Ceritasilat Novel Online

Taruna Pendekar 6


Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen Bagian 6



Taruna Pendekar Karya dari Liang Ie Shen

   

   "Hei benda apa yang kau masukkan ke dalam mulutku?"

   "Aah bukan apa-apa,"

   Jawab Nyo Yan hambar.

   "itu tak lebih hanya sebutir pil beracun yang akan bekerja setelah setahun kemudian."

   "Aku toh sudah bersedia membantumu dengan segala kemampuan yang kumiliki, kenapa kau malah mencelakai aku?"

   "Kau tak perlu khawatir,"

   Lanjut Nyo Yan.

   "asal kau jujur kepadaku, maka setahun kemudian obat penawar itu pasti akan kuserahkan kepadamu. Obat itu merupakan sejenis obat beracun yang aneh sekali, sebelum tiba pada saatnya bekerja, terhadap kesehatan tubuhmu sama sekali tak akan mendatangkan gangguan apa-apa."

   Setelah berhenti sejenak, kembali dia melanjutkan.

   "Tapi jika kau berani membohongi aku, tentu saja tiada obat penawar bagimu. Heeehh heeehh heeehh setahun kemudian bila racun itu sudah mulai bekerja, kau akan tahu sendiri bagaimanakah rasanya, kalau dibandingkan dengan siksaan serta penderitaan yang kau alami sekarang, pada hakikatnya penderitaanmu kini terhitung tidak seberapa"

   Agak lega hati Auwyang Seng setelah mengetahui kalau obat racun itu baru akan bekerja setahun kcmu-dian, ujarnya kemudian.

   "Tapi bagaimana caranya aku bisa tahu ucapanmuitu tidak bohong? Bila sampai waktunya kau tidak memberi obat penawar padaku."

   "Andaikata setahun kemudian kau mati akibat keracunan obatku itu, biar aku pun mati dengan tidak wajar. Nah, sekarang sudah percaya bukan?"

   Melihat anak muda itu sudah mengangkat sumpah berat, Auwyang Seng semakin lega hati, katanya kemudian.

   "Cuma perkataanmu tadi masih sedikit kebocoran, maaf bila aku banyak curiga, aku harus membicarakannya sampai jelas lebih dulu, sebelum kabar tentang Leng Ping-ji kusampaikan kepadamu."

   "Baik, kau masih ada persoalan apa lagi yang membuat hatimu tak lega? Katakan saja berterus terang."

   "Setelah kusampaikan kabar Leng Ping-ji kepadamu nanti, kau harus segera membebaskan jalan darahku yang tertotok dan memberi aku kesempatan untuk kabur dari sini, kalau tidak, bila kau biarkan aku mati kelaparan di sini dan bu- kannya mati akibat keracunan, bukankah kau pun tak usah menanggung risiko atas sumpahmu tam?"

   "Ooh rupanya kebocoran inilah yang kau maksudkan,"

   Kata Nyo Yan sambi) tertawa.

   "baik, katakan saja semua yang menjadi unek-unek dalam hatimu, asal cocok pasti akan kukabulkan."

   Sementara dalam hati kecilnya diam-diam ia tertawa geli, pikirnya.

   "Masih ada satu kebocoran lain yang tak akan kau temukan untuk selamanya"

   Ternyata pil yang dicekokkan ke dalam mulut Auwyang Seng tadi bukan obat racun, melainkan daki yang ada di tubuhnya.Setahun kemudian, sudah barang tentu dia tak akan mengalami kematian akibat keracunan "obat beracun"

   Tersebut, dan ia pun tak perlu memberikan "obat penawar"

   Kepadanya karena ia tidak terkena racun, secara otomatis "sumpah berat"

   Yang diucapkan Nyo Yan tadi hanya suatu gurauan belaka Walaupun demikian, sumpah berat yang diucapkan Nyo Yan tadi, tak bisa disangkal lagi merupakan obat penenang bagi Auwyang Seng, dengan perasaan yang lebih lega dia berkata.

   "Ya, sebetulnya kejadian ini cukup mengkhawatirkan, sebab Leng Ping-ji kini sudah terjatuh ke tangan Toan Kiam-ceng!"

   Kali ini giliran Nyo Yan yang terperanjat sekali, buru-buru tanyanya "Bagaimana ceritanya sehingga bisa terjatuh ke tangan Toan Kiam-ceng?"

   "Asal kau bersedia mengampuni dosaku, aku baru akan menceritakannya"

   "Sudah kukabulkan tadi, semua kesalahan yang pernah kau lakukan di masa lalu, tak akan kusinggung kembali."

   "Akulah pembantu utama Toan Kiam-ceng yang menjebak Leng Ping-ji!"

   Dengan cepat Nyo Yan menyadari apa yang telah terjadi, katanya kemudian.

   "Ooh rupanya kau menyaru sebagai diriku, membohonginya hingga percaya, kemudian diam-diam mencelakainya?"

   Sedang dalam hati kecilnya dia berpikir.

   "Aku sudah berpisah selama tujuh tahun dengan enci Leng, tak heran kalau ia mudah ditipu oleh kawanan manusia laknat ini."

   Sementara itu Auwyang Seng manggut-manggut membenarkan."Benar, aku mendapat perintah dari Toan Kiam-ceng untuk secara diam-diam mencelakainya, cuma akhirnya bukan saja aku gagal untuk mencelakainya, hampir saja aku mencelakai diriku sendiri."

   Secara ringkas dia lantas menceritakan bagaimana pada saat itu dia menyaru sebagai Nyo Yan untuk membohongi Leng Ping-ji, pura-pura mengajak Leng Ping-ji mencari Toan Kiam-ceng, kemudian memotong rotan pengayomnya, siapa tahu rencana itu gagal hingga Leng Ping-ji berhasil melarikan diri.

   Selesai mendengar penuturan Auwyang Seng, Nyo Yan lantas berkata.

   "Kalau begitu, nasib Leng Ping-ji selanjutnya kau tidak tahu?"

   "Yaah, apa yang kemudian terjadi memang tidak kuketahui. Tapi menurut dugaanku, setelah berhasil meloloskan diri, Leng Ping-ji pasti akan kembali lagi untuk mencari Lomana. Aku rasa ia tak akan berhasil meloloskan diri dari cengkeraman Toan Kiam-ceng."

   "Siapa yang bertugas menjaga Lomana?"

   "Kakak misanku yang bernama Auwyang Si. Ilmu silat yang dimilikinya jauh di atas kepandaianku. Sekalipun ia dapat mengalahkan kakak misanku itu, belum tentu bisa membawa Lomana turun dari bukit Soat-hong. Apalagi kalau sampai bertemu dengan Toan Kiam-ceng yang sedang pulang, mereka lebih sulit lagi untuk melarikan diri."

   "Toan Kiam-ceng pergi ke mana?"

   "Ia pergi mencari ayah Lomana yang bernama Lohay."

   "Kalau begitu, belum tentu mereka berada di atas bukit Soat-hong sekarang?""Aku sendiri pun tidak tahu apa yang bakal terjadi setelah Toan Kiam-ceng pergi mengunjungi Lohay di Lor Anki, andaikata usahanya gagal, sudah pasti dia akan kembali lagi ke bukit Soat-hong. Cuma ada baiknya kau mencari Lohay le- bih dulu, sebab kau bisa m,endapat- kan berita tentang Toan Kiam-ceng maupun Leng Ping-ji darinya"

   Setelah Nyo Yan menanyakan letak bukit Soat-hong serta alamat Lomana, ia berkata lebih jauh.

   "Apakah masih ada soal lain yang hendak kau sampaikan kepadaku?"

   "Apa yang kuketahui hanya sebegini, harap."

   Tidak menanti ia menyelesaikan kata-katanya, Nyo Yan telah membalikkan tubuhnya dan berlalu dari situ. Auwyang Seng menjadi amat terperanjat, segera teriaknya keras.

   "Hei, hei, kau toh sudah berjanji."

   Belum habis perkataan itu diucapkan, terdengar desingan angin tajam menyambar lewat, tahu-tahu sebuah batu telah menghajar telak jalan darah Tian-ki-hiatdi atas dada Auwyang Seng.

   Jalan darah Tian-ki-hiat merupakan jalan darah kematian di tubuh manusia, tapi anehnya bukan saja Auwyang Seng tidak mati, malahan dia merasakan tubuhnya sangat enteng, darah dalam tubuhnya beredar kembali dengan lancar, tanpa terasa ia melompat bangun.

   Auwyang Seng termangu-mangu setelah bangkit kembali seperti baru sadar dari lamunannya dia baru tahu sekarang bahwa Nyo Yan telah membebaskan totokan jalan darahnya Rupanya Nyo Yan buru-buru melakukan perjalanan, maka seratus langkah kemudian ia baru menyambitkan sebutir batuuntuk membebaskan jalan darahnya yang tcrtotok.

   Seolah- olah di atas punggungnya mempunyai sepasang mata saja, sambitannya itu jitu sekali.

   Kemampuan untuk menyambit jalan darah lawan dengan getaran tenaga dalam sesungguhnya sudah terhitung semacam kepandaian vang sangat aneh, apalagi melepaskan batu untuk membebaskan totokan jalan darah, yang justru merupakan jalan darah kematian, hal ini lebih mencengangkan.

   Setelah termangu-mangu beberapa saat kemudian, Auwyang Seng merasa girang bercampur terkejut, girang karena selembar jiwanya berhasil diraih kembali, terkejut karena ilmu silat yang dimiliki Nyo Yan begitu anehnya, mungkin Toan Kiam-ceng sendiri pun belum tentu mampu menghadapinya.

   Dengan membawa perasaannya yang gundah ia lantas berpikir.

   "Lebih baik aku pulang dulu mencari toako, dan menceritakan pertemuanku dengan Nyo Yan ini, agar dia bisa bersiap-siap menghadapinya. Andaikata Lomanah masih berada di tangannya, hal ini jauh lebih baik lagi, kami bisa menyembunyikan Lomana di suatu tempat, sambil menunggu penyelesaian dari persoalan ini. Andaikata bocah keparat itu tak sanggup membunuh Toan Kiam-ceng, sebaliknya kena dibunuh Toan Kiam-ceng, tindakanku mengamankan Lomana juga terhitung suatu pahala untuk menebus dosa. Tentu saja bocah keparat itu akan pergi ke tempat Lohay uutuk mencari Toan Kiam-ceng lebih dulu, mustahil dia akan langsung pergi mencari Lomana."

   Padahal dari mana dia tahu kalau perhitungannya itu tak lebih cuma hitungan khayal belaka, waktu itu Lomana telah berhasil diselamatkan oleh Leng Ping-ji.Nyo Yan merasa sangat gelisah, dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuh yang hebat, dia berangkat melakukan perjalanannya dengan kecepatan luar biasa.

   Sekalipun jalanan yang ditempuh bukan jalan pintas, namun jauh sebelum Auwyang Seng tiba di tempat tujuan, ia telah keluar dari selat Tong-ku-si-sia.

   Setelah keluar dari selat sempit yang suram dan lembab, tampak cahaya matahari bersinar dengan terangnya menerangi seluruh jagat.

   Namun perasaan Nyo Yan masih tetap diliputi awan kegelapan.

   Seperti Ada Ular Berbisa Menggigit Hati Kata-kata Auwyang Seng tadi bagaikan ular berbisa yang menggigit hatinya.

   Sambil mengertak gigi, ia berseru dengan penuh kebencian.

   "Betul, dia adalah seorang manusia rendah yang tak tahu malu. Tetapi kata-katanya ada benarnya juga, bila Beng Goan-cau tidak kubunuh, bagaimana mungkin aku bisa mendongakkan kepalaku?"

   Walaupun ia ingin cepat-cepat menolong Leng Ping-ji, namun dalam hatinya ia agak mendongkol juga terhadap gadis itu, pikirnya lebih lanjut.

   "Gi-hu adalah sahabat karib Beng Goan-cau, ia tidak ingin aku tahu asal-usulku masih bisa diterima. Tapi enci Leng, dia bilang paling menyayangiku, mengapa dia pun membantu Beng Hoa untuk membohongi aku? "Ehmm, Toan Kiam-ceng memang tidak berbohong kepadaku, ia berkata kalau Beng Hoa bukan kakakku, aku memang betul-betul she Nyo, bukan she Beng."Betul orang ini pernah mencelakai aku, kini dia hendak mencelakai pula enci Leng, aku harus mencarinya untuk membuat perhitungan. Tapi mengingat dia pernah berbicara jujur kepadaku, aku belum tentu harus membunuhnya, baik, asal kupunahkan dahulu ilmu silatnya, kemudian baru mencari Beng Goan-cau untuk membuat perhitungan!"

   Makin dipikir dia merasakan hatinya semakin kalut, dia tak tahu kalau Leng Ping-ji yang sedang dirindukannya itu sedang berangkat menuju ke selat Tong-ku-si-sia.

   Tahun ini Nyo Yan baru berusia delapanbelas tahun, bagi manusia biasa, usia delapanbelas tahun merupakan masa remaja yang paling indah dalam hidupnya.

   Dari dulu sampai sekarang, orang selalu gemar membandingkan manusia dengan bunga dalam pembuatan syair.

   Padahal meski bunga ada banyak hal yang mirip manusia namun banyak pula perbedaannya.

   Persamaan antara bunga dengan manusia adalah, jarang yang tidak takut menghadapi serangan angin kencang dan hujan salju, tapi bila sudah mengalami dinginnya salju, bunga akan mekar lebih indah, manusia pun akan hidup lebih baik.

   Perbedaannya, bunga yang tumbuh di tengah hujan salju yang dahsyat, tentu akan lambat mekarnya, sebaliknya bocah yang sejak kecil hidup dalam badai, dia akan lebih cepat tumbuh dewasa.

   Demikian pula Nyo Yan, pikirannya lebih cepat dewasa dibandingkan usianya Kalau sedang cinta maka cintanya mendalam, kalau sedang membenci maka bencinya setengah mati.

   Di hal ini, Ki See-kiat yang usianya lebih besar itu memiliki banyak persamaan dengannya.Seperti Nyo Yan, dia pun sangat merindukan Leng Ping-ji.

   Perasaan mereka terhadap Leng Ping-ji mungkin saja berbeda, tapi sama-sama merindukannya Seperti juga Nyo Yan, dia pun amat mendendam terhadap Toan Kiam ceng, dia ingin mencari Toan Kiam-ceng untuk membuat perhitungan.

   Perbedaan yang paling besar adalah ia sama sekait tidak membenci Beng Goan-cau, walaupun terhadap Beng Goan-cau tidak menaruh kesan yang baik.

   Kecuali dalam perasaan, masih ada satu hal lagi yang berbeda, yakni situasi yang mereka hadapi sekarang.

   Nyo Yan telah berjalan keluar dari selat Tong-ku-si-sia, ia mempunyai harapan besar untuk memilih arah tujuannya, bisa dengan cepat melaksanakan pembalasan dendamnya.

   Sedangkan Ki See-kiat masih terjebak di dalam selat yang suram dan lembab itu, gagal menemukan jalan keluar.

   Entah terhadap orang yang dibenci atau orang yang dicintai, harapannya untuk bersua kembali masih tipis sekali.

   ---ooo0dw0ooo--- Ki See-kiat tersesat di tengah selat Tong-ku-si-sia, satu- satunya harapan yang masih tertinggal hanyalah menemukan si "pemandu tua"

   Lian Kan-pei, kemudian memaksanya untuk menjadi pemandu jalan.

   Di dalam anggapannya, kuda tunggangan Lian Kan-pei telah mati, orangnya juga terluka parah, sekalipun luka itu tak mematikan, namun mustahil dia bisa keluar dari selat sempit itu sedemikian cepatnya.

   Tapi, ia telah mencari ke sana kemari selama dua hari, yang menjadi teman seperjalanan toh cuma bayangan sendiri.Jangankan manusia, seekor binatang pun tidak ia temukan di dalam selat tersebut.

   Kini ransumnya sudah habis dimakan.

   Ransum sudah habis masih bukan ancaman serius, sebab ada kalanya ia masih dapat berburu burung yang kebetulan lewat untuk menangsal perutnya yang lapar.

   Yang paling parah adalah persediaan airnya telah habis.

   Rasa haus yang menyerang sudah tak tertahan lagi, maka apa yang harus dilakukan sekarang bukan mencari orang, me- lainkan mencari letak sumber air.

   Dalam selat sempit ini, sumber air bukannya tak ada, tapi untuk memperoleh air yang cukup merupakan suatu pekerjaan yang merepotkan.

   Sebagaimana diketahui, tempat itu merupakan sebuah lembah tandus yang tiada tumbuhannya, air yang ada pun hanya menetes keluar dari celah-celah batuan, itu pun harus menunggu hampir setengah harian lamanya sebelum bisa mengumpulkan air sebanyak satu cawan kecil.

   Hari ini, kembali Ki See-kiat menelusuri selat yang penuh tikungan itu dengan langkah cepat ia berharap bisa bersua dengan "pemandu jalangnya", Lian Kan-pei.

   Tanpa terasa tengah hari pun menjelang tiba, orang tidak ditemukan, sumber air pun tidak ada.

   Pagi tadi ia telah membasahi bibirnya dengan tetesan air yang menetes keluar dari balik dinding karang tapi beberapa tetes air yang hanya membasahi tenggorokkannya itu, kini sudah mengering kembali.

   Sementara ia makin gelisah, mendadak dari kejauhan sana seakan-akan terdengar suara air mengalir.Ki See-kiat segera merasakan semangatnya berkobar kembali, buru-buru ia mendekam di tanah dan menempelkan telinganya di atas permukaan tanah, kemudian setelah menentukan arahnya, ia segera pergi ke arah suara air itu.

   Tiba-tiba pandangan matanya bersinar terang, betul juga, ia menemukan sebuah selokan di sana.

   Malah di tepi selokan dijumpai seseorang.

   Orang itulah Tay-kiat Hoatsu, dia sedang minum air menggunakan bokor emasnya yang berlubang.

   Sebenarnya dia mengira Tay-kiat Hoatsu yang berlalu dengan menunggang kuda tempo hari pasti sudah keluar dari selat itu, siapa sangka ia telah bersua kembali dengannya.

   Cuma kali ini dia hanya seorang diri, sedangkan kudanya lenyap entah ke mana.

   Kiranya Tay-kiat Hoatsu sendiri pun tidak mengenal jalan, justru ada Lian Kan-pei yang menjadi pemandu jalannya maka ia baru berani masuk selat Tong-ku-si-sia Kini, setelah kehilangan Lian Kan-pei, seperti juga Ki See- kiat ia menjadi kehilangan arah.

   Untung saja tenaga dalamnya amat sempurna, untuk menahan lapar dan dahaga bukan persoalan baginya, berbeda dengan kudanya, setelah tiga hari tidak minum air, akhirnya binatang itu tak tahan dan roboh menemui ajalnya Dalam keadaan demikian, terpaksa Tay-kiat Hoatsu harus meninggalkan binatang itu untuk pergi mencari sumber air sendiri.

   Sementara itu, tatkala Tay-kiat Hoatsu menyaksikan kemunculan Ki See-kiat, rasa kagetnya tak terlukiskan lagi dengan kata-kata."Bocah keparat, ternyata ia belum mau melepaskan aku dengan begitu saja, malah membuntuti cariku terus-menerus! Baiklah, kalau toh kau enggan melepaskan aku, maka aku pun akan beradu jiwa dengannya.

   Hari ini, kalau bukan dia yang mati, biar akulah yang mampus."

   Tay-kiat Hoatsu segera melompat bangun, air yang berada dalam bokor emasnya berceceran di tanah, sambil melintangkan toyanya di depan dada, ia bersiap siaga meng- hadapi segala kemungkinan. Melihat itu, Ki See-kiat segera tertawa, ujarnya.

   "Toa hweesio, aku bukan datang untuk mencari gara-gara denganmu, asal kau tak ingin membunuhku, mengapa pula aku mesti beradu jiwa dengan dirimu"

   Tay-kiat Hoatsu menghembuskan napas lega, tanyanya kemudian.

   "Kenapa kau masih berada di sini?"

   "Aku tersesat?"

   "Mengapa dia tidak membawamu keluar dari sari? Apakah kalian tidak berbicara apa-apa? Atau dia telah kau bunuh?"

   Ki See-kiat mengerti, yang dimaksudkan sebagai "dia"

   Oleh Tay-kiat Hoatsu adalah pemuda yang mengaku bernama "Tong Put-ci"

   Itu, maka sahurnya.

   "Aku telah berbincang- bincang dengannya, cuma ia telah pergi."

   Tay-kiat Hoatsu makin terperanjat dibuatnya, segera dia berkata.

   "Kalau toh kalian telah berbincang-bincang, maka seharusnya kalian sudah saling mengetahui siapakah lawannya, kenapa ia masih pergi seorang diri?"

   Tergerak hati Ki See-kiat sesudah mendengar perkataan itu, buru-buru serunya.

   "Tay-kiat Hoatsu, aku memang ingin bertanya kepadamu, siapakah sahabatmu itu?""Masa ia tidak memberitahu namanya kepadamu?"

   "Beri tahu sih beri tahu, cuma dia bilang dia bernama Tong Put-ci, aku rasa ini nama palsu."

   "Apakah kau telah memberitahukan namamu kepada dia?"

   "Begitu selesai bertarung, aku lantas menyebutkan namaku. Aku toh bukan buronan yang takut ditemukan orang, mengapa aku harus merahasiakan namaku yang sebenarnya?"

   "Setelah dia tahu kalau kau bernama Ki See-kiat, apakah ia masih tetap mempergunakan Put-ci sebagai namanya?"

   "Betul, dia bilang ia adalah anak yatim piatu, maka dia sendiri pun tidak mengetahui asal-usul sendiri."

   Tiba-tiba Tay-kiat Hoatsu mendongakkan kepala lalu tertawa terbahak-bahak.

   
Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Haahh haahh haahh Tong Put- ci, Tong Put-ci. Dulu mungkin kau memang belum tahu (Put- ci), setelah berjumpa seharusnya dirimu sudah mengetahui, tapi mengapa masih mengatakan Put-ci? Betul-betul membuat aku pun turut kebingungan?"

   "Sebenarnya siapa nama orang itu? Cepat beri tahukan kepadaku!"

   Pinta Ki See-kiat. Saking ingin cepat-cepat mengetahui persoalan ini, ia menatap wajah Tay-kiat Hoatsu dengan sorot mata yang mengerikan, ini membuat Tay-kiat Hoatsu menjadi ketakutan setengah mati sehingga tak berani tertawa.

   "Kau datang ke wilayah Sin-kiang ini untuk mencari siapa?"

   Tanya pendeta itu kemudian.

   "Toa-hwesio, bukankah pertanyaanmu itu sudah tahu pura- pura bertanya? Aku percaya rekanmu Lian Kan-pei pasti telahmemberitahukan hai ini kepadamu, aku datang untuk mencari adik misanku Nyo Yan."

   "Nah, pemuda yang mengaku bernama Tong Put-ci itu bukan lain adalah adik misanmu sendiri, Nyo Yan "

   Kata Tay- kiat Hoatsu. Ki See-kiat terperanjat sekali, segera jeritnya tertahan.

   "Dia Nyo Yan? Benarkah perkataanmu itu?"

   "Buat apa aku mesti membohongi dirimu? Terus terang saja, pada waktu itu aku khawatir jika dia membantu dirimu karena masih terkait hubungan famili, maka aku cepat-cepat mengambil langkah seribu."

   Seperti telah diketahui, tempo hari ia sedang keteter hebat melawan Ki See-kiat ketika Nyo Yan secara kebetulan datang, dia tahu Nyo Yan dan Ki See-kiat adalah saudara misan, oleh sebab itu dalam saat kritis, dia hanya bisa memohon kepada Nyo Yan agar menahan serangan baginya untuk sementara waktu.

   Dia pun tahu, pada awal perjumpaan sudah pasti mereka tak akan tahu siapa gerangan lawannya, tapi begitu rahasia terungkap, bisa jadi dua bersaudara misan ini akan bekerja sama untuk mengerubutinya.

   Ki See-kiat menjadi tertegun untuk beberapa saat lamanya, kemudian ia berseru.

   "Kalau memang dia adalah Nyo Yan, mengapa ia tidak mau mengaku? Kenapa dia malah pergi seorang diri?"

   "Kau bertanya padaku, lantas mesti aku bertanya pada siapa?"Merah membara sepasang mata Ki See-kiat, serunya kemudian.

   "Baik, kalau begitu katakan kepadaku semua persoalan tentang Nyo Yan yang kau ketahui!"

   Tay-kiat Hoatsu tidak tahu di antara Ki See-kiat dan Nyo Yan telah terjadi persoalan apa sehingga Nyo Yan tak mau berterus terang, tetapi menyaksikan sikap Ki See-kiat yang melotot ke arahnya seperti orang kalap, hatinya menjadi takut.

   Diam-diam pikirnya kemudian.

   "Ketika aku bertarung dengan dirinya beberapa hari berselang, aku telah berulang kali mengatakan hendak membunuhnya, aku tidak percaya kalau dia bersedia melepaskan aku dengan begitu saja. Mungkin, setelah mengetahui duduk persoalan, aku lantas dibunuhnya. Begitu rasa takutnya timbul, segera timbul ingatan untuk melarikan diri meninggalkan tempat itu, katanya kemudian.

   "Aku pikir, kau pasti datang kemari karena mencari air? Duduk dan beristirahatlah sebentar, setelah minum air secukupnya baru aku ceritakan apa yang kuketahui kepadamu, mau bukan?"

   Ki See-kiat memang sedang kehausan sehingga hatinya menjadi gundah sekali, separuh alasan di karena haus, maka begitu menyinggung kembali soal air, ia sadar kembali.

   Berhadapan dengan air gunung yang segar, tentu saja dia tak tahan lagi, segera sahurnya.

   "Baik, aku akan minum air lebih dulu, kemudian baru menanyai dirimu."

   Dengan cepat ia membenamkan kepalanya ke dalam air untuk menyegarkan kembali pikirannya yang mendidih, rasa segar yang luar biasa segera menyelimuti seluruh tubuhnya.

   Tiba-tiba ia tidak menyaksikan bayangan tubuh Tay-kiat Hoatsu di atas permukaan air, menanti ia mendongakkankepalanya tampak Tay-kiat Hoatsu telah lari terbirit-birit meninggalkan tempat itu.

   Buru-buru Ki See-kiat meneguk beberapa tegukan air segar itu, kemudian menyusul dari belakang.

   Teriaknya keras sekali.

   "Bila kau tak bersedia memberitahukan soal Nyo Yan ya sudahlah, kenapa kau mesti melarikan diri? Toh lebih baik kita mencari jalan bersama-sama, paling tidak ada teman seperjalanan yang senasib sependeritaan."

   Tay-kiat Hoatsu tertawa dingin.

   "Haah haahh haahh kalian bangsa Han mempunyai sebuah pepatah yang mengatakan, sudah tahu bukan teman, lebih baik jangan jalan berdampingan. Andaikata kau mengenal seluk beluk jalan di tempat ini, mungkin saja aku terpaksa akan mengikutimu. Kini kau sendiri pun tak bisa menyelamatkan diri, mengapa aku mesti menggantungkan nasib kepadamu? Buat apa aku mesti menjadi teman seperjalananmu?"

   Sambil tertawa dingin, ia kabur semakin cepat lagi meninggalkan tempat itu.

   Sebetulnya ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Ki See- kiat jauh di atas kepandaiannya, tapi pertama, karena dia terlambat mengejar, kedua, situasi tempat itu amat kalut maka sewaktu tiba di dekat tikungan bukit, Tay-kiat Hoatsu sudah kabur entah ke mana.

   ---ooo0dw0ooo--- Setelah meloloskan diri dan pengejaran Ki See-kiat, baru saja Tay-kiat Hoatsu berusaha keras mencari jalan keluar, tiba-tiba dia mendengar derap kaki kuda berkumandang dari kejauhan sana, derap kaki kuda itu makin lama semakin mendekat"Jangan-jangan Lian Kan-pei yang tidak melihat aku keluar dari selat, telah membeli kuda baru di peternakan dekat sini dan kembali mencari aku? Kalau memang ia berbuat demikian hitung-hitung ia masih punya sedikit liangsim juga."

   Dengan membawa perasaan gembira yang meluap-luap, cepat-cepat ia maju menyongsong.

   Akhirnya suara derap langkah kuda itu berhenti di hadapannya, dalam waktu singkat Tay-kiat Hoatsu maupun penunggang kuda itu sama berseni tertahan.

   Ternyata yang datang bukan Lian Kan-pei, melainkan seorang gadis yang muda usia.

   la kenal dengan gadis itu, dan gadis itu pun kenal dengan dia.

   Ternyata dia adalah Thian-san Lihiap Leng Ping-ji yang datang ke selat Tong-ku-si-sia untuk mencari Ki See-kiat.

   Belum habis rasa kaget Tay-kiat Hoatsu, sambil tertawa dingin Leng Ping-ji membentak.

   "Memang di mana pun manusia dapat bersua, tak nyana setelah berpisah bertahun- tahun kembali aku bisa bersua dengan kau si hwesio gede di sini. Hmmm, di hadapan orang jujur tidak usah bohong, toa- hwesio, ada urusan apa kau datang kemari?"

   Dengan gusar Tay-kiat Hoatsu membentak.

   "Hmmm, dengan mengandalkan kemampuanmu, kau budak kecil juga berani memeriksa aku? Pinceng senang berpesiar ke mana- mana, ke mana aku suka ke situ aku pergi. Kau boleh datang kemari, kenapa aku tak boleh datang ke sini?"

   Leng Ping-ji dingin, ujarnya ketus.

   "Sekalipun tidak kau katakan, aku juga tahu!"

   "Apa saja yang kau ketahui?"

   Tanya Tay-kiat Hoatsu deagan wajah tertegun."Baik, akan kusebutkan. Nyo Yan yang telah mengajakmu kemari, tujuannya untuk membunuh Ki See-kiat, bukankah begitu?"

   Tentu saja Tay-kiat Hoatsu sama sekali tidak tahu kalau "Nyo Yan"

   Yang disebutkan sekarang sama sekali bukan Nyo Yan yang telah dijumpainya beberapa waktu berselang, betapa terkejutnya dia setelah mendengar perkataan itu.

   "Walaupun apa yang diduga tidak betul seratus persen, tapi tidak sedikit juga yang dia ketahui,"

   Demikian pikirnya.

   Leng Ping-ji bisa menduga begitu bukanlah sama sekali tanpa sebab.

   Kiranya walaupun Tay-kiat Hoatsu adalah murid pertama dan Si-lo Hoatsu dan merupakan seorang jago lihay dari perguruannya, namun watak orang ini sama sekali berbeda dengan tabiat gurunya bukan saja ia tak dapat menjauhkan diri dari kemewahan duniawi, nafsunya untuk memperoleh nama dan kedudukan juga besar sekali Dulu, sewaktu ia "kengsu"

   Pembantu dari istana Bhutara di Lhasa, hubungannya dengan Wi to peng seorang jago lihay dari pemerintah Ceng yang diutus ke Lhasa akrab sekali, bahkan mereka saling memperalat.

   Ketika dua orang pendeta sakti dari negeri Thian-tok dengan membawa anak muridnya naik ke buku Thian-san untuk beradu kepandaian dengan Teng Keng-thran, lociang- bunjin partai Thian-san, peristiwa itu pun berkat hasutannya.

   sedang orang yang menyusun rencana di balik layar tak lain adalah Wi Topeng.

   Sekalipun rencana keji dari Wi To-peng ketika itu mengalami kegagalan total, namun kerugian yang diderita pihak Thian-san-pay pun tidak sedikit.Duduk perkara dari semua peristiwa ini baru diketahui sejelas-jelasnya oleh pihak Thian-san-pay jauh setelah peristiwa itu berlangsung.

   Kemudian, ketika Toan Kiam-ceng kabur dari bukit Thian- san, ada pula yang menjumpai dia melakukan perjalanan bersama Tay-kiat Hoatsu.

   Sampai detik itu, Leng Ping-ji masih belum tahu kalau orang yang membohonginya adalah Nyo Yan gadungan, di dalam anggapannya Nyo Yan telah seratus persen condong ke pihak Toan Kiam-ceng dan membantu orang-orang yang sedang melakukan perbuatan jahat Tay-kiat Hoatsu berkomplot pula dengan Toan Kiam-ceng, dari sini bisa diketahui kalau Tay-kiat Hoatsu pasti diutus untuk membantu usaha Nyo Yan.

   Itulah sebabnya, begitu memasuki selat Tong-ku-si-sia dan bertemu dengan Tay-kiat Hoatsu, tak bisa dihindari lagi ia mencurigai pendeta itu diajak Nyo Yan untuk mencelakai Ki See-kiat.

   Kini, sewaktu dilihatnya paras muka Tay-kiat Hoatsu berubah hebat, ia semakin percaya kalau dugaannya tak salah, segera bentaknya.

   "Kalian telah apakan Ki See-kiat? Kalau tidak kau terangkan, tak nanti aku lepaskan dirimu!"

   Tay-kiat Hoatsu tertawa dingin.

   "Jika kau ingin mencari Ki See-kiat, silakan mencarinya sendiri, apa urusannya dengan diriku?"

   "Kurang ajar, kau berani mengatakan kalau kau bukan datang untuk mencelakai Ki See-kiat?"

   Bentak Leng Ping-ji dengan gusar. Tay-kiat Hoatsu segera berpikir.

   "Jangan-jangan Lian Kan- pei telah dibekuknya? Kalau tidak, dari mana ia bisa tahu kalau Ki See-kiat berada di sini?"Dia mengira Leng Ping-ji telah mengetahui duduk perkara yang sebenarnya, tapi dia pun tidak memandang sebelah mata kemampuan Leng Ping-ji, maka dengan angkuh sahurnya.

   "Betul, aku memang ingin menjajal ilmu silatnya, setelah kudengar Ki See-kiat berhasil mendapatkan kitab pusaka warisan Kui Hoa-seng. Tapi aku tidak membunuhnya, aku hanya tahu kalau kini ia berada bersama Nyo Yan. Me- mandang hubungan partaimu dengan kuil Lan-tou-si kami, aku bersedia memberitahukan hal ini kepadamu, nah, kau tak usah banyak berbicara lagi!"

   Dalam anggapannya ucapan tersebut sudah cukup sungkan, siapa tahu justru makin mengejutkan dan menggusarkan Leng Ping-ji.

   Dari ucapan Tay-kiat Hoatsu barusan, ia mendapat tahu kalau Ki See-kiat benar-benar telah bertemu dengan Nyo Yan, dalam anggapannya, Ki See-kiat telah tertipu oleh "Nyo Yan".

   Kontan dia meloloskan pedangnya lalu membentak keras.

   "Nyo Yan telah menipunya ke mana?"

   Tay-kiat Hoatsu sendiri pun ikut naik darah menyaksikan kekasaran orang, ia mendengus, kemudian setelah tertawa dingin katanya.

   "Suhumu sendiri tak berani begitu kurang ajar kepadaku, jangankan aku memang tak tahu, sekalipun tahu juga tak akan kuberitahukan kepadamu. Mau apa kau?"

   "Kau tahu juga boleh, tidak tahu juga boleh, pokoknya aku tetap akan memaksamu untuk menemukan kembali kedua orang itu,"

   Kata Leng Ping-ji dingin.

   "kalau tidak."

   "Kalau tidak kenapa?"

   Jengek Tay-kiat Hoatsu sambil tertawa dingin.

   "Kalau tidak, jangan harap aku akan melepaskan dirimu meninggalkan selat ini."Padahal dari mana dia bisa tahu kalau Tay-kiat Hoatsu sedang kesal karena tak mampu meninggalkan selat tersebut, tergerak hatinya setelah mendengar perkataan Leng Ping-ji itu, pikirnya.

   "Kebetulan sekali kedatangan budak ini, mengapa tidak kubekuk dirinya dan memaksanya untuk menunjukkan jalan keluar? la berani kemari, sudah pasti tahu jalan keluar selat ini."

   Sementara Leng Ping-ji telah mempersiapkan diri baik-baik, setelah menyaksikan paras muka pendeta itu berubah tak menentu, pedang mestika Peng-pok-han-kong-kiam diayunkan ke udara, kemudian tegurnya.

   "Rencana busuk apa yang sedang kau susun? Aku tak punya waktu untuk menunggumu lagi, ayo katakan, sebetulnya kau bersedia menjawab atau tidak?"

   "Kurang ajar!"

   Bentak Tay-kiat Hoatsu gusar.

   "Dengan mengandalkan kemampuanmu, kau si budak kecil pun berani menganiaya aku!"

   Disertai desingan angin tajam, toya bambu hijaunya segera menotok ke depan, secepat sambaran kilat menyambar jalan darah Cian-keng-hiat di bahu kanan Leng Ping-ji"

   Sewaktu berada di bukit Thian-san tempo hari, Leng Ping-ji sudah pernah menyaksikan kelihayan ilmu silatnya, dia cukup tahu kalau musuhnya ini amat tangguh.

   Cahaya pedang segera berkilauan, dengan membentuk gerakan setengah lingkaran dia melindungi tubuh bagian atas dan tengah, lalu dengan cepat balik membabat ke depan.

   Inilah jurus pembukaan dari ilmu pedang Thian-san-kiam- hoat yang dinamakan Im-soh-thian-san (Awan Mengunci Bukit Thian-san).Gagal menerjang ke depan.

   "Trang!"

   Pedang dan toya Tay-kiat Hoatsu segera saling membentur satu sama lainnya hingga menimbulkan percikan bunga api, namun kedua belah pihak sama-sama tidak menderita luka apa-apa.

   Tapi anehnya, sewaktu terjadi percikan bunga api tadi, segulung hawa dingin yang merasuk tulang menyerang ke dalam tubuhnya, sekalipun Tay-kiat Hoatsu memiliki tenaga dalam yang amat sempurna pun tak urung dibikin bergidik juga sehingga bersin berulang kali.

   Leng Ping-jj sendiri pun merasa terperanjat sekali ketika gagal memutuskan toya bambu lawan, segera pikirnya.

   "Untung saja suhu menghadiahkan pedang mestika ini kepadaku, coba kalau kupergunakan pedang biasa, sudah pasti aku bakal menderita kerugian besar pada saat ini."

   Walaupun Tay-kiat Hoatsu dibikin bergidik, tapi tenaga dalam yang dimilikinya toh masih jauh lebih unggul daripada Nyo Yan gadungan, hawa dingin yang menyengat badan, tak lebih hanya mendatangkan sedikit pengaruh saja, begitu hawa muminya disalurkan, segala sesuatunya menjadi pulih kembali seperti sediakala.

   Setelah terkejut, tanpa terasa ia pun menjadi teringat kembali dengan suatu hal yang pernah didengar dari Lian Kan- pei, dengan cepat dia mundur selangkah, lalu dengan wajah terkejut bercampur girang tanyanya.

   "Budak busuk, rupanya pedang yang berada di tanganmu itu adalah pedang mestika Peng-pok-han-kong-kiam?"

   Perlu diketahui, pedang Peng-pok-han-kong-kiam merupakan benda mestika yang menjadi incaran setiap umat persilatan di dunia ini, bagaimana mungkin Tay-kiat Hoatsu tidak tertarik hatinya?"Anggap saja kau memang memiliki mata yang tajam,"

   Puji Leng Ping-ji.

   "Kalau sudah kau-kenal pedang ini, masih beranikah kau menggunakan kekerasan?"

   Tay-kiat Hoatsu tertawa dingin, segera bentaknya.

   "Asal kau persembahkan pedang Peng-pok-han-kong-kiam itu kepadaku, aku bersedia untuk mengampuni selembar jiwamu."

   Di tengah bentakan, tubuhnya kembali menerjang ke muka dan menyerang dengan jurus Heng-sau cian-kun (Menyapu Rata Seribu Prajurit).

   Leng Ping-ji segera bertindak dengan berkelit ke samping, lalu pedangnya dengan jurus Im-soh-thian-san berubah menjadi jurus Tui-cuang-wang-gwat (Mendorong Jendela Memandang Rembulan), pedangnya didorong sejajar dengan dada.

   Jurus serangan ini tampaknya sederhana, tiada sesuatu yang aneh, padahal di dalamnya justru tersimpan tenaga serangan yang amat mengerikan.

   Toya bambu Tay-kiat Hoatsu menyapu ke depan, tenaga yang dipergunakan jauh lebih dahsyat dari tenaga serangan pertama, belum lagi menyentuh tubuh lawan, segulung hembusan angin tajam telah menyingkirkan mata pedang Leng Ping-ji.

   Siapa tahu bukannya mundur Leng Ping-ji malah maju, menggunakan kesempatan ketika pedangnya dipukul miring, ia pinjam tenaga memukul tenaga, ujung pedangnya menutul pelan di ujung toya musuh, mendadak dari bawah melejit ke atas langsung menusuk wajah Tay-kiat Hoatsu.

   Cepat-cepat Tay-kiat Hoatsu menggerakkan bokor emas di tangan kirinya untuk menangkis, namun tangkisannya tidak tepat pada sasaran, Leng Ping-ji dengan pedang kilatnya dapat menyerang tiba dan menusuk tubuhnya.Akan tetapi, ketika mata pedang itu sudah hampir tiba di hadapannya, tiba-tiba seperti terdorong oleh segulung tenaga yang tak berwujud saja, tahu-tahu serangan itu meleset Pada saat itulah, Tay-kiat Hoatsu dengan jurus Peng-sah- lok-ing (Burung Manyar Menyambar Pasir) telah membacokkan toya bambunya ke bawah mengetuk pergelangan tangannya.

   "Lepas pedang!"

   Bentaknya keras-keras.

   Ternyata bokor emas milik Tay kiat Hoatsu itu meski sudah kena dilubangi oleh tusukan pedang See-kiat sehingga daya semberaninya banyak berkurang, namun kekuatannya tidak hilang sama sekali.

   Untung saja pedang Peng-pok-han-kong-kiam bukan termasuk benda yang terbuat dari besi, sehingga tak sampai kena betot bokor emas.

   Tapi, Tay-kiat Hoatsu menyertakan tenaga Liong-siu-kang miliknya ke dalam bokor emas sehingga terpancarlah daya isap yang amat dahsyat, akibatnya sekalipun bukan benda yang terbuat dari besi pun ikut terseret ke samping.

   "Traaang!"

   Pedang Peng-pok-han-kong-kiam saling membentur lagi dengan toya bambu hijau milik Tay-kiat Hoatsu.

   Kali ini Tay-kiat Hoattu telah menyertakan hawa sakti Liong- siu-kang miliknya ke dalam serangan tersebut, akibatnya Leng Ping-ji merasakan pergelangan tangannya menjadi sakit sekali, buru-buru dia gunakan gerakan Berjumpalitan di Atas Awan untuk menghindarkan diri, akan tetapi pedang Peng-pok-han- koug-kiam masih tetap berada di tangannya.

   Dengan terjadinya peristiwa ini, kedua belah pihak sama- sama merasa terperanjat Leng Ping-ji tidak menyangka kaiautusukan pedangnya tidak menghasilkan apa-apa, sebaliknya Tay-kiat Hoatsu juga terkesiap karena ia gagal mengisap pedang lawan, bahkan tenaga Liong-siu-kang yang disertakan juga tak mampu memaksanya melepaskan pedang.

   Mendadak ia menjadi sadar kembali, pikirnya.

   "Konon pedang Peng-pok-han-kong-kiam terbuat dari inti es yang berusia sepuluh laksa tahun, tak heran kalau bokor emasku tidak mendatangkan hasil apa-apa. Tapi herannya ternyata Liong-siu-kang milikku juga tak berhasil mengapa-apakan dia, sekalipun tenaga dalam yang dimiliki budak ini masih belum dapat menandingi bocah keparat she Ki itu, tampaknya kemampuan budak ini tak boleh dianggap enteng."

   Setelah dicoba beberapa jurus, Tay-kiat Hoatsu segera berpendapat walaupun tenaga dalam yang dimiliki Leng Ping-ji tidak lemah tapi dia yakin masih mampu untuk mengalahkannya, maka tenaga dalam Liong-siu-kang miliknya segera dikerahkan sepenuh tenaga untuk melancarkan serangkaian serangan yang jauh lebih ganas lagi.

   Dengan bokor emas melindungi badan, toya bambu melepaskan serangan, gulungan angin serangan bagaikan hembusan angin puyuh melanda tiada habisnya.

   Tatkala Leng Ping-ji sudah makin keteter dan tampaknya sudah tak tahan lagi, mendadak permainan pedangnya sama sekali berubah.

   Kini serangannya berubah menjadi aneh sekali, bahkan hawa dingin yang terpancar keluar dari ujung pedangnya makin lama semakin tebal, rupanya ia telah mengeluarkan ilmu pedang Peng-coan-kiam-hoat.

   Sejak mempelajari ilmu pedang Peng-coan-kiam-hoat, kali ini merupakan kedua kalinya Leng Ping-ji mempergunakankepandaian itu untuk, bertarung, pada mulanya ia masih kurang begitu lancar, tapi lambat laun makin lancar dan makin lincah, gerakannya benar-benar menyerupai aliran sungai es.

   Kadang kala sekilas pandang jurus serangan yang tampaknya sangat sederhana, tahu-tahu di dalamnya disertakan tenaga serangan yang mahadahsyat, membuat orang tak dapat menduga.

   Tiap kali serangannya tiba, tampak cahaya tajam berkilauan, hawa pedang menyelimuti angkasa, toya bambu hijau Tay-kiat Hoatsu segera terkurung rapat-rapat.

   Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Di delapan penjuru hampir semuanya merupakan bayangan tubuh Leng Ping-ji, tak sampai separuh batang hio, dari bertahan Leng Ping-ji menjadi pihak menyerang, dari posisi di bawah angin berubah menjadi seimbang, malah kemudian di atas angin.

   Pada mulanya Leng Ping-ji menyerang dengan ilmu pedang Thian-san-kiam-hoat, tapi tak mampu mengalahkan Tay-kiat Hoatsu, hal ini bukan disebabkan ilmu pedang Thian-san-kiam- hoat tak bisa mengalahkan Peng-coan-kiam-hoat, sebaliknya karena terdapat alasan lain di balik kesemuanya itu.

   Pertama, Tay-kiat Hoatsu pernah menyaksikan ilmu pedang Thian-san-kiam-hoat, sekali pun tidak hafal dengan kelihayan serangan tersebut, namun sebagai seorang yang mempunyai ilmu yang dalam, sudah barang tentu dia merasa jauh lebih gampang menghadapi ilmu pedang yang pernah dilihat daripada yang belum pernah dilihatnya.

   Ilmu pedang Peng-coan-kiam-hoat belum pernah dilihat olehnya, tiap jurus yang dipergunakan Leng Ping-ji tak bisa diduga olehnya, kadang kala sebuah jurus serangan yangkelihatannya sederhana, sewaktu akan dihadapi ternyata ber- ubah menjadi lihay sekali.

   Kedua, pedang Peng-pok-han-kong kiam memang harus dikombinasikan dengan ilmu pedang Peng-coan-kiam-hoat baru dapat memperlihatkan kehebatannya.

   Hawa dingin yang memancar keluar dari ujung pedang tersebut makin lama semakin tebal kendatipun Tay-kiat Hoatsu memiliki tenaga dalam yang amat sempurna, lama- kelamaan ia merasa tubuhnya bagaikan terperosok ke dalam gua salju, hampir saja tak sanggup untuk menahan diri.

   Dalam keadaan apa boleh buat terpaksa dia harus melawan jurus-jurus serangan dari Leng Ping-ji sambil mengerahkan tenaga dalamnya untuk melawan hawa dingin yang kian lama kian merasuk ke dalam tulang sumsumnya.

   Sebenarnya dia lebih tangguh dalam hal tenaga dalam dari Leng Ping-ji tapi karena harus membagi tenaga dalamnya, otomatis ia menderita kerugian yang besar sekali.

   Untung saja tenaga dalam Liong-siu-kang miliknya bisa digunakan untuk bertarung dalam jangka waktu yang cukup lama, apalagi toya Cing-tiok-cang serta bokor emasnya masih terhitung benda-benda mestika dari dunia persilatan, dalam keadaan terburu-buru seperti memang agak sulit buat Leng Ping-ji untuk mengalahkan dirinya.

   Berjumpa Lagi Setelah kehilangan jejak Tay-kiat Hoatsu, dengan penasaran Ki See-kiat berusaha mencari ke sana kemari, mendadak ia mendengar suara beradunya senjata tajam lamat-lamat berkumandang datang dari kejauhan sana.Dengan keheranan dia lantas berpikir.

   "Heran, siapa yang sedang bertempur di dalam selat ini? Jangan-jangan aku telah salah dengar?"

   Hampir saja dia mencurigai hal itu sebagai suara aneh yang pernah didengar dalam Kota Iblis dulu, tapi jelas suara itu merupakan suara benturan senjata tajam.

   Keadaan pemuda itu sekarang ibarat seseorang yang tersesat di tengah gurun pasir, mendadak dari kejauhan sana ia menemukan ada sumber air, tapi dia pun takut hal itu hanya fatamorgana belaka.

   Menelusuri sumber suara itu, akhirnya dia berhasil menemukan tempat di mana Leng Ping-ji sedang bertarung melawan Tay-kiat Hoatsu.

   Kalau tadi ia tak berani mempercayai telinga sendiri, maka sekarang dia tak berani mempercayai mata sendiri Dia mengucak-ucak matanya, lalu termangu-mangu sesaat, akhirnya dia lantas menjerit keras.

   "Leng lihiap Leng lihiap kenapa kau kau bisa sampai di sini?"

   Waktu itu, Leng Ping-ji sedang menggenggam segumpal peluru inti es dan disambitkan ke tubuh Tay-kiat Hoatsu; di mana peluru es itu menyambar lewat, hawa dingin segera memancar keluar bagaikan sebuah jaring yang tebal.

   Dalam terkejutnya Tay-kiat Hoatsu sama sekali tidak menyangka kalau peluru inti es tersebut sebenarnya bukan senjata rahasia sembarangan, serta merta dia mengangkat bokor emas yang ada besi semberaninya itu ke atas, maksudnya dia hendak mengisap senjata rahasia tersebut ke dalam bokor.Seandainya tidak ditangkap mungkin keadaannya jauh lebih baik, siapa tahu begitu ditahan kontan saja peluru inti es itu meletup, hawa dingin yang mencengkam badan seketika itu juga menyelimuti seluruh angkasa, dalam waktu singkat ada selapis benda bagaikan jaring tidak berwujud menyelimuti angkasa, keampuhan peluru inti es itu pun otomatis berubah menjadi lebih kuat dan cepat Dalam waktu singkat Tay-kiat Hoatsu merasakan seluruh badannya menjadi kaku, darah yang mengalir di dalam tubuhnya seakan beku.

   Sadarlah pendeta itu, bila pertarungan di lanjutkan niscaya dia akan dibekuk lawan, menggunakan kesempatan itu ketika tubuhnya masih bisa bertahan, maka cepat-cepat dia menggigit lidahnya keras-keras, kemudian mengerahkan segenap sisa tenaga dalam yang dimilikinya ke ujung toya, setelah itu dibabatkannya ke depan keras-keras.

   Bersama itu juga, bokor emas yang berada di tangan kirinya langsung dibabatkan ke wajah Leng Ping-ji.

   Tubrukan kalap yang dilancarkannya ini menggunakan segenap sisa kekuatan yang dimilikinya, me-nang atau kalah semuanya tergantung dari serangan ini, bisa dibayangkan betapa dahsyatnya ancaman tersebut.

   Ki See-kiat yang menyaksikan kejadian itu, dengan gugup segera berteriak keras.

   "Peng-hoo-to-kwa (Sungai Es Membentang Lebar), Hui-pau-ciau-liu (Air Terjun Berarus Deras)!"

   Kedua jurus serangan yang diteriakkan ini merupakan dua jurus sakti dari ilmu pedang Peng-coan-kiam-hoat untuk menghadapi serangan tangguh lawan.Baru selesai dia berseru, betul juga, Leng Ping-ji telah menggunakan kedua jurus dari Peng-coan-kiam-hoat itu untuk menghadapinya.

   Ki See-kiat menghembuskan napas lega, pikirnya kemudian.

   "Walaupun kedua jurus serangan ini tidak memiliki kehebatan seperti apa yang diukir Kui Hoa-seng tayhiap di atas dinding batu, namun untuk menghadapi serangan tangguh dari Tay- kiat, aku yakin masih lebih dari cukup."

   Ketika ingatan tersebut melintas lewat, tampak toya bambu milik Tay-kiat Hoatsu benar-benar sudah terlepas dari cekalan, sementara bokor emas yaag disambitkan ke arah Leng Ping-ji juga tidak mengena, malah terguling ke bawah tebing.

   Pucat pias paras Tay-kiat Hoatsu, serunya kemudian.

   "Ki See-kiat; bunuhlah aku!"

   Ki See-kiat tidak menanggapi ucapan itu, sebaliknya berkata.

   "Leng lihiap, harap kau suka memandang mukaku, lepaskan toa-hwesio ini sebab aku telah meluluskan permintaan dari seorang sahabatku untuk tidak membunuhnya."

   Ternyata ia sudah teringat janjinya kepada Nyo Yan, bersamaan itu juga dia pun teringat hubungan antara Nyo Yan dengan Leng Ping-ji.

   Cuma pada saat ini bukan waktu yang tepat untuk membicarakan persoalan itu, maka untuk sementara waktu dia merahasiakan nama Nyo Yan.

   Leng Ping-ji sendiri, walaupun tidak mempunyai kesan baik terhadap Tay-kiat Hoatsu, namun pertama, karena perguruan mereka mempunyai hubungan yang erat, kedua, Tay-kiat Hoatsu juga bukan termasuk seorang manusia laknat yangbanyak melakukan kejahatan, maka ia tak berniat untuk membinasakan dirinya.

   Itulah sebabnya setelah mendengar perkataan Ki See-kiat, dia lantas menyarungkan kembali pedang Peng-pok-han-kong- kiam, setelah itu ujarnya dingin.

   "Kini kau pun tak usah membantu aku lagi, memandang di atas wajah Ki siauhiap, kuampuni jiwamu."

   Agaknya Tay-kiat Hoatsu sama sekali tidak menyangka kalau Ki See-kiat bakal memintakan ampun baginya, dengan cepat ia memungut kembali toya bambu dan bokor emas itu, kemudian sambil memberi hormat kepada Ki See-kiat ujarnya.

   "Budi kebaikan dari sicu ini akan lolap ingat terus."

   Entah apa arti dari ucapan tersebut, begitu selesai berkata ia lantas beranjak pergi.

   Ki See-kiat merasa gembira bukan kepalang setelah berjumpa dengan kekasih hatinya, waktu itu, ia sudah tak sempat lagi untuk mendalami maksud ucapan dari Tay-kiat Hoatsu, dengan cepat ia maju untuk bersua dengan Leng Ping-ji.

   Perjumpaan yang tiba-tiba ini sama sekali di luar dugaan mereka berdua, untuk sesaat lamanya sepasang muda-mudi ini tak tahu apa yang mesti dibicarakan.

   Selang sesaat, Ki See-kiat baru berkata.

   "Leng lihiap, aku sedang berangkat ke Lor Anki untuk mencarimu, tak nyana kau sudah datang kemari duluan."

   "Aku juga khusus datang kemari untuk mencarimu,"

   Kata Leng Ping-ji cepat. Tapi selesai berkata, merah jengah selembar wajahnya."Dari mana kau bisa tahu kalau aku berada di sini?"

   Tanya Ki See-kiat kemudian. Leng Ping-ji tertegun, pikirnya di hati, Jangan-jangan dia belum bertemu dengan Nyo Yan?"

   Berpikir begitu, dia lantas berkata.

   "Beri tahu lebih dahulu kepadaku, dari mana kau bisa tahu kalau mencari aku harus pergi ke Lor Anki?"

   "Panjang sekali ceritanya."

   "Baik, kalau memang panjang ceritanya, harus kau mulai dari depan."

   "Aah, betul, aku belum menyampaikan selamat kepadamu. Barusan, terima kasih banyak atas petunjukmu, tentunya kau telah berhasil mendapatkan kitab pusaka peninggalan Kui Hoa- seng dalam Kota Iblis bukan? Bagaimana kalau kau bercerita mulai dari sini saja?"

   Perlu diketahui, sejak terjun ke dalam dunia persilatan, Leng Ping-ji sudah dua kali menderita pukulan batin yang amat berat, pertama adalah pengkhianatan Toan Kiam ceng atas cintanya, kedua adalah percobaan pembunuhan yang dilakukan "Nyo Yan", pemuda yang telah dianggap sebagai saudara sendiri itu.

   Terhadap Toan Kiam-ceng, dia boleh dibilang sudah putus asa, sedangkan terhadap Nyo Yan, karena kejadian ini berlangsung belum lama berselang, maka dia lebih sedih lagi.

   Justru karena dia takut di atas lukanya yang baru ditambah lagi luka yang lebih dalam, maka pada saat ini dia benar-benar takut menanyakan musibah yang menyangkut diri Ki See-kiat dan Nyo Yan, sekalipun hal ini mungkin tidak dapat dihindari lagi, dia pun tak ingin menyinggungnya lebih dulu.Ki See-kiat sebenarnya ingin menceritakan kalau ia telah bertemu dengan Nyo Yan, tapi ketika teringat olehnya jika kisah ini tidak dimulai dari awal mungkin duduk persoalan jadi kabur, selain dari itu dia pun ingin menyinggung "berita gembira"

   Ini paling belakang sehingga menggirangkan hati Leng Ping-ji, maka dia pun mengubah rencananya semula. Menuruti permintaan dari Leng Ping-ji, ia lantas mengisahkan dulu pengalamannya ketika berada di Kota Iblis.

   "Jikalau dibicarakan kembali, sepantasnya kuucapkan terima kasih kepadamu atas petunjuk dua tahun berselang, dari bencana aku telah memperoleh rejeki dalam Kota Iblis, seperti yang kau katakan, aku betul-betul berjodoh dengan dewa."

   Secara ringkas ia lantas bercerita bagaimana ia bertemu dengan Ghasam Hoatsu dalam gua es, bagaimana mencari simhoat tenaga dalam Peng coan kiam hoat peninggalan Kui Hoa-seng suami istri serta bagaimana ia meloloskan, akibat gempa bumi, setelah lolos, bagaimana bertemu dengan To Kian-kong, Lian Kian pei sertat Tay kiat Hoatsu.

   Sebagai akhir cerita, ia berkata.

   "Leng lihiap, sebetulnya ilmu pedang Peng-coan-kiam-hoat merupakan hak dari perguruanmu, apalagi sekarang kau telah mendapat pedang Peng-pok-han-kong-kiam, sudah sewajarnya bila ilmu pedang tersebut kukembalikan kepadamu."

   "Ilmu pedang itu kau dapatkan dengan taruhan nyawa, mana boleh kuterima dengan begitu saja?"

   "Seandainya kau tidak menyelamatkan jiwaku dua tahun berselang aku pasti sudah mati di Kota Iblis mana mungkin aku mendapat semua ilmu tersebut? Leng lihiap, aku rasa kitatak usah berpandangan sempit-apalah gunanya sungkan- sungkan?"

   "Baik,"

   Ucap Leng Ping-ji sambit tertawa.

   "kalau memang begitu,aku minta kau jangan sungkan-sungkan lagi kepadaku."

   Sepatah kata Leng Ping-ji ternyata memancing diungkapkannya perasaan pemuda itu, hal mana benar-benar jauh di luar dugaannya.

   Begitu mengetahui bagaimana perasaan kagum dan cinta Ki See-kiat kepadanya, kontan saja gadis ini merasakan jantungnya berdebar keras, ya girang ya kaget, ya manis.

   Buru-buru tukasnya.

   "Baik, kalau begitu akan kupanggil dirimu Ki toako, sedang kau sebut namaku saja. Ki toako, terima kasih banyak atas maksud baikmu, soal ilmu pedang Peng-coan-kiam-hoat kita bicarakan belakangan saja, apakah kisahmu telah selesai?"

   Sebenarnya Ki See-kiat hendak mengusulkan agar mereka mengikat diri sebagai saudara saja, tapi berbicara sampai pada akhirnya dia menjadi ragu-ragu, ia takut permintaannya ditolak oleh Leng Ping-ji hingga dirinya menjadi rikuh.

   Siapa tahu Leng Ping-ji telah menyebut "toako"

   Lebih dulu kepadanya, betul mereka belum angkat saudara secara resmi, tapi boleh dikatakan harapannya telah terkabul. Terbayang kembali sikap dingin Leng Ping-ji pada dua tahun berselang, ketika mengetahui ia bersedia memanggil "toako"

   Kepadanya, pemuda ini merasa hatinya menjadi hangat Pikirnya kemudian.

   "Leng Ping-ji memang tak malu disebut sebagai seorang gadis yang cerdas, seperti namanya, ia betul-betul pintar sekali. Sudah pasti ia dapat menduga hatiku, untuk menghindari kesan yang terlalu mendalam maka dia menukas perkataanku."Padahal masih ada sebuah alasan lain yang sama sekali tak diduga olehnya, perlu diketahui soal umur bagi gadis adalah suatu rahasia besar, sepintas lalu Leng Ping-ji tampak masih lebih muda dibandingkan Ki See-kiat padahal umurnya satu tahun lebih tua dari pemuda ini, sehingga bila harus sungguh- sungguh mengangkat saudara, dia seharusnya disebut sebagai enci. Cuma, walaupun dalam hati Leng Ping-ji penuh dengan perasaan cinta dia pun merasak agak kecewa, katanya kemudian.

   "Ooh rupanya kau berhasil memperoleh kabar tentang Toan Kiam-ceng dari mulut To Kian-kong, oleh karena itu lantas menebak kalau aku pun kemungkinan besar juga berada di Lor Anki."

   Ki See-kiat segera merasakan kalau sikapnya itu agak istimewa, sahutnya dengan cepat.

   "Betul. Eeeh apa yang sedang kau pikirkan? Kau anggap siapa yang telah memberitahukan hal ini kepadaku?"

   Sebetulnya Leng Ping-ji hendak berkata dingin.

   "Aku masih mengira kau telah berjumpa dengan Nyo Yan, maka hal ini baru kau ketahui."

   Sebab dia tahu, walaupun Nyo Yan tak akan berbicara jujur kepada Ki See-kiat, namun besar kemungkinannya dia memperoleh keterangan tentang dirinya dari mulut orang itu.

   Siapa tahu kalau dia dan Toan Kiam-ceng beserta komplotannya, memang sengaja mengatur jebakan untuk memancing Ki See-kiat agar datang ke Lor Anki? Atau mungkin Ki See-kiat telah berhasil membongkar rencana busuk mereka itu dan memaksa dia untuk memberitahukan kabar berita tentang dirinya.Tapi sekarang terbukti kalau semua dugaannya itu meleset tentu saja ia pun tak punya keberanian untuk membeberkan dugaannya semula.

   "Aah tidak apa-apa,"

   Sahut Leng Ping-ji cepat.

   "Aku hanya ingin tahu, selama berada dalam selat Tong-ku-si-sia ini, kau berjumpa dengan siapa lagi?"

   "Sekalipun tidak kau tanyakan, aku pun akan memberitahukannya kepadamu. Nona Leng, kau telah bertemu dengan Nyo Yan?"

   Akhirnya nama Nyo Yan disebutkan juga. Leng Ping-ji segera merasakan hatinya bergetar keras, sahutnya agak tergagap.

   "Bee belum. Kenapa kau kau berkata begini? Tampaknya kau kau telah bertemu dengannya?"

   "Benar, hal ini baru terjadi pada dua hari berselang dan di dalam selat Tong-ku-si-sia ini juga Bukan Cuma telah bersua dengannya, malah telah bertarung dengannya!1"

   "Lantas di manakah dia sekarang?"

   Seru Leng Ping-ji dengan suara gemetar.

   "apakah kau telah membunuhnya?"

   Dalam jalan pikirannya, hanya ada dua kemungkinan apabila Ki See-kiat sampai berjumpa dengan Nyo Yan.

   Pertama, Ki See-kiat tertipu oleh akal muslihat Nyo Yan, tapi seandainya sampai begini, maka seharusnya ia berada bersama Nyo Yan.

   Kedua, dia akan mengalami kejadian yang dialaminya, gagal mencelakai orangnya, Nyo Yan malah kena dicelakai sendiri.

   Ketika Ki See-kiat berhasil membongkar maksud jahat orang itu, tidak nanti dia akan mengampuni orang itu.Kini Ki See-kiat mengatakan kalau dia telah bertemu Nyo Yan, tapi tidak melakukan perjalanan bersama, tentu saja kemungkinan kedua yang terjadi.

   Sekalipun dia merasa amat benci dan sedih karena Nyo Yan telah melakukan perbuatan yang sesatt tapi bagaimanapun ia tak tega mendengar kabar buruk tentang orang she Nyo itu.

   Sementara dia masih merasa kaget, gugup tak tenang, terdengar Ki See-kiat telah tertawa terbahak-bahak.

   Tanpa terasa tersirap juga hawa marah dalam hati Leng Ping Ji, segera tegurnya.

   "Hei, siapa yang kau tertawakan?"

   Ki See-kiat tersenyum, sahurnya.

   "Jangan toh tak beralasan membunuhnya, sekalipun ingin membunuhnya juga tak mampu kulakukan!"

   "Mengapa?"

   "Ilmu silat yang dia miliki jauh lebih hebat dari kepandaianku, masih untung dia tidak membunuh aku, mana mungkin aku bisa membunuhnya?"

   Ucapan ini membuat Leng Ping-ji dengan cepat menjadi tercengang dan bercampur tidak habis mengerti.

   "Apa? Ilmu silat yang dimilikinya jauh lebih hebat dari ilmu silatmu?"

   Serunya. Ki See-kiat tertawa, katanya.

   "Aku telah terlibat langsung dalam suatu pertarungan sengit melawannya, masa aku berbohong? Kalau dibicarakan benar-benar memalukan sekali, kendatipun aku berhasil mempelajari ilmu Liong-siu-kang, lalu belajar pula ilmu pedang Pcng-coan-kiam-hoat, tapi berbicara soal tenaga dalam maupun ilmu pedang, aku masih kalah jauh bila dibandingkan dengan dirinya. Tak heran kalau kau tidak percaya, seandainya aku tidak tahu dengan pasti akan dirinya,aku pun tidak akan percaya kalau Nyo Yan yang baru berusia delapan belas tahun bisa memiliki ilmu silat yang begitu bagus"

   Leng Ping-ji menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya.

   "Bagaimanapun juga kau bercerita, aku tetap tidak percaya, tak mungkin dia.. dia bisa memiliki ilmu silat sebagus itu."

   "Mengapa kau begitu yakin?"

   "Sebab aku pun pernah bertarung melawannya."

   Kali ini giliran Ki See-kiat yang tercengang.

   "Mengapa kau bertarung melawannya? Apakah dia pun secara sengaja merahasiakan identitasnya?"

   "Tidak, ia tidak merahasiakan apa-apa, begitu dia kena kubekuk, dengan gugup segera mengatakan bahwa dirinya adalah Nyo Yan."

   "Hei, sebenarnya apa yang telah terjadi? Nona Leng, dapatkah kau memberitahukan kepadaku kejadian yang telah kau alami itu?"

   Ketika Ki See-kiat mendengar apa yang dialami Leng Ping-ji, kontan saja dia berseru.

   "Kalau begini kau telah berjumpa dengan Nyo Yan gadungan!"

   "Gadungan?"

   Sikap Leng Ping-ji kelihatan amat gugup.

   "Sejak kecil Nyo Yan berada bersamaku, aku pun tidak menemukan gejala-gejala yang aneh pada dirinya, aku juga tak pernah bertemu dengan orang itu, mana mungkin dia bisa palsu."

   "Sederhana sekali,"

   Jawab Ki See-kiat sambil tertawa.

   "Aku telah bertemu dengan Nyo Yan yang asli, maka orang yang kau jumpai tentu saja yang gadungan.""Dari mana kau bisa tahu kalau Nyo Yan yang kau jumpai itu adalah Nyo Yan asli bukan gadungan? Atas dasar apakah kau berani memastikan kalau dia adalah Nyo Yan asli?"

   "Aku sama sekali tidak bertanya apakah dia mempunyai bukti yang menunjukkan bahwa dia itu asli."

   "Kalau begitu, kau hanya berdasarkan pengakuannya saja? Karena dia mengatakan dirinya adalah Nyo Yan asli maka kau lantas mempercayainya seratus persen?"

   "Dia pun tak pernah mengatakan kalau dirinya adalah Nyo Yan!"

   
Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Lantas dari mana kau bisa tahu dia adalah Nyo Yan?"

   "Tay-kiat Hoatsu yang barusan kau hajar kabur itulah yang memberitahukan kepadaku."

   Sekarang dia baru berkesempatan untuk menceritakan kepada Leng Ping-ji bagaimana dia bertemu dengan Nyo Yan serta bagaimana ia mendapat tahu keadaan yang sebenarnya dari Tay-kiat Hoatsu.

   Leng Ping-ji masih tetap setengah percaya setengah tidak, katanya.

   "Nyo Yan yang kujumpai itu mempunyai ciri khas yang bisa dijadikan sebagai bukti. Di atas lengan kirinya terhadap tahi lalat merah, lagi pula dia pun bisa menceritakan semua kejadian sewaktu masih kecil dulu dengan jelas dan benar."

   Kembali Ki See-kiat tertawa, ia berkata.

   "Sebagai komplotan Toan Kiam-ceng, sudah bar banyak mengetahui segala sesuao tentang Nyo Yan, apakah Toai Kiam-ceng tak dapat memberitahukan hal ini kepadanya? Lagi pula membuat sebuah tahi lalat di atas lengan manusia juga bukan suatu pekerjaan yang terlampau sukar."Leng Ping-ji bungkam dalam seribu bahasa, rupanya dia sedang memikirkan persoalan ini dengan seksama. Kembali Ki See-kiat berkata lebih jauh.

   "Kau bilang kau tidak berhasil menemukan titik kelemahan apa-apa, aku rasa hal ini belum tentu benar. Coba pikirkan lagi dengan seksama, misalnya saja meski raut wajah mereka berdua mirip, tentunya berbeda dalam watak bukan?"

   Leng Ping-ji segera manggut-manggut.

   "Benar, watak Nyo Yan yang kujumpai itu sama sekali tidak mirip dengan watak Nyo Yan semasa masih kecil dulu, bahkan pada hakikatnya bagaikan dua orang yang berbeda saja."

   "Nah itulah dia,"

   Seru Ki See-kiat sambil tertawa.

   "Masa bukti ini kurang jelas? Orang bilang, alam semesta bisa diubah, watak manusia sukar diubah. Walaupun ucapan ini belum tentu benar seratus persen, toh tiada salahnya juga? Sekalipun dia sampai tersesat dan menjadi merah karena dekat gincu, menjadi hitam karena dekat unta, namun watak aslinya yang halus dan berbudi tak nanti bisa berubah menjadi begitu jahat, buas dan licik. Seandainya dia adalah Nyo Yan yang sebenarnya, mana mungkin dia akan mempergunakan pelbagai akal muslihat untuk mencelakai dirimu?"

   Teori tersebut pernah diterangkan Lomana kepada Leng Ping-ji, cuma saja tidak sejelas penjelasan Ki See-kiat sekarang ini.

   Leng Ping-ji bukanlah seorang gadis yang tolol, pada mulanya dia percaya kalau orang itu adalah Nyo Yan meski hatinya masih ragu, karena hal ini terjadi di kala hatinya sedang rindu kepada pemuda itu.Tapi sekarang, setelah kabut kebingungan tersebut disingkap oleh Ki See-kiat, mau tak mau dia harus mempercayai juga kebenaran dari ucapan tersebut Setelah menghela napas panjang, katanya.

   "Padahal aku pun berharap semoga Nyo Yan yang kutemui itu adalah Nyo Yan gadungan. Seandainya kau memang benar-benar telah bertemu dengan Nyo Yan asli, hal ini lebih baik lagi. Tapi, masih ada satu hal yang mencurigakan hatiku."

   "Kecurigaan apa maksudmu?"

   "Menurut pendapatmu, dia sudah tahu kalau kau adalah kakak misannya?"

   "Benar."

   "Dia juga tahu kalau kau sedang berusaha keras untuk menemukan dirinya?"

   "Ya, kalau dibicarakan kembali sungguh menggelikan, aku malah mencari kabar tentang Nyo Yan dari mulutnya."

   "Lantas mengapa dia tak mau memperkenalkan diri kepadamu?"

   "Aku sendiri pun kurang mengerti. Sebenarnya aku ingin mengajaknya untuk melakukan perjalanan bersama, siapa tahu dia meninggalkan aku secara tiba-tiba."

   "Apakah dia tahu kalau aku pun sedang mencarinya?"

   "Aku telah memberitahukan hal ini kepadanya."

   Leng Ping-ji segera menundukkan kepalanya seperti sedang memikirkan sesuatu, sampai lama sekali belum juga berbicara. Ki See-kiat segera berkata lagi.

   "Apakah lantaran alasan ini, maka kau lantas menaruh curiga kalau dia bukan Nyo Yan? Ehmm aku teringat akan satu hal.""Soal apa?"

   "Aku teringat kembali dengan mimik wajahnya ketika itu, sewaktu dia tahu kalau kau telah mencarinya selama tujuh tahun, paras mukanya agak berubah, seolah-olah merasa terharu sekali."

   "Menurut pendapatmu, mengapa dia bisa begitu emosi?" Tentu saja dia terharu karena persaudaraanmu yang begitu tebal dan mendalam. Ehmm aku berani memastikan kalau dia adalah Nyo Yan asli tak lain karena alasan ini pula. Tidak seperti Nyo Yan gadungan yang kau jumpai itu, bukan berterima kasih malah hendak mencelakai dirimu. Apakah masih ada sesuatu yang kau curigai?"

   Tiba-tiba Leng Ping-ji menghela napas panjang, katanya.

   "Aku sudah tidak menaruh curiga lagi kalau kau memang telah berjumpa dengan Nyo Yan asli. Cuma ada satu hal yang mungkin salah kau tebak."

   "Salah tebak dalam soal apa?"

   "Dia bukan sedang berterima kasih kepadaku, melainkan sedang membenci diriku."

   Ki See-kiat sangat terkejut setelah mendengar perkataan itu, serunya dengan cepat.

   "Aaah, hal ini mana mungkin bisa terjadi!"

   "Bukankah engkau telah menceritakan rahasia asal-usulnya bukan?"

   "Pada waktu itu aku sama sekali tidak tahu kalau dia adalah Nyo Yan, maka aku pun berkata segala sesuatunya tanpa bermaksud untuk mengelabuinya."Apakah kau menganggap perbuatanku ini salah? Aku rasa, kita toh tak dapat mengelabuinya sepanjang masa, cepat atau lambat rahasia ini toh akhirnya akan diungkap juga?"

   Leng Ping-ji menghela napas panjang.

   "Aaai, kau tak mengerti tentang Nyo Yan, sejak kecil dia sudah merupakan seorang bocah yang mudah emosi, kadang kala pikirannya sempit Setelah dia mengetahui asal-usulnya, sudah pasti akan marah padaku karena aku telah merahasiakan asal-usulnya itu. Padahal bukannya aku tak ingin memberitahukan hal ini kepadanya, aku bermaksud untuk menanti tibanya saat yang tepat dan baik baru menyampaikan hai ini kepadanya. Dulu, kami pun pernah berpikir, ada baiknya bila ayah angkatnya yang memberitahukan soal itu kepadanya, kini secara tiba-tiba ia mengetahui asal-usul dirinya dari mulutmu, bisa dibayangkan sampai di manakah hebatnya pukulan batin itu. Dan apa yang kau katakan padanya mungkin sekali."

   Berbicara sampai di situ agaknya dia merasa sulit untuk meneruskan, maka perkataan itu menjadi terhenti dan tidak dilanjutkan lebih jauh lagi.

   "Mungkin kenapa?"

   Cepat Ki See-kiat bertanya.

   "Aah tidak apa-apa. Peristiwa ini berlangsung terlalu mendadak, kau pun tak tahu kalau dia adalah Nyo Yan, tentu saja aku tidak menyalahkan dirimu mengapa tidak menahan- nya. Aku rasa, persoalan yang harus kita rundingkan sekarang adalah bagaimana caranya untuk menemukan dirinya. Sedang tentang perkataan yang telah kau bicarakan dengannya, aku sama sekali tak ingin tahu."Agaknya dia sedang memikirkan bagaimana caranya untuk menemukan jejak Nyo Yan, maka berbicara sampai disitu dia tidak berkata apa-apa lagi. Ki See-kiat sendiri pun tidak berkata apa-apa. Untuk sesaat lamanya mereka berdoa seperti kurang leluasa. Setelah suasana menjadi hening untuk beberapa saat lamanya, tiba-tiba Ki See-kiat berkata lagi.

   "Nona Leng, sikapmu dengan dua tahun berselang berbeda sekali."

   "Bagaimana bedanya?"

   "Dua tahun berselang, aku rasa kau tak akan berbicara ragu-ragu denganku seperti apa yang kau lakukan sekarang."

   Mendengar perkataan itu, Leng Ping-ji segera tertawa cekikikan.

   "

   Kalau ingin berbicara, tak usah berputar-putar lagi,"

   Serunya.

   "Bukankah kau hendak mengatakan bahwa sikapku kepadamu pada dua tahun berselang sama sekali tak sungkan-sungkan?"

   "Dua tahun berselang, mungkin kau masih menaruh beberapa bagian rasa permusuhan kepadaku, tapi sekarang kau bersedia menganggapku sebagai sahabat, tentu saja aku merasa gembira sekali akan perubahan ini. Cuma, dalam persoalan ini aku lebih suka kalau kau bersikap seperti dua tahun berselang, tanpa sungkan-sungkan untuk menuding di mana letak kesalahanku itu. Nona Leng, lebih baik kita lanjutkan pembicaraan tentang pokok persoalan semula saja, apakah kau takut aku telah salah mengucapkan sesuatu kepada Nyo Yan sehingga menyedihkan hatinya?"

   "Juga tidak seluruhnya karena masalah ini."Walaupun tidak diungkap secara terus terang, namun maksud dari perkataan itu sudah amat jelas, yakni dia mengakui akan kebenaran dari perkataan tersebut. Ki Sec-kiat tak dapat menahan diri lagi, dia segera menyahut.

   "Aku tak lebih hanya memberitahukan sedikit tentang kenyataan."

   "Terhadap suatu kenyataan yang sama, belum tentu mempunyai pandangan yang sama pula. Lagi pula kenyataan yang kau ketahui belum tentu sama dengan kenyataan yang kuketahui, semisalnya saja."

   "Misalnya apa?"

   "Misalnya kasus tentang ibunya dengan Beng tayhiap, kau anggap Beng tayhiap."

   "Bisa jadi Beng Goan-cau adalah seorang enghiong, seorang ksatria yang sejati, tapi bagaimanapun juga, dalam peristiwa itu toh tak bisa kita katakan kalau dia yang benar?"

   "Mengapa?"

   "Bagaimanapun juga, tidak seharusnya dia melakukan hubungan gelap dengan seorang perempuan yang telah bersuami."

   "Apakah ibumu yang memberitahukan segala sesuatu tentang masalah mereka kepadamu?"

   "Aku percaya ibuku tak akan membohongiku."

   "Tapi apa yang kuketahui justru sama sekali berbeda dengan apa yang kau ketahui."

   "Bagaimana bedanya?"

   "Menurut apa yang kuketahui, Hun Ci-lo (ibu Nyo Yan) sama sekali tidak berbuat serong dengan lelaki lain, sebabjauh sebelum dia kenal dengan engku-mu, Nyo Bok, sebe- tulnya dia dengan Beng Goan-cau sudah merupakan sepasang kekasih yang saling mencintai."

   "Lantas, apa sebabnya dia bisa kawin dengan engku-ku?"

   "Beberapa hari sebelum Beng Goan-cau kawin dengannya, tiba-tiba ia mendapat perintah dari gurunya untuk berangkat ke Siau-kim-jwan. Kemudian kabar tentang musibah yang menimpanya di Siau-kim-jwan tersiar keluar, padahal waktu itu Hun Ci-lo sudah hamil, pada saat itulah engku-mu muncul dengan kedok sebagai seorang pendekar sejati, dengan tujuan untuk melindungi nama baiknya, ia meminang dirinya. Jadi kenyataan yang sebetulnya, Hun Ci-lo bisa kawin dengan engku-mu lantaran tertipu. Kemudian dia baru tahu kalau berita yang mengatakan bahwa Beng Goan-cau tewas dalam pertempuran di Siau-kim-jwan sesungguhnya hanya kabar bohong belaka."

   "Dari mana kau bisa tahu tentang semua kejadian ini?"

   "Ayah angkat Nyo Yan, Miau Tiang-hong, Miau tayhiap, yang memberitahukan kepadaku. Aku percaya Miau tayhiap tak nanti akan membohongi diriku dengan cerita palsu."

   Ki See-kiat bungkam seribu bahasa, sesaat kemudian ia baru berkata.

   "Aku rasa ibuku juga tak akan sengaja mengarang cerita bohong untuk membohongi diriku, mungkin saja dia tidak tahu tentang semua kenyataan tersebut. Cuma, kalau kudengar dari nada pembicaraanmu tadi, tampaknya kau merasa tak puas terhadap engku-ku itu?"

   "Bukan cuma tidak puas saja, dalam pandanganku, engku- mu itu hakikatnya bukan manusia segolongan dengan kita!"

   "Atas dasar apakah kau berkata demikian?""Apakah kau tidak tahu kalau dia adalah kuku garudanya pemerintah Ceng?"

   Dia lantas membeberkan beberapa macam perbuatan jahat yang dilakukan Nyo Bok selama ini kepada Ki See-kiat. Selesai berkisah, dia pun bertanya lagi.

   "Apakah ibumu tak memberitahukan tentang beberapa macam peristiwa itu padamu?"

   "Belum,"

   Sahut Ki See-kiat lirih, mukanya sampai ke telinga telah merah padam karena jengah. Lewat sesaat kemudian, ia baru mendongakkan kepalanya sembari berkata lirih.

   "Aku merasa menyesal sekali, Kumerasa tak pintas menjadi sahabatmu."

   Leng Peng-ji segera tertawa lebar, katanya.

   "Nyo Yan yang merupakan putra Nyo Bok saja kuanggap sebagai adikku sendiri apalagi kau hanya keponakannya? Engkau tahu sucow- ku bahkan telah meminta Nyo Yan sebagai muridnya! Perbuatan salah yang dilakukan sang ayah masa harus ditanggung oleh putranya? Ehm lebih baik kita bicarakan soal Nyo Yan saja, man kita rundingkan bagaimana caranya menemukan dirinya kembali? Apa-kah kau tahu, dia telah pergi ke mana?"

   Agaknya lega juga perasaan Ki Sce-kiat setelah mendengar perkataan itu, sahutnya.

   "Ia telah berangkat meninggalkan aku setelah mendengar dan mulutku kalau Toan Kiam-ceng kemungkinan besar berada di Lor Anki "

   Tiba-tiba Leng Ping-ji teringat akan suatu peristiwa, dengan girang dia lantas berseru.

   "Aaah. tak salah lagi. sudah pasti dialah orangnya!"

   "Siapa? Apa yang telah terjadi?""Setelah berhasil menangkap putri kesayangan Lohay, Toan Kiam-ceng berangkai ke Lor Aaki dengan tujuan untuk mengancam Lohay, tapi dihajar hingga kabur oleh seorang pemuda tak dikenai. Waktu itu kami sudah berpikir ke sana kemari tapi gagal untuk menebak siapa orang yang memiliki kepandaian Sakti itu, tetapi setelah dipikirkan kembali sekarang, tidak dapat disangkal lagi, sudah pasti orang itu adalah Nyo Yan."

   Ki See-kiat pun turut gembira, katanya pula.

   "Benar, dengan ilmu silat yang dimilikinya, bukan sesuatu yang aneh bila ia berhasil mengalahkan Toan Kiam-ceng, ya. sudah pasti dia! Aku telah terkurung selama beberapa hari di dalam selat sempit ini, tak nyana kalau dia telah sampai di Lor Anki."

   "Aku sebetulnya hendak menuju ke rumah Lohay untuk mencarimu, tapi berhubung aku tersesat di dalam selat ini dan tak mampu keluar dari sini."

   Agak merah wajah Leng Ping-ji karena jengah, serunya dengan cepat.

   "Jika kau tak kenal jalan, biar aku menjadi pemandu jalanmu. Laki perempuan anggota persilatan memang sudah terbiasa melakukan perjalanan bersama, hal ini wajar, tak usah kau begitu serius."

   "Baik,"

   Sahut Ki Sec-kiat sambil tertawa bodoh.

   "aku tak pandai berbicara harap kau jangan marah."

   Leng Ping-ji segera tertawa cekikikan.

   "Kalau begitu mari kita berangkat, apa lagi yang masih kau pikirkan?"

   "Aku sedang berpikir kembali tentang perkataan yang kau ucapkan pada dua tahun berselang."

   "Apa yang telah kukatakan? "Kenapa aku sudah melupakannya?""Kau suruh aku pulang saja ke rumah dan tak usah mencari Nyo Yan lagi."

   "Seandainya kau belum bersua dengan Nyo Yan, sekarang pun aku masih berpendapat demikian."

   "Apakah kau tak ingin menyaksikan dia mempunyai seorang kakak misan semacam aku?"

   Ucap Ki See-kiat tersipu-sipu.

   "Bukan begitu. Aku tak ingin menyaksikan dia mengikutimu pulang ke rumahmu."

   Sekalipun kata-kata yang lebih mendalam tidak sampai diutarakan keluar, namun Ki See-kiat dapat menebak apa yang dipikirkan oleh gadis tersebut.

   Dan persoalan ini justru merupakan persoalan yang paling dia khawatirkan, ia memang tahu kalau Leng Ping-ji merasa sangat tidak puas terhadap engku-nya, tapi soal ini tidak berpengaruh besar baginya.

   Tapi, bila dia sampai tak puas terhadap ibunya, maka hal ini besar sekali pengaruhuya.

   Cuma kekhawatiran tersebut tidak sampai terlalu berlebihan, setelah dipikirkan kembali apa yang dikatakan Leng Ping-ji, kemudian membayangkan kembali apa yang pernah dikatakan gadis tersebut pada dua tahun berselang, dengan cepat dia mengambil satu kesimpulan, pikirnya kemudian.

   "Dia tak ingin menyaksikan aku mengajak Nyo Yan pulang ke rumah pasti tak ingin membiarkan pemuda itu memperoleh didikan dari ibuku. Aaai ibuku memang tersohor dalam dunia persilatan sebagai Lak-jiu Koan-im (Koan-im Bertangan Keji) jika di dalam anggapannya, sekalipun ibuku tidak sejahat engku-ku, paling tidak namanya dalam dunia persilatan juga kurang baik. Betul Leng Ping-ji pernah berkata tentang kesalahan ayah tiada sangkut paut dengan anaknya,tapi setiap kali teringat akan kesan jelek Leng Ping-ji terhadap ibunya, tak urung dia merasa sedih juga, sebab kejadian itu justru merupakan bisul di dalam hatinya."

   Dalam pada itu, Leng Ping-ji juga sedang berpikir.

   "Setelah satu kali berbuat kesalahan, aku tak boleh melakukan kesalahan untuk kedua kalinya, walaupun Ki See-kiat jauh bila dibandingkan dengan Toan Kiam-ceng, tapi dia pun seorang anak yang amat berbakti,dalam persoalan apa pun dia selalu menuruti perkataan ibunya, mana mungkin aku bisa bergaul dengannya?"

   Kedua orang itu masing-masing diliputi oleh masalahnya sendiri, mereka tak tahu kalau ada seorang yang lain sedang menyusun rencana busuk.

   Orang itu tak lain adalah Tay-kiat Hoatsu.

   Dia bersembunyi di atas bukit yang agak tinggi sambil menguntit dari kejauhan, begitu sudah menemukan jalan ketua, maka dia kabur lebih dahulu dari selat Sempit itu.

   Ia pun ingin pergi ke Lor Anki untuk mencari Toan Kiam- ceng, bila rencana pertama gagal, rencana berikutnya akan segera dilaksanakan.

   Tentu saja dia sama sekali tidak tahu kalau Toan Kiam-ccng sebetulnya sudah kabur dari situ.

   Sedangkan Ki See-kiat dan Leng Ping-ji tak lain hanya bermaksud untuk mencari Nyo Yan.

   Lantas, apakah Nyo Yan masih berada di Lor Anki waktu itu? Waktu itu, Nyo Yan sedang berjalan seorang diri menelusuri padang rumput di Lor Anki.

   Kalau Leng Ping-ji sedang merindukan dirinya, maka dia pun sedang merindukan Leng Ping-ji.Betul dalam hatinya timbul perasaan benci kepada Leng Ping-ji, namun rasa benci itu timbul karena ketulusan cinta Leng Ping-ji kepadanya.

   Di dalam pandangannya, bagaimanapun jua Leng Ping-ji adalah orang yang paling dia kasihi.

   Padang rumput terbentang amat luas, sebuah puncak salju yang menjulang ke angkasa lamat-lamat sudah muncul di depan matanya.

   Ke atas puncak salju itulah Nyo Yan hendak mencari Leng Ping-ji.

   Padahal dia sama sekali tak tahu kalau sesungguhnya dia sedang menginjak kembali bekas telapak kaki Leng Ping-ji belum lama berselang.

   Terkena Jarum Beracun Dari kejauhan terdengar suara nyanyian dari penggembala yang sedang menelusuri padang rumput bersama kerbau dan dombanya, itulah sebuah lagu rakyat yang paling digemari oleh suku Wana.

   "Sungai es di puncak suci bagai sungai di langit Dengarlah suara air yang mengalir lirih Bagaikan tangan lembut gadis yang memetik Donggala Ia bertanya kepada pelancong yang sedang mengembara, apakah masih kau daki bukit bersalju? Kau terjang angin yangkencang? Ooh pelancong yang mengembara. Elang di padang rumput pun tidak terbang sepanjang masa. Kau berjalan dan berjalan selalu. Sampai tahun berapa baru akan kau hentikan kudamu? "

   Bukan untuk pertama kali ini Nyo Yan mendengar nyanyian tersebut, tapi belum pernah dia alami perasaan haru seperti apa yang dialaminya hari ini.

   Sebab dia merasa dirinya bagaikan seorang pelancong yang sedang melakukan pengembaraan dalam kehidupannya, dulu sebelum dia mengetahui asal-usul yang sebenarnya, tak pernah perasaan semacam itu terselip dalam perasaannya, tapi sekarang syair dari lagu itu serasa menyentuh hatinya Tanpa terasa dia memandang penggembala yang membawakan separuh dari lagu rakyat yang belum selesai itu.

   "Ooh nona manis Terima kasih banyak atas kemurahan hatimu Sayang aku tak mampu menjawab Menjawab kasih sayang hatimu. Pernahkah kau saksikan bunga mekar di gurun?..Pernahkah kau lihat sungai es mencair?Kau tak akan melihatnya, tak akan melihatnya Oooh. Itulah sebabnya pelancong yang mengembara Tak akan pernah menghentikan perjalanannya!"

   Tapi ketika ia selesai membawakan lagu rakyat itu, tanpa terasa langkah kakinya juga turut berhenti.

   Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Apakah dia diundang oleh penggembala yang baik hati? atau terharu oleh nada lagu itu? Atau karena lelah? Tidak, semuanya tidak! Dia hanya merasa tak sanggup untuk melakukan perjalanan lagi.

   Tiba-tiba saja dia merasa kepalanya pusing sekali.

   Ketika Nyo Yan mencoba untuk mengatur napas, terasa dadanva lamat-lamat menjadi sakit, beberapa buah jalan darah penting seperti Sian-ki-hiat, Yau-kong-hiat, dan Hong- hu-hiat terasa sakit bagaikan ditusuk-tusuk jarum yang tajam.

   Dia mencoba untuk melangkah ke depan, namun kakinya bagaikan diberi beban beribu-ribu kati, untuk maju selangkah pun dibutuhkan tenaga yang amat besar sekali, hakikatnya setengah inci pun sudah tak mungkin lagi baginya untuk melangkah.

   Diam-diam Nyo Yan tertawa getir di hati, pikirnya.

   "Aku masih mengira dapat bertahan sampai di puncak Soat-hong, kini, jangankan pergi ke puncak salju untuk mencari enci Leng, sekalipun hendak menemukan gembala yang membawakan lagu tadi pun mungkin sudah tak mungkin lagi. Aaai sama sekali tak kusangka kalau senjata rahasia beracun milik Toan Kiam-ceng ternyata hebat dan menakutkan,"

   Ternyata di dalam pertarungan yang berlangsung pada malam itu, kendatipun ia berhasil mengalahkan Toan Kiam-ceng, namundia sendiri pun terkena tiga batang jeram beracun milik Toan Kiam-ceng.

   Ia memang sedang mencari jejak Toan Kiam-ceng ketika secara kebetulan berhasil memergokinya di atas atap rumah Lohay.

   Setelah berhasil mematahkan pedang Toan Kiam-ceng dengan ilmu Kim-kong-ciang yang lihay, sebetulnya dia dapat membunuh atau melukai Toan Kiam-ceng andaikan sebuah pukulan kembali dilancarkan tapi pada detik itulah dia merasa tak tega untuk turun tangan keji, pikirnya di dalam hati.

   "Sejahat-jahatnya Toan Kiam-ceng, toh ia telah berkata jujur kepadaku. Dan lagi, dia pula yang mengajar aku membaca dan menulis, aku harus mengampuni selembar jiwanya."

   Oleh karena ingatan tersebut, maka serangan kedua tidak jadi dilancarkan, dari suatu bacokan maka tangannya berganti menggunakan ilmu cengkeraman Ki-na-jiu-hoat, maksudnya hanya ilmu silatnya saja yang akan dipunahkan sementara jiwanya biar tetap selamat.

   Justru karena ingatan baiknya itulah membuat gerak perubahan dari ilmu Kim-kiong-ciang menjadi Ki-na-jiu-hoat.

   maka gerakannya menjadi agak kendor sedikit, hal mana segera dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh Toan Kiam-ceng untuk melancarkan serangan balasan.

   Senjata rahasia yang dipergunakan Toan Kiam-ceng tak lain adalah senjata rahasia ampuh milik Han Ji-yan tempo hari yang dipakai untuk mencelakai Ghasam Hoatsu yakni Tok- hu-kim-ciam-liat-yan-tan (Jarum Emas, Kabut Beracun, Peluru Peledak).Dengan kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki Ghasam Hoatsu pada waktu itu pun tak sanggup untuk menahannya, bisa dibayangkan betapa lihaynya senjata rahasia tersebut.

   Seandainya Nyo Yan segera mencari tempat yang sepi untuk mengobati lukanya begitu terhajar senjata rahasia tersebut, mungkin keadaannya masih tidak mengapa, sayang dia tidak mengetahui keli-hayan senjata rahasia tersebut (se- waktu terhajar tiga batang jarum beracun itu, hanya terasa gatal belaka) malahan dia melanjutkan pengejarannya terhadap Toan Kiam-ceng.

   Menanti dia merasa tak mungkin bisa menyusulnya, pemuda itu baru berbalik badan siap-siap menuju ke bukit Soat-hong untuk menolong Leng Ping-ji seperti apa yang di- katakan Auwyang Seng.

   Ketika dulu Ghasam Hoatsu terkena jarum beracun itu, kemudian kena ditipu oleh Toan Kiam-ceng yang mencekokinya dengan racun yang diakuinya sebagai obat pemunah, dengan susah payah pendeta itu berusaha pulang ke Tibet lewat Kota Iblis, sayang setengah bulan kemudian ia tak mampu melakukan perjalanan lagi, separuh badannya menjadi lumpuh.

   Sekarang, bukit Soat-hong yang dituju Nyo Yan berjarak limaratus li.

   Seandainya di waktu biasa, dengan kemampuannya paling-paling dalam dua hari saja sudah sampai, tapi sekarang, walau sudah berjalan selama tiga hari, belum sampai separuh jalan yang berhasil ia tempuh malahan akhirnya sama sekali tak mampu untuk melanjutkan perja- lanannya.

   Kini suara nyanyian gembala tadi sudah tak terdengar, arah yang dia tempuh kebetulan berlawanan arah dengan jalanyang ditempuh Nyo Yan.

   Sekarang, pemuda itu jangan harap bisa memperoleh bantuannya lagi.

   Udara makin lama semakin gelap, di padang rumput udara akan panas sekali di siang hari dan dingin menggidikkan badan di kala malam, ketika angin berhembus lewat, tanpa terasa Nyo Yan menjadi kedinginan.

   Bukan hanya kedinginan saja, lambat laun separuh badannya menjadi kaku dan mati rasa.

   Teringat kembali musibah yang menimpa Ghasam Hoatsu di masa lalu, tanpa terasa Nyo Yan bergidik, pikirnya.

   "Mungkinkah aku pun akan mengalami nasib seperti dia? Menjadi setengah lumpuh dan tak sanggup berjalan lagi?"

   Tetapi ada satu hal menghibur, hatinya berpikir, Kiam-ceng berhasil kuhajar satu kali, ia pun termakan sebatang senjata rahasia Thian-san-sin-bong milikku, aku yakin luka yang dideritanya tak akan lebih ringan daripada apa yang aku alami sekarang.

   Betul aku tidak mampu untuk mendaki bukit Soat- hong, akan tetapi dia pun jangan harap bisa mencelakai enci Leng setibanya di rumah."

   Berpikir sampai di situ, hatinya menjadi jauh lebih lega lagi.

   Setelah mengetahui bahwa perjalanan tidak mungkin bisa ditempuh lagi, semua pikiran yang berkecamuk dalam benaknya segera dilemparkan jauh-jauh, dengan cepat dia duduk bersemadi untuk mengatur pemapasan.

   Sejak kecil ia sudah mempelajari tenaga dalam aliran Thian- san-pay.

   kemudian mendapatkan penemuan aneh yang membuatnya mewarisi sebuah simhoat tenaga dalam yang bisa membaurkan tenaga lurus dan sesat menjadi satu, hal ini membuat tenaga dalam yang dimilikinya sekarang jauh lebihsempurna bila dibandingkan dengan tenaga dalam yang dimiliki Ghasam Hoatsu di masa lalu Setelah mengatur napas sekian waktu, lambat laun ia merasa semangat dan tenaganya pulih kembali.

   Tetapi apa yang bisa dicapai tak lebih hanya mencegah sari racun merembes masuk ke dalam jantung, untuk memunahkan jelas bukan hal mudah.

   Setengah jam sudah ia mengatur napas, rasa kaku dan kesemutan yang menyerang tubuhnya sudah jauh berkurang, namun ia belum sanggup menggunakan tenaganya walau sedikit saja.

   "Sayang di dalam sakuku hanya ada Thian-san-sin-bong dan tidak ada pil Pek-leng-wan yang terbuat dari teratai salju Thian-san-soat-lian, kalau tidak, asal menelan sebutir saja, tak sampai tiga hari kemudian aku dapat memulihkan tenagaku bagai sediakala."

   Teringat akan pil Pek-leng-wan yang bisa memunahkan pelbagai pengaruh racun, tanpa terasa ia ingat kembali Leng Ping-ji.

   Tempo dulu, Leng Ping-ji mengajaknya turun gunung tidak lain bertujuan untuk datang ke Lor Anki di mana ia berada sekarang, waktu itu Beng Goan-cau serta Beng Hoa sedang membantu Lohay untuk melawan pasukan kerajaan Ceng, Leng Ping-ji mengajaknya turun gunung tak lain bertujuan agar ia dapat bertemu dengan ayah serta kakaknya.

   Ketika turun gunung, suhu-nya, ketua partai Thian-san-pay Teng Keng-thian telah memberi lima butir pil Pek-leng-wan yang dimasukkan ke dalam sebuah botol kecil yang dibawa oleh Leng Ping-ji untuk menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan.Suhu-nya amat menyayangi dirinya, sayang dia tidak pernah menduga kalau ia dan Leng Ping-ji bakal berpisah di tengah jalan.

   Waktu itu dia tidak lebih baru berusia sebelas tahun, tentu saja Teng Keng-thian merasa khawatir apabila memberikan obat mestika itu kepadanya, maka segala sesuatunya diserahkan kepada Leng Ping-ji- Dari sekian banyak benda mestika dari Thian-san, Teng Keng-thian hanya memperkenankan dirinya untuk membawa beberapa biji Thian-san-sin-bong.

   Thian-san-sin-bong adalah semacam duri yang tumbuh di puncak bukit Thian-san, benda ini keras seperti baja dan khusus digunakan sebagai senjata rahasia untuk menghajar jalan darah orang, cuma benda itu jauh lebih enteng dan gampang digunakan ketimbang To-kut-teng (Paku Penembus Tulang).

   Tenaga yang dimilikinya pada waktu itu masih amat kecil, maka paling tepat jika ia memakai benda tersebut sebagai senjata rahasia, itulah sebabnya Teng Keng-thian mengijinkannya membawa beberapa biji sebagai pelindung keselamatannya.

   Kini dia muncul kembali di Lor Anki, Thian-san-sin-bong juga telah dipergunakan untuk menghajar lawan.

   Kiranya begitu berjumpa dengan Toan Kiam-ceng malam itu, dia telah menghadiahkan sebatang Thian-san-sin-bong lebih dulu untuk melukai Toan Kiam-ceng.

   Sengaja dia memilih menggunakan senjata rahasia tersebut untuk menghajar Toan Kiam-ceng sesungguhnya di balik kesemuanya itu mengandung maksud tertentu, yakni ingin mewakili mendiang gurunya untuk memberi hukuman kepadamurid tersebut, karenanya dia pun menggunakan senjata rahasia perguruannya.

   Sayang, walaupun Thian-san-sin-bong ada kegunaannya, namun masih kalah jauh kegunaannya ketimbang pil Pek-leng- wan.

   Terutama sekali dalam keadaan seperti saat ini, perlu mengobati luka beracun yang mulai kambuh.

   Ia teringat Leng Ping-ji setelah membayangkan pil Pek- leng-wan tersebut bukan berarti ia menyesal mengapa pil tersebut tidak dibawa olehnya, melainkan karena suatu pe- rasaan lain, perasaan yang membuat hatinya sangat mendongkol.

   "Waktu itu, enci Leng sudah tahu kalau Beng Goan-cau bukan ayahku, Beng Hoa juga bukan kakakku, mengapa ia enggan menceritakan keadaan yang sebenarnya kepadaku? Itu masih mendingan, yang lebih menyakitkan lagi adalah menipu aku dan berlagak seakan-akan hendak mengajakku untuk berjumpa dengan ayah dan kakakku. Aaaii tahukah dia, betapa besarnya keinginanku waktu itu untuk bisa bersua dengan ayah yang belum pernah kujumpai. Hmm enci Leng, kau mengatakan sayang kepadaku, tapi jelas kau sedang membantu Beng Goan-cau untuk membohongi aku!"

   Sementara pikirannya melayang ke sana kemari dengan amat kalutnya, tiba-tiba ia mendengar derap kaki kuda yang ramai bergema memecahkan keheningan malam, agaknya tidak sedikit jumlah orang yang datang.

   Kejut dan girang Nyo Yan setelah mendengar derap kaki kuda itu, segera pikirnya.

   "Hari sudah begini malam, tapi mereka masih melakukan perjalanan, sudah pasti ada urusan penting yang hendak segera dilakukan, itu berarti mereka bukan orang biasa."Perlu diketahui, seandainya dia bersua dengan seorang penggembala yang suka menerima tamu, sekalipun tak dapat memberikan obat penawar racun kepadanya, paling tidak akan tersedia makanan dan tempat tinggal baginya, itu berarti dia dapat mengobati lukanya dengan hati tenang. Dia sama sekali tidak menyangka kalau racun yang mengeram dalam tubuhnya dapat kambuh secara tiba-tiba ditengah jalan, padahal dia sama sekali tidak mempersiapkan ransum cukup, yang tersisa kini pun hanya sepotong kue belaka, sedang air sudah diminum habis, hal ini membuatnya amat sengsara. Kalau tiada bahan makanan mungkin dia masih bisa menahan rasa lapar yang melilit perut, tapi bagaimana kalau sudah haus? Siapakah yang sanggup menahan rasa dahaga? Sebaliknya jika yang datang adalah orang jahat, bukan penggembala berbudi seperti yang diharapkan, sudah pasti keadaannya akan runyam. Sementara dia masih ragu dan tak tahu mesti berteriak minta tolong atau tidak, suara derapan kaki kuda itu makin lama makin mendekat, bahkan pembicaraan mereka pun dapat terdengar dengan jelas. Pada mulanya dia mendengar suara seorang perempuan sedang berkata dengan suara lembut.

   "Sekarang, kemungkinan besar enci Leng sudah sampai di selat Tong-ku- si-sia, tapi aku masih merasa sedikit khawatir atas keselamatannya."

   "Aah kenapa dia pun mempunyai seorang enci Leng? Siapakah enci Leng yang dia maksudkan itu?"

   Nyo Yan merasakan Jantungnya berdebar amat keras.Tanpa terasa dia meronta bangun dan berusaha melihat apakah di antara mereka terdapat seorang enci Leng, kalau ada, siapakah dia. Menyusul kemudian kedengaran suara seorang lelaki muda menjawab.

   "Ilmu silat yang dimiliki Leng lihiap sangat bagus, apa yang perlu kau khawatirkan?"

   "Leng lihiap?"

   Jantung Nyo Yan berdebar semakin keras lagi.

   "Kalau bukan enci Leng seorang yang pantas dipanggil sebagai Leng lihiap, masih ada siapa lagi? Haah rupanya dia telah berhasil meloloskan diri dari marabahaya, bahkan telah berangkat ke selat Tong-ku-si-sia untuk mencari aku. Tapi, dari mana ia bisa tahu kalau aku berada di selat Tong-ku-si- sia? Heran, kenapa suara dari kedua orang ini seperti pernah kukenal? Seakan-akan di suatu waktu pernah kudengar suara mereka ini? Tapi kapan? Dan di mana?"

   Sementara dia berusaha untuk menggali kembali ingatannya, perempuan itu telah berkata.

   "Aku sih tidak khawatir kalau dia sampai berjumpa dengan Toan Kiam-ceng, yang kukhawatirkan adalah jika ia tak sampai bertemu dengan Ki See-kiat, kau toh tahu selat Tong-ku-si-sia mempunyai sembilan bukit dengan delapanbclas tikungan, orang mudah tersesat di sana."

   Lelaki itu tertawa sambil menjawab.

   "Untuk mencari Nyo Yan saja, entah sudah berapa puluh kali Leng lihiap melewati selat Tong-ku-si-sia, masa kau takut kalau dia sampai tersesat?"

   Setelah mendengar nama sendiri disebut orang itu, Nyo Yan baru sadar kembali, dengan cepat pikirnya.

   "Ternyata mereka adalah Santala dan Lomana. Menurut pengakuan Auwyang Seng, Lomana telah ditangkap oleh Toan Kiam-ceng dan disekap di atas puncak bukit Soat-san, tapi ternyata sekarangLomana sudah lolos dari marabahaya, itu berarti enci Peng tak akan apa-apa pula. Tak bisa disangkal lagi Leng lihiap yang mereka maksudkan sudah berangkat ke selat Tong-ku-si-sia itu sudah pasti dirinya. Tapi, ada urusan apa dia pergi mencari Ki See-kiat?"

   Benar juga, ternyata yang datang adalah Lomana dan Santala suami istri, sedangkan orang yang melakukan perjalanan bersama mereka adalah ayah Lomana yakni Lohay beserta pengawalnya Salam.

   Belum habis ingatan tersebut melintas di dalam benaknya, terdengar Lomana telah berkata lagi.

   "Nyo Yan betul-betul seorang bocah keparat yang berhati buruk dan kejam, soal enci Leng bisa bertemu dengannya atau tidak, tidak penting lagi. Tapi Ki See-kiat adalah kekasihnya, keberangkatannya ke selat Tong-ku-si-sia kali ini boleh dibilang karena soal itu, kalau tak berhasil ditemukan, enci Leng pasti akan kecewa sekali. Aku khawatir sebelum dia berhasil menemukan Ki See- kiat, Ki See-kiat sudah keburu kena dicelakai Nyo Yan si bocah"

   "Heran, kenapa aku bisa berubah menjadi bocah keparat yang berhati busuk dan kejam!"

   Pada mulanya Nyo Yan agak tertegun dan keheranan setelah mendengar perkataan itu. Tapi dia pun berpikir lebih jauh.

   "Aah, betul! Bukankah Lomana dan enci Leng pernah berada di Soat-hong bersama- sama? Auwyang Seng telah menyaru sebagai diriku untuk mencelakai enci Leng. Tapi, tak pernah ia sangka kalau orang itu hanya gadungan."

   Sekalipun demikian, ia tetap merasa sedih sekali, pikirnya lebih jauh, Ternyata enci Leng ke sana lantaran Ki See-kiat, bukan karena mencariku! Sungguh menggelikan sekali, beberapa waktu berselang aku masih menganggapnya sebagaiorang yang kukasihi, siapa tahu dalam hatinya sudah tiada aku lagi.

   Ehmm biarlah, toh aku tak bisa melebihi Ki See-kiat"

   Nyo Yan yang mudah terpengaruh oleh emosi, tiba-tiba merasakan rasa cemburu yang aneh sekali terhadap Ki See- kiat Sebenarnya dia ingin merangkak bangun, namun tak ingin menerima kebaikan dari mereka, maka sambil mengertak gigi dia menahan diri sebisanya.

   Tapi dalam keadaan kecewa yang muncul secara mendadak, tubuh yang sebenarnya sudah lemah itu makin lemah lagi tak ampun tubuhnya segera roboh terjengkang ke tanah, apalagi ketika menyentuh bagian yang terluka, tak kuasa lagi dia merintih.

   Waktu itu, Lohay sedang bertanya kepada putrinya.

   "Siapa pemuda yang bernama Ki See-kiat itu? Bukankah Nyo Yan adalah adik Beng Hoa dari lain ayah? Sebenarnya apa yang telah terjadi?"

   Ketika tiba-tiba mendengar suara rintihan, ia menjadi tertegun.

   "Hei, agaknya di sana ada orang, mari kita tengok!"

   Seru Lomana cepat.

   Malam itu rembulan bersinar dengan terangnya, Lohay khawatir keadaan kurang jelas, maka dia memerintahkan Salam untuk memasang api.

   Akibat dari ledakan peluru api jarum emas kabut beracun yang dilepaskan Toan Kiam-ceng dalam pertarungan malam itu, pakaian yang dikenakan Nyo Yan sudah banyak yang berlubang, noda darah dari Toan Kiam-ceng juga mengotori pakaiannya, apalagi terkapar dalam keadaan badan penuhlumpur dan wajah memucat, dalam sekilas pandang saja ia tampak bagai seorang pengemis yang sudah hampir mampus.

   "Aah, tampaknya orang ini sedang terluka parah, hei, siapakah kau?"

   Tegur Lomana setibanya di samping Nyo Yan. Sekuat tenaga Nyo Yan menggigit bibirnya menahan diri, sedang di hati kecilnya dia berpikir.

   "Rupanya mereka sudah mengetahui asal-usulku. Kalau begitu aku tak boleh memberitahukan kepada mereka kalau aku adalah Nyo Yan."

   Ketika tidak memperoleh jawaban, Lohay segera berseru.

   "Kalau dilihat dari keadaannya itu, napas pun sukar untuk disambung, mana mungkin bisa menjawab pertanyaanmu? Lebih baik obati dulu lukanya."

   "Betul, aku memang benar-benar sudah pikun. Dia kedinginan mana kelaparan lagi, biar kita beri sedikit makanan dulu agar semangatnya pulih kembali, kemudian baru mengobati lukanya."

   Sementara ia sedang berbicara, Santala telah memayang bangun tubuh Nyo Yan.

   Di bawah sorot cahaya obor yang menerangi wajah Nyo Yan, mendadak Lomana menjerit tertahan.

   Santala jauh lebih gegabah ketimbang istrinya, ia tidak menemukan sesuatu yang istimewa pada pemuda macam pengemis itu, maka segera tanyanya kepada isterinya.

   "Lomana, kenapa kau? Apakah merasa orang ini agak mencurigakan?"

   Ucapan tersebut diutarakan dengan bahasa suku Wana, tapi Nyo Yan dapat memahami arti kata itu tujuh bagian di antaranya.Lomana sendiri, sekalipun merasa raut wajah orang ini seperti pernah dikenalnya, tapi dengan cepat dia berpikir.

   "Enci Leng telah membuktikan kalau bajingan cilik yang berada bersama Toan Kiam-ceng itu adalah Nyo Yan, sudah pasti orang ini bukan Nyo Yan."

   Maka dia menjawab.

   "Ooh, tidak apa-apa, aku hanya merasa orang ini berwajah tampan, tidak mirip seorang pengemis."

   Nyo Yan tahu kalau perempuan itu tidak berhasil mengenali dirinya, maka harinya pun menjadi lega. Santala segera memberi air minum kepadanya, lalu memberi sekerat daging untuk mengisi perut, setelah itu baru bertanya.

   "Apakah kau merasa agak baikan?"

   Setelah rasa lapar dan dahaganya hilang, Nyo Yan segera merasakan semangatnya berkobar kembali.

   "Terima kasih!"

   Katanya kemudian.

   Padahal dia masih bisa berkata dengan suara yang lebih nyaring, tapi untuk merahasiakan identitasnya terpaksa dia berlagak seakan-akan masih tak punya tenaga.

   Perlahan-lahan Salam melepaskan pakaiannya, tatkala menyaksikan warna hitam di atas dadanya, ia tampak terperanjat sekali, serunya tertahan.

   "Aah rupanya orang ini tidak menderita luka dalam apa-apa selain keracunan."

   Dalam pada itu Santala telah menemukan pula pedang yang tersandang di pinggang dia pun bertanya.

   "Bersediakah untuk memberi tahu kami, siapa kau dan mengapa sampai menderita luka?"Lohay turut berkata pula.

   "Kami tidak bermaksud untuk memeriksa dirimu, tapi kami ingin tahu luka apakah yang kau derita hingga dapat diusahakan pengobatannya."

   "Aku adalah bangsa Han yang datang kemari untuk membeli bahan obat, di tengah jalan telah bertemu dengan pencoleng, entah senjata rahasia apakah yang telah mereka gunakan untuk melukai diriku."

   Kebanyakan saudagar yang berdagang ke arah Sinkiang pada jaman itu memang sedikit banyak mengerti ilmu silat, tidak heran mereka membawa pedang dan golok, oleh sebab itu jawaban Nyo Yan sama sekali tidak menampakkan titik lemah apa pun.

   Salam adalah seorang ahli silat, setelah memeriksa keadaan luka Nyo Yan, dia pun berkata.

   "Senjata rahasia yang bersarang di tubuh orang ini mengandung racun, mungkin paku penembus tulang atau jarum bunga bwee yang lembut, tanganku yang meraba dari atas pakaian merasakan hawa panas yang menyengat, ini menunjukkan kalau ia keracunan hebat!"

   "Kita tidak membawa persediaan obat, bagaimana baiknya sekarang?"

   Seru Lohay kemudian.

   "Apakah dia hanya terkena racun, tiada luka dalam lain yang lebih parah?"

   Tak tahan Lomana bertanya pula.

   "Benar"

   "Baik, kebetulan sekali aku mempunyai obat yang mujarab sekali untuk menyembuhkan luka keracunan."

   "Lomana, dari mana kau bisa memiliki obat penawar racun?"

   Tanya Santala keheranan.

   "Kau mesti tahu, obat penawar yang digunakan mesti tepat baru bisa menawarkanracun, kau toh tidak tahu racun apa yang mengeram dalam tubuhnya? Jangan kau anggap hal ini sebagai bahan permainan."

   Lomana segera tertawa, sahutnya.

   "Kau pernah berkunjung ke Thian-san bukan? Masa kau lupa kalau pil Pek-leng-wan yang terbuat dari teratai salju Thian-san dapat memunahkan bermacam racun?"

   "Kau punya pil Pek-leng-wan? Kenapa aku tak tahu?"

   "Enci Leng-lah yang memberikan kepadaku. Waktu berada di bukit Soat-hong tempo hari mereka telah mencampur racun di makananku tapi tak diketahui racun apakah itu, aku hanya tidak mampu mengeluarkan tenaga. Mungkin racun yang tidak sampai membahayakan jiwaku. Cuma enci Leng merasa kha- watir, maka dia beri separuh butir pil Pek-leng-wan kepadaku sedang sisanya lagi suruh aku menyimpannya. Ia bilang sebagai persiapan bilamana diperlukan di kemudian hari. Setelah minum separuh butir pil itu, esok harinya aku telah turun dari bukit itu, maka separahnya lagi tak kugunakan sampai sekarang, apakah salahnya bila kugunakan untuk mengobati orang lain sekarang?"

   Selesai berkata, tanpa menantikan jawaban dari Nyo Yan lagi, dia segera menjejalkan pil Pek-leng-wan itu ke dalam mulurnya dan menitahkan kepadanya untuk menelan pil tersebut. Setelah itu, dia baru berkata.

   "Sayang tinggal separuh biji saja, entahlah dapat membebaskan semua pengaruh racun yang mengeram dalam tubuhmu atau tidak? Tapi, bagaimanapun juga toh selembar jiwamu bisa tertolong."

   Tadi, Nyo Yan masih membayangkan pil Pek-leng-wan sewaktu turun gunung dulu, tak disangka yang diinginkan kinisudah berada dalam mulutnya, lagi pula merupakan pil Pek- leng-wan dari Leng Ping Ji.

   
Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Hatinya menjadi panas dan tak kuasa lagi air matanya jatuh membasahi pipinya.

   Beberapa titik air matanya bercucuran pertama karena terbayang kembali kejadian masa lalu, kedua karena terharu oleh kebaikan hati Lomana.

   Melihat pemuda itu menangis, Lomana segera berkata sambil tertawa.

   "Sekarang jiwamu sudah tidak terancam oleh marabahaya lagi, kenapa mesti menangis?"

   "Kalau kudengar dari pembicaraan kalian itu, separuh butir pil ini pasti amat berharga sekali, padahal aku dan kalian tak pernah saling kenal, tapi kau bersedia menggunakan pil berharga itu untuk menolong jiwaku, mana mungkin hatiku tak menjadi terharu oleh kebaikan budimu itu?"

   Walaupun dia tak ingin mengucapkan keadaan yang sesungguhnya, namun perkataan itu benar-benar muncul dari hati sanubarinya.

   "Tahukah kau apa sebabnya aku bersedia menolongmu?"

   Kata Lomana kemudian.

   "Pertama karena menolong selembar jiwa, berarti aku mengurangi dosa-dosaku sendiri, kedua karena kau pun seorang bangsa Han."

   


Kait Perpisahan -- Gu Long Rahasia Hiolo Kumala Karya Gu Long Peristiwa Bulu Merak -- Gu Long

Cari Blog Ini