Ceritasilat Novel Online

Taruna Pendekar 17


Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen Bagian 17



Taruna Pendekar Karya dari Liang Ie Shen

   

   "Bajingan cilik kau berani memandang hina Im-tiong-siang- sat? Tampaknya kau sudah bosan hidup?"

   Be Bong jauh lebih teliti daripada saudaranya, dia sudah dapat menduga kalau Nyo Yan bukan seorang pemuda sembarangan, pikirnya di dalam hati.

   "Walaupun aku belum pernah bersua dengan siluman perempuan kecil itu, tapi aku dengar dia adalah seorang nona cilik yang berusia tujuh-delapanbelasan tahun. Seandainya bocah keparat ini pun seperti dirinya, ilmu silat yang dimiliki sudah pasti hebat sekali."

   Berpikir sampai di situ, dia lantas berkata.

   "Saudara cilik, kami percaya penuh dengan perkataanmu. Tapi sekalipun kau yang benar-benar mencuri uang milik kami, aku pun hanya bisa mengagumi kepandaian-mu yang hebat, tak nanti akan menyalahkan kau. Siapa sih gurumu? Dapatkah kau beritahukan namanya kepadaku?"

   Sebelum dapat meraba asal-usul Nyo Yan yang sesungguhnya, mau tak mau dia harus bersikap lebih sungkan, sebutan "bajingan cilik"

   Pun segera berubah menjadi sebutan "saudara cilik". Nyo Yan segera tertawa.

   "Suhu-ku tak bakal tahu kalau dalam dunia persilatan terdapat manusia yang bernama Im-tiong- siang-sat. Kalian pun tak akan mengetahui nama guruku itu."

   Maksud dari perkataan itu, toh mereka tak punya hubungan apa-apa dengan gurunya, jadi dibicarakan pun tak ada gunanya. Be Bong masih tetap mencoba untuk menahan diri, katanya lagi.

   "Sekarang kau hendak ke mana? Tentu boleh kau katakan kepada kami bukan?"

   "Ke mana kalian hendak pergi, ke situ juga aku akan pergi."

   "Kau tahu kami hendak ke mana?"

   Tak tahan Tian Keng bertanya.

   "Tentu saja tahu, bukankah kalian hendak pergi menghadapi siluman perempuan kecil she Liong itu?"Tian Keng benar-benar merasa terperanjat sekali, tanpa sadar dia berseru keras.

   "Hei, darj mana kau bisa tahu?"

   Setelah Nyo Yan berhasil membuktikan kalau "Siluman perempuan kecil"

   Yang dimaksud mereka adalah Liong Leng- cu, dia pun menjadi tak berminat lagi untuk mempermainkan mereka, kontan saja dia tertawa terbahak-bahak.

   "Haah haah bukankah kau sendiri yang mengatakan hal tersebut ketika berada di rumah makan tadi?"

   Paras muka Tian Keng berubah hebat, segera bentaknya keras.

   "Bagus sekali, rupanya kau si bajingan keparat bukan hanya mencuri uang kami saja, pembicaraan kami pun telah kau sadap, aku harus memberimu hajaran yang setimpal!"

   Be Bong masih ingat, meskipun Tian Keng pernah menyebut tentang "siluman perempuan kecil"

   Namun tidak mengatakan "siluman perempuan kecil she Liong".

   Kecuri- gaannya segera timbul, tapi sebagai orang yang lebih cermat dia diam sambil memperhatikan perubahan selanjutnya.

   Setelah mundur selangkah, Nyo Yan berkata lagi, Tunggu dulu, kau ingin bertarung besar atau bertarung kecil?"

   Tian Keng melongo.

   "Masa bertarung pun dibedakan bertarung besar atau kecil?"

   Serunya tertegun.

   "Tentu saja Kalau ingin bertarung besar maka akan kuhancurkan tulang pi-pa-kut-mu, sebaliknya kalau ingin bertarung kecil, aku hanya menjewer telingamu. Tapi aku sarankan lebih baik bertarung kecil-kecilan saja, hal ini lebih menguntungkan bagimu. Kau telah memakiku bajingan cilik, maka aku pun akan menjewer telingamu satu kali. Aku sudah menghitung, selama ini seluruhnya kau sudah memaki aku sebagai bajingan cilik sebanyak tujuh kali".Sementara dalam hati kecilnya ia berpikir.

   "Liong Leng-cu si siluman perempuan kecil itu paling suka menampar orang, biar kutim caranya saja"

   Tian Keng menjadi marah sekali, segera teriaknya.

   "Bajingan kecil, aku hendak mematahkan tulang belulangmu, dan akan kukuliti tubuhmu!"

   Sebuah pukulan segera siap dilontarkan ke depan. Buru-buru Be Bong berseru.

   "Agaknya bocah keparat ini mempunyai asal-usul yang cukup besar, jangan kau lukai terlalu berat!"

   Ternyata Tian Keng adalah seorang jagoan yang mendalami ilmu Thi-see-ciang, barang siapa terkena pukulannya maka jiwanya akan segera melayang.

   Sewaktu berada di rumah makan tadi ia tak berani main silat secara sembarangan, tak lain disebabkan alasan ini.

   Siapa tahu belum sempat pukulan Thi-see-ciang dari Tian Keng menyentuh ujung baju lawan.

   "plaak, plook!"

   Beberapa tamparan keras sudah dihadiahkan Nyo Yan ke wajah Tian Keng yang putih. Sambil tertawa Nyo Yan segera berseru.

   "Kau memaki aku sebagai bajingan cilik sebanyak delapan kali, berarti masih kurang empat kali tempelengan lagi!"

   Dalam pada itu Be Bong sudah memburu ke depan, siapa tahu gerakan tubuh Nyo Yan jauh lebih cepat lagi, belum habis suara tertawanya berkumandang, ia sudah menampar wajah Tian Keng sebanyak empat kali lagi.

   Nyo Yan segera mengibaskan ujung bajunya.

   Be Bong yang siap menerjang segera terkena sapuan itu dan tak kuasa mundur sejauh tiga langkah dari posisi semula."Hei, apakah kau pun ingin berkelahi denganku?"

   Nyo Yan segera menegur sambil tertawa Dari kedelapan buah tempelengan itu selain membuat copot dua gigi Tian Keng, wajahnya pun menjadi hijau dan hitam karena membengkak.

   Kulit wajahnya pecah, darah kental bercucuran, hidung pun turut menjadi peot karena ayunan- ayunan bogem mentah, mengenaskan sekali wajahnya Padahal kepandaian ilmu silat yang dimiliki Im-tiong-siang- sat terhitung lumayan juga, benar Be Bong lebih hebat daripada rekannya, tapi setelah menyaksikan kejadian ini toh tak urung dibikin terperanjat juga sampai tak mampu mengucapkan sepatah kata pun, sudah barang tentu dia lebih tak berani turun tangan.

   Sambil tertawa Nyo Yan segera berkata.

   "Kau tak pernah memaki bajingan cilik kepadaku, maka tempelengan pun bisa kau hindari, cuma"

   Berbicara sampai di situ, tahu-tahu dia sudah melompat naik ke atas kuda tunggangan milik Tian Keng. Kata si anak muda itu lebih jauh.

   "Cuma kalian toh saudara angkat? Sudah sepantasnya kalau ada rejeki sama dinikmati, ada susah sama dicicipi. Dia tak mempunyai kuda, maka kau pun harus menemaninya meneruskan perjalanan dengan berjalan kaki!"

   Selesai berkata, sebutir batu meluncur ke muka dan menghajar kaki depan Be Bong sehingga patah.

   Di tengah gelak tertawa yang amat keras itu Nyo Yan mencemplak kudanya dan segera berlalu dari situ.Sambil meneruskan perjalanan, anak muda itu berpikir kembali.

   "Ketika Tian Keng membicarakan siluman perempuan kecil tadi, Be Bong menyuruh dia membicarakannya lagi setibanya di Thio-gi, jangan-jangan nona Liong juga berada di Tio-gi? Baik, tak peduli apa yang dia ucapkan itu benar atau salah, lebih baik aku berangkat dulu ke kota Tio-gi!"

   Tio-gi letaknya di sebelah barat Bu-wi, jaraknya kurang lebih tiga-ratus li lebih.

   Sebagaimana telah diterangkan, daerah di sekitar tempat ini merupakan jalur lalu lintas yang ramai di daerah Hoo-say, dikenal juga sebagai wilayah Kanglam untuk Say-sang, bahkan disebut juga sebagai Bu-wi Emas Tib-gi Perak.

   Tak heran kalau sepanjang perjalanan, dia menjumpai jago persilatan dalam jumlah yang jauh lebih banyak daripada kemarin, ada di antara jago-jago tersebut yang menyaru sebagai saudagar dan menyembunyikan senjata tajam mereka, tapi dalam sekilas pandang sajaNyo Yan dapat mengetahuinya.

   Kawanan jago persilatan itu masih mempunyai suatu keistimewaan lain, yakni seringkah bergerombol dan berkumpul dalam dialek yang berbeda-beda.

   Kalau keadaan seperti ini dijumpai dalam perkumpulan Kaypang yang luas, maka kejadiannya tidak aneh, tapi partai-partai lain di dunia ini tidak sedikit yang merupakan partai kecil saja, mustahil kalau anggota partai mereka tersebar luas dari wilayah yang berbeda-beda.

   Kalau ditinjau dari kesemuanya itu, maka bisa diduga kalau orang-orang itu bukan termasuk dalam anggota partai melainkan tergabung dalam suatu organisasi sementara.NyoYan segera berpikir.

   "Heran, mengapa banyak jago persilatan yang berbondong-bondong berangkat ke Tio-gi, mungkinkah mereka semua datang untuk mencari gara-gara dengan siluman perempuan kecil? Tapi apa sebabnya Liong Leng-cu sampai mengikat permusuhan dengan begitu banyak orang? Aah, betul, dia paling suka mencari gara-gara dengan orang kenamaan dalam dunia persilatan, jangan-jangan bencana ini timbul karena dia sembarangan menampar orang?"

   Teringat akan kebinalan Liong Leng-cu, entah mengapa rasa sesal di dalam hatinya menjadi jauh lebih berkurang.

   Walaupun dia sendiri pun pernah merasakan kegetiran di tangan nona itu, akan tetapi tanpa terasa dia rindu pada si nona kecil yang binal dan pernah memberi banyak kegetiran kepadanya itu.

   "Tempo hari, ketika aku ditangkap Ting susiok dan siap digusur ke Jik-tat-bok dialah yang secara diam-diam datang membantuku, kali ini biar kulindungi dirinya secara diam-diam, akan kubikin dia kaget setengah mati. Coba kulihat apakah dia masih mampu menghindarkan diri dariku atau tidak? Ehmm, aku cukup menguntit di belakang orang-orang itu, akhirnya tentu akan ketemu juga dengannya Hanya tidak kuketahui apa benar dia berada di Tio-gi?"

   Walaupun kuda rampasannya ini bukan seekor kuda jempolan, tapi daya tahannya cukup mengagumkan.

   Tengah hari keesokannya dia sudah tiba di kota Tio-gi.

   Di suatu tempat yang tak ada orang, secara diam-diam dia mengeluarkan kocek hasil curiannya dan diperiksa isinyadengan teliti, dia tak ingin mengalami nasib seperti sewaktu berada di kota Bu-wi kemarin.

   Ternyata dari dalam kocek milik Tian Keng, selain masih tersisa belasan tahil uang perak, masih ada belasan biji emas sebesar kacang.

   Sebaliknya dari dalam kocek milik Be Bong, dia mendapatkan butiran emas dalam jumlah yang lebih banyak lagi, ketika dihitung ternyata terdiri dari duapuluh tujuh biji.

   Sambil tertawa Nyo Yan segera berpikir.

   "Ilmu silat yang dimiliki Im-tiong-siang-sat amat biasa, tapi koceknya benar- benar makmur, ehm ehm sekarang aku sudah tidak khawatir makan minum sepuas-puasnya!"

   Di sebelah barat kota Tio-gi terdapat sebuah sungai yang bernama Yok-sui.

   Menyinggung soal Yok-sui ini, boleh dibilang merupakan suatu tempat yang sangat termasyhur, orang yang mengetahui tempat itu mungkin masih jauh lebih banyak daripada orang yang mengetahui istilah tentang "Bu-wi Emas, Tio-gi Perak".

   Rupanya sungai ini mempunyai suatu keistimewaan, dalam hikayat See-yu diceritakan bahwa di sungai tersebut dahulu pernah dicantumkan sebuah papan nama yang bertulisan begini, Delapanratus wilayah pasir mengalir, tigaribu kaki dalam air lemah.

   Bulu tak mungkin terapung, daun tentu tenggelam ke dalam sungai.

   Padahal sungai itu sendiri tidak sedemikian lebar, pada bagian yang terlebar pun cuma sepuluh kakilebih, tentu saja bulu dan daun tak akan tenggelam seperti apa yang diceritakan dalam hikayat, cuma perahu penyeberang memang sukar untuk menyeberangi sungai dengan arus yang amat deras itu.

   Sebuah sampan dengan dua orang pendayung yang kekar pun membutuhkan waktu sesulutan sahi batang hio lamanya untuk menyeberang sejauh tujuh delapan kaki.

   Ada orang bilang, di dasar sungai itu terdapat arus yang kuat, tapi ada juga yang mengatakan berhubung dalam sungai mengandung semacam hasil tambang, sehingga berat jenis air menjadi berbeda.

   Nyo Yan sudah lama mendengar tentang sungai ini, baru hari ini ani sempat mengunjungi sendui Pelan-pelan sampan kecil bergerak maju ke depan, sementara Nyo Yan sedang berpikir.

   "Air lemah di sungai Yok- sui ini benar-benar aneh sekali, sungguh amat menarik hati."

   Dia ingin membantu pendayung itu untuk mendayung perahu, tapi dia tidak mengerti ilmu air, pemuda itu takut salah-salah sampan tersebut akan terbalik, bisa berabe jadinya kalau sampai terjadi hal demikian Ketika perahu itu tiba di tengah sungai, tiba-tiba dari arah lain muncul sebuah sampan kecil yang memuat dua orang tamu yang dikenal semua olehnya.

   Si kakek berusia limapuluh tahunan itu dikenal olehnya sebagai murid dari Ciong Tian, tianglo Thian-san-pay paling tinggi kedudukannya, bernama Li Wu-si.

   Li Wu-si seperti juga namanya, merupakan seorang manusia yang berjiwa mantap dan tekun melatih diri, ada orang bilang ilmu silatnya tidak berada di bawah keempatmurid utama Thian-san-pay, tapi berhubung tidak suka bepergian, maka namanya jarang sekali diketahui orang.

   Sedangkan yang lain adalah seorang lelaki setengah umur yang lebih mudaan, dia adalah murid Ciok Thiang-hing yang bernama Lok Kan-tang, dengan Li Wu-si justru berkebalikan, jadi orang suka berfoya-foya, suka mencari nama dan persis sekali dengan tabiat sute-nya Ciok Cing-swan.

   Melihat kedua orang itu, Nyo Yan segera berpikir.

   "Aku pernah memotong lidah sute-nya, pernah menghajar gurunya, lebih baik jangan sampai diketahui olehnya kalau aku berada di sini."

   Padahal sekalipun Nyo Yan duduk di hadapan Lok Kan-tang, belum tentu lelaki setengah umur itu dapat mengenalinya.

   Sebagaimana diketahui, sewaktu Nyo Yan meninggalkan gunung Thian-san, ia masih anak kecil, setelah melewati delapan tahun lamanya tentu saja raut wajahnya sudah jauh berbeda dengan keadaan dulu.

   Tapi lelaki setengah umur itu, waktu selama tujuh-delapan tahun tidak mengakibatkan perubahan yang berarti terhadap raut wajahnya.

   Waktu itu, Lok Kan-tang sedang bersiap-siap melakukan suatu perbuatan yang tak berani dilakukan oleh Nyo Yan, dia mengambil sebuah galah dan siap membantu mendayung perahu tersebut.

   Li Wu-si yang menyaksikan kejadian tersebut, segera menegur dengan kening berkerut.

   "Lebih baik kau tak usah repot-repot, kita toh tak terburu nafsu menyeberangi sungai?"

   Dia bukan merasa sayang kalau keponakan muridnya membuang tenaga dengan percuma, melainkan tak ingin dia memamerkan kepandaiannya di hadapan orang lain.Sambil tertawa Lok Kan-tang segera berkata.

   "Apa salahnya kalau kita lebih cepat masuk kota? Dalam kitab Buddha pernah dikatakan, air lemah tigaribu, aku hanya melewatinya dengan satu ayunan dayung. Entah yang dimaksudkan adalah air lemah di sini atau bukan? Meski aku tak punya kepandaian sekali dayung akan berhasil menyeberangi sungai, tapi ingin kuketahui keistimewaan apakah yang dimiliki sungai ini."

   Bukan menuruti perkataan dari susiok-nya, dia malah mendayung dengan lebih bertenaga.

   Mendadak terdengar suara air yang memecah ke tepian, kemudian muncul sebuah perahu besar melampaui sampan yang ditumpangi Nyo Yan dan meluncur ke depan, agaknya perahu itu hendak menyusul sampan kecil yang ditumpangi Lok Kan-tang.

   Di atas perahu duduk tiga orang, dua orang di antaranya merupakan lelaki setengah umur yang berwajah kembar, sekilas pandang saja dapat diketahui kalau mereka adalah saudara kembar.

   Sedangkan yang ketiga adalah seorang lelaki kekar dan berusia lebih besar, sepasang keningnya menonjol tinggi, sudah jelas merupakan seorang jagoan yang memiliki tenaga dalam amat sempurna.

   Tampaknya dua bersaudara kembar itu merasa perahu mereka bergerak terlalu lambat, yang satu mendayung, yang lain mendorong, mereka berusaha menjalankan perahu itu lebih kencang.

   Mendadak terdengar salah seorang di antaranya berkata dengan suara rendah.

   "Toako, coba kau lihat, bukankah orang yang berada di depan adalah Lok Kan-tang dari Thian-san- pay?""Betul,"

   Jawab sang lotoa.

   "sedang yang lain adalah susiok- nya Li Wu-si."

   Lelaki bertubuh kekar itu segera bertanya.

   "Bukankah kalian adalah sahabat lama dari Li Wu-si dan Lok Kan-tang? "Kami pernah berjumpa satu dua kali dengan Lok Kan-tang, tapi tak bisa dianggap sebagai sahabat karib,"

   Sahut loji.

   "sedangkan mengenai Li Wu-si, kami hanya pernah berjumpa sekali, tapi tak pernah mengajaknya berbicara."

   "Tak nyana kita bisa berjumpa disini, tak ada salahnya kalau kita bersahabat dengan mereka."

   Lotoa segera berkerut kening.

   "Lok Kan-tang adalah seorang yang sombong dan tinggi hati, aku, aku rada."

   Kata-kata selanjurnya tidak kedengaran lagi, tapi maksudnya sudah jelas sekali, dia merasa agak benci pada Lok Kan-tang, tapi juga khawatir kalau Lok Kan-tang salah mengira mereka hendak mengum-paknya.

   Jarak antara perahu mereka dengan sampan yang ditumpangi Nyo Yan amat dekat, sekalipun sedang berbicara dengan suara rendah, namun Nyo Yan dapat mendengar semuanya itu dengan amat jelas, tapi entah Lok Kan-tang turut mendengar atau tidak, tampak orang itu hanya mendayung perahunya semakin cepat saja.

   Akan tetapi berhubung mereka sedang menyeberang di sungai Yok-sui yang termashur, maka sekalipun sudah didayung dengan sekuat tenaga, paling banter kecepatannya hanya sama dengan sampan biasa yang meluncur mengikuti arus saja.

   Terdengar lelaki kekar itu berkata lagi dengan suara yang semakin lirih.

   "Khong-tong-pay kalian semenjak Tan Khu-sengmenjabat sebagai ciangbunjin, entah bagaimanakah hubungannya dengan pihak Thian-san-pay?"

   Loji segera mendengus.

   "Hmmm, Tan Khu-seng dengan kami sama sekali tak ada sangkut pautnya. Hmmm, muridnya adalah murid tercatat dari Thian-san-pay, tentu saja orang- orang Thian-san-pay menaruh hormat terhadapnya. Namun kami tak ingin membonceng ketenarannya itu."

   Orang itu menyebut nama ciang-bunjin-nya langsung dengan nama aslinya, sesungguhnya hal tersebut merupakan tindakan yang tak sopan.

   Ternyata kedua orang ini adalah murid dari Tong Cin-cu, bekas ketua Khong-tong-pay yang lalu.

   Sebagaimana adik seperguruan Tong Cin-cu yakni Tong Bing-cu telah berkomplot dengan pihak kerajaan Manchu dan membunuh suhu Tan Khu- seng yakni Tong-biau Cinjin, kendatipun Tong Cin-cu tidak turut serta dalam peristiwa itu, samun dia mendapat ancaman dari sute-ya, sehingga meski tahu kalau ia yang melakukan perbuatan tersebut tetapi tak berani mengungkapnya.

   Bahkan dia lebih suka menjadi boneka sute-nya, sekalian menjabat sebagai ketua dan bekerja sama dengan sute-nya untuk memfitnah Tan Khu-seng melakukan pengkhianatan.

   Akhirnya setelah peristiwa itu menjadi jelas kembali, Tong Cin-cu menjadi amat menyesal atas perbuatannya sehingga beradu jiwa dengan Tong Bing-cu, sejak itu pula Tan Khu-seng mendapat perintahnya untuk meneruskan jabatan sebagai ciangbunjin.

   Dua bersaudara kembar ini yang tua bernama Lau Hok-pi, sedang loji bernama Lau Hok-im, mereka adalah murid kesayangan Tong Cin-cu, namun otaknya rada bebal, kematian suhu-nya sama sekali tak diselidiki secara tuntas,mereka pun tak tahu kalau suhu-nya sampai berbuat demikian akibat dari perbuatannya dulu, mereka justru menaruh perasaan tak puas terhadap Tan Khu-seng yang diangkat menjadi ketua baru.

   Terhadap riwayat "engkohnya, tentu saja Nyo Yan juga tahu dengan jelas, sewaktu mendengar mereka membicarakan tentang "murid- tercatat dalam Thian-san-pay"

   Dari Tan Khu- seng, dia menjadi terperanjat sekali, segera pikirnya.

   "Ooh, apakah kedua orang ini anggota Khong-tong-pay? Rupanya mereka pun datang disebabkan masalah siluman perempuan kecil itu? Mereka berdua sih tak usah dikhawatirkan, tapi bagaimana kalau sampai Beng Hoa pun ikut datang?"

   Teringat bagaimana Liong Leng-cu pernah bentrok dengan pihak Thian-san-pay gara-gara urusannya, sedang peristiwa itu pun terjadi dimulai karena dia dibekuk Beng Hoa, sedikit banyak timbul juga perasaan tak tenang di dalam hatinya Tapi dia tahu kalau Beng Hoa sedang pergi melayat ke Thian-san, maka ia berharap "engkoh"nya itu jangan sedemikian cepatnya kembali dari sana.

   
Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Sementara itu, ketika dua bersaudara Lau menyaksikan Lok Kan-tang yang berada di depan mereka hanya mendayung perahunya terus tanpa berpaling, seakan-akan sengaja tak acuh terhadap mereka, lama-kelamaan berkobar juga rasa mendongkolnya, diam-diam mereka berpikir.

   "Dengan ilmu silat yang dimiliki Lok Kan-tang, kendatipun kami sedang berbicara dengan suara pelan, masa dia tidak ikut mende- ngarnya?"

   "Hmm, sekalipun tidak mendengar dia juga tahu kalau hari ini begitu banyak jago persilatan yang telah berkunjung ke kota Tio-gi, bila mendengar ada perahu yang menyusul dari belakangnya, sudah pasti dia tahu kalau ada rekan persilatanyang hendak menyusulnya, tapi dia malah mendayung perahunya semakin cepat, hmm, tampaknya dia memang sengaja hendak jual mahal di hadapan kami!"

   Sebagai manusia yang ingin menang sendui, begitu rasa mendongkolnya timbul mereka segera mendayung perahu tersebut makin kencang, seakan-akan hendak mengajak Lok Kan-tang untuk berlomba.

   Akan tetapi, sekalipun dua bersaudara itu sudah mendayung perahu mereka dengan sepenuh tenaga toh belum berhasil untuk menyusul sampan kecil di depan sana Sambil tertawa lelaki kekar itu segera berkata.

   "Baik, kalau toh mereka sengaja berlagak kepada kita, aku pun mempunyai kemampuan untuk menghentikan perahu mereka. Kalian saksikan saja sendiri!"

   Sambil berkata, dia lantas mengambil tali yang berada di ujung geladak, kemudian diayunkan ke depan, empat lima kaki tali rami tersebut bagaikan sebuah tombak segera meluncur ke atas sampan kecil tersebut dengan kecepatan luar biasa Di ujung buritan sampan kecil yang ditumpangi Lok Kan- tang terdapat sebuah jangkar besi, dengan cepat tali itu melingkar di jangkar tersebut sehingga akibatnya meski sampan tersebut tak sampai mundur ke belakang, namun hanya berputar-putar saja di sana tak mampu bergerak maju.

   Nyo Yan yang menyaksikan kejadian itu, segera berpikir.

   "Tenaga yang dimiliki orang ini pasti luar biasa sekali, tampaknya dia pernah melatih ilmu Toa-lek-eng-j iau-kang, kalau begini ilmu silatnya sudah pasti jauh lebih hebat daripada Im-tiong-siang-sat."Belum habis ingatan tersebut melintas, terdengar Li Wu-si telah menegur.

   "Sobat, apakah kau hendak membuat drama di atas sungai?"

   Sembari berkata, jari tangannya segera menggunting tali rami sebesar ibu jati tersebut dengan kecepatan luar biasa, tahu-tahu tali tersebut sudah putus dan sampan pun meluncur kembali ke depan.

   Pada saat yang bersamaan, Lok Kan-tang juga telah berpaling ke belakang.

   Dua bersaudara Lau benar-benar menjadi tersipu, cepat mereka menyebutkan nama sendiri sambil berseru.

   "Saudara Lok, masih ingatkah pada kami? Sobat ini hanya ingin berkenalan dengan kalian, sama sekali tidak mempunyai maksud lain."

   Melihat mereka sudah menyebutkan nama masing-masing sambil minta maaf, Lok Kan-tang pun memandang wajah Tan Khu-seng dan hubungannya dengan partai mereka untuk menyudahi persoalan sampai di situ saja. Katanya kemudian dengan hambar.

   "Ooh, rupanya Lau-keh-sianghiap. selamat bersua, selamat bersua. Kita berbincang lagi setibanya di pantai nanti."

   Sementara pembicaraan berlangsung, sampan kecil Lok Kan-tang sudah sampai di tepi pantai, sedangkan perahu dari dua bersaudara Lau masih ketinggalan sejauh tiga kaki lebih.

   Mendadak lelaki bertubuh kekar itu mengambil papan dari atas geladak, papan itu dipakai tempat penyeberang setibanya di pantai nanti, belum sampai merapat di tepi sungai, lelaki tersebut sudah melemparkan papan itu ke tengah sungai.

   Meski kata-kata yang berbunyi.

   "Delapanraius wilayah pasir berarus, tigaribu kaki dalam air lemah, bulu tak bisa terapung,daun pasti tenggelam"

   Hanya berlaku dalam dongeng tapi tentang sukarnya benda terapung di situ bukanlah bohong.

   Pada dasarnya papan itu memang tidak terapung di air, tapi diisap oleh suatu arus berputar yang muncul dari dasar sungai sehingga setiap benda yang berada di atasnya pasti akan tenggelam.

   Lelaki bertubuh kekar itu melompat ke udara dan sebelum papan tadi tenggelam, ujung kakinya me-nutul di atas papan tadi dan melayang ke daratan.

   Sementara ia mendemonstrasikan ilmu Toa-lek-eng-jiau- kang-nya tadi, meski kekuatan yang diperlihatkan hebat sekali, namun Nyo Yan masih belum memikirkannya di dalam hati.

   lapi sekarang, setelah menyaksikan ia mendemonstrasikan ilmu meringankan tubuh, bahkan Nyo Yan sendiri pun sampai terbelalak dibuatnya.

   Haruslah diketahui, bagi orang yang melatih ilmu Eng-jiau- kang atau sebangsanya yang lebih mengutamakan tenaga dalam, biasanya ilmu meringankan tubuh yang dimiliki pasti agak berkurang, tapi orang ini bukan saja sempurna dalam tenaga dalam, ternyata sempurna pula dalam ilmu meringankan tubuh, benar-benar hebat Nyo Yan kembali berpikir, Tadi, ia dibikin kehilangan muka oleh Li susiok, setelah sampai di daratan nanti entah dia akan menantang Li susiok atau tidak? Kesempurnaan tenaga dalam Li susiok mungkin saja masih di atasnya, tapi kalau ingin mengalahkan dia, mungkin bukan suatu pekerjaan yang ter- lampau gampang."Sementara itu, lelaki kekar yang berhasil mencapai daratan tersebut sudah membalikkan tubuh sambil menjura, kemudian katanya dengan suara lantang.

   "Kalian berdua adalah tamu yang datang jauh dari Thian-san, meskipun aku orang she Phang bukan penduduk setempat, tapi paling tidak terhitung juga separuh tuan rumah, harap kalian sudi mengijinkan aku orang she Phang untuk menjadi tuan rumah yang baik."

   Sekarang Nyo Yan tahu, rupanya dia berebut naik ke daratan lebih dahulu, tak lain karena ingin menyambut tamu menurut peraturan dunia persilatan.

   Orang persilatan memang manusia yang aneh, sekalipun sama-sama sebagai tamu juga dibedakan tamu yang jauh dan tamu yang dekat, tamu dari jauh adalah tamu di antara tamu, sedangkan tamu dari dekat adalah tuan rumah di antara tamu.

   Li Wi-si adalah seorang jujur, melihat orang lain bersikap menghormat, kendatipun dia tak ingin bersahabat dengannya, toh tak bisa menolak kebaikan orang dengan begitu saja.

   Buru-buru dia balas memberi hormat sambil berkata dengan hambar.

   "Tidak berani!"

   Sambil tertawa kembali lelaki kekar ini berkata.

   "Tadi, aku orang she Phang sampai memperlihatkan kejelekan, tak lain disebabkan kami amat mengagumi nama besar kalian berdua, harap kalian berdua jangan marah."

   Melihat orang itu menunjukkan sikap menghormat terhadap dirinya, rasa mendongkol Lok Kan-tang juga berkurang sebagian, katanya kemudian sambil tertawa.

   "Itulah yang dinamakan tidak bertarung menjadi saling mengenal, apalagi kita belum sampai bertarung sungguhan. Kepandaian saudara amat hebat, masa dibilang memperlihatkan kejelekan? Saudara kelewat sungkan. Aku suka dengan orang yangberbicara blak-blakan, tolong tanya saudara adalah sahabat dari aliran mana?"

   Sementara itu dua bersaudara Lau telah mendarat pula. Lau Hok-im segera tampil ke muka memperkenalkan mereka berdua.

   "Saudara Phang adalah Kim-gan-sin-tiau (Rajawali Sakti Bermata Emas) Phang Tay-yu yang amat termashur dalam dunia persilatan, Phang toako. Dia suka berteman dan sahabat kami selama banyak tahun. Terhadap tempat seperti kota Tio-gi begini, boleh dibilang hafal sekali, bila kalian berdua membutuhkan penginapan, biar dia yang mengatur untuk kalian."

   Rajawali Sakti Bermata Emas Phang Tay-yu seorang jagoan tangguh dari wilayah Shia-kam, selain ilmu silatnya sangat lihay, lagi pula pergaulannya luas, menying gung soal namanya hampir sebagian besar umat persilatan baik dari golongan lurus maupun hitam sama-sama mengenalnya.

   Lok Kan-tang sangat terperanjat; segera pikirnya.

   "Ooh, rupanya dia adalah Rajawali Sakti Bermata Emas, tak heran kalau ilmu silatnya sangat hebat!"

   Sementara itu Phang Tay-yu telah berkata.

   "Di rumah penginapan Im-lay-kek di kota Tio-gi, aku sudah memesan kamar besar, harap kalian berdua tak usah sungkan-sungkan."

   Lok Kan-tang menjadi tertegun, serunya.

   "Dari mana kau bisa tahu kalau bakal bertemu dengan kami?"

   Lau Hok-pi segera tertawa.

   "Beginilah ceritanya Phang toako adalah seorang yang mempunyai pergaulan luas, dia tahu kalau dua hari belakangan ini pasti banyak teman yang akan datang ke Tio-gi, oleh sebab itu dia telah memesan sepuluh kamar di rumah penginapan Im-iay- kek, khusus untuk diberikan kepada sahabat-sahabatnya.""

   Aah, kita baru saja berkenalan. Phang toako sudah begini sungkan, kami menjadi rikuh sendiri!"

   Phang Tay-yu segera tertawa terbahak-bahak.

   "Haah haah soal akrab atau tidaknya masa dinilai dari waktu? Kendatipun aku dan saudara berdua baru saja berkenalan, tapi. nama besar kalian sudah lama kukagumi. Seandainya saja kalian berdua ini tidak akan sudi memberi muka kepadaku, aku pun tak punya muka lagi untuk menancapkan kaki dalam dunia persilatan."

   Ketika Lok Kan-tang menyaksikan seorang jagoan kenamaan seperti dia, ternyata bersikap begitu menghormati terhadapnya, dia merasa nama baiknya benar-benar dihargai, tanpa terasa pikirnya.

   "Orang lain menghormati aku sedepa, biar aku menghormati orang sekaki."

   Berpikir demikian, dia lantas menjawab.

   "Ucapan Phang toako kelewat serius. Nama besar Phang toako sudah lama termashur di dunia, kata sudah lama dikagumi benar-benar tak pantas untuk kami. Sungguh tak nyana Phang toako begitu gemar bersahabat, kalau begitu kami pun tak akan menolak lagi."

   Tanpa minta persetujuan susiok-nya lagi, dia segera memberikan persetujuan.

   Tanpa terasa Li Wu-si berkerut kening, tapi dia adalah seorang yang jujur dan berbudi luhur, apalagi keponakan muridnya ini adalah murid kesayangan suheng-nya Ciok Thiang-hing yang baru diangkat menjadi tianglo, tentu saja dia merasa agak sungkan untuk membuat Lok Kan-tang kehilangan muka.

   Tampaknya Phang Tay-yu dapat menyaksikan ketidaksenangan hatinya, buru-buru dia mengumpaknya.Siapa tahu baru berkata beberapa patah kata, mendadak Li Wu-si menegur.

   "Konon Phang sianseng pun mempunyai pekerjaan yang boleh dibanggakan dalam pemerintah ke- rajaan, kedatanganmu ke kota Tio-gi ini entah sedang menyelesaikan tugas dinas apa?"

   Diam-diam Phang Tay-yu merasa terperanjat setelah mendengar ucapan itu, tapi dia pura-pura tercengang, serunya.

   "Siaute selalu berkelana dalam dunia persilatan, aku paling benci kalau terikat oleh sesuatu, buat apa mesti mencampurkan diri dengan urusan kerajaan? Li tayhiap, kau mendengar soal ini dari siapa..?"

   Dua bersaudara Lau juga tampak keheranan, serentak mereka berseru pula.

   "Li tayhiap, mungkin kau telah tertipu oleh berita bohong. Seandainya Phang toako menjadi pembesar masa kami tak tahu?"

   Perlu diketahui, walaupun Khong-tong-pay tidak melarang anak muridnya berhubungan dengan pihak kerajaan tapi berhubung ciangbunjin-nya Tan Khu-seng adalah pendekar yang menentang penjajahan bangsa Manchu, maka meski tidak tertulis hitam di atas putih, setiap anggota Khong-tong- pay memegang prinsip tersebut dengan teguh.

   Li Wu-si kembali berkata dengan hambar.

   "Aku hanya mendengar orang bilang begitu, kalau bukan mungkin saja aku yang salah dengar."

   Phang Tay-yu pura-pura berpikir sebentar lalu seperti menyadari akan sesuatu, segera katanya.

   "Walaupun aku mempunyai beberapa orang sahabat dari golongan putih, tapi semuanya cuma persahabatan biasa Tampaknya kemungkinan sekali mereka yang menyebarkan berita bohong tersebut, baiklah, urusan ini pasti akan kuselidiki hingga tuntas!"Sebaliknya Lok Kan-tang justru merasa sedikit kurang senang pikirnya.

   "Sebagai seorang manusia kenamaan yang kerjanya dalam dunia persilatan, memang tak bisa dihindari untuk mengadakan hubungan dengan manusia dari berbagai golongan, sekalipun- dia berkenalan dengan beberapa orang pembesar toh bukan sesuatu yang aneh. Sudah pasti Li susiok mendengar hasutan orang yang bukan-bukan. Aaaai, Li susiok memang begini orangnya, apa yang didengar anggap angin bisa berubah jadi hujan, dia memang sukanya menyindir orang tanpa memedulikan apakah orang bakal kehilangan muka atau tidak."

   Maka segera ujarnya, Terhadap jagoan bernama besar macam Phang toako, memang tak bisa dihindari kalau orang- orang menuduhmu yang bukan-bukan, tapi mana yang bersih akan tampak tetap bersih, yang kotor akan kelihatan kotornya.

   Menurut pendapat siaute, Phang toako pun tak perlu membesar-besarkan masalah yang sepele."

   Phang Tay-yu segera tertawa terbahak-bahak.

   "Haahh haahh haahh benar, yang bersih akan tetap bersih, yang kotor akan tetap kotor, ucapan saudara Lok memang bagus sekali, aku orang she Phang benar-benar merasa amat kagum."

   Dalam keadaan demikian, tentu saja Li Wu-si merasa rikuh untuk mengucapkan kata-kata lain, dia hanya berencana bila ada kesempatan, keponakan muridnya ini harus diberi nasihat dengan sebaik-baiknya.

   0odwo0 Selama ini, Nyo Yan mengikuti terus di belakang mereka, dia sengaja memperlambat langkahnya sehingga terlambat setengah jam ketika masuk ke dalam kota.Untung saja rumah penginapan Im-lay merupakan rumah penginapan terbesar di kota Tio-gi, bertanya kepada siapa pun segera akan diberi petunjuk sejelasnya.

   Ketika Nyo Yan melangkah masuk ke dalam penginapan tersebut, sambil tertawa paksa ciangkwee penginapan itu berseru.

   "Kek-koan, sungguh tak beruntung, kebetulan penginapan kami sudah penuh."

   "Masa sebuah kamar kosong pun tak ada?"

   "Kamar kosong masih ada sebuah, tapi sudah dipesan orang."

   Berkata demikian sama artinya dengan tidak mengucapkan sepatah kata pun. Nyo Yan segera berkata lagi.

   "Aku hanya menginap semalam saja, tempat mana pun bolehlah, bahkan kamar gudang pun jadilah."

   Tampaknya pemilik penginapan itu merasa kurang sabar, dia menggoyangkan tangannya berulang kali sambil berseru.

   "Seandainya kek-koan hanya ingin menginap semalam saja, di kota ini masih terdapat banyak rumah penginapan. Sekalipun rumah penginapan besar sudah penuh semua, rumah penduduk toh bisa disewa. Gudang kami penuh dengan barang, sekalipun kek-koan tidak menolak, kami rak punya waktu untuk membongkar barang- barang tersebut;"

   Tiba-tiba Nyo Yan memegang tangannya dan mengguncang-guncangkan tangannya, setelah itu katanya.

   "Aku justru senang sekali dengan rumah penginapanmu ini, coba kau pikir lagi dengan seksama, siapa tahu kalau masih ada kamar kosong yang lupa kau sebutkan?"

   Tiba-tiba kasir itu merasakan tangannya dijejali sebuah benda, ketika diintip ternyata berupa tiga biji emas.Sebagai seorang pengusaha yang sudah berpengalaman dengan emas, cukup dalam sekilas pandang saja ia sudah tahu kalau emas itu seratus persen asli.

   Terkejut dan girang segera menyelimuti benaknya, dia lantas berpikir di dalam hati.

   "Saudagar kaya, hartawan makmur sudah sering kujumpai, tapi baru kali ini kujumpai tamu seaneh ini."

   Setelah menyimpan emas tersebut, dia lantas berkata.

   "Aah, untung kek-koan mengingatkan, sekarang aku sudah teringat, cuma."

   "Cuma kenapa? Asal ada kamar, ini sudah lebih dari cukup!"

   "Kek-koan kau benar-benar tidak memilih kamar yang macam apa pun?"

   "lak usah banyak bicara lagi, ayo cepat bawa aku masuk."

   Tampaknya kasir itu pun enggan banyak ribut, dia segera mengajak pemuda itu masuk ke dalam.

   Kamar itu setengah tertutup, ketika sampai di pintu segera terendus bau harum yang semerbak.

   Tapi bau aroma tersebut aneh sekali, sangat memabukkan, hanya diisap sedikit saja orang akan merasa malas bangun.

   Sebagai orang yang belajar silat, begitu mengendus bau harum yang sangat aneh, kewaspadaan anak muda itu segera ditingkatkan.

   Dengan kening berkerut Nyo Yan mengerahkan tenaga dalamnya untuk melindungi diri, kemudian tanyanya kepada kasir tersebut.

   "Hei, bau apa ini? Tak sedap amat!"Kasir itu tampak tertegun, dengan keheranan dia menjawab.

   "Itu kan bau Hok-si u-kau, kek-koan, masa kau belum pernah mengisapnya?"

   "Hok-siu-kau adalah candu!"

   Sedang di hati kecilnya kasir itu berpikir lagi.

   "Masa seorang toa-sauya yang banyak uang juga tidak kenal apa yang dinamakan candu? Aneh!"

   Sebaliknya Nyo Yan segera tertawa geli, pikirnya kemudian di dalam hati.

   "Ooh, rupanya bau asap candu, aku masih mengira ada orang persilatan yang sedang mempergunakan obat pemabuk untuk merobohkan orang. Kalau toh dalam kamar ada tamu yang mengisap madat, berarti tamu ini merupakan toaya yang kaya raya, masa dia bersedia memberikan kamar tidurnya untukku?"

   Belum habis dia berpikir, terdengar ciang-kwee itu sudah mengeruk pintu kamar sambil memanggil.

   "Nioeu (istriku) ayo bangun, ada tamu!"

   Pintu itu memang tertutup tanpa dikunci, tak usah dibuka pun mereka langsung melangkah masuk ke dalam Tampak seorang perempuan gemuk sedang berbaring telentang di pembaringan, di hadapannya tersedia lampu lentera sedang tangannya memegang sebuah tabung panjang, dari tabung itulah dia sedang mengisap madat dengan asyik.

   NyoYan terperanjat, perempuan itu lebih terperanjat lagi, buru-buru dia melompat bangun dan duduk, kemudian sambil menuding ciang-kwee tersebut dengan tabung panjang untuk mengisap madat, umpatnya kasar.

   "Kau sudah kepingin mampus rupanya, mengapa mengajak tamu memasuki ke kamar lo-nio?""Siangkong ini baru saja memberi tiga butir emas kepadaku, biarlah dia menginap semalam di sini!"

   Sambil menatap Nyo Yan, perempuan itu terkejut, mana tercengang lagi, segera serunya.

   "Apa maksudmu? Hanya gara-gara tiga butir emas, kau lantas hendak menjual lo-nio?"

   Sedang dalam hati kecilnya ia berpikir, Tampan amat bocah lelaki ini, tapi kelewat kecil untuk menjadi anakku!"

   Sambil tertawa kembali ciang-kwee itu berkata.

   "Niocu, kau jangan salah paham, maksudku pinjamkan kamarmu ini kepadanya barang semalam"

   "Lantas aku tidur di mana?" Tidurlah di kamarku semalam. Walaupun agak tersiksa, besok akan kubelikan duatahil hok-siu-kau lagi untukmu, mau bukan?"

   "Berikan emas itu untukku biar aku membeli sendiri."

   Seraya berkata dia lantas merampas ketiga butir emas tersebut Kembali ciangkwee itu menghela napas panjang.

   "Aaai, dapatkah kau mengurangi mengisap madat itu?"

   Keluhnya. Sementara dalam hati kecilnya berpikir.

   "Seandainya bukan gara-gara madat, aku pun tak usah kemaruk emas orang dengan menyewakan kamar sendiri. Meski emas itu indah, kalau sampai tersiar keluar bisa dijadikan bahan tertawaan orang."

   "Kek-koan, apakah kau mengisap hok-siu-kau (madat)?"

   Tiba-tiba perempuan itu bertanya "Oh, tidak, tidak, aku tidak mengisap!""Untung kalau begitu,"

   Seru perempuan itu sambil tertawa. Terus terang saja kukatakan, kamar ini boleh dipakai, tapi tabung pengisap madat itu keberatan kalau mesti dipinjamkan kepadamu."

   Diiringi senyuman yang cerah, dia segera memerintahkan suaminya memindahkan barang-barang keperluan sehari-hari, termasuk lentera dan tabung untuk mengisap madat.

   Terima kasih banyak atas kesu-dian siangkong memberi kepercayaan pada penginapan kami,"

   Kata ciangkwee itu.

   Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Kamar ini tentu cocok bagimu bukan?"

   "Bagus sekali, bagus sekali. Cuma bau madat itu membuatku tidak tahan."

   Sepeninggal suami istri pemilik penginapan dia membuka jendela agar asap madat keluar. Mendadak terdengar suara Phang Tay-yu sedang berkata.

   "Apakah kalian berdua ingin berjalan-jalan ke kota?"

   Menyusul kemudian kedengaran suara Li Wu-si menolak, Terima kasih, silakan Phang sianseng pergi, kami tak ingin keluar rumah."

   Ternyata kamar yang ditempati Li Wu-si dan Lok Kan-tang persis berhadapan dengan kamar tidur pemilik penginapan itu, antara kedua kamar hanya dipisahkan oleh sebuah pelataran.

   Nyo Yan ingin cepat-cepat menyelidiki kabar berita tentang "siluman perempuan kecil"

   Itu, maka setelah Phang Tay-yu dan dua bersaudara dari keluarga Lau sudah keluar meninggalkan rumah penginapan, dia pun ikut meninggalkan tempat tersebut.Jarak antara tengah hari sampai senja waktu bersantap malam masih panjang, banyak jago persilatan yang berjalan- jalan di kota Nyo Yan mencoba untuk menyadap pembicaraan mereka meski yang dibicarakan adalah soal-soal dunia persilatan, namun tak seorang pun yang menyinggung tentang masalah "siluman perempuan kecil"

   Itu.

   Tapi Nyo Yan berhasil memperhatikan satu hal yakni orang- orang persilatan itu sangat gemar membeli ransum kering, kue su-jin-pia dan pia isi daging buatan Thio-gi hampir habis diborong mereka semua, ada semacam barang lagi yaitu sepatu rumput untuk mendaki gunung juga banyak dibeli orang.

   Ada sepasang suheng-te yang memborong lima pasang sepatu rumput, begitu sampai di luar, sang sute lantas bertanya.

   "Suko, kita hanya berdua, buat apa mesti membeli sepatu rumput sebanyak itu?"

   Sang suheng segera menjawab.

   "Siapa tahu kita harus melakukan pencarian selama lima atau tujuh hari di atas gunung, aku tidak terbiasa untuk berjalan kaki dengan kaki telanjang. Apalagi siapa tahu kalau ada sahabat yang tak kebagian sepatu rumput, kita pun bisa memberikan sepatu tersebut kepadanya sebagai ikatan persahabatan."

   Nyo Yan yang mendengar pembicaraan itu segera turut memasuki toko penjual sepatu rumput itu, ternyata sepatu itu sudah habis terbel. Nyo Yan segera bertanya kepada pemilik toko itu.

   "Di sekitar sini apakah terdapat bukit kenamaan?"

   Dengan wajah tercengang pemilik toko itu menyahut.

   "Kau membeli sepatu rumput apakah bukan untuk mendaki bukit Ci-lian-san? Bukitdi luar kota sana adalah Ci-lian-san, konon banyak tempat indah dan kenamaan di situ, hanya aku tak pernah naik ke situ."

   Rupanya gunung Ci-lian-san amat panjang dan tinggi, merupakan sebuah gunung ternama di barat laut daratan Tionggoan.

   Orang kuno membagi gunung Ci-lian-san menjadi selatan dan utara, Ci-lian-san utara adalah gunung Thian-san di Sinkiang.

   Sedang Ci-lian-san selatan berada di barat daya propinsi Kam-siok (keresidenan Thio-gi).

   Jarak antara utara dan selatan Ci-lian-san mencapai puluhan ribu li, bila orang harus berjalan dari Thian-san menuju Ci-lian-san selatan, orang biasa akan membutuhkan waktu setengah tahun.

   "Karena kulihat banyak orang membeli sepatu rumput itu, aku pun ikut-ikutan membeli,"

   Demikian NyoYan berkata.

   "Rupanya mereka hendak mendaki gunung Ci lian-san?"

   "Aku terka mungkin memang begitu. Ada beberapa orang tamu memang mencari tahu keadaan gunung Ci-lian-san kepadaku, sayang aku sendiri pun tidak tahu."

   Mendengar ucapan itu, Nyo Yan segera berpikir.

   "Jangan- jangan Liong Lcng-cu bersembunyi di gunung Ci-lian-san? Maka musuh-musuhnya pun mempersiapkan ransum kering dalam jumlah banyak untuk mencarinya di atas gunung? Tapi musuhnya bisa menghimpun banyak orang, paling tidak juga membutuhkan beberapa waktu, dari mana bisa tahu kalau dia masih berada di atas gunung Ci-lian-san tersebut..?"

   Agar tidak memancing perhatian orang, dia pun tidak mencari berita lebih jauh.Setelah bersantap malam di kota, ia segera kembali ke rumah penginapan Im-lay.

   0odwo0 Sebagian besar tamu dalam rumah penginapan pun juga sedang bersantap malam di ruang besar.

   Sebagai sesama anggota persilatan, setiap orang menganggap yang lain sebagai rekan sendiri, yang tidak kenal pun menjadi kenal.

   Suasana ramai di situ persis seperti suasana dalam suatu perjamuan perkawinan.

   Di antara sekian banyak yang hadir, tentu saja terdapat Phang Tay-yu serta dua bersaudara Lau.

   i Nyo Yan khawatir Lok Kan-tang ikut hadir pula, maka secara diam- diam ia kembali ke kamar sendiri.

   Ternyata Li Wu-si maupun Lok Kan-tang tidak ikut keluar.

   Nyo Yan segera memasang telinga baik-baik dan menyadap pembicaraan mereka.

   Sejak kecil ia sudah melatih ilmu membedakan angin serangan, senjata rahasia sekecil jarum bwe-hoa-ciam pun bisa ditangkap suaranya bila digunakan untuk menyergapnya, tentu saja dia pun bisa mendengar suara pembicaraan orang.

   Meski suara pembicaraan dari Li Wu-si dan Lok Kan-tang dalam kamarnya dilakukan dengan suara lirih, tapi dia masih dapat mendengar suara itu dengan jelas.

   Terdengar Lok Kan-tang sedang berkata.

   "Susiok, kau benar-benar kelewat tak tahu perasaan orang kita sudah menerima pelayanan orang, tapi kau, untuk berbicarabeberapa patah lebih banyak pun tak mau. Phang Tay-yu ingin memperkenalkan beberapa orang sahabat baru untukmu, kau pun berlagak tidak mendengar,* aaai, aku jadi rikuh sekali."

   Li Wu-si segera mendengus dingin.

   "Hmm, manusia macam Phang Tay-yu bisa mempunyai sahabat baik seperti apa? Selama dijalan aku memang kurang leluasa untuk mengucapkan hal tersebut tapi sekarang aku boleh memberitahukan kepadamu secara terus terang. Aku mengetahui dengan pasti Phang Tay-yu itu bukan jago dari golongan putih, lagi pula dia pun seorang pengawal istana. Dia adalah sahabat karib Nyo Bok, kalau Nyo Bok adalah pengawal kelas satu, maka dia adalah pengawal istana kelas dua."

   "Dari mana kau mendengar berita ini? Bisa dipercayakan berita itu?"

   Seru Lok Kan-tang terkejut "Tentu bisa dipercaya, tapi siapakah yang memberitahukan, aku tak dapat memberitahukan kepadamu!"

   Lok Kan-tang tahu bahwa susiok-nya tak percaya kepadanya, ia merasa amat tak senang, katanya kemudian.

   "Sekalipun dia seorang pengawal istana, toh tak ada sangkut pautnya dengan kita. Menurut pendapat siaunt asal kita bisa berdiri dengan mantap, tidak berkomplot dengannya hal ini sudah cukup, apalagi dewasa ini kita masih dihadapkan dengan satu masalah, apa salahnya untuk bekerja sama dengan mereka?"

   "Kau bilang apa? Bekerja sama?"

   Sem Li- Wu-si dengan wajah gusar. Tanpa terasa dia telah mengucapkan perkataan itu dengan nada amat keras.Cepat Lok Kan-tang berbisik.

   "Susiok, kecilkan suaramu, mereka semuanya ada di luar, kalau sampai didengar kan tidak enak?"

   Sesungguhnya Li Wu-si adalah seorang yang teliti dan pandai mengendalikan diri, ia marah karena keponakan muridnya terlalu tak tahu diri.

   Maka setelah dipikir sebentar, dia merasa walaupun tidak takut dengan Phang Tay-yu, memang tak ada perlunya untuk menyalahi dia.

   Maka dengan merendahkan suaranya dia berkata lebih jauh.

   "Baik. Kita lanjutkan pembicaraan selewat- nya tengah malam nanti, sekarang aku hanya menginginkan agar kau bisa memahami maksudku, aku tak ingin bekerja sama dengan orang-orang itu, kuanjurkan kepadamu lebih baik jangan kau usik manusia-manusia tersebut"

   Sementara Li Wu-si yang berada di kamar makin merendahkan suaranya, dari luar ruangan kedengaran suara yang gegap gempita. Beberapa orang sedang berteriak dengan suara kaget "Hei, Thian Ioji, mengapa kau menjadi begini rupa?"

   "Mengapa kalian baru sampai hari ini? Bukankah kemarin kalian sudah tiba di Bu-wi?"

   Menyusul kemudian seseorang berteriak dengan keras.

   "Aai, jangan ditanya, jangan ditanya, aku betul-betul mau mati karena jengkeli"

   Ternyata Im-tiong-siang-sat telah sampai di situ.

   Keadaan lotoa Be Bong masih mendingan, hanya pakaiannya saja yang kotor penuh dengan lumpur.

   Berbeda sekali dengan loji Thian Keng yang bertampang sangat "aneh".Seperti diketahui, dia kena ditempeleng delapan kali oleh Nyo Yan, wajahnya yang membengkak hingga kini belum kempis, giginya copot dua biji hingga ucapan yang keluar dari mulurnya menjadi "ngo-bos", tak heran kalau nada suaranya "zas zis zas zus"

   Amat menusuk pendengaran.

   "Thian loji,"

   Seseorang segera berseru sambil tertawa.

   "Masalah apa yang membuatmu jadi kheki? Kalau aku tidak bertanya, dari mana bisa tahu?"

   Yang lain segera memanaskan suasana dengan berseru pula.

   "Sungguh mengherankan, nama besar kalian Im-tiong- siang-sat kan dikenal setiap orang, siapa sih yang begitu berani mengusik kalian sampai kheki setengah mati?"

   Phang Tay-yu segera melerai, serunya.

   "Harap kalian jangan ribut dulu, biar aku yang mencari tahu duduknya persoalan, Thian loji, konon kocekmu kena dicuri orang sewaktu ada di kota Bu-wi, apakah hal ini yang membuat kalian jadi marah-marah?"

   Cepat benar kabar berita yang diperolehnya, baru kemarin Im-tiong-siang-sat membuat kegaduhan di rumah makan kota Bu-wi, hari ini beritanya sudah dia terima. Mendengar persoalan itu disinggung kembali, Thian Keng segera berkaok-kaok marah.

   "Keparat itu bukan cuma mencuri kocekku, kuda tunggangan kami pun dibawa lari!"

   Orang yang rupanya sengaja hendak memanaskan suasana itu segera berseru lagi.

   "Ooh, rupanya kalian datang dengan berjalan kaki, tak heran kalau sampai sekarang baru tiba. Cuma, Thian loji, makin kudengar ceritamu makin bingung rasanya hatiku. Kalau kocek dicuri orang bukan sesuatu yanganeh, tapi mengapa kuda tunggangan kalian bisa dicuri orang?"

   "Waah, aku pikir kata dicuri1 seharusnya diganti dirampas1, begitu baru lebih tepat bukan begitu Thian loji?"

   Sambung yang lain.

   "Ayolah berterus terang, apakah kau sudah kena dipermak oleh bocah keparat itu?"

   Dari malu Thian Keng menjadi naik pitam, segera bentaknya keras-keras.

   "Bagus sekali, locu sedang menderita rugi, kalian malahan kelihatan sangat gembira."

   Buru-buru Phang Tay-yu melerai, katanya.

   "Kita semua orang sendiri, buat apa mesti saling bentrok? Thian loji, kami semua ingin membantumu. Beberapa orang teman ini bertanya lebih banyak mungkin disebabkan mereka ingin mengetahui lebih jelas duduk persoalan, harap kau jangan salah paham."

   Agaknya orang itu pun merasa gurauannya sedikit keterlaluan, buru-buru dia minta maaf kepada Thian Keng, ujarnya.

   "Thian loji, kau menderita kerugian kami pun turut merasa sedih. Cuma kalau kami tak mencari tahu bocah keparat itu berasal dari mana bagaimana mungkin kami bisa membantumu?"

   Saking malunya paras muka Thian Keng berubah menjadi merah padam. Be Bong segera berkata.

   "Kalau dibicarakan sebetulnya memalukan sekali, kami sama sekali tak bisa mengetahui asal-usul keparat itu. Tapi keparat tersebut sudah merebut kuda milik Lo-j i, aku duga dia sudah kabur kemari. Aku memang ingin bertanya kepada kalian, adakah di antara kalian yang melihat bocah keparat tersebut? Ia berusia antara delapan sembilanbelas tahun berkulit agak hitam, tapiwajahnya amat bersih dan tampan, bulat telur bentuk kepalanya dengan sepasang mata yang amat besar."

   Ketika para jago mendengar bahwa Im-tiong-siang-sat telah menderita kerugian di tangan seorang "bocah keparat"

   Yang belum mencapai usia duapuluh tahun, tak tahan lagi mereka saling berpandangan dengan perasaan terkesiap.

   Sewaktu Nyo Yan masuk di dalam rumah penginapan tadi, orang-orang itu sudah berkumpul di ruangan tengah.

   Di dalam anggapan Nyo Yan, begitu Thian Keng melukiskan potongan wajahnya, maka pasti ada orang yang akan menjawab pertanyaan itu, siapa tahu tak seorang manusia pun yang buka suara Rupanya orang-orang itu tadi sedang berbincang dengan gembira, sedangkan dandanannya mirip sekali dengan seorang kacung kecil pembersih rumah penginapan, tak heran kalau tak seorang pun yang menaruh perhatian terhadapnya.

   Nyo Yan menghela napas panjang, pikirnya.

   "Untung sewaktu aku memohon tempat pemondokan dari ciangkwee tersebut, tak seorang manusia pun yang berada di sekitar situ."

   Siapa tahu belum habis ingatan tersebut melintas lewat, terdengar Lau Hok-pi sudah berkata.

   "Eeeh bocah keparat yang kau maksudkan ini, tampaknya seperti pernah kulihat"

   Ternyata sewaktu dia mendayung perahu di sungai tadi dan kebetulan melewati perahu yang ditumpangi Nyo Yan, anak muda tersebut telah mendatangkan kesan yang mendalam baginya.Berhubung ia pernah berjumpa dengan pemuda tersebut, maka ketika Nyo Yan berjalan masuk tadi, tanpa terasa ia memandang sekejap ke arahnya.

   Hanya saja waktu itu tidak dipikirkan di dalam hati.

   Be Bong menjadi girang sekali setelah mendengar perkataannya itu, dia bertanya.

   "Di manakah kau pernah bertemu dengan bocah terbut?"

   "Ketika menyeberangi sungai bk-sui, kami berjumpa dengan seorang pemuda yang tampangnya mirip dengan."

   Sebenarnya dia hendak mengatakan kalau buronan tersebut tinggal di dalam rumah penginapan tersebut, siapa tahu ketika ia berbicara sampai di tengah jalan, mendadak Phang Tay-yu tertawa sambil menukas perkataannya.

   "Haah haah haah saudara Lau, aku kenal dengan pemuda yang kau maksudkan itu dia bukan bocah keparat yang telah mencuri kocek milik Thian Ioji."

   Nyo Yan yang mendengarkan perkataan itu menjadi tertegun, pikirnya.

   "Bagaimana mungkin dia bisa kenal denganku? Atas dasar apa dia mengatakan kalau aku bukanlah bocah keparat tersebut?"

   Terdengar Phang Tay-yu berkata lebih jauh.

   "Siapa nama pemuda itu aku sudah lupa, tapi aku masih ingat pernah bertemu dengannya ketika tahun berselang aku pergi ke per- kampungan Hek-sik-ceng di Gi-wu untuk menyampaikan selamat ulang tahun kepada Lui cengcu. Waktu itu dia menjadi penerima tamu dari Lui cengcu, aku duga mungkin sekali dia adalah salah seorang murid Lui cengcu."

   "Phang toako,"

   Terdengar seseorang bertanya "yang kau maksudkan sebagai Lui cengcu itu apakah Lui Ting seorang Bulim cianpwe yang berdiam di Ci-say?""Benar.

   Walaupun Gi-wu hanya salah satu keresidenan kecil dalam propinsi Ci-say namun Lui cengcu itu mempunyai nama yang amat besar, ketika dia melangsungkan perayaan hari ulang tahunnya yang kelimapuluh tahun berselang, tamu yang datang pun mencapai seribu orang lebih, sedangkan orang yang bertindak sebagai penerima tamunya meski tak mencapai seratus orang, delapanpuluh orang pun lebih.

   Di antara penerima-penerima tamu itu sedikit yang kukenal, tapi banyak sekali di antara mereka yang kenal dengan aku.

   "Begitu aku sampai di Hek-sik-ceng, tiada hentinya orang datang menghidangkan air teh, memberi makanan kecil, pelayanan mereka rata-rata ramah sekali, sedemikian banyaknya mereka sehingga aku tak dapat mengingat nama mereka satu per satu."

   Apa yang diucapkan olehnya memang amat cocok dengan keadaan yang sebenarnya, apalagi dengan kedudukannya dalam dunia persilatan serta pergaulannya yang begitu luas, tentu saja nama-nama yang bisa teringat olehnya hanya nama-nama dari para jago kenamaan, bagaimana mungkin dia bisa mengingat nama dari seorang manusia kecil? Terdengar Phang Tay-yu berkata lebih jauh.

   "Justru karena aku tidak teringat lagi akan namanya, maka sewaktu bertemu di sungai tadi, walaupun aku merasa orang itu seperti pernah kukenal, tapi rikuh untuk menyapanya,"

   "Sebetulnya manusia rendah seperti itu tidak pantas bagi Phang toako untuk mengurusinya, kalau toh bukan bocah muda tersebut, kita pun tak usah membicarakan tentang dirinya lagi,"

   Kata Thian Keng kemudian dengan cepat.

   Sebenarnya Lau Hok-pi hendak mengatakan kalau pemuda tersebut kini berada di rumah penginapan tersebut, tapi setelah tahu kalau pemuda itu bukan orang yang dicurigai,sebaliknya hanya seorang manusia kecil yang tak berarti apa- apa tentu saja tak ada manusia yang bakal tertarik dengan manusia rendah semacam itu maka dia pun mengurungkan niatnya Nyo Yan yang menyadap pembicaraan itu dari kegelapan menjadi keheranan sekali, pikirnya.

   "Aku belum pernah berkunjung ke Gi-wu, lebih-lebih tak pernah kenal dengan manusia yang bernama Hek-sik cengcu. Aneh, mengapa Phang Tay-yu membantuku berbohong? Aku tidak percaya kalau ia benar-benar pernah bertemu dengan seseorang yang berwajah mirip denganku di Gi-wu."

   Dalam pada itu, lotoa Be Bong yang jauh lebih teliti juga merasa agak curiga, pikirnya.

   "Berbicara dari kedudukan Phang lotoa sekarang, sekalipun Lau Hok-pi telah salah melihat orang, seharusnya dia cukup berkata bukan, mengapa mesti dipakai ucapan yang berlebihan untuk memberi keterangan bagi seorang manusia yang tak punya nama?"

   Mendadak terdengar Phang Tay-yu berkata sambil tertawa.

   "Kalian tak usah khawatir tidak punya uang untuk dipakai, berapa pun uang kalian yang tercuri, biar aku yang mengganti. Kamar pun sudah kuse-diakan untuk kalian, sekarang lebih baik pergilah beristirahat dulu."

   Kalau berada dalam keadaan biasa, Im-tiong-siang-sat tidak nanti akan mengutarakan uang yang hilang secara jujur, tetapi sekarang Be Bong telah berkata.

   "Soal uang perak tidak terlalu banyak tapi kami memiliki beberapa butir kedelai emas yang kena dicuri bajingan itu, kalau tidak dikejar kembali, rasanya terlalu keenakan baginya."

   "A ah, itu sih urusan kecil,"

   Seru Phang Tay-yu sambil tertawa.

   "Soal emas pun biar kubayar juga untukmu.""

   Aah, masa kami minta emasmu? Apalagi keenakan bajingan cilik itu,"

   Seru Thian Keng pula.

   "Saling tolong di antara teman adalah suatu hal yang lumrah, untuk sementara waktu pakailah dahulu beberapa puluh tahil emas ini. Tak bakalan bajingan kecil itu keenakan, serahkan saja urusan itu kepadaku, tanggung akan kutemukan kembali seluruhnya."

   
Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Selesai berkata, dia segera menyodorkan setumpuk daun emas ke tangan Thian Keng, paling tidak jumlahnya mencapai dua tigapuluh tahil, Thian Keng segera membungkam Waktu itu, sang ciangkwee pun sedang memasang telinga untuk turut mendengarkan pembicaraan yang berlangsung, makin didengar ia semakin terkejut; pikirnya kemudian.

   "Jangan-jangan kedelai emas dari si dewa harta kecil itu berasal dari barang curian?"

   Mendadak Be Bong mendekati meja kasir, lalu mencengkeram bajunya sambil membentak.

   "Hei, bicara, apakah kau telah melihat bajingan cilik itu? Cepat jawab dengan jujur!"

   "Aku aku tak pernah menjumpainya!"

   Jawab ciangkwee dengan suara gemetar.

   "Kalau tak pernah bertemu kenapa wajahmu kelihatan kaget dan gugup? Apakah kau telah menerima hasil rampokannya dan menyembunyikan baginya?"

   Tampaknya ciangkwee itu pun terhitung seorang yang licik, buru-buru dia berseru keras.

   "Aku adalah seorang saudagar yang jujur buat apa kuterima barang rampokan dari kaum pencoleng? Aku jadi kaget dan takut karena belum pernah tempat ini didatangi perampok, sudah lama tempat ini amantenteram, jangankan terjadi peristiwa semacam itu, mendengar pun belum pernah."

   Setelah barang berada di tangan, tentu saja ia tak mau berterus terang, sebab bila dia mengaku, bukan saja ketiga biji kedelai emas itu bakal dirampas kembali oleh pemiliknya, malah bisa jadi ia akan dituntut di dalam pengadilan dan dijebloskan ke dalam penjara.

   Buru-buru Phang Tay-yu maju sambil menarik Be Bong, katanya sambil tertawa.

   "Be toako, kau telah salah menuduh orang baik. Aku cukup mengetahui watak dari ciangkwee ini, ia adalah manusia yang jujur dan baik hati, orang yang tampaknya sedikit mencurigakan, jangan harap berani ia terima untuk menginap di rumah penginapannya, apalagi kepandaian yang dimiliki bajingan kecil itu tidak lemah, sudah pasti dia merupakan seorang jago dalam dunia persilatan. Setelah berhasil mencuri emas kalian, masa dia tak akan kabur sejauh-jauhnya? Im-lay adalah rumah penginapan paling besar di kota Thio-gi, apalagi selama dua hari ini banyak teman dari pelbagai daerah yang berdatangan kemari, coba bayangkan sendiri, masa dia akan lari kemari dan bertindak bodoh dengan memasukkan diri sendiri ke dalam jebakan?"

   Setelah Phang Tay-yu berkata demikian, tentu saja B e B ong merasa tidak leluasa untuk mendesak ciangkwee itu lebih jauh, namun rasa curiga di dalam hatinya belum juga hilang, segera katanya lagi.

   "Phang toako, bukannya aku kele-wat sayang dengan emas-emas tersebut, berhubung bajingan itu kele-wat menjengkelkan, maka aku berusaha untuk membekuknya. Mungkin lantaran hatiku sedang gelisah hingga ucapanku pun melantur dan menyalahi teman-temanmu. Phang toako, untuk itu harap kau jangan marah."Kata "teman"

   Di sini berarti ganda, bisa dipakai untuk menunjukkan si pemilik penginapan, bisa juga ditujukan untuk si bajingan kecil.

   Orang lain bisa jadi tak mengerti, tidak demikian dengan Phang Tay-yu, tentu saja dia memahami dengan jelas.

   Seketika itu juga Phang Tay-yu tertawa terbahak-bahak.

   "Haahh haahh haahh kau tak usah khawatir Be lotoa. Aku sudah menyanggupi permintaanmu untuk menyelidiki persoalan ini, maka aku pasti akan melakukannya hingga tuntas. Sekarang beristirahatlah dahulu, malam nanti silakan datang ke kamarku, ada sedikit persoalan yang hendak kubicarakan dengan kalian."

   Be Bong yang cerdik segera memahami maksud hatinya, dia segera menyahut.

   "Baik, sampai waktunya nanti aku akan meminta petunjuk lagi dari Phang toako."

   "Bisa jadi besok akan terjadi suatu peristiwa. Sekarang, lebih baik semuanya pergi tidur."

   Im-tiong-siang-sat berlalu lebih dulu, tak lama kemudian yang lain pun kembali ke kamar masing-masing.

   Nyo Yan berbaring di atas pembaringan sambil menghilangkan lelah, semakin dipikir ia merasa persoalan tersebut makin aneh.

   Sudah jelas Phang Tay-yu ada maksud untuk Mmelindungi"nya secara diam-diam, tapi mengapa? Pikir punya pikir, hal itu belum juga dipahami, terpaksa dia pun tidak memikirkannya lebih jauh.

   Kini seluruh perhatiannya dihimpun untuk memperhatikan pembicaraan yang berlangsung di kamar seberang sanaKurang lebih kentongan kedua, ia sudah mendengar lagi suara pembicaraan dari Li Wu-si dengan Lok Kan-tang, cuma pembicaraan mereka agaknya dilangsungkan dengan ditahan- tahan sehingga meski pendengarannya cukup tajam, namun apa yang terdengar kurang begitu jelas.

   Di halaman depan terdapat dua buah gentong air sebesar manusia, kebetulan dua buah gentong air itu terletak di jendela belakang kamar Li Wu-si dan Lok Kan-tang Diam-diam Nyo Yan segera menerobos ke luar, lalu menyembunyikan diri di belakang gentong untuk menyadap pembicaraan mereka.

   Terdengar Lok Kan-tang sedang berkata.

   "Susiok, aku pun memperhatikan juga bajingan cilik yang mereka maksudkan tadi. Aku tahu dia pun berdiam di rumah penginapan ini. Tapi ada satu hal yang tidak kupahami, yakni Phang Tay-yu telah salah melihat orang ataukah dia sengaja berbohong?"

   "Phang Tay-yu berbohong dalam soal apa?"

   Tanya Li Wu-si.

   "Sewaktu dia mencari kamar pemilik penginapan tadi, aku dapat mendengar kalau logatnya tidak mirip orang Kanglam. Seandainya orang itu benar-benar murid Lui Teng, cengcu dari perkampungan Hek-sik-ceng, seharusnya logatnya bukan logat bangsa Han yang berdiam di wilayah Tibet"

   Diam-diam Nyo Yan merasa terkejut, sekarang dia baru tahu meski tadi mereka bersembunyi terus dalam kamar, namun gerak-geriknya sudah diperhatikan sedari tadi.

   "Kusangka Lok Kan-tang cuma seorang cecunguk yang bodoh, rupanya dia pintar dan cermat lagi. Untung dia cuma mencurigai logatku, dan belum lagi mengenali siapakah aku,"

   Demikian pemuda tersebut berpikir diam-diam.Belum habis dia berpikir, terdengar Li Wu-si telah berkata.

   "Buat apa kau mengurusi persoalan orang lain?"

   "Aku rasa bukan urusan orang lain, melainkan persoalan yang harus kita kerjakan! Susiok aku curiga kalau bocah keparat itu adalah Nyo Yan!"

   "Aku rasa tidak begitu mirip."

   "Sekarang dia sudah dewasa, sudah barang tentu paras mukanya jauh berbeda dengan semasa kecil dulu,"

   Seru Lok Kan-tang dengan cemas.

   Tapi menurut pendapatku, dia masih tetap mirip seperti semasa masih kecil dahulu bahkan logat suaranya juga betul, aku rasa sudah pasti dia!" Tak peduli benarkah dia atau bukan, aku melarang kau untuk bertindak gegabah!"

   Padahal sedari tadi dia sudah tahu kalau pemuda itu adalah Nyo Yan, hanya lantaran dia khawatir kalau keponakan muridnya ini bertindak secara gegabah, maka hai yang sebenarnya tidak berani diutarakan.

   "Bukankah kita sedang berupaya untuk membekuk bajingan cilik itu sampai kini berada di kota Tio-gi?"

   Seru Lok Kan-tang lagi.

   "Kau suruh aku bekerja secara bagaimana hingga bisa dikatakan sebagai teliti dan seksama?"

   "Aku hendak bertanya lebih dulu kepadamu, bagaimana menurut pen-dapatmu sendiri, apakah segera menyerbu ke dalam kamarnya dan membekuk dia?"

   "Susiok, kau tak usah memanasi hatiku, aku tahu ilmu silat yang kumiliki masih belum mampu untuk menandingi Nyo Yan si bocah keparat itu, bahkan sekalipun kita berdua bekerja sama pun belum tentu mampu untuk menghadapinya.""Asal kau sudah tahu, ini lebih baik lagi."

   "Bajingan itu sudah menghina suheng-ku, melukai suhu-ku, sekarang aku tahu kalau dia berada di dalam rumah penginapan ini, masa kulepaskan dia sambil membelalakkan mata?"

   "Kalau tidak dilepaskan lantas harus berbuat bagaimana?"

   "Walaupun kita belum tentu sanggup untuk menghadapi bocah keparat itu, namun toh masih bisa menghadapinya dengan akal?"

   "Bagaimana akalmu itu?"

   "Phang Tay-yu serta orang-orangnya datang karena siluman perempuan kecil, sedangkan siluman perempuan kecil itu pun masih terhitung musuh dari Thian-san-pay kita! Mengapa kita tidak mengajak mereka untuk bekerja sama saja?"

   "Ooh, jadi bicara pulang pergi, kau masih tetap berkeinginan untuk mengundang Phang Tay-yu sekalian untuk membantu, siapa pun tidak berhutang budi kepada yang lain."

   "Menurut apa yang kuketahui, besok mereka hendak berangkat ke gunung Ci-lian-san untuk mencari siluman perempuan kecil itu, bila kita meminta bantuan mereka peda hari ini, kita pun bisa menyanggupi mereka untuk membantunya esok."

   "Hmmm, perhitunganmu benar-benar sangat bagus, tapi sayang aku tak dapat berbuat demikian!"

   Seru Li Wu-si dengan suara sedingin es. Walaupun suaranya masih pelan, namun sudah bernadakan amarah yang berkobar. Lok Kan-tang sungguh merasa tak puas, kembali dia berseru.

   "Susiok, menurut rencana kita semula, bukankah kitahendak memperalat orang-orang itu untuk mencari siluman perempuan kecil itu, kemudian dari siluman perempuan kecil itu kita baru mencari Nyo Yan? Kini kita tak usah bersusah payah membuang banyak tenaga lagi, apalagi sekali tepuk mendapat dua hasil?"

   Belum habis dia berkata, terdengar Li Wu-si telah berseru dengan suara dalam.

   "Bukankah sudah kuberitahukan kepadamu? Phang Tay-yu adalah seorang pengawal istana raja, dia adalah sahabat karib Nyo Bok?"

   "Betul, baru saja kau memberitahukan hal itu kepadaku. Tapi sewaktu kau menyusun rencana tersebut, bukankah sudah kau ketahui dengan jelas asal-usul dari Phang Tay-yu?"

   "Aku sama sekali tidak berniat untuk mengajak mereka bekerja sama, aku hanya ingin mencari tahu jejak siluman perempuan kecil itu melalui mereka. Biarkan saja mereka mengerjakan urusan mereka sendiri, dan kita mengerjakan urusan kita sendiri. Siapa yang menemukan siluman perempuan cilik itu lebih dahulu, siapa yang turun tangan lebih dulu dialah yang lebih hebat."

   "Tapi siluman perempuan cilik itu pun tidak gampang dibekuk, Nyo Yan si bocah keparat juga sukar dihadapi. Asal tidak berkomplot, apa salahnya untuk bekerja sama dengan mereka dalam menyelesaikan suatu masalah? Mengenai Phang Tay-yu adalah sahabat karib Nyo Bok, kita toh boleh tak usah memberitahukan kepadanya bahwa bocah keparat itu adalah putra Nyo Bok."

   "Pernahkah kau berpikir bahwa perbuatan semacam ini akan merusak nama baik Thian-san-pay?"

   Lok Kan-tang menjadi tak senang hati, serunya cepat.

   "Perkataan susiok kelewat serius bukan? Hal ini hanya merupakan suatu siasat, suatu taktik belaka, bagaimana mungkin bisa mempengaruhi nama baik perguruan? Menurutpendapat siautit, bila gagal membekuk pengkhianat tersebut, hal tersebut baru benar-benar akan merusak nama baik per- guruan,"

   "Walaupun Thian-san-pay kita tidak mengibarkan bendera menentang pemerintah penjajah, tapi aliran yang kita anut adalah sejalan dengan para patriot pembela bangsa! Betul, membersihkan perguruan dari murid murtad memang penting, tapi menjaga nama bersih kita sebagai golongan ksatria pembela bangsa adalah sesuatu yang jauh lebih penting lagi! Apa jadinya bila kita sampai bekerja sama dengan kaum kuku garuda bangsa Manchu? Apabila kau tak puas dengan pertim- banganku ini sekembalinya ke gunung boleh minta pertimbangan dari ciangbunjin! Tapi sekarang kau harus menuruti perkataanku."

   Li Wu-si sebenarnya amat sabar dan tidak pernah marah- marah besar, walaupun suaranya kecil, namun setiap patah kata yang diucapkan seolah-olah suatu ledakan guntur di telinga Lok Kan-tang.

   Pada hakekatnya Lok Kan-tang benar-benar kena didamprat sampai pusing kepalanya, tapi setelah itu dia tak berani berkutik lagi, sambil menahan rasa dongkol dan menundukkan kepalanya rendah-rendah, katanya.

   "Kau adalah susiok, tentu saja aku harus menuruti setiap perkataanmu itu."

   Pembicaraan mereka pun terhenti sampai di situ, tiada orang yang buka suara lagi. Baru saja Nyo Yan hendak kembali ke kamar sendiri, mendadak dari kamar yang lain kedengaran ada orang sedang berbicara.

   "Phang lotoa, apa maksudmu? Aku sama sekali tidak habis mengerti ulahmu ini?"Suara tersebut berasal dari Thian Keng loji dari Im-tiong- siang-sat. Kamar tidur Phang Tay-yu terletak di sayap barat rumah penginapan itu, dengan kamar Nyo Yan boleh dibilang terpaut beberapa puluh kamar. Tapi berhubung suara dari Thian Keng sangat keras dan kasar, maka suara tersebut berhasil didengar Nyo Yan. Dengan cepat Nyo Yan tersadar kembali, ia teringat dengan janji Phang Tay-yu untuk mengadakan pembicaraan dengan Im-tiong-siang-sat malam itu dalam kamarnya, waktu itu Im- tiong-siang-sat sedang berusaha untuk menelusuri jejaknya.

   "Jangan-jangan mereka sedang membicarakan persoalanku pada saat ini?"

   Pikirnya. Dengan cepat pemuda itu memasang telinganya baik-baik, tetapi secara lamat-lamat dia hanya mendengar Phang Tay-yu berseru "Sstt"

   Kemudian kata selanjurnya tidak kedengaran berhubung jaraknya terlampau jauh.

   Dengan cepat Nyo Yan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya dan secara diam-diam menyelinap ke belakang jendela kamar Phang Tay-yu untuk menyadap pembicaraan mereka.

   Terdengar Phang Tay-yu berkata.

   "Pelan sedikit kalau bicara, hati-hati di balik dinding ada telinga!"

   "Kamar depan ditempati oleh Ho losam, kamar sebelah kiri ditempati Goucaycudari Gin-ma-juan, kamar sebelah kanan ditempati Ho cengcu, sedang kamar di sebelah depan samping ditinggali Ku caycu dari Hek-hong-Iim, bukankah orang-orang itu semua adalah sahabat karib Phang lotoa..?""Sekalipun di antara sahabat karib juga terpisah oleh hubungan persahabatan belaka persoalan ini aku tak ingin memberitahukan kepada orang-orang lain yang sama sekali tiada hubungannya"

   Thian Keng yang mendengar perkataan itu menjadi amat nyaman hatinya, segera ujarnya, Terima kasih banyak atas kesudian Phang lotoa menganggap kami sebagai orang sendiri, tapi aku masih tidak habis mengerti obat apakah yang sedang kau jual di dalam buli-bulimu itu? Kau sudah berjanji akan membantu kami untuk melacak jejak bajingan kecil itu, malah menganjurkan kepada kami agar jangan menyebarluaskan berita tersebut keluar?"

   "Pepatah kuno mengatakan, kejelekan rumah tangga jangan disiarkan keluar, bila kalian menderita kerugian, mengapa orang luar harus tahu akan hal ini?"

   Merah padam selembar wajah Thian Keng lantaran jengah, segera sahurnya dengan cepat.

   "Aku menceritakan kejadian ini saban kali bertemu orang. Aku hanya meminta sahabat- sahabat sealiran untuk membantuku melakukan penyeli-. dikan, apa salahnya?"

   "Aku harus berbicara lebih jelas lagi kepadamu, persoalan ini bukan saja kuharap jangan kalian siarkan keluar, bahkan aku pun berharap agar kalian jangan menyelidiki masalah ini lebih jauh, paling baik lagi kalau kalian menganggap seakan-akan tidak pernah bertemu dengan bajingan kecil itu, seolah-olah melupakan dia!"

   Thian Keng segera menyerbu ke muka, teriaknya.

   "Aku sudah ditempeleng sebanyak delapan kali oleh bajingan cilik itu, dua gigi depanku sampai copot, dendam sakit hati semacam ini bagaimana mungkin bisa kulupakan?""Kuncu membalas dendam, sepuluh tahun pun belum terlambat. Anggap saja kalian memberi muka untukku, dengan satu tahun sebagai batas waktunya, harap selama batas waktu tersebut belum habis, kalian jangan menyelidiki persoalan ini lagi."

   "Mengapa?"

   "Masa kalian tak percaya denganku?"

   "Phang toako, tentu aku percaya kalau engkau akan membantu kami dengan sepenuh tenaga, tapi apa salahnya bila lebih banyak teman yang membantuku dalam hal ini?"

   "Mengapa sih kau tidak memahami maksudku?"

   Kata Phang Tay-yu dengan kening berkerut.

   "Aku suruh kalian jangan menyebarkan persoalan ini, tujuannya adalah tak ingin orang yang lebih banyak tahu akan persoalan ini."

   "Phang toako,"

   Tiba-tiba Be Bong berseru.

   "kalau toh kau sudah menganggap kami sebagai orang sendiri, harap kau suka berterus terang benarkah bajingan cilik itu adalah sahabatmu?"

   "Mungkin bukan cuma sahabat saja"

   "Benar katakan benar, kalau bukan katakan bukan. Mungkin bukan cuma sahabat, apa sih maksudmu?"

   "Mungkin bajingan cilik itu masih ada sedikit hubungan denganku, tapi aku tak berani memastikan."

   "Kalau begitu, kau sudah tahu siapakah bocah keparat itu?"

   Seru Thian Keng cepat.

   "Tak ada salahnya kalau aku berbicara terus terang kepada kalian, aku bukan sudah tahu melainkan sudah menduga siapakah dia.""Siapa?"

   Tanpa terasa Im-tiong-siang-sat bertanya "Menurut apa yang kuketahui, orang muda yang berilmu tinggi dan baru muncul dalam dunia persilatan belakangan ini hanya dua orang, oleh karenanya aku duga orang yang dapat membuat kalian Im-tiong-siang-sat menderita kerugian besar pastilah salah satu di antara kedua orang itu."

   "Siapakah kedua orang itu?"

   "Yang pertama adalah Ki See-kiat."

   "Aku tahu Ki See-kiat itu, dia adalah putra Lak-jiu-Koan-im Nyo toakoh, konon Kwangtang toato (Perampok Besar dari Kwangtang) Utti Keng pun keok di tangannya Seandainya dia, terpaksa kita hanya bisa mengaku sedang sial."

   "Bukan dia. Ilmu Lak-yang-jiu dari Nyo toakoh sudah amat termasyhur dalam dunia persilatan, tetapi kepandaian yang digunakan bajingan cilik itu bukan Lak-yang-jiu, aku dapat melihatnya,"

   Seru Be Bong dengan cepat "Aku pun menduga kalau dia bukan Ki See-kiat Pertama, cara kerjanya tidak cocok."

   "Walaupun aku belum pernah bertemu dengan Ki See-kiat tetapi menurut kata orang, dia meski muda namun tindak- tanduknya merupakan seorang lelaki sejati."

   "Kalau lelaki sejati lantas kenapa?"

   Ucap Thian Keng.

   "Aku justru paling muak dengan manusia-manusia yang suka menganggap dirinya sebagai anak sekolahan itu."

   Phang Tuy-yu segera tertawa tergelak.

   "Kau membenci kaum kongcu adalah satu masalah, tapi dengan wataknya, mustahil dia bisa berbuat ulah seperti itu.Apalagi mencuri kocek berisi uang milik kalian, pada hakikatnya hal tersebut tak mungkin dilakukan olehnya "Kedua, menurut keterangan kalian, bajingan cilik itu baru berusia delapan-sembilanbelas tahunan, sedang menurut apa yang kuketahui usia Ki See-kiat sudah mencapai duapuluh tujuh-dclapan tahunan."

   "Lantas siapakah nama dari pemuda lain yang berilmu silat sangat tinggi itu?"

   "Usia orang ini persis seperti apa yang kalian lukiskan, lagipula ilmu silat yang dimiliki pun konon jauh lebih tinggi daripada ilmu silat yang dimiliki Ki See-kiat."

   Dengan terkejut Thian Keng berseru.

   "Masih lebih hebat daripada Ki See-kiat? Siapakah orang itu? Cepat katakan!"

   "Pemuda tersebut bernama Nyo Yan."

   Lm-ttong-siang-sat sama-sama menjadi terkejut, buru-buru serunya bersama.

   "Nyo Yan? Nama ini belum pernah kami dengar."

   Nyo Yan yang berada di luar jendela dan sedang menyadap pembicaraan itu pun merasa amat terkejut, segera pikirnya.

   "Phang Tay-yu betul-betul sangat lihay, rahasiaku berhasil juga diketahui olehnya."

   Belum habis dia berpikir, terdengar Phang Tay-yu berkata lebih jauh.

   "Kalian tentunya tahu Nyo BokT "Nyo Bok adalab seorang busu kenamaan dari Po-teng, masa kami tidak tahu?"

   Sahut Im-tiong-siang-sat bersama- sama.

   "Dia kan adik Lak-jiu-Koan-im dan sudah belasan tahun lamanya lenyap dari dunia persilatan?""Sebetulnya dia tidak lenyap, melainkan bersama aku menjadi pengawal kaisar dalam istana!"

   Phang Tay-yu segera menerangkan. Be Bong menjadi mengerti sekarang buru-buru dia bertanya.

   "Lantas apa hubungan Nyo Yan dengan Nyo Bok?"

   Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Dia adalah putranya."

   Be Bong segera tertawa getir.

   "Ooh, rupanya begitu, tak heran kalau kau melarangku untuk me- nyelidiki persoalan ini lebih jauh."

   "Kalian jangan salah paham, betul Nyo Bok adalah temanku, tapi dengan kalian pun aku berteman, tanpa ada perbedaan siapa teman akrab siapa tidak. Aku tidak melin- dungi bajingan cilik itu lantaran hubungannya dengan Nyo Bok."

   "Lantas karena apa?* "Karena suatu persoalan yang penting. Maaf aku tak bisa menerangkan kepada kalian sekarang."

   Thian Keng adalah seorang lelaki yang kasar, dia mengira orang itu membela Nyo Yan, maka dengan gusar serunya.

   "Phang lotoa, kalau kau tidak merasa leluasa untuk memberitahukan hal tersebut kepada kami ya sudahlah. Pokoknya kami memang sedang sial."

   Phang Tay-yu segera tertawa.

   "Thian loji, kau jangan marah, bukannya aku melarangmu untuk membalas dendam, tapi setahun kemudian, kalian boleh mencarinya untuk membuat perhitungan, bukan saja aku tak akan menghalangi bahkan bersedia membantumu secara diam-diam."

   "Mengapa harus menunggu sampai setahun kemudian?"

   Tanya Thian Keng dengan wajah tercengang.

   Phang Tay-yu cukup mengetahui wataknya, seandainya hal tersebut tidak diterangkan kepadanya, niscaya dia tak akan berdiam diri dengan begitu saja.

   Khawatir hal itu akan menyebabkan urusan makin terbengkalai, terpaksa diaberkata.

   "Batas waktu setahun yang kumaksudkan tadi bukan cuma perkataan tanpa dasar. Sebab sekarang kami sedang memperalat Nyo Yan untuk melaksanakan suatu tugas, dan persoalan itu luar biasa sekali, dan hanya dia seorang yang bisa melaksanakannya dengan sukses; bukan aku tak percaya dengan kalian, tapi aku sudah mendapat perintah yang melarangku membocorkan rahasia ini, kalau tidak, kepalaku bisa berpindah tempati lak usah khawatir, setahun kemudian bila Nyo Yan telah menyelesaikan tugas tersebut pasti akan kuberi kabar lagi kepada kalian.* Nyo Yan yang mendengar perkataan tersebut menjadi tertegun, segera pikirnya.

   "Yang dimaksudkan oleh Phang Tay-yu sudah pasti masalah usahaku membunuh Beng Goan- cau, rupanya mereka sedang memperalat diriku."

   Tapi ia telah menyanggupi di depan ayahnya untuk melaksanakan pembunuhan tersebut, lagi pula dia pun masih menganggap Beng Goan-cau sebagai musuh besarnya. Maka dia hanya bisa berpikir ke arah "kebaikan"nya saja.

   "Kalau berbicara untuk Phang Tay-yu, Beng Goan-cau merupakan orang yang paling dibenci dan paling ingin dibunuh, padahal mereka tidak memiliki kepandaian untuk berbuat demikian, tentu saja dia ingin memperalat aku. Tapi berbicara untuk ayah, tak mungkin bukan kalau dia sedang memperalat diriku untuk naik pangkat? Ia telah berjanji kepadaku, asal aku telah membunuh Beng Goan-cau, maka ia akan mengikutiku untuk mengasingkan diri di tengah gunung dan hidup berbahagia di sana. Membunuh Beng Goan-cau tak lebih hanya salah satu syarat dari bersatunya kembali kami ayah dan anak. Tapi hal ini merupakan rahasia kami berdua mengapa dia memberitahukan persoalan ini kepada Phang Tay-yu?"Sementara itu Phang Tay-yu sudah berkata lagi, Tahukah kalian, dalam rumah penginapan ini terdapat dua orang yang justru tidak enggan menyalahi putra Nyo Bok. mereka justru tak memandang sebelah mata pun terhadap Nyo Bok. Andaikata mereka mengetahui kalau bocah keparat tersebut berada di sini, sudah pasti bocah keparat itu akan segera mereka tangkap."

   "Siapakah kedua orang itu?"

   Tanya Thian Keng cepat. Agaknya Be Bong sudah dapat menduga beberapa bagian, dia segera berkata.

   "Apakah Li Wu-si dan Lok Kan-tang?"

   "Betul."

   "Mengapa mereka hendak menangkap bocah keparat itu?"

   Kembali Thian Keng bertanya.

   "Sebab Nyo Yan adalah murid Thian-san-pay."

   "Hei, bukankah Li Wu-si serta Lok Kan-tang juga berasal dari partai Thian-san?"

   Thian Keng makin tercengang.

   "Justru itulah persoalannya. Lok Kan-tang masih mendingan, sebaliknya Li Wu-si justru merupakan manusia yang punya kedudukan dalam Thian-san-pay! Dia seangkatan dengan keempat murid utama Thian-san-pay; konon ilmu silatnya tidak berada di bawah keempat murid utama tersebut"

   "Waah, aku semakin bingung jadinya. Kalau toh bocah keparat itu berasal dari partai Thian-san juga, mengapa dia hendak menangkap bocah tersebut?"

   "Bagaimana keadaan yang sebetulnya, aku sendiri pun kurang begitu jelas. Cuma yang kuketahui dengan pasti adalah entah mengapa bocah keparat itu sudah melukai Ciok Thiang- hing, manusia nomor satu dari empat murid utama Thian-san-pay; itu masih mendingan, bahkan dia pun memotong lidah Ciok Cing-swan putra Ciok Thiang-hing."

   Selesai mendengar perkataan itu, Im-tiong-siang-sat saling berpandangan dengan perasaan amat terperanjat Selang beberapa saat kemudian, Thian Keng baru berkata sambil menjulurkan lidahnya.

   "Bocah keparat itu betul-betul luar biasa, masa lidah suheng sendiri pun dipotong, wah, kalau begitu, masih mendingan aku hanya digaplok beberapa kali saja."

   "Nah, tentunya kalian mengerti bukan sekarang,"

   Kata Phang Tay- yu kemudian.

   "bocah keparat itu sudah mengkhianati perguruannya dan Li Wu-si bertekad hendak membekuknya untuk dihukum. Kalau cuma mampus sih bukan persoalan, kalau sampai urusan besar jadi terbengkalai, waah, ini baru berabe."

   "Kalau begitu, kedatangan Li Wu-si memang gara-gara dia Tapi dari mana ia bisa tahu kalau bocah keparat itu bakal muncul di Tio-gi"

   "Aku tebak kedatangannya cuma adu untung saja"

   "Apa yang dimaksudkan sebagai adu peruntungan itu?"

   "Menurut apa yang kuketahui, siluman perempuan kecil itu pun pernah menyalahi orang-orang Thian-san-pay. Konon antara Nyo Yan dengan bocah keparat itu masih mempunyai sedikit hubungan."

   "Kalau memang begitu, kita harus berjaga-jaga jangan sampai bocah keparat itu bekerja sama dengan siluman perempuan kecil itu.""Benar. Untuk mengatasi kesemuanya itu, agar Li Wu-si tidak tahu kalau dia berada di sini, kita harus mencegah agar mereka jangan sampai bekerja sama"

   "Aku rasa perlu nomor tiga,"

   Sambung Be Bong dengan cepat "Mohon petunjuk!"

   Dengan suara rendah Be Bong berkata.

   "Lebih baik lagi kalau kita bisa mengajak Li Wu-si agar mau bekerja sama dengan kita untuk menghadapi siluman perempuan kecil itu, kemudian mencari suatu akal untuk menggertak bocah kepa- rat itu, atau bila perlu menakut-nakutinya agar ia kabur dari sini."

   Mendengar perkataan itu, Phang Tay-yu segera tertawa, ujarnya.

   "Aku tak berani menyamakan diriku seperti enghiong lainnya, tapi pepatah kuno memang benar, pendapat enghiong memang selamanya sama Terus terang saja, begitu bertemu dengan Li Wu-si, aku memang mempunyai pikiran demikian. Nah, kalau begitu kalian boleh menunggu sebentar di sini, sekarang juga aku akan mencari Li Wu-si dan mengajaknya merundingkan persoalan ini."

   Nyo Yan segera menempelkan dirinya di sudut dinding belakang ruangan tersebut, untung Phang Tay-yu keluar lewat pintu depan sehingga jejaknya tak sampai ketahuan.

   Nyo Yan menunggu sampai dia pergi beberapa saat kemudian baru diam-diam balik kembali ke depan jendela kamar Li Wu-si untuk menyadap pembicaraan mereka lebih jauh.

   Namun suasana dalam kamar itu tenang, kecuali suara dengkuran keras tiada kedengaran suara pembicaraanmanusia, tampaknya dua orang yang berada di dalam kamar itu sudah tertidur nyenyak.

   Walaupun tiada cahaya lentera, tapi anak muda itu mendengar kalau dalam kamar tersebut tidak terdapat orang ketiga Dengan kesempurnaan tenaga dalam yang dimilikinya sekarang, ketajaman pendengarannya memang betul-betul luar biasa, kecuali Phang Tay-yu sama sekali tidak bernapas, kalau tidak, begitu ia bernapas, maka anak muda tersebut akan menangkap suara pemapasannya Ia tahu bahwa Phang Tay-yu sedang membutuhkan bantuan dari Li Wu-si, mustahil dia akan berusaha untuk mencelakainya sewaktu jago dari Thian-san-pay itu sedang tidur.

   Lantas ke manakah Phang Tay-yu pergi? Mendadak satu ingatan melintas dalam benaknya, tanpa membuang banyak waktu lagi, dia segera kembali ke kamar tidurnya.

   Apa yang diduga ternyata benar, Phang Tay-yu memang sedang bersembunyi di dalam kamarnya.

   Sejak dari luar jendela, anak muda itu sudah menangkap suara pemapasan- nya, maka begitu masuk ke dalam kamarnya, dia segera menerjang ke arah Phang Tay-yu dengan ganas.

   Phang Tay-yu yang menyusup masuk ke dalam kamar NyoYan secara diam-diam, sebenarnya sedang terkejut bercampur keheranan karena di sana tidak ditemui orang.

   Ke- datangan Nyo Yan sungguh di luar dugaannya, sebagai seorang ahli silat, begitu merasakan datangnya sergapan, serta merta muncullah suatu reaksi untuk melancarkan serangan balasan.Begitu merasakan datangnya desingan angin tajam yang mengancam tiba, serta merta dia melancarkan sebuah cengkeraman maut Ilmu yang dilatihnya adalah Toa-lek-eng- jiau-kang, cengkeraman tersebut disertai kekuatan untuk menghancurkan batu cadas, kehebatannya sungguh luar biasa.

   Tapi sayang, ilmu Eng-jiau- kang-nya yang "luar biasa"

   Itu, setelah bertemu dengan Nyo Yan maka ibarat tikus bertemu dengan kucing, benar-benar ketemu batunya.

   Begitu cengkeramannya dilancarkan ke depan ia segera merasa seakan-akan sedang mencengkeram segumpal kapas yang empuk.

   Belum habis ingatannya berkelebat lewat tiga jari tangan Nyo Yan sudah mencengkeram urat nadinya.

   Dalam terkejutnya buru-buru Phang Tay-yu berseru.

   "Nyo Yan, aku adalah teman ayahmu, harap kau jangan bersuara terlalu kerasi"

   Perlu diketahui, dia sudah tahu kalau di antara tamu yang menginap di situ ilmu silat Li Wu-si yang terhitung paling tinggi, sedang keli-hayan orang itu pun paling hanya tingkat lebih tinggi dari dirinya.

   Maka orang yang bisa membekuk dan membuatnya keok dalam satu gebrakan kalau bukan Nyo Yan, lantas siapa lagi? Padahal keberhasilan Nyo Yan membekuknya dalam satu gebrakan karena dia sudah mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya, apalagi yang satu di tempat "gelap"

   Sementara yang lain berada di tempat "terang".

   Nyo Yan sendiri pun merasa agak tercengang dan di luar dugaan ketika dilihatnya lawan masih mampu mempertahankan diri kendatipun urat nadinya dicengkeram keras-keras.Sebenarnya si anak muda itu khawatir lawannya akan berteriak setelah nadinya kena dicengkeram olehnya, sebab untuk menaklukkan ilmu Eng-jiau-kang dari Phang Tay yu terpaksa dia harus mempergunakan kepandaian tersebut.

   Dalam waktu singkat pelbagai ingatan sudah melintas dalam benak Nyo Yan, akhirnya dia melepaskan cengkeramannya dan sengaja berbisik di sisi telinga Phang Tay yu.

   "Siapakah kau?"

   "Tempat ini bukan tempat yang cocok untuk berbicara, mari ikuti aku"

   "Baik, entah siapa pun engkau, aku tidak khawatir akan kau celakai. Ayo berangkat!"

   Baru saja mereka berjalan keluar dari halaman, dari belakang gentong air mendadak melompat keluar dua sosok bayangan manusia.

   Rupanya Li Wu-si dan Lok Kautang hanya pura-pura tidur, sewaktu Nyo Yan menaklukkan Phang Tay-yu tadi, meski dia telah berusaha agar jangan bersuara, toh kedengaran juga oleh mereka.

   Menghalangi usaha Nyo Yan untuk melarikan diri adalah usul dari Lok Kan-tang, berhubung perubahan peristiwa sama sekali di luar dugaan Li Wu-si, meski sesungguhnya dia ingin turun tangan setelah menantikan kedatangan Beng Hoa tapi keadaan sekarang memaksanya untuk menyetujui usul keponakan muridnya ini.

   Lok Kan-tang menganggap ada susiok-nya sebagai tulang punggung, dia pun mengira Nyo Yan meski telah melukai gurunya, hal tersebut karena gurunya merasa kasihan kepadanya sehingga karena kurang berhati-hati kena dicelakai secara diam-diamBagaimanapun jua dia tak percaya kalau Nyo Yan benar- benar mampu mengalahkan tenaga dalam dari empat murid utama Thian-san-pay.

   Itulah sebabnya begitu melancarkan sergapannya, dengan cepat dia mengeluarkan jurus ampuh dari Tui-hong-kiam dan menyodok dada Nyo Yan dengan jari tangan yang menggantikan pedang.

   Setelah serangan dilancarkan, dengan cepat bentaknya.

   "Kau si bocah keparat ingin kabur, lebih baik turut saja"

   Belum habis dia berkata, mendadak Lok Kan-tang merasa tubuhnya kaku, sepasang matanya terbelalak besar sementara mulurnya melongo.

   Rupanya jari tangannya yang keras bagaikan tombak itu kini sudah tepat mengenai dada Nyo Yan di mana terletak jalan darah sian-ki-hiat.

   Ketika Nyo Yan menghimpun tenaga dalamnya dan mencekung-kan dadanya, serta merta jari tangannya kena terisap kencang-kencang.

   Lok Kan-tang berani melancarkan serangan dengan jari tangan menggantikan pedang karena dia sudah menghimpun seluruh kekuatannya ke ujung jari tangan.

   dalam anggapannya keampuhan serangan tersebut jauh melebihi menggunakan pedang.

   Tapi justru lantaran dia telah mempergunakan tenaga hingga mencapai sepuluh bagian, maka begitu kena terisap, tak ampun lagi seluruh tubuhnya menjadi lemas, pada hakikatnya ia sudah tak memiliki sisa tenaga lagi untuk me- lakukan perlawanan.Nyo Yan membencinya karena dia menyerang secara keji, ia bermaksud membuat malu orang itu, maka dengan suatu gerakan cepat ia cengkeram lawannya dan melontarkannya ke arah gentong air.

   "Pluming!"

   Tak ampun lagi tubuh Lok Kan-tang segera tercebur ke dalam gentong berisi air.

   Di pihak lain Li Wu-si dan Phang Tay-yu telah bentrok pula, di dalam kegelapan malam meski kedua belah pihak tahu siapakah lawannya, akan terapi masing-masing orang tidak saling menegur, mereka terpaksa harus melakukan pertarungan bisu.

   Sewaktu Phang Tay-yu melancarkan serangan mencengkeram, Li Wu-si segera mengayunkan telapak tangannya menggunakan taktik "menempel"

   Untuk memunahkan tenaga serangan Eng-jiau-kang lawan.

   Belum habis serangan yang pertama, tahu-tahu serangan kedua telah membacok ke arah tulang pi-pa-kut-nya.

   Andaikata tulang pi-pa-kut seseorang dibikin remuk, maka bagaimanapun baiknya ilmu silat yang dimiliki seseorang, akan berubah menjadi tak berguna, bagaimana mungkin Phang Tay-yu membiarkan tubuhnya terancam? Sebagai seorang pengawal kaisar dalam istana, sudah barang tentu ilmu silatnya termasuk hebat, dalam keadaan terdesak dia segera memutar badan dan menghindar sambil melancarkan serangan balasan, kali ini yang dituju adalah perut Li Wu-si.

   Perubahan jurus yang dilakukan kedua belah pihak sama- sama cepat, Li Wu-si segera membengkokkan lengannya sambil melepaskan serangan dahsyat.

   Apabila Phang Tay-yutidak segera menarik kembali serangannya, niscaya lengannya akan patah lebih dulu di tangan musuh.

   "Blaaamm!"

   Sepasang telapak tangan saling membentur dengan amat kerasnya.

   Phang Tay-yu segera menarik telapak tangannya sambil berubah jurus, tapi Li Wu-si segera memanfaatkan posisinya yang lebih baik untuk mencecar lawan.

   Sesungguhnya tenaga dalam yang dimiliki Li Wu-si memang jauh lebih sempurna, tentu saja ia tak akan mengampuni musuhnya dengan begitu saja, telapak tangan kirinya diayunkan ke muka langsung membabat tengkuk musuh.

   Jurus serangan ini merupakan suatu jurus ampuh perubahan dari ilmu Cian-ka-jiu (Bacokan Tangan Maut) dari ilmu pedang Thian-san-kiam- hoat, seandainya tengkuk lawan sampai terkena bacokan, kendati Phang Tay-yu memiliki kepandaian yang hebat, kalau tidak mati pasti akan terluka parah.

   Phang Tay-yu yang kena dihantam oleh pukulan merasa seluruh tubuhnya berguncang keras, bagaimanapun juga, dengan mengandalkan ilmu silat yang dimilikinya, sulit untuk dia menghindarkan diri dari ancaman musuh dengan begitu saja.

   Dia menarik napas dingin, sadarlah dia bahwa keadaan bakal celaka.

   Di saat yang paling kritis itulah, mendadak tubuhnya terasa enteng, menyusul kemudian badannya sudah melayang di tengah udara.

   Ternyata Nyo Yan bertindak jauh lebih cepat, dia telah dicengkeram badannya dan dilontarkan ke luar tembok.Tenaga lemparan yang digunakan benar-benar amat tepat sekali, Phang Tay-yu hanya merasakan tubuhnya seakan-akan diletakkan ringan oleh orang ke tanah, tubuhnya sama sekali tidak menderita cedera apa-apa.

   Nyo Yan menaruh kesan baik terhadap Li Wu-si, dia tak ingin melukainya, maka sambil mengibaskan ujung bajunya dengan taktik "menempel"

   Yang sama, dia mengesampingkan tenaga serangan Cian-ka-jiu dari Li Wu-si. Sebelum lawan mengetahui keadaan yang sebenarnya, dia pun sudah melompati dinding pekarangan. Li Wu-si merasa amat terperanjat, pikirnya.

   "Ooh, ternyata bocah muda ini memiliki ilmu silat yang betul-betul luar biasa sekali, kalau begitu, kemenangannya atas Ting suheng pun bukan diperoleh dengan cara untung-untungan saja."

   Terpaksa dia harus menyelamatkan keponakan muridnya lebih dahulu dari dalam gentong air.

   Sementara itu Nyo Yan dan Phang Tay-yu sudah keluar dari penginapan Im-lay menuju ke luar kotaTio-gi.

   Nyo Yan berlarian di depan tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dia hanya berlari terus tanpa berhenti.

   Phang Tay-yu sendiri hanya memiliki ilmu Tay-lek-eng-jiau- kang yang lihay, tapi sekarang dia harus mengerahkan segenap tenaga yang dimilikinya sebelum berhasil menyusul anak muda itu.

   Lama-kelamaan habis juga napas Phang Tay-yu, dengan napas tersengal pikirnya.

   "Sialan bocah keparat ini, dia memang tak tahu diri ataukah memang sengaja hendak men- coba ilmu meringankan tubuhku?"Mengorek Keterangan Seharusnya, karena dia yang mengajak Nyo Yan keluar, maka menurut peraturan dia juga yang memilih tempat. Tapi sekarang, justru Nyo Yan yang berlarian di muka bahkan sama sekali tak bertanya kepadanya hendak ke mana, sebagai seorang "siau-pwee"

   Sekalipun tidak mempunyai maksud jelek, namun tindakan seperti ini sesungguhnya merupakan suaru tindakan yang tidak cukup menaruh hormat kepada angkatan tua Andaikata di hari-hari biasa dan berganti orang lain yang bersikap demikian kepadanya mungkin dia sudah menaruh curiga sedari tadi.

   Tapi sekarang, walaupun ia merasa tak gembira, namun sama sekali tidak menaruh curiga apa pun terhadap Nyo Yan.

   Sebagaimana diketahui, baru saja dia lolos dari ancaman kematian berkat bantuan Nyo Yan, atas dasar apakah dia harus mencurigai si anak muda itu? Bukit Ci-lian-san hanya berjarak sepuluh li dari kota, dalam waktu singkat Nyo Yan sudah berada di kaki bulat "Leluasakah bagi kita untuk berbicara di sini? Kalau tidak, lebih baik lata naik ke atas gunung saja,"

   Tanya Nyo Yan. Waktu itu fajar baru saja menyingsing di uruk timur, di tengah jalan tiada orang yang berlalu lalang. Sambil menghembuskan napas panjang dan duduk bersandar di pohon, Phang Tay-yu menyahut.

   "Baik, cukup di sini saja, tak usah naik gunung. Siheng, terima kasih banyak atas bantuanmu tadi.""Sekarang kau menyebutku siheng, apakah tidak merasa kelewat pagi?"

   Jengek Nyo Yan hambar. Phang Tay-yu menjadi tertegun.

   "Jadi kau tak percaya kalau aku adalah sahabat ayahmu?"

   Serunya keheranan.

   "Bukannya tak percaya, kalau tidak tadi aku pun tak bakal membantumu. Cuma hati manusia amat licik dan berbahaya, aku tak ingin ditipu mentah-mentah."

   "Aku dan ayahmu sama-sama menjadi pengawal istana kaisar secara diam-diam, kini hampir sudah belasan tahun lamanya"

   "Walaupun orang yang mengetahui ayahku menjadi pengawal kaisar tidak banyak, orang lain ada juga yang tahu. Apalagi, sekalipun kau sudah menjadi rekan sekerjanya selama belasan tahun, belum tentu kau merupakan sahabat karibnya."

   "Ayahmu saling berjumpa dengan dirimu di kuil Hay-sin-bio dalam kota Po-teng, tentunya kau tahu bukan bahwa kejadian ini, tidak banyak yang tahu? Kalau aku bukan sahabat karib ayahmu, dari mana aku bisa mengetahui perjumpaan ini?"

   "Seandainya kau merupakan sahabat karib ayahku, agaknya kau sepantasnya bila mengetahui rahasia yang lebih banyak lagi?"

   Phang Tay-yu memang seekor rase tua yang licik sekali, sesudah mendengar perkataan tersebut tanpa terasa dia lantas berpikir.

   "Kalau didengar dari nada suaranya, dia seperti ingin memaksa aku untuk mengatakan bahwa aku pun tahu kalau ayahnya menyuruh dia pergi membunuh Beng Goan- cau, jangan-jangan ia telah menyadap pembicaraanku dengan Im-tiong-siang-sat tadi? Bocah keparat ini berada di antara sesat dan lurus, bahkan bapaknya sendiri pun belum bisa me-raba perasaan hatinya, lebih baik kulayani dia dengan sebaik- baiknya."

   Berpikir sampai di situ dia lantas berkata, Tahu sih tahu,,cuma aku tak berani mengutarakannya"

   "Mengapa tak berani mengutarakannya?"

   
Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Tanya Nyo Yan dengan suara sedingin es.

   "Lidah tak bertulang tak bisa menyimpan rahasia, aku khawatir kau masih muda dan membocorkan rahasia ini."

   Mendengar ucapan itu, Nyo Yan segera tertawa terbahak- bahak.

   "Haah haah haah itu aneh namanya, persoalan itu toh menyangkut diriku, sekalipun tidak kau katakan, aku pun tahu. Mengapa aku harus membocorkan rahasia itu dikarenakan kau memberitahukan hal itu kepadaku?"

   "Masalah ini menyangkut rahasia ayahmu, belum tentu kau tahu keseluruhannya"

   "Coba katakanlah, aku akan mencoba untuk memegang rahasia ini dengan sebaik-baiknya." Tahukah kau mengapa ayahmu menyuruh kau pergi membunuh Beng Goan-cau? Pertama, untuk melampiaskan dendam pribadinya. Kedua, untuk melepaskan diri dari lautan kesengsaraan."

   "Melepaskan diri dari lautan kesengsaraan? Apa artinya?"

   Sengaja Phang Tay-yu berlagak sok rahasia, bisiknya dengan suara amat lirih.

   "Sejak dahulu ayahmu tak ingin melakukan pekerjaan menjual nyawa buat sri baginda, aku cukup tahu tentang perasaan hatinya itu, sebab terus terang saja kukatakan, aku pun mempunyai pikiran yang sama dengannya."Ucapan ini cocok sekali dengan perkataan Nyo Bok sewaktu membohongi putranya dahulu, tanpa terasa Nyo Yan dibikin setengah percaya setengah tidak, diam-diam pikirnya.

   "Bangsat ini mengaku kalau dia tak ingin menjadi kuku garuda lebih jauh, tetapi mungkin sebagian besar cuma bohong, tapi aku percaya ayah memang berpikiran demikian."

   Maka katanya kemudian dengan suara hambar.

   "Bagiku, kejadian tersebut sudah bukan rahasia lagi, ayah telah memberitahukan kesemuanya itu kepadaku."

   "Aaai betapa mulianya perasaan ayahmu itu,"

   Sambung P riang Tay-yu lebih jauh.

   "aku tahu, dia belum mengungkapkan semua rahasia hatinya kepadamu."

   "Apakah dia telah mengungkapkan perasaan hatinya kepadamu?"

   Phang Tay-yu manggut-mang-gut "Benar, dia hanya memberitahukan kepadaku seorang.

   Cuma tentang rahasia kesediaanmu untuk membunuh Beng Goan-cau bukan saja telah dilaporkan kepada cong-koan pengawal kaisar, dia pun sengaja memberitahukan hal ini kepada beberapa orang lagi,"

   "Mengapa ia berbuat demikian?"

   Tanya Nyo Yan dengan suara sedingin salju.

   "Kau tidak akan mengerti, soal mengundurkan diri dari jabatan merupakan suaru kejadian yang luar biasa, apalagi sebagai pengawal kaisar seperti kami ini, tak mungkin kalau jabatan tersebut bisa ditinggalkan dengan begitu saja begitu kita merasa tak ingin untuk mengerjakannya lagi."

   "Lantas bagaimana?"

   "Itulah sebabnya dia harus membuat sebuah pahala besar terlebih dahulu, dengan jasa yang. besaria dapat memperoleh kepercayaan dari congkoan pengawal istana, otomatis usahanya untuk melarikan diri pun akan semakin gampang. Setelah kabur, mengingat dia pernah membuat jasa besar untuk sri baginda, maka kemungkinan besar congkoan pe- ngawal istana pun tak akan mempersoalkan kejadian itu lagi sehingga membiarkan dia meloloskan diri dengan selamat"

   "Masa untuk melepaskan diri dari jabatan pun harus dilakukan sambil melarikan diri? Mengapa dia tidak melarikan diri di hari-hari biasa?"

   Phang Tay-yu segera tertawa.

   "Makanya aku bilang kau tidak mengerti, bagi kami yang melakukan pekerjaan seperti ini, berlaku sistem saling mengawasi, apalagi jika gerak-geriknya mencurigakan, pengawasan yang dilakukan terhadapnya akan semakin bertambah ketat. Apabila seorang pengawal istana yang telah bekerja selama sepuluh tahun dan belum pernah membuat jasa besar bagi kaisar dan ternyata melarikan diri, kepergian- nya ini pasti akan dicurigai sebagai mata-mata! Aku tahu kalau ilmu silat yang kau miliki sangat hebat, tetapi apabila congkoan pengawal kaisar sudah bertekad untuk melakukan pengejaran, sekalipun kau masih mampu untuk melindungi keselamatan ayahmu, tapi kerepotan yang bakal kau temui pasti banyak sekali!"

   


Lembah Nirmala -- Khu Lung Kedele Maut Karya Khu Lung Pedang Abadi -- Khu Lung

Cari Blog Ini