Pendekar Pemanah Rajawali 19
Pendekar Pemanah Rajawali Karya Jin Yong Bagian 19
Pendekar Pemanah Rajawali Karya dari Jin Yong Mereka kaget akan dengar teriakannya Kwee Ceng. Empat yang lainnya turut heran juga. Merekanjuga lantas mengawasi, hingga mereka dapat lihat dengan tegas. Bwee Tiauw Hong si Mayat Besi telah bersilat dengan cambuknya, dia sepertinya duduk bersilat di pundaknya Kwee Ceng. Rupanya bocah itu berada dibawah pengaruh orang. Karena ini tanpa bersangsi lagi, Han Siauw Eng maju menyerang si Mayat Besi yang ia sangat benci itu, sedang Coan Kim Hoat maju untuk menolongi muridnya. Pheng Lian Houw semua heran atas datangnya enam orang itu, apapula mereka itu lantas menyerang Auwyang Kongcu, menyerang si Mayat Besi juga. Lian Houw lantas menggulingkan tubuh, akan keluar dari gelangan. Kemudian ia berteriak. "Semua berhenti! Aku hendak bicara!" Teriakannya nyaring sekali, menulikan telinga. Nio Cu Ong bersama See Thong Thian mendahulukan mundur. Kwa Tin Ok, yang dengar teriakan hebat itu, percaya yang orang adalah orang lihay, maka ia pun teriaki saudara-saudaranya. "Shatee dan citmoay, tahan dulu!" Dua saudara itu menurut, begitupun yang lainnya, mereka semua mundur. Tiauw Hong pun sudah berhenti bersilat, ia hanya bernapas memburu. Oey Yong sudha lantas menghampirkan murid ayahnya itu. "Kali ini kau telah berjasa!" Katanya. Tapi kepada Kwee Ceng ia memberi tanda dengan gerakan tangan, agar sahabatnya itu melemparkan tubuh orang. Kwee Ceng mengerti, untuk simpangi perhatian si Mayat Besi, ia memberi keterangan atas pertanyaan orang tadi. Akhirnya ia berkata. "Nah, kau ingatlah baik-baik!" Berbareng dengan itu, dengan mengerahkan tenaga, ia melemparkan tubuh si nyonya sampai jauhnya setombak lebih, ia sendiri segera lompat mundur. Hanya, belum lagi ia menaruh kaki di tanah, cambuk perak yang bergemerlapan sudah lantas menyambar kepadanya. Cambuk itu ada banyak gaetannya. "Celaka!" Teriak Han Po Kie, yang menyaksikan bahaya mengancam muridnya. Tanpa ayal lagi ia menyerang dengan Kim-liong-pian, cambuknya, si Naga Emas. Maka kedua cambuk itu beradu keras. Ia kaget, telapakan tangannya sakit. Cambuknya itu terlepas, terlibat dan tertarik sama cambuknya Bwee Tiauw Hong. Ia menyerang Kwee Ceng begitu lekas ia dapatkan tubuhnya dilemparkan. Ketika ia jatuh ke tanah, lebih dahulu ia menampa dengan tangannya, habis itu ia duduk dengan hati-hati. Ia ketahui datangnya Kanglam Liok Koay begitu lekas ia dengar suaranya Kwa Tin Ok. Ia mendongkol berbareng khawatir. Ia pikir. "Aku cari mereka ke mana-mana, hari ini mereka mengantarkan diri. Coba hari bukannya hari ini, pasti aku bersyukur sangat kepada Langit dan Bumi. Sekarang ini aku lagi dikurung oleh musuh, aku hampir tidak dapat bertahan, jikalau aku mesti tambah musuh dalam dirinya Tujuh Manusia Aneh ini, pastilah aku bakal binasa." Ia lantas mengertak gigi. Ia lantas mengambil keputusan. "Nio Lao Koay beramai tak ada permusuhannya dengan aku, maka hari ini baiklah aku terbinasa bersama-sama dengan Cit Koay saja!" Ia cekal keras cambuknya, ia memasang kuping, akan dengari gerak-geriknya Cit Koay itu. Ia tahu orang muncul yang berenam, ia heran. "Dari Cit Koay cuma muncul yang enam, entah yang satunya lagi bersembunyi di mana?" Ia tidak tahu yang Siauw Bie To Thio A Seng telah terbinasa di tangan suaminya. Liok Koay bersama rombongannya Nio Cu Ong berdiam semua, mereka pun memernahkan diri di jarak tujuh tombak dari wanita kosen itu yang cambuknya sangat lihay. "Anak Ceng, kenapa mereka itu bertempur?" Cu Cong berbisik kepada muridnya. "Kua sendiri, mengapa kau bantui perempuan siluman itu?" "Mereka hendak membunuh aku, dia menolongi," Jawab Kwee Ceng. Biauw Ciu Sie-seng heran. "Aku minta kau memberitahukan nama kamu?!" Nio Cu Ong menegur Kanglam Liok Koay. "Tengah malam buta, kau lancang masuk ke dalam istana, kamu hendak berbuat apa?" "Aku she Kwa," Menyahut Tin Ok. "Kami bersaudara bertujuh orang. Orang Kangouw menyebut kami Kanglam Cit Koay." "Oh, Kanglam Cit Koay!" Kata Pheng Lian Houw. "Sudah lama aku mengagumi nama kamu!" See Thong Thian tapinya berteriak. "Bagus! Cit Koay telah datang sendiri! Aku orang she See hendak belajar kenal, untuk melihat Cit Koay yang namanya demikian besar, kepandaiannya sebenarnya bagaimana!" Thong Thian gusar karena ia ingat penghinaan yang diterima empat muridnya. Ia lantas lompat ke depannya Pheng Lian Houw. Auwyang Kongcu berdiam sambil bersiap. Ia bermusuh dengan Liok Koay dan Bwee Tiauw Hong, yang satu merusak usahanya, yang lainnya membinasakan muridnya atau gundiknya tersayang. Inilah ketikanya untuk turun tangan. See Thong Thian maju sambil mengawasi keenam Manusia Aneh itu. Ia dapatkan Kwa Tin Ok bercacat mata dan kakinya, Han Siauw Eng satu nona yang manis, Coan Kim Hoat kurus kering, Han Po Kie kate dampak dan gemuk, sedang Cu Cong lemah lembut bukan seperti orang Rimba Persilatan. Cuma Lam San Ciauw-cu Lam Hie Jin, yang romannya gagah. Karena itu, segera ia serang si Tukang Kayu dari gunung Lam San itu. Lam Hie Jin menancap pikulannya, tanpa bersuara, ia menangkis serangan. Ia lihay akan tetapi baru beberapa jurus, tahulah ia bahwa ia bukannya tandingan musuh she See itu. Karena ini, Han Siauw Eng lantas maju dengan pedangnya dan Coan Kim Hoat dengan dacinnya. Pheng Lian Houw tidak berdiam saja melihat kawannya dikerubuti, sambil berseru keras, ia lompat maju akan rintangi Coan Kim Hoat, yang senjatanya yang luar biasa itu hendak dirampasnya. Tapi Kim Hoat lihay, gerakannya aneh, ia serangn musuh ini hingga si musuh kaget dan mesti berkelit dengan lompatan jungkir balik "Ular naga membalik tubuh." "Eh, senjata apa senjata kau ini?" Dia tanya, heran, sesudah berkelit ke kiri dan ke kanan. "Ini toh barang yang diperantikan menimbang di pasar tetapi kau pakai untuk menyerang orang!" Coan Kim Hoat mendongkol dan menyahut. "Dacin ini untuk menimbang kau, babi!" Lian Houw murka dikatakan babi, lantas ia menyerang dengan hebat, hingga ia membikin Kim Hoat terdesak. Meyaksikan saudara keenamnya itu kewalahan, Han Po Kie berlompat maju. Cambuknya kena dirampas Bwee Tiauw Hong tetapi ia punyakan kepalannya. SeeThong Thian dan Pheng Lian Houw benar lihay, walaupun mereka dikepung, mereka masih menang diatas angin. Karena ini, Kwa Tin Ok dan Cu Cong lantas maju, untuk membantui saudara-saudaranya itu, dengan begitu, mereka jadi bertempur dalam dua rombongan dengan masing-masing tiga lawan satu. Kali ini pihak Liok Koay yang menang di atas angin. Pertempuran di antara Oey Yong dan Hauw Thong Hay juga berjalan dengan seru. Sebenarnya Thong Hay lebih lihay terapi ia kalha gesit dan ia pun jeri untuk beju lapis si nona, dari itu tidak berani ia menghajar tubuh orang. Karena ini Oey Yong yang dapat mendesak, hingga lawannya itu main mundur. Auwyang Kongcu telah memasang mata, ia ketahui pihaknya keteter, maka ia lantas mengambil keputusan. "Baiklah aku binasakan dulu ini beberapa manusia jahat. Si wanita siluman, biar bagaimana tidak nanti ia dapat kabur, dia boleh dibereskan belakangan" Segera ia lompat ke sampingnya Kwa Tin Ok. Ia bergerak dengan jurus "Sekejap seribu lie" Dari ilmu silatnya Sin To Soat-san-ciang. Ia pun lantas membentak. "Kamu usilan, bangsat buta, maka kau rasailah lihaynya kongcumu!" Lalu tangannya kanannya meninju. Kwa Tin Ok mendengar suara angin di kanan, ia menangkis dengan ujung tongkatnya, tetapi ia kebogehan, sebab serangan datang dalam rupa tangan kiri lawan. Ia lantas saja berkelit denagn mendak, berbareng dengan mana, ia menyerang pula dengan jurusnya "Arhat menunjuk pengaruh". Auwyang Kongcu menyingkir dari serangan itu, tetapi ia bukannya menyingkir untuk berlari, hanya ia lompat kepada Lam Hie Jin, yang ia terus serang, hingga Hie Jin terkejut dan mesti berbalik akan melayani. Melayani Hie Jin pun Auwyang Kongcu pun tidak mau mengulur tempo, ia lantas tinggalkan musuh ini, untuk menyerang yang lain. Begitu ia berkelahi, hingga ia menempur Liok Koay dengan bergantian. Maka teranglah, ia tengah mengganggu musuh-musuhnya itu, hingga Pheng Lian Houw dan See Thong Thian jadi dapat bernapas. Suasana kembali terbalik, Liok Koay yang mulai keteter pula. Nio Cu Ong sementara itu terus memasang matanya terhadap Kwee Ceng, maka tempo ia menginsyafi aksinya Auwyang Kongcu itu, ia lantas lompat kepada bocah itu sambil ulur tangannya, ia menjambret dengan kedua tangannya. Kwee Ceng bukan tandingan jago ini, dalam beberapa jurus saja ia sudah terdesak, malah lekas juga dadanya kena dicengkram. Dengan tangan kanannya, Cu Ong menjambak ke arah perut, untuk membikin pecah perut orang, supaya ia bisa menghisap darah anak muda itu. Dalam saat berbahaya itu, Kwee Ceng membela diri. Ia mengkeratkan perutnya, hingga terdengar suara robek dari bajunya, hingga belasan bungkusan obatnya kena disambar musuh. Nio Cu Ong dapat mencium bau obat, ia masuki semua bungkusan itu ke dalam sakunya, setelah mana kembali ia menjambak. Kwee Ceng berontak sekuat-kuatnya, ia dapat meloloskan diri, terus ia lari ke arah Bwee Tiauw Hong sambil berteriak. "Tolongi aku!" Girang Tiauw Hong mendengar suara orang. Ia memang ingin meminta beberapa keterangan pula kepada anak muda itu. "Kau peluki aku! Jangan takuti Lao Kaoy!" Ia menyahuti. Kwee Ceng tahu, satu kali ia peluk wanita itu, ia tidak bakal lolos pula, karena itu, ia tidak berani menghampirkan, ia hanya lari berputaran dekat, di sekitarnya. Nio Cu Ong memburu, hingga ia memasuki kalangan smabaran cambuknya si wanita kosen, sembari mengejar, ia waspada terhadap nyonya itu terutama terhadap cambuknya. Bwee Tiauw Hong sendiri memperhatikan suaranya Kwee Ceng, gerak-geriknya, maka juga mendadak saja ia geraki cambuknya, untuk merabu kakai si anak muda! Oey Yong melayani Hauw Thong Hay dengan selalu memperhatikan Kwee Ceng. Ia terkejut ketika Kwee Ceng kena dijambret Nio Cu Ong, untuk menolongi, sudah tidak keburu lagi. Sekarang ia melihat kawannya terancam cambuknya Tiauw Hong, ia dapat menolong, maka dengan meninggalkan Thong Hay, ia lompat ke arah cambuk! Ia tidak takuti cambuk itu, meskipun ia tahu, kecuali ayahnya, sukar dicari orag yang bisa mengalahkannya. Ia pun bukannya hendak menangkis, hanya ia berlompat ke atas cambuk di mana ia menggulingkan tubuhnya. Kwee Ceng tertolong dari bahaya tetapi sekarang Oey Yong yang kena kelibat cambuk itu, yang terus ditarik Bwee Tiauw Hong. Atas itu Oey Yong lanats berseru. "Bwee Jiak Hoak, beranikah kau melukai aku?!" Kaget Tiauw Hong mengenali suaranya Oey Yong, hingga ia memandikan peluh dingin. Dia pun berpikir. "Cambukku banyak gaetannya, sekarang aku lukai budak ini, bagaimana suhu dapat mengampunkan aku? Tapi sudah terlanjur, baiklah aku habiskan dia dulu!" Maka dia terus menarik, hingga ia dapat cekal tubuh si nona, untuk diletaki di tanah. Ia percaya tubuh si nona itu sudah tercengkeram pelbagai gaetan cambuknya. Justru itu Oey Yong tertawa geli. Ia memakai lapisan joan-wie-kah, tubuhnya tidak terluka, melainkan baju luarnya dan dalamnya pada robek. Dengan jenaka ia berkata. "Kau merusaki pakaianku, aku minta ganti!" Tiauw Hong melongo. Dari suaranya orang, ia dapat tahu nona itu tidak kesakitan. Dengan tiba-tiba ia ingat, maka katanya dalam hatinya. "Ah, tentu saja baju lapis berduri dari suhu telah diberikan padanya!" Ia lantas menyahuti. "Ya, encimu ini yang salah, nanti aku pasti mengganti bajumu ini" Oey Yong lantas menggapai pada Kwee Ceng. Pendekar Pemanah Rajawali Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Anak muda itu menghampirkan, ia berdiri jauhnya tujuh atau delapan kaki dari Tiauw Hong. Sekarang ia tidak dihampirkan oleh Nio Cu Ong, yang jeri kepada cambuknya si wanita lihay itu. Kanglam Liok Koay sekarang berkelahi dengan mengumpulkan diri, belakang dengan belakang, denagn begitu mereka dapat melayani See Thong Thian, Pheng Lian Houw, Hauw Thong Hay dan Auwyang Kongcu berempat. Thong Hay ditinggalkan Oey Yong, ia lantas membantui kawannya itu. Inilah cara berkelahi yang Liok Koay baru pahamkan dan melatih selama mereka berdiam di gurun pasir. Dengan begitu, mereka tidak usah repot-repot menjagai punggung mereka. Meski begini, mereka keteter juga. Han Po Kie terluka pundaknya, ia berkelahi terus. ia takut keluar dari kalangan, khawatir nanti benteng perlawanannya itu menjadi dobol. Ia berkelahi sambil menggertak gigi, sebab Pheng Lian Houw yang lihay sudah cecar padanya. Kwee ceng lihat gurunya yang nomor tiga itu terancam bahaya, melupakan segala apa, ia lari menghampirkan, terus ia serang bebokongnya Pheng Lian Houw dengan jurusnya. "Membuka mega untuk menolak rembulan." "Hm!" Pheng Lian Houw mengasih dengar suara si hidung. Ia berkelit, lantas ia memutar tubuh untuk membalas menyerang. Justru itu terlihat muncul dari gombolan pohon bunga, sambil berlari-lari mendatangi, dia berseru. "Semua suhu, ayahku ada urusan penting untuk mana ia minta bantuan kamu! Lekas!" Orang itu mengenakan kopiah emas, kopiahnya miring. Ialah siauw-ongya Wanyen Kang, si pangeran muda. Pheng Lian Houw semua menjadi bingung. Masing-masing mereka lantas berpikir. "Ongya adalah yang mengundang kami semua, sekarang dia ada punya urusan penting, cara bagaimana aku tidak pergi membantu dia?" Karena ini, mereka lantas lompat mundur, keluar dari gelanggang. "Ibuku telah dibawa buron penjahat," Wanyen Kang beritahu dengan perlahan. "Ayah minta semua suhu membantu mencari, untuk menolongi. Tidak nanti kami berani melupakan budi suhu semua!" Pangeran ini datang secara kesusu, malampun gelap, ia tidak dapat melihat Bwee Tiauw Hong, yang numprah di tanah. "Onghui telah orang bawa lari, inilah hebat!" Pikir Lian Houw semua. "Kalau begitu, apa perlunya kami berdiam di dalam istana?" Mereka juga menduga. "Pasti Liok Koay ini lagi menjalankan siasat memancing harimau turun dari gunung, untuk melibat kami semua. dilain pihak, kawannya pergi menculik onghui!" Karena ini tanpa sangsi lagi, mereka lari mengikuti Wanyen Kang, mereka meninggalkan musuh-musuh mereka. Nio Cu Ong berlari paling belakang, ia pergi dengan perasaan sangta tidak puas. Ia ingat Kwee Ceng darah siapa ia belum sempat hisap. Justru itu, Kwee Ceng teriakin dia. "Eh, kau pulangi obatku!" Dalam sengitnya, ia menimpuk dengan senjata rahasianya, yaitu paku Cu-ngo Touw-kut-teng. Cu Cong lompat maju, dengan kipasnya ia sampok paku itu, sesudah jatuh ia pungut, terus dibawa ke hidungnya, untuk dicium. "Oh, paku beracun Cu-ngo Touw-kut-teng! Inilah paku yang asal menemui darah lantas menutup tenggorakan orang hingga orang mati seketika!" Nio Cu Ong tercengang mengetahui orang kenal pakunya itu. "Apa?" Dia menanya seraya ia merandak, tubuhnya pun diputar. Cu Cong lari menghampirkan, dengan tangan kirinya ia angsurkan paku itu. "Ini , aku kembalikan pada kau, tuan!" Katanya sembari tertawa. Cu Ong pun ulur tangannya untuk menyambuti. Ia tidak jeri karena ia tahu orang kalah daripadanya. Cu Cong dapat lihat ujung baju orang penuh rumput dan debu, ia gunai tangan bajunya untuk menyapu itu. "Siapa kesudian kau mengambil hatiku?!" Cu Ong membentak, terus ia putar tubuhnya untuk berlalu. Kwee Ceng menjadi masgul sekali. "Dengan begitu saja kita pulang" Katanya menyesal. Satu malaman ia menumpuh bahaya, kesudahannya obat tak didapatkan juga. Untuk menggunai kekerasan, harapannya tidak ada. "Mari kita pulang!" Mengajak Tin Ok selagi muridnya ragu-ragu. Ia pun mendahului lompat ke tembok, maka lima saudaranya lantas menyusul. "Bagaimana dia, toako?" Han Siauw Eng tanya sambil ia menunjuk Tiauw Hong. "Kita telah memberikan janji kepada Ma Totiang, biar kita mengasih ampun padanya," Sahut kakak tertua itu. Oey Yong tertawa haha-hihi, ia tidak memberi hormat kepada Liok Koay. Ketika ia pun lompat ke tembok, ia naik ke ujung lainnya. "Adik kecil, mana suhu?" Tiauw Hong tanya nona itu. "Ayahku?" Balik tanya Oey Yong masih tertawa. "Tentu sekali ayah berada di pulau Thoa Hoa To! Tidak pernah ayah meninggalkan rumah! Ada apa kau menanyakannya?" Tiauw Hong menjadi sangat gusar, hingga napasnya memburu. Ia tahu ia tidak bisa berbuat apa-apa. Setelah berhenti sejenak, ia kata pula. "Kau toh yang membilangnya kalau suhu datang ke mari!" Oey Yong tertawa pula. "Tanpa aku dustakan kau, mana kau mau lepaskan dia?" Dengan "dia" Ia maksudkan Kwee Ceng. Tiauw Hong murka bukan kepalang, dengan kedua tangannya ia menekan tanah, lantas saja ia bangkit berdiri, lalu dengan tindakan terhuyung-huyung, ia menubruk kepada si nona. Ia telah keliru menyakinkannya ilmu silat dala, akibatnya kedua kakinya mati, dan makin ia memaksakan diri, makin pendek napasnya. Tapi kali ini, ia lupa segalanya. Oey Yong terkejut, lekas ia lompat turun ke lain sebelah, untuk lari menghilang. Tiba-tiba Tiauw Hong sadar. "Eh, mengapa aku bisa jalan?" Tanyanya pada diri sendiri. Justru ia sadar, habis ia menanya, mendadak ia roboh pula, kedua kakinya lemas dan kaku. Ia pun pingsan. Gampang sekali kalau Liok Koay hendak merampas jiwa orang akan tetapi untuk menepati janji kepada Ma Giok, mereka tidak mau turun tangan, maka itu mereka berlalu dengan terus. Mereka ajak Kwee Ceng bersama. "Eh, anak Ceng, kenapa kau berada disini?" Kemudian Han Siauw Eng menanya. Kwee Ceng menjawab guru ini dengan tuturkan semua pengalamannya, sampai ia berikhtiar untuk menolongi Ong Cie It. "Kalau begitu, mari kita tolongi Ong Totiang!" Cu Cong mengajak. Bab 23. Bisa Lawan Bisa Yo Tiat Sim girang bukan main dapat menemukan istrinya, malah ia dapat menolongi juga, dari itu ia pondong erat-erat istrinya itu ketika ia lari keluar dengan melompati tembok istana. Di bawah tembok, Liam Cu menantikan ayahnya dengan pikiran tegang. Ia tidak sabaran dan cemas juga. Ia heran ketika ia lihat ayahnya kembali dengan memondong seorang wanita. "Ayah, siapa ini?" Ia lantas tanya. "Inlah ibumu!" Sahut ayah itu. "Mari lekas kita menyingkir!" Liam Cu kaget dan heran. "Ibuku?" Ia menegasi. "Perlahan!" Tiat Sim mengasih ingat. "Sebentar kita bicara." Ia sudah lantas lari. Kira-kira serintasan, Pauw Sek Yok tersadar. Ketik aitu fajar sudah menyingsing, di antara cahaya pagi remang-remang, ia lihat orang yang memondongnya, ialah suami yang ia buat pikiran siang dan malam. Ia heran hingga ia menyangka ia sedang bermimpi. Ia ulur tangannya, akan meraba muka suaminya. "Toako, apakah aku juga sudah mati?" Ia tanya. Ia percaya suaminya itu sudah meninggal dunia. Tiat Sim girang hingga ia mengucurkan air mata. "Kita tidak kurang suatu apa." Sahutnya halus. Ia berhenti dengna tiba-tiba sebab kupingnya segera dengar suara berisik berupa teriakan-teriakan dan melihat cahaya terang dari banyak obor. Satu barisan serdadu sedang lari mendatangi. Ia dengar nyata. "Jangan kasih lolos penjahat yang menculik onghui!" Tiat Sim menjadi kecil hatinya. Ia melihat kesekelilingnya, ia tidak dapatkan tempat untuk menyembunyikan diri. Di dalam hatinya ia kata. Thian mengasihani aku hingga hari ini aku dapat bertemu sama istriku kembali, kalau sekarang akan terbinasa, tak usah aku menyesal!" Lantas ia kata pada anaknya. "Liam Cu, anakku, kau peluklah ibumu!" Sejenak itu terbayanglah di matanya Pauw Sek Yok pengalamannya delapan belas tahun yang lampau, pada peristiwa di dusun Gu-kee-cun di kota Lim-an, di kampung halamannya itu. Ia dipondong oleh suaminya dan dibawa lari sekuat-kuatnya, di dalam gelap petang mereka dikejar tentara. Delapanbelas tahun lamanya mereka telah berpisah, ia berduka dan terhina saking terpaksa, atau sekarang, baru saja ia bertemu kembali dengan suaminya, peristiwa dahulu bakal terulang pula. Maka ia rangkul leher suaminya, tidak mau ia melepaskannya. Menampak tentara pengejar datang semakin dekat, Yo Tiat Sim menjadi nekat. daripada terhina ia rela terbinasa dalam pertempuran. Dari itu ia paksa melepaskan rangkulan istrinyaitu yang ia serahkan kepada anak gadisnya. Ia lantas lari memapaki tentara pengejarnya. Dalam dua tiga gebark saja, ia telah dapat merampas sebatang tobak. Senjata ini membangunkan semangatnya, ia bagaikan harimau tumbuh sayap. Opsir yang memimpin pasukan itu bernama Thung Couw Tek, dia kena ditusuk pahanya hingga ia terjungkal dari kudanya, atas mana tentaranya lantas kabur serabutan. Tanpa pemimpinnya, mereka ketakutan. Lega juga hatinya Tiat Sim yang mengathui pasukan itu tidak dipimpin oleh opsir yang kosen, ia pun menyesal yang ia tidak sempat merampas kuda musuh. Tidak ayal lagi, ia ajak istri dan anaknya lari terus. Setelah terang tanah, Pauw Sek Yok dapatkan suaminya berdarah di sana sini. Ia menjadi kaget sekali. "Kau terluka?" Ia tanya. Di tanya begitu, tiba-tiba saja Tiat Sim merasakan sakit pada belakang telapakan tangannya. baru sekarang ia ingat tadi ia telah dismabar sepuluh jari tangannya Wanyen Kang, hingga tangannya itu mengeluarkan darah, karena repot melarikan diri, ia tidak rasai itu, ia lupa pada sakitnya. Sekarang ia pun merasakan kedua lengannya sakit dan sukar digeraki. Pauw Sek Yok lantas balut tangan suaminya itu. Hampir itu wkatu kembali terdengar suara sangat berisik, lalu terlihat debu mengepul baik dan mengulak. Itulah tandanya satu pasukan besar lagi mendatangi. Pendekar Pemanah Rajawali Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Sudahlah, tak usah dibalut.!" Kata Tiat Sim sambil menyeringai. Ia lantas menoleh kepada gadisnya dan kata. Anak, kau menyingkirlah seorang diri! Ibumu dan aku akan berdiam disini." Liam Cu tidak menangis, hatinya tegang sekali. Ia menginsyafi bahaya, tapi ia menajadi tenang. Ia angkat kepalany. "Biarlah kita bertiga mati bersama!" Katanya gagah. Sek Yok heran, ia mengawasi nona itu. "Diadia mengapa adalah anak kita?" Dia tanya. Tiat Sim hendak menjadwab istrinya tetapi ia daptakan tentara itu sudah semakin mendekat, justru itu, dilain jurusan ia melihat datangnya dua imam yang satu berkumis dan rambutnya ubanan, wajahnya sangat berwales asih, yang lain kumisnya abu-abu, sikapnya gagah, dibelakangnya tergendol sebatang pedang. Melihat mereka itu, Yo Tiat Sim tercengang, lantas ia sadar. Dalam kegirangan sangat, ia berseru menyapa salha satu imam itu. "Khu Totiang, hari ini kembali aku bertemu denganmu!" Imam itu memang Tiang Cun Cu Khu Cie Kee serta saudara seperguruannya, Tan Yang Cu Ma Giok. Mereka hendak menempati janji dengan Giok Yang Cu Ong Cie It, akan bertemu di kota raja, guna membicarakan urusan pibu dengan pihak Kanglam Liok Koay. berdua mereka datang dengan terburu-buru, di luar dugaan, di sini mereka bertemu dengan Yo Tiat Sim suami-istri. Khu Cie Kee telah sempurna Iweekangnya, maka sekalipun telah bertambah delapan belas tahun umurnya, wajahnya tetapi seperti dahulu hari itu, cuma rambutnya yang berubah. Karena itu ia tidak lantas mengenal waktu ia dipanggil dan melihat Tiat Sim, hingga ia mengawasi saja. Tiat Sim bisa menduga orang lupa padanya, ia berkata. "Apakah totiang masih ingat peristiwa delapan belas tahun yang lampau di dusun Gu-kee-cun di Liman, tatkala selagi kita minum arak kita menumpas musuh?" "Jadinya tuan.!" Menegaskan imam itu. "Aku yang rendah ialah Yo Tiat Sim," Tiat Sim berkata cepat. "Semoga totiang tidak kurang suatu apa." Habis berkata, orang she Yo itu lantas menjatuhkan diri berlutut di depan orang suci itu. Tiang Cun Cu lekas membalas hormat, tetapi ia tetap ragu-ragu. Setelah hampir duapuluh tahun, disebabkan penderitaannya, Tiat Sim berubah roman dan suaranya juga. Orang she Yo ini bisa mengerti kesangsiannya si imam. Di lain pihak hatinya tegang melihat tentara pengejar telah mendatangi semakin dekat. Mendadak saja ia geraki tombaknya dan menikam imam itu dengan tipu tombaknya. Ia pun berseru. "Khu Totiang, kau telah melupakan aku tetapi kau tentu tidak dapat melupakan ini ilmu tombak dari keluarga Yo!" Tiang Cun Cu terkejut tetapi ia mundur. Ia lantas mengenali ilmu tombaknya Keluarga Yo itu, maka sekarang ia ingat ebtul peristiwa delapanbelas tahun dulu ketika ia mencoba ilmu silat orang. Ia menjadi girang bercampur terharu dapat bertemu sama kenalan lama ini. "Oh, Yo Laotee!" Katanya. "Kau masih hidup.!" Tiat Sim tarik pulang tombaknya. Ia tidak sahuti imam itu, hanya lantas ia kata. "Totiang, tolongilah aku!" Imam itu bisa mengerti keadaan orang. Ia menoleh ke arah tentara pengajar. Lantas ia tertawa. "Suheng, hari ini kembali aku mesti membuka pantangan membunuh!" Katanya, kepada saudara seperguruannya. "Aku harap kau tidak gusari aku!" Ma Giok mengerti, ia menjawab. "Kurangilah pembunuhan! Gertak saja meraka itu!" Khu Cie Kee tertawa nyaring dan lama, lantas ia maju ke arah tentara itu, yang sudah lantas sampai, malah mendapatkan dia menghalang-halangi, mereka itu terus menerjang dengan begis. Dengan hanya mementang kedua tangannya, ia lantas menarik roboh dua serdadu berkuda itu, tubuh siapa terus ia timpuki ke serdadu yang lainnya yang lagi mendatangi. Maka lagi dua serdadu roboh pingsan. Luar biasa sebatnya imam ini, dengan cara itu ia robohkan lagi delapan serdadu, delapan-delapannya ia timpuki bergantian kepada kawan mereka, maka lagi-lagi ada delapan serdadu yang terguling. Kejadian ini membikin kaget serdadu-serdadu yang lainnya, mereka lantas putar kuda mereka, untuk lari balik. Belum lagi semua serdadu kabur, di antara mereka muncul seorang yang tubuhnya besar dan kekar, yang kepalanya licin mengkilap. Dia membentak. "Darimana datangnya si bulu campur aduk ini!" Lantas tubuhnya mencelat ke depan Tiang Cun Cu, yang terus ia serang. Kata-kata "bulu campur aduk" Itu adalah hinaan untuk suatu imam. Tiang Cun Cu tidak menghiraukan itu, hanya melihat orang demikian lincah, ia hendak menguji tangan orang. Ia tangkis seragan itu. Kedua tangan beradu dengan keras dan bersuara nyaring, habis itu keduanya mundur sendirinya masing-masing tiga tindak. Khu Cie Kee heran hingga ia kata di dalam hatinya. "Kenapa di sini ada orang begini lihay?" Selagi si imam ini terheran-heran, adalah Kwie-bun Liong Ong demikian si lanang itu merasakan tangannya sakit, hingga ia kaget berabreng mendongkol, maka sekali ia maju menyerang. Kali ini Khu Tiang Cun tidak berani bergerak sembarangan, dengan sabar ia melayani, sesudah belasan jurus, tangannya menyampok kepala orang hingga di kepalanya See Thong Thian bertapak lima jari berwarna merah. Orang she See ini insyaf, dengan tangan kosong ia tidak bisa berbuat apa-apa, lantas ia meraba pada pinggangnya di mana ia selipkan genggamannya yang berupa pengayuh besi yang berat, dengan itu ia menyerang pula, menghajar pundak si imam dengan jurusnya "Souw Cin menggendol pedang". Khu Cie Kee tetap bertangan kosong, setelah berkelit, ia membalas menyerang. Ia bersedia melayani musuh yang bersenjata itu. Adalah masksudnya, untuk merampas senjata lawan. Tetapi See Thong Thian telah punyakan latihan beberapa puluh tahun, tak gampang senjatanya itu dapat dirampas. Sebaliknya, dia bergerak dengan gesit sekali. Tiang Cun Cu heran juga atas kegagahan orang, hingga ia ingin tanya she dan namanya lawan ini. Hanya, belum sampai ia membuka mulutnya, dari belakang ia dengar ini pertanyaan yang nyaring sekali. "Kau ada totiang mana dari Coan Cin Kauw?" Ia lantas berlompat, untuk menoleh, hingga ia melihat empat orang berdiri berendeng. Itulah Nio Cu Ong bersama Pheng Lian Houw, Auwyang Kongcu dan Hauw Thong Hay yang telah lantas dapat menyusul See Thong Thian. Khu Cie Kee lantas mengangguk kepada mereka itu seraya memberikan penyahutannya. "Pinto she Khu. Pinto mohon tanya nama mulia dari tuan-tuan." Nama Tiang Cun Cu kesohor sekali di Selatan dan Utara, maka itu Pheng Lian Houw berempat saling mengawasi, hati mereka berkata. "Pantaslah dia bernama besar, dia memang gagah." Pheng Lian Houw sendiri berpikir lebih jauh. "Kita sudah melukakan Ong Cie It, itu artinya ganjalan dengan Coan Cin Kauw, sekarang kita bertemu sama Khu Cie Kee, baiklah ia sekalian dibunuh saja! Ini adalah ketika yang paling baik untuk mengangkat nama kita!" Karena berpikir begini, la lantas berseru. "Mari maju berbareng!" Ia pun lantas mengeluarkan sepasang poan-koan-pitnya, dengan apa ia terus terjang imam itu. Ia menerjang sambil berlompat. Ia tahu lawan lihay, maka itu lantas ia menotok kepada kedua jalan darah kin-jie dan pek-hay-hiat. Khu Cie Kee tidak heran yang orang sudah lantas menerjang kepadanya, ia cuma berpikir. "Si kate ini galak sekali! Dia pun agaknya lihay!" Ia lantas menghunus pedangnya, tetapi ia berkelit dari serangan orang, sebaliknya, ia menikam ke pinggangnya See Thong Thian. Ketika ia telah menarik pulang pedangnya itu, ia meneruskan menikam jalna darah ciang-bun-hiat di iganya Hauw Thong Hay. Jadi dengan sekali bergerak, imam ini telah melayani tiga lawan. Inilah cara berkelahi yang langka. Hampir saja Hauw Thong Hay terkena pedang, syukur ia keburu berkelit, tetapi ia kena disusuli, kempolannya kena didupak si imam. Pheng Lian Houw dan See Thong Thian lantas menyerang, Nio Cu Ong menyusul untuk mengepung. Orang she Nio ini terperanjat untuk kesebatannya si imam. Auwyang Kongcu melihat bagaimana si imam ini dilibat See Thong Thian dan Pheng Lian Houw dan bagaimana Nio Cu Ong merangsak dari kirinya, ia pun lantas menggunai ketika untuk mengeroyok. Dengan tangan kiri hanya mengancam, ia menotok dengan kipasnya di tangan kanan, mengarah tiga jalan darah hong-bwee, ceng-cok dan pwee-sim di punggung si imam. Kelihatannya Khu Cie Kee sudah sangat terdesak, ketiga jalan darahnya itu bakal menjadi sasaran kipas yang istimewa itu, atau mendadak satu bayangan berkelebat si samping si kongcu, lalu kipasnya dia ini kena ditahan. Itulah Ma Giok yang membantu saudaranya. Imam ini heran mendapatkan munculnya begitu banyak orang pandai, yang terus menggeroyok saudaranya, sedangkan ia tidak mengerti, Auwyang Kongcu pun menyerang secara membokong itu, maka terpaksa ia lompat maju untuk menghalangi. Auwyang Kongcu lihat berkelebatnya satu bayangan, sambil menarik pulang kipasnya, yang hendak dirampas, ia memandang bayangan itu, ialah seoarng imam berusia lanjut, ubanan rambut dan kumisnya. Ia lantas menduga kepada anggota Coan Cin Kauw yang tertua. Ia pun lompat ke belakang. "Tuan-tuan siap?" Tanya Ma Giok. "Kita tidak kenal satu dengan lain, ada salah paham apakah di antara kita? Aku minta sukalah tuan-tuan menjelaskannya." Imam ini berbicara dengan sabar sekali, suaranya halus, tidak keras dan mengagetkan seperti suaranya Pheng lian Houw, tetapi pada itu ada nada yang mengandung pengaruh, hingga dengan sendirinya orang-orang yang lagi bertempur itu pada lompat mundur, akan terus mengawasi orang suci ini. "Apaha she totiang yang mulia?" Auwyang Kongcu bertanya. "Pinto berasal dari keluarga Ma," Ma Giok menyahut, tetap sabar. "Oh, kiranya Tan Yang Cinjin Ma Totiang!" Berkata Pheng Lian Houw, suaranya tetap keras. "Maaf, maaf!" "Pengetahuan pinto tentang agamaku masih terlalu sedikit, sebutan Cinjin itu tidak berani pinto terima," Menolak Ma Giok. Pheng Lian Houw mencoba bersikap halus, tetapi di dalam hatinya, ia berpikir. "Kita telah bentrok dengan pihak Coan Cin Kauw, di belakang hari pastilah sukar untuk menyelesaikan masalah ini, sekarang dua anggota utama dari mereka berada disini, baiklah kita berlima mengepung mereka itu untuk membinasakannya. Perkara di belakangada soal lain. Hanya, apakah di sini masih ada lain-lain saudaranya.?" Ia lantas melihat ke sekitarnya. Di situ cuma tertampak Yo Tiat Sim sekeluarga bertiga jiwa. Maka ia lantas berkata. "Nama Coan Cin Kauw sangat kesohor, kami sangat mengaguminya. Mana lagi lima saudara totiang? Silahkan minta mereka itu sudi menemui kami." Itulah kata-kata pancingan. "Nama kami kosong belaka, cuma untuk ditertawakan tuan-tuan," Menyahut Ma Giok. "Kami bertujuh sudara tinggal di beberapa propinsi, ada sukar untuk kami datang berkumpul. Kali ini kami datang ke Tiong-touw untuk mencari Ong Sutee, baru saja kami mendapat tahu alamatnya, justru kami hendak menjenguk dia, di sini kebetulan kita bertemu sama tuan-tuan. Ilmu silat di kolong langit ini banyak perbedaannya tetapi asal mulanya adalah satu, maka itu bagaimana pula jikalau kita mengikat persahabatan?" Imam ini jujur, ia tidak menduga bahwa orang lagi memancing padanya. Pheng Lian Houw girang sekali. Orang cuma berdua dan mereka belum sempat menemui Ong Cie It. Maka boleh ia mengeroyok. Tapi ia masih tertawa, ia berkata. "Totiang berdua tidak mencela kami, itulah bagus sekali. Aku she Sam dan namaku Hek Miauw." Ma Giok dan Khu Cie Kee heran, mereka pikirkan siapa Sam Hek Miauw ini, yang namanya aneh. Nama itu berarti Tiga Kucing Hitam. Sama sekali mereka belum pernah mendengarnya. Orang toh lihay. Pheng Lian Houw selipkan senjatanya di pinggangnya, ia menghampirkan Ma Giok. "Ma Totiang, aku merasa beruntung dengan pertemuan kita ini," Katanya seraya mengangsurkan tangannya, untuk berjabat tangan, tapi telapakan tangannya dibalik ke bawah. Ma Giok menyangka orang bermaksud baik, ia pun mengulurkan tangannya, buat menyambuti. Ia merasa orang memegang keras sekali, ia berpikir; "Kau hendak uji tenagaku, baiklah!" Ia tersenyum, sembari tenaganya dikerahkan. Pendekar Pemanah Rajawali Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tiba-tiba ia merasakan lima jari tangannya sakit, seperti tertusuk jarum. Saking kaget, ia lantas menarik pulang tangannya itu. Pheng Lian Houw tertawa tetapi ia mencelat mundur setombak lebih. Ma Giok melihat telapakan tangannya, lima jarinya berlobang kecil masing-masing dan bergaris hitam. Ketika tadi Pheng Lian Houw menyelipkan senjatanya, berbareng ia menarik keluar senjata rahasianya, yaitu ban Tok-hoan-taya, yang tipis seperti benang tetapi disitu ada lima batang jarumnya, jarum yang telah dipakaikan racun yang keras seklai, siapa terluka hingga di dagingnya, dalam tempo enam jam dia bakal terbinasa. Ia sengaja memakai nama Sam Hek Miauw, untuk membuat Ma Giok memikirkan, selagi orang tidak bercuriga, ia gunai jarum jahatnya itu. Ketika Ma Giok insyaf ia telah dicurangi dan hendak ia menyerang, si licik sudah lompat mundur. Khu Cie Kee heran melihat saudaranya berjabat tangan tapi sudah lantas menyerang. "Kenapa?" Tanyanya. "Jahanam licik, dia telah melukai aku dengan racun!" Menyahut Ma Giok, yang berlompat maju, untuk menyerang pula. Khu Cie Kee kenal baik kakak seperguruannya ini, yang sangat sabar, yang untuk beberapa puluh tahun tidak pernah berkelahi, sedang sekarang ia menyerang dengan "Sam Hoa Cie Teng Ciang-hoat", ialah ilmu pukulan paling lihay dari kaumnya, ia mengerti sebabnya kegusaran itu. Maka ia pun menggeraki pedangnya, ia lompat maju ke depan Pheng Lian Houw, untuk menerjang. Pheng Lian Houw sempat mencabut poan-koan- pitnya, dengan itu ia menangkis, beruntun dua tikaman, terus ia membalas satu kali. Ia tidak tahu, tangan kirinya Tiang Cun Cu lihay seperti tangan kanannya ang memegang pedang. Imam ini menyambuti poan-koan-pit, yang ia sambar ujungnya, terus ia menggentak ke samping seraya berseru. "Lepas!" Pheng Lian Houw pun ada seorang jago, senjatanya tidak terlepas, ia lawan keras dengan keras, waktu ia mengerahkan tenaga dan menarik, hebat kesudahannya, ialah poan-koan-pitnya itu terputus menjadi dua potong! "Bagus!" Khu Cie Kee memuji, tetapi ia terus menyerang pula dengan dua-dua tangannya. Pheng Lian Houw segera main mundur, karena ia merasakan tangan kanannya kesemutan, hingga hatinya menjadi gentar. Di lain pihak, See Thong Thia dan Nio Cu Ong maju memegat Ma Giok, sedang Auwyang Kongcu dan Hauw Thian Hay segera membantui Pheng Lian Houw. Khu Cie Kee heran kenapa mendadak berkumpul orang-orang tangguh ini. Ia ingat, semenjak menempur Kanglam Cit Koay, sudah delapan tahun belum pernah ia menemui tandingan. Karena ini, ia bersilat dengan sungguh-sungguh. Dikepung bertiga, Khu Cie Kee tidak jatuh di bawah angin, tidak demikian dengan kakak seperguruannya. Tangan Ma Giok menjadi bengkak dan hitam, rasannya kaku dan gatal. Itulah tanda bekerjanya racun dahsyat. Inilah tidak disangka imam itu, yang menduga kepada racun biasa. Makin ia bergerak, jalan darahnya makin cepat. Karena menginsyafi bahaya, segera ia menjatuhkan diri untuk duduk bersemadhi, guna mencegah ransakan racun, sedang dengan tangan kirinya melindungi diri. Nio Cu Ong menyerang terus dengan senjatanya yang merupakan gunting panjang dan See Thong Thian dengan pengagayuh besinya. Maka itu, selang beberapa puluh jurus, Ma Giok terancam bahaya. Ia mesti melawan musuh di luar dan di dalam tubuhnya. Khu Cie Kee heran melihat kelakuan kakaknya itu, yang seperti dari embun-embuannya terlihat mengepul hawa seperti uap. Hendak ia menolongi tetapi ia tidak sanggup, ketiga musuhnya mendesak keras padanya. Benar Hauw Thong Hay rada lemah tetapi Auwyang Kongcu lebih gagah daripada Pheng Lian Houw. Karena hatinya berkhawatir, ia kena terdesak. Yo Tiat Sim tahu ilmu silatnya tidak berarti, akan tetapi melihat kedua imam itu terancam bahaya, ia maju menyerang Auwyang Kongcu, yang ia arah punggungnya. "Saudara Yo, jangan maju!" Mencegah Khu Cie Kee. "Percuma kau mengantarkan jiwa." Belum habis ucapan imam ini, Auwyang Kongcu sudah menendang patah tombak orang dengan kaki kirinya dan kaki kanannya mendupak roboh orang she Yo itu. Adalah di itu waktu, dari kejauhan terdengar lari mendatanginya beberapa ekor kuda akan kemudian ternyata, yang datang itu adalah Wanyen Lieh bersama Wanyen Kang. Wanyen Lieh melihat istrinya duduk di tengah, ia girang, segera ia menghampirkan. Justru itu sebatang golok menyambar kepadanya. Syukur ia keburu berkelit. Ia segera mendapatkan, penyerangnya itu satu nona dengan baju merah, yang goloknya lihat. Nona itu segera dikepung pengikut-pengikutnya. Wanyen Kang heran menampak gurunya dikepung, ia lantas berteriak. "Semua berhenti! Tuan-tuan berhenti!" Pangeran ini mesti berteriak beberapa kali, barulah Pheng Lian Houw semua berlompat mundur. Wanyen Kang segera menghampirkan gurunya, untuk memberi hormat. "Suhu, mari teecu mengajar kenal," Katanya kemudian. "Inilah beberapa cianpwee Rimba Persilatan yang diundang ayahku." "Hm!" Bersuara imam itu, yang segera menghampirkan kakaknya, yang pun sudah tidak berkelahi lagi. Ia terkejut akan melihat tangan kanan kakaknya itu menjadi hitam terus sampai di lengan. "Ha, racun begini lihay!" Serunya. Lantas ia berpaling kepada Pheng Lian Houw, akan perdengarkan suaranya yang keren. "Keluarkan obat pemunahnya!" Pheng Lian Houw bersangsi, ia melihat orang segera sampai pada ajalnya. Ma Giok sendiri mengempos terus semangatnya, ia berhasil mencegah menjalarnya racun itu, yang perlahan-lahan mulai turun. Wanyen Kang lari kepada ibunya, ia berkata. "Ma, akhirnya kita dapat cari kau!" Tapi pauw Sek Yok berkata dengan keras. "Untuk menghendaki aku kembali ke istana, tidak dapat!" Wanyen Kang dan Wanyen Lieh menjadi heran. "Apa?!" Kata mereka. Pauw Sek Yok menunjuk kepada Yo Tiat Sim, ia kata nyaring. "Suamiku masih belum mati, meski ia pergi ke ujung langit dan pangkal laut, akan aku ikuti dia!" Wanyen Lieh heran tetapi ia dapat segera menoleh kepada Nio Cu Ong. Ia mengasih tanda dengan tekukan mulutnya. Nio Cu Ong mengerti, sekejap saja ia telah menyerang Yo Tiat Sim dengan tiga batang pakunya. Khu Cie Kee yang waspada dapat melihat serangan orang she Yo itu, ia menjadi kaget. Ia tidak mempunyai senjata rahasia untuk mencegah paku itu. Tiat Sim tebtu tak dapat berkelit. Tapi ia tidak putus asa. Ia menyambar satu serdadu di dekatnya, tubuh orang itu ia lemparkan ke arah antara paku dan Tiat Sim. Segera terdengar jeritannya serdadu yang menjadi korban ketiga batang paku itu. Melihat itu Nio Cu Ong menjadi gusar, ia lompat kepada si imam untuk menerjang. Pheng Lian Houw dapat melihat suasana. Ia memangnya tidak sudi menyerahkan obat pemunahnya. Tidak ayal lagi ia berlompat kepada pauw Sek Yok, untuk menangkap onghui yang dicari Wanyen Lieh itu. Khu Cie Kee melihat sepak terjang orang itu, ia pun lompat menyerang, mulanya menikam Nio Cu Ong, lalu membabat si orang she Pheng itu. Mereka ini berdua terpaksa lompat mundur. Khu Cie Kee segera menghadapi Wanyen Kang, yang ia bentak. "Anak tidak tahu apa-apa, kau mengaku penjahat sebagai ayahmu selama delapan belas tahun, hari ini kau bertemu ayahmu yang sejati, kenapa kau masih tidak hendak mengenalinya?!" Wanyen Kang memang telah mendengar keterangan ibunya, ia percaya itu delapan bagian, sekarang ia dengar perkataan gurunya ini, ia lantas menoleh kepada Yo Tiat Sim. Ia melihat seorang dengan pakaian tua dan pecah, pakaian itu kotor dengan tanah. Kemudian ia berpaling kepada Wanyen Lieh, ia tampak orang tampan dengan pakaian indah. Maka dua orang itu beda bagaikan langit dengan bumi. Ia lantas berpikir. "Mustahilkah aku meninggalkan kekayaan dan kemulian untuk mengikuti seorang melarat, untuk hidup merantau? Tidak, berlaksa kali tidak!" Maka ia lantas berseru. "Suhu, jangan dengari ocehan iblis ini! Suhu, tolonglah ibuku!" Khu Cie Kee menjadi sangat mendongkol. "Kau sesat, kau tidak sadar, kau kalah dengan binatang!" Ia mendamprat. Pheng Lian Houw melihat guru dan murid bentrok, mereka perkeras serangan mereka. Wanyen Kang juga mendapatkan gurunya dalam bahaya tetapi ia berdiam saja. Imam itu menjadi sangat murka. "Binatang, lihat aku!" Dia membentak. Wanyen Kang berdiam, hatinya ciut. Ia memang paling takut pada gurunya itu. Maka ia berharap-harap Pheng Lian Houw semua memperoleh kemenangan, supaya gurunya terbinasakan, dengan begitu ia akan selamat untuk selanjutnya. Tidak lama, lengan kanan Khu Cie Kee kena ditusuk ujung gunting Nio Cu Ong, lukanya tidak hebat tetapi mengeluarkan darah. Ma Giok melihat bahaya mengancam, ia mengeluarkan sebiji liu-seng, ia sulut itu, lalu melemparkannya, maka suatu sinar api biru lantas meluncur ke udara. Itulah pertandaan di antara kaum Coan Cin Pay. "Imam tua itu mencari kawan!" Berseru Pheng Lian Houw, lantas ia meninggalkan Khu Cie Kee untuk menyerang Ma Giok. Ia lantas dibantu See Thong Thian. Baru mereka ini bergebrak satu kali, di jurusan Barat Laut terlihat meluncurnya satu sinar biru juga. "Ong sutee di arah kiri sana!" Berseru Khu Cie Kee girang. Ia geser pedangnya ke tangan kiri terus ia menyerang hebat, hingga ia dapat membuka jalan. "Ke sana!" Berseru Ma Giok yang menunjuk ke arah Barat Laut. Yo Tiat Sim bersama Liam Cu, putrinya dengan melindungi Pauw Sek Yok, lari ke arah yang ditunjuk itu, di belakang mereka, Ma Giok menyusul. Imam ini sudah berlompat bangun. Khu Cie Kee perlihatkan kepandaiannya, ia menghalangi di belakang. See Thong Thian berniat mencekuk Pauw Sek Yok, ia berlompat ke depan, tetapi semua percobaannya sia-sia belaka, ia dirintangoi kalau bukan oleh Khu Cie Kee tentu oleh Ma Giok. Tidak lama tibalah mereka di hotel kecil di mana Ong Cie It mengambil tempat. Khu Cie Kee heran bukan main. "Kenapa Ong Sutee masih belum menyambut?" Ia berpikir. Ia baru berpikir atau ia segera melihat munculnya adik seperguruannya itu, yang jalan dibantu tongkat. Dua-dua pihak terkejut. Mereka sama-sama tidak menyangka, dari kaum Coan Cin pay, sekarang terluka justru mereka yang paling tangguh. "Mundur ke dalam hotel!" Khu Cie Kee lantas berseru. "Serahkan onghui baik-baik, aku nanti ampunkan kamu semua!" Wanyen Lieh berseru. "Siapa menghendaki pengampunan kau bangsat anjing dari negara Kim?!" Mendamprat Tiang Cun Cu. Sembari membuka mulutnya, imam ini terus membikin perlawanan dengan hebat, hingga mau tidak mau, Pheng Lian Houw semua mengaguminya. Yo Tiat Sim menyaksikan pertempuran itu, ia anggap tidak seharusnya Khu Cie Kee bertiga menjadi korbannya, maka tiba-tiba saja ia tarik tangan Sek Yok, untuk pergi keluar, sambil ia berseru. "Semua berhenti! Di sinilah ajal kami!" Pendekar Pemanah Rajawali Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Di tangannya Tiat Sim mencekal tombaknya, dengan itu ia lantas tikam ulu hatinya, maka ia terus roboh dengan berlumuran darah. Sek Yok tidak berduka karenanya, ia juga tidak tubruk suaminya itu, sebaliknya ia tertawa menyeringai, terus ia cabut tombak itu dari tubuh suaminya, untuk gagangnya ditancap ke tanah. Ia menghadap Wanyen Kang seraya berkata. "Anak, masih kau tidak percaya ayahmu yang sejati ini?" Tapi ia tidak menanti jawaban, segera setelah perkataan itu, ia tubruki dirinya ke ujung tombak itu, maka ia pun roboh dengan mandi darah. kejadian ini ada sangat ehbat, semua orang tidak menduganya, maka juga pertempuran berhenti sendirinya. Wanyen Kang sangat kaget, sambil menjerit. "Ibu!" Ia lari untuk menolongi ibunya itu. Ia lantas menangis melihat dada ibunya tertancap tombak. Khu Cie Kee lantas memeriksa lukanya kedua orang itu, ia putus asa. Wanyen Kang memeluki ibunya, dan Liam Cu ayahnya. Keduanya menggerung-gerung. "Saudara Yo," Berkata Tiang Cun Cu pada Tiat Sim. "Kau hendak memesan apa? Kau bilanglah padaku, nanti aku lakukan semua itu." Belum lagi Tiat Sim sempat menjawab, orang pada menoleh ke arah mereka, karena mereka mendengar tindakan dari banyak kaki orang. Segera mereka melihat datangnya Kanglam Liok Koay bersama Kwee Ceng. Enam Manusia aneh itu dapat melihat See Thong Thian beramai, mereka menduga bakal terjadi pertempuran lagi, mereka lantas menyiapkan senjata mereka masing-masing. ketika mereka sudah datang dekat, mereka menjadi heran. Di sana ada dua orang terluka dan masing-masing tengah dipeluki dan yang lainnya mengawasi dengan roman tidak wajar. Kwee Ceng kenali Yo Tiat Sim, segera ia menghampirkan. "Paman Yo, kau kenapa?" Tanyanya. Napasnya Tiat Sim sudah lemah, ia kenali anak muda itu, ia tersenyum. "Dahulu hari ayahmu dan aku telah berjanji, kalau kami mendapat anak lelaki dan perempuan, kami akan berbesan, tetapi juga anak pungutku ini ada seperti anakku sendiri." Ia menoleh kepada Khu Cie Kee, akan meneruskan; "Totiang, tolong kau rekoki perjodohan ini, aku mati pun akan meram." "Tenangkan hatimu, saudara Yo," Menyahut si imam ini. Pauw Sek Yok rebah di samping suaminya, tangan kirinya mencekal erat tangan suaminya itu, agaknya ia takut sekali suaminya nanti pergi. Ia seperti sudah tidak ingat apa-apa akan tetapi samar-samar ia masih dapat dengar pesan suaminya. Tiba-tiba ia angkat tangannya, untuk merogoh sakunya, darimana ia keluarkan sebilah pisau belati. "Ini buktinya." Katanya, lalu ia tersenyum dan berhenti jalan napasnya. Khu Cie Kee menyambuti pisau itu. Ia kenali pisau yang dulu hari ia berikan di Gu-kee-cun, Lim-an. Pada pisau terukir terang dua huruf "Kwee Ceng" Yo Tiat Sim pun kata pada anak muda itu. "Masih ada sebilah lagi, ialah ditangan ibumu. Dengan mengingat ayahmu, aku minta baik-baiklah kau perlakukan anakku ini." "Aku nanti urus semua, tenangi dirimu," Janji pula Khu Cie Kee. Yo Tiat Sim benar-benar merapatkan kedua matanya dengan tentram. Kwee Ceng berduka sekali berbareng pusing kepala. "Yong-jie begitu baik terhadapku, mana bisa aku menikah dengan orang lain?" Katanya dalam hatinya. Lalu ia menjadi kaget, ia berpikir pula. "Kenapa aku melupai putri Gochin? Khan Agung telah jodohkan putrinya itu kepadaku! Iniini.bagaimana.?" Selama hari-hari belakangan ini, Kwee Ceng sering ingat tuli tetapi tidak sedikitpun outri Gochin. Cu Cong beramai berdiam saja atas pesan Tiat Sim itu. Memang mereka tidak berniat menolak pesan terakhir itu tetapi mereka tidak jelas duduknya hal, mereka tidak berani berlaku lancang. Wanyen Lieh telah mesti menghadapi kejadian hebat itu, ia berduka bukan main. Ia lantas saja memutar tubuhnya, untuk meninggalkan tempat itu. Sejak ia mengambil pauw Sek Yok menjadi istrinya, ia telah mencoba segala daya untuk merebut cintanya nyonya itu, tetapi ia tidak berhasil sepenuhnya. Selama belasan tahun, Pauw Sek Yok tidak pernah melupai Yo Tiat Sim, suaminya itu. Menampak pangeran itu berlalu, See Thong Thian beramai segera ngeloyor pergi juga, disebabkan ragu-ragu untuk menempur pula ketiha imam dari Coan Cin Pay, sudah mereka itu cukup tangguh, sekarang di samping mereka itu ada Kanglam Liok Koay. Khu Cie Kee dapat melihat orang hendak angkat kaki. "He, Sam Hek Miauw, tinggalkan obatmu!" Ia membentak. Pheng Lian Cu menoleh, ia tertawa lebar. "Cecu kamu she Pheng!" Sahutnya. "Akulah yang kaum kangouw julukan Cian ciu Jin-touw! Kau keliru lihat, Khu Totiang?" Gentar juga Khu Cie Kee. "Pantaslah ia lihay sekali," Pikirnya. Tapi kakaknya terancam bahaya. Maka ia kata. "Tidak peduli kau seribu tangan atau selaksa tangan, obat itu kau mesti tinggalkan! Jangan harap kau bisa meloloskan diri!" Imam ini mengejek dengan selaksa tangan, sebab julukan "Cian Ciu" Dari Pheng Lian Houw berarti "seribu tangan." Lantas Khu Cie Kee lompat menyerang. Pheng Lian Houw mempunyai tinggal sebatang poan-koan-pit tetapi ia tidak takut, ia menyambut serangan itu, hingga mereka jadi bertempur pula. Cu Cong melihat Ma Giok duduk bersemedhi, napasnya lagi diempos, sedang sebelah tangan orang hitam legam, ia tanya imam itu kena dapat luka. "Dia berjabat tangan denganku, siapa tahu dia menggunai jarum beracun," Menyahuti imam itu. Dengan "dia" Ia maksudkan Pheng Lian Houw. "Baiklah, itu tidak berarti!" Kata Biauw Ciu Sie-seng si Mahasiswa Tangan Lihay. Ia terus berpaling kepada kakaknya dan berkata; "Toako, mari kasihkan aku satu biji leng-jie!" Kwa Tin Ok tidak mengerti maksud orang tetapi ia berikan barang yang diminta. Leng-jie itu ialah lengkak beracun. Cu Cong mengawasi dua orang yang lagi bertempur itu, ia tidak ungkulan memisahkan mereka, maka itu ia kata pula kepada kakaknya; "Toako, mari kita pisahkan mereka itu, aku ada daya untuk menolong Ma totiang." Kwa Tin Ok si Kelelawar Hitam tahu adiknya itu sangat cerdik, ia mengangguk. Si Mahasiswa Tangan Lihay itu lantas saja berseru. "Kiranya di sana Cian Ciu Jin-touw Pheng Cecu! Kita ada orang sendiri, lekas berhenti berkelahi, aku hendak ada bicara!" Ia mengatakan demikian tetapi ia tarik tangan kakaknya, maka berdua berbareng mereka menyerbu kepada dua orang yang asyik bertempur itu. Yang satu memegang kipas, yang lain tongkat, dengan itu mereka memisahkan. Dua-dua Khu Cie Kee dan Pheng Lian Houw heran mendengar perkataan orang yang membilang mereka semua adalah "orang sendiri". Mereka suka memisah diri dulu, untuk mendengar penjelasan. Dengan tertawa manis, Cu Cong menghadapi Pheng Lian Houw. Ia kata. "Kami Kanglam Cit Koay dengan Tiang Cun Cu Khu Cie Kee telah bentrok pada delapan belas tahun yang lampau, itu waktu lima saudara kami telah terluka parah, tetapi Khu totiang pun terluka oleh kami. Urusan itu sampai sekarang masih belum dapat di." Ia lantas menoleh kepada Khu Cie Kee, untuk menanya; "Bukankah benar begitu, totiang?" Tiang cun Cu mendongkol sekali. Ia menduga orang hendak membuat perhitungan disaat ia menghadapi musuh berbahaya. Maka ia menjawab dengan nyaring. "Tidak salah! Habis kau mau apa?!" "Tetapi kita pun ada punya sangkutan sama See Liong Ong," Berkata Cu Cong. "Aku dengar See Liong Ong bersahabat sangat erat dengan Pheng Ceecu, karena kami mendapat salah dari See Liong Ong, kami jadi turut bersalah terhadap ceecu" "Hahatidak berani aku menerima itu!" Tertawa Pheng Lian Houw. Cu Cong tertawa, ia berkata pula. "Karena Pheng Ceecu dengan Khu Totiang serta Kanglam Cit Koay ada bermusuhan, bukankah kamu kedua pihak jadi adalah orang sendiri? Maka itu, perlu apa kamu bertarung lagi? Dengan begitu, bukankan aku dengan Pheng Ceecu pun ada orang sendiri? Mari, mari kita mengikat persahabatan!" Si Mahasiswa Tangan Lihay mengulur tangannya, untuk menarik tangannya orang she Pheng itu. Pheng Lian Houw cerdik, ia bercuriga untuk kata-kata tidak karuan juntrungan dari Cu Cong. Bukankah Coan Cin pay telah menolongi murid Kanglam Cit Koay? Tidakkah berarti mereka berdua bersahabat? "Tidak, aku tidak dapat diakali, obatku tidak boleh diperdayakan!" Tapi melihat orang mengulurkan tangan, lekas-lekas ia selipkan senjatanya, berbareng ia keluarkan ban beracunnya. "Saudara Cu, hati-hati!" Khu Cie Kee memberi ingat. Ia terkejut. Cu Cong berpura-pura tidak mendengar, ia ulur terus tangannya, kelingkingnya ditekuk. Dengan begitu ia telah membangkol ban orang. Pheng Lian Houw tidak merasakan apa-apa, ia berjabat tangan dengan si Mahasiswa. Keduanya lantas mengerahkan tenaga masing- masing. Mendadak Pheng Lian Houw merasakan tangannya sakit sekali, lekas-lekas ia menarik tangannya itu, untuk dilihat. Untuk kagetnya, telapakan tangannya telah berlubang tiga, darahnya yang mengalir berwarna hitam. Ia merasakan gatal, gatal-gatal enak, sakitnya lenyap. Tapi ia orang yang lihay, ia insyaf bahwa ia telah kena racun yang jahat. Makin tidak sakit, makin hebat racun itu. Ia juga merasa lukanya kaku. Ia kaget berbareng gusar, ia juga tidak mengerti kenapa ia sudah kena dicurangi. Ketika ia angkat kepalanya, ia dapatkan Cu Cong berdiri di belakangnya Khu Cie Kee, tangan kirinya mengangkat ban beracunnya yang dijepit dengan dua jari, tangan kanannya menunjuki sebuah lengkak hitam, ujung yang tajam dari buah itu penuh darah. Kanglam Cit Koay yang nomor dua ini bergelar si Mahasiswa Tangan Lihay, maka tangannya itu benar-benar lihay sekali. Ketika ia mau berjabat tangan, dia sudah siapkan lengkaknya, tempo kedua tangan nempel satu sama lain, ia gaet ban tangan orang dan ujung lengkaknya bekerja! Bukan main murkanya Pheng Lian Houw, ia berlompat untuk menerjang. "Kau mau apa?!" Membentak Khu Cie Kee, yang melintangi pedangnya. Cu Cong segera berkata. Tugas Rahasia Karya Gan KH Pendekar Gunung Lawu Karya Kho Ping Hoo Legenda Pendekar Ulat Sutera Karya Huang Ying