Ilmu Ulat Sutera 25
Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying Bagian 25
Ilmu Ulat Sutera Karya dari Huang Ying Dia tidak berkata apa-apa. Kelakuannya setiap hari diam-diam saja. Namun di balik ketenangannya, dia memerhatikan gerak- gerik Thian-ti dan keempat bawahannya dengan saksama. Sampai suatu hari dia melihat kelima orang itu keluar bersama-sama. Hatinya semakin waspada. Siau-yau-kok adalah tempat yang terpencil. Kecuali Yan Cong-tian, belum pernah ada orang yang berhasil menemukan tempat ini. Sedangkan Yan Cong-tian saja dijebak oleh Fu Giok-su. Ditilik dari keadaannya, Thian-ti dan anak buahnya pasti sedang menghadapi seorang musuh tangguh. Dan mereka tidak membawa perbekalan apa-apa. Hal ini membuktikan bahwa tujuan mereka pasti tidak seberapa jauh. Siapakah orangnya yang begitu menggetarkan hati Thian-ti dan rombongan sehingga mereka harus menghadapinya bersama-sama? Fu Hiong-kun langsung teringat akan Wan Fei-yang. Mungkinkah Wan Fei-yang telah membaca surat yang ditinggalkannya lalu pergi mencari Fu Giok-su? Lalu abangnya yang licik itu kembali menjalankan siasat menjebaknya ke Siau-yau-kok? Kecerdasan Fu Hiong-kun tidak perlu diragukan lagi. Meskipun dugaannya tidak seratus persen tepat, tapi sebagiannya memang hampir benar. Hanya saja untuk sesaat dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya. ***** 1045 Belum lagi Wan Fei-yang sampai ke Kian-wei-piaukiok, dia sudah bertemu dengan orang yang ingin dicarinya. Siapa lagi kalau bukan Suma Hong yang merupakan anggota Siau-yau- kok juga! Suma Hong mengiringi kereta kawalan yang berjalan ke arah Wan Fei-yang. Panji bertuliskan Kian-wei-piaukiok yang sangat mencolok sudah berkibar-kibar dari kejauhan. Mana mungkin Wan Fei-yang tidak melihatnya. Wan Fei-yang yang lugu itu sama sekali tidak curiga. Dia malah memuji dirinya yang sangat beruntung dan bernasib baik. Suma Hong pura-pura sibuk memerintahkan ini dan itu. Tapi tatkala mendengar bahwa Wan Fei-yang datang untuk menyelidiki kematian Yan Cong-tian serta Wan-ji, dia langsung meninggalkan kereta kawalannya begitu saja dan mengantarkan Wan Fei-yang ke tempat di mana Yan Cong- tian dan Wan-ji menginap. Tentu saja semuanya hanya permainan Suma Hong yang sudah diberi petunjuk oleh Thian- ti. Penginapan itu tidak seberapa besar. Suma Hong mengajak Wan Fei-yang ke sebuah kamar yang terletak di bagian timur penginapan tersebut. "Wan-tayhiap ...." Sapa Suma Hong sambil mempersilakan Wan Fei-yang duduk. "Apakah Ciangbunjin sudah menerima kabar dari anak buah kami?" "Kabar apa?" Tanya Wan Fei-yang tidak mengerti. "Anak buah kami sudah menemukan mayat Yan-supek dan 1046 Lun Wan-ji Suci," Kata Suma Hong dengan wajah sendu. "Hah?" Wan Fei-yang benar-benar terkejut. Hilanglah harapannya bahwa ada kemungkinan Yan Cong-tian serta Lun Wan-ji masih hidup. "Di mana mayat mereka sekarang?" "Kalau Wan-tayhiap tidak lelah, mari Siaute antarkan sekarang juga," Kata Suma Hong pura-pura tulus. Tentu saja Wan Fei-yang tidak merasa lelah lagi. Dia ingin melihat mayat Yan Cong-tian dan Lun Wan-ji sekarang juga. ***** Tempat itu letaknya tidak seberapa jauh. Merupakan sebuah gedung kosong yang tidak terurus. "Kedua peti mati ini seharusnya diantarkan ke Bu-tong-san kemarin. Tapi karena anak buah yang bekerja di piaukiok kami rata-rata penakut, apalagi Bu-tong-san sendiri masih dalam suasana berkabung dan orang-orang Siau-yau-kok berkeliaran di mana-mana, terpaksa di letakkan di sini untuk sementara," Kata Suma Hong. Tentu saja Wan Fei-yang percaya penuh apa yang Suma Hong katakan. Dia juga tidak bertanya mengapa mayat Yan- supeknya serta Lun Wan-ji sudah dimasukkan ke dalam peti sebelum dilihat oleh Ciangbunjin Bu-tong-pay. Tapi dia berpikir mungkin karena mayat mereka sudah terlalu rusak sehingga mengeluarkan bau busuk dan harus dimasukkan secepatnya. Oleh karena itu juga dia tidak berjaga-jaga terhadap kedua peti mati tersebut. 1047 Tangannya meraba kayu peti mati. Terbayang olehnya wajah Yan Cong-tian yang berwibawa namun berhati welas asih. Sekarang mereka sudah dipisahkan oleh dua dunia yang berbeda. Biar bagaimanapun, perlakuan Yan Cong-tian selama dia berada di Bu-tong-san terhitung boleh juga. Apalagi Lun Wan-ji. Gadis itu yang paling sering membelanya. Senyuman yang lembut, ucapannya yang selalu menyentuh. Satu per satu terbayang kembali di lubuk hatinya. Tanpa sadar Wan Fei-yang menarik napas panjang. Pada saat itulah, tutup peti tiba-tiba terbuka. Serangkum asap beracun memancar dari dalamnya. Wan Fei-yang berseru terkejut. Dia bergulingan di atas tanah. Kebetulan sebatang golok meluncur keluar dari dalam peti mati, maka dia pun terhindar. Meskipun gerakannya cukup cepat, tapi dia sempat menghirup asap beracun dalam jumlah yang cukup banyak. Kepalanya terasa pusing, matanya berkunang-kunang seketika. Dalam waktu yang bersamaan, peti mati kedua pun tersingkap. Hujan mencelat ke udara. Sepasang tangannya mengibas. Sekumpulan jarum beracun melesat keluar. Dengan bertumpu tanah, Wan Fei-yang kembali menggelinding di atas tanah. Baru saja ia berusaha bangkit, dari kerumunan pohon dan gerombolan semak-semak meluncur sebatang pedang yang bercahaya bagai kilat. Angin pun menyusul melayang turun dari atap gedung itu. Sepasang lengan bajunya mengembang mengadang jalan pergi Wan Fei-yang. Dengan nekat anak muda itu menerobos dalam kibasan lengan baju Angin, kemudian dia menggeser sedikit untuk 1048 menghindari serangan pedang Kilat, lalu melesat ke arah timur. Dari balik dinding taman yang tinggi berhamburan puluhan manusia berpakaian hitam. Mereka seperti puluhan batang anak panah meluncur mengejar Wan Fei-yang. Anak muda itu mulai kelabakan, dia membelok ke kanan. Tapi pada saat itu juga, Hujan, Angin, Kilat, dan Geledek sudah menyusul tiba dan langsung mengepungnya. Suara tawa terbahak-bahak berkumandang memecahkan keheningan yang mencekam. Thian-ti melayang turun dari atas sebatang pohon yang lebat. Dengan diam-diam Wan Fei-yang mengumpulkan hawa murninya dengan maksud menekan asap beracun yang terhirup olehnya tadi. "Jit-sing-kiam-ceng dari Bu-tong-pay tidak sanggup menahanmu. Bagaimana kalau kau coba barisan Hujan, Angin, Kilat, dan Geledek dari Siau-yau-kok?" Thian-ti berkata dengan nada mengejek. "Rupanya kau!" Wan Fei-yang baru melihat jelas siapa yang ada di hadapannya. "Mengingat kebaikanmu mengantarkan makanan untukku selama terkurung dalam telaga dingin, maka ... Wan Fei-yang! Aku akan membiarkan mayatmu dalam keadaan utuh!" "Apa yang telah kau lakukan terhadap Yan-supek dan Lun Wan-ji?" "Yan Cong-tian telah mengurung aku dalam telaga dingin selama dua puluh tahun. Kalau aku membunuhnya begitu saja, bukankah kebencian dalam hati ini tidak dapat 1049 tersalurkan?" Wan Fei-yang tertegun. "Kalau begitu Yan-supek belum mati. Wan-ji dia ...." "Lebih baik kau urus dulu dirimu sendiri. Sekarang kau sudah menghirup asap beracun. Lagi pula terkurung dalam barisan Hujan, Angin, Kilat, dan Geledek. Mungkin ada baiknya kau bunuh diri saja, daripada merasakan sakit dan penderitaan sebelum dibunuh!" Wan Fei-yang tidak menyahut. Dia masih berusaha mendesak keluar racun dalam tubuhnya. Melihat keadaan anak-muda itu, Thian-ti segera mengibaskan tangannya. Barisan Hujan, Angin, Kilat, dan Geledek segera dikerahkan. Golok Geledek menyerang dengan gencar. Pedang Kilat mempunyai jurus-jurus yang keji. Jarum Hujan penuh dengan racun jahat, sedangkan kibasan lengan baju Angin bagai sebilah pisau yang tajam. Wan Fei-yang sudah menghunus pedangnya. Dia menjalankan jurus Liong-gi-kiam-hoat dan menerobos dalam kelebatan barisan Hujan angin kilat dan geledek. Asap beracun dalam dirinya mulai bekerja. Semakin bertarung, rasa pusing di kepalanya semakin terasa. Dia sadar kalau begini terus dia akan mati dalam barisan tersebut. Oleh karena itu, dia segera mencari kesempatan yang baik. Ketika lengan baju Angin berkibas, dia menerjang dengan nekat dan melesat keluar mengikuti dorongan angin kibasan lengan baju itu. 1050 Ilmu meringankan tubuh Wan Fei-yang memang tinggi sekali. Gerakannya demikian cepat dan tidak terduga sama sekali. Bukan Angin saja yang terkesima, bahkan ketiga orang lainnya juga ikut terpana. Tidak satu pun dari mereka yang sempat mencegah. Thian-ti yang menyaksikan dari samping langsung membentak lantang. Gerakan tubuhnya bagaikan kuda terbang menerjang tiba. Sepasang telapak tangannya mengancam kepala Wan Fei-yang. Anak muda itu menggerakkan pedangnya ke kanan dan menyusup ke antara sepasang telapak tangan Thian-ti. Tubuhnya membungkuk kemudian berkelebat. Sekejap mata dia sudah sampai di bawah dinding yang tinggi. Manusia-manusia berpakaian hitam langsung menyerangnya dengan anak panah. Tidak satu pun yang sempat menyentuh tubuh Wan Fei-yang. Mereka meraung kalap. Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Masing-masing menghunus golok dan melayang turun. Pedang Wan Fei-yang digetarkan. Dua manusia berpakaian hitam rubuh seketika. Sekali lagi dia menusukkannya ke arah kiri. Seorang lagi tertancap dadanya. Telapak tangan kirinya ikut menghantam seorang lawan yang menerjang tiba. Jilid 23 Terdengar suara embusan angin. Seorang manusia berpakaian hitam melesat ke arahnya. Rupanya ilmu meringankan tubuh orang ini lebih tinggi dari yang lainnya. Golok di tangannya menekan pedang Wan Fei-yang. "Terima cepat telan!" Seru orang itu tidak terduga. Tangan kirinya mengibas. Dua bungkus obat meluncur ke arah Wan 1051 Fei-yang. Mendengar suara orang itu, Wan Fei-yang tertegun sesaat, tapi tangannya tetap diulurkan untuk menyambut datangnya bungkusan obat tersebut. Tanpa menunda waktu lagi, dia membuka bungkusan obat itu dan dua butir pil ditelannya tanpa ragu. Ternyata obat itu sangat mujarab. Begitu masuk mulut, serangkum hawa segar segera beredar di seluruh jalan darahnya. Semangat Wan Fei-yang terbangkit seketika. Sepasang lengannya berputar. Telapak tangannya menghantam ke kiri dan kanan. Dua orang manusia berpakaian hitam kembali roboh di tanah. Dia melesat mendekati manusia berpakaian hitam yang memberinya obat tadi. "Mengapa kau bisa datang ke tempat ini?" Tanyanya heran. "Cepat pergi!" Bentak orang itu tanpa memedulikan pertanyaannya. Baru saja ucapannya selesai, Hujan yang berdiri di sudut sana sudah membentaknya dengan suara lantang. "Hiong-kun, apa lagi yang kau lakukan sekarang?" Tubuh manusia berpakaian hitam itu bergetar. Dengan panik dia melesat ke atas dinding pekarangan. Wan Fei-yang yang melihat tindakannya, cepat-cepat menyusul. Hujan mengibaskan tangannya. Sekumpulan jarum beracun meluncur datang. Wan Fei-yang membalikkan tubuhnya dan menggerakkan pedangnya dengan arah memutar. Jarum- jarum beracun itu tersapu jatuh ke tanah. Kemudian dia 1052 terjungkir balik ke atas dinding. Dia langsung menyeret manusia berpakaian hitam tadi dan mengajaknya pergi dengan cepat. Kain penutup wajah manusia berpakaian hitam itu sudah dilepas. Ternyata Fu Hiong-kun adanya. Meskipun dia sudah menyamar dengan rapi tapi tetap saja Hujan dapat mengenalinya. Jarum yang diluncurkan oleh Hujan tidak mengenai sasaran. Angin mendahului melesat naik ke atas dinding pekarangan. Thian-ti malah lebih cepat lagi daripada Angin. Dari dinding yang tinggi dia memandang ke bawah. Matanya mengedar ke sekeliling dengan saksama. Kebetulan pada saat yang sama Fu Hiong-kun juga sedang menolehkan kepalanya. Dua pasang mata bertemu pandang. Tanpa dapat menahan diri lagi Thian-ti meraung murka. Hati Fu Hiong-kun tergetar dan sedih. Tanpa disadari, kakinya berhenti melangkah. Wan Fei-yang segera memeluk pinggangnya dan membawanya lari. Dengan demikian mereka dapat melesat lebih cepat dari sebelumnya. Dengan marah Thian-ti melayang turun. Langkahnya dipercepat. Dia terus mengejar ke depan dengan segenap kemampuannya. Namun jaraknya dengan Wan Fei-yang tetap seperti tadi juga. Sedangkan Wan Fei-yang mencelat lagi ke udara lalu melayang turun kembali. Dengan memeluk pinggang Fu Hiong-kun dia sudah melesat ke dalam sebuah hutan. Sekali lagi Thian-ti menghentikan kakinya melesat ke depan untuk mengejar. Ketika dia sampai di dalam hutan, bayangan Wan Fei-yang dan Fu Hiong-kun sudah tidak terlihat lagi. 1053 Dengan marah dia menghantamkan sepasang telapak tangannya kalang kabut. "Blam! Blam!" Dua batang pohon besar roboh seketika. Dada Thian-ti seakan hampir meledak. Matanya mencorot bagai kobaran api. Rambutnya yang riap-riap seakan berdiri tegak. Seandainya diri orang tua itu adalah sebuah bom, pasti saat ini dia sudah meledak. Sebuah kuil tua yang sudah bobrok. Pekarangannya tidak terurus. Dinding pekarangan maupun dalamnya sudah retak dan pecah-pecah. Sarang laba-laba memenuhi seluruh ruangan luar dan dalam. Meja-meja persembahan sudah menjadi kepingan kayu yang hancur dimakan rayap. Entah dewa apa yang disembah di kuil ini sebelumnya. Patung- patungnya saja sebagian besar tidak berkepala atau somplak di sana-sini sehingga bentuknya tidak terlihat lagi. Senja hari sudah menjelang. Sinar matahari menyorot lewat celah-celah jendela yang tidak berbentuk lagi. Cahayanya tepat menyinari wajah Fu Hiong-kun. Mata gadis itu berkilauan. Bukan karena cahaya matahari, tapi karena air mata yang mengembang. Sekarang dia baru tahu bahwa Wan Fei-yang sama sekali tidak membaca surat yang ditinggalkannya karena basah oleh air sehingga tulisannya luntur. Hal inilah yang menyebabkan Fu Giok-su dapat menjebak Wan Fei-yang datang ke tempat ini. Hatinya semakin tertekan. Dia merasa sedih dan menyesali perbuatan abangnya. Akhirnya ia memberanikan diri dan menceritakan apa yang diketahuinya, sekalipun mungkin Wan Fei-yang akan membencinya. Dia tidak dapat menutupi kenyataan ini berlarut-larut. 1054 Wan Fei-yang mendengarkan keterangannya dengan mata terbelalak dan mulut menganga. Tapi nada suara serta mimik wajah Fu Hiong-kun demikian yakin dan serius. Bahkan cara mengucapkannya pun demikian pilu mengenaskan. Dia tidak ragu mengenai apa yang dikatakan oleh Fu Hiong-kun. Meskipun semuanya benar-benar di luar dugaan. Tapi setelah dia membayangkan kembali, sebetulnya banyak kesalahan yang dilakukan Fu Giok-su tanpa disadarinya. "Thian membiarkan aku terlahir dalam keluarga yang hanya tahu melakukan berbagai kejahatan. Mengapa tidak sekalian membiarkan aku mempunyai hati yang keji dan kejam?" Setelah mengucapkan kata-kata ini, tanpa dapat ditahan lagi air mata Fu Hiong-kun mengalir dengan deras. "Fu-kouwnio, jangan berkata begitu. Untung saja dalam Siau- yau-kok masih ada manusia yang berhati manis sepertimu. Kalau tidak, malam ini aku pasti mati. Bahkan mungkin sejak tempo hari. Aku tidak menyalahkanmu. Bahkan dalam hati ini, aku berterima kasih tidak terkira. Kau sudah menyelamatkan nyawaku berkali-kali. Bukan salahmu kalau kau terlahir dalam keluarga Siau-yau-kok. Jangan juga menyalahkan Thian. Suatu hari nanti Thian pasti akan memberikan kebahagiaan kepadamu. Aku akan menjagamu baik-baik!" Kata-kata yang diucapkan Wan Fei-yang keluar dari hatinya yang tulus. Dia memapah Fu Hiong-kun duduk di lantai lalu mengusap air mata gadis itu dengan lengan bajunya. Pada saat itu, hatinya kacau sekali. Dia tidak tahu bagaimana caranya menghibur Fu Hiong-kun. Malam itu, Thian-ti tidak dapat tidur nyenyak. Apa yang dilakukan Fu Hiong-kun bagai sebilah pisau yang menyayat hatinya. Kata-kata yang diucapkan oleh Hujan bagai jarum 1055 beracun yang menusuki kulit tubuh Thian-ti sedikit demi sedikit. Sampai saat ini, apa lagi yang dapat dikatakan Thian-ti untuk membela cucu perempuannya itu ...? Kesunyian di dalam Siau-yau-kok terasa semakin mencekam. Apalagi pada hari kedua. Pagi-pagi sekali di depan gua yang merupakan pintu masuk Siau-yau-kok berjajar lima buah peti mati. Tidak ada seorang pun yang tahu kapan peti-peti mati tersebut diletakkan di sana. Di atas masing-masing peti tertulis nama Thian-ti, Hujan, Angin, Kilat, dan Geledek. Tanpa diragukan lagi pasti Wan Fei-yang yang mengirimkan peti-peti mati ini. Setelah Fu Hiong-kun berkhianat dan memihak kepada anak muda itu, tidak heran kalau markas Siau-yau-kok segera diketahuinya. Melihat kelima peti mati itu beserta nama yang tertera di atasnya, Thian-ti sudah hampir kalap. Apalagi setelah dia menerima laporan dari anak buahnya bahwa Suma Hong ditemukan sudah menjadi mayat di luar lembah tersebut. Hampir saja Thian-ti muntah darah. Di atas mayat Suma Hong masih terdapat secarik tulisan. "Siapa yang menyamar murid Bu-tong-pay, harus mati!" Wajah setiap anggota Siau-yau-kok langsung berubah kelam. Semua ini pasti hasil karya Wan Fei-yang. Pembalasannya mulai terlihat. Thian-ti mencak-mencak dan berteriak seperti geledek bergemuruh. Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Dia memerintahkan kepada anak buahnya untuk memeriksa seluruh Siau-yau-kok. Setelah sibuk sehari penuh, mereka tidak berhasil menemukan apa-apa yang mencurigakan. Akhirnya Thian-ti mengumpulkan Hujan, Angin, Geledek, dan Kilat. Mereka 1056 langsung mengadakan pertemuan untuk membahas masalah ini. "Bocah she Wan ini sama sekali tidak boleh dipandang remeh. Coba kalau sejak semula Giok-su membunuhnya. Sekarang ilmu silatnya sudah demikian tinggi. Mungkin bahkan lebih tinggi dari Ci-siong Tojin sendiri semasa hidupnya," Kata Geledek menggerutu. "Betul. Tapi kita tidak usah khawatir. Setingginya tupai melompat, suatu hari pasti akan jatuh juga. Kalau bukan Hiong-kun yang menolongnya, kita pasti sudah berhasil melenyapkan kutu busuk itu. Kita perlu mencari akal untuk menjebaknya," Tukas Angin. "Aku yakin dia sengaja membuat kita kalang kabut sehingga kewaspadaan kita berkurang. Kalian berempat harus menjaga ketat telaga buatan kita. Aku yakin tujuannya pasti menyelamatkan Yan Cong-tian dari tempat ini!" Kata Thian-ti memperingatkan. ***** Tempat untuk mengurung Yan Cong-tian mempunyai lima jalan tembus. Mereka berlima menjaga di setiap jalan. Sebatang seruling sebagai isyarat panggilan sudah tersedia di tangan masing-masing. Siapa pun yang pertama-tama melihat Wan Fei-yang harus meniup seruling tersebut agar mereka semuanya berkumpul. Dengan cara demikian, mereka dapat bergabung mengeroyok Wan Fei-yang. Persis seperti lima jari tangan kita sendiri. Kalau hanya satu jari tangan, tentu tidak banyak yang dapat 1057 dilakukannya. Tapi seandainya kelima jari digabungkan, banyak keuntungan yang dapat diraih. Setelah mengatur segalanya, Thian-ti kembali ke pos penjagaannya. Tiba-tiba dia melihat Manusia Tanpa Wajah menghampiri dengan tergesa-gesa. "Han Cong, apakah kau menemukan sesuatu?" Tanyanya gugup. Manusia Tanpa Wajah tidak menyahut. Dia langsung menerjang ke depan Thian-ti. Pada saat itulah, si makhluk tua baru merasakan sesuatu yang kurang beres. Tapi terlambat, orang yang dipanggil Han Cong itu sudah menghantam dadanya dengan sepasang telapak tangan. Seluruh isi perut Thian-ti tergetar. Dia terhitung kuat. Daya tahan dirinya hebat sekali. Mungkin ada pengaruhnya dengan terkurungnya dia dalam telaga dingin selama dua puluh tahun. Sepasang tangannya segera dikembangkan untuk menyambut serangan ketiga dari manusia berpakaian hitam itu. "Siapa kau sebenarnya?" Bentak Thian-ti garang. Manusia berpakaian hitam segera melepas topi pandannya lalu melemparkannya ke hadapan Thian-ti. Terlihatlah seraut wajah yang tidak asing lagi. Mata Thian-ti bersinar tajam. "Wan Fei-yang!" Sepasang telapak tangannya menyambut topi pandan yang meluncur datang. Dalam sekejap mata, topi pandan itu hancur berkeping-keping. "Memang aku!" Seru Wan Fei-yang sambil menerjang maju 1058 menyerang lagi. Thian-ti menyambut serangan itu beberapa kali berturut-turut. "Benar-benar cara turun tangan yang keji dan licik," Sindirnya. Wan Fei-yang tertawa dingin. "Masih belum terhitung apa-apa kalau dibandingkan dengan kau orang tua," Sahutnya tenang. Serangannya semakin gencar. Thian-ti terdesak mundur satu langkah. Cepat-cepat dia mengeluarkan seruling bambu dan meniupnya sebanyak tiga kali. Mendengar suara tiupan seruling itu, Wan Fei-yang segera mencelat mundur. Thian-ti langsung mengejar. Hujan, Angin, Kilat, dan Geledek yang mendengar suara isyarat itu, serentak mereka berlari mendekati. Keluar dari ruangan rahasia, Wan Fei-yang langsung menerjang ke dalam lembah. Beberapa anggota Siau-yau-kok berusaha menghalangi, tapi satu demi satu terkapar roboh oleh sapuan pedang Wan Fei-yang. Dia melesat ke arah air terjun. Namun dia tidak menerobos ke dalamnya. Kakinya mengentak, tubuhnya melesat ke atas air terjun! Thian-ti, Hujan, Angin, Kilat, dan Geledek terus mengejar. Para anggota Siau-yau-kok yang sedang meronda juga berpencaran keluar. Sedangkan yang lainnya ada yang tergetar hatinya sehingga kocar-kacir. Lentera-lentera segera dinyalakan. Keadaan jadi terang benderang seketika. Wan Fei-yang tidak memedulikan hal lainnya. Dia terus melesat ke depan. Sepanjang perjalanan dia juga tidak menghindar ataupun bersembunyi. Di belakangnya Thian-ti berlima terus mengejar dengan ketat. 1059 Kurang lebih tiga li dari luar lembah terdapat sebuah pondok kecil. Wan Fei-yang terus menerobos ke dalam rumah dan memalang pintunya rapat-rapat. Di dalam rumah ada cahaya. Wan Fei-yang melongok sekilas lewat jendela. Kemudian melesat dan menghilang lagi. Thian-ti berlima mengejar sampai tempat itu. Mereka memencarkan diri mengepung dari lima penjuru. Angin mengibaskan lengan bajunya. Setitik cahaya api terlontar ke atas dan memijar di angkasa. Cahaya lentera dan obor api yang ada di kejauhan dalam waktu singkat menghampiri arah mereka. Dalam waktu sekejap juga pondok tersebut sudah terkurung oleh ratusan anggota Siau-yau-kok. "Wan Fei-yang, kalau berani, hayo keluar!" Teriak Thian-ti dengan mengerahkan tenaga dalamnya. Baru saja ucapannya selesai, segumpal darah segar muncrat dari mulutnya. Rupanya hantaman telapak tangan Wan Fei-yang tadi cukup keras. Thian-ti sudah terluka cukup parah di dalam. Ditambah lagi dia berteriak dengan mengerahkan tenaga dalam, maka tanpa dapat ditahan lagi, dia langsung muntah darah segar. "Kalau berani, masuk saja kalian ke dalam!" Terdengar sahutan Wan Fei-yang dari dalam pondok tersebut. Disusul dengan terbukanya pintu pondok itu lebar-lebar. Kemarahan Thian-ti meledak seketika. Seluruh tubuhnya gemetar. Angin cepat-cepat menghampirinya. "Loyacu, bagaimana keadaanmu?" Tanyanya khawatir. "Tidak apa-apa," Sahut Thian-ti sambil mengibaskan tangannya. Beberapa sosok bayangan segera menerjang ke 1060 depan. Enam orang itu merupakan anggota pasukan berani mati dari Siau-yau-kok. Pakaian mereka berbeda dengan anggota Siau- yau-kok lainnya. Mereka mengenakan pakaian berwarna merah dengan strip hitam di sekitar kerah leher. Tangan mereka semua menggenggam sebatang golok. Keenam orang itu dengan nekat menerjang masuk. Terdengar suara jeritan yang menyayat hati. Satu demi satu mereka terlempar keluar lalu terpelanting di atas tanah. Semuanya memuntahkan darah segar dan tidak bangkit untuk selama- lamanya. Thian-ti mengertakkan giginya erat-erat. Sekali lagi dia mengibaskan tangannya. Enam orang anggota pasukan berani mati kembali menyerbu. Kali ini lebih mengenaskan lagi. Belum juga mencapai pintu, satu demi satu sudah roboh tersampuk senjata rahasia yang ditimpukkan oleh Wan Fei-yang dari dalam pondok. Hujan yang melihat keadaan itu, mengerutkan alisnya seketika. "Bocah ini menguasai Bu-tong-liok-kiat. Jit-amgi yang dipelajarinya sudah mencapai taraf yang tinggi. Tidak mudah menghadapinya dengan cara begini," Katanya. Mata Thian-ti mengedar ke sekeliling. Dia melihat mimik wajah para anak buahnya sebagian besar sudah gugup dan ketakutan. Hati mereka pasti tergetar menyaksikan kedua belas teman mereka mati dalam waktu sekejap mata. Thian-ti mempertimbangkan sejenak. "Siapkan Ci-cian-sen-kou (sejenis anak panah tapi berukuran lebih besar seperti kaitan dan ujungnya disambung dengan tali 1061 dari akar pohon yang kuat)!" Perintahnya kemudian. Anggota-anggota Siau-yau-kok itu baru bisa menghela napas lega. Mereka berpencar menjadi dua bagian. Dari dalam pondok tidak tampak sedikit reaksi pun. Beberapa saat kemudian, para anggota Siau-yau-kok itu baru berkumpul kembali. Mereka seperti sudah mengerti maksud Thian-ti. Kaitan yang disambung tali dipersiapkan. Begitu perintah Thian-ti diturunkan, mereka segera memanah kaitan itu dari segala penjuru. Seratus lebih tali panjang meluncur di udara dan menancap di atas pondok tersebut. Tampaknya lebih mirip sarang laba-laba yang kusut tidak keruan. "Tarik!" Teriak Thian-ti sekali lagi. Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Para anggota Siau-yau-kok segera berkerumun di tali masing- masing dan menarik sekuat tenaga. Tidak berbeda dengan anak kecil yang sedang bermain tarik tambang. Hanya saja mereka bukan mengadu kekuatan dengan sesama teman, tapi mengadu kekuatan dengan pondok tersebut. Terdengar suara desiran yang bising, perlahan-lahan atap rumah itu mulai tertarik, kemudian hancur berkeping-keping. Di dalam pondok masih ada penerangan. Wan Fei-yang duduk di samping meja. Dia tidak bergerak sama sekali. Hujan, Angin, Kilat, dan Geledek menyerbu serentak. Senjata rahasia dan golok serta pedang berkelebatan. Wan Fei-yang yang berdandan seperti Manusia Tanpa Wajah masih tidak memperlihatkan reaksi apa-apa. Topi pandan tertebas oleh pedang Kilat. Golok Geledek menyusul cepat menebas kepala orang itu. Batok kepala menggelinding di atas tanah. 1062 Sekarang wajahnya terlihat jelas. Ternyata memang Manusia Tanpa Wajah. Hujan, Angin, Kilat, dan Geledek tertegun. Geledek marah sekali. Dibacoknya lentera di atas meja. Pedang Kilat juga menebas putus meja itu sendiri. Tiba-tiba mata Hujan bersinar terang. "Lihat!" Ternyata di bawah meja terdapat sebuah lubang besar. Thian-ti melesat masuk ke dalam pondok. Dia langsung melihat batok kepala Manusia Tanpa Wajah yang tergeletak di atas tanah. Kemarahannya semakin meluap. "Kita benar-benar terjebak oleh bocah busuk itu!" Teriaknya dengan geram. Wajah Angin berubah kelam seketika. "Bocah itu pasti sudah melarikan diri dari lubang bawah tanah itu. Dia pasti pergi menolong Yan Cong-tian. Cepat kita susul dia!" Thian-ti mengibaskan tangannya. "Percuma! Pasti sudah terlambat!" "Lalu, apa yang harus kita lakukan?" Tanya Angin panik. Dengan tenang Thian-ti melangkah keluar. Ia berdiri tegak di antara embusan angin kencang. Kenyataannya dia sendiri tidak tahu apa yang harus dilakukan. Tepat pada saat itu, orang anggota Siau-yau-kok berlari-lari menghampiri dengan gugup. Dia berlutut di depan Thian-ti dan mengucapkan beberapa patah kata. Hujan, Angin, Kilat, dan Geledek yang menyaksikan kejadian itu, cepat-cepat menghampiri. 1063 "Loya, ada berita apa?" "Aku kira kita sudah kalah habis-habisan. Tidak tahunya masih ada sedikit harapan," Kata Thian-ti sambil mengelus-elus jenggotnya. Meskipun dia tidak mengatakan secara terus terang, tapi sudah dapat dipastikan bahwa laporan yang diberikan oleh anggota mereka tadi pasti merupakan kabar yang menggembirakan. ***** Yang dilaporkan memang kabar baik. Beberapa anggota Siau- yau-kok sudah berhasil menemukan tempat persembunyian Wan Fei-yang dan Fu Hiong-kun. Thian-ti mengajak bawahannya mengejar ke tempat itu. Namun mereka masih juga terlambat satu langkah. Wan Fei-yang sudah berhasil menyelamatkan Yan Cong-tian. Cepat-cepat dia kembali ke tempat persembunyiannya. Setelah itu dia menyiapkan kereta kuda dan menyuruh Fu Hiong-kun naik lalu segera berangkat. Hujan, Angin, Kilat, Geledek, dan Thian-ti yang mendengar ringkikan kuda langsung memutar ke bagian belakang kuil. Hujan tidak peduli yang lainnya. Dia langsung mencelat ke udara dan menimpukkan sekumpulan jarum racun dengan jurus Man-tian-hue-ho (hujan bunga memenuhi angkasa). Wan Fei-yang memutar pedangnya ke sekeliling dan jarum- jarum Hujan berpencaran tanpa satu pun mengenai sasaran. Hujan membuka mulutnya lebar-lebar. Sebatang jarum beracun berukuran besar meluncur dari dalam mulutnya. 1064 Sasarannya kali ini bahu Fu Hiong-kun! Kedua tangannya tidak bergerak. Sedangkan mata Wan Fei- yang hanya memerhatikan sepasang tangannya saja. Tentu saja dia tidak sempat menangkis jarum yang satu ini. Jarum tersebut langsung meluncur ke dalam kereta. Tubuh Wan Fei- yang berkelebat. Dia menyergap ke dalam kereta, tangannya terangkat, cemetinya langsung dikibaskan ke bawah. Kuda lari seperti kesetanan. Pada saat itu Fu Hiong-kun baru tersadar bahwa bahunya telah tertancap sebatang jarum beracun Hujan. Tubuh Thian-ti, Hujan, Angin, Kilat, dan Geledek melayang turun. Mata mereka semua memandang ke arah kereta kuda yang sudah jauh di ujung jalan. Wajah mereka sungguh tidak enak dipandang. Kali ini mereka benar-benar kehilangan muka. Geledek membanting goloknya ke atas tanah. "Usia bocah ini benar-benar panjang!" Makinya kesal. Hujan tertawa dingin. "Budak Fu Hiong-kun itu telah terkena jarum beracunku. Dalam tujuh hari, apabila tidak menemukan obat penawarnya, dia pasti mati dengan penderitaan hebat. Aku ingin lihat bagaimana cara bocah she Wan itu menanganinya!" Mendengar kata-kata itu, wajah Thian-ti semakin kelam. ***** Kereta kuda terus dikendarai sampai jauh. Wan Fei-yang tetap 1065 tidak menghentikan pecut di tangannya. Dari dalam kereta terdengar suara Yan Cong-tian. "Fei-yang, hentikan kereta sebentar." Wan Fei-yang segera mengiakan. Dia menghentikan kereta di pinggir jalan. "Supek, ada apa?" Tanyanya gugup. "Coba kau lihat Fu-kouwnio!" Wan Fei-yang terkejut sekali. Cepat-cepat dia meloncat turun dari tempat duduknya di bagian depan. Dia menyingkap tirai kereta tersebut dan masuk ke dalam. Dia melihat Fu Hiong- kun duduk di sudut dengan tubuh bergetar tiada henti. Wan Fei-yang segera menyalakan sebatang lilin. Di bawah cahaya lilin tersebut, tampaklah wajah Fu Hiong-kun yang sudah pucat pasi bagai helaian kertas putih. Bahkan ada kesan menyeramkan. "Fu-kouwnio, bagaimana keadaanmu?" Tanyanya cemas. Dia memapah tubuh Fu Hiong-kun dan membantunya duduk tegak. Pada saat itulah dia melihat jarum beracun yang menancap di bahu gadis itu. "Jarum Hujan!" Wajah Wan Fei- yang langsung berubah. Tentu saja Yan Cong-tian juga tahu betapa beracunnya jarum Hujan yang disebutkan oleh Wan Fei-yang. Dia tertawa sumbang. "Fei-yang, gadis ini bukan saja sudah menanamkan budi kepada kita berdua. Dia juga berjasa besar terhadap Bu-tong- pay. Bagaimanapun kita harus mencari jalan menyelamatkannya," Kata Yan Cong-tian. 1066 Wan Fei-yang menganggukkan kepalanya. Tanpa diperintahkan oleh Yan Cong-tian sekalipun, dia tidak mungkin membiarkan Fu Hiong-kun begitu saja. Dia cepat-cepat menutuk beberapa jalan darah di sekitar luka Fu Hiong-kun agar racunnya jangan menjalar. Namun gadis itu sudah cukup lama terkena jarum beracun Hujan. Racunnya sudah menjalar sebagian. Dia tidak dapat bersuara lagi. Bahkan merintih pun tidak. Wan Fei-yang kalang kabut seperti seekor semut yang dipanggang di atas kompor. Duduk salah, berdiri pun salah. Tiba-tiba matanya bersinar terang. Dia teringat akan seseorang. Tanpa sadar dia berteriak. "Jangan takut, Supek. Masih tertolong!" "Akal apa lagi yang terpikir olehmu?" Tanya Yan Cong-tian panik. "Kita harus secepatnya membawa Fu-kouwnio ke tempat Hay- liong Lojin," Kata Wan Fei-yang. "Hay-liong Lojin? Hay-liong Lojin dari Go-bi-pay?" Tanya Yan Cong-tian. Wan Fei-yang menganggukkan kepalanya. "Orang yang tua ini sudah lama tidak cocok dengan It-im Taysu, Ciangbunjin Go-bi-pay yang sudah almarhum. Entah ke mana perginya dia setelah meninggalkan Go-bi-san. Kami tidak pernah mendengar kabar beritanya lagi." "Aku tahu di mana orang itu berada," Sahut Wan Fei-yang 1067 tanpa menunda waktu lagi. Dia meloncat turun dan naik ke depan kereta. Lalu memecut kuda seperti orang kesetanan. Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Yan Cong-tian juga tidak banyak tanya lagi. ***** Meskipun jarum Hujan beracun ganas, tapi masih belum sanggup menyulitkan Hay-liong Lojin yang ilmu pengobatannya tinggi sekali itu. Namun dia memerlukan waktu hampir sebulan untuk mendesak seluruh racun keluar sampai bersih. Dalam jangka waktu ini, Wan Fei-yang selalu melayani di sampingnya. Meskipun Fu Hiong-kun tidak mengatakan apa- apa, tapi dari sinar matanya terlihat jelas betapa dia terharu dan berterima kasih sekali kepada Wan Fei-yang. Bila ada waktu senggang, atau apabila Fu Hiong-kun sudah tertidur nyenyak, Wan Fei-yang sering menemani Yan Cong- tian bercakap-cakap, seperti juga malam ini. "Fei-yang, apabila mengingat perlakuan kami terhadapmu di masa lalu, Supek rasanya malu sekali," Kata Yan Cong-tian sambil menarik napas panjang. Wan Fei-yang tertawa getir. "Supek jangan berkata demikian. Sekarang semuanya sudah jelas. Inilah yang terpenting." "Betul. Tapi aku masih tidak mengerti. Mengapa ayahmu tidak mau mengatakan terus-terang kepadaku tentang dirimu? Seandainya dia berani menceritakan semuanya sejak semula, 1068 tentu tidak akan terjadi fitnahan terhadap dirimu." Wan Fei-yang menarik napas panjang. "Supek, maafkan kalau ada kata-kata Tecu yang menyinggung perasaanmu ...." "Ada apa? Katakan saja ...." "Kalau ditilik dari sifat Supek sebelumnya, belum tentu Supek bisa menerima kenyataan ini. Apalagi ayah sudah menjabat sebagai Ciangbunjin Bu-tong-pay. Dia terpaksa mengorbankan perasaannya sendiri demi kejayaan Bu-tong- pay. Tecu rasa semua ini memang sudah merupakan takdir dari Thian." Yan Cong-tian tertawa lebar. "Benar apa yang kau katakan, Fei-yang. Dulu aku pasti tidak bisa menerima kenyataan ini walaupun ayahmu ada keberanian untuk menceritakannya. Menurut adatku, aku pasti akan marah besar. Aih ... setelah melewati berbagai penderitaan dan bencana, aku baru menyadari bahwa pendirianku selama ini terlalu kukuh." "Supek ...." Kepala Wan Fei-yang tertunduk dalam-dalam. Dia tidak ingin memperlihatkan kesedihannya. Namun mata tua Yan Cong-tian mana dapat dikelabui. "Apa lagi yang kau risaukan?" "Wan-ji, dia ...." Wajah Yan Cong-tian ikut muram seketika. "Aku juga tidak tahu bagaimana nasibnya. Mungkin dia sudah ...." "Tecu sudah berusaha menyelidiki ke Kian-wei-piaukiok, tapi 1069 perusahaan pengawalan itu sudah ditutup. Tidak ada seorang pun yang masih tersisa. Mudah-mudahan saja dia masih hidup. Menurut keterangan Fu-kouwnio, Thian-ti memang menyuruh Fu Giok-su membunuhnya. Namun dia tidak sampai hati. Sayangnya Fu-kouwnio tidak tahu lagi bagaimana kelanjutan nasib Wan-ji." "Huh! Manusia pengkhianat itu! Perbuatan apa juga bisa dilakukan olehnya. Mana ada kata-kata tidak sampai hati dalam kamus hidupnya!" Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Wan Fei-yang cepat- cepat membukanya. Hay-liong Lojin berdiri di depan pintu dengan wajah serius. "Locianpwe ... belum tidur?" Sapa Wan Fei-yang. Yan Cong-tian juga langsung menjura kepada orang tua itu. "Hay-liong-heng, Siaute rasa kedatangan Hay-liong-heng pasti ada urusan penting, bukan?" Hay-liong Lojin menganggukkan kepala kemudian berjalan masuk. Dia duduk di atas balai-balai. "Mengenai penyakit Yan Toheng, Lohu sudah membongkar berbagai buku pengobatan. Hasilnya memang masih bisa tertolong ...." "Benarkah? Kapan dimulai pengobatannya Locianpwe?" Tanya Wan Fei-yang dengan wajah berseri-seri. "Tunggu dulu. Ada sejenis obat yang bisa memulihkan tenaga 1070 dalam yang hilang serta menyambung kembali urat-urat yang putus. Namanya cang-pu, sejenis daun panjang yang akarnya berwarna merah. Hanya berkembang di musim panas. Jenis daun dan akar ini tidak sulit ditemukan. Namun yang kita butuhkan adalah cang-pu yang berakar tiga belas. Ini yang menjadi persoalan. Cang-pu biasanya hanya berakar sembilan. Sepuluh saja sudah sulit dicari, apalagi tiga belas. Jenis ini hanya terdapat di Fu-sang (Jepang) dalam sebuah lembah yang bernama Yi-ho-kok. Lembah itu penuh dengan racun. Lagi pula dijaga oleh suku Yi-ho-pai yang mengerti ilmu sihir." "Tecu tidak peduli. Biar bagaimana pun Tecu harus pergi ke sana. Tidak ada salahnya berusaha bukan?" Tadinya Yan Cong-tian masih melarang. Begitu pula Hay-liong Lojin. Tapi keputusan Wan Fei-yang tampaknya sudah tidak bisa diganggu-gugat. Akhirnya mereka terpaksa mengabulkan juga permintaannya. Dua bulan kemudian. Pagi hari yang cerah. Wan Fei-yang memohon diri kepada Yan Cong-tian dan Hay-liong Lojin untuk berangkat ke timur menuju negara Fu-sang. Fu Hiong- kun mengantarkan sampai di depan pintu. Berkali-kali dia mengingatkan Wan Fei-yang untuk berhati-hati. Yan Cong-tian tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya memikirkan bagaimana membalas jasa Wan Fei-yang di masa depan. Tentang riwayat hidup anak muda itu yang demikian pilu serta mengenaskan, dia merasa kasihan dan iba. Seandainya waktu dapat diputar kembali, dia ingin menyayangi Wan Fei-yang sepenuh hati. Sedangkan tentang Ci-siong, dia hanya dapat menarik napas panjang. Dia tahu 1071 penderitaan sutenya itu cukup berat. Malah boleh dikatakan dia menyimpan semuanya rapat-rapat sampai ajalnya tiba. Betapa pedihnya hati seorang laki-laki yang tidak bisa mengakui anaknya sendiri bahkan dalam seumur hidupnya belum pernah dipanggil ayah sekalipun. Hay-liong Lojin malah mengantar Wan Fei-yang sampai di jalan keluar. Rupanya dia masih menyimpan kata-kata yang ingin disampaikan kepada anak muda itu. "Kalau kau bertemu lagi dengan Kuan Tiong-liu, tolong seret dia kemari. Seandainya kau patahkan kaki dan tangannya, aku tidak akan menyalahkan dirimu!" Hay-liong Lojin mengatakannya dengan serius. "Bocah kurang ajar itu dikejar oleh Hek-pai-siang-mo sampai kemari beberapa puluh hari yang lalu. Malah dia mengatakan kepada Hek-pai-siang-mo bahwa aku akan melamarkan budak perempuan bernama Yi Pei-sa itu. Akhirnya dia membuat aku bertarung dengan kedua iblis hitam-putih tersebut. Dia malah menggunakan kesempatan itu untuk melarikan diri. Sam Cun yang mencoba menghalangi di kat dengan tali ke sebatang pohon. Dia juga mencuri beberapa macam obat-obatanku yang susah didapatkan!" Mendengar cerita orang tua itu, Wan Fei-yang hanya dapat tertawa pahit. Dia tahu tujuan Kuan Tiong-liu sebenarnya rahasia ilmu pusaka Hek-pai-siang-mo. Maka dia menggunakan segala macam akal bulus. Namun tidak dinyana manusia itu malah berani mengecoh Hay-liong Lojin yang masih merupakan susioknya. "Satu-satunya murid yang bisa diandalkan malah jenis orang yang licik. Tampaknya kejayaan Go-bi-pay benar-benar habis 1072 pada generasi itu," Kata Hay-liong Lojin sambil menatap langit dan menarik napas panjang berulang kali. Matanya memandang kepergian Wan Fei-yang. Kemudian dia membalikkan tubuh untuk kembali ke rumah. Dari kejauhan tampak Sam Cun berlari-lari kecil mengiringi seorang murid Go-bi-pay. Murid Go-bi-pay itu membawa kabar untuk Hay- liong Lojin. Mestinya kabar itu kabar baik, tapi begitu mendengarnya Hay-liong Lojin malah berjingkrak marah. "Tanpa izin dari Lohu, siapa yang berani memakai nama ciangbunjin mengumpulkan para murid Go-bi-pay?" Orang tua itu memaki kalang kabut. Dia memerintahkan kepada Sam Cun untuk membereskan perbekalan dan segera berangkat sekarang juga. ***** Hay-liong Lojin cepat-cepat menuju ke Pek-hua-lim, nama sebuah hutan yang pohonnya berbunga putih. Itulah sebabnya tempat itu disebut Hutan Bunga Putih. Para murid Go-bi-pay sudah berkumpul di tempat itu. Yang memanggil mereka bukan orang lain, tetapi Kuan Tiong-liu! Kuan Tiong-liu menggunakan kewibawaannya sebagai murid satu-satunya It-im Taysu. Dia membujuk para murid Go-bi-pay yang berpencar di luaran untuk berkumpul di Pek-hua-lim ini. Tujuannya adalah menggempur Bu-ti-bun serta membangkitkan kembali kejayaan Go-bi-pay. Dia juga menekankan bahwa tujuan menggempur Bu-ti-bun ini, yang terutama adalah untuk membalas dendam bagi kematian It-im Taysu. Oleh karena itu, rata-rata murid Go-bi-pay langsung menyetujui niatnya. 1073 Para murid Go-bi-pay yang mengira hati Kuan Tiong-liu begitu tulus dan setia segera memilihnya sebagai pengganti It-im Taysu yang sudah meninggal dunia menjabat sebagai ciangbunjin generasi baru. Mereka baru saja menjatuhkan diri berlutut, ketika Hay-liong Lojin melayang turun di tengah- tengah sambil membentak dengan suara keras. "Kuan Tiong-liu tidak pantas menjadi Ciangbunjin Go-bi-pay!" Para hadirin tertegun seketika. Berbondong-bondong mereka berdiri. Kuan Tiong-liu masih tenang-tenang saja. Tidak terlihat sedikit pun rasa gentar di wajahnya. Dia malah maju ke depan menyambut Hay-liong Lojin. "Kedatangan Susiok sungguh tepat. Dengan adanya Susiok yang memimpin upacara pengangkatan ini, semua akan berlangsung lancar dan meriah. Tidak ada lagi yang lebih pantas menjadi saksi dan juga merupakan satu-satunya angkatan tua yang masih hidup," Katanya sok serius. Hay-liong Lojin menuding Kuan Tiong-liu dengan mata mendelik. "Nyalimu semakin hari semakin besar saja!" Wajah Kuan Tiong-liu semakin serius. "Sebelum menutup mata, Suhu memang tidak sempat menyampaikan pesan apa-apa. Tapi sebagai murid satu- satunya dari Ciangbunjin Go-bi-pay, Tecu merasa mempunyai hak untuk meneruskan jabatan ini. Rasanya memang pantas bukan?" "Kau melarikan anak gadis Tibet. Mencuri belajar ilmu sesat 1074 Hek-pai-siang-mo. Kau sama sekali tidak pantas menjadi murid Go-bi-pay! Sekarang juga aku sebagai Tianglo Go-bi- pay memecat kau dari perguruan ini!" Kata Hay-liong Lojin tegas. Para hadirin jadi kebingungan melihat perkembangan ini. Mereka saling pandang satu dengan lainnya. Kuan Tiong-liu malah tertawa terbahak-bahak. "Waktu dulu, kau orang tua sendiri tidak bersedia mematuhi peraturan Go-bi-pay dan meninggalkan perguruan begitu saja. Sebetulnya kau sendiri sejak lama bukan lagi murid Go-bi-pay. Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Sekarang masih tidak malu menyebut diri sendiri sebagai Tianglo Go-bi-pay!" Hay-liong Lojin marah sekali. Sekali lagi dia menuding Kuan Tiong-liu. "Murid murtad. Mulutmu sungguh tidak sopan. Berani kau melawan angkatan tua. Hukuman apa yang harus kau terima?" "Aku mengerti kau orang tua selama ini mengandung maksud tidak baik. Kau memang tidak berharap Go-bi-pay dapat bangkit kembali!" Sahut Kuan Tiong-liu dengan suara datar. "Kau berani sembarang mengoceh lagi, aku langsung membunuhmu!" Teriak Hay-liong Lojin hampir pecah kepalanya. "Tampaknya kau orang tua bukan hanya ingin membunuh aku. Kau memang ingin membunuh semua murid Go-bi-pay sampai tuntas. Diam-diam kau tentu senang It-im Taysu beserta saudara kita yang lainnya terbunuh habis-habisan. Dengan demikian, Go-bi-pay tidak mempunyai harapan untuk 1075 bangkit kembali, dan kau pun sama dengan sudah melampiaskan rasa dendammu sejak meninggalkan Go-bi- san!" Kuan Tiong-liu paham sekali sifat orang tua itu. Setiap ucapan yang dikeluarkannya memang sengaja memancing kemarahan Hay-liong Lojin. Saking marahnya Hay-liong Lojin sampai tertawa terbahak- bahak. "Bagus! Aku tidak menyangka It-im Suheng bisa mendidik seorang murid yang demikian setia dan menjunjung tinggi keadilan!" Tingkah laku Kuan Tiong-liu masih ramah dan sopan seperti sebelumnya. "Cianpwe terlalu memuji," Tapi sebutannya terhadap Hay-liong Lojin sudah berubah. Dia tidak memanggil Susiok lagi, melainkan Cianpwe. "Bagus! Hari ini biar orang yang kau sebut Cianpwe ini membantu It-im Taysu membersihkan perguruannya!" Pedangnya langsung dihunus. Terdengar. "singg!" Dan sekumpulan cahaya berkilauan. "Maaf ...." Dengan tenang Kuan Tiong-liu mencabut pedangnya. Dua jari telunjuk dan tengah menekan gagang pedang. Sebagai permulaan, dia langsung mengerahkan tiga jurus terakhir dari Lok-jit-kiam-hoat. Pedang Hay-liong Lojin diulurkan ke depan kemudian digetarkan. Jurus yang dimainkannya sama dengan Kuan Tiong-liu. Tiba-tiba kakinya bergerak dan meluncur ke depan. Kuan Tiong-liu menyambut dari arah yang berlawanan. "Trang!" Pedang mereka berbenturan kemudian terlepas kembali. Keadaan masih seimbang. Mereka tidak berhenti 1076 tetapi terus melangsungkan pertarungan dengan seru. Dalam sekejap sekitar tempat itu diselimuti oleh kilauan pedang yang menari-nari. "Trang! Tring! Trang!" Suara benturan pedang mereka bagaikan irama sumbang yang memekakkan telinga. Tubuh mereka berkelebat cepat membentuk bayangan. Tampaknya mereka bukan sedang bertarung tetapi mengadu kekuatan pedang masing-masing karena berkali-kali pedang mereka beradu kemudian terlepas lagi setelah itu berbenturan kembali. Terus begitu berulang-ulang. Kiam-hoat yang sama, gerakan pun tidak berbeda. Pertama- tama melihat sepertinya sama-sama kuat alias seimbang. Namun setelah serang-menyerang sebanyak tiga puluh enam kali, Kuan Tiong-liu mulai menguasai keadaan. Hay-liong Lojin mulai kewalahan. Kakinya terdesak mundur beberapa langkah. Dia hanya sanggup mengikuti gerakan Kuan Tiong- liu saja. Jurus yang dikerahkan oleh Kuan Tiong-liu memang tiga jurus terakhir Lok-jit-kiam-hoat ajarannya. Namun selain daya yang, dia sudah menambah kehebatan ilmu pedangnya dengan tenaga lembut im hasil curian dari Hek-pai-siang-mo. Sekarang ilmu Lok-jit-kiam-hoatnya sudah mencapai taraf kesempurnaan. Itulah sebabnya dia berani melawan Hay-liong Lojin tanpa merasa gentar sedikit pun. Sebelumnya dia sudah memperhitungkan kekuatannya sendiri sampai matang. Kala ditilik dari sifatnya yang licik, sebelum yakin, mana mungkin dia berani mengumpulkan murid Go-bi-pay yang masih hidup dan mengumumkan dirinya sebagai ciangbunjin. Dia tahu Hay-liong Lojin pasti akan marah sekali. Tapi dengan mengandalkan kekuatannya sekarang, dia tidak memandang 1077 sebelah mata lagi kepada orang tua itu. Dalam keadaan terdesak, api marah Hay-liong Lojin semakin berkobar. Dari matanya tersorot sinar merah membara. Dia meraung murka dan dengan nekat menerjang ke depan mengerahkan segenap tenaganya memainkan jurus terakhir Lok-jit-kiam-hoat. Segurat cahaya pedang yang berkilauan menyinari wajah Kuan Tiong-liu. Anak muda itu hanya menggeser kakinya dua langkah ke samping. Serangan orang tua yang dahsyat itu pun luput dari sasaran. Pedang Kuan Tiong-liu tidak berkilauan. Bahkan setitik cahaya pun tidak tampak. Tapi ketika sinar pedang Hay-liong Lojin hampir pudar secara keseluruhan, pedangnya baru memijarkan sinar yang menusuk mata. Dia menggerakkan pedangnya menyerang tujuh kali berurut-turut. Hay-liong Lojin meraung murka. Tubuhnya yang sedang melayang turun tiba-tiba melemah. Kening, tenggorokan, jantung, dada, dan bagian lain lagi sudah tertikam sebanyak tujuh kali. Dari tujuh lubang lukanya terlihat darah mengalir dengan deras. Pakaiannya penuh noda merah. Tubuhnya terjatuh di atas tanah dengan keras. Sepasang matanya masih terbelalak. Tentu saja dia mati dengan penasaran. Kuan Tiong-liu mengangkat pedangnya dan mulutnya mengambil gaya meniup, dia mengembuskan darah yang masih tersisa di pedangnya. Penampilannya tenang sekali. Dia memasukkan kembali pedangnya ke dalam sarung yang terselip di pinggang. Seakan tidak ada sesuatu pun yang telah terjadi. 1078 Para anggota Go-bi-pay yang melihat kematian Hay-liong Lojin, tidak ada satu pun yang wajahnya tidak berubah. Tapi juga tidak ada seorang pun yang berani meninggalkan tempat itu. Kuan Tiong-liu mengedarkan pandangannya. Dia tahu para murid Go-bi-pay sudah dibuat gentar oleh kehebatan ilmu pedangnya. Wajahnya malah tidak menyunggingkan seulas senyum pun. Dia menghadap ke arah timur dan menjatuhkan diri berlutut di atas tanah. "Hay-liong Lojin menghina perguruan. Hari ini akhirnya Tecu bisa juga membersihkan nama baik perguruan kita dengan membunuhnya. Harap Suhu damai di alam baka," Gumamnya lirih. Tanpa sadar para murid Go-bi-pay semuanya ikut menjatuhkan diri berlutut di atas tanah. Perlahan-lahan Kuan Tiong-liu membalikkan tubuhnya. "Para murid Go-bi-pay, dengarkan baik-baik! Mulai hari ini, kita harus menjunjung tinggi keadilan dan mengutamakan pembalasan dendam. Basmi Bu-ti-bun dan bangkitkan kembali Go-bi-pay!" Serunya lantang. Tentu saja kata-kata ini bukan keluar dari hatinya yang tulus. Dapat dibayangkan manusia sekeji dan selicik Kuan Tiong-liu, mana mungkin dia mementingkan pembalasan dendam bagi It-im Taysu dan sesama saudara seperguruannya. Tujuannya yang utama adalah menonjolkan diri di dunia Kangouw dan mencari nama besar. Dia belum melupakan Wan Fei-yang yang telah mengalahkannya beberapa kali berturut-turut. Tapi dia sudah lupa budi pertolongan yang diberikan oleh anak muda itu. 1079 ***** Malam sudah larut. Di bagian belakang gunung Bu-tong di mana terdapat sebuah hutan lebat, Fu Giok-su masih terlihat giat berlatih Coa-tiau-cap-sa-sut. Malam itu ketika bertarung melawan Wan Fei-yang, dia merasakan bahwa setiap serangan yang dilakukannya berhasil dihindari atau disambut oleh Wan Fei-yang dengan mudah. Hal ini semakin menguatkan keputusannya melatih Coa-tiau-cap-sa-sut lebih keras lagi. Dari pagi sampai malam larut, kalau dia belum sampai letih sekali, dia tetap tidak mau berhenti. Coa-tiau-cap-sa-sut mempunyai banyak perubahan. Hal ini tidak mengherankan karena Tio Sam-hong menciptakannya dengan mengikuti pertarungan antara rajawali sakti dan ular. Kecepatan kedua binatang ini hampir sama. Perbedaannya yang satu lincah di darat sedangkan yang satunya lagi gesit di udara. Tadinya Fu Giok-su berlatih di dalam ruangan rahasia tempat para ciangbunjin berlatih ilmu. Tapi tempat itu kurang leluasa. Dia tidak dapat mengembangkan jurus-jurusnya dengan baik. Oleh karena itulah, dia memilih bagian belakang gunung ini untuk berlatih. Para murid Bu-tong-pay jarang datang ke bagian belakang gunung ini. Terlebih-lebih pada malam hari seperti sekarang. Selama ini Fu Giok-su tidak pernah ada perasaan khawatir sama sekali. Kecuali malam ini. Baru berlatih sampai jurus kedua belas, dia sudah merasakan kehadiran seseorang yang mendekatinya dengan perlahan. Dan ilmu ginkang orang itu tampaknya cukup tinggi. Seandainya dia tidak kebetulan menginjak sebatang ranting kering serta menimbulkan sedikit 1080 suara, Fu Giok-su pasti masih belum mengetahui kehadirannya. Fu Giok-su menahan kemarahannya. Dia berlatih terus sampai ketiga belas jurus itu selesai dimainkan. Kemudian tubuhnya mendadak melesat menerjang ke arah rimbunan pohon di mana orang itu bersembunyi. Dalam waktu yang bersamaan, suara kibasan lengan baju memecahkan keheningan malam. Sesosok bayangan berpakaian hitam meluncur dari balik pepohonan dan berkelebat secepat kilat ke depan. Fu Giok-su terus mengejar. Bayangan manusia berpakaian hitam itu lari secepat terbang. Dia terus melesat kurang lebih setengah kemudian tahu-tahu dia menyelinap ke dalam gua di mana telaga dingin berada. Dalam hati Fu Giok-su merasa curiga. Dia mempertimbangkan sejenak, akhirnya mengejar ke dalam. Hawa di dalam gua dingin sekali. Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Keadaannya juga gelap gulita. Sampai-sampai kelima jari tangan sendiri pun tidak terlihat. Dengan berhati-hati Fu Giok-su mengendap-endap maju ke depan. Kemudian telinganya menangkap desiran lengan baju. "Siapa?" Bentaknya dengan suara keras. Tidak ada yang menyahut, tiba-tiba keadaan dalam gua menjadi terang benderang seketika. Lima obor api menyala dalam waktu yang bersamaan. Di belakang kelima obor tadi, ternyata duduk dengan berdampingan Thian-ti, Hujan, Angin, Kilat, dan Geledek. 1081 Fu Giok-su terkejut setengah mati. "Yaya ...!" Serunya tanpa sadar. Thian-ti tertawa datar. "Giok-su, apakah kau merasa di luar dugaan melihat kemunculan kami?" Fu Giok-su menenangkan hatinya. Dia mengangguk dua kali. "Apakah telah terjadi sesuatu di dalam Siau-yau-kok?" Kali ini Thian-ti yang menganggukkan kepalanya. "Siau-yau-kok sudah diubrak-abrik oleh Wan Fei-yang. Kami tidak bisa menetap di sana lagi. Telaga dingin ini merupakan daerah terlarang bagi murid Bu-tong-pay. Dengan bersembunyi di tempat ini, aku yakin Wan Fei-yang pasti tidak akan menduganya." Mata Fu Giok-su bersinar terang. "Tidak salah. Seandainya bocah Wan Fei-yang itu benar- benar mencari sampai ke sini, Sun-ji pun tidak akan khawatir lagi!" "Justru ini merupakan salah satu maksud kedatangan kami. Sekalian kami bersembunyi di sini. Rahasiamu sekarang sudah bocor. Cepat atau lambat dia pasti akan mencarimu. Dengan adanya kami di sini, setidaknya kau masih mempunyai bantuan yang dapat diandalkan. Tentu saja kami harap kedatangannya semakin lambat semakin baik!" "Maksud Yaya ...." Fu Giok-su tidak mengerti. "Sebelum dia datang, kau harus mengerahkan para murid Bu- 1082 tong untuk menggempur Bu-ti-bun. Pada saat itu aku yakin Wan Fei-yang pasti tidak akan berdiam diri. Kita biarkan sampai kedua belah pihak sama-sama terluka, barulah kita turun tangan membasmi Bu-ti-bun sekaligus Bu-tong-pay!" Fu Giok-su langsung mengembangkan senyuman licik. "Sun-ji merasa ide ini cemerlang sekali!" Thian-ti mendongakkan kepalanya tertawa terbahak-bahak. Suara tawanya bergema di gua tersebut dan menggidikkan hati siapa pun yang mendengarnya, tentu saja kecuali Fu Giok-su dan keempat bawahannya. Fu Giok-su mengerutkan keningnya. Seakan-akan dia teringat sesuatu yang tidak dimengertinya. "Bagaimana Wan Fei-yang bisa menyerbu ke Siau-yau-kok? Padahal kita tidak memancingnya ke sana." "Bocah itu benar-benar selalu menimbulkan kesulitan!" Suara tawa Thian-ti sirap seketika. "Siapa lagi kalau bukan gara-gara budak Hiong-kun!" "Hiong-kun?" Wajah Fu Giok-su menjadi kelam kembali. "Jangan sebut nama budak itu lagi!" Kemarahan Thian-ti mulai meluap. Dia berhenti sejenak untuk menenangkan perasaannya yang bergejolak. "Ohya .... Apakah kau sudah tahu bahwa Kuan Tiong-liu telah mengangkat dirinya menjadi Ciangbunjin Go-bi-pay? Dan dia sekarang dalam perjalanan membawa para muridnya menuju Bu-tong-san ini!" Fu Giok-su mengerutkan alisnya sekali lagi. 1083 "Mungkinkah dia datang kemari untuk membuat perhitungan denganku atas kekalahannya di tangan Ci-siong Tojin tempo hari?" "Mungkin juga dia ingin mengajak Bu-tong-pay bekerja sama menggempur Bu-ti-bun," Raja Silat Karya Chin Hung Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung Ilmu Golok Keramat Karya Chin Yung