Ceritasilat Novel Online

Si Racun Dari Barat 1


Si Racun Dari Barat Karya Jin Yong Bagian 1


Si Racun Dari Barat Karya dari Jin Yong      KANG ZUSI websitehttp.//cerita-silat.co.cc/   KANG ZUSI websitehttp.//cerita-silat.co.cc/ DINO Presents Karya Jin Yong (Chin Yung) Dengan Judul .   Si Racun Dari Barat See Tok Ouw Yang Hong Tay Toan Bab Orang selalu berlalu lalang dari Selatan ke Utara, buku merupakan harta yang tak ternilai, jalanan berliku-liku penuh bahaya.   Konon pada Dinasti Tay Song, ketika Siauw Cong naik tahta, terjadi peperangan di perbatasan.   Pasukan Kini (Tatar) menyerbu ke dalam perbatasan Kerajaan Tay Song, sehingga menduduki beberapa wilayah kerajaan Song, menimbulkan kesengsaraan para rakyat jelata.   Di daerah Selatan panorama sangat indah.   Di sana terdapat tempat pelesiran dan rumah makan mewah, maka tidak heran daerah itu amat ramai.   Di kotaraja, para pejabat dan hartawan hidup bersenang dengan minuman keras serta makanan lezat, sedangkan di jalanan justru terdapat begitu banyak mkyat jelata yang menderita, menahan lapar dan kedinginan.   Konon ketika Kaisar Kauw Cong melalui sebuah sungai di daerah selatan, pernah mencetuskan sumpah akan menghancurkan pasukan Kim (Tatar).   Maka rakyat pun bersatu hati menghancurkan pasukan Kim yang menyerbu ke dalam perbatasan Kerajaan Tay Song.   Memang tidak begitu sulit melaksanakan itu, sebab di dalam istana terdapat seorang menteri bernama Lie Kang yang amat setia, sedangkan di perbatasan terdapat seorang jenderal yang amat gagah berani bernama Gak Hui.   Kalau mereka bersungguh hati untuk menghancurkan pasukan Kim, bukankah pasukan Kim yang menduduki beberapa wilayah Kerajaan Tay Song dapat diusir sekaligus dihancurkannya? Akan tetapi, di dalam istana justru terdapat seorang menteri dorna, sehingga membuat Kerajaan Tay Song menjadi berantakan.   Sedangkan kaisar hanya tahu bersenang-senang dengan para selir yang cantik jelita.   Sudah barang tentu Kerajaan Tay Song menjadi bobrok tidak karuan, rakyat jelata sengsara dan menderita.   Secara tidak langsung, kotaraja telah berubah menjadi kota pelesiran.   Para pejabat dan para hartawan bersenang-senang siang malam, sebaliknya rakyat jelata hidup menderita dan kelaparan.   Di sudut sebuah jalanan, terdapat sebidang tanah yang amat luas dan di sana tampak beberapa buah gubuk yang keadaannya sangat memperihatinkan.   Di depan salah satu gubuk itu, terlihat belasan orang mengerumuni seseorang.   Orang itu memakai jubah panjang yang dibikin dari bahan kasar.   Dia sedang bercerita dan bernyanyi, tangannya menggenggam dua potong belahan bambu, sekaligus membunyikannya mengiringi suara nyanyiannya.   Belasan orang mendengarkan dengan mulut ternganga lebar, bahkan beberapa orang tampak terbelalak pula, sedangkan orang itu terus bernyanyi.   Sejak dahulu para menteri setia pasti mati penasaran, menteri dorna yang hidup senang dan mewah.   Menteri setia mati meninggalkan nama harum, menteri dorna mati meninggalkan nama busuk.   Perang di sungai, membunuh musuh dua ribu orang/ Tentara Kim berjumlah empat laksa, tentara Song hanya ratusan, tapi dapat melawan pasukan Kim.   Begitu mendengar nama Gak Hui, pasukan Kim sudah gentar.   Pasukan Kim mengakui akan kegagahan Jenderal Gak Hui...   Mendengar sampai di situ, para pendengar langsung bertepuk tangan sambil berseru.   "Bagus! Bagus!"   Sungguh mengherankan, orang itu dan para pendengar berani mencela kebusukan menteri dorna! Padahal ketika itu, siapa yang berani mencela para pejabat, pasti ditangkap dan langsung dijatuhi hukuman berat.   Sementara orang yang bernyanyi itu melanjutkan.   Menteri dorna Cing Kwei memfitnah Jenderal Gak Hui di hadapan kaisar, sehingga Gak Hui yang gagah berani dijatuhi hukuman mati .   ..   Ketika orang itu bernyanyi sampai di situ, mendadak terdengar suara bentakan sengit.   "Orang bermarga Cing, aku sudah buta bersahabat denganmu! Menteri dorna Cing Kwei berpihak pada musuh demi hidup senang dan mewah! Aku tidak menyangka orang marga Cing berakhlak seperti itu!"   Orang yang membentak sengit itu adalah teman baik orang bermarga Cing tersebut.   Orang bermarga Cing diam saja sebab Cing Kwei memang menteri dorna, sedangkan dia bermarga Cing.   Setelah orang itu membentak, yang lain pun menatap gusar kepada orang bermarga Cing tersebut.   "Hajar dia! Orang marga Cing memang harus mampus!"   Terdengar suara seruan di sana-sini.   Di saat bersamaan, mendadak terdengar suara tawa dingin.   Pada hal saat itu, hati semua orang sedang panas, namun suara tawa dingin itu membuat hati semua orang berubah dingin seketika.   Kemudian terdengar salah seorang membentak.   "Siapa? Siapa yang tertawa? Cepat tampil untuk bicara!"   Wajahnya berseri tapi kelihatan angkuh sekali. Dia memandang semua orang yang berada di situ, kemudian berkata dengan suara lantang. "Kelihatannya hati kalian telah tergerak semua!" "Siapa kau?"   Tanya salah seorang dari mereka yang berkerumun. Orang itu sama sekai tidak memandang sebelah mata pun kepada orang yang bertanya. Dia menyahut dengan angkuh. "Siapa aku, tidak perlu kau tahu!"   Orang yang bertanya diam seketika, tapi semua orang yang berada di situ mulai memperhatikan orang yang berbicara itu.   Orang tersebut berusia dua puluhan.   Wajahnya tampan tapi kelihatan lemah seperti seorang sastrawan.   Tangannya memegang sebuah kipas dan memakai jubah panjang warna abu-abu.   Semua orang tertegun menyaksikannya, dan dalam hati mereka memuji akan ketampanannya.   Berselang sesaat, salah seorang memandangnya seraya bertanya.   "Setelah kau mendengar Tay Song menghancurkan pasukan Kim, kenapa kau kelihatan acuh tak acuh?"   Orang itu tertawa, lalu menyahut.   "Memang bagus cerita itu, namun tidak perlu dibanggakan.   Tay Song melaksanakan sesuatu, setelah Kaisar Kauw Cong menyeberang sungai, sudah tiada yang berharga untuk diceritakan lagi.   Aku justru tidak habis berpikir, kalian semua hanya bisa menceritakan Tay Song, bahkan pandai mengeritik pihak lain pula!"   Usai orang itu menyahut, tampak seorang berbadan gemuk berteriak dengan gusar. "Sungguh penasaran! Sungguh penasaran!"   Salah seorang yang berdiri di sisinya segera bertanya. "Kenapa kau penasaran?" "Jelas Kerajaan Tay Song punya pahlawan dan jenderal yang gagah berani, tapi orang itu malah bilang tidak perlu dibanggakan. Bukankah itu sungguh keterlaluan?"   Jawab si Gemuk.   Ketika berbicara, si Gemuk mengangkat kedua tangannya saking nafsunya.   Tampak sepasang tangannya berwana hitam, pertanda dia ahli ilmu pukulan Hek Sah Ciang (Pukulan Pasir Hitam).   Apa yang dikatakan si Gemuk tadi memang benar, maka semua orang langsung menatap pemuda tampan itu dengan bengis, seakan ingin menelannya bulat-bulat Semula orang yang bercerita itu juga merasa gusar terhadap pemuda tampan tesebut.   Dia berharap semua orang menghajarnya.   Namun kini menyaksikan semua orang kelihatan begitu gusar, dia khawatir akan terjadi sesuatu.   Karena itu, dia segera berkata untuk menenangkan semua orang.   "Apa yang dikatakan pemuda ini juga ada benarnya.   Tay Song kita memang sudah bobrok, tidak heran dia mengatakan begitu."   Dia bermaksud baik, yakni ingin menenangkan semua orang. Namun ketika dia baru mau melanjutkan ceritanya, mendadak si Gemuk membentak gusar. "Kau kira di bawah kaki kaisar, sudah boleh bicara sembarangan?"   Semua orang langsung membungkam dan berpikir, mungkin si Gemuk adalah perwira dalam istana, maka berani membentak begitu. Akan tetapi, pemuda tampan itu malah tertawa dingin dan memandang si Gemuk seraya bertanya. "Siapa kau?"   Si Gemuk memang berharap pemuda tampan itu bertanya demikian, karena itu, dia tertawa gelak, lalu menyahut. "Siapa aku? Aku justru adalah pengawal dalam istana, Tiat Ciang (Pukulan Tangan Besi) Sui Peng!"   Orang tersebut tahu namanya cukup terkenal di dalam atau di luar istana, maka dia memandang remeh terhadap pemuda itu. "Sebetulnya siapa kau?"   Bentaknya. Pemuda itu tertawa nyaring, lalu menyahut. "Aku adalah orang yang tak terkenal. Maka kalaupun aku beritahukan, kau pasti tidak akan tahu."   Tiat Ciang Sui Peng manggut-manggut, kemudian membusungkan dada sambil berkata besar.   "Tentunya kau bukan orang yang terkenal, sebab aku tidak mengenalmu! Dalam istana hingga dunia persilatan, aku banyak mengenal orang terkenal, maka bagaimana aku tidak tahu tentang dirimu? Aku yakin kau bukan warga kotaraja! Sebetulnya kau berasal dari mana?"   Pemuda itu tidak menjelaskan, hanya tertawa ringan seraya berkata. "Memang benar, aku bukan warga kotaraja, melainkan datang dari daerah lain."   Tiat Ciang Sui Peng bergirang dalam hati mendengar itu.   Pemuda itu datang dari daerah lain, maka sudah pasti bukan sanak famili pejabat tinggi kotaraja, karena itu, nyali orang tersebut menjadi besar.   Dadanya terangkat sedikit, kemudian tertawa seraya berkata.   "Baik, sebut namamu!"   "Tidak apa-apa kuberitahukan padamu, aku berasal dari Tho Hoa To (Pulau Bunga Persik) di Tong Hai (Laut Timur).   Mengenai namaku, kau juga ingin mengetahuinya?"   Sahut pemuda itu acuh tak acuh.   Pemuda itu memberitahukan tempat tinggalnya, membuat Tiat Ciang Sui Peng mengira dia takut kepadanya, maka timbullah pikiran jahat, ingin menangkap pemuda itu untuk dijebloskan ke dalam penjara, lalu menghukum mati padanya! Setelah timbul pikiran jahatnya, Tiat Ciang Sui Peng mendengus dingin dan membentak.   "Hei! Aku bertanya, sebetulnya siapa namamu?"   Pemuda itu mengerutkan kening, sama sekali tidak menyahut, hanya tertawa dingin. Tiat Ciang Sui Peng tampak gusar sekali, lalu membentak lagi. "Cepat beritahukan namamu!"   Pemuda itu tersenyum dingin, kemudian menyahut dengan hambar. "Namaku Oey Yok Su!"   Tiat Ciang Sui Peng tertegun dan terheran-heran mendengar nama pemuda itu.   Kemudian dengan mata agak terbelalak dia bertanya.   "Sapa namamu? Oey Yok Su? Kau Yok Su (Ahli Obat) apa? Kau mirip seorang sastrawan, bagaimana mungkin kau adalah Yok Su? Apakah kau tukang obat keliling?"   Tiat Ciang Sui Peng salah menduga.   Dia tidak tahu bahwa Tho Hoa To di Tong Hai merupakan tempat yang amat terkenal di kolong langit, dan Oey Yok Su adalah majikan pulau itu.   Salah seorang dari lima pesilat tangguh dalam dunia persilatan, ilmu silat Pulau Tho Hoa To merupakan aliran tersendiri, sama terkenalnya dengan Ong Tiong Yang, ketua Coan Cin Kauw dan Toan Hong Ya dari Tayli.   Akan tetapi, sungguh sayang sekali.   Tiat Ciang Sui Peng merupakan pengawal rendahan dalam istana, sama sekali tidak tahu pesilat tangguh dalam dunia persilatan.   Tidak heran ketika mendengar nama Oey Yok Su, malah mentertawakannya.   Wajah Oey Yok Su berubah tak sedap dipandang, lalu dia tertawa dingin seraya berkata.   "Tidak salah, namaku memang mirip tukang obat keliling.   Aku adalah tukang obat, tentunya tidak melanggar hukum yang berlaku di kotaraja.   Ya, kan?"   Pada hal sesungguhnya, Oey Yok Su sudah berkata sungkan terhadap Tiat Ciang Sui Peng, sebab di sini bukan Pulau Tho Hoa To, melainkan adalah kotaraja.   Akan tetapi, Tiat Ciang Sui Peng justru tidak tahu diri, bahkan juga tidak tahu bahwa Oey Yok Su sudah naik darah, dia malah membentak.   "Hei! Kau tukang obat, kenapa berani tertawa dingin di hadapanku?"   Kening Oey Yok Su langsung berkerut.   Seandainya dia mau menyudahi urusan itu, cukup baginya berkata sungkan.   Namun dia adalah Oey Yok Su, majikan Pulau Tho Hoa To, sudah pasti tidak akan membiarkan Tiat Ciang Sui Peng bertingkah di hadapannya.   Oleh karena itu, Oey Yok Su tertawa dingin lagi dan berkata.   "Aku tertawa dingin lantaran melihat orang-orang Tay Song menganggap dirinya amat setia kepada kerajaan! Tapi sesungguhnya cuma bersifat seperti kaum wanita, melihat tanah Kerajaan Tay Song akan jatuh ke tangan suku Kim, namun masih dapat bersabar seakan tiada urusan! Di sini hanya terdengar cerita akan kegagahan orang-orang Tay Song, mengapa tidak menceritakan kebusukan menteri Cing Kwei, serta kebobrokan Kerajaan Tay Song, juga tidak menceritakan Tay Song harus mempersembahkan upeti-upeti kepada Bangsa Kim? Itu disebabkan apa?"   Semua orang yang mendengar kata-kata itu, bersorak penuh kegirangan.   Mereka sama sekali tidak menyangka, bahwa pemuda yang tampak lemah itu ternyata begitu berani.   Semula semua orang amat gusar kepadanya, tapi kini justru malah menaruh hormat karena keberaniannya itu.   Akan tetapi, orang yang di hadapan pemuda itu adalah pengawal dalam istana, tentunya pemuda itu akan celaka.   Namun di saat semua orang mencemaskannya, Oey Yok Su malah tertawa dingin, sudah barang tentu membuat Tiat Ciang Sui Peng melotot.   "Baik, kau sungguh berani! Kalau begitu, kau harus mampus di dalam penjara!"   Usai berkata, Tiat Ciang Sui Peng memukul meja yang berada di sisinya.   Bukan main terkejutnya semua orang, ternyata Tiat Ciang Sui Peng berkepandaian tinggi, sebab meja yang dipukulnya menimbulkan bekas telapak tangannya berwarna hitam, kelihatannya seperti hangus terbakar.   Apabila pukulan itu menghantam Oey Yok Su, bukankah nyawa pemuda itu akan melayang? Namun Oey Yok Su tidak tampak terkejut, hanya tertegun memandang Tiat Ciang Sui Peng sambil tertawa dan tangannya mengusap-usap meja tersebut sambil berkata.   "Tuan, mengapa harus merusak meja ini?"   Oey Yok Su mengusap meja itu perlahan, namun meja itu justru telah berubah rata. Melihat kejadian itu, semua orang berseru. "Lihat! Lihat! Lihat meja itu!"   Ternyata Oey Yok Su memperlihatkan kungfu tingkat tinggi.   Walau tangannya mengusap begitu perlahan, namun bekas telapak tangan Tiat Ciang Sui Peng di meja itu telah hilang, rata seperti semula.   Seandainya Tiat Ciang Sui Peng berpengalaman, pasti tahu bahwa itu merupakan kungfu tingkat tinggi, maka dia harus tahu diri dan segera mundur.   Akan tetapi, orang tersebut justru berpengalaman cetek dan berpengetahuan dangkal, lagi pula menganggap dirinya adalah pengawal dalam istana, sehingga selalu berlaku sok, tidak ingat akan suatu pepatah, bahwa di luar langit masih ada langit, di atas gunung masih terdapat gunung lain.   Ketika menyaksikan perbuatan Oey Yok Su, dia malah tampak gusar sekali, dan membentak keras.   Si Racun Dari Barat Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Kau berani mempermainkanku?"   Biasanya tiada seorang pun berani bersikap demikian terhadapnya, karena itu, kegusarannya sudah tak tertahan lagi, dan dia langsung menggerakkan sepasang tangannya untuk menyerang Oey Yok Su.   Oey Yok Su sama sekali tidak bergerak, juga tidak memperdulikannya, hanya berdiri diam di tempat, tapi keningnya berkerut-kerut.   Sedangkan Tiat Ciang Sui Peng hanya menggunakan tujuh bagian tenaganya karena tidak bermaksud membunuh Oey Yok Su, hanya ingin menghajarnya.   Orang-orang langsung menyingkir, karena pukulannya menimbulkan angin yang menderu-deru.   Perlu diketahui, Tiat Ciang Sui Peng memang mahir ilmu pukulan Tiat Sah Ciang (Ilmu Pukulan Pasir Besi).   Ketika semua orang menyaksikan pukulannya, segera bertepuk tangan memujinya, itu agar Tiat Ciang Sui Peng merasa puas.   Ternyata benar, orang tersebut merasa girang.   Dia yakin namanya akan lebih terkenal, sebab semua orang pasti akan menyebar luaskan tentang kejadian itu.   Lagi pula dia pun mempunyai alasan tertentu untuk menghajar Oey Yok Su, karena Oey Yok Su berani menghina kaisar.   Berpikir sampai di situ, Tiat Ciang Sui Peng semakin merasa puas, sehingga membuatnya ingin merobohkan Oey Yok Su dalam sekali pukul.   Sedangkan Oey Yok Su tetap berdiri diam di tempat, kelihatannya seperti tidak berani melawan, dan itu sungguh mencemaskan semua orang.   Sungguh sial pemuda yang berasal dari Pulau Tho Hoa To itu, hari ini dia pasti celaka di tangan Tiat Ciang Sui Peng! Pikir semua orang.   Kalau tidak mati, dia pun pasti akan terluka parah! Tiat Ciang Sui Peng tidak tahu, bahwa Oey Yok Su masih berusaha mengendalikan diri.   Sebaliknya dia malah ingin memamerkan kepandaiannya, agar namanya lebih terkenal.   Oey Yok Su mundur, tapi Tiat Ciang Sui Peng terus menyerangnya.   Itu membuat Oey Yok Su terpaksa mundur dan terus mundur, akhirnya punggungnya membentur tembok, maka dia sudah tidak bisa mundur lagi.   Di saat itulah dia memandang Tiat Ciang Sui Peng, lalu tertawa seraya berkata dengan lantang.   "Baiklah! Kegusaranmu telah dilampiaskan.   Dari tadi kau terus menyerangku, tapi aku sama sekali tidak membalas! Kini sudah cukup kau menyerang, aku pun sudah harus pergi!"   Semua orang langsung bersoraksorai.   Mereka sudah melihat jelas, bahwa Oey Yok Su memiliki kungfu tingkat tinggi.   Kalau tidak, bagaimana mungkin dia tidak terluka ketika terkena pukulan Tiat Ciang Sui Peng? Seandainya semua orang tidak bersorak-sorai, mungkin Tiat Ciang Sui Peng akan menyudahi urusan itu.   Namun dikarenakan semua orang bersorak-sorai, kelihatannya seakan memuji Oey Yok Su, itu membuat Tiat Ciang Sui Peng menjadi penasaran sekali.   Sebab dari tadi dia terus menyerang dan memukul, tapi Oey Yok Su tidak membalas dan tidak tampak terluka, maka Tiat Ciang Sui Peng menganggap semua orang sedang men t er lawakannya.   Di saat bersamaan, terdengar seseorang berkata sambil tertawa, sehingga membuat Tiat Ciang Sui Peng bertambah penasaran dan kegusarannya pun memuncak.   "Memukul tak kena malah kelelahan! Ha ha ha ...!"   Sesungguhnya saat itu, semua orang memang ingin melihat Oey Yok Su menghajar Tiat Ciang Sui Peng, karena para pengawal dalam istana, selalu bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat jelata.   Sementara Tiat Ciang Sui Peng menatap Oey Yok Su dengan mata melotot, kemudian mendadak menyerang lagi dengan pukulan dahsyat.   Sedangkan Oey Yok Su sudah tidak bisa mundur, maka terpaksa mengangkat sebelah tangannya untuk menangkis pukulan Tiat Ciang Sui Peng.   Plak! Terdengar suara benturan.   Tiat Ciang Sui Peng terhuyung-huyung ke belakang beberapa langkah.   Sepasang matanya yang melotot bertambah melotot, namun mulutnya menutup rapat.   Bukan main terkejutnya Tiat Ciang Sui Peng.   Dia tahu dirinya telah terluka dalam, sebab dadanya terasa sakit sekali.   Maka dia tidak berani membuka mulut, sebab apabla membuka mulut, pasti menyemburkan darah segar.   Itu membuatnya mengeluh dalam hati.   "Habislah! Tak kusangka akan kalah di tangan pemuda berasal dari Pulau Tho Hoa To! Aku memperoleh ilmu pukulan Tiat Sah Ciang dari partai Tiat Sah Ciang, tapi justru dilukai oleh pemuda ini, selanjutnya bagaimana aku menaruh kakiku di kotaraja lagi?"   Sambil menahan rasa sakit di dadanya, dia terus melotot i Oey Yok Su, namun nyalinya telah ciut.   Pemuda itu berkepandaian begitu tinggi.   Sebetulnya tempat apa Pulau Tho Hoa To itu? Kepandaiannya begitu tinggi, dia berasal dari partai mana? Tiat Ciang Sui Peng bertanya dalam hati.   Setelah rasa sakit di dadanya agak berkurang, barulah dia berkata dengan lemah.   "Kepandaian Anda sungguh tinggi, di luar dugaanku.   Aku tun ..."   Karena membuka mulut berbicara, akhirnya Tiat Ciang Sui Peng memuntah darah segar.   Semua orang tahu, Tiat Ciang Sui Peng sudah terluka parah.   Betapa kagumnya mereka terhadap Oey Yok Su, sebab yang menyerang adalah Tiat Ciang Sui Peng, sedangkan Oey Yok Su cuma mundur dan akhirnya menangkis, tapi justru tangkisannya membuat Tiat Ciang Sui Peng terluka parah.   Kalau tidak menyaksikan dengan mata kepala sendiri, siapa pun tak akan percaya.   Tiat Ciang Sui Peng tahu apabila saat ini tidak pergi, tentunya akan memperoleh ejekan dari semua orang.   Oleh karena itu, dia segera berjalan pergi dengan sempoyongan.   Semua orang tahu dia sudah terluka parah, maka membiarkannya pergi tanpa mengejeknya.   Akan tetapi, ketika Tiat Ciang Sui Peng baru berjalan beberapa langkah, mendadak terdengar suara bentakan.   "Berhenti!"   Apa boleh buat, Tiat Ciang Sui Peng terpaksa berhenti. Ternyata yang membentak itu adalah Oey Yok Su. Karena hawa kegusarannya belum reda, dia berkata dengan lantang. "Sui Peng, katakanlah! Kau orang Tay Song, namun bukankah seorang tolol?"   Tiat Ciang Sui Peng tidak dapat menyahut, hanya melototi Oey Yok Su dengan mulut membungkam.   Semua orang saling memandang.   Sudah barang tentu suasana di tempat itu berubah menjadi hening sekali.   Akan tetapi tiba-tiba terdengar suara sahutan.   "Omitohud! Kalau Sui Tayjin berniat bertobat Oey Siauhiap juga harus mengampuninya! Hud Couw (Sang Buddha) pun pernah melakukan kekeliruan, apalagi orang awam?"   Semua orang tersentak, tidak menyangka akan ada orang menyahut.   Mereka segera menoleh, ternyata yang menyahut itu adalah seorang padri muda, wajahnya agak merah dan tampan, tampak lembut dan welas asih.   Oey Yok Su menatap padri muda itu, dan seketika tahu bahwa dia bukan merupakan padri biasa.   "Apakah padri ingin memberi petunjuk kepadaku?"   Tanyanya sambil tertawa dingin.   Saat ini, orang belum tahu bahwa ilmu silat Pulau Tho Hoa To yang di laut Timur amat tinggi.   Sudah barang tentu kaum rimba persilatan pun tidak tahu dan tidak kenal akan Oey Yok Su, majikan pulau tersebut, hanya tahu dalam dunia persilatan terdapat seorang tosu muda dari Coan Cin Kauw bernama Ong Tiong Yang, berkepandaian tinggi dan amat harum namanya.   Tosu muda Ong Tiong Yang pernah memimpin rakyat melawan pasukan Kim, namun gagal.   Maka sejak itu, Ong Tiong Yang kembali ke Cong Lam San untuk memperdalam ajaran Coan Cin Kauw dan tidak pernah berkecimpung dalam dunia persilatan lagi.   Masih terdapat keluarga Toan di Kerajaan Tayli.   Keluarga Toan turun temurun merupakan raja di Tayli, juga amat terkenal dalam dunia persilatan, karena memiliki ilmu It Yang Ci (Jari Sakti), ilmu yang amat tinggi dalam dunia persilatan.   Konon di Gunung Pek Tho San, di daerah See Hek (Bagian Barat Luar Tionggoan) terdapat satu aliran yang memiliki ilmu silat tinggi.   Aliran tersebut tergolong tidak lurus dan tidak sesat.   Ilmu silat yang dimiliki aliran itu tidak berada di bawah keluarga Toan maupun Ong Tiong Yang dari Coan Cin Kauw di Gunung Cong Lam San.   Sementara padri muda itu tersenyum, kemudian menyahut.   "Aku tahu di Laut Tong Hai terdapat sebuah Pulau Tho Hoa To.   Aku pun tahu tidak lama lagi Pulau Tho Hoa To akan terkenal dalam dunia persilatan, semua kaum rimba persilatan akan mengetahuinya.   Karena aku tahu di pulau itu terdapat seseorang, orang itu adalah kau bernama Oey Yok Su."   Semua orang terheran-heran, sebab kemunculan padri muda itu bukan untuk melawan Oey Yok Su, melainkan hanya ingin berbicara panjang lebar saja.   Akan tetapi, wajah Oey Yok Su justru berubah ketika mendengar apa yang dikatakan padri muda itu, perubahan yang menaruh hormat kepada padri muda tersebut.   Oey Yok Su cepat-cepat menjura, lalu berkata dengan sopan.   "Terimakasih atas ucapan padri, di sini aku memberi hormat!"   Dengan sopan padri muda itu pun cepat-cepat balas memberi hormat, kemudian tersenyum dan berkata lembut. "Apa yang kuucapkan tadi merupakan hal sesungguhnya, harap Tocu (Majikan Pulau) dapat mawas diri, dan jangan berkepandangan seperti orang lain!"   Seusai padri muda itu berkata demikian, wajah Oey Yok Su tampak berubah tak sedap dipandang. "Taysu telah keliru. Aku paling tidak mau mengerjakan dua pekerjaan di dunia ini, perlukah aku memberitahukan kepada Taysu?"   Katanya dingin.   Padri muda itu tercengang.   Padahal tadi sikap Oey Yok Su begitu sopan, tapi kenapa mendadak sontak berubah menjadi begitu? Apakah aku telah salah bicara? Padri muda itu bertanya dalam hati.   Kalaupun aku salah bicara, tidak seharusnya dia berubah menjadi begitu dingin.   Padri muda itu memandang Oey Yok Su, kemudian memberi hormat dan berkata lembut "Harap Anda sudi memberitahukan!"   Oey Yok Su tetap tertawa dingin.   "Aku tinggal di Pulau Tho Hoa To, tentunya tidak berpengetahuan luas.   Namun aku paling benci dua macam orang.   Kesatu adalah sastrawan, karena orang macam itu selalu berbicara tentang kebenaran, keadilan dan kebijaksanaan, namun begitu berhasil meraih kedudukan, langsung pula menjadi kaki tangan pejabat tinggi, berlaku sewenang-wenang menindas rakyat jelata.   Aku paling benci orang macam itu.   Kedua adalah orang yang berpura-pura berbaik hati, pada hal sesungguhnya hanya ingin mengorbitkan nama mereka, lalu mengeruk keuntugan yang berlimpah-limpah.   Mereka adalah penjahat yang bertopeng dermawan.   Aku sungguh penasaran karena lahir terlambat, kalau tidak, pasti sudah kubunuh mereka semua!"   Mendengar itu, padri muda malah tertawa seraya berkata.   "Oey Tocu berkata terbuka, tapi bukankah akan membunuh orang?"   "Orang semacam itu memang harus dibunuh.   Namun di kolong langit justru terdapat begitu banyak orang semacam itu, maka tidak akan habis dibunuh.   Karena itu, aku menjadi penasaran sekali!"   Sahut Oey Yok Su. Padri muda itu tersenyum. "Omitohud! Bagaimana menurut pendapat Oey Tocu tentang itu?" "Menurutku, pengawal dalam istana ini harus mati!"   Sahut Oey Yok Su.   Semua orang tertegun mendengar itu.   Semula mereka semua berharap Oey Yok Su menghajar Tiat Ciang Sui Peng, namun kini pemuda tersebut justru ingin membunuhnya.   Mereka semua masih terdapat nurani dan rasa prikemanusiaan, maka ketika Oey Yok Su mengatakan mau membunuh Tiat Ciang Sui Peng, timbullah rasa tidak senang terhadap Oey Yok Su, majikan Pulau Tho Hoa To itu.   Sedangkan padri muda itu hanya tersenyum, memandang Oey Yok Su seraya berkata.   "Bagaimana Oey Tocu memandang mukaku mengampuni orang itu?"   "Mudah-mudahan Taysu dapat mencegahku!"   Sahut Oey Yok Su perlahan. Itu merupakan jawaban yang menantang, maka membuat hati semua orang berdebar-debar dan membatin.   "Padri muda, mengapa kau begitu usil mencampuri urusan itu? Tadi Oey Yok Su hanya satu kali menangkis, membuat Tiat Ciang Sui Peng terluka parah, bagaimana kau sanggup melawannya?"   Sementara Oey Yok Su memandang padri muda.   Dia tahu padri muda itu berkepandaian tinggi, maka tidak berani menyerang sembarangan, melainkan perlahan-lahan menggerakkan tangannya sambil membaca dua baris puisi.   Bayangan bunga persik rontok pedang sakti terbang, ombak menderu-deru dahan pohon meluncur.   Semua orang tahu dia sedang membaca dua baris puisi, namun tidak tahu itu adalah dua baris puisi yang bergantung di depan rumahnya di Pulau Tho Hoa To.   Ketika Oey Yok Su menggerakkan tangannya, tampak membentuk tiga kuntum bunga, sungguh indah sekali! Akan tetapi, semua orang tidak tahu, itu adalah ilmu Koan Hoa Kin Na Ciu (Ilmu Cengkeram Bunga Jari).   Ilmu itu ciptaan keluarga Oey di Pulau Tho Hoa To, tentunya tiada seorang kaum rimba persilatan mengenali ilmu tersebut.   Padri muda yang berdiri diam, begitu melihat Oey Yok Su menggerakkan tangannya, langsung bergerak ringan ke belakang beberapa langkah, dan sepasang matanya tampak terbelalak.   "Ih? Oey Tocu, bukankah itu ilmu Hud Ci Kou Hoa (Buddha Menunjuk Bunga)?"   "Pengetahuan Taysu sungguh dangkal, tentunya tidak tahu di Pulau Tho Hoa To terdapat semacam ilmu Koan Hoa Kin Na Ciu (Ilmu Cengkeram Bunga Jari)!"   Sahut Oey Yok Su sambil tertawa.   Usai menyahut, Oey Yok Su mulai menyerang lagi mendesak padri muda itu, sedangkan padri muda itu terus mundur.   Menyaksikan pertarungan itu hati semua orang bertambah berdebar-debar.   Akan tetapi, mendadak padri muda itu mengangkat sebelah tangannya, dan tampak jari telunjuknya menyentil.   Sungguh luar biasa, sentilan itu berhasil menghalau serangan Oey Yok Su.   "Ha ha ha!"   Si Racun Dari Barat Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Oey Yok Su tertawa gelak.   "Aku sudah tahu dari tadi, bahwa taysu berkepandaian tinggi! Ternyata Anda marga Toan dari Kerajaan Tayli, aku harus memberi hormat!"   Walau di mulut mengatakan memberi hormat, namun di wajah Oey Yok Su tidak memperlihatkan rasa hormatnya. Dia terus menatap padri muda itu, kemudian berkata lagi. "It Yang Ci (Ilmu Jari Sakti) dari keluarga Toan di Tayli sungguh membukakan mataku!"   Padri muda tersenyum lalu berkata.   "Aku dengar Pulau Tho Hoa To di Laut Tong Hai memiliki ilmu silat tinggi.   Sesungguhnya aku ingin ke sana, tapi tidak mahir mengemudikan kapal.   Itu amat sayang sekali, namun kini bisa bertemu Oey Tocu di sini, merupakan suatu keberuntungan bagiku!"   Oey Yok Su hanya tertawa, sama sekali tidak mengucapkan sepatah kata pun. "Kelihatannya Oey Tocu bersedia menerima pendekatanku!"   Kata padri muda itu lagi. "Kalau Taysu setuju, aku pasti melayanimu!"   Sahut Oey Yok Su.   Semua orang semakin tertarik, sebab yang satu tampak seperti sastrawan lemah, sedangkan yang satu lagi adalah seorang padri, pasti akan terjadi suatu tontonan yang amat menarik.   Oey Yok Su dan padri muda segera duduk berhadapan di meja.   Sepasang tangan mereka ditaruh di atas meja pula, sehingga kelihatan seperti dua orang sahabat yang akan bercakap-cakap.   Mendadak Oey Yok Su menjulurkan sebelah tangannya, kemudian digerak-gerakkannya.   Itu adalah ilmu Koan Hoa Kin Na Ciu yang berjumlah tujuh puluh dua jurus.   Sungguh lemas dan indah gerakan tangannya, namun mengarah pada padri muda yang duduk di hadapannya.   Sedangkan padri muda pun mulai menggerakkan jari telunjuknya menunjuk ke sana ke mari dengan perlahan.   Semua orang terbelalak menyaksikannya, sebab kedua orang itu tidak seperti sedang mengadu kepandaian, melainkan kelihatan seakan bermain-main seperti anak kecil bermain tepuk tangan.   Akan tetapi, makin lama gerakan tangan mereka berdua makin cepat, membuat kabur penglihatan semua orang.   Walau cuma sebentar, namun sesungguhnya mereka berdua sudah bergebrak beberapa jurus.   Wajah Oey Yok Su berubah serius.   Dia menatap padri muda seraya berkata dengan suara dalam.   "Sungguh hebat dan luar biasa ilmu It Yang Ci milik keluarga Toan!"   Padri muda itu bangkit berdiri, lalu menyahut sambil tertawa. "Oey Tocu, kaum rimba persilatan harus tahu, ada seorang bernama Oey Yok Su dari Pulau Tho Hoa To, memandang kejahatan bagaikan musuh."   Oey Yok Su tertawa gelak, begitu pula padri muda. Berselang sesaat, Oey Yok Su bertanya. "Bolehkah aku tahu sebutan Taysu?"   "Maaf, aku hanya merupakan padri muda dari Tayli, lagi pula padri biasa!"   Sahut padri muda. "Buddha mengurusi laksaan masalah. Meskipun Taysu punya laksaan perubahan, tapi aku cuma punya satu kebiasaan,"   Kata Oey Yok Su sambil tertawa. Padri muda manggut-manggut, lalu berkata sambil tersenyum. "Tidak salah, hanya ada satu kebiasaan! Tidak tahu mati hidup, tidak tahu kemewahan, namun tahu kebajikan."   Mereka berdua tertawa gelak.   Sementara Tiat Ciang Sui Peng sudah tidak kelihatan batang hidungnya, dia sudah pergi dari tadi.   Oey Yok Su dan padri muda terus tertawa.   Setelah itu, mereka berdua berjalan pergi meninggalkan tempat itu, tak lama sudah tidak kelihatan lagi.   Orang yang bercerita tadi, juga segera membubarkan semua orang, sehingga tempat itu menjadi sepi.   *** Bab Oey Yok Su dan It Sok Taysu, padri muda itu berjalan bersama sambil tertawa-tawa, dan itu mencengangkan orang yang menyaksikannya, sebab padri bergaul dengan sastrawan lemah.   Mereka berdua memasuki sebuah rumah ma-kan kemudian Oey Yok Su segera memesan be-berapa macam hidangan dan arak wangi.   Ternyata It Sok Taysu tidak pantang makanan maupun minuman.   Dia bersantap bersama Oey Yok Su sambil bercakap-cakap.   Oey Yok Su tampak gembira sekali.   Dia terus menceritakan tentang Pulau Tho Hoa To yang amat indah menakjubkan, tentang telaga pedang dan lain sebagainya.   It Sok Taysu terus mendengarkan, kemudian tertawa seraya berkata.   "Oey Tocu, lebih baik kau jangan menceritakan itu lagi! Kalau kau melanjutkan, bisa-bisa aku akan terpengaruh dan sehutanku It Sok pun harus diganti."   Oey Yok Su tampak tertegun.   "Kau menceritakan tentang Pulau Tho Hoa To yang begitu indah, sehingga menyebabkanku ingin ke sana melihat-lihat.   Bukankah telah menambah niatku? Karena itu, sehutanku harus diganti dengan Toh Sok Taysu (Padri Banyak Niat) kan?"   "Ha ha ha!"   Oey Yok Su tertawa gelak.   It Sok Taysu pun ikut tertawa.   Setelah itu, Oey Yok Su menaruh setael perak di atas meja dan mereka berdua meninggalkan rumah makan itu.   Ternyata hari sudah malam.   Tampak bulan bersinar terang dan angin pun bertiup sepoi-sepoi.   Oey Yok Su dan It Sok Taysu memasuki sebuah rimba, lalu duduk berhadapan di atas sebidang tanah dan mulai bercakap-cakap lagi.   "It Sok Taysu, kali ini aku datang di kotaraja.   Aku senang sekali dan beruntung bertemu Taysu yang memiliki ilmu It Yang Ci,"   Kata Oey Yok Su. It Sok Taysu tersenyum. "Oey Tocu terlampau memuji, pada hal ilmu It Yang Ci dari Tayli tak dapat dibandingkan dengan ilmu Koan Hoa Kin Na Ciu milik Oey Tocu."   Saat itu, Oey Yok Su dan It Sok Taysu ber-cakap-cakap dengan sungkan.   Namun mendadak terdengar seseorang menyahut lantang.   "Kentut! Kentut! Betul-betul merupakan ken-tut! Semua orang tahu di kolong langit terdapat beberapa orang yang suka kentut, tidak tahunya di sini pun terdapat orang yang mengeluarkan ken-tut!"   Oey Yok Su dan It Sok Taysu tesentak, sebab berdasarkan kungfu yang mereka miliki, kalaupun ada sebatang jarum jatuh di sekitar tempat itu, mereka pasti mendengarnya, apalagi orang.   Tapi mereka berdua justru tidak tahu akan keberadaan orang itu di situ, tentunya membuat mereka berdua terkejut sekali.   Mereka berdua bagkit berdiri, lalu menengok ke sana ke mari.   Di bawah sinar rembulan, tampak seseorang duduk di atas dahan pohon, memandang mereka berdua dengan mata melotot.   Rupa orang itu agak aneh.   Dia mengenakan pakaian kumal yang penuh tambalan.   Matanya terus memandang Oey Yok Su dan It Sok Taysu dengan melotot, kemudian dia tertawa seraya berkata.   "Kalian berdua merupakan orang tolol di ko-long langit kan? Berbicara apa kalian di tempat ini? Yang bernama Oey Yok Su kelihatan angkuh dan menganggap dirinya tidak terikat oleh adat istiadat, justru bersama seorang padri busuk saling memuji, itu hanya merupakan kentut! Aku bilang, walau kungfu Oey Tocu amat tinggi, tapi tidak bisa disebut nomor wahid di kolong langit! Di tempat yang sepi ini saling memuji kungfu masing-masing, itu sama juga membual, mengira tiada orang mendengarnya, siapa tahu malah terdengar oleh aku seorang pengemis! Itu sih tidak apa-apa, tapi kalau terdengar oleh orang gagah di kolong langit, bukankah akan ditertawakan orang?"   Oey Yok Su memang bersifat angkuh. Ketika mendengar apa yang dikatakan pengemis itu, timbullah kegusarannya, dan dia langsung membentak keras. "Phui! Siapa kau? Kok berani turut bicara di sini?"   Pengemis itu tertawa lalu menyahut. "Aku tidur di sini. Ketika aku sedang tidur nyenyak, mendadak mencium semacam bau ..."   "Pengemis, kami berdua duduk baik-baik di sini, tidak terdapat bau apa pun. Kenapa kau bilang mencium semacam bau?"   Kata It Sok Taysu dengan sabar. Pengemis itu tertawa gelak. "Ha ha ha! Kalian berdua saling mebuang kentut di sini, itu sungguh bau sekali!"   Oey Yok Su yang tadi amat gusar, ketika men-dengar itu malah tertawa. "Pengemis, turunlah! Mari kita bercakap-cakap!"   Katanya. Pengemis itu tidak menolak. Dia segera meloncat turun ke sini Oey Yok Su dan It Sok Taysu, lalu duduk. "Kalian berdua, seorang adalah padri dan seorang lagi orang biasa. Kini bertambah aku si Pengemis, pasti menggembirakan sekali!"   Katanya sambil tertawa.   Oey Yok Su dan It Sok Taysu tertegun, Mereka berdua tahu, pengemis itu bukan pengemis biasa.   Keduanya menatapnya dengan penuh perhatian, sepertinya ingin tahu siapa sebetulnya pengemis itu.   Pengemis tersebut masih muda, berusia tiga puluhan.   Wataknya kasar, tapi tampak jujur.   Ketika mengetahui Oey Yok Su dan It Sok Taysu memperhatikannya, dia tertawa seraya berkata.   "Kalian berdua bukannya makan enak dan ti-dur nyenyak di kota, namun justru malah ke mari untuk saling memuji.   Bukankah kalian berdua su-dah gila?"   "Kau melihat kami adalah orang gila, kami pun melihatmu adalah orang gila pula.   Urusan di dunia bagaikan asap, sulit dikatakan,"   Sahut It Sok Taysu.   Pengemis itu tidak mengerti akan makna ucapan It Sok Taysu, maka dia berkata lantang.   "Taysu tidak perlu memberi ajaran Buddha kepadaku, sebab aku paling pusing terhadap kalian para padri! Kalian selalu mengatakan segala-galanya kosong, itu omong kosong yang tidak karuan, aku tidak mau dengar!"   Oey Yok Su dan It Sok Taysu saling memandang sejenak.   Mereka berdua tahu, bahwa dia bukan pengemis sembarangan, dan kepandaiannya juga pasti tinggi.   Namun mereka berdua berpikir, dalam Kay Pang (Perkumpulan Para Pengemis) terdapat pengemis yang macam apa? Mereka berdua yang satu datang dari Tayli, yang satu lagi datang dari Pulau Tho Hoa To di Laut Timur, tentunya tidak tahu tentang Kay Pang, hanya tahu pengemis itu bukan orang biasa.   Tapi kemunculannya, justru telah mengganggu kegembiraan Oey Yok Su dan It Sok Taysu.   Pada hal mereka berdua merasa puas dan saling memuji mengagumi kepandaian pihak lain, tak menyangka akan muncul seorang pengemis yang memutuskan percakapan mereka.   Berselang sesaat, Oey Yok Su berkata.   "Pengemis, mau apa kau ke mari? Apakah ingin bercakap-cakap dengan kami?"   "Siapa mau mendengar bualan kalian? Ketika hari gelap, aku memasuki dapur istana, mencuri makan hidangan kaisar.   Kini aku sudah kenyang, bagaimana punya waktu bercakap-cakap dengan kalian? Di saat aku baru mau pulas, justru ter-ganggu oleh bualan kalian! Kalau tidak, saat ini aku sudah tidur nyenyak!"   Sahut pengemis itu. It Sok Taysu memandangnya seraya berkata. "Menurutku, alangkah baiknya kau pergi tidur karena sudah kenyang, kami berdua masih ingin bercakap-cakap!"   Pengemis itu bersin beberapa kali, lalu me-nyahut dengan suara keras. "Baik, baik! Aku akan tidur, kalian berdua boleh melanjutkan bualan itu! Aku orang tua tidak akan mencampuri urusan kalian berdua!"   Pada hal sesungguhnya, pengemis itu baru berusia tiga puluhan, tapi menyebut dirinya 'orang tua', itu membuat Oey Yok Su tertawa geli dalam hati.   Usai berkata, pengemis itu membaringkan dirinya, dan tak lama sudah terdengar suara deng-kurannya.   Sedangkan Oey Yok Su dan It Sok Taysu tetap duduk berhadapan, hanya saja di hadapan mereka terdapat seorang pengemis kotor yang sudah pulas*.   It Sok Taysu memandang Oey Yok Su.   Dia manggut-manggut seraya berkata.   "Oey Tocu berjodoh dengan Sang Buddha, mengapa tidak mau menjadi padri?"   Oey Yok Su tersenyum, kemudian berkata. "Kalau Hud Couw (Sang Buddha) masih berada di dunia, juga akan seperti Yok Su, tidak memperoleh kesenangan dunia. Bagaimana mungkin aku masuk ke pintu kosong menjadi padri?"   It Sok Taysu memang sudah dalam mengenai ajaran-ajaran Buddha.   Dia tahu bahwa yang di-ucapkan Oey Yok Su itu masuk akal.   Maka padri muda itu merasa sayang.   Oey Yok Su tidak mau memasuki pintu kosong.   "Oey Tocu, cepat atau lambat kau pasti akan berada di dalam pintu kosong."   It Sok Taysu ter-senyum.   "Sakarang bagaimana kalau kita mem-bahas soal ilmu pengetahuan?"   Mendengar itu, Oey Yok Su tertawa gelak. "Ha ha ha! Baik, baik!"   Kemudian Oey Yok Su membaca sebuah syair.   "Bunga Persik mekar tiap tahun, orang pun segar tiap tahun."   It Sok Taysu manggut-manggut. "Segala apa pun sudah merupakan suratan takdir, hidup tak perlu mengeluh maupun putus asa. Siang dan malam silih berganti, hidup memang banyak cobaan, kalau tiada cobaan, itu bukan hi-dup."   Oey Yok Su manggut-manggut.   "Betul."   "Hidup ada batasnya, dari mana kita datang, di situlah akan kita pergi,"   Kata It Sok Taysu lagi. Oey Yok Su tertawa. "Ha ha! Taysu adalah seorang padri, namun masih belum bisa terlepas dari urusan kedunia-wian!"   It Sok Taysu tersenyum, lalu diam tidak ber-kata apa-apa lagi.   Oey Yok Su menatapnya, namun tidak bisa menyelami isi hati padri muda itu, oleh karena itu, dia pun diam.   Berselang sesaat, Oey Yok Su mengeluarkan sebatang suling.   Suling itu memancarkan cahaya kehijau-hijauan, ternyata suling giok.   Begitu melihatnya, It Sok Taysu tahu bahwa suling itu suling pusaka yang amat berharga.   "Oey Tosu, di tanganmu memegang suling giok.   mengapa tidak dibunyikan?"   Oey Yok Su tidak menyahut, melainkan lang-sung menaruh suling itu pada bibirnya, kemudiaa mulai meniup.   Si Racun Dari Barat Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Terdengarlah alunan suara suling yang amal merdu, namun benada sedih seakan menutur tentang penderitaan manusia.   It Sok Taysu mendengarkan dengan penuh perhatian, akhirnya dirinya pun tenggelam dalam alunan suara suling itu.   Di depan mata Oey Yok Su sepertinya muncul Pulau Tho Hoa To.   Ketika masih kecil, ayahnya sudah meninggal.   Dia hidup bersama ibunya dan beberapa pelayan di pulau itu.   Sejak kecil dia sudah belajar ilmu silat tingkat tinggi.   Dia pun tahu kepandaiannya amat tinggi, sulit mencari tandingannya di kolong langit.   Sebelumnya tak terpikirkan olehnya akan punya kawan, dan tak terpikirkan akan meninggalkan Pulau Tho Hoa To.   Setelah ibunya meninggal, dia hidup kesepian hampir sepuluh tahun di pulau tcrsebi Dalam sepuluh tahun itu, dia hanya memandang ombak dan meniup suling serta melatih ilmu silat yang dimilikinya.   Dia sudah menjadi jago tangguh yang jarang terdapat di kolong langit, namun dia terus berlatih, seakan hidupnya hanya untuk berlatih ilmu silat.   Dia pun sering berlatih ilmu ginkang di rimba bambu hijau, melesat ke sana ke mari di sana, bahkan juga berlatih ilmu Koan Hoa Kin Na Ciu, ilmu pedang dan ilmu lainnya.   Oleh karena itu, saat ini begitu meniup suling, terbayanglah Pulau Tho Hoa To tempat kediamannya itu.   Berselang beberapa saat, It Sok Taysu berkata dengan suara rendah.   "Oey Tocu, begitu banyak pikiranmu, itu bukan berniat satu, melainkan banyak pikiran."   "Taysu, entah aku di Tionggoan akan mela-kukan pekerjaan apa?"   Tanya Oey Yok Su. It Sok Taysu menatapnya. Di bawah sinar rembulan, Oey Yok Su tampak tampan dan gagah. Padri muda itu manggut-manggut seraya berkata. "Menurutku, Oey Tocu akan mengalami hal yang menggembirakan!"   Hati Oey Yok Su tergerak ketika It Sok Taysu mengatakannya akan mengalami hal yang meng-gembirakan, namun tidak tahu hal apa itu.   Oey Yok Su bersifat aneh, maka tidak mau bertanya, hanya memandang padri muda itu, seraya berkata.   "Taysu, mudah-mudahan begitu!"   It Sok Taysu tersenyum lembut. "Oey Tocu, apakah kau punya kegembiraan untuk bermain catur denganku?"   Saat ini walau sinar rembulan cukup terang, namun tetap tidak dapat melihat jelas segala apa yang ada di depan mata.Bagaimana mungkin ber-main catur dengan It Sok Taysu? Namun karena padri muda itu yang mengajak, maka Oey Yok Su bersedia melayaninya.   It Sok Taysu menggambar sebuah catur di permukaan tanah, lalu memandang Oey Yok Su.   "Silakan!"   It Sok Taysu dan Oey Yok Su sama-sama menjulurkan sebelah tangan ke atas, tahu-tahu tangan mereka telah menggenggam sesuatu benda, yang ternyata ranting pohon.   Mereka mulai bermain catur dengan potongan ranting itu.   Entah berapa lama kemudian, hari pun sudah mulai tampak terang, namun mereka berdua masih terus melanjutkan permainan itu.   Mendadak pengemis yang tidur itu mendusin.   Ketika melihat mereka berdua sedang bermain catur, dia berteriak.   "Apakah kalian berdua sudah gila? Tidak mau tidur hanya bercakap-cakap dan bermain catur! Huh! Sungguh bau!"   Oey Yok Su dan It Sok Taysu sedang serius bermain catur, maka sama sekali tidak meladeni pengemis itu.   Pengemis itu pun tidak menghiraukan sikap mereka.   Dia memandang kedua orang itu seraya berkata.   "Oh ya! Aku tahu hari ini di dapur istana terdapat hidangan lezat, kalian mau pergi menik-matinya?"   Oey Yok Su dan It Sok Taysu tetap serius bermain catur, sama sekali tidak menyahut.   Pengemis itu tampak gusar.   Dia membanting kaki seraya berteriak-teriak sekeras-kerasnya.   "Aneh bin ajaib! Di kolong langit masih ter-dapat orang yang begini macam? Ada hidangan lezat justru tidak mau pergi menikmatinya! Sung-guh aneh!"   Walau pengemis itu terus berteriak, tapi Oey Yok Su dan It Sok Taysu tetap tidak memper-dulikannya, hanya terus bermain catur dengan serius sekali.   Itu membuat pengemis tersebu bertambah gusar.   Dia membanting kaki lagi sambil berteriak.   "Aku akan mati saking gusar! Aku akan mati saking gusar ...!"   Mendadak dia menjulurkan tangannya mengacak susunan catur itu, lalu pergi dan terus berteriak-teriak. "Aku akan mati saking gusar! Akan mati saking gusar ...!"   Oey Yok Su memandang It Sok Taysu, ke-mudian bertanya "Taysu, semalam Taysu menyanyikan lagu yang bernada sedih, sebetulnya bermaksud apa?" It Sok Taysu tersenyum lalu menyahut. "Aku yakin Oey Tocu pasti paham."   Oey Yok Su manggut-manggut. It Sok Taysu bangkit berdiri, lalu memandang Oey Yok Su sambil berkata. "Oey Tocu, aku mau pergi, kita akan berjumpa kembali kelak."   Usai berkata, dia melesat pergi. Dalam sekejap dia sudah mencapai belasan depa tapi masih terdengar suara nyanyiannya. "Langit dan bumi tiada batas, manusia hidup berapa lama? Tak merasa duluan atau belakangan, pasti ada waktunya."   Setelah itu, tidak kelihatan bayangannya lagi.   Oey Yok Su tetap duduk di tempat.   Berselang sesaat barulah dia bangkit berdiri, sekaligus me-langkah pergi.   Oey Yok Su tinggal beberapa hari di kotaraja.   Hari ini dia datang di wisma Cui Fan, yang dulu merupakan tempat tinggal Li Su Su, wanita tuna susila yang amat terkenal.   Kaisar Song Wei Cong membuat terowongan rahasia menembus ke tempat itu untuk setiap waktu menemui Li Su Su.   Kini banyak orang berkunjung ke sana dan tempat itu pun sudah bertambah indah menakjubkan.   Oey Yok Su memandang wisma itu seraya membatin.   Kaisar Song Wei Cong merupakan kaisar yang hobi bersenang-senang, namun harus diakui bahwa kaisar itu amat pandai, sebab tulisannya sangat indah, begitu pula lukisannya.   Di saat Oey Yok Su berdiri termangu-mangu, justru terdengar suara orang menegurnya.   "Tuan, mengapa kau berdiri bengang-bengong sambil menghela nafas di sini?"   Suara teguran itu amat nyaring dan bertenaga, maka Oey Yok Su tahu yang menegurnya bukan orang biasa.   Dia segera menoleh.   Dilihatnya seorang ber-pakaian agak aneh.   Pakaiannya dibuat dari kulit yang tak sedap dipandang.   Orang itu terus menatap Oey Yok Su dengan mata tak berkedip.   Oey Yok Su tahu, orang itu bukan orang kota-raja.   Karena pernah bersitegang dengan orang kotaraja, maka begitu melihat orang itu bukan orang kotaraja, tidak heran dalam hati Oey Yok Su timbul kesan baik terhadapnya.   Oey Yok Su tersenyum, kemudian menyahut.   "Aku menghela nafas karena menyaksikan tu-lisan dan lukisan Kaisar Song Wei Cong.   Bukankah dia lebih baik menulis dan melukis daripada menjadi kaisar?"   "Ha ha!"   Orang itu tertawa.   "Kau anggap Song Wei C ong merupakan kaisar yang tak baik, namun baik dalam hal tulisan dan lukisan? Justru karena tidak bisa menjadi kaisar yang baik, maka dia berusaha baik dalam hal menulis dan melukis!"   Katanya.   Oey Yok Su tersentak mendengar ucapan orang itu.   Dia tidak menyangka orang itu akan menyahut begitu, membuktikan bahwa orang itu bukan orang sembarangan.   Dia pernah bertemu It Sok Taysu yang berkepandaian tinggi, dan luas pula pengetahuannya.   Hari ini bertemu orang tersebut, juga merupakan orang yang luar biasa.   Begitu meninggalkan Laut Tong Hai, dia sudah bertemu begitu banyak orang pandai, maka merasa dirinya sungguh merupakan katak dalam sumur.   Orang yang ada di depan matanya bukan hanya gagah, namun juga tampak angkuh.   Diam-diam Oey Yok Su merasa kagum padanya, lalu maju dua langkah seraya bertanya.   "Kau ke mari juga ingin melihat tulisan dan lukisan Kaisar Song Wei Cong itu?"   "Kira-kira begitulah.   Dia tidak bisa menjadi kaisar yang baik, namun aku tetap mengagumi tulisan dan lukisannya.   Kaum lelaki suka pelesiran, begitu pula seorang kaisar,"   Sahut orang itu.   Usai menyahut, orang itu lalu tertawa gelak, namun tawanya kedengaran agak cabul.   Oey Yok Su mengerutkan kening.   Saat itu dia baru tahu, bahwa orang itu tidak berhati lurus, pasti berasal dari golongan sesat.   Akan tetapi, Oey Yok Su justru tidak mempermasalahkan itu, sebab dia amat membenci orang yang berpura-pura berlaku sopan.   Namun Oey Yok Su juga melihat, orang itu pun bersifat jahat, kelak dia pasti membuat onar dalam rimba pesilatan Tionggoan, entah bagaimana ilmu silatnya? Setelah berpikir sejenak Oey Yok Su tertawa seraya berkata.   "Masuk akal apa yang kau ucapkan itu.   Boleh-kah aku tahu kau berasal dari mana, dan mau berbuat apa di kotaraja?"   "Aku berasal dari luar perbatasan, namaku Ouw Yang Hong, penduduk biasa di kaki Gunung Pek lho San di daerah See Hek (Bagian Barat Luar perbatasan Tionggoan),"   Sahut orang itu sambil tersenyum.   Hati Oey Yok Su tersentak mendengar orang itu berasal dari Gunung Pek Tho San di daerah See Hek.   Sebab di daerah See Hek terdapat semacam ilmu silat yang amat tinggi dan lihay, bahkan amat ganas pula.   Kaum rimba persilatan amat takut terhadap ilmu silat aliran See Hek, karena amat lihay dan ganas.   Apakah Ouw Yang Hong juga adalah jago tangguh dari daerah See Hek? Tanya Oey Yok Su dalam hati.   Kelihatannya Oey Yok Su ingin menjajal ke-pandaiannya, sebab begitu dia meninggalkan Laut Tong Hai baru tiba di kotaraja sudah bertemu It Sok Taysu yang berkepandaian tinggi, maka tahu di kolong langit masih terdapat jago tangguh lain-nya.   Oleh karena itu, dia pun tidak berani memandang remeh terhadap Ouw Yang Hong, sebaiknya ingin menjajal kepandaiannya.   Sedangkan Ouw Yang Hong sama sekali tidak tahu, bahwa dalam sekejap di hati Oey Yok Su telah timbul niat tersebut.   Oey Yok Su memandangnya, kemudian ter-senyum seraya berkata.   "Apa yang dikatakan Saudara Ouw Yang, sungguh sedap didengar.   Tapi...   apakah Saudara Ouw Yang juga sepertiku megunjungi wisma Cui Fan?"   Ouw Yang Hong menatapnya, lalu tertawa ge-lak dan berkata. "Kalua Anda tidak menganggap diriku kasar, aku senang sekali bersama Anda mengunjungi wisma Cui Fan ini."   Oey Yok Su manggut-manggut, kemudian me-reka berdua berjalan ke dalam wisma Cui Fan.   Betapa indahnya wisma tersebut, bahkan di sana terdapat pula berbagai macam benda antik, per-hiasan wanita dan lain sebagainya.   Menyaksikan semua itu, Ouw Yang Hong menghela nafas sambil berkata sekeras-kerasnya.   "Jadi orang kalau bisa seperti Kaisar Song Wei Cong, mati pun tidak akan menyesal!"   Para pengunjung lain tampak tertegun ketika mendengar perkataan Ouw Yang Hong.   Karena pandangan mereka berbeda dengan Ouw Yang Hong.   Mereka mencela Kaisar Song Wei Cong hanya tahu bersenang-senang, maka mempunyai wanita simpanan bernama Li Su Su.   Pada hal kaisar sudah mempunyai begitu banyak selir yang cantik jelita, tapi masih ada main di luar.   Memang tidak salah, bunga liar yang di luar lebih harum dari bunga yang ada di dalam rumah.   Karena kaisar hanya bersenang-senang, sehingga kerajaan Song harus diserahkan sebagian kepada bangsa Kim.   Karena itu, para pengunjung lain memandang Ouw Yang Hong dengan penuh kebencian.   Namun Ouw Yang Hong tidak merasakan itu masih tertawa seraya berkata.   "Saudara Oey, lihatlah! Kalau kau menjadi kaisar, juga harus seperti Song Wei Cong, ber-senang-senang setiap hari! Betul kan? Kita tidak boleh seperti kaisar yang bloon, cuma bangun tidur dan membaca laporan, itu tiada artinya sama sekali! Ya, kan?"   Oey Yok Su yang bersifat aneh itu, ketika mendengar Ouw Yang Hong berkata begitu dalam hatinya merasa gembira sekali.   "Ouw Yang Hong ini pasti tergolong orang luar biasa! Kalau tidak bagaimana mungkin dia berani berkata demikian di tempat ini? Namun bagaimana kepandaiannya aku harus menjajalnya,"   Katanya dalam hati. Kemudian dia tertawa, sambil memandang Ouw Yang Hong. "Ha ha ha! Pengetahuan Saudara Ouw Yang amat luas, aku sungguh kagum dan salut!"   Usai berkata begitu, dia mendekati Ouw Yang Hong, kemudian mendadak bersandar di badannya sambil mengerahkan Iwee kang.   Sudah barang tentu Iwee kang yang dikerah-kannya itu menerjang Ouw Yang Hong.   Karena tidak berjaga-jaga, maka Ouw Yang Hong terpen-tal beberapa langkah.   "Saudara Oey, mengapa kau mendorongku?"   Teriaknya.   Oey Yok Su tertawa dalam hati dan membatin, ternyata Ouw Yang Hong tidak memiliki kepan-daian apa-apa.   Karena ketika Oey Yok Su me-ngerahkan Iwee kangnya, tidak mendapat perla-wanan dari Iwee kang Ouw Yang Hong, itu pertanda Ouw Yang Hong tidak memiliki kepandaian tinggi.   Si Racun Dari Barat Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Akan tetapi, mendadak Ouw Yang Hong me-natapnya dengan tajam.   "Aku lihat, kali ini Saudara Oey hukan tak kuat berdiri kan?"   Tanyanya. Tersentak Oey Yok Su, segera menyahut. "Maaf! Aku ... aku saking terpesona akan benda-benda di sini, sehingga kakiku terpeleset. Harap Saudara Ouw Yang jangan menyalahkan-ku!"   Ouw Yang Hong masih menatapnya sejenak, namun tidak berkata apa-apa lagi.   Seusai mengunjungi wisma Cui Fan, mereka berdua lalu mampir di sebuah rumah makan Hui Jin Lou, artinya para tamu yang makan di situ, semuanya terdiri dari orang pandai, tidak ada tamu yang bloon.   Begitu Oey Yok Su dan Ouw Yang Hong me-masuki rumah makan itu, seketika juga mereka tertawa gelak.   Ternyata para tamu sudah dalam keadaan mabuk tidak karuan, bahkan di antaranya ada yang tergeletak di lantai.   Di sebuah meja, tampak beberapa orang masih terus meneguk arak, kemudian salah seorang dari mereka berkata.   "Seekor katak punya satu mulut, dua buah mata, empat buah kaki.   Plum! Katak itu meloncat ke dalam air.   Dua ekor katak punya dua mulut, empat buah mata, delapan buah kaki.   Pium! Dua ekor katak itu meloncat ke dalam air.   Tiga ekor katak punya tiga mulut, eh? Tiga ekor katak punya berapa mata?"   Teman-temannya menyahut ngawur, sebab mereka sudah mabuk berat.   Ada yang menyahut tiga ekor katak punya lima buah mata, mengapa cuma lima buah mata? Karena salah seekor buta sebelah matanya.   Salah seorang berkata dengan suara parau.   Matanya pun setengah terpejam seakan ingin tidur.   "Salah! Tiga ekor katak harus punya tujuh buah mata! Kalau tidak percaya silakan lihat..."   Orang itu memperlihatkan telapak tangannya, kemudian menghitung-hitung jari tangannya, na-mun hitungannya salah semua.   Oey Yok Su dan Ouw Yang Hong tertawa terpingkal-pingkal, kemudian Oey Yok Su memandang mereka seraya berkata.   "Sungguh merupakan setan mabuk, bagaimana disebut Hui Jin (Orang Pandai)?"   Orang-orang yang sedang mabuk itu, merasa tersinggung oleh ucapan Oey Yok Su dan mereka langsung membentak. "Siapa kalian? Kami bukan orang pandai, apa-kah kalian berdua orang pandai?"    Golok Sakti Karya Chin Yung Pendekar Bego Karya Can Pedang Karat Pena Beraksara Karya Tjan ID

Cari Blog Ini