Ceritasilat Novel Online

Misteri Pulau Neraka 8


Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long Bagian 8



Misteri Pulau Neraka Karya dari Gu Long

   

   Bayangkan saja kalau ada orang mengunyah makanan sambil menyanyi, hancur pasti suara nyanyiannya.

   Maka tak heran kalau nyanyian Lian-hoa-lok yang dibawakan olehnya itu membuat orang merasa bising dan kesal.

   Oh Put-kui benar-benar tak kuat menahan kesemuanya itu.

   Baginya jauh lebih enak mendengar suara ranting yang bergoyang terhembus angin ketimbang mendengarkan suara sengak yang tak sedap didengar itu.

   Dua ekor kuda jempolan membawa dua tokoh persilatan yang gagah perkasa, tidak sampai seharian sampailah mereka di pegunungan Ci-lian-san.

   Dengan hadiah sekeping uang perak, Oh Put-kui menitipkan kudanya di rumah seorang petani, lalu menghembuskan napas panjang, kepada si Pengemis pikun serunya sambil tertawa.

   "Lok loko, waaah.....binatang itu benar-benar telah menyiksa aku !"

   "Lote, dasar kau memang ditakdirkan bernasib kere, ada binatang yang mewakili kakimu, kau malah merasa tersiksa.....huuuhh, dasar jiwa kera....."

   Seru Pengemis pikun setelah tertegun beberapa saat. Oh Put Kui tertawa.

   "Meskipun jiwa siaute jiwa kere, aku mah enggan untuk menjadi ketua Kay-pang."

   Tak tahan Pengemis pikun tertawa terbahak-bahak setelah mendengar perkataan itu.

   "Saudaraku, kau memang terlalu besar ambisi, siapa sih yang menyuruh kau menjadi ketua Kay-pang ? Kalau kau sampai menjadi ketua kami, waaahh....anggotanya bisa lebih miskin lagi sampai membeli celanapun tak punya uang !"

   "Haaahh......haaahhh.......haaahh.....benar, tepat sekali ucapanmu itu."

   Oh Put Kui tertawa terbahak-bahak.

   "coba balau bukan demikian, aku tentu akan mencoba untuk menjadi ketua Kay-pang...."

   "Lebih baik jangan kau coba, kalau tidak bisa jadi aku pengemis tua terpaksa harus berkhianat" Sambil bergurau mereka berdua meneruskan perjalanannya menelusuri jalan setapak menuju ke atas gunung. Setelah melalui empat buah tebing rendah habis sudah kesabaran pengemis pikun.

   "Saudaraku, mungkinkah keparat she Ban itu tak akan datang kemarin.....? Oh Put Kui segera menggeleng. Seandainya kau, mungkinkah kau tak akan kemari ?"

   "Mengapa tidak datang ? Memangnya dalam loteng kecil itu terdapat sesuatu yang bisa diharapkan ?"

   Sahut pengemis pikun sambil tertegun.

   "Nah, itulah dia ! Makanya kakek Ban pasti akan datang kemari......"

   "Kalau datang seharusnya sudah datang, jangan-jangan dia menunggu kita dimulut lembah Sin-mo-kok ?"

   "Bisa jadi demikian....."

   Oh Put Kui tertawa.

   Belum habis dia berkata, mendadak tampak sesosok bayangan manusia meluncur datang dari tengah udara.

   Pengemis pikun yang berada di depan menjadi amat terperanjat, buru-buru dia mengayunkan telapak tangannya melancarkan sebuah pukulan ke depan.

   "Bluuuuukkk........."

   Bayangan manusia yang meluncur datang dari tengah udara itu segera terhajar telak dadanya oleh tenaga pukulan dari Pengemis pikun tersebut.

   Namun anehnya, meskipun serangan dari Pengemis pikun itu bersarang telak ditubuh lawan, namun alhasil bagaikan menghantam diatas sebuah benda yang sama sekali tak bertenaga.

   Baru saja Pengemis pikun berseru tertahan, bayangan manusia itu sudah meluncur kembali ke tengah udara.

   Tiba-tiba saja bayangan hitam itu menerkam lagi dengan kecepatan luar biasa.

   Tergopoh-gopoh Pengemis pikun mengayunkan sepasang telapan tangannya ke depan, sepenuh tenaga dia menghantam bayangan hitam tersebut.

   Tapi bayangan hitam itu sudah menerjang lagi dengan kecepatan bagaikan sambaran petir.

   Seketika itu juga sekujur badan Pengemis pikun terkurung oleh bayangan hitam tadi.

   Oh-put-kui yang berada disisi arena sampai tertegun menyaksikan peristiwa ini.

   Sebab semua peristiwa itu berlangsung dalam waktu singkat, belum sempat dia menggerakkan badannya pengemis pikun itu sudah tercengkeram oleh bayangan hitam itu.

   Kalau dibilang tercengkeram maka lebih tepat kalau seluruh badan pengemis pikun itu terkurung ketat.

   Waktu itu, bayangan hitam tadi sudah mengurung sekujur badan pengemis pikun sehingga tak terlihat lagi.

   Dengusan bergema dari mulut si pengemis pikun, dengan terkejut buru-buru Oh put-kui siap melancarkan serangan untuk menolong.

   "Bocah muda, jangan urusi dia, biar pengemis busuk ini merasakan sedikit pelajaran, siapa suruh dia menyebutku tua bangka dibelakang orang !"

   Kalau didengar dari suaranya, ternyata orang itu adalah kakek latah awet muda.

   Oh Put-kui segera menarik kembali tangannya yang siap melancarkan serangan itu.

   Berpaling kemuka, ia melihat diatas sebatang pohon siong raksasa lebih kurang tiga kaki di hadapannya duduk seorang kakek berambut putih yang berjubah panjang, dia tak lain adalah Bau Sik thong adanya.

   Sambil menggantungkan kakinya kebawah dan memutar sepasang tangannya, dia membuat muka setan kearah Oh Put-kui.

   Ketika Oh Put-kui berpaling ke arah pengemis pikun, waktu itu sang pengemis pikun, sedang dibuat kalang kabut setengah mati, sementara dari balik hitam itu menongol sebuah kepala.

   Oh Put kui tak bisa menahan rasa gelinya lagi, dia segera tertawa terbahak-bahak.

   Ternyata gumpalan bayangan hitam itu tak lain adalah sebuah pakaian milik Put-lo hu ang-siu (kakek latah awet muda).

   Sekalipun begitu, pengemis pikun sudah cukup dibuat kalang kabut tak karuan.

   Sambil tertawa terbahak-bahak Put-lo-hu ang-su menuding ke arah pengemis pikun sembari berseru .

   "Pengemis busuk, tenaga pukulanmu masih terlampau cetek....."

   Sementara itu pengemis pikun telah berhasil melepaskan jubah panjang tersebut dari atas kepalanya, kontan saja dia mencak-mencak sambil mengumpat .

   "Sialan, kau berani mempermainkan aku...."

   Belum habis dia berkata, tiba-tiba jubah panjang yang berada ditangannya itu melayang kembali ke udara.

   Pengemis pikun sudah merasakan penderitaan oleh jubah mana, maka melihat jubah tersebut melayang ke udara, kotan saja dia menjatuhkan diri bergelinding di atas tanah.

   Pada dasarnya dia berperawakan rendah lagi kurus, apalagi sedang merendahkan tubuhnya, maka gelindingannya itu mirip sekali dengan baskom air, dalam waktu singkat dia sudah berada sejauh dua kaki lebih dari tempat semula.

   Sambil tertawa terbahak-bahak Put-lo-hu ang-siu berseru kepada Oh Put-kui .

   "Haaahhh.....haaahh........haaaahhhhh.....bocah muda, pernah melihat telur busuk menggelinding? Permainan dari pengemis busuk itu memang indah sekali ?"

   Ditengah gelak tertawanya, jubah hitam jadi tahu-tahu sudah melayang kembali ke tangannya.

   "Ban tua,"

   Ujar Oh Put Kui kemudian sambil tertawa.

   "permainan jubah panjang jaring terbang menangkap kura- kura emasmu sungguh hebat ! Baru pertama kali ini selama hidup boanpwe menyaksikan demonstrasi yang begitu indah."

   "Haaahh........haaahh......haaahh.....bocah muda, julukanmu memang tepat sekali,"

   Seru Put-lo-huagn-siu.

   "jubah panjang jaring terbang menangkap kura-kura emas....tepat ! Tepat sekali ! Pengemis busuk itu memang seekor kura-kura emas !"

   Tapi sejenak kemudian dia sudah berteriak kembali .

   "Kurang cocok, kurang cocok ! Gara-gara pengemis busuk ini menggelinding di atas tanah, jubah panjang baruku menjadi hitam dan kotor. Dia harus disebut kura-kura busuk !"

   Mendadak itu, Oh Put Kui tertawa terpingkal-pingkal sampai terbungkuk-bungkuk.

   Tapi pengemis pikun Lok Jin ki yang baru saja merangkak bangun menjadi sewot dan mencak-mencak sambil mencaci maki.

   "Sialan, sialan, kurang ajar betul.....................kalian yang tua maupun yang muda sama-sama telur busuknya !" Menyaksikan keadaan pengemis pikun Lok Jin-ki yang mengenaskan itu, gelak tertawa Oh Put Kui yang sebenarnya mulai mereda, sekarang meledak dan berderai kembali.

   Dengan langkah lebar Put-lo-huang-siu berjalan kehadapan pengemis pikun, kemudian sekali mencengkeram dia mengangkat tubuhnya seperti menangkap anak ayam saja.

   Kini Oh Put Kui baru tahu kalau perawakan tubuh Kakek latah awet muda Ban Sik-hong ini satu kali lipat lebih besar daripada perawatak tubuh pengemis pikun.

   "Ayo jawab, kau masih berani mengumpat lagi tidak? Pengemis busuk....."

   Hardiknya. Dicengkeram macam anak ayam, pengemis pikun menjadi ketakutan setengah mati, buru-buru dia menggelengkan kepalanya berulang kali.

   "Tidak..........tidak.......tidak berani !"

   Put-long-huang-siu segera menggetarkan tangannya, tubuh pengemis pikun segera terlempar ke udara sehingga jatuh berjumpalitan.

   "Sudah berapa ratus kali kuampuni kau si....si pengemis busuk....?"

   Teriak Put lo-huagn-siu sambil menarik-narik rambut ubannya.

   Pengemis pikun melejit dan melompat bangun dari atas tanah, kemudian setelah membersihkan tubuhnya dari debu, dengan mata melotot dan sikap rikuh sahutnya sambil tertawa .

   "Agaknya...........agaknya keseratus tiga puluh tujuh kalinya......"

   Put-lo-huang-siu tertawa tergelak.

   "Haaahh............haaahh............haaahh............betul ini adalah yang keseratus tiga puluh tujuh kalinya, bagaimanapun juga umurmu memang masih muda enam puluh sembilan tahun daripada aku, tentu saja daya ingatmu jauh lebih baik daripada aku sendiri."

   Oh-put-kui yang mendengar perkataan itu tak bisa menahan diri lagi, ia segera tertawa terbahak-bahak.

   Mungkin pengemis pikun tidak berani melawan Put-lo- huang-siu, tapi tidak demikian dengan Oh-put-kui.

   Begitu anak muda tersebut tertawa, kontan saja dia melototkan sepasang matanya bulat.

   "Saudaraku, rupanya kau senang melihat aku menderita ? Baik, tunggu saja nanti ! Asal kau berani berkumpul bersama tua bangka celaka ini, pasti ada permainan yang sedan untuk kau nikmati."

   "Mungkin hal itu benar."

   Oh Put Kui menggeleng, tapi paling tidak bukan berada di depan mata sekarang !"

   "Bocah muda, perkataanmu itu memang benar,"

   Sela Put- lo-huang-situ dengan cepat.

   "apabila kau ingin bermain kembangan, bila kau telah dewasa nanti, aku pasti akan melayanimu sampai puas."

   "Nah bagaimana?"

   Ejek pengemis pikun sambil tertawa tergelak.

   "tunggu saja tanggal mainnya saudaraku !"

   Oh Put Kui masih saja tertawa hambar.

   "Bila urusan yang penting telah selesai, boanpwe pasti akan menemani Ban tua buat bermain-main !"

   Ucapnya.

   Put-lo-huang-siu yang mendengar ucapan itu lantas saja menjadi mencak-mencak kegusaran.

   "Bocah keparat, tampaknya kau lebih becus ketimbang pengemis busuk itu ! Hei pengemis busuk, kau dengar tidak ? Orang lain begitu gagah, tidak pengecut macam kau saja !"

   Pengemis pikun bertepuk tangan sambil bersorak sorai.

   "Asalkan kau tidak mencariku, soal becus atau tidak bukan masalah buat aku si pengemis...." "Itu tak mungkin, aku sudah terbiasa bergaul dengan kaum miskin, jadi meskipun kau tidak ingin berhubungan dengan akupun tak mungkin, lohu akan segera menjadi hu-ting Beng untuk minta orang.....

   Oh Put Kui tertawa sendiri setelah mendengar perkataan itu, pikirnya kemudian.

   "Orang tua itu benar-benar berhati lurus orang lain enggan berhubungan dengannya, teryata dia hendak mencari ketuanya untuk menuntut orang......"

   Pada saat itulah pengemis pikun buru-buru berseru .

   "Sayang sekali locianpwe, guru aku si pengemis tua sudah tidak menerima tamu lagi."

   "Benarkah begitu?"

   Put-lo-huang-siu tertawa.

   "pengemis cilik, apakah gurumu tidak menjadi ciangbunjin lagi ?"

   Mendengar ucapan mana, dengan wajah serius Pengemis pikun menyahut .

   "Gutuku sudah mengundurkan diri !"

   "Gurumu itu benar-benar tak becus, kalau tidak menjadi ketua, dia ingin menjadi apa ?"

   "Guruku suka akan kebebasan, oleh sebab itu dia tak ingin menjadi seorang ketua yang terikat gerak-geriknya......"

   Put-lo-huang-siu segera tertawa terbahak-bahak.

   "Haaaahhh...........haaaahhh.........haaaahhh..........kehidupa n bebas kentut anjing, paling-paling dia malas dan ogak bekerja."

   Kemudian setelah berhenti sejenak, dengan mata melotot besar dia berkata lagi .

   "Lantas siapa yang telah menjabat kedudukkan sebagai ciangbujin ?"

   "Konsun toa-suheng !" Kembali kakek latah awet muda tertawa terbahak-bahak.

   "Haaaahhh...........haaaahhh.........haaaahhh..........begitu gurunya begitu pula penggantinya.

   Hu Teng-beng memang rongsokan yang tak becus, maka dia mencari Konsun Lian yang tidak doyan tertawa utnuk meneruskan jabatannya ! Coba kalau aku, sudah pasti aku akan mencari ji-suhengmu pengemis pengembara Lui Sian-bu untuk memangku jabatan itu............."

   "Untung saja bukan kau yang memilih.........."

   "Hmmm, memangnya aku tidak berhak untuk melakukan pemilihan tersebut ?"

   Dipelototi oleh kakek tersebutm pengemis pikun menjadi amat terperanjat, buru-buru dia berkata .

   "Berhak, berhak ! Kau orang tua adalah seorang tokoh silat yang berkedudukan tinggi, kedudukannya diatas semua ketua dari pelbagai partai tentu saja kau sangat berhak............."

   Jangan dilihat pengemis pikun itu bodoh, ucapan yang diutarakan kontan saja membuat Put-lo-huang siu senangnya setengah mati.

   Put-lo-huang-siu tertawa terbahak-bahak .

   "Haaaahhh...........haaaahhh.........haaaahhh..........sangat berarti, sangat berarti ! Pengemis busuk, coba kau lihat, apakah gayaku mirip sekali dengan gaya seorang tokoh silat yang berkedudukan diatas para ciangbunjin lainnya ?"

   
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Sambil berkata dia mencabut tiga lembar rambut putih dari atas kepalanya. Kemudian setelah membenahi jubahnya dan membusungkan dada, dengan gaya yang dibuat-buat dia maju beberapa langkah ke arah depan.

   "Nah, mirip tidak ?"

   Serunya. Pengemis pikun segera menutupi mulutnya menahan rasa geli, kemudian setelah mendengus sahutnya . "Mirip ! Mirip sekali ! Pada hakekatnya mirip malaikat dari kahyangan....."

   Dengan bangga Put-lo-huagn-situ tertawa tergelak, kemudian sambil berpaling ke arah Oh Put Kui katanya pula .

   "Bocah muda, bagiamana penurut pendapatmu ?"

   Waktu itu Oh Put Kui sudah kegelian setengah mati hingga napasnya seperti menjadi sesak, mendengar pertanyaan tersebut, sahutnya dengan cepat .

   "Meski tidak tepat keseluruhannya.....tapi berbeda pun tidak banyak......."

   "Kenapa? Kau tidak puas?"

   Put-lo huang-siu merasa agak tertegun oleh perkataan mana. Oh Put Kui tertawa.

   "Bukan begitu.......cuma kau kelewat kurus lagi jangkung, tidak mencerminkan wajah orang yang punya rejeni besar........."

   Put-lo-huang-sia segera tertawa tergelak.

   "Haaaahhh...........haaaahhh.........haaaahhh..........cuma begitu saja ?"

   "Begitupun sebenarnya sudah lebih dari cukup......"

   Pikir Oh Put Kui dihati. Namun diluar segera sahutnya .

   "Yaaa, hanya dalam hal itu saja yang agak mirip."

   "Kalau cuma itu mah gampang sekali, aku akan segera berubah sedikit bentuk wajah dan perawakanku !"

   Ucapan ini segera membuat Oh Put Kui terkejut.

   Dia tidak habis mengerti dengan cara apakah tua bangka ini akan merubah dirinya ? Maka dengan perasaan tercengang dan ingin tahu dia berseru .

   "Kau orang tua dapat merubah diri ?"

   "Tentu saja! Kalau tidak mana mungkin aku bisa dikatakan sebagai manusia yang serba bisa?"

   Pengemis pikun yang berada disisi arena segera bertepuk tangan sambil tertawa terbahak-bahak.

   "Haaaahhh...........haaaahhh.........haaaahhh..........kalau begitu beribahlah, berubahlah menjadi seekor kura- kura..........."

   Belum habis kata tersebut diutarakan, cepat-cepat dia menutup mulutnya kembali. Untung saja Oh Put Kui menimpali .

   "Boanpwe sangat tidak percaya dengan ucapanmu itu."

   Tiba-tiba Put-lo-huang-siu tertawa aneh, kemudian ujarnya sambil tersenyum .

   "Bocah muda, kau ingin membuktikan sendiri perkataanku tadi.............?"

   Oh Put Kui memang ingin membuktikan dengan mata kepala sendiri atas ucapannya itu.

   Put-lo-huang-sium tertawa terbahak-bahak, mendadak ia menggetarkan sepasang bajunya, rambut putihnya bergetar keras dan tubuhnya yang jangkung lagi kurus itu tiba-tiba saja menyusut menjadi satu depa lebih pendek.

   Bukan begitu saja, dengan makin pendeknya sang tubuh maka badannyapun makin menjadi gemuk.

   Dengan perasaan terkesiap Oh Put Kui tertawa, lalu serunya .

   "Ban tua, ilmu sakti perubah bentuk badan ini sungguh hebat dan luar biasa!"

   "Bocah busuk, kau bilang ilmu apa ? Ilmu perubah bentuk badan........?" "Memangnya masih ada nama lain ?"

   "Tentu saja, kepandaian sakti itu bernama Tah-thian sin- kang (ilmu sakti perogoh langit)!"

   "Ilmu sakti perogoh langit?"

   Oh Put Kui tertegun dan berdiri melongo.

   Ia belum pernah mendengar nama tersebut, pada hakekatnya mendengar orang berkatapun tidak.

   Bukan cuma dia, pengemis pikun sendiripun dibikin berdiri bodoh.....

   Sejak kapan dalam dunia persilatan terdapat ilmu sakti perogoh langit? "Boanpwe kurang berpengalaman sehingga nama itu belum pernah kudengar....Ban tua apakah kau orang tua yang memberi nama sendiri atas kepandaianmu itu ?"

   Put-lo-huang-situ tertawa terbahak-bahak.

   "Haaaahhh...........haaaahhh.........haaaahhh..........memang nya tidak boleh untuk memberi nama atas sebuah kepandaian yang diciptakannya sendiri ?"

   Oh Put Kui tertawa.

   "Apabila orang persilatan dapat menciptakan semacam kepandaian sakti, maka hal mana merupakan suatu peristiwa besar yang pantas dikagumi.

   Mengapa sih kau orang tua mencurigai sikap orang lain......?"

   "Kalau kudengar dari nada pembicaraanmu itu, tampaknya kau tak percaya dengan perkataan lohu !"

   "Boanpwe tidak brani, boanpwe justru sangat kagum dan hormat padamu."

   "Haaaahhh...........haaaahhh.........haaaahhh..........sudah seharusnya memang demikian !"

   Sikapnya saat ini berbeda sekali dengan sikapnya tadi, memang tak salah lagi kalau dia nampak keren dan berwibawa sekali, cuma wajahnya masih tetap memancarkan sifat kekanak-kanakan.

   Pengemis pikun yang berada di sisinya kembali menyindir .

   "Loacianpwe, tampangmu sekarang memang mirip sekali dengan tampang tokoh silat yang dikagumi dan dihormati orang !"

   Pengemis pikun mengerling sekejap ke arahnya, kemucian berkata .

   "Pengemis busuk, aku tahu kalau perkataanmu itu macam kentut anjing semua!"

   Lalu sambil berpaling ke arah Oh Put Kui katanya lebih jauh .

   "Bagaimana menurut pendapatmu bocah muda ?"

   Oh Put Kui tertawa.

   "Yaa, memang rada miri ! Cuma.........."

   Belum habis perkataan itu diutarakan, si kakek sudah berkerut kening.

   "Cuma kenapa lagi? Aaaai....si bocah muda benar-benar sukar dihadapi....."

   Oh Put Kui yang mendengar perkataan tersebut segera tertawa geli dibuatnya.

   Sulit untuk dihadapi ? Kau mirip dengan tokoh silat atau tidak, apa pula sangkut pautnya denganku ? Cuma diluaran ia tetap berkata .

   "Aku lihat wajahmu itu menunjukkan sikap yang kelewat binal......."

   Put-lo-huang-siu tertawa geli oleh perkataan itu.

   "Waaah, kalau soal ini mah tak bisa di rubah lagi, bocah muda, lohu sudah hidup hampir tiga kali enam puluh tahun, tapi penyakit diwajahku ini tak pernah berhasil kurobah."

   "Locianpwe polos dan jujur, tentu saja hal ini sukar untuk dirubah......."

   "Haaahhh................haaahhhh............

   haaahhhh............benar-benar sekali, aku memang polos dan jujur, Put-lo-huang-siu tertawa tergelak.

   "bocah mudah, bagaimana kalau kita membentuk partai jujur dan polos ? Kau sebagai ketuanya dan aku......"

   Setelah termenung sejenak, dia melanjutkan sambil tertawa .

   "Biar aku sebagai pembantunya saja !"

   Baru saja Oh Put Kui hendak membuka mulut, Pengemis pikun yang berada disisinya sudah berteriak keras .

   "Kau seharusnya menjadi Tay-sang ciang-bunjin !"

   Tiba-tiba paras musa Put-lo-huagn-siu berubah menjadi merah padam, serunya .

   "Waaah, hal ini mana boleh jadi? Lohu sangat senang dengan bocah muda ini, apabila aku menjadi Tay-sang ciangbunjin, toh akibatnya aku tak dapat duduk sejajar dengannya? Dia pasti akan bersikap hormat, gugup dan munduk-munduk bila bertemu aku.......waaah, ini kurang sedap! Pengemis busuk, idemu itu kurang cocok dan berkenan dihati......"

   Oh Put Kui yang mendengar ocehannya itu diam-diam merasa kegelian sendiri.

   Ban Sik-thong benar-benar seorang manusia yang polos dan lucu.....

   Untuk mendirikan suatu partai dalam dunia persilatan sesungguhnya bukan suatu pekerjaan yang gampang, tapi kakek itu berbicara dengan begitu santai, bukanlah hal ini merupakan sesuatu kejadian yang lucu sekali? Sambil tertawa pengemis pikun berkata lagi .

   "Locianpwe, jika kau mesti menjadi pembantunya, Oh Lote, ini baru mengenaskan namanya!"

   Dengan cepat Put-lo-hung-siu menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya.

   "Mati demi rekan adalah sesuatu yang luhur, pengemis busuk, sia-sia saja kehidupanmu di dunia ini, masa teori semacam inipun tidak kau pahami? Sungguh tak berguna......"

   "Baik, kalau begitu aku si pengemis akan memberi kedudukan lain untukmu...."

   Seru pengemis pikun lagi. Lagaknya kali ini pada hakekatnya jauh lebih besar daripada Put-lo-huang-siu. Oh Put Kui menjadi geli rasanya, dia segera berpikir .

   "Pengemis pikun ini seharusnya dirubah menjadi pengemis pikun latah......"

   Sementara itu Put-lo-huang-siu dibikin kegirangan setengah mati, dia segera tertawa terbahak-bahak.

   "Haaahhh.............haaahhhh...........haaahhhh..........bagus, bagus sekali, pengemis busuk! Coba katakanlah idemu itu !"

   "Lebih baik kau jadi ciangbunjin, saudara cilik ini menjadi pembantumu, sedangkan aku menjadi kasir saja, bagaimana ?"

   "Kau sebagai kasir? Buat apa kita mempunyai kasir?"

   Seru Put-lo-huang siu sambil berkerut kening.

   Pengemis pikun segera tertawa terbahak-bahak.

   "Sewaktu pembukaan nanti, orang pasti akan memberi hadiah padamu, bila ak ada seorang kasir yang bisa dipercaya, bukanlah urusan akan berabe ?" "Tidak bisa,"

   Put-lo-huang-siu menggeleng.

   "kalau kau si pengemis yang menjadi kasir, itu namanya memendam bakat bagus, lebih baik aku mencarikan kedudukan lain saja bagimu......."

   "Tidak, aku tidak mau, aku ingin menjadi kasir saja."

   Ngotot pengemis pikun sambil menggeleng.

   Bagaikan sedang membujuk anak kecil.

   Put-lo-huang-siu segera berseru .

   "Lok kecil, pengemis baik.....percuma menjadi kasir.

   Meski kedudukannya lumayan tapi tergantung dari paras muka orang, bila orang-orang tak senang hati, jau harus membungkukkan badan sambil tertawa, pengemis, masa kau tahan ? Itu bukan pekerjaan yang enak..........."

   "Tidak ! Tidak ! Aku harus menjadi kasir, aku harus menjadi kasir !"

   Ngotot pengemis pikun.

   Melihat dua orang kakek berusia ratusan tahun masih bersikap macam anak kecil saja.

   Oh Put Kui menjadi meringis sambil menahan gelinya.

   Diam-diam dia tertawa terpingkal-pingkal.

   Agaknya Put-lo-hung-siu sudah kehabisan akal, sambil tertawa dia lantas berkata .

   "Pengemis cilik, apa sih enaknya menjadi seorang kasir? Aaaai.........kau memang............."

   "Sebagai seorang kasir tentu saja ada enaknya !"

   Kata pengemis pikun sambil mencibir.

   "Coba katakan apa enaknya ? Kalau ada kebaikannya saja, aku pasti akan setuju!"

   Tiba-tiba paras muka pengemis pikun berubah menjadi merah padam, katanya .

   "Dalam hidupku aku belum banyak mengenal barang- barang berharga, maka jika aku si pengemis sudah menjadi kasir, pasti akan kupelajari lebih mendalam benda-benda bulat yang berharga itu, sehingga kalau dikemudian hari aku berkesempatan mendapatnya, benda itu tak sampai kubuang dengan percuma."

   Kali ini Oh Put Kui tak sanggup menahan diri lagi, dia tertawa terpingkal-pingkal sampai terduduk dikursi.

   Gelak tertawa Put-lo-huagn-siu pun amat keras sampai menggetarkan seluruh angkasa.

   Hanya pengemis pikun seorang tidak tertawa, dia malah bertanya keheranan .

   "Mengapa kalian tertawa kegelian? Aku toh berbicara dengan sejujurnya?"

   Benar, ia memang berbicara dengan sejujurnya.

   Tapi di dunia ini memang banyak terdapat kejadian aneh.

   Semakin jujur seseorang berbicara, sering kali justru semakin membuat sakitnya perut orang yang tertawa kegelian.

   Semakin tidak jujur seseorang berbicara malahan sering kali akan kelihatan kesudian dan keangkerannya.

   Setengah harian kemudian, Oh Put Kui baru dapat menahan rasa gelinya, ia lantas berkata .

   "Lok loko, kalau hanya ingin mempelajari soal mutiara atau permata, tidak usah mesti jadi kasir, kau toh bisa minta petunjuk dari orang lain ?"

   "Tidak!"

   Kembali pengemis pikun menggeleng.

   "apabila kedudukanku hanya sedikit dibawah kalian berdua saja, sangat memalukan bila aku mesti belajar dari orang lain cuma dikarenakan pengetahuan semacam itu....."

   "Apakah kau kuatir orang lain memandang rendah kau si pengemis....."

   Sekali lagi paras muka pengemis pikun berubah menjadi merah padam karena jengah sahutnya lagi . "Kalau cuma dipandang rendah mah urutan kecil, vila pamor lote dan Ban tua sampai merosot, apakah aku si pengemis bisa menahan diri?"

   Mendengar perkataan tersebut, Oh Put Kui segera tertawa.

   "Nah, begitu baru enak didengar....."

   "Apanya yang enak didengar?"

   Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Tiba-tiba Put-lo-huang-siu mengumpat.

   "pengemis cilik, tampaknya kau masih mempunyai sesuatu maksud tertentu!"

   "Darimana kau bisa tahu?"

   Pengemis pikun agak tertegun. Tapi setelah berbicara, dia baru tahu salah. Kalau toh dia memang mempunyai maksud lain, apakah hal ini boleh diutarakan kepada orang lain?"

   Oleh sebab itu dia lantas membungkam dalam seribu bahasa dan tidak berbicara lagi.

   "Bagaimana? Sudah mengaku?"

   Ejek Put-lo-huang-siu lagi sambil tertawa tergelak.

   Kali ini pengemis pikun benar-benar tak dapat berbicara lagi....

   Put-lo-huang-siu yang menyaksikan hal ini segera tertawa terbahak-bahak.

   "Haaahhh................haaahhhh............

   haaahhhh............sudahlah, jangan harap kau bisa menjadi kasir dalam sepanjang hidupmu, hmmm! partai belum didirikan, kau si pengemis sudah berniat jahat dengan maksud hitam makan hitam, hal ini mana boleh jadi?"

   Kemudian sambil mencibirkan bibir serunya lagi.

   "Sudahlah, aku tidak jadi mendirikan partai polos dan jujur lagi......lebih baik bubar saja."

   Oh Pu Kui yang mendengar perkataan itu kontan saja tertawa terbahak-bahak, pikirnya . "Ini memang tindakan yang bagus, didirikan cepat, dibubarkannya lebih cepat lagi....."

   "Bubar ya bubar !"

   Kata pengemis pikun sambil mencibir.

   "biar miskin aku si pengemis tak akan sampai miskinya luar biasa, apalagi dalam sakuku masih ada beberapa lembar ribuan tail emas !"

   Rupanya dia teringat kembali dengan lembaran uang emas yang berada di dalam sakunya. Tiba-tiba Put-lo-huang-siu tertawa dingin, serunya .

   "Aku tak kepingin, akupun punya........"

   Sambil berkata dia mengeluarkan kembali mata uang tembaga yang akan dipakai buat bertaruh lagi dengan pedang sakti bertenaga raksasa Kit Put-sia itu.

   Lalu kepada Oh Put Kui katanya sambil tertawa .

   "Bocah muda, coba kau lihat, bukanlah uang tembagaku jauh lebih banyak ketimbang uang kertas itu ?"

   Oh Put Kui tak mampu menjawab.

   Bertemu dengan dua manusia macam mereka, dia cuma dapat tertawa getir belaka.

   Sementara itu pengemis pikun telah mengeluarkan lembaran uang lima ribu tail emas yang masih tersisa dalam sakunya, kemudian setelah digapai-gapaikan di tengah udara, dia mencium uang kertas itu dengan mesra sebelum dimasukkan lagi ke dalam sakunya.

   Sayang sekali perbuatannya itu sama sekali tak diperhatikan oleh Put-lo-huang-siu.

   Sorot mata kakek bersipat kanak-kanak ini hanya mengawasi mata uang tembaganya itu tanpa berkedip.

   Berapa saat kemudian, Put-lo-huang-siu baru menghela napas panjang, ujarnya .

   "Uang, okh uang......bila kau tak dapat mengungguli Kit Put- sia lagi, aku akan menggigitmu sampai hancur berkeping- keping......"

   "Ban tua, kali ini kau pasti unggul !"

   Seru Oh Put Kui sambil tertawa.

   "Sungguh ?"

   Put-lo-huang-siu benar-benar merasa girang sekali.

   "Bocah muda, moga-moga saja ucapanmu itu benar, ayo berangkat......."

   Begitu bilang berangkat, dia benar-benar berangkat, tampak bayangan hitam berkelebat lewat tahu-tahu bayangan tubuhnya sudah berada sepuluh kaki dari tempat semula.

   Oh Put Kui mengelapkan tangannya ke arah pengemis pikus, kemudian tak berayal dia mengejar dibelakang Put-lo- huang-siu.

   GERAKAN tubuh Put-lo-huang-siu benar-benar cepat bagaikan sambaran kilat.

   Meskipun Oh Put Kui dan pengemis pikun sudah mengerahkan segenap kekuatan yang dimiliki, toh masih tetap ketinggalan sejauh puluhan kaki dibelakangnya, mereka tak pernah berhasil menyusuli kakek berambut putih itu.

   Terutama sekali pengemis pikun, bukan saja ia tertinggal sejauh puluhan kaki dibelakang Put-lo-huang-siu, bahkan masih ketinggalan sejauh sepuluh kaki lebih dibelakang Oh Put Kui.

   Sesampainya dimulut lembah Sin-mo-kek, mereka baru berhasil menyusul kakek ini.

   Bukan, bukan mereka berhasil menyusul Put-lo-huang-siu, melainkan Ban Sik-thong yang duduk menunggu kedatangan mereka.

   "Sudah sampai !" Oh Put Kui mendongakkan kepalanya memandang puncak Thian-cu-hong yang dilapisi salju di depan sana, lalu memandang puncak Gin-yu-hong disisi kananya, dia tahu mereka sudah sampai ditempat tujuan.

   "Biar boanpwe yang berjalan dimuka sebagai pembawa jalan......."

   Oh Put Kui tersenyum, dia segera bergerak lebih dulu menuju kedalam mulut lembah yang diapit dua buah bukit itu.

   "Tunggu dulu,"

   MendadakPut-lo-huang-siu menghalangi jalan perginya,"

   Mari kita beristirahat dulu."

   "Boanpwe tidak lelah!"

   "Kau mungkin tidak lelah, tapi orang lain sudah kepayahan hampir modar......"

   Mendengar ucapan mana, Oh Put Kui segera menyadari apa gerangan yang dimaksudkan. Dia berpaling kearah pengemis pikun, dijumpainya pengemis itu sedang bermandikan keringat. Maka sambil tertawa hambar dia duduk .

   "Boanpwe turut perintah!"

   Waktu itu Put-lo-huang-siu sedang duduk diatas sebuah batu gunung dekat mulut lembah, memandang jalan setapak yang membentang hingga kedalam lembah tersebut, mendadak ujarnya sambil tertawa .

   "Dua puluh tahun lewat dengan cepat sekali......."

   Kemudian setelah berhenti sejenak, katanya sesudah menghala napas .

   "Kesalahan bukan dipihak lohu, siapa sih yang bisa menahan diri .......?"

   Oh Put Kui membungkam dalam seribu bahasa, dia sedang mengatur napas.

   Sebaliknya pengemis pikun berbaring dengan napas yang terengah-engah.

   Mereka semua membungkam, tak seorangpun yang menjawab pertanyaan dari Put-lo-huang-siu tersebut.

   Lebih kurang sepertanak nasi kemudian, mendadak Put-lo- huang-siu tertawa terbahak-bahak sambil berkata lagi.

   "Nah anak muda sekalian, sudah cukup, kita harus berangkat !"

   Oh Put Kui dan pengemis pikun bersama-sama membuka sepasang mata mereka. Mendadak sekilas senyuman menghiasi sorot mata Oh Put Kui.

   "Kau orang tua."

   Ternyata Put-lo-huang-siu yang berada dihadapannya lagi- lagi sudah berubah benduk.

   Kini dia berubah menjadi lebih pendek lebih gemuk.

   "Sewaktu aku berjumlah dengan Kit Put-sia tempo hari, beginilah tampang wajahku, maka hari ini akupun ingin menjumpainya lagi dengan tampang semacam ini, hei bocah muda, kau keheranan ?"

   "Tidak, aku tak merasa heran !"

   Sahut Oh Put Kui sambil tertawa.

   "cuma ilmu Toh thian-sin kang milik kau orang tua ini benar-benar memiliki perubahan yang luar biasa sekali, membuat boanpwe merasa bingung saja."

   Put lo-huang-siu tertawa aneh.

   "Ilmu kepandaian Toh-thian-sin-kang milikku ini memiliki kemampuan untuk merogoh langit mencipta bumi, tentu saja luar biasa sekali, bocah muda, inginkah kau belajar kepandaian ini ?"

   "Aaah, boanpwe merasa kalau diriku ini bodoh, kau orang tua tak usah memikirkannya." Terbelalak lebar mata Put-lo-huang-siu setelah mendengar perkataan itu.

   Rupanya dia tak mengira kalau Oh Put Kui bakal menampik tawarannya itu.

   "Hei bocah muda, kau sombong amat!"

   Serunya dengan mata melotot.

   "Boanpwe tidak sombong, melainkan menyadari akan keterbatasan kemampuan sendiri, oleh karena itu tak berani memikirkan hal yang bukan-bukan !"

   "Heeehh.......heeehh............

   heeehh............jadi kau tak mau mempelajari kepandaian ini?"

   Put-lo-huang-siu tertawa seram.

   "Tak ingin !"

   Mendadak berkilat sepasang mata Put-lo-huang-siu, katanya lagi sambil tertawa.

   "Tampaknya kau anak muda pernah mempelajari ilmu Sut- kut-sin-kang (ilmu sakti menyusut tulang?") "Yaa, betul,"

   "Kau yakin sudah mencapai berapa bagian tingkat kesempurnaan ?"

   Walaupun Oh Put Kui tidak mengerti apa sebabnya Put-lo- huang-siu mengajukan pertanyaan tersebut, namun dia tetap menjawab dengan sejujurnya .

   "Apabila boanpwe mengerahkan segenap tenaga yang kumiliki maka tubuhku bisa menyusut sampai tiga depa lebih !"

   Put-lo-huang-siu tertawa terbahak-bahak.

   "Haaahhh.............haaahhhh...........haaahhhh..........tidak bisa dianggap jelek, bocah muda, dapatkah kau menggunakan tenaga saktimu itu untuk menambah perawakan sendiri ?"

   "Boanpwe tidak memiliki kepandaian tersebut."

   Oh Put Kui menggeleng. Put-lo-huang-siu segera tertawa misterius dan tak mendesak lebih jauh, hanya ujarnya .

   "Mari berangkat, kita menangkan dulu Kit Put-sia sebelum membicarakan masalah lain !"

   Lagak dari pihak Huang-si-sia (Kota kematian) sungguh besar sekali.

   Baru masuk lembah sedalam setengah li, sudan nampak dinding kota yang tinggi sepanjang lima li.

   Diam-diam Oh Put Kui mencoba untuk mengukur luas kota tersebut, ia merasa paling tidak mencapai berapa ribu bau.

   Diatas bukti ci-lian-san ternyata memiliki tanah lembah yang begini luas, benar-benar suatu kejadian yang sama sekali diluar dugaan siapapun.

   Tiba dipinggiran kota, diam-diam Oh Put Kui semakin terperanjat lagi.

   Tinggi dinding kota tersebut ternyata mencapai empat kaki lebih.....

   Ditambah pula dengan sungai pelindung kota yang digali dengan tenaga manusia, bila ada orang ingin melewati sungai dan memanjat dinding kota itu, paling tidak dia harus mampu melompati sejauh tujuh kaki lebih.

   Tak heran kalau kota kematian ini dianggap sementara umat persilatan sebagai daerah terlarang.

   Sekalipun hanya ingin masuk saja sulitnya bukan main.

   Kini, mereka berdiri disamping jembatan gantung ditepi sebuah pintu gerbang.

   Diatas pintu gerbang tersebut tercantum sebuah papan nama besar yang bertuliskan tiga huruf besar .

   "TIANG-SENG-SIA".

   Untuk beberapa saat dia berdiri tertegun, Tiang-seng-sia? Bukankah mereka hendak mengunjungi kota kematian ? "Ban tua, jangan-jangan kita salah tempat?"

   Kata Oh Put Kui kemudian,"

   Bukankah kita akan berkunjung ke kota kematian? Tapi.......coba kau lihat, bukanlah papan nama diatas pintu kota itu beraksara tiang-seng-sia?"

   Put-lo-huang-siu tertawa terbahak-bahak.

   "Haaahhh.............haaahhhh...........haaahhhh..........sesungg uhnya kota ini aslinya bernama Tiang-seng-sia, soal nama kota kematian tak lain hanya merupakan julukan yang diberikan sahabat persilatan atas tempat ini !"

   Oh Put Kui segera tertawa, ia baru mengerti apa gerangan yang sesungguhnya terjadi.

   "Ooh, rupanya kesalahan berita saja....."

   Ia jadi teringat dengan julukan pulau neraka, bukankah pulau tersebut sebenarnya bukan bernama pulau neraka ? Maka dengan cepat dia dapat memahami hubungan antara kota kematian dengan kota Tiang-seng-sia tersebut.

   Berbeda sekali dengan reaksi si pengemis pikun.

   "Saudara cilik, aku si pengemis benar-benar dibuat kebingungan, sebenarnya apa sih yang telah terjadi?"

   Serunya.

   "Mungkin orang yang bisa memasuki kota ini jarang sekali bisa keluar dengan selamat, maka beginilah jadinya !"

   Pengemis pikun semakin tertegun lagi setelah mendengar ucapan tersebut.

   "Meskipun begitu, toh tidak seharusnya berubah nama suatu kota dengan sekehendak hatinya sendiri, teriaknya.

   "Mengapa tidak bisa?"

   Put-lo-huang-siu melotot besar.

   "pengemis goblok, coba bayangkan saja, barang siapa memasuki kota ini pasti akan mati penasaran,apakah tidak cocok kalau kota ini disebut kota kematian?" "Ooh.....rupanya cuma begitu ?"

   Seru pengemis pikun setelah kena damprat.

   Yaa, sesungguhnya memang cuma begitu.

   Tapi kalau Put-lo-huang-siu tidak berkata mungkin sepanjang hidupnya pengemis pikun tak akan mengerti.

   Diam-diam Oh Put Kui tertawa geli karena sikap pengemis tersebut.....

   Dengan nada mangkel Put-lo-huang-siu mengumpat lagi.

   "Sebenarnya memang hanya begitu saja, sayang sekali otak kau si pengemis adalah otak udang, maka teori yang begini sederhana pun tidak kau pahami......"

   Pengemis pikun menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya sambil tertawa.

   
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Umpatan dari kau orang tua memang tepat sekali, aku si pengemis memang berotak udang, benar-benar tak berguna....."

   Sementara pembicaraan masih berlangsung, tiba-tiba dari arah kota bergema, suara ledakan mercon.

   Disusun kemudian dengan dua ledakan.

   Kalau mercon dibunyikan dalam lembah yang bergaung, bayangkan saja betapa nyaringnya suara tersebut.

   Oleh karena itu si pengemis pikun dibuat terperanjat sekali.

   "Waaah, apa-apaan itu ?"

   Put-lo-huang-siu tampak bangga sekali, sahutnya dengan cepat .

   "Mercon itu dibunyikan sebagai tanda menyambut kedatanganku, lihat saja nanti, Kit Put-sia akan segera munculkan diri."

   Berbicara sampai disitu dia lantas mendongakkan kepalanya dan berteriak keras. "Kit-Put-sia wahai Kit Put-sia, kau bocah dungu tak nanti akan berhasil membelengguku kali ini !"

   "Yaa, kau orang tua pasti akan menang!"

   Timbrung Oh Put Kui sambil tertawa.

   "Bocah muda, aku betul-betul tak boleh kalah kali ini !"

   Pada saat itulah.....Pintu baca yang tebalnya setengah depa itu sudah terbentang lebar.

   Tiga orang kakek berusia di atas delapan puluhan munculkan diri dari balik pintu.

   Satu diantaranya segera menjura sambil tertawa tergelak, sapanya .

   "Ban tua, selamat bersua kembali !"

   Put-lo-huagn siu tidak membalas hormat malah serunya sambil tertawa aneh .

   Keparat, kau sudah menangkan uang tembagaku, mengurungku selama dua puluh tahunan, hari ini baru bertemu sudah menyindir diriku habis-habisan, hal ini benar- benar membuat aku tak tahan!"

   Sambil mengomel dia langsung melompat naik keatas jembatan gantung dan bergerak ke depan.

   Oh Put Kui dan pengemis pikun segera mengikuti dibelakangnya dengan ketat.

   Sementara itu, Oh Put kui sudah memperhatikan sekejap wajah si kakek yang menjura sambil berbicara itu.

   Tampaknya pemilik kota kematian yang disebut orang iblis diantara iblis, pedang sakti bertenaga raksasa Kit Put-sia ini jauh berbeda dengan putranya si singa latah pedang iblis.

   Dia termasuk seorang kakek ceking yang kurus mana kering lagi tubuhnya.

   Ketinggian badannya tidak sampai setengah depa dari si pengemis pikun.

   Wajahnya kurus, alisnya botak, kepalanya gundul dan jenggot kambingnya sepanjang tiga inci persis menutupi mulutnya yang penyok karena ompong.

   Ia mengenakan baju mera yang dibagian dadanya bersulamkan seekor rajawali emas yang sedang mementang sayap.

   @oodwoo@

   Jilid 18 Rasanya kecuali sulaman si rajawali emas yang mementang sayap itu boleh dibilang kakek ceking seperti kena serangan penyakit t.b.c, ini tiada pancaran kegagahan sebagai seorang iblis diatas iblis........

   Sementara itu mereka sudah sampai dihadapan si iblis diantara iblis pedang sakti bertenaga raksasa Kit Put-sia, tuan rumahpun menjura sambil mempersilahkan tamunya masuk, sedang matanya mengawasi wajah Oh Put Kui beberapa kejap.

   Walaupun wajahnya memperlihatkan rasa kaget dan tercengang, namun ia sama sekali tak mengajukan sepatah katapun.

   Dalam pada itu Put-lo-huang-siu telah memasuki ke dalam kota, maka sambil membusungkan dada Oh Put Kui dan pengemis pikun ikut mengangkat dada sambil menyusul dibelakangnya.

   "Bagus sekali ! Tempat ini benar-benar merupakan sebuah kota yang amat ramai."

   Setelah masuk ke dalam kota, pengemis pikun menyaksikan kedua belah sisi jalan terdapat anyak orang yang berjual beli, sehingga tak kuasa lagi ia berteriak keras.

   Oh Put Kui sendiripun merasa terkejut dengan kejadian tersebut.

   Ia tak menyangka kalau kota kematian ternyata hanya nama belaka, sedangkan kenyataannya berupa sebuah kota sungguhan, Walaupun para pedagang yang berjualan serta para langganan yang belanja disitu hampir semuanya temasuk gembong-gembong iblis dari dunia persilatan, namun dilihat suadana pasar yang terbentang disitu, sudah cukup membuat orang melupakan segala peristiwa yang berhubungan dengan pembunuhan dan darah.

   Yang lebih membuat orang tercengang adalah penghuni dari kota tersebut.

   Ternyata seratus persen penghuninya adalah para gembong iblis yang dapat membunuh orang tanpa berkedip.

   Dari sini dapatlah disimpulkan kalau Kit Put-sia memang seorang manusia yang luar biasa.

   Dengan cepat mereka sudah melalui tiga buah jalanan besar sebelum tiba di tempat kediaman Kit Put-sia.

   Tempat tinggal gembong iblis ini sekali lagi membuat Oh Put Kui merasa terkejut sekali.

   Semula dia mengira siraja iblis diantara iblis ini pasti berdiam di dalam sebuah bangunan rumah yang megah dan mewah melebihi sebuah istana raja.

   Sekalipun tidak lebih mewah daripada sebuah keraton, paling tidak rumahnya akan lebih megah daripada rumah seorang hartawan atau rakyat disekitarnya.

   Tapi setelah Kit-Put-sia mempersilahkan mereka memasuki sebuah bangunan rumah, Oh Put Kui baru melongo.

   Ternyata rumah yang didiami oleh Raja diraja dari kaum iblis ini tak lebih hanya sebuah rumah biasa, rumah sederhana seperti kebanyakan pedagang.

   Sedangkan si iblis itu sendiri pun seorang pedagang beras yang memakai merek.

   Warung beras Put-sia.

   Peristiwa ini benar-benar diluar dugaan siapapun juga.

   Pengemis pikun yang menyaksikan kejadian tersebut segera menggelengkan kepalanya berulang kali, cuma dia sungkan untuk mengutarakan keluar maka selama ini tiada komentar yang kedengaran.

   Dagang beras milik Kit-put-sia memang cukup besar dan ramai, pembantunya saja sudah mencapai belasan orang, bahkan langganan yang membeli beras seperti sedang antri karcis saja penuh sesak dan amat ramai..

   Beginikah bentuk kota kematian yang digembar gemborkan orang sebagai kota yang mengerikan ? Benarkah Kit Put sia adalah raja diraja diantara iblis yang menjadi pemilik kota kematian ini ? Di tengah keheningan yang mencekam, mereka telah diundang masuk ke ruangan tamu.

   Dengan penuh keramahan Kit Put-sia mempersilahkan mereka duduk, tak lama kemudian hidangan lezatpun dihidangkan.

   Setelah suasana hening sejenak.

   Kit Put sia segera bangun berdiri dan menjura keempat penjuru, lalu ucapnya sambil tertawa.

   "Ban tua, mari kita bersantap dulu sampai kenyang sebelum membicarkaan lagi taruhan kita dua puluh tahun berselang !"

   Put-lo-huang-siu memang sudah dua puluh tahunan hidup menyendiri dan dihari-hari biasa hanya makan buah-biahan serta air tawar untuk melanjutkan hidupnya.

   Begitu mengendus bau harumnya hidangan, tanpa banyak bicara lagi ia langsung menyikat hidangan tersebut dengan rakusnya.

   "Bagus, bagus sekali, biar kita bersantap dulu sebelum berbicara lebih jauh..." Semenatara itu Oh Put Kui sudah memperhatikan keadaan disekeliling sana, terutama dua orang kakek lain yang turut hadir pula di dalam meja perjamuan.

   Yang seorang berperut gemuk, berwajah soleh dan bermuka bulat, dandangan seorang pedagang besar.

   Sedangkan yang lain berjenggot panjang dan berwajah cerah, wajah seorang guru sekolah.

   Ia belum pernah mendengar tentang kedua orang tersebut, maka dia ingin menanyakan hal ini kepada si pengemis pikun.

   Sayang ia tak sempat untuk banyak bertanya, sebab si pengemis pikun sudah keburu terlelap dalam hidangan yang berlimpah ruah.

   ENTAH berapa puluh cawan arah sudah berpindah ke perut Put-lo-huagn-siu, mendadak ia seperti teringat akan sesuatu, sambil meletakkan kembali cawannya, ia menuding kearah Oh Put Kui seraya berkata .

   "Kit Put-sia bocah keparat, bila aku datang mengajak dua teman, harap kau jangan gusar !"

   Kit Pus-sia segera tersenyum.

   "Sahabat Ban tua berarti sahabatku pula, aku merasa bangga bisa memperoleh kunjungan ini, masa aku marah ?"

   Put-lo-huang-siu kembali tertawa terbahak-bahak.

   "Haaaaaahhhh...........haaaaahhh..........haaaaahhh..........be tul, watak macam inilah yang amat mencocoki seleraku !"

   Setelah berhenti sejenak dan mencomot sebuah paha ayam, dia berkata lagi .

   "Bocah keparat, justru karena watakmu itu pula, aku sampai terperangkap oleh tipu muslihatmu !"

   Kit Put-shia tetap tertawa hambar. "Mana mungkin kau Ban tua bisa tertipu olehku? Kemenangan yang berhasil Kit Put-shia peroleh tempo hari, tak lebih hanya suatu kemenangan untung-untungan saja."

   Sebuah umpakan yang gampang mengena sasaran.

   "Hei, bocah keparat, apakah kau jujur?"

   Put-lo-huang-siu segera menegur sambil tertawa senang.

   Rupanya dia menganggap Kit-put-sia telah berbicara dengan sejujurnya.

   Untung Oh Put Kui cepat-cepat menyumbat mulutnya dengan sepotong daging ang-sio bak, coba kalau tidak, nasi semalam tentu akan turut menyembur keluar saking gelinya.

   Ia tidak menduga kalau dikolong langit terdapat manusia yang begitu gobloknya.

   Sementara itu Kit-put-sia telah berkata lagi .

   "Ban-tua, bagaimana dengan nasibmu hari ini ?"

   "Bagus sekali, ini kali kau si bocah keparat tentu akan menderita kekalahan total!"

   Berbicara sampai disitu, sambil tertawa Put-lo-huagn-siu berpaling kearah, Oh Put Kui, lalu katanya lagi .

   "Hei, anak muda! Bagaimana nasibku menurut pendapatmua?"

   "Tentu saja baik sekali,"

   Sahut Oh Put Kui tertawa.

   Walaupun Oh Put Kui tersenyum, namun hati kecilnya merasa amat terperanjat, sekarang ia telah mengetahui betapa lihaynya Kit Put-sia untuk mempergunakna titik kelemahan lawannya untuk memancing musuh masuk perangkap, hal mana membuatnya menggelengkan kepala dan menghela napas panjang....

   Kelicikan dan kelihayan Kit Put sia benar-benar menakutkan sekali.....

   Sementara itu Put-lo-huang-siu telah berhenti tertawa tergelak, kemudian ujarnya secara tiba-tiba .

   "Kit Put-sia, tahukah kau siapakah kedua orang sahabatku ini....?"

   "Boanpwe tahu,"

   Kit Put-sia tertawa hambar. Jawaban ini membuat Put-lo-huang-siu tertegun.

   "Kau tahu? Kalian pernah bersua? Pernah kenal?"

   Sambil tertawa Kit Put-sia menggelengkan kepalanya berulang kali.

   "Boanpwe belum pernah berjumpa dengan kedua sahabat ini, namun nama besar mereka sudah cukup terdengar dimana-mana, apalagi dapat menempuh perjalanan bersama kau orang tua, sudah pasti mereka memiliki nama tenar di dunia ini."

   Umpakan tersebut sekali lagi menyenangkan hati Put-lo- huang-siu, serunya cepat.

   "Bocah keparat, kau memang hebat, kau memang betul- betul sangat hebat !"

   Sekali lagi Kut Put-sia tertawa.

   "Ban tua, sahabat muda ini adalah orang yang paling tersohor di kolong langit dewasa ini. Long-cu-koay-hiap (Pendekar aneh gelandangan) Oh Put Kui, bukanlah begitu?"

   Put-lo-huang-siu segera tertawa terbahak-bahak.

   "Haaaaaahhhh........haaaaahhh..........haaaaahhh..........betu l, betul sekali..."

   Serunya. Tapi kemudian dengan wajah tertegun dia berpaling ke arah Oh Put Kui sambil bertanya pula .

   "Bocah muda, kau bernama Pendekat aneh gelandangan?"

   Oh Put Kui sendiripun merasa terperanjat sekali setelah ia mendengar Kit Put-sia bisa menyebutkan namanya lengkap julukannya secara jitu.

   Ia baru merasa sekarang, Kit Put sia benar-benar seorang manusia yang luar biasa hebatnya...

   Itulah sebabnya Oh Put Kui segera berkerut kening dan termangu-mangu.

   Menati Put-lo-huang-siu menegurnya sekali lagi, ia baru terkejut dan menyahut sambil tertawa .

   "Soal ini boanpwe sendiripun kurang tahu, mungkin sobat- sobat dunia persilatan yang memberikan julukan itu kepadaku !"

   "Hei bocah muda, tak nyana kalau kau mempunyai nama besar,"

   Seru Put-lo-huang-siu sambil tertawa,"

   Kalau begitu aku telah memandang rendah akan ditimu!"

   Oh Put Kui segera tersenyum.

   "Kau orang tua jangan menyindir aku terus menerus....."serunya cepat. Dalam pada itu Kut Put sia telah menjura kepada si pengemis pikun sambil berseru. Aku pikir kau adalah Lok sin-kay (pengemis sakti Lok) bukan.....?"

   Sebuah panggilan yang amat sedap didengar, bukan saja setengah mengumpat, kata "pikun"

   Pun turut dilenyapkan. Pengemis pikun berkerut kening lalu meneguk secawan arak, sambil manggut-manggur ia menyahut .

   "Yaa, memang aku si pengemis, Kit sia-cu ternyata masih ingat dengan diriku, sungguh merupakan suatu kebanggaan bagiku."

   Terhadap sikap si pengemis pikun yang angkuh itu.

   Kit Put- sia sama sekali tidak menunjukkan perubahan sikap, malahan sambil tertawa nyaring ia berkata lagi .

   "Perkataan dari sin-kay sungguh membuat aku tak berani menanggungnya." Pengemis pikun tertawa hambar tanpa menjawab, dia memusatkan kembali perhatiannya untuk meneguk arak.

   Kit Put-shia sama sekali tidak kehilangan sikapnya sebagai seorang tuan rumah, sorot matanya kembali dialihkan ke wajah Oh Put Kui, kemudian katanya lagi sambil tertawa .

   "Oh sauhiap, nama besarmu sudah tersebar sampai dimana-mana belakangan ini, terutama sekali atas keberanianmu untuk mengunjungi pulau neraka, benar-benar merupakan tindakan yang luar biasa sekali....."

   Oh Put Kui tersenyum.

   "Pujian dari Kit siacu membuat aku merasa malu....."

   "Hei, bocah cilik, apa sih pulau neraka itu?"

   Mendadak Put- lo-huang-siu bertanya.

   Oh Put Kui merasa enggan untuk memberi keterangan mengenai pulau neraka tersebut, maka sambil tertawa dan menggelengkan kepalanya berulang kali katanya .

   "Aaaaah, itu mah nama dari sebutan pulau neraka kecil ditengah lautan timur..."

   Put-lo-huang-siu segera tertawa terbahak-bahak.

   "Haaaaahhhh.....haaaaahhh.......haaaaahhh..........apa sih arti dari sebuah pulau kecil? Di lautan timur memang banyak terdapat pulau-pulau kecil, bocah kecil, kau tak berlagak sok rahasia."

   Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Justru jalan pemikiran boanpwe persis dengan jalan pemikiran kau orang tua!"

   Oh Put Kui tertawa.

   Baru selesai dia berkata, Kit Put-shia telah berseru lagi sambil tertawa .

   "Ban tua, pulau ini bukan pulau sembarangan, pulau tersebut aneh sekali! Seandainya oh sauhiap hendak berkunjung kesitu, mungkin hingga hari ini belum ada orang yang berani berkunjung kesana......." Perkataan ini dengan cepat menarik perhatian Put-lo- huangsiu, cepat-cepat katanya .

   "Aaaaah, masa ada kejadian seperti ini ? mengapa kau belum pernah mendengarnya?"

   Oh Put Kui tertawa geli, pikirnya .

   "Sialan benar orang ini, dua puluh tahun tak pernah meninggalkan bangunan loteng tersebut, bagaimana mungkin kau bisa mengetahui persoalan-persoalan yang terjadi di dalam dunia persilatan ?"

   Berbeda sekali dengan niat Kit Put-shia, dia memang ingin menggunakan kisah cerita tersebut untuk membikin Ban Sik- tong si kakek latah ini menjadi kelagapan.

   "Ban tua, aku mengetahui akan hal ini dengan jelas,"

   Serunya kemudian.

   Menyusul diapun menceritakan keadaan dari pulau neraka tersebut disamping menambah bumbu dan kecap disana sini.

   Sehingga orang-orang penghuni pulau tersebut dilukiskan jauh lebih hebat daripada siluman.

   Setelah itu diapun menyanjung Oh Put Kui setinggi langit.

   Oh Put Kui segera berkerut kening setelah mendengar perkataan itu, namun ia tetap membungkam tidak mengucapkan sepatah katapun juga.

   Sebaliknya pengemis pikun tertawa terkekeh-kekeh sampai sakit perutnya.

   Hanya Put-lo-huang siu seorang yang nampak tertarik dan kesamaan dengan kisah cerita tersebut, tanyanya tiba-tiba .

   "Bocah muda, makhluk macam apa sih yang berdiam di pulau itu ?"

   Pertanyaan ini ditujukan kepada Oh Put Kui, dan bila didengar dari kata "makhluk"

   Yang digunakan, bisa diketahui bahwa Put-lo-huang-siu sudah mempercayai delapan puluh persen kalau manusia yang berdiam di pulau tersebut bukan manusia baik-baik.

   Oh Put Kui tertawa hambar.

   "Hanya tujuh orang kakek !"

   "Haaaaahhhh.....haaaaahhh.......haaaaahhh..........hanya tujuh orang kakek?"

   Kakek latah awet muda tertawa tergelak.

   Oh Put Kui manggut-manggut.

   Sebaliknya raja diraja dari kaum iblis Kit Put-sia merasa agak terperanjat, demikian pula dengan dua orang kakek yang duduk di sisinya.

   Wajah mereka nampak agak berubah ! "Hei, bocah muda, apakah tujuh siluman tua?"

   Terdengar Put-lo-huang-siu bertanya lagi dengan mata melotot. Paras muka Oh Put Kui agak berubah, serunya cepat .

   "Bukan siluman, melainkan tujuh pendekar besar dari dunia persilatan !"

   "Tujuh pendekar besar?"

   Kakek latah awet muda tertawa terbahak-bahak,"

   Haaahhh........belum pernah kudengar ada jago-jago sebangsa pendekar besar tinggal ditengah lautan timur, hei bocah muda, pandai amat kau berbohong?"

   "Aku berbicara dengan jujur, kalau tak percaya tanya saja kepada Lo-sin-kay, dia yang menemani aku berkunjung ke situ!"

   Oh Put Kui berkata sambil tertawa. Sambil tertawa terbahak-bahak Put-lo-huang-siu lantas berpaling, kemudian tanyanya .

   "Hei pengemis cilik, benar ah itu?"

   Pengemis pikun mendengus sambil manggut-manggut.

   "Benar, cuma tujuh orang kakek !"

   "Tujuh orang? Tujuh orang yang mana?"

   Teriak kakek latah dengan mata semakin melotot,"

   Pengemis cilik, kau tak usah menjual lagak dihadapanku, kau pasti mengetahui penyakitku bukan? Nah, lebih baik jangan belajar yang jelek!"

   Buru-buru pengemis pikun menghabiskan sepotong paha ayam, lalu katanya .

   "Mereka adalah Bu-lim-jit-koay (tujuh manusia aneh dari dunia persilatan) yang termashur sekali dimasa lalu."

   "Siapa?"

   "Bu-lim-jit-koay!"

   Kembali Kakek latah awet muda tertawa terbahak-bahak .

   "Haaaaahhhh.....haaaaahhh.......haaaaahhh..........rupanya rombongan anak muda itu......haaahhh....sungguh menarik, sungguh menarik, sejak dulu aku sudah bilang ke tujuh orang bocah muda itu memang berbakat bagus, nyatanya sekarang mereka dapat menakut-nakuti orang lain."

   Perkataan semacam ini segera membuat Oh Put Kui menggelengkan kepalanya berulang kali.

   Sedangkan Kit-put-sia berubah wajahnya, ia berseru keras .

   "Aaaah, sungguh tak nyana kalau orang yang berdiam di pulau tersebut adalah Kuloko sekalian tujuh bersaudara...."

   "Hei bocah muda, bila urusan disini telah selesai, bagaimana kalau kita bermain-main kesitu?"

   Ajak Put-lo- huang-siu,"

   Sudah lama aku tak pernah bersua dengan ketujuh orang sobat kecil yang berhubungan akrab dengan diriku itu!"

   "Boanpwe turut perintah!"

   Setelah tahu kalau Put-lo-huang-siu kenal baik dengan ketujuh kakek tersebut, tentu saja sikapnya menjadi lebih sungkan, bagai mana tidak? Sebab diantara tujuh orang itu terdapat pula ayahnya.

   Sambil tersenyum Ki put-sia berkata pula "Oh sauhiap, sudah setengah harian kita berbincang- bincang namun belum berkesempatan untuk memperkenalkan kedua orang sahabat karibku ini."

   Sambil menuding kakek gemuk yang berdiri disisinya, dia berkata .

   "Ini adalah peronda dari Tiang-seng sis kami ini, orang menyebutnya sebagai Liong-sia-siang-in (Saudagar sakti dari kota naga) Ku Yu-gi, Ku tayhiap, pernahkah lote mendengar akan nama ini.........?"

   Agak geli juga Oh Put Kui setelah mendengar nama itu, pikirnya kemudian .

   "Kalau dilihat dari tampangnya, dia memang lebih mirip seorang saudagar!"

   Buru-buru sahutnya merendah.

   "Selamat bersuo!"

   Lalu Kit Put-sia mengalihkan kembali sorot matanya kearah rekannya yang lain, lalu berkata lagi .

   "Dan dia adalah salah seorang pelindung kota ini, Tang- gay-jut-su (Pertama dari tebing timur) Leng Bwee-siang!"

   Nama besar Leng Bwee-siang sudah pernah didengar oleh Oh Put Kui, dia adalah salah seorang tionglo kaum preman dari perguruan Siau-lim-pay.

   Sambil tertawa dan menjura dia lantas berkata pula .

   "Selamat bersua!"

   "Nama besar Oh lote pun sudah lama aku dengar!"

   Kata Leng Bwee siang pula sambil tertawa hambar.

   Pengemis pikun memang sudah pernah bersua dengan kedua orang ini, dengna cepat mereka terlibat dalam Pembicaraan yang asyik.

   Berbeda sekali dengan si Kakek latah awet muda, dia sudah kehabisan kesabaran.

   "Bocah muda she Kit, mari kita bertarus lagi!"

   "Kau sudah kenyang belum?"

   Tanya Kit Put-sia tertawa.

   "Terhadap hidangan yang diberikan secara gratis, aku tak pernah mencicipi saja tak usah membuang banyak waktu lagi, sekarang aku sudah tak sabar lagi untuk mulai bertaruh....."

   Dari sakunya dia mengambil keluar sepuluh biji mata uang tembaganya sambil bersiap-siap bertaruh.

   Melihat ke sepuluh biji mata uang tersebut, Kit Put-sia segera tertawa tergelak.

   "Haaaaahhhh.....haaaaahhh.......haaaaahhh..........Ban tua, nampaknya kau sudah menyimpan ke sepuluh biji mata uang tersebut hampir selama dua puluh tahun lamanya?"

   "Coba kau lihat tulisan diatasnya, sudah pada luntur, tanpa usia dua puluh tahun, bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi?"

   Jawab Kakek latah pula sambil tertawa.

   "Haaaaahhhh.....haaaaahhh.......haaaaahhh..........betul, cepat sekali...."

   Tapi setelah berhenti sejenak, mendadak dia menggelengkan kepalanya berulang kali seraya berkata lagi .

   "Ban tua, kali ini kita harus menggunakan mata uang tembaga yang baru."

   "Mengapa?"

   Tanya Kakek latah tertegun.

   "Tulisan diatas uang logam tersebut sudah tidak jelas dan buram, apalagi bobotnya berkurang, oleh karena itu boanpwe rasa untuk adilnya kita mesti mengganti dengan uang tembaga baru."

   Tanpa berpikir panjang si Kakek latah segera tertawa tergelak.

   "Betul, betul sekali ! Asal adil, aku pasti setuju !"

   Kit Put-sia segera berpaling kepada si petapa dari tebing timur Lang Bwee siang, kemudian katanya sambil tertawa . "Saudara Leng, tolong ambillah sepuluh biji mata logam untuk kupinjamg sebentar!"

   Sambil tertawa Leng Bwee-siang mengiakan dan berlalu dari ruangan tersebut.

   Kit Put-shia segera menitahkan kepada anak buahnya untuk membereskan semua mangkok piring dengan menggantinya secawan air teh wangi....

   Tak selang beberapa saat kemudian si pertapa dari tebing timur Leng Bwee-siang telah muncul kembali dengan membawa sepuluh biji mata uang logam.

   Dengan sorot mata yang tajam Oh Put Kui segera memperhatikan sekejap kesepuluh biji mata uang logam itu.

   Ia tidak menemukan sesuatu gejala yang mencurigakan, kesepuluh biji mata uang itu memang mata uang logam asli.

   Ia tahu, Kit Put-shia adalah seorang manusia yang licik dengan tipu muslihat yang sangat banyak, mustahil dia akan bermain gila terhadap mata uang tersebut, ini menunjukkan kalau permainan setannya sudah pasti berada ditangannya.

   Dalam pada itu si kakek latah awet muda telah menyambar mata uang itu serta dicobanya beberapa kali, kemudian sahutnya sambil manggut-manggut .

   "Bagus sekali ! nah, bocah muda, siapa yang akan melemparkan mata uang ini lebih dulu ?"

   "Setiap orang memperoleh kesempatan untuk melempar tiga kali, siapa dahulu siapa belakangan sama-sama saja,"

   Sahut Kit Put shia tertawa.

   "Tapi kita harus ada yang mulai dulu, bukan?"

   "Kalau begitu, kau saja yang mulai lebih dulu !"

   Kakek latah awet muda tertawa terbahak-bahak. "Haaaaahhhh.....haaaaahhh.......haaaaahhh..........jangan lupa anak muda, kita sedang bertaruh, jadi kau tak udah sungkan lagi......"

   Kit put-sia tertawa.

   "Boanpwe bukannya bersungkan kepadamu, oleh sebab tempo hari aku sudah meraih kemenangan, maka kali ini sudah sopan tasnya kalau engkau yang melemparkan lebih dulu, apalagi seandainya boanpwe yang kalah, paling banter cuma rugi, sepuluh biji mata uang logam tersebut, berbeda sekali bila kau yang kalah....."

   "Bocah keparat, kau anggap pasti kalah?"

   Put -lo huang-siu semakin gusar.

   Tampaknya ia benar-benar dibuat gusar sekali oleh perkataan tersebut.

   Kejadian ini dengan cepat menimbulkan pula rasa was-was Oh Put Kui terhadap segala tipu muslihat Kit-put-sia.

   Tampaknya Kit-put-sia memang selalu berhasil mengendalikan perasaan dari si kakek latah awet muda, dalam keadaan gusar bagaimana mungkin si kakek latah mengungguli Kit-put-sia yang selalu dapat menguasai perasaan hatinya ? Diam-diam Oh Put Kui semakin meningkatkan kejelian matanya dan kewaspadaannya atas keadaan disekeliling tempat itu.

   Dalam pada itu Kit Put-sia telah berkata lagi sambil tertawa .

   "Aaaah, masa boanpwe berani mengatakan kau orang tua pasti akan kalah? Cuma kau pikir terlalu tidak adil bila kita mesti bertaruh kau akan berdiam dua puluh tahun lagi di dalam bangunan loteng tersebut...."

   "Kit Put-sia, aku toh bersedia melakukan hal ini dengan kemauan sendiri !" Kit Put sia segera tersenyum licik, sebab apa yang menjadi tujuannya telah tercapai.

   "Kegagahan locianpwe sungguh jarang ditemukan dalam kolong langit dewasa ini,"

   Serunya kemudian.

   "Ban tua, silahkan kau melempar lebih dulu!"

   Oleh ucapan demi ucapan yang diutarakan oleh Kit Put-sia tersebut, disamping Put lo huang-siu merasa amat gusar, diapun dibikin girang oleh umpakan lawan.

   Begitu lawan mempersilahkan dia untuk mulai, dengan tergesa-gesa dia mengambil mata uang logam itu kemudian membaliknya dengan huruf "Nian"

   Menghadap semua keatas.

   Oh Put Kui yang bermata jeli segera dapat melihat sesuatu yang kurang menguntungkan, sebab ketika ke sepuluh biji mata uang tersebut berada di tangannya, berarti seluruh telapan sampai ujung jari tengah dan telunjuknya dipenuhi oleh mata uang dengan bobor yang berbeda.

   Ini berarti pula setelah mata uang dilemparkan, tenaganya menjadi tidak seimbang.

   Agaknya si kakek latah tidak berpikir sampai ke sana.

   Dengan perasaan gelisah Oh Put Kui mencoba untuk memberi petunjuk kepada kakek tersebut, maka ujarnya sambil tertawa .

   "Ban tua, apakah mata uang tersebut tak bisa kau lemparkan ke atas meja ?"

   "Siapa yang bilang ?"

   "Kalau memang begitu, mengapa kau tak mencoba untuk melemparkannya ke luar ?"

   Kakek latah awet muda segera tertawa tergelak.

   "Haaaaahhhh.....haaaaahhh.......haaaaahhh..........bocah muda, kalau aku melemparkan kelewat keras, niscaya mata uang tersebut akan membalik sampai dua kali." Oh Put Kui kembali tertawa, ia tahu jalan pikiran si kakek latah kelewat sempit, ia hanya kuatir kalau mata uangnya sampai terbalik sehingga menunjukkan permukaan yang merupakan kebalikannya.

   
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Padahal seandainya kakek itu dapat berpikir untuk melemparkan secara lurus keatas udara, bukankah semua mata uang akan melayang turun juga secara lurus ? Sambil tertawa hambar kembali ucapnya .

   "Mengapa kau tidak mencoba melemparkannya ke atas ?"

   "Tidak usah dicoba lagi, aku sudah dua puluh tahun berpengalaman dalam soal lempar melempar ini."

   Selesai berkata iapun melemparkan mata uang tersebut ke atas meja.

   Alhasil dari sepuluh mata uang tersebut, hanya tujuh biji yang menghadap secara benar, sedangkan tiga lainnya menunjukkan permukaan yang berhuruf "nian".

   Dengan kening berkerut kakek latah awet muda segera berguman agak mendongkol .

   "Sialan, mengapa hanya tujuh biji ? Pada hal tempo hari bisa mencapai delapan biji, benar-benar kelewat sial aku ini......"

   Dalam pada itu Kit Put-shia telah mengambil mata-mata uang tersebut dan meletakkannya keatas tangan. Oh Put Kui segera mengerahkan tenaga dalamnya pula bersiap-siap mengacau...

   "Kit Put-shia segera menyebarkan mata uang itu kemeja......

   "Delapan!"

   Teriak Put-lo-huang-siu tertawa tergelak,"

   Hei bocah keparat, kali ini kau melempar jauh lebih jelek dari pada dulu, sepuluh dikurangi dua menjadi delapan biji saja." Paras muka Kit Put-shia nampak aneh sekali, ia tertawa dan menyahut .

   "Yaa, lain dulu lain sekarang, tampaknya bakal menang kali ini......."

   "Nasibku memang lagi mujur kali ini, tanggung akan kuraih hasil secara penuh......"

   Kakek latah segera mengambil kembali mata uang itu dan melemparkannya keatas meja.

   "Kali ini memperoleh angka sepuluh !"

   Tiba-tiba Oh Put Kui berseru sambil berseru sambil tertawa hambar.

   "Benarkah itu?"

   Kakek latah tertawa tergelak.

   Ketika dia mengalihkan sorot matanya ke meja, betul juga, kesepuluh biji mata uang tersebut semuanya menunjukkan angka "sepuluh".

   Tak terlukiskan rasa gembira kakek latah awet muda setelah menyaksikan kejadian ini, kontan ia berteriak .

   "Bagaimana sekarang, Kit Put shia ?"

   "Tampaknya kau memang akan memenangkan taruhan ini....."

   Sahut Kit-put-shia dengan kening berkerut.

   "Ayo cepat lempar, aku sudah tidak sabar untuk mengungguli dirimu,"

   Teriak Put-lo-huang-siu lagi. Kit-put-sia tertawa hambar, dipungutnya mata uang itu, diletakkan ditangan kemudian dilemparkan ke atas meja. Sambil memandang kearah meja, tiba-tiba Oh Put Kui berseru sambil tertawa .

   "Sembilan!"

   Ternyata mata uang itu memang hanya sembilan biji yang menunjukkan "sepuluh"

   Agak tertegun Kit-put-sia berdiri ditempat, keningnya berkerut, tapi kemudian katanya sambil tertawa . "Ban tua, ini berarti seri buat dua babak pertama, nah babak yang terakhir ini akan menentukan menang kalah kita berdua."

   Kakek latah awet muda nampak gembira sekali, dia tertawa terbahak-bahak.

   "Pada dua babak pertama aku sudah mengungguli dirimu, asal babak ketiga ini berakhir dengan seri saja berarti aku sudah dapat mengungguli.....nah lihatlah hasilnya..."

   Sambil berkata dia mengambil mata-mata uang itu dan melemparkan untuk ketiga kalinya.

   "Lagi-lagi angka sepuluh!"

   Teriak Oh Put Kui lantang.

   Dengan paras muka berubah Kit Put-sia segera mengalihkan perhatiannya ke atas meja.

   Benar juga, lagi-lagi mencapai angka sepuluh.

   Ditengah gelak tertawa Put-lo huang-siu yang diliputi kegembiraan, Kit Put-sia menggelengkan kepalanya sambil menghela napas, katanya .

   "Ban tua, kau yang telah memenangkan taruhan kali ini !"

   Sambil berkata ia lantas mendorong kesepuluh biji mata uang tersebut ke hadapan lawannya.

   Dalam pada itu si kakek latah awet muda hanya mengawasi kesepuluh biji mata uang tersebut dengan mata melotot dan sama sekali tak berkedip.

   Melihat itu, Pengemis pikun segera berteriak keras-keras di tepi telinganya .

   "Hei, si jenggot putih, kau telah menang !"

   Teriakan ini keras sekali ibarat guntur yang membelah bumi di siang hari bolong.

   Namun Kakek latah awet muda tidak kaget atau terkejut, dia malahan menghela napas panjang.

   "Duapuluh tahun........duapuluh tahun........akhirnya aku berhasil menang !"

   "Ban tua, setelah unggul seharusnya kau merasa gembira."

   Kata Oh Put Kui tertawa.

   Dalam dugaannya semula, setelah berhasil menangkan taruhan ini niscaya Kakek latah awet muda akan mencak- mencak kegirangan, bahkan bisa jadi akan tertawa tergelak seperti orang gila.

   Tapi kenyataannya, apa yang terjadi sama sekali diluar dugaan semula.

   Kakek awet muda tidak melompat-lompat, tidak pula berteriak-teriak.

   Hingga Oh Put Kui menyadarkan dirinya, ia tetap tidak terpengaruh oleh emosi.

   "Hei, bocah muda, apakah lohu sudah boleh melihat matahari...."

   "Tentu saja!"

   Oh Put Kui sambil tertawa.

   "Kau telah menangkan pertaruhan ini."

   Kakek latah awet muda manggut-manggut kembali katanya .

   "Bocah muda, aku tak perlu kembali lagi ke loteng kecil di perkampungan Sii-ning-ceng bukan ?"

   "Ooh, tentu saja !"

   Mendadak kakek latah awet muda memejamkan matanya rapat-rapat, lalu berkata.

   "Anak muda, tahukah kau betapa sulitnya kehidupan selama dua puluh tahunan ini?"

   Oh Put Kui tertawa.

   "Walaupun boanpwe tidak ikut merasakannya, namun dapat kubayangkan sampai dimanakah penderitaan tersebut !"

   Put-lo-huang-siu tertawa rawan.

   "Anak muda, bagaimana mungkin kau bayangkan? Aaaai, perasaannya waktu itu........aaai, semisalnya secara tiba-tiba lohu teringat bermain layang-layang di musim semi, menangkap jangkrik di musim paras, dan mencuri buah tomat dimusim gugur dan berperang-perangan salju dimusim dingin, tapi.......kemanakah aku harus mencari? Kemana aku harus melihat.

   Seorang diri aku mesti duduk dalam loteng kecil sambil menahan rasa dongkol, melotot pemandangan di depan mata namun tak berani membayangkannya...."

   "Mengapa tak berani membayangkannya?"

   Tanya Oh Put Kui sambil tertawa geli.

   "Sebab bila aku sampai membayangkannya, niscaya aku tak akan tahan untuk hidup terus di dalam bangunan loteng ini."

   Diam-diam Oh Put Kui merasa kagum atas kejujuran kakek ini untuk menepati janji, maka katanya kemudian .

   "Kau orang tua benar-benar memegang janji !"

   Kakek latah awet muda mengalihkan sorot matanya memandang sekeliling tempat itu, kemudian sambil mengelus jenggot dia berkata lagi dengan suara rendah .

   "Bocah muda, meskipun aku tak berani melongok keluar dari jendela tersebut, namun aku mampunyai akal lain, tahukah kau bagaimana caranya ......"

   "Boanpwe ingin tahu !"

   Ucap Oh Put Kui tertawa.

   Setelah tertawa misterius Kakek latah awet muda berkata .

   "Aku tak dapat meninggalkan bangunan loteng itu, namun ingin pula menyaksikan pemandangan di luar sana, maka saban hari akupun membuka atap loteng itu separuh bagian....."

   Mendengar sampai disitu, Oh Put Kui sudah tak dapat menahan rasa gelinya lagi, ia tertawa terbahak-bahak. "Caramu itu memang sangat jitu, membuka atap loteng memang suatu akal yang hebat."

   Kakek latah awet muda tertawa.

   "Bocah muda, aku percaya selain aku Ban Sik thong, tak nanti ada orang lain yang dapat menemukan cara seperti itu.

   Walaupun tetap duduk tak bergerak di dalam loteng, namun dunia luas telah berada dibawah pandangan mataku."

   Dalam pada itu si Raja diraja dari kaum iblis, pedang sakti bertenaga raksana Kit Put-sia telah berkata kepada si Kakek latah dengan senyum aneh menghiasi wajahnya .

   "Ban tua, kesepuluh mata uang tersebut akan menjadi milikmu untuk selamanya."

   Setelah menyambut uang perak tersebut, Put lo-huang-siu segera menekan mata uang tadi kuat-kuat. Tak ampun uang logam rangkap sepuluh tersebut hancur lebur menjadi bubuk.

   "Ilmu Toa-lek-kim-kong-jiu yang sangat hebat !"

   Puji Oh Put Kui sambil tertawa.

   Perlu diketahui, bagi seorang yang bertenaga dalam sempurna, untuk melebur emas meretakkan batu bukan hal- hal yang menyulitkan.

   Tapi untuk menghancurkan baja dan logam menjadi bubuk tanpa mengalami kehancuran lebih dulu bukan suatu pekerjaan yang gampang.

   Agak emosi Kit Put-sia berseru pula sambil tertawa .

   "Aku pikir tiada manusia kedua di dunia saat ini yang mampu mencapai tigkat kesempurnaan dalam ilmu jari seperti apa yang Ban tua miliki...."

   Selesai meremukkan logam-logam tersebut, Kakek latah awet muda baru berseru sambil tertawa terbahak-bahak .

   "Kit Put-sia, akhirnya aku berhasil mengungguli dirimu!"

   "Nasib mujur memang berada dipihak kau orang tua, tentu saja boanpwe harus mengaku kalah." Umpakan ini kembali menyenangkan hati kakek latah.

   "Siapa bilang tidak? Kalau diantara kalian ada yang berani bertaruh lagi kepadaku, pasti akan kulayani tantangan tersebut."

   "Aaaahh, tidak berani ! Tidak berani ! Sekalipun boanpwe ingin mengajak bertarus lagi, ini tentu kulakukan bila nasib kau orang tua sedang jelek, kalau tidak, aku bisa menggadaikan celana karena kalah ditanganmu."

   Lagi-lagi umpakan tersebut mengena di hati kakek latah, kontan dia memicinkan mata sambil tertawa tergelak.

   "Kit Put-sia, tak nyana kaupun akan menjumpai hari naas seperti hari ini!"

   "Ban tua, tiada manusia yang tidak takut kalah di dunia ini?"

   Ucapan ini segera mengundang gelak tertawa riuh dari semua hadirin yang berada dalam ruangan.

   Mendadak Kakek latah awet muda berhenti tertawa, kemudian sambil menyodorkan tangannya kehadapan Kit Put- sia, katanya .

   "Kit Put-sia, aku ingin meminjam sesuatu benda darimu!"

   "Kau ingin meminjam apa?"

   Kit-put-sia tertawa,"

   Bila kau orang tua berminat mengunjungi kota Tiang-seng ini, selesai bersantap malam nanti boanpwe bersedia menemani kau orang tua bersama Oh lote dan pengemis sakit Lok untuk berjalan-jalan."

   Dengan cepat kakek latah awet muda manggelengkan kepalanya berulang kali.

   "Bukan, aku cuma ingin menyaksikan sebuah benda mestika mu saja..."

   "Aaaah, mestika apa yang bisa menarik perhatian kau orang tua.....?" "Kudengar, tusuk konde menghancurkan tulang yang merupakan salah satu dari Bulum jit-tin sudah terjatuh ditanganmu, sudah lama kudengar nama besarnya tanpa sempat melihatnya, maka aku ingin sekali melihatnya sekejap..

   "Perkataan ini sama sekali diluar dugaan Oh Put Kui, dia tak menyangka kalau kakek latah akan mendahului dia untuk mengajukan permintaan tersebut.

   Dengan perasaan berterima kasih dia memandang sekejap kearah kakeh latah awet muda, bahkan setelah itu mengawasi pula perubahan wajah Raja si raja dari kaum iblis Kit Put-shia.

   Gembong iblis itu memang sangat lihay, mendengar ucapan tersebut ia lantas tertawa terbahak-bahak.

   "Haaaaahhhh.....haaaaahhh.......haaaaahhh..........Ban tua, kalau cuma masalah sekecil ini, mengapa tidak kau ucapkan sedari tadi ?"

   Setelah berhenti sejenak ia bangkit berdiri dan berkata kembali .

   "Tusuk konde penghancur tulang boanpwe simpan dikamar baca, harap kau orang tua duduk menanti, boanpwe akan segera mengambilkan, harap kau orang tua jangan mentertawakan setelah melihatnya nanti......"

   Belum selesai dia berkata, dengan langkah lebah dia sudah berjalan menuju kesisi kiri. Tidak sampai seperminum teh kemudian, Kit Put-shia sudah muncul kembali dengan membawa sebuah kotak kecil berwarna emas.

   "Ban tua!"

   Ucapnya kemudian.

   "Inilah tusuk konde penghancur tulang...."

   Sambil berkata dia membuka penutup kotak itu dan mempersembahkan isinya kehadapan Put-lo-huang-siu.

   Sekali lagi Oh Put Kui dibuat tertegun, kejadian ini sama sekali diluar dugaannya.

   Ia tak mengira kalau Kit Put-shia akan bersikap supel dan berlapang dada, bahkan benar-benar mengeluarkan tusuk konde penghancur tulang miliknya.

   Kakek latah awet muda menyambut kotak emas itu dan memandang sekejap tusuk konde penghancur tulang tersebut, tiba-tiba katanya sambil tertawa terbahak-bahak.

   "Kit Put-shia, darimana kau membeli tusuk konse kemala ini?"

   "Aaaai......masa dibeli?"

   Seru Kit Put-shia sambil menggeleng.

   "Konon racun dari tusuk konde ini ganas sekali, bila bertemu darah segera akan menghancurkan tulang, benarkah demikian ? Kit Put-shia, darimana kau peroleh benda berharga itu?"

   "Boanpwee berhasil merampasnya dari tangan seorang gembong iblis,"

   Kata Kit Put-shia tertawa. Sudah merampas, berani mengaku di depan umum, kejujuran Kit Put-shia benar-benar mengagumkan.

   Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Bocah keparat, kau tidak kuatir akan dituntut orang karena main rampas?"

   Teriak kakek latah sambil tertawa tergelak.

   Kit-put-sia ikut tertawa.

   "Ban tua, orang tesebut merupakan seseorang gembong iblis besar ! Boanpwe sadar atas kejahatan serta kekejaman orang ini, bila benda seperti itu terjatuh ketangan gembong iblis macam begini, niscaya banyak korban yang akan jatuh diantara umat persilatan !"

   "Maka kau pun merebutnya dari tangan orang itu?"

   Sambung kakek latah sambil tertawa.

   "Padahal bukan terhitung dirampas, sebab boanpwe telah membinasakan gembong iblis tersebut !" "Siapa sih orang itu?"

   Tanya kakek latah awet muda dengan kening berkerut.

   "Caycu dari delapan markas bukit kunsan ditelaga Tong- ting-ou, Liong-li ci-ciu "naga merah ditengah ombak"

   Ciu Khong!"

   Kakek latah segera menggelengkan kepalanya berulang kali.

   "Ehmm, belum pernah kudengar tentang orang ini, agaknya dia cuma seorang manusia tak bernama...Kit put-sia, pernahkan kau bertanya darimana dia peroleh tusuk konde penghancur tu ang ini ?"

   Kembali Kit-put-sia tertawa .

   "Boanpwe sih pernah bertanya dan Ciu Khong pernah memberitahu kepadaku, dia adalah Thian-be-kim clong "tombak emas kuda langit"

   Im Tiong-hok yang menghadiahkan benda tersebut kepadanya sebagai hadiah ulang tahunnya yang ke empat puluh !"

   Baru selesai ucapan tersebut diutarakan, Oh Put Kui sudah dibuat tertegun.

   Sedangkan si pengemis sakti menggaruk-garuk telinganya yang sebetulnya tidak gatal.

   Sedang kakek latah awet muda malah tertawa terbahak- bahak.

   "Manusia macam apa sih Im Tiong-hok tersebut?"

   "Liok-lim Bengcu dari tujuh propinsi di wilayah selatan!"

   "Waaah, kalau begitu belum terhitung seorang manusia luar biasa....."

   "Di dalam pandangan kau orang tua, tentu saja Im Tiong- hok bukan terhitung seorang manusia luar biasa."

   "Tentunya kaupun tak akan memandang sebelah matapun kepadanya bukan?" Baru selesai dia berkata, tusuk konde kemala berbentuk tiga inci panjangnya itu sudah diambil keluar dan diperlihatkan dihadapan Oh Put Kui, lalu katanya lagi sambil tertawa .

   "Bocah muda, bagaimana kalau kita mencari kelinci percobaan untuk menjajal keampuhan dari benda ini ?"

   "Tidak usah dicoba lagi,"

   Oh Put Kui menggeleng,"

   Kalau cuma untuk membuktikan saja kita mesti membunuh orang, waah.....rasanya boanpwe tidak tega !"

   Put-lo-huang-siu segera tertawa terbahak-bahak.

   "Tampaknya kau sudah dididik menjadi jelek oleh gurumu itu, kelewat sok alim!"

   "Aaaah, masa kau orang tua tidak percaya dengan perkataan dari Sia-cu?"

   Kata Oh Put Kui sambil tertawa hambar. Kakek latah awet muda tertawa. Yaa, aku memang kurang percaya...."

   "Tapi boanpwe justru amat mempercayai perkataan dari Siacu ini,"

   Seru Oh Put Kui. Kakek latah awet muda mengerutkan dahinya sejenak, akhirnya ia tertawa tergelak .

   "Haaaaahhhh.....haaaaahhh.......haaaaahhh..........kalau toh kau bocah muda sudah percaya, apa lagi yang mesti lohu katakan ?"

   Ia masukkan kembali tusuk konde tersebut ke dalam kotak emas lalu menutup kembali kotak itu dan katanya kepada Kit Put-sia sambil tertawa aneh .

   "Ambillah kembali bocah keparat dan simpan baik-baik, siapa tahu suatu hari aku membutuhkan tusuk konde ini? Sampai waktunya kau jangan pelit lho !" "Haaaaahhhh.....haaaaahhh.......haaaaahhh..........asal kau orang tua mau pakai, sekarangpun boleh membawanya pergi."

   Seru Kit Put-sia sambil tertawa tergelak.

   Kebesaran jiwa kit Put-sia sungguh membuat orang merasa terperanjat.

   "Aaah, tidak usah, aku mah tak pingin mencari kesulitan macam begitu, bila sampai berita tersebut tersiar dalam dunia persilatan, kawan manusia yang tak punya mata niscaya akan mengatur rencana untuk mengerjai diriku, nah kalau sampai begini, aku akan kehabisan daya untuk mencegah mereka......"

   "Kalau memang begitu, biar boanpwe simpankah dahulu untukmu."

   Setelah menyimpan kembali kotak emas tersebut, sambil tertawa katanya kepada si Pengemis dari kota naga Ku Yu Gi .

   "Saudara Ku, umumkan kepada semua sahabat di dalam kota ini, Sia-cu tidak menerima tamu !"

   "Kit-put-sia, masa kau menerima tamu sampai jauh malam?"

   Sela kakek latah sambil tertawa.

   Kit-put sia tertawa.

   "Bila rakyat dalam kota menemui kesulitan, kebanyakan mereka akan datang mencariku di saat malam telah tiba.

   Oleh sebab malam ini kau orang tua dan Oh lote sekalian berada di sini, maka boanpwe sudah sepantasnya melayani kau orang tua.

   Jadi tak ada waktu lagi bagiku untuk menemui mereka."

   Sambil menggelengkan kepalanya berulang kali dan tertawa tergelak Kakek latah awet muda berkata .

   "Tidak usah, tidak usah. Lohu akan pergi sekarang juga!"

   Mencorong sinar tajam dari balik mata Kit Put-sia, katanya buru-buru sambil tertawa .

   "Sepeninggal kau orang tua nanti, entah sampai kapan baru akan berkunjung.

   Apa salahnya kalau kau menginap untuk beberapa hari lagi disini? Lagipula Oh Lote dan Lok sin- kay baru pertama kali berkunjung kemari....."

   Pengemis pikun yang selama ini cuma membungkam terus segera menimbrung setelah mendengar ucapan itu .

   "Kit siacu, kami masih ada urusan lain"

   "Tepat sekali perkataan si pengemis cilik."

   Sambung kakek latah awet muda sambil tertawa tergelak,"

   Kami masih ada urusan penting, sehingga tak bisa tinggal lebih lama lagi disini......"

   Kakek berambur putih ini memang aneh sekali wataknya, begitu berkata hendak pergi ia segera berangkat meninggalkan ruangan tersebut dan beranjak keluar.

   Tentu saja Oh Put Kui dan pengemis pikun harus mengikuti pula di belakangnya.

   Sekilas senyuman sinis dan licik sempat memancar keluar dari balik wajah Kit Put-sua, namun dengan cepat ia menjura sembari berkata .

   "Kalau memang begitu, biar boanpwe mengantar kau orang tua sampai keluar dari kota....."

   Sepeninggal kota kematian, pengemis pikun sudah ribut hendak mengambil kuda tunggangannya. Tapi Oh Put Kui tidak setuju. Kakek latah awet muda lebih-lebih tidak setuju. @oodwoo@

   Jilid 19 Dengan demikian, terpaksa si pengemis pikun harus mengikuti dibelakang mereka berdua dengan napas terengah - engah.

   Setelah berjalan keluar dari tanah perbukitan Ci-lian san, mendadak Oh Put Kui teringat dengan janjinya dengan Jian Ji- hu su (Kakek menyendiri seribu Ji) Leng Siau Thian.

   Maka pikirannya kemudian .

   "Dari sini menuju ke bukit Ho lan-San tidak terlampau jauh, lagipula memang searah, mengapa aku tidak sekalian berkunjung ke situ ?"

   Berpikir demikian, dia pun lantas berkata .

   "Ban Tua, boanpwa ingin berkunjung sebentar ke bukit Ho- lan-san .......!"

   "Mau apa kau ke bukit Ho-lan-san ?"

   Tanya kakek latah awet muda agak tertegun.

   "Menyambangi seorang tokoh dari dunia persilatan !"

   "Tokoh dunia Persilatan?"

   Kakek latah berkerut kening sambil tertawa.

   "Benar !"

   Setelah termenung sejenak, kakek itu bertanya lagi .

   "Sadari kapan sih bukit Ho-lan-san dihuni seorang tokoh persilatan ? Siapa orangnya ?"

   "Leng Siau-thian !"

   Kontan saja kakek latah tertawa terbahak - bahak.

   "Uuuuhhh, si Leng Siau-thian juga terhitung tokoh persilatan ? Bocah muda, kau memandang orang itu kelewat tinggi."

   "Benteng kuno yang didiami Leng Siau-thian, belakangan ini sudah dianggap oleh kawan kawan persilatan sebagai Benteng nomor saru dari dunia persilatan, jadi ia sendiri pun sudah termasuk dalam deretan orang-orang terhormat !" "Waaduh, waaduh ...

   baru dua puluh tahun tak muncul, nampaknya dunia persilatan telah berubah sama sekali, si anjing.

   Si kucing pun berani menganggap diri sok jagoan."

   "Sepuluh Tahun bida merubah arus sungai dari timur kebarat, apalagi manusia ?"

   Kakek latah awat muda agak tertegun, tiba-tiba saj dia meghela napas panjang .

   "Aaaai, inilah yang dinamakan ombak belakang sungai Tiang Kang mendorong ombak didepannya, orang baru menggantikan orang lama.

   Anak muda, kalau toh kau merasa perlu berkunjung kesana, baiklah, akan kutemani."

   "Terima kasih..."

   "Berhubung mereka harus berbicara sambil meneruskan perjalanan, maka gerak itu tubuh mereka menjadi lambat, dengan cepatnya si pengemis pikun berhasil menyusul mereka."

   "Lote apa yang kau terima kasihmu ? memang kau berhasil memperoleh kebaikan ?"

   Teriaknya langsung. Oh Put Kui segera tertawa tergelak setelah m,endengar ucapan itu .

   "Waah .... Nampakanya sifat rakus dab tamak Lok jian hari kian bertambah besar saja."

   Tentu saja, aku si pengemis kan rutin dan hidup sengsara... hei empek jenggot putih, bila kau memberi kebaikan buat si bocah muda itu, jangn lupa bagian untuk aku si pengemiscilik!"

   "Aaah, kau si pengemis cilik betul-betul tak becus,"

   Kakek latah kontan melotot.

   "sekalipun aku ingin memberi sesuatu kebaikan untukmu, paling tidak mesti kupertimbangkan dulu tiga samapi lima tahun lamany."

   "Waaah, mana mungkin ?"

   Pengemis pikun menjulurkan lidahnya.

   "kalau mesti menunggu samapai tiga lima tahun, jenggotku bisa pada memutih semua." "KALAU mau menunggu, silahkan saja menunggu, kalau enggan menunggu, aku toh tidak memaksamu !"

   Kakek latah tertawa."

   Pengemis pikun kembali menghela napas.

   "Aaaai, baiklah akan ku tunggu..."

   Kemudian sambil berpaling kearah Oh Put Kut, bisiknya lirih .

   "

   Lote, sebenarnya kebaikan apa sih yang kau peroleh darinya ?"

   Oh Put Kui tertawa tergelak dan menggeleng kepalanya berulang kali .

   "Kebaikan apa sih? Siaute Cuma berterima kasih lantaran Ban tua bersedia menemani aku mengunjungi benteng nomor wahid dari dunia persilatan di bukit Ho-lan-san !"

   Mendengar ucapan tersebut, pengemis pikun kontan berhenti dan tak mau berjalan lagi 1"

   "Lagi-lagi naik gunung? Waah, lote ! Payah, payah ... aku sudah tak kuat berjalan lagi !"

   Terpaksa Oh Put Kui menghentikan pula langkahnya, kemudian ujarnya sambil tertawa .

   "Lok loko, masa kau lupa ? Bukankah Leng tua meminta kita berkunjung bersama kesana ?"

   "Ogah, aku sudah tak mampu berjalan lagi ..."

   Pengemis pikun gelengkan kepalanya berulang kali.

   "Loko, nampaknya kau memang sengaja hendak merusak pusaranku didepan orang ?"

   "Siapa sih yang akan merusak pasaranmu ? Toh di kelurga leng tak ada nona cakep yang menungguku, buat apa aku mesti kesana ? Lote, aku belum menegurmu atas ........."

   Belum habis di aberkata, kakek latah awet muda yang sudah berjalan satu didepan dan sewaktu tidak melihat kedua orang rekannya menyusul belakangnya, tahu-tahu sudah muncul pula dihadapan mereka.

   "Hei penegemis cilik, mau apa kau ?"

   Tegurnya dengan suara menggeledek.

   "Aku sudah mampu berjalan lagi, tapi bocah muda ini memaksaku hendak naik kebukit Ho-lan-san, maka aku menolak ajakannya, aku ingin beristirahat saja dulu ..."

   "Hmmmm, kau sipengemis cilik pingin molor rupanya ?"

   Teriak si kakek latah dengan mata melotot.

   "Tidak ...

   aku benar - benar sudah tak kuat berjalan lagi ..."

   "Benar-benar sudah tidak kuat coba kau lihat, kakiku sudah pada melepuh aduuuh ...

   aduuuh ....

   
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Sakit amat !"

   "Ooh sakit ? Mari, biar kuperiksa ..."

   Sambil berkata di membungkukkan badan dan siap mengangkat kaki kanan pengemis pikun.

   Begitu melihat kelima jari tangansi Kakek latah yang hendak memegang kakinya menggunakan ilmu Ki-na-jiu hoat yang lihay.

   Serta merta wajah pengemis pikun berubah hebat.

   Dengan cepat di melompat setinggi delapan kaki, kemudian teriaknya keras-keras .

   "Sudah cukup, cukup, aku aku dapat berjalan lagi ....!"

   "Haaahh ....haaahh ....

   Haaahh aku sudah tahu, kau pasti akan sembuh dan pasti bisa melanjutkan perjalanan kembali .....! Benteng nomor wahid dari dunia persilatan terletak di punggung bukit Ho-Lan san.

   Tempat itu merupakan sebuah bukit yang curam, suatu tempat dengan medan yang amat berbahaya.

   Kalau dibilang tempat tersebut merupakan benteng terbesar dalam dunia persilatan, mungkin orang akan tertawa geli sampai copot giginya.

   Sebab seluruh bangunan tidka lebih hanya terdiri dari belasan rumah.

   Tapi kalau dibilang benteng ini merupakan benteng terkokoh pertahannya dan paling sukar ditembusi, hal ini memang cocok benar dengan keadaanya.

   Sebab dinding di sekeliling bangunan benteng itu berupa tebing karang yang kokoh dan curam.

   Bila seseorang ingin memasuki benteng tersebut, maka di harus menyebrangi dahulu jembatan gantung yang berada di antara sela-sela dinding karang.

   Waktu itu, si kakek latah awet muda, Oh Put Kui serta pengemis pikun bertiga telah tiba di bawah tobing curam yang tingginy mencapai sepuluhribu kaki itu.

   Memandang ke atas ternyata mereka tak berhasil menemukan jalan menuju benteng.

   Melihat keadaan tersebut, kakek latah awet muda menggelangkan kepalanya berulang kali sambil berkata .

   "Banyak benar penyakit yang di diindap Leng Siauw thian ini, masa mau membangun rumahpun di bangun di atas puncak karang yang dikelilingi tebing terjal, apa tak repot untuk naik turun ?"

   Sambil tertawa Oh Put Kui menyahut .

   "Biarpun untuk naik turun tidak leluasa, namun tempat ini berbahaya dan strategis.

   Bila ada orang ingin berniat jelek terhadap majikan dalam benteng, tidak gampang baginya untuk menyerang masuk."

   "Ehmm, mungkin benar ucapanmu itu .....

   aaai, tapi bagaimana cara kita untuk menyuruh mereka membuka pintu ?"

   Baru saja Oh Put Kui tertawa, pengemis pikun sudah berteriak keras-keras .

   "Lebih baik kita naik keatas tebing karang ini lebih dul, toh kita tak usah takuti karang tersebut ?" "Betul, memang betuk, kau si pengemis cilik memang sangat menyenangkan di bidang ini."

   Puji kakek latah sambil tertawa tergelak. Tapi Oh Put Kui segera menggelengkan kepalanya berulang berulang kali, katanya .

   "Ban tua, boanpwe rasa lebih baik kita berteriak dulu beberapa kali, atau......."

   Setelah berhenti sejenak, lanjutanya samabil tertawa .

   "Menurut aturan, dibawah sisni mestinya terdapat bagian pintu atau tempat untuk memberi tanda akan datangnya tamu, kalau tidak, semisalnya ada yang berkunjung kemari, bagaimana mungkin orang didalam benteng bisa mengetahuinya ?"

   Kakek latah mengangguk berulang kali.

   "Ehmmm, memang masuk diakal juga perkataan bocah muda ini, bagaimana kalau kita segera mencarinya ?"

   Kemudian seperti orang bermain petak saja. Dia mulai meraba-raba diseputar tabing karang tersebut. Pengemis pikun tidak turut membantu, dia malah duduk di tanah sambil memejamkan matanya ?"

   Sambil tersenyum Oh Put Kui mengalihkan sorot matanya sambil memeriksa sekitar dinding karang disitu.

   Kemudian secara tiba-tiba saja dia berjalan menuju kedepan dinding batu yang ditumbuhi rumput dan semak belukar yang lebat.

   Rupanya diatas dinding batu karang tersebut terdapat ksebuah gelang tembaga yang bersinar terang.

   Tapi, oleh sebab tetutup dibalik semak belukar yang lebat maka seandainya tidak diperhatikan dengan seksama, memang sukar untuk menemukannya.

   Oh Put Kui segera memegang gelang tembaga tersebut dan mencoba untuk membetotnya, lalu sambil tertawa ia berkata .

   "ban tua, boanpwe sudah berhasil menemukannya !"

   Dalam pada itu Put-Lo huang-siu telah mengerahkan tenaga saktinya dengan menempelkan seluruh badannya diatas diding batu yang licin dan berkilat itu, kemudian sambil meluncur kesana dan kemari, ia tertawa cekikikan tiada hentinya.

   Begitu Oh Put Kui tertawa tergelak, serentak sepasang telapak tangannya di tarik kembali sehingga tubuhnya meluncur jatuh kebawah dengan cepat.

   Biarpun terperosok jatuh kebawah, namun bukan berarti tubuhnya terbanting mencium tanah.

   Menggunakan kesempatan tersebut dia malah bersalto bebrapa kali sehingga dapat hinggap di tanah dengan manis dan indah.

   "Hei anak muda, kau berhasil menemukannya ? Coba lihat bagaimana dengan ilmu kecapung berjumpalitanku tadi ? bila kau pingin belajar.

   Akan kuajarkan kepadamu secara gratis."

   "Waaah, kalau boanpwe sih tidak berani mempelajari ilmu semacam itu."

   Tampik Oh Put Kui sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.

   "sebab kalau benar-benar ingin belajar, sudah seharusnya belajar ilmu capung terbang ke angkasa .... Apalagi boanpwe pun tak berdaya melalap begitu banyak hidangan yang enak dan lezat-lezat."

   "Hei anak muda apa hubungannya antara kecapung dengan hidangan lezat ?"

   "Kalau aku mesti belajar kecapung berjumpalitan, itu berarti kepalaku mesti ada di bawah dan kakiku di atas, apa hidangan lezat yang kumakan tak bakal tumpah keluar semua ?"

   Put-Lo huang-siu menjadi tertegun.

   "Ohh...

   betul juga perkataanmu itu, heran mengapa belum pernah kupikirkan hal tersebut ?" Belum selesai dia berkata, mendadak dari atas tebing karang sana, telah berkumandang suara bentakan nyaring.

   "Siapa di situ ?!"

   Sambil mendongakkan kepalanya Oh Put Kui segera menyahut .

   "Oh Put Kui dari bukit Gan tang-san sengaja dating menyambangi poocu !"

   Orang yang berada diatas tebing itu berseru tertahan kemudian cepat-cepat menarik kembali kepalanya. Tak selang berapa saat kemudian, sebuah tangga diturunkan dari atas tebing karang tersebut.

   "Poocu mempersilakan kalian untuk naik !"

   Teriakan nyaring bergema lagi dari atas tebing.

   Oh Put Kui berkerut kening, tapi tanpa banyak berbicara dia segera merambut naik ke atas bukit dengan mendaki pada anak tangga tersebut.

   Put-Lo-huang-siu tertawa terbahak-bahak, ia tidak mendaki malalui tangga yang tersedia sebaliknya malahan mendaki lewat tebing karang yang tegak lurus lagi licin itu.

   Setiap kali kakinya menginjak, guguran bubuk batu berhamburan ke mana-mana.

   Pengemis pikun yang melihat kejadian ini kontan saja bersorak memuji, tapi sayang dia tak berkemapuan untuk berbuat demikian, maka terpaksa ia mengikuti jejak Oh Put kui dengan selangkah demi selangkah merambat naik melalui anak tangga yang tersedia.

   Tak lama kemudian, mereka bertiga telah sampai di puncak tebing karang tersebut.

   Ternyata tangga yang diturunkan kebawah tadi tergantung langsung dari depan pintu gerbang benteng itu.

   Jadi ketika Oh Put Kui dan pegemis pikun sampai di ujung tengga tersebut, mereka telah mencapai pintu benteng.

   Sebaliknya Put-lo huang-siu tidak melewati pintu gerbang, melainkan langsung memangati dinding benteng tersebut.

   "Hoi anak muda"

   Serunya.

   "aku akan langsung melewati dinding tembok dan masuk ke dalam sana akan kutunggu kedatangan di depan situ .........!"

   Begitu selesai berkata, bayangkan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan mata.

   Oh Put Kui berdiri termenung didalam pintu sambil berputar otak tiada hentinya, dia heran apa sebabnya tidak menyaksikan, Leng-siau-thian menampilkan diri.

   Sudah barang tentu dia pun tidak menjumpai Leng Cui cui yang penuh daya tarik tersebut.

   Di balik pintu gerbang hanya berdiri tegak empat lelaki kekar dengan pedang terhunus.

   Dandanan ke empat orang ini tidak jauh berbeda dengan dandanan dari para busu pelindung rumah-rumah orang kaya.

   "Apakah Leng Poocu ada di rumah ?"

   Tegur Oh Put Kui kemudian sambil berkerut kening. Berhubung di melihat ketidak beresan wajah ke empat orang ini, maka caranya berbicara pun tidak sungkan- sungkan.

   "Ada!"

   Sahut salah seorang dari keempat lekaki tersebut.

   "Apakah kalian bisa memberitahukan ke dalam, katakan kalau Oh Put Kui datang berkunjung ......."

   Kata Oh Put Kui lagi sambil ketawa. Salah seorang dari ke empat lelaki itu kembali menggeleng.

   "Tidak lebih baik kana sendiri saja yang masuk ke dalam !" "Sialan, beginikah sara kalian menerima tamu ?"

   Tegur pemuda itu mulai naik pitam. Tiba-tiba lelaki kekar itu tertawa dingin.

   "Heeehhh ...... heeeeehhhh ...... heeeeehhhh ...... aku toh bukan anak buah dari keluarga Leng. Lebih baik cara berbicara kalian sedikitlah lebih hati-hati !"

   "Apa?"

   Penegmis pikun tertegun, kalian bukan anak buah keluarga Leng? Lantas maua apa berdiri di situ ?"

   Kembali lelaki kekar itu tertawa seram.

   "Heeehhh ...... heeeeehhhh ...... heeeeehhhh ...... Buat apa kau banyak bertanya ? Masuk saja dan periksa sendiri !"

   Oh Put Kui mulai terperanjat setelah menyaksikan kejadian ini, dia lantas menegur pula.

   "Kalian berempat berasal dari mana ? Apakah ada sakit hati dengan Leng poocu?"

   "Majikan kami berada di dalam, masuk saja ke sana.

   Kau akan segera tahu dengan lebih jelas lagi."

   Oh Put Kui semakin terperanjat lagi, di kuatir benteng ini sudah tertimpa suatu bencana.

   Tapi yang membuatnya agak lega adalah ke empat orang ini tidak sampai encegah dirinya masuk ke dalam.

   Ini menunjukan kalau mereka yang datang belum tentu adalahkaum sesat atau kaum iblis, kalau tidak mustahil mereka akan membiarkan dirinya masuk ke dalam.

   Pengemis pikun segera mendengus dingin "Hmmm, kau anggap akau si pengemis benar-benar tak berani masuk kedalam ? Hm"

   Begitu selesai berkata, dia segeramelangkah maju ke depan, melalui tengah-tengah ke empat lelaki kekar itu dan menuju ke ruangan dalam.

   Oh Put Kui segera menjura pula kepada ke empat orang itu, kemudian meyusul pula ke dalam.

   Ketika mereka mereka berdua memasuki ruang tengah yang luasnya Cuma dua kaki itu, dengan cepat disaksikan dalam ruangan berdiri berderet lima orang lelaki kekar dengan dandanan yang tak jauh berbeda dengan dandanan ke empat orang tadi.

   Sewaktu mereka berdua masuk ke dalam, ternyata ke lima orang lelaki itu tidak menggubris bahkan seakan-akan tidak melihat kehadiran mereka disitu.

   Sambil tersenyum Oh Put Kui menembusi pintu ruangan dan masuk ke dalam.

   Pengemis pikun segera menyusul dibelakangnya.

   Dibelakang ruangan tengah adalah sederet bangunan rumah yang terdiri dari tiga bilik.

   Disitu berdiri pula laki-laki kekar berpakaian ringkas, jumlahnya mencapai sembilan orang lebih.

   Sedang dalam ruangan penuh dihadiri manusia-manusia berwajah seram.

   Pemilik benteng nomor wahid dari dunia persilatan si kakek menyendiri seriba li Leng shiu-thian duduk disisi kir ruangan, dibelakangnya berdiri seorang lelaki dan seorang perempuan.

   Yang perempuan memakai baju berwarna hijau pupus, rambutnya panjang terurai sebahu, waktu itu dengan wajah gusar dan tangan meraba gagang pedang yang tersoren dipinggangnya sedang melototi sembilan orang yang duduk disebelah kanan dengan, wajah penuh kegusaran ......"

   Oh Put Kui cukup kenal perempuan ini, sebab dia adalah Leng Cui-cui berdiri pula seorang sastrawan yang berusia tiga puluh tahunan.

   Ia berdiri sambil bergendong tangan, wajahnya menunjukan sikap yang sangat hambar.

   Sedang disisi kanan ruangan itu hadir ke lima orang kakek.

   Dari kelima orang kakek tersebut, Oh Put Kui hanya kenal seorang saja yaitu Cu-ihmo-kiam (pedang iblis berbaju merah) Suma Hian, sedang ke empat lainnya tak pernah di jumpai ....,...

   Tapi si pengemis pikun itu agaknya seperti mengenali mereka.

   Sebab setelah berseru kaget, tiba-tiba ia berseru sambil tertawa tergelak.

   "Heeehhh ......

   heeeeehhhh ......

   heeeeehhhh ......

   bagus sekali, tampaknya kalian semua si anak iblis telah berkumpul disini...."

   Belum habis pengemis pikun berbicara Leng Siau-thian telah bangkit berdiri. Hawa amarah dan perasaan tak senang menyelimuti wajahnya kini sudah tersapu lenyap hingga tak berbekas.

   "Oh lote !"

   Serunya cepat.

   "kan benar-benar seorang yang bisa dipercaya, aku malah mengira kau takkan kemari !"

   Buru-buru Oh Put Kui menjura dan menyambut sambil tertawa.

   "Sepanjang perjalanan tanpa berhenti boanpwe datang kemari, siapa sangka gara-gara ada peristiwa lain, aku sampai tertunda perjalananku selama empat lima hari !"

   Dengan langkah lebar dia masuk keruang dalam.

   Dia pun dengan berani sekali menyambut sambutan hangat dari sepasang mata yang indah dan jeli tersebut.

   Senyuman Leng Cui-cui betul-betul sangat indah, manis dan hangat......

   Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Sedang kelima orang kakek disisi kanan kelihatan agak tertegun, agaknya kemunculan Oh Put Kui dan pengemis pikun secara tiba-tiba disana sama sekali diluar dugaan mereka.

   Terutama sekali bagi si pedang iblis berbaju merah suma hitam.

   Sesudah tertegun beberapa saat, dia lantas membisikan sesuatu disisi telinga dua orang kakek berbaju hitam yang duduk di sampingnya.

   "Terhadap gerak gerik mereka itu, Oh Put Kui berlagak seolah-olah tidak melihatnya.

   Tanpa sungkan ia segera mengambil tempat duduk di samping Jian-hu-siu.

   Pengemis tua lebih hebat lagi, tanpa banyak bicara dia pun duduk disamping ke-lima orang kakek itu.

   Setelah memandang sekeja sekeliling arena dengan sorot mata yang tajam, tiba-tiba Oh Put Kui berkata dengan kening berkerut .

   "Leng tua, sewaktu masuk benteng tadi boanpwe seperti tidak bertemu dengan seorang anak buahpun, apakah di dalam benteng telah timbul suatu kejadian ?"

   Jiau lihu-siu Leng Siau-thian tertawa terbahak-bahak.

   "Haaahh ........haaahhh...... haaahh...... dugaan lote memang tepat sekali, dalam benteng kami memang telah timbul suatu kejadian besar."

   Oh Put Kui mengerti, sudah pasti peristiwa ini timbul karena ulah dari pedang iblis berbaju merah Suma Hian, walaupun demikian ia toh tetap bertanyalagi .

   "Leng tu, sebetulnya apa yang telah terjadi dengan benteng kalian ini ?"

   Leng Sia-thian mengalihkan sorot matanya dan memandang sekejab ke lima orang kakek itu, lalu sahutnya sambil tertawa .

   "Gedung Sian hong-hu yang menggetarkan seluruh dunia persilatan telah datang mencari gara-gara dengan diriku ! "Gedung Sian hong-hu ?"

   Kali ini Oh Put Kui benar-benar dibikin tertegun, dia tidak habis mengerti apa sebabnya pihak Sian-hong-datang mencari cari gara-gara dengan pihak Bu- lim-tit-it-poo.

   Maka setelah termangu beberapa saat, dia bertanya lagi ; "Perselisihan apa sih yang telah terjalin antara Leng tua dengan si kakek malaikat?"

   "Aku sama sekali tidak mempunyai perselisihan apa-apa dengan Sengsiu."

   Leng Siau thian mengeleng.

   "kejadian ini timbul dikarenakan padang Hiam-peng-kiam tersebut ...... aku tak pernah mengira kalau benda mestika milik keluarga kami ini bisa mendatangkan banyak kesulitan bagi kami semua."

   Oh Put Kui tersenyum.

   "AOoh, aku pun tidak menyangka kalau pihak Sian hong hu ikut serta di dalam persoalan ini!"

   Pada saat itulah, si kakek yang duduk di tengah diantara lima orang laiannya tertawa dingin secara tiba-tiba, kemudian berkata .

   "Pedang Hian-peng-kiam adalah milik Seng-siu, aku harap pembicaraanmu jangan bernada menyindir."

   Baru sekarang Oh Put Kui memperhatikan sekejap wajah si kakek tersebut.

   Ia saksikan kakek ini berwajah antik, alis matanya putih, kepalanya botak dan wajahnya bersih, sama sekali tidak mencerminkan hawa sesat barang sedikitnya jua.

   Sambil tertawa hambar dia lantas menegur "Siapa sih ka orang tua ?"

   Kakek beralis putih itu mendengus dingin "Hmmmm, kalua aku saja tidak kau kenal, ini menandakan kalu pengalaman serta pengetahuan betul-betul sangat cupat !"

   Kalau didengar dari nada pe,bicaraannya kakek ini mungkin bernama besar.

   Oh put Kui tertawa seram.

   "Heeeehhh...heeehh...heeeehh..., sebenarnya aku memang seorang yang pengetahuan cetek namun bila nama besarmu betul-betul seperti nada pembicaraanmu tadi, semestinya aku pun pernah mendengarkannnya."

   "Kurang ajar !"

   Teriak kakekk beralis putih itu dengan mencorong sinar biru dari balik matanya.

   "Bocah keparat, besar amat nyalimu ...."

   "Bila nyaliku kecil, tak nanti tak berani didatangani orang lain !"

   Ucapan tersebut segera membuat si kakek beralis putih itu tertegun, lalu seruya sambil tertawa dingn .

   "Apakah kau adalah sang pemuda yang telah berkunjung kepulau neraka tersebut ? sungguh beruntung aku bisa bertemu dengan kaku pada hari ini ! Meski begitu ...."

   Setelah berhenti sejenak, sambil tertawa terbahak-bahak dia melanjutkan .

   "hei boacah keparat,kau bisa berkunjng ka pulau beraka dengan selamat hal ini hanya satu kebetulan saja, siapa saya sudi melukai seorang pemuda berbakatbagus seperti kau ?"

   Atau dengan perkataan lain,a di hendak menegaskan kepada Oh Put Kui bahwa keberhasilan lolos dari pulau tersebut tak lain karena dia mengandalkan bakatnya yang baik.

   Kontan saja Oh Put Kui mendengus.

   Hmmmm, kalu begitu kau tentu sudah pernah berknjung kepulau itu ?" "Heeeehhh...heeehh...heeeehh..., aku sih belum sudi untuk berkunjung kesana !"

   Kakek beralis putih itu tertawa dingin.

   "Haaaahhh...haaaaahh...haaaaahh...., saudara benar-benar terlalu menilai tinggi kemampuan sendiri !"

   "Oh lote,"

   Tiba-tiba Leng Siau-thian berkata sambil tertawa terbahak-bahak.

   "Kakek ini adalah pelatih kepala dari gedung Sian-hong-hu, orang menyebutnya Toh-min-sin.-huan (panji sakti penrenggut nyawa) Ku Bun-wi !"

   Tampaknya Leng Siau-thian tak ingin kedua orang itu saling menyindir tiada hentinya, maka dia sengaja memperkenalkan orang itu.

   Oh Put Kui sama sekali tidak menunjukan perubahan apapun, hanya ujarnya sambil tertawa hambar .

   "Oooh.....

   rupanya Ki-sik-sancu ! kalau begitu aku telah bersikap kurang hormat ?"

   Mendengar itu, iar muka panji sakti perenggut nyawa Ku Bun-wi segera terlintas sedikit perasaan gembira. Sudah cukup lama sebutan "Ki-sik-sancu"

   Tersebut tak pernah disinggung orang lain.

   Tapi kenyataan sekarang.

   Oh Put Kui dapat menyebut nama tersebut, ini menunjukan kalu angakatan tua dari pemuda ini tertu sudah pernah membicarakan hal-hal yang menyangkut kehebatannya di masa silam.

   Berpikir begitu, dengan wajah yang jauh lebih cerah kakek itu berkata sambil tertawa .

   


Bentrok Para Pendekar Karya Gu Long Rahasia Ciok Kwan Im -- Gu Long Kait Perpisahan -- Gu Long

Cari Blog Ini