Anak Naga 30
Anak Naga Karya Chin Yung Bagian 30
Anak Naga Karya dari Chin Yung "Thio Bu Ki?" Lie Hong suang dan Kam Ek Thian terkejut. "Ketua Beng Kauw?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk. "Tak terduga sama sekali. Ternyata engkau putra Thio Bu Ki. Tidak mengherankan kepandaianmu begitu hebat. Kami tahu tentang ayahmu dan Thio sam Hong, cikal bakal Bu Tong Pay itu," Ujar Kam Ek Thian. "Paman pernah keTionggoan?" "Walau kami jarang ke Tionggoan, namun pelayan kami kadang-kadang ke Tionggoan juga, karena harus belanja ke sana." Kam Ek Thian memberitahukan. "Maka kami tahu tentang situasi rimba persilatan Tionggoan." "Oooh" Thio Han Liong manggut-manggut. "Oh ya" Lie Hong suang memandangnya seraya bertanya. "Betulkah Hiat Mo yang memberitahukanmu mengenai tempat tinggal kami?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk. "Engkau kenal Hiat Mo itu?" Tanya Kam Ek Thian dengan heran. "Kenal." Thio Han Liong tersenyum lalu menutur tentang semua itu. "Untung aku tidak jadi membunuhnya." "Tak kusangka engkau dapat mengalahkan makhluk aneh itu," Ujar Kam Ek Thian sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Hiat Mo mengatai Kam Cun Goan Locianpwee adalah makhluk aneh, tapi justru Paman mengatainya sebagai makhluk aneh pula. Itu...." "Ha ha ha" Kam Ek Thian tertawa gelak. "Hiat Mo dan kakekku memang merupakan makhluk aneh. sesungguhnya mereka kawan baik, tapi... gara-gara setetes Thian ciok sin sui, mereka berdua malah bertarung." Thio Han Liong dan Kam Ek Thian saling berhadapan untuk mengadu kepandaian. "Hiat Mo menceritakan itu kepadaku. Katanya Kam Cun Goan Locianpwee menolak dan bahkan mengusirnya." "Terus terang, Hiat Mo juga bersalah dalam hal itu" Kam Ek Thian memberitahukan. "Sebab Hiat Mo bersikap agak kasar. Padahal kalau Hiat Mo minta secara baik-baik, tentu kakekku memberikannya." "Oooh" Thio Han Liong manggut-manggut. "Paman, kini Hiat Mo telah berubah sabar dan penuh pengertian." "Syukurlah" Ucap Kam Ek Thian. Di saat bersamaan, muncul Kam siauw Cui bersama seorang gadis kecil dan pelayannya. "Kakak Han Liong Kakak Han Liong" Seru Kam siauw Cui girang. "Siauw Cui" Thio Han Liong tersenyum dan mendadak terbelalak seraya berseru tak tertahan. "Hui sian" "Paman Thio Paman Thio" Panggil gadis kecil itu yang ternyata Ouw Yang Hui sian, putri Ouw Yang Bun. "Hui sian...." Han Liong tercengang. "Han Liong" Kam Ek Thian dan Lie Hong suan terheranheran. "Engkau kenal gadis kecil itu?" "Bahkan aku kenal ke dua orangtuanya," Sahut Thio Han Liong dengan wajah murung. "Ayahnya bernama Ouw Yang Bun dan ibunya bernama Tan Giok Cu, tapi sudah meninggal." "Oh?" Kam Ek Thian menghela nafas panjang dan memberitahukan. "Kami yang menyelamatkannya dari tangan Bu Sim Hoatsu." "ooooh" Thio Han Liong manggut-manggut. "Ternyata Paman dan Bibi yang menyelamatkannya " "Han Liong...." Lie Hong suang memandangnya seraya bertanya. "Bolehkah kami tahu bagaimana tunangan- mu terkena racun Jiu Kut Tok?" "Bu Sim Hoatsu...." Thio Han Liong memberitahukan. "Tapi Pendeta jahat itu telah binasa." "oooh" Lie Hong suang tersenyum. "Han Liong, kalau engkau bertemu ayah Hui sian, tolong beritahukan padanya bahwa putrinya belajar ilmu silat di sini Kelak Hui sian akan ke Tionggoan mencarinya." "Ya." Thio Han Liong mengangguk. "Aku pasti menyampaikannya." "Terima kasih." Ucap Lie Hong suan. "Hui sian memang betah tinggal di sini." Thio Han Liong memandang gadis kecil itu, kemudian tersenyum seraya bertanya dengan lembut. "Engkau betah di sini?" "Betah." Ouw Yang Hui sian mengangguk. "Paman dan Bibi amat baik terhadapku, dan Kakak siauw Cuipun amat menyayangiku." "Maka engkau tidak boleh nakal, harus menurut kepada Paman dan Bibi" Pesan Thio Han Liong. "Ya, Paman Thio." Ouw Yang Hui sian mengangguk. "oh ya, Paman...." Thio Han Liong menatapnya seraya bertanya. "Apa permintaan paman yang ke dua itu?" "Han Liong...." Kam Ek Thian menghela nafas panjang. "Sebetulnya tidak pantas aku mengajukan permintaan yang ke dua, sebab menyangkut urusan pribadi. Tapi... berhubung aku tidak akan ke Tionggoan, maka terpaksa kumohon bantuanmu." "Apa yang dapat kubantu, Paman?" "Terus terang...," Ujar Kam Ek Thian memberitahukan. "Sejak leluhur kami tinggal di sini, turun temurun boleh dikatakan jarang ke Tionggoan. oleh karena itu, kami tidak dikenal dirimba persilatan Tionggoan. Lagi-pula kami pun jarang berhubungan dengan orang luar. ilmu silat kami berasal dari aliran Bunga Teratai...." Thio Han Liong mendengarkan dengan penuh perhatian, Kam Ek Thian melanjutkan lagi. "Ayahku mempunyai seorang murid bernama Yo Ngie Kuang, yang kini baru berusia sekitar dua puluh tahun. Dia amat cerdas dan tampan sekali. sebelum ayahku meninggal, aku diberi sebuah kitab Lian Hoa Cin Kong (Kitab Pusaka Bunga Teratai), tapi ayahku pun berpesan jangan mempelajari kitab itu." "Memangnya kenapa?" "Ayahku bilang, kalau kaum lelaki yang mempelajari kitab itu, pasti akan berubah menjadi wanita." Kam Ek Thian memberitahukan. "Kok begitu?" Tanya Thio Han Liong. "Itu memang keistimewaan kitab Lian Hoa Cin Kong. Lagipula ilmu silat yang tercantum di dalam kitab itu amat lihay dan dahsyat sekali," Ujar Kam Ek Thian sambil menghela nafas panjang. "oleh karena itu, ayahku melarangku mempelajari kitab itu." "oooh" Thio Han Liong manggut-manggut. "Bagaimana kalau kaum wanita yang mempelajari kitab itu?" "Tentunya tidak apa-apa, namun harus gadis perawan," Ujar Kam Ek Thian dan memberitahukan. "Kini kitab pusaka itu telah hilang...." "oh?" Thio Han Liong terkejut. "Siapa yang mencurinya?" "Yo Ngie Kuang, murid ayahku itu." Kam Ek Thian menghela nafas panjang. "Ketika kami pergi ke Tionggoan menyusul siauw Cui, dia justru memanfaatkan kesempatan itu untuk mencuri kitab Lian Hoa Cin Kong." "Paman tahu dia ke mana?" "Aku kira... dia ke Tionggoan, sebab dia tahu aku tidak akan ke Tionggoan mencarinya. oleh karena itu, aku mohon bantuanmu." "Mencari Yo Ngie Kuang?" "Ya." Kam Ek Thian manggut-manggut. "Han Liong, sudikah engkau membantuku dalam itu?" "Baik," Sahut Thio Han Liong berjanji. "Aku pasti mencarinya, tapi bagaimana rupa Yo Ngie Kuang?" Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Kam Ek Thian memberitahukan rupa Yo Ngie Kuang tersebut. "oh?" Thio Han Liong mengerutkan kening. "Apakah pemuda yang berlatih di dalam rimba itu adalah Yo Ngie Kuang?" "Bagaimana gerakannya?" Tanya Kam Ek Thian. "Kira-kira begini." Thio Han Liong menirukan gerakan pemuda itu dan seketika juga Kam Ek Thian berseru. "Tidak salah Dia pasti Yo Ngie Kuang" "Kalau begitu, setelah aku pulang ke Ketaraja, aku pasti pergi mencarinya." "Terimakasih," Ucap Kam Ek Thian, kemudian berkata kepada Lie Hong suang. "isteriku, ambilkan Thian ciok sin sui yang di dalam kamar" "Ya, suamiku." Lie Hong suan segera masuk ke dalam. Kam Ek Thian memandang Thio Han Liong, lalu tersenyum seraya berkata sungguh-sungguh. "Engkau beruntung, sebab Thian ciok sin sui tersisa sedikit. Namun cukup untuk menyelamatkan tunanganmu." "Terimakasih, Paman," Ucap Thio Han Liong sambil memberi hormat. "Ha ha ha" Kam Ek Thian tertawa gelak. "Engkau pernah menyelamatkan nyawa putriku, maka kami pun harus memberimu Thian ciok sin sui Hanya saja... aku merepotkanmu mencari Yo Ngie Kuang" "Itu tidak menjadi masalah, Paman." Thio Han Liong tersenyum. Lie Hong suan sudah kembali ke situ, tangannya membawa sebuah botol pualam kecil berisi Thian ciok sin sui. "Han Liong" Lie Hong suan memberikan botol pualam itu kepada Thio Han Liong. "Thian Ciok sin sui tersisa sebotol kecil ini, aku bagi dua, yang ini kuberikan kepadamu." "Terima kasih, Bibi." Thio Han Liong memberi hormat, setelah itu barulah menerima botol pualam itu. "Han Liong" Lie Hong suan tersenyum. "Engkau memang beruntung, sebab batu yang mengeluarkan air sakti sudah tidak ada." "Ke mana batu itu?" "Setahun lalu, batu itu disambar petir hingga hancur berkeping-keping." "oh?" Thio Han Liong mengerutkan kening. "Bibi, betulkah batu itu dari langit?" "Memang tidak salah," Sahut Kam Ek Thian. "Kakekku menggunakan air sakti itu untuk diramu menjadi semacam obat, khususnya menambah Iweekang orang." "oh?" Thio Han Liong terbelalak. "Kalau begitu kakek Paman pasti mahir ilmu pengobatan." "Ya." Kam Ek Thian mengangguk. "Tapi aku tidak belajar ilmu pengobatan, maka ketika siauw Cui terkena racun, aku langsung memberikannya minum Thian ciok sin SuL." "Oooh"Thio Han Liong manggut-manggut. "Pantas ketika aku memeriksanya, jantungnya terlindung semacam obat, ternyata Thian ciok sin sui." "Han Liong...." Tiba-tiba Kam Ek Thian menatapnya da lamdalam seraya bertanya. "Tadi engkau menggunakan ilmu apa untuk menangkis seranganku?" "Kian Kun Taylo sin Kang," Jawab Thio Han Liong dengan jujur. "Sungguh hebat ilmu itu, sebab dapat membalikkan serangan Iweekang orang. Kalau tadi aku tidak segera menarik kembali Iweekang ku, aku pasti terserang oleh Iweekang ku sendiri" "Paman, aku... mohon maaf" Ucap Thio Han Liong. "Ha ha ha" Kam Ek Thian tertawa terbahak-bahak. "Engkau memang berhati bajik, karena engkau tidak menangkis dengan sepenuh tenaga." "Paman...." Wajah Thio Han Liong kemerah-me-rahan. "oh ya, bagaimana kalau Ouw Yang Bun mau ke mari menengok putrinya?" "Itu...." Kam Ek Thian mengerutkan kening. "Suamiku," Ujar Lie Hong suan. "Ouw Yang Bun berhak ke mari menengok putrinya. Kalau dia mau ke mari, silakan saja" "Baiklah." Kam Ek Thian manggut-manggut, kemudian memandang Thio Han Liong seraya berkata. "Kalau bertemu Ouw Yang Bun, beritahukan kepadanya seandainya dia mau ke mari, silakan" "Ya." Thio Han Liong manggut-manggut. "Paman, Bibi, aku... mau mohon pamit...." "Besok pagi saja" Sahut Kam Ek Thian. "sebab sekarang sudah gelap, lebih baik berangkat besok saja." "Baik," Thio Han Liong mengangguk. Bab 58 surat undangan Dari Tong Hai sianli Hari ini Thio Han Liong meninggalkan gunung Altai kembali ke Tionggoan. Justru sungguh di luar dugaan, di rimba persilatan Tionggoan telah terjadi sesuatu yang membingungkan. Ternyata para ketua partai menerima surat undangan dari Tong Hai sianli (Bidadari Laut Timur), agar terkumpul di kuil siauw Lim sie pada tanggal lima belas bulan delapan. Para ketua terheran-heran setelah menerima surat undangan itu, sebab mereka sama sekali tidak kenal Tong Hai sianli. Tak lama mulai tersebar tentang itu, maka kaum rimba persilatan terus menerus memperbincangkan surat undangan tersebut. Yang paling bingung adalah Kong Bun Hong Tio, ketua siauw Lim Pay dan Kong Ti seng Ceng. Ke dua padri tua itu tidak habis pikir tentang itu. "omitohud" Ucap Kong Bun Hong Tio sambil menghela nafas panjang. "Siapa Tong Hai sianli itu dan kenapa dia mengundang para ketua berkumpul di sini?" "Suheng " Sahut Kong Ti seng Ceng. "Aku yakin Tong Hai sianli berasal dari Tong Hai (Laut Timur), namun aku tidak tahu apa sebabnya dia mengundang para ketua untuk berkumpul di kuil kita. Itu... sungguh membingungkan" "Mungkinkah dia berniat jahat?" Tanya Kong Bun Hong Tio sambil mengerutkan kening. "Aaaah..." Kong Ti seng Ceng menghela nafas panjang. "Itu sulit diduga. Namun yang jelas para ketua pasti akan berkumpul di sini." "omitohud" Sahut Kong Bun Hong Tio. Mereka meninggalkan ruang itu dan menuju ruang depan. Tampak beberapa orang berdiri di ruang itu. "omitohud" Ucap Kong Bun Hong Tio. "Apa pula yang akan terjadi? Rimba persilatan baru tenang, kini mulai bergelombang lagi." Mendadak muncul Goan Hian Hweeshio, yang setelah memberi hormat lalu melapor. "guru, di luar ada tamu" "Siapa tamu itu?" "Tong Hai sianli bersama beberapa orang yang terdiri dari lelaki dan wanita. Mereka menunggu di ruang depan." "Tong Hai sianli?" Kong Bun Hong Tio dan Kong Ti seng Ceng saling memandang. Mereka tidak menyangka kalau Tong Hai sianli akan berkunjung ke kuil siauw Lim. "Ya." Goan Hian Hweeshio mengangguk. "Baiklah." Kong Bun Hong Tio manggut-manggut. "Kami akan sebera pergi menemui mereka." Goan Hian Hweeshio meninggalkan ruang itu sedangkan Kong Bun Hong Tio dan Kong Ti seng Ceng saling memandang sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Sutee," Ujar Kong Bun Hong Tio. "Mari kita temui mereka" "suheng " Kong Tt seng Ceng mengingatkan. "Biar bagaimanapun kita harus berhati-hati" "omitohud" Ucap Kong Bun Hong Tio setelah berada di ruang depan. Padri tua itu memandang para tamunya dengan penuh perhatian. "selamat bertemu, Kong Bun Hong Tio" Sahut gadis cantik jelita yang tidak lain adalah Tong Hai sianli. "Maaf, kedatangan kami telah mengganggu ketenangan Kong Bun Hong Tio dan Kong Ti seng Ceng" "omitohud Tidak apa-apa," Ucap Kong Bun Hong Tio. Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "silakan duduk" Tong Hai sianli dan lainnya lalu duduk. begitu pula Kong Bun Hong Tio dan Kong Ti seng ceng. "Maaf" Tong Hai sianli tersenyum. "Aku telah mengundang para ketua untuk berkumpul di sini pada tanggal lima belas bulan delapan, tanpa seijin Kong Bun Hong Tio" "Kalau begitu..." Kong Ti seng Ceng menatapnya tajam. "Nona pasti Tong Hai sianli. Ya, kan?" "Betul." Tong Hai sianli mengangguk. "Kami datang dari Laut Timur. Ayahku adalah Tong Hay sianjin." "Tong Hai sianli" Kong Ti seng ceng menggeleng gelengkan kepala. "Kenapa engkau berbuat begitu?" "Kong Ti seng Ceng" Tong Hai sianli member, hormat. "Tentunya mengandung suatu tujuan." "omitohud" Ucap Kong Bun Hong Tio. "Apa tujuan mu, Tong Hai sianli?" "Kami ingin bertanding ilmu sastra, ilmu bahasa dan ilmu silat dengan para ketua." Tong Hai sianli mem beritahukan sambil tersenyum. "Kami pernah dengar tentang partai siauw Lim yang merupakan gudang ilmu silat di Tionggoan. Maka aku yakin Kong Bun Hong Tip dan Kong Ti seng ceng pasti berkepandaian tinggi sekali." "omitohud" Sahut Kong Bun Hong Tio. "Di atas langit masih ada langit...." "Aku tahu itu." Tong Hai sianli manggut-manggut "oleh karena itu kami diutus ke mari untuk bertanding dengan para ketua." "Maka engkau mengundang para ketua untuk berkumpul di sini?" Tanya Kong Ti seng Ceng tidak senang "Kenapa Nona begitu tak tahu aturan?" "Kong Ti seng Ceng," Sahut Tong Hai sianli sambi tersenyum. "Bukankah tadi aku telah minta maaf? Kenapa sekarang Kong Ti seng Ceng malah menegurku" "omitohud" Ucap Kong sun Hong Tio. "Mulut Nona sungguh tajam ingat, tempat ini adalah kuil siauw Lim" "Aku tahu." Tong Hai sianli tertawa. "Hi hi hi Kelihatannya Kong Bun Hong Tio dan Kong Ti seng Ceng sangat beremosi" "omitohud" Kong Bun Hong Tio menghela nafas panjang. "Apa keperluan kalian berkunjung ke mari?" "Untuk minta maaf atas kelancanganku, sekaligus memberitahukan tentang tujuanku mengundang para ketua itu," Sahut Tong Hai sianli dan menambahkan. "Tentunya Kong Bun Hong Tio tidak berkeberatan mewakili kami menjadi tuan rumah." "omitohud Tong Hai sianli...." Wajah Kong Bun Hong Tio kemerah-merahan menahan kegusarannya. "Kong Bun Hong Tio" Tong Hai sianli tersenyum manis. "Tidak baik gusar lho" "omitohud...." Kong Bun Hong Tio betul-betul kewalahan menghadapi Tong Hai sianli. Kemudian padri tua itu menggeleng-gelengkan kepala. "Tong Hai sianli" Tanya Kong Ti seng Ceng. "Apa tujuanmu ingin bertanding dengan para ketua?" "Untuk menguji ilmu surat dan ilmu silat para ketua." Tong Hai sianli memberitahukan. "siapa yang lulus, kami akan mengundangnya ke Tong Hai menemui ayahku." Bagian 30 "Oh?" Kong Ti Seng Ceng tercengang. "Kenapa harus begitu?" "Terus terang, ayahku berniat baik, Siapa yang diundang itu pasti akan memperoleh keuntungan, aku tidak bohong." "Bagaimana seandainya para ketua itu tidak hadir?" Tanya Kong Ti Seng Ceng mendadak. "Berarti para ketua itu cari penyakit," Sahut Tong Hai Sianli. "Kami pasti menyerbu ke tempat mereka." "Omitohud" Ucap Kong Bun Hong Tio. "Kalau begitu, engkau ingin menimbulkan bencana dalam rimba persilatan Tionggoan?" "Aku mengundang mereka secara baik- baik, Jika mereka tidak hadir, itu berarti mereka yang cari gara-gara dengan kami. Nah, apa salahnya kami menyerbu ke tempat mereka?" Tegas Tong Hai Sianli dengan wajah dingin. "Omitohud" Ucap Kong Bun Hong Tio dan meng- gelenggelengkan kepala. "Kepandaian para ketua itu amat tinggi, Nona harus tahu itu." "Aku tahu." Tong Hai sianli manggut-manggut sambil tersenyum. "Namun apabila kami berkepandaian rendah, tentunya tidak berani memasuki daerah Tionggoan ini. Kong Bun Hong Tio pun harus tahu itu." "Omitohud" Kong Bun Hong Tio menghela nafas panjang. "Nona terlampau meremehkan para ketua itu." "Kong Bun Hong Tio jangan salah paham," Ujar Tong Hai Sianli sungguh-sungguh. "Aku justru amat menghargai para ketua partai yang di Tionggoan, maka kami ingin bertanding dengan mereka dalam hal ilmu silat dan lain sebagainya." "omitohud" Kong Bun Hong Tio menggeleng-ge-lengkan kepala. "Itu malah akan menimbulkan hal-hal yang tak diinginkan. Harap Nona pikirkan secara baik-baik, jangan bertindak ceroboh." "Sebelum berangkat ke Tionggoan, aku sudah memikirkannya dengan matang, barulah berangkat ke mari," Sahut Tong Hai sianli sambil tersenyum. "Kami pun mengucapkan terima kasih kepada Kong Bun Hong Tio yang bersedia menjadi tuan rumah." "Nona." Kong Ti Seng Ceng mengerutkan kening "Belum tentu kami bersedia menjadi tuan rumah." "Mau tidak mau harus menjadi tuan rumahi" Tegas Tong Hai sianli dan menambahkan. "Sebab kami sudah menyebarkan surat undangan kepada para ketua partai di Tionggoan, kalau siauw lim Pay menolak, itu sungguh memalukan." "Omitohud" Ucap Kong Bun Hong Tio. "Nona terlampau mendesak dan tidak menghargai kami." "Kong Bun Hong Tio," Sahut Tong Hai sianli. "Kami justru amat menghargai siauw Lim Pay, maka memilih pihak siauw Lim Pay sebagai tuan rumah." "Nona...." Kong Bun Hong Tio menggeleng-geleng-kan kepala. "Kong Bun Hong Tio merasa berkeberatan?" Tanya salah seorang lelaki berusia lima puluhan dengan nada dingin. "Omitohud" Sahut Kong Bun Hong Tio. "Kami memang merasa berkeberatan, harap kalian membataikan itu" "Siauw Lim Pay amat terkenal di Tionggoan, itu membuat sepasang tanganku menjadi gatal," Ujar lelaki itu dengan wajah dingin. "Tentunya Kong Bun Hong Tio tahu akan maksudku." "Omitohud" Ucap Kong Bun Hong Tio sambil menatapnya. "Engkau menantang kami?" "Kira-kira begitulah." Lelaki itu manggut-manggut. "Bagaimana kalau begini..." Ujar Kong Ti Seng Ceng seakan mengusulkan. "Kita berdua bertanding, kalau engkau kalah harus segera kembali ke Tong Hai. Apabila aku yang kalah, maka harus menjadi tuan rumah." "Baik," Lelaki itu mengangguk. "Kita bertanding dengan senjata atau tangan kosong?" "Cukup tangan kosong saja," Sahut Kong Ti Seng Ceng. "Bagus" Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Lelaki itu manggut-manggut, kemudian memberi hormat kepada Tong Hai sianli. "Sianli, perbolehkanlah aku bertanding dengan Kong Ti Seng Ceng" "Ng" Tong Hai sianli mengangguk perlahan sambil tersenyum. "Tapi jangan melukai Kong Tiseng Ceng itu." "Ya," Sahut lelaki itu. "Omitohud..." Ucap Kong Ti Seng Ceng. Walau ia seorang padri tua, tapi tetap tersinggung oleh perkataan Tong Hai sianli tadi, yang bernada meremehkannya. la lalu berjalan ke tengah-tengah ruangan itu. "Paman Lie," Pesan Tong Hai sianli. "Engkau harus mengalahkan Kong Ti Seng Ceng itu" "Ya, sianli." Paman Lie mengangguk kemudian melangkah ke tengah-tengah ruangan itu. "Kita bertanding sepuluh jurus saja," Katanya setelah berhadapan dengan Kong Ti Seng Ceng. "Omitohud" Kong Ti Seng Ceng manggut-manggut sambil mengerahkan Lweekangnya. "Baik" Sahutnya. Paman Lie tersenyum sekaligus mengerahkan Lweekangnya, mereka berdua saling memandang. "Omitohud" Ucap Kong Ti Seng Ceng. "Aku tuan rumah, engkau boleh menyerang lebih dulu." "Kalau begitu... maaf" Ucap Paman Lie dan langsung menyerangnya. Kong Ti Seng Ceng berkelit dan sekaligus balas menyerang menggunakan Tat mo Ciang Hoat (Ilmu Pukulan Dharmo), yaitu ilmu simpanan siauw Lim sie. "Ha ha ha" Paman Lie tertawa gelak. "Cukup hebat pukulanmu, Kong Tiseng Ceng Cobalah tangkis sin Hwee Ciang (Ilmu Pukulan Api sakti) ini" Mendadak Paman Lie menyerang padri tua itu dengan telapak tangan. Betapa terkejutnya Kong Tiseng Ceng, karena terasa ada hawa yang amat panas menerjang ke arahnya. "Paman Lie" Seru Tong Hai sianli mengingatkan. "Jangan melukai Kong Ti seng Ceng" "Ya, sianli." Paman Lie mengangguk "Omitohud" Ucap Kong Ti Seng Ceng. "Ilmu silat aliran Tong Hai memang hebat sekali" Tak terasa pertandingan mereka sudah melewati tujuh jurus. Kong Ti Seng Ceng tampak terdesaki namun tetap mengempos semangat untuk bertahan. "Kong Ti Seng Ceng" Ujar paman Lie sungguh-sungguh. "Hati- hati" Mendadak Paman Lie menyerangnya dengan jurus andalan. Sepasang telapak tangan lelaki itu kelihatan seperti mengeluarkan api. Itu sungguh mengejutkan Kong Ti Seng Ceng. Maka padri tua itu cepat-cepat mengibaskan lengan bajunya. Blammm.. Terdengar suara benturan. Kong Ti Seng Ceng terhuyung-huyung ke belakang beberapa langkah, dan lengan jubahnya hangus. sedangkan Paman Lie tetap berdiri di tempat, dan memandang Kong Ti Seng Ceng sambil tersenyum. "Omitohud...." Wajah Kong Tiseng Ceng pucat pasi. "Terima kasih atas kemurahan hatimu, aku mengaku kalah." "Ha ha ha" Paman Lie tertawa. "Kepandaian Kong Ti Seng Ceng sungguh mengagumkan, bahkan mau mengalah pula padaku." "Omitohud" Sahut Kong Bun Hong Tio. "Kami pasti menepati janji. Baiklah kami sanggup menjadi tuan rumah." "Terimakasih, Kong Bun Hong Tio," Ucap Tong Hai sianli dan menambahkan. "Kong Bun Hong Tio tidak usah cemas. Kami sama sekali tidak mengandung niat jahat terhadap Siauw Lim Pay maupun partai lainnya. Percayalah" "Omitohud" Kong Bun Hong Tio manggut-manggut. " Kami percaya." "Baiklah." Tong Hai sianli bangkit berdiri "Cukup lama kami berada di sini mengganggu Kong Bun Hong Tio dan Kong Ti Seng -Ceng, sekarang kami mau mohon pamit." "Omitohud" Sahut Kong Bun Hong Tio. "Tanggal lima belas nanti, aku harap Nona tidak menimbulkan hal-hal yang tak diinginkan" "Jangan khawatir, Kong Bun Hong Tio" Tong Hai sianli tersenyum. "sampaijumpa" "Sampai jumpa" Kong Bun Hong Tio dan Kong Ti Seng Ceng mengantar mereka sampai di depan kuil. Setelah mereka tidak kelihatan, barulah ke dua padri tua itu kembali ke dalam kuit. "Sutee," Bisik Kong Bun Hong Tio. "Kenapa baru delapan jurus engkau sudah mengaku kalah?" "Suheng...." Kong Ti Seng Ceng menghela nafas panjang. "Kalau orang itu menyerangku dengan sepenuh tenaga, mungkin aku sudah terkapar jadi mayat." "Oh?" "Oleh karena itu, aku harus mengaku kalah." "Omitohud" Kong Bun Hong Tio menghela nafas panjang. "Mudah-mudahan Tong Hai sianli itu tidak berniat jahat" Partai Bu Tong Pay pun telah menerima surat undangan dari Tong Hai sianli. Itu amat membingungkan song Wan Kiau Jie Lian ciu Jie Thay Giam dan Thio song Kee. "Kita sama sekali tidak pernah mendengar tentang aliran Tong Hai, tapi kini mendadak muncul aliran tersebut, bahkan mengundang para ketua untuk berkumpul di kuil Siauw Lim sie. Itu... itu sungguh membingungkan" Ujar song Wan Kiauw sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Memang membingungkan. Jie Lian ciu ketua Bu Tong Pay menghela nafas panjang. "Sesungguhnya apa tujuan Tong Hai sianli mengundang para ketua berkumpul di kuil siauw Lim sie?" "Bagaimana kalau kita memberitahukan kepada suhu?" Tanya Jie Thay Giam. "Mungkin suhu tahu tentang aliran Tong Hai." "Lebih baik kita jangan memberitahukan kepada suhu, sebab suhu sudah tua sekali," Sahut Jie Lian ciu. "Tidak baik kita mengganggunya." "Kalau begitu...." Song wan Kiauw mengerutkan kening. "Kita harus ke kuil siauw Lim sie tanggal lima belas nanti?" "Kita harus ke sana," Sahut Jie Lian ciu. "Sebab kalau tidak, pihak Tong Hai pasti akan ke mari membuat kekacauan." "Aaaah...." Song wan Kiauw menghela nafas panjang. "Rimba persilatan baru tenang, kini mulai bergelombang lagi" "suhu kita semakin tua..." Ujar Jie Thay Giam. "Bu Ki dan putranya tidak ke mari, sedangkan suhu amat rindu kepada mereka." "Bu Ki tinggal di pulau Hong Hoang To, tentu tidak bisa sering-sering ke mari. Jie Lian ciu menggeleng-gelengkan kepala. "Entah bagaimana Han Liong, kenapa dia tidak pernah ke mari?" "Mungkin dia berada dipulaU Hong Hoang To," Sahut song wan Kiauw. "Kalau dia berada di Tionggoan, pasti ke mari." "Ngmm" Jie Lian ciu manggut-manggut. "Terus terang, kini yang kupikirkan adalah pihak Tong Hai. Apa sebabnya Tong Hai sianli mengundang para ketua berkumpul di kuil siauw Lim sie? Apakah Tong Hai sianli punya suatu niat jahat? Lalu bagaimana dengan pihak siauw Lim Pay?" "Aku yakin hal itu sudah mendapat persetujuan dari Kong Bun Hong Tio. Kalau tidak, tentunya Tong Hai sianli tidak berani begitu lancang menyebarkan surat undangan itu," Ujar Jie Lian ciu. "Benar." Song Wan Kiauw manggut-manggut. "Akupun yakin pihak Tong Haipasti berkepandaian tinggi. Kalau tidak, bagaimana mungkin mereka berani berbuat begitu?" "Itulah yang mencemaskan. Jie Thay Giam menghela nafas panjang. "Mungkinkah pihak Tong Hai berniat menundukkan semua partai besar di Tionggoan?" "Memang mungkin." Jie Lian ciu manggut-manggut. Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Oleh- karena itu, kita harus berhati-hati sampai di siauw Lim sie nanti." "Perlukah kita berempat ke sana?" Tanya song wan Kiauw. "Cukup bertiga saja," Sahut Jie Lian ciu. "Song Kee tidak usah ikut, karena harus melayani suhu." "Ya." Thio song Kee mang angguk. "Aaaah..." Jie Lian ciu menghela nafas panjang. "Mudah-mudahan pihak Tong Hai tidak berniat jahat" -ooo00000ooo Tiraikasih WEBSITEhttp.//kangzusi.com Sementara itu, Thio Han Liong sudah tiba di Kotaraja, la langsung ke istana menghadap Cu Goan Ciang. "Han Liong...." Cu Goan Ciang menatapnya seraya bertanya. "Bagaimana? Engkau memperoleh Thian ciok sin sui itu?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk. "Oooh" Cu Goan Ciang menarik nafas lega. "Syukurlah Kalau begitu, mari kita ke istana An Lok" Mereka berdua lalu menuju istana An Lok diiringi para dayang yang berjalan di depan dan di belakang. Begitu melihat kedatangan mereka, Lan Lan segera berlari ke dalam untuk melapor kepada An Lok Kong cu. "Kong cu Tuan Muda Thio sudah datang" "Oh?" Wajah An Lok Kong cu yang pucat pasi itu langsung berseri, namun ia tak dapat bangun, tetap berbaring di tempat tidur. Tak seberapa lama kemudian, muncullah Cu Goan Ciang dan Thio Han Liong. Kaisar itu tersenyum-senyum sambil mendekatinya. "Nak, Han Liong berhasil mendapatkan Thian ciok sin sui itu" "Ayahanda...." Mata An Lok Kong cu bersimbah air, kemudian mengarah pada pemuda pujaan hatinya. "Kakak Han Liong... " "Adik An Lok" Thio Han Liong tersenyum lembut sambil membelainya. "Aku membawa Thian Ciok sin sui. Tak kusangka pemilik Thian ciok sin sui adalah orang tua siauw Cui...." "Engkau kenal siauw Cui?" An Lok Kong cu heran. "Kenal." Thio Han Liong manggut-manggut. "Aku pernah mengobatinya ketika ia terkena racun." "Dia... dia cantik sekali?" "Cantik," Thio Han Liong mengangguk sambil tersenyum. "Gadis itu baru berusia sekitar sebelas tahun." "Oooh" An Lok Kong cu menarik nafas lega. "Kukira dia sudah dewasa...." "Adik An Lok...." Thio Han Liong tersenyum. "Berhubung aku pernah menyelamatkan anak gadis itu, maka ke dua orangtuanya tidak begitu sulit memberiku setengah botol Thian ciok sin sui." "Oh?" "Tapi...." Thio Han Liong memberitahukan. "Engkau cukup minum dua tetes saja." "Hanya dua tetes?" An Lok Kong Cu terbelalak. "Ya." Thio Han Liong mengangguk. "Dua tetes Thian ciok Sin sui sudah cukup memunahkan racun Jiu Kut Tok itu" Thio Han Liong mengeluarkan sebuah botol pualam, kemudian berkata kepada An Lok Kong Cu. "Adik An Lok buka mulutmu" An Lok Kong cu sebera membuka mulutnya. Thio Han Liong langsung menuangkan dua tetes Thian ciok sin sui ke dalam mulut gadis itu lalu menaruh botolnya di atas meja. "Han Liong, apakah hari ini juga putriku akan sembuh?" Tanya Cu Goan Ciang. "Maaf, aku pun tidak tahu, namun beberapa saat kemudian aku akan memeriksanya," Sahut Thio Han Liong. Cu Goan Ciang manggut-manggut. "Mudah-mudahan putriku akan sembuh hari ini" "Mudah-mudahan" Ucap Thio Han Liong. Beberapa saat kemudian, Thio Han Liong mulai memeriksa An Lok Kong cu. Sejenak kemudian barulah wajahnya tampak berseri-seri. "Sungguh mujarab Thian ciok sin sui" Ujarnya sambil tersenyum. "Kini racun Jiu Kut Tok telah punah. Adik An Lok cobalah engkau bangun" An Lok Kong cu mencoba bangun. Betapa gembiranya karena ia sudah kuat bangun dan sudah bisa berjalan. "Aku... aku sudah sembuh" Serunya girang dan langsung memeluk Thio Han Liong erat-erat. "Kakak Han Liong...." "Adik An Lok syukur lah engkau sudah sembuh bahkan mulai sekarang engkau kebal terhadap racun apa pun" Ujar Thio Han Liong sambil membelainya. "Oh?" An Lok Keng cu tercengang. "Kok bisa begitu?" Tanyanya. "Karena Thian ciok sin sui memunahkan racun Jiu Kut Tok di dalam tubuhmu, lalu menyatu pula dengan obat pemunah racun yang kuberikan kepadamu. Maka membuat dirimu kebal terhadap racun apa pun." "Oooh" Betapa girangnya An Lok Kong cu, kemudian berbisik-bisik di telinga Thio Han Liong. "Baik." Pemuda itu manggut-manggut, kemudian berkata kepada Cu Goan Ciang dengan serius. "Yang Mulia, siapa yang makan obat pemunah racun dan Thian ciok sin sui, maka orang itu pasti akan kebal terhadap racun." "Oh, ya?" Cu Goan Ciang tampak tertarik. "Adik An Lok mengusulkan agar Yang Mulia makan obat pemunah racunku dan setetes Thian ciok sin sui." Thio Han Liong memberitahukan. "Ngmm" Cu Goan Ciang manggut-manggut. "Agar diriku kebal terhadap racun, bukan?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk. "Baiklah." Cu Goan Ciang tersenyum. Thio Han Liong mengeluarkan sebutir obat pemunah racun, lalu diberikan kepada Cu Goan Ciang. setelah menerima obat itu, Cu Goan Ciang pun segera memasukkan ke dalam mulut. Thio Han Liong mengambil botol pualam yang di atas meja, kemudian menuang setetes Thian ciok sin sui ke dalam mulut kaisar itu "Mulai sekarang Yang Mulia sudah kebal terhadap racun apa pun." Katanya. "Terima kasih." Cu Goan Gang tersenyum. "Kalian berdua bercakap-cakaplah, aku harus kembali ke istana ku" Cu Goan Ciang meninggalkan istana An Lok diiringi para dayang. setelah kaisar itu pergi, Thio Han Liong dan An Lok Kong cu pergi ke taman bunga lalu duduk di situ sambil mengobrol. "Kakak Han Liong...." An Lok Keng cu memandangnya seraya bertanya. "Engkau rindu pada Dewi Kecapi?" "Adik An Lok" Thio Han Liong tersenyum. "Dia kawan kita, tentunya kita rindu padanya." "Kakak Han Liong...." An Lok Keng Cu tersenyum. "Engkau pintar menjawab." "Adik An Lok engkau harus tahu," Ujar Thio Han Liong sungguh-sungguh. "Hanya engkau yang kucintai. Aku tidak akan mencintai gadis lain, percayalah" "Aku percaya." An Lok Kong cu tersenyum lembut, lalu menaruh kepalanya dibahu Thio Han Liong. "Adik An Lok...." Thio Han Liong memberitahukan. "Aku mengabulkan satu permintaan dari pemilik Thian ciok sin sui." "Oh?" An Lok Keng cu menatapnya. Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Permintaan apa itu?" "Aku harus mencari Yo Ngie Kuang, murid ayahnya, karena Yo Ngie Kuang mencuri Kitab Lian Hoa cin Keng." Kalau begitu" An Lok Keng cu mengerutkan kening. "Engkau harus pergi lagi?" "Ya."Thio Han Liong mengangguk. "Sebab aku tidak boleh ingkar janji." "Kakak Han Liong...." Wajah An Lok Keng cu langsung berubah muram. "Engkau baru pulang, kok sudah mau pergi lagi?" "Adik An Lok" Thio Han Liong tersenyum. "Aku akan menemanimu beberapa hari, setelah itu barulah pergi mencari Yo Ngie Kuang." "Tapi...." "Kalau berhasil mencarinya, aku pasti segera kembali," Ujar Thio Han Liong dan menambahkan. "Apabila aku belum kembali, engkau tidak boleh pergi menyusulku. Engkau harus ingat itu" "Bagaimana kalau engkau bertahun-tahun tidak kembali?" Tanya An Lok Keng cu dengan wajah muram. "Itu tidak mungkin." Thio Han Liong tersenyum. "Percayalah aku pergi tidak akan begitu lama...." "Tapi tidak gampang mencari seseorang, sebab Tionggoan begitu luas." An Lok Keng cu menghela nafas panjang. "Aku khawatir,..." "Jangan khawatir" Thio Han Liong menggenggam tangannya. "Aku pasti kembali secepatnya." "Kakak Han Liong...." An Lok Keng cu menundukkan kepala. "Engkau... engkau tidak akan jatuh cinta lagi pada gadis lain, bukan?" "Tentu." Thio Han Liong manggut-manggut "Aku hanya mencintaimu, tentu tidak akan mencintai gadis lain lagi. Percayalah" "Ng" An Lok Keng Cu manggut-manggut. Beberapa hari kemudian, Thio Han Liong berpamit kepada Cu Goan Ciang. Gadis itu mengantarnya sampai di luar istana. Begitu sampai di luar istana, berderailah air matanya. "Kakak Han Liong...." "Adik An Lok" Thio Han Liong membelainya. "Engkau harus bersabar menunggu aku kembali, janganlah engkau pergi menyusulku" "Ya." An Lok Keng Cu mengangguk dengan air mata bercucuran membasahi pipinya. "Kakak Han Liong, aku harap engkau cepat kembali" "Ya." Thio Han Liong manggut-manggut, lalu berjalan pergi selangkah demi selangkah. An Lok Keng Cu terus memandang punggungnya dengan air mata berlinang-linang. setelah Thio Han Liong lenyap dari pandangannya, barulah ia kembali ke dalam istana. Thio Han Liong masih ingat di mana ia dan Dewi Kecapi pernah melihat pemuda berlatih ilmu silat di dalam rimba. Karena itu ia langsung berangkat ke rimba tersebut. Bab 59 Pertandingan Di Kuil siauw Lim sie Beberapa hari kemudian, Thio Han Liong telah tiba di rimba itu. Akan tetapi, ia tidak melihat pemuda tersebut. oleh karena itu, ia mencari ke sana ke mari dan akhirnya menemukan sebuah gubuk kecil. Perlahan-lahan Thio Han Liong memasuki gubuk itu, namun tidak tampak siapa pun. Di dalam, kosong sama sekali. Thio Han Liong berdiri termangu-mangu. la yakin pemuda itu telah meninggalkan gubuk tersebut. Lalu ia harus ke mana mencarinya? Thio Han Liong menghela nafas panjang, akhirnya meninggalkan gubuk itu Kini Thio Han Liong melakukan perjalanan tanpa arah tujuan. Dua hari kemudian ia tiba di sebuah kota kecil. la mampir di sebuah rumah makan dan memesan beberapa macam hidangan. Setelah hidangan-hidangan itu disajikan, ia pun mulai bersantap. Di saat bersamaan, tampak beberapa orang rimba persilatan memasuki rumah makan itu. Mereka duduk dekat meja Thio Han Liong, dan mulai bercakap-cakap sesudah memesan beberapa macam hidangan. "Tak disangka Tong Hai sianli begitu berani mengundang para ketua untuk berkumcul di kuil siauw Lim sie, sedangkan ketua siauw Lim Pay pun bersedia menjadi tuan rumah. Bukankah itu sungguh mengherankan?" "Betul. Lagipula... entah apa sebabnya Tong Hai sianli mengundang para ketua itu untuk berkumpul di kuil siauw Lim sie?" "Dengar-dengar... pihak Tong Hai ingin bertanding dengan para ketua partai Bu Tong, Go Bi, Kun Lun, Hwa san dan partai Khong Tong, bahkan Kay Pang pun diundang." "Dunia persilatan baru tenang, tapi kini justru muncul aliran Tong Hai. Jangan-jangan akan menimbulkan bencana...." "Memang mengherankan. Bagaimana mungkin pihak Tong Hai dapat mengalahkan para ketua itu?" "Kalau pihak Tong Hai tidak berkepandaian tinggi, tentunya tidak berani datang di Tionggoan. oh ya, aku dengar Tong Hai sianli merupakan gadis yang amat cantik jelita." Mendengar percakapan itu, Thio Han Liong segera menghampiri mereka sambil memberi hormat. "Maaf, aku mengganggu saudara-saudara sekalian" "ucapnya sopan. "Tidak apa-apa," Sahut salah seorang dari mereka sambil tersenyum. "Apakah Anda ingin menanyakan sesuatu?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk. "Betulkah Tong Hai sianli akan bertanding dengan para ketua?" "Betul." Orang itu mengangguk. "Anda belum mengetahuinya?" Wajah Thio Han Liong tampak agak kemerah-merahan. "Kapan pertandingan itu akan dimulai?" "Tanggal lima belas bulan ini, masih empat hari lagi." "Di kuil siauw Lim sie?" "Betul. Tapi..." Orang itu menatapnya. "Mungkin Anda tidak keburu ke sana, sebab kalau Anda naik kuda jempolan, harus membutuhkan waktu sekitar enam hari baru sampai di kuil siauw Lim sie." "Terimakasih," Ucap Thio Han Liong, lalu cepat-cepat menaruh setael perak ke atas meja, dan meninggalkan rumah makan tersebut. Sampai di tempat sepi, ia mengerahkan ilmu ginkangnya, agar cepat tiba di kuil siauw Lim sie. Sementara itu, para ketua telah berkumpul di kuil siauw Lim Sie, di ruang Tay Hiong PoTian (Ruang Para orang Gagah). "Keng Bun Hong Tio, betulkah pihak Tong Hai akan bertanding ilmu silat dan ilmu surat dengan kita?" Tanya ketua Kun Lun pay. "Betul." Keng Bun Hong Tio manggut-manggut. "Omitohud Kalian harus berhati-hati, sebab pihak Tong Hai berkepandaian amat tinggi" "Oh?" Ketua Kun Lun Pay tidak begitu percaya. "Omitohud" Keng Tiseng Ceng menghela nafas panjang. "Aku pernah bertanding dengan salah seorang dari pihak Tong Hai sebanyak sepuluh jurus, namun pada jurus kedelapan, aku terpaksa mengaku kalah." Katanya. "Oh?" Para ketua terbelalak ketika mendengar pengakuan Keng Ti seng Ceng. Bahkan mulut mereka ternganga lebar. se jurus kemudian barulah ketua partai Bu Tong bertanya. "Keng Ti seng Ceng, betulkah begitu?" "Omitohud" Keng Ti seng ceng manggut-manggut. "Aku berkata sesungguhnya, sama sekali tidak membohong. Kepandaian pihak Tong Hai memang tinggi sekali." "Kong Ti seng Ceng, apakah Tong Hai sianli berniat jahat terhadap kita?" Tanya ketua Hwa san Pay. "Kelihatannya tidak," Jawab Kong Ti seng Ceng dan melanjutkan. "Kata Tong Hai sianli, siapa yang berhasil lulus dari pertandingan ilmu silat dan ilmu surat, maka akan diundang ke Tong Hai." "Itu dikarenakan apa?" Tanya ketua Khong Tong Pay heran. "Kong Ti seng ceng mengetahuinya? " "Omitohud" Kong Ti seng ceng menggeleng kepala. "Kami sama sekali tidak mengetahuinya . " "Heran..." Gumam ketua Hwa san Pay. "Apa sebab pihak Tong Hai menantang kita bertanding ilmu silat dan ilmu surat?" "Tentunya mengandung suatu tujuan," Sahut ketua Kun Lun Pay. "Oleh karena itu, kita semua harus berhati-hati." Pada saat bersamaan, muncullah rombongan Tong Hai, yang dipimpin Tong Hai sianli. Para Hweeshio siauw Lim sie menyambut kedatangan mereka sambil merangkapkan tangan di dada, sedangkan Tong Hai sianli tersenyum-senyum. Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Omitohud selamat datang" Ucap para Hweeshio itu "Apakah para ketua sudah berkumpul di sini?" Tanya Tong Hai sianli. "Sudah." Para Hweeshio itu mengangguk. "Sianli dan lainnya dipersilakan masuk" "Terima kasih," Ucap Tong Hai sianli, lalu berjalan ke dalam dengan diikuti yang lainnya. Sampai di ruang Tay Hiong Po Tian, Keng Bun Hong Tio dan Keng Ti seng Ceng langsung bangkit berdiri menyambut kedatangan mereka. Begitu pula para ketua lainnya. "Omitohud" Ucap Keng Bun Hong Tio sambil memberi hormat. "Selamat datang, Tong Hai sianli" "Selamat bertemu" Sahut Tong Hai sianli sambil tersenyumsenyum. "Para ketua yang terhormat, terimalah hormatku" Tong Hai sianli memberi hormat kepada para ketua yang hadir di situ, dan para ketua itu segera membalas hormatnya. "Silakan duduk silakan duduk" Ucap Keng Bun Hong Tio. Para ketua dan Tong Hai sianli duduki sedangkan para pengikut Tong Hai sianli tetap berdiri di belakangnya. "Omitohud" Ucap Keng Bun Hong Tio Tiraikasih WEBSITEhttp.//kangzusi.com "Harap Tong Hai sianli memberitahukan kepada para ketua tentang tujuan pertemuan ini" Tong Hai sianli mengangguk kemudian bangkit berdiri sambil tersenyum. "Para ketua yang terhormat, pertemuan ini berdasarkan niat baik, oleh karena itu, aku harap para ketua jangan bercunga" Katanya. "Tong Hai sianli" Ketua Hwa san menatapnya tajam. "Betulkah pihak kalian menantang kami bertanding ilmu silat dan ilmu surat?" Tanyanya. "Betul." Tong Hai sianli mengangguk dan menambahkan. "Siapa yang lulus akan kami undang ke tempat tinggal kami." "Untuk apa yang lulus diundang ke tempat tinggal kalian?" Tanya ketua Kun Lun Pay. "Menemui ayahku untuk membahas sesuatu," Jawab Tong Hai sianli. "Pembahasan itu amat bermanfaat bagi siapa pun, maka kami harap para ketua jangan bercuriga apa-apa" "Apa yang akan dibahas di sana?" Tanya ketua GoBiPay. "Bolehkah kami tahu?" "Ayahku amat mengagumi ilmu silat Tionggoan, itu mendorong kemauan ayahku untuk menguji ilmu silat Tionggoan. selain itu, ayahku memperoleh sebuah kitab ilmu silat, tapi ayahku tidak mengerti tulisannya." Jawab Tong Hai sianli. "Ooh" Jie Liancu Ketua Bu Tong Pay manggut-manggut. "Maka Nona ingin menguji ilmu surat kami. Begitu, bukan?" "Ya." Tong Hai sianli manggut-manggut. "Siapa yang membahas besama ayahku, sudah jelas boleh belajar bersama ayahku pula." Para ketua amat tertarik. Mereka saling memandang, kemudian Kong Bun Hong Tio bertanya. "Omitohud Tulisan apa yang di dalam kitab itu?" "Ayah ku justru tidak mengerti, maka mengutusku ke Tionggoan.". "Omitohud..." Kong Bun Hong Tio manggut-manggut. "Tong Hai sianli, cara bagaimana engkau akan bertanding dengan para ketua?" "Itu akan kuatur," Sahut Tong Hai sianli. "Yang penting tidak akan saling melukai." "Omitohud" Keng Bun Hong Tio manggut-manggut. "Kalau begitu, mari kita ke halaman" "Baik," Tong Hai sianli mengangguk. Mereka bangkit berdiri lalu menuju halaman kuil yang amat luas itu. Tong Hai sianli memandang para ketua, kemudian ujarnya sambil tersenyum. "Para ketua yang terhormat, pertandingan yang akan dimulai itu hanya menggunakan tangan kosong. Boleh saling menyentuh, tapi tidak boleh saling melukai." "Omitohud" Ucap Keng Bun Hong Tio. "Para ketua pasti setuju, pertandingan boleh sebera dimulai." "Baik." Tong Hai sianli manggut-manggut. "Siapa yang maju lebih dulu?" "Aku," Sahut ketua Hwa san Pay sambil berjalan ke tengahtengah halaman kuil itu, kemudian memberi hormat. "Aku harap pihak Tong Hai sudi memberi petunjuk kepadaku" "Paman Lie, majulah" Perintah Tong Hai sianli. "Ya, sianli." Paman Lie itu langsung menghampiri ketua Hwa san Pay. Mereka saling memberi hormat dan setelah itu mulailah bertanding dengan mangan kosong. Kepandaian ketua Hwa san Pay memang hebat, tapi masih berada di bawah kepandaian Paman Lie. Maka puluhan jurus kemudian, ketua Hwa san Pay terpaksa mengaku kalah. Ketua Hwa san Pay kembali ke tempatnya dengan kepala tertunduk, sedangkan Paman Lie kembali ke tempatnya dengan wajah berseri. Setelah itu yang maju ketua Kun Lun Pay. Tong Hai sianli segera menyuruh Paman Tan menghadapi ketua Kun Lun pay itu seperti yang dialami ketua Hwa san Pay, puluhan jurus kemudian ketua Kun Lunpaypun harus mengaku kalah. Kemudian mereka kembali ke tempat masing-masing . Kini giliran ketua Go Bi Pay. Tong Hai sianli memandang Bibi Ciu. Wanita itu mengangguk lalu melangkah ke tengahtengah halaman. Tak lama terjadilah pertandingan yang amat seru, akan tetapi puluhan jurus kemudian, ketua Go Bi Pay tampak terpental tujuh delapan depa, sedangkan Bibi Ciu hanya terhuyung-huyung ke belakang beberapa langkah. "Aku mengaku kalah," Ucap ketua GoBi Pay sambil memberi hormat, lalu kembali ke tempatnya dengan wajah kemerahmerahan. Setelah itu, ketua Khong Tong Pay maju ke depan. Yang maju dari pihak Tong Hai adalah Bibi Gouw menghadapi ketua Khong Tong Pay.setelah bertanding puluhan jurus, ketua Khong Tong Pay pun harus mengaku kalah. Kini hanya tinggal BuTong pay dan Kay Pang. Kedua ketua itu saling memandang, setelah itu barulah ketua Bu Tong Pay berjalan ke tengah-tengah halaman. Di saat bersamaan, tampak sosok bayangan melayang turun. Begitu enteng dan lamban, itu pertanda betapa tingginya ilmu ginkang pendatang itu. "Han Liong.. Han Liong" Seru Jie Lian ciu, ketua Bu Tong Pay dengan girang sekali. "Han Liong" "Omitohud" Ucap Kong Bun Hong Tio dengan wajah berseri-seri. Thio Han Liong sudah berdiri di situ. la memberi hormat kepada para ketua, kemudian memandang Tong Hai sianli seraya menegurnya. "Tong Hai sianli Kenapa engkau membuat onar di sini?" "Hi hi" Tong Hai sianli tertawa kecil. "Thio Han Liong, tak disangka kita berjumpa di sini sungguh menggembirakan" "Hmm" Dengus Thio Han Liong dingin. "Tak terduga sama sekali, kedatanganmu justru membuat kacau rimba persilatan Tionggoan" "Eeeh?" Tong Hai Sianli tersenyum. "Jangan menuduh sembarangan. Cobalah engkau bertanya kepada para ketua yang berada di sini" "Baik" Thio Han Liong memandang Jie Lian Ciu. "Kakek Jie, apakah benar apa yang dikatakan Tong Hai Sianli?" "Benar. " Jie Lian Ciu manggut-manggut. "Pihak Tong Hai hanya ingin menguji ilmu silat dan ilmu surat para ketua. Siapa yang lulus akan diundang ke Tong Hai menemui ayahnya untuk membahas sesuatu." "Oh?" Thio Han Liong mengerutkan kening. "Membahas apa?" "Ayah nya memperoleh sebuah kitab, tapi tidak mengerti tulisan yang di dalamnya, maka mengutus Tong Hai sianli ke Tionggoan. " Jie Lian Ciu memberitahukan. "Oooh" Thio Han Liong manggut-manggut dan bertanya. Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Kakek Jie, apakah sudah ada ketua yang lulus?" "Kini hanya tinggal aku dan ketua Kay Pang, ketua lain telah kalah," Sahut Jie Lian Ciu sambil menghela nafas panjang. "Oh?" Thio Han Liong terkejut. "Kalau begitu, biar aku yang mewakili Bu Tong Pay." "Baiklah." Jie Lian ciu girang bukan main. la memandang Thio Han Liong sambil manggut-manggut, lalu kembali ke tempatnya. "Tong Hai sianli" Thio Han Liong memberitahukan "Aku akan mewakili Bu Tong Pay" "Oh?" Tong Hai Sianli menatapnya dengan mata berbinarbinar. "Baik Kalau begitu aku yang maju menghadapimu" "Sianli...." Bibi Ciu dan Bibi Gouw terperanjat. "Biar kami saja yang menghadapinya." "Kalian berdua bukan tandingannya," Ujar Tong Hai sianli. "Maka harus aku yang maju." Usai berkata begitu, Tong Hai sianli maju ke hadapan Thio Han Liong, sekaligus memberi hormat. Thio Han Liong cepatcepat balas memberi hormat, kembdian berkata. "Sianli. Engkau boleh menyerang lebih dulu" "Baik" Tong Hai sianli mengangguk lalu mulai menyerangnya bertubi-tubi dengan sengit sekali. Thio Han Liong berkelit ke sana ke mari, kemudian balas menyerang dengan ilmu Thay Kek Kun. Akan tetapi, belasan jurus kemudian mendadak Tong Hai sianli mulai mengeluarkan jurus-jurus andalannya, sehingga membuat Thio Han Liong menjadi agak kewalahan. Itu sungguh mengejutkan para ketua, karena mereka tidak menyangka Tong Hai sianli berkepandaian begitu tinggi. "Maaf sianli" Ucap Thio Han Liong. "Aku terpaksa harus menangkis seranganmu" "Silakan" Sahut Tong Hai sianli sambil tersenyum manis. Thio Han Liong berkelit lagi. Di saat itulah ia mengerahkan Kian Kun Taylo sin Kang. Justru di saat itu juga Tong Hai sianli menyerangnya, oleh karena Thio Han Liong menangkis dengan jurus Kian Kun Taylo Hap It (segala Galanya Menyatu Di Alam semesta). Blaaam... Terdengar suara benturan keras. Tong Hai sianli terpental beberapa depa, sedangkan Thio Han Liong tetap berdiri tak bergeming. "Sianli" Betapa kagetnya Bibi Ciu dan Bibi Gouw. Mereka berdua langsung melesat ke arah Tong Hai sianli yang jatuh terduduk itu. "Engkau terluka?" "Tidak." Tong Hai sianli menggelengkan kepala sambil bangkit berdiri, lalu memandang Thio Han Liong dengan penuh kekaguman. "Maaf" Ucap Thio Han Liong sambil menghampirinya. "Sianli tidak terluka, kan?" "Tidak," Tong Hai sianli tersenyum. "Terima kasih atas kemurahan hatimu tidak melukaiku." "Sianli...." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala. "Aku...." "Kepandaianmu amat tinggi sekali, aku mengaku kalah," Ucap Tong Hai sianli dengan wajah agak kemerah-merahan. "Sianli terlampau mengalah kepadaku..." Sahut Thio Han Liong sambil memberi hormat. "Padahal sianli berkepandaian tinggi sekali." "Han Liong...." Tong Hai sianli menatapnya dengan mata berbinar-binar. "Aku tak menyangka kepandaianmu begitu tinggi. Kini aku akan menguji ilmu suratmu." "Ilmu surat?" Thio Han Liong tercengang mendengar ucapan itu. "Ya." Tong Hai sianli mengangguk kemudian berkata kepada Bibi Ciu. "Ambilkan pit (Pensil cina yang ujungnya dibuat dari semacam bulu) dan tinta hitam" "Ya." Bibi Ciu segera mengambil pit, tinta hitam dan selembar kertas, lalu ditaruh di atas meja. Tong Hai sianli segera menulis di kertas itu. Tak seberapa lama ia sudah usai menulis dan memperlihatkannya tulisan itu kepada para ketua. "Para ketua yang terhormat, apakah kalian tahu tulisan apa ini?" Tanyanya. Para ketua menggeleng-gelengkan kepala. Tong Hai sianli lalu memperlihatkan tulisan itu kepada Thio Han Liong. "Engkau tahu tulisan apa ini?" "Tahu." Thio Han Liong mengangguk "Itu adalah tulisan Thian Tok (India)." "Engkau tahu apa artinya?" Tanya Tong Hai sianli sambil menatapnya. "Tahu." Thio Han Liong mengangguk lagi. "Artinya adalah Ih Kin Keng (Kitab Pusaka Pemindahan Urat Nadi). Menurutku, itu merupakan semacam pelajaran ilmu silat." "Oh?" Tong Hai sianli semakin kagum kepadanya. "Kalau begitu, engkaulah orangnya yang sedang dicari-cari ayahku." "Sianli...." Thio Han Liong mengerutkan kening. "Maaf, bolehkah aku tahu siapa ayahmu?" "Tong Hai sianjin adalah ayahku." Tong Hai sianli memberitahukan. "Kami tidak mengerti tulisan Thian Tok maka ayahku mengutusku ke Tionggoan mencari orang yang mengerti tulisan Thian Tok." "Oooh" Thio Han Liong manggut-manggut. "Untuk menterjemahkan kitab itu?" "Kira-kira begitulah," Sahut Tong Hai sianli sambil tersenyum. "Siapa yang dapat menterjemahkan kitab itu, dia pun boleh belajar bersama ayahku." "Tapi...." Thio Han Liong menatapnya tajam. "Kenapa engkau pun bertanding dengan para ketua partai besar di Tionggoan?" "Untuk membuktikan bahwa ilmu silat aliran Tong Hai lebih tinggi dari ilmu silat Tionggoan, namun...." Tong Hai sianli menggeleng-gelengkan kepala. "Tak disangka engkau dapat mengalahkanku." "Sianli, di atas langit masih ada langit. engkau...." "Tidak salah maka aku kalah bertanding denganmu," Ujar Tong Hai sianli dan melanjutkan. "Oh ya, aku bernama Liang sok Ceng, engkau boleh memanggil namaku saja." "Itu...." Ragu Thio Han Liong. "Jangan ragu" Desak Tong Hai sianli. "Panggillah namaku" "baik," Thio Han Liong mengangguk "Sok..sok Ceng" "Terima kasih, Han Liong," Ucap Tong Hai sianli dengan tersenyum manis. "Engkau baik sekali." "Sok Ceng..." Ujar Thio Han Liong. "Kini sudah tiada urusan di sini, kalian boleh kembali ke Tong Hai." "Sesuai dengan pesan ayahku, kami harus mengundangmu ke Tong Hai," Sahut Tong Hai sianli. "Tentunya engkau tidak berkeberatan, bukan?" "Sesungguhnya tidak, tapi...." "Kenapa?" "Aku masih harus mencari seseorang, karena itu aku tidak bisa ikut kalian ke Tong Hai, aku mohon engkau sudi memaafkanku" "Kalau begitu..." Pikir Tong Hai sianli sejenak dan melanjutkan. "Aku beri waktu kepadamu, dalam tiga bulan ini engkau harus datang di pulau Khong Khong To, di Tong Hai" "Itu...." Kemudian Thio Han Liong manggut-manggut. Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Baiklah dalam waktu tiga bulan, aku pasti berkunjung ke sana. Tapi aku tidak tahu jalannya." "Engkau berangkat ke pesisir timur, di sana pasti ada orang mengantarmu ke pulau Khong Khong To," Sahut Tong Hai sianli. "Aku tunggu engkau di sana." "Baik," Thio Han Liong mengangguk. "Terimakasih, Han Liong," Ucap Tong Hai sianli dengan wajah berseri-seri. "Engkau tidak bohong, kan?" Tanyanya. "Aku tidak akan bohong," Jawab Thio Han Liong. "Apa yang kujanjikan, pasti kutepati." "Bagus, bagus" Tong Hai sianli tampak girang sekali, kemudian memberi hormat kepada para ketua. "Terimakasih atas kebaikan kalian yang telah memberi petunjuk kepada kami. Kami pun amat berterima kasih kepada Kong Bun Hong Tlo atas kesudiannya membantu kami." " Omitohud" Sahut Kong Bun Hong Tio sambil tersenyum lembut. "Tong Hai sianli, terimakasih atas kemurahan hatimu terhadap para ketua." "Sama-sama," Ucap Tong Hai sianli lalu memandang Thio Han Liong. "Aku mohon pamit, sampai jumpa " "selamat jalan, sampai jumpa" Sahut Thio Han Liong. Tong Hai sianli menatapnya dalam-dalam, setelah itu barulah meninggalkan kuil siauw Lim sie diikuti yang lain. "Han Liong...." Jie Lian ciu, song Wan Kiauw dan Jie Thay Giam menghampirinya dengan wajah berseri-seri. "Han Liong...." "Kakek.." Thio Han Liong bersujud di hadapan mereka. "Omitohud" Keng Bun Hong Tio menghampiri mereka sambil tersenyum lembut "Han Liong, engkau telah mempertahankan nama baik rimba persilatan Tionggoan." "Hong Tio..." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala. "Aku...." "Omitohud" Ucap Keng Bun Hong Tio. "Aku tahu engkau merasa tidak enak terhadap para ketua, namun kalau engkau tidak muncul tepat pada waktunya, tentunya kami akan dipermalukan oleh pihak Tong Hai." "Betul." Jie Lian ciu manggut-manggut. "Sebab aku juga tidak sanggup mengalahkan mereka." "Kakek Jie...." Thio Han Liong menghela nafas panjang. "Dalam waktu tiga bulan, aku harus pergi ke pulau Khong Khong To." "Itu memang harus," Tegas Jie Lian ciu. "Kalau tidak, namamu pasti akan rusak." "Ya." Thio Han Liong mengangguk "Han Liong," Ujar song Wan Kiauw. "Sucouwmu sudah tua sekali. Beliau amat rindu padamu, maka alangkah baiknya... engkau ikut kami ke gunung Bu Tong." "Ya." Thio Han Liong mengangguk "Kita harus memburu waktu, maka bagaimana kalau kita berangkat sekarang?" "Ng" Jie Lian ciu manggut-manggut. Mereka berpamit kepada para ketua, lalu meninggalkan kuil siauw Lim sie menuju gunung Bu Tong. Beberapa hari kemudian, mereka sudah tiba di gunung Bu Tong. song wan Kiauw Jie Lian ciu Jie Thay Giam dan Thio song Kee menemani Thio Han Liong ke ruang meditasi menemui Thio sam Hong. Begitu memasuki ruang meditasi itu, Thio Han Liong segera bersujud di hadapan guru besar tersebut. "Sucouw...." "Han Liong...." Betapa girangnya Thio sam Hong. "Duduklah" Thio Han Liong segera duduki begitu pula song wan Kiauw dan lainnya. Thio sam Hong terus memandang pemuda itu sambil tersenyum lembut, kemudian manggut-manggut seraya bertanya. "Han Liong, bagaimana keadaan ayah dan ibumu?" "Kedua orangtuaku baik-baik saja," Jawab Thio Han Liong. "Hanya... mereka merasa enggan meninggalkan pulau Hong Hoang To." "Ngmm" Thio sam Hong manggut-manggut. "Memang lebih baik Bu Ki dan isterinya hidup tenang di sana. Kini aku sudah semakin tua...." "Sucouw...." "Aaaah..." Thio sam Hong menghela nafas panjang. "Setiap manusia harus mati, begitu pula aku. Paling lama aku cuma bisa bertahan beberapa tahun lagi. Tapi aku merasa puas sekali, sebab... engkau telah besar dan berkepandaian begitu tinggi. oh ya, kenapa engkau masih belum mau kawin?" "Sucouw...." Wajah Thio Han Liong kemerah-merahan. "Setelah tugas-tugasku selesai, barulah aku kawin." "Apa tugas-tugasmu itu?" Tanya Thio sam Hong penuh perhatian. "Itu...." Thio Han Liong menutur tentang janjinya kepada Kam Ek Thian yang di gunung Altai dan Tong Hai sianli. "Karena janji itu, aku harus mencari Yo Ngie Kuang dan mengunjungi pulau Khong Khong To." "Ngmm" Thio sam Hong manggut-manggut. "Apa yang engkau janjikan, haruslah ditepati. Jangan mencemarkan nama sendiri lantaran mengingkari janji, itu tidak baik." "Ya, sucouw." Thio Han Liong mengangguk. Pendekar Bunga Karya Chin Yung Bara Naga Karya Yin Yong Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung