Ceritasilat Novel Online

Anak Rajawali 9


Anak Rajawali Karya Chin Yung Bagian 9


Anak Rajawali Karya dari Chin Yung   Tiauw-jie juga tidak tinggal diam.   Waktu Yo Him bekerja, dia telah terbang ke sana ke mari.   Tidak lama kemudian Tiauw-jie telah kembali, di mana ia membawa seekor kelinci.   Kemudian Tiauw-jie pergi lagi, waktu kembali ia membawa kambing hutan yang cukup besar.   Ketika Tiauw-jie ingin terbang pula, Yo Him jadi repot memberitahukan pada Giok Hoa, bahwa binatang buruan itu telah lebih dari cukup buat mereka.   "Beritahukan burung rajawali itu agar tidak memburu binatang lainnya lagi..... itupun telah lebih dari cukup buat kita! Terlalu banyak pun tidak akan termakan dan hanya akan menjadi busuk belaka......!" Giok Hoa segera memanggil Tiauw-jie, dan sambil menepuknepuk leher burung itu, dia telah memberitahukan pesan Yo Him, agar Tiauw-jie tidak pergi memburu binatang hutan pula. Tiauw-jie memang jinak dan seperti mengerti apa yang dikatakan Giok Hoa. Karena dia sambil mengeluarkan suara pekik perlahan kemudian melangkah perlahan-lahan mendekati tempat Hok An. Dan berdiri di situ, dengan kepala tertunduk memandangi Hok An, bagaikan burung rajawali ini tengah berduka sekali dan menguatirkan keselamatan Hok An. Giok Hoa pun menemaninya, berdiri di samping burung rajawali putihnya. Yo Him dan Sasana membiarkan Giok Hoa dan burung rajawali itu menemani Hok An yang masih tertidur nyenyak, sedangkan mereka berdua sibuk sekali menguliti ke dua binatang buruan yang telah ditangkap oleh Tiauw-jie. Dalam waktu yang singkat saja, ke dua ekor binatang itu, kelinci dan kambing hutan, telah dikuliti. Sebagian dipanggang buat makan mereka, sedangkan sisanya telah dikeringkan, untuk santapan mereka di waktu-waktu berikutnya nanti. Giok Hoa tidak memiliki selera makan, dia hanya makan sedikit sekali. Sedangkan Tiauw-jie sama sekali tidak mau makan, hanya tampak dia selalu menitikkan air mata di samping Hok An yang masih tertidur nyenyak. Setelah menemani beberapa saat, Yo Him dan Sasana bermaksud beristirahat, namun tiba-tiba Hok An tersadar dari tidurnya, dia merintih kesakitan. Cepat-cepat Yo Him dan Sasana melompat ke dekatnya. Hok An masih saja merintih tidak hentinya. Malah dia mengigau dengan suhu tubuhnya yang naik tinggi jadi panas luar biasa. Yo Him dan Sasana jadi agak bingung juga, karena melihat keadaan Hok An yang seperti itu. Dengan tubuh yang panas sekali dan juga selalu mengigau dengan perkataan-perkataan yang sudah ngaco, maka membuat Yo Him dan Sasana tidak mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Hanya saja Yo Him dan Sasana mengetahuinya bahwa keadaan Hok An gawat sekali. Waktu itu Tiauw-jie pun memperlihatkan sikap bergelisah sekali, malah burung rajawali itu telah berulang kali mengeluarkan suara pekikan perlahan-lahan, agar Hok An mendengarnya. Namun benar-benar Hok An seperti lupa diri, dia seperti juga telah tidak ingat suatu apapun, karena dia masih tetap mengigau dan tubuhnya tetap panas sekali. Yo Him telah mengeluarkan tempat penyimpanan obatnya. Dari bermacam-macam obat yang dimilikinya, Yo Him telah memilih beberapa butir, dan kemudian memakannya pada Hok An, dengan cara memaksa memasukkan pil-pil tersebut ke dalam mulut Hok An, lalu memegang rahang Hok An. Hanya saja, Yo Him harus berlaku hati-hati sekali, mulut Hok An tengah terluka hebat, bengkak dan pecah-pecah. Karena dari itu, dia telah melakukan segalanya dengan perlahan, satu kali saja luka-luka di bibir Hok An tersentuh, pasti akan mendatangkan rasa sakit yang luar biasa hebatnya. Juga Yo Him setelah berhasil "memaksa"   Hok An menelan pil-pil obat tersebut, mengeluarkan obat lukanya.   Dia menaburkan pada luka di kaki Hok An lagi, dia berusaha agar luka pada kaki Hok An tidak sampai inpeksi yang bisa mengganggu kesehatannya.   Giok Hoa jadi bingung bukan main, dia menangis terus menerus dengan memanggil-manggil paman Hok nya tersebut.   Kemudian diapun telah meminta kepada Sasana, agar menolongi paman Hok nya itu, memohonnya berulang kali.   "Kami pasti akan menolongi pamanmu itu, pasti adikku!"   Kata Sasana.   "Kau jangan berduka, tenanglah, karena kami pasti akan menolongi pamanmu itu.....!"   Giok Hoa karena terlalu berduka, dia telah menghampiri Tiauw-jie, kemudian merangkul leher burung rajawalinya.   Burung rajawali itupun menitikkan air mata, tampaknya diapun bingung sekali melihat Hok An menderita seperti itu.   Setelah diberi obat oleh Yo Him, berangsur-angsur Hok An tidak terlalu menderita lagi, karena rintihannya tidak sekeras semula.   Yo Him agak tenang melihat Hok An tidak menderita sehebat tadi.   Namun iapun mengetahui bahwa Hok An tidak bisa disembuhkannya, di samping persediaan obatnya tidak akan sanggup mengobati luka sehebat itu, juga Yo Him tidak mengetahui bagaimana caranya menyembuhkan luka separah tersebut.   Obat-obat yang dimiliki oleh Yo Him memang dapat mengurangi penderitaan Hok An, namun tidak mungkin dapat menyembuhkan keseluruhan luka-luka yang diderita oleh Hok An.   Bayangkan saja, Hok An saat itu telah tersiksa begitu hebat.   Kuku-kuku jari tangannya yang telah dicabuti semuanya, juga waktu itu bibirnya telah membengkak besar dengan gigi-gigi yang pada rontok, di samping kakinya yang terbakar hangus.   Sasana yang melihat suaminya termenung seperti itu, jadi mendekati, katanya.   "Yo Him, apakah orang ini dapat ditolong?"   Yo Him menghela napas, dia melirik pada Sasana, kemudian menoleh memandag pada Giok Hoa yang waktu itu tengah menangis sambil merangkul leher Tiauw-jie, sedangkan burung rajawali itu sendiri menitikkan air mata.   "Sudahlah, memang walaupun bagaimana kita harus mencari seorang tabib yang pandai. Kita harus berusaha menolongi orang ini! Persediaan obatku terbatas sekali, tidak bisa menyembuhkan luka sehebat ini! Obat-obat yang kita miliki hanya dapat mengurangi penderitaan dan rasa sakitnya saja. Itu hanya sekejap belaka dan kemudian dia akan menderita hebat lagi......!"   "Lalu langkah-langkah apa yang ingin kau ambil untuk menolongi orang ini?"   Tanya Sasana.   "Jika kita meminta pertolongan kepada tabib sembarangan itupun akan percuma, karena tabib-tabib kampung memiliki obat-obat yang biasa saja, karena itu, tidak dapat kita andalkan. Dan yang terutama sekali kita harus berusaha mencari seorang tabib yang benar-benar tangguh, dengan mana kita minta pertolongannya buat bantu menyembuhkan luka-luka yang diderita orang ini.....! Tetapi di mana kita bisa mencari tabib pandai yang kita kehendaki itu? Dan siapa tabib itu?!"   Sasana dan Yo Him jadi bingung sendirinya, karena mencari tabib pandai yang dapat mengobati luka Hok An benar-benar tidak mudah.   Hok An masih juga merintih kesakitan, karena obat penenang yang diberikan Yo Him telah habis daya tahannya.   Giok Hoa jadi menangis semakin sedih sambil memanggil-manggil.   "Paman Hok! Paman Hok!"   Dan Tiauw-jie juga memekik perlahan, seperti juga ingin mengatakan bahwa ia ikut berduka cita.   Yo Him memeriksa keadaan Hok An, hatinya jadi semakin berduka, karena dilihatnya Hok an telah mengalami keadaan yang benarbenar sangat menderita dan parah sekali lukanya, di samping itu, terlihat betapapun memang perkembangan kesehatannya telah terganggu, karena di saat itu Hok An telah mengigau tidak hentinya, bicaranya melantur, diapun telah menggumam dengan suara yang tidak jelas, suhu panas tubuhnya sangat tinggi sekali, sehingga bagaikan di dalam tubuhnya itu terdapat api, dan anehnya, walaupun suhu panas tubuhnya begitu tinggi, tokh ia mengguman.   "Dingin-dingin......!"   Yo Him mengkerutkan sepasang alisnya berpikir keras waktu melihat keadaan Hok An seperti itu.   Ia mengerti bahwa Hok An tengah terluka parah dan kini tubuhnya terserang demam yang tinggi.   Jika keadaannya ini berlangsung terus, tidak segera ditolong dan diobati, niscaya akan menyebabkan dia menemui kematian.   Maka Yo Him telah berpikir keras, berusaha hendak mendayakan menolong Hok An.   Giok Hoa waktu itu mendekati Yo Him, katanya.   "Koko...... apakah paman Hok masih dapat ditolong..... Koko.....? Jelaskanlah apakah paman Hok masih dapat ditolong?"   Dan berkata sampai di situ, Giok Hoa telah menangis berduka sekali.   "Baiklah, aku akan pergi mencari tabib pandai yang sekiranya bisa mengobati lukanya. mudah-mudahan saja di sekitar tempat ini terdapat tabib pandai yang bisa mengobati lukanya tersebut! Terus terang saja, adikku, persediaan obatku hanya dapat menyembuhkan luka-luka yang ringan. Jika luka yang sedemikian berat dan parah masih tidak memiliki khasiat yang cukup hebat. Karena itu aku harus mencari tabib pandai yang dapat mengobati luka dari paman Hok mu ini......!"   Sasana sendiri jadi ikut bingung. Tanyanya.   "Ke mana kau hendak mencari tabib pandai itu, Yo Him?!"   "Coba saja aku akan mengelilingi pegunungan Hoa-san ini, siapa tahu aku bisa bertemu dengan seorang tabib sakti yang hidup menyendiri di tempat sunyi seperti ini. Bukankah banyak orangorang pandai yang hidup mengasingkan diri dan menyepi di gunung-gunung? "   Kata Yo Him."   Sasana tidak yakin bahwa Yo Him akan herhasil bertemu dengan seorang tabib yang pandai, karena di tempat tersebut merupakan tempat yang sulit sekali bertemu dengan manusia.   Memang merekapun sering kali mendengar, bahkan mengetahui seperti kedua orang tua Yo Him dan beberapa jago-jago tua di dalam rimba persilatan, yang hidup mengasingkan diri di tempat yang sulit sekali dicapai oleh orang-orang lainnya.   Maka sekarang siapa tahu di Hoa-san ini mereka bisa bertemu dengan seorang sakti yang memiliki obat mujarab? Yo Him telah bersiap-siap hendak berangkat, dia memesan kepada Sasana, agar berhati-hati menjaga Hok An dan berusaha menghibur Giok Hoa.   Setelah itu barulah Yo Him berangkat untuk mengelilingi pegunungan Hoa-san tersebut.   Hanya saja, setelah lewat sekian lama, Yo Him kembali dengan tangan kosong.   "Tidak ada seorang manusia pun yang berhasil kujumpai di puncak gunung ini....."   Kata Yo Him kemudian. Sasana dan Giok Hoa jadi lesu, sedangkan keadaan Hok An tampaknya tambah parah juga. Yo Him telah mengawasi Hok An dengan sepasang alis mengkerut, sampai akhirnya dia bilang.   "Jika terpaksa kita harus membawa paman Hok ini untuk pergi ke kota, di sana kita bisa mengusahakan seorang tabib yang cukup pandai......   "Tetapi dari tempat ini buat mencapai kota cukup jauh, karena itu, kita membutuhkan waktu yang cukup lama dan mungkin paman Hok An tersebut sudah tidak bisa bertahan lebih jauh dan keburu menghembuskan napasnya......"   Memang mereka menghadapi kesulitan yang tidak ringan dalam berusaha menolongi Hok An dari keadaan lukanya yang begitu parah.   Giok Hoa yang mendengar keterangan Yo Him itu jadi menangis tambah sedih.   Karena dulu dia telah ditinggal mati oleh ayah dan ibunya.   Dan sekarang satu-satunya orang yang mengkasihi dan menyayanginya, jiwanya dalam keadaan sekarat.   Karenanya dia jadi berduka saja.   Jika sampai Hok An menghembuskan napasnya yang terakhir, berarti akan kehilangan pula Giok Hoa akan orang yang telah mengasihaninya.   Selanjutnya, dia benar-benar menjadi seorang anak yatim piatu, tangisnya semakin terisak-isak juga.   Yo Him dan Sasana bersiap-siap untuk berangkat membawa Hok An ke kota yang terdekat dari tempat itu, untuk mencari tabib pandai.   Setidak-tidaknya masih ada harapan, kalau-kalau tabib pandai di kota bisa memiliki simpanan obat yang lebih mujarab dan dapat menyembuhkan luka parah Hok An.   Yo Him yang telah membawa Hok An dengan hati-hati, sedangkan Giok Hoa telah digendong oleh Sasana.   Tiauw-jie terbang di udara untuk melihat-lihat apakah di depan mereka terdapat kota yang ingin mereka tuju sebagai tempat pertama yang akan mereka datangi.   Sebagai penunjuk jalan, Tiauw-jie terbang lebih dulu dan Giok Hoa telah memerintahkan padanya agar jika memang Tiauw-jie melihat kota itu.   Dia harus segera terbang kembali untuk memberitahukan pada mereka.   Begitulah Yo Him, Sasana dan Giok Hoa telah menuruni lamping gunung itu.   Yo Him dengan menggendong Hok An yang dalam keadaan setengah pingsan itu, agak sulit juga, walaupun ginkangnya telah tinggi.   Hal ini disebabkan Yo Him harus bergerak perlahan-lahan, agar tidak menimbulkan goncangan yang keras buat Hok An yang lukanya begitu parah.   Jika terjadi goncangan.   niscaya dapat menimbulkan penderitaan sakit yang sangat hebat bagi Hok An.   Sedangkan Giok Hoa selama digendong oleh Sasana telah menangis tidak hentinya, karena ia merasa berduka.   Disamping itu memang iapun menguatirkan sekali keselamatan jiwa dari paman Hok nya itu.   Gadis cilik ini merasa berkasihan sekali terhadap penderitaan dari paman Hok nya tersebut maka dengan menangis seperti itu, gadis cilik tersebut dapat juga mengurangi perasaan jengkelnya.   Terlebih lagi memang Sasana telah berulang kali memberikan nasehat dan bujukan agar Giok Hoa tidak perlu terlalu kuatir seperti itu, karena paman Hok nya itu akan diusahakan untuk dapat disembuhkan.   Memang mereka akan berusaha sekuat kemampuan mereka, jika tokh paman Hok itu tidak bisa disembuhkan juga ditolong inilah hanya masalah nasib dan takdir belaka.   Yang terpenting menurut Sasana, ia harus dapat menolonginya dengan sekuat kemampuannya.   Dan juga Yo Him tengah berjuang untuk dapat menyelamatkan jiwa dari paman Hok itu.   Dan meminta agar Giok Hoa dapat bersikap lebih tenang, agar dapat memberikan ketenangan kepada Yo Him dan Sasana, untuk mengobati dan mencurahkan seluruh perhatiannya pada usaha mengobati Hok An.   Giok Hoa akhirnya dapat dibujuk juga, dia tidak menangis.   Dan dia merasakan tubuhnya melayang-layang di gendong Sasana, berlari dengan cepat sekali di lamping gunung itu.   Di kejauhan tampak Tiauw-jie tengah terbang melayang-layang dengan ringan.   Burung rajawali itu sebentar terbang jauh sekali, tetapi kemudian terbang kembali ke dekat rombongan Giok Hoa.   Tampaknya burung itupun bergelisah sekali.   Dan memang terlihat, burung itu berusaha untuk dapat menemukan sebuah kota atau perkampungan di dekat-dekat tempat tersebut.   Sejauh itu, Tiauw-jie masih belum berhasil dengan usahanya tersebut.   Sedangkan Yo Him telah mengambil ke jurusan selatan, ia yakin di bagian selatan dari gunung ini akan terdapat sebuah perkampungan.   Untuk mencapai sebuah kota, tentu masih memerlukan waktu yang cukup lama.   Benar saja, tidak lama kemudian tampak Tiauw-jie terbang di atas mereka sambil bercicit tidak hentinya, mengepak-ngepakkan sayapnya dengan kuat.   Giok Hoa melihat ke atas.   Ketika melihat Tiauw-jie seperti itu, segera juga Giok Hoa berkata.   "Mungkin di sebelah depan terdapat sebuah perkampungan.....!"   "Ya.....!"   Sasana membenarkan dugaan Giok Hoa. Iapun tampaknya gembira, tentu memang di sebelah depan terdapat sebuah perkampungan yang telah dilihatnya.   "Hanya saja yang masih jadi tanda tanya, apakah di kampung itu kita dapat menemukan seorang tabib yang pandai?"   Dan sambil berkata begitu Sasana mempercepat larinya mendekati Yo Him. "Yo Him, di depan mungkin ada perkampungan. Tiauw-jie telah memberitahukannya.....!"   Teriak Sasana. Yo Him mengangguk, dan dia telah berkata juga dengan suara yang nyaring.   "Benar, mari kita lihat, mudah-mudahan saja di kampung itu kita bisa berjumpa dengan seorang tabib yang pandai....."   Waktu itu Tiauw-jie telah terbang menukik semakin ke bawah dan memekik semakin keras. Giok Hoa melambaikan tangannya dan burung rajawali putih itu telah terbang menukik semakin ke bawah, ke dekat Sasana yang tengah menggendong Giok Hoa.   "Apakah di depan sana terdapat sebuah perkampungan?"   Tanya Giok Hoa.   Rajawali putih itu memekik sambil menganggukkan kepalanya beberapa kali, dan sikapnya itu membenarkan bahwa dia memang telah melihat sebuah perkampungan.   Dia seperti juga mengerti akan pertanyaan Giok Hoa.   Sedangkan Giok Hoa telah menoleh kepada Sasana, katanya.   "Benar Cie-cie di depan sana tentu terdapat sebuah perkampungan...... ohhh, mudah-mudahan saja kita bisa bertemu dengan seorang tabib yang pandai, sehingga paman Hok dapat tertolong....."   Sasana mengangguk, katanya.   "Mudah-mudahan saja paman Hok itu akan dapat ditolong....."   Sedangkan Yo Him masih mempergunakan ginkangnya buat melakukan perjalanan lebih cepat lagi.   Dan Sasana pun telah mempergunakan ginkangnya, dia berlari-lari sambil menggendong Giok Hoa.   Tiauw-jie yang terbang di tengah udara, sebentar-sebentar mengeluarkan suara pekiknya, tampaknya dia ceperti ingin memimpin orang-orang itu, ke jurusan mana terdapatnya perkampungan itu.   Benar saja, setelah berlari-lari sekian lama, akhirnya Yo Him melihat di depannya terdapat sebuah pintu perkampungan yang tidak begitu besar dan tidak terlalu ramai.   Sebuah perkampungan di kaki gunung yang penduduknya tidak begitu banyak.   Hanya tampak beberapa orang yang berada di pintu kampung, di samping itu juga terlihat dua orang wanita pada rumah pertama di pintu kampung itu yang tengah merapikan padi-padi yang baru saja ditumbuknya.   Yo Him segera menghampiri seorang laki-laki setengah baya yang berada di dekat pintu kampung itu.   Tanyanya dengan segera mengenai tabib yang dicarinya, dan siapa saja di kampung ini tabib pandai dan bisa mengobati penyakit yang cukup parah seperti yang diderita oleh Hok An.   Orang itu mengawasi keadaan Hok An berapa saat lamanya, sampai akhirnya dia telah menunjuk ke arah barat kampung itu.   "Di sana ada tabib Ho yang memang cukup pandai, ia biasa mengobati penyakit-penyakit yang bagaimana sulit sekalipun, hanya saja bayarannya sangat tinggi......!"   "Soal biaya dan pembayarannya tidak terlalu kami pikirkan, yang terpenting kami bisa bertemu dengan seorang tabib yang benarbenar pandai dan akan sanggup mengobati luka-luka yang diderita kawan kami ini!"   Kata Yo Him.   "Tentu tabib itu akan dapat mengobatinya,"   Kata lelaki tua itu.   "Kami semua penduduk kampung ini, jika sakit tentu akan meminta bantuan Ho Sin-se. Hanya saja, justeru biaya pengobatannya yang mahal, membuat kami sering kali jika tidak terpaksa benar menderita penyakit yang berat, kami tidak berobat kepadanya dan berusaha mengobati sendiri penyakit kami. Jika sudah tidak tertahan barulah kami pergi kepada Ho Sin-se untuk berobat. "Dengan demikian, kami dengan hanya sekali pergi saja telah sembuh, walaupun harus membayar tinggi sekali. Satu botol dari obat Ho Sin-se terkadang bisa berharga sampai belasan tail perak!"   Anak Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Waktu menceritakan perihal Ho Sin-se, lelaki itu juga memperhatikan keadaan Hok An, akhirnya ia melihat keadaan Hok An yang benar-benar terluka sangat parah. Dia telah berseru perlahan, kemudian menyambung perkataannya lagi.   "Sebenarnya, penyakit apapun juga akan sanggup diobati oleh Ho Sin-se, hanya saja, tentu biaya yang harus kalian keluarkan sangat besar sekali. Penyakit yang diderita kawan kalian ini tampaknya demikian parah...... Jika saja dia bisa sembuh, tentu sedikitnya harus menelan biaya ratusan tail. Lihatlah, lukanya begitu parah......!"   Yo Him tersenyum.   "Dapatkah paman memberitahukan kepada kami di mana tempat tinggal dari Hoa Sin-se dengan tepat, sehingga kami tidak perlu terlalu mencari-cari lagi?"   Lelaki setengah baya itu ragu-ragu, tampaknya dia keberatan jika harus mengantarkan sendiri orang-orang asing ini ke rumah Ho Sin-se.   Namun Yo Him telah cepat-cepat merogoh sakunya mengeluartan dua tail perak, diselesapi ke tangan laki-laki setengah baya tersebut, sehingga wajah laki-laki itu berobah jadi cerah.   "Tentu, tentu saja mau!"   Katanya dengan segera.   "Mari ikut denganku, aku akan memberitahukan rumah Ho Sin-se. Tentu kalian akan segera memperoleh pertolongannya. Mudah-mudahan saja kalian bisa bertemu dengan Ho Sin-se dan bicara langsung dengannya. Biasanya Ho Sin-se suka keluar rumah selama seminggu atau dua minggu, mencari obat-obatan di puncak gunung....."   Lalu dengan bersemangat laki-laki setengah baya ini telah menuju ke arah barat dari perkampungan tersebut.   Ia tampaknya girang dan bersemangat sekali.   Yo Him dan Sasana mengikutinya dengan segera.   Mendengar dari cerita laki-laki setengah baya ini, tentunya memang tabib yang diceritakan oleh laki-laki ini, merupakan tabib yang cukup pandai.   Hanya saja Yo Him masih ragu-ragu, apakah seorang tabib kampung dapat mengobati penyakit seberat yang diderita oleh Hok An.   Tidak lama kemudian mereka tiba di depan sebuah rumah yang tidak terlalu besar.   Hanya saja dari jauh telah tercium bau obatobatan dan ramuan lainnya.   Dan Yo Him segera dapat menduganya bahwa rumah tersebut tentunya rumah tabib yang diberitahukan laki-laki setengah baya itu.   Benar saja, laki-laki setengah baya tersebut telah menghampiri pintu rumah dan mengetuknya perlahan-lahan.   Tidak lama kemudian, pintu terbuka dan muncul seorang lelaki tua berusia hampir tujuhpuluh tahun.   "Ho Sin-se ada tamu!"   Kata laki-laki setengah baya itu sambil memberi hormat.   "Tuan-tuan ini ingin bertemu dengan Ho Sin-se untuk minta pertolongan......!"   Tabib itu memiliki potongan muka tiga persegi yang lancip pada dagunya, matanya seperti mata tikus sipit sekali, memancarkan kelicikan jiwanya.   Karena itu, segera juga Yo Him dan Sasana memiliki perasaan kurang menyukai tabib yang tampaknya licik itu.   Sedangkan tabib itu, telah mengawasi tamu-tamunya, sampai akhirnya dengan sikap yang agak angkuh katanya.   "Baik, masuklah..... sesungguhnya aku sedang sibuk!" Yo Him melangkah masuk membawa Hok An, sedangkan Sasana mengucapkan terima kasih kepada laki-laki setengah baya yang telah mengantarkan mereka. Dan laki-laki setengah baya itu telah pergi meninggalkan rumah Ho Sin-se sambil tersenyum berseri, karena ia memperoleh hadiah yang cukup besar. Tiauw-jie terbang di atas rumah Ho Sin-se berputaran beberapa kali, memekik perlahan, dan kemudian hinggap di pekarangan rumah tabib tersebut. Yo Him melihat ruangannya cukup bersih, hanya saja tampak tiga buah lemari obat yang semuanya penuh berisi obat. Juga terlihat betapa tabib tua itu telah menghampiri mejanya, dia duduk di kursinya, sambil tanyanya dengan sikapnya yang tetap angkuh.   "Orang yang kau bawa itukah yang ingin diobati? Kecelakaan apa yang dialaminya sehingga bisa terluka seperti itu?"   Yo Him telah mengangguk sambil tersenyum, katanya.   "Kami ingin meminta pertolongan Sin-se, harap Sin-se mau mengobati teman kami ini..... lukanya cukup parah......"   Ho Sin-se telah menunjuk ke arah pembaringan kayu yang berukuran tidak begitu besar, katanya.   "Rebahkanlah di sana!" Yo Him menurut, walaupun hatinya tidak menyukai sikap Ho Sinse yang agak angkuh, namun ia memang tengah mengharapkan pertolongan dari tabib ini, maka dia menurut saja. Hok An telah direbahkannya Sedangkan di Hok pembaringan An masih kecil juga itu merintih perlahan-lahan. dan melantur, menggumam tidak hentinya seperti orang mengigau. Ho Sin-se telah menoleh kepada Sasana yang masih menggendong Giok Hoa tanyanya lagi.   "Dan kalian? Apakah kalian terluka dan sakit?!"   Sasana cepat-cepat menggeleng.   "Tidak Sin-se..... kami hanya mengantar saja!"   Menyahuti Sasana.   "Jika begitu, kalian berdua tunggu saja di luar!"   Kata tabib itu dengan wajah yang dingin dan sikap angkuh.   Mendongkol sekali Sasana, namun ia menahan diri dan menekan perasaan mendongkolnya.   Dia membawa Giok Hoa keluar.   Ho Sin-se telah menutup pintu rumahnya, kemudian baru menghampiri pembaringan.   Ia tidak segera memeriksa keadaan Hok An, hanya sambil mengusap-usap dagunya ia memperhatikan keadaan Hok An.   sampai akhirnya dia bilang.   "Tampaknya ia terluka tidak ringan!"   "Ya..... karena itu kami telah membawanya pada Sin-se untuk minta diobati.....!"   Me nyahuti Yo Him. Sedangkan Ho Sin-se itu masih mengusap-usap dagunya, dia melirik kepada Yo Him.   "Obat-obatnya sangat mahal. Untuk menyembuhkan orang ini memerlukan obat-obat utama yang memiliki harga sangat tinggi. Sanggupkah kalian membayarnya?!"   Tanya tabib itu lagi. Yo Him mendongkol sekali, tetapi ia mengangguk dengan segera.   "Ya, sanggup, Sin-se! Katakanlah, berapa yang harus kami bayar?!"   Tanya Yo Him.   "Tidak banyak, hanya tiga ratus tail perak?"   Sahut tabib itu sambil melirik Yo Him.   Wajah Yo Him berobah.   Tabib ini benar-benar keterlaluan sekali.   Tigaratus tail perak, bukanlah jumlah yang sedikit.   Dengan membayar tigaratus tail perak, itulah suatu hal yang tidak pernah terjadi dalam ilmu pengobatan, karena semahal-mahalnya seorang tabib, tidak akan menuntut uang pembayaran setinggi itu, paling tidak hanya sepuluh tail perak.   Namun sekarang Ho Sin-se meminta tigaratus tail perak, ini merupakan suatu sikap yang dianggap Yo Him keterlaluan.   Semula Yo Him menduga paling tinggi tabib ini meminta limapuluh tail perak.   Melihat Yo Him berdiam diri saja, tabib itu tertawa tawar, katanya.   "Sudah kuduga, kalian tentu tidak akan memiliki uang sebanyak itu! Tanpa memiliki uang, tentu kawanmu ini tidak akan kuobati..... bawalah dia pergi ke tabib yang lainnya!"   Setelah berkata begitu, tabib itu memutar tubuhnya untuk kembali ke mejanya.   Bukan main mengkal dan gusarnya hati Yo Him melihat tingkah laku tabib itu.   Tahu- tahu tangan kanan Yo Him terulur mencengkeram pundak tabib itu, kemudian menghentaknya sambil bentaknya nyaring.   "Apakah kau tidak mau mengobati kawanku ini?"   Tabib itu kesakitan, tubuhnya terhuyung karena hentakan itu, dia telah mendelik pada Yo Him.   "Mana ada aturan seperti ini kau memaksa aku tanpa memiliki uang untuk mengobati luka kawanmu yang begitu parah? Atau memang kalian ini penjahat-penjahat besar yang tengah dikejar oleh yang berwajib?"   Merah padam muka Yo Him karena gusar dia mengulurkan tangannya lebih ke depan, tubuh tabib itu terjungkel terbanting di lantai.   "Cepat obati luka kawanku itu, atau engkau akan kusiksa sehingga mati tidak, hidup pun tidak. Aku ingin lihat, sebagai seorang tabib apakah engkau akan dapat mengobati dirimu sendiri?"   Muka tabib itu jadi pucat namun dia gusar sekali, dia bilang.   "Keluar.....! Kalian keluar dari rumahku atau aku akan segera melaporkan kepada yang berwajib agar kalian ditangkap dan memperoleh hukuman.....!"   Yo Him tertawa dingin.   "Sin-se, kau telah memasang tarip yang terlalu tinggi dan yang tidak-tidak! Tidak mungkin hanya mengobati kawanku ini memerlukan biaya tigaratus tail perak....."   Dan Yo Him mengambil sikap mengalah dan agak lunak. Tabib itu telah merangkak berdiri, dengan marah dia bilang.   "Kau ingin meminta bantuanku, kawanmu terluka begitu berat, dan untuk menyembuhkannya memerlukan obat-obat yang utama dan langka dan jarang sekali bisa diperoleh, karena itu memiliki harga yang tinggi. Aku tidak memaksa kalian, jika memang kalian sanggup membayar, aku akan mengobati kawanmu ini, tetapi jika tidak kuat membayar, silahkan membawa kawanmu ini ke tabib yang lainnya......!"   Habislah kesabaran Yo Him, dia telah melangkah maju mendekati tabib itu. Tabib itu yang menyangka Yo Him ingin menyiksanya, jadi mundur beberapa langkah ke belakang sambil berseru-seru.   "Kau jangan main hakim sendiri, keluar..... jangan memaksaku dengan kekerasan, karena aku akan melaporkan kepada yang berwajib..... keluar! Ayo keluar! Aku tidak senang menerima tamu sekasar engkau.....!"   Tetapi Yo Him tidak memperdulikan sikap tabib itu, ia menghampiri semakin dekat.   Tahu-tahu tangan kanan Yo Him telah mencengkeram pergelangan tangan tabib itu.   "Cepat kau katakan! Kau mau mengobati luka kawanku ini atau tidak? Atau tulang pergelangan tanganmu ini akan kuremas menjadi hancur!"   "Jadi..... jadi kau mengancam?!"   Sin-se itu ketakutan bercampur marah.   "Aku bukan mengancam, aku akan membuktikannya meremas pergelangan tanganmu sampai tulang pergelangan tanganmu hancur dan selanjutnya engkau tidak mungkin dapat meramu obatobatmu lagi..... Atau memang kau mau mengobati kawanku itu dan aku tidak akan menganiayamu.....!"   "Jadi..... jadi..... kau ingin bayar berapa? Kau..... kau..... berapa uang yang kau miliki?!"   Tanya tabib itu, walaupun ketakutan, ia masih ingin mengetahuinya, berapa besar akan dibayar oleh Yo Him atas pengobatannya itu.   "Akan kuberikan limapuluh tail perak jika memang engkau dapat menyembuhkan seluruh luka kawanku itu!"   Kata Yo Him.   "Kukira itu suatu jumlah yang sangat besar.....!"   Tabib itu menggeleng-geleng kepalanya, katanya kemudian.   "Lepaskan cekalanmu! Lepaskan cekalanmu! Jika engkau memaksa aku tetap mengobati kawanmu dengan biaya limapuluh tail perak, hal itu bisa kulakukan.   Hanya saja terus terang kukatakan kepadamu, tidak mungkin aku bisa mengobatinya dengan mempergunakan obat utama yang mujarab, sehingga dia jangan harap dapat sembuh keseluruhannya.   Inilah yang tidak kuinginkan, jika mempergunakan obat-obat biasa saja, tentu kawanmu tidak akan sembuh diobati olehku, nama baikku akan runtuh!"   Yo Him mendongkol sekali melihat kelicikan tabib ini. Namun pemuda ini sudah tidak sabar, katanya.   "Ayo cepat kau obati luka kawanku itu.....! Baiklah, jika memang engkau menghendaki tigaratus tail perak, aku akan memberikannya, tetapi ada syaratnya......!"   Tabib itu mementang matanya lebar-lebar.   "Kau bisa membayar tigaratus tail perak?!"   Ia tanya dengan wajah berseri-seri, tampak dia girang.   "Benarkah kau memiliki uang sebanyak itu?"   Yo Him mengangguk, dia merogoh sakunya mengeluarkan Goanpo, kemudian diletakkan di atas meja.   "Goan-po ini seberat seratus tail mas, dengan demikian jadi berjumlah sepuluhribu tail perak! Nah, jika memang kau bisa mengobati kawanku itu sampai sembuh benar, kau boleh mengambil goan-po itu.....!"   Kata Yo Him Bola mata tabib itu jadi mencilak-cilak, dia tidak menyangkanya bahwa pemuda yang pakaiannya begitu kotor dan mesum bisa memiliki uang sebanyak ini.   Dia mengawasi Goan-po itu beberapa saat, sampai akhirnya dia melirik kepada Yo Him, katanya.   "Apakah..... apakah uang ini diperoleh kau dengan cara merampok?!"   Naik darah Yo Him, tangan kanannya digerakkan untuk menempeleng mulut tabib itu. Namun sebelum mengenai sasarannya, Yo Him membatalkan maksudnya menampar tabib itu, katanya.   "Nah sekarang kau jangan rewel, cepat obati kawanku itu! Ingat ada syaratnya. Jika kau gagal, uang ini akan kuambil lagi, malah engkau harus membayar tigaratus tail perak!"   Tabib itu jadi memandang bimbang, rupanya dia ragu-ragu, kemudian katanya.   "Soal sembuh atau tidaknya kawanmu ini tidak bisa kukatakan apa-apa, itu tergantung pada nasibnya. Jika dia masih berumur panjang, tentu dia akan sembuh, tetapi jika memang umurnya hanya sampai disini saja, tentu dia akan meninggal.... dan kau tidak bisa mempersalahkan aku. Aku hanya akan berusaha mengobatinya.....!"   Yo Him tertawa dingin, kemudian katanya.   "Engkau sendiri yang telah meminta agar aku membayar sebesar tigaratus tail! Tetapi sekarang justeru aku membayar kepadamu dengan sepuluhribu tail perak! "Jika memang engkau tidak bisa mengobati, engkau harus menanggung risikonya. Karenanya, kau tidak perlu rewel. Cepat obati kawanku itu! Jika kau berhasil menyembuhkannya, kau boleh mengambil uang itu!"   Tabib itu justeru jadi ragu-ragu, dia melirik kepada Yo Him beberapa kali, kemudian mengangguk.   "Baiklah..... kau harus menunggu di luar!"   Kata tabib itu. Kembali Yo Him mendongkol dia menggeleng dengan cepat.   "Tidak!"   Serunya.   "Cepat kau obati kawanku itu, jangan rewel. Aku akan menunggui di sini!!"   Setelah berkata begitu Yo Him mendorong tubuh tabib itu.   Sesungguhnya Yo Him mendorong tanpa mempergunakan tenaga, namun tubuh tabib itu justeru hampir terjungkal.....   Beruntung tangannya masih sempat menahan di tepi pembaringan kayu itu, sehingga dia tidak sampai terjungkal di lantai.   Bukan main marahnya tabib itu, ia memaki tidak hentinya.   Yo Him tertawa tawar.   "Sekarang cepat kau obati kawanku itu,"   Katanya dingin tidak memperdulikan sikap si tabib itu.   Tabib tersebut pun rupanya menyadari bahwa Yo Him bukan seorang pemuda yang bisa dipermainkannya.   Segera ia mengobati Hok An.   Waktu ia mengobati luka-luka Hok An, berulang kali ia menggumam, seperti juga ia merasa kesal sekali.   Dan juga lukaluka yang diderita oleh Hok An menjengkelkan dia juga, sebab itulah luka yang sangat parah sekali.   Beberapa macam obat telah dipergunakannya, sampai akhirnya.   Anak Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Selesai, kawanmu ini tentu bisa sembuh secepatnya!"   "Hemm, kami akan tinggal di sini beberapa waktu, sampai kawanku itu sembuh! Uang itu boleh kau ambil!"   Kata Yo Him. "Apa? Kalian akan tinggal di rumahku ini?!"   Tanyanya tambah tidak senang.   "Bukankah kami telah membayarnya dengan harga yang tinggi sekali biaya pengobatan itu?!"   Balik tanya Yo Him.   "Dan juga aku menginginkan bukti. Jika memang kawanku ini berangsur sembuh, kami akan meninggalkan tempat ini secepatnya. Tetapi jika tidak, hemmm, hemmm, tentu saja uang itu akan kuambil kembali!"   "Mana ada aturan seperti itu!"   Teriak tabib itu mendongkol.   "Ya, itulah aturanku!"   Menyahuti Yo Him sambil tertawa tawar, kemudian tanpa memperdulikan tabib itu yang menggumam mendongkol, ia telah meninggalkannya.   Yo Him keluar untuk bercakap-cakap dengan Sasana dan Giok Hoa.   Melihat Yo Him keluar, Giok Hoa menanyakan keadaan paman Hok nya.   Dan Yo Him menghiburnya agar gadis cilik itu bersikap tenang.   Sedangkan Sasana menghela napas berulang kali.   "Yo Him, apakah memang tabib itu bisa diandalkan buat menyembuhkan luka dari paman Hok itu?!"   Tanya Sasana kemudian kepada suaminya. Yo Him mengangguk, katanya.   "Kita lihat saja, mudah-mudahan saja obatnya memang manjur dan mujarab!"   Begitulah, mereka kemudian membicarakan hal-hal yang lainnya.   Sampai akhirnya, setelah lewat sekian lama, Yo Him masuk untuk melihat keadaan Hok An.   Ketika ia memasuki ruang dalam, dilihatnya tabib itu tengah duduk di belakang mejanya sambil menumbuk perlahan-lahan pemukul lumpang kecilnya, buat meramu obat.   Ketika melihat Yo Him masuk tabib itu hanya melirik saja tanpa menegurnya, kemudian asyik dengan pekerjaannya.   Rupanya dia masih mendongkol.   Sedangkan Yo Him juga tidak memperdulikan sikap tabib itu, dia telah menuju ke pembaringan kecil di mana Hok An berada.   Memang Hok An sudah tidak menggumam, ia telah telah tertidur nyenyak sekali.   Girang hati Yo Him melihat keadaan Hok An seperti itu.   Namun ia berusaha tidak memperlihatkan perasaan girangnya di hadapan tabib itu.   Dia melangkah keluar meninggalkan tabib itu, dan memberitahukan berita gembira itu kepada Giok Hoa dan Sasana, betapa Hok An tampaknya memang akan memperoleh kesembuhannya, karena rupanya obat tabib itu cukup mujarab.   Girang Giok Hoa mendengar perihal keadaan paman Hok tersebut, dia meminta ijin kepada Yo Him dan Sasana, agar ia diperbolehkan masuk melihat keadaan paman Hoknya.   Dan setelah melihat keadaan Hok An yang waktu itu masih tertidur, dia keluar dengan wajah berseri-seri gembira.   "Mudah-mudahan paman Hok dapat tertolong jiwanya!"   Katanya.   Yo Him dan Sasana hanya tersenyum dan mengangguk saja melihat kegembiraan gadis cilik tersebut.   Malam telah datang, dan keadaan Hok An memang lebih baik dibandingkan dengan keadaannya beberapa saat yang lalu.   Dan di waktu itu juga memang Yo Him telah berusaha memeriksa keadaan lukanya, dengan teliti sekali, karena biarpun bagaimana dia masih meragukan kemujaraban obat si tabib.   Luka-luka di jari-jari tangan Hok An mulai mengering.   Hanya yang membuat Yo Him tidak mengerti, semua ujung jari Hok An membengkak besar sekali.   Kelainan seperti itu membuat Yo Him jadi berpikir keras dan berkuatir.   Cuma saja kekuatirannya itu tidak diutarakan di hadapan Sasana maupun Giok Hoa.   Dia telah menghampiri si tabib ketika Giok Hoa dan Sasana keluar.   "Sin-se, bagaimana keadaan kawanku itu?"   Tanya Yo Him kemudian pada tabib itu.   Tabib tersebut masih juga sibuk meramu obat-obatan, ia berhenti dengan pemukul lumpangnya dan menoleh kepada Yo Him dengan lirikan mata yang licik sekali.   Lama ia bersikap seperti itu, bagaikan tengah berpikir, sampai akhirnya dia tertawa-tawa, tanyanya.   "Kau melihatnya keadaan kawanmu itu bagaimana?!"   "Menguatirkan!"   Menyahuti Yo Him.   "Menguatirkan?!"   Si tabib tersentak.   "Bukankah keadaannya sudah jauh lebih baik di bandingkan dengan keadaannya di waktu lalu? Dan juga, dia telah dapat tidur dengan nyenyak. Mengapa kau mengatakan keadaannya justeru menguatirkan?"   Dan sambil berkata begitu, tabib she Ho tersebut telah bangkit dari duduknya, dia melongok ke arah pembaringan kayu itu melihat keadaan Hok An, kemudian katanya.   "Lihatlah, betapa ia masih tidur nyenyak.   Ini menunjukkan bahwa perasaan sakit yang semula sangat menyiksanya, telah berkurang banyak, membuat ia bisa tidur.....!"   "Tetapi pada ujung-ujung jari tangannya itu.....!"   Kata Yo Him sambil mengerutkan alisnya. Tabib itu mengawasi ke arah jari-jari tangan Hok An, sepasang alisnya naik dan kemudian mulutnya menggumam perlahan, mukanya berobah agak memucat.   "Ini..... ini..... mengapa jari-jari tangannya bisa membengkak seperti itu?!"   Menggumam tabib itu kemudian dan ia telah menghampiri lebih dekat untuk memeriksa keadaan jari-jari tangan Hok An, tampaknya dia jadi sibuk sekali.   Ternyata ujung jari-jari tangan Hok An memang membengkak sangat besar, keadaannya sangat mengerikan, karena kulit ujung jari tangan itu yang membengkak seperti jadi tipis sekali.   "Ini..... ini tentu disebabkan dia terluka terkena racun..... Jika tidak, tidak akan membengkak seperti itu!"   Kata tabib itu kemudian.   "Aku sendiri tidak mengetahui, karena aku telah membayar kau! Sebagai tabib, justeru merupakan pekerjaanmu buat menyembuhkan kawanku itu! Jika terjadi sesuatu padanya, maka engkau harus bertanggung jawab.....!"   Dingin sekali suara Yo Him.   Sedangkan tabib itu jadi panik sendirinya, dia jadi begitu sibuk, sampai akhirnya dia telah menghampiri lemari obatnya dan memilih beberapa macam obat.   Yo Him sendiri jadi ragu-ragu.   Dia segera menghampiri tabib tersebut, katanya.   "Kau jangan sembarangan mempergunakan obatmu itu! Karena tadi sebelum engkau mempergunakan obatmu itu, keadaan ujung jari-jari tangannya tidak membengkak seperti itu.   "Setelah kau mengobatinya, bukannya jadi baik, tetapi sekarang justeru membengkak besar! Nah, apa lagi yang ingin kau lakukan? Obat apa yang hendak dipergunakan itu?!"   Tabib itu memang tidak bisa menyembunyikan perasaan paniknya, karena mukanya agak pucat dan tampak agak gugup. Malah waktu menyahuti pertanyaan Yo Him, kegugupannya itu tidak juga berkurang.   "Aku..... aku akan memakaikan obat penawar racun! Dengan dikenakan obat ini pada ujung-ujung jari tangannya, tentu lukanya itu akan mengempis kembali!" "Benarkah itu? Kau berani menjaminnya?"   Tanya Yo Him menegasi. Tabib itu ragu-ragu sebelum menyahuti, sampai akhirnya ia mengangguk.   "Ya, mudah-mudahan ia akan sembuh dan bengkak-bengkak pada ujung-ujung jari tangannya itu akan mengempis kembali......!"   Yo Him tambah ragu-ragu.   "Ramuan obat itu kau buat dari bahan-bahan apa saja?"   Tanya Yo Him kemudian sambil melirik botol obat yang masih tercekal di tangan tabib tersebut.   "Aku..... aku membuatnya..... oooh, bagaimana mungkin aku bisa memberitahukan resep obat ini kepadamu. Ini merupakan rahasia resep turunanku..... tidak bisa kau mendengarnya!"   Yo Him mencekal lengan tabib itu, kemudian katanya decgan suara yang tegas.   "Katakan bahan obat itu terdiri dari ramuan apa saja?"   "Ini..... ini dibuat dari bisa ular, kalajengking dan bisa landak,"   Kata tabib tersebut kemudian.   "Dicampur dengan nyalinya harimau, dan juga hatinya burung merak!" Menyahuti begitu, muka tabib itu kemudian memperlihatkan perasaan tidak senang, karena dia pun melanjutkan pula perkataannya.   "Kau..... kau telah mendengar ramuan obat ini, tentu engkau telah berhasil memiliki salah satu resep obatku! Celaka sungguh! Celaka sungguh, sudah engkau tidak menghormati diriku, malah engkau memancing resep obatku itu......."   Sambil berkata begitu, tabib ini membanting-banting kakinya, sedangkan Yo Him kembali memandang kepada Hok An dengan hati yang agak berdebar.   Ia mencurigai tabib ini tidak memiliki keahlian apa-apa dan hanya menduga-duga saja mengenai obat yang akan dipakainya.   Memang Yo Him yakin, jika hanya mengobati luka biasa saja, tentu tabib itu bisa melakukannya dan menyembuhkannya.   Tetapi luka yang diderita oleh Hok An bukanlah luka sembarangan yang harus memperoleh pengobatan yang khusus.   Sedangkan obat milik Yo Him yang terbuat dari ramuan bahan-bahannya Soat-lian dan beberapa macam bahan lainnya yang langka dan mahal harganya, masih tidak memberikan hasil apa-apa, terlebih lagi jika obat tabib itu dibuat dari bahan ramuan biasa saja.   Yang menguatirkan Yo Him justeru obat yang akan dipergunakan tabib tersebut terdiri dari racun-racun binatang berbisa, terutama sekali luka yang hendak diobati itu adalah luka di luar kulit.   Jika obat yang terdiri dari ramuan racun binatang berbisa itu ditaburkannya pada luka tersebut, pasti luka itu akan keracunan.   Ketidak yakinannya Yo Him membuat dia masih memegang keraskeras lengan tabib tersebut.   "Lepaskan tanganku, bukankah engkau menghendaki agar aku segera dapat mengobati kawanmu itu?!"   Bentak tabib itu tidak senang, dengan suara mengandung berang. Sedangkan Yo Him telah mengawasi tabib ini dengan mata tajam sekali dan ragu-ragu, kemudian setelah berpikir sejenak, barulah dia bilang.   "Ho Sin-se aku bukan meragukan kepandaianmu, tetapi engkau harus bicara terus terang! Sesungguhnya, engkau sanggup mengobati luka-luka kawanku ini atau tidak? "Ingat, engkau harus bicara terus terang, jika memang engkau sanggup buat mengobatinya, maka kau obatlah! Tetapi jika engkau merasa tidak sanggup mengobatinya dan ragu-ragu untuk berhasil dengan pengobatanmu itu, jangan kau coba-coba dengan obat sembarangan, karena jika kawanku itu mengalami sesuatu yang tidak diinginkan, jiwamu sebagai tanggungannya!"   Tabib itu jadi berjingkrak.   "Oh, kau terlalu menghinaku! Seluruh penduduk kampung ini telah menganggapku sebagai tabib dewa, bagaimana engkau sendiri begini kurang ajar berani meremehkan kepandaian ilmu pengobatanku! "Tidak mudah untuk seorang penduduk kampung bisa memperoleh pertolonganku untuk mengobati berbagai macam penyakit mereka.   Jika memang mereka tidak memiliki sejumlah uang yang kuminta! "Hmm sudahlah! Sudahlah! Jika memang engkau tidak mempercayaiku, dan juga tidak yakin kawanmu itu dapat kusembuhkan lukanya, pergilah kau bawa kawanmu itu.....   Janganlah engkau mengancamku!"   Yo Him tertawa dingin.   "Jadi engkau memang sanggup buat mengobati kawanku itu?"   Menegasi Yo Him. Tetapi ditegasi seperti itu, kembali tabib tersebut ragu-ragu, akhirnya ia bilang.   "Sudahlah aku akan kembalikan uangmu, cepat kau angkat dan bawa pergi kawanmu itu!"   Yo Him tertawa dingin.   "Enak sekali bicaramu itu.....   tadinya jika memang engkau tidak sanggup mengobati luka kawanku itu, engkau harus bicarakan terus terang.   Janganlah engkau terlalu mengulur-ngulur waktu dan pura-pura sebagai tabib pandai, dan berani mempermainkan jiwa kawanku itu! "Hemm, sekarang saja lihat, itu sudah sebagai buktinya, betapa ujung-ujung jari tangannya dan juga pipinya telah membengkak begitu besar.....! Sekarang seenakmu saja engkau meminta agar aku membawa pergi kawanku itu! "Bagus! Bagus! Bagus! Sebelum aku pergi membawa kawanku itu, aku akan membunuhmu! Aku mau lihat.   Apakah sebagai Tabib Dewa engkau bisa menyelamatkan jiwamu sendiri......!"   Muka tabib itu jadi pucat pias, tubuhnya gemetar ketakutan, Walaupun dia mendongkol dan marah, namun dia tidak berani mengumbar kemarahan hatinya. Dia bilang.   "Kau..... kau mengancamku?"   "Bukan mengancam kau..... tetapi akan kubuktikan.....!"   Menyahuti Yo Him dengan suara yang dingin, dan telah mengerahkan tenaga dalamnya, mencengkeram lebih kuat pada lengan tabib itu, sehingga tabib itu merasakan lengannya seperti dicengkeram oleh jari-jari tangan yang terdiri dari besi jepitan.   Dengan demikian membuat dia merasakan tulangnya seakan ingin diremas hancur! "Aduh, aduhhhh, aduhhhhh!"   Teriak tabib itu berulang kali.   "Jangan kau persakiti diriku! Jangan kau sakiti aku!"   Tetapi Yo Him tidak mau membiarkan tabib itu menjerit-jerit terus seperti itu.   Dia telah memijit lebih keras lagi, sehingga tabib tersebut telah bungkam, karena terlalu kesakitan yang tidak tertahankan.   Dia jatuh pingsan.   Yo Him sendiri merasa gelisah sekali di dalam hatinya karena walaupun ia mengerti ilmu pengobatan sedikit-sedikit, namun tidak mengetahui sampai ke dasarnya ilmu pengobatan.   Tentang tabib ini juga ia meragukan kejujurannya.   Karenanya ia bermaksud hendak memaksa tabib itu agar bicara sejujurnya.   Setelah tabib tersebut tersadar dari pingsannya, Yo Him telah bilang dengan suara yang dingin.   "Hemm, lebih baik kau bicara terus terang..... Sesungguhnya engkau memahami betul ilmu pengobatan atau memang tidak?"   Tabib itu masih kesakitan juga ketakutan akan disiksa Yo Him Iebih jauh. "Jangan sakiti aku! Jangan sakiti aku! Jangan menyiksaku..... ohh, akan kuadukan pada yang berwajib.....!"   Teriak tabib itu. Tetapi Yo Him tak menghiraukan.   "Jangan harap engkau bisa terlepas dari tanganku! Juga engkau jangan harapkan ada orang yang bisa menolongi dirimu! Jika engkau tidak mau bicara yang jujur maka biarlah aku akan membinasakan kau!"   "Aku..... aku bicara jujur, aku tidak pernah mendustai!"   Teriak tabib itu tambah ketakutan.   "Ohh, jangan kau bunuh aku! Jangan..... Memang apa salahku?"   Anak Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Yo Him tertawa mengejek.   "Engkau telah mendustai aku! Kau sesungguhnya kurang ahli dalam ilmu pengobatan, tetapi engkau pura-pura pandai! Hemm, dan juga terhadap luka kawanku itu sebetulnya engkau tidak begitu mengetahui dengan pasti apakah dapat mengobatinya atau tidak, namun engkau, telah coba-coba. Namun sikapmu yang angkuh itu menyebabkan engkau tidak mau menanyakan sesungguhnya kawanku itu terluka oleh sebab apa......!" Tabib itu jadi menunduk dengan wajah yang pucat kemudian dengan suara yang perlahan tersendat dia bilang.   "Baiklah, baiklah aku akan bicara dari hal yang sebenarnya...... tetapi kau harus berjanji tidak akan membunuhku!"   Yo Him mengangguk.   "Itu lebih baik lagi! Engkau memang harus bicara sejujur mungkin! Itulah yang kuinginkan, karena jika memang aku mengetahui engkau tidak sanggup mengobati luka dan keadaan kawanku itu, aku bisa mencari tabib lain. Dengan demikian engkau tidak perlu mempermainkan jiwa dan keselamatan kawanku!"   "Baik! Baik! Aku akan bicara sejujurnya! Sesungguhnya aku..... aku hanya mengerti sedikit ilmu pengobatan terhadap penyakitpenyakit umum, sebenarnya..... sebenarnya luka yang diderita oleh kawanmu itu terlalu parah, aku tidak bisa mengobatinya..... aku tidak sanggup untuk menyembuhkannya! "Hanya saja disebabkan aku takut padamu, kuatir bahwa engkau menduga aku tidak mau mengobati kawanmu itu, sehingga engkau menyiksaku, aku telah mencobanya mengobati kawanmu dengan beberapa macam obat. Dan siapa tahu, lukanya itu justeru semakin parah dan jari-jari tangannya, serta mukanya telah membengkak." "Lalu mengapa kawanku itu tidak merintih kesakitan lagi dan bisa tertidur nyenyak?"   Tanya Yo Him masih diliputi tanda tanya dan heran.   "Tadi aku telah memberikan obat penawar sakit, agar sakitnya berkurang, karena itu dia tampaknya tidak menderita sakit lagi. Sesungguhnya..... ooooh, aku tidak menyangka bahwa obatku bisa memiliki reaksi seperti ini, di mana lukanya itu jadi semakin membengkak."   Yo Him melepaskan cekalannya, segera ia memeriksa keadaan Hok An.   Bengkak pada ke sepuluh jari tangan Hok An masih besar dan juga berair.   Tampaknya luka pada ujung jari tangan Hok An kian parah juga.   Melihat keadaan Hok An seperti itu, bukan main berkuatirnya Yo Him.   Dia menoleh kepada tabib itu, yang juga berdiri dengan muka yang pucat.   "Bagaimana mengobatinya.....?!"   Tanya Yo Him kemudian.   "Apakah engkau tidak memiliki cara lain untuk mengempiskan bengkak pada ke sepuluh jari tangannya dan mukanya itu?"   Tabib itu tidak menyahuti.   dia telah memandangi pada jari-jari tangan Hok An, kemudian menghela napas dengan bingung.   "Aku sendiri tidak memiliki obat yang bisa menyembuhkan lukanya itu......   Aku benar-benar heran, mengapa lukanya itu bisa membengkak begitu besar dan obatku malah membuat jari-jari tangannya itu jadi membengkak seperti itu?!"   Kemudian tabib tersebut mengawasi botol obatnya, tanyanya.   "Bagaimana jika kucoba dengan obat ini. Siapa tahu aku bisa memperkecil bengkak pada ke sepuluh jari tangannya itu? Bukankah ini lebih baik, dari pada kita berdiam diri saja membiarkan bengkaknya yang kini telah berair seperti itu?!"   Yo Him tambah ragu-ragu, katanya.   "Jika ini..... jika ini..... hemmm, aku tidak berani mencoba-coba, karena siapa tahu obatmu itu malah membawa akibat yang jauh lebih hebat lagi!?"   Di waktu itu tabib tersebut jadi salah tingkah, gugup sekali, malah dia telah bilang.   "Aku..... aku tidak berani memastikan tetapi..... jika memang kita mencobanya dulu, tokh tidak ada salahnya, karena ramuan obat ini memang unuk memunahkan racun, dengan cara racun dilawan dengan racun pula....."   Yo Him menghela napas dalam-dalam.   "Aku sesungguhnya mencari tabib yang pandai untuk mengobati luka kawanku ini. Tidak kusangka justeru bertemu dengan kau, yang seenaknya saja mencoba segala obatmu yang belum lagi diketahui khasiatnya.....! Lihatlah akibatnya..... kawanku ini semacam terancam jiwanya!"   Waktu itu tabib tersebut telah menghela napas beberapa kali, tampaknya dia sangat ketakutan. Tetapi akhirnya dia berkata.   "Sesungguhnya..... sesungguhnya aku ingin memberitahukan seseorang kepadamu..... dia..... dia pasti akan dapat memyembuhkan luka kawanmu ini."   Mendengar perkataan tabib itu, Yo Him terlompat, kemudian katanya.   "Siapa orang itu? Cepat katakan! Apakah orang itu memang dapat mengobati luka-luka yang berat?"   Tabib itu menghela napas dalam-dalam, dia murung dan gugup sekali, katanya.   "Sesungguhnya..... kepandaian orang itu puluhan kali lipat lebih pandai dari diriku..... dia benar-benar seorang tabib yang pandai, tentu ia akan dapat mengobati luka kawanmu ini...... Tetapi......"   "Cepat katakan, siapa orang itu? Apakah dia tinggal di kampung ini juga?"   Tanya Yo Him.   Tabib itu menggeleng.   "Tidak.....   dia tidak tinggal diam di kampung ini, melainkan terpisah belasan lie, hanya dalam satu jam kita sudah bisa mencapai tempatnya.   Hanya saja orang itu sangat aneh sekali, belum tentu dia mau menolongi kawanmu ini......!"   "Cukup kau beritahukan kepadaku di mana tinggalnya orang ini dan siapa orang itu sebenarnya?"   Kata Yo Him, timbul harapan baru di hatinya. Tabib itu ragu-ragu lagi, kemudian baru berkata.   "Dia tidak dikenal oleh penduduk ini, tidak seorangpun penduduk di kampung ini mengetahui namanya, begitu juga halnya denganku. Telah lima tahun lebih orang itu menetap di tempatnya tersebut. Sebelumnya entah dia datang dari mana.   "Dan selama itu cukup banyak juga orang yang disembuhkannya. Umumnya penyakit dari orang-orang yang datang mencarinya adalah penyakit-penyakit yang berat dan parah, juga terdiri dari orang-orang rimba persilatan.....!"   "Jadi..... jadi siapa tabib itu?!"   Tanya Yo Him semakin tidak sabar.   "Ayo cepat kau antarkan kami kepadanya?!" "Tunggu dulu!"   Kata Ho Sin-se itu.   "Dia orang yang aneh sekali..... perangainya sulit di terka, dan juga dia akan mau menolongi seseorang begitu saja!"   Dan setelah berkata begitu, Ho Sin-se berkata lagi diiringi helaan napasnya.   "Sesungguhnya, sebelum kedatangannya itu di tempat ini, aku bersedia mengobati setiap orang yang membutuhkan pertolonganku. Memang kuakui, aku hanya mengerti kulit ilmu pengobatan.   "Tetapi suatu hari kami bertemu, dia telah menurunkan semacam ilmu pengobatan kepadaku, yaitu ilmu pengobatan untuk luka di dalam. Namun selanjutnya, ia memberikan syarat-syarat kepadaku. Setiap orang yang hendak berobat kepadaku, harus dimintai biaya pengobatan yang tinggi sekali.... dan aku tidak bisa menolak syaratnya itu......!"   "Jadi semua yang kau lakukan ini adalah atas perintahnya?!"   Tanya Yo Him. Ho Sin-se mengangguk, kemudian katanya.   "Benar, dan juga ia telah melarang aku menceritakan apa yang telah kualami kepada siapapun juga, namun..... aku..... aku merasa bersalah.... kukira..... orang itu tentu dapat mengobati luka kawanmu ini..... karena aku mengetahui benar bahwa dia memiliki ilmu pengobatan yang tinggi sekali!"   Setelah berkata begitu, Ho Sin-se menoleh kepada Hok An yang masih rebah di pembaringan kayu dalam keadaan tertidur, sedangkan waktu itu terlihat bahwa Yo Him sudah tidak sabar, dia mencekal tangan tabib itu, menggoncang-goncangkannya, katanya.   "Katakanlah di mana tempat berdiamnya orang itu? Dan kuharap engkau mau mengantar kami ke tempat kediamannya itu!"   Tabib she Ho tersebut terdiam sejenak.   "Waktu itu.....!"   Katanya setelah lewat beberapa saat.   "Aku kebetulan tengah mencari akar-akar pohon untuk ramuan obat, siapa sangka, aku menyaksikan pengobatan dengan cara yang aneh sekali dilakukan orang itu. Dua orang yang dalam keadaan terluka parah, yang keadaannya sudah seperti mayat saja dan boleh dibilang sudah tidak ada harapan untuk tertolong hidup lagi, tengah diobatinya.....   "Dia bekerja cepat sekali. Obat-obatnya juga sangat istimewa..... dan aku telah kepergok olehnya. Memang semula dia marah, dan hendak membunuhku, namun setelah kujelaskan bahwa aku kebetulan saja berada di tempat itu dan juga tengah mencari akarakar pohon untuk ramuan obatku, diapun tidak marah pula.    Geger Solo Karya Kho Ping Hoo Drama Gunung Kelud Karya Kho Ping Hoo Rajawali Sakti Dari Langit Selatan Karya Sin Long

Cari Blog Ini