Ceritasilat Novel Online

Anak Naga 31


Anak Naga Karya Chin Yung Bagian 31


Anak Naga Karya dari Chin Yung   "Han Liong"   Thio sam Hong tersenyum lembut.   "Setelah itu, engkau harus kawin, karena... aku ingin menyaksikan engkau berkeluarga."   "Ya, sucouw."   Thio Han Liong mengangguk lagi, wajahnya tampak agak kemerah-merahan.   "Baiklah,"   Ujar Thio sam Hong sambil memejamkan matanya.   "Kalian boleh meninggalkan ruang ini, aku mau beristirahat."   Thio Han Liong bersujud lagi, lalu bersama song Wan Kiauw dan lainnya meninggalkan ruang meditasi itu, menuju ke ruang depan.   "Aaaah..."   Song wan Kiauw menghela nafas panjang setelah duduk.   "Suhu sudah tua sekali...."   "Oleh karena itu..."   Sambung Jie Lian ciu sambil memandang Thio Han Liong.   "Setelah beres tugas-tugasmu itu, engkau harus segera kawin."   "Itu...."   Thio Han Liong menundukkan kepala.   "Ya."   "Han Liong"   Song Wan Kiauw memandangnya seraya berkata.   "Engkau harus kawin sebelum sucouwmu wafat, beliau pasti gembira sekali menyaksikan engkau berkeluarga."   "Ya."   Thio Han Liong manggut.   "Setelah semua urusan itu beres, aku... pasti kawin."   "Tentunya engkau sudah punya kekasih kan?"   Tanya Jie Lian ciu sambil tersenyum.   "Ya."   Thio Han Liong memberitahukan.   "Dia adalah.... An Lok Keng cu, putri Cu Goan Ciang."   "Maksudmu Putri kaisar? "   Jie Lian ciu terbelalak begitu pula yang lain.   "Ayahmu setuju?"   "Setuju."   Thio Han Liong mengangguk "Syukurlah "   Jie Lian ciu tersenyum.   "Apabila engkau sempat, ajaklah dia ke mari menemui sucouwmu"   "Ya."   Thio Han Liong manggut-manggut dengan wajah agak kemerah-merahan.   "Han Liong "   Jie Lian ciu menatapnya dalam-dalam.   "Tong Hai sianli kelihatannya amat menyukaimu. Kalau bertemu dia engkau harus berterus terang kepadanya, bahwa engkau sudah punya kekasih. Itu agar menghindari hal-hal yang tak diinginkan."   "Dan..."   Tambah song Wan Kiauw.   "Engkau jangan menyinggung perasaannya. Apabila perasaannya tersinggung, dia pasti menimbulkan bencana dalam rimba persilatan Tionggoan."   "Aku akan bicara baik-baik dengannya, sama sekali tidak akan menyinggung perasaannya,"   Ujar Thio Han Liong.   "Bagus."   Song Wan Kiauw tersenyum.   "Oh ya, kenapa engkau harus mencari Yo Ngie Kuang?"   "Sebab...."   Thio Han Liong menutur tentang itu.   "Maka aku harus mencarinya."   "Oooh"   Song Wan Kiauw manggut-manggut.   "Jadi dia mencuri kitab pusaka Lian Hoa Cin Keng milik Kam Ek Thian?"   "Ya."   Thio Han Liong mengangguk kemudian bangkit dari tempat duduknya.   "Aku mau mohon pamit."   "Baiklah."   Song Wan Kiauw manggut-manggut dan berkesan.   "Begitu semua urusanmu beres, ajaklah An Lok Kong cu ke mari"   "Ya."   Thio Han Liong bersujud, lalu meninggalkan gunung Bu Tong untuk mencari Yo Ngie Kuang.   Bab 60 Lam Khie Terkena Pukulan Beracun Agak bingung juga Thio Han Liong melakukan perjalanan, karena tidak tahu harus ke mana mencari Yo Ngie Kuang.   Beberapa hari kemudian, ia tiba di sebuah kota yang cukup besar.   Ketika ia sedang berjalan santai, mendadak melihat seorang tua memasuki rumah makan.   Begitu melihat orangtua itu, Thio Han Liong segera mengikutinya, ke dalam rumah makan tersebut.   "Pak Hong Lociancwee"   Seru Thio Han Liong memanggil orangtua itu.   "Han Liong"   Sahut orangtua itu dan tampak girang sekali, ternyata memang Pak Hong (si Gila Dari Utara).   "Duduklah di sini"   Thio Han Liong mengangguk lalu duduk di hadapan Pak Hong, sedangkan Pak Hong langsung memesan beberapa macam hidangan dan arak wangi.   "Locianpwee...."   Thio Han Liong tersenyum.   "Tak disangka kita berjumpa di sini."   "Sungguh kebetulan"   Pak Hong tertawa gembira.   "Oh ya, engkau dan Dewi Kecapi berhasil mencari Bu sim Hoatsu?"   Thio Han Liong mengangguk kemudian menutur tentang kejadian itu sejelas-jelasnya dan Pak Hong mendengar dengan penuh perhatian.   "Aaaah...."   Pak Hong menghela nafas panjang.   "Akhirnya Bu sim Hoatsu yang jahat itu mati juga Dewi Kecapi sudah pulang ke daerahnya?"   "Dia sudah pulang ke daerahnya."   "Han Liong"   Pak Hong menatapnya sambil bertanya.   "Kenapa engkau berada di kota ini? sebetulnya engkau mau ke mana?"   "Aku sedang mencari seseorang, namun tidak tahu harus ke mana mencarinya."   Thio Han Liong meng- gelenggelengkan kepala.   "Maka tanpa sengaja aku tiba di kota ini."   "Engkau mencari siapa?"   "Yo Ngie Kuang."   "Yo Ngie Kuang?"   Gumam Pak Hong.   "Aku tidak pernah mendengar nama tersebut. sebetulnya siapa dia?"   "Dia...."   Thio Han Liong menceritakan tentang Kam Ek Thian yang tinggal di gunung Altai.   "Yo Ngie Kuang adalah murid ayah Kam Ek Thian, namun ketika Kam Ek Thian, dan isterinya ke Tionggoan menyusul siauw Cui, Yo Ngie Kuang justru mencuri sebuah kitab pusaka."   "Oh?"   Pak Hong terbelalak.   "Kitab pusaka apa?"   "Lian Hoa Cin Keng."   "Lian Hoa Cin Keng?"   Pak Hong mengerutkan kening.   "Kalau begitu, Kam Ek Thian berasal dari aliran Lian Hoa (Bunga Teratai)?"   "Ya "   Thio Han Liong mengangguk "Kok Locian-pwee tahu?"   "Guruku yang memberitahukan kepadaku."   Sahut Pak Hong.   "Aliran Lian Hoa itu tidak pernah memasuki daerah Tionggoan. engkau sungguh beruntung memperoleh Thian ciok sin sui itu"   "Yaah"   Thio Han Liong tersenyum.   "Kalau sebelumnya aku tidak menyelamatkan nyawa siauw Cui, putri Kam Ek Thian, mungkin agak sulit bagiku memperoleh Thian ciok sin sui"   "Ngmm"   Pak Hong manggut-manggut.   "oh ya, aku dengar belum lama ini aliran Tong Hai memasuki daerah , Tionggoan, bahkan berhasil mengalahkan beberapa ketua partai besar di Tionggoan."   "Betul"   Thio Han Liong mengangguk "Engkau yang berhasil menundukkan Tong Hai sianli, maka mereka pulang ke Tong Hai. Ya, kan?"   Pak Hong tersenyum.   "Ya."   "Han Liong"   Pak Hong tertawa gelak.   "Secara langsung engkau telah mengharumkan rimba persilatan Tionggoan. Aku kagum dan merasa bangga sekali."   "Locianpwee...."   Thio Han Liong menghela nafas panjang.   Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Karena itu, aku diundang ke pulau Khong Khong To di pulau Tong Hai.   "   "oh?"   Pak Hong tertegun.   "Kenapa engkau diundang ke sana?"   "Untuk menterjemahkan sebuah kitab bertulisan Thian Tok sebab ayah Tong Hai sianli tidak mengerti tulisan Thian Tok."   "Ternyata begitu"   Pak Hong tertawa.   "Terus terang aku pun tidak mengerti tulisan Thian Tok. oh ya siapa yang mengajarmu tulisan India?"   "BuBeng siansu."   Thio Han Liong memberitahukan.   "Maka aku mengerti tulisan Thian Tok."   "oooh"   Pak Hong manggut-manggut.   "Kalau begitu, engkau juga bisa berbahasa Thian Tok?"   "Ya."   Thio Han Liong mengangguk "Hebat engkau"   Pak Hong mengacungkan jempolnya ke hadapan Thio Han Liong sambil tersenyum.   "Itu sungguh di luar dugaan, oh ya, kitab apa itu?"   "Kitab Ih Kin Keng."   Thio Han Liong memberitahukan.   "Kalau tidak salah, kitab itu adalah kitab ilmu silat."   "oooh"   Pak Hong manggut-manggut dan bertanya.   "Kapan engkau akan berangkat ke pulau Khong Khong To?"   "Dalam waktu tiga bulan, sebab aku masih harus mencari Yo Ngie Kuang,"   Jawab Thio Han Liong.   "Kalau begitu..."   Wajah pak Hong berseri.   "Masih keburu."   "Maksud Locianpwee?"   Tanya Thio Han Liong heran.   "Han Liong"   Pak Hong menjelaskan.   "Aku baru datang dari Tayli, tujuanku memang mencarimu."   "Kenapa Locianpwee mencariku?"   "Aku ke Tayli menemui Lam Khie, ternyata dia...."   Pak Hong menggeleng-gelengkan kepala.   "Dia berbaring di tempat tidur...."   "Lam Khie Locianpwee sakit?"   Tanya Thio Han Liong terkejut.   "Dia terkena pukulan beracun,"   Jawab Pak Hong.   "Kalau dia tidak memiliki Lweekang tinggi, mungkin telah binasa."   "Oh?"   Thio Han Liong mengerutkan kening.   "Siapa yang memukulnya?"   "Dia tidak mau memberitahukan kepadaku."   Pak Hong menggeleng-gelengkan kepala.   "Katanya tiada obat yang dapat memunahkan racun itu, dan dia hanya bisa bertahan satu bulan lagi. oleh karena itu aku cepat-cepat kembali ke Tionggoan mencarimu. sebab aku tahu engkau mahir ilmu pengobatan, siapa tahu engkau dapat menyembuhkannya."   "Kalau begitu, kita masih sempat ke Tayli kan?"   "Ya."   "Baiklah."   Thio Han Liong manggut-manggut.   "Usai makan kita langsung berangkat ke Tayli."   "Itu yang kuharapkan,"   Sahut Pak Hong.   "Han Liong, engkau memang seorang pendekar muda yang berhati mulia, selalu mementingkan orang lain."   Seusai makan mereka berdua lalu meninggalkan rumah makan itu, dan langsung menuju daerah Tayli.   Karena harus memburu waktu, maka mereka menggunakan ilmu ginkang, agar bisa tiba di Tayli selekasnya.   Kira-kira sepuluh hari kemudian, mereka berdua sudah tiba di daerah Tayli.   pak Hong mengajak Thio Han Liong ke tempat tinggal Lam Khie.   Pemandangan di tempat tinggal Lam Khie sungguh indah menakjubkan.   sayup,sayup terdengar suara gemuruh air terjun bagaikan alunan musik.   Tak seberapa lama kemudian, tampak sebuah gubuk di hadapan mereka.   "Itu gubuk Lam Khie."   Pak Hong memberitahukan.   "Mari kita ke sana"   Thio Han Liong mengangguk dan mengikuti Pak Hong menuju gubuk itu. Perlahan-lahan Pak Hong mendorong pintu gubuk tersebut. Tampak Lam Khie berbaring di ranjang kayu.   "Lam Khie"   Seru Pak Hong.   "Aku membawa Han Liong ke mari, mudah-mudahan dia bisa mengobatimu"   "Pak Hong...."   Lam Khie menggeleng-gelengkan kepala, kemudian memandang Thio Han Liong dengan mata redup.   "Engkau...."   "Locianpwee"   Thio Han Liong mendekatinya, lalu memeriksanya dengan cermat sekali.   "Untung Locianpwee memiliki Lweekang yang amat tinggi. Kalau tidak, nyawa Locianpwee pasti sudah melayang."   Katanya.   "Aaaah."   Lam Khie menghela nafas panjang.   "Aku... aku sudah tidak tahan lagi...."   "Han Liong, bagaimana keadaan Lam Khie, apakah masih bisa ditolong?"   "Keadaan Lam Khie Locianpwee sudah parah sekali, tapi masih bisa ditolong."   Sahut Thio Han Liong memberitahukan.   "Sebab aku membawa pemunah racun yang diramu dengan daun dan akar soat san Ling che. obat pemunah racun itu dapat menyembuhkan Lam Khie Locianpwee."   "Oh?"   Wajah Pak Hong berseri.   "Syukurlah"   Thio Han Liong mengambil dua butir obat pemunah racun, lalu dimasukkan ke mulut Lam Khie.   "Locianpwee,"   Ujar Thio Han Liong.   "Percayalah Locianpwee pasti bisa sembuh"   Lam Khie tersenyum getir. Mendadak Thio Han Liong membopongnya dan itu membuat pak Hong terbelalak.   "Eh? Mau dibopong ke mana?"   "Ke depan,"   Sahut Thio Han Liong sambil membopong Lam Khie ke halaman, lalu menaruhnya ke bawah.   "Locianpwee duduk bersila, aku akan membantu Locianpwee mendesak ke luar racun yang di dalam tubuh Locianpwee."   "Han Liong...."   Lam Khie menggeleng-gelengkan kepala sambil duduk bersila.   "Tidak mungkin aku akan sembuh...."   Thio Han Liong tersenyum.   la duduk di belakang Lam Khie.   sepasang telapak tangannya ditempelkan di punggung orangtua itu, kemudian mengerahkan Kiu Yang sin Kang ke dalam tubuhnya.   Seketika juga Lam Khie merasakan adanya aliran hangat menerobos ke dalam tubuhnya melalui punggungnya, karena itu, ia pun mencoba menghimpun Lwee-kangnya sambil memejamkan matanya.   Pak Hong berdiri diam di situ sambil menatap mereka dengan penuh perhatian.   Berselang beberapa saat Lam Khie muntah.   "Uaaakh Uaaakh..."   Lam Khie memuntahkan cairan kehijauhijauan.   setelah itu, wajahnya yang semula agak kehijauhijauan mulai berubah kemerah-merahan.   Setelah Lam Khie muntah, tak lama Thio Han Liong berhenti mengerahkan Kiu Yang sin Kang lalu bangkit berdiri "Bagaimana Han Liong?"   Tanya Pak Hong.   "Racun yang ada di dalam tubuh Lam Khie Locianpwee sudah punah,"   Jawab Thio Han Liong memberitahukan.   "Dua hari lagi Lam Khie Locianpwee pasti pulih."   "Oooh"   Pak Hong menarik nafas lega.   "Syukurlah"   Di saat bersamaan, Lam Khie bangkit berdiri, lalu memandang Thio Han Liong dengan penuh rasa haru.   "Terima kasih, Han Liong,"   Ucapnya.   "Locianpwee"   Thio Han Liong tersenyum.   "Jangan berterimakasih kepadaku, tapi berterima kasihlah kepada Pak Hong Locianpwee"   "Pak Hong, terima kasih,"   Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Ucap Lam Khie.   "Ha ha ha"   Pak Hong tertawa.   "Syukurlah engkau tidak mampus, aku gembira sekali"   "Pak Hong, aku telah berhutang budi kepadamu. Aku...."   "Lam Khie,"   Potong Pak Hong.   "Jangan berkata begitu, aku merasa tidak enak"   "Locianpwee,"   Ujar Thio Han Liong mendadak.   "Aku mohon pamit."   "Han Liong"   Pak Hong melotot.   "Engkau sudah gila ya? Baru datang sudah mau pulang. Jangan begitu"   "Locianpwee..."   Thio Han Liong menghela nafas panjang.   "Aku harus memburu waktu mencari Yo Ngie Kuang."   "Han Liong"   Lam Khie menatapnya lembut.   "Biar bagaimanapun engkau tidak boleh begitu cepat kembali ke Tionggoan, harus tinggal di Tayli beberapa hari."   "Tapi...."   "Tidak ada tapi-tapian, pokoknya engkau harus tinggal di Tayli beberapa hari"   Tandas Pak Hong.   "Locianpwee...."   "Han Liong,"   Ujar Lam Khie.   "Aku akan mengajakmu pergi menemui Raja Tayli yaitu Toan Hong Ya."   "Aku...."   "Jangan menolak Han Liong"   Sela Pak Hong.   "Itu tidak baik.   "   "Baiklah."   Thio Han Liong manggut-manggut.   "oh ya, Lam Khie Locianpwee. Siapa yang melukaimu?"   "Tan Beng Song,"   Jawab Lam Khie sambil menarik nafas panjang.   "Adik seperguruanku."   "Oh?"   Thio Han Liong dan Pak Hong tertegun.   "Kenapa dia melukai Locianpwee dengan pukulan beracun?"   "Aaaah.."   Lam Khie menghela nafas panjang lagi.   "Dua puluh tahun yang lalu, aku memergokinya melakukan, suatu kejahatan, maka aku lapor kepada guru. Karena itu, dia diusir oleh guru. Sejak itu dia amat dendam padaku. Tak disangka dua puluh tahun kemudian, dia justru ke mari melukaiku."   "Kepandaiannya lebih tinggi dari Locianpwee?"   Tanya Thio Han Liong heran.   "Yaah"   Lam Khie menggeleng-gelengkan kepala.   "Dua puluh tahun lalu kepandaiannya masih di bawahku. Namun tak disangka dua puiuh tahun kemudian, kepandaiannya begitu tinggi. Aku... aku hanya dapat bertahan dua puluh jurus saja."   "Lam Khie,"   Tanya Pak Hong.   "Tahukah engkau ilmu pukulan apa itu?"   "Aku tidak tahu. Namun yang jelas ilmu pukulan itu mengandung racun,"   Sahut Lam Khie.   "Untung aku memiliki Lweekang sakti Hud Bun Pan Yok sin Kang, maka aku bisa bertahan hingga saat ini. Kalau tidak, aku pasti sudah binasa."   Bagian 31   "Ha ha ha"   Pak Hong tertawa gelak.   "Engkau memang panjang umur. Kalau aku tidak berhasil mencari Han Liong, engkau pasti binasa."   "Betul."   Lam Khie manggut-manggut sambil tersenyum.   "Ayoh, mari kita masuk ke gubuk"   Pak Hong dan Thio Han Liong mengangguk, kemudian mereka bertiga masuk ke gubuk itu.   "Han Liong"   Lam Khie memandangnya seraya bertanya.   "Bagaimana keadaanmu selama ini?"   "Aku...."   Thio Han Liong menceritakan semua dan menambahkan.   "Kini aku harus mencari Yo Ngie Kuang dan pergi ke pulau Khong Khong To."   "Ngmm"   Lam Khie manggut-manggut.   "Itu memang harus engkau laksanakan, sebab engkau telah berjanji."   "Ya."   Thio Han Liong mengangguk.   "Han Liong"   Lam Khie memberi usul.   "Apabila dalam waktu dua bulan engkau tidak berhasil mencari Yo Ngie Kuang, maka engkau harus pergi ke pulau Khong Khong To."   "Betul."   Thio Han Liong manggut-manggut.   "Terimakasih atas petunjuk Locianpwee."   Mereka bertiga terus bercakap-cakap.   Tak terasa hari sudah gelap.   Dua hari kemudian, Lam Khie sudah pulih.   la mengajak Pak Hong dan Thio Han Liang ke istana Tayli menemui Toan Hong Ya.   Dengan penuh kegembiraan dan kehangatan Raja Tayli menyambut kedatangan mereka, lalu mempersilakan mereka duduk, dan para dayang segera menyuguhkan arak wangi.   "Ha ha ha"   Toan Hong Ya tertawa gembira sambil mengangkat cawannya..   "Mari kita bersulang"   Mereka bersulang sambil tertawa. setelah itu Lam Khie berkata memberitahukan kepada Raja Tayli.   "Han Liong mahir ilmu pengobatan. Kalau Pak Hong tidak membawanya ke tempat tinggalku, aku... aku pasti sudah binasa."   "Lho?"   Toan Hong Ya terkejut.   "Kenapa?"   "Sebab aku terkena pukulan beracun...."   Lam Khie menutur tentang kejadian itu.   "Kini aku telah pulih berkat jasa Han Liong."   "Oooh"   Toan Hong Ya manggut-manggut.   "Sungguh di luar dugaan, padahal Han Liong masih muda"   "Kepandaiannya amat tinggi,"   Sambung pak Hong.   "Kami berdua bukan tandingannya."   "oh?"   Toan Hong Ya tampak kurang percaya.   "Benarkah itu?"   "Benar."   Lam Khie manggut-manggut.   "Kepandaiannya memang amat tinggi sekali."   "Bukan main"   Toan Hong Ya semakin kagum pada Thio Han Liong. Di saat bersamaan, tampak seorang dayang tergopohgopoh memasuki ruang itu dengan wajah pucat pasi.   "Hong Ya"   Lapor dayang itu.   "Penyakit Putra Mahkota kambuh, sekujur badannya dingin sekali"   "Cepat panggil tabib"   Sahut Toan Hong Ya.   "Tabib istana sedang bepergian...."   "Hah?"   Wajah Toan Hong Ya langsung berubah pucat pias, kemudian bangkit berdiri dan berjalan mondar-mandir sambil bergumam.   "Celaka Betul-betul celaka"   "Hong Ya,"   Ujar Pak Hong.   "Bagaimana kalau Han Liong yang memeriksa Putramu itu?"   "Itu...."   Toan Hong Ya memandang Thio Han Liong.   "Hong Ya,"   Ujar Thio Han Liong sungguh-sungguh.   Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Aku bersedia mengobati Putra Hong Ya."   "Baik."   Toan Hong Ya manggut-manggut.   "Mari ikut aku ke kamar Putraku"   Toan Hong Ya melangkah ke dalam diikuti Lam Khie, Pak Hong dan Thio Han Liong.   Tak lama kemudian, sampailah mereka di sebuah kamar.   Para dayang yang berdiri di sana segera memberi hormat, Toan Hong Ya segera melangkah ke dalam dan diikuti Lam Khie, Pak Hong dan Thio Han Liong.   "Putraku...."   Toan Hong Ya menghampiri Toan Chuan Ke yang berbaring di tempat tidur. Anak itu berusia sekitar dua belas tahun, badannya kurus sekali.   "Bagaimana keadaanmu?"   "Ayahanda, ananda...."   Toan chuan Kie menatap Toan Hong Ya dengan mata redup.   "Hong Ya,"   Tanya Thio Han Liong.   "Bolehkah aku mulai memeriksanya?"   "Silakan"   Sahut Toan Hong Ya. Thio Han Liong mulai memeriksa nadi Toan chuai Kie. Kemudian keningnya tampak berkerut-kerut. Lama sekali barulah ia berhenti memeriksanya.   "Han Liong..."   Tanya Toan Hong Ya cemas.   "Bagai mana keadaan Putraku?"   "Hong Ya,"   Thio Han Liong memberitahukan.   "Kalau Lam Khie Locianpwee tidak mengajakku ke mari putra Hong Ya pasti tidak tertolong."   "oh?"   Toan Hong Ya menatapnya.   "Kalau begitu.."   "Hong Ya tidak usah cemas."   Thio Han Liong KM senyum.   "Aku sanggup menyembuhkan penyakitnya."   "Han Liong,"   Tanya Toan Hong Ya.   "sebetulnya Putraku mengidap penyakit apa? Kenapa tabib istana dan tabib lain tidak mengetahuinya?"   "Putra Hong Ya mengidap penyakit Hian Thian pui Cok (Kekurangan Hawa Hangat) di dalam tubuhnya sehingga tubuhnya kian hari kian bertambah lemah."   Thio Han Liong memberitahukan.   "itu adalah penyakit bawaan lahir, lagipula Putra Hong Ya lahir tujuh bulan. Karena itu, kondisi badannya amat lemah ketika lahir."   "Betul."   Toan Hong Ya manggut-manggut.   "Karena itu, maka sejak lahir putra Hong Ya sudah diberikan obat kuat yang tidak cocok dengan tubuhnya maka membuat tubuhnya sering kedinginan ketika ia mulai tumbuh besar."   Thio Han Liong menjelaskan.   "oh karena itu, tubuhnya harus diisi dengan hawa hangat"   "Han Liong..."   Ujar Toan Hong Ya.   "Tolonglah Putraku"   "Ng"   Thio Han Liong mengangguk, lalu membuka baju Toan chuan Kie.   setelah itu, sepasang telapak tangannya ditempelkan pada pusar anak itu, sekaligus mengerahkan Kiu Yang sin Kang ke dalam tubuhnya.   Toan Hong Ya, Lam Khie dan Pak Hong terus memperhatikan.   Berselang beberapa saat, wajah Toan chuan Kie yang pucat pias tampak mulai memerah, bahkan tubuhnya tidak menggigil lagi.   Betapa girangnya Toan Hong Ya menyaksikan keadaan putranya begitu pula Lam Khie dan Pak Hong.   Thio Han Liong tampak tersenyum, kemudian berhenti mengerahkan Kiu Yang sin Kangnya.   "Adik kecil,"   Ujarnya lembut.   "Engkau jangan khawatir, sebab kini engkau sudah sembuh, hanya masih harus makan obat."   "Terimakasih,"   Ucap Toan chuan Kie. Thio Han Liong segera membuka resep. lalu diberikan kepada Toan Hong Ya.   "Beli tiga bungkus saja. setelah makan obat itu, Putra Hong Ya pasti sehat seperti anak lain."   Katanya.   "Terimakasih, Han Liong,"   Ucap Toan Hong Ya sambil menerima resep itu "Terimakasih...."   "Ayahanda"   Panggil Toan chuan Kie sambil bangun.   "Ananda sudah tidak merasa dingin lagi."   "Jangan bangun, Nak Tetaplah berbaring di tempat tidur saja"   Ujar Toan Hong Ya.   "Tidak apa-apa, Hong Ya,"   Sela Thio Han Liong.   "Dia memang harus bergerak, tidak boleh terus berbaring di tempat tidur."   "oooh"   Toan Hong Ya manggut-manggut.   "Kakak..."   Toan chuan Kie mendekati Thio Han Liong.   "Kakak sungguh hebat, aku ingin seperti Kakak"   "Bagus"   Thio Han Liong manggut-manggut.   "Kalau begitu engkau harus berguru kepada Lam Khie Locianpwee."   "Ya."   Toan chuan Kie mengangguk.   "Han Liong"   Lam Khie heran.   "Kenapa engkau menyuruh dia berguru kepadaku?"   "sebab Locianpwee memiliki ilmu Hud Bun Pan Yok sin Kang, yang amat bermanfaat bagi tubuhnya."   "oooh"   Lam Khie manggut-manggut.   "Ternyata begitu Baiklah aku pasti menerimanya sebagai murid."   "Ha ha ha"   Toan Hong Ya tertawa gelak.   "Engkau memang saudaraku yang baik Ha ha ha..."   "Aaah..."   Lam Khie menghela nafas panjang.   "Tidak percuma aku mengajak Han Liong ke mari. Dia menyelamatkan nyawaku dan nyawa Chuan Kie. Kita berhutang budi kepadanya."   "Lam Khie Locianpwee, jangan berkata begitu"   Ujar Thio Han Liong cepat.   "Aku... aku menjadi tidak enak"   "Ha ha ha"   Toan Hong Ya tertawa terbahak-bahak "Han Liong, kami memang berhutang budi kepadamu"   "Hong Ya"   Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.   "Jangan berkata begitu. Menolong sesama manusia adalah tugas kita bersama."   "Bagus, bagus"   Toan Hong Ya manggut-manggut "Kalau aku memberimu uang emas atau uang perak tentunya engkau akan menolak. Ya kan?"   "Ya."   Thio Han Liong mengangguk.   "Karena itu..."   Ujar Toan Hong Ya serius.   "Aku akan menghadiahkan suatu benda kepadamu. Itu hadiah dari Raja Bhutan untukku. Namun alangkah baiknya ku hadiahkan kepadamu."   "Hong Ya...."   "Engkau jangan menolak, sebab engkau mahir ilmu pengobatan, maka benda itu amat berguna bagimu."   Seru Toan Hong Ya.   "Hong Ya,"   Tanya Pak Hong.   "sebetulnya engkau ingin menghadiahkan apa kepada Han Liong?"   "Im Ko (Buah Yang Mengandung Hawa Dingin"   Jawab Toan Hong Ya memberitahukan.   "Hadiah dari Raja Bhutan, kini akan kuhadiahkan kepada Han Liong."   "Im Ko?"   Thio Han Liong terperanjat.   "Itu buah yang langka, tergolong buah ajaib pula."   "BetuL"   Toan Hong Ya manggut-manggut "Raja Bhutan pun memberitahukan kepadaku. Namun beliau sama sekali tidak tahu cara makannya, maka buah itu beliau hadiahkan kepadaku."   "oooh"   Thio Han Liong manggut-manggut.   "Akupun tidak tahu khasiat buah itu, jadi lebih baik kuhadiahkan kepadamu saja,"   Ujar Toan Hong Ya sambil tersenyum.   "sebab engkau mahir ilmu pengobatan tentunya tahu harus diapakan buah itu."   "Tapi...."   Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.   "Buah itu amat berharga, lebih baik Toan Hong Ya menyimpannya."   "Percuma."   Toan Hong Ya menggeleng-gelengkan kepala.   "sudah hampir sepuluh tahun aku menyimpan buah lm Ko itu, buktinya tidak bermanfaat bagiku. oleh karena itu, alangkah baiknya kuhadiahkan kepadamu."   "Tapi...."   "Han Liong,"   Desak Lam Khie.   "Engkau tidak boleh menolak, sebab kemungkinan besar ada gunanya engkau menyimpan buah itu."   "Baiklah."   Thio Han Liong mengangguk.   "Aku akan ke kamarku mengambil buah itu,"   Ujar Toan Hong Ya lalu berjalan ke kamarnya. Tak seberapa lama kemudian ia sudah kembali dan membawa sebuah kotak kecil.   "Han Liong, buah itu kusimpan di dalam kotak kecil ini. Terimalah"   "Terimakasih, Hong Ya,"   Ucap Thio Han Liong sambil menerima kotak kecil itu, kemudian disimpan di dalam bajunya.   "Han Liong,"   Tanya Pak Hong ingin mengetahuinya.   "Bolehkah engkau memberitahukan tentang khasiat obat itu?"   "Khasiatnya mempertinggi Lweekang orang yang belajar lm Kang (Tenaga Yang Mengandung Hawa Dingin)."   "Itupun harus tahu dosisnya, sebab kalau kelebihan dosis, orang tersebut akan berubah jadi banci."   "oh?"   Pak Hong terbelalak.   "Bagaimana kalau wanita yang memakannya?"   "Apabila kelebihan dosis, maka seumur hidup wanita itu tidak bisa punya anak, maka harus tahu jelas mengenai itu."   Thio Han Liong menjelaskan.   "Aku tahu tentang buah itu dari BuBeng siansu."   "oooh"   Pak Hong manggut-manggut.   "Han Liong, sungguh luas pengetahuanmu Aku semakin kagum pada mu.   "   "Locianpwee...."   Wajah Thio Han Liong tampak kemerahmerahan.   "Jangan terlampau memuji diriku"   "Engkau memang luar biasa."   Pak Hong menggelenggelengkan kepala.   "Engkau mahir silat, sastra dan lain sebagainya. Itu membuat kami kagum sekali."   "Betul."   Toan Hong Ya manggut-manggut.   "Han Liong, boleh dikatakan engkau Pendekar sakti."   "Hong Ya...."   Thio Han Liong menundukkan kepala.   "Han Liong,"   Lam Khie menepuk bahunya.   "Engkau memang pemuda yang baiki sama sekali tidak bersifat angkuh. Aku salut kepadamu, sungguh"   "Locianpwee...."   Thio Han Liong mendongakkan kepalanya, kemudian memandang Toan Hong Ya seraya berkata.   "Hong Ya, aku mau mohon pamit."   "Apa?"   Toan Hong Ya terbelalak.   "Kenapa begitu cepat?"   "Sebab aku harus cepat-cepat kembali ke Tionggoan mencari seseorang. setelah itu, aku masih memburu waktu untuk ke Tong Hai."   Thio Han Liong memberitahukan.   "Oleh karena itu, aku harus mohon pamit sekarang."   "Han Liong, bagaimana kalau engkau berangkat esok saja agar kita bisa mengobrol malam ini?"   Kata Toan Hong Ya dengan tersenyum. Thio Han Liong berpikir sejenak, kemudian mengangguk.   "Ya, Hong Ya."   "Ha ha ha"   Toan Hong Ya tertawa gembira.   "Pokoknya malam ini aku harus menjamu kalian Ha ha ha..."   Malam harinya, Toan Hong Ya menjamu mereka bertiga, bahkan perjamuan itu dimeriahkan pula dengan musik dan berbagai tarian.   Keesokan harinya, berangkatlah Thio Han Liong kembali ke Tionggoan.   Bab 61 Berlayar Ke Pulau Khong Khong To Begitu tiba di Tionggoan, Thio Han Liong langsung mencari Yo Ngie Kuang.   Namun sudah dua bulan ia mencari ke sana ke mari, sama sekali tidak menemukan jejak pemuda itu.   Akhirnya ia mengambil keputusan untuk berangkat ke pesisir Timur, untuk berlayar ke pulau Khong Khong To.   Oleh karena itu, ia mulai melakukan perjalanan ke Timur Justru sungguh di luar dugaan, di tengah perjalanan ia berjumpa dengan Ouw Yang Bun, yang sedang mencari putrinya.   "Saudara Han Liong...."   Betapa gembiranya Ouw Yang Bun.   "Tak disangka kita berjumpa di sini"   "Saudara Ouw Yang Bun"   Thio Han Liong tersenyum, kemudian memegang bahunya seraya bertanya.   "Bagaimana keadaanmu selama ini?"   "Baik-baik saja. Bagaimana keadaanmu?"   "Aku pun baik-baik saja."   Thio Han Liong memandangnya seraya berkata.   "Sungguh kebetulan kita berjumpa di sini"   "oh ya, Aku...."   Wajah Ouw Yang Bun tampak murung sekali.   "Belum berhasil menemukan putriku, dia entah di mana?"   "Justru aku akan katakan barusan sungguh kebetulan kita berjumpa di sini,"   Sahut Thio Han Liong.   "Sebab aku akan menyampaikan kabar berita kepadamu mengenai putrimu itu."   "Oh? Engkau tahu dia berada di mana?"   "Ya."   Thio Han Liong mengangguk dan memberitahukan.   "Bu sim Hoatsu telah binasa, namun putrimu tidak bersamanya...."   Thio Han Liong menutur tentang semua itu. Ouw Yang Bun mendengar dengan penuh perhatian dan wajahnya mulai tampak berseri.   "oooh"   La menarik nafas lega.   "Jadi kini Putriku berada di gunung Altai?"   "Ya."   Thio Han Liong mengangguk.   "Engkau boleh ke sana menengoknya."   "Saudara Han Liong...."   Ouw Yang Bun menatap haru.   "Terimakasih...."   "Kalau engkau bertemu Paman Kam Ek Thian tolong memberitahukan bahwa aku masih terus mencari Yo Ngie Kuang"   Pesan Thio Han Liong.   "Ya."   Ouw Yang Bun mengangguk.   "oh ya, kalau engkau bertemu guruku, tolong beritahukan bahwa aku sedang pergi ke gunung Altai"   "Baik,"   Thio Han Liong manggut-manggut.   "Maaf, aku harus melanjutkan perjalanan"   "Saudara Han Liong, aku berhutang budi kepadamu,"   Ujar Ouw Yang Bun.   "Mudah-mudahan kelak aku dapat membalas sampai jumpa"   Ouw Yang Bun melesat pergi, sedangkan Thio Han Liong menarik nafas lega lalu melanjutkan perjalanannya .   Sementara Ouw Yang Bun terus melakukan perjalanan ke gunung Altai.   Tujuh delapan hari kemudian, ia sudah tiba di kaki gunung itu Ketika ia sedang mendaki, mendadak muncul dua wanita menghadangnya.   Mereka ternyata Yen Yen dan lng lng.   "Berhenti"   Bentak Yen Yen sambil menatapnya tajam.   "Siapa engkau dan ada apa datang ke mari?"   "Maaf"   Ouw Yang Bun segera memberi hormat.   "Namaku Ouw Yang Bun. Kebetulan aku berjumpa Thio Han Liong. Dia menyuruhku ke mari menengok putriku."   "Oh?"   Yen Yen mengerutkan kening.   "Putrimu bernama ouw Yang Hui sian?"   "Betul, betul."   Wajah Ouw Yang Bun langsung berseri.   "Mari ikut kami ke puncak"   Ajak Yen Yen. Mereka lalu melesat ke puncak gunung itu dan tak seberapa lama kemudian mereka sudah tiba di sana. Yen Yen dan lng lng mengajaknya masuk ke rumah Kam Ek Thian.   "Silakan duduk"   Ucap Yen Yen.   Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Aku akan melapor dulu. Engkau tunggu di sini, jangan ke mana-mana"   "Ya."   Ouw Yang Bun duduk, Yen Yen masuk ke dalam, namun tidak lama kemudian sudah kembali bersama Kam Ek Thian dan Lie Hong suan. Ouw Yang Bun segera bangkit dari tempat duduknya dan langsung memberi hormat kepada mereka.   "Silakan duduk"   Ucap Kam Ek Thian sambil duduk dan Lie Hong suan duduk di sisinya.   "Terimakasih,"   Ucap Ouw Yang Bun sambil duduk.   "Engkau Ouw Yang Bun, ayah ouw Yang Hui sian?"   Tanya Kam Ek Thian.   "Ya."   Ouw Yang Bun mengangguk.   "Aku bertemu Thio Han Liong. Dia yang memberitahukan kepadaku maka aku ke mari."   "oooh"   Kam Ek Thian manggut-manggut.   "oh ya"   Ouw Yang Bun memberitahukan.   "Dia menyuruhku bilang kepada Tuan bahwa dia masih terus mencari Yo Ngie Kuang."   "Ngmm"   Kam Ek Thian manggut-manggut lagi, kemudian memandang Yen Yen seraya berkata.   "Bawa Hui sian ke mari"   "Ya."   Yen Yen segera masuk ke dalam. Tak seberapa lama kemudian, wanita itu sudah kembali bersama ouw Yang Hui sian dan Kam siauw Cui. Begitu melihat Ouw Yang Bun, gadis kecil itu langsung berseru sambil berlan lari menghampirinya.   "Ayah Ayah"   "Nak"   Mata Ouw Yang Bun bersimbah air. la memeluk putrinya erat-erat lalu membelainya dengan penuh kasih sayang.   "Nak.."   "Ayah..."   Seru Hui sian terisak-isak.   "Paman dan Bibi yang menyelamatkanku dari tangan pendeta jahat itu "   "Ayah sudah tahu."   Ouw Yang Bun terus membelai nya.   "Ayah gembira sekali."   "Paman mau membawa Adik Hui sian pulang ke Tionggoan?"   Tanya Kam siauw Cui mendadak.   "Tidak."   Ouw Yang Bun menggelengkan kepala.   "Dia boleh tetap tinggal di sini menemanimu.   "   "oh?"   Wajah Kam siauw Cui berseri.   "Terimakasih, Paman."   "Ouw Yang Bun"   Kam Ek Thian menatapnya.   "Engkau masih ingin kembali ke Tionggoan?"   "Tuan, sebetulnya aku sudah bosan berkecimpung dalam rimba persilatan, maka kalau Tuan mengijinkan, aku... aku ingin tinggal di sini,"   Jawab Ouw Yang Bun sungguh-sungguh dan menambahkan.   "Pemandangan di sini amat indah sekali. Di sini merupakan tempat tinggal yang tenang dan damai."   "oh?"   Kam Ek Thian tersenyum.   "Betulkah engkau ingin tinggal di sini?"   "Ya."   Ouw Yang Bun mengangguk.   "Baiklah."   Kam Ek Thian manggut-manggut.   "Engkau boleh tinggal di sini."   "Terimakasih Tuan, terimakasih,"   Ucap Ouw Yang Bun dengan rasa haru.   "Ayah"   Betapa gembiranya ouw Yang Hui sian. Kemudian gadis kecil itu pun mengucapkan terimakasih kepada Kam Ek Thian dan Lie Hong suan.   "Terima kasih, Paman, terimakasih Bibi."   "Ha ha ha"   Kam Ek Thian tertawa gembira, lalu memandang Lie Hong suan seraya berkata.   "isteriku, mudah-mudahan Han Liong dapat mencari Yo Ngie Kuang secepatnya, jadi urusan itu tidak terus terganjel dalam hati kita"   "Ya."   Lie Hong suan manggut-manggut.   "Aku yakin Han Liong pasti berhasil mencari Yo Ngie Kuang, aku yakin itu."   "Kalau kitab itu sudah kembali ke tangan kita, tentu kita dapat berlega hati,"   Ujar Kam Ek Thian.   "Mudah-mudahan Han Liong dapat membujuknya mengembalikan kitab itu"   "Mudah-mudahan"   Sahut Lie Hong suan dan mengusulkan.   "Suamiku, setelah kitab itu dikembalikan, alangkah baiknya di bakar saja."   "Betul."   Kam Ek Thian manggut-manggut.   "Aku setuju. Kitab itu memang harus dibakar, agar tidak menimbulkan masalah lagi."   Sementara itu, Thio Han Liong telah tiba di pesisir Timur. Tampak beberapa buah kapal berlabuh di sana. Thio Han Liong mendekati salah sebuah kapal tersebut. Di saat bersamaan, muncul beberapa orang menghampirinya.   "Siapa saudara, mau apa ke mari?"   Tanya salah seorang dari mereka sambil menatapnya dengan penuh perhatian.   "Namaku Thio Han Liong. Aku ke mari mencari orang yang bersedia mengantarku ke pulau Khong Khong To."   "oooh"   Mereka segera memberi hormat.   "Ternyata Thio siauhiap Maaf, kami tidak mengetahuinya "   "Tidak apa-apa."   Thio Han Liong tersenyum.   "Thio siauhiap."   Salah seorang memberitahukan.   "Sudan dua bulan lebih kami menunggu di sini, itu adalah perintah dari sianli."   "Oooh"   Thio Han Liong manggut-manggut.   "Saudara-saudara, apakah kalian sudi mengantarku ke pulau Khong Khong To?"   Tanyanya.   "Itu memang tugas kami,"   Sahut salah seorang itu sambil tertawa.   "Thio siauhiap. mari ikut kami ke kapal."   "   Ya."   Thio Han Liong, mengangguk, lalu mengikuti mereka ke kapal.   Berselang beberapa saat kemudian, tampak sebuah kapal mulai meninggalkan pesisir itu.   setelah berlayar dua hari, barulah kapal itu sampai di pulau Khong Khong To.   Sebelum berlabuh, salah seorang awak kapal memasang kembang api, kemudian kembang api itu meluncur ke atas.   Thio Han Liong tahu ilu merupakan suatu tanda untuk pihak Khong Khong To.   Ketika kapal berlabuh, Thio Han Liong melihat belasan orang berdiri di darat.   Tampak pula Tong Hai sianli berdiri di sana dengan wajah cerah ceria.   "Mari kita turun"   Ajak salah seorang sambil tersenyum.   "Sianli sudah menunggu di sana."   Thio Han Liong mengangguk dan sekaligus meloncat turun ke hadapan Tong Hai sianli. Betapa kagumnya pihak Khong Khong To, sebab dengan jarak hampir tiga puluh depa Thio Han Liong hanya sekali meloncat sudah sampai di hadapan Tong Hai sianli.   "Han Liong...."   Tong Hai sianli memandangnya dengan mata berbinar-binar.   "Sudah lama aku menunggu kedatanganmu."   "Maaf."   Ucap Thio Han Liong.   "Karena ada sedikit halangan, maka aku terlambat datang."   "Aku kira engkau ingkar janji,"   Bisik Tong Hai sianli.   "Kalau dalam bulan ini engkau belum datang, aku pasti ke Tionggoan."   "Aku tidak akan ingkar janji,"   Sahut Thio Han Liong sambil tersenyum dan menambahkan.   "Apa yang telah kujanjikan, pasti kutepati."   "Bagus"   Tong Hai sianli sok Ceng manggut-manggut.   "Aku paling senang pemuda yang bersifat demikian."   "Oh?"   Thio Han Liong tersentak.   "Sok Ceng...."   Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Eh? Aku...."   Wajah Tong Hai sianli kemerah-merahan, kemudian menundukkan kepala.   "Sok Ceng,"   Ujar Thio Han Liong.   "Tolong antar aku menemui ayahmu agar urusanku di sini cepat beres"   "Baik."   Tong Hai sianli mengangguk, lalu mengantar Thio Han Liong ke tempat tinggalnya. Gadis itu berjalan dengan santai sekali, bahkan sesekali ia pun mencuri meliriknya.   "Sungguh indah pemandangan di sini dan hawa udaranya pun amat sejuk menyegarkan"   Ujar Thio Han Liong sambil menarik nafas dalam-dalam menghirup udara.   "Engkau suka pulau ini?"   Tanya Tong Hai sianli mendadak.   "Suka."   Thio Han Liong mengangguk.   "Kalau begitu...."   Tong Hai sianli mengerlingnya.   "Engkau boleh tinggal di sini."   "Itu tidak mungkin, sebab aku masih ada urusan di Tionggoan."   Sahut Thio Han Liong sambil tersenyum.   "Han Liong...."   Tong Hai sianli ingin mengatakan sesuatu, namun ditelan kembali dan wajahnya tampak kemerahmerahan.   "Ya, ada apa?"   Sahut Thio Han Liong.   "Ti... tidak."   Tong Hai sianli agak tergagap.   "Maksudku... ayahku pasti gembira sekali atas kedatanganmu."   "oh?"   Thio Han Liong tersenyum. Berselang beberapa saat, terlihat sebuah bangunan yang amat besar dan indah sekali dan belasan penjaga berdiri di depan pintu pagar. Begilu melihat Tong Hai sianli, mereka segera memberi hormat.   "Sianli, Tocu (Majikan Pulau) sudah menunggu di ruang depan."   Tong Hai sianli manggut-manggut, kemudian memandang Thio Han Liong seraya berkata.   "Mari kita masuk."   "Ya."   Thlo Han Llong mengangguk. Setelah melewati halaman yang amat luas, barulah sampai di depan rumahnya. sambil tersenyum Tong Hai sianli mengajak Thio Han Liong masuk. para penjaga langsung memberi hormat, lalu memandang Thio Han Liong seraya berkata.   "Silakan masuk Tuan Muda Thlo"   "Terima kasih"   Ucap Thio Han Liong lalu mengikuti Tong Hai sianli masuk ke dalam. Tampak seorang lelaki berusia enam puluhan duduk di sana. Ketika melihat Thio Han Liong lelaki itu tertawa gelak.   "Locianpwee, terimalah hormatku"   Ucap Thio Han Liong sambil memberi hormat kepada lelaki tua itu.   "Ha ha ha"   Lelaki tua itu ternyata Tong Hay sianjin, ayah Tong Hay sianli.   "Silakan duduk"   "Terimakasih"   Ucap Thio Han Liong sambil duduk.   "Ayah, dia adalah Thio Han Liong."   Tong Hai sianli memperkenalkan.   "Han Liong, orangtua ini adalah ayahku."   Thio Han Liong manggut-manggut, sedangkan Tong Hai sianjin terus tertawa gelak.   "Ha ha ha Ayah sudah tahu Ayah sudah tahu."   Tong Hai sianli memandang Thio Han Liong dengan penuh perhatian.   "Bagus, bagus Memang tampan dan sopan santun Ha ha ha..."   "Ayah...."   Wajah Tong Hai sianli memerah.   "Ngmmm"   Tong Hai sian jin manggut-manggut.   "Tong Hai sianli, memang aku yang mengutusnya ke Tionggoan. Tapi... dia malah membuat onar di sana."   "Ayah"   Tong Hai sianli cemberut.   "Aku tidak membuat onar di sana, melainkan menuruti perintah Ayah."   "Ha ha ha"   Tong Hai sianjin tertawa terbahak-bahak.   "Kalau Thio Han Liong tidak muncul menundukkanmu, bukankah engkau akan bertambah angkuh?"   "Ayah...."   Tong Hai sianli membanting-banting kaki.   "Han Liong memang berkepandaian tinggi, dia dapat mengalahkanku."   "Ngmm"   Tong Hai sianjin manggut-manggut, kemudian menatap Thio Han Liong seraya bertanya.   "Han Liong, siapa orangtuamu?"   "Ayahku bernama Thio Bu Ki, ibuku bernama Thio Beng."   "Hah?"   Tong Hai sianjin terbelalak.   "Thio Bu Ki, ketua Beng Kauw itu ayahmu?"   "Ya."   Thio Han Liong mengangguk.   "Pantas engkau berkepandaian begitu tinggi, ternyata engkau Putra Thio Bu Ki"   "Tocu kenal ayahku?"   "Aku tidak pernah ke Tionggoan, bagaimana mungkin aku kenal ayahmu? Tapi... aku pernah mendengar mengenai sepak terjang ayahmu. Dia seorang pahlawan yang merobohkan Dinasti Goan (Mongol). sudah lama kudengar nama besar ayahmu. Kini ayahmu berada di mana?"   "Tinggal di culau Hong Hoang To di laut Pak Hai." .   "Ha ha ha"   Tong Hai sianjin tertawa.   "Aku tinggal di pulau Khong Khong To di Tong Hai, dia tinggal di culau Hong Hoang To di Pak Hai. Itu sungguh cocok sekali Ha ha ha..."   "Tocu...?"   Thio Han Liong heran akan ucapan Tong Hay sianjin.   "Han Liong,"   Tanya Tong Hay sianjin.   "Tahukah engkau apa sebabnya kami mengundangmu ke mari?"   "Tahu."   Thio Han Liong mengangguk.   "Untuk menterjemahkan sebuah kitab yang bertulisan Thian Tok"   "Betul."   Tong Hay sianjin manggut-manggut.   "Selain itu akupun ingin menguji kepandaianmu.   "   "Tocu...."   Thio Han Liong mengerutkan kening.   "Jangan menolak"   Ujar Tong Hay sianjin sambil tersenyum.   "Aku akan mengujimu dengan tiga jurus pukulan, engkau boleh menangkis dan menyerangku pula."   "Tocu...."   Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.   "Engkau tidak boleh menolak, sebab kalau engkau menolak, sama saja tidak menghargaiku,"   Tandas Tong Hai Sianjin.   "Harap engkau mengerti"   "Baiklah."   Thio Han Liong mengangguk.   "Ha ha ha"   Tong Hai sianjin tertawa gembira.   "Bagus, bagus. Mari kita ke tengah-tengah ruangan. Thio Han Liong mengangguk, kemudian mereka berdua bangkit berdiri dan berjalan ke tengah-tengah ruangan. Mereka berdua berdiri berhadap-hadapan. Kemu-dian Tong Hai Sianjin tersenyum seraya berkata.   "Cara kita bertanding begini saja,"   Usul Tong Hai sianjin.   "Aku menyerangmu tiga jurus, setelah itu barulah engkau menyerangku tiga jurus juga."   "Baik"   Thio Han Liong mengangguk dan bertanya.   "Bolehkah berkelit?"   "Tentu boleh."   Tong Hai sianjin manggut-manggut.   "Bahkan juga boleh menangkis."   "Kalau begitu...,"   Ujar Thio Han Liong.   "Silakan Tocu menyerang lebih dulu aku akan berusaha berkelit atau menangkis"   "Hati-hati"   Tong Hai sianjin mengerahkan Lwee-kangnya, sehingga wajahnya tampak memerah. Thio Han Liong pun segera mengerahkan Kiu Yang sin Kang. la tahu bahwa Tong Hat sianjin berkepandaian amat tinggi, lagiputa tidak main-main.   "Jurus pertama"   Seru Tong Hai sianjin sambil menyerang.   Betapa dahsyatnya serangan itu sehingga menimbulkan suara menderu- deru bagaikan ombak.   Terkejut juga Thio Han Liong akan serangan itu maka segeralah ia meloncat mundur.   Akan tetapi, di saat ia meloncat mundur, di saat itu pula Tong Hai sianjin sudah menyerangnya dengan jurus ke dua, membuat Thu Han Liong tidak sempat berkelit, namun masih sempat baginya mengerahkan Kian Kun Taylo sin Kang, lalu menangkis serangan itu dengan jurus Kian Kun Taylo Bu Pien ( Alam semesta Tiada Batas).   Blaaam Terdengar suara benturan yang memekak kan telinga.   Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Tong Hai Sianjin terhuyung-huyung ke belakang beberapa langkah, sedangkan Thio Han Liong hanya mundur dua langkah.   Itu sungguh mengejutkan para penonton.   Bahkan Tong Hai sianli, nyaris menjerit saking terkejutnya.   "Bukan main"   Ujar Tong Hai sianjin setelah berdiri tegak.   "Han Liong, engkau sungguh hebat. Pantas putriku kalah menghadapimu Nah ini jurus ke tiga Hati-hati lah"   Thio Han Liong mengangguk, Di saat bersamaan Tong Hai sianjin menyerangnya dengan sepenuh tenaga Thio Han Liong ingin berkelit, tapi terlambat sehingga ia terpaksa menangkis serangan yang amat dahsyat itu.   Menggunakan jurus Kian Kun Taylo Kwi Cong (segala Galanya Kembali Ke Alam semesta).   Blaaammmm..   .Terdengar suara benturan yang amat keras, bahkan terasa bergoncang pula ruangan itu Blaaammmm Thio Han Llong terhuyung ke belakang, sedangkan Tong Hal sianjin terpental hampir tujuh depa.   Namun setelah itu, ia masih dapat berdiri tegak.   "Ayah..."   Seru Tong Hai sianli sambil melesat ke ayahnya.   "Ayah terluka?"   "Ha ha ha"   Tong Hai sianjin tertawa gelak.   "Kalau Han Liong tidak bermurah hati kepada ayah, saat ini ayah pasti sudah terkapar jadi mayat."   "Ayah...."   Tong Hai sianli menarik nafas lega.   "Syukurlah Ayah tidak terluka sama sekali"   "Tocu"   Thio Han Liong mendekatinya sambil memberi hormat.   "Aku... aku mohon maaf"   "Tidak apa-apa."   Tong Hai sianjin tersenyum dan memandangnya dengan penuh kekaguman.   "Engkau sungguh hebat, maka engkau tidak perlu menyerangku lagi, aku pasti tak kuat menangkis seranganmu."   "Tocu...."   Thio Han Liong merasa tidak enak dalam hati.   "Sekali lagi aku mohon maaf...."   "Ha ha ha"   Tong Hai sianjin tertawa gelak.   "Jangan merasa tidak enak dalam hati, sebab aku yang mendesak mu bertanding tiga jurus"   "Han Liong...."   Wajah Tong Hai sianli berseri-seri "Tak kusangka engkau dapat mengalahkan ayahku."   "Aku...."   Thio Han Liong menundukkan kepala.   "Mari kita kembali ke tempat duduk"   Ajak Tong Hai sianjin. Mereka kembali ke tempat duduk. Tong Haisianpr menatapnya dengan penuh kekaguman.   "llmu apa yang engkau gunakan tadi?"   "Kian Kun Taylo sin Kang."   "Siapa yang mengajarmu?"   "BuBeng siansu."   "Han Liong...."   Tong Hai sianjin menghela napas panjang.   "Sungguh hebat ilmu itu. Kalau tadi engkau tidak mengurangi Lweekangmu, aku pasti sudah binasa."   "Tocu...."   "Han Liong...."   Tong Hai sianjin menatapnya.   "Pantas engkau tidak mau bertanding denganku. Ternyata engkau sudah tahu aku pasti kalah."   "Tocu, jangan berkata begitu, aku... aku menjadi tidak enak."   Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.   "Terus terang, ketika sok Ceng memberitahukan kepadaku, bahwa engkau berkepandaian tinggi sekali, aku sama sekali tidak percaya. Maka tadi aku... aaah Malah mempermalukan diri sendiri..."   "Tocu, aku mohon maaf"   "Tidak apa-apa."   Tong Hai sianjin tertawa.   "Ha ha Aku justru merasa girang sekali. sekarang aku akan ke kamar mengambil kitab itu."   Tong Hai sianjin segera pergi ke kamarnya, sedangkan Tong Hai sianli terus menatap Thio Han Liong dengan mata tak berkedip.   "Eeeh?"   Thio Han Liong tercengang.   "Kenapa engkau menatapku dengan cara begitu?"   "Aku..."   Sahut Tong Hai sianli sambil menundukkan kepala.   "Aku kagum sekali padamu."   "sok Ceng...."   Thio Han Liong menghela nafas panjang. Di saat bersamaan, tampakTong Hai sianjin kembali ke ruangan itu dengan membawa sebuah kitab.   "Inilah kitab yang bertulisan Thian Tok, Bisakah engkau menterjemahkannya?"   "Mudah-mudahan"   Jawab Thio Han Liong. Tong Hai sianjin menyerahkan kitab itu kepada Thio Han Liong. setelah menerima kitab itu, mulailah Thio Han Liong membacanya.   "Han Liong,"   Tanya Tong Hai sianli.   "Engkau mengerti semua tulisan itu?"   "Mengerti."   Thio Han Liong mengangguk.   "Oh?"   Mulut Tong Hai sianli ternganga lebar "Engkau memang hebat sekali."   "Kalau mau belajar, engkau pun pasti mengerti."   Ujar Thio Han Liong. Tong Hai sianli tidak mau menyia-nyiakan kesempatan. Maka gadis itu langsung berkata.   "Han Liong, ajarilah aku tulisan Thian Tok"   "Itu...."   Thio Han Liong tertegun.   "Aku... aku tidak punya waktu."   "Apa?"   Tong Hai sianli cemberut.   "Tadi engkau bilang mau mengajarku, sekarang malah bilang tidak punya waktu Bagaimana sih engkau?"   "Tadi aku bilang kalau engkau mau belajar, aku tidak bilang mau mengajarmu, lho"   "Nah"   Tong Hai sianli tersenyum.   "Aku justru mau belajar, maka engkau harus mengajarku"   "Eeeh...."   Thlo Han Llong terbelalak.   "Han Liong"   Tong Hai sianjin tersenyum.   "Ajarilah dia agar tidak merasa kecewa"   "Tapi aku harus segera kembali ke Tionggoan"   "Tinggallah di sini beberapa hari.Tidak akan merepotkanmu kan?"   Ujar Tong Hai sianjin sambil tertawa kemudian bertanya.   "Sebetulnya kitab apa itu?"   "Ih Kin Keng (Kitab Pusaka Pemindahan Urat Nadi)"   Thio Han Liong memberitahukan.   "Kitab ini pasti berasal dari Thian Tok, berisi semacam pelajaran ilmu Lweekang tingkat tinggi."   "Oh?"   Tong Hai sianjin tampak gembira sekali "Han Liong, kapan engkau akan mulai menterjemahkannya? "   "Sekarang."   "Kalau begitu.. aku akan menyuruh sok Ceng untuk mengantarmu ke kamar. Lebih tenang engkau menterjemahkannya di dalam kamar."   "Cukup di sini saja."   Thio Han Liong tersenyum.   "Sebab aku pun akan mengajar sok Ceng tulisan Thian tok."   "Oh?"   Tong Hai sianjin melirik putrinya.   "Han Liong,"   Ujar Tong Hai sianli sambil memandangnya.   "Bukankah lebih baik di dalam kamar saja?"   "Lebih baik di sini, sebab tidak baik kita berdua berada di dalam kamar."   Sahut Thio Han Liong.   "Engkau...."   Wajah Tong Hai sianli kemerah-merahan "Engkau...."   "Ha ha ha"   Tong Hai sianjin tertawa gelak.   "sok ceng, cepatlah siapkan kertas, pit dan tinta hitam"   "Ya."   Tong Hai sianli segera menyiapkan semua itu di atas meja.   "Han Liong"   Tong Hai sianjin tersenyum.   "Engkau boleh mulai menterjemahkan kitab itu."   Thio Han Liong mengangguk, lalu duduk dekat meja itu. Tong Hai sianli segera duduk di sisinya dengan wajah berseriseri.   Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Ketika berada di kuil siauw Limsie, engkau kok bisa menulis huruf Thian Tok?"   Tanya Thio Han Liong mendadak.   "Aku cuma meniru,"   Sahut Tong Hai sianli sambil tersenyum.   "Tapi sama sekali tidak tahu artinya."   "   Kalau begitu...."   Thio Han Liong manggut-manggut.   "Aku akan mulai mengajarmu sekaligus menterjemahkan kitab ini."   "Apakah tidak akan mengganggu konsentrasimu?"   Tanya Tong Hai sianli lembut.   "Tentu tidak"   "Han Liong, sebetulnya aku tidak berniat belajar tulisan Thian Tok...."   Tong Hai sianli merendahkan suaranya.   "Hanya saja... ingin mendekatimu."   "Aaah..."   Thio Han Liong menghela nafas panjang kemudian mulai menterjemahkan kitab itu dengan tulisan Han.   "Eeeh?"   Tong Hai sianli tercengang.   "Kenapa engkau menghela nafas panjang? Apakah ada sesuatu terganjal dalam hatimu?"   "Tidak."   Thio Han Liong menggelengkan kepala "sok Ceng, kalau mau mengobrol, lebih baik tunggu aku selesai menterjemahkan kitab ini."   "Ya."   Tong Hai sianli mengangguk.   Gadis itu terus memperhatikan Thio Han Liong yang sedang menterjemahkan kitab itu.   Betapa kagumnya akan tulisan Thio Han Liong yang begitu indah, dan itu sungguh di luar dugaannya.   Kitab itu tidak begitu tebal, maka Thio Han Liong tidak begitu lama menyelesaikannya dan itu sungguh mengejutkan Tong Hai sianli.   "Ayah Ayah"   Seru gadis itu "Ayah...."   Tong Hai sianjin yang duduk diam dengan mata terpejamkan itu tampak tersentak.   "Ada apa, ada apa?"   Sahutnya.   "Ayah, Han Liong sudah usai menterjemahkan kitab itu."   Tong Hai sianli memberitahukan.   "Hah? Apa?"   Tong Hai sianjin terbelalak.   "Be.. begitu cepat?"   "Memang sudah selesai,"   Sahut Thio Han Liong, lalu mengembalikan kitab itu sekaligus menyerahkan kertas kertas yang bertulisan Han.   "Harap Tocu simpan baik-baik jangan sampai terjatuh ke tangan penjahat"   Tong Hai sianjin mengangguk sambil menerima kitab dan kertas-kertas tersebut, kemudian membacanya dan tak lama wajahnya tampak berseri-seri.   "lni... ini merupakan pelajaran Lweekang yang amat tinggi"   Ujarnya sambil tertawa gembira.   "oleh karena itu, janganlah sampai terjatuh ke tangan penjahat"   Thio Han Liong mengingatkan.   "Jangan khawatir Aku pasti menyimpannya dengan hatihati sekali."   Sahut Tong Hai sianjin.   "Oh ya, bagaimana kalau kita belajar bersama?"   "Terimakasih, Tocu,"   Ucap Thio Han Liong.   "Itu tidak perlu, sebab aku sudah menghafalnya .   "   "Apa?"   Tong Hai sianjin terbelalak.   "Engkau... engkau telah menghafal seluruhnya?"   "Ya."   Thio Han Liong mengangguk dan memberitahukan.   "Apabila Tocu berhasil menguasai ilmu itu, maka Tocu pun tidak mempan ditotok, sebab Tocu dapat menggeserkan semua jalan darah di tubuh Tocu. selain itu, Lweekang Tocu pun pasti bertambah tinggi."   "oh?"   Tong Hai sianjin semakin kagum pada Thio Han Liong, lalu membaca lagi dan tiba-tiba keningnya berkerut.   "Ada apa, Ayah?"   Tanya Tong Hai sianli.   "Ayah kurang mengerti yang ini...."   Tong Hai sianjin menghela nafas panjang.   "Dalam sekali artinya."   "Yang mana?"   Tanya Thio Han Liong.   "Yang ini."   Tong Hai sianjin memberitahukan. Thio Han Liong segera membacanya. setelah itu ia pun memberi penjelasan kepada Tong Hai sianjin agar Tocu itu mengerti.   "Oooh"   Tong Hai sianjin manggut-manggut mengerti. Thio Han Liong terus menjelaskan seluruhnya, dan itu sungguh menggembirakan Tong Hai sianjin, maka ia terus tertawa.   "Ha ha ha"   Tong Hai sianjin menatapnya.   "Han Liong, engkau betul-betul hebat seandainya aku berhasil menguasai ilmu itu, belum tentu aku dapat mengalahkanmu."   "Tocu....   "Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala dan berkata.   "Keangkuhan justru akan menjatuhkan diri sendiri Aku harap Tocu tidak akan bersifat begitu, agar aku tidak sia-sia menterjemahkan kitab itu."   "Han Liong...."   Tong Hai Sianjin menatapnya sambil tersenyum.   "Terimakasih atas nasihatmu."   "Tocu, aku mohon maaf, karena terlampau lancang...."   "Tidak apa-apa malahan aku sangat berterimakasih padamu,"   Sahut Tong Hai sianjin, kemudian memandang putrinya seraya berkata.   "Sok Ceng, antar Han Liong ke kamar untuk beristirahat"   "Ya, Ayah."   Tong Hai sianli mengangguk, kemudian segera mengantar Thio Han Liong ke kamar. Tak seberapa lama kemudian mereka sampai di depan sebuah kamar. Tong Hai sianli membuka pintu kamar itu seraya bertanya.   "Han Liong, merasa cocokkan engkau dengan kamar ini?"   "Cocok"   Thio Han Liong mengangguk, lalu melangkah memasuki kamar itu dan duduk. Tong Hai sianli mengikutinya dan lalu duduk di hadapannya. Tentunya membuat Thio Han Liong merasa tidak enak.   "sok Ceng...."   "Aku ingin bercakap-cakap sejenak denganmu, boleh kan?"   "Memang boleh. Tapi... tidak baik engkau berada di dalam kamar ini. Lebih baik kita bercakap-cakap di luar."   "Engkau...."   Tong Hai sianli cemberut Kemudian dengan perlahan-lahan gadis itu bangkit berdiri "Baiklah nanti malam kita bercakap-cakap di halaman belakang saja."   "Di halaman belakang?"   Tanya Thio Han Liong.   "Keluar dari kamar ini, engkau belok ke kiri"   Tong Hai sianli memberitahukan.   "Sampai di ujung terdapat sebuah pintu, keluar dari pintu itu adalah halaman belakang. Di sana terdapat taman bunga yang indah."   "oooh"   Thio Han Liong manggut-manggut.   "Baiklah malam ini aku pasti ke sana. Lebih leluasa kita bercakap-cakap di sana daripada di sini."   "Engkau...."   Tong Hai sianli menggeleng-gelengkan kepala.   Setelah itu barulah ia meninggalkan kamar tersebut.   Seketika juga Thio Han Liong menarik nafas lega.   Ternyata ia telah mengambil keputusan, yakni malam ini ia akan berterus terang kepada Tong Hai sianli, bahwa ia sudah punya tunangan, agar gadis tersebut tidak menaruh cinta kepadanya..   Malam harinya, Thio Han Liong pergi ke halaman belakang itu.   sampai di sana, ia melihat Tong Hai sianli sedang duduk sambil memandang bulan purnama.   "sok Ceng...."   Thio Han Liong mendekatinya.   "oh Han Liong"   Tong Hai sianli tersenyum.   "Engkau sudah ke mari"   "Ya."   Thio Han Liong berdiri di sisinya.   "Aku tidak tahu bahwa malam ini ternyata malam bulan purnama."   "Bukan main indahnya malam ini..."   Ujar Tong Hai sianli dengan suara rendah, kemudian memandang Thio Han Liong dengan lembut sekali.   "Sungguh mengesankan malam ini"   "sok Ceng...."   Thio Han Liong ingin berterus terang, namun merasa berat membuka mulut.   "Ada apa, Han Liong?"   Tanya Tong Hai sianli dengan suara rendah.   "Engkau mau bilang apa?"   "sok Ceng"   Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Thio Han Liong menarik nafas dalam-dalam.   "Aku harus berterus terang agar urusan tidak berlarut."   "Urusan apa?"   "Aku tahu bagaimana perasaanmu terhadapku, tapi...."   Thio Han Liong memberanikan diri memberitahukan.   "Aku... aku sudah punya tunangan."   "oh?"   Tong Hai sianli mengerutkan kening, kemudian tersenyum.   "Itu tidak jadi masalah. Walau engkau sudah punya tunangan, bukankah kita tetap boleh berteman?"   "Tentu boleh."   Thio Han Liong manggut-manggut.   "Nah"   Tong Hai sianli tersenyum lagi.   "Itu sudah cukup bagiku. oh ya, bolehkah aku tahu siapa tunanganmu?"   "An Lok Keng cu."   Thio Han Liong memberitahukan.   "Dia adalah Putri kaisar...."   "Aku yakin dia pasti cantik sekali. Kalau tidak bagaimana mungkin engkau akan mencintainya?"   "Dia memang cantik jelita, tapi yang paling penting dia berpengertian, lemah lembut dan amat mencintaiku."   "Engkau pun amat mencintainya, bukan? "Ya."   "Sungguh bahagia An Lok Kong Cu itu"   Ujar Tong Hai sianli sambil menghela nafas panjang.   "Nasibnya amat beruntung...."   "sok Ceng "Thio Han Liong tersenyum.   "Percayalah Kelak engkau pun akan bertemu pemuda yang baik"   "Mudah-mudahan"   Ucap Tong Hai sianli.   "sok Ceng, aku pikir... lebih baik aku kembali ke Tionggoan esok"   Ujar Thio Han Liong.   "sebab masih ada urusan yang harus kuselesaikan."   "Aaaah..."   Tong Hai sianli menggeleng-gelengkan kepala.   "Aku ingin menahanmu di sini, tapi...."   "sok Ceng, aku masih harus mencari seseorang, maka harus segera kembali ke Tionggoan. Aku harap engkau maklum dan mengerti"   "Han Liong...."   Tong Hai sianli ingin mengatakan sesuatu, namun dibatalkannya, kemudian menghela nafas panjang.   "sok Ceng, aku mohon maaf karena telah menyinggung perasaanmu...."   "Engkau tidak menyinggung perasaanku."   Tong Hai sianli tersenyum getir.   "Memang ada baiknya engkau berterus terang, jadi aku tidak terus mengharap."   "sok Ceng, aku akan kembali ke Tionggoan esok pagi,"   Ujar Thio Han Liong dan menambahkan.   "semoga kita akan berjumpa kelak"   "Aaah..."   Tong Hai sianli memandang ke bulan yang bersinar terang itu "Malam purnama itu merupakan malam kenangan bagiku.   setiap malam bulan purnama, aku pasti akan teringat padamu.   Namun sebaliknya...   engkau pasti akan melupakan diriku yang tinggal di pulau Khong Khong To ini."   "sok Ceng,"    Rajawali Sakti Dari Langit Selatan Karya Sin Long Pendekar Pemanah Rajawali Karya Jin Yong Kidung Senja Di Mataram Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini