Kembalinya Ilmu Ulat Sutera 10
Kembalinya Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying Bagian 10
Kembalinya Ilmu Ulat Sutera Karya dari Huang Ying Ingin menggunakan waktu begitu singkat juga tidak mudah, kalau tidak mempunyai tenaga dalam dan tenaga100 yang kuat, walaupun waktu bisa dikuasai dengan tepat, dia akan sulit mendarat di depan Tong Ling untuk mencengkeram tangan Tong Ling. Tong Ling berteriak, kemudian menundukkan kepala, 3 panah sudah dilepaskan dari arah bajunya, tiga panah itu datang tiba-tiba, tapi Beng To sudah turun dengan posisi kaki di bawah, ke tiga panah itu meleset meninggalkannya, begitu Beng To sudah berpijak ke tanah, seringainya semakin terlihat jarak wajahnya dengan wajah Tong Ling tidak lebih dari 1 kaki. "Lepaskan tanganku..." Tong Ling meronta. Beng To tertawa dan menggelengkan kepala. "Mana mungkin aku melepaskanmu!" "Dengan cara licik itu bukan..." "Bukankah tadi kau mengatakan kalau aku adalah orang picik?" "Jatuh ke tangan orang picik mungkin bisa dinasihati dengan bahasa manusia, tapi jatuh ke tangan binatang, apa yang kau katakan tidak aku mengerti!" Setelah itu Beng To mendekatkan bibir-nya. Kepala Tong Ling terus bergerak dari kiri ke kanan, dia berteriak. "Binatang! Binatang..." Beng To tidak marah, dia malah tertawa, dia memegang tubuh Tong Ling dan memutarnya, tubuhnya menekan dinding yang ada di belakangnya, Beng To tertawa senang dan membentak, dinding di belakangnya segera berlubang berbentuk seperti tubuh manusia. Di balik dinding itu ternyata ada sebuah kamar rahasia lainnya, sepertinya itu adalah sebuah kamar tidur. Karena di tengah kamar itu ada sebuah ranjang yang terbuat dari batu.101 Beng To mencengkeram kedua tangan Tong Ling kemudian mengangkat tubuh Tong Ling masuk melalui lubang berbentuk manusia itu. Tong Ling merasa kedua tangannya dipasang borgol, dengan cara apa pun meronta dia tidak bisa terlepas dari cengkeraman Beng To. Dia ingin menggunakan tenaga dalamnya yang bernama 'Cian-kin-jiu' (Berat seribu kati), dengan kedua kaki berpijak ke tanah, tapi sama sekali tidak bisa dilakukan. Sekalipun bisa tetapi tetap tidak bisa terlepas dari cengkeraman Beng To. Melihat ranjang batu itu Tong Ling menjadi ketakutan luar biasa, rasa itu terus menyerang hatinya, dia berteriak histeris. Beng To tertawa senang. "Percuma saja berteriak, jika Pei-pei ingin membuka pintu rahasia itu, harus membutuhkan waktu 2-3 jam, jika dia berhasil keluar pun dia tidak sanggup menghalangiku, lebih baik kau bekerja sama denganku, paling sedikit itu akan membuat kita senang!" "Binatang..." Tong Ling berteriak. "Kalau kau hanya bisa marah-marah, lebih baik hentikan dulu, ini sama sekali tidak berguna!" Beng To mengangkat Tong Ling tinggi-tinggi dan berjalan menuju ranjang itu, mata Tong Ling berlinangan air mata, sekarang dia benar-benar tidak mempunyai cara untuk melepaskan diri lagi. Dia sudah putus asa. Setelah menotok nadi di kedua tangan Tong Ling, Beng To baru meletakkan Tong Ling di atas ranjang dan menarik nafas.102 "Menotok nadi di kedua tanganmu membuat masalah menjadi tidak enak, tapi sepasang tangan-mu terlalu lihai dan kau masih mengancam akan bunuh diri!" "Aku bisa melakukannya!" "Setelah kau menjadi istriku, aku percaya kau akan berubah pikiran!" Beng To segera membuka ikat pinggang Tong Ling. "Kau berani..." Teriak Tong Ling. "Di dunia ini tidak ada yang tidak berani kulakukan!" Kedua tangannya mulai membuka kancing baju Tong Ling. Tong Ling tidak bisa melawan lagi, air matanya memenuhi wajahnya. Beng To melihat itu dia malah bertambah senang, sifat binatang yang sudah menempel pada dirinya segera meledak, dia tertawa terbahak-bahak, kemudian menyobek baju bagian dada Tong Ling. "Hentikan..." Tiba-tiba Tong Ling berteriak, teriakannya hampir membuat tenggorokannya sobek. Beng To terpaku, suara tawanya segera berhenti. "Akhirnya kau mau bekerja sama juga!" Tong Ling menatapnya, bola matanya dilumuri dengan kebencian, pertama kalinya Beng To melihat sorot mata seperti itu dan mengerti isi hati Tong Ling dia pun tertawa. "Kau yang memaksaku bertindak seperti ini!" Tong Ling tidak bersuara, sewaktu Beng To akan bergerak lagi, tiba-tiba dia mendengar suara aneh keluar dari mulut Tong Ling, Beng To segera teringat sesuatu, dia menekan mulut Tong Ling. Beberapa titik terang keluar dari mulut Tong Ling, reaksi Beng To sangat cepat. Tangannya yang menekan mulut Tong Ling segera diangkat, semua kelebatan sinar itu melesat ke103 tangannya, dia melepaskan tangannya dan melihatnya, di sana tertancap 6 titik benda berbentuk segi delapan berwarna biru kehijauan. "Senjata rahasia yang sangat beracun!" Dia mengencangkan telapaknya, 6 titik benda berwarna biru kehijauan itu segera melayang ke arah dinding dan menghilang. Dari 6 lubang bekas 6 titik itu terlihat keluar darah, berwarna hijau keunguan, tapi segera berubah menjadi merah, kemudian luka itu pun tertutup dan menghilang. Luka kecil memang merupakan hal penting untuk disembuhkan tapi kekuatan otot dan daging Beng To benar- benar hebat. "Tidak ada gunanya..." Beng To menggeleng kan kepala. "racun apa yang bisa dibandingkan dengan racun laba-laba beroman manusia yang diberi makan serangga atau ulat beracun?" Meminjam kekuatan laba-laba beroman manusia, dia telah menguasai ilmu lweekang Mo-kauw, kecuali racun yang lebih hebat dari racun laba-laba itu, Racun apapun tidak akan mempan kepadanya, walaupun ada racun seganas racun laba-laba efeknya pun tidak akan terlalu besar, tidak diragukan lagi Beng To mempunyai kekuatan untuk menyesuaikan semua racun. Tong Ling tidak menjawab, dia hanya bisa melotot, kebenciannya begitu pekat seperti akan membeku. Wajah cantik itu terlihat menjadi merah, membuatnya bertambah menarik, tapi tawa Beng To segera menghilang, dia mengulurkan tangannya untuk membuka mulut Tong Ling, di dalam mulut sudah berubah warna menjadi ungu kehitaman.104 Senjata rahasia yang ada di dalam mulut Tong Ling tidak diragukan lagi segera dilepaskan keluar, karena Beng To menekan mulutnya maka senjata itu keluar dari mulutnya. Racun itu tidak berefek bagi Beng To, tapi bagi Tong Ling bisa membuatnya mati, setelah melepaskan senjata rahasia itu dia bisa mengakhiri hidupnya. Dalam kesulitan seperti ini Tong Ling hanya bisa mati, sebelum melepaskan senjata rahasia dari mulutnya Tong Ling pasti sudah memikirkan dalam-dalam hal ini, kalau tidak dengan sifatnya yang keras dia tidak akan menunggu sampai sekarang. Terakhir dia lebih memilih mati, Beng To melihat wajahnya berubah dari merah menjadi ungu. Otot di sudut mulut Beng To terus bergerak-gerak, tiba-tiba dia bertanya. "Apakah benar aku tidak sebaik Wan Fei-yang?" Tentu saja Tong Ling tidak bisa menjawab lagi. "Baiklah, mulai saat ini dan seterusnya aku akan melihat apakah dia lebih melihat Wan Fei-yang atau aku yang lebih banyak!" Akhirnya Beng To berdiri, dia bersiul panjang, dan berlari ke arah lubang dinding yang berbentuk manusia itu. Dia tidak keluar melalui lubang itu tapi dinding yang menghalangi jalannya. Dinding hancur berantakan karena tubrukan yang sangat hebat ini, benar-benar menggetarkan langit juga membuat bumi bergoncang. Dia keluar dari lorong bawah tanah dan terus berjalan, apa yang menghalangi di depan matanya semua hancur lebur, termasuk pintu lorong. Sejak lahir kemudian dididik oleh Sat Kao, sifatnya menjadi ekstrim dan keras. Dia senang melalui jalan pintas, berlatih ilmu silat pun seperti itu, begitu pula dengan hal105 lainnya. Yang pasti kali ini dia pun akan menggunakan jalan pintas, sederhana dan cepat agar dia bisa terkenal di dunia persilatan Tionggoan. Di dalam hatinya dia pun menganggap hanya dengan cara demikian baru bisa dengan cepat menggantikan posisi Wan Fei-yang menjadi orang nomor satu di dunia persilatan. Jalan pintas berarti menggunakan segala cara. Bagi dunia persilatan Tionggoan, kepergian Beng To dari daerah Biauw merupakan bencana besar. Dinding hancur, bumi bergetar, tapi Pei-pei tidak peduli, dia hanya mengawasi Wan Fei-yang. Nafas Wan Fei-yang memang melemah, dia pun tidak sadarkan diri, wajahnya sangat pucat. Semua ini berada dalam perkiraan Pei-pei, yang dia perhatikan adalah perubahan di bibir Wan Fei-yang. Bibir Wan Fei-yang sepucat kertas, entah sejak kapan bibirnya mulai gemetar, Pei-pei tampak bengong, dia tidak memperhatikannya, sewaktu dia lebih meneliti, bibir Wan Fei-yang telah terbuka kemudia tertutup, saat dari membuka dan menutup selalu ada asap yang keluar dari mulutnya, membuat orang merasa dingin, seperti pedang dingin yang menusuk tulang. Hal ini membuat pikiran Pei-pei kembali normal. Akhirnya Pei-pei bisa memperhatikan induk serangga yang bertubuh transparan sedang bergerak gerak di dalam mulut Wan Fei-yang. Asalkan dia bisa membuat induk serangga itu keluar, Wan Fei-yang pasti bisa terselamatkan. Mengingat Wan Fei- yang bisa tertolong Pei-pei mulai merasa senang, mengenai Wan Fei-yang jika bisa diselamatkan akan menjadi apa, Pei- pei sama sekali tidak memikirkannya.106 Sat Kao dan Beng To pernah memberitahu kepadanya, induk serangga itu tidak akan melukai nyawa Wan Fei-yang, tapi untuk bicara pun Wan Fei-yang sudah tidak sanggup, bukankah dia sudah menjadi seperti mayat hidup? Apa yang dimaksud dengan hidup dan apa yang dimaksud dengan kesenangan di dalam kehidupan ini? Apalagi sekarang Wan Fei-yang terlihat begitu lemah, apakah dia bisa bertahan dari siksaan induk serangga itu? Induk serangga itu sepertinya merasakan perubahan fisik Wan Fei-yang dan itu tidak membuatnya tenang, maka dia pun terus bergerak-gerak. Pikiran Pei-pei sekarang menjadi lamban, setelah lama baru terpikir, kulit kerangnya bisa digunakan untuk mengusir serangga, maka dia pun terburu-buru mengeluarkan dan segera meniupnya. Di kamar rahasia kecil itu suara kerang yang ditiup Pei- pei terdengar sangat sedih, keadaan hati Pei-pei saat itu memang seperti itu. Waktu itu mulut Wan Fei-yang sudah terbuka dengan jelas, Pei-pei melihat induk serangga itu berbaring di atas lidah Wan Fei-yang, tapi masih bergerak-gerak, Pei-pei benar-benar merasa senang, dia bertambah kencang meniup kulit kerang itu, dia berharap induk serangga itu bisa terpancing keluar. Induk serangga itu setiap saat seperti bisa meloncat keluar dari mulut Wan Fei-yang, tapi sampai Pei-pei hampir kehabisan nafas meniup, induk serangga itu masih tetap bercokol di dalam mulut Wan Fei-yang, sepertinya serang menikmati alunan musik kulit kerang yang ditiup Pei-pei. Pei-pei tidak tahan lagi, dia mengeluarkan tangannya ingin menangkap induk serangga itu.107 Induk serangga itu seperti tidak merasakannya, tapi sewaktu tangan Pei-pei mendekati bibir Wan Fei-yang, serangga itu malah mundur dan masuk lagi ke dalam tenggorokan Wan Fei-yang. Pei-pei dengan cepat menarik tangannya, induk serangga itu masih berada di dalam tubuh Wan Fei-yang, itu merepotkan, dengan terpaksa Pei-pei meniup kulit kerangnya lagi, induk serangga itu kembali ke tempat tadi. Pei-pei melihatnya, air mata Pei-pei terus menetes. Alunan musik yang keluar dari kulit kerang itu terdengar bertambah sedih. Setelah pikiran Pei-pei agak tenang. Suara alunan dari kulit kerang itu dari nada tinggi turun menjadi rendah, dari pelan hingga berhenti karena Pei-pei tidak ada tenaga untuk meniupnya lagi. Di dalam ruangan itu tidak bisa melihat matahari atau rembulan, maka dia tidak tahu sudah berapa lama waktu berlalu, sebenarnya sudah melewati waktu yang sangat panjang. Dia sudah tidak mempunyai tenaga lagi, maka dia berhenti meniup kulit kerangnya. Tenggorokan Pei-pei terasa kering juga sakit. Serta ada perasaan seperti akan terbelah, tapi kulit kerang itu masih di depan mulutnya, lama baru diletakannya, mata yang tadinya bersinar putus asa mulai keluar cahaya harapan. Akhirnya dia mendapatkan sebuah cara. Satu-satunya cara yang terpikir olehnya dan bisa dia lakukan adalah meletakkan kulit kerang di bawah, kemudian memeluk Wan Fei-yang, dia mendekati bibirnya ke bibir Wan Fei-yang.108 Waktu itu di sekeliling bibirnya tiba-tiba keluar banyak ulat. Begitu mulut Pei-pei dibuka, ulat ulat itu segera merayap masuk ke dalam mulut Wan Fei-yang. Sat Kao memberi makan induk serangga itu ulat dan serangga lainnya. Sekarang induk serangga itu memang tidak membutuhkannya, tapi masih tertarik terhadap serangga- serangga lain dan ulat-ulat, mungkin dia mau keluar karenanya, kalau induk serangga itu senang hidup di dalam tubuh manusia, tubuh Pei-pei menjadi sebuah daya tarik, seseorang yang senang memelihara ulat-ulat dan serangga- serangga, lebih cocok buat induk serangga itu dibandingkan dengan orang yang tidak pernah memelihara serangga. Kalau bukan karena terjadi perubahan fisik pada diri Wan Fei-yang, sehingga membuat induk serangga itu merasa tidak nyaman, dia tidak akan merayap keluar, semua terjadi karena perubahan keadaan, sebenarnya Pei-pei harus berpikir akan hal itu tapi karena pikiran Pei-pei sangat kacau dan bingung, semua tidak terpikir olehnya. Memang ini bukan cara yang baik, tenaga dalam Wan Fei-yang sudah tersedot habis oleh Beng To, dia tidak seperti orang biasa, sekarang dia seperti orang lumpuh, sedangkan Pei-pei masih dalam keadaan normal dan sehat, jika induk serangga itu masuk ke dalam tubuhnya, akan membuatnya jadi tidak normal dan tidak sehat. Bagi Wan Fei-yang ini bukan hal baik, bukan membebaskannya dari induk dari serangga tapi hanya mengalihkannya. Pei-pei tidak peduli akan hal ini, asalkan Wan Fei-yang bisa hidup nyaman, ditukar dengan nyawanya pun dia tidak peduli.109 Di dunia ini banyak hal tidak masuk akal, seseorang jika ingin melakukan sesuatu dia tidak akan memikirkan jauh- jauh masalah ini. Jika setiap orang setiap hal yang masuk akal, maka di dunia ini tidak akan ada perasaan dan semua orang tidak akan diatur oleh perasaan. Akhirnya bibir Pei-pei dan bibir Wan Fei-yang menempel menjadi satu, ini bukan pertama kalinya mereka berciuman, dulu mereka berciuman dilakukan dengan penuh kegembiraan, sekarang Wan Fei-yang telah kehilangan perasaannya, sedang-kan pikiran Pei-pei sedang sangat sedih. Dia mulai merasakan induk serangga itu bergerak-gerak di mulutnya. Dia juga merasakan ketakutan dari serangga dan ulat-ulatnya, maka dia merasa tegang sekaligus senang. Ulat-ulat dan serangga-serangga itu mulai merasakan keberadaan induk serangga, mereka mulai merasa ada bahaya. Yang pasti induk serangga itu tertarik pada serangga dan ulat-ulat itu, dia siap bergerak, dia adalah induk serangga ulat-ulat itu bukan tandingannya, karena kekuatan mereka berbeda jauh. Maka ulat-ulat dan serangga-serangga itu hanya menunggu dibunuh atau dimakan. Pei-pei merasakan kesedihan dan rasa terpaksa dari ulat- ulatnya. Dia tidak peduli dengan waktu yang berlalu lama, dia sudah ada persiapan di dalam hatinya dan mengambil keputusan untuk menunggu. Dia selalu bersabar. Setelah beberapa berlalu dia tidak bisa memperkirakan waktu juga tidak dapat menghitungnya, sampai akhirnya dia110 merasa bibirnya mati rasa, ulat-ulat dan serangga- serangga itu masih terus bergerak gerak. Perasaannya sudah hilang. Dia sudah terbiasa maka begitu induk serangga itu mulai masuk ke dalam mulutnya, dia segera merasakannya. Sebenarnya induk serangga itu berupa segumpal rasa dingin, maka tidak sulit dirasakan tapi tidak mudah untuk ditahan. Pei-pei sadar dia harus bertahan, maka dia tidak berani bergerak, dari luar tubuh dan bagian dalam tubuhnya dia berusaha agar tidak sampai mengejutkan induk serangga itu, kalau tidak semuanya akan gagal total. Dia merasakan induk serangga itu sedang menyedot sari- sari dari ulat dan serangga-serangganya, dia juga merasakan induk serangga itu semakin masuk dan masuk ke dalam tubuhnya. Kemudian dia mulai menghitung seberapa dalam induk serangga itu masuk ke dalam tubuhnya, dia tetap berhati- hati mengatur perubahan pikiran dan beban pikirannya, bisa dikatakan ini adalah hal terberat dalam hidupnya. Induk serangga itu masih berjalan-jalan di dalam mulutnya, kemudian mulai masuk sedikit demi sedikit, tapi mundur kembali ke tempatnya tadi. Sepertinya dia sangat berhati-hati dan terus mencari tahu, akhirnya Pei-pei kehilangan posisi induk serangga itu. Tapi sewaktu induk serangga itu masuk, dia bisa merasakannya lagi. Mulut dan bibirnya dikatupkan dengan rapat. Gerakan Pei-pei sangat cepat, tapi induk serangga itu belum masuk, bolak-baliknya induk serangga membuat Pei- pei merasa bersalah.111 Sewaktu bibirnya ditutup, induk serangga itu dengan cepat mundur, Pei-pei bisa merasakannya, maka secara reflek dia mengatupkan giginya, kemudian Pei-pei merasakan giginya dengan tepat menggigit tubuh induk serangga itu, dia juga merasakan induk serangga itu meluncur melewati sela-sela giginya. Reflek dia mengetatkan giginya bibirnya ditutup dengan rapat, wajahnya dengan cepat digeser. Rasa kaku di mulutnya mulai terasa, dia membuka mulutnya, dan tercium bau harum seperti wangi madu, dia juga melihat beberapa tetes cairan berwarna hijau tampak berkilau yang muncrat keluar dari mulutnya. Tapi dia malah merasa senang, karena dia sudah mengambil keputusan mengorbankan segala-galanya. Kembalinya Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Beberapa tetes cairan berwarna hijau muncrat ke bawah dan segera merembes masuk ke dalam papan batu yang ada di bawah. Pei-pei melihat itu hatinya terasa dingin sekaligus benci, dia segera merasa cairan itu melewati sela giginya dan masuk ke dalam daging, kulit, dada, dan bagian tubuh lainnya. Dia mengira ini semua hanya perasaannya, dia menyeka dahinya, dia melihat cairan hijau lagi, cairan itu segera menghilang dari tangannya, bukan menguap melainkan masuk ke dalam tubuh-nya. Dia mulai merasa daging di seluruh tubuh serta syaraf- syarafnya kalah perang, lalu cairan itu menetes keluar dari tangannya. Pei-pei melihat semua itu dengan jelas, dan itu bukan perasaan! Melainkan kenyataan sebenarnya, ketakutan mulai menyerangnya, apa yang dikatakan Beng To muncul di112 benaknya, dia tertawa kecut, kemudian menoleh melihat Wan Fei-yang, dia merasa senang dan mulai merasa daging di kepalanya mati rasa, tapi dia masih berusaha menggeser tubuhnya. Akhirnya dia bisa melihat wajah Wan Fei-yang, wajah Wan Fei-yang begitu jelas terlihat, tapi hanya sebentar, kemudian pandangannya menjadi buram. "Wan-toako..." Dia berteriak di dalam hati. Ini adalah reaksi terakhirnya lalu dia roboh dan tidak bangun lagi. Mata Pei-pei tampak melotot, bola matanya berubah menjadi seperti bola es sebelum meninggal terlihat sinar kesedihan terkumpul di sana. Wan Fei-yang melihat kesedihan dan rasa senangnya, setelah induk serangga itu keluar dari mulutnya, dia mulai sadar, keadaan yang tadinya terlihat buram sekarang menjadi terang dan jelas. Akhirnya dia bisa melihat perasaan Pei-pei yang terakhir kepadanya. Dia tidak mendengar teriakan di dalam hati Pei-pei, tapi dia bisa merasakan kesedihan yang luar biasa dari Pei-pei, sayang dia tidak bisa berbuat apa-apa. Kalau dia bisa melarang Pei-pei melakukan semua itu dia akan melakukannya tapi dia sendiri tidak mempunyai tenaga untuk melakukannya. "Pei-pei..." Wan Fei-yang tetap tidak bertenaga, Pei-pei tidak bereaksi, kalau dia masih punya perasaan, tentu akan senang. Wan Fei-yang mulai mengerti, dia ingin menggeser tubuhnya untuk memeluk Pei-pei, tapi tubuhnya terasa lemas dan tidak bertenaga. Bukan hanya kaki dan tangannya, jarinya pun tidak sanggup bergerak.113 BAB 11 Sekarang suaranya sudah bisa keluar, tubuhnya mulai terasa nyaman, dia bisa memastikan induk serangga itu sudah meninggalkan tubuhnya. Di sini selain Pei-pei, siapa lagi yang bisa membantu dia mengeluarkan induk serangga itu, dia tidak tahu dengan cara apa Pei-pei mengeluarkan induk serangga dan mengganti dengan nyawanya. Masalah ini muncul karena Pei-pei yang memulai, yang menyelesaikannya juga Pei-pei, tidak tampak ada yang salah, terlihat seperti iseng. Di dunia ini yang terjadi karena keisengan sangat banyak. Masalah seperti ini terjadi karena banyak alasan. Wan Fei-yang berkali-kali mencoba bangun tapi dia belum punya tenaga, terpaksa dia berdiam menenangkan diri, setelah hatinya terasa tenang, dia mulai merasakan tenaga yang hilang mulai terkumpul kembali. Ternyata sisa tenaga yang ada sudah tidak terlalu banyak, ketika Tong Ling dan Pei-pei datang menolong dan mengganggu, Beng To sedang menyedot tenaga dalamnya, saat itu penyedotannya sudah mencapai tahap terakhir, tenaga dalam yang tersisa sudah tidak menarik lagi bagi laba-laba itu, maka dia bisa merasakan masih punya sedikit tenaga dalam. Dia sangat tahu siapa Tong Ling, kenapa dia datang dia juga bisa menduganya? Kalau bukan karena ingin menolongnya, Tong Ling tidak akan mau kembali kemari.114 Ketika itu pikirannya terus bergejolak, dia berusaha mengumpulkan kembali sisa tenaga yang masih ada, tapi induk serangga yang masih ada di dalam tubuhnya menjadi halangan besar, apalagi pikiran yang bergejolak semakin membuatnya sedih, tentu saja pikiran ini membuat dia bertambah tidak tenang, sekarang setelah tidak ada yang menghalanginya, dia bisa berpikir tenang sehingga dia mulai bisa mengumpulkan sisa tenaganya Saat ini perasaan yang ada adalah perasaan yang sangat jauh, dia sadar lukanya akan sembuh. Dia memiliki perasaan hidup kembali. Dia juga sadar bahwa Thian-can-sin-kang yang telah dilatihnya sekali lagi mengeluarkan reaksi yang kuat, dan dia akan masuk pada tahap hibemasi (Tidur panjang di musim dingin). Kali ini entah butuh waktu berapa lama? Dia tidak tahu dan tidak ada waktu untuk menciptakan kepompong. Kalau tidak bisa menciptakan kepompong, apakah dia akan dilukai sehingga akan mati? Kali ini dia sangat peduli tapi dia tidak punya kekuatan, karena untuk bergerak pun dia tidak bisa. Apalagi meninggalkan tempat ini, mencari tempat aman untuk bersembunyi. Rasa lemas semakin terasa, bukan hanya tubuhnya yang terkuras tenaga dalamnya, semangatnya pun tidak ada, akhirnya dia hanya bisa memejamkan mata, tidak mau melihat Pei-pei supaya bisa menghilangkan bayangan dari benaknya. Pikirannya kosong, begitu pun dengan otaknya. Karena tenaga dalamnya sudah disedot maka semua gerakannya menjadi lamban, kulitnya kehilangan cahaya seperti daun layu.115 Tapi lambat laun kulitnya mulai terlihat bercahaya lagi, seperti ada minyak yang keluar dari dagingnya. Perubahan ini tidak terlalu kentara. Ulat sutra sudah mengeluarkan seratnya membuat kepompong, sampai keluar lagi dari dalam kepompong membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Bila terjadi perubahan Thian-can-sin-kang di dalam tubuh, manusia membutuhkan waktu cukup lama, dulu Wan Fei-yang pernah mengalaminya. Kali ini mungkin waktunya bisa lebih pendek, karena sudah ada jalan karena bukan pertama kali, tapi seberapa pendek waktunya Wan Fei-yang tidak tahu. Yang pasti hal ini tidak bisa diatur Wan Fei-yang sendiri. Saat hibernasi pikirannya akan kosong, dia tidak akan bisa menghalangi kalau Beng To datang dan bertindak. Ulat sutera mulai berubah lagi! Apakah bisa melawan ilmu lweekang aliran Mo-kauw yang Beng To cangkokkan ke dalam tubuhnya? Tidak ada yang tahu, orang-orang persilatan pun tidak ada yang mengetahui masalah ini. Hanya kalau bencana sudah datang baru akan membuat mereka tahu bahwa Wan Fei-yang telah tewas pada saat bencana ini datang. Dulu mereka telah salah paham kepada Wan Fei-yang, sekarang mereka akan tahu, semua itu ulah Beng To. Tapi mereka tidak akan bisa membendung Beng To. Yang akan terkena masalah ini pertama kali adalah Kiam- sianseng (Tuan Kiam) dari Hoa-san-pai. Beng To tidak akan secara diam-diam masuk ke Hoa-san. Sekarang keadaaannya sudah tidak seperti dulu lagi, dia cukup percaya diri, dia tidak akan mau melakukan perbuatan secara sembunyi-sembunyi lagi, Dia pun tidak akan datang116 sendirian, dia akan membawa sekelompok orang yang bertubuh tegap dari suku Biauw. Di mata orang-orangnya dia bukan lagi seorang 'manusia' melainkan seorang 'dewa'. Mo-kauw dengan ilmu sesat yang dikatakan hampir ajaib, di mata orang-orang, punya anggapan yang berbeda- beda. Ilmu silat Beng To bagi orang awam seperti mereka seperti sebuah ilmu sihir, bisa dikatakan ajaib. Orang-orang suku Biauw belum pernah melihatnya, mereka percaya dia akan membuat mereka berjaya di Tionggoan apalagi dia adalah pangeran mereka, dari dulu mereka sangat percaya, menjunjung tinggi dan mencintai pangeran mereka. Mereka mempersiapkan sebuah selendang yang disulam dengan sangat indah, mereka mengangkat Beng To dengan selendang ini. Baju mereka pun disulam dengan benang berwarna- warni dan tampak bercahaya. Semua ini seperti yang diinginkan Beng To. Sekelompok orang itu datang berbondong-bondong ke Hoa-san, murid-murid Hoa-san yang menjaga Hoa-san sudah melapor, murid-murid lainnya dengan cepat berkumpul di depan Ceng-kong mereka dibagi menjadi dua baris. Hoa-san-pai adalah perkumpulan terkenal, orang yang datang berniat tidak baik tapi masih ada kesopanan. Setelah menanyakan maksud mereka, murid yang menjaga gunung selain memberi kabar kepada murid-murid lainnya yang di atas gunung, semua menunggu di sana, tidak ada seorang pun yang membawa rombongan itu ke depan Ceng-kong. Kiam-sianseng sudah menunggu di sana, melihat kedatangan orang-orang Biauw bersama Beng To, hatinya tetap saja bergetar.117 Dia tidak pernah pergi ke daerah Biauw juga belum pernah mendengar ada pesilat tangguh dari suku Biauw yang bernama Beng To. Tapi dia sama sekali tidak merasa curiga bahwa lawannya adalah seorang pangeran. Kalau dia bukan seorang pangeran sulit bisa memperlihatkan keangkeran seperti ini. Walaupun uku Biauw tahu sehebat apa pun identitas seseorang, tetap tidak berpengaruh di Tionggoan, jadi tidak perlu memalsukan identitasnya. Dalam ingatan Kiam-sianseng, Hoa-san-pai belum pernah berermusuhan dengan orang-orang Biauw, pangeran dari suku Biauw ini menantang Hoa-san-pai, apa tujuannya? Kiam-sianseng tidak mengerti dia juga tidak terburu-buru ingin bertanya, cara lawan datang seperti ini akan memberi penjelasan kepadanya. Suara ribut sudah berhenti, sikap orang-orang suku Biauw terlihat cerah dan bersemangat, dari bola matanya terlihat mereka penuh dengan rasa percaya diri. Murid-murid Hoa-san saling berbisik, sampai akhirnya Beng To membuka suara. "Kiam-sianseng..." Sorot mata Beng To meng awasi Kiam- sianseng, suaranya tidak begitu besar, tapi masuk ke telinga setiap orang di sana. "Ilmu lweekang teman sungguh hebat!" Kiam-sianseng mengira Beng To sedang memamerkan tenaga dalamnya, dan dia harus mengakui lweekang Beng To memang sangat kuat. "Bukan teman!" Sanggah Beng To. "Kalau begitu kalian adalah musuh?" Kiam-sianseng tertawa.118 "Bukan musuh juga!" Beng To menjawab dengan serius. "asal kau mau tunduk kepadaku, maka hubungan kita adalah tuan dan pesuruh!" "Selain itu?" Tanya Kiam-sianseng sambil tertawa. "Tidak ada!" Beng To tidak perlu berpikir jauh. "Yang menurut akan hidup, yang melawan akan mati?" Kata Kiam-sianseng. Beng To dengan senang mengangguk. "Benar, yang menurut kepadaku akan hidup yang membangkang harus mati..." Katanya lagi. "Aku tidak mengerti budaya Tionggoan, kata-kata tegas membuatku lebih sensitif dan lebih mudah menerima." "Tapi sayang, di sini bukan wilayah suku Biauw, kau tidak perlu berkata seperti itu!" "Walaupun di sini bukan wilayah Biauw tapi aku harus mengatakan kata-kata ini!" "Berarti kali ini kau datang kemari bukan dengan ilmu silat mencari kawan dan tidak akan berdiskusi tentang ilmu silat, melainkan ingin menaklukkan Hoa-san-pai?" "Ini harus melihat dulu, apakah kalian akan patuh atau tidak!" "Kalau kami tidak patuh?" "Terpaksa aku harus membunuh kalian!" Kata Beng To tidak terlihat bercanda. "Sekarang aku curiga kau bukan orang dari Biauw!" "Apa maksudmu?" Tanya Beng To aneh. "Hanya orang gila yang bisa berkata demikian dan orang seperti kalian terlihat seperti orang gila!" Kata-kata Kiam-sianseng membuat murid-murid Hoa- san-pai yang ada di sana tertawa keras.119 Orang-orang Biauw yang datang tidak semua mengerti bahasa Han, yang mengerti langsung memberikan reaksi, yang tidak mengerti setelah mendengar murid-murid Hoa- san tertawa dan melihat reaksi dari teman-temannya, mereka bisa langsung menebak apa yang dikatakan Kiam- sianseng, terlihat mereka marah besar. Beng To malah terlihat sangat tenang, dengan pelan dia berkata. "Kata-katamu tidak ada kebaikannya untuk Hoa-san- pai!" Tentu saja Kiam-sianseng mengerti maksud Beng To, dalam hati dia mulai merasa tidak nyaman, dia adalah orang yang sangat berhati-hati dan tahu aturan, otaknya bisa berpikir cepat dan encer, maka dari dulu dia selalu diundang oleh semua perkumpulan untuk menunjukkan jalan kepada Bu-tong-pai, tapi sekarang dia malah berkata seperti itu. Dia segera tahu apa alasannya, karena itu adalah pikiran semua orang, dia menganggap suku Biauw adalah suku terbelakang, tidak ada sesuatu yang bisa mereka lakukan. Kalau merasa tidak yakin apakah mereka akan berani datang ke Hoa-san? Terpikirkan hal ini Kiam-sianseng jadi bertambah khawatir. Kata-kata yang sudah terucap keluar seperti air yang tersiram keluar, dengan terpaksa dia berkata. Belum tentu ada kejelekannya!" "Yang menurut padaku akan hidup yang membangkang harus mati!" Beng To berulang kali mengatakannya, dia baru mempelajari kedua kalimat ini. "Anak muda..." Kiam-sianseng mengerutkan alis. "kau terlalu sombong!" Beng To bereaksi lebih gila lagi.120 "Kalian mau bertarung secara keroyokan atau satu per satu!" Dua pemuda yang ada di sisi Kiam-sianseng segera mencabut pedang mereka, dan berbarengan berkata. "Kami datang untuk meminta petunjuk!" Usia mereka sama, wajah mereka pun mirip, mereka bukan hanya bersaudara kandung juga bersaudara kembar. Mereka adalah murid Hoa-san-pai yang berhasil melatih ilmu 'Cai-tiap-siang-hui' (Sepasang kupu-kupu pelangi terbang). Cai-tiap-siang-hui adalah ilmu pedang Hoa-san-pai yang paling sulit dipelajari, untuk mempelajari ilmu pedang ini harus ada dua orang yang secara bersama-sama memainkan ilmu ini, selain itu salah seorang harus memegang pedang dengan tangan kiri dan seorang lagi dengan tangan kanan, tenaga dalamnya harus sama tinggi baru bisa dipadukan dengan tepat, sehingga perubahan jurusnya menjadi sangat dahsyat. Mencari dua orang dengan tenaga dalam yang sama tinggi tidak sulit tapi menggunakan pedang dengan tangan kiri dan kanan secara bersamaan itu sangat sulit, kebetulan dua saudara kembar ini adalah pasangan kembar sejak lahir, yang satu terbiasa menggunakan tangan kiri sedangkan yang satu lagi terbiasa menggunakan tangan kanan, mereka bermarga Hiang, di Hoa-san-pai nama mereka adalah Hiang Co (kiri) dan Hiang Yu (kanan), sedangkan nama asli mereka sudah terlupa-kan. Cai-tiap-siang-hui sebenarnya bisa dipelajari oleh satu orang, menggunakan tangan kiri dan kanan memegang pedang, tapi orang itu harus bisa membagi perhatiannya menjadi 2, kalau tidak, maka jurus yang keluar tidak akan sempurna, tidak sehebat kalau dijalankan oleh dua orang.121 Semenjak menemukan dua saudara kembar ini, Kiam- sianseng seperti mendapatkan benda mustika, dia mendidik mereka dengan teliti, akhir-nya dua bersaudara Hiang berhasil menguasai ilmu Cai-tiap-siang-hui dan bisa menjalankan dengan sempurna. Di depan orang-orang Kiam-sianseng selalu memuji dua bersaudara Hiang ini, karena jika dua bersaudara ini bergabung, di Hoa-san-pai tidak ada seorang pun yang sanggup mengalahkan mereka sampai-sampai dia sendiri pun tidak terkecuali. Apakah benar, tidak ada seorang pun yang tahu, tapi saat dua bersaudara Hiang ini maju dan melihat sikap Kiam- sianseng yang tenang, tampak dia sangat percaya pada dua bersaudara kembar ini. Kiam-sianseng tersenyum dan mengangguk. "Orang yang datang dari jauh adalah tamu, jika bertarung paling sedikit harus ada rasa sungkan, jangan biarkan tamunya merasa tidak enak!" Kata-kata ini seperti memvonis bahwa Beng To akan kalah oleh dua bersaudara Hiang dan dia ingin dua bersaudara ini jangan membunuh Beng To. "Tenanglah, Suhu!" Dua bersaudara itu sama-sama menjawab. Katanya kalau saudara kembar tentu mempunyai hati dan perasaan yang sama, dua saudara Hiang ini pun tidak terkecuali, bila mereka bicara selalu bersamaan, mereka segera memberi hormat kepada Beng To. "Murid Hoa-san-pai Hiang Co dan Hiang Yu memberi hormat!" "Apakah hanya kalian berdua?" Tanya Beng To. Hiang Co dan Hiang Yu menjawab.122 "Menghadapi satu orang kami melawan berdua, menghadapi 100 orang pun kami tetap berdua!" Beng To tertawa, lalu membalas. Kembalinya Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Kalian menyerang dengan berapa orang pun aku tetap sendiri!" Hiang Co dan Hiang Yu saling berpandangan, lalu mereka tertawa dingin. "Cabut pedang..." Yang satu menggunakan tangan kiri, yang satu menggunakan tangan kanan, masing-masing mencabut pedangnya. "Aku tidak perlu pedang!" Beng To menunjukkan kedua tangannya. Hiang Co dan Hiang Yu sudah mencabut pedang mereka, saat itu juga Beng To meloncat beberapa depa ke atas, kemudian bersalto di tengah udara sebanyak beberapa kali, gerakannya indah dan kecepatannya bisa menyaingi seekor burung. Murid-murid Hoa-san-pai melihat semua itu, hati mereka mencelos dan bergetar, wajah Kiam-sianseng memang tidak terjadi perubahan tapi di dalam hati dia pun tergetar. Orang-orang suku Biauw terus bersorak, ilmu silat Beng To di mata mereka begitu hebat. Beng To memang sengaja memamerkan ilmu silatnya di depan orang-orangnya, dia hanya mempe ragakan secara asal-asalan, tapi sudah cukup membuat orang-orangnya merasa kagum. Sekarang menghadapi pesilat tangguh Tionggoan dia harus berusaha lebih keras. Dia turun tepat di hadapan Hiang Co dan Hiang Yu. Hiang Co dan Hiang Yu segera mengguna-kan sepasang pedang mereka menunjuk kepadanya, Beng To memutar tubuhnya.123 "Kalau kalian masih terus seperti itu, aku akan mengaku kalah!" Hiang Co tertawa dingin. "Kita bukan sedang bermain topeng monyet, untuk apa meloncat ke sana-kemari?" "Kalau Tuan tertarik, Tuan boleh terus mem- peragakannya, murid-murid Hoa-san tidak akan pelit memberikan uang kecil, kalau peragaan Tuan berhasil mungkin Tuan bisa mendapatkan banyak uang untuk dibawa pulang!" Kata Hiang Yu. Beng To menggelengkan kepala. "Kalian orang-orang Tionggoan bila membicarakan seseorang selalu menggunakan keahlian untuk menghina, yang tua seperti itu, yang muda pun tidak berbeda!" "Kami dua bersaudara ingin melihat ilmu silatmu yang sebenarnya!" Pedang Hiang Co segera menyerang Beng To. Hiang Yu pun bersama-sama menyerang Beng To, dengan kecepatan tinggi sepasang pedang bersama-sama menyerang Beng To, yang satu dari kiri yang satu lagi dari kanan, perubahan tubuh mereka juga cepat dan rumit, sepasang pedang mengeluarkan kelebatan hawa dingin, mengurung Beng To dari dalam, jurus yang di lancarkan seperti jurus kosong, tapi dalam kekosongan seperti ada isi! Melihat dan merasakan kelebatan hawa dingin itu saja sudah membuat mata menjadi silau, bagaimana bisa membedakan mana yang kosong dan mana yang isi! Tapi bagi Beng To hal ini tidak membuatnya kesulitan! Begitu kedua tangannya dikebutkan ke arah cahaya itu maka cahaya itu menghilang, kecepatan kedua pedang jadi menurun, seperti tertarik oleh sesuatu, ilmu pedang mereka seperti terhambat. Dari kelebatan pedang yang menyilaukan124 lalu terlihat bayangan pedang, dan gerakan pedang jadi terlihat jelas. Terakhir di tubuh pedang terlihat menempel banyak benang seperti serat sutera juga seperti sarang laba-laba, karena benang itu terus mengikuti gerakan ke dua bersaudara maka gerakan mereka pun menjadi terhambat dan lambat Dua saudara kembar ini merasa aneh, saat mereka bersiap-siap ingin membabat putus benang itu, ke dua tangan Beng To sudah menekan sepasang pedangnya. Ini adalah hal yang tidak mungkin terjadi, tapi Beng To bisa melakukannya, Hiang Co dan Hiang Yu benar-benar terkejut, mereka segera mengerahkan tenaga dalamnya dan menyalurkan ke batang pedang. Mereka siap membalikkan pedang dan menyapu Beng To, tapi tenaga dalam yang disalurkan seperti air sungai mengalir dan bermuara di laut dan tertelan gelombang laut. Tenaga dalam mereka tidak bisa terkumpul di batang pedang malah seperti dihisap oleh tenaga tidak terlihat. Wajah mereka segera berubah dari merah menjadi putih lalu hijau. Timbul keringat sebesar biji jagung, nafas mereka pun jadi memburu. Hiang Yu tertawa kecut, Hiang Co pun mempunyai perasaan seperti itu, dia merasa di pegangan pedang ada sesuatu yang membuat tangannya menempel terus dan tidak bisa lepas. Hiang Co pun pasti demikian, karena itu dia tidak berteriak. Mata jeli Kiam-sianseng melihat semua itu, dia melihat pedang mereka penuh oleh serat seperti benang sutera atau125 sarang laba-laba, wajahnya segera berubah, dia segera berteriak. "Berhenti..." Hiang Co tertawa kecut, jelas mereka tidak bisa memilih, waktu itupun mereka merasa pedang mereka bisa bergerak lagi, maka pedang mereka segera menusuk ke depan! Tapi Beng To sudah tidak berada di depan mereka, posisi Hiang Co dan Hiang Yu jadi saling berhadapan, pedang mereka saling menusuk ke arah mereka sendiri. Waktu itu mereka melihat Beng To melepaskan kedua tangannya, kemudian mundur, mereka juga melihat sikap menghina dari mata Beng To. Yang pasti mereka tahu apa yang bakal terjadi dan apa akibatnya. Tapi mereka sudah tidak bisa menguasai diri. Kiam-sianseng tidak sempat menghalangi, reaksinya hanya bisa membuat kedua alisnya terangkat. Memang hanya itu yang bisa dilakukan, sebab sekejap pedang Hiang Co dan Hiang Yu sudah menusuk ke masing- masing jantungnya. Pedang masuk sampai ke ujung pegangan, tubuh mereka secara bersamaan roboh. Di mata mereka ada sekilas rasa malu dan tidak bisa berbuat apa-apa. Murid-murid Hoa-san berteriak terkejut, mereka segera mencabut pedangnya, kedua tangan Kiam-sianseng terulur, dia membentak murid-murid Hoa- san supaya tenang, lalu melihat Beng To. "Tuan ternyata murid Bu-tong Bai!" Beng To tertawa dingin, katanya. "Apakah Bu-tong-pai pantas punya murid seperti diriku?" "Apa hubunganmu dengan Wan Fei-yang?"126 "Dia sudah mengalahkanku, tapi sekarang aku bisa memecahkan jurus Thian-can-sin-kang nya dan sekarang dia sudah menjadi cacat!" Kiam-sianseng tertawa dingin. "Jadi kau diam-diam telah belajar Thian-can-sin-kang miliknya!" "Tidak juga!" Beng To menatap langit. "kali ini aku datang ke Tionggoan karena misi penting, aku ingin membuat kalian mengerti bahwa Thian-can-sin-kang bukan milik Bu-tong-pai, tapi milik Mo-kauw, mereka telah mencuri ilmu lweekang Mo-kauw, lalu menambahkannya dengan ilmu mereka sendiri!" "Oh ya?" Kiam-sianseng terpaku, baginya ini merupakan sebuah rahasia. "Kali ini murid-murid dari Mo-kauw bukan hanya akan mengambil kembali ilmu lweekang yang telah dicuri, juga masih ingin memberitahu orang-orang Tionggoan bahwa ilmu silat Mo-kauw tiada tandingannya!" Kiam-sianseng baru mengerti. "jadi kau murid dari Mo-kauw, sudah beberapa kali Mo- kauw ingin menguasai Tionggoan tapi selalu gagal, kali ini kalian ingin menggunakan cara licik apalagi?" Beng To balik bertanya. "Tadi di depan mata kalian semua, aku telah membunuh dua pesilat tangguh Hoa-san, apakah aku memakai cara licik?" Kedua alis Kiam-sianseng terangkat. "Kelihatannya kami telah salah paham pada Wan Fei- yang, dulu yang membunuh mereka adalah..."127 "Benar, semua itu aku yang melakukannya, tapi kalau kalian mengira aku ingin memindahkan malapetaka itu kepada orang lain, itu salah besar!" "Mengapa waktu itu kau tidak datang secara terang- terangan? Tapi sekarang..." "Nanti kau akan mengerti sendiri, apakah kau sudah melihat ilmu silatku dengan jelas?" "Ilmu siluman dan iblis bukan ilmu yang bersih, dan itu bukan kemampuan!" "Sampai sekarang dunia persilatan Tiong-goan tetap saja bersikap seperti ini, pantas kalian tidak maju-maju, malah mundur!" "Apakah kau mengira kami harus belajar kepada Mo- kauw... seperti Bu-tong-pai?" "Walau bagaimanapun Thian-can-sin-kang adalah ilmu dari Mo-kauw yang telah dirobah, tidak merusak aturan langit, memang belajar mencuri itu tidak benar, tapi semangat istimewa ini memang baik dan tidak salah!" Kali ini Beng To berkata dengan sungguh-sungguh. "Bu-tong-pai telah banyak mendapat kebaikan tapi mereka malah merahasiakannya..." "Itulah keburukan dunia persilatan Tionggoan, tidak mau saling menukar ilmu, mengambil kelebihan orang lain, memperbaiki kekurangan sendiri," Beng To menggoyangkan kepalanya. Kiam-sianseng menyambung. "Benar, seperti Thian-can-sin-kang, kalau bisa diajarkan kepada khalayak ramai dan lebih banyak orang yang mempelajarinya, akan bertambah pesilat seperti Wan Fei- yang, kita tidak perlu takut kepada siluman dan iblis yang datang menyerang Tionggoan..."128 "Bukan hanya Thian-can-sin-kang, Bahkan ilmu pedang dari Hoa-san-pai..." Kiam-sianseng segera memotong. "Ilmu pedang Hoa-san-pai adalah inti sari dari ilmu silat yang didapat hasil jerih payah selama beberapa generasi dari pemimpin Hoa-san-pai, mana mungkin disebarluaskan!" Begitu kata-katanya terucap keluar, Kiam-sianseng melihat sikap mencemooh Beng To, dia segera mengerti dan berkata. "Ilmu kami tidak seperti Thian-can-sin-kang, yang didapatkan tanpa melalui kerja keras dan tidak perlu memikirkan generasi atas yang telah bersusah payah menciptakannya!" Kata Beng To sambil tertawa. "Kata-kata guruku memang tidak salah, dunia persilatan Tionggoan selama ratusan tahun tetap seperti ini, tidak ada kemajuan sedikit pun, benar-benar tidak ada obat untuk menyembuh-kannya!" "Siapa gurumu?" "Sat Kao..." Beng To menarik senyumannya, perubahan ini membuktikan dia menghormati gurunya, Sat Kao. "Aku tidak pernah mendengar nama ini, apakah dia adalah anggota Mo-kauw?" "Orang-orang dunia persilatan Tionggoan akan segera tahu siapa dia dan tahu kalau aku adalah muridnya!" "Apakah kau mengira kau bisa bertahan di Tionggoan?" Dengan santai Beng To menjawab. "Di dunia persilatan Tionggoan banyak orang seperti dirimu, ingin bertahan di Tionggoan bukan hal sulit bagiku!" "Kau benar-benar sombong, anak muda..."129 "Aku selalu bersikap terang-terangan dan langsung, begitu Hoa-san-pai musnah, orang-orang persilatan Tionggoan akan mengenal siapa aku!" "Siapa yang menyuruhmu memilih Hoa-san-pai menjadi target pertama?" Rasa curiga Kiam-sianseng mulai timbul. "Aku membuat undian untuk menentukan, Hoa-san-pai menjadi sasaran nomor satu, berarti nasib kalian sudah berada di ujung tanduk!" "Kurang ajar!" Kiam-sianseng tampak marah. "Hal yang lebih kurang ajar telah kulakukan!" Beng To menatap mayat Hiang Co dan Hiang Yu. "ini adalah kesempatan terakhir bagi Hoa-san-pai..." Pedang Kiam-sianseng sudah dikeluarkan dari sarungnya, dia memotong kata-kata Beng To, murid-murid Hoa-san-pai semua berkumpul. "Tidak ada perintahku, siapa pun tidak boleh menyerang!" Kiam-sianseng memutar tubuhnya, dia membentak murid-murid Hoa-san-pai. "Kalau mereka tunduk kepadaku, aku tidak akan membuat mereka kesulitan." Murid-murid Hoa-san-pai menjadi gaduh, mereka kebanyakan anak muda, robohnya dua saudara kembar Hiang Co dan Hiang Yu, tidak membuat mereka takut. Begitu pedang Kiam-sianseng dikeluarkan, dan melarang mereka bergerak, sorot mata mereka terlihat mereka mempercayai Kiam-sianseng. Kiam-sianseng sudah malang melintang di dunia persilatan cukup lama, dia selalu bersikap kokoh tidak pernah terjatuh, di Hoa-san-pai tingkatannya adakah yang tertua.130 Sebenarnya sampai di mana kemampuan ilmu silatnya tidak ada seorang pun yang tahu, tapi di mata orang-orang Hoa-san-pai walaupun dia bukan nomor satu di dunia ini, tapi posisinya sudah mendekati posisi itu. Dia sendiri pun sebenarnya tidak tahu jelas, tapi dia sangat percaya diri, kalau tidak, biasanya sikapnya tidak akan begitu mendewakan. Dia sangat mengerti Hoa-san-pai sangat mem butuhkannya, jadi kalau tidak percaya diri dia tidak akan berkelana di dunia persilatan. Memang dia tidak tahu siapa yang bisa mengalahkannya, tapi dia tidak menaruh curiga kalau di dunia persilatan ini ada pesilat tangguh seperti Beng To, dia juga pernah terpikir ada jebakan dan cara licik yang dipasang, kalau tidak berhati- hati akan membuatnya hancur. Tidak apa-apa kalau dia sampai roboh, tapi Hoa-san-pai akan hancur karenanya. Apakah dia begitu penting bagi Hoa- san-pai? Dia tidak berani dan tidak begitu yakin. Tapi dia sangat tahu, di antara anggota Hoa-san-pai tidak ada yang seperti dirinya, kalau tidak dari awal dia tidak akan diserahi beban seperti ini. Saat terjadi peristiwa Wan Fei-yang membunuh orang walau tidak ada hubungannya dengan Hoa-san-pai tapi semua perkumpulan datang ke Bu-tong-pai untuk menanyainya, waktu itu dia diundang untuk menegakan keadilan. Dia terpilih menjadi ketua kelompok, dan itu sangat mengikuti aturan, juga hal yang sangat dia sukai. Walaupun ada Tong Ling yang tidak berpengalaman dan selalu merintanginya, tapi dia bisa mengurus semua dengan tepat dan tidak mengecewa kan semua orang.131 Apakah Wan Fei-yang adalah korban karena kesalahan orang lain? Dia sama sekali tidak peduli asalkan masalahnya cepat selesai dan tidak sampai menimbulkan pertumpahan darah. Semua tidak perlu dia yang bertindak. Bila masalah tidak berjalan sesuai dengan keinginannya, dia tidak akan merasa semua ini di luar dugaannya, karena berdasarkan pengalamannya hal yang terjadi jika bisa sesuai dengan harapan sangat minim, hanya saja dia tidak menyangka kalau dulu yang membunuh para pesilat tangguh bukan Wan Fei-yang. Sekarang pembunuh sebenarnya baru muncul dan mencarinya ke Hoa-san-pai. Dulu Beng To memang secara tidak sengaja memindahkan malapetaka itu kepada Wan Fei-yang tapi dia masih merasa sedikit khawatir, maka dia tidak berani menampilkan diri secara terang-terangan, sekarang dalam hati dia sudah punya rencana, kalau kata-katanya benar, Wan Fei-yang sudah kalah di tangannya, setinggi apa ilmu silatnya? Kiam-sianseng tidak mengenal Wan Fei-yang tapi dia tahu Bu-ti-bun, Tokko Bu-ti. Tokko Bu-ti telah tiga kali mengalahkan ketua Bu-tong- pai, Ci-siong Tojin. Bu-ti-bun di bawah pimpinannya sangat berjaya dan bisa menguasai seluruh Tionggoan, tapi akhirnya kalah di tangan Thian-can-sin-kang milik Wan Fei-yang. Setelah Wan Fei-yang tidak menyepi, pesilat berbakat yang muncul sekarang-sekarang ini adalah Beng To. Dengan cara apa dia bisa mengalahkan Wan Fei-yang tidak ada seorang pun yang tahu. Tapi kemunculannya sekarang pasti ada yang membuat orang menjadi takut kepadanya. Melihat cara dia mengalahkan Hiang Co dan Hiang Yu, rasa percaya diri Kiam-sianseng mulai goyah. Kemampuan132 ilmu silat Hiang Co dan Hiang Yu sangat diketahui oleh Kiam- sianseng, seperti tahu bentuk tangan dan jari tangannya sendiri. Tapi pertarungan ini tidak bisa dihindari lagi. Beng To melihat pedang Kiam-sianseng. "Kau harus menjelaskan dulu!" "Tenanglah, bila kau roboh, aku tidak akan membiarkan muridku merepotkan orang yang kau bawa!" Beng To tertawa, karena tawanya bajunya tampak berkibar membuat orang yang melihatnya merasa hati mereka bergetar. Kiam-sianseng membentak, untuk menutupi tawa Beng To, tapi dia malah bergetar, maka pedang segera digerakan, akhirnya suara pedangnya bisa menutup tawa Beng To. Kembalinya Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Begitu tawa Beng To berhenti, tubuhnya segera maju, tangannya ikut bergerak, sambil berkata. "Lihat pukulan..." Kiam-sianseng mendorong pedangnya membabat tangan Beng To, tapi baru saja di tengah jalan dia merasa ada gelombang kuat datang melanda, lalu melilit ke arah pedangnya, dia membentak, tenaga dalamnya dikerahkan menahan gelombang yang datang dan melilit pedangnya ke samping, dia tetap meneruskan membabat, telapak tangan Beng To. Pedang bergerak dengan cepat, keras, juga ganas! Tapi Beng To seperti tidak mengalami kesulitan, waktu itu telapak tangannya sudah berubah menjadi putih keperakan dan di sekelilingnya seperti ada asap dan kabut yang sedang mengepul. Kiam-sianseng merasakan tekanan semakin kuat. Dia semakin sulit mendorong pedangnya, di depan mata banyak133 orang dia jadi merasa malu. Maka tenaga dalamnya dikerahkan sepenuhnya, disalurkan ke pedangnya. Tapi pedangnya tetap tidak bisa maju, setelah bertahan lama malah menjadi melengkung, dan tiba-tiba saja pedangnya lurus kembali seperti masuk ke dalam telapak tangan Beng To, ternyata telapak Beng To sudah mencengkram punggung pedangnya sedalam 3 inchi. Kiam- sianseng mengira dengan tenaga dalamnya yang kuat, ujung pedangnya akan menusuk ketiak Beng To tapi tenaga dalam yang dikerahkan sepenuhnya, seperti masuk ke dalam lautan dan hanya sekejap menghilang. Pedang masih berada dalam posisi semula, tapi setumpuk benda seperti sarang laba-laba juga seperti serat benang ulat sutera pelan-pelan keluar dari telapak tangan Beng To, kemudian melilit pedang Kiam-sianseng, semakin Kiam-sianseng mengerahkan tenaga dalamnya, benang itu pun semakin bertambah banyak. Melihat ini, Kiam-sianseng segera menarik kembali pedangnya, tapi pedangnya sama sekali tidak bisa digerakkan, dia mulai merasa tenaga dalam yang dia kerahkan terus keluar dan tidak bisa dihentikan. Dia juga merasa tenaga dalamnya seperti terus tersedot, awalnya dia masih merasa tidak yakin, akhirnya dia benar- benar merasakannya. Bisa dikatakan dia mengetahui hal ini dalam waktu sekejap. Tapi saat ingin menarik kembali tenaga dalamnya, ternyata bukan hal yang mudah. Seperti kaki yang sudah masuk ke dalam lumpur untuk menarik kembali akan sangat sulit. Untung itu hanya lumpur bukan pasir penghisap.134 Akhirnya Kiam-sianseng bisa memaksa tenaga yang melilit pedangnya digeser ke samping, sehingga dia bisa menarik kembali tenaga dalam yang dia keluarkan, tapi kekuatannya sudah berkurang banyak, memang tujuannya hanya ingin melepaskan diri dari tenaga yang melilitnya. Kesannya terhadap sarang laba-laba dan serat benang sutera adalah sama, seperti ada ratusan helai benang yang terus masuk dan hampir melilit dengan rapat dan liat. Saat Kiam-sianseng terlepas dari tenaga itu, dia melihat ada kabut dan asap mengelilingi telapak tangan Beng To dan terus mengepul. Seperti ada ribuan sampai puluhan ribu ekor ulat sebesar rambut mengejar dan ingin melilit pedangnya lagi. Kiam-sianseng mulai merasa tertekan lagi oleh tindakan Beng To. Walaupun tahu tenaga dalam lawannya sangat hebat dan aneh, tapi sebelum merasakan dan melihat dengan mata kepala sendiri Kiam-sianseng tidak percaya begitu saja, maka telapak tangan kirinya segera menyerang lagi. Tangan kiri Beng To yang kosong segera dibalik, dia menyambut serangan tangan kiri Kiam-sianseng, seluruh telapaknya sudah menjadi putih keperakan, seperti ada segumpal asap dan kabut. Asap dan kabut itu seperti ular beracun yang jumlahnya ribuan, sedang masuk dan keluar, setiap saat siap mematuk telapak tangan kiri Kiam-sianseng. Kiam-sianseng gemetar, telapaknya yang menghantam dirubah jadi menotok, asap dan kabut masih membungkus tangan kiri Beng To, kabut yang menyebar segera berkumpul kembali. Jari Kiam-sianseng terasa seperti tenggelam di laut,135 dia membentak 3 kali, menyentil dengan jarinya, tapi reaksinya tidak mengubah keadaan. Perubahan terjadi sangat cepat, saat jari kirinya mendekat, tangan kanan mengikuti gerakan tangan kiri meluncur ke depan. Sekali lagi Kiam-sianseng membentak dan meloncat ke atas, kali ini tekanan sedikit mengendor, mula-mula Kiam- sianseng merasa senang, tapi perasaan itu hanya sebentar lalu menghilang, hatinya kembali terasa tenggelam, di tengah udara dia malah terpaku dengan posisi kaki di atas. Karena tangan kanan Beng To masih menempel di pedangnya, dia hanya bisa mengangkat tangan kanannya, tapi pedang Kiam-sianseng tidak bisa terlepas dari genggaman Beng To karena itu posisi tubuhnya seperti capung terbalik. Kalau dalam keadaan posisi terbalik di tengah udara, tenaga dalamnya pasti sulit untuk dikeluarkan, sebab jika dipaksakan akan menimbulkan masalah lain dan tenggelam dalam berbagai kesulitan. Hati Kiam-sianseng benar-benar terasa berat. Murid-murid Hoa-san-pai tidak bisa melihat isi hati Kiam- sianseng tapi mereka bisa melihat jelas tangan kanan Beng To selalu menempel di pedang Kiam-sianseng, mereka seperti bermain akrobat. Mereka juga melihat Kiam-sianseng berusaha melepaskan pedangnya dari genggaman tangan kanan Beng To, tapi tidak berhasil, dalam hati mereka masih yakin Kiam- sianseng pasti mempunyai cara untuk mengatasinya. Rase Emas Karya Chin Yung Satria Gunung Kidul Karya Kho Ping Hoo Tugas Rahasia Karya Gan KH