Ceritasilat Novel Online

Kedele Maut 1


Kedele Maut Karya Khu Lung Bagian 1



Kedele Maut Karya dari Khu Lung

   


   

   Tiraikasih WEBSITE
http.//kangzusi.com

   

   Tiraikasih WEBSITE
http.//kangzusi.com Kedele Maut Karya . Khu Lung Diceritakan oleh Can

   Jilid 01 Perkembangan zaman berputar tiada hentinya, corak ragam pembunuhan didalam dunia persilatan pun ikut berkembang makin banyak macamnya, namun dari sekian banyak corak pembunuhan, tak satupun peristiwa yang tampak lebih aneh, lebih keji dan lebih misterius daripada peristiwa berdarah ini.

   Disebuah tempat yang berpemandangan sangat indah dibukit Eng tong coa, berdiri belasan orang kakek bertubuh kekar.

   Mereka semua adalah ketua dari perguruan kenamaan serta mempunyai nama besar dalam dunia persilatan, tapi saat itu semuanya berdiri tenang disitu sambil melelehkan air mata bercampur darah.

   Apakah kawanan jago lihai ini telah mengalami suatu tragedy yang memedihkan hati? Mengapa mereka mengucurkan air mata bercampur darah..? Tidak! Mereka bukan sedang menangis, tapi nyawa mereka telah melayang meninggalkan raganya.

   Tempat yang mematikan persis diatas mata, diantara cucuran darah tampak dua butir kedele menancap dalam dalam disana.

   Hanya saja mayat-mayat itu tidak roboh ketanah seolah-olah mereka tak rela untuk mati, sukma mereka seolah-olah tak mau buyar.

   Sekalipun pemandangan yang aneh, keji dan misterios ini Belum bisa dibilang sebagai suatu pemandangan luar biasa, paling tidak belum pernah terjadi sebelum ini.

   Peristiwa aneh ini baru diketahui orang sebulan kemudian, dunia persilatan segera dibuat gempar.

   Tak seorangpun tahu mengapa tokoh-tokoh silat yang berdiam tersebar disegala penjuru dunia persilatan ini bisa berkumpul semua disitu? Tentu saja tiada yang mengetahui siapa pembunuhnya.

   Yang membuat orang lebih keheranan adalah tidak ditemukannya tanda-tanda perlawanan dari kawanan tokoh sakti yang berilmu silat tinggi ini, ataukah mereka rela dirinya dibantai orang? Berita pembunuhan ini tersebar diseluruh negeri dalam waktu singkat, menyusul kemudian peristiwa pembunuhan dengan senjata kedelepun berlangsung disetiap wilayah.

   Nyawa demi nyawa melayang meninggalkan raga.

   Perasaan ngeri dan ciut makin pula mencekam perasaan tiap umat persilatan.

   Maka para jago dari golongan putih dan hitam pun bersama-sama menyebar kartu undangan Bu lim tiap untuk mengundang segenap umat persilatan agar merundingkan persoalan ini, serta menyelidiki siapakah pembunuh keji itu.

   Oleh karena tak ada yang tahu identitas pembunuhnya sedang pembunuh tersebut gemar membunuh orang dengan memakai kacang kedele, maka orangpun menyebutnya dengan "Kedele Maut".

   Kedele maut kedele maut Dedaunan dibukit Cuh wi san sudah mulai rontok dan berguguran keatas tanah, angin augur berhembus kencang menerbangkan dedaunan dan ranting semuanya, ini memberi perasaan murung bagi setiap orang yang berada disana.

   Memandang dari kaki bukit, tampaklah diantara hutan yang mulai gandul, dipunggung bukit berdirilah sebuah perkampungan yang tidak terlalu besar juga tidak terlalu kecil, didepan pintu perkampungan tergantung sebuah papan nama yang bertuliskan "Sam Goan Bun".

   Warna emas diatas papan nama itu sudah mulai luntur, hal ini membuktikan kalau partai Sam Goan Pay telah berdiri banyak tahun.

   Menyinggung soal nama Sam goan pay dalam dunia persilatan, meski banyak orang yang mengetahuinya, Namun segan orang membicarakan, sudah tentu kekuasaan dan kemampuannya belum bisa dibandingkan partai-partai besar seperti Bu tong pay atau Siauw lim pay.

   Meski begitu Sam goan bun pernah mempunyai sejarah yang cemerlang, seratus tahun berselang bukan saja nama Sam goan bun jauh lebih kesohor daripada partai besar, malah partai tersebut menduduki cursi Bu lim bengcu yang terhormat.

   Tapi mengikuti perputaran zaman, kekuatan perguruan itu lambat laun makin melemah, nama besarnya ikut memudar.

   Apalagi saat ini, sedemikian lamanya kekuatan Sam goan bun sehingga nyaris tak mampu menancapkan kakinya lagi dalam percaturan dunia persilatan.

   Justru karena memudarnya kemampuan partai itu, Sam goan bun juga Amat jarana embuta perselisihan didalam persilatan, sebab peraturan yang berlaku dalam Sam goan bun sekarang amat keras ing membuat setiap orang harus berpikir tiga kali sebelum melakukan sesuatu perbuatan.

   Bagi anggota perguruan yang melakukan kesalahan ringan, dia akan dijatuhi hukuman cacat dan bagi yang melakukan kesalahan besar dihukum mati.

   Tentu saja peraturan tersebut dapat diperlakukan seketat ini karena partai Sam goan bun memang memiliki kesulitan yang tak mungkin bisa diutarakan lepada orang lain.

   Sesungguhnya jumlah semua penghuni dalam perguruan ini hanya tiga empat pululan orang, itupun sudah termasuk para kaki dan para pembantu, dengan kekuatan selemah ini, sedikit saja melakukan kesalahan dalam dunia persilatan, bisa jadi akan mengundang musibah besar bagi seluruh partai.

   Apalagi Sejas Sam goan pay kehilangan ketiga jurus ilmu pedangnya yang paling tangguh pada seratus tahun berselang, delatan belas jurus Sam goan kiam hoat nya menjadi tak lengkap dan akibatnya kemampuan itu tak bisa digunakan lagi untuk melawan kekuatan partai lain, tak heran kalau para ciangbunjinnya turun temurun selalu berusaha mengekang diri dalam percaturan dunia persilatan.

   Tapi belakangan ini, semenjak meletusnya geger "Kedele Maut", partai Sam goan pay telah menerima undangan dari tujuh partai besar agar mengutus orang-orangnya turut serta didalam penyelidikan tersebut.

   Tentu saja mereka tak dapat menolak undangan ini kecuali mereka berani memusuhi tujh partai besar, tapi beranikah Sam goan pay berbuat begini? Tentu saja tidak! Seandainya ada orang menuduh mereka sebagai komplotan dari si "Kedele Maut", bukankah urusannya akan semakin berabe? Perkampungan Sam goan bun terdiri dari lima bagian, walaupun lingkungannya tidak terhitung besar, Namur selain memberi kesan lenggang disitu, apalagi setelah anggota perguruan dikirim Turn gunung secara beruntun, suasana lenggang makin mencekam seluruh perkampungan.

   Waktu itu malam telah tiba mendekati kentong pertama, tiba-tiba tampak sesosok bayang manusia munculkan diri dari balik ruang gedung melompati pagar pekarangan dan menyusup kedalam halaman keempat, dimana bayangan tadi menyembunyikan diri dibalik kegelapan.

   Dilihat dari gerakan tubuh bayangan manusia tersebut, gerak geriknya sangat lamban, lagipula ilmu meringankan tubuhnya jauh lebih buruk daripada ilmu ringan tubuh pada umumnya, cuma ia bisa bergerak dengan hati-hati sekali sehingga tidak sampai menimbulkan suara sedikitpun.

   Halaman keempat dari perkampungan ini merupakan tempat kediaman ketua perguruan.

   Waktu itu tampak seorang murid Sam goan bun sedang berlatih pedang ditengah halaman, diantara cahaya pedang yang berkilauan, orang itu sedang melatih lima belas jurus ilmu pedang Sam goan kiam hoat yang sudah tak lengkap lagi itu.

   Dihadapannya berdiri seorang kekek kurus berjubah putih, dia dalah ketua Sam goan bun saat ini, Sun Thian hong.

   Sementara itu, bayangan manusia yang sedang bersembunyi dibalik kegelapan itu membelalakkan matanya lebar-lebar sambil mengawasi anggota Sam goan bun yang sedang berlatih pedang ditengah halaman, tampaknya ia dibuat terpesona.

   Tak sampai setengah jam kemudian, murid Sam goan bun itu telah selesai memainkan ilmu pedang Sam goan kiam hoat tersebut.

   Kemudian sambil memberi hormat lepada Sun Thian hong, ujarnya .

   "Tecu mohon kritik serta petunjuk dari ciangbun suhu!"

   Sambil mengelus jenggotnya Sun Thian hong manggut-manggut, katanya .

   "Ehmmm! Kemajuan yang berhasil kau capai sungguh hebat dan diluar dugaan, ilmu pedang Sam goan kiam hoat pun telah mencapai delapan bagian kesempurnaan, asalkan kau bersedia melatih diri dengan lebih tekun lagi, tidak sulit bagimu untuk mencapai kemajuan seperti apa yang kumiliki sekarang."

   Kejut dan bercampur gembira lelaki itu bertanya .

   "Maksud ciangbun suhu, teca telah lupus ujian?"

   "Benar!"

   Sun Thian hong manggut-manggut.

   "Besok kau boleh turun gunung, kebetulan ketua Siauw lim pay sedang tak puas karena jumlah anggota perguruan kita yang menggabungkan diri kelewat sedikit, setelah turun gunung nanti kau boleh langsung menggabungkan diri dengan suheng serta susiokmu sekalian."

   "Tecu terima perintah."

   "Ingat baik-baik, tugasmu kali ini meski mengikuti usaha penyelidikan atas jejak si Kedele Maut, yang betul adalah menyelidiki kitab pusaka ilmu pedang perguruan kita yang hilang. Kita tahu, dalam tiga generasi ini, yang menjadi tujuan utama bagi perguruan kita adalah menemukan kembali ketiga jurus ilmu pedang kita yang hilang, karena itu kuharap kau dapat menyelesaikan tugas perguruan kita dengan sebaik-baiknya."

   Sekali lagi lelaki itu memberi hormat sambil mengiakan, kemudian setelah memberi hormat dia mengundurkan diri.

   Dalam pada itu bayangan manusia yang mengintip dari balik kegelapan tampaknya merasa bahwa tiada sesuatu lagi yang bisa dilihat, sambil menghimpun tenaganya dia segera meloncat keatas dahan pohon, bermaksud melompat pagar pekarangan.

   Tapi saat itulah, terdengar Sun Thian hong menghela napas sambil bergumam .

   "Aaai, diantara puluhan muridku, tak seorangpun yang memiliki kemampuan hebat, hanya bocah itu berotak cerdas dan berbakat bagus. Tapi aku membiarkannya hidup sebagai pembantu yang menebang kayu dan memikul air dan tak berani menerimanya sebagai murid. Ataukah kesemuanya ini sudah merupakan suratan takdir?"

   Bergetar keras seluruh badan bayangan hitam tersebut sehabis mendengar ucapan itu, sehingga pikirannya bercabang, hawa murninya menjadi buyar, ranting yang diinjak pun tak mampu menahan berat badannya lagi hingga patah menjadi dua bagian.

   Suara itu lirih, tapi ditengah kegelapan malam yang hening, suara tersebut menimbulkan gema yang cukup keras.

   Agaknya orang itu tahu kalau gelagat tidak menguntungkan, cepat-cepat dia melompat turun dari atas pohon, menyambar sebutir batu kemudian dilemparkan kebelakang tubuhnya.

   Batu tadi segera terjatuh disudut halaman sambil menimbulkan suara lagi, dan saat itupula Sun Thian hong telah membentak keras .

   "Siapa yang berani mengintip kemari?"

   Menyusul bentakan tersebut, ia menerjang kesudut halaman, sepasang matanya mengawasi sekeliling tempat itu dengan seksama, kemudian dengan gerakan cepat dia menerjang kehalaman kelima.

   Melihat Sun Thian hong tertipu oleh lemparan batunya, bayangan hitam yang mendekam diatas tanah dengan hati berdebar keras itu cepat-cepat melompat bangun dan ngeloyor pergi dari situ.

   Ia langsung menuju kesebuah bilik dekat dapur, begitu masuk ruangan, lampu dipasang dan pintu dikunci rapat-rapat.

   Ternyata orang itu adalah seorang pemuda berusia belasan tahun, meskipun pakaian yang dikenakan amat sederhana, namun tidak menutupi ketampanan wajahnya.

   Dengan muka merah padam, peluh dingin bercucuran membasahi tubuhnya, ia menutup pintu rapat-rapat kemudian menghembuskan napas panjang.

   Sudah setahun ini dia berharap belajar silat, karena itu setiap tengah malam ia selalu menyusup kedalam halaman belakang untuk mencuri lihat orang belajar silat.

   Selama ini perbuatannya belum pernah diketahui orang! Tapi peristiwa yang baru saja dialaminya tadi membuat dia mandi keringat dingin dan hatinya berdebar keras.

   Ia cukup mengetahui sampai dimanakah kerasnya peraturan dalam perguruan Sam goan bun.

   Sekalipun dia tidak terhitung murid Sam goan bun, tapi bila perbuatannya sampai ketahuan, sudah pasti hukuman berat akan dijatuhkan kepadanya.

   Tapi keluhan dari ketua Sam goan bun yang terdengar olehnya tadi, membuat pemuda tersebut bimbang bercampur tak mengerti.

   Sudah jelas bocah pemikul air, penebang kayu yang dimaksudkan ciangbunjin adalah dia, sebab selain dia tak ada orang kedua yang melakukan pekerjaan semacam itu disitu.

   Kalau memang ketua Sam goan bun menganggapnya berbakat untuk belajar silat, mengapa ia tidak menerimanya sebagai murid? Ataukah ketua Sam goan bun itu takut akan sesuatu? Atau mungkin dia mempunyai suatu rahasia yang membuat orang lain takut padanya? Lama sekali pemuda itu duduk termenung, tapi akhirnya setelah menghela napas ia bergumam .

   "Setelah bersusah payah setahun penuh, baru hari ini aku berhasil mencuri lihat Sam goan kiam hoat secara lengkap, biar kulatih dulu ilmu tersebut sebaik-baiknya, siapa tahu kalau suatu ketika aku Kho Beng bisa menjadi hebat?"

   Dengan membuang semua pikirannya yang masgul, pemuda itu bangkit berdiri mengambil sebatang kayu kemudian mulai berlatih diri dengan penuh semangat.

   Biarpun tanpa bimbingan dan petunjuk seorang, berdasarkan kecerdasan dan disertai bakat yang baik, pemuda itu danggup memainkan ilmu pedang Sam goan kiam hoat secara sempurna.

   Baik dalam gerakan langkah maupun dalam gerakan pedang, semuanya menurut aturan, ringan berat cepat atau lambat, semuanya dilakukan secara sempurna, malahan jah lebih sempurna dan hebat daripada apa yang dilakukan murid Sam goan bun tadi.

   Jurus demi jurus, gerakan demi gerakan semuanya dilakukan sepenuh tenaga, dimana kayunya menyambar, anginnya menderuderu, kehebatannya tak kalah dengan keampuan seorang jago pedang.

   Disaat Kho Beng sedang melatih diri dengan asyik sampai ia lupa keadaannya, tiba-tiba dari balik jendela muncul sepasang mata yang diam-diam mengintip keadaan dalam ruangan.

   Tatkala sepasang mata itu mengikuti jalannya latihan dari Khong Beng, sorot matanya yang selalu memancarkan sinar kaget segera menjadi terkesiap.

   Ternyata orang yang berada diluar itu tak lain adalah ketua perguruan Sam goan bun, Sun Thian hong.

   Rupanya disaat dia merasa ada orang sedang mengintip gerak geriknya tadi, dengan kecepatan yang paling tinggi ia menerjang kehalaman kelima kemudian melesat keluar dari perkampungan, tentu daja dia tak menemukan apa-apa.

   Namun dalam perjalanannya kembali keperkampungan, ia segera dibuat tertarik oleh kilatan cahaya lentera yang sebenarnya lagi terang dari dalam kamar Kho Beng.

   Begitu ia mengetahui bahwa ilmu pedang Kho Beng tidak lain adalah ilmu pedang Sam goan kiam hoat, dengan cepat ciangbunjin itu sadar siapa gerangan yang telah bersembunyi dibalik kegelapan tadi, kontan saja paras mukanya berubah menjadi terkesiap bercampur kaget.

   Pada saat itupun dari kamar sebelah dimana Kho Beng berada, kedengaran suara orang berbatuk dan menegur .

   "Kho Beng, malam sudah larut, apakah kau belum tidur?"

   Kho Beng takut perbuatannya ini diketahui atasannya, Thio Bungkuk yang tidur disebelah.

   Cepat-cepat ia memadamkan lentera menyembunyikan tongkat lalu naik keatas pembaringan! Suara batuk itu mengejutkan pula ketua Sam goan bun yang sedang mengintip didepan jendela, biji matanya segera berputar dan memeriksa sekejap sekeliling tempat itu, lalu secara kilat dia melesat ketengah udara dan mundur kehalaman lapisan kelima, dimana bayangan tubuhnya lenyap dibalik kegelapan.

   Malam berlalu tanpa kejadian apa-apa.

   Keesokan harinya, baru saja sang surya menyingsing diufuk timur dan memancarkan cahayanya keseluruh penjuru dunia, dari balik halaman lapisan kelima sudah kedengaran suara orang sedang membelah kayu.

   Tampak Kho Beng dengan mengenakan celana pendek sedang mengayun kampaknya membelah setumpuk kayu bakar.

   Memang inilah pekerjaannya sehari-hari, sejak fajar memikul air, lalu membelah kayu bakar, baru setelah lewat tengah hari dia mempunyai waktu senggang.

   Kira-kira pukul tujuh pagi, tiba-tiba dari halaman gedung paling depan berkumandang suara genta yang dibunyikan bertalu-talu.

   Tanpa terasa Kho Beng yang bermandi peluh menghentikan ayunan kampaknya dan mengangkat kepala sambil memperhatikan dengan seksama.

   Bunyi lonceng yang bertalu-talu tadi menandakan bahwa ketua Sam goan bun sedang mengumpulkan segenap anggota perguruannya untuk menghantar kepergian seorang muridnya turun gunung.

   Dengan beberapa bulan terakhir ini, setiap kali bunyi genta menggema membelah angkasa, dari hati kecil Kho Beng segera muncul perasaan kagum yang amat tebal.

   Setiap kali dia selalu berpikir begini .

   "Andaikata akupun bisa menyoren pedang dan berkelana didalam dunia persilatan dengan menunggang kuda, betapa gagahnya aku waktu itu, tapi kenyataannya aku tetap seorang kacung yang kerjanya setiap hari Cuma memikul air dan membelah kayu bakar, haruskah aku hidup terus dalam keadaan begini?"

   Berpikir sampai disitu, semangatnya yang semula berkobar kobar menjadi luluh dan pudar, helaan napas sedih bergema lirih.

   Mendadak terdengar suara orang mendehem berkumandang datang dari belakang tubuhnya, dengan perasaan kaget Kho Beng segera berpaling dan melihat Thio bungkuk muncul disana, cepatcepat ia membuang semua pikirannya dan meneruskan pekerjaannya lagi.

   Thio bungkuk adalah seorang kakek yang tinggi badannya mencapai lima depa, tubuhnya kurus kering.

   Ia mempunyai jenggot yang pendek seperti jenggot kambing dengan mata yang kecil seperti mata tikus, baju hijaunya kasar lagi sederhana, tampangnya tak berbeda seperti tampang orang-orang desa lainnya.

   Tapi anehnya semua orang yang berada dalam perguruan Sam goan bun sama-sama takut kepadanya, bahkan ketua mereka Sun Thian hong sendiripun berlaku sungkan pula bila bertemu dengannya.

   Terutama sekali bagi Kho Beng, bagaikan tikus melihat kucing saja....

   Hal ini bukan saja dikarenakan Kho Beng merasa berterima kasih padanya, dulu ketika Kho Beng baru mendapat pekerjaan, saban hari dia pasti kecapaian hingga pinggangnya sakit dan tak mampu merangkak bangun dari atas pembaringannya, tapi semenjak Thio bungkuk mengajarkan bagaimana caranya bersemedi dan mengatur pernapasan, dengan mengandalkan cara tersebut, Kho Beng bisa mengatasi rasa lelah yang datang mengganggu setiap kali setelah habis bekerja berat.

   Malahan lambat laun dia tak pernah merasa lelah lagi meski pekerjaannya makin banyak dan berat.

   Akhirnya dia baru tahu kalau ilmu mengatur pernapasan yang diajarkan kepadanya adalah dasar tenaga dalam, namun berhubung Thio bungkuk tetap membungkam, diapun selalu berlagak pilon.

   Tapi setiap malam tiba, ia selalu berlatih diri dengan tekun dan rajin sehingga berhasil memupuk dasar tenaga dalam yang kuat, tapi justru karena itu juga, terdorong olehnya ingatan untuk mencuri belajar ilmu pedang Sam goan kiam hoat...

   Disamping itu Kho Beng juga menyadari bahwa Thio bungkuk yang bertampang sederhana itu sesungguhnya mempunyai asal usul yang luar biasa, jelas dia bukan manusia tanpa memiliki reputasi apa-apa.

   Itulah sebabnya setiap kali dia melihat Thio bungkuk memaki dan mendampratnya, Kho Beng selalu mengingat-ingat kebaikannya untuk menekan rasa marah dan jengkelnya.

   Namun hari ini dia melihat Thio bungkuk seakan-akan telah berubah menjadi seperti orang lain, sambil memegang huncwee nya dan menghisap beberapa kali, ditatapnya Kho Beng lekat-lekat, kemudian baru katanya .

   "Kho Beng, hari ini kau tak perlu bekerja lagi!"

   Kho Beng tertegun dan membelalakkan matanya lebar-lebar, ia hampir saja tak percaya dengan apa yang didengarnya, kalau dimasa lalu, sikap yang diperlihatkan tadi tentu akan mengundang dampratan serta makian tapi hari ini, mungkinkah Thio bungkuk tiba-tiba jadi orang baik yang penuh welas asih? Kho Beng meletakkan kampaknya keatas tanah serta memandang kearah Thio bungkuk dengan pandangan curiga, lalu katanya agak tergagap.

   "Thio suhu, apakah ada pekerjaan lain yang harus kukerjakan?"

   "Hmm! Kalau aku si Thio bungkuk mah tak ada urusan, tapi bagi kau sikunyuk kecil, hati-hatilah dalam menghadapi urusan nanti!"

   Sekali lagi Kho Beng tertegun, hati-hati menghadapi urusan nanti? Siapakah yang akan dihadapi? Belum lenyap ingatan tersebut dari benaknya, tiba-tiba muncul seorang murid Sam goan bun dengan langkah tergesa-gesa, sejak dari kejauhan orang itu telah berseru .

   "Saudara Kho, cingbunjin sedang menanti kedatanganmu diruang depan, hayo cepat ikut aku!"

   Persoalan apakah yang hendak disampaikan ciangbunjin kepadanya? Mengapa ia dipanggil secara tiba-tiba? Kho Beng sedang termangu-mangu jadi curiga, seingatnya semenjak ia tahu urusan, kecuali setiap tahun baru belum pernah ciangbunjin mengundangnya untuk menghadap! Lalu apa sebabnya dia dipanggil hari ini? Tapi dia tak punya banyak waktu untuk berpikir lebih jauh, setelah meletakkan kampak dan membereskan pakaiannya, tergopoh-gopoh dia mengikuti petugas tersebut menuju kehalaman muka.

   Setelah terlepas dari pengawasan Thio bungkuk, Kho Beng baru bertanya dengan cepat .

   "Nyoo toako, tahukah kau ada urusan penting apakah sehingga ciangbunjin mengundangku agar menghadap?"

   Anggota perguruan she Nyoo itu segera menggelengkan kepalanya berulang kali, sahutnya .

   "Aku sendiripun tak tahu, tapi bisa kulihat bahwa paras muka ciangbun suhu pada hari ini kurang baik, karenanya kau berhatihatilah kalau sedang bicara nanti."

   Kho Beng segera merasakan hatinya tercekat, tanpa terasa pikirnya dihati .

   "Waaah....jangan-jangan suhu sudah tahu kalau selama ini aku mencuri belajar ilmu pedangnya? Kecuali itu rasanya aku tak melakukan kesalahan apapun.... tapi dalam setahun ini aku sudah bertindak cukup hati-hati, tindak tandukku pun tak pernah ketahuan orang, bagaimana mungkin ciangbunjin bisa mengetahui akan perbuatan ini? Aaaaa...jangan-jangan karena urusan lain...."

   Dengan pikirannya yang kalut serta membayangkan hal yang bukan-bukan, pemuda itu menuju kehalaman depan.

   Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Tiba didepan pintu ruang tengah, ia saksikan seluruh ruangan tersebut telah penuh dengan manusia dua puluh empat orang anggota murid Sam goan bun berdiri dikiri kanan ruangan, sementara bagian tengah terdapat dua buah bangku yang diduduki dua orang kakek bermata tajam.

   Orang yang berada disebelah kiri adalah ketua Sam goan bun, Sun Thian hong.

   Sedangkan kakek baju biru disebelah kanan adalah adik seperguruan dari ciangbunjinnya, Lu Heng sia.

   Walaupun ruangan tengah dipenuhi sekian banyak manusia, ternyata tak kedengaran suara sedikitpun, suasana yang begitu serius dan hening membuat Kho Beng yang berada didepan pintu kembali merasakan hatinya tercekat.

   Lelaki she Nyoo itu segera melangkah masuk kedalam ruangan sambil melapor .

   "Lapor ciangbun suhu, Kho Beng telah tiba...."

   Kemudian ia segera mengundurkan diri kebarisan sebelah kiri. Kho Beng tak berani ayal lagi, dia ikut melangkah masuk kedalam ruangan, setelah memberi hormat, ujarnya .

   "Ciangbunjin, persoalan apakah yang hendak kau sampaikan kepadaku....?"

   Sun Thian hong menatap wajah Kho Beng lekat-lekat, lalu dengan suara dalam tanyanya.

   "Kho Beng, sudah berapa lama kau mencuri belajar ilmu pedang perguruan kami?"

   Biarpun hanya serentetan pertanyaan yang singkat, namun ibarat guntur yang membelah bumi disiang hari bolong, Kho Beng merasakan hatinya tercekat dan wajahnya berubah hebat.

   "Aduh celaka!...."

   Pekiknya dihati. Tapi kenyataan sudah berada didepan mata, mau tak mau dia harus mengakuinya secara terus terang.

   "Lapor ciangbunjin, sudah setahun lamanya aku mencuri belajar ilmu pedang itu...."

   "Dari kelima belas jurus ilmu pedang Sam goan kiam hoat, berapa gerakan yang berhasil kau kuasai?"

   Tanya Sun Thian hong lebih jauh dengan nada suara dalam.

   "Boanpwee telah berhasil menguasai seluruhnya...."

   Kho Beng menundukkan kepalanya rendah-rendah. Paras muka Sun Thian hong segera berubah menjadi hijau membesi, sambil menggebrak meja keras-keras, bentaknya .

   "Kho Beng, besar amat nyalimu..!"

   "Ciangbunjin.."

   Dengan tubuh gemetar keras Kho Beng segera menjatuhkan diri berlutut katas tanah.

   "Boanpwee sama sekali tidak bertujuan apa-apa.boanpwee hanya berniat untuk menyalurkan hobby saja."

   Sebelum perkataan itu selesai diucapkan, Sun Thian hong telah menukas dengan dingin, serunya penuh marah .

   "Kalau toh kau gemar mempelajari ilmu silat, sudah sepantasnya bila kau ajukan permohonan secara resmi, masuk dulu jadi anggota peguruan lalu mengajukan permohonan tersebut kepadaku. Hmmm, tapi sekarang..kau telah melanggar peraturan serta mencuri belajar secara diam-diam. Hmmm, Kho Beng delapan belas tahun berselang aku hanya menampungmu, serta memeliharamu hingga dewasa hanya berdasarkan belas kasihan saja, sungguh tak nyana perbuatanmu begitu brutal dan kurang ajar."

   Makin berkata ciangbunjin itu semakin mendongkol, ketika selesai mengucapkan perkataannya itu napasnya sudah terengah-engah seperti napas kerbau.

   Kho Beng membungkam dalam seribu bahasa, hatinya kebatkebit tak karuan, sementara peluh dingin membasahi seluruh tubuhnya.

   "Kho Beng!"

   Mendadak terdengar Sun Thian hong membentak lagi dengan suara dalam.

   "Tahukah kau akan peraturan perguruan kami?"

   "Boanpwee tahu!"

   Jawab Kho Beng dengan suara gemetar.

   "Bagus sekali aku ingin bertanya kepadamu, apa hukumannya bagi mereka yang berani mencuri belajar ilmu silat perguruan kami?"

   "Ilmu silatnya dirampas kembali!"

   "Bagus, bagaimana caranya merampas kembali ilmu silat yang telah dipelajari?"

   "Semua urat nadi penting diputuskan kemudian memotong sepasang tangannya"

   Sahut Kho Beng dengan peluh dingin bercucuran keluar.

   "Tapiciangbunjin, mengingat usia boanpwee masih muda"

   Sun Thian hong mendengus dingin, tukasnya .

   "Darimana kau pelajari sim hoat tenaga dalam?"

   "Sejak tahun lalu Thio suhu mewariskan ilmu tersebut kepadaku."

   Sun Thian hong nampak agak terkejut, lalu bentaknya lagi .

   "Hmmm, sudah tahu akan peraturannya, masih mencoba untuk melangar. Kesalahanmu ini tak dapat diampuni lagi, tapi mengingat tenaga dalammu bukan berasal dari perguruan kami, maka hukumannya hanya memutuskan semua urat nadi serta memotong sepasang pergelangan tanganmu. Sute laksanakan hukuman!"

   Lu Heng sia, adik seperguruan ciangbunjin yang duduk disampingnya, nampak seperti menaruh simpati kepada Kho Beng, ia segera bangkit berdiri setelah mendengar perkataan itu, sesudah menghela napas panjang, katanya pada Sun Thian hong .

   "Suheng, bagaimana kalau kesalahan bocah ini diampuni saja.?"

   "Sute, sudahkah kau dengar perintah yang kuberikan?"

   Tukas Sun Thian hong semakin gusar. Menyaksikan kakak seperguruannya sudah naik darah, Lu jiya tak berani banyak bicara lagi, dipandangnya Kho Beng sekejap dengan perasaan sayang, lalu sambil mengulapkan tangannya dia berseru .

   "Mana petugas pelaksana hukuman? Cepat siapkan alat hukuman!"

   Empat orang anggota perguruan yang berdiri dikiri kanan ruangan serentak mengiakan dan lari menuju keruang belakang, tak lama kemudian mereka telah muncul dihadapan Kho Beng dengan alat hukuman yang telah siap digunakan.

   Dua orang diantara mereka membawa dua buah alat pemotong yang berkaki, benda tersebut diletakkan dikiri kanan Kho Beng.

   Sementara dua orang lainnya membawa sebuah baki obat, diatas baki itu sudah siap berbagai macam obat-obatan luka serta alat pembungkus.

   Mereka berdiri dibelakang bocah tersebut dan siap mengobati lukanya, bila pelaksanaan hukuman selesai dilaksanakan nanti.

   Dalam waktu singkat suasana dalam ruangan itu dicekam keheningan yang amat sangat, sehingga napas setiap orang hampir saja kedengaran nyata.

   Berhubung sikap dan tindak tanduk Kho Beng dihari hari biasa amat simpatik, selain ciangbunjin seorang, hampir semua pandangan yang tertuju kearah bocah itu mengandung perasaan iba dan kasihan yang amat tebal.

   Kho Beng sendiri sudah dibuat ketakutan setengah mati, sukma serasa melayang meninggalkan raganya, hampir saja ia roboh tak sadarkan diri.

   Dua bilah golok yang berkilauan tajam dihadapannya membuat pemuda itu merasa amat sedih dan putus asa.

   Bila sepasang pergelangan tangannya telah kutung, bukan saja jerih payahnya selama setahun hanya sia-sia belaka, masa depannya pun akan turut terkubur untuk selamanya disana, bila seseorang tak mempunyai tangan, apalagi yang bisa diperbuat olehnya? Ia berlutut diatas tanah, sementara sepasang matanya menengok kekiri dan kanan mengharapkan ada orang yang memohonkan belas kasihan baginya disaat kritis tersebut, namun sayangnya walaupum semua orang menaruh simpati dan belas kasihan kepadanya, ternyata tak seorangpun diantara mereka yang memohonkan ampun.

   Dalam sedih dan putus asanya, ia memejamkan matanya rapatrapat, titik air mata jatuh berlinang membasahi pipinya.

   Pada saat itulah terdengar Lu Heng sia berseru keras .

   "Laksanakan hukuman!"

   "Kraakk.!"

   Dua bilah golok tajam itu segera ditarik keatas, sementara kedua orang petugas segera mencengkeram kedua belah tangan Kho Beng dan diletakkan dibawah mata pisau tersebut.

   Hibur mereka dengan suara lembut .

   "Saudara Kho, tak usah takut, biarpun akan sakit sebentar, kau tak akan lama menderita."

   Airmata bercucuran dengan derasnya membasahi wajah Kho Beng, ditatapnya sekejap kedua orang petugas itu dengan putus asa, lalu menggut manggut.

   Kedua orang petugas tadi segera menggengam pisau dan mengawasi Lu susioknya dengan pandangan tertegun, asalkan ia mengulapkan tangannya mereka akan menekan gagang golok tersebut kebawah.

   Suasana murung dan seram menyelimuti seluruh ruangan tersebut.

   Setiap anggota Sam goan bun sama-sama mengalihkan pandangan mata kewajah Kho Beng yang pucat pias bagaikan mayat itu.

   Rasa sedih mencekam perasaan setiap orang, banyak diantara mereka yang segera menengok kearah lain dan tak tega untuk menyaksikan pelaksanaan hukuman tersebut.

   Sementara itu Lu Heng sia telah mengangkat tangan kanannya keatas, asal dia mengulapkan tangannya kewabah, niscaya hukuman akan segera terlaksana.

   Disaat yang kritis inilah, tiba-tiba tampak seorang centeng berbaju hijau berlarian masuk kedalam ruangan, kepada ciangbunjinnya dia berseru .

   "Toaya, Thio bungkuk menyuruh hamba mengantar surat pesananya.!"

   Seraya berkata ia persembahkan selembar kertas kehadapan Sun Thian hong. Diatas lembaran kertas itu hanya tertera beberapa huruf saja yang antara lain berbunyi begini .

   "Belasan tahun aku berbakti, tiada permintaanku yang lain kecuali pembebasan hukuman bagi bocah she Kho itu. Tertanda sibungkuk."

   Sun Thian hong nampak tertegun sehabis membaca tulisan itu, akhirnya dia menghela napas panjang.

   Semetara itu para jago lainnya yang berada didalam ruang tengah tak ada yang mengetahui apa isi surat dari Thio bungkuk, namun menyaksikan ketua mereka menghela napas panjang, rasa kaget dan keheranan segera menyelimuti wajah semua orang.

   Pelan-pelan Sun Thian hong menyimpan surat tersebut kedalam saku bajunya, lalu ujarnya kepada sicenteng itu sambil mengulapkan tangannya .

   "Cepat undang Thio suhu datang kemari!"

   Sambil menundukkan kepalanya, centeng itu segera menjawab .

   "Thio suhu sedang berjalan-jalan diluar perkampungan, tapi ia telah berpesan, bila ciangbunjin mengundangnya, hamba disuruh menyampaikan jawaban, katanya maksud hati ciangbunjin telah dipahaminya, bila ada persoalan lain, isi surat tersebut telah menjelaskan semuanya. Dengan perasaan berat, Sun Thian hong menggelengkan kepalanya berulang kali. Setelah mengundurkan diri centeng tersebut, ditatapnya Kho Beng sekejap dengan pandangan dalam, lalu berkata .

   "Batalkan hukuman!"

   Begitu perintah diturunkan segenap hadirin bersama-sama menghembuskan napas lega bagi keselamatan Kho Beng.

   Sebaliknya Kho Beng sendiri pun bagai berada dalam mimpi, sampai para petugas menyingkirkan alat pelaksana hukuman dari hadapannya, ia baru tersadar kembali dari lamunan.

   Tanpa terasa dia turut menghembuskan napas lega.

   Ia sadar Thio bungkuklah yang telah menyelamatkan dirinya dari hukuman, bisa dibayangkan betapa besar rasa terima kasihnya kepada Thio bungkuk, pada hakekatnya tak terlukiskan lagi dengan kata-kata.

   Mendadak terdengar Sun Thian hong berkata dengan suara dalam.

   "Kho Beng, walaupun ada orang yang mintakan ampunan bagimu, namun aku mempunyai beberapa syarat yang harus kau taati!"

   Kho Beng segera memberi hormat seraya menjawab .

   "Bila ciangbunjin ada pesan, silahkan saja diutarakan, boanpwee pasti akan mentaatinya."

   "Bagus sekali, dengarkan baik-baik Kho Beng, sejak hari ini kau dilarang menggunakan ilmu pedang perguruan kami lagi!"

   "Boanpwee turut perintah!"

   "Terhadap siapa saja kau dilarang menceritakan bahwa perguruan kami pernah menerima dan memeliharamu...."

   Kho Beng jadi tertegun, lalu serunya agak tergagap .

   "Ciangbunjin, apakah kau bermaksud mengusir boanpwee dari tempat ini?"

   "Benar!"

   Jawab Sun Thian hong.

   "Perguruan Sam goan bun sudah tak sanggup menampungmu lagi, sekarang juga harus pergi meninggalkan tempat ini, moga-moga saja kau bisa menjaga diri baik-baik dikemudian hari!"

   Kho Beng menjadi kelabakan setengah mati setelah perkataan itu.

   Walaupun dihari-hari biasa dia sangat berharap bisa terun kedunia persilatan dan mengembara sampai keujung langit, tapi setelah diusir dari perguruan hari ini ibarat sebatang pohon yang dipotong akarnya, dia bakal menjadi seorang gelandangan yang mengembara tanpa tujuan, siapakah yang takkan iba menghadapi keadaan seperti ini? Dengan wajah tertegun dipandangnya wajah Sun Thian hong lekat-lekat, namun setelah menyaksikan paras muka ketua yang hijau membesi dan sama sekali tidak memancarkan sedikit perasaan pun, sadarkan bocah itu bahwa permohonannya pasti sia-sia belaka.

   Oleh sebab itu ujarnya kemudian .

   "Kho Beng akan melaksanakan perintah ciangbunjin dengan sebaik-baiknya, tapi Kho Beng merasa tak tenang karena tak dapat membalas budi kebaikan ciangbunjin yang telah menampung serta memelihara ku selama hampir delapan belas tahun lamanya..."

   Kata yang jujur dan nada yang sedih membuat Sun Thian hong ikut merasa kecut hatinya, namun ia menguasai gejolak perasaan tersebut dengan keras, setelah mendengus dingin, tukasnya .

   "Asal kau dapat melaksanakan kedua syarat tadi, tidak menggunakan ilmu pedang Sam goan kiam hoat lagi dan tidak mengatakan kepada orang lain bahwa Sam goan bun pernah menampung dan memelihara dirimu, ini sudah merupakan balas budi bagi pemeliharaanku slama ini, Ingat! Bila kau berani bertindak ceroboh dengan tidak mentaati kedua hal tersebut, hmmmm! Biarpun kau lari keujung langit sekalipun aku tetap akan mengejarmu untuk mencabut nyawamu. Nah, perkataanku hanya sampai disini saja, sekarang kau boleh pergi dari sini!"

   Dengan pandangan kaku, Kho Beng manggut-manggut, sekali lagi dia menjura kepada Lu Heng sia serta para anggota sam goan bun lainnya, kemudian berkata dengan sedih ;

   "Delapan belas tahun sudah kita berkumpul, terima kasih banyak atas perhatian para empek, paman dan toako sekalian terhadapku dihari-hari yang lalu, setelah berpisah hari ini, entah sampai kapan kita baru akan bersua kembali, tiada pemberian lain dari Kho Beng kepada kalian kecuali sambutlah penghormatanku ini. Semoga para empek, paman dan toako sekalian dapat menjaga diri baik-baik."

   Air mata serasa membasahi sepasang mata para anggota Sam Goan bun tersebut, cepat-cepat mereka balas memberi hormat.

   Walaupun tak seorangpun yang berkata-kata, naun dari mimik waah mereka dapat terlihat betapa sedihnya perasaan mereka.

   Manusia memang mahluk yang berperasaan, setelah berkumpul selama delapan belas tahun, perpisahan memang dirasakan suatu kejadian yang amat berat, meski perpisahan itu bersifat sementara.

   Disamping itu mereka pun merasa heran dan tak habis mengerti, mengapa sikap ciangbunjin mereka begitu keras? Mengapa ia bersikeras hendak mengusir Kho Beng dari perkampungan Cui wi san ceng? Sekali lagi Kho Beng memberi hormat kepada semua orang, kemudian sambil menggertak giginya kencang kencang dan membawa rasa sedih yang mencekam, ia membalikkan badan dan beranjak meninggalkan ruangan itu menuju kepintu gerbang, saat itulah air matanya tak terbendung lagi, tanpa terasa jatuh berceceran membasahi seluruh wajahnya.

   Ia tak habis mengerti apa sebabnya ciangbunjin bersikap sejelek ini kepadanya? Mengapa ia melarang dia menceritakan kepada orang lain bahwa ia pernah ditampung oleh pihak Sam goan bun? Mungkinkah mereka takut dketahui orang bahwa Sam Goan bun telah menampung seorang anak yatim piatu? Kho Beng merasa tak habis mengerti, ia benar-benar tidak mengerti....

   Angin gunung berhembus lewat menerpa wajahnya dan mendatangkan rasa dingin, cepat-cepat dia membesut air matanya, lalu berpaling dan memandang sekejap bayangan perkampungan Cui wi san ceng nun jauh didepan sana.

   Delapan belas tahun sudah ia berdiam disana, perpisahan dirasakannya amat berat, ia tak akan bisa merasakan kehangatan saudara-saudara perguruan lainnya, iapun tak dapat menikmati kembali hangatnya kamarnya yang pengap....

   Kini dihadapannya terbentang masa depan yang penuh tanda tanya, kemanakah dia akan pergi? Tiba-tiba rasa sedih menyelimuti seluruh perasaannya.

   Terlepas dari baik atau buruk, manusia memang senang mengenang kembali masa silamnya, terutama sekali bagi Kho Beng yang kaya akan perasaan.

   Pikirannya saat ini terombang ambing dalam kenangan lama yang penuh kegembiraan dimasa silam.

   Pada saat itulah mendadak terdengar seseorang menegur dengan suara dingin .

   "Hmmm! Benar-benar tak becus, sudah diusir orang lain, apalagi akan kau kenang? Dunia begini luas, apakah kau tak mampu berdiri sendiri ditempat lain ? Apa kau lebih suka hidup bersembunyi macam kura-kura didalam dapur yang apek baunya ? Dengan perasaan tertegun Kho Beng seera berpaling, entah sejak kapan ternyata Thio bungkuk yangtelah menyelamatkan dirinya telah berdiri disisi jalan gunung sambil memandang dengan pandangan dingin. Ia berdiri disitu dambil membawa sebuah bungkusan kecil dibahunya dan menggenggam sebuah huncwee panjang. Bertemu dengan Thio bungkuk, Kho Beng merasa seperti bertemu dengan sanak keluarga sendiri, cepat-cepat dia lari kedepan dan berlutut dihadapannya sambil memeluk sepasang lututnya eraterat. Dengan airmata bercucuran, ia berpekik keras .

   "

   Thio suhu! "

   Thio bungkuk menggelengkan kepalanya berulang kali, diawasinya Kho Beng sekejap dengan penuh rasa kesedihan, kemudian ia menghela napas panjang. Sesaat kemudian dia baru berkata dengan suara dingin .

   "

   Hayo bangun! Cepat bangun, macam apakah kau berlutut ditengah alan semacam ini? Seorang laki-laki sejati tak boleh meniru lagak seorang wanita, bila aku menangis melulu hatiku menjadi murung rasanya.

   "

   Sekarang Kho Beng sudah tahu bahwa Thio bungkuk meski dingin sikapnya namun sangat baik perasannya, segera ia membesut air matanya dan bangkit berdiri sambil berkata .

   "Budi pertolongan kau orang tua tak akan kulupakan untuk selamanya.....aaaai, hanya saja setelah meninggalkan kau orang tua hari ini, entah sampai kapan kita baru akan bersua kembali? "

   Thio bungkuk segera tertawa.

   
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Tiada perjamuan yang tak bubar didunia ini, perpisahan atau kematian memang sudah diatur oleh takdir, apalagi yang mesti kau tangisi? Angkat kepalamu baik-baik dan adilah manusia yang berguna bagi masyarakat, cerminkan jiwa kesatriamu!"

   Kho Beng merasakan semangatnya bangkit kembali setelah mendengar perkataan tersebut, dengan wajah serius dia berkata .

   "Terima kasih banyak atas nasehat kau orang tua!"

   Ketika melihat Thio bungkuk menggembol sebuah buntalan dibahunya, dengan perasaan terkejut bercampur gembira ia berseru lagi .

   "apakah kau orang tua ikut turun gunung?"

   Thio bungkuk menggelengkan kepalanya berulang kali, diambilnya bungkusan itu lalu diserahkannya ketangan Kho Beng sambil berkata .

   "Bungkusan ini sengaja kusiapkan bagimu, hanya pakaian dan beberapa tahil perak, pergunakanlah bila diperlukan diperjalanan nanti."

   Kho Beng semakin terharu melihat kebaikan hati Thio bungkuk terhadapnya, kembali sepasang matanya jadi basah, katanya segera .

   "Kau orang tua terlalu baik kepadaku, setelah berpisah hari ini entah sampai kapan aku baru dapat membalas budi kebaikanmu ini.!"

   "Kau tak usah mengucapkan kata-kata yang tak berguna lagi, sesungguhnya didalam peristiwa yang menimpamu hari ini, aku Thio bungkuk turut memikul tanggung jawab. Terus terang saja aku katakan, sejak kau mencuri belajar ilmu pedang tersebut pada setahun berselang, ak telah mengetahui perbuatanmu itu secara jelas"

   "Ooooh, rupanya Thio suhu sudah tahu,"

   Bisik Kho Beng dengan perasaan tertegun bercampur keheranan.

   "Hmmm! Kalau hanya gerakanmu saja tidak kuketahui, percuma aku berkelana selama puluhan tahun didalam dunia persilatan, hanya saja setelah melihat kebulatan tekadmu yang besar, aku menjadi tak tega untuk menghalangi niatm itu, setelah Sun Thian hong mengintip dari luar kamarmu semalam, aku baru sadar bahwa jejakmu telah ketahuan."

   Kho Beng menjadi tertegun, sekarang ia baru mengerti darimana ciangbunjinnya mengetahui akan perbuatannya itu, diapun semakin tertarik oleh asal usul Thio bungkuk yang dirasakan penuh dengan misteri ini.

   Terdengar Thio bungkuk mendehem beberapa kali, kemudian berkata lebih jauh .

   "Tapi beginipun ada baiknya juga, memang tiada rahasia yang tak akan terbongkar didunia ini, dengan terjadinya peristiwa ini berarti kaupun dapat membebaskan diri lebih cepat, bukankah hal ini merupakan suatu keberuntungan bagimu?"

   "Aku yang muda dapat memahami semua perkataanmu itu, tapi ada satu hal yang tidak kumengerti, ditinjau dari kemampuan kau orang tua, mengapa tidak hidup bebas merdeka, sebaliknya justru rela mentaati perintah orang lain? Mengapa pula kau merahasiakan identitasmu yang sebenarnya.?"

   Thio bungkuk menghela napas panjang.

   "Aku naik gunung setahun lebih awal darimu, sedangkan akupun telah berhutang budi kepada Sun Thian hong, oleh sebab itulah untuk membayar budi kebaikannya aku rela berbakti kepadanya selama tiga tahun, tapi setelah berjumpa denganmu, akupun mengambil keputusan untuk tinggal lebih lanjut disana!"

   Berbicara sampai disitu, ditatapnya wajah Kho Beng lekat-lekat, kemudian sambungnya lebih jauh .

   "Kini aku telah melihat kau tumbuh dewasa, paling tidak setengah dari harapanku pun sudah tercapai."

   "Tapi kau orang tua belum menyebut namamu,"

   Ucap Kho Beng dengan perasaan amat berterima kasih.

   "Soal ini tak perlu diketahui, toh dikemudian hari kau akan mengetahuinya sendiri, sudahlah sekarang boleh pergi dari sini, baik-baiklah menjaga dirimu."

   Selesai berkata, Thio bungkuk segera mengulapkan tangannya berulang kali memerintahkan Kho Beng untuk meneruskan perjalanan turun gunung. Tadi Kho Beng masih ingin menanyakan sesuatu, dengan pancaran sinar memohon ia berkata lagi .

   "Thio suhu, aku yang masih muda ada beberapa hal yang tidak kupahami, harap kau orang tua sudi memberikan penjelasannya."

   "Persoalan apakah itu? Coba kau katakan!"

   "Mengapa ketua Sam goan bun melarang aku untuk menggunakan ilmu pedang Sam goan kiamhoatnya."

   Sambil tertawa dingin Thio bungkuk menukas .

   "He..heheeehhilmu pedang Sam goan kiam hoat telah menjadi serangkaian ilmu pedang yang tak utuh. Kepandaian tersebut bukan terhitung suatu kepandaian yang maha dahsyat, tak boleh digunakan ya sudah."

   Kho Beng jadi tertegun, tapi ujarnya lagi .

   "Setelah itu ciangbunjin melarangku untuk mengatakan kepada orang lain bahwa selama ini aku ditampung diperguruan sam goan bun, mengapa dia takut orang lain mengetahui akan persoalan ini?"

   "Hmmm! Selama delapan belas tahun terakhir ini, dia selalu menyembunyikan diri secara ketat dalam masalah yang menyangkut soal dirimu, persoalan ini lebih tak berharga lagi untuk dibicarakan!"

   "Kau orang tua maksudkan, ciangbunjin takut....takut kepadaku...?"

   Tanya Kho Beng keheranan.

   "Bukan takut padamu, tapi takut orang tahu, dia kuatir Sam goan bun dimusnahkan orang gara-gara kau!"

   Kho Beng merasakan hatinya bergetar keras, kejut dan keheranan, dia bertanya .

   "Siapakah orang itu? Mengapa gara-gara urusanku, Sam goan bun terancam dibasmi orang?"

   Dengan cepat Thio bungkuk mengulapkan tangannya, seraya menukas .

   "Soal ini akan kau ketahui sendiri dikemudian hari, sekarang masih belum waktunya untuk kau ketahui, tapi mengingat dia telah memeliharamu selama delapan belas tahun, dikemudian kuharap kau jangan mengingat dendam sakit hati yang kau alami hari ini...."

   "Boanpwee tidak berani!"

   Cepat-cepat Kho Beng berseru. Thio bungkuk manggut-manggut .

   "Bagus sekali begitu, aaaaai.! Terus terang saja kukatakan, berbicara dari asal usulnya perguruan Sam goan bun yang kecil, memang tak akan mampu menampungmu, seharusnya kau mempunyai suatu lingkungan hidup lain yang berbeda sekali dengan lingkungan hidupmu sekrang ini."

   Sekali lagi Kho Beng dibuat tertegun, baru saja dia akan menanyakan soal asal usulnya, Thio bungkuk telah mengulapkan tangannya sambil menukas .

   "Aku hanya bisa berkata sampai disini, nah cepatlah turun gunung aku tak bisa mengantarmu lebih jauh."

   Selesai berkata, ia segera membalikkan badan dan melayang pergi kearah perkampungan.

   Dibawah sorot cahaya matahari, bayangan tubuhnya yang kurus kecil dan bungkuk itu makin lama semakin mengecil sebelum akhirnya lenyap dikejauhan sana.

   Biar begitu, dalam hati kecil Kho Beng telah tertera bayangan tubuh Thio bungkuk yang anggun dan besar, dia tidak merasakan keburukan wajah orang itu, sebaliknya justru merasa begitu hangat dan akrab.

   Tapi beberapa patah kata yang didengarnya tadi kembali mendatangkan pelbagai persoalan didalam hati kecilnya, asal usul apakah yang menyelimuti identitas dirinya? Sun Thian hong bilang Sam goan bun tak mampu menampungnya lagi, Thio bungkuk pun barusan berkata .

   Sam goan bun yang kecil tak akan mampu menampungnya.

   Perkataan mereka berdua diutarakan pada saat yang berbeda, meski nada pembicaraannya berbeda, namun maknanya tak ada perbedaan sama sekali.

   Mungkinkah dia mempunyai asal usul dan riwayat hidup yang luar biasa sehingga perguruan Sam goan bun tak mampu menampungnya.

   Dengan rasa curiga memenuhi seluruh benaknya, Kho Beng berdiri termangu disitu sambil mengawasi bayangan tubuh Thio bungkuk yang telah lama menghilang.

   Akhirnya dengan wajah masgul dia membetulkan letak bungkusan pemberiab Thio bungkuk tadi dan meneruskan perjalanannya menuruni bukit.

   Sepanjang perjalanan dia mencoba untuk menyelami kembali makna pembicaraan dari Thio bungkuk serta Sun Thian hong.

   Ia merasa ucapan kedua orang itu seakan-akan saling berkaitan satu dengan lainnya dan kuncinya terletak pada asal usul serta riwayat hidupnya itu.

   Tapi.kemanakah dia harus menyelidiki asal usul serta riwayat hidupnya dulu? Diam-diam Kho Beng merasa kesal sekali.

   Tanpa terasa ia telah menuruni bukit Cui wi san, sementara perjalanan masih dilanutkan mendadak dari arah belakang terdengar seseorang memanggilnya .

   "Saudara Kho..saudara Kho!"

   Dengan perasaan tertegun Kho Beng segera berhenti seraya berpaling, tampak seorang pemuda berbaju putih yang menggembol pedang dipungungnya sedang berlarian mendekat.

   Ternyata pemuda itu tak lain adalah murid sam goan bun yang semalam diuji ilmu pedangnya serta diluluskan untuk turun gunung itu, bernama Cho Liu San.

   Dengan perasaan tertegun, Kho Beng segera menegur .

   "Cho toako, ada urusan apa?"

   Dengan wajah berseri dan senyuman dikulum, Cho Liu san berkata .

   "Oooh, tidak apa-apa, sejak belajar ilmu silat delapan tahun berselang, baru hari ini aku turun gunung, karena kuatir tiada teman seperjalanan maka aku buru-buru datang menyusulmu, dengan menempuh perjalanan bersama, kita tentu tak usah takut kesepian lagi!"

   

   Jilid 02 Melihat rekannya mempunyai usia yang sebaya namun mempunyai keadaan yang berbeda, rasa sedih Kho Beng makin menjadi, tapi ia paksakan diri untuk unjukkan sekulum senyuman, katanya kemudian seraya memberi hormat .

   "Hari ini adalah hari bahagia Cho toako karena telah lulus ujian dan turun gunung, aku harus menyampaikan ucapan selamat kepadamu."

   Cho Liu san tertawa riang, ditepuknya bahu Kho Beng sambil berkata .

   "Kho Beng, sungguh beruntung kau dapat lolos dari musibah hari ini, untuk itu aku patut menyampaikan selamat juga kepadamu, selanjutnya kau bermaksud hendak kemana?"

   Kho Beng menghela napas sedih, dipandangnya jalan raya yang membentang jah kedepan sana, kemudian berkata .

   "Dunia amat luas, empat samudera adalah rumah, aku sendiri juga tak tahu kemana harus pergi."

   Mendengar ucapan tersebut, Cho Liu san segera turut menghela napas, dengan rasa simpati hiburnya .

   "Saudara Kho, yang sudah lewat biarkan saja lewat tak usah kau pikirkan terus didalam hati, perahu yang tiba diujung jembatan akan melurus dengan sendirinya. Kau toh bisa mencari tempat kediaman yang lebih nyaman ditempat ini!"

   Dengan mulut membungkam, Kho Beng manggut-manggut, tapi hiburan yang kosong tak akan melenyapkan kemasgulan dalam hati kecilnya, ia berjalan dengan harapan hampa, sementara pelbagai masalah menyelimuti benaknya.

   Mendadak terdengar Cho Liu san berseru tertahan, lalu ujarnya .

   "Yaa! Aku teringat sekarang, saudara Kho ada dua persoalan, tak ada salahnya kusampaikan kepadamu, siapa tahu dari kedua hal tersebut kau dapat melampiaskan rasa kesalmu sekarang dan berhasil menduduki kursi ciangbunjin dikemudian hari!"

   "Soal apa itu?"

   Tanya Kho Beng tertegun.

   "Soal pertama menyangkut "Kedele Maut"

   Yang telah menghebohkan dunia persilatan belakangan ini, aku yakin kau pernah mendengarnya bukan....."

   Kho Beng mengangguk. Cho Liu san segera berkata lebih jauh .

   "Menurut keterangan yang kudapat dari ciangbun suhu, konon tujuh partai besar telah mengumumkan baru-baru ini, barang siapa dapat membekuk si kedele maut yang gemar membantai orang secara semena-mena itu, maka dia akan diangkat sebagai Bu lim Beng cu, sebaliknya bagi mereka yang berhasil menyelidiki siapakah kedele maut itu dan melaporkan dimanakah dia berada, maka orang itu berhak mengajukan permintaan apa saja kepada tujuh pertai besar. Saudara Kho, bagaimanapun juga kau toh tiada tujuan tertentu, apa salahnya kalau ikut aku ke Kim leng dan bergabung dengan para susiok dan suheng sekalian untuk bersama-sama menyelidiki jejak si kedele maut itu?"

   Kho Beng segera menganggap perkataan dari Cho Liu san itu kelewat polos, kelewat lucu dan tak masuk akal.

   Ketua Sang goan bun telah melarangnya menggunakan ilmu pedang Sam goan kiam hoat dan melarang mengatakan kepada orang lain kalau selama ini ditampung dalam perguruan itu, bagaimana mungkin ia bisa berkumpul bersama-sama para jago Sam goan bun? Biarpun para jago dari sam goan bun menaruh kesan baik kepadanya, tapi setelah mereka tahu kalau ia telah diusir pergi dari perguruan, apakah mereka berani menampungnya lagi....? Sementara itu Cho Liu san telah berkata lebih jauh .

   "Persoalan kedua mungkin telah kau ketahui, yakni masalah yang menyangkut lenyapnya ketiga jurus ilmu pedang perguruan kita, tadi ciangbunjin telah mengumumkan barang siapa dapat menemukan kembali jurus pedang yang hilang itu, maka dialah ahli waris perguruan Sam goan bun, calon ciangbunjin kita semua. Saudara Kho tak ada salahnya kau mencoba beradu untung, asal kau berhasil melaksanakan salah satu diantara kedua hal ini, niscaya keinginanmu untuk belajar silat akan terpenuhi dengan cepat."

   Semangat Kho Beng yang sudah lama terpendam dalam hati kecilnya segera terpancing kembali oleh perkataan tersebut, ia merasa dirinya tak harus menjadi murid sam goan bun, tidak mesti jadi ketua Sam goan bun, tapi bila mampu menyelesaikan salah satu diantara kedua tersebut, paling tidak rasa kesalnya selama ini dapat terlampiaskan....

   Maka ujarnya kemudian, sambil manggut-manggut .

   "Betul juga perkataan Cho toako, bagaimanapun juga aku toh tidak mempunyai tujuan tertentu, tapi kau jangan lupa dengan dua larangan yang disampaikan ciangbunjin kepadaku...."

   Sementara Cho Liu san termangu-mangu, Kho Beng telah berkata lebih jauh dengan suara rendah .

   "...oleh sebab itu aku hanya bisa membantu toako sekalian melakukan penyelidikan secara diam-diam, tapi tak bisa berkumpul bersama toako sekalian!"

   "Betul!"

   Seru Cho Liu san sambil bertepuk tangan, setibanya dikota Kim leng nanti, kita menempuh perjalanan sendiri-sendiri tapi secara diam-diam masih melakukan kontak satu dengan lainnya, ya memang cara ini lebih tepat!"

   Maka berangkatlah kedua orang itu melanjutkan perjalanan, ketika malam tiba mereka beristirahat disebuah penginapan dikota Ci hui sia.

   Malam sudah amat larut.

   Setitik cahaya lentera menerangi sebuah kamar dirumah penginapan dalam kota Ci hui sia.

   Cho Liu san yang berada dipembaringan sebelah kiri sudah lama mendengkur, sebaliknya Kho Beng yang berada dipembaringan sebelah kanan masih melotot besar, pikiran yang kalut embuatnya tak mampu tidur dengan tenang.

   Pelan-pelan ia bangkit dari tempat tidurnya sambil memandang keluar jendela dengan pikiran kosong, suasana diluar kamar telah hening dan tak kedengaran sedikitpun suara.

   Mendadak sorot matanya terbentur dengan bungkusan pemberian Thio bungkuk yang diletakkan dimeja.

   Sepanjang perjalanan tadi Kho Beng tak sempat memeriksa isi buntalan tersebut, maka dihampirinya bungkusan itu serta dibuka, ternyata pakaian yang disiapkan Thio bungkuk baginya masih baru semua, selain itu tedapat pula lima puluh tahil perak.

   Ia terkejut bercampur rasa terima kasih yang tak terhingga, ketika ia memeriksa pakaian tersebut, tiba-tiba ditemukan juga se

   Jilid kitab tipis.

   Dengan cepat kitab itu diambil serta diperiksa dengan seksama, pada sampul depannya terbacalah beberapa huruf yang berbunyi .

   Intisari ilmu pukulan telapak dan pedang dari pelbagai aliran.

   Dibawahnya tertulis pula .

   Dibuat dan dikumpulkan oleh Thi hong sia tou.

   Dalam tertegunnya Kho Beng merasa sangat gembira, cepatcepat ia membuka halaman berikutnya, ternyata ditengah halaman terselip selembar surat yang isinya antara lain berbunyi demikian .

   "Kho Beng . Berat rasanya untuk berpisah denganmu, setelah delapan belas tahun kita hidup bersama. Terimalah sedikit pemberian dari aku sibungkuk sebagai rasa kasihku kepadamu."

   "Aaaaisuhu bungkuk benar-benar amat baik"

   Pikir Kho Beng dengan penuh rasa terima kasih. Kemudian dibacanya isi surat itu lebih jauh .

   ".untuk berkelana didalam dunia persilatan paling tidak kau harus memiliki sedikit ilmu untuk membela diri, aku tahu ilmu pedang Sam goan kiam hoat tak mungkin bisa kau pergunakan lagi, karena itu tak ada salahnya kau latihlah beberapa jurus silat yang tercantum dalam kitab tersebut, sehingga dalam pengembaraanmu nanti tak usah dianiaya orang lain. Dalam kitab itu terdapat enam jurus ilmu pedang, enam jurus ilmu pukulan tangan kosong serta ilmu meringankan tubuh dari pelbagai aliran. Aku sengaja pilihkan beberapa diantaranya yang hebat untuk kau pelajari, karena hal ini paling sesuai dengan keadaan mu sekarang, disamping itu bila digunakanpun tak sampai membocorkan identitasmu yang sebenarnya.

   "

   Membaca sampai disini, kembali Kho Beng jadi kebingungan, rahasia apakah yang terkandung dibalik asal usulnya? Mengapa identitasnya harus dirahasiakan seketat itu.

   "

   Cepat-cepat ia membaca lebih jauh .

   ".aku duga kau pasti ingin mengetahui asal usulmu bukan? Tentang masalah ini, kau tak usah gelisah, karena gelisahpun tak ada gunanya. Aku sibungkuk akan menungumu selama tiga tahun diperkampungan Cui wi san ceng, dalam tiga tahun ini tak ada salahnya kau mencari guru kenamaan serta belajar silat dengan tekun, bila telah berhasil datanglah menjumpaiku di Sam goan bun, sampai waktunya aku akan menceritakan segala sesuatunya kepadamu. Tapi jika kau gagal dalam tiga tahun ini, lebih baik padamkan saja keinginan menjadi seorang ahli silat, lupakan segala kenangan lama dan hiduplah sebagai manusia biasa. Tapi kau harus ingat, tidak ada orang didunia ini yang pantas menjadi gurumu, kalau dihitung hanya tiga orang saja yang pantas yakni sikakek sakti, sisesepuh sakti dan sidewa sakti. Dewi payung perak tak mungkin menerima murid lelaki, sedangkan kakek tongkat sakti dan Bu wi lojin adalah tokoh luar biasa yang tak menentu jejaknya, mereka hanya bisa dijumpai tanpa sengaja dan tak mungkin dicari, karenanya semuanya ini tergantung pada nasibmu sendiri. Tapi akupun mendoakan kepadamu, semoga kau bisa menemukan penemuan lainnya yang lebih hebat. Nah, hanya sampai disini saja pesanku ini, jangan lupa dengan janji tiga tahun mendatang.

   "

   "Tiga tahuntiga tahun, aaai, betapa lamanya tiga tahun ini.mengapa harus menunggu selama ini? " . . Angin berhembus kencang, kuda meringkik nyaring. Jalan raya yang membentang sepanjang jalan menuju Kim leng penuh dengan para busu yang bermata tajam dan bersenjatakan lengkap. Senjata itu, dari sebuah kota Kwan tong yang berada delapan puluh li dari kota Kim leng muncul dua orang pemuda berwajah tampan. Pemuda yang berada disebelah kiri memakai baju biru dan menyoren pedang, sebaliknya pemuda yang berada disebelah kanan membawa sebuah bungkusan kecil dan memakai baju putih, meski tidak membawa senjata namun wajahnya jauh lebih tampan daripada pemuda berbaju biru yang berada disisinya. Pada saat itulah pemuda berbaju biru itu menunding kearah sebuah rumah makan diseberang jalan sana sambil berkata kepada pemuda disebelahnya .

   "Saudara Kho, bagaimana dengan rumah makan ini?"

   "Terserah kepada Cho toako,"

   Sahut pemuda berbaju putih itu cepat.

   Pemuda berbaju biru itu segera tersenyum dan manggutmanggut.

   "Baiklah, bagaimanapun juga kita sudah menempuh perjalanan bersama selama beberapa hari, setibanya dikota Kim leng kita harus minum dulu bersama sampai mabuk sebagai tanda perpisahan sementara, mulai besok pagi, aku akan berangkat dulu disusul kau beberapa saat kemudian, sampai waktunya kita akan berhubungan kembali."

   Pemuda berbaju putih itu segera manggut-manggut tanda setuju. Sementara pembicaraan berlangsung, kedua orang itu telah tiba dimuka rumah makan tadi, pada papan nama besar yang terpancang didepan pintu, terbacalah tiga huruf besar yang berbunyi .

   "Cui sian kit"

   Seorang pelayan segera munculkan diri menyambut kedatangan mereka, kemudian sambil berpaling, teriaknya keras keras .

   Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Tamu...datang!"

   Beberapa orang pelayan segera munculkan diri untuk menyambut kedatangan kedua orang pemuda tersebut serta mempersilahkan naik keatas loteng.

   Tak salah lagi, mereka berdua tak lain adalah Kho Beng dan Cho Liu san.

   Tiba diatas loteng, Kho Beng emandang sekejap sekeliling ruangan, ternyata delapan puluh persen meja kursi disitu telah diisi tamu, bahkan sebagian besar menggembol senjata.

   Ini menandakan bahwa kebanyakan mereka adalah anggota persilatan.

   Pelayan mengajak mereka menuju kesebuah meja dibagian tengah, lalu kedua orang itu memesan hidangan pelayan itupun mengundurkan diri untuk mempersiapkan.

   Sepeninggal sang pelayan, Kho Beng baru berbisik dengan lirih .

   "Cho toako, mengapa begitu banyak jago silat yang berkumpul disini?"

   "Kemungkinan besar telah terjadi sesuatu peristiwa ditempat ini"

   Jawab Cho Liu san lirih. Sementara pembicaraan berlangsung, hidangan telah datang, maka sambil memenuhi cawan dengan arak, Cho Liu san segera berkata kepada rekannya .

   "Mulai besok kita akan berpisah dan lagi sepanjang jalan kaulah yang menyukongi aku terus, maka sepantasnya bila aku yang gantian menjamumu pada malam ini, nah saudara Kho, terimalah penghormatan secawan arakku ini."

   Kho Beng segera menanggapi dengan meneguk habis cawan araknya, maka mereka berdua pun segera bersantap dan minum arak dengan riang gembira.

   Pada saat itulah dari bawah loteng terdengar kembali suara teriakan yang mewartakan ada tamu datang, disusul kemudian muncul seorang tamu dari bawah loteng.

   Tamu itu berwajah bulat dan berusia empat lima puluh tahunan, dia membawa sebuah bungkusan karung dipunggungnya dan mengenakan jubah berwarna abu-abu, kecuali sepasang matanya yang bersinar tajam, dandanannya tak berbeda dengan saudagar biasa.

   Dengan pandangan yang tajam dia memandang sekejap sekeliling ruangan lalu gumamnya .

   "Waahsudah penuh!"

   "Maaf tuan"

   Cepat-cepat sang pelayan berseru sambil tertawa paksa.

   "Sejak tadi kan sudah hamba katakan bahwa loteng sudah penuh, lebih baik tuan duduk dibawah saja."

   Saudagar it tak menggubris ocehan pelayan tersebut, pelan-pelan dia mengalihkan pandangan matanya kesekeliling ruangan, ketika memandang sampai dimeja Kho Beng, tiba-tiba ia tertegun, lalu serunya sambil tertawa .

   "Hahaha. tak ada tempatpun tak apalah, biar aku bergabung dengan orang lain saja"

   Dengan langkah cepat ia segera menghampiri meja dimana Kho Beng berada. Dengan perasaan apa bpleh buat, terpaksa pelayan itu mendahuluinya dan berkata sambil tertawa paksa .

   "Harap tuan berdua sudi memaafkan, maklumlah rumah makan kami kelewat kecil sedang dagangan kami hari ini kelewat baik, sudikah toaya memberi tempat untuk toaya ini."

   Belum lagi perkataan tersebut selesai diucapkan, saudagar itu sudah menarik bangku dan duduk lebih dulu, sementara pandangan matanya yang tajam mengawasi terus wajah Kho Beng dengan pandangan tajam, sebentar ia nampak berkerut kening sebentar kemudian manggut-manggut, seakan-akan diatas wajah Kho Beng telah tumbuh sesuatu yang aneh.

   Sementara Cho Liu san telah berkerut kening, wajahnya diliputi hawa amarah dan ia sudah siap menegur orang tersebut yang dianggapnya tak tahu sopan santun.

   Tapi sebelum ia sempat berbicara, Kho Beng telah berkata lebih dulu.

   "Silahkan, silahkan, kami tidak keberatan, apa salahnya kalau duduk semeja?"

   Ia berpendapat bahwa keadaan semacam ini tak akan terhindar dalam perjalanan diluar, sehingga persoalan kecil tak perlu menimbulkan perasaan tak senang dihati, itulah sebabnya ia menjawab dengan cepat.

   Namun ketika merasa wajahnya diawasi terus oleh saudagar itu dengan pandangan tajam, ia menjadi tertegun, pikirnya .

   "Aneh betul orang ini, kenapa sih dia mengawasi aku terus? Jangan jangan ada sesuatu yang aneh denganku?"

   Ia mencoba untuk memeriksa tubuhnya, namun tak ada yang aneh, pemuda itu menjadi semakin keheranan. Baru saja dia akan bertanya, kedengaran Cho Liu san telah menegur dengan suara dingin.

   "Sobat, caramu memandang orang dengan sikap begini sungguh tak tahu sopan.!"

   Bagaikan baru mendusin dari lamunan, laki-laki bermuka bulat itu mengiakan berulang kali, kemudian serunya sambil tertawa .

   "Hahaha maaf, maaf aku jadi kesengsem dengan wajah tuan ini karena merasa seperti mengenalnya disuatu tempat"

   Ia segera menurunkan karungnya kelantai, kemudian sambil menjura kepada Cho liu san kembali katanya .

   "Beruntung sekali aku bisa duduk semeja dengan anda, bolehkah aku tahu siapa nama lote?"

   "aku dari marga Cho,"

   Jawab Cho Liu san ketus.

   "Ooohhahaharupanya Cho lote, aku yang rendah bernama Sie Put ku!"

   Lalu sambil menjura kearah Kho Beng, ia bertanya lagi .

   "Dan bolehkah aku tahu nama lote?"

   "Aku bernama Kho Beng"

   Sahut pemuda itu sambil tersenyum.

   "Aku rasa kita belum pernah bersua!"

   Berkilat sepasang mata Sie Put ku ketika mendengar nama Kho Beng tadi, ia segera berseru sambil tertawa .

   "Aku hanya merasa bahwa wajah Kho lote persis sekali dengan wajah seorang sahabatku almarhum, itulah sebabnya aku sampai memandangmu dengan kesengsem, untuk itu harap kau sudi memaafkan, mari,mari biar kuhormati kalian berdua dengan secawan arak!" Tuan, kau belum memesan hidangan,"

   Pelayan yang sudah menanti tak sabar segera memanfaatkan kesempatan itu untuk mengingatkan.

   Cho Liu san yang pada dasarnya sudah mendongkol, kontan saja menyindir sambil tertawa dingin .

   Hmmm, kalau toh pingin numpang makan dan minum secara gratis, kenapa mesti berlagak sok ramah?"

   Sie Put ku segera berseru tertahan, buru-buru serunya kepada sang pelayan .

   "Hidangkan semua yang baik, hari ini aku she Sie yang akan menjamu mereka berdua."

   Kemudian katanya lagi kepada Cho Liu san sambil tertawa lebar .

   "Maaf, maafaku memang rada pusing kepala hari ini!"

   Setelah itu dia baru bertanya lagi kepada Kho Beng .

   "Saudara Kho, kau berasal dari mana?"

   "Dari wan tiong."

   "Dari wan tiong?"

   Sie Put ku nampak rada kecewa, tapi kembali desaknya, bukan berasal dari Hang shin?"

   Diam-diam Kho Beng merasa keheranan, dia menganggap Sie Put ku kurang waras otaknya, sebab tingkah lakunya persis seperti orang gila. Tanpa terasa serunya kemudian sambil tertawa tergelak.

   "Kitakan baru berjumpa untuk pertama kalinya, buat apa aku mesti membohongimu?"

   Seperti teringat akan sesuatu, kembali Sie Put ku menganggukkan kepalanya berulang kali, tanyanya lebih jauh.

   "Apakah orang tua lote masih sehat walafiat?"

   Pertanyaan tersebut segera menyentuh perasaan sedih Kho Beng, dia menghela napas panjang.

   "Aaaaisejak kecil aku hidup sebatang kara, hingga kini aku belum tahu siapakah orangtua ku"

   Sepasang mata Sie Put ku sekali lagi bersinar terang.

   "Ooooh.lantas lote berada dimana selama ini?"

   "Empat samudra adalah rumahku, aku mengembara kemanapun kakiku membawa...."

   "Kalau dilihat dari gerak gerikmu, nampaknya lote pernah belajar silat, entah kau menjadi anggota perguruan mana?"

   Sekali lagi Kho Beng menggelengkan kepalanya dengan sedih.

   "Aku Cuma mengerti ilmu silat secara kasar, belum pernah menjadi anggota perguruan manapun."

   Hidangan telah disiapkan dari tadi, namun Sie Put ku seperti telah melupakannya, ia sama sekali tak menyentuhnya, hampir seluruh perhatiannya telah dicurahkan kepada Kho Beng seorang.

   Keadaan tersebut tentu saja menjengkelkan Cho Liu san yang berada disampingnya, selain menimbulkan pula perasaan curiga dalam hati kecilnya.

   Mendadak ia menegur sambil mendengus dingin .

   "Hey sobat Sie, aku lihat kau seperti menaruh minat yang besar sekali terhadap saudara Kho ini, sudah selesai belum dengan pertanyaanmu itu? Sekarang giliran aku yang bertanya kepadamu!"

   Sie Put ku nampak tertegun, tapi segera sahutnya sambil tertawa bergelak .

   "Ha...ha....ha....baru bertemu sudah merasa seperti kenal, mungkin inilah yang dinamakan berjodoh...ha....ha....ha....mari,mari kita bersantap dan minum arak lebih dulu sebelum berbincangbincang kembali!"

   Dengan cepat Cho Liu san menyilangkan tangannya menghalangi orang itu bersantap, ucapnya ketus .

   "Tak usah terburu-buru, darimana sobat?"

   "Ha...ha....ha...dari Kim leng."

   "Selama ini apa pekerjaanmu?"

   "Pedagang keliling!"

   Cho Liu san tertegun, dia tak tahu apakah pekerjaan seorang pedagang keliling, maklumlah sebagai anak muda yang baru turun gunung, pengetahuannya memang amat cetek. Tapi ia segera bertanya lagi dengan suara dingin.

   "Apa isi kantung yang kau bawa itu?"

   "Kedele!"

   Jawab Sie Put ku sambil tertawa misterius.

   Untuk kesekian kalinya Cho liu san dibuat tertegun.

   Tapi jawaban tersebut segera memancing pula perhatian dari kawanan jago silat yang berada disekeliling tempat itu, serentak semua mengalihkan pandangan matanya kearah orang tersebut.

   Kho Beng masih belum merasakan hal itu, ia segera berkata sambil tertawa sesudah mendengar perkataan itu.

   "Oooh, rupanya saudara Sie adalah seorang pedagang kedele!"

   "Hmmm!"

   Cho Liu san segera mendengus.

   "kalau seorang pedagang kedele hanya membawa sekarung kedele saja untuk dijual, sejak dulu ia sudah mati kelaparan!"

   Kho Beng segera merasa perkataan itu ada benarnya juga, maka ia bertanya lagi kepada Sie Put ku .

   "Jangan-jangan saudara Sie membuka usaha penggilingan tahu?"

   "Ooooh tidak!"

   Sie Put ku segera menggeleng.

   "Untuk dimakan sendiri?"

   "Juga bukan!"

   "Lalu buat apa kau membawa sekarung kedele? Ayo cepat jawab!"

   Bentakan tersebut berasal dari meja seberang, suaranya yang keras dan penuh tenaga membuat semua pendengar merasakan telinganya mendengung amat nyaring.

   Dengan perasaan terkejut, Kho Beng berpaling, rupanya si pembicara adalah seorang busu berbaju kuning.

   Waktu itu sibusu berbaju kuning itu sudah berdiri sambil bertolak pinggang, alis matanya yang hitam tebal berkenyit, wajahnya penuh dihiasi napsu membunuh yang tebal.

   Dia sedang mengawasi Sie Put ku dengan mata melotot.

   Sie Put ku berpaling dan mengawasi busu itu sekejap, lalu katanya sambil tertawa.

   "Eeei, lucu amat saudara in, apa sebabnya kau marah-marah seperti itu? Dan atas dasar apa aku mesti memberitahukan soal ini kepadamu?"

   Dengan mata mendelik besar, busu berbaju kuning itu tertawa dingin tiada hentinya.

   "Hey orang she Sie! Perhatikan baik-baik jika matamu buta, seharusnya kau dapat menduga kedudukanku dari pakaian yang toaya kenakan. Belakangan ini secara beruntun telah terjadi pembunuhan berantai disekitar Kim leng, semalam tiga nyawa melayang pula di Kwan tong tin oleh enam butir kedele, kini semua jago persilatan sedang menelusuri jejak ari si kedele maut tersebut. Karenanya kau harus menjelaskan identitasmu dengan seterangterangnya, kalau tidak.hmmmhmmmjangan salahkan kalau toaya tak akan berlaku sungkan-sungkan lagi kepadamu!"

   Sie Put ku segera tergelak.

   "Apa sih yang sedang kau bicarakan? aku Sie Put ku sama sekali tidak mengerti, tapi ada satu hal yang kuketahui dengan jelas, dilihat dari pakaian berwarna kuning yang kau kenakan serta tiga kuntum bunga bwee yang tersulam didadamu, bisa jadi kau adalah orang ketiga dari Jit bwee jit kiam atau ketujuh bwee tujuh pedang dari Hoa San pay yang disebut orang Ki Hong bukan begitu?"

   Mendengar pembicaraan yang sedang berlangsung, diam-diam Kho Beng merasa terkejut.

   Didengar dari pembicaraan busu berbaju kuning dari Hoa San pay itu, ia baru tahu kalau disekitar tempat tersebut benar-benar sudah terjadi peristiwa berdarah, mungkinkah si kedele maut telah beraksi kembali disitu? Tapi setelah mendengar dari Sie Put ku, hatinya semakin terkejut.

   Tadinya ia mengira orang itu seorang saudagar keliling, tapi kenyataannya orang itu dapat menyebutkan identitas busu berbaju kuning dalam sekilas pandang, ini berarti orang tersebut merupakan seorang jago silat berilmu tinggi yang sengaja merahasiakan identitasnya.

   Tanpa terasa ia berdiri tertegun untuk beberapa saat lamanya.

   Sementara itu Khi Hong, sijago pedang berbaju kuning dari Hoa San pay itu sudah berkata lagi sambil tertawa dingin .

   "Hey orang she Sie, ternyata kau benar-benar anggota persilatan, nyatanya kau mampu menyebutkan namaku secara jelas, hmmm...rasanya kau tentu punya nama juga didunia persilatan. Nah sekarang tolong jelaskan kepadaku, apa gunanya kedele sekarang yang kau bawa ini?"

   "Tak ada salahnya untuk memberitahukan kepadamu! Kedele ini kugunakan untuk makan ternak."

   "Untuk makan ternak!"

   Bukan Cuma Kho Beng yang tertegun, bahkan segenap umat persilatan yang berada didalam rumah makan serta Khi Hong turut tertegun dibuatnya.

   Mendadak Khi hong meninggalkan tempat duduknya, kemudian sambil berjalan mendekat, katanya lagi sambil tertawa dingin .

   "Waaah.ternakmu itu tentu mahal sekali harganya, terbukti untuk ternakmu itu anda bersedia menggotong sekarung kedele menempuh perjalanan sejauh delapan puluh li lebihaku Khi Hong jadi kepingin tahu kedele macam apa yang berada dalam karung itu."

   Tiba-tiba paras muka Sie Put ku berubah hebat, cepat ia menghalangi perbuatan lawan sambil membentak .

   "Jangan kau sentuh!"

   "Mengapa tak boleh disentuh?"

   Kali ini orang yang menegur adalah seorang kakek berbaju ungu yang duduk dibelakang meja Sie Put ku, sambil menegur matanya yang tajam mengawasi wajah orang she Sie itu tajam-tajam.

   Sie Put ku segera menggenggam karungnya erat-erat, lalu menjengek sambil tertawa dingin .

   
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Atas dasar apa kalian hendak memeriksa isi karungku ini?"

   Kakek berbaju ungu itu mendengus dingin, tiba-tiba dia melakukan sebuah sodokan kilat dengan menggunakan kedua buah jari tangannya yang digunakan seperti tombak. Serangan itu bukan ditujukan ketubuh Sie Put ku, melainkan mengarah karung tersebut.

   "Duuukkk!"

   Karung itu seketika berlubang dan kedele yang berada didalam karungpun berceceran diatas tanah.

   Semua pandangan mata kawanan jago yang berada dalam ruang makan pun bersama-sama ditujukan kearah kedele yang berceceran itu, namun dengan cepat mereka dibuat tertegun.

   Isi karung tersebut memang berupa kedele yang cukup besar, hanya warna kedele itu bukan kuning melainkan hitam berkilat.

   Mana ada kedele berwarna hitam berkilat didunia ini? Baru saja jago pedang dari Hoa San pay, Khi Hong membungkukkan badan untuk mengambil kedele itu, tiba-tiba terdengar seseorang membentak keras .

   "Jangan disentuh, ada racun!"

   Dengan perasaan terkesiap.

   Khi hong segera menarik kembali tangannya cepat-cepat.

   Sementara semua orang masih diliputi perasan tertegun, tahutahu Sie Put ku telah menyambar karung kedelenya, sambil melejit ketengah udara.

   Kho Beng hanya merasakan pandangan matanya menjadi kabur, tahu-tahu bayangan manusia itu sudah lenyap dari hadapannya, cepat dia berpaling, tampak Sie Put ku sudah melompat keluar jendela dan lenyap dari pandangan mata.

   Disusul kemudian dari kejauhan dana berkumandang datang suara nyanyian yang amat nyaring .

   "Seluruh dunia takut dengan kedele Hanya aku tersenyum seorang diri Siapa bilang kedele adalah penyamun? Kubilang kedele adalah jago yang gagah!"

   "Aaah! Bajingan itu adalah kedele maut!"

   Tiba-tiba suara nyanyian itu diputuskan dengan suara bentakan keras yang berasal dari seorang laki-laki berbaju merah. Tampak orang itu segera meloloskan senjata tajamnya sambil membentak lagi.

   "Hayo kejar!"

   Secepat sambaran kilat dia meluncur keluar jendela dan melakukan pengejaran dengan cepat.

   Segenap jago persilatan yang berada dalam ruang loteng itu segera tersadar kembali dari lamunan masing-masing, sambil meloloskan senjata tajam, mereka segera melakukan pengejaran ketat.

   Tampak puluhan sosok bayangan manusia berkelebat keluar jendela, dalam waktu singkat hampir semuanya telah berlalu dari situ.

   Kho Beng yang menyaksikan peristiwa ini Cuma bisa membelalakkan matanya dan berdiri melongo, ia melihat Cho Liu san telah meloloskan pedangnya sambil berkata.

   "Saudara Kho! Tunggulah aku disini, aku akan pergi melihat keramaian sebentar!"

   Tidak menunggu jawaban dari Kho Beng lagi, dia turut melompat keluar jendela dan menyusul kawanan jago persilatan lainnya.

   Dalam waktu singkat, rumah makan yang semula amat ramai kini jadi kosong melompong, yang masih tertinggal disana tinggal enam tujuh orang saja.

   Dengan cepat Kho Beng tersadar kembali dari lamunannya, ia segera berpikir.

   "Daripada duduk menunggu, kenapa kau tidak turut pergi melihat keramaian? Orang bilang kedele maut adalah iblis jahat yang suka membantai umat persilatan, andaikata aku bisa menyumbangkan sedikit tenaga, bukankah hal ini bermanfaat bagi dunia persilatan pada umumnya?"

   Ia mengerti, Cho Liu san sengaja menyuruhnya menunggu disitu, karena kuatir dia menjumpai bahaya mengingat ilmu silatnya yang terlalu cetek, padahal selama berapa waktu terakhir ini, saban malam dia selalu berlatih, kemampuan yang dimilikinya sekarang tidak berada dibawah kemampuan Cho toakonya.

   Berpikir demikian, diapun cepat-cepat bangkit, baru saja akan melompat keluar lewat jendela, mendadak tampak tiga orang pelayan berlari mendekat, sambil menghadang mereka berseru bersama dengan muka merengek.

   "Tuan, kalau kau pun pergi tanpa membayar, bagaimana mungkin kami bisa bertanggung jawab kepada majikan kami nanti?"

   Kho Beng tertegun lalu sadar kembali, cepat-cepat serunya sambil tertawa.

   "Berapa sih rekening kami?"

   "Semuanya tiga tahil enam rence!"

   Tapi setelah merogoh kedalam sakunya, merah jengah selembar wajah Kho Beng, diam-diam ia mengeluh.

   Ternyata uang sakunya sudah hampir habis terpakai untuk biaya penginapan dan bersantapnya bersama Cho Liu san selama ini, yang tersisa sekarang Cuma beberapa keping hancuran perak.

   Paras muka ketiga orang pelayan itupun turut berubah setelah menyaksikan kejadian ini.

   Dalam cemasnya Kho Beng segera berpikir.

   "Sekarang aku sudah kehabisan sangu, yang tertinggal pun hanya sekeping kemala yang kukenang sejak kecil, biarlah kugadaikan dulu untuk sementara waktu, bila Cho Liu san telah datang nanti, biar kutebus kembali."

   Berpikir sampai disitu, dia segera mengeluarkan sisa uang yang masih ada keatas meja, lalu sambil melepaskan untaian kemala yang dikenakan itu ujarnya kepada si pelayan.

   "Maaf kalau aku kehabisan uang tapi biarlah kugadaikan dulu batu kumala ini, sebentar akan kutebus kembali."

   Selesai berkata dia segera melompat keluar jendela dan menyusul Cho Liu san dengan cepat.

   Ketiga orang pelayan itu menjadi tertegun untuk beberapa saat lamanya, kemudian seorang diantara mereka memeriksa batu kumala itu dengan seksama.

   Belum selesai dia melihat, mendadak dari samping mereka muncul sebuah tangan yang segera menyambar batu kumala itu dengan kecepatan luar biasa.

   Dengan perasaan terkejut para pelayan berpaling, ternyata disamping mereka telah muncul seorang sastrawan setengah umur berbaju hitam yang waktu itu sedang mengamati batu kumala tersebut dengan penuh perhatian.

   Batu kumala itu besarnya setengah telapak tangan, dibagian tengah terukir dua huruf yang berbunyi "Kit siong"

   Sedangkan disekelilingnya berukiran naga sakti dengan delapan cakarnya, bila digenggam batu kumala itu terasa hangat sekali. Pelayan itu menjadi tertegun setelah menyaksikan kejadian ini, segera teriaknya.

   "Tuan, mau apa kau?"

   Sastrawan setengah umur berbaju hitam itu sama sekali tidak menggubris, ia termenung beberapa saat lamanya, kemudian baru bergumam sambil mengangguk berulang kali.

   "Ehmmm.....dinding naga kumala hijau (Cing giok liong pit)....tak salah lagi.....pasti dia..."

   Mendadak dia mengambil sekeping uang perak dan diserahkan kepada pelayan itu sambil berkata.

   "Sungguh tak kusangka pemuda tadi adalah putra sahabat karibku, biar rekeningnya aku bayar sedang batu kemala ini akan kusimpan untuk sementara waktu."

   "Tapi.....tapi....kalau orang itu minta kembali kepada kami, bagaimana mungkin hamba bisa mempertanggung jawabkan diri?"

   Seru pelayan itu panik. Sastrawan berbaju hitam itu segera melotot besar, tukasnya dengan ketus.

   "Kenapa tidak? Aku tinggal dirumah penginapan Put ji kui diseberang jalan, apa bila pemuda tersebut telah kembali nanti, suruh saja datang mencariku disana."

   Sepasang matanya yang bersinar tajam bagaikan sembilu membuat ketiga orang pelayan tersebut menjadi ketakutan setengah mati dan tak berani bicara lagi, mereka hanya bisa melihat bayangan si sastrawan tersebut berjalan menuruni anak tangga.

   Dalam pada waktu itu, ketika Kho Beng melayang turun dari rumah makan, ia sudah tak melihat lagi bayangan tubuh dari kawanan jago persilatan tersebut, yang ada hanya rakyat yang sedang menonton keramaian disekelilingnya.

   Setelah menentukan arah, ia segera berlarian menuju keluar kota, dalam waktu singkat setengah li sudah dilalui, namun tak sesosok bayangan manusia pun yang nampak.

   Tanpa terasa dia menghentikan perjalanannya sambil berpikir dengan keheranan.

   "Sungguh aneh, kemana perginya orang-orang itu?"

   Sementara dia masih termenung, mendadak terendus bau darah yg amis sekali berhembus lewat terbawa angin.

   Dengan hati terkesiap Kho Beng segera memperhatikan sekeliling tempat itu, sejauh mata memandang hanya pepohonan bambu yang lebat terbentang didepan mata, bau amis tadi tak lain berasal dari balik hutan yang berjarak lima kaki dari posisinya.

   Dengan perasaan hati yang kebat kebit, dia memburu masuk kedalam hutan itu, benar juga, bau amisnya darah makin lama semakin bertambah terasa, kemudian setelah berbelok tiga tikungan, tampaklah dua sosok mayat membujur diatas tanah.

   Dengan perasaan tercekat, Kho Beng segera menghentikan langkahnya, kemudian perlahan-lahan ia berjalan mendekat.

   Ketika diperiksa, ternyata kedua sosok mayat tersebut adalah Khi hong sijago pedang dari Hoa san pay serta seorang kakek berbaju hitam.

   Namun luka yang menyebabkan kematian mereka terletak didepan dada semua, mulut luka panjangnya mencapai setengah depa dan kelihatannya terluka oleh bacokan senjata tajam, darah kental masih mengucur keluar tiada hentinya, hal ini membuktikan bahwa mereka belum lama menemui ajalnya.

   Bergidik perasaan Kho Beng sesudah melihat peristiwa ini, segera pikirnya.

   "Benar-benar keji sekali cara membunuh orang ini, jangan-jangan Sie Put ku adalah si kedele maut yang sedang dicari-cari oleh segenap umat persilatan?"

   Ia mulai mengkhawatirkan keselamatan jiwa Cho liu san, betapa tidak! Dibawah kerubutan berpuluh orang jago lihay pun Sie Put ku masih mampu membinasakan dua orang musuhnya, bagaimana mungkin Cho toako dengan kepandaian silatnya yang begitu rendah, akan mampu mempertahankan diri? Angin malam terasa berhembus kencang, -------missing page 48 57--------- ....keperkampungan Hui im ceng di Hang ciu untuk melakukan penyelidikan? Maka tanpa menginap lagi, berangkatlah Kho Beng pada malam itu juga menuju kekota Hang Ciu.

   Pemandangan alam disekitar kota Hang ciu memang termasyur diseantero jagat, sebuah telaga yang permai terbentang dikelilingi tiga bukit, sementara sisi yang lain menempel dengan kota tersebut, entah berapa banyak orang yang terpikat oleh keindahan alam disitu.

   Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, akhirnya sampailah Kho Beng diota Hang ciu.

   Saat itu dia tak berminat untuk menikmati keindahan alam disekitar sana, dia hanya ingin secepatnya tiba diperkampungan Hui im ceng serta menyelidiki persoalan sekita asal usulnya.

   Waktu menunjukkan menjelang tengah hari, Kho Beng pun menuju kesebuah rumah makan untuk mengisi perut, kemudian tanyanya pada si pelayan .

   "Hey pelayan, aku ingin menanyakan sebuah alamat kepadamu, apakah kau tahu?"

   Sambil tertawa pelayan itu menyahut.

   "Silahkan toaya bertanya, hamba memang penduduk asli kota ini, asal tempat tersebut berada disekitar Hang ciu, hamba pasti akan mengetahuinya."

   "Dimanakah letak perkampungan Hui im ceng?"

   Tanya Kho Beng sambil tersenyum. Begitu mendengar nama "Hui im ceng"

   Mendadak paras muka pelayan itu berubah hebat, cepat-cepat ia berbisik dengan wajah tercengang .

   "Toaya, mau apa kau pergi ke Hui im ceng?"

   Kho Beng yang belum pengalaman dan baru terjun kedunia persilatan jadi tertegun, setelah melihat perubahan wajah pelayan itu, segera pikirnya.

   "Waaah....nampaknya Hui im ceng punya nama cukup besar dikota ini, tapi mengapa pelayan ini berubah muka?"

   Berpikir sampai disitu, diapun segera menjawab .

   "Aku hendak mencari orang di Hui im ceng, hey pelayan apakah ada sesuatu yang tak beres?"

   Pelayan itu mula-mula tertegun, kemudian katanya sambil tertawa geli .

   "Mau mencari orang di Hui im ceng? Toaya, kau jangan menggoda hamba.

   "

   Kho Beng menjadi mendongkol sekali, segera menegur agak marah .

   "Hey pelayan, jauh-jauh datang ke Hang ciu, aku khusus hendak mencari oran di hui im ceng, siapa bilang aku sedang menggodamu. ?"

   Pelayan itu menjadi tertegun beberapa saat lamanya, setelah itu ia baru berbisik.

   "Toaya, terus terang saja kukatakan, Hui im ceng telah menjadi rumah tanpa penghuni semenjak dua puluh tahun berselang, disitu tak ada orang, tapi setan sih banyak sekali."

   Kho Beng terkesiap dan memandang pelayan itu dengan termangu, kemudian serunya gelisah.

   "Pelayan! Sebenarnya dimana sih letak Hui im ceng? Apa yang telah terjadi dengan perkampungan tersebut?"

   "Panjang sekali untuk diceritakan, Hui im ceng terletak dikaki bukit Mao san, kurang lebih lima li ditimur kota, dulu penghuninya adalah seorang yang ternama, kemudian entah bencana apa yang telah menimpa keluarganya, pada delapan belas tahun berselang semua penghuninya tewas tanpa sisa, dan perkampungan itupun berubah menjadi gedung hantu....?"

   "Apakah tak pernah ada orang yang berani masuk kesitu?"

   Sela Kho Beng.

   "Hmm.... bukan saja tak ada yang berani masuk, beberapa tahun belakangan ini malah muncul hantunya, setiap malam selalu kedengaran ada orang menangis didalam gedung itu, lagi pula sering ditemukan orang mati, entah dari mana datangnya orang-orang itu, mereka pada tewas didepan gedung itu. Konon orang-orang itu mati ketakutan ketika terdorong oleh rasa ingin tahunya melakukan penyelidikan disitu, selama beberapa tahun terakhir, suasana disekitar gedung tersebut tak pernah tenang sehingga rakyat disekelilingnya banyak yang pindah, kini seputar tiga li dari gedung tersebut menjadi sepi tanpa penghuni, suasananya menjadi lebih mengerikan lagi."

   Kho Beng mendengarkan semua pembicaraan tersebut dengan perasaan termangu, jauh-jauh dia datang kemari ternyata alamat yang dituju adalah sebuah gedung hantu, lantas apa maksud orang she Li itu menyuruhnya datang kemari? Sementara itu terdengar si pelayan telah berkata lagi.

   "Toaya, jika kedatanganmu pun disebabkan oleh rasa ingin tahu, hamba anjurkan lebih baik jangan kesana, sebab kalau sampai kehilangan nyawa dengan percuma kau rugi besar....."

   Selesai berkata ia segera mengundurkan diri dari sana.

   Kho Beng termangu beberapa saat lamanya, ia tahu sekalipun ditanya lagipun tak akan banyak keterangan yang bisa dikorek, tapi benarkah didunia ini ada hantunya? Setelah berpikir lebih jauh, dia merasa tak baik kalau mengundurkan diri dengan begitu saja setelah tiba di Hang ciu sekarang, selain itu heboh hantu pun memancing rasa ingin tahu dalam hatinya.

   Jilid 03 Maka selesai mengisi perut, cepat-cepat dia membayar rekeningnya dan meninggalkan rumah makan tersebut.

   Sesudah keluar dari pintu timur, ia berjalan menelusuri sebuah jalan besar, tanpa terasa dua tiga li telah dilalui.

   Benar juga, suasana disekitar sana makin lama semakin sepi dan menyeramkan, ini menunjukkan kalau perkataan si pelayan tadi tidak bohong.

   Sepanjang jalan dia menjumpai banyak rumah yang tanpa penghuni, malah banyak pula yang sudah roboh, mungkin rumah rumah itu adalah bekas rumah penduduk yang ditinggalkan penghuninya.

   Akhirnya dari kejauhan dana ia saksikan sebuah gedung perkampungan yang megah, bangunan itu berdiri dikaki bukit, semuanya terbuat dari batu yang kokoh dan megah, bisa diduga pemiliknya dulu tentu merupakan seorang yang ternama dan kaya raya.

   Kho Beng tahu, gedung tersebut tentulah Hui im ceng yang dimaksud, ia mencoba memperhatikan sekeliling situ, ternyata tak sesosok bayangan manusia pun yang nampak.

   Suasana dimusim gugur yang gersang menambah suasana ngeri dan menyeramkan disekeliling gedung tersebut.

   Ia mendekati pintu gedung, sarang laba-laba kelihatan menghiasi setiap sudut bangunan, pintu gerbang setengah terbuka tapi terasa mengerikan.

   Lama sekali pemuda itu berdiri ragu didepan pintu, pikirnya kemudian.

   "Aaahmasa disiang aripun ada setan yang bakal muncul?"

   Setelah menenangkan hatinya, diapun mendorong pintu gerbang ang lapuk itu.

   "Kraaak"

   Pintu segera terbuka lebar, pemandangan pertama yang kemudian terpampang didepan mata adalah tumbuhan ilalang setinggi lutut yang menyelimuti seluruh permukaan tanah, ketika angin berhembus lewat menggoyangkan ilalang, lamat-lamat terlihatlah tengkorak manusia berserakan dimana-mana.

   Diam-diam Kho Beng merasa merinding, setelah melihat kejadia itu, tanpa terasa bulu kuduknya pada bangun berdiri.

   Sekalipun disiang hari bolong dia toh dapat merasakan betapa seramnya dan ngerinya suasana dalam gedung tersebut.

   Beberapa saat kemudian, dengan memberanikan diri ia melangkah masuk kedalam gedung tersebut dengan langkah pelan.

   Tiba-tiba terdengar suara mencicit muncul dari balik ilalang, disusul bergelombangnya tumbuhan disekitar sana, Kho Beng terkejut dan cepat-cepat melompat mundur.

   Tapi ia menjadi geli sendiri setelah melihat apa yang terjadi, rupanya ada bberapa ekor tikus yang lari ketakutan.

   Sambil menghembuskan napas panjang, Kho Beng berpikir dihati kecilnya.

   "Kho Beng, wahai Kho Bengkalau keadan seperti inipun sudah membuat kau ketakutan, bagaimana mungkin kau bisa menjadi seorang pendekar dan orang gagah didalam dunia persilatan?"

   Berpikir sampai disitu, semangatnya segera berkobar kembali, dengan langkah lebar dia meneruskan perjalanannya kedalam gedung tersebut.

   Setelah melewati pelataran, didepan sana merupakan sebuah gedung besar yang berbentuk ruang tamu, kursi meja masih tersusun rapi disekitarnya, namun debu setebal berapa inci menyelimuti seluruh permukaan lantai, hal ini menunjukkan kalau gedung tersebut sudah lama tak pernah dijamah manusia.

   Dengan langkah yang santai dia berjalan memasuki ruang tamu, sambil mengamati sekeliling dengan seksama akhirnya pemuda itu masuk kedalam gedung kedua.

   Tempat itu merupakan sebuah bangunan berloteng, sederet jendela yang menghadap keluar meski sudah dilapisi debu tebal, namun masih kelihatan sisa-sisa kemegahan dimasa lalu.

   Pemuda itu mencoba untuk membuka pintu ruangan dan melangkah masuk, tapi apa yang kemudian terlihat segera membuat perasaannya menjadi tercekat.

   Ternyata semua perabot disitu teratur rapi sekali, lantaipun amat bersih, tak setitik nodapun yang nampak.

   Benar-benar satu kejadian aneh, kalau dibilang disitu tak ada penghuninya, mengapa ruangan tersebut begitu bersih dan terawat baik? Kalau dibilang ada penghuninya, sudah sekian lama dia memasuki gedung tersebut, namun tak setitik suarapun kedengaran Semakin dipikir Kho Beng merasa semakin ngeri sehingga tanpa terasa bulu kuduknya pada bangun berdiri, cepat-cepat dia kabur keluar dari pintu ruangan.

   Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Tapi setelah termenung sejenak pemuda itu meneruskan kembali perjalanannya menuju keruang belakang.

   Semakin kedalam ia berjalan, Hui im ceng begitu luas dan besar, sepanjang jalan banyak pepohonan yang tumbuh rindang, jalannya pun berliku-liku, kesemuanya ini membuat suasana disana terasa makin menyeramkan dan menggidikkan hati! Selesai melakukan pemeriksaan disekeliling gedung, pemuda itu balik kembali kegedung kedua.

   Hingga kini dia masih bimbang dan tak habis mengerti, dia tak berhasil menemukan titik terang yang menunjukkan bahwa antara dia dengan hui im ceng tersebut mempunyai sangkut paut yang luas.

   Selain itu, kecuali gedung bertingkat tersebut yang nampaknya rada mencurigakan, ditempat lain ia tak berhasil menemukan sesuatu yang menyolok.

   Lalu apa yang harus diperbuatnya sekarang? Pergi meninggalkan tempat tersebut atau tetap tinggal disitu? Apakah maksud orang yang menyuruhnya datang kesitu hanya untuk menonton gedung hantu ini? Diliputi perasan ragu dan bimbang, Kho Beng masuk kembali kedalam ruang gedung yg bersih tadi.

   Namun secara tiba-tiba, ia berseru kaget dan mundur sejauh tiga langkah lebih setelah pandangan matanya dialihkan kearah meja besar.

   Ternyata diatas meja tersebut telah bertambah dengan sederet tulisan yg berbunyi begini.

   "Jika masih sayang nyawa, pergilah meninggalkan tempat ini sebelum matahari terbenam."

   Kho Beng benar-benar amat terperanjat, seingatnya sewaktu masuk untuk pertama kalinya tadi diatas meja sama sekali tak terdapat tulisan apa-apa.

   Ini berarti surat peringatan itu dibuat pada saat dia sedang memeriksa bagian gedung yang lain.

   Pemuda itu segera mengangkat kepalanya sambil mencoba untuk memperhatikan keadaan disekitar situ, suasana terasa hening & sepi sedang disekitar situpun kosong melompong, mustahil ada orang kedua yg telah memasuki tempat itu, tapi..siapakah yg telah meninggalkan surat peringatan tersebut? Mungkinkah setan..? Dalam waktu singkat, Kho Beng kembali merasakan suasana misterius menyelimuti seluruh perkampungan Hui im ceng tersebut.

   Sesungguhnya pemuda itu telah bersiap-siap akan meninggalkan tempat tersebut, tapi surat peringatan itu segera membangkitkan kembali sifat ingin tahunya.

   Sambil tertawa nyaring segera serunya dengan lantang.

   "Selama hidup aku Kho Beng belum perna melihat setan, malam ini ingin kusaksikan sampai dimanakah kehebatan setan dedemit dalam menggoda manusia."

   Suasana disekeliling tempat itu tetap terasa hening, sepi dan tak kedengaran sedikit suara pun.

   Melihat tiada suara tanggapan, Kho Beng pun segera balik kembali keruang semula, menurunkan buntalannya dan duduk bersemedi diatas sebuah kursi.

   Matahari senja telah condong dilangit barat, tak lama kemudian cahaya kemerahan itupun lenyap dari pandangan mata, suasana gelap segera menyelimuti seluruh angkasa.

   Tatkala Kho Beng selesai dengan semedinya dan membuka mata, ruang tersebut telah dicekam kegelapan malam.

   Dia masih ingat ketika dalam perjalanan, maka diambilnya ransum tersebut dan dimakan secara pelan-pelan sambil memperhatikan suasana diluar gedung.

   Biarpun ruangan itu tanpa cahaya lentera, sinar rembulan diangkasa mendatangkan suasana cerah diseputar gedung tersebut.

   Selesai bersantap, Kho Beng merasakan semangatnya berkobar kembali, dia tak tahu apa yg mesti diperbuatnya dalam kegelapan malam begini, maka dengan langkah pelan dia keluar dari ruangan dan mengawasi keadaan di sekitar sana.

   Tampak kegelapan malam telah menyelimuti setiap sudut gedung itu, pemandangannya sepuluh kali lipat lebih menyeramkan dari pada disiang hari tadi.

   Dibawah timpaan sinar rembulan, bayangan pohon yang terbias menciptakan bayangan aneh yang menyerupai setan, angin malam yg berhembus kencang menimbulkan udara dingin yang membekukan, ditambah pula dg suara jeritan tikus yg lebih mirip jeritan setan.

   Kesemuanya ini membuat perkampungan Hui im ceng seolah-olah berubah menjadi sebuah dunia setan.

   Biarpun sewaktu siang tadi Kho Beng telah mengadakan kontrol yg cermat disekitar sana, tapi dalam suasana begini, tak urung bergidik juga hatinya.

   Cepat-cepat dia kembali keruang tengah, menutup pintu depan lalu bersemedi dikursi, walaupun perasaannya mulai gugup, namun wataknya yg keras kepala membuatnya bertekad untuk bermalam disitu.

   Dia ingin mengetahui sampai dimanakah kehebatan dan keseraman gedung tersebut.

   Malam pun makn lama semakin larut, suasana tenang dan sepi makin mencekam seluru jagat, tunggu punya tunggu Kho Beng belum juga menangkap sesuatu suara yang aneh, tanpa terasa diapun berpikir.

   "Konon hawa panas manusia membuat setan dedemit pada kabur ketakutan, jangan-jangan setannya tak akan muncul pada malam ini"

   Makin dipikir dia makin bernyali, akhirnya diapun terlelap dalam ngantuknya.

   Baru saja dia akan tertidur, mendadak segulung angin dingin berhembus lewat menerpa tubuhnya, pemuda itu bergidik dan segera mendusin ari tidurnya.

   Dengan pandanga tajam diawasinya sekejap sekitar situ.

   Tampak pintu ruangan yg semula tertutup rapat kini telah terbuka lebar, hembusan angin diluar pintu mendatangkan suara yg mengerikan hati.

   Kho Beng sangat terkejut, belum sempat dia berbuat sesuatu, mendadak terdengar olehnya suara langkah kaki manusia yg cukup keras bergema memecahkan keheningan, suara itu seperti datang dari atas loteng.

   Deruan angin dan suara langkah kaki tersebut muncul sejenak lalu lenyap, bila tidak diperhatikan dg seksama, sulit rasanya untuk ditangkap secara nyata.

   Tapi langkah kaki siapakah itu? Apalagi ditengah malam buta begini, ditengah gedung yg disebut gedung hantu? Dg bulu kuduk pada bangun berdiri, Kho Beng segera membentak keras.

   "Siapa disitu?"

   Begitu suara bentakan berkumandang, suara langkah tersebut segera lenyap tak berbekas. Kho Beng mencoba untuk memperhatikan lagi beberapa saat, namun tak kedengaran lagi suara apapun, dg perasaan ragu diapun berpikir.

   "Jangan-jangan aku salah mendengar?"

   Siapa tahu belum habis ingatan itu melintas lewat, suara langkah kaki itu kembali bergema, kali ini suara tersebut kedengaran nyata sekali dan berasal dari lantai atas.

   Kali ini, Kho Beng telah yakin kalau suara langkah tersebut berasal dari atas loteng, ia tahu suara itu bukan khayalan belaka, maka dg suatu gerakan cepat dia melompat keluar dari ruangan tersebut.

   Tampak dari balik jendela diatas loteng terlihat sebuah lentera menyinari suasana disekelilingnya.

   Lagi-lagi suatu kejadian yg sangat aneh, pemuda itu masih ingat, loteng itu berada dalam kegelapan tadi, lalu siapa yg telah bermain gila dgnya.

   Dg suatu gerakan cepat, dia melompat naik keatas loteng, kemudian menerobos masuk kebalik jendela dg suatu gerakan tipu yg manis.

   Dilihat dari bawah tadi, cahaya lentera tersebut kelihatan terang benderang, tapi setelah berada dalam ruangan atas, ternyata suasananya cukup remang-remang.

   Dg cepat Kho Beng memeriksa sekejap disekitar sana, tapi kembali ia dibuat terpeanjat sampai menjerit keras.

   Dalam ruangan tersebut tidak ditemukan sesosok bayangan manusiapun, tapi diatas ranjang duduklah seperangkat tulang tengkorak manusia dalam posisi bersila, sisa daging yg membusuk masih menempel diseputar tulang belulangnya, sehingga hal ini membuat bentuknya lebih menyeramkan.

   Benarkah duara langkah kaki manusia yg terdengar tadi adalah langkah tengkorak tersebut? Benarkah dalam gedung ini betul-betul terdapat setannya? Begitu ingatan tersebut melintas didalam benaknya, Kho Beng segera membentak nyaring.

   "Lihat serangan!"

   Sepasang tangannya diayunkan kedepan sekuat tenaga dan menghajar tengkorak yg sedang duduk bersila diatas ranjang itu.

   Dimana angin pukulannya menyambar lewat, tengkorak tersebut segera roboh berantakan diatas ranjang.

   Dengan gerakan cepat Kho Beng memburu ketepi ranjang, dia baru dapat menghembuskan napas lega setelah menyaksikan tulang belulang itu berantakan tak karuan.

   "Hmmm, akan kulihat apakah kau bisa bermain gila lagi!"

   Demikian pikirnya dihati.

   Siapa tahu belum habis ingatan tersebut melintas lewat, mendadak dari belakang tubuhnya berkumandang lagi suara tertawa seram yg menggidikkan hati, menyusul kemudian cahaya lentera bergoyang tiada hentiny seakan akan hendak padam.

   Dengan perasaan terkejut Kho Beng segera berpaling.apa yang terlihat? Ternyata sesosok tengkorak telah berdiri tegak didepan pintu kamar sambil menyeringai seram.

   Sekujur badan tengkorak itu berlumuran cahaya pospor, sehingga walaupun berada dalam kegelapan, namun bentuknya dapat terlihat jelas.

   Hampir terbang semangat Kho Beng setelah menyaksikan kejadian ini, sambil memutar badannya cepat-cepat, ia segera membentak nyaring, sepasang tangannya kembali diayunkan kedepan melancarkan serangan dahsyat.

   Dengan hasil latihannya selama dua tahun ditambah pula berada dalam keadaan terkejut bercampur ngeri, tak heran kalau tenaga serangan yang digunakan olehnya saat itu lebih hebat daripada serangan jago-jago setarafnya.

   Tapi apa yg dirasakan Kho Beng kali ini berbeda jauh dengan keadaan semula, kali ini dia merasa tenaga pukulannya seperti tak berhasil menyentuh sesuatu, sementara tengkorak bercahaya itu malah melayang kesana kemari mengikuti hembusan angin pukulannya.

   "Aaaaah"

   Tak kuasa lagi Kho Beng menjerit kaget, peluh dingin bercucuran membasahi tubuhnya, hampir saja ia jatuh pingsan.

   Sekalipun dia tak percaya dg setan, namun berada dalam keadaan seperti ini,mau tak mau dia membayangkan juga ceritacerita seram tentang setan yg pernah didengarnya selama ini.

   Dalam waktu singkat, dia merasa suasana disekeliling sana menjadi gelap gulita, hawa setan menyelimuti sekitar situ, sementara bayangan iblis seakan-akan siap menerkam serta melahapnya.

   Tengkorak bersinar itu lagi-lagi meluncur datang dg seramnya, Kho Beng ingin lari tapi kakinya seperti berakar, sama sekali tak mampu berkutik lagi, sehingga tanpa sadar dg tubuh gemetar keras pemuda itu mundur kebelakang selangkah demi selangkah.

   Pada saat itulah cakar tengkorak yg kurus kering itu menyambar kewajahnya dg kecepatan bagaikan kilat, kemudian mencekik tenggorokan Kho Beng dari arah belakang.

   


Kisah Si Rase Terbang -- Chin Yung Amarah Pedang Bunga Iblis -- Gu Long Duel Di Butong -- Khu Lung

Cari Blog Ini