Pendekar Pemanah Rajawali 66
Pendekar Pemanah Rajawali Karya Jin Yong Bagian 66
Pendekar Pemanah Rajawali Karya dari Jin Yong Kwee Ceng girang hingga ia berseru. "Bagus" Ia pun menambahkan. "Dia sangat cerdik, jikalau dia memikir untuk lari, pasti dia dapat lari Bagaimana dia lolosnya?" "Dia lolos di Kwie-in-chung di telaga Than ouw" Menyahut see Tok sengit sekali. Hm, untuk apa menuturkannya? Tegasnya dia sudah kabur" Kwee Ceng tidak mendesak. Dia tahu orang besar kepala dan kejadian itu pastilah membuatnya see Tok gusar dan malu dan menyesal. "setelah dia kabur, aku mengejarnya," See Tok toh menuturkan. "Beberapa kali aku dapat menemui dia, hanya saban-saban dia lolos lagi. Aku mengejar terus, terus aku berada di dekatnya, dia tidak dapat kabur pulang keTho Hoa To. Kita main kejar-kejaran, sampai d i perbatasan Mongolia. Mendadak dia lenyap. Maka aku menduga dia mesti berada di dalam pasukan plangmu ini. Demikian aku datang padamu." Mendengar oey Yong telah tiba di Mongolia, Kwee Ceng heran berbareng girang. "Apakah kau pernah melihat dia?" Ia tanya. Ditanya begitu, see Tok mendongkol. " Kalau aku dapat melihat dia, mustahil aku tidak dapat membekuknya?" Katanya keras. "siang dan malam aku mengintai dia di dalam pasukanmu ini. Aku menyangka dia tinggal bersama kau tetapi aku belum pernah melihat dia. Eh, bocah tolol, kau sebenarnya lagi main gila apa?" Kwee Ceng terbengong. "siang dan malam kau mengintai, mengapa aku tidak dapat tahu?" Ia balik tanya. Auwyang Hong tertawa puas. "Aku ialah satu serdadu orang Wilayah Barat yang tidak berarti di dalam barisanmu yang dinamakan barisan Thian-cian-ciong" Sahutnya. "Kaulah si kepala perang, mana kau kenal aku?" Di dalam tentara Mongolia terdapat banyak serdadu- serdadu musuh yang tertawan dan diberi pekerjaan, maka itu kalau seorang Wilayah Barat, atau see Hek. nyelip di dalam satu barisan, dia memang sukar untuk diketahuinya. Tapi mendengar keterangan itu, Kwee Ceng terkejut. Ia berpikir. "Jikalau dia menghendaki jiwaku, pastilah jiwaku sudah lenyap lama" Lalu dengan suara tak tegas ia menanya. "Kenapa kau bilang Yong-jie berada di dalam pasukanku?" "Kau telah meringkus kedua putranya jenghiz Khan, kau berhasil memukul pecah kota-kota dan melabrak musuh," Menyahut Auwyang Hong. "Tanpa petunjuk dari sibudak cilik itu, mana dapat kau si tolol melakukannya semua itu? Hanya budak itu tidak pernah memperlihatkan dirinya, ini benar-benar heran. sekarang tidak bisa lain, kau mesti bertanggung jawab, kau mesti menyerahkan dia itu padaku" Kwee Ceng tertawa. "Kalau Yong-jie memperlihatkan dirinya, itulah hal yang aku paling harapi" Ia kata. "Sekarang cobalah kaupikirkan, dapatkah aku menyerahkan dia padamu?" "Jikalau kau tidak mau menyerahkannya, aku mempunyai jalanku sendiri" Kata Auwyang Hong. Dia mulai mengancam. "Kau berkuasa atas pasukan tentara besar, akan tetapi di mata Auwyang Hong tendamu ini, di luar dan di dalam, adalah seperti tempat di mana tidak ada barang satu manusia Asal aku mau datang, aku datang, asal aku mau pergi, aku pergi siapa dapat melarang aku" Omong besar itu bukan omong besar belaka, maka itu Kwee Ceng membungkam. "Eh, bocah tolol, bagaimana kalau kita membuat perjanjian?" Auwyang Hong tanya. "Perjanjian apakah itu?" "Kau menyebutkan tempat sembunyinya si bocah, aku tanggung tidak nanti aku mengganggu sekalipun selembar rambutnya Jikalau kau tidak sudi menyebutkannya, aku akan mencari dia terus, biar perlahan, tetapi satu kali aku mendapatkan dia, hm Itu pasti bukannya urusan yang menyenangkan" Kwee Ceng tahu see Tok sangat lihay, kecuali si nona bersembunyi di Tho Hoa To, mesti dia akan dapat dicari. "Baik, suka aku berjanji," Katanya. "Hanya bukan menurut caramu itu" "Habis?" "Auwyang sianseng, sekarang ini ilmu silat kau jauh terlebih menang daripada kepandaianku," Berkata si anak muda. "Akan tetapi usiaku jauh lebih muda daripada usiamu, maka itu di belakang hari, setelah usiamu bertambah dan tenagamu berkurang, mesti datang satu hari yang kau bakal tidak sanggup melawan aku" Auwyang Hong tidak pernah memikir saat dari "Usia bertambah dan tenaga berkurang", sekarang ia mendengar suara anak muda ini, hatinya bercekat. "Kata-katanya bocah ini bukan kata-kata dungu," Pikirnya. Maka ia tanya. "Habis bagaimana?" "Di antara aku dengan kau ada permusuhan disebabkan kau membinasakan guru-guruku," Berkata pula Kwee Ceng. "Dan sakit hati itu tidak dapat tidak dibalas, maka itu walaupun kau kabur ke ujung langit, akan ada satu harinya yang aku nanti dapat mencari padamu" See Tok tertawa terbahak. "justru sebelum aku tua dan loyo, sekarang aku bunuh padamu" Ia berseru. Belum lagi suaranya berhenti, kedua kakinya telah lantas dipentang dan ditekuk untuk berjongkok, sedang kedua tangannya diangsurkan hebat ke depannya, ke arah si anak muda. Kwee Ceng tahu orang menyerang ia dengan ilmu Kodok-nya, tetapi la telah meyakinkan sempurna "Ie-kin toan-kut-pian", ilmu " Menukar otot dan melatih tulang", maka begitu serangan tiba, ia berkelit, setelah berkelit, dengan cepat ia membalas menyerang dengan jurus "Kian liong can tian" Dari Hang Liong sip-pat Ciang. Auwyang Hong menarik pulang tangannya, ia menyambuti serangan pembalasan si anak muda. Ia mengenal baik ilmu silat orang, yang ada ajarannya Ang Cit Kong, ia merasa bahwa ia sanggup melayaninya. Hanya kali ini ia salah menduga. Begitu ia menyambut, begitu tubuhnya tergerak hampir kuda-kudanya bergoyang. Ia menjadi kaget. Kalau ia tidak bisa mengegosnya, pastilah ia terluka. "Jangan-jangan belum lagi aku tua dan loyo, bocah ini bakal dapat menyusul aku," Pikirnya. Maka segera ia menyerang dengan tangan kirinya. Kwee Ceng berkelit, terus ia membalasnya pula. sekali ini Auwyang Hong tidak mau menyambut keras dengan keras, ia menekuk tangannya menangkis sambil berkelit, guna mengasih lewat ancaman bahaya. Kwee Ceng tidak dapat menangkap hati lawan, ia mengira orang cuma berkelit, ia tidak tahu Auwyang Hong terus menyerang pula, maka kagetlah ia kapan ia merasakan dorongan keras sekali. Dengan terpaksa ia mengeluarkan tangan kanannya, guna menolak itu. Mengenai tenaga dalam, Kwee Ceng kalah d ari jago see Hek itu, maka kalau terus ia bertahan secara demikian, tidak lama, ia bakal roboh. Ia memang dipancing lawannya ini. Auwyang Hong girang pancingannya memakan. Lantas dia merasa tangannya Kwee Ceng menjadi lunak. seperti orang yang tidak dapat melawan lebih jauh. segera dia menambah tenaganya. justru itu, tangan si anak muda melejit licin. "Hari ini tibalah saat kematianmu" Pikir see Tok. yang meneruskan mengulur lengannya hingga jeriji tangannya segera akan tiba di dada lawan. Kwee Ceng menggunai tangan kirinya untuk menangkis di depan dadanya, sembari menangkis, tangan kanannya yang melejit itu, dengan telunjuknya, menotok ke arah jalan darah tay-yang-hiat dari see Tok. Inilah It Yang Cie, ilmu silat totokan ajarannya It Teng Taysu, yang telah lama ia meyakinkannya tetapi belum pernah dipakai. It Yang Cie ialah penakluk dari Hap Moa Kang, ilmu silat Kodok. Auwyang Hong menjadi kaget sekali, dengan lantas ia menjejak tanah, untuk lompat mundur, sembari lompat, dia berseru. "Ha, Toan Tie Hin si tua bangka hendak membikin susah padaku" It Yang Cie dari Kwee Ceng ini belum mencapai kemahiran, itu masih belum dapat dipakai memecahkan Kap Moa Kang, sudah begitu, ia pun tidak paham betul cara menggunainya, habis menotok dan gagal, ia lantas menarik pulang pula. see Tok. yang belum mundur lebih jauh, melihat itu. seharusnya, serangan dilanjuti. Melihat ini, jago tua itu tahu orang belum mahir, maka tanpa menanti ketika, dia terus menyerang lagi, kembali dengan kedua tangannya. Kwee Ceng terkejut. Dengan luar biasa gesit, ia berlompat berkelit. Celakalah meja kecil di belakang, meja itu kena terhajar tangan lihay dari si Bisa dariBarat, siapa terus tidak mau berhenti, terus dia mengulangi serangannya. Rupanya dia pikir, anak muda yang lihay itu mesti didesak habis-habisan. selagi menyerang, Auwyang Hong merasa ada bokongan dari arah belakang. Dia tidak takut, tanpa berpaling lagi dia menendang ke belakang. Inilah tipu untuk mendahului musuh, atau serangan untuk serangan. Kebetulan dia dibokong dengan tendangan, maka kedua kaki bentrok, kaki si penyerang tertolak. tubuhnya roboh, hanya kaki ia itu tidak patah. Dia heran, lantas dia menoleh. sekarang di muka pintu tenda dia melihat tiga pengemis tua, ialah ketiga tiang lo Lou, Kan dan Nio. Louw Yoe Kiak segera berlompat, kedua tangannya memegang masing-masing lengannya kedua tangannya. Itulah siasat pembelaan diri dari kaum Kay Pang. Ini pula siasat yang digunai Kay Pang di harian rapat di Kun san dengan apa mereka dapat mengadakan pembelaan bagaikan tembok tangguh untuk mendesak Kwee Ceng dan oey Yong, sampai muda-mudi itu kewalahan. Auwyang Hong tertawa terbahak. Ia lantas menggunai siasat. Melawan Kwee Ceng ia cuma menang seurat, kalau ia dikepung tiga pengemis ini, yang cukup lihay, ia bisa berabe. Ia pun berkata. "Anak tolol, ilmu silatmu maju pesat sekali" Setelah itu ia menekuk kedua kakinya, untuk duduk bersila, sama sekali ia tidak menghiraukan Yoe Kiak bertiga. Ia berkata pula kepada si anak muda. "Kau hendak membuat perjanjian denganku, kau jelaskanlah" "Kau menghendaki nona oey memberi penjelasan Kiu Im Cin-keng terhadapmu," Berkata si anak muda. "Mengenai itu, dia sudi menjelaskannya atau tidak. mesti terserah kepadanya, tidak dapat kau membikin dia celaka." Auwyang Hong tertawa. "Jikalau dia suka memberi penjelasan, memang aku pun tidak tega mencelakai dia," Sahutnya. "Memangnya oey Laoshia seorang yang dapat dibuat permainan? Hanya kalau dia tetap tidak suka bicara, mana dapat aku tidak menggunai sedikit kekerasan terhadapnya?" "Tidak. aku larang" Kwee Ceng menggeleng kepala. "Kau menghendaki aku berjanji, habis apakah tukarannya untuk itu?" " Itulah semenjak hari ini, jikalau kau terjatuh ke dalam tanganku, aku akan memberi ampun padamu hingga tiga kali, kau akan dibebaskan dari kematian." See Tok berbangkit, dia tertawa lebar. Tajam tertawanya itu, terdengar sampai jauh, hingga banyak kuda menjadi kaget dan meringkik saling sahutan. Kwee Ceng mengawasi dengan tajam. "Inilah tidak lucu, tidak ada yang harus dibuat tertawa," Katanya perlahan. "Hanya kau harus ketahui sendiri, akan datang satu hari yang kau bakal terjatuh ke dalam tanganku" Auwyang Hong tertawa, tetapi di dalam hatinya, ia berpikir. sedikitnya ia merasa jeri juga. Pendekar Pemanah Rajawali Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Ia lantas mendapat satu pikiran. Ia tertawa ketika ia berkata. "Aku Auwyang Hong, aku menghendaki keampunan dari kau, bocah busuk? Hm Tapi baiklah, kita lihat saja nanti" Kwee Ceng mengulur sebelah tangannya. "Kata-katanya seorang ksatria" Ujarnya. Auwyang Hong tertawa, dia menyahuti. "seumpama kuda tercambuk satu kali" See Tok menepuk perlahan tangannya si anak muda hingga tiga kali. Itulah janji mereka -janji menurut caranya orang di jaman dinasti song. Siapa menyangkal janji itu, selanjutnya dia akan terhina. Habis membuat perjanjian, Auwyang Hong hendak menanya Kwee Ceng tentang oey Yong, hanya belum lagi ia membuka mulutnya, ia melihat bayangan berkelebat di luar kemah, gerakannya sangat gesit. Ia bercuriga, lantas ia lompat keluar, untuk menyusul. Ia ketinggalan, ia tidak melihat bayangan siapa juga. Maka ia berpaling ke arah tenda dan kata. "Di dalam tempo sepuluh hari, akan aku datang pula ke mari Itu waktu kita akan melihatnya, kau yang memberi ampun padaku, atau aku yang mengampunimu" Sambil tertawa lebar tubuh sea Tok mencelat, lantas dia lenyap. sebab sekejap saja dia sudah memisahkan diri belasan tombak. Lou Yoe Kiak bertiga saling mengawasi dengan bengong, hati mereka mengatakan "Dia sangat lihay, tidak heran dia sama tersohornya seperti Ang Pangcu." Kwee Ceng lantas memberitahukan ketiga tiang lo itu bahwa datangnya Auwyang Hong untuk mencari oey Yong. "Dia bilang oey Pangcu ada di dalam pasukan ini, dia ngaco belo" Berkata Yoe Kiak. "Jikalau itu benar, mustahil kita tidak tahu? Laginya" Kwee Ceng menunjang janggut. "Akan tetapi akupikir dugaannya itu beralasan," Katanya perlahan. "sering aku merasakan yang nona oey seperti berada di sampingku, kalau ada soal-soal sukar. selalu dia membantu memecahkannya. Hanya tidak perduli apa yang akupikir, dia tetap tidak sudi memperlihatkan diri padaku" Tanpa merasa, kedua matanya pemuda itu menjadi merah. "Baiklah koanjin jangan berduka," Yoe Kiak menghibur. "Inilah perpisahan sekejab mata, diakhirnya toh kita bakal berkumpul." "Aku telah berbuat keliru terhadap nona oey, aku khawatir dia tidak akan sudi menemui aku pula," Kata lagi Kwee Ceng, yang mengaku salah. "Aku tidak tahu bagaimana aku harus berbuat untuk menebus dosaku itu" Yoe Kiak bertiga saling memandang. "Taruh kata dia tidak sudi bicara sama aku," Kwee Ceng berkata pula. "Kalau dia membiarkan aku melihatnya satu kali saja, hatiku tentu terhibur" "Kau letih, koanjin," Berkata Yoe Kiak. "Silahkan kau beristirahat. Besok kita berdamai pula untuk menjaga Auwyang Hong datang mengacau lagi." Kwee Ceng mengangguk, maka ketigg tiang lo itu mengundurkan diri Besoknya angkatan parang maju terus, malamnya mereka singgah, Yoe Kiak datang ke kemah. Kwee Ceng membawa sehelai gambar lukisan. Ia kata "Pada tahun yang lalu selama di Kang lam aku telah mendapatkan gambar ini, aku seorang kasar, tidak mengerti aku akan maksudnya itu, maka selagi sekarang koanjin kesepian, dapatlah koanjin menikmati ini perlahan-lahan." Lantas gambarnya itu ia letaki di atas meja. Kwee Ceng membeber itu. Ia tercengang begitu ia melihat lukisannya. Seorang nona tengah menenun, romannya mirip sama oey Yong, melainkan lebih perok, alisnya turun, romannya lesu. Ia mengawasi terus. Di samping itu ia mendapati dua baris huruf halus, bunyinya mirip dengan syairnya Eng Kouw. Yang pertama. "Tujuh perkakas tenun Suteranya habis, citanya rampung, jangan sembarang dibuat pakaian nanti tergunting rusak tak disengaja, hingga burung-burungnya hong dan loan, terpisah menjadi dua pinggiran baju" Dan yang kedua. "Sembilan perkakas tenun Sepasang bunganya, sepasang daunnya, sepasah cabangnya Cinta tipis semenjak dahulu kala sering berpisah, dari mulanya sampai di akhimya, hati terikat, menembusi sehelai benang" Tidak lama si anak muda berpikir, lantas ia ingat. Pikirnya. "Ini gambar mesti dilukis Yong-jle Entah dari mana Lou Tiang lo mendapatkannya" Ketika ia mengangkat tangan, untuk menanya, pengemis itu sudah berlalu dari kemahnya. Ia lantas menyuruh serdadunya memanggil, akan tetapi waktu ditanya, pengemis itu berkukuh membilang dia membelinya dari toko buku di kang lam. Biarnya ia sepuluh kali tolol, Kwee Ceng dapat menduga, hanya disebabkan Yoe Kiak menutup mulut, ia kewalahan. Ia berpikir. justru itu Kan Tiang lo datang, pengemis itu bicara dengan perlahan. "Barusan aku melihat bayangan orang di ujung timur laut ini, waktu aku menyusul, bayangan itu lenyap setahu ke mana. Maka aku khawatir malam ini Auwyang Hong si bangsat tua nanti nyelundup ke dalam tangsi." "Biarlah," Kata Kwee Ceng. "Mari kita bersiap untuk membekuk dia." "Aku mempunyai satu akal, entah koanjin setuju atau tidak." Kata Kan Tiang lo. "Mestinya itu bagus. Coba kau tuturkan." "Inilah tipu daya sangat sederhana," Kata tiang lo she Kan itu. "Kita menggali liang jebakan. Kita menyuruh duapuluh serdadu menyiapkan karung terisi pasir menjaga di luar kemah. Beruntung bangsat tua itu jikalau dia tidak datang, kalau dia muncul, aku tanggung dia dapat datang tetapi tidak dapat pergi." Kwee Ceng setuju dengan akal itu, ia bahak girang. Ia percaya Auwyang Hong bakal terjebak sebab see Tok sangat jumawa dan tidak melihat mata kepada lain orang. Lou Tiang lo bertiga lantas mengepalai sejumlah serdadu menggali tanah dalamnya dua puluh tombak kira-kira, di atasnya ditutup rapi dengan permadani, di situ ditaruhkan sebuah kursi kayu yang enteng. Duapuluh serdadu dengan karung-karung pasir disembunyikan di luar tenda itu. Pekerjaan menggali tanah itu tidak mencurigai siapa juga sebab di gurun pasir biasa orang menggali sumur untuk mendapatkan air. setelah rapi, Kwee Ceng menanti sambil duduk membaca buku. Malam itu, Auwyang Hong tidak muncul. Besoknya itu Auwyang Hong tidak muncul. Besoknya, tentara maju terus, malamnya singgah pula. Yoe Kiak bertiga menggali liang jebakan yang baru. Malam kedua itu, tetap Auwyang Hong tidak muncul, juga tidak di malam ketiga. Hanya di malam keempat, Kwee Ceng mendengar suara apa-apa di kain tendanya, selagi hatinya berdebaran, ia melihat Auwyang Hong muncul sambil tertawa panjang. see Tok bertindak dengan tenang, terus dia menghampirkan kursi, untuk berduduk. atau mendadak. bruk Maka kejebloslah kursi itu berikut orang yang duduk di atasnya. Liang dalam duapuluh tombak. tidak bisa Auwyang Hong segera berlompat naik. Di lain pihak, duapuluh serdadu sembunyi segera datang menguruk dengan karung pasir mereka itu. Lou Yoe Kiak girang sekali, hingga ia memuji. "Dugaan oey Pangcu tepat sebagai malaikat" Tapi ia berhenti secara tiba-tiba sebab Kan Tianglo mendelik kepadanya. "oey Pangcu apa?" Tanya Kwee Ceng. "Aku salah omong," Berkata Yoe Kiak, menyambungi. "Aku mau menyebutnya Ang Pangcu. Jikalau Ang Pangcu ada di sini, dia tentu girang sekali." Kwee Ceng mengawasi tianglo itu, hendak ia menanya pula ketika serdadu-serdadunya di luar tenda menerbitkan suara berisik, bersama ketiga tianglo ia lari ke luar. Di sana sekalian serdadunya itu membuatnya berisik sambil tangan mereka menunjuk ke tanah. Tanah itu, yang tadinya rata, bergerak-gerak, sebentar mumbul, sebentar rata pula. Tidak lama anak muda ini mengawasi, ia segera mengerti sebabnya itu. "Auwyang Hong lihay, dia bisa menyungkur tanah" Katanya. Lantas dia menitahkan beberapa puluh serdadu menaik kuda, untuk jalan mondar-mandir di atas tanah itu, di bagian mana saja yang munjul. sekian lama sekalian serdadu itu bekerja, lalu tak ada lagi tanah yang munjul. Maka dianggap Auwyang Hong tidak tahan dan telah mati karenanya. "Coba gali," Kwee Ceng menitah. Ketika itu sudah tengah malam. orang memasang obor. Semua serdadu berdiri memutari tempat yang digali oleh belasan serdadu lainnya. setelah menggali belasan tombak. tubuh Auwyang Hong kedapatan berdiri diam. Tempat terpisah duapuluh tombak dari liang jebakan. Maka hebatlah tenaganya Auwyang Hong, tidak perduli tanah di situ tidak keras. Berkat tenaga dalamnya, dia dapat nelusup bagaikan tikus. Dia lantas digotong naik, diletaki di tanah. Lou Yoe Kiak menghampirkan, untuk meraba dadanya. Tubuh see Tok masih hangat. "Coba ambil rantai dan belenggu padanya," Tianglo ini menitah. Baru pengemis ini berkata demikian atau mendadak tubuh Auwyang Hong bergerak dan sebelah tangannya menyambar kaki kanan si pengemis di bagian otot nadi kaki itu. semua serdadu kaget, mereka berteriak mengatakan mayat hidup pula. Mereka tidak tahu, Auwyang Hong telah menutup jalan napasnya dan berpura-pura mati, setelah berada di luar urukan, dia membukanya pula jalan napasnya itu seraya terus membekuk si pengemis. Kwee Ceng berlompat menubruk. tangan kirinya menekan jalan darah kie-kut-hiat dan tangan kanannya menekan jalan darah yang penting. Di dalam keadaan biasa, tidak nanti Auwyang Hong dapat dikotok secara demikian. Dia terkejut, dia hendak membela diri, tetapi kasep. dia kalah gesit. Dia merasakan tubuhnya kaku. Tapi dia mengerti, Kwee Ceng tidak menyerang hebat, kalau tidak. dia bisa mati lantas. Terpaksa dia melepaskan tangannya dari kakinya Yoe King. Pendekar Pemanah Rajawali Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo dia berdiri diam. "Auwyang sianseng," Kwee Ceng berkata. "Hendak aku mengajukan satu pertanyaan padamu. Adakah kau melihat nona oey?" "Aku melihat hanya bayangannya," Menjawab See Tok. "Itu sebabnya kenapa aku datang mencari ke mari." "Apakah kau melihatnya nyata?" Kwee Ceng menanya pula. "Jikalau bukannya setan budak itu berada di sini, kau pasti tidak dapat menggunai jebakan ini untuk menangkap orang" Sahut si Bisa dari Barat. Kwee Ceng melengak. "Nah, kau pergilah" Katanya akhirnya. "Kali ini aku memberi ampun padamu" Dengan satu dorongan tangan kanan dengan perlahan, pemuda ini membikin tubuh orang terpelanting setombak lebih. Ia berbuat begini karena ia khawatir jago Barat yang lihay itu nanti menggunai ketika akan menyerang kepadanya. Auwyang Hong berpaling, ia kata dengan dingin. "Biasanya aku bertempur sama bangsa cilik, tidak pernah aku mengunai senjata, tetapi kau dibantu si budak setan yang licik dan banyak akal muslihatnya, maka aku menyingkir dengan kebiasaanku itu Di dalam tempo sepuluh hari, aku akan datang pula ke mari dengan membawa tongkat ularku. Kau telah melihat sendiri bisa di kepala tongkatku itu, dari itu kau berhati-hatilah" Lantas ia mengangkat kaki. Kwee Ceng mengawasi orang menghilang, lalu ia merasakan sambaran angin Utara yang dingin, hingga ia menggigil sendirinya. Ia lantas mengingat lihaynya tongkat see Tok. ia merasa ngeri. Tongkat itu telah lenyap di dasar laut tetapi sembarang waktu Auwyang Hong dapat memperoleh yang lainnya, sedang ular berbisanya dia mempunyai banyak. Berbayang di depan matanya bagaimana Yan Ie Lauw, si bisa bangkotan itu membuatnya Coan Cin Cit Cu kewalahan. Tentu sekali, tongkat ular itu tidak dapat dilawan dengan tangan kosong sedang dia sendiri tidak pernah meyakinkan ilmu silat dengan senjata yang tertentu, sedang apa yang Liok Koay mengajarinya ada ilmu silat yang biasa. Ia menjadi bingung, matamya mendelong mengawasi awan putih di langit Tidak lama, hawa udara menjadi dingin sekali, maka serdadu pelayan menyalakan api. Kwee Ceng berdiam di dalam kemahnya. Semua kuda pun dimasuki ke dalam tangsi. Kawanan pengemis tidak membekal baju kulit, untuk melawan hawa dingin itu, mereka mencoba menggunai tenaga dalamnya masing-masing. Adalah kemudian, Kwee Ceng menitahkan tentaranya membuat baju kulit kambing untuk mereka itu. Besoknya hawa menjadi terlebih dingin, saiju di tanah berubah menjadi es. Menggunai saat dingin ini, tentara Khoresm datang menyerang. Tapi Kwee Ceng telah bersiap, ia menyambutnya dengan barisan Liong Hui Tin, ia menang, lantas ia melabrak, mengejarnya ke Utara. Sudah biasa Kwee Ceng tinggal di gurun Utara, ia tidak takut hawa dingin. Tapi ia ingat Oey Yong. Kalau benar si nona ada bersamanya, bagaimana nona itu dapat melawan hawa dingin itu? Maka ia menjadi berkhawatir. Malamnya, diam-diam pemuda ini memeriksa semua kemah. Tidak berhasil ia mencari si nona. Ketika ia akhirnya balik ke kemahnya, di sana Yoe Kiak lagi mengepalai penggalian lubang jebakan. "Auwyang Hong itu sangat licin, setelah satu kali terjebak, mana dia kena dijebak untuk kedua kalinya?" Berkata si anak muda. "Dia tentu menduga kita memakai lain akal, tidak tahunya kita tetap sama liang kita ini," Menjawab si pengemis. "Biarlah dia dibikin bingung dengan itu pembilangannya, yang kosong ialah yang berisi, yang berisi ialah yang kosong, kosong dan berisi tak dapat diterkanya " Kwee Ceng mengawasi tajam. Ia berpikir. " Inilah akal muslihat dari dalam kitab ilmu perang, cara bagaimana kau mengetahuinya?" Yoe Kiak tidak menghiraukan sikap orang, ia berkata " Kalau kita menggunai lagi karung pasir, dia bakal dapat daya untuk menghindarkannya, maka kali ini kita mengubah cara, kita menggunai air panas, kita banjur dia" Memang Kwee Ceng mendapatkan di luar tenda ada puluhan serdadu lagi menyiapkan belasan kuali besar, sebagai airnya mereka mengampaki kepingan-kepingan es dimasuki ke dalam kuali itu, untuk dimasak lumer. "Dengan begitu bukankah dia bakal mati terseduh?" Si anak muda tanya. "Memang koanjin telah berjanji dengannya akam mengampuni dia tiga kali," Menyahut Yoe Kiak. "Tetapi kalau ini kali dia mampus, itulah bukan dia roboh langsung di tangan koanjin, maka biar dia mau diberi ampun, tidak bisa. Dengan begitu koanjin tidak menyalah janji." Kwee Ceng menganggap alasan itu benar juga, ia berdiam saja. setelah sekian lama, selesai sudah jebakan itu diatur. Tetapi sebuah kursi kayu diletaki di tengah-tengahnya. Di luar, dapur pun dinyalakan apinya, untuk orang memulai memasak air. Hawa ada sangat dingin, nyalanya api lamhat, es lumer dan keburu beku pula, maka Yoe Kiak berulang kali mendesak. "Lekas, kobarkan api" Justru di situ terlihat bayangan orang mencelat muncul Dan itulah see Tok Auwyang Hong. Dengan tongkatnya dia menyingkap tenda, terus dia berkata. "Eh, bocah tolol, kali ini kau mengatur liang jebakan, kakekmu tidak takut" Terus dia mengenjot tubuh ke arah kursi, untuk duduk bercokol di atasnya. Yoe Kiak bertiga menjadi bingung sekali. Tidak disangka orang datang demikian cepat. Air mereka belum termasak panas, bahkan air sangat dingin. Di dalam hati mereka mengeluh menyaksikan see Tok bercokol di kursinya. Mendadak terdengar suara nyaring, disusul sama caciannya Auwyang Hong. Kursi telah terjeblos bersama orang yang duduk di atasnya. Di situ tidak ada persediaan pasir, musuh tidak bisa diuruk pula. Untuk Auwyang Hong, gampang buat berlompat naik dari liang jebakan itu. "Koanjin, lekas keluar" Akhirnya ketiga tianglo berteriak sebab mengkhawatirkan keselamatannya si anak muda. Berbareng dengan itu di belakang mereka terdengar teriakan. "Tuang air" Kapan Yoe Kiak mendengar suara itu, tanpa sangsi lagi ia berteriak-teriak. "Tuang air Tuang air" Sekalian serdadu itu mentaati titah, dengan sebat mereka menggotong kuali- kuali besar itu, untuk airnya dituangkan ke dalam liang perangkap. Auwyang Hong lagi berlompat naik ketika dia diseblok air, hingga dia kaget dan kembali jatuh. Dia mengerti ancaman bahaya itu, dia lantas bersiap. Lagi sekali dia berlompat naik. Kali ini dia salah menaksir. Dia mengira dia bakal terus disiram dengan air. Memang benar, dia disiram, hanya dia lupa memikir, setelah diangkat dari dapur, air es yang baru lumer itu segera membeku pula. Maka sekarang dia tertimpa es, yang keras. Dia kaget bukan main, dia kesakitan pada kepalanya. Kembali dia jatuh. sekarang dia jatuh hebat, sebab kakinya pun terbelesak di dalam air yang lagi membeku menjadi es itu, hingga ia tak dapat bergerak. Ia mengerahkan tenaganya, untuk berlompat naik lagi, tetapi selagi begitu tubuhnya sebatas pinggang sudah keuruk dan kegencet es Di dalam halnya menuang air dari dalam kuali itu, serdadu-serdadunya Kwee Ceng sudah terlatih. Empat serdadu menggotong sebuah kuali, empat yang lain menggotong yang lainnya, demikian juga yang lain-lainnya lagi. kalau yang empat bersedia di tepi liang, empat yang lain bersiap untuk menggantikannya, demikian selanjutnya. Maka itu, rapi sekali tertuangnya air. ini pula yang menyebabkan Auwyang Hong menjadi tidak berdaya. Yoe Kiak semua girang karena tipu mereka menjadi hal yang kebetulan - air panas berganti dengan air es. setelah itu ia mengatur tindakan guna meringkus korban perangkap itu. serdadu-serdadu diperintah membongkar es di sekitarnya see Tok. lalu es yang membungkus tubuh itu dilibat dengan dadung dan ujung dadung diikat kepada serombongan dari dua puluh ekor kuda. Begitu sudah siap. kuda itu dituntun untukjalan, untuk menarik es itu, buat diangkat naik. Berisik suaranya sekalian serdadu itu, maka dari lain-lain tangsi orang datang berkerumun, untuk menyaksikan, buat menonton. Banyak obor dipasang terang-terang hingga segala apa tampak nyata. Auwyang Hong terbungkus es, dia tidak dapat bergerak. Karena dia sangat murka, matanya mendelik, giginya terbuka, alisnya berdiri Dia mendongkol akan mendengar semua serdadu berteriak-teriak kegirangan. Yoe Kiak khawatir, karena lihaynya tenaga dalamnya, Auwyang Hong nanti bisa berontak melepaskan diri Itulah berbahaya, maka ia hendak menambah es dengan menyiramkan yang baru lumer. Untuk itu ia memerintahkan serdadunya masak es pula. "Jangan," Berkata Kwee Ceng, yang ingat kepada janjinya. "Tiga kali dia mesti diberi ampun. Gempurlah es itu, biarkan dia pergi." Ketiga tianglo menghela napas, mereka menyesal, tetapi mereka juga bangsa laki-laki, mereka tidak menentang. Yoe Kiak sendiri yang mengangkat martilnya menghajar es itu. "Keanjin," Tiba-tiba Kan Tianglo tanya. " Orang seperti Auwyang Hong ini, berapa lama dia dapat bertahan digencet es?" "Mungkin tiga hari dan tiga malam, lewat dari itu, jiwanya terancam bahaya," Jawab Kwee Ceng. "Baiklah, lagi tiga hari baru kita lepas dia," Kata tianglo she Kan itu. "Jiwanya boleh diampunkan, kesengsaraan tak dapat dia tak menderitanya" Kwee Ceng ingat akan sakit hati gurunya, ia mengangguk. Besoknya, dari lain-lain pasukan pun datang penonton. Menampak demikian, Kwee Ceng menyuruh serdadu mengurung see Tok di dalam tenda, supaya dia tidak jadi tontonan terlebih jauh. Anak muda kata pada Yoe Kiak. "Pepatah kuno membilang, seorang ksatria dapat dibunuh, tidak dihina, dan dia ini, dia tetap ada seorang guru besar, dia tidak dapat diperhina sembarang orang." Karena ini bukan saja serdadu, segala perwira pun dilarang menonton See Tok lagi. Tepat tiga hari, ketiga tiang lo menggempur es dan Auwyang Hong dimerdekakan. Dia lantas duduk bersila, untuk menyalurkan tenaga dalamnya. Selang setengah jam, tiga kali dia memuntahkan darah hitam, setelah itu dengan roman mendongkol, dia ngeloyor pergi. Melihat keuletan orang, Kwee Ceng dan ketiga tiang lo kagum sekali. Mereka menyayangi si Bisa yang sesat ini. Selama tiga hari Auwyang Hong digencet, hati Kwee Ceng tidak tenang. Sekarang setelah orang berlalu, ia tetap merasa tidak tentram. Pendekar Pemanah Rajawali Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Ia khawatir See Tok nanti muncul setiap waktu. Untuk menenangkan diri, ia duduk bersemedhi. Di sebelah itu, ada lagihal yang memberatkan hatinya. Ialah itu teriakan dari orang yang tidak dikenal, yang menitahkan menuangkan es kepada See Tok - es pengganti air panas. Ia ingat, itu mestinya suaranya oey Yong. Mulanya ia tidak perhatikan itu, baru selama tiga hari, ia mengingatnya baik-baik, lalu selanjutnya, suara itu seperti terus mendengung di kupingnya "Tidak salah. Yong-jie ada di dalam pasukan ini" Serunya sendiri seraya berlompat bangun. "Aku mesti mengumpulkan semua pumggawa dan serdadu, untuk memeriksa satu demi satu orang, mustahil dia dapat lolos" Hanya sejenak ia mengubah pikirannya itu. Ia ingat "Yong-jie tidak sudi menemui aku, periu apa aku memaksanya?" Maka ia menjadi berduka sekali. Ia bengong memg awasi gambar nona yang ia dapat dari Lou Tiang lo. Malam itu selagi kesunyian memerintah jagat, Kwee Ceng mendengar derapnya kuda mendatangi, lantas itu disusul sama suara serdadu teguran pengawalnya, kemudian muncullah seorang pesuruh, yang menghaturkan surat titah dari Jenghiz Khan. Angkatan parang Mongolia maju dengan lancar, di mana-mana mereka memperoleh kemenangan, maka itu, lagi beberapa ratus lie, mereka bakal tiba di samarkand, salah satu kota kenamaan di Khoresm Jenghiz Khan telah mendapat tahu kota itu telah dijadikan ibu kota baru oleh shah Muhammad, bahwa di situ telah dikumpul belasan laksa serdadu berikut rangsum yang cukup, kotanya sendiri pun kuat, maka untuk menggempur kota itu, ia pikir baiklah penyerangan dilakukan serentak. Dengan datangnya titah panggilan itu, besoknya pagi Kwee Ceng memberangkatkan pasukannya menuju ke selatan mengikuti sungai, di dalam tempo sepuluh hari, tibalah ia diluar kota samarkand. Musuh rupanya melihat pasukannya yang berjumlah kecil, musuh keluar dan menerjamg. Ia melawan dengan dua barisannya, Hong-yang dan In-sui. Musuh kehilangan seribu jiwa lebih, dengan kekalahan mereka lari masuk ke dalam kota. Di hari ketiga tibalah pasukan besar dari Jenghiz Khan sendiri, disusul oleh Juji dan ogotai. Maka samarkand lantas dikepung. Benar-benar kota itu kuat, sulit untuk dipecahkan dan dirampasnya. sebaliknya, banyak serdadu yang roboh sebagai korban. Lewat lagi satu hari, putranya Jagatai penasaran, dia menyerang seorang diri Dia berani sekali, dia merangsak hebat. Apa celaka, dia kena dipanah kepalanya dan mati di situ juga. Jenghiz Khan sangat menyayangi cucunya itu, ia sangat berduka. Ketika mayat sang cucu digotong pulang, ia memeluk. air matanya bercucuran. ia sendiri yang mencabut anak panah musuh. Ia terkejut ketika ia mendapatkan, anak panah itu memakai bulu burung rajawali dan terbungkus emas di mana ada ukiran huruf-huruf yang berbunyi. "chao Wang dari negeri Kim." "Hm, kiranya Wanyen Lleh sijahanam ada di sini" Dia berseru. Ia lantas lompat naik atas kudanya, ia memberikan pengumumannya "Semua perwira tinggi dan rendah, siapa saja yang dapat paling dulu memanjat kota dan memecahkannya serta berhasil membekuk Wanyen Lieh, guna membalas sakit hatinya cucuku, maka kota ini, semua wanita, permata dan citanya, akan dihadiahkan kepadanya" Seratus serdadu berkuda segera mengumumkan terlebih jauh janji junjungannya ini, maka di dalam tempo yang pendek. semua barisan lantas merangsak maju, seruan mereka mengguntur, semua berlomba memanjat tembok atau menggempur pintu kota. Musuh membela diri dengan keras, kotanya tidak dapat digempur, sebaliknya pihak Mongolia rugi empat ribu orang. Inilah kekalahan yang pertama dari Jenghiz Khan selama dia maju di Khorems, maka itu ia menjadi sangat mendongkol dan berduka. Pulang ke kemahnya, Kwee Ceng memeriksa kitab perangnya Gak Hui. Ia mau mencari daya untuk dapat memukul pecah kota samarkand itu. Ia tidak berhasil. Kota samarkand lain daripada kota-kota di Tiongkok. Lantas ia menyuruh orang mengundang Lou Yoe Kiak. Ia percaya, Yoe Kiak bakal pergi mencari oey Yong, maka kalau Yoe Kiak meminta tempo, hendak ia menguntitnya. Yoe Kiak itu cerdik, dia telah mengatur orang-orangnya, dari itu di mana Kwee Ceng sampai, lantas ada orang Kay Pang yang menyambut ia sambil berseru. "Inilah tentu dayanya Yong-jie untuk ia bisa menghindarkan diri dari aku. sungguh dia cerdik, dia dapat menerka segala apa yang aku pikir" Selang satu jam, Yoe Kiak kembali. Ia kata "Kota ini benar kuat sekali. Cobalah tunggu lagi beberapa hari, kita lihat bagaimana gerak-gerik musuh, baru kita memikir pula." Kwee Ceng mengangguk dengan terpaksa. Waktu berangkat dari Mongolia, pemuda ini polos sekali dan tolol, tetapi sekarang sang waktu dan pengalamannya, membikin dia mendapat banyak kemajuan. Dia jadi bisa berpikir. Demikian itu malam berdiam seorang diri di dalam kemahnya, ia memikirkan syair di gambar nona itu. Itulah artinya asmara. "Pastilah Yong-jie tidak menganggap aku tidak berbudi," Pikirnya. "Tentulah ia lagi mengharap-harap penghaturan maafku terhadapnya . sayang aku tolol, tidak tahu aku caranya untuk menebus dosa, untuk membikin puas hatinya" Oleh karena susah pulas, sampai jam tiga barulah Kwee Ceng layap-layap. Ia lantas mimpi bertemu oey Yong. Ia segera menanya bagaimana caranya ia harus minta maaf. si nona membisiki ia, ia jadi girang sekali, ia berlompat bangun dan ia mendusin Lantas ia menjadi berduka. Ia tidak ingat lagi kisikan si nona, siasia ia memikirkannya. Tapi ia ingat satu hal. Ia berteriak. " Lekas undang Lou Tianglo datang ke mari" Perintah itu dijalankan. Lou Yoe Kiak menyangka ada urusan militer penting, dia datang hanya dengan berkerebong baju kulitnya, sepatunya tidak keburu dipakai. Kwee Ceng lantas kata padanya. "Lou Tianglo, biar bagaimana, besok malam aku ingin bertemu sama nona oey. Tidak perd uli kau memikirkannya sendiri, atau kau minta bantuan lain orang, besok sebelum tengah hari, kau mesti telah memberikan aku satu daya upaya yang bagus untuk memukul pecah kota" Pengemis itu kaget. "oey Pangcu tidak ada di sini, cara bagaimana koanjin dapat bertemu dengannya?" Ia kata. "Kau pandai berpikir, kau tentu mempunyai dayamu," Kata si anak muda. "Kalau besok siang kau tidak menghaturkan dayamu itu, aku akan menjalankan undang-undang ketentaraan" Yoe Kiak masih hendak bicara, atau Kwee Ceng telah memberi perintah kepada serdadu pengiringnya. "Besok tengah hari kauperintahkan seratus algojo menanti di muka tenda ini" Serdadu itu memberikan penyahutannya, sedang Yoe Kiak. dengan roman masgul, ngeloyor pergi. Besoknya pagi, salju turun besar-besaran, tembok kota menjadi licin. Mana bisa kota itu dipanjat? Maka Jenghiz Khan tidak mencoba menyerbu kota. Ia pula bersangsi meninggalkan kota itu. Hawa udara sangat dingin. Kalau ia maju terus ke Barat, belakangnya bias dipotong musuh. Kalau lama ia berdiam di situ, musuh bisa mendapat bala bantuan. ia menjublak memandangi puncak yang tinggi seperti masuk mega. Ia jalan mondar-mandir dengan menggendong tangan. Puncak itu mencil sendirian, mirip pohon tanpa cabang dan daun, maka penduduk samarkand menamakannya "Puncak Gundul". Dan kota samarkand dibangun dengan menyender puncak itu. Hebat pendirian kota ini. Mengingat kuatnya kota, entah berapa banyak belanja pendiriannya. juga panglima yang mengatur rencananya dan tukang-tukang yang mengerjakannya, mereka semua pasti pintar sekali. Kota terbuat dari batu semua, di situ rumput pun tidak tumbuh. Mungkin kera juga tidak dapat memanjatnya. Lama Jenghiz Khan memandang hingga ia berpikir. "Semenjak aku bergerak, aku telah melakoni beberapa ratus kali perang besar dan kecil belum pernah aku nampak kesukaran seperti kali ini. Adakah Thian hendak memutuskan aku?" Salju turun terus, semua tenda telah menjadi putih, sebaliknya di dalam kota, dari mana-mana tampak asap mengepul. Kwee Ceng pun ada kemasgulannya sendiri. Ia menantikan sang waktu dengan hatinya berdebaran. Dapat kah oey Yong memberi akal kepadanya? Bagaimana kalau Yoe Kiak bungkam? Bisakah dia membunuh pengemis itu? Mendekati tengah hari pemuda ini duduk sendirian di dalam kemahnya. Ia berpikir keras. Algojo-algojonya telah siap menantikan. Kemudian, tanpa merasa terdengarlah bunyi terompet dari markas besar. Itu dia tanda bahwa sang tengah hari telah tiba. Berbareng dengan itu, Lou Yoe Kiak muncul di dalam kemah, terus dia berkata "Aku telah dapat memikir satu daya, hanya dikhawatir koanjin sukar menjalankannya." Tapi Kwee Ceng sudah lantas menjadi kegirangan. "Lekas bilang" Ia mendesak. "Apakah yang menjadi kesukarannya? Biarnya itu meminta tenagaku, akan aku kerjakan juga" Yoe Kiak menunjuk kepada puncak gundul. "Sebentar tengah malam, oey pangcu menantikan koanjin di sana." "Benar saja, inilah suaranya Yong-jie," Kata sipemuda di dalam hatinya. "Ia hendak membikin aku tidak berdaya. Puncak ini tinggi melebihkan Tiong cie Hong beberapa lipat, jurangnya hebat, sekalipun ada burung rajawali, belum tentu aku dapat mendakinya Mungkinkah di atas puncak ada dewa yang akan meluncurkan dadung untuk mengerek aku naik?" Ia menjadi masgul. Ia lantas membubarkan barisan algojonya. Dengan menunggang kuda, seorang diri ia mendekati puncak gunung gundul itu. Ia menampak es bertumpuk bersusun bagaikan batu yang licin mengkilap. Es itu mirip es yang dipakai menggencet Auwyang Hong. cuma burung dapat terbang ke atas puncak itu Pemuda ini mengangkat kepalanya, memandang ke puncak. Tiba-tiba kopiahnya jatuh. Mendadak ia mendusin. "Ah" Katanya seorang diri. "Bukan maksud hatinya oey Yong menjanjikan aku mendaki puncak ini, ia hanya hendak menguji hatiku apa aku benar-benar tulus memcintainya. Biarlah, aku nanti mencoba mendakinya. Umpama aku jatuh terpeleset hingga mati, aku toh telah menunjuki hatiku" Setelah berpikir begini, hatinya menjadi lega. Malam itu habis bersantap. Kwee Ceng siap. Ia membekal pisau belatinya serta sepotong dadung panjang. Belum lagijagat gelap seluruhnya, ia sudah keluar dari kemahnya, untuk menuju ke puncak. Di luar kemah, ketiga tiang lo menantikannya. "Kami mengantarkan koanjin," Kata mereka. Ia heran. "Mengantar aku naik?" Pendekar Pemanah Rajawali Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Benar," Menjawab Yoe Kiak. "Bukahkah koanjin berjanji akan bertemu sama oey pangcu di atas puncak?" Kembali si pemuda heran sekali. "Jadi benar- benarkah Yong-jie menjanjikan aku?" Pikirnya. Jadi dia tidak mendustai aku?" Ia heran berbareng girang. Maka lantas ia mengikuti ketiga tianglo itu. Di kaki puncak sudah menanti beberapa serdadu pengiringnya bersama beberapa puluh ekor kerbau dan kambing. ia heran. "Potonglah" Yoe Kiak menitah. seorang serdadu mengangkat goloknya yang lancip. ia menebas sebelah kaki belakangnya seekor kambing, kaki mana selagi darahnya masih panas, lantas ditancapkan di es. sebentar saja, darah itu membeku keras, sedang paha kambing itu sendiri nancap di es itu keras seperti nancapnya paku. Bab 76. Pembalasan Belum lagi Kwee ceng mengerti maksudnya penyembelihan kambing itu serta ditancapnya paha di es di kaki puncak itu, satu serdadu yang lain sudah membacok kutung satu kaki yang lainnya dari kambing itu terus kaki itu ditancapkan seperti yang pertama itu. Jaraknya kedua kaki kambing ialah empat kaki. Setelah ini, barulah ia sadar. Ketiga tianglo itu hendak membuat tangga dari kaki kambing, tangga untuk mendaki puncak. Perbuatan itu menyiksa binatang tetapi terpaksa dilakukan karena tidak ada lainnya jalan lagi. Lou Yoe Kiak berlompat naik ke tangga kaki kambing undak pertama, Kan Tianglo mengutungi kaki kambing lainnya, dia lemparkan itu kepada kawannya, Yoe Kiak menyambuti dan menancapnya dengan sebat, habis mana, dia naik satu tindak. Hal ini dilakukan terus-menerus, di dalam tempo sebentar, pengemis itu telah naik tingginya belasan kaki. Sekarang ketiga tianglo bekerja semua, bekerja sama. Karena sudah tinggi, kalau kaki kambing dilemparkan ke atas, sesampainya di atas sudah dingin, maka kambing hidup dikerek naik, kakinya dikutungi di atas juga. Demikian orang bekerja terus, sampai Kwee ceng pun membantu. Ketika akhirnya mereka tiba di puncak, ketiga tianglo sangat letih, sedang si anak muda mengeluarkan peluh . "Koanjin, dapatkah kau memaafkan aku?" Kata Yoe Kiak setelah ia dapat bernapas lega. Tapi Kwee Ceng kagum dan bersyukur. "Aku justru tidak tahu bagaimana harus membalas kebaikan tianglo bertiga," Jawabnya. " Inilah titahnya pangcu. Yang terlebih sukar pun kami akan melakukannya. Siapa suruh kami mempunyai Pangcu yang luar biasa?" Yoe Kiak tertawa, juga dua kawannya, habis mana, mereka mendahului turun dari puncak, untuk itu, mereka dibantu dadung yang diikat di pinggang mereka masing-masing. Kwee Ceng mengawasi sampai ketiga tianglo itu tiba di pinggang gunung, baru ia memandang puncak itu. Ia melihat suatu pemandangan, yang sangat mengagumi, yang membikin pikirannya terbuka. Itulah wilayah es, yang merupakan kaca. Ada es yang berupa seperti bunga atau rumput atau binatang kaki empat atau burung, ada pula yang berdiri bagaikan rebung, bagaikan pohon. Ia menjadi tersengsem. Ia tentu tercengang terus kalau tidak ia mendengat suara tertawa halus di sebelah belakangnya, hingga ia berpaling dengan segera. Di sana ia melihat seorang nona dengan pakaian putih lagi mengawasi padanya, wajah si nona seperti lagi tertawa. Ia menjublak mengawasi. orang itu bukan lain daripada oey Yong. Yong-jie yang ia cari, yang ia buat pikiran setiap detik. sekian lama mereka saling memandang, lantas mereka sama-sama bertindak menghampirkan. Mereka girang dan berduka, karenanya, selagi saling mendekati, tanpa merasa, kaki si nona terpeleset. si pemuda kaget, dia berlompat, untuk menolongi. Karena itu, mereka jadi saling rangkul, tubuh mereka rebah bersama. Sampai sekian lama barulah oey Yong melepaskan diri, untuk duduk di atas satu gundukan es yang mirip sepotong batu besar. "Jikalau bukannya kau sangat memikirkan aku, tidak mau aku menemui kau," Kata dia. Kwee Ceng mengawasi, bengong mulutnya tertutup. si nona pun, habis mengatakan begitu, terus berdiam. "Yong-jie" Kata si pemuda akhirnya. "Engko Ceng" Si nona menyahuti. "Yong-jie" Kata pula si pemuda, girangnya bukan kepalang. "Ah, apakah masih belum cukup kau memanggil namaku?" Si pemudi tertawa. "Bukankah meski aku tidak berada di sampingmu, setiap hari kau telah menyebut-nyebut namaku puluhan kali?" "Bagaimana kau ketahui itu?" Kwee Ceng heran. oey Yong tertawa. "Kau tidak melihat aku, aku sering melihat kau" Jawabnya. "sampai sebegitu jauh kau berada di dalam pasukanku, kenapa kau tidak membiarkan aku melihat padamu? " "Hm, masih kau ada muka menanyanya? satu kali kau ketahui aku tidak kurang suatu apa, tentulah kau bakal menikah dengan putri Gochinmu Maka aku lebih suka tidak memberitahukan kau tentang di mana adanya aku Apakah kau kira aku tolol?" Mendengar disebutnya nama Gochin Baki, kegembiraan Kwee Ceng lenyap separuhnya, dengan lantas ia menjadi masgul. "Pemandangan di sana indah, mari kita pergi ke sana" Mengajak oey Yong yang melihat air muka orang itu, tangannya menunjuk. "Mari kita berbicara sambil berduduk." Kwee Ceng berpaling ke tempat yang ditunjuk itu. Di sana ada sebuah gua es, karena sinarnya rembulan, gua itu mengasih lihat wujud mirip istana. Ia mengangguk. Dengan berpegangan tangan, keduanya menghampirkan gua itu. Dengan mereka mengambil tempat duduk. "Jikalau aku ingat perlakuanmu terhadapku selama di Tho Hoa To, kau bilang, pantas atau tidak aku memberi ampun padamu?" Tanya si nona kemudian. Kwee Ceng berbangkit. "Akan aku berlutut dan mengangguk padamu," Ia kata. Benar-benar ia menekuk lututnya. "Sudahlah" Kata si pemudi tertawa. "Jikalau aku telah tidak memberi ampun padamu, meski kau kutungi seratus kepalanya Lou Yoe Kiak, tidak kesudian aku merayap naik ke atas puncak ini." "Yong-jie, sungguh kau baik" "Apakah bicara tentang baik atau tidak baik? Mulanya aku menduga kau cuma mengingat sakit hati guru-gurumu dan hendak menuntut balas untuk itu, bahwa di matamu, separuh dari bayanganku juga tidak ada, adalah setelah mengetahui perjanjianmu dengan Auwyang Hong, untukku kau suka memberi ampun tiga kali kepadanya, baru aku ketahui kau sebenarnya masih memikirkan aku" Si anak muda menggeleng kepala. "Baru sekarang kau mengetahui hatiku," Ujarnya. oey Yong bersenyum. "Kau lihat, apakah yang aku pakai?" Ditanya begitu, bagaikan baru sadar, Kwee Ceng mengawasi. Ia lantas mengenali baju putih si nona, baju bulu yang dulu hari dia mengasihkannya kepada nona itu di Thio-kee-kauw. Ia lantas menggenggam tangan orang. Berdua mereka duduk saling menyender. "Yong-jie," Kata pula Kwee Ceng kemudian. "Dari suhu aku mendengar bagaimana kau di Tiat ciang Bio telah dipaksa Auwyang Hong untuk mengikuti dia. Bagaimana duduknya maka kemudian kau lolos dari tangannya iblis itu?" Oey Yong menghela napas. "sayang karena itu maka musnahlah Kwie-in-chung yang indah kepunyaan Liok suko," Ia berkata masgul. "Ketika itu si bisa bangkotan memaksa aku menjelaskan artinya Kiu Im cin-keng. Aku bilangi dia, menjelaskan kitab itu tidak sukar tetapi aku membutuhkan tempat yang bersih dan tenang. Dia bilang dia mengerti, dia hendak mencari sebuah kuil. Aku menolak kuil, aku kata aku sebal sama hweeshio dan aku pun tidak suka dahar sayur saja. Lantas dia tanya, bagaimana mauku. Aku lantas membilang di Kwie-in-chung di Thay ouw, kataku tempatnya bagus, makanannya lengkap dan lezat. si bisa bangkotan setuju, dia menyatakan suka menuruti kehendakku." "Kenapa dia tidak bercuriga?" Tanya Kwee Ceng. "Dia dapat menduga aku kenal pemilik dari Kwie-in-chung akan tetapi dia tidak takut. Dialah orang yang besar kepala, yang tidak melihat mata kepada lain orang. Dia bilang tidak perduli ada berapa banyak sahabatku di Kwie-in-chung, dia sanggup melayaninya. Ketika kita sampai di sana, Liok suko ayah dan anaknya tidak ada di rumah, mereka lagi pergi menjenguk nona Thia di Poo-eng, Kangpak. Kau tahu sendiri, Kwie-in-chung itu diatur menurut Tho Hoa To. Begitu tiba di sana, si bisa bangkotan lantas merasa tidak wajar, sedang aku, dengan jalan berliku-liku, lantas aku menghilang. Kapan dia tidak dapat mencari aku, bangkitlah kemarahannya, dia lantas melepas api membakar rumah itu." Kwee Ceng kaget, ia mengeluarkan seruan tertahan. "Aku telah menduga si bisa bangkotan bakal membakar rumah, aku telah memberi kisikan pada sekalian penghuninya untuk menyingkirkan diri siang-siang." Oey Yong melanjuti. "Bisa bangkotan itu lihay sekali, habis membakar, dia pergi ke jalanan yang menuju ke Tho Hoa To, guna memegat aku. Begitulah beberapa kali hampir aku tercekuk dia. Akhirnya aku berangkat ke Mongolia. Nyatanya dia mengintil terus, Engko tolol, syukur kau tolol-tololan, jikalau kau sama licinnya seperti si bisa bangkotan dan kau mencari aku seperti dia mencarinya, pastilah aku bakal kena terkepung, tak tahu aku mesti bersembunyi di mana" Mendengar itu, Kwee Ceng tertawa. "Tapi akhirnya ternyata kau pintar juga," Berkata oey Yong. "Kau mengerti bahwa dengan mendesak Lou Yoe Kiak pasti bakal ada akal" "Yong-jie, itulah kau yang mengajarnya." "Aku yang mengajarnya di dalam impian." Pemuda ini lantas menutur tentang impiannya. oey Yong tidak tertawa, tapi ia bersyukur. " Orang dulu membilang kesujutan dapat membuka emas dan batu, itulah benar," Katanya. " Karena kau sangat memikirkan aku, sudah selayaknya dari siang-siang aku menemukan kau." "Yong-jie, baikkah kalau kemudian kau tidak berpisah pula dari aku untuk selama-lamanya? " Nona itu tidak menyahuti, ia hanya memandang awan yang mengitari puncak. "Engko Ceng, aku merasa dingin," Katanya. Dengan sebat Kwee Ceng mengerebongi si nona dengan baju kulitnya. "Marilah kita turun," Katanya. "Baiklah Besok malam kita berkumpul pula di sini, nanti aku menjelaskan artinya Kin Im Cin-keng kepadamu." "Apa?" Menanya Kwee Ceng heran. semenjak tadi tangan kanan si nona telah memegang tangan kiri si pemuda, sekarang ia menggenggamnya erat-erat. "Ayahku telah menterjemahkan bagian paling belakang dari kitab itu, besok aku akan menjelaskannya itu kepadamu," Bilangnya. Kwee Ceng berpikir. Ia heran. Bagian itu telah dijelaskan it Teng Taysu, mengapa sekarang nona ini menyebut ayahnya? Ia masih hendak menanya tegas ketika si nona memencet tangannya, maka ia membatalkannya. Ia tahu mesti ada sebabnya untuk tingkah aneh pemudi ini. "Baiklah," Katanya akhirnya. Sampai di situ, mereka turun dari puncak. untuk pulang ke kemah mereka. oey Yong berbisik. "Auwyang Hong juga telah naik ke puncak. selagi kita bicara, dia mencuri mendengari di belakang kita." Pemuda itu terperanjat. "Ah, mengapa aku tidak tahu?" Pendekar Pemanah Rajawali Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Dia bersembunyi di belakang sebuah batu es yang besar. Bisa bangkotan itu sangat licin tetapi kali ini dia lupa satu hal. Meskipun es besar tetapi es terang bagaikan gelas, tidak dapat dia pakai bersembunyi. Dengan bantuannya sinar rembulan aku mendapat lihat samar-samar tubuhnya itu." Kwee Ceng sadar sekarang. "Maka itu kau sengaja menyebut-nyebut Kin im Cin-keng," Ia berkata. "Ya. Aku hendak memancing dia naik ke puncak, setelah itu kita merusaki tangga kaki kambing itu, supaya dia tinggal menetap sebagai dewa hidup, berkata si nona. Kwee Ceng memuji bagus. Ia bersorak. Besoknya pagi Jenghiz Khan menyerang pula kota, tanpa hasil, hanya dia meninggalkan korban seribu jiwa lebih. Kwee Ceng sementara itu telah bersiap sedia. Untuk merusak tangga kaki kambing, ia minta bantuannya ketiga tianglo. Auwyang Hong lihay sekali. Malam itu ia muncul, tetapi ia memasang mata dari jauh-jauh. sebelum oey Yong dan Kwee Ceng naik, ia terus bersembunyi. Melihat akalnya tidak berjalan, oey Yong memikir akal lain. ia memerintahkan menyiapkan beberapa lembar dadung panjang, dadung itu direndam dulu di minyak tanah. Di Khoresm itu, di mana-mana terdapat sumber minyak tanah, minyak mana oleh rakyat dipakai untuk masak nasi dan lainnya. Menurut kitab Yuan shih, ketika Jenghiz Khan menyerang kota Urungya, ibukota lama dari Khoresm, ia telah menggunai minyak tanah membakar rumah-rumah hingga kota menjadi pecah karenanya. Dengan membawa dadung itu, Kwee Ceng berdua oey Yong naik ke atas puncak, di dalam gua es, mereka duduk memasang omong. Kali ini si pemuda pun turut memasang mata secara diam-diam. Tidak lama maka mereka melihat bayangannya see Tok yang bersembunyi di belakang es besar. Karena lihaynya, dia tidak mendatangkan suara apa juga. Dia rupanya menduga kedua orang itu tidak melihat atau mengetahui akan kedatangannya itu. oey Yong berlagak pilon, terus ia menjelaskan bunyinya kitab Kiu Im Cin-keng kepada Kwee Ceng, dan si anak muda pun bersandiwara dengan menanya ini dan itu Tentu sekali mereka merundingkan isi kitab yang asli hingga mereka membuatnya Auwyang Hong girang tidak terkira. see Tok pikiri " Kalau aku paksa budak itu, tidak nanti dia bicara begini rupa. sekarang dengan mencuri dengar, aku dapat mendengar dengan jelas." Oey Yong berbicara dengan perlahan, ia baru menjelaskan tiga baris kata-kata, mendadak di kaki puncak terdengar suara terompet, nyaring dan cepat. Kwee Ceng berlompat berdiri seraya berkata. "Jenghiz Khan menghimpunkan panglima, aku mesti lantas turun" " Kalau begitu, besok saja kita datang pula ke mari," Berkata si nona. "Tidak berhentinya kita mendaki puncak. tidakkah itu sukar dan membuang tempo?" Kwee Ceng tanya. "Apa tidak bisa kita bicara saja di dalam kemah?" "Tidak" Menyahut si nona. "Tua bangka Auwyang Hong terus-terusan mencari aku. Tua bangka itu sangat licin, sulit untuk menyingkir daripadanya, tetapi meski kelicinannya itu, tidak nanti dia dapat menduga kita membuat pertemuan di atas puncak ini." Auwyang Hong mendengar itu, dengan sangat puas ia kata di dalam hatinya. "Jangan kata baru puncak sekecil ini, kau kabur ke ujung langit juga akan aku dapat cari padamu" " Legenda Pendekar Ulat Sutera Karya Huang Ying Sekarsih Dara Segara Kidul Karya Kho Ping Hoo Keris Pusaka Dan Kuda Iblis Karya Kho Ping Hoo