Ceritasilat Novel Online

Taruna Pendekar 12


Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen Bagian 12



Taruna Pendekar Karya dari Liang Ie Shen

   

   Beng Hoa sebenarnya sudah lama berniat kembali ke Sinkiang untuk mencari jejak adiknya, tapi sejak beberapa tahun belakangan ini ia diangkat menjadi pembantu utama Leng Thiat-jiau, karena urusan perjuangan yang merepotkan serta Leng Thiat-jiau tidak mengijinkan dirinya untuk pergi meninggalkannya, maka selama ini pula usahanya belum pernah diwujudkan.

   Tapi kali ini, Leng Thiat-jiau yang menyuruhnya pergi.

   Tenaga dalam yang dimiliki Beng Hoa pernah mendapat petunjuk dari Teng Kcng-thian, ketua Thian-san-pay yang lalu.

   Sekalipun dia bukan murid resmi dari Teng Keng-thian, namun ia tercatat juga sebagai anggota Thian-san-pay.Murid tercatat dari suatu partai berbeda sekali dengan murid tercatat dari seseorang.

   Murid tercatat dari suatu partai tidak mempunyai suatu tingkat kedudukan yang tertentu, dia bisa duduk sejajar dengan tianglo dari partai itu.

   Atau singkatnya dia mempunyai kedudukan yang tinggi, namun kedudukannya adalah setengah anggota setengah tamu.

   Oleh karena itu Leng Thiat-jiau lantas mencari seseorang yang dirasakan sesuai untuk mewakili dia dan pihak pejuang untuk melayat ke gunung Thian-san, sudah barang tentu Beng Hoa-Iah pilihan yang paling sesuai.

   Kali ini Leng Thiat-jiau memberi libur setahun kepadanya, agar selesai melayat nanti dia pun mendapat kesempatan untuk pergi mencari adiknya yang sudah tujuh tahun lenyap.

   Dua orang yang ikut serta Beng Hoa menuju ke gunung Thian-san adalah orang-orang penting dari pasukan pejuang, yang satu bernama Siau Ciau-nian sedangkan yang lain bernama Lau Kong.

   Kalau dibicarakan kembali, sedikit banyak kedua orang ini masih mempunyai hubungan dengan Nyo Yan.

   Istri Siau Ciau-nian adalah adik misan dari ibu kandung Nyo Yan yakni Hun Ci-lo, sedangkan istri Lau Kong adalah keponakan murid dari Miau Tiang-hong, ayah angkat Nyo Yan.

   Sekalipun mereka belum pernah berjumpa dengan Nyo Yan, tapi sangat menaruh perhatian terhadap keselamatan jiwanya.

   Di samping tugas melayat, Siau Ciau-nian dan Lau Kong mendapat sebuah tugas lagi yakni menjadi utusan khusus dari pasukan pejuang untuk mengadakan kontak dengan delapanbelas suku kecil di sekitar wilayah Sinkiang.Pasukan pejuang sudah pernah bekerja sama dengan suku- suku di wilayah Sinkiang untuk melawan bangsa Cing di masa lalu, kali ini mereka bermaksud untuk mengundang kepala suku itu untuk bekerja sama sekali lagi.

   Lohay.

   "kelo"

   Dari suku Wana merupakan salah seorang yang hendak mereka hubungi.

   Sebenarnya Beng Hoa mempunyai hubungan akrab dengan Lohay serta putrinya, tapi berhubung dia harus menyisihkan pikirannya untuk mencari Nyo Yan, maka tugas tersebut terpaksa harus diserahkan kepada Siau Ciau-nian dan Lau Kong, Nyo Yan sudah tujuh tahun lamanya hilang tak berbekas, Beng Hoa sendiri pun sebenarnya hanya membawa niat mencari jejak adiknya sebisa mungkin, karena dalam ang- gapannya kecil sekali kemungkinan-nya untuk bisa menemukan kembali jejak saudaranya itu.".

   Tak disangka sebelum mereka sampai di Thian-san, di tengah jalan ia bertemu dengan dua orang lainnya yang termasuk dalam empat murid utama dari Thian-san bersama Ting Tiau-bing.

   Lebih-lebih lagi dia tak menduga kalau dari mulut kedua orang ini bakal mengetahui kabar berita tentang adiknya.

   Bahkan berita yang diperoleh pun merupakan suatu berita yang membuatnya sedih.

   Begitu Beng Hoa membebaskan jalan darah Kam Bu-wi, sambil melompat bangun dengan wajah berubah hebat, Kam Bu-wi segera berteriak keras.

   "Beng tayhwp, sungguh kebetulan sekali kedatanganmu kali ini!"

   Berhubung Ting Tiau-bing adalah sahabat karib ayahnya, selama ini Beng Hoa tak berani mengangkat dirinya setingkatdengan empat murid utama dari Thian-san-pay, dia selalu merendahkan diri dengan menyebut mereka sebagai susiok.

   Kini setelah mendengar Kam Bu-wi menyebutnya sebagai "Beng tayhiap", ia merasakan panggilan tersebut amat menusuk pendengaran.

   Soal "menusuk pendengaran"

   Adalah persoalan kecil, tapi nada suara Kam Bu-wi yang dingin, kasar dan penuh emosi justru membuat Beng Hoa semakin terperanjat Padahal baru saja dia membebaskan jalan darah Kam Bu-wi yang tertotok, tentu saja ia dibikin kebingungan setengah mati oleh sikap tersebut, ia tidak habis mengerti apa sebabnya Kam Bu-wi bersikap semacam ini terhadapnya Dalam pada itu Ting Tiau-bing juga telah membangunkan suheng-nya dari atas tanah.

   Walaupun Ciok Thiang-hing telah lolos dari pintu gerbang kema-tian, namun dalam pandangan Ting Tiau-bing dia masih menderita luka yang amat parah.

   Rasa terkejut yang mencekam perasaannya tak terlukiskan dengan kata, dengan suara gemetar karena terkejut buru-buru tanyanya.

   "Suheng, mengapa kau terluka separah ini? Siapa siapakah yang telah."

   Sembari berkata dia mengambil sebutir pil Pek-ieng-wan dan akan diberikan kepada suheng-nya Walaupun Pek-leng-wan tak bisa dipakai untuk menyembuhkan luka dalam, namun sedikit banyak berkhasiat juga untuk menguatkan badan.

   Tapi sebelum ia selesai berkata, Ciok Thiang-hing telah mendorong tangannya sambil berseru.

   "Aku-aku tak bakal mampus, tak usah minum obat lagi. Aku hanya inginmembalas dendam! Kau tolong panggil Beng tayhiap agar datang kemari!"

   Tak usah diundang pun Beng Hoa sudah datang menghampirinya.

   Ketika ia menyaksikan luka yang diderita Ciok Thiang-hing begitu parah, rasa kagetnya jauh melebihi rasa "keberanan"nya atas sikap kasar Kam Bu-wi, dalam keadaan demikian ia tak berkesempatan lagi untuk banyak bicara.

   Di antara empat murid utama Thian-san-pay, Ting Tiau-bing paling mengerti ilmu ketabiban ketika ia mencoba memeriksa denyutan nadi suheng-nya, dijumpainya meskipun denyutan lemah tapi sudah normal kembali, hal ini membuatnya agak lega.

   Diam-diam pikirnya.

   "Suheng memang tak malu menjadi pemimpin di antara anggota perguruan, sekalipun lukanya amat parah namun tidak membahayakan keselamatan jiwanya. Kalau begitu, tak salah kalau dia mengatakan tak usah minum obat lagi."

   Sementara itu Beng Hoa juga sudah mengetahui kalau jiwa Ciok Thiang-hing tidak terancam bahaya Tapi karena Ciok Thiang-hing mengatakan hendak membalas dendam, maka mau tak mau dia lantas bertanya.

   "Ciok susiok, siapakah yang telah melukai dirimu?"

   "Beng tayhiap,"

   Kata Ciok Thiang-hing dingin.

   "bila kau tidak menginginkan aku membalas dendam, lebih baik gunakanlah kesempatan ini Untuk memunahkan ilmu silatku."

   "Ciok susiok, kau kau apa maksud ucapanmu itu?"

   Seru Beng Hoa terperanjatDengan cepat dia meraba jidat Ciok Thiang-hing karena dia khawatir orang itu sedang demam tinggi akibat lukanya sehingga pikirannya menjadi tak beres.

   Tapi begitu diraba dia merasa jidatnya dingin, sama sekali tidak terasa panas.

   Dengan cepat Ciok Thiang-hing menghantam tangan Beng Hoa ke samping, kemudian berseru ketus.

   "Apa maksudmu? Jika kau ingin tahu, lebih baik tanyakan sendiri kepada adik kesayanganmu itu!"

   Beng Hoa makin tertegun lagi.

   "Adikku? Kalau begitu kalian telah berjumpa dengan Nyo Yan? Dia berada di mana sekarang?"

   Ciok Thiang-hing mendengus berat.

   "Hmm! Beng tayhiap, kau benar-benar tidak tahu atau pura-pura tidak tahu? Seandainya aku tahu dia berada di mana, buat apa kuminta kepada Beng tayhiap untuk pergi mencarinya?"

   Sekalipun Beng Hoa masih kebingungan dan tidak habis mengerti, namun dari sikap serta nada suara Ciok Thiang- hing, dia sudah menduga kalau peristiwa tersebut ada sangkut pautnya dengan diri Nyo Yan, diam-diam ia lantas berpikir, - Adik Yan sudah tujuh tahun lenyap tak berbekas, jangan- jangan dia telah salah bergaul dengan orang jahat sehingga perbuatannya ikut jahat pula? Atau mungkin Ciok susiok yang ingin menolongnya, malah kena disergap oleh kawanan penjahat komplotannya?"

   Ia menyangka apa yang diduga benar, maka buru buru serunya.

   "Adik Yan masih kecil dan tak tahu diri, seandainya dia telah melakukan perbuatan salah sudah sepantasnya jikaaku yang akan menegurnya. Tapi apakah Ciok susiok bersedia menerangkan lebih jelas lagi?"

   Belum habis dia berkata, Ciok Thiang-hing sudah semakin naik darah, serunya sambil tertawa dingin.

   "Beng tayhiap, aku mana berani menegurmu? Apalagi berbicara tentang perbuatan yang telah dilakukan adik kesayanganmu itu, meski kau ingin mencampuri, belum tentu kau sanggup memikul beban serta tanggung jawabnya!"

   Makin berbicara Ciok Thiang-hing semakin naik pitam, sedangkan Beng Hoa yang mendengarkan pun makin lama semakin terperanjat, dengan suara gemetar dia lantas bertanya.

   "Sebenarnya kesalahan apakah yang telah dilakukan adik Yan? Ciok susiok, kau suruh aku bertanya kepadanya, apakah ketika peristiwa itu terjadi dia pun hadir di arena? Apakah musuhmu itu kenal dengan dirinya?"

   Ting Tiau-bing yang berada di sisinya buru-buru menghibur pula.

   "Suheng, jangan marah dulu, ceritakanlah kejadian yang sebenarnya kepada Beng Hoa Sekalipun Nyo Yan telah melakukan kesalahan, toh Beng Hoa masih orang kita sendiri, apalagi dia toh sudah berkata pula bahwa dia tak akan tidak mempe-dulikan persoalan ini."

   Seperti gunung berapi yang meletus, dengan sepasang mata yang memancarkan sinar berapi-api Ciok Thiang-hing segera berkata.

   "Beng Hoa, kau ingin tahu siapakah musuh besarku itu. Baik, akan kukatakan kepadamu, orang yang melukai diriku sampai begini adalah adik kesayanganmu itu, Nyo Yan!"

   "Nyo Yan? Dia., dia mempunyai kepandaian sehebat ini untuk melukaimu?"

   Bcng Hoa amat terperanjat Ciok Thiang- hing tertawa dingin.

   "Hechh heeehb heeeehh aku harus mengucapkan selamat kepadamu Beng tayhiap, karena kaumempunyai seorang adik yang berilmu sangat hebat, tentunya kau merasa gembira bukan?"

   Terkejut dan mendongkol Beng Hoa menghadapi keadaan tersebut, katanya kemudian.

   "Susiok, harap kau jangan berkata begitu, jelek-jelek begini aku masih terhitung seorang murid tercatat Thian-san-pay, andaikata Nyo Yan benar-benar telah melakukan perbuatan yang khianat susiok, serahkan saja persoalan ini di tanganku, aku pasti akan mencarinya dan menjatuhkan hukuman sesuai dengan peraturan perguruan."

   Setelah ada janji tersebut, hawa amarah yang membara dalam dada Ciok Thiang-hing baru agak mereda dia pun segera mengubah panggilannya.

   "Baiklah Beng Hoa aku percaya ucapanmu itu, kuserahkan masalah Nyo Yan ini kepadamu."

   Maksudnya yang sebenarnya adalah dia serahkan tugas menangkap kembali Nyo Yan kepada Beng Hoa Tapi berhubung sesudah ter-luka parah dia harus marah besar, maka setelah mengucapkan sekian banyak perkataan, ucapan tersebut jadinya malah tidak lengkap.

   Kam Bu-wi juga teringat akan hubungan antara Beng Goan- cau, Miau Tiang-hong serta pihak Thian-san-pay.

   Apalagi Nyo Yan bagaimanapun masih terhitung murid penghabisan yang paling disayangi gurunya, maka sekalipun dia membenci Nyo Yan, namun tak ingin berbuat kelewat batas.

   Itulah sebabnya dia pun turut berkata.

   "Benar. Beng Hoa, kau adalah murid tercatat partai kami, kau pun berhak untuk menghukum murid perguruan yang bersalah seperti juga para tianglo dan ciang-bunjin. Kami tahu kalau tak punya kemampuan untuk membekuk Nyo Yan, maka seandainya kau punya kepandaian untuk membekuknya, jatuhilah hukumanyang setimpal. Aku percaya kau tak akan berat sebelah dalam mengambil kepu-tusanl"

   Tentu saja ucapan yang terakhir itu sengaja diucapkan untuk suheng-nya Setelah terluka parah, Ciok Thiang-hing cukup memahami keadaan sendiri, dia tahu paling tidak ia mesti beristirahat selama satu tahun lamanya sebelum luka itu bisa disembuhkan kembali, lagi pula sekalipun sudah sembuh, belum tentu ilmu silatnya mampu menandingi Nyo Yan.

   Sekarang, ia mengandalkan kemampuan Bcng Hoa untuk membekuk Nyo Yan, bagaimanapun tebalnya mukanya tentu saja dia rikuh untuk menolak usul dari Kam Bu-wi itu, apalagi dengan mengandalkan wewenangnya sebagai tianglo untuk merebut haknya menjatuhi hukuman pada Nyo Yan.

   Cuma, setelah mendengar perkataan dari Kam Bu-wi tersebut, selain hatinya masih mendongkol, dia pun merasa malu dan menyesal.

   "Karena persoalan apakah binatang kecil itu sampai melakukan perbuatan yang berkhianat? Apakah susiok berdua bisa memberi keterangan kepadaku?"

   Tanya Beng Hoa kemudian.

   Walaupun dia tak berani tidak mempercayai perkataan Ciok Thiang-hing, tapi timbul juga perasaan curiga dalam hatinya, sebab itu dia merasa perlu mencari tahu duduk persoalan yang sebenarnya Dengan penuh kemarahan, Ciok Thiang-hing segera membeberkan semua peristiwa yang dianggapnya sebagai suatu aib dan penghinaan itu dengan bemapsu.

   "Adik kesayanganmu itu menganggap ilmu silatnya paling hebat, perbuatan yang dilakukannya merupakan perbuatan biadabyang benar-benar memalukan sekali, tapi jika kau ingin tahu, baik, akan kubeberkan semuanya. Bukan saja dia telah melukai aku, menotok jalan darah Kam sute, juga berani memperkosa Leng Ping-ji dan memotong lidah putraku! Yang tertimpa bencana yang paling duluan adalah Cing-swan, karena dia yang pertama-tama menyaksikan perbuatan terkutuk binatang cilik itu!"

   Baginya peristiwa terpotongnya lidah putra kesayangannya merupakan suatu peristiwa yang paling memedihkan hati, maka setelah mengucapkan kata-kata tersebut tak tahan lagi ia segera roboh tak sadarkan diri.

   Beng Hoa tidak jatuh pingsan, tapi dia berdiri kaku seperti patung, paras mukanya berubah menjadi pucat pias tak berdarah, rubuhnya gontai kian kemari seakan-akan setiap saat bakal roboh terjungkal ke atas tanah.

   Selama tujuh tahun ini, ia sangat berharap bisa menemukan adiknya tak disangka apa yang diperolehnya hari ini adalah suatu kabar berita yang menyakitkan hati.

   Selama tujuh tahun ini, selain mengkhawatirkan adiknya, yang paling dikhawatirkan olehnya adalah Leng Ping-ji.

   Musibah yang menimpa Leng Ping-ji di masa lalu kelewat lama maka dari itu ia pun sangat berharap Leng Ping-ji bisa menemukan kebahagiaan di dalam hidupnya Siapa sangka adik yang paling diperhatikan olehnya telah memperkosa teman yang amat dikhawatirkan olehnya, bukan saja Leng Ping-ji tak berhasil menemukan kebahagiaan hidupnya bahkan kehidupannya justru rusak di tangan adiknya sendiri.

   Tentu saja dia tak menyangka cinta Nyo Yan kepada Leng Ping-ji, justru karena dia percaya kalau bisa memberi cintaagar gadis itu hidup bahagia Lagi pula meski Leng Ping-ji merasa sifat kekanak-kanakan Nyo Yan belum hilang, tapi dia pun percaya dengan ketulusan hati Nyo Yan.

   Sehingga pandangannya pada apa yang telah dilakukan pemuda itu, sama sekali tidak sejelek apa yang diduga oleh C iok Thiang- hing.

   Sayangnya Beng Hoa meskipun masih muda tapi tak memahami perasaan cinta muda-mudi Apalagi dihadapkan pada berita sedih yang datang beruntun, hal ini membuatnya tak dapat merenungkan kembali dengan otak dingin.

   Dia tidak sampai pingsan hal ini dikarenakan ia tidak teriuka parah seperti Ciok Thiang-hing, hai ini karena tenaga dalamnya amat sempurna sehingga masih sanggup untuk mempertahankan diri.

   Yang satu jatuh pingsan, yang lain berdiri mematung, kontan saja peristiwa ini membuat orang-orang yang lain menjadi amat terperanjat dan panik Lau Kong buru-buru menguruti seluruh peredaran darah di tubuh Ciok Thiang-hing, dia memang pandai ilmu pertabiban, bahkan jauh lebih hebat kepandaiannya dibandingkan Ting Tiau-bing.

   Sedangkan Ting Tiau-bing sedang menghibur Beng Hoa dengan suara lembut.

   "Hiantit, kau jangan kelewat sedih. Nyo Yan telah melakukan perbuatan tersebut, ibaratnya nasi telah menjadi bubur, apa guna bersedih hati? Toh kesedihan tak akan bermanfaat bagi kejadian itu sendiri. Lebih baik kita bersama-sama memikirkan suatu cara yang baik agar persoalan ini dapat diselesaikan dengan seadil-adilnya."

   Beberapa patah kata itu diucapkannya dengan setengah berbisik di sisi telinga Beng Hoa.Sedangkan Lau Kong sambil menguruti peredaran darah di tubuh Ciok Thiang-hing, dia menempelkan pula telinganya di atas dadanya sambil mendengarkan denyutan jantungnya.

   Dengan perasaan tak tenteram Kam Bu-wi segera bertanya.

   "Bagaimana keadaan suheng-ku?"

   "Tenaga dalam yang dimiliki Ciok tayhiap amat sempurna, dia pun sudah makan pil Siau-huan-wan dari Siau-lim-si, sekalipun teriuka lebih parah pun tak akan jadi soal. Barusan dia jatuh pingsan karena hawa amarah menyerang jantung. Tapi tak usah khawatir, sebentar lagi dia akan sadar kembali."

   "Siau-huan-wan?"

   Seru Kam Bu-wi keheranan.

   "Kenapa aku tidak tahu kalau suheng telah makan pil Siau-huan-wan dari Siau-lim-si?"

   "Maaf kalau aku harus berbicara blak-blakan, kata Lau Kong kemudian.

   "Sesungguhnya suheng-mu telah dilukai oleh suatu ilmu pukulan berhawa panas yang sangat hebat, sekalipun aku tak tahu ilmu pukulan itu berasal dari mana, tapi aku yakin keampuhan ilmu pukulan tersebut sama sekali tidak berada di bawah keampuhan ilmu pukulan Kim-kong-ciang dari Siau-lim- si. Dalam dunia persilatan dewasa ini, aku rasa hanya hongtiang dari kuil Siau-lim-si serta Kang Hay-thian tayhiap saja yang sanggup melancarkan pukulan sedahsyat ini. Itulah sebabnya meski tenaga dalam yang dimiliki suheng-mu amat lihay, tapi bila tiada pil Siau-huan-wan dari Siau-lim-si, mustahil luka tersebut bisa sembuh secepat ini. Buktinya peredaran darahnya sekarang telah lancar kembali, luka dalam yang dideritanya pun sudah tidak membahayakan."

   Kam Bu-wi makin tercengang setelah mendengar perkataan itu, diam-diam ia lantas berpikir, Ternyata suheng menyimpan pil Siau-huan-wan pemberian dari hongtiang kuil Siau-lim-si,tapi aneh, mengapa ia tak pernah memberitahukan hal ini kepadaku?"

   Betul juga, tidak lama kemudian Ciok Thiang-hing telah sadar dari pingsannya, sedangkan Beng Hoa pun sudah jauh lebih tenang. Terdengar Beng Hoa berkata.

   "Sewaktu kita datang tadi, di atas permukaan salju ditemukan bekas noda darah, mungkin darah itu ditinggalkan oleh adikku yang tidak becus itu. Aku rasa, lebih baik sekarang juga aku berangkat untuk me- nangkapnya."

   "Beng Hoa,"

   Ciok Thiang-hing segera berkata.

   "kau adalah pendekar muda yang paling termasyhur dalam dunia persilatan sekarang, kau pun merupakan pendekar sejati dan ksatria yang dikenal setiap umat persilatan, aku percaya kau tak akan berat sebelah mengambil keputusan dalam peristiwa ini, aku pun tidak akan banyak bicara lagi, nah kau boleh pergi!"

   Walaupun di mulut dia mengatakan percaya dengan Beng Hoa, tetapi setiap orang dapat menduga, kalau dia khawatir Beng Hoa berat sebelah, itulah sebabnya dia mengucapkan kata-kata yang seharusnya tak perlu dikatakan.

   Beng Hoa segera mengerutkan dahi sesudah mendengar perkataan itu, katanya dengan cepat.

   "Soal membersihkan perguruan, boanpwe tak berani memutuskan sendiri, Ting susiok, lebih baik kau ikut bersamaku saja untuk sama-sama menyelesaikan hal ini."

   Maksud lain dari perkataan itu tentu saja meminta kepada Ting Tiau-bing agar mengawasi gerak-geriknya sehingga Ciok Thiang-hing pun dapat berlega hati.Untuk sesaat suasana menjadi sedikit canggung. Buru-buru Kam Bu-wi mendehem seraya berkata.

   "Entah kejadian apakah yang telah dialami Nyo Yan, ilmu silat yang dimilikinya sekarang jauh di luar dugaan kita semua. Kita toh orang sendiri semua, mengapa tidak berbicara blak-blakan saja? Sesungguhnya partai kita pun menganggap mungkin hanya Beng Hoa lote seorang yang sanggup untuk membekuk murid murtad tersebut lapi untuk menjaga hal-hal yang tak di- inginkan, memang lebih baik kalau ditambah seorang lagi untuk membantu Beng lote."

   "Lau toako,"

   Beng Hoa segera berkata.

   "harap kau tetap tinggal di sini untuk merawat kedua orang susiok. Paman Siau, mari kau pun ikut bersamaku!"

   Lau Kong pandai ilmu perta-biban, sedangkan Siau Ciau- nian adalah famili dari Nyo Yan, maka mengatur rombongan dalam bentuk demikian boleh dibilang amat sesuai, maka keputusan pun segera diambil Begitulah, Beng Hoa segera melompat naik ke atas kudanya diiringi Ting Tiau-bing dan Siau Ciau-nian, dengan perasaan yang berat dia menelusuri jalan semula untuk menemukan jejak Nyo Yan.

   Darah yang mengalir dari tubuh Nyo Yan telah berhenti, pemuda yang sudah lelah tersebut saat ini sedang tertidur lelap, dalam mimpinya dia seperti bertemu kembali dengan Leng Ping-ji.

   Ia bermimpi Leng Ping-ji sedang dikejar oleh Toan Kiam- ceng.

   Dan dia melepaskan senjata rahasia Thian-san-sin-bong yang tepat menghajar tubuh Toan Kiam ceng, kemudian seluruh bayangan tubuhnya lenyap tak berbekas."Aku menyuruh kau jangan datang mencariku, mengapa kau tidak menuruti perkataanku?"

   Seru Leng Ping-ji sambil berpaling, tapi tiba-tiba gadis itu lenyap dan tahu-tahu telah berubah menjadi si perempuan siluman Liong Leng-cu.

   Lamat-lamat Nyo Yan masih ingat kalau Liong Leng-cu pun pernah mengatakan kata yang sama, maka sambil menghela napas katanya.

   "Mengapa kau seperti juga enci Leng, kalian selalu berusaha untuk menjauhi diriku?"

   Paras muka Liong Leng-cu makin lama berubah semakin dingin, tapi makin lama juga semakin berubah mirip Leng Ping-ji, katanya.

   
Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Sebenarnya kau hendak mencari siapa? Mencari aku atau enci Leng?"

   Entah bagaimana, Liong Leng-cu dan Leng Ping-ji seolah- olah bergabung menjadi satu, Nyo Yan merasa kebingungan, dia pun tak tahu harus mencari siapa? Mendadak Liong Leng-cu berubah menjadi Leng Ping-ji seraya berkata.

   "Terus terang kukatakan kepadamu, orang yang paling menyayangimu adalah ayahmu sendiri, yang kumaksudkan adalah Beng Goan-cau, Beng tayhiap! Kau harus pergi mencarinya!"

   "Tidak,"

   Teriak Nyo Yan.

   "dia bukan ayahku, aku tak akan pergi mencarinya!"

   "Kalau kau tidak pergi mencarinya, orang-orang Thian-san- pay akan datang mencarimu!"

   Kata Leng Ping-ji dingin.

   "Aku tidak takut, biarkan saja mereka datang!"

   Teriak Nyo Yan.

   Impian kadang kala memang sangat aneh, di kala dia sedang mengigau itulah orang yang sedang mencarinya telah datang.Dalam alam impiannya, tiba-tiba bayangan tubuh Leng Ping-ji dan Liong Leng-cu lenyap tak berbekas.

   Kemudian di hadapan matanya muncul Ciok Thiang-hing dan Kam Bu-wi.

   "Dia berada di sini, cepat tangkap binatang cilik ini!"

   Ciok Thiang-hing berteriak keras. Mendadak Nyo Yan merasa terkejut dan segera tersadar kembali dari impiannya.

   "Dia berada di sini!"

   Baru saja dia mendusin, mendadak telinganya mendengar ada orang berteriak keras.

   Mimpikah? Atau kenyataan? Hampir saja Nyo Yan mengira dirinya sedang bermimpi.

   Tapi suara tersebut amat dikenal olehnya, orang-orang itu pun berlari menghampirinya, yang berada paling depan tak lain adalah Beng Hoa.

   Dalam waktu singkat Nyo Yan menjadi tertegun, sambil menggigit bibir sendiri pikirnya.

   "Sedang mimpikah aku? Mengapa dia pun ikut datang?"

   Seandainya seperti dalam impian, yang datang adalah Ciok Thiang-hing dan Kam Bu-wi, hal tersebut masih mendingan, tapi kini yang datang adalah kakaknya.

   Sedang dua orang yang lain adalah Ting Tiau-bing serta Siau Ciau-nian.

   Setelah berpisah selama tujuh tahun, hampir saja Beng Hoa tak dapat mengenali Nyo Yan lagi, tapi paras muka Beng Hoa tidak mengalami perubahan apa-apa, maka sekilas pandang saja Nyo Yan telah mengenalinya.

   Ia menggigit jari tangan sendiri, terasa amat sakit, Nyo Yan segera tahu kalau dia bukan sedang bermimpi.Beng Hoa dan Ting Tiau-bing telah berada di hadapannya, Beng Hoa telah berhenti dan menatapnya dengan penuh kegusaran.

   Sorot mata itu kelihatan amat aneh, seakan-akan pelbagai perasaan hati yang bercampur aduk menjadi satu seperti api yang membara, seperti juga salju yang membeku.

   Nyo Yan sendiri pun sedang keheranan, mengapa ia bisa mempunyai perasaan yang begitu aneh? Nyo Yan yang tidak takut langit tidak takut bumi, sekarang merasa bergidik juga setelah diawasi seperti itu.

   Beng Hoa datang bersama Ting Tiau-bing, tak bisa disangkal lagi kedatangan mereka pasti bermaksud untuk membekuknya.

   Nyo Yan tahu, ilmu silat yang .

   dimiliki Beng Hoa berlipat ganda lebih dahsyat daripada keempat murid utama dari Thian-san-pay.

   Terhadap jago-jago dari Thian-san-pay, ia boleh tak usah takut, tapi ia tahu, kendatipun belum terluka, belum tentu ia sanggup untuk mengalahkan Beng Hoa.

   Cuma, yang benar-benar ditakuti olehnya bukanlah ilmu silat yang dimiliki Beng Hoa, dalam hati kecilnya dia benar- benar merasa enggan untuk berjumpa dengan Beng Goan-cau serta Beng Hoa.

   Terutama sekali berjumpa dengan Beng Hoa, karena bagai- manapun juga Beng Hoa adalah saudara tirinya, saudara seibu lain ayah, dia boleh saja menuruti perkataan bibinya dengan memusuhi Beng Goan-cau, tapi bagaimana terhadap kakak tirinya ini? Apakah dia pun harus menganggapnya sebagai musuh? Ataukah dia harus menganggapnya sebagai kakak?Dia bisa saja menganggap Beng Goan-cau sebagai seorang musuh yang membuat malu keluarganya, tapi bagaimana dengan Beng Hoa? Toh persoalan ini tiada sangkut pautnya dengan dia? Lalu, apa yang harus dilakukan? Dia benar-benar tak tahu apa yang harus dilakukan.

   Itulah sebabnya semenjak dia mengetahui rahasia asal- usulnya, dia selalu berharap agar jangan berjumpa dengan kakaknya ini sehingga tak sampai mengorek kembali luka dalam hatinya.

   Sementara itu, Beng Hoa sendiri pun seperti juga dia, ia berharap apa yang terjadi hanyalah suatu impian, dia lebih suka tak berjumpa lagi dengan adiknya ini.

   Walaupun dia pernah mencari Nyo Yan selama tiga tahun, dan empat tahun berikutnya setiap saat dia selalu merindukan dirinya.

   Darah telah berhenti mengalir dari tubuh Nyo Yan, tapi seluruh pakaiannya telah ternoda gumpalan darah.

   Menyaksikan keadaan Nyo Yan tersebut, Beng Hoa mendongkol bercampur sedih.

   "Mengapa adik Yan bisa melakukan perbuatan terkutuk yang begitu memalukan? Sekarang, apa yang harus kulakukan?"

   Sekalipun atas nama tianglo dari Thian-san-pay datang untuk melakukan "pembersihan terhadap perguruan"

   Dan dia seharusnya menjumpai Nyo Yan, memunahkan ilmu silatnya dan membawanya pulang ke gunung Thian-san, tapi ia mana tega melakukan perbuatan semacam itu?Dalam waktu singkat, dua bersaudara itu saling berpandangan sambil masing-masing menggigit bibir, kedua belah pihak tak tahu apa yang mesti dikatakan.

   Akhirnya Ting Tiau-bing berkata lebih dulu.

   "Nyo Yan, apakah kau masih mengenali kakakmu? Dengan susah payah dia pernah mencarimu, berharap kau jadi orang baik, tak tahunya kau telah menjadi seorang murid durhaka, seorang bajingan cabul yang tak tahu malu, apakah kau tidak malu pada kakakmu sendiri? Ayo cepat berlutut di depan kakakmu minta ampun!" 0odwo0 Maksud Ting Tiau-bing, dia ingin menunjukkan jalan bagi Nyo Yan untuk menyelesaikan persoalan ini secara baik-baik, siapa tahu ucapan tersebut justru membangkitkan kemarahan Nyo Yan. Sambil membusungkan dada, pemuda itu segera berseru dengan suara dingin.

   "Aku tak peduli dosa apa pun yang hendak kalian limpahkan kepadaku, pokoknya sekarang aku sudah bukan anggota perguruan Thian-san-pay lagi, kalian orang-orang Thian-san-pay juga tak usah mencampuri urusan pribadiku!"

   Tak terlukiskan amarah Ting Tiau-bing setelah dengar perkataan itu, segera hardiknya.

   "Nyo Yan, kau berani mengkhianati perguruan? Masih mendingan kalau kau tak mau mengakui diriku sebagai suheng. tapi apakah kau tak mengakui juga kakak tirimu ini?"

   Nyo Yan berusaha keras untuk mengendalikan emosi dalam hatinya, dengan wajah hambar dia berkata.

   "Kakak? Siapkah kakakku?""Nyo Yan!"

   Bentak Beng Hoa dengan suara gemetar.

   "Kau kau kau aku ingin bertanya kepadamu."

   Dalam sedih dan gusarnya, hampir saja dia tak sanggup melanjutkan kata-katanya.

   "Kau ingin menanyakan apa? Aku justru ingin bertanya kepadamu!"

   Tukas Nyo Yan cepat.

   "Baik, apa yang ingin kau tanyakan, katakanlah lebih dulu!"

   "Beng Hoa, ada urusan apa kau datang kemari?"

   "Perbuatan yang kau lakukan sendiri, tentunya kau sendiri yang lebih jelas! Kini aku hanya ingin bertanya kepadamu, kau mengaku salah tidak?"

   Seru Beng Hoa gusar.

   "Mengaku apa?"

   Apakah Ciok susiok terluka di tanganmu?"

   Bentak Beng Hoa.

   "Benar, dia hendak membunuhku, terpaksa kulukai dia, itu pun aku sudah berbelas kasihan kepadanya."

   Beng Hoa masih berusaha untuk menahan diri, kembali ia bertanya.

   "Apakah kau memotong lidah Ciok Cing-swan?"

   "Benar, Siapa suruh dia mcmba-cot yang bukan-bukan dan berani berbicara kotor, mendingan kalau cuma memaki aku, dia berani pula mencaci maki enci Lengj"

   "Hm, mustahil tanpa sebab Ciok Cing-swan mencaci maki dirimu, kau pasti melakukan perbuatan yang amat memalukan! Terus terang katakan kepadaku, apa yang telah kau lakukan terhadap Leng Peng- ji, apa yang kau lakukan?"

   Dia selalu menghormati Leng Ping-ji, maka dia tak ingin mengucapkan perbuatan memalukan yang telah dilakukan NyoYan pada Leng Ping-ji seperti apa yang dikatakan Ciok Thiang- hing Dengan lantang Nyo Yan segera berseru.

   "Aku dan enci Leng tak pernah melakukan perbuatan yang malu diketahui orang, perbuatan kami selalu terbuka dan terang-terangan, aku menyukainya, dia pun menyukai aku, apa salahnya kalau aku hendak memperistri dirinya? Kalau kalian tak suka, ini urusan kalian sendiri!"

   Ucapan yang blak-blakan ini dalam anggapannya amat beralasan dan benar, siapa tahu justru begitu ucapan tersebut diutarakan, hal itu telah dianggap oleh Beng Hoa sebagai suatu bukti yang makin kuat 0odwo0 Pepatah kuno mengatakan, siapa yang turun tangan duluan, dialah yang lebih unggul.

   Sebelian berjumpa dengan Nyo Yan.

   Beng Hoa boleh dibilang sudah "termakan"

   Oleh perkataan Ciok Thiang-hing, maka setelah mendapatkan keterangan dari Nyo Yan, dia lantas menganggap hal itu sebagai bukti yang nyata.

   Dia tak percaya kalau Leng Ping-ji benar-benar bersedia menjadi istri Nyo Yan maka dianggapnya Nyo Yan pasti telah "memperkosanya"

   Lebih dulu kemudian baru memaksa Leng Ping-ji untuk menjadi istrinya. Dalam waktu singkat hatinya menjadi dingin dan amat kecewa.

   "Sreeet!"

   Ia segera meloloskan pedangnya sambil berpikir.

   "Masih muda saja perbuatan adik Yan sudah macam begini, apalagi kalau usianya bertambah, entah keonaran apa lagi yang akan dilakukan olehnya? Ya, sudahlah, terpaksa akuharus membunuhnya daripada harus menanggung aib ini buat keluarga?"

   Di antara pedang yang berkilauan, tampak Nyo Yan masih tetap tenang-tenang saja, bahkan dengan senyum dingin dia awasi wajah Beng Hoa dengan sinis.

   Hati Beng Hoa semakin pedih, tanpa terasa titik air mata jatuh berlinang membasahi ujung pedangnya.

   Buru-buru Ting Tiau-bing berseru.

   "Beng hiantit, punahkan saja ilmu silatnya, lalu serahkan kepadaku! Nyo Yan, bila kau menginginkan nyawamu, cepat berlutut dan mohon pengampunan dari kakakmu!"

   Nyo Yan tidak minta ampun, sebaliknya malah tertawa dingin.

   "Beng Hoa, rupanya kau datang untuk membunuhku, jadi kau datang bukan untuk menjumpai diriku sebagai saudaramu. Terima kasih atas keterusteranganmu, sekarang aku benar-benar sudah mengerti!"

   "Adik Yan,"

   Kata Beng Hoa dengan air mata bercucuran.

   "jangan kau salahkan aku tak menganggapmu sebagai saudara, justru karena kau adalah adikku maka aku lebih suka membiarkan kau mati lebih awal. Adik Yan, apakah kau mem- punyai persoalan yang belum terselesaikan? Perlukah kubantu dirimu untuk menyelesaikannya?" Terima kasih,"

   Tukas Nyo Yan sambil tertawa dingin.

   "kau she Beng dan aku she Nyo, kau adalah pendekar besar yang termasyhur dalam dunia persilatan, sedang aku hanya binatang kecil"

   Yang banyak melakukan kejahatan, bagaimana mungkin aku bisa menjadi adikmu? Cuma, kalau kau hendak membunuhku, aku rasa tak akan segampang itu, apalagi kalau suruh aku menggorok leher sendiri, jangan harap aku melakukannya!""Sreet!"

   Ia segera mencabut pula pedangnya.

   Kesedihan dan kegusaran Beng Hoa benar-benar telah mencapai puncaknya, tapi teringat akan pesan ayahnya yang memintanya membawa kembali ke Jik-tat-bok bila adiknya berhasil ditemukan, ia menjadi tak tega untuk berbuat keji, apalagi ayahnya belum pernah berjumpa dengan adiknya ini.

   Berpikir demikian, pedang yang baru saja ditusukkan ke depan, segera ditariknya kembali.

   Nyo Yan masih tetap memandang ujung pedang kakaknya dengan pandangan dingin.

   Tindakan Beng Hoa yang berniat membunuh adiknya ini kontan saja membuat Ting Tiau-bing menjadi terkesiap, buru- buru dia turun tangan sembari berseru.

   "Bagaimanapun juga, tidak baik kalau sesama saudara sendiri saling membunuh, Beng hiantit, lebih baik aku saja yang memunah kau ilmu silatnya!"

   Waktu itu Nyo Yan sedang mendongkol, maka dia pun tak ambil peduli apakah maksud Ting Tiau-bing baik atau buruk, dia segera saja mengayunkan pedangnya untuk melancarkan serangan balasan.

   Begitu kekesalannya dilampiaskan keluar, walaupun mulut lukanya baru saja merapat, namun kekuatan yang disertakan benar-benar dahsyat sekali.

   "Traang!"

   Ting Tiau-bing Beng Hoa sangat terkejut setelah menyaksikan kejadian itu, buru-buru teriaknya.

   "Ting susiok, kau tak usah berbelas kasihan lagi, bila tak dapat memunahkan ilmu silatnya, renggut saja selembar jiwanya!"Di dalam melancarkan serangan tadi, Ting Tiau-bing memang tidak menyertakan tenaga yang secukupnya karena dia melihat Nyo Yan sudah terluka. Tapi setelah terjadinya bentrokan, dia baru tahu, sekalipun seluruh kekuatan yang dimilikinya digunakan semua juga belum tentu bisa mengalahkan Nyo Yan. Maka dari itu sambil mengcrtak gigi dia melancarkan serangannya lebih jauh, pikirnya.

   "Ya, sudahlah, lebih baik biarkan saja lukanya ditambah bahkan menjadi cacat sekalipun, daripada membiarkan dia mati terbunuh di tangan kakaknya."

   Ting Tiau-bing adalah murid angkatan kedua dari Thian- san-pay yang paling lihay dalam permainan ilmu pedang, begitu ilmu pedang Tay-si-mi -kiam-hoat digunakan maka tampaklah hawa pedang memancar ke mana-mana, empat arah delapan penjuru hampir semuanya dipenuhi dengan bayangan tubuhnya.

   Secara beruntun Nyo Yan telah mengganti gerakan pedangnya dengan beberapa macam ilmu pedang, akan tetapi ia belum berhasil juga meloloskan diri dari kurungan pedang lawan, padahal mulut lukanya mulai terasa sakit lagi.

   Dalam bati kecilnya Nyo Yan lalu berpikir.

   "Bila aku tak dapat melangsungkan pertarungan sengit melawan Beng Hoa, sekalipun mati juga tak rela!"

   Maka sambil menghimpun tenaga dalamnya dia segera melepaskan sebuah pukulan dahsyat ke depan.

   Sekalipun Ting Tiau-bing memiliki ilmu pedang yang sangat lihay, namun tenaga dalamnya masih belum sanggup menandingi tenaga dalam Nyo Yan yang telah terluka.

   Segulung tenaga pukulan yang ma-hadahsyat dengan cepatmemaksanya mundur sejauh tiga langkah dari posisi semula, bentaknya.

   "Bocah muda, apakah kau ingin beradu jiwa?"

   "Susiok, biar aku saja yang turun tangan!"

   Teriak Beng Hoa dari sisi arena Tapi Ting Tiau-bing sudah mundur lalu maju kembali, pertarungan sengit sekali lagi berkobar.

   Kali ini dia telah mengubah taktik pertarungannya, ilmu pedang yang dipergunakan adalah ilmu pedang Tui-hong- kiam-hoat yang mengutamakan kecepatan.

   Serangkaian serangan kilat yang dilancarkan secara beruntun membuat Nyo Yan tak sanggup melepaskan pukulan lagi.

   Nyo Yan khawatir dia tak sanggup bertahan lebih lama lagi, maka sambil bertolak pinggang dengan tangan sebelah yang memainkan pedang ia menyerang dengan jurus-jurus pedang yang lamban.

   Kendatipun demikian, bagaimanapun cepatnya jurus pedang yang dilancarkan Ting Tiau-bing, ternyata nada satu pun yang sanggup menerobos masuk ke dalam lingkaran cahaya pedangnya.

   Rupanya dia telah mempergunakan ilmu pedang Liong- heng-cap-pwee-kiam (Ilmu Pedang Dela-panbelas Jurus Bentuk Naga) ajaran "yaya"nya untuk menghadapi lawan.

   Ilmu pedang ini merupakan ilmu pedang yang ditunjang oleh tenaga dalam yang sempurna, walaupun perubahan jurusnya masih jauh dibandingkan ilmu pedang Thian-san- kiam-hoat, namun kekuatannya justru lebih dahsyat.

   Dengan demikian maka jadilah suatu pertarungan yang masing-masing pihak mengandalkan kelebihan yang dimiliki.Ilmu pedang Ting Tiau-bing yang lihay tak sanggup membendung kedahsyatan tenaga serangan Nyo Yan yang kuat Beng Hoa yang menyaksikan jalannya pertarungan itu merasa terkejut bercampur menyesal, pikirnya.

   "Sebenarnya adik Yan adalah seorang manusia yang berbakat untuk belajar silat, sewaktu aku berusia sebaya dengannya dulu, kepandaianku belum berhasil mencapai tingkatan seperti itu, sayang dia justru tidak mau belajar secara baik-baik!"

   Belum habis ingatan tersebut melintas, cahaya pedang saling melekat satu dengan lainnya, ujung pedang Nyo Yan seakan-akan memiliki tenaga hisap yang amat kuat; hal itu membuat Ting Tiau-bing tak mampu melepaskan senjatanya dari hisapan lawan.

   Tak ampun lagi tubuhnya segera menggeser mengikuti gerakan tubuh lawan, badannya pun sempoyongan bagaikan cahaya lilin yang terhembus angin.

   Beng Hoa terkejut sekali setelah menyaksikan kejadian itu, segera bentaknya.

   "Binatang cilik di hadapanku kau berani berbuat sewenang-wenang, bila Ting susiok sampai cedera seujung rambut pun, aku akan membinasakan dirimu."

   Sembari berseru dia segera meloloskan pedang dari sarung dan pelan-pelan menutul ke tengah arena pertarungan.

   Dalam waktu singkat, kedua belah pihak yang sedang bertarung merasakan getaran yang keras.

   Ting Tiau-bing merasa tekanan pada tubuhnya makin mengendor, tanpa terasa dia segera mundur ke belakang."Ombak belakang sungai Tiang-kang, mendorong ombak di depannya, orang lama diganti oleh orang haru, tampaknya perkataan ini memang tepat taktil.

   "Hmm silat Beng Hoa jelas berada di atasku, tapi aku tak menyangka Nyo Yan yang berada dalam keadaan terluka pun ternyata memiliki kepandaian yang sebebat ini sehingga aku pun tak sanggup mengalahkan dirinya.*1 Berbeda dengan apa yang dirasakan Nyo Yan waktu itu, mendadak saja dia merasa ujung pedangnya seperti terbelenggu oleh suatu kekuatan yang tak berwujud, bagai- manapun ia berusaha untuk melepaskan diri, ternyata usahanya itu tak berhasil. Kiranya bukan cuma ilmu pedangnya saja yang lihay, tenaga dalam Beng Hoa pun dapat digunakan sekehendak hatinya sendiri. Rupanya di dalam melancarkan tusukan tadi, ia telah menyertakan dua macam kekuatan yang berbeda, dalam saru /urus selain menolong kawan, dia pun menyerang lawan, sehingga hal ini membuat kedua orang yang sedang bertarung itu terpisah. Beng Hoa segera membentak keras.

   "Kau berani beradu kepandaian denganku? Lepaskan senjatamu!"

   Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Di tengah bentakan keras, sekali lagi dia menggunakan jurus Sam-coan-hoat-lun (Tiga Kali Memutar Balik Hukum) yang menggunakan cara yang berbeda untuk menghisap ujung pedang Nyo Yan sehingga menempel dengan senjatanya.Ting Ttau-bing tak mengetahui maksud hati Beng Hoa, dia mengira pemuda itu hendak membunuh Nyo Yan, buru-buru teriaknya lagi.

   "Beng hiantit, ampuni selembar jiwanya, walaupun perbuatan Nyo Yan jahat, tapi mengingat usianya masih muda dan tak tahu urusan..,."

   Belum habis dia berseru, tiba-tiba terdengar suara benturan nyaring berkumandang memecahkan keheningan.

   "Traaang!"

   Setelah itu terdengar Nyo Yan mengejek sambil tertawa dingin.

   "Belum tentu!"

   Dua bilah pedang yang lengket menjadi satu mendadak berpisah kembali.

   Meskipun tenaga dalam Nyo Yan masih kalah dibandingkan tenaga dalam kakaknya, namun dalam ilmu Liong-heng-cap- pwe-kiam justru terdapat sebuah jurus serangan yang khusus dipakai untuk melepaskan diri dari lengketan senjata lawan, bahkan mengikuti gerakan tersebut pedangnya disodokkan ke depan, setelah itu sambil membalikkan badan dia melompat keluar dari lingkaran.

   Kata "belum tentu"

   Tersebut, jelas ditujukan pada bentakan Beng Hoa yang mengutarakan kata "lepas pedang"

   Tadi. Dengan suara dingin Beng Hoa segera berkata.

   "Ting suiiok, kau jangan mohon ampun baginya, dia mengira ilmu silat yang dimilikinya sangat lihay maka dia tidak menganggap sebelah mata kepadaku, apabila ia tidak diberi sedikit pelajaran, tentunya ia tak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi."

   Berbicara sampai di situ, cahaya pedang segera berkilauan dan sekali lagi dia mengurung seluruh badan Nyo Yan."Jangan kau anggap setelah berhasil meloloskan diri dari setanganku tadi maka kau bisa lolos dari tanganku,"

   Bentaknya keras.

   "tak nanti hal itu bisa kau lakukan dengan gampang! Kini aku memberi kesempatan kepadamu untuk mempertimbangkan, bila kau tak mau segera membuang pedang dan mengaku salah, ilmu silatmu akan kupunahkan."

   Kali ini Beng Hoa hanya mengatakan hendak memunahkan ilmu silatnya saja, hal ini berarti dia sudah mundur selangkah dibandingkan dengan tuntutannya yang pertama tadi.

   Namun dalam pendengaran Nyo Yan, ucapan tersebut amat menyakitkan harinya, dengan amarah yang semakin berkobar pikirnya.

   "Rupanya macam inilah hubungan saudara yang kau maksudkan. Bila ilmu silatku sampai punah, niscaya aku akan kalian ayah dan anak permainkan. Hmm hmm kau tak lebih cuma putranya Beng Goan ceau, kau toh bukan kakakku!"

   Karena berpikir demikian, sambil tertawa dingin Nyo Yan segera berteriak.

   "Orang she Beng, mau mencaci silakan memaki, mau bertarung silakan turun tangan. Kau anggap aku benar-benar takut kepadamu? Betul aku tahu ilmu silatku tak bisa mengalahkan kau, tapi sekalipun tak bisa mengalahkan dirimu juga aku tetap akan bertarung, bila kau memang punya kepandaian, bunuhlah aku atau punahkanlah ilmu silatku. Hmm, mungkin tak akan segampang ini!"

   Di tengah suara tertawa dingin yang menggidikkan hari, dia segera mengayunkan pedangnya sambil melancarkan sebuah serangan Pucat pias wajah Beng Hoa karena marah, bentaknya.

   "Bukan saja kau telah berani mengkhianati perguruan, dengan perbuatanmu yang takabur ini saja sudah cukup beralasan bagiku untuk membersihkan perguruan dari murid durhaka.Baik kalau kau tak mengucurkan air mata sebelum melihat peti mati, aku akan memperlihatkan kepadamu, mampukah aku memunahkan ilmu silatmu!"

   "Bagus sekali,"

   Nyo Yan tertawa dingin.

   "ingin kusaksikan kepandaian apakah yang kau miliki untuk memunahkan ilmu silatku!"

   Mendadak dengan sebuah jurus serangan yang amat dahsyat dia melepaskan sebuah sapuan ke depan, angin serangan yang terbawa dalam sapuan itu sedemikian dah- syatnya sehingga membuat Ting Tiau-bing yang berada di sisi arena hampir saja tak sanggup berdiri tegak.

   Ketika sepasang pedang saling membentur segera terdengarlah suara benturan nyaring yang disertai percikan bunga api, Ting Tiau-bing yang berada di sisi arena segera merasakan telinganya sakit sekali.

   Buru-buru dia melompat agak jauh sambil sekali lagi berteriak keras.

   "Beng hiantit, ampunilah selembar jiwanya, kejahatan adikmu belum seberapa dalam, dia masih bisa disembuhkan dari penyakitnya, dia dia."

   Rupanya sewaktu bertarung melawan dirinya tadi, boleh dibilang semua jurus pedangnya telah kena dipatahkan oleh Nyo Yan, seandainya waktu itu Nyo Yan ingin membunuhnya, hal ini bisa dilakukan dengan gampang sekali.

   Dia cukup memahami keadaan yang dihadapinya waktu itu, maka dari itu meski Nyo Yan telah mengalahkan dirinya secara mengenaskan, padahal yang benar anak muda itu telah mengampuni selembar jiwanya.

   Siapa tahu belum habis Ting Tiau-bing berseru, tampak Nyo Yan telah meloloskan diri dari kuningan pedang Beng Hoa.Kemudian tampak cahaya pedang Nyo Yan mengembang luas, sementara cahaya pedang Beng Hoa menyebar ke mana- mana, bahkan kena didesak mundur sejauh tiga langkah lebih.

   Ting Tiau-bing menjadi terperanjat sekali setelah menyaksikan ke-jadiaan itu, segera pikirnya.

   "Masa Beng Hoa tidak sanggup mengalahkan adiknya sendiri?"

   Karena berpendapat demikian, maka perkataan untuk memintakan ampun bagi Nyo Yan pun segera diurungkan.

   Ternyata Beng Hoa ingin mencoba kekuatan tenaga dalam yang dimiliki adiknya, maka dia sambut serangan tersebut dengan keras lawan keras.

   Pada dasarnya tenaga dalam yang dia miliki masih jauh di atas kekuatan yang dimiliki Nyo Yan, hanya saja karena dia belum mengetahui sampai di manakah taraf kekuatan yang dimiliki Nyo Yan, maka dalam tangkisannya tadi ia tak berani menggunakan segenap kekuatannya.

   Di saat tangkisan tersebut terjadi, tenaga dalam yang digunakan hanya tiga bagian, padahal Nyo Yan telah menggunakan segenap kekuatan yang dimilikinya ditambah pula memakai jurus serangan yang terdahsyat dari ilmu pedang Liong-heng-cap-pwee-kiam.

   Sekalipun Ting Tiau-bing termasuk seorang ahli persilatan, akan tetapi oleh karena kejadian itu terjadi sangat mendadak dalam suasana yang kalut, maka ia tak sempat melihat.

   Tampaknya Nyo Yan tidak memberi kesempatan kepada kakaknya untuk menguasai keadaan, tanpa berubah jurus serangan dan tanpa mengurangi tenaga serangannya, ujung pedang itu langsung menusuk ke tulang pi-pa-kut di bahu Beng Hoa.Andaikata tulang pi-pa-kut kena ditusuk hingga berlubang, niscaya ilmu silat yang dimiliki Beng Hon akan musnah.

   Kali ini giliran Ting Tiau-bing yang merasa gelisah untuk keselamatan Beng Hoa, segera teriaknya keras-keras.

   "Nyo Yan, kau berani, kau berani."

   Kata "membunuh kakak"

   Belum sempat diucapkan, tampak tubuh Nyo Yan bergerak mundur, ujung pedang yang siap menusuk bahu Beng Hoa itu riba-riba ditarik kembali.. Ting Tiau-bing menghembuskan nafas lega, pikirnya.

   "Masih untung meski bocah ini bertindak secara membabi buta, namun masih bersedia menuruti nasihatku."

   Siapa tahu belum habis ingatan tersebut melintas dalam benaknya, terdengar Nyo Yan mendengus dingin seraya berseru.

   "Kau tak usah berpura-pura berbelas kasihan, aku lebih suka mampus di ujung pedangmu daripada harus bertekuk lutut dan takluk padamu!"

   Ucapan itu kontan saja membuat Ting Tiau-bing semakin kebingungan.

   "Kukira Nyo Yan yang telah berbelas kasihan, rupanya sebaliknya Beng Hoa-lah yang mengampuni dirinya,"

   Demikian dia berpikir.

   Ternyata di dalam bentrokan pedang tadi, Beng Hoa telah mencoba sampai di manakah taraf tenaga dalam yang dimiliki adiknya, maka setelah ditambah dengan tiga bagian hawa murninya, maka kekuatannya dengan kekuatan yang dimiliki sang adik menjadi berimbang.

   Sewaktu ujung pedang Nyo Yan hampir mengenai bahu Beng Hoa, ternyata senjata tersebut terhalang tiga inci dari sasaran dan tak sanggup maju lagi, dalam keadaan demikian,buru-buru dia menarik kembali serangannya sambil berganti jurus.

   Beng Hoa segera membentak keras.

   "Sekarang kau tak berani memandang enteng orang lain bukan? Berapa banyak ilmu silat yang kau miliki? Ayolah keluarkan semua, aku akan menyuruh kau mampus dengan hati yang puas! H mm, kalau Thian membuat bencana, manusia masih bisa hidup, kalau diri sendiri yang membuat bencana, tak nanti bisa hidup. Kalau toh kau berniat untuk mampus, aku akan memenuhi keinginanmu itu?"

   Ting Tiau-bing adalah seorang jago kawakan yang berpengalaman, setelah mengetahui kalau Beng Hoa hanya mengalah saja tadi, kemudian meresapi pula nada pembicaraannya sekarang, dengan cepat dia dapat memahami maksud hati Beng Hoa sesungguhnya, dia tak bermaksud membunuh adiknya, sebaliknya dia justru ingin tahu ilmu silat apakah yang telah dipelajari adiknya selama tujuh tahun belakangan ini.

   Sampai di manakah taraf ilmu silat yang berhasil dipelajari Nyo Yan.

   Hal itu pun merupakan salah satu hal yang ingin sekali diketahui Ting Tiau-bing.

   Dalam anggapannya paling banter Beng Hoa hanya berniat untuk memunahkan ilmu silat adiknya maka dia tidak mencoba untuk menghalangi lagi.

   Berbeda dengan Nyo Yan, dia menganggap kakaknya berniat membunuhnya, waktu itu soal mati dan hidupnya sudah tak dipikirkan lagi.

   Mendadak dia menggigit ujung lidahnya dan menyemburkan gumpalan darah segar, cara ini merupakan semacam cara pengerahan tenaga dalam dari aliran antara sesat dan lurus untuk menghimpun tenaga dan melipat gandakan kekuatan yang dimilikinya.Walaupun ilmu pedang Liong-heng-cap-pwe-kiam hanya terdiri dari delapanbelas jurus, namun kekuatan dari setiap jurus serangan itu luar biasa besarnya.

   Tampak dia membacok, menusuk dan menyambar, hampir setiap jurus serangan yang dilancarkan selalu disertai dengan desingan angin dan guntur yang memekakkan telinga.

   Sementara itu Ting Tiau-bing sudah mengundurkan diri sejauh lima-puluh langkah lebih, meski demikian, dia masih merasakan matanya silau dan tubuhnya sakit tersambar hawa pedang.

   Terkejut dan sayang Ting Tiau-bing menyaksikan kesemuanya itu, dia segera berpikir.

   "Nyo Yan betul-betul seorang pemuda yang berbakat untuk belajar silat, asalkan dia mau belajar baik, tidak sulit untuk menjadi jagoan penerus perguruan. Aai, kini dia sudah memutuskan hubungan dengan perguruan, sekalipun Ciok suheng bersedia mengampuni jiwanya, belum tentu bersedia menerimanya lagi dalam perguruan! Kalau hanya kehilangan penerus dalam partai masih mendingan, jika ilmu silatnya harus dipunahkan, rasanya hal ini patut disayangkan."

   Dia adalah seorang ahli silat yang berpengalaman, walaupun dalam hatinya merasa terkejut oleh tenaga dalam dan ilmu pedang yang dimiliki Nyo Yan, namun dia dapat meli- hat kalau Nyo Yan bukan tandingan kakaknya.

   Sekarang yang paling dikhawatirkan olehnya adalah bila Beng Hoa memunahkan ilmu silat Nyo Yan.

   Tampak tubuh Beng Hoa bergerak maju mundur, berkelit dan mendesak tiada habisnya di bawah serangan pedang Nyo Yan yang ganas, dahsyat dan beruntun itu.Gerakan tubuhnya yang cekatan dan lincah seperti awan di angkasa atau air yang mengalir di sungai.

   Bagaimanapun dahsyatnya jurus pedang yang dipergunakan Nyo Yan untuk mendesak kakaknya, selalu berhasil dipunahkan dengan mudah.

   Sekarang Nyo Yan baru menghembuskan napas dingin, pikirnya.

   "Tak kusangka kalau dia begitu lihay, kepandaian yang dimiliki yaya pun belum tentu bisa mengalahkan dia. Tapi bila dia ingin membunuhku, hal ini sudah dilakukannya sedari tadi, atau mungkin dia benar-benar masih mempunyai perasaan persaudaraan? Ataukah dia memang sengaja hendak mempermainkan aku?"

   Pada waktu itu, dia sudah tidak memikirkan lagi soal mati hidupnya, menggunakan kesempatan di kala manfaat dari ilmu Thian-mo-ciat-ti-tay-hoat (Ilmu Iblis Langit Pelumer Badan) belum punah, tenaga serangan yang disalurkan ke ujung pedangnya makin lama semakin bertambah menghebat, tenaga dalam yang dilatihnya selama tujuh tahun di bukit Soat-san, hampir semuanya telah digunakan sehebat- hebatnya.

   Akan tetapi begitu tenaga serangannya yang sangat dahsyat itu menyentuh pedang Beng Hoa, tenaga yang begitu hebatnya tadi seketika lenyap tak berbekas seakan-akan tertelan laut Sebaliknya Beng Hoa sama sekali tidak mengerahkan tenaganya untuk melancarkan serangan balasan.

   Nyo Yan tahu, taktik pertarungan ini dinamakan taktik dengan tenaga menghisap melenyapkan tenaga serangan, meski dia sendiri pun mengerti, tapi kalau menyuruh diamenggunakannya selihay Beng Hoa sekarang, hal ini mustahil bisa dilakukan.

   Padahal mana dia tahu, jangankan dia, dalam dunia persilatan dewasa ini pun hanya beberapa gelintir manusia saja yang sanggup bertarung seimbang melawan Beng Hoa.

   Berbicara soal ilmu pedang saja, mungkin hanya Beng Hoa seorang yang mampu menandingi kehebatan Kim Tiok-liu, si pendekar pedang nomor wahid di kolong langit.

   Tentu saja Nyo Yan pun tak pernah menyangka bukan cuma dia yang kaget oleh kelihayan ilmu pedang kakaknya, Beng Hoa sendiri pun lebih terkejut lagi oleh kelihayan ilmu silat adiknya, diam-diam dia berpikir.

   "Dengan kemampuan yang dimilikinya sekarang bila berlatih lima tahun lagi, niscaya taraf ilmu silat yang dimilikinya dapat menyusul diriku. Tidak sedikit tokoh persilatan yang kujumpai dalam dunia ini, tapi dengan usianya yang begitu muda namun berhasil mencapai taraf yang begitu hebat, boleh dibilang tak pernah kujumpai seumur hidupku. Aii, sayang sekali dia enggan belajar secara baik-baik. Lantas, haruskah kupunahkan ilmu silatnya? Jika ilmu silatnya tak kupunahkan, takutnya watak jahatnya sukar diubah, di kemudian hari dia pasti akan menjadi bibit penyakit, bencana bagi dunia persilatan. Beng Hoa menjadi ragu-ragu untuk mengambil keputusan, pikirnya lebih lanjut.

   "Tapi dia sudah terluka sekarang, bila pertarungan ini dilangsungkan lebih jauh, niscaya akan merugikan kesehatan badannya."

   Berpikir sampai di situ, permainan pedangnya segera diubah, kini serangan demi serangannya dilancarkan dengan mengutamakan kecepatan, bagaikan bayangan saja dia menempel tubuh Nyo Yan, dalam keadaan seperti ini, jangankan melancarkan serangan balasan, untukmenghindarkan diri pun merupakan suatu pekerjaan yang sukar.

   Nyo Yan segera merasakan tenaga dalamnya semakin tersendat-sendat, bentaknya kemudian.

   "Beng Hoa, bunuhlah aku!"

   Tubuh berikut pedangnya segera menerjang ke depan secara ganas, tampaknya dia hendak memapaki senjata Beng Hoa dengan tubuhnya. Ting Tiau-bing amat terperanjat menyaksikan kejadian itu, buru-buru teriaknya dengan cemas.

   "Jangan."

   Belum habis dia berseru, cahaya pedang Beng Hoa telah berubah menjadi beribu-ribu titik bintang yang menyergap ke depan, kemudian terlihat Nyo Yan kena tusukan dan roboh menggelepar ke atas tanah.

   "Beng Hoa, kau kau."saking gemetarnya Ting Tiau-bing sampai tak mampu melanjutkan perkataannya. Beng Hoa segera tertawa getir.

   "Aku tidak membunuhnya, juga tidak memunahkan ilmu silatnya. Apa yang hendak dilakukan atas dirinya, Ting susiok, lebih baik kau saja yang memutuskan!"

   Kemudian kepada Nyo Yan dia berseru.

   "Sekarang kau harus tahu, barusan aku masih mempunyai kepandaian untuk memunahkan ilmu silatmu, nah mau mengaku salah tidak?"

   Diam-diam Nyo Yan menyesal, menyesal kenapa tidak memutuskan nadi sendiri sedari tadi.

   Ternyata jurus serangan yang digunakan Beng Hoa terakhir bernama Oh-ga-cap-pwe-pek (Delapanbelas Ketukan Oh-ga), jurus itu merupakan jurus serangan yang ampuh dari Khong-tong-pay yang diwariskan sam-suhu-nya Tan Khu-seng kepa- danya.

   Dulu, dengan mengandalkan jurus serangan tersebut, entah berapa banyak jago kenamaan dalam dunia persilatan yang dikalahkan oleh Tan Khu-seng, setelah diturunkan ke tangan Beng Hoa, keampuhan jurus serangan tersebut berlipat ganda lebih hebat, bahkan jauh lebih hebat daripada sewaktu digunakan gurunya.

   Nyo Yan sebetulnya sudah mengambil keputusan dalam hatinya, bila tak sanggup mengalahkan kakaknya, maka di saat terakhir dia akan memutuskan nadi sendiri untuk mengakhiri hidupnya.

   Tapi dia sama sekali tak menyangka kalau ilmu pedang yang dimiliki Beng Hoa begitu sempurna dan dahsyatnya, begitu serangan itu dilepaskan, dalam sekejap mata delapanbelas buah jalan darahnya sudah tertusuk telak.

   Bukan cuma sasarannya yang tepat, dalam penggunaan tenaga pun tepat sekali, meski tertusuk namun tiada darah yang mengucur.

   Setelah kedelapanbelas jalan darahnya tcrtotok, tentu saja dia tak mampu lagi untuk mengerahkan tenaga dalam dan memutuskan nadi sendiri.

   Walaupun dia menaruh kesalahpahaman yang mendalam terhadap kakaknya, sehingga beberapa kesan baik yang berada dalam hatinya semula berubah menjadi jelek, toh diam-diam ia mengagumi juga keli-hayan ilmu silat kakaknya itu.

   "Apa yang dia katakan memang benar,"

   Demikian dia berpikir.

   "dengan ilmu silat yang dimilikinya, bukan suatu pekerjaan yang sulit baginya untuk memunahkan ilmu silatkubahkan untuk menyelamatkan diri dari ujung pedangnya pun bukan suatu pekerjaan yang mudah."

   Tapi, diam-diam mengagumi ilmu silat kakaknya adalah satu persoalan, tidak mengakui di mulut adalah persoalan yang lain.

   Baginya lebih baik mampus daripada menerima penghinaan.

   Beng Hoa tidak.menusuk jalan darah bisunya, ia segera menyahut dengan angkuh.

   "Seorang lelaki sejati lebih baik mati daripada hidup dihina, mudah saja kau ingin mem- bunuhku, tapi kalau menyuruh aku minta ampun hmmm, jangan bermimpi di siang hari bolong!"

   Beng Hoa menjadi gusar sekali, segera bentaknya keras- keras.

   "Hmm, kau masih mempunyai muka untuk mengaku sebagai seorang lelaki sejati?"

   Nyo Yan tertawa dingin.

   "Sekalipun ilmu silatku tak sanggup melebihi dirimu, belum tentu tabiatku kalah dengan kau, hmmm, hrrunm, aku masih tak sudi menjadi seorang manusia munafik seperti dirimu itu!"

   "Bagaimana munafiknya aku?"

   Teriak Beng Hoa makin gusar. Nyo Yan mendengus dingin.

   "Hmmm, kau ingin membunuh ku, tapi tak berani membunuhku, hal ini lebih karena kau takut orang lain menuduhmu membunuh sesama saudara. Baik, aku akan melengkapi nama baikmu itu, biar kuakui semua dosa-dosa yang kau tuduhkan kepadaku. Dan aku pun tak akan meng- akui kau sebagai kakakku, dengan demikian kau pun tak usah ragu-ragu untuk sekali tusuk menghabisi nyawaku, ayolah turun tangan, ayo cepat turun tangan!"Beng Hoa merasa sedih sekali, hatinya sakit bagaikan diiris- iris dengan pisau, ujarnya pedih.

   "Kau keliru, aku tidak membunuhmu bukan karena takut orang mencemooh aku. Walaupun kau tidak mengakui diriku sebagai kakakmu, aku tetap mengakui kau sebagai adikku. Tapi justru kau adalah adikku dan kau sama sekali tidak menunjukkan rasa bertobat, aku aku hanya dapat., aku hanya dapat"

   Setelah mengulangi kata tersebut sampai dua kali, pelan- pelan dia mengangkat tangannya siap dihantamkan ke ubun- ubun Nyo Yan. Ting Tiau-bing yang menyaksikan kejadian itu segera membentak keras.

   "Beng Hoa, apakah kau sudah lupa dengan apa yang kau katakan tadi?"

   "Apa yang pernah kukatakan?"

   Seru Beng Hoa tertegun.

   "Kau telah bilang hendak menyerahkan Nyo Yan kepadaku!"

   Beng Hoa segera menghembuskan napas lega, pelan-pelan dia menarik kembali telapak tangannya sembari berkata.

   "Baik! Semoga susiok bisa baik-baik menjatuhkan hukuman yang setimpal kepada manusia durhaka ini!"

   "Berbicara soal dosa yang telah dilakukan, sebetulnya sudah tak terampuni lagi,"

   Kata Ting Tiau-bing kemudian.

   "tapi mengingat dia masih muda dan tak tahu urusan, untuk sementara biar diusir saja dari perguruan dan diserahkan kepada ayahmu untuk dididik! Bila ia sudah bertobat di kemudian hari baru memperkenankan dia memasuki perguruan lagi. Beng hiantit, bagaimana menurut pendapatmu?" 0odwo0Perlu diketahui, Beng Hoa adalah seorang murid tercatat dari Thian-san-pay, berbicara soal kedudukan, pemuda tersebut masih berada di atas kedudukan Ting Tiau-bing. Oleh karena itu meski dia telah menyerahkan hak untuk menyelesaikan persoalan itu kepada Ting Tiau-bing, namun Ting Tiau-bing harus mengikuti juga peraturan yang berlaku untuk mengajukan pertanyaan itu sebagai rasa hormatnya. Padahal cara tersebut tak lain adalah cara yang dipikirkan Beng Hoa dalam hati kecilnya namun tak berani diutarakan secara berterus terang. Tadinya dia memaksa untuk mengajak Ting Tiau-bing berangkat bersama tidak lain adalah untuk berjaga-jaga atas kejadian ini, dia berharap Ting Tiau-bing bisa menjadi penengah untuk menyelesaikan masalah tersebut Maka betapa senangnya dia setelah mendengar perkataan itu, namun wajahnya masih tetap serius dan bersungguh- sungguh, sahurnya kemudian.

   "Susiok selalu mempunyai ke- putusan yang bijaksana, kalau toh susiok menganggap jalan itu merupakan jalan yang terbaik, aku rasa cara ini tak bakal salah lagi. Aku tak punya usul lain!"

   "Baik, kalau begitu kita lakukan demikian saja. Kau yang akan menggusurnya pulang atau aku yang membawanya pulang?"

   Ketika Nyo Yan mendengar dia akan diserahkan kepada Beng Goan-cau untuk dididik, rasa sedihnya melebihi apa pun.

   Coba kalau ke dela-panbelas buah jalan darahnya tidak tertotok, dia pasti sudah melompat bangun sambil marah- marah.

   
Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Tapi sekarang, terpaksa dia hanya berbaring di atas tanah sambil berteriak-teriak keras.

   "Menjadi murid Thian-san-pay atau tidak, aku tak mau ambil peduli, tapi kalau menyuruh akumenerima penghinaan dari Beng Goan-cau sampai mati pun aku tak sudi menerimanya!"

   Dia menyebut langsung nama Beng Goan-cau, hal ini kontan saja membuat paras muka Ting Tiau-bing, Beng Hoa serta Siau Hok-nian berubah hebat, sementara keningnya berkerut kencang. Dengan suara keras Ting Tiau-bing segera membentak nyaring.

   "Ngaco belo tak keruan, masak dididik oleh ayah sendiri juga merupakan suatu penghinaan?"

   Sedangkan Beng Hoa segera berpikir.

   "Mungkin adik Yan sudah tahu asal-usulnya dari mulut Lak-jiu-Koan-im. Cuma yang penting sekarang adalah menyelamatkan dulu selembar jiwanya, sedang soal salah paham dengan ayah, biar diselesaikan di kemudian hari secara pelan-pelan."

   Karena khawatir Nyo Yan akan meneruskan ngaco belonya, dengan cepat dia menotok jalan darah bisunya Kembali ke pokok pembicaraan semula, Beng Hoa segera berkata.

   "Aku harus pergi ke Thian-san untuk melayat bukan karena aku me- mang terhitung murid tercatat dari Thian-san, di mana aku pernah menerima petunjuk ilmu silat dari lo-ciangbun, sehingga sepantasnya menunjukkan bakti seorang murid terhadap gurunya, aku pun pergi melayat karena mewakili segenap pasukan pejuang pembela tanah air serta ayahku. Selesai melayat aku pun masih ada sedikit tugas penting yang harus diselesaikan, karena itu mustahil dan kurang pantas kalau dikarenakan persoalan bocah durhaka ini lantas mengesampingkan urusan dinas. Oleh sebab itu, aku terpaksa mesti merepotkan susiok"

   Selain itu sebetulnya dia masih mempunyai sebuah tugas "rahasia"

   Lain yang kurang leluasa untuk diutarakan, dalam pikirannya, setelah Leng Ping-ji menjumpai peristiwa"memalukan"

   Yang sama sekali tak terduga itu, hatinya pasti pasti sedih sekali. Maka dia hendak mewakili adiknya untuk pergi "menebus dosa", kalau bisa hendak membujuk dan memohon kepadanya agar bersedia "mengampuni"

   Adiknya. Kepada Siau Hok-nian, dia pun berkata.

   "Paman Siau, kau adalah angkatan tua dari kami bersaudara, andaikata pasukan pejuang di Jik-tat-bok telah berpindah markas, kau lebih mudah melakukan kontak daripada susiok, biarlah tugas di Sinkiang kuselesaikan bersama Lau Kong, sedangkan kau dan Ting susiok silakan kembali ke markas!"

   "Sekalipun tidak kau katakan, aku pun ingin minta ijin kepadamu untuk berbuat demikian, kalau toh sudah diatur begitu, hal ini memang lebih baik lagi."

   Seru Siau Hok nian cepat-cepat.

   Berbicara soal tingkat kedudukan famili, dia memang masih lebih tinggi setingkat dibanding Beng Hoa, tapi kedudukannya dalam pasukan pejuang pembela bangsa lebih rendah dari Beng Hoa, itulah sebabnya dia harus menggunakan ucapan "minta ijin"

   Dalam pembicaraannya tadi.

   "Paman Siau tak usah sungkan-sungkan. Sepanjang jalan harap kau sudi banyak memberi pelajaran untuk adikku yang tak becus itu,"

   Kata Beng Hoa lagi. Tak usah khawatir, aku pasti akan berbuat sebaik-baiknya."

   Selesai mengatur segala-galanya, Beng Hoa siap berangkat meninggalkan tempat itu, mendadak ia menyaksikan darah mulai mengalir keluar dari mulut luka Nyo Yan, hatinya merasa sedih sekali, maka dengan cepat dia balik kembali dan membubuhkan obat luka luar di seputar luka Nyo Yan.Melihat itu Ting Tiau-bing segera berseru.

   "Beng hiantit, aku dapat merawat adikmu dengan sebaik-baiknya, pergilah dengan hati lega Aai, Nyo Yan, bila kau tak mau berbuat baik lagi, sungguh perbuatanmu itu akan mengecewakan kakakmu."

   Nyo Yan adalah seorang pemuda yang halus perasaannya, sekalipun dia tak dapat menerima teguran dari Ting Tiau-bing, meski kesan jeleknya terhadap Beng Hoa tak bisa dihilangkan, tapi dia dapat merasakan bahwa kakaknya betul-betul men- cintainya dengan setulus hati.

   Hatinya terasa hangat, air matanya bercucuran.

   "Baik, kalau begitu aku akan berangkat dulu, kata Beng Hoa. Mendadak ia teringat akan suatu hal, sebelum berangkat kembali ujarnya, Ting susiok, jalan darah yang ku-totok di tubuhnya tak bisa dibebaskan sendiri olehnya dalam duabelas jam mendatang. Tapi lebih baik sebelum waktunya habis, kau menotok lagi kcdelapanbelas buah jalan darahnya itu!"

   Ia memang merasa agak khawatir kalau Ting Tiau-bing tak sanggup menghadapi kelihayan ilmu silat adiknya, maka dari itu dia memberi peringatan kepada Ting Tiau-bing.

   Ketika semua persoalan yang perlu telah selesai disampaikan, dengan membawa perasaan yang kalut dan kacau balau tak keruan dia melirik sekejap ke arah adiknya ke- mudian baru berangkat meninggalkan tempat tersebut.

   Sambil memondong tubuh Nyo Yan, Ting Tiau-bing turun gunung dan berjalan setengah harian lamanya sebelum tiba di sebuah peternakan dan membeli dua ekor kuda penghela kereta.

   Kemudian dia dan Siau Hok-nian secara bergilir menjaga Nyo Yan, seorang menjadi kusir kereta, yang lain sebagaipenjaga, Nyo Yan sendiri berbaring dengan nyaman dalam kereta untuk merawat lukanya, sekalipun luka itu tidak terhi- tung enteng, tapi lantaran bukan luka dalam, obat luka yang diberi Beng Hoa pun merupakan obat luka luar yang mujarab, tak selang dua hari kemudian mulut lukanya telah merapat dan pada hari ketiga sudah hampir sembuh kembali.

   Ting Tiau-bing tidak lupa menotok kedelapanbelas buah jalan darahnya setiap duabelas jam.

   Nyo Yan sendiri pun tidak menggubris mereka berdua, dia berbaring di dalam kereta dengan nyaman.

   Sewaktu di peternakan tadi, Ting Tiau-bing telah membeli ransum yang cukup untuk melakukan perjalanan, ada kue kering, ada ketan ada daging, ada pula arak susu kuda.

   Walaupun arak susu kuda masam rasanya, namun sangat bermanfaat buat kesehatan badan.

   Dalam beberapa hari ini, Siau Hok-nian pun sengaja mengajak Ting Tiau-bing membicarakan soal hubungan segi tiga antara Beng Goan-cau, Hun Ci-lo serta Nyo Bok.

   Walaupun ada beberapa persoalan yang sukar untuk dibicarakan dengan leluasa, namun hampir semua kejahatan dan kebejatan moral Nyo Bok yang bisa diketahui Nyo Yan telah dibeberkan semua secara terus terang tanpa tedeng aling-aling.

   Mereka menceritakan bagaimana Nyo Bok sengaja menyiarkan kabar bohong di Siau-kim-jwan yang mengatakan Beng Goan-cau telah tewas dalam pertempuran, lalu bagaimana menipu Hun Ci-lo untuk dikawini, setelah itu bagaimana dia bersekongkol dengan pihak pemerintah penjajah untuk mencelakai Bcng Goan-cauBahkan untuk mencelakai Bcng Goan-cau, tak segan- scgannya dia mencelakai istri sendiri dan merusak Hama baiknya sebelum meninggalkannya begitu saja.

   Akhirnya tampil kakaknya Lak-jiu-Koan-im yang mengusir Hun Ci-lo dari rumah di lengah hujan salju yang lebat, padahal waktu itu Hun Ci-lo sedang mengandung, yang dikandung ketika itu adalah Nyo Yan.

   Akhirnya Siau Hok-nian menambahkan.

   "Nyo Yan, aku tak tahu apakah kau pernah bertemu dengan bibimu atau tidak, aku pun tak tahu bibimu pernah membicarakan soal apa kepadamu, tapi kau tak boleh mempercayai sepihak, tahukah kau bahwa Nyo Bok memang ayah kandungmu, tapi bukan saja dia tak pernah menunjukkan tanggung jawabnya sebagai seorang ayah, bahkan hampir saja mencelakai kalian ibu dan anak berdua?"

   Sewaktu Siau Hok-nian membicarakan hal itu, Ting Tiau- bing telah membebaskan jalan darah bisu dari tubuh Nyo Yan. Nyo Yan merasakan hatinya bergolak keras, baru mendengar sampai di separuh jalan, dia sudah berteriak dengan suara yang parau.

   "Aku tak mau mendengarkan, kalian sedang membohongi aku, kalian sedang membohongi aku!"

   "Aku tahu peristiwa ini akan membuatmu merasa sedih, kau pun tak akan segera mempercayai kalau apa yang kukatakan merupakan suatu kenyataan. Tapi aku harus menceritakan segala sesuatunya agar kau tahu!"

   Justru karena Nyo Yan tak mau mengakui kakaknya, lagi pula dari nada pembicaraan Nyo Yan dia mengetahui kalau pemuda tersebut mengetahui rahasia asal-usulnya, makadiputuskannya untuk menceritakan hal yang sesungguhnya kepada pemuda itu.

   Coba kalau Leng Ping-ji yang menceritakan kejadian sesungguhnya kepada dia, mungkin dia akan segera mempercayai beberapa bagian.

   Saat itu dia hanya berpikir di dalam hatinya.

   "Benar, kau suruh aku tak boleh mempercayai perkataan dari sepihak, itu berarti aku pun tak boleh mempercayai perkataanmu saja. Kau satu komplotan dengan Beng Goan-cau, tentu saja kau akan membantunya bicara."

   Cuma, walaupun ia tidak mempercayai perkataan Siau Hok- nian, toh dalam hati kecilnya makin timbul kecurigaan yang semakin tebal.

   "Benarkah ayah kandungku adalah seorang manusia rendah, manusia pengecut seperti apa yang mereka katakan itu? Seandainya benar, apa yang harus kulakukan? Tidak, tidak, mereka pasti sengaja membesar-besarkan persoalan, tidak mungkin semuanya itu benar."

   Ketika Ting Tiau-bing menyaksikan anak muda itu sangat emosi, terpaksa ia menotok kembali jalan darah bisunya.

   Sebenarnya luka yang dideritanya sudah hampir sembuh sama sekali, akan tetapi lantaran gejolak emosinya yang meluap, akibatnya keadaan menjadi bertambah buruk, malam itu badannya panas sekali dan menunjukkan gejala sakit Ting Tiau-bing khawatir jika dia jatuh sakit di tengah jalan, maka secara diam-diam dia berpesan kepada Siau Hok-nian agar jangan merangsang dirinya lagi, segala sesuatunya dibicarakan lagi setibanya di Ji k-tat-bok setelah berjumpa dengan Beng Goan-cau.

   Ting Tiau-bing menotok jalan darah tidurnya agar dia dapat tidur dengan nyenyak.Untung saja Ting Tiau-bing mengerti ilmu pertabiban, di sakunya pun tersedia obat-obatan yang diperlukan, maka keesokan harinya panas badan Nyo Yan telah menurun.

   Kereta pun melanjutkan perjalanannya, setelah menyeberangi padang rumput memasuki tanah pegunungan.

   Akhirnya sampailah mereka di suatu tempat nan curam.

   Mereka harus melalui tebing curam, yang dilapisi salju tebal, ditambah lagi jalannya amat sempit, hanya sebuah kereta saja yang dapat melewati tebing itu.

   Sementara kereta tersebut sedang berjalan di atas tebing, mendadak dari arah depan muncul seorang perempuan yang sedang berjalan dengan kepala tertunduk.

   Salju yang melapisi permukaan tanah sudah cukup membuat permukaan tanah menjadi licin apalagi jalan itu menurun, serta merta kecepatan lari kereta itu semakin ber- tambah cepat.

   Siau Hok-nian yang bertindak sebagai kusir harus mengerahkan banyak tenaga untuk mengendalikan lari kereta kudanya itu, meski demikian, dia pun harus bertindak hati-hati dan sama sekali tak berani bertindak kelewat gegabah.

   Ketika gadis itu secara tiba-tiba melihat ada kereta kuda meluncur ke arahnya dengan kecepatan tinggi, paras mukanya segera berubah hebat, tanpa merasa dia menjerit melengking.

   Dia terperanjat.

   Siau Hok-nian lebih terperanjat lagi, maklum waktu itu dia sedang membelok maka pada hakikatnya tak terlihat olehnya kalau dari depan sana muncul seorang pejalan kaki.Selain itu dia pun sama sekali tak menyangka kalau di atas bukit bersalju yang dingin ternyata ada seorang gadis yang sedang melakukan perjalanan.

   Dalam keadaan seperti ini sudah barang tentu tak ada waktu baginya untuk memikirkan pelbagai kecurigaan atas gadis itu, yang paling penting baginya sekarang adalah jangan sampai mencelakai jiwa gadis tersebut Buru-buru dia menarik tali les kudanya sembari berteriak keras.

   "Nona, cepat menggelinding ke samping, cepat!"

   Karena kuda itu berhenti tepat di depan tubuh gadis tersebut dan sama sekali si nona tidak "menggelinding ke samping0, suatu peristiwa yang sama sekali tak terduga pun segera berlangsung.

   Belum lagi Siau Hok-nian menenangkan hatinya dan belum sempat mengucapkan sesuatu, mendadak gadis itu sudah mencaci maki.

   "Kurang ajar, kalau sedang mengendalikan kereta, sepasang matamu dipakai tidak?"

   Di tengah bentakan keras, tahu-tahu dia sudah mengayunkan cambuk lemasnya ke depan dan menyambar sepasang kaki Siau Hok-nian.

   Waktu itu Siau Hok-nian duduk di atas kereta dengan sepasang kakinya berada di sisi kereta, selain serangan yang dilancarkan gadis itu amat cepat, Siau Hok-nian pun sama sekali tak menduga.

   Begitu kaki kirinya menginjak tempat kosong, kaki kanannya segera terlilit oleh cambuk lemas itu.

   Padahal kereta itu masih miring ke samping, ketika gadis itu menarik dengan sekuat tenaga tubuhnya kontan terseret turun dari kereta.Tak ampun lagi Siau Hok-nian jatuh terlemang di atas tanah.

   Kereta itu kontan pula kehilangan kendali, sewaktu si nona mengayunkan cambuknya beberapa kali, dua ekor kuda penghela kereta itu sudah menggelinding ke bawah tebing dengan kecepatan tinggi.

   Waktu itu Ting Tiau-bing berada dalam kereta melindungi Nyo Yan, ketika terjadi peristiwa di luar, untuk menolong sudah tak sempat lagi.

   Tapi Nyo Yan sudah melihat wajah gadis itu, ketika angin kencang menyingkap tirai, meski hanya sekilas pandang saja, namun ia sudah tahu siapa gerangan gadis tersebut Ternyata gadis itu bukan lain adalah si perempuan siluman kecil Liong Leng-cu.

   Terkejut dan girang Nyo Yan menyaksikan kejadian tersebut, segera pikirnya.

   "Permainan busuk gadis itu memang banyak sekali, sampai permainan seburuk ini pun sanggup dia lakukan, tampaknya dia memang sengaja hendak mengha- dang jalan kami!"

   Dalam pada itu Siau Hok-nian sudah melompat bangun dengan jurus Ikan Lcihi Meletik, meskipun bantingan ke tanah tidak terlalu berat, namun jalan darah Huan-tiau-hiat di atas lututnya terhajar telak, apalagi terjungkal dari atas kereta, maka setelah merangkak bangun kakinya setengah pincang, berjalan pun menjadi tidak lancar dan leluasa lagi.

   Bagaimanapun juga, dia adalah seorang jago kawakan yang amat berpengalaman, saat itu sudah barang tentu dia tahu kalau si nona memang sengaja hendak mencari gara-gara.

   "Kurang ajar, siapa yang menyuruh kau si budak cilik mencelakai kami?"

   Hardik Siau Hok-nian dengan suara lantang.Liong Leng-cu tertawa dingin.

   "Yang hendak mencelakai orang adalah kalian sendiri, bukan aku! Sekarang kau malah memutarbalikkan persoalan dengan mendamprat aku, hmm, apakah kau ingin mencicipi cambukku lagi?"

   Sreeet, sreeet! Di antara gulungan bayangan cambuknya, dengan jurus Hwe hong sau-Iiu (Angin Puyuh Menyapu Pohon Liu) dia sapu tubuh Siau Hok-nian.

   Ketika mendengar perkataan tersebut Siau Hok-nian segera mencabut sepasang pena poan-koan-pit untuk menangkis ayunan cambuknya, kemudian bentaknya keras-keras.

   "Ngaco belo, siapa yang hendak mencelakai dirimu?"

   "Apakah bocah muda yang berada dalam kereta telah kalian celakai?"

   Tegur Liong Leng-cu dingin. Siau Hok-nian tertegun sesaat, kemudian serunya.

   "Jadi kau datang lantaran Nyo Yan? Kami hendak mengantarnya pulang, siapa bilang kami hendak mencelakainya?"

   "Hmm, bersediakah dia mengikuti kalian? Kalian telah mencelakai dirinya sampai ingin hidup tak bisa, ingin mati pun tak dapat!"

   "Eeeh, dengarkan dulu perkataanku."

   Buru-buru Siau Hok- nian berseru.

   Tapi sebelum perkataan itu selesai diucapkan, tulang dadanya kembali sudah kena hajar.

   Siau Hok-nian menjadi gusar sekali, dalam keadaan begini terpaksa dia harus melayani serangan-serangan gadis tersebut lebih dulu.

   Ilmu silat yang dimiliki Siau Hok-nian sebetulnya tidak kalah daripada Liong Leng-cu, tapi karena gerak-geriknya tidak gesit, otomatis dia harus menderita kerugian besar.Gerakan cambuk Liong Leng-cu selincah naga perkasa, tak sampai sepuluh gebrakan, tiga buah jalan darah Siau Hok-nian kena dihajar, bahkan akhirnya jalan darah lemas pun kena hajar.

   Kali ini Siau Hok-nian roboh ke atas tanah, dan tak sanggup untuk merangkak bangun lagi.

   Liong Leng-cu tertawa dingin, ditinggalkannya orang itu untuk melanjutkan pengejaran.

   ---ooo0dw0ooo--- Bagaikan terbang kereta kuda itu menggelinding ke bawah tebing, tampaknya segera akan terjungkir balik dan masuk jurang, buru-buru Ting Tiau-bing mengerahkan ilmu bobot seribu kati untuk menghentikan kereta itu.

   Setelah kereta itu berhenti dan baru saja ia akan melompat turun untuk mencari Siau Hok-nian, Liong Leng-cu telah muncul di hadapannya.

   Dengan suara keras Ting Tiau-bing segera membentak.

   "Masih berusia muda, mengapa kau begitu kejam dan tak berperasaan? Apakah kau hendak membunuh kami semua?"

   Liong Leng-cu tertawa.

   "Aku tahu ilmu silatmu sangat baik, sekalipun kereta itu sampai terguling juga tak bakal mampus."

   "Hm, masih membantah, telah kau apakan sahabatku itu?"

   Seru Ting Tiau-bing makin gusar.

   "Sebentar kau toh akan tahu Mengapa tidak kau katakan arang saja?"

   Kembali Liong Leng- cu tertawa. Bagaimana aku merobohkan sebentar akan kugunakan pula ide menghadapi dirimu. Kalau arang keburu kukatakan lebih dulu, bisa tidak manjur hasilnya."

   Ting Tiau-bing adalah salah seorang dari empat murid utama dari Thian-san-pay, di hari-hari biasa dia selaludihormati dan disegani orang, bahkan para ciangbunjin dari pelbagai perguruan besar di daratan Tionggoan pun rata-rata tak berani kurang hormat terhadapnya.

   Tak disangka hari ini ada orang yang mengatakan secara terus terang hendak merobohkan dirinya, apalagi dia adalah seorang budak cilik yang masih ingusan.

   Meski imannya sangat baik, tak urung amarahnya berkobar juga.

   "Bagus sekali!"

   Serunya kemudian.

   "ingin kulihat dengan cara apakah kau hendak merobohkan aku."

   Sembari berkata, tangannya segera meraba gagang pedangnya.

   "Kalau memang ingin tahu, mengapa kau tidak segera melancarkan seranganmu?"

   Tantang Liong Leng-cu. Sekali lagi Ting Tiau-bing dibikin tertegun oleh kejadian tersebut, dengan cepat dia mendengus dingin.

   "Budak cilik, berani benar kau bersikap kurang ajar, tahukah kau siapakah diriku ini?"

   Perlu diketahui, dalam dunia persilatan berlaku suatu peraturan yang tidak tertulis yakni jika seorang angkatan tua hendak bertarung melawan seorang angkatan muda, maka dia harus memberi kesempatan kepada angkatan muda itu untuk melancarkan serangan lebih dahulu.

   Walaupun di antara mereka berdua tiada ikatan atau hubungan perguruan, namun dalam pandangan Ting Tiau- bing, dia telah menganggap budak kecil yang masih ingusan ini sebagai angkatan mudanya.

   "Tentu saja aku tahu,"

   Sahut Liong Leng-cu cepat.

   "kalau tidak tak nanti aku datang kemari mencari dirimu!""Oh kalau begitu kau ada maksud untuk mencari gara- gara dengan aku? Siapakah gurumu?"

   Ketika ia saksikan sikap Liong Leng-cu begitu berani, tanpa terasa timbul kecurigaan dalam hatinya, dia curiga kalau guru gadis ini jangan-jangan adalah seorang cian-pwe yang berilmu tinggi, kalau tidak, dalam usianya yang begitu kecil mana berani bertindak begitu berani? Sebab keadaan seperti ini pernah dialaminya dulu, seperti misalnya jago pedang nomor wahid dewasa ini Kim Tiok-liu, sewaktu terjun ke dunia persilatan dulu baru berusia duapuluh tahun, tapi lantaran ayahnya Kim Si-ih mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dalam dunia persilatan, berbicara soal tingkat kedudukan, banyak ciang-bujin dari pelbagai perguruan besar masih kalah satu dua tingkat dibandingkan dengan dirinya.

   Dengan suara hambar Liong Leng-cu segera berkata.

   "Siapakah yang mengajarkan ilmu silat kepadaku lebih baik tak usah kau urusi, aku tahu kalau kau adalah salah seorang dari empat murid utama Thian-san-pay, andaikata lo-ciang-bunjin kalian Teng Keng-thian masih hidup, bila kujumpai dirinya tentu saja tak bisa tidak aku harus minta petunjuk darinya dengan kedudukan seorang angkatan muda, tapi dengan mengandalkan kedudukanmu sekarang, kau hanya berhak untuk mengiringi aku bermain beberapa gebrakan!"

   Di hari-hari biasa, sebetulnya Ting Tiau-bing adalah seorang lelaki yang saleh, tapi sekarang tak urung hawa amarahnya berkobar juga setelah mendengar perkataan itu, sambil tertawa dingin dia berseru.

   "Terima kasih banyak atas sikap hormatmu terhadap lo-ciangbunjin partai kami, sayang, aku adalah seorang manusia yang tak tahu diri, kalau toh lagaknona begini besar, terpaksa aku hanya akan menuruti perintah saja."

   Begitu selesai berkata.

   "Sreet!"

   Dia telah meluncurkan sebuah tusukan kilat ke depan.

   Tusukan pedang itu dilancarkan berbareng dengan serangan telapak tangan, itulah jurus sakti ciptaan Ting Tiau- bing sendiri dari jurus pedang Tui-hong-kiam-hoat.

   Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Sementara pedangnya menusuk ke jidat, telapak tangannya mem babat lutut orang, dalam anggapannya "budak ingusan yang masih berbau tetek"

   Ini jika tidak termakan oleh tusukannya pasti akan terhajar oleh pukulan telapak tangannya.

   Cuma dia tidak bermaksud untuk melukai gadis ini, apalagi ilmu pedangnya memang telah dilatih hingga mencapai puncak kesempurnaan, dia yakin sesaat sebelum ujung pedangnya berhasil menyentuh tubuh gadis tersebut ia dapat berganti jurus untuk menusuk jalan darahnya.

   Siapa tahu hasil dari serangan tersebut sama sekali berada di luar dugaannya.

   "Cepat amat seranganmu itu!"

   Seru Liong Leng-cu dengan suara merdu.

   Di tengah hembusan angin pukulan dan bayangan pedang, dengan gerakan Hong-pay-sui-yang (Angin Berhembus Menggoyangkan Ranting) dia menekuk ping- gangnya ke belakang sehingga rambutnya hampir saja menempel tanah.

   Ujung pedang Ting Tiau-bing hanya selisih sedikit saja hampir menusuk batang hidungnya, siapa tahu cambuk lemas Liong Leng-cu tahu-tahu sudah menyapu tiba, kecepatan gerak cambuk itu sama sekali tidak berada di bawah kecepatan gerak pedang Ting Tiau-bing.Mimpi pun Ting Tiau-bing tak menyangka kalau si "budak ingusan"

   Tersebut akan mempergunakan gerakan tubuh yang begitu berbahaya dan lincahnya untuk menghindarkan diri, dan secara tiba-tiba tubuh bagian bawahnya malah kena disergap.

   Buru-buru Ting Tiau-bing melejit ke udara lalu menyerang ke bawah sambil menyambar ujung cambuknya.

   Siapa tahu cambuk lemas Liong Leng-cu bagaikan seekor ular lincah saja, tiba-tiba mendongak ke atas dan membentuk sebuah lingkaran.

   Andaikata tangan kiri Ting Tiau-bing masih melanjutkan cengkeramannya ke bawah, niscaya perge-Iangan tangannya akan kena dililit lebih dulu oleh cambuk lemas tersebut.

   Untung saja Ting Tiau-bing tak malu disebut murid utama partai Thian-san-pay, berada di tengah udara ternyata ia masih sempat berganti jurus dengan cepat sekali.

   Sambil berjumpalitan dengan gerakan Yau-cu-huan-sin (Burung Belibis Membalikkan Badan) dengan kepala di bawah kaki di atas pedang di tangan kanannya segera menusuk ke balik lingkaran cambuk tersebut sambil menerjang ke bawah.

   Selain serangannya ganas, suaranya juga menderu-deru amat memekakkan telinga.

   Pada dasarnya ruyung lemas dari Liong Leng-cu itu amat enteng dan tidak mudah kena terpengaruh oleh tenaga, tapi jika ditarik agak mengencang niscaya senjata itu akan terpapas kutung oleh pedang tajam Ting Tiau-bing.

   Terpaksa Liong Leng-cu harus mengendorkan lingkaran cambuknya lalu menarik kembali dengan cepat.Sementara itu, Ting Tiau-bing telah meluncur ke bawah seperti burung elang yang mencari mangsa, pedangnya disilangkan ke depan siap menunggu datangnya serangan lawan.

   Liong Leng-cu melirik sekejap ke samping kemudian tertawa sinis, katanya, Ternyata ilmu silat dari empat murid utama Thian-san-pay hanya begitu saja.

   Ting tayhiap, apakah kau sudah berhasil berdiri tegak?"

   Disindir dan diejek oleh lawannya, kali ini Ting Tiau-bing dapat bersikap sangat tenang katanya.

   "Nona, ilmu cambukmu memang amat baik, cuma kalau ingin mengalahkan ilmu pedang Thian-san-kiam-hoat rasanya tak akan segampang itu."

   Perlu diketahui, Ting Tiau-bing adalah seorang ahli silat yang berpengalaman, tentu saja dia mengerti di saat menghadapi lawan, paling pantang untuk bersikap marah dan terpengaruh oleh emosi.

   Tadi, berhubung ia saksikan Liong Leng-cu yang berusia sangat muda ternyata tak pandang sebelah mata terhadapnya, ia terjebak oleh siasatnya hingga hampir saja menderita kerugian besar.

   Kini setelah mengetahui kesalahannya dan sadar kalau ejekan dan sindiran Liong Leng-cu tidak lebih hanya ingin mengacaukan pikirannya agar ada kesempatan baik untuk ditunggangi, sudah barang tentu dia enggan masuk perangkap dengan begitu saja.

   Tapi dia pun memuji ilmu cambuk Liong Leng-cu yang dikatakan sebagai "amat bagus sekali".

   Ucapan tersebut bukan basa-basi belaka melainkan benar-benar muncul dari hati sanubarinya."Benarkah itu?"

   Liong Leng-cu mengejek sambil tertawa dingin.

   Di tengah suara tertawa dinginnya itu dia bergerak dengan cekatan, tubuh berikut cambuknya tiba-tiba saja telah menyelinap ke belakang tubuh Ting Tiau-bing.

   Dengan cepat Ting Tiau-bing membalikkan pedangnya melepaskan tusukan, punggungnya bagaikan punya mata, mata pedang tersebut secara tepat sekali menyongsong cambuk lemas.

   Dalam waktu singkat Liong Leng-cu telah berganti arah menyerang enam tujuh buah tempat yang berbeda, tapi setiap jurus segera dihadapi dengan jurus, tiap gerakan dipunahkan dengan gerakan, ia melayani lawannya dengan tenang dan mantap.

   Sekarang Ting Tiau-bing telah membuang jauh sikap memandang enteng lawannya, dengan memusatkan segenap perhatian dia menghadapi lawan secara mantap, segenap ilmu silat yang dimiliki pun dikerahkan semua untuk menghadapi ancaman-ancaman musuh.

   Berada keadaan seperti itu, Liong Lcng-cu tak berani menyerempet bahaya untuk mencari kemenangan, sedang untuk meraih kemenangan pun bukan suatu pekerjaan yang gampang.

   Di tengah pertarungan sengit yang berlangsung, tiba-tiba Ting Tiau-bing menyerang dengan mempergunakan jurus Sam-coan-hoat-lun (Tiga Kali Memutar Hukum).

   Tenaga dalamnya segera disalurkan ke ujung senjata, di mana tenaga dalam itu mengalir, belum lagi cambuk dan pedang saling beradu, Liong Leng-cu segera merasakancambuk lemasnya kena terseret oleh suatu kekuatan besar sehingga seakan-akan terlepas dari cekalannya Mendadak Ting Tiau-bing membentak keras.

   "Lepaskan cambuk."

   Tangan kanannya segera menyambar ke depan dan mencengkeram cambuk lawan.

   Cepat-cepat Liong Leng-cu menjatuhkan diri ke belakang, baru saja Ting Tiau-bing akan mengerahkan tenaga yang lebih besar untuk merampas cambuknya, mendadak tampak cahaya tajam yang berkilauan memenuhi angkasa, tahu-tahu di tangan kiri Liong Leng-cu telah bertambah dengan sebilah pedang tajam.

   Ternyata pedang miliknya itu merupakan sebuah senjata lemas, bila tidak dipergunakan biasanya diikat pada pinggangnya sebagai ikat pinggang.

   "Belum tentu!"

   Seru Liong Leng-cu sambil tertawa dingin.

   Mengikuti gerakan tubuhnya yang menerjang ke depan, pedang lemas tersebut menjadi lurus dan kencang, lalu secepat kilat menusuk telapak tangan Ting Tiau-bing.

   Bilamana jalan darah Lau-kiong-hiat pada telapak tangannya sampai kena tertusuk, bagaimanapun baiknya tenaga dalam yang dimiliki Ting Tiau-bing, sudah pasti kemampuannya itu akan buyar dan lenyap.

   Menghadapi ancaman seperti ini, terpaksa dia harus cepat- cepat menarik kembali telapak tangannya.

   Begitu lolos, Liong Leng-cu segera melejit ke udara, cambuk dan pedang digunakan bersama, dari posisi bertahan kini berubah jadi posisi menyerang.Bukan cuma jurus pedangnya saja yang aneh, jurus cambuk yang dipergunakannya kali ini pun jauh berbeda daripada yang tadi.

   Yang lebih aneh lagi adalah di balik ilmu cambuknya terselip ilmu pedang, sebaliknya di balik ilmu pedangnya itu terselip pula ilmu cambuk.

   Dalam ilmu silat terdapat sepatah kata yang berbunyi begini, tombak takut bulat cambuk takut lurus.

   Tombak adalah senjata yang panjang, berat lagi kasar, benda itu mustahil bisa digunakan menjadi suatu lingkaran atau bulatan bila tenaga dalamnya belum mencapai tingkatan yang luar biasa.

   Sebaliknya cambuk adalah benda lemas, untuk menggetarkan, sehingga lurus dan keras menyerupai tombak atau pedang, dibutuhkan tenaga dalam yang amat sempurna untuk bisa melakukannya.

   Kini Liong Leng-cu dapat mempergunakan cambuk lemasnya dengan amat hebat, selain kadang kala bisa digunakan menjadi lurus bagaikan sebatang tombak, dapat pula menggunakan ujung cambuk tersebut untuk menotok jalan darah Ting Tiau-bing, seperti menotok jalan darah dengan mempergunakan ilmu pedang saja.

   Pedang yang digunakan gadis itu merupakan sebilah pedang lemas, sebentar menyusut dan sebentar menegang, semua gerakan dapat dilakukan dengan suatu gerakan yang lincah dan ringan.

   Ketika senjata tersebut dikerahkan hingga pada puncaknya, bunga-bunga pedang tersebut segera berubah menjadi lingkaran-lingkaran besar dan kecil, di balik lingkaran terdapatlingkaran, dan dilancarkan berbarengan dengan lingkaran cambuk yang dihasilkan oleh cambuk lemasnya.

   Kendatipun Ting Tiau-bing menghadapi serangan lawan dengan amat mantap dan tenang, tidak urung matanya dibikin kabur juga sampai sukar untuk membedakan mana yang pedang dan mana yang cambuk.

   Jika kebanyakan ilmu pedang sering menggunakan taktik menusuk, menutul, membabat dan mencegat maka dalam permainan ilmu pedangnya lebih banyak mengait, mendorong, memutar, melingkar dan menyapu, ilmu cambuk dan ilmu pedang seakan-akan telah melebur menjadi satu.

   Menanti Ting Tiau-bing menganggap cambuknya sebagai pedang dan pedangnya sebagai cambuk, mendadak saja cambuknya telah berubah menjadi pedang.

   Seandainya Ting Tiau-bing tidak berpengalaman cukup luas dan tenaga dalam serta ilmu pedangnya tidak mencapai tingkatan yang luar biasa, menghadapi pertarungan yang begini aneh, niscaya dia akan dipecundangi.

   Sekarang, walaupun dia masih melawan terus dengan sepenuh tenaga, tapi posisinya kena terdesak di bawah angin.

   Nyo Yan hanya menonton jalannya pertarungan dari atas kereta, terhadap ilmu silat yang dimiliki Liong Leng-cu dia pun hanya bisa memahami separuh bagian saja.

   "Rupanya sewaktu dia bertarung melawan diriku tempo hari, tidak semua ilmu silatnya dikerahkan keluar,"

   Pikirnya. Kata orang, yang menonton lebih jelas daripada yang melakukan, maka siapa bakal menang dan siapa bakal kalah telah diketahui olehnya dengan sangat jelas.Sekali lagi Nyo Yan berpikir.

   "Walaupun ilmu pedangnya sangat aneh, namun gerakan itu belum bisa terlepas dari gerakan Liong-heng-cap-pwe-kiam, sedangkan ilmu cambuknya entah berasal dari perguruan mana? Tetapi aku masih ingat yaya pernah bilang, ayahnya adalah seorang gembong iblis* yang berilmu silat sangat tinggi, kendatipun kakinya kena dikutungi oleh yaya, namun hal tersebut dikarenakan ia tidak memberikan perlawanan ketika itu. Andaikata benar-benar harus beradu kepandaian, yaya sendiri pun belum tentu sanggup mengalahkannya. Sudah pasti ilmu silat aneh yang dimiliki Liong Leng-cu sekarang adalah warisan dari ayahnya. Sayang tenaga dalamnya masih kelewat dangkal, meski ilmu cambuk dan ilmu pedangnya lebih lihay pun tak lebih hanya mempunyai keistimewaan masing-masing bila dibandingkan Thian-san-ki am-h oat, asal Ting susiok mau mempergunakan ilmu pedang Tay-si-mi-kiam-hoat, maka dalam permainan jurus serangan tak mungkin dia berhasil meraih keuntungan. Tenaga dalamnya tak sanggup melebihi Ting susiok, pada akhirnya kekalahan sudah pasti berada di pihaknya."

   Perlu diketahui, meskipun ilmu pedang yang dimiliki Nyo Yan masih belum melebihi Ting Tiau-bing, namun setiap jurus setiap gerakan yang digunakan Ting Tiau-bing hampir boleh dibilang dipahami semua olehnya.

   Nyo Yan dapat mengetahui kunci kemenangan dari pertarungan itu, tentu saja Ting Tiau-bing juga me- ngetahuinya, hanya agak terlambat saja waktunya "Dia bertarung dengan jurusnya, aku bertarung dengan jurusku, peduli amat dia kukoay atau tidak,"

   Demikian Ting Tiau-bing berpikir.Seperti apa yang diduga Nyo Yan, dengan cepat dia menjadi sadar kembali dan ilmu pedang Tay-si-mi-kiam-hoat segera dipergunakan.

   Ilmu pedang Tay-si-mi-kiam-hoat merupakan suatu kepandaian yang mencari keuntungan di balik kelambanan, perubahan jurus serangannya tak terhitung jumlahnya.

   Sebenarnya jika kedua belah pihak sama-sama berhasil melatih ilmu silatnya hingga mencapai tingkatan yang paling tinggi, permainan pedang dan cambuk Liong Leng-cu masih dapat digunakan untuk melawan kehebatan ilmu pedang Tay- si-mi-kiam-hoat.

   Tapi Ting Tiau-bing merupakan murid angkatan kedua dari Thian-san-pay, yang dimilikinya juga ilmu pedang yang paling tinggi, berbicara terbatas pada ilmu pedang saja, bahkan Teng Ka-gwan ciangbunjin Thian-san-pay dewasa ini pun tak mampu menandingi dirinya.

   Usia Liong Leng-cu lebih muda separuh dibandingkan usianya, apalagi dia memiliki ilmu silat dari ayah maupun ibunya, meski kepandaiannya luas tapi tak urung campur aduk juga hingga kurang begitu lancar dalam penggunaannya.

   Hal ini tentu saja berbeda jauh dengan ilmu pedang Thian- san-kiam-hoat dari Ting Tiau-bing yang telah mencapai puncak kesempurnaan.

   Setelah ilmu pedang Tay-si-mi-kiam-hoat dipergunakan sehebat mungkin, kedahsyatannya betul-betul ibarat ombak samudra yang menggulung hebat di tengah udara.

   Liong Leng-cu merasakan pihak lawannya terlindung amat rapat, bahkan lambat laun dia hanya bisa menangkis dan bertahan melulu.Dengan suara menggeledek Ting Tiau-bing membentak keras.

   "Sekarang tentunya kau sudah tahu bukan siapa yang tak tahu diri? Mengingat usiamu masih muda sudah berhasil mencapai tingkatan sehebat ini dan aku tahu hal ini tidak mudah, aku tak akan melukai dirimu. Cepat mengaku saja terus terang, siapa yang menyuruh kau datang mencelakai aku?"

   Liong Leng-cu tidak menjawab, dia hanya mengertak gigi sambil melakukan perlawanan dengan gigih.

   "Bila kau tak mau berbicara lagi, jangan salahkan kalau aku tak akan sungkan-sungkan lagi kepadamu!"

   Sekali lagi Ting Tiau-bing membentak keras.

   Di tengah bentakan itu, dia segera mengembangkam serangkaian jurus serangan dengan jurus-jurus yang tangguh.

   Tampaknya Liong Leng-cu sudah tak tahan menghadapi serangan lawan.

   Mendadak terdengar Nyo Yan berteriak keras.

   "Berjalan ke posisi *Kan* berputar ke posisi Sun1, Burung Hitam Menyambar Pasir!"

   Perkataan yang di depan memberi petunjuk kepada Liong Leng-cu bagaimana harus bergerak sedang perkataan terakhir menunjukkan jurus serangan apa yang mesti dipergunakan.

   Tanpa berpikir panjang Liong Leng-cu segera melakukan seperti yang ditunjukkan, betul juga begitu berputar ke posisi tersebut dengan cepat ia berhasil mematahkan jurus serangan dahsyat dari Ting Tiau-bing, Betapa terkejutnya Ting.

   Tiau-bing ketika menyaksikan Nyo Yan bisa berbicara, dengan cepat dia berpaling, ternyata Nyo Yan sudah duduk bersandar pada bantal sambil memandang ke arahnya.Bantal itu sebenarnya ia sediakan agar Nyo Yan bisa tidur lebih nyaman, bahkan sengaja dibeli dari pemilik peternakan.

   Kiranya meskipun Ting Tiau-bing tidak lupa menotok delapan-belas buah jalan darah ditambah jalan darah bisu di tubuh Nyo Yan setiap duabelas jam, tetapi berhubung luka yang diderita Nyo Yan telah sembuh, tenaga dalam yang dimilikinya tentu saja jauh berbeda dengan tenaga dalamnya ketika jalan darahnya ditotok Beng Hoa tempo hari.

   Di samping itu tenaga dalam yang dimiliki Tmg Tiau-bing jauh ketinggalan dibandingkan dengan Beng Hoa, otomatis kekuatan yang dihasilkan dari totokan itu pun berbeda satu sama lainnya.

   Meski saat ini masih selisih empat jam dari batas waktunya, namun Nyo Yan telah berhasil membebaskan tiga buah jalan darah di atas tubuhnya yaitu bagian kepala, pinggang, serta lengan kanannya, sedangkan jalan darah bisunya telah bebas lebih awal.

   Selama ini Ting Tiau-bing selalu merawat Nyo Yan dengan teliti dan penuh kasih sayang, siapa tahu saat ini Nyo Yan malah memberi petunjuk kepada "siluman perempuan kecil"

   Itu untuk menghajarnya, dalam waktu singkat Ting Tiau-bing menjadi terkejut, sedih dan mendongkol.

   "Nyo Yan,"

   Bentaknya.

   "kau kau."

   Pertarungan para jago, paling pantang adalah pikiran bercabang.

   "Sreeet!"

   Liong Leng-cu segera melancarkan sebuah bacokan dengan jurus Hwee-pian-liu-liu (Memutar Cambuk Menyambar Liu).Seandainya Ting Tiau-bing tidak melompat dengan cepat, beberapa kerat tulang iganya pasti akan tersapu oleh cambuk gadis itu.

   Walaupun beberapa patah kata belum diucapkan secara lengkap, namun Nyo Yan mengerti ucapan apakah yang hendak diucapkan orang itu.

   Ciok Thiang-hing, Kam Bu-wi bahkan kakaknya Beng Hoa semuanya memaki dia sebagai "binatang cilik", satu-satunya orang yang belum pernah memaki dia hanya Ting Tiau-bing.

   Tapi sekarang, Ting Tiau-bing pun memakinya dengan kata tersebut juga, mesti perkataan itu belum diucapkan secara lengkap, tak tahan lagi Nyo Yan menjadi sedih sekali.

   "Kesalahan besar apakah yang telah kulakukan? Mengapa dalam pandangan mereka, orang-orang yang mengaku sebagai kuncu sejati, pada memaki diriku seperti binatang?"

   "Ting susiok, maaf?"

   Kata Nyo Yan sedih.

   "Dia datang membantuku, tentu saja aku pun harus membantunya."

   Liong Leng-cu segera tertawa cekikikan pula sembari berseru.

   "Untung saja kau masih mempunyai liangsim, tahu mana budi dan mana dendam. Tempo hari kau membantu aku membantu pula Lak-jiu-Koan-im, hingga kini rasa mengkalku belum lagi hilang!"

   Karena merasakan mesra dan hangat, tanpa terasa pikirannya menjadi sedikit bercabang. Ting Tiau-bing segera memanfaatkan kesempatan itu untuk bergerak maju ke depan, pedangnya berputar di tengah udara lalu menyambar ke muka secepat kilat.

   "Criiit!"

   Ujung baju Liong Leng-cu segera terpapas kutung sebagian.Melihat itu, buru-buru Nyo Yan berteriak lagi.

   "Melangkah ke sun berputar ke kan, Liong-heng-it-sih! Hati-hati iga kiri, serang tempat kosong!"

   Untung saja Nyo Yan tiada hentinya memberi petunjuk, dengan demikian Liong Leng-cu baru berhasil meloloskan diri dari bahaya.

   Dalam waktu singkat dia telah memunahkan tujuh delapanbelas jurus serangan dahsyat dari Ting Tiau-bing, dari posisi bertahan pun kini berubah menjadi posisi menyerang.

   Pada mulanya Nyo Yan masih belum memahami separuh bagian ilmu silat Liong Leng-cu, tapi sekarang dia telah berhasil menguasai intisari penggunaan ilmu cambuk dan pedang lemasnya.

   Sedang terhadap ilmu pedang dari Ting Tiau-bing, boleh dibilang dia memahami setiap jurus serangannya dengan jelas.

   Dengan demikian, walaupun ia tidak turun ke gelanggang, sama artinya dengan dia serta Liong Leng-cu turun tangan bersama untuk menghadapi Ting Tiau-bing.

   Pepatah pernah mengatakan, tahu diri tahu lawan, seratus kali bertempur seratus kali menang.

   Kini, setelah tiap jurus serangan dari Ting Tiau-bing kena dibongkar dulu rahasianya oleh Nyo Yan, maka ilmu pedang tersebut menjadi sama sekali tak berguna lagi, bagaimana mungkin ilmu pedang semacam ini dapat digunakan untuk menghadapi lawan? Ting Tiau-bing selain mendongkol juga gusar sekali, dia segera melompat ke udara dan tanpa peduli Liong Leng-cu sedang mengancam titik kelemahan pada tubuhnya, ia segera menggunakan ilmu pedang yang beradu jiwa.Menurut aturan ilmu pedang, dia harus menyusur dulu ke samping untuk menghindarkan diri dari ancaman lawan kemudian baru melancarkan serangan, maka dengan tindakan dari Ting Tiau-bing sekarang, hal tersebut sungguh jauh di luar dugaan Nyo Yan.

   


Pendekar Bayangan Setan -- Khu Lung Anak Berandalan -- Khu Lung Pisau Terbang Li -- Gu Long

Cari Blog Ini