Ceritasilat Novel Online

Anak Naga 34


Anak Naga Karya Chin Yung Bagian 34


Anak Naga Karya dari Chin Yung   "Kakak Han Liong, sudah dua bulan tiada kabar berita tentang mereka, mungkin mereka sudah pulang ke pulau Ban Tok To,"   Ujar An Lok Keng cu.   "Aku justru khawatir...."   Thio Han Liong meng- gelenggelengkan kepala.   "Mereka sedang mengatur suatu rencana jahat."   "Kakak Han Liong"   An Lok Kong cu menatapnya lembut "Tidak perlu engkau mengkhawatirkan itu."   "Agar hatiku lebih tenang, maka kita harus menunggu beberapa hari lagi, barulah kita kembali ke Kota raja"   "Aku menurutimu saja."   "Adik An Lok"   Thio Han Liong menggenggam tangannya erat-erat.   "Engkau sungguh berpengertian, aku kagum kepadamu,"   Beberapa hari kemudian, mereka berdua lalu meninggalkan gunung Bu Tong, tujuan mereka kembali ke Kota raja.   Bab 66 Pak Hong Terluka Di dalam sebuah kuil tua yang terletak di gunung Wu san, tampak seorang tua renta duduk bersila dengan mata terpejam, di hadapannya duduk lelaki berusia lima puluhan.   siapa mereka berdua itu? Ternyata adalah Ban Tok Lo Mo dan Tan Beng song, muridnya.   Lama sekali barulah orangtua renta itu membuka matanya, ditatapnya Tan Beng song dengan tajam sekali.   "suhu...."   "Aaaah..."   Ban Tok Lo Mo menghela nafas panjang.   "Tak kusangka Tong sianjin itu berkepandaian begitu tinggi, bahkan kebal terhadap racun."   "Suhu,"   Ujar Tan Beng song.   "Kenapa suhu tidak mau membunuhnya?"   "Kami cuma bertanding sepuluh jurus, kenapa aku harus membunuhnya?"   Sahut Ban Tok Lo Mo.   "Lagipula dia kebal terhadap racun, maka tidak gampang membunuhnya."   "Lalu apa rencana suhu sekarang?"   "Aku justru sedang memikirkan itu. Engkau masih punya suatu ide?"   "Kemarin suhu melukai Pak Hong, maka kaum rimba persilatan pasti tahu akan keberadaan kita di Tionggoan oleh karena itu...."   Tan Beng song melanjutkan.   "Kita harus segera bertindak agar para ketua partai itu tidak bergabung melawan kita."   "Maksudmu?"   "Kita turun tangan lebih dulu terhadap para ketua."   "Ngmmm"   Ban Tok Lo Mo manggut-manggut.   "Menurutmu, kita harus turun tangan dulu terhadap ketua mana?"   "Ketua Hwa san dan Khong Tong dulu, setelah itu barulah ketua Kun Lun, GoBi dan lainnya."   "Bagus"   Ban Tok Lo Mo tertawa gelak.   "Ha ha ha Dengan cara demikian, maka para ketua itu tidak akan dapat bergabung"   "Kalau suhu sudah membunuh para ketua itu, tentu suhu menjadi jago tanpa tanding di kolong langit."   "Betul"   Ban Tok Lo Mo tertawa terbahak-bahaki "Ha ha ha Tujuh delapan tahun yang lampau, aku pernah dihina oleh kaum rimba persilatan Tionggoan, kini sudah waktunya aku mencuci bersih penghinaan itu Ha ha ha..."   "Kenapa pada waktu itu kaum rimba persilatan Tionggoan menghina suhu?"   Tanya Tan Beng song.   "Karena kepandaianku masih belum begitu tinggi, maka mereka menghinaku yang ingin menjagoi rimba persilatan Tionggoan."   Ban Tok Lo Mo memberitahukan.   "Karena itu, aku pulang ke pulau Ban Tok To dan berlatih terus-menerus...."   "oooh"   Tan Beng song manggut-manggut.   "oh ya, aku justru tidak habis pikir tentang Tong Hai sianjin. Bagaimana dia bisa kebal terhadap racun?"   "Akupun tidak mengerti."   Ban Tok Lo Mo menggelenggelengkan kepala.   "Mungkin dia memiliki semacam ilmu yang dapat memunahkan racunku."   "Itu bagaimana mungkin?"   Tan Beng song meng-gelenggelengkan kepala.   "Ilmu pukulan suhu amat beracun, siapa yang terkena ilmu pukulan suhu, pasti tidak tertolong. Tapi... Tong Hai sianjin itu"   "Kepandaiannya memang sudah tinggi sekali."   Ban Tok Lo Mo menghela nafas panjang.   "sayang tidak dapat kukalahkan dia dalam sepuluh jurus. Kalau aku berhasil mengalahkannya, dia dan para anak buahnya pasti di bawah perintahku."   "suhu...."   Tan Beng song menatapnya.   "siauw Lim Pay amat terkenal, apakah kepandaian suhu dapat mengalahkan mereka?"   "Kong Bun dan Kong Ti masih bukan tandinganku, namun yang kusegani adalah Thio sam Hong, cikat bakal Bu Tong Pay itu."   "suhu tidak sanggup mengalahkan Thio sam Hong?"   "Biar bagaimana pun aku harus menghormatinya. Lagipula belum tentu aku sanggup mengalahkannya. oleh karena itu, kita tidak boleh membunuh ketua Bu Tong Pay itu."   "suhu...."   Tan Beng song tercengang.   "cukup melukainya saja,"   Ujar Ban Tok Lo Mo.   "oh ya Benarkah Thio Han Liong punya hubungan dengan Bu Tong Pay?"   "Kalau tidak salah kakeknya adalah murid Thio sam Hong,"   Jawab Tan Beng song memberitahukan.   "suhu, kepandaian Thio Han Liong sudah sulit diukur berapa tinggi...."   "oh?"   Ban Tok Lo-Mo mengerutkan kening.   "Kalau aku bertemu dia, pasti kubunuh"   "Suhu,"   Tanya Tan Beng song.   "Kira-kira kapan kita akan mulai membunuh ketua Hwa san Pay dan Khong Tong Pay?"   "Kapan aku mau membunuh mereka, aku pasti memberitahukanmu,"   Sahut Ban Tok Lo Mo.   "Jadi engkau tidak usah banyak bertanya."   "Ya, suhu."   Tan Beng song mengangguk.   Dengan adanya pembicaraan itu, maka tidak lama lagi rimba persilatan akan timbul suatu petaka.   Bagian 34 Thio Han Liong dan An Lok Kong Cu terus melakukan perjalanan kembali ke Kotaraja.   Wajah gadis itu tampak cerah ceria.   Maklum mereka berdua kembali ke Kotaraja untuk menikah tentunya amat menggirangkan gadis itu.   Malam ini Thio Han Liong dan An Lok Kong Cu menginap di sebuah penginapan.   Mereka bercakap-cakap di dalam kamar.   "Kakak Han Liong, perlukah kita mengundang para pejabat tinggi di istana?"   Tanya An Lok Kong Cu mendadak.   "Itu terserah engkau saja,"   Sahut Thio Han Liong sambil tersenyum.   "Tapi jangan menyelenggarakan pesta besar, cukup kitakita saja."   "Pasti kuberitahukan kepada ayah."   An Lok Kong Cu tersenyum manis.   "Oh ya, Kakak Han Uong, mungkinkah Ban Tok Lo Mo dan muridnya telah kembali ke pulau Ban Tok To?"   "Entahlah."   Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.   "Mudah-mudahan mereka sudah kembali ke sana"   "Han Liong...."   Ketika An Lok Kong Cu ingin mengatakan sesuatu, mendadak terdengar suara rintihan di kamar sebelah. Suara itu membuat mereka berdua saling memandang.   "Sepertinya suara rintihan orang terluka,"   Ujar Thio Han Liong sambil mengerutkan kening.   "Entah siapa yang terluka itu?"   "Bagaimana kalau kita melihat sebentar?"   Tanya An Lok Kong Cu.   "Jangan"   Thio Han Liong menggelengkan kepala.   "Sebab kita belum tahu siapa orang itu. Lebih baik jangan menimbulkan suatu urusan."   An Lok Keng Cu mengangguk. Di saat bersamaan terdengar suara ketukan pintu kamar, maka Thio Han Liong segera bertanya.   "Siapa?"   "Pelayan"   Terdengar suara sahutan di luar.   "Mengantar teh wangi"   "Masuklah"   Ujar Thio Han Liong.   "Pintu kamar tidak di kunci."   Pintu kamar terbuka. Tampak seorang pelayan masuk ke dalam kamar itu membawa teh wangi, lalu ditaruh di atas meja.   "Pelayan"   Panggil Thio Han Liong.   "Ya, Tuan."   Sahut pelayan.   Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Tuan mau pesan apa?"   "Tahukah engkau siapa yang merintih- rintih di kamar sebelah?"   Tanya Thio Han Liong.   "Seorangtua."   Pelayan memberitahukan.   "Sudah beberapa hari dia terbaring di tempat tidur."   "Dia tidak memanggil tabib?"   "Semua tabib di kota ini sudah diundang, tapi tidak mampu mengobatinya. sebab orang tua itu terkena racun."   "Oh?"   Thio Han Liong mengerutkan kening.   "Terima kasih."   Ucapnya. Pelayan itu meninggalkan kamar tersebut. Kemudian Thio Han Liong memandang An Lok Kong cu seraya berkata.   "Adik An Lok, mari kita ke kamar sebelah menjenguk orangtua itu"   "Baik."   An Lok Kong cu mengangguk, Mereka berdua segera ke kamar sebelah.   Thio Han Liong mengetuk pintu kamar itu, tapi tiada sahutan hanya terdengar suara rintihan.   Perlahan-lahan Thio Han Liong mendorong pintu kamar itu, kemudian bersama An Lok Kong cu berjalan ke dalam.   Tampak seorang tua berbaring di tempat tidur.   Begitu melihat orangtua tersebut, terkejutlah Thio Han Liong, karena orangtua itu adalah Pak Hong (si Gila Dari Utara).   "Locianpwee..."   Panggil Thio Han Liong. Pak Hong membuka matanya. Ketika melihat Thio Han Liong, wajahnya tampak agak berseri.   "Han Liong..."   Katanya lemah. Thio Han Liong segera memeriksanya, kemudian menarik nafas lega seraya berkata.   "Masih dapat ditolong."   "Syukurlah"   Ucap An Lok Keng cu. Thio Han Liong mengeluarkan sebutir obat pemunah racun, lalu dimasukkan ke mulut Pak Hong. Berselang beberapa saat, wajah Pak Hong mulai tampak segar, bahkan setelah itu ia pun bangun duduk.   "Terima kasih, Han Liong,"   Ucapnya.   "   Engkau telah menyelamatkan nyawaku."   "Jangan berkata begitu, Locianpwee"   Thio Han Liong tersenyum.   "oh ya, siapa yang melukai Locianpwee?"   "Aaah..."   Pak Hong menghela nafas panjang.   "Ban Tok Lo Mo."   "Haah?"   Thio Han Liong dan An Lok Kong cu tersentak.   "Ban Tok Lo Mo?"   "Ya."   Pak Hong mengangguk.   "Dia adalah guru Tan Beng song...."   "Ternyata Ban Tok Lo Mo dan muridnya tidak pulang ke pulau Ban Tok To, melainkan masih berada di Tionggoan."   Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.   "Han Liong"   Pak Hong memberitahukan.   "Ban Tok Lo Mo sungguh licik, kepandaiannya pun amat tinggi sekali terutama ilmu pukulan beracunnya. Kalau aku tidak cepat-cepat kabur, aku pasti mati."   "Locianpwee terkena ilmu pukulan beracunnya?"   "Kalau aku terkena ilmu pukulan beracunnya, aku pasti sudah terkapar menjadi mayat."   Pak Hong menggelenggelengkan kepala.   "Aku cuma terkena hawa ilmu pukulan itu."   "Oh?"   Thio Han Liong mengerutkan kening.   "Pantas Locianpwee dapat bertahan sampai sekarang."   "Aaah..."   Pak Hong menghela nafas panjang.   "Dia memiliki ilmu pukulan Ban Tok Ciang yang amat beracun. Kalau engkau menghadapinya, haruslah berhatihati."   "Ya."   Thio Han Liong mengangguk.   "Oh ya"   Pak Hong menatapnya seraya bertanya.   "Kenapa engkau berada di kota ini?"   "Kami sedang menuju ke Kotaraja."   Thio Han Liong memberitahukan.   "Kami dari gunung Bu Tong."   "Oooh"   Pak Hong manggut-manggut sambil tersenyum.   "Han Liong, gadis ini pasti An Lok Kong cu tunanganmu. Ya, kan?"   "Ya."   Thio Han Liong mengangguk.   "oh ya"   Tanya Pak Hong.   "Kalian ke Bu Tong Pay mengunjungi Guru Besar Thio sam Hong?"   "Ya, tapi juga menunggu kemunculan Ban Tok Lo Mo dan muridnya,"   Jawab Thio Han Liong.   "Aku sudah tahu mengenai sepak terjangnya, namun sekian bulan Ban Tok Lo Mo dan muridnya tidak memunculkan diri di sana. Maka kami mengambil keputusan untuk kembali ke Kotaraja."   "Aaah..."   Pak Hong menghela nafas panjang lagi.   "Kalau tidak kebetulan kalian berada di penginapan ini, nyawaku pasti melayang."   "Locianpwee mau ke mana?"   "Aku mau kembali ke tempat tinggalku, tapi justru bertemu Ban Tok Lo Mo. Dia langsung menyerangku dengan ilmu pukulan Ban Tok ciang. Aku bergerak cepat mengambil langkah seribu, namun tetap tersambar hawa pukulanya, sehingga membuat diriku keracunan."   "Kini Locianpwee sudah pulih, lalu Locianpwee mau ke mana?"   "Aku mau kembali ke tempat tinggalku."   Pak Hong memberitahukan.   "Oh ya, Lam Khie masih tetap berada di istana Tayli."   "Locianpwee,"   Ujar Thio Han Liong.   "Buah Im Ko hadiah dari Toan Hong Ya telah kuberikan kepada seseorang, orang itu yang makan buah Im Ko tersebut."   "Itu tidak apa-apa. Tentunya orang itu amat membutuhkan buah Im Ko itu, kalau tidak, bagaimana mungkin engkau memberikannya?"   "Benar."   Thio Han Liong manggut-manggut.   "Kalau tidak makan buah Im Ko dia tetap menjadi banci."   "Eh?"   Pak Hong terbelalak.   "Aku tidak mengerti. Bolehkah engkau menjelaskannya?"   "Orang itu masih muda, bernama Yo Ngie Kuang. Lantaran mempelajari kitab Lian Hoa Cin Keng, maka tubuhnya berubah...."   Thio Han Liong menutur tentang itu.   "Haah?"   Mulut Pak Hong ternganga lebar.   "Itu... itu merupakan suatu kejadian yang amat sulit dipercaya. Kedengarannya tak masuk akal sama sekali."   "Tapi nyata."   Thio Han Liong tersenyum.   "Kini dia bernama Yo Pit Loan dan berkepandaian amat tinggi."   "Han Liong,"   Tanya Pak Hong bergurau.   "Apakah kelak dia akan berubah menjadi anak lelaki lagi?"   "Tentu tidak,"   Sahut Thlo Han Llong.   "Kalau begitu...."   Pak Hong tertawa.   "Dia bisa punya anak?"   "Tentu."   Thio Han Liong mengangguk.   "Sebab kini dia sudah menjadi gadis tulen."   "Itu sungguh luar biasa siapa pun tidak akan percaya."   Pak Hong menggeleng-gelengkan kepala.   "Kalau bukan engkau yang beritahukan, aku sendiri pun tidak akan percaya."   "Kalau dia tidak makan buah Im Ko yang kuberikan itu, dia tidak akan bisa berubah menjadi anak gadis,"   Ujar Thio Han Liong.   "Itu sudah merupakan takdirnya harus menjadi wanita."   "Dia berada di mana sekarang?"   "Entahlah."   Thio Han Liong menggelengkan kepala.   "Alangkah baiknya aku bisa bertemu dia."   Ujar Pak Hong sambil tertawa.   Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Aku ingin kenal pemuda yang berubah menjadi anak gadis."   "Mudah-mudahan Locianpwee bisa bertemu dia"   Thio Han Liong tersenyum dan bertanya.   "Kapan Locianpwee akan pergi?"   "Esok pagi. Kalian?"   "Sama,"   Sahut Thio Han Liong.   "Maaf, Locianpwee, kami mau kembali ke kamar...."   "Ha ha ha"   Pak Hong tertawa gelak.   "Silakan, silakan"   Wajah Thio Han Liong dan An Lok Kong cu kemerahmerahan, kemudian mereka kembali ke kamar.   "Adik An Lok,"   Ujar Thio Han Liong sambil menghela nafas panjang.   "Tak disangka Ban Tok Lo Mo dan muridnya berada di Tionggoan."   "Ya."   An Lok Kong cu manggut-manggut.   "Itu memang di luar dugaan, bahkan dia melukai Pak Hong Locianpwee."   "Kalau kita tidak berada di penginapan ini, Locianpwee itu pasti binasa,"   Ujar Thio Han Liong.   "Sungguh hebat ilmu pukulan beracun itu Hanya tersambar hawa-nya saja menjadi begitu, bagaimana kalau terkena langsung? Pak Hong Locianpwee pasti mati seketika."   "Kakak Han Liong,"   Tanya An Lok Kong cu "Apakah kita dapat menahan ilmu pukulan beracun itu?"   "Tentu dapat."   Thio Han Liong mengangguk.   "Sebab kita kebal terhadap racun apa pun."   "Tapi...."   "Percayalah"   Thio Han Liong tersenyum.   "Ilmu pukulan beracun yang dimiliki Ban Tok Lo Mo tidak akan dapat melukai kita."   "oooh"   An Lok Kong cu menarik nafas lega.   "Kakak Han Liong...."   "Ada apa? Katakanlah"   Ujar Thio Han Liong lembut.   "Kini kita sudah tahu Ban Tok Lo Mo berada di Tionggoan, lalu apa rencana kita?"   "Maksudmu?"   "Kita terus melanjutkan perjalanan kembali ke Kotaraja atau kembali ke Bu Tong Pay?"   "Itu bagaimana menurutmu saja."   "Aku tahu...."   An Lok Kong cu menatapnya.   "Tidak mungkin engkau akan melanjutkan perjalanan kembali ke Kotaraja lagi. Ya, kan?"   "Ya."   Thio Han Liong mengangguk.   "Kalau begitu, mari kita kembali ke Bu Tong Pay saja"   Ajak An Lok Kong cu.   "Itu tidak mungkin, sebab sudah begitu jauh."   Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.   "Aku jadi bingung...."   "Kakak Han Liong"   An Lok Kong cu tersenyum.   "Jangan bingung, coba dipikirkan saja"   "Ng"   Thio Han Liong manggut-manggut dan mulai berpikir, lama sekali mendadak ia bersorak.   "Adik An Lok"   "Ada apa?"   "Kita ke markas Kay Pang saja,"   Sahut Thio Han Liong.   "Sebab dari sini ke sana hanya membutuhkan waktu dua hari, alangkah baiknya kita ke sana."   "Baik."   An Lok Kong cu mengangguk.   Keesokan harinya, Pak Hong kembali ke tempat tinggalnya, sedangkan Thio Han Liong dan An Lok Kong cu berangkat ke markas Kay Pang.   Thio Han Liong dan An Lok Kong cu singgah di sebuah rumah makan.   Kebetulan mereka berdua duduk di dekat beberapa kaum rimba persilatan yang sedang bersantap sambil bercakap-cakap.   Di saat Thio Han Liong dan An Lok Kong cu saling memandang ketika mulai bersantap.   Ternyata beberapa kaum rimba persilatan itu membicarakan tentang Ban Tok Lo Mo dan muridnya, maka Thio Han Liong dan An Lok Kong cu mendengarkan pembicaraan itu dengan penuh perhatian.   "Kini rimba persilatan sudah tidak aman lagi, sebab muncul Ban Tok Lo Mo dan muridnya."   "Betul. Mereka guru dan murid sering membunuh kaum rimba persilatan golongan putih. Entah apa tujuan mereka berbuat begitu?"   "Tentunya ingin menguasai rimba persilatan."   "Heran? Entah berasal dari mana Ban Tok Lo Mo dan muridnya itu? Kenapa mereka mendadak muncul dalam rimba persilatan?"   "Aku justru tidak habis pikir, kenapa tujuh partai besar tinggal diam? Apakah para ketua itu takut kepada Ban Tok Lo Mo dan muridnya?"   "Lagi pula... Thio Han Liong, pendekar muda itu pun tiada kabar beritanya, padahal kini dia amat dibutuhkan."   "Engkau kenal Thio Han Liong?"   "Tidak kenal. Engkau?"   "Aku pun tidak kenal. Kita orang-orang rimba persilatan golongan rendahan, bagaimana mungkin akan kenal pendekar muda itu?"   Thio Han Liong dan An Lok Kong cu saling memandang, kemudian tersenyum sambil mendengarkan pembicaraan mereka .   "Tapi... justru kita yang sering memperoleh berita baru dunia persilatan, sebab kita selalu pasang kuping ke sana ke mari Ha ha ha"   "Apakah ada berita baru lagi?"   "Kalau begitu, engkau pasti belum tahu."   "Tentang apa?"   "Belum lama ini, dalam rimba persilatan telah muncul seorang gadis yang cantik jelita, julukannya adalah Lian Hoa Nio Cu (Nona Bunga Teratai)."   Mendengar sampai di situ, mata Thio Han Liong terbelalak.   "Kakak Han Liong, engkau kenal Lian Hoa Nio Cu itu?"   Tanya An Lok Kong cu.   "Tidak kenal, tapi... Lian Hoa...."   Thlo Han Liong menatapnya.   "Engkau tidak teringat sesuatu?"   "Tentang apa?"   "Lian Hoa Cin Keng."   "Oh? Maksudmu Lian Hoa Nio Cu itu adalah Yo Pit Loan?"   "Kukira memang dia."   Thio Han Liong mengangguk.   "Kita dengar lagi pembicaraan mereka"   "Engkau kenal Lian Hoa Nio Cu itu?"   Beberapa kaum rimba persilatan itu mulai melanjutkan pembicaraan.   "Sama sekali tidak kenal. Tapi aku sudah mendengar tentang Lian Hoa Nio Cu itu. Dia selalu duduk di dalam tandu mewah, yang digotong oleh empat lelaki bertubuh kekar."   "Engkau tahu dia berasal dari perguruan mana?"   "Tidak tahu. Tapi kepandaiannya amat tinggi sekali, bahkan dia pun sering membasmi kaum golongan hitam."   "Kalau begitu, dia pasti musuh Ban Tok Lo Mo. sebab Ban Tok Lo Mo dan muridnya sering membantai kaum golongan putih. sedangkan Lian Hoa Nio Cu itu justru membasmi kaum golongan hitam. Mudah-mudahan Lian Hoa Nio Cu itu dapat membasmi Ban Tok Lo Mo dan muridnya"   "Kaum rimba persilatan memang berharap begitu. Tapi... Lian Hoa Nio Cu itu bersifat aneh."   "Aneh bagaimana?"   "Tidak mau bergaul dengan jago yang mana pun. seorang jago yang cukup terkenal tertarik padanya, dan berusaha mendekatinya, namun Lian Hoa Nio Cu malah menantangnya bertanding, dan hanya dalam sepuluh jurus jago itu sudah dikalahkannya"   "Wuah bukan main Kalau begitu, tiada seorang pun jago muda yang sanggup menandinginya "   "Ada."   "Siapa?"   "Thio Han Liong."   "Ha ha ha Bagaimana mungkin Thio siauhiap mau bertanding dengan Lian Hoa Nio Cu itu?"   "Memangnya kenapa?"   "Thio siauhiap adalah pemuda yang gagah, tentunya tidak mau bertanding dengan Lian Hoa Nio Cu. Lagipula bagaimana mungkin mereka akan berjumpa?"   Mendengar sampai di situ, An Lok Kong cu tersenyum sambil berbisik-bisik di dekat telinga Thio Han Liong.   "Engkau sudah mendengar bukan? Mereka berharap engkau bertanding dengan Lian Hoa Nio Cu. Kelihatannya mereka ingin menjodohkanmu dengan Lian Hoa Nio Cu."   "Adik An Lok"   Thio Han Liong tersenyum geli.   "Tak kusangka engkau suka bergurau juga."   "Kakak Han Liong, terus terang... aku ingin sekali berjumpa Yo Pit Loan,"   Ujar An Lok Kong cu sungguh-sungguh.   "Aku ingin tahu bagaimana parasnya, apakah betul cantik sekali?"   "Mudah-mudahan engkau berjumpa dia"   Ucap Thio Han Liong sambil tersenyum.   "Agar hatimu puas dan tidak merasa penasaran lagi."   Bab 67 Lian Hoan Nio cu Thio Han Liong dan An Lok Kong cu melanjutkan perjalanan ke markas Kay Pang. Dalam perjalanan ini, mereka sering melihat mayat-mayat golongan hitam bergelimpangan di mana-mana.   "Adik An Lok,"   Ujar Thio Han Liong ketika beristirahat di bawah sebuah pohon.   "Aku yakin itu adalah perbuatan Lian Hoa Nio Cu."   "Heran"   Sahut An Lok Kong cu.   Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Kenapa dia memusuhi kaum golongan hitam?"   "Entahlah."   Thio Han Liong menggelengkan kepala.   "Sebab aku tidak tahu jelas mengenai riwayat hidupnya."   "Tapi itu ada baiknya juga. Kaum penjahat memang harus dibasmi."   "Itu... itu agak sadis."   Thio Han Liong menghela nafas panjang.   "Kalau aku bertemu dia, akan kunasihati."   "Kakak Han Liong...."   Mendadak Thio Han Liong memberi isyarat agar gadis itu diam. Ternyata ia mendengar suara langkah.   "Engkau mendengar sesuatu?"   Tanya An Lok Kong cu dengan suara rendah.   Thio Han Liong mengangguk.   Berselang beberapa saat, barulah An Lok Kong cu mendengar suara langkah itu.   Tak seberapa lama, tampak sebuah tandu digotong empat orang bertubuh kekar yang tidak memakai baju.   Dada ke empat orang itu bertato harimau.   Tandu itu melayang cepat sekali.   Itu membuktikan bahwa ke empat penggotongnya memiliki ginkang yang amat tinggi.   Thio Han Liong kagum melihatnya.   "Kakak Han Liong, yang duduk di dalam tandu itu...."   "Lian Hoa Nio Cu?"   "Bukankah orang-orang tadi mengatakan, bahwa Lian Hoa Nio Cu duduk di dalam tandu?"   "Kalau begitu...."   Sebelum Thio Han Liong melanjutkan, mendadak tandu itu sudah berhenti.   An Lok Kong Cu dan Thio Han Liong mengarahkan pandangannya ke tirai tandu.   Tampak tirai itu terbuka dengan perlahan-lahan dan seorang gadis cantik jelita melangkah turun dengan lemah gemulai.   Terbelalaklah Thio Han Liong, sebab kulit muka gadis itu putih halus bagaikan saiju.   "Kakak Han Liong,"   Bisik An Lok Kong cu.   "Gadis itu adalah Yo Pit Loan?"   "Betul"   Thio Han Liong mengangguk.   "Tak disangka dia begitu cantik...."   An Lok Kong cu menggeleng-gelengkan kepala.   "Kalau aku tidak mendengar duluan darimu, tentu tidak akan percaya, bahwa dulu dia anak lelaki."   Tidak salah. Gadis cantik jelita itu ternyata Yo Pit Loan. la berjalan lemah gemulai mendekati Thio Han Liong. setelah dekat, ia langsung memberi hormat dengan wajah berseri.   "Han Liong, terimalah hormatku"   "Pit Loan...."   Thio Han Liong sebera balas memberi hormat.   "Tak disangka kita berjumpa di sini."   "Memang tak disangka, tapi amat menggembirakan,"   Sahut Yo Pit Loan.   "Oh ya Gadis ini...."   "An Lok Kong cu, tunanganku."   Thio Han Liong memberitahukan.   "Oooh"   Yo Pit Loan tersenyum.   "An Lok Kong cu, selamat bertemu"   "Selamat bertemu, Pit Loan"   Sahut An Lok Kong cu sambil menatapnya.   "Tak kusangka engkau sangat cantik,"   "Oh ya?"   Yo Pit Loan tersenyum lagi.   "Semua itu berkat bantuan Han Liong, yang memberiku buah Im Ko."   "Pit Loan, jangan berkata begitu"   Thio Han Liong menggelengkan kepala.   "Aku berkata sesungguhnya. Kalau tiada buah Im Ko, kini aku masih tetap menjadi banci."   Yo Pit Loan menghela nafas panjang.   "Oleh karena itu, aku banyak berhutang budi kepada Han Liong."   "Pit Loan, buah Im Ko itu hadiah dari Toan Hong Ya...."   "Aku tetap berhutang budi kepadamu."   Yo Pit Loan tersenyum, kemudian memandang An Lok Kong cu seraya berkata.   "Engkau sungguh cantik, pantas Han Liong sangat mencintaimu. Engkau pasti bahagia, karena Han Liong adalah pemuda yang amat baik."   "Terima kasih."   An Lok Kong cu terkesan baik kepada Yo Pit Loan.   "Oh ya, kalau aku tidak mendengar dari Kakak Han Liong, aku tidak percaya apa yang telah terjadi atas dirimu."   "Jangankan engkau...."   Yo Pit Loan tertawa kecil.   "Aku sendiri pun hampir tidak percaya. Bayangkan. Dulu aku adalah seorang pemuda, tapi kini bisa berubah menjadi anak gadis. Bukankah itu sungguh ajaib sekali?"   "Memang."   An Lok Kong cu mengangguk.   "Sikap dan gerak-gerikmu pun persis seperti anak gadis, begitu pula suara dan lain sebagainya."   "Terus terang, setelah makan buah im Ko pemberian Han Liong, aku pun tidak percaya bahwa diriku telah berubah menjadi anak gadis. oleh karena itu, aku segera memeriksa alat kelaminku, memang telah berubah menjadi alat kelamin wanita. Dapat dibayangkan, betapa gembiranya hatiku ketika itu."   "Pit Loan,"   Tanya An Lok Kong cu mendadak.   "Apakah engkau merasa menyesal atas perbuatan dirimu?"   "Tentu tidak,"   Sahut Yo Pit Loan jujur.   "Ketika aku menjadi banci, aku memang merasa menyesal sekali. Tapi setelah berubah menjadi anak gadis, itu sungguh menggembirakan."   "Oooh"   An Lok Kong cu manggut-manggut.   "Pit Loan"   Thio Han Liong memandangnya seraya bertanya.   "Lian Hoa Nio Cu adalah engkau?"   "Ya."   Yo Pit Loan mengangguk.   "Itu adalah julukanku."   "Kenapa engkau membunuh kaum rimba persilatan golongan hitam?"   Tanya Thio Han Liong lagi.   "Sebab..."   Mendadak Yo Pit Loan memandang jauh ke depan.   "Ayah, ibu dan kakak-kakakku dibantai oleh para penjahat. Kalau guru terlambat muncul, aku pun pasti mati. oleh karena itu, kini aku mulai membantai para penjahat."   "Oooh"   Thio Han Liong manggut-manggut.   "Tapi... bukankah engkau boleh memusnahkan kepandaian mereka, tidak usah membunuh?"   "Han Liong"   Yo Pit Loan menatapnya lembut "Engkau memang berhati bajik, namun aku tidak akan memberi ampun kepada para penjahat.   Aku masih ingat, ibuku meratap-ratap mohon para penjahat itu jangan membunuh kakak-kakakku, tapi para penjahat itu tetap membunuh kakak-kakakku sambil tertawa, kemudian mereka pun memperkosa ibuku lalu membunuhnya.   Nah, apakah aku harus mengampuni para penjahat?"   Thio Han Liong diam, setelah itu menghela nafas panjang. Tiba-tiba ia teringat sesuatu dan langsung bertanya.   "Kok kulit mukamu bertambah putih dan halus?" .   "Mungkin pengaruh dari buah Im Ko, parasku kian hari kian bertambah cantik,"   Sahut Yo Pit Loan sambil tersenyum.   "Aku... aku merasa girang sekali."   "Oh ya. Betulkah ada seorang jago muda jatuh hati kepadamu, tapi engkau malah menantangnya bertanding, dan tidak sampai sepuluh jurus dia sudah kalah?"   Tanya Thio Han Liong mendadak.   "Betul."   Yo Pit Loan mengangguk.   "Kepandaian mereka begitu rendah, tapi berani coba-coba mendekatiku. sungguh tak tahu diri mereka"   "Pit Loan"   Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.   "Engkau tidak boleh memilih lelaki berdasarkan ilmu silat, yang penting rasa cinta dan kesetiaan."   "Hi hi Hi"   Yo Pit Loan tertawa cekikikan.   "Tiada pemuda lain yang sepertimu, aku tidak akan menikah selama-lamanya."   "Pit Loan...."   Thio Han Liong menghela nafas panjang "An Lok Kong cu"   Yo Pit Loan memandangnya sambil tersenyum lembut.   "Engkau sungguh beruntung, mendapatkan calon suami begitu baik, tampan dan berkepandaian tinggi pula."   "Pit Loan,"   Ujar An Lok Kong cu.   "Kelak engkau pun akan bertemu lelaki yang seperti Kakak Han Liong."   "An Lok Kong cu"   Yo Pit Loan tersenyum.   "Aku sama sekali tidak memikirkan itu, hanya ingin membasmi para penjahat saja."   Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Oh ya"   Thio Han Liong memandangnya.   "Engkau sudah mendengar tentang Ban Tok Lo Mo dan muridnya?"   "Aku justru sedang mencari mereka."   Sahut Yo Pit Loan.   "Aku ingin membasmi mereka."   "Tapi engkau harus berhati-hati"   Pesan Thio Han Liong.   "Sebab Ban Tok Lo Mo memiliki ilmu pukulan yang amat beracun."   "Ya."   Yo Pit Loan mengangguk. Thio Han Liong mengeluarkan dua butir obat pemunah racun, lalu diberikan kepada Yo Pit Loan seraya berkata.   "Ini adalah obat pemunah racun. Apabila engkau bertemu Ban Tok Lo Mo, cepatlah makan sebutir, agar tidak terkena racunnya."   "Terima kasih atas perhatianmu, Han Liong,"   Ucap Yo Pit Loan terharu sambil menerima ke dua butir obat pemunah racun itu, kemudian dibungkusnya dengan sapu tangan, setelah itu barulah dimasukkan ke dalam bajunya.   "Pit Loan,"   Tanya Thio Han Liong.   "Engkau mau ke mana?"   "Mencari Ban Tok Lo Mo dan muridnya,"   Jawab Yo Pit Loan.   "Aku harus membasmi mereka."   "Tapi biar bagaimanapun juga engkau harus berhati-hati, sebab Ban Tok Lo Mo berkepandaian tinggi sekali."   "Ya."   Yo Pit Loan mengangguk, lalu memandang An Lok Kong Cu.   "Tempo hari aku bilang rela menjadi pelayannya, tapi dia menolak. Kini aku di hadapanmu mengatakan itu, apakah engkau akan menerimaku?"   "Itu terserah Kakak Han Liong,"   Sahut An Lok Kong Cu sambil tersenyum lembut.   "Han Liong, bagaimana?"   Tanya Yo Pit Loan.   "Pit Loan"   Thio Han Liong tersenyum.   "Kita adalah teman baik, tentunya aku menolak apabila engkau mau menjadi pelayanku."   "Aaaah..."   Yo Pit Loan menghela nafas panjang.   "Begini,"   Ujar An Lok Kong cu mengusulkan.   "Alangkah baiknya kalian menjadi kakak adik saja."   "Kakak adik?"   Wajah Yo Pit Loan berseri.   "Tapi... mana mungkin Han Liong akan menganggapku sebagai adiknya?"   Mendadak Thio Han Liong memegang bahunya, dan menatapnya dalam-dalam seraya berkata.   "Pit Loan, engkau adalah adikku."   "Kakak"   Betapa terharunya Yo Pit Loan.   "Han Liong, engkau adalah kakakku yang tercinta."   "Adik"   Thio Han Liong tersenyum.   "Kakak...."   Yo Pit Loan mendekap di dadanya. Thio Han Liong membelainya lembut, sedangkan An Lok Kong Cu manggut-manggut sambil tertawa gembira. Setelah itu, Yo Pit Loan pun merangkul An Lok Keng Cu erat-erat seraya bertanya.   "Perlukah sekarang aku memanggilmu Kakak Ipar?"   "Kami... kami belum menikah lho"   Sahut An Lok Kong cu dengan wajah agak kemerah- merahan.   "Kalau begitu, aku tetap memanggilmu An Lok Kong cu,"   Ujar Yo Pit Loan sambil tersenyum.   "Setelah kalian menikahi barulah aku memanggilmu Kakak Ipar."   An Lok Kong cu tersenyum. Di saat itulah mendadak Yo Pit Loan dan Thio Han Liong saling memandang dengan wajah serius. Itu sungguh mengherankan An Lok Kong cu.   "Ada apa, sih?"   "Ada orang datang,"   Sahut Thio Han Liong, lalu memandang ke atas sebuah pohon. Tak seberapa lama kemudian, dari atas pohon itu melayang turun sosok bayangan. sebelum bayangan itu menginjak tanah, Yo Pit Loan sudah siap menyerangnya.   "Tunggu"   Cegah Thio Han Liong.   "Dia adalah Pak Hong Locianpwee."   "Ha ha ha"   Ternyata benar, orang itu memang Pak Hong.   "Han Liong sungguh tajam matamu"   "Bukankah Locianpwee mau pulang? Kenapa malah ke mari?"   Tanya Thio Han Liong dengan rasa heran.   "Aku memang mau pulang, tapi di tengah jalan melihat sebuah tandu yang mencurigakan. Maka, aku terus mengikuti tandu itu dalam jarak tertentu agar tidak diketahui orang yang duduk di dalamnya. Akhirnya aku sampai di sini. Ha ha ha"   "Locianpwee"   Thio Han Liong tersenyum.   "Dia adalah Yo Pit Loan, yang pernah kuceritakan."   "Yo Pit Loan?"   Pak Hong terbelalak.   "Lelaki yang berubah menjadi wanita itu?"   "Betul."   Thio Han Liong mengangguk.   "Bukan main"   Pak Hong terus memandang Yo Pit Loan dengan mata tak berkedip. Itu membuat Yo Pit Loan tertawa geli, kemudian dengan sengaja bergaya di hadapan Pak Hong.   "Aduuh"   Pak Hong teriak sambil menggeleng-gelengkan kepala.   "Kalau aku masih muda, mungkin aku sudah jatuh berlutut di hadapanmu"   "Oh, ya?"   Yo Pit Loan tersenyum.   "Kalau tidak mendengar dari Han Liong, aku pasti tidak akan percaya, bahwa dulu engkau anak lelaki."   "Itu memang benar,"   Ujar Yo Pit Loan sambil menghela nafas panjang.   "Kalau Kakak tidak memberiku buah Im Ko, tentunya aku masih tetap menjadi banci yang amat menyiksa diriku."   "Oooh"   Pak Hong manggut-manggut.   "Eeeh? siapa kakakmu?"   "Han Liong."   "Kalian sudah mengangkat saudara?"   "Kira-kira begitulah."   "Kalau begitu, aku memberi selamat kepada kalian,"   Ucap Pak Hong lalu tertawa gelak.   "Ha ha ha..."   "Locianpwee,"   Ujar Thio Han Liong sambil tersenyum.   "Kini Locianpwee pasti tidak merasa penasaran lagi, bukan?"   "Betul."   Pak Hong mengangguk.   "Karena aku sudah berjumpa Yo Pit Loan."   "Mungkin Locianpwee belum tahu, bahwa dia adalah Lian Hoa Nio Cu."   Thio Han Liong memberitahukan.   "Oh?"   Pak Hong tertegun.   "Dia adalah Lian Hoa Nio Cu yang sering membasmi para penjahat?"   "Tidak salah,"   Sahut Thio Han Liong.   "Dia memang Lian Hoa Nio Cu."   "Ha ha ha"   Pak Hong tertawa gelak. Ternyata engkau adalah Lian Hoa Nio Cu yang mulai terkenal itu"   "Terimakasih atas pujian Locianpwee,"   Ucap Yo Pit Loan.   "Tapi"   Pak Hong mengerutkan kening.   "Engkau harus lebih berhati-hati, sebab banyak golongan hitam ingin membunuhmu."   "Alangkah baiknya kalau mereka memunculkan diri mencariku, jadi aku tidak usah bersusah payah mencari mereka,"   Ujar Yo Pit Loan sungguh-sungguh.   "Locianpwee"   Thio Han Liong memberitahukan.   "Dia pun sedang mencari Ban Tok Lo Mo dan muridnya. Dia ingin membasmi mereka berdua."   "Oh?"   Pak Hong tertegun.   "Kalau begitu, engkau harus berhati-hati, sebab Ban Tok Lo Mo memiliki ilmu pukulan yang amat beracun."   "Locianpwee"   YoPit Loan tersenyum.   Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Kakak sudah memberiku obat pemunah racun, maka aku tidak takut akan ilmu pukulan beracun."   "Oooh"   Pak Hong manggut-manggut.   "Baiklah sekarang aku mau pulang ke tempat tinggalku, semoga kita berjumpa kembali"   Pak Hong langsung melesat pergi. Berselang sesaat, Yo Pit Loanpun berpamit kepada Thio Han Liong dan An Lok Keng Cu.   "Maaf, Kakak dan An Lok Keng Cu Aku mau mohon pamit melanjutkan perjalanan, mudah-mudahan kita akan berjumpa kembali"   "Adik"   Thio Han Liong menggenggam tangan Yo Pit Loan.   "Hati-hati kalau menghadapi Ban Tok Lo Mo"   "Ya."   Yo Pit Loan mengangguk.   "Kakak, An Lok Kong cu, sampai jumpa"   Yo Pit Loan melesat ke dalam tandu. Tak lama tandu itu pun melayang cepat meninggalkan tempat itu.   "Aaah..."   Thio Han Liong menghela nafas panjang.   "Tak disangka kita bertemu Pit Loan dan Pak Hong di sini."   "Kakak Han Liong"   An Lok Kong cu tersenyum.   "Aku sama sekali tidak menduga Pit Loan begitu cantik, padahal sebelumnya dia adalah lelaki."   "Kulit mukanya berubah begitu putih dan halus, itu adalah pengaruh khasiat buah Im Ko."   Thio Han Liong memberitahukan.   "Kini dia betul-betul merupakan gadis yang cantik jelita."   "Tapi"   An Lok Kong cu menggeleng-gelengkan kepala.   "Apakah dia akan menikah kelak?"   "Entahlah."   Thio Han Liong menghela nafas panjang.   "Tadi dia sudah bilang, tidak mau menikah selamalamanya.   "   "Seandainya dia bertemu pemuda yang cocok, aku yakin dia pasti akan menikah,"   Ujar An Lok Keng cu.   "Mudah-mudahan"   Ucap Thio Han Liong.   "Oh ya, kini engkau sudah tidak merasa penasaran lagi, bukan?"   "Ya."   An Lok Keng cu mengangguk.   "Sebab aku sudah berjumpa Pit Loan. Namun rasa cemburuku sedikit timbul."   "Oh, ya?"   Thio Han Liong tersenyum.   "Mulai sekarang dia adalah adikku, engkau tidak usah merasa cemburu lagi."   "Kakak Han Liong...."   An Lok Keng cu menatapnya lembut.   "Aku merasa bangga sekali, karena setiap orang pasti memujimu sebagai pemuda yang baik, bahkan juga mengatakan aku beruntung, dan pasti hidup bahagia di sisimu."   "Adik An Lok...."   Thio Han Liong menggenggam tangannya erat-erat, kemudian berbisik.   "Aku memang harus membahagiakanmu."   "Terima kasih, Kakak Han Liong,"   Ucap An Lok Kong cu dengan mesra. setelah itu barulah mereka melanjutkan perjalanan menuju markas Kay Pang. Betapa gembiranya seng Hwi dan su Hong seki ketua Kay Pang ketika melihat kedatangan Thio Han Liong dan An Lok Kong cu.   "Han Liong...."   Seng Hwi memegang bahunya.   "Aku tidak menyangka kalau kalian akan ke mari lagi. Ayoh, silakan duduk"   "Terima kasih,"   Ucap Thlo Han Liong lalu duduk. An Lok Kong cu duduk di sisinya dengan wajah berseri-seri.   "Kalian berdua dari mana?"   Tanya su Hong sek lembut.   "Kami dari gunung Bu Tong. sebetulnya kami ingin kembali ke Kotaraja, tapi di tengah jalan ketika kami bermalam di penginapan...."   Thio Han Liong menutur tentang itu.   "Karena itu, niat untuk kembali ke Kotaraja kami batalkan."   "Oh?"   Seng Hwi dan su Hong Sek mengerutkan kening.   "Ternyata Ban Tok Lo Mo dan muridnya masih berada di Tionggoan. Untung Pak Hong juga berada di penginapan itu. Kalau tidak, nyawanya pasti sulit ditolong."   "Tapi Pak Hong masih bisa bertahan sampai satu bulan, hanya saja... akan tersiksa sekali,"   Ujar Thio Han Liong.   "Locianpwee itu cuma tersambar angin pukulan Ban Tok Lo Mo, namun menjadi begitu."   "Sungguh beracun ilmu pukulan itu"   Su Hong sek menggeleng-gelengkan kepala, kemudian memandang Thio Han Liong seraya bertanya.   "Engkau sudah mendengar tentang Lian Hoa Nio Cu?"   "Sudah."   Thio Han Liong mengangguk dan menambahkan.   "Bahkan kami pun sudah bertemu dia."   "Oh?"   Su Hong sek tertegun.   "Engkau tahu siapa dia?"   "Tahu jelas sekali,"   Sahut Thio Han Liong sambil tersenyum.   "Dia adalah Yo Pit Loan, yang pernah kuceritakan itu."   "Yo Pit Loan?"   Su Hong sek dan seng Hwi terbelalak.   "Maksudmu adalah Yo Ngie Kuang yang berubah jadi anak gadis itu?"   "Ya."   Thio Han Liong mengangguk.   "Kini dia bertambah cantik, karena terpengaruh oleh khasiat buah Im Ko."   "Bukan main"   Seng Hwi menggeleng-gelengkan kepala.   "Kini para penjahat akan menggigil begitu mendengar namanya, sebab dia tidak pernah memberi ampun kepada para penjahat."   "Han Liong,"   Tanya su Hong sek.   "Engkau tahu apa sebabnya dia begitu dendam terhadap para penjahat?"   "Ayah ibu dan kakak-kakaknya dibunuh oleh para penjahat,"   Jawab Thio Han Liong memberitahukan.   "Maka kini dia mulai membasmi para penjahat, bahkan dia pun sedang mencari Ban Tok Lo Mo dan muridnya. Dia ingin membasmi mereka."   "Oh?"   Su Hong Sek mengerutkan kening.   "Ban Tok Lo Mo amat beracun, apakah Lian Hoa Nio Cu sanggup melawannya?"   "Pasti sanggup,"   Sahut Thio Han Liong.   "Sebab aku sudah memberinya dua butir obat pemunah racun, agar dia tidak terkena racun."   "Oooh"   Su Hong sek manggut-manggut.   "Han Liong,"   Tanya seng Hwi.   "Apakah kepandaian Lian Hoa Nio Cu dapat mengalahkan Ban Tok Lo Mo?"   "Tentang itu, aku tidak begitu tahu,"   Jawab Thio Han Liong.   "Sebab aku tidak pernah menyaksikan kepandaian Ban Tok Lo Mo. Namun menurutku tidak gampang bagi Ban Tok Lo Mo mengalahkan Lian Hoa Nio Cu."   "Mudah-mudahan Lian Hoa Nio Cu dapat membasmi Ban Tok Lo Mo dan muridnya itu"   Ucap su Hong sek.   "Kalau tidak, rimba persilatan pasti dilanda banjir darah."   "Memang sudah mulai banjir darah,"   Ujar seng Hwi.   "Sebab Ban Tok Lo Mo dan muridnya telah membunuh begitu banyak kaum rimba persilatan golongan putih."   "Oh ya"   Thio Han Liong menengok ke sana ke mari.   "Kenapa tidak kelihatan Kiat Hiong?"   "Dia sedang belajar ilmu silat di halaman belakang."   Su Hong sek memberitahukan dengan wajah berseri-seri.   "Tak kusangka im sie Popo begitu menyayanginya. Kalau kami memarahi Kiat Hiong, nenek itu yang tidak senang dan sering membelanya."   "Oh?"   Thio Han Liong manggut-manggut "Syukurlah"   "Karena itu...."   Su Hong sek menggeleng-gelengkan kepala.   "Membuat Kiat Hiong semakin manja."   "Bagaimana kemajuan Kiat Hiong dalam hal ilmu silat?"   Tanya Thio Han Liong.   "Sudah cukup maju,"   Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Sahut su Hong seki "Aku justru tidak habis pikir, Kwee In Loan yang sudah tidak waras itu malah begitu sabar terhadap Kiat Hiong, juga mengajarnya dengan penuh perhatian."   "Dulu Kwee In Loan begitu jahat. Tapi setelah tidak waras ia malah menjadi baik hati. Itu sungguh di luar dugaan,"   Ujar Thio Han Liong sambil menggeleng-gelengkan kepala.   "Tapi aku agak tenang dia berada di sini, sebab dia masih sanggup melawan Ban Tok Lo Mo."   "Han Liong"   Su Hong sek menatapnya dengan penuh rasa terimakasih.   "Kedatangan kalian sungguh mengharukan kami"   "Su Pang cu"   Thio Han Liong tersenyum.   "Jangan berkata begitu, sebab akan membuat hatiku merasa tidak enak."   "oh ya"   Su Hong sek bangkit berdiri.   "Han Liong dan An Lok Keng cu, bagaimana kalau kita ke halaman belakang melihat Kiat Hiong belajar ilmu silat?"   "Baik."   Thio Han Liong dan An Lok Keng cu mengangguk.   Mereka semua lalu menuju ke halaman belakang.   Sampai di halaman tampak seorang anak kecil sedang berlatih ilmu pukulan dan seorang nenek terus-menerus memberi petunjuk.   Menyaksikan ilmu pukulan itu, An Lok Kong cu mengerutkan kening.   "Kakak Han Liong,"   Tanyanya heran.   "Kenapa ilmu pukulan itu kelihatan kacau balau sih?"   "Kelihatan kacau balau, namun amat lihay."   Thio Han Liong memberitahukan.   "Itulah keanehan ilmu pukulan im sie Popo."   "Oh?"   An Lok Keng Cu tercengang.   "Tapi persis seperti gerakan-gerakan orang gila."   "Adik An Lok"   Thio Han Liong menjelaskan.   "Itu memang ilmu silat orang tak waras, maka gerakannya seperti itu."   "oh, ya?"   An Lok Keng cu tersenyum geli.   "Tapi Kiat Hiong tidak akan berubah menjadi gila, kan?"   "Tentu tidak,"   Sahut Thio Han Liong, kemudian berkata kepada seng Hwi.   "Kalau gerakan-gerakan itu dicampur dengan ilmu pukulan cing Hwee ciang, kelak Kiat Hiong pasti berkepandaian tinggi."   "Maksudmu aku harus mengajarnya ilmu pukulan cing Hwee Ciang?"   Tanya seng Hwi sambil memandang Thio Han Liong.   "Ya."   Thio Han Liong mengangguk.   "Tapi ingat Kiat Hiong tidak boleh belajar ilmu Lweekang im sie Popo"   "Justru amat mengherankan"   Seng Hwi memberitahukan.   "Im sie Popo sama sekali tidak mengajar Kiat Hiong ilmu Iweekang."   "Oh?"   Thio Han Liong tercengang.   "Dia sudah gila, tapi kenapa masih bisa berpikir panjang?"   "Maksudmu?"   "Apabila Kiat Hiong belajar ilmu Lweekangnya, akan membuat Kiat Hiong berubah menjadi tak waras,"   Sahut Thio Han Liong sungguh-sungguh.   "Maka Kiat Hiong tidak boleh belajar itu."   "Han Liong...."   Su Hong sek tampak tersentak.   "Benarkah itu?"   "Benar."   Thio Han Liong mengangguk.   "Kalau begitu...."   Su Hong sek berlega hati.   "Syukurlah Im sie Popo tidak mengajarnya ilmu Lweekang"   Mereka terus bercakap-cakap.   setelah itu Thio Han Liong memberi petunjuk kepada seng Kiat Hiong, dan itu amat menggembirakan Kiat Hiong.   Thio Han Liong dan An Lok Kong cu tinggal di markas Kay Pang beberapa hari.   Dalam kurun waktu itu, tiada kabar beritanya mengenai Ban Tok Lo Mo dan muridnya.   Itu sungguh mengherankan, maka hari ini Thio Han Liong, An Lok Kong cu, seng Hwi dan su Hong sek berbincang-bincang mengenai hal itu.   "Aku tidak habis pikir, kenapa tiada kabar beritanya lagi tentang Ban Tok Lo Mo dan muridnya?"   Ujar Thio Han Liong sambil menggeleng-gelengkan kepala.   "Memang mengherankan."   Seng Hwi mengerutkan kening.   "Kelihatannya mereka guru dan murid sedang bermain kucingkucingan dengan kita."   "Aaaah..."   Thio Han Liong menghela nafas panjang.   "Kalau kami tahu berada di mana Ban Tok Lo Mo dan muridnya, kami pasti sudah pergi mencari mereka."   "Han Liong"   Su Hong sek tersenyum.   "Bersabarlah Tak lama lagi Ban Tok Lo Mo dan muridnya pasti muncul dalam rimba persilatan."   Tak terasa beberapa hari telah berlalu, namun tetap tiada kabar berita tentang Ban Tok Lo Mo dan muridnya.   Thio Han Liong sama sekali tidak mengerti, kenapa mereka berdua selalu timbul tenggelam seakan sedang mempemainkan kaum rimba persilatan Tionggoan.   "Kelihatannya..."   Ujar Thio Han Liong.   "Ban Tok Lo Mo dan muridnya memang sengaja mempermainkan kita."   "Kalau begitu.."   Sahut seng Hwi sambil mengerutkan kening.   "Kita biarkan saja. Tapi aku yakin Ban Tok Lo Mo dan muridnya pasti akan muncul."   Thio Han Liong manggutmanggut. Malam harinya, Thio Han Liong dan An Lok Keng cu berbicara serius di dalam kamar.   "Sudah hampir sepuluh hari kita tinggal di sini, namun tetap tiada kabar berita tentang Ban Tok Lo Mo dan muridnya,"   Ujar Thio Han Liong sambil memandang An Lok Kong Cu.   "Bagaimana menurutmu, kita harus terus menunggu atau lebih baik kita kembali ke Kotaraja?"   "Menurut aku, lebih baik kita kembali ke Kotaraja,"   Sahut An Lok Keng cu mengemukakan pendapat.   "Setelah itu, barulah kita mencari Ban Tok LoMo dan muridnya."   "Ngmm"   Thio Han Liong manggut-manggut.   Keesokan harinya, mereka berpamit kepada seng Hwi dan su Hong seki lalu menuju Kotaraja.   Bab 68 Mao san Tosu Thio Han Liong dan An Lok Kong cu tiba di kota Cin Lam.   Walau kota tersebut tidak begitu besar, namun penduduknya padat bahkan cukup indah.   Mereka berdua berjalan santai sambil menikmati keindahan kota tersebut.   Ketika menikung, tampak begitu banyak warga kota berbaris ke depan sebuah kuil.   "Ada apa, ya?"   An Lok Kong cu heran.   "Mungkinkah mereka mau sembahyang?"   Sahut Thio Han Liong.   "Tidak mungkin."   An Lok Kong cu menggelengkan kemala.   "Mereka sama sekali tidak pegang hio, tentu bukan mau sembahyang."   "Mari kita ke sana bertanya"   Ajak Thio Han Liong. An Lok Kong cu mengangguk, Mereka berdua mendekati kuil itu, ternyata adalah kuil Kwan Kong, seorang pahlawan di jaman sam Kok (Tiga Negara).   "Paman,"   Tanya Thio Han Liong kepada seseorang.   "Ada apa ramai-ramai di sini?"   "Aaaah..."   Orang itu menghela nafas panjang.   "Beberapa hari ini, terjadi suatu wabah penyakit. Para tabib tak mampu mengobati orang-orang yang terkena wabah penyakit itu, kemudian muncul Mao san Tosu (Pendeta Dari Gunung Mao san). Dialah yang dapat menyembuhkan para penderita wabah penyakit itu."   "Oh?"   Thio Han Liong mengerutkan kening.   "Wabah penyakit apa itu?"   "Muntah berak. Dalam waktu tiga hari orang yang terkena penyakit itu pasti mati."   Orang itu memberitahukan.   "Maka semua orang ke mari membeli obat buatan Mao san Tosu itu, tapi...."   "Kenapa?"   "Obat itu mahal sekali, sebungkus sepuluh tael perak. orang miskin tak mampu membeli obat itu, akhirnya mati begitu saja."   "Paman,"   Tanya An Lok Keng cu mendadak.   "Pembesar kota ini sama sekali tidak turun tangan membantu mereka yang terkena wabah?"   "Pembesar Yap pernah ke mari bermohon kepada Mao San Tosu, agar obatnya jangan dijual terlampau mahal. Tapi Mao san Tosu itu mengatakan, bahwa bahan obat itu amat sulit dicari, maka harus dijual dengan harga tinggi."   "Lalu bagaimana tindakan pembesar Yap?"   Tanya An Lok Keng cu penuh perhatian.   Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Pembesar Yap tidak bisa berbuat apa-apa, tapi membantu fakir miskin dengan uang, agar mereka dapat membeli obat yang diperlukan itu. Tapi... akhirnya pembesar Yap kehabisan uang, bahkan putrinya terkena penyakit aneh pula."   "Penyakit aneh?"   An Lok Kong cu mengerutkan kening.   "Ya."   Orang itu mengangguk.   "Putri pembesar Yap sering duduk melamun, malah kadang-kadang menangis dan tertawa sendiri Banyak tabib yang diundang untuk mengobati, tapi seorang pun tiada yang dapat menyembuhkannya."   "oh?"   "Di saat itulah muncul Mao san Tosu ke rumah pembesar Yap. Katanya mampu mengobati Nona Yap. tapi pembesar Yap harus membayar lima ribu tael emas. Bagaimana mungkin pembesar Yap menyanggupinya? sebab beliau bukan pembesar korup, hanya mengandal pada gajinya."   "Jadi hingga saat ini Nona Yap masih begitu?"   Tanya Thio Han Liong.   "Ya."   Orang itu mengangguk.   "Sudah belasan kali pembesar Yap ke kuil bermohon kepada Mao san Tosu, tapi pendeta itu sama sekali tidak meladeninya."   "Paman"   Tanya Thio Han Liong.   "Di mana rumah pembesar Yap?"   "Di sana."   Orang itu menunjuk ke arah barat.   "Rumah itu cukup besar, tapi sudah tua."   "Terimakasih,"   Ucap Thio Han Liong, lalu menarik An Lok Kong cu untuk diajak ke rumah pembesar Yap. Berselang beberapa saat kemudian, mereka sudah tiba di rumah pembesar itu. Tampak dua penjaga berdiri di depan pintu pagar.   "Maaf."   Thio Han Liong dan An Lok Kong cu menghampiri mereka.   "Aku ingin bertemu pembesar Yap."   "Aaaah..."   Salah seorang penjaga itu menghela nafas panjang.   "Pembesar Yap sedang kacau, lebih baik kalian jangan menemui beliau."   "Kami ke mari justru ingin mengobati putrinya."   Thio Han Liong memberitahukan.   "Tolong beritahukan kepada beliau"   "Baik."   Salah seorang penjaga segera berlari ke dalam, sedangkan yang lain menatap Thio Han Liong dengan penuh keraguan.   "Tuan dapat menyembuhkan Nona Yap?"   Tanyanya tidak percaya.   "Mudah-mudahan"   Sahut Thio Han Liong sambil tersenyum. Di saat bersamaan, penjaga yang pergi melapor itu sudah kembali lalu memberi hormat ke Thio Han Liong seraya berkata.   "Pembesar Yap mempersilakan kalian masuk, Terima kasih,"   Ucap Thio Han Liong. la bersama An Lok Kong cu berjalan memasuki halaman. Mereka melihat seorang tua berdiri di depan rumah yang ternyata pembesar Yap. Thio Han Liong dan An Lok Kong cu memberi hormat. orangtua itu pun segera balas memberi hormat.   "Silakan masuk"   Ucapnya.   "Terimakasih."   Thio Han Liong dan An Lok Keng cu melangkah ke dalam.   "Silakan duduk"   Ucap pembesar Yap sambil menatap mereka dengan ragu-ragu.   Thio Han Liong dan An Lok Keng cu duduki Mereka berdua tahu akan keraguan pembesar Yap.   Maka, An Lok Keng cu menatap Thio Han Liong, seakan bertanya apakah Thio Han Liong mampu menyembuhkan Nona Yap? Thio Han Liong manggut-manggut sambil tersenyum, dan itu amat melegakan hati An Lok Kong cu.   "Bolehkah aku tahu siapa kalian?"   Tanya pembesar Yap dengan ramah.   "Aku bernama Thio Han Liong. Dia adalah tunanganku bernama Cu An Lok,"   Jawab Thio Han Liong memberitahukan.   "Ngmmm"   Pembesar Yap manggut-manggut.   "Han Liong, engkaukah yang akan mengobati putriku?"   "Ya."   Thio Han Liong mengangguk.   "Dapatkah engkau menyembuhkannya?"   Tanya pembesar Yap.   "Mudah-mudahan"   Sahut Thio Han Liong.   "Oh ya sebetulnya Nona Yap menderita penyakit apa?"   "Kata para tabib...."   Pembesar Yap menggeleng-gelengkan kepala.   "Putriku kerasukkan arwah penasaran. Mao san Tosu sudah ke mari, tapi minta lima ribu tael emas. Aku tidak punya uang sebanyak itu. Kalaupun rumahku ini dijual, tidak mungkin aku mendapatkan uang sebanyak itu. Maka aku... aku...."   "Tenang, Pembesar Yap"   Thio Han Liong tersenyum.   "Aaah..."   Pembesar Yap menghela nafas panjang.   "Bagaimana mungkin aku bisa tenang, kini putriku semakin parah ...."   "Maaf, Pembesar Yap Bolehkah kami menjenguk Nona Yap sebentar?"   Tanya Thio Han Liong.   "Boleh."   Pembesar Yap mengangguk, lalu mengajak Thio Han Liong dan An Lok Kong cu ke kamar putrinya. Kamar tersebut digembok dari luar. Ketika mereka mendekati kamar itu, terdengarlah suara tawa yang menyeramkan, membuat An Lok Kong cu langsung merinding.   "Kakak Han Liong...."   An Lok Keng cu tampak agak takut.   "Jangan takut"   Bisik Thio Han Liong.   "Aaah..."   Pembesar Yap menghela nafas.   "Dengarkanlah sendiri, putriku sering tertawa seram dan menangis gerung-gerungan"   "Oooh"   Thio Han Liong manggut-manggut dan bertanya.   "Pembesar Yap. di mana kunci gembok ini?"   "Mau membuka pintu ini?"   Pembesar Yap tampak terkejut.   "Ya."   Thio Han Liong mengangguk.   "Itu...."   Pembesar Yap menggoyang-goyangkan sepasang tangannya.   "Itu... lebih baik jangan"   "Pembesar Yap."   Ujar Thlo Han Liong.   "Kalau pintu ini tidak dibuka, bagaimana aku bisa mengobatinya?"   "Tapi...."   Pembesar Yap tampak ragu.   "Pembesar Yap."   Sela An Lok Keng cu.   "Jangan ragu, percayalah kepada Kakak Han Liong"   Pembesar Yap menatap Thio Han Liong sejenak, setetah itu barulah mengeluarkan kunci dan membuka gembok itu, talu berdiri di belakang Thio Han Liong.   Perlahan-lahan Thio Han Liong mendorong pintu itu, lalu melangkah ke dalam diikuti An Lok Kong cu dan pembesar Yap.   Tampak seorang gadis duduk dipinggir ranjang, rambutnya awut-awutan.   Begitu melihat mereka masuki ia langsung menuding dan menyeringai seraya berteriak-teriak.   "Aku akan telan kalian Aku akan telan kalian Hi hi hi Aku adalah arwah penasaran, aku akan menuntut balas"   "Nak..."   Panggil pembesar Yap dengan mata basah.   "Engkau sudah tidak mengenali ayah lagi?"   "Hik hik hik"   Gadis itu tertawa seram, lalu bangkit berdiri sambil menjulurkan sepasang tangannya ke depan, seakan mau mencekik pembesar Yap. Di saat bersamaan, Thio Han Liong menatapnya dengan sorotan tajam, kemudian berkata lembut.   "Nona Yap. duduklah"   Gadis itu tampak tertegun. Dipandangnya Thio Han Liong lama sekali, kemudian barulah duduk, Itu sungguh mencengangkan An Lok Kong cu dan pembesar Yap.   "Nona Yap."   Ujar Thio Han Liong sambil tersenyum.   "Kuatkanlah batinmu dan bersihkan hatimu, pandanglah mataku"   Gadis itu segera memandang mata Thio Han Liong, kemudian mendadak menjatuhkan diri berlutut di hadapannya. Thio Han Liong menjulurkan tangannya lalu ditaruh di atas kepala gadis itu seraya berkata.   "Kenapa engkau mengganggu keluarga pembesar Yap. apakah engkau punya dendam terhadap beliau?"   "Maaf. Maaf."   Suara gadis itu berubah parau.   "Mao san Tosu yang menyuruhku ke mari untuk mengganggunya, jangan hukum aku"   "Aku tidak akan menghukummu, sebab engkau hanya diperalat oleh Mao san Tosu itu. Nah, cepatlah engkau pergi"   "Aku...."   "Engkau tidak mau pergi?"   "Aku tidak tahu harus pergi ke mana, sebab Mao san Tosu pasti akan menangkapku lagi."   "Kalau begitu, aku akan membantumu ke suatu tempat,"   Ujar Thio Han Liong sambil mengibaskan tangannya ke arah badan gadis itu.   "Terima kasih Terimakasih...."   Suara itu makin tama makin kecil. Tiba-tiba gadis itu terkulai pingsan. Terkejutlah pembesar Yap dan langsung merangkulnya .   Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Tenang, Pembesar Yap"   Thio Han Liong tersenyum.   "Dia akan tersadar sendiri."   Berselang beberapa saat, gadis itu membuka matanya perlahan-lahan. setelah itu, ia pun menengok ke sana ke mari dengan penuh keheranan.   "Ada apa? Eh? siapa kalian?"   "Nak...."   Pembesar Yap memeluknya erat-erat.   "Engkau sudah sembuh Engkau sudah sembuh...."   "Ayah, kenapa aku?"   Gadis itu terheran-heran.   "Oh ya, siapa mereka itu?"   "Thio Han Liong dan cu An Lok,"   Pembesar Yap memberitahukan.   "Thio Han Liong yang menyembuhkanmu.   "   "Ayah"   Kening gadis itu berkerut-kerut.   "Kenapa aku? Memangnya aku sakit? Kok aku tidak tahu sama, sekali?"   "Nak"   Pembesar Yap membelainya.   "Beberapa hari lalu, mendadak engkau pingsan. Ketika siuman, engkau...."   "Kenapa aku?"   "Engkau mulai tertawa seram dan menangis gerunggerungan."   Pembesar Yap memberitahukan.   "Bahkan sering mengoceh yang tidak karuan. Di saat itulah muncul Mao san Tosu. Dia bilang sanggup menyembuhkanmu, tapi ayah harus membayar lima ribu tael emas."   "Ayah mana punya uang sebanyak itu?"   "Ayah tidak sanggup membayar setinggi itu, maka terpaksa ke kuil Kwan Kong untuk bermohon kepada Mao san Tosu itu, tapi... dia sama sekali tidak meladeni ayah. Untung hari ini kedatangan Thio Han Liong dan cu An Lok," .   "Maksud Ayah... saudara Thio ini yang menyembuhkanku?"   "Ya."   "Saudara Thio"   Gadis itu segera memberi hormat.   "Terimalah hormatku"   "Jangan sungkan-sungkan"   Sahut Thio Han Liong sambil memberi hormat.   "Ayahmu seorang pembesar yang baik, kami amat kagum padanya."   "Ha ha ha"   Pembesar Yap tertawa geiak.   "Mari kita mengobrol di ruang depan saja"   Thio Han Liong dan An Lok Kong cu mengangguk. Mereka semua lalu pergi ke ruang depan, dan pelayan pun segera menyuguhkan teh wangi.   "Han Liong,"   Tanya pembesar Yap.   "Betulkah putriku kerasukan arwah penasaran?"   "Sebetulnya itu merupakan suatu ilmu hitam. Mao san Tosu menyuruh arwah penasaran untuk mengganggu Nona Yap. Itu cara Tosu jahat itu mencari uang. Aku pun yakin wabah penyakit itu diciptakan Tosu jahat tersebut,"   Jawab Thio Han Liong.   "Han Liong, engkau masih muda dan juga bukan Tosu maupun Hweeshio, tapi... kenapa engkau mampu menaklukkan arwah penasaran itu?"   Tanya pembesar Yap heran.   "Pembesar Yap"   Thio Han Liong memberitahukan.   "Aku pernah belajar ilmu Penakluk iblis, maka aku dapat menyembuhkan Nona Yap."   "Oooh"   Pembesar Yap manggut-manggut.   "Bukan main"   "Saudara Thio,"   Tanya gadis itu mendadak.   "Cu An Lok adalah isterimu?"   "Dia tunanganku,"   Sahut Thio Han Liong.   "Kami akan ke Kota raja untuk melangsungkan pernikahan."   "Oooh"   Gadis itu manggut-manggut "Kalian berdua dari Kotaraja?"   Tanya pembesar Yap sambil memandang mereka.   "Apakah kalian putra dan putri pembesar di Kotaraja?"   Thio Han Liong hanya tersenyum, begitu pula An Lok Kong cu. Kemudian gadis itu berkata dengan sungguh-sungguh.   "Pembesar Yap amat jujur dan tak pernah melakukan tindak korupsi, tapi kenapa belum naik pangkat?"   "Atasanku tak pernah melapor ke istana, maka pangkatku tidak pernah naik."   Ujar pembesar Yap sambil tersenyum.   "Itu tidak apa-apa, sebab penduduk di kota ini amat mencintaiku, itu membuatku betah di sini."   "Oooh"   An Lok Kong cu manggut-manggut.   "Oh ya"   Ujar pembesar Yap.   "Aku dengar Mao san Tosu itu mahir ilmu silat. Mungkin dia akan mencari kalian, karena putriku telah sembuh."   "Pembesar Yap"   Thio Han Liong memberitahukan.    Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung Si Angin Puyuh Tangan Kilat Karya Gan Kh Geger Solo Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini