..."

   Belum selesai perkataan itu diutarakan, Nyoo Siau-sian telah berkata dengan lembut "Engkoh Oh, kau tak usah berbicara lagi!"

   Kemudian sambil berpaling ke arah Ku Giok-hun, bentaknya keras keras.

   "Bibi Ku, apakah kau sengaja hendak menyusahkan diriku?"

   Dengan perasaan gemas Ku Giok-hun mendengus.

   "Nona, bocah keparat ini..."

   "Siapa suruh kau berbicara lagi?"

   Tukas Nyoo Siau-sian dengan gusar pula.

   "bibi Ku, jika kau berani menyusahkan aku lagi, maka aku akan segera..."

   Sebelum perkataan selanjutnya diutarakan, Ku Giok-hun sudah membalikkan badan dan beranjak pergi dari situ.

   Begitu perempuan petani dari Kam-wan itu angkat kaki, Leng Seng-luan juga turut angkat kaki, bahkan puluhan jago yang mengepung kuil Pau-in-si pun turut angkat kaki dari situ.

   Kemudian dari kejauhan sana tersengar seseorang berseru dengan lantang.

   "Nona, kami akan menantimu didalam kota..."

   Mendadak Nyoo Siau-sian menjawab dengan keras.

   "Kalian tak usah menunggu aku lagi, kalian boleh pulang lebih dahulu..."

   Begitu teriakan tersebut diutarakan, Oh Put Kui segera dibuat tertegun.

   Mengapa gadis itu tidak pulang bersama rombongannya? Hendak kemanakah dia? Atau mungkin akan bergabung dengan dirinya? Tapi, hal ini mana boleh jadi? Tanpa terasa Oh Put Kui segera mengerutkan dahinya...

   Pada saat itulah pengemis sinting berkata.

   "Nona Nyoo, ada satu persoalan apakah kau tahu?"

   Sekalipun Nyoo Siau-sian tidak kenal dengan pengemis sinting, namun pernah mendengar tentang namanya, mendengar pertanyaan itu segera sahutnya sambil tertawa.

   "Persoalan apa yang kau maksudkan?"

   "Apakah kau telah menyuruh mereka untuk menyegel semua perahu yang berada dikota Kang-ciu ini?"

   Tanya pengemis sinting sambil tertawa.

   "Tidak!"

   Sahut gadis itu tersenyum.

   "aku hanya suruh mereka menyewa semua perahu yang ada dengan harga tinggi, karena aku berniat menggunakan perahu-perahu itu untuk menyeberang sungai dan berangkat menuju ke ibu kota."

   "Nona, mereka bukan menyewa perahu-perahu itu dengan harga tinggi, sebaliknya justru menyegel semua perahu itu!"

   Kata pengemis sinting tiba-tiba sambil tertawa. Berkilat sepasang mata Nyoo Siau-sian sesudah mendengar perkataan itu segera serunya.

   "Sungguhkah perkataanmu itu?"

   "Kalau tidak percaya, tanyakan saja kepada Oh lote!"

   Nyoo Siau-sian segera berpaling kearah Oh Put-kui dan bertanya lagi.

   "Engkoh Oh, benarkah ada kejadian seperti ini?"

   "Benar, apa yang dikatakan pengemis Liok tepat sekali!"

   Sahut Oh Put-kui tertawa. Mendadak Nyoo Siau-sian menutupi bibir sendiri sambil berseru tertahan.

   "Aaah, kalau begitu mereka semua telah menipu aku..."

   "Sumoay, persoalan yang mereka tipu masih banyak sekali."

   Tiba-tiba mencorong sinar tajam dari balik mata Nyoo Siau- sian, setelah tertawa dingin katanya. @oodwoo@

   Jilid 25

   "Oh koko, aku tak dapat mengampuni mereka... aku harus pergi mencari mereka..."

   Belum habis ia berkata, tubuhnya sudah melompat keluar dari kuil tersebut.

   Sekali lagi Oh Put-kui dibuat tertegun oleh kejadian ini.

   Dia sama sekali tidak menyangka kalau gadis itu akan pergi sedemikian cepatnya, padahal dia sudah menaruh suatu perasaan aneh terhadap gadis tersebut.

   Sebaliknya pengemis sinting segera berseru sambil tertawa.

   "Lote, aku telah membantunya untuk terlepas dari kesulitan!? Oh Put Kui yang mendengar ucapan tersebut kembali merasakan hatinya bergetar keras. Tampaknya bila persoalan sudah mencapai pada puncaknya, si pengemis sinting ini sedikitpun tidak sinting. Ia tak mengira kalau pengemis tersebut dapat menggunakan siasat semacam ini untuk memaksa Nyoo Siau- sian meninggalkan tempat tersebut... Karenanya untuk beberapa saat dia hanya bisa mengawasi pengemis sinting dengan wajah termangu mangu. Pada saat itulah Li CIng-siu telah menjura dan berkata sambil tertawa.

   "Terima kasih banyak atas bantuan Oh sauhiap untuk melepaskan kami dari kesulitan, budi kebaikan ini pasti tak akan kulupakan untuk selamanya. Sekarang aku masih ada urusan lain yang harus diselesaikan, bila suatu ketika lote lewat di Seng-ciu, harap mampir ke markas kami, berilah kesempatan kepadaku untuk menjadi tuan rumah yang baik..."

   Tidak sampai Li Cing-siu menyelesaikan kata katanya, Oh Put Kui telah menjura dan menukas.

   "Boanpwee dan Ciu lote merasa cocok satu sama lainnya, sudah sepantasnya bila boanpwee menyumbang sedikit tenaga demi perkumpulan kalian, bila kau bersikap begitu sungkan, boanpwee malah merasa tak berani untuk menerimanya."

   Kemudian setelah berhenti sejenak, katanya lebih jauh.

   "Bila kau masih ada urusan silahkan saja untuk diselesaikan, bila Ku Giok-hun sekalian sudah mengetahui tentang kayu-kayu balok itu sehingga mencampurinya, tentu banyak kesulitan yag akan dijumpai..."

   Li Cing-siu tertawa penuh rasa terima kasih, setelah mengucapkan terima kasih sekali lagi kepada Oh Put Kui, dia baru mengajak semua anggota perkumpulannya dan menggotong dua pendeta dari See-ih untuk berangkat meninggalkan tempat itu.

   Tak lama setelah kepergian mereka, kakek latah awet muda baru melayang turun ke atas tanah sambil tertawa.

   "Huuuh, hampir saja aku mati karena gelisah!"

   "Ban tua, bagaimana pendapatmu tentang penyelesaian boanpwee atas kejadian yang berlangsung malam ini?"

   Tanya Oh Put Kui kemudian sambil tertawa. Kakek latah awet muda segera tertawa tergelak.

   "Kalau berbicara soal masalahnya, keadaan sekarang malah bertambah rumit."

   Oh Put Kui menjadi tertegun, ia balik bertanya.

   "Ban tua, apakah ada hal-hal yang tidak memuaskan hatimu?"

   "Tentu saja, kau telah mendatangkan kesulitan yang besar sekali, masa kau belum tahu?"

   "Haaahhh... haaahhh.... haaahhh... Ban tuan, kalau cuma Ang Yok-su mah belum sanggup berbuat apa-apa terhadapku!"

   "Ang Yok-su?"

   Kakek latah awet muda tertawa tergelak.

   "kau anggap yang kumaksudkan adalah Ang Yok-su?"

   "Selain dia, boanpwee akan peroleh kesulitan dari siapa lagi...?"

   Sambil menggelengkan kepalanya kakek latah awet muda menghela napas panjang.

   "Aaai... anak muda, persoalan apapun boleh kau lakukan, tapi tidak seharusnyakau akui sumoay mu yang bakal bebanmu untuk selamanya..."

   "Kau maksudkan Nyoo Siau-sian?"

   "Kalau bukan dia lantas siapa lagi?"

   Oh Put Kui kembali tertawa tergelak.

   "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... bukankah dia sudah terusir oleh kata-kata pengemis sakti?"

   "Betul,"

   Sambung pengemis sinting.

   "Ban lopek, mulai hari ini tentunya kau bersedia mengakui gelarku sebagai si pengemis cerdik bukan? Kalau bukan lantaran siasatku tadi masa dia mau angkat kaki dengan begitu saja?"

   Kakek latah awet muda segera melotot besar.

   "Hey pengemis cilik, justru karena siasatmu itu urusan bertambah runyam, kau anggap dirimu itu pintar?"

   "Kalau berbicara kau mesti berdasarkan suara hati yang sebetulnya..."

   Protesnya Pengemis sinting sambil menjulurkan lidahnya.

   "Kurang ajar, kapan sih aku tak berbicara menurut suara hati? Rupanya kau pingin digebuk?"

   Kakek latah awet muda semakin naik darah lagi. Mendengar ancaman tersebut, cepat-cepat pengemis sinting memeluk kepala senidri dan kabur sejauh tiga kaki lebih dari posisi semula...

   "Ban lopek,"

   Teriaknya kemudian.

   "anggap saja apa yang diucapkan aku si pengemis adalah kentut busuk..."

   Oh Put-kui tak bisa menahan rasa gelinya setelah menyaksikan kejadian ini, katanya kemudian.

   "Ban tua, boanpwee rasa siasat dari Liok sinkay tadi termasuk hebat juga."

   "Hey anak muda, memang hebat untuk saat ini, tapi kau tak usah kuatir, bila budak itu tidak akan menyusulmu kembali dengan segera silahkan kau potong lidahku ini!"

   "Lantas... lantas... baaa... bagaimana baiknya?"

   Tanya Oh Put-kui tertegun.

   "Sama sekali tak ada cara lain, anak muda, perempuan itu adalah murid seorang sahabat karibku, dia pasti berasal dari golongan lurus, seandainya dia tidak menemukan kalau orang-orang dari keluarganya sedang membohonginya, mungkin dia tak akan meninggalkan rumah, tapi bila dia jumpai kalau keluarganya ada persoalan besar, bayangkan sendiri anak muda, apakah dia tak akan segera datang untuk mencarimu?"

   Setelah mendengar keterangan dari kakek latah awet muda, Oh Put-kui baru sadar bahwa siasat yang diterapkan pengemis sinting tersebut sesungguhnya telah menanamkan akibat yang fatal bagi dirinya. Maka sambil tertawa getir ujarnya.

   "Ban tua, tampaknya boanpwee harus berupaya untuk menghindari dirinya..."

   "Menghindari?"

   Kakek latah awet muda segera tertawa tergelak.

   "suhumu yang sudah menjadi hwesio pun tak mampu menghindari apakah kau bisa?"

   Kali ini Oh Put-kui betul-betul dibuat berdiri bodoh. Akhirnya setelah menghela napas panjang dia berkata.

   "Ban tua, kalau toh tak bisa dihindari, yaa biarkan saja apa yang hendak diperbuatnya, asal aku kurangi berbicra dengannya, niscaya dia akan bosan sendiri, toh sebagai seorang anak dara, dia tak bisa menguntil diriku terus menerus?"

   "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... itu sih belum tentu..."

   Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Setelah berhenti sejenak, dengan mengernyitkan alis matanya yang putih ia berkata kembali.

   "Anak muda, tadi kau telah melupakan satu persoalan!"

   "Melupakan soal apa? Kau orang tua kan tak pernah berpesan apa apa kepadaku?"

   Oh Put Kui dengan wajah tertegun. Kakek latah awet muda kembali tertawa.

   "Memangnya setiap persoalan harus kupesankan dulu kepadamu? Anak muda, tentang tekad dari ketiga padri See-Ih yang berupaya untuk membeli ratusan buah balok kayu yang dikirim oleh pihak Pay-kau ke kota Kim-leng, pernahkah kau pikirkan dengan seksama bahwa dibalik kesemuanya itu kemungkinan besar masih terdapat hal-hal yang tidak beres...?"

   "Betul,"

   Oh Put Kui mengangguk.

   "seandainya kau tidak menyinggung kembali, boanpwee benar benar akan melupakan hal ini."

   "Menurut dugaanku, dibalik kayu-kayu tersebut pasti terdapat sesuatu yang aneh, kalau tidak, mustahil Put-khong hwesio sekalian bertiga bersedia membelinya dengan harga yang tinggi, bahkan gagal untuk membelinya, mereka pergunakan kekerasan..."

   "Yaa, dugaanmu memang benar,"

   Oh Put Kui tertawa.

   "hanya saja ilmu silat yang dimiliki ketiga orang hwesio itu sungguh teramat tak becus..."

   "Anak muda, kau jangan salah melihat,"

   Kakek latah awet muda menggelengkan kepalanya berulang kali.

   "bukan kepandaian silat mereka yang tak becus, justru ilmu silat yang dimiliki Li Cing-siulah yang kelewat hebat sehingga sama sekali diluar duagaan."

   Dengan nada kurang percaya Oh Put Kui berkata lagi.

   "Boanpwee rasa sehebat-hebatnya Li Cing-siu, dia tak akan lebih hebat daripada Suma Hian sekalian."

   "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... dugaanmu kali ini salah besar anak muda, tapi kau memang tak bisa disalahkan, sebab selama ini Li Cing-siu memang selalu menyembunyikan kepandaian silat yang sebenarnya, dikemudian hari kau tentu akan menjumpai bahwa ilmu menepuk jalan darah..."

   Tiba-tiba perkataannya terhenti sampai ditengah jalan, lalu mencorong sinar tajam dari balik mata Kakek latah awet muda teriaknya kemudian.

   "Celaka, kita harus segera berangkat ke tepi sungai anak muda, kalau terlambat bisa berabe!"

   Begitu selesai berkata, tubuhnya segera berkelebat kedepan dan lenyap dari pandangan mata.

   Dengan perasaan terkejut Oh Put Kui dan pengemis sinting segera ikut berangkat pula menyusul dibelakang Kakek latah awet muda.

   Ketika Oh Put Kui dan pengemis sinting menyusul sampai diluar kuil, bayangan tubuh kakek latah awet muda sudah tinggal setitik bayangan semu di tempat kejauah sana.

   Oh Put Kui segera berpekik nyaring lalu mengejar dengan mengerahkan seluruh tenaga yang dimiliki.

   Kasihan si pengemis sinting, dia harus mempertaruhkan selembar jiwa tua nya untuk bisa menyusul rekan rekannya itu.

   Tampak tiga sosok bayangan manusia, secepat sambaran petir dan saringan asap tipis meluncur keluar kota Kang ciu langsung menuju ke dermaga.

   Seperminum teh kemudian, dermaga sudah muncul di depan mata.

   Tiba tiba saja Kakek latah awetmuda memperlambat gerakan tubuhnya...

   Dalam waktu singkat Oh Put Kui dan pengemis sinting sudah menyusul sampai disisi kakek tersebut.

   "Lebih baik kita jangan memperlihatkan diri lebih dulu anak muda, ayoh kita mencari tempat untuk menyembunyikan diri lebih dulu."

   Rupanya kedatangan mereka bertiga terlampau cepat.

   Sekalipun dermaga itu bermandikan cahaya lentera, namun cuma terdapat enam tujuh orang hwesio berbaju kuning yang berjalan mondar mandir disana sambil menjaga tumpukan kayu yang berjajar-jajar ditepi sungai.

   Sedangkan orang-orang dari Perkumpulan Pay-kau belum seorang pun yang tiba disitu.

   Sambil tertawa Oh Put-kui segera berkata "Ban tua, menurut pendapat boanpwee bila kita dapat bersembunyi dibalik tumpukan pagoda kayu tersebut, tentu hal itu lebih menguntungkan."

   Rupanya kayu-kayu yang berada disitu ditumpukkan satu dengan yang lainnya dalam posisi berdiri, setiap kelompok terdiri dari empat puluh batang, sehingga dari kejauhan nampak seperti sebuah pagoda saja.

   -------------------- "Kalau ingin bersembunyi, kita harus mencari yang paling tinggi!"

   Kata kakek latah.

   "Tentu saja."

   Baru saja pemuda itu hendak membalikkan tubuh dan beranjak pergi dari situ, tiba-tiba pengemis sinting berkata sambil tertawa.

   "Ban lopek, mengapa sih kau menyusul ketepi sungai secara tiba-tiba, apakah kau telah menemukan sesuatu persoalan yang tidak beres? Ataukah Li CIng-siu ada hal-hal yang mencurigakan?"

   "Betul, kali ini anggap saja perkataanmu tepat sekali,"

   Sahut Kakek latah awet muda sambil mengangguk.

   "ayoh sana, cepat sembunyikan diri, mereka sudah datang... selain itu, hey pengemis cilik, nanti kau hanya boleh menonton, jangan mencoba coba untuk bersuara, mengerti?"

   Penemis sinting menjulurkan lidahnya dan cepat-cepat ngeloyor pergi dari situ.

   Kalau dibilang ngeloyor pergi, maka lebih tepat kalau dikatakan merangkak, dengan rangkakan yang berhati-hati sekali dan menyusup kebalik tumpukan kayu itu.

   Oh Put Kui dan kakek latah awet muda segera mengincar pula suatu tempat yang dianggap ideal, lalu dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya dia menyelinap ke depan.

   Dengan kesempurnaan ilmu meringankan tubuh yang mereka miliki, biarpun kawanan hwesio itu melihat bayangan tubuh merekapun, niscaya akan menduga ada dua ekor kelelawar yang sedang terbang lewat.

   Belum lama mereka bertiga menyembunyikan diri, ketua Pay-kau beserta anak buahnya sudah muncul disitu.

   Betapa terkejutnya kawanan lhama yang ditugaskan menjaga tumpukan kayu itu ketika melihat munculnya ketua Pay-kau secara mendadak, sedemikian terkejutnya sampai mereka lupa untuk turun tangan menghalangi perjalanan mereka.

   Apalagi setelah mereka saksikan Put-khong hwesio dan Wi-cay hwesio, kedua orang pelindung hukum mereka yang berilmu silat tinggi telah ditawan musuh dalam keadaan hidup- hidup, mereka semakin ketakutan hingga lemas semua badannya.

   Sambil tersenyum Li Cing-siu segera mengulapkan tangannya kepada seorang anak buahnya yang berada dibelakang lalu berkata.

   "Giring mereka semua masuk ke balik tumpukan kayu!"

   Lelaki itu menyahut dan segera mengumpulkan beberapa orang rekannya, lalu seperti gembala yang menggiring kawanan itik, mereka membawa beberapa orang lhama itu masuk kebalik tumpukan kayu.

   Setelah itu Li Cing-siu baru berkata kepada Ciu It cing sambil tertawa.

   "Anak Cing, bebaskan totokan darah dari Put-khong!"

   Ciu It-cing menyahut dan segera menepuk bebas jalan darah Put-khong hwesio yang tertotok.

   Tak lama kemudian tersengar Put-khong hwesio menghela napas panjang, kemudian pelan-pelan membuka matanya.

   Mendadak dia merentangkan sepasang lengannya dan siap melompat bangun.

   Agaknya Ciu It cing sudah berjaga jaga terhadap tindakan lawannya itu, serta merta dia menekuk lengan kirinya dan...

   "Duuuk!"

   Sikutnya persis menghantam jalan darah cian-keng- hiat dibahu Put khong hwesio. Kontan saja hwesio tersebut tak sanggup berdiri lagi, kembali ita jatuh tertunduk di atas tanah.

   "Lebih baik tak usah berpikiran lain,"

   Tegur Ciu It-cing dengan suara ketus.

   "kalau tidak, kau si keledai gundul akan menderita paling dulu!"

   Put-khong siansu segera membalikkan sepasang matanya yang kecil dan mendengus dingin, mulutnya tetap membungkam dalam seribu bahasa. Pelan-pelan Li Cing-siu berjalan menuju kehadapan Put- khong siansu, kemudian dengan wajah membesi bentaknya.

   "Put-khong, aku hendak mengajukan beberapa buah pertanyaan kepadamu, harap kau suka menjawab dengan sejujurnya!"

   Put-khong siansu masih tetap membungkam dalam seribu bahasa. Sambil tertawa hambar Li Cing-siu segera berkata.

   "Setelah terjatuh ketanganku, lebih baik kau tak usah berlagak menjadi seorang enghiong lagi, apalai pertanyaan yang hendak kuajukan pun sama sekali tak ada sangkut pautnya denagn aliran Tibet kalian. Bilamana siansu adalah seseorang yang tahu diri, tentunya kau akan mengerti bahwa ucapanku bukan bohong..."

   Kemudian setelah berhenti sejenak, dia menyambung lebih jauh.

   "Sebetulnya aku tak ingin menodai sepasang tanganku dengan ayirnya darah, akan tetapi bilamana siansu tak tahu diri dan keras kepala terus, apa boleh buat, terpaksa aku akan melanggar pantangan denagn mengerjai dirimu habis- habisan..."

   Perkataan ini sungguh amat hebat, selain bernada lembut penuh bujukan, terselip pula nada ketus dan keras yang penuh berisikan ancaman... Sepasang mata Put-khong siansu yang semula terpejam rapat, tiba-tiba saja dipentangkan lebar-lebar.

   "Apakah taysu sudah pikirkan persoalan ini sampai jelas?"

   Tanya Li Cing-siu lagi sambil tertawa. dengan wajah kaku tanpa emosi Put-khong siansu mengangguk.

   "Sekarang aku sudah terjatuh ke tangan kaucu, berarti aku sudah bukan seseorang yang bebas, masa aku kurang jelas?"

   Li Cing-siu tertawa hambar.

   Put-khong siansu cuma tertawa dingin tanpa memberi komentar ap-apa...

   Sambil tertawa Li Cing-siu kembali berkata "Bila dicari penyebab dari persoalan ini, semestinya taysulah si penyebab tersebut, kalau tidak, tentunya akupun tak akan jauh-jauh berangkat kekuil Budha la-si di Tibet untuk mencari kalian bertiga bukan...?"

   Setelah berhenti sejenak, dengan sorot mata yang memancarkan sinar aneh dia berkata lebih jauh.

   "Taysu, sebenarnya karena persoalan apakah sehingga taysu begitu bertekad hendak mendapatkan kayu-kayu ini?"

   "Bukankah kaucu sudah tahu tapi pura-pura bertanya lagi?"

   Seru Put-khong siansu sambil tertawa dingin. Dengan cepat Li Cing-siu menggelengkan kepalanya berulang kali.

   "Bila aku tahu, buat apa mesti membuang waktu untuk bersilat lidah denganmu?"

   Put-khong siansu kelihatan agak ragu, lalu dengan kening berkerut katanya.

   "Lolap tidak percaya kalau kaucu tidak mengentahui tentang persoalan ini!"

   "Bila taysu tidak mau percaya kepadaku, sesungguhnya tindakanmu ini merupakan suatu penghinaan terhadap sobat- sobat persilatan lainnya, bayangkan sendiri, aku sebagai seoarang ketua dari suatu perkumpulan besar, masa mau berbicara sembarangan sehingga tak dipercaya orang?"

   Kalau didengar dari nada suaranya, dia memang mirip sebagai seorang ketua dari suatu perkumpulan besar.

   Tapi Oh put-kui yang berada ditempat persembunyian justru merasa geli sekali, dia tak mengira kalau orang itu akan meminjam nama umat persilatan untuk menggertak hwesio dari Tibet ini sehingga bersedia membongkar latar belakang dari persoalan tersebut, bagaimana pun juga tindakannya ini memang sedikit kelewatan.

   Berkilat sorot mata Put-khong siansu oleh perkataan itu, katanya kemudian dingin.

   "Bila kaucu memang benar-benar tidak tahu, memang kurang baik bila lolap tidak mengungkap hal ini kepadamu."

   "Aku akan mendengarkan dengan seksama."

   "Sesungguhnya lolap membegal kiriman kayu-kayu ini, karena lolap hendak mengambil sebuah benda mestika dari situ."

   "Haaahhh... haaahhh... haaahhh.... taysu, apakah kau tidak salah?"

   Put-khong siansu segera menggeleng.

   "Tidak mungkin salah, lolap telah menerima surat dari pelindung hukum kuil kami Hian-kong siansu!"

   "Mana mungkin didalam kayu kayu yang kukirim ini terdapat senjata mestika?"

   "Bukankah kayu-kayu ini kaucu angkut dari tempat penggergajian kayu keluarga Seng di Si-kui?"

   "Betul kayu-kayu tersebut memang kuangkut dari tempat penggergajian kayu keluarga Seng!"

   "Bukankah kayu itu hendak dikirim ke perusahaan kayu Seng-ki di kota Kim leng?"

   Kembali Put-khong siansu bertanya. Sekali lagi Li Cing-siu mengangguk.

   "Yaa, benar!"

   "Kalau begitu tak bakal salah lagi!"

   "Maksud taysu, didalam kayu-kayu tersebut disimpan senjata mestika...?"

   "Tepat sekali,"

   Put-khong taysu tertawa dingin.

   "kalau tidak buat apa lolap sekalian datang ke daratan Tionggoan untuk mencegat kayu-kayu kirimanmu?"

   Setelah mendengar perkataan tersebut, paras muka Li Cing siu baru kelihatan agak berubah. Namun dengan cepat dia mengunakan nada amarah untuk menutupi gejolak emosi dalam hatinya.

   "Taysu, lebih baik kau jangan berbicara sembarang!"

   Bentaknya keras keras.

   "Selamanya lolap tak pernah bohong apalagi berbicara sembarangan!"

   Sahut Put-khong sinsu tak kalah gusarnya.

   "Aku tetap tidak percaya kalau taysu mengatakan bahwa dibalik kayu-kayu tersebut disembunyikan sebuah senjata mestika."

   "Perbuatan itu justru dikerjakan oleh cong huhoat kami Hian kong sian-su sendiri, bagaimana mungkin bisa salah?"

   "Sungguhkah itu?"

   Tampaknya dia tidak menyangka kalau Hian-kong siansu telah muncul pula didaratan Tionggoan, namun dari nada suaranya yang agak gemetar, bisa diduga kalau perasaannya sedang bergoncang keras. Sambil tertawa dingin kembali Put-khong taysu berkata.

   "Dengan mata kepala cong-huhoat kami Hian-kong siansu melihat ada orang memasukkan senjata mestika itu ke dalam salah satu dari kayu-kayu besar itu, masa hal inipun salah?"

   "Lantas dimanakah kayu tersebut sekarang?"

   Seru Li Cing- siu tanpa sadar.

   "Ditepi sungai sana!"

   Tanpa terasa Li Cing-siu berpaling kebelakang dan memandang sekejap jajaran kayu yang berada ditepi sungai. Tapi kemudian dengan kening berkerut katanya.

   "Maksud taysu, kayu itu sudah dicampukan ke dalam tumpukan kayu yang dikirim kemari ini?"

   "Menurut petunjuk dari Hian-kong siancu, memang demikianlah keadaannya."

   "Perkataan dari taysu ini sungguh membuat orang merasa keheranan!"

   Kata Li Cing-siu kemudian sambil tertawa.

   "Apanya yang mengherankan? Lolap toh suah berbicara secara jelas sekali?"

   Li Cing-siu menggelengkan kepalanya berulang kali, lalu berkata.

   
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Kalau toh Hian-kong hoatsu sudah mengetahui kalau senjata mestika itu disimpan orang didalam kayu, mengapa dia tidak mengambilnya pada saat itu juga?"

   "Lolap tidak dapat menjawab pertanyaan yang diajukan oleh kaucu ini..."

   Li Cing-siu segera tertawa tereglak.

   "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... kalau toh Hian Khong hoatsu berkeinginan untuk mendapatkan senjata mestika itu, sekalipun dia tidak mengambilnya pada waktu itu, setelah kejadian toh bisa mengambilnya, mengapa pula dia mesti menulis surat ke Tibet dan minta kepada kalian untuk datang ke daratan Tionggoan hanya bermaksud mencegat kayu-kayu ini? Bukankah pekerjaan ini tertalu membuat waktu? Lagipula bisa jadi akan tersiar sampai di mana-mana?"

   Pertanyaan yang diajukan itu, seketika itu juga membuat Put Khong siansu menjadi melongo dan tak samggup menjawab.

   "Lolap sendiripun pernah mengajukan pertanyaan ini,"

   Ujarnya selang beberapa sat kemudian.

   "tapi, kalau toh cong- huhoat kami Hian Khong hoatsu hendak berbuat demikian, sudah pasti dia mempunyai alasan tertentu."

   "Taysu begitu mempercayai Hian Khong hoatsu, tentu saja kau boleh melaksanakan tugas sesuai dengan perintahnya, tapi tidak demikian dengan diriku..."

   Setelah berhenti sejenak, dengan sorot mata memancarkan sinar tajam dia meneruskan.

   "Bila taysu tidak bersedia memberitahukan keadaan yang sebenarnya, mungkin hal ini tidak akan menguntungkan bagi taysu sendiri. Kontan saja Put Khong siansu tertawa seram.

   "Li kaucu tak usah menggertak lolap, selamanya lolap tak pernah berbohong dengan siapapun."

   "Baik, biarlah aku mempercayai perkataanmu itu..."

   Lalu dengan alis mata berkenyit dan sorot mata berkelit, dia menambahkan .

   "Tahukah taysu, senjata mestika itu berupa benda apa?"

   Put-khong siansu tertawa dingin.

   "Benda itu tak lain adalah ruyung mestika Mu-ni-ciang-mo- pian dari Wi-in sinnie yang berdiam di kuil Hian-leng-an puncak bukit Kun-lun-san."

   Begitu mendengar nama "Mu-ni-ciang-mo-pian,"

   Paras muka Li Cing-siu segera berubah hebat.

   Oh Put-kui, kakek latah awet muda dan pengemis sinting bertiga pun sama-sama turut merasa terkejut.

   Mereka sama seklai tidak menyangka kalau ruyung mu-ni- pian tersebut dapat disembunyikan orang didalam tumpukan kayu.

   Tak heran kalau pihak istana Siang-hong-hu pun turut mengincar kayu-kayu tersebut.

   Meski begitu, masih ada satu hal yang tidak dipahami Oh Put-kui, yaitu siapa yang telah mencuri ruyung Mu-ni-pian tersebut? Dan setelah berhasil mencurinya, mengapa harus disembunyikan didalam kayu besar tersebut? Selain itu, bukankah kayu itu hendak dijual kepada perusahaan kayu? Bahkan pengirimannya diatur oleh pihak Pay-kau? Yang membuat Oh Put-kui terkejut bercampur keheranan adalah, si pencuri ruyung tersebut telah meninggalkan surat yang mengatakan bahwa Mu-ni-ciang-mo-pian telah dicuri oleh orang-orang Pay-kau, sebenarnya apa maksud dan tujuannya dengan berbuat demikian? Kalau dibilang memfitnah pun rasanya tidak mirip.

   Sebab kalau tujuannya memfitnah,mengapa ia tidak secara langsung mengirim Mu-ni-pian tersebut kedalam markas besar perkumpulan Pay-kau? Atau kalau lebih keji lagi, ruyung mestika itu diikatkan ke tubuh salah seorang jago lihay dari Pay kau, kemudian menghajar jago itu sampai terluka parah atau tewas, bukankah tindakan ini jauh lebih sempurna lagi ? Nyatanya orang itu tidak mengambil tindakan demikian, hal ini membuktikan kalau tujuannya bukan memfitnah.

   Oh Put-kui mencoba untuk memutar otaknya sedapat mungkin, namun dia tetap tak berhasil menemukan alasannya.

   Pada saat itulah Li Cing-siu telah berkata lagi dengan suara dalam dan berat.

   "Put-khong, tindak tanduk yang telah terjadi ini apakah merupakan siasat yang sengaja diatur oleh pihak Tibet kalian?"

   "Li kaucu, bila ingin berbicara janganlah sekali-kali menghina pihak kami!"

   Seru Put khong siansu dengan gusar.

   "Put Khong, seandainya kalian tidak sengaja bermaksud menjebak orang, mengapa anak murid Wi-in sinni pun pada malam ini bisa datang pula ke Kang-ciu serta meminta kembali ruyung itu dariku?"

   "Apa?"

   Put Khong siansu nampak agak tertegun.

   "anak murid dari Wi-in sinni pun telah datang?"

   Rupanya ia sudah tertotok jalan darah pingsannya sehingga sama sekali tidak mengetahui kejadian yang telah berlangsung.

   "Hampir saja aku kehilangan muka karena peristiwa itu..."

   Kata Li Cing-siu lagi. Mendadak dia menghela napas panjang, lalu tambahnya.

   "Put Khong, apakah semua pengakuanmu itu tidak bohong?"

   "Kalau bohong, buat apa lolap berusaha untuk menghadang pengiriman kayumu itu?"

   Pelan-pelan air muka Li Cing-siu berubah menjadi tenang kembali, ia tertawa lalu katanya.

   "Pernahkah Hian Kong hoatsu menjelaskan siapa yang telah menyembunyikan ruyung mestika itu?"

   "Tidak!"

   "Apakah di atas kayu yang digunakan untuk menyembunyikan ruyung mestika itu, Hian Kong hoatsu telah meninggalkan sesuatu tanda...?"

   "Tidak!"

   Kemudian sambil tertawa dingin hwesio itu melanjutkan.

   "Sandainya kayu itu sudah diberi tanda, buat apa pula lolap sekalian harus berdiam selama lima hari dikota Kang-ciu ini sehingga berhasil kalian susul dan mengacaukan semua rencana dari pihak kami...?"

   Mendengar jawaban ini Li Cing-siu segera tertawa.

   "Tampaknya perkataan dari taysu ini sangat meyakinkan!"

   Put Khong siansu kembali menghela napas.

   "Aaai, perhitungan manusia memang tak bisa mengungguli perhitungan langit, terpaksa lolap pasrah kepada nasib. Nah Li kaucu, apa yang lolap ketahui telah kujelaskan semua, bila kau bermaksud hendak turun tangan terhadap diriku, silahkan segera bertindak."

   Tampak hwesio ini sudah mengambil keputusan untuk menerima keadaan apapun termasuk tindakan pembantaian terhadap dirinya.

   Oh Put Kui segera bersorak memuji setelah melihat sikap tersebut, dia sangat mengagumi sikap perkasa dari hwesio tersebut.

   Siapa tahu Li Cing siu malah tertawa tergelak sesudah mendengar perkataan itu, katanya kemudian.

   "Mengapa taysu berkata begitu? Memangnya kau anggap aku aalah seorang manusia buas yang gemar membunuh?"

   Berkilat sepasang mata Put-khong siansu, katanya kemudian sambil tertawa dingin.

   "Apakah kaucu tidak kuatir lolap akan membawa orang untuk membalas dendam?"

   Li Cing-siu segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak, katanya.

   "Apabila aku takut, tak nanti akan kubebaskan kalian semua..."

   Kemudian setelah berhenti sejenak, ditatapnya pendeta itu sambil berkata lebih jauh.

   "Aku toh tak bermaksud melukai atau mencelakai kalian,mengapa pula harus takut terhadap pembalasan dendam dari kalian?"

   "Heeehhh... heeehhh... heeehhh... kaucu memang tak malu disebut seorang ketua dari suatu perkumpulan besar!"

   Sejenak Put-khong siansu sambil tertawa dingin.

   "Taysu terlampau memuji,"

   Li Cing-siu tertawa hambar. Berbicara sampai disitu, diapun segera berpaling ke arah Ciu It-cing yang berdiri di belakangnya dan berseru.

   "Anak Cing, bebaskan jalan darah Wi-cay siansu yang tertotok, lalu wakili aku untuk menghantar kedua orang siansu itu masih ke kota."

   Ciu It-cing menyambut dengan hormat kemudian menepuk bebas jalan arah Wi-cay siansu yang tergeletak disisinya, kemudian menitahkan seorang lelaki kekar untuk membopong pendeta tersebut.

   Sementara itu Put-khong siansu telah bengkit berdiri pula dari atas tanah.

   Dia memandang sekejap semua yang hadir disitu, lalu katanya.

   "Lolap akan memohon diri lebih dulu!" ----------------------- "Taysu, baik-baiklah menjaga diri, semoga kita dapat berjumpa lagi dilain waktu."

   Kata Li Cing siu tertawa. Kembali Put-khong siansu tertawa dingin.

   "Li kaucu, disaat kita bersua kembali, justru lolap berharap kaucu bisa baik-baik menjaga diri."

   Nyata sekali kalau pendeta ini bernyali amat besar, sekalipun masih berada disarang harimau, dia sama sekali tidak menunjukkan perasaan gentarnya. Li Cing-siu tersenyum.

   "Terima kasih banyak atas peringatan taysu, cuma aku tidak memerlukan perhatian khususmu itu!"

   Put-khong siansu tertawa seram, lalu menyambut tubuh Wi- cay taysu dari tangan lelaki kekar tersebut, tanpa mengucapkan sepatah katapun dia segera membalikkan badan dan beranjak pergi dari situ.

   Ciu It-cing berniat menghantar kepergian mereka, tapi baru saja berjalan dua langkah Li Cing-siu telah berseru kembali.

   "Anak Cing, kau tak usah menghantar mereka!"

   Ciu It-cing mengiakan dan segera mengundurkan diri dari situ. Pelan-pelang Li Cing-siu mengalihkan pandangan matanya memandang sekejap sekeliling tempat itu, kemudian katanya sambil tertawa.

   "Anak Cing, turunkan perintahku dengan lencana Hua-im thian-ciat, perintahkan kepada segenap anggota dari kantor cabang Si-kui agar secepatnya menyiapkan kayu-kayu yang baru dan segera kirim ke perusahaan kayu Seng-ki di kota Kim leng!"

   Ciu It-cing menyahut dan segera berlalu tak lama kemudian dia sudah balik kembali. Bahkan sambil memandang kayu- kayu yang bertumpuk ditepi sungai, katanya sambil tertawa.

   "Suhu, bagaimana dengan kayu-kayu ini?"

   "Kumpulkan semua pekerja kasar yang ada di kota Kang ciu dan beri waktu selama tiga jam untuk mengangkut semuanya ke atas daratan, lalu gergaji semua batang kayu itu sehingga setiap batang berukuran delapan depa!"

   Dia tahu senjata mestika Mu-ni-pian tersebut panjangnya satu kaki, itu berarti jikalau disimpan dalam balok kayu itu, paling tidak kayu tersebut harus mempunyai kepanjangan satu kaki lebih, oleh sebab itu bilamana kayu-kayu itu digergaji menjadi delapan depa saja, niscaya benda mestika itu akan terlihat dengan sendirinya.

   Sambil tertawa Ciu It-cing bertanya lagi "Suhu, apakah semua kayu-kayu yang ada harus dipotong semua?"

   "Yaa, potong terus sampai ruyung mestika tersebut ditemukan!"

   Sekali lagi Ciu It-cing tertawa, katanya lagi.

   "Suhu, setelah ruyung mestika itu berhasil kita peroleh, apakah harus dikembalikan ke istana Sian-hong hu?"

   Pertanyaan itu justru merupakan masalah yang sedang dipoikirkan oleh Oh Put Kui sekalian, karenanya mereka segera memasang telinga baik-baik dan mendengarkan dengan seksama.

   Apakah Li Cing-siu akan mengembalikan ruyun mestika tersebut kepada pemiliknya yang sah? Tentu saja mereka tak dapat menduga sendiri.

   Sementara itu terdengar Li Cing-siu telah menyahut sambil tertawa terbahak-bahak.

   "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... tentu saja harus dikembalikan kepada pihak istana Sian-hong-hu, anak Cing, orang kuno bilang siapa yang menyimpan mestika, dia akan tertimpa bencana, aku mah tak ingin mencari kesulitan buat diri sendiri..."

   Tapi sesudah berhenti sejenak, tiba-tiba dia menghela napas sambil menggelengkan kepalanya berulang kali, kemudian katanya lebih lanjut.

   "Tampaknya aku harus berangkat sendiri menuju ke ibu kota!"

   "Suhu, mengapa kau harus berangkat ke ibu kota?"

   Tanya Ciu It-cing dengan hormat Li Cing-siu tertawa.

   "Anak bodoh, coba bayangkan betapa berharganya ruyung penakluk iblis Mu-ni-ciang-mo-pian yang merupakan salah satu diantara tujuh mestika dunia persilatan, apabila sebelum dikirim ke istana Sian-hong-hu telah terjadi sesuatu peristiwa, bukankah aku bakal ditertawakan oleh seluruh orang dunia ini? Itulah sebabnya aku punya rencana untuk mengembalikan sendiri mestika itu kepada pemiliknya."

   Leng-ho cinjin Cu Kong-to yang selama ini berdiri disamping arena dan membungkam terus dalam seribu bahasa, tiba tiba berkata pula sambil tertaa.

   "Kaucu, menurut siaute lebih baik kau tak usah bersusuh payah sendiri, mengapa tidak menyuruh keponakan Cing saja untuk menghantar benda tersebut ke ibu kota?"

   "Betul suhu, perkataan susiok memang benar, tecu berjanji tak akan memalukan dirimu!"

   Kata Ciu It-cing segera sambil tertawa. Li Cing-siu mengalihkan sorot matanya dan memandang sekejap wajah kedua orang itu, kemudian ujarnya sambil tertawa.

   "Ruyung nya saja belum ditemukan, lebih baik kita jangan membicarakan persoalan ini lebih dulu!"

   Leng-ho cinjin Cu Kong-to segera mengangguk.

   "Benar, perkataan kaucu memang tepat..."

   Mereka bertiga pun tidak berbicara lagi, mereka segera memerintahkan semua orang yang ada diarena untuk memotong setiap batang kayu yang berada disitu.

   Sepertanak nasi kemudian, dari kejauhan sana muncul kembali lima ratusan orang pekerja kasar.

   Orang-orang tersebut dapat dikumpulkan dalam waktu yang relatip amat singkat, bagaimana pun juga kejadian ini segera mengejutkan hati Oh Put Kui, diam diam diapun memuji atas kepemimpinan Pay-ku yang mempunyai disiplin sangat ketat.

   Dengan kehadiran pekerja-pekerja kasar itu, maka suasana ditepi sungai pun semakin bertambah ramai.

   Dalam waktu singkat suasana disitu sudah diramaikan dengan suara kayu yang dinagkut naik ke atas daratan serta suara gergeji dan kapak yang bergema silih berganti.

   Berapa jam kemudian, semua kayu-kayu itu sudah dikirim ke atas daratan...

   Dan pekerja pekerja itu pun semakin mempergiat kerjanya.

   Entah berapa saat kemudian, fajar mulai menyingsing diufuk sebelah timur sana...

   Mendadak Oh Put Kui mendengar suara kakek latah awet muda yang sedang berbisik dengan ilmu menyampaikan suara.

   "Hey anak muda, apakah kau sudah berhasil menemukan ruyung mestika penakluk iblis itu?"

   Oh Put Kui segera dibuat tertegun oleh ucapan mana.

   Sebab ditinjau dari perkataan si kakek latah awet muda tersebut, seakan akan dia telah berhasil menemukan ruyung penakluk iblis itu.

   Dengan sorot matanya yang tajam dia segera mencoba untuk mencari disekitar kayu-kayu tadi, namun tak berhasil menemukan jejak ruyung penakluk iblis yang dimaksud.

   Terdengar kakek latah awet muda berkata lagi dengan ilmu menyampaikan suaranya.

   "Anak muda, kau tak usah mencaarinya lagi, arah yang kau tuju sama sekali keliru besar, tak nanti kau akan menemukannya. Aku lihat orang yang telah menyembunyikan ruyung penakluk iblis itu ke dalam kayu, bukan saja memiliki ilmu silat yang hebat bahkan memiliki kecerdikan yang luar biasa pula, agaknya dia hendak menyruuh si pencari mestika tersebut bukan saja menggergaji semua kayu yang ada. bahkan harus menghancurkannya sama sekali sebelum dapat menemukan ruyung tadi..."

   Oh Put Kui merasa tidak percaya, tapi mau tak mau diapun harus mempercayainya juga.

   Dalam pada itu, Li kaucu yang telah berubah itupun nampak mulai dicekam perasaan tegang, tiada hentinya dia berjalan mondar mandir disekeliling pekerja tersebut sambil meneliti setiap potong kayu yang telah selesai dipotong, namun Ok Put Kui tahu bahwa Li Cing-siu sedang merasa gelisah sebab hingga menjelang fajar menyingsing, ruyung mestika yang sedang dicari belum juga ditemukan...

   Terlebih-lebih anak murid dari ketua Pay-kau itu, sitamu tanpa bayangan penghancur hati Ciu It cing, dia nampak lebih emosi dan tidak tenang.

   walaupun mengikuti dibelakang gurunya, namun sorot matanya celingukan kesana kemari tiada hentinya.

   Bukan cuma begitu, dibalik sorot matanya itu justru terpancar keluar sinar dingin yang menggidikkan hati.

   Oh Put Kui yang menyaksikan hal tersebut, hatinya menjadi bingung dan tidak habis mengerti.

   Namun diapun tidak berhasil menemukan seseuatu hal yang aneh dibalik kesemuanya itu.

   Matahari sudah muncul dilangit timur, sinar keperak- perakan mulai memancar menyeinari permukaan sungai.

   Ratusan batang kayu itu sekarang telah terurai menjadi ribuan potong, hampir semuanya telah terpotong menjadi berapa bagian.

   Akan tetapi ruyung penakluk iblis Mu-ni-cang-mo-pian tersebut justru belum nampak jejaknya.

   Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Akhirnya Li Cing-siu mulai mengerutkan dahinya rapat rapat.

   Sedangkau Ciu It-cingpun mulai habis kesabarannya, dengan suara rendah dia mengumpat.

   "Suhu, kita sudah ditipu mentah mentah oleh pendeta asing itu!"

   Sambil tertawa getir Li Cing-siu menggelengkan kepalanya berulang kali, lalu katanya.

   "Sekalipun Put Khong siansu berasal dari aliran sesat, namun orangnya tidak termasuk manusia licik yang tidak dapat dipercaya... anak Cing, nampaknya kita harus bekerja lebih keras sebelum bisa memperoleh mestika itu."

   "Bekerja lebih keras? Suhu, maksudmu potongan kayu- kayu itu harus dipotong lebih pendek lagi?"

   "Yaa, aku rasa memenag perlu berbuat demikian..."

   Kemudian setelah berhenti sejenak, lanjutnya.

   "Tampaknya orang yang menyembunyikan ruyung tersebut kedalam kayu telah menekuk ruyung tadi menjadi berapa bagian sebelum diamblaskan kedalam batang kayu, itu berarti jika kita memotong kayu ini menjadi delapan depa, akan sulit juga untuk menemukannya..."

   "Suhu, tampaknya orang itu mempunyai muslihat yang hebat sekali..."

   Kata Ciu It-cing tertawa.

   "Akupun beru sekarang berpikir sampai ke situ. tampaknya orang yang menyembunyikan ruyung itu memang sengaja menyulitkan para pencari, agar mereka harus memotong semua bagian kayu itu menjadi potongan yang kecil sebelum dapat menemukannya, otomatis pekerjaan semacam ini akan membutuhkan waktu yang sangat lama..."

   "Suhu, siapa tahu kalau dibalik kesemuanya ini terselip suatu siasat lain yang amat keji?"

   Tiba-tiba Ciu It-cing berseru dengan sorot mata berkilat.

   "Yaa, sulit untuk dikatakan, mungkin juga..."

   Belum selesai dia berkata, mendadak terdengar Leng-ho cinjin Cu Kong-to menjerit kaget.

   "Kaucu, ruyung mestika tersebut berada disini..."

   Li Cing-siu segera menyelinap maju ke depan, paras mukanya berubah menjadi aneh sekali, agak gugup tanyanya.

   "Di mana?"

   Sekali ayunan tangan dia telah mencengkeram potongan kayu yang beratnya paling tidak mencapai ratusan kati itu.

   Sementara itu Ciu It-cing telah melayang datang pula ketempat kejadian.

   Ketika sorot matanya memandang kearah bongkahan kayu yang berada ditangan Li Cing-siu itu, mendadak ia berseru sambil tertawa gembira.

   "Yaa benar, ruyung mestika itu memang berada disini..."

   Belum selesai dia berkata, sepasang tangannya sudah bekerja cepat dan menghantam potongan kayu yang berada ditangan Li Cing-siu sehingga hancur berkeping-keping. Dengan perasaan terkejut Li Cing siu segera berseru.

   "Anak Cing, kau..."

   Belum habis bentakan itu, Tamu tanpa bayangan penghancur hati Ciu It cing telah berhasil mencengkeram ruyung Mu-ni-pian tersebut dan mendongakkan kepalanya sambil tertawa terbahak-bahak.

   "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... Li Cing siu, kau sudah tertipu!"

   "Anak Cing, mengapa kau?"

   Seru Li Cing siu agak tertegun.

   Leng-ho cinjin Cu Kong-to membentak pula dengan suara dalam "Ciu It-cing apakah kau berniat untuk menghianati perkumpulan? Mengapa kau bersikap begitu kurangajar dihadapan gurumu? Ayoh cepat lepaskan ruyung mestika itu dan nantikan hukuman!"

   Mendengar ucapan mana, sekali lagi Ciu It-cing tertawa seram.

   "Cu Kong-to, kau tak usah bermimpi di siang hari bolong... siapa sih yang menjadi anak muridmu?"

   Secara tiba-tiba suara pembicaraaan dari Ciu It-cing telah berubah menjadi amat menyeramkan dan menggidikkan hati.

   Sudah jelas orang itu bukan Ciu It cing! Oh Put Kui yang bersembunyi ditempat itu pun merasa amat terperanjat, sekarang dia baru teringat kalau suara pembicaraan dari Ciu It cing hari ini memang kedengaran agak parau.

   Rupanya dia adalah Ciu It cing gadungan.

   Leng-ho cinjin Cu Kong-to ikut tertegun pula dengan wajah berubah hebat.

   Mendadak Li Cing-siu tertawa terbahak-bahak.

   "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... anak Cing, apakah kau sudah gila? Masa dengan Cu susiok pun tidak kenal?"

   Sambil berkata pelan-pelan dia berjalan mendekati pemuda tersebut, kembali katanya.

   "Anak Cing, ayoh cepat minta maaf kepada Cu susiok!"

   Kata-kata yang terakhir ini diucapkan Li Cing-siu dengan suara yang keras, dan setengah membentak. Ciu It-cing segera tertawa dingin.

   "Heeehhh... heeehhh... heeehhh... kau tak usah berlagak sok dihadapanku, Li Cing-siu tujuanku tak lain adalah untuk memperoleh ruyung Mu-ni-pian ini sekalian memenggal batok kepala kalian, sekarang aku telah berubah pikiran"

   Kemudian sesudah tertawa seram dia menerukan.

   "Aku rasa kurang baik untuk berjalan sambil membawa batok kepala, karena hal ini pasti akan mendatangkan bau amis yang tak sedap diendus, oleh sebab itu aku telah mengembil keputusan, bila ruyung ini telah kutemukan, maka kalian semua akan kupendam disini saja..."

   Leng-ho cinjin Cu Kong-to benar-benar amat gusar setelah mendengar perkataan ini, semua rambutnya berdiri kaku bagaikan landak, kemudian dengan suara mengeeledek bentaknya.

   "Manusia durhaka, aku akan mencabut nyawamu!"

   Cahaya tajam berkilauan, dia telah meloloskan senjatanya. Tiba tiba Ciu It-cing berkata sambil tertawa hambar.

   "Cu Kong-to, kepandaian silatmu masih ketinggalan sangat jauh..."

   Didalam tertawanya itu jari tangannya segera disentilkan kedepan, tahu tahu saja pedang yang berada dalam genggaman Cu Kong-to tersebut memperdengarkan suara dengungan yang sangat memekikkan telinga, dari sini dapat diketahui sampai dimanakah kehebatan dari sentilan jari tangannya itu.

   Dengan wajah berubah hebat Cu Kong-to segera menegur.

   "Siapakah kau?"

   Ciu It cing tertawa angkuh, ruyung penakluk iblis yang berada dalam genggamannya itu segera digetarkan keras- keras.

   "Plaaaakk...!"

   Bagaikan bunyi genta yang memekikkan telinga, hampir semua orang yang berada di situ merasakan telinganya amat sakit.

   "Kau masih belum pantas untuk mengetahui namaku!"

   Kata Ciu It cing kemudian angkuh.

   Li Cing-siu benar benar seorang ketua suatu perkumpulan besar yang sangat hebat, walaupun dia menjumpai anak muridnya telah berubah menjadi gadungan, paras mukanya tidak berubah sedikitpun juga, malah ujarnya sambil tertawa.

   "Anak cing, agaknya kau sudah dibuat linglung karena hawa sesat ruyung tersebut? Bawa kemari, coba aku periksakan denyutan nadimu, atau mungkin ada sesuatu yang tak beres..."

   Sembari berkata, kembali tubuhnya melangkah maju kedepan. Mendadak Ciu It-cing tertawa dingin dengan suara yang menyeramkan, lalu berseru.

   "Li Cing-siu, gara-gara untuk memperoleh ruyung mestika ini, aku sudah mengganggumu sebagai seorang cianpwee selama sehari setengah, penderitaan tersebut sudah cukup memuakkan hatiku, dan sekarang..."

   Tiba-tiba mencorong sinar tajam dari balik matanya, lalu katanya lagi sambil tertawa seram.

   "Mulai saat ini aku hendak mengembalikan wajah asliku!"

   Hingga detik ini Li Cing-siu baru benar-benar tertegun dibuatnya, ia lantas berseru.

   "Jadi kau bukan Ciu It-cing?"

   "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... kau pernah mendengar tentang Tongkat emas tangan sakti Sik Keng-seng?"

   "Jadi kau adalah wakil ketua Sik dari perkumpulan Ho-hap- kau?"

   Seru Li Cing-siu dengan wajah berubah.

   "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... tidak kusangka Li kaucu mempunyai pengetahuan yang cukup luas!"

   "Nama besar Sik hu-kaucu tentu saja kukenal"

   Kata Li Cing- siu kemudian sembil tersenyum "hanya saja, aku tidak habis mengerti apa sebabnya kau enggan menjadi wakil kaucu, justru datang menyaru sebagai muridku, apakah perbatanmu tersebut hanya dikarenakan..."

   Belum selesai Li Cing-siu berkata, Sik Keng-seng telah menukas lagi sambil tertawa.

   "Padahal Li kaucu tak perlu mengajukan pertanyaan seperti ini, kini ruyung Mu-ni-pian telah terjatuh ke tanganku, segala sesuatunya pun sudah jelas, apa gunanya kau banyak bertanya lagi?"

   Sambil tertawa Li Cing siu manggut-manggut.

   "Benar juga perkataan dari Sik hu-kaucu. memang pertanyaanku ini tak ada gunanya."

   Tapi setelah berhenti sejenak, dengan kening berkerut dia berkata kembali.

   "Sudah lama kudengar tentang keahlian Sik hu-kaucu dalam ilmu menyaru muka, hanya aku tidak mengerti, selain kau bisa menyaru sebagai muridku, mengapa kaupun bisa mengetahui segala seluk beluk tentang perkumpulanku tanpa meninggalkan titik kecurigaan apapun?"

   "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... tentu saja aku mempunyai sistim dan cara yang amat jitu,"

   Kata Sik Keng seng sambil tertawa tergelak.

   "Li kaucu, kau tak usah kuatir, terus terang saja kuberitahukan kepadamu, Ciu It-cing sama sekali tidak menderita luka apapun..."

   "Benarkah?"

   Tiba-tiba Li Cing-siu tertawa "tapi bagaimana mungkin aku bisa percaya kepadamu kalau kau tidak melukai muridku itu...?" @oodwoo@

   Jilid 26

   "Buat apa aku mesti turun tangan terhadap seorang angkatan muda ?"

   Sik Keng-seng balik bertanya dengan sorot mata berkilat.

   "Lantas dimanakah bocah itu sekarang ?"

   "Aku telah mengutus orang untuk menghantarnya pulang ke markas besar perkumpulanmu!"

   Tiba-tiba saja paras muka Li Ceng-siu berubah hebat setelah mendengar perkataan itu, serunya tanpa terasa .

   "Kau telah menghantarnya pulang ke Seng-ciu?"

   "Bila tidak percaya, kau akan mengetahui sendiri setibanya dirumah nanti.........."

   Belum habis ia berkata, Li Ceng-siu telah membentak dengan penuh amarah.

   "Kau benar-benar telur busuk !"

   Umpatan tersebut kontan saja membuat Sik Keng-seng menjadi tertegun dan melongo, pikirnya kemudian .

   "Li Ceng-siu benar-benar seorang telur busuk tua........"

   Belum habis ingatan tersebut melintas lewat, tiba-tiba sesosok bayangan manusia telah melintas lewat dihadapannya, hal ini membuat hatinya amat terkejut.

   Bentakan gusar dan gelak tertawa keras segera bergema silih berganti.

   oOdwOooOdwOooOdwOooo0dw0oOdwOooOdwOooOdw Ooo Oh Put Kui yang menyaksikan kejadian tersebut segera memancarkan sinar matanya yang tajam untuk mengikuti semua gerakan tersebut.

   Ternyata Li Cing-siu telah mempergunakan gerakan tubuhnya yang paling hebat untuk menyambar ruyung Mu-ni- pian tersebut dari tangan Sik Keng-seng.

   Sedemikian cepat dan hebatnya gerakan tersebut, sampai- sampai dia tak sempat melihat dengan jelas gerakan apakah yang telah dipergunakan oleh Li Ceng-siu itu.

   Pada saat itulah, dia mendengar Kakek latah awet muda berbisik.

   "Hey anak muda, apakah kau merasa terkejut?"

   "Ban-tua, boanpwe benar-benar merasa kagum atas kelihayan tenaga dalam yang dimiliki Li Kaucu ini!"

   Bisik Oh Put Kui dengan menggunakan ilmu menyampaikan suara pula.

   "Tentu saja, ilmu silat yang dimiliki Li Kaucu ini sudah tidak berada dibawah tiga kakek iblis dari dunia persilatan, bagaimana mungkin kau tidak merasa kagum?"

   "Ban tua, siapa sih yang kau maksudkan sebagai tiga kakek iblis dari dunia persilatan itu?"

   Tanya Oh Put Kui dengan perasaan tidak habis mengerti.

   "Ooh, julukan itu mah pemberianku sendiri untuk mereka bertiga, ketiga manusia itu adalah kakek setan berhati cacad Siau Lun, Kakek patah hati Hui Lok dan kakek pengeju


Renjana Pendekar -- Khulung Tangan Berbisa Karya Khu Lung/Tjan Id Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id

Cari Blog Ini