Ilmu Ulat Sutera 35
Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying Bagian 35
Ilmu Ulat Sutera Karya dari Huang Ying Teriak Fu Giok Su sambil menggertakkan giginya. Sepasang tinjunya juga terkepal erat-erat. Melihat tampang orang itu, tanpa sadar Tok-ku Hong menggidik. "Mengapa kebencianmu semakin dalam kepadanya?" Tubuh Fu Giok Su bergetar saking marahnya. "Kalau dia tidak mengejarku mati-matian, anakku hari ini pasti masih hidup segar bugar!" Teriaknya dengan mata mendelik. Tok-ku Hong memandang Fu Giok Su dengan pandangan aneh. "Anakmu? Apakah kau tidak salah?" "Tidak salah ... !" Suara Fu Giok Su menjadi parau. "Yan Cong Tian yang mencelakakan anakku sampai mati!" Tok-ku Hong semakin penasaran."Apa sebetulnya yang telah terjadi?" Desaknya. "Kau tidak perlu tahu ... " "Kau tidak berani mengatakannya, karena perbuatanmu sendiri yang busuk bukan?"sindir Tok-ku Hong dengan tatapan tajam. 1418 "Setidaknya aku tidak berbuat hal yang maksiat dengan adik kandungku sendiri!" "Fu Giok Su! Aku merasa iba melihat nasibmu. Aku hanya ingin meringankan beban hatimu. Tapi jangan kau kira ilmu silatmu sudah sedemikian tinggi sehingga semua orang takut menghadapimu!" Fu Giok Su tertegun mendengar makiannya. "Aku ... aku tidak bermaksud demikian. Hal ini aku sendiri ingin bisa melupakannya. Dengan menceritakan sekali lagi, berarti aku menggali kenanganku sendiri. Kau pasti sudah merasakan bagaimana sakitnya rasa di hati apabila cinta kasih kita gagal, padahal kami saling mencintai ... " "Rasanya aku mulai mengerti siapa ibu dari anakmu itu," Tukas Tok-ku Hong. "Tidak perlu kau katakan. Dugaanmu sudah pasti benar ... tapi semuanya telah berlalu. Tidak ada yang perlu di ngat lagi." Tok-ku Hong menggelengkan kepalanya. Perlahan-lahan dia meneruskan langkah kakinya. "Berhenti!" Bentak Fu Giok Su. "Apa lagi yang ingin kau katakan?" Tanya Tok-ku Hong. "Kau ingin pergi? Tidak semudah itu!" "Tentunya kau bukan ingin membunuh aku sekalian sebagai pelampias amarahmu?" Fu Giok Su menggelengkan kepalanya. "Aku tidak akan membunuhmu. Kau adalah adik dari Wan Fei 1419 Yang. Bagaimana mungkin aku begitu bodoh untuk membunuhmu?" Alis Tok-ku Hong langsung mengerut mendengar perkataannya. "Apa maksud ucapanmu itu?" Fu Giok Su tersenyum licik. "Kau tentu sudah merencanakan sesuatu," Kata Tok-ku Hong kembali. Sekali lagi Fu Giok Su tersenyum. Dia maju satu langkah. "Bukan saja aku tidak akan membunuhmu, aku malah akan menjagamu dengan baik sekali. Kau tidak usah khawatir." Tok-ku Hong tidak dapat menerka. Dia hanya menatap Fu Giok Su dengan tajam. Fu Giok Su juga lidak merasa perlu menyembunyikan maksud hatinya kepada Tok-ku Hong. Dia bahkan sengaja mengatakannya dengan terus terang. "Kalau kau sudah terjatuh ke tanganku, masa Wan Fei Yang berani macam-macam. Permintaanku tidak banyak. Aku hanya ingin dia menyerahkan teori ilmu Tian can sinkangny yang menggemparkan dunia persilatan itu." "Tian can sinkang?" Tok-ku Hong terkejut sekali. Tentu saja Tian can sinkang. Di antara Bu tong jit kiat, aku sudah menguasai enam macam ilmunya. Namun ilmu itu ternyata tidak begitu hebat. Seandainya dulu aku tahu, aku juga enggan mempelajarinya. Bahkan pengorbanan yaya-ku tidak ada artinya kalau dia hanya berhasil mencuri ilmu Bu tong liok kiat. Seorang Tok-ku Bu-ti saja tidak sanggup dikalahkan. Tapi apabila aku sudah berhasil melatih Tian can sinkang yang lalu dipadu lagi dengan Coa liau cap sa sut yang aku miliki, ditambah dengan ilmu Siau Yau kok yang beraneka ragam, saat itu aku tidak khawatir tidak dapat menguasai dunia persilatan ini. Pada saat itu pula, tidak ada seorang pun 1420 yang sanggup menandingiku lagi!" Fu Giok Su tertawa terbahak-bahak. Semakin dibayangkan hatinya semakin bangga. Belum apa-apa dia sudah memikirkan bagaimana jati dirinya apabila sudah berhasil menyatu padukan semua ilmu itu. Tok-ku Hong begitu terkejut melihat penampilan Fu Giok Su yang mirip orang yang sudah tidak waras. Tanpa sadar kakinya mudur dua langkah. "Kau bermimpi!" Teriaknyi marah. "Mimpi? Pada saat itu, hal yang pertama-tama akan kulakukan adalah memusnahkan Bu tong pai sampai rata menjadi tanah. Setelah itu aku akan membangkitkan Siau Yau kok kembali. Jadilah aku Bulim bengcu yang paling disegani di seluruh dunia kangouw!" Sekali lagi dia tertawa terbahak-bahak. Tok-ku Hong dapat mendengar ucapannya yang serius. Dia menggelengkan kepalanya berulang kali. "Aku benar-benar tidak mengerti mengapa kalian semua begitu berambisi untuk menguasai dunia persilatan!" "Kalian anak-anak perempuan mana mengerti hal semacam itu!" Tok-ku Hong menarik nafas panjang. "Aku hanya tahu perbuatan semacam itu bisa mengorbankan jiwa orang banyak. Tidakkah kalian sadar bahwa perbuatan seperti itu adalah semacam dosa yang tidak terampunkan?" "Dosa? Apa sih dosa itu? Bahkan aku tidak percaya adanya Thian yang disembah oleh orang-orang bodoh itu. Seandainya Thian benar ada, nasibku ataupun nasibmu tidak akan mengenaskan seperti sekarang!" Teriak Fu Giok Su. "Aku percaya semua yang kita terima merupakan akibat dari ulah kita sendiri. Pada dasarnya Thian mencintai semua umat 1421 di dunia ini. Aku akan mengatakan terus terang bahwa sebelumnya aku juga tidak pernah memasang hio atau bersembahyang di kuil mana pun. Namun setelah berbagai kejadian yang ku alami, aku sudah dapat mengambil hikmahnya Coba kau bayangkan, seandainya Thian-tidak adil, tentu aku dan ... Wan Toako telah melakukan perbuatan yang akan kami sesali seumur hidup. Hal ini membuktikan bahwa Buddha telah membuka hatinya bagi kami sebelum kami terlanjur melangkah. Sadarlah ... apa yang kau terima sudah cukup. Kau dapat memulai hidup baru dengan hati yang lebih bersih dan terbuka. Aku yakin Wan Toako juga tidak akan memperpanjang urusan ini. Apalagi dengan adanya Fu Kouwnio yang mendampinginya!" Tok-ku Hong sendiri merasa heran. Seumur hidupnya dia tidak pernah menasehati orang lain. Bahkan dia sendiri yang biasanya di nasehati oleh orang lain. Wajah Fu Giok Su berubah hebat mendengar perkataannya. "Kau ingin mengikuti aku secara suka rela atau kau ingin aku turun tangan meringkusmu?" Tanyanya dengan nada berat. Tok-ku Hong memberikan jawaban dengan gerakan. Tangannya mencekal sepasang goloknya erat-erat. Fu Giok Su menatapnya lekat-lekat. Dia tertawa terbahak-bahak. "Dengan mengandalkan ilmu silatmu, aku yakin kau masih bukan tandinganku!" "Kau boleh membunuh aku. tapi jangan harap dapat menggunakan diriku untuk memaksa Wan toakoku menyerahkan Tian can sinkang kepadamu!" Sepasang tangan Tok-ku Hong langsung mencabut keluar goloknya. Fu Giok Su kembali tertawa terbahak-bahak. "Sampai saat ini aku belum pernah bertemu orang yang benar-benar tidak takut menghadapi kematian!" "Setidaknya sekarang kau sudah bertemu dengan satu di 1422 antaranya!" Sepasang golok Tok-ku Hong direntangkan di depan dadanya. "Oh?" Fu Giok Su agak tertegun. Tubuhnya mencelat ke atas laksana seekor burung rajawali sakti yang mengembangkan sayapnya. Dia melesat dari atas batu dimana dia duduk sebelumnya. Tubuhnya melayang turun dihadapan Tok-ku Hong. Gadis itu berteriak lantang kemudian menghentakkan kakinya. Sepasang goloknya menerjang ke depan. Sinar golok memijar-pijar. Fu Giok Su berkelebat lagi. Sepasang telapak tangannya dikatupkan seperti paruh bangau. Dengan kecepatan kilat dia menyerang Tok-ku Hong. Keduanya saling bergebrak. Meskipun gerakan Fu Giok Su sangat cepat, tapi serangannya tidak ditujukan ke bagian tubuh Tok-ku Hong yang berbahaya. Tampaknya dia memang ingin meringkus gadis itu hidup-hidup agar dapat ditukar dengan Tian can sinkang milik Wan Fei Yang. Walaupun demikian, Tok-ku Hong tetap kewalahan. Hatinya panik sekali. Dia benar-benar tidak takut lagi menghadapi kematian. Yang ditakutinya justru apabila Fu Giok Su berhasil meringkusnya dan menggunakan dirinya sebagai sandera untuk memaksa Wan Fei Yang. Fu Giok Su pernah bergebrak dengan Tok-ku Hong secara langsung. Sekarang dia baru menyadari bahwa ilmu silat gadis ini juga tidak boleh dianggap remeh. Setidaknya dia mendapat didikan langsung dari Tok-ku Bu-ti. Untuk membunuhnya memang mudah, tapi untuk meringkusnya tanpa melukai dirinya sedikit pun, juga bukan pekerjaan yang gampang. Sedangkan dia mengerti, sedikit saja Tok Hong terluka, Wan Fei Yang pasti tidak mengampuninya. Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tok-ku Hong tampaknya mulai mengerti isi hati Fu Giok Su. Serangannya semakin gencar. Dia tidak takut dirinya akan dilukai oleh Fu Giok Su. Sebab dia sudah dapat meraba, 1423 meskipun serangan Fu Giok Su dikerahkan dengan gencar namun kekuatan tenaganya tidak dikerahkan sepenuhnya. Tubuh Fu Giok Su berkelebat ke sana kemari. Laksana seekor burung rajawali, dia terus mengintil ketat di belakang Tok-ku Hong. Sepasang tangannya terulur ke depan untuk mencengkeram gadis tersebut. Gerakan Tok-ku Hong cukup gesit. Sepasang goloknya disapukan bagai angin topan. Tapi dia tetap harus mundur dua langkah ke samping baru bisa menghindarkan diri dari cengkeraman Fu Giok Su. Gerakan yang dilakukan Fu Giok Su semakin lama semakin aneh bagi penglihatan Tok-ku Hong. Kadang-kadang dia bergulingan di atas tanah bagai cacing yang kepanasan, kadang-kadang dia melayang di udara bagai seekor burung rajawali sakti. Tentu saja Tok-ku Hong tidak tahu bahwa Fu Giok Su sudah mengerahkan ilmu Coa tiau cap sa-sut miliknya yang hebat. Kecepatannya hampir tidak bisa ditangkap oleh Tok-ku Hong. Tapi dasar gadis itu memang sudah nekat, tanpa memperdulikan bahaya yang ada di depan dia menerobos ke dalam gerakan tangan Fu Giok Su. Anak muda itu terkejut sekali. Pada dasarnya dia hanya ingin menciutkan nyali gadis itu dengan mengerahkan Coa tiau cap sa-sut yang memang dahsyat. Sekarang dia menyadari bahwa gadis itu benar-benar nekat. Tindakannya lebih mirip bunuh diri daripada bertarung secara adil. Cepat-cepat Fu Giok Su menarik kembali tangannya. Golok Tok-ku Hong sudah di depan mata dan mengancam tenggorokannya. Fu Giok Su terpaksa membungkukkan tubuhnya untuk menghindari serangan sepasang golok tersebut. Meskipun serangannya gagal, Tok-ku Hong tetap tidak putus asa. Keringat mulai membasahi keningnya. Sebetulnya memang kekuatan gadis itu sudah melemah. Sudah berbulan-bulan dia berjalan tanpa arah tujuan. Makan, minum maupun tidur tidak teratur. Keadaan staminanya sedang menurun. Ditambah lagi sekarang dia dipermainkan oleh Fu Giok Su. Sayangnya anak muda itu tidak menyadari keadaan dirinya. Pikirannya dipenuhi oleh bayangan Wan Fei 1424 Yang yang terkejut apabila dia membawa Tok-ku Hong ke depannya. Dia terus mendesak gadis itu sampai melihat bahwa Tok-ku Hong sudah hampir tidak sanggup menghadapi serangannya. Padahal saat itu dia baru melancarkan jurus ketujuh dari Coa tiau cap sa-sut. Fu Giok Su segera menghentikan gerakannya. Tok-ku Hong terpana. Sepasang goloknya masih dilinlangkan di depan dada untuk berjaga-jaga. Fu Giok Su tertawa dingin menatapnya. "Apakah kita perlu meneruskan pertarungan ini?" "Mengapa kau menanyakan hal itu?" "Coa tiau cap sa-sut belum kukerahkan semuanya, tapi tampaknya kau tidak sanggup lagi menahan diri dari seranganku!" "Mengapa kita tidak meneruskannya supaya tahu benar tidaknya apa yang kau katakan itu?" Tok-ku Hong memang keras kepala. Biar dia tahu dirinya bukan tandingan Fu Giok Su namun dia tetap ingin meneruskan pertarungan tersebut. "Apakah kau masih tetap mempunyai tempat untuk mundur lagi?" Fu Giok Su malah bertanya kembali. Tok-ku Hong tertegun sejenak. Sebuah ingatan melintas dibenaknya. Tanpa sadar dia menoleh ke belakang. Saat itu dia baru menyadari bahwa dirinya sudah berada di tepi jurang yang dalam. Jurang itu bukan saja dalam, di bawahnya malah membentang laut yang luas dengan gelombang ombak yang besar-besar. Apabila mundur lagi satu langkah, Tok-ku Hong pasti akan terjatuh ke dalam jurang tersebut. Sedangkan dalam keadaan seperti ini dia tidak mempunyai pilihan yang lain lagi. "Bagaimana? Kalau kau terjatuh di tempat yang demikian 1425 dalam, aku yakin tulang di seluruh tubuhmu akan hancur tidak berbentuk!" Tok-ku Hong menoleh sekali lagi ke belakang. Tanpa sadar bulu kuduk di seluruh tubuhnya bangun semua. Fu Giok Su tertawa terbahak-bahak. "Lepaskan golokmu, ikutlah aku ke Bu-tong-san!" Tok-ku Hong malah mencekal goloknya erat-erat. Sepasang bibirnya terkatup. Angin yang kencang membuat rambutnya menjadi berantakan. Tapi tetap saja tidak sanggup menghembuskan adatnya yang memang keras kepala sejak dulu. "Kau masih demikian muda. bukan sayang kalau kau sampai mati dengan cara seperti ini?" Kata Fu Giok Su selanjutnya. "Seandainya kau sudah berhasil melatih ilmu Tian can sinkang. Orang yang pertama-tama akan kau bunuh pasti Wan Toako. Kalau aku menuruti keinginanmu demi mempertahankan selembar nyawaku sendiri, siapa yang dapat memaafkan apa yang telah aku lakukan?" Tanya Tok-ku Hong sinis. Wajah Fu Giok Su agak berubah mendengar perkataannya. Dia tidak begitu mendalami sifat gadis yang satu ini. Entah dia sanggup berbuat nekat atau tidak. Tapi dia tidak berani mencoba-coba. "Mungkin aku bisa mempertimbangkan lagi untuk tidak membunuh Wan Fei Yang." Tok-ku Hong tertawa dingin. "Kau kira aku akan mempercayai kata-katamu?" Fu Giok Su juga tertawa lebar. "Sayangnya kau sekarang tidak mempunyai pilihan yang lain!" 1426 "Kalau mengandalkan ilmu silat yang aku miliki, aku memang bukan tandinganmu. Sebetulnya tidak perlu diragukan lagi, kau memang orang yang cerdas, tapi kali ini kau melakukan kesalahan besar!" Alis Fu Giok Su berkerut mendengar kata-katanya. "Kau mendesak aku sampai ke tempat ini. Tahukah kau bahwa sama artinya kau telah memberi aku sebuah pilihan yang lain?" Fu Giok Su tertegun. "Pilihan yang lain?" Sebuah ingatan terlintas. Dia cepat menerjang ke depan. "Jalan kematian!" Teriak Tok-ku Hong sambil melempar sepasang goloknya ke arah Fu Giok Su. Kakinya mundur dua langkah. Tubuh nya langsung terjatuh ke dalam jurang yang dalam. Tangan Fu Giok Su mengibas. Sepasana golok yang meluncur ke arahnya tersampok jatuh. Tubuhnya langsung melesat secepat kilat ke arah Tok-ku Hong. Gerakannya tidak dapat disebut lambat lagi, namun tetap saja tidak sempat meraih tubuh Tok-ku Hong yang sudah meluncur jatuh ke dalam jurang. Dia melongokkan kepalanya ke bawah. Tubuh Tok Hong dalam sekejap mata hanya tinggal titik dalam. Sesaat kemudian, dia tidak terlihat lagi. Fu Giok Su masih menatap ke dalam juran itu dengan pandangan termangu-mangu. Tanpa sadar hatinya menggidik. Jurang itu terlalu dalam dan laut di bawahnya demikian bergelora. Dia tidak percaya Tok-ku Hong tidak takut mati, tapi gadis itu malah membuktikan padanya. Tanpa adanya Tok-ku Hong, bagaimana dia bisa memaksa Wan Fei Yang menyerahkan ilmu Tian Can sinkang yang sangat di nginkannya. Dada Fu Giok Su bergemuruh. Rasa amarah seakan meluap sampai ke atas kepalanya. Dilemparkannya sepasang golok milik Tok-ku Hong ke dalam jurang sekalian. 1427 Selelah dia membuang sepasang golok tersebut, dia menyesal kembali. Mengapa sekarang otaknya seperti tidak bekerja. Dia telah membuang sebuah peluang yang bagus sekali. Apabila dia menunjukkan sepasang golok milik Tok-ku Hong kepada Wan Fei Yang dan mengatakan bahwa gadis itu berada dalam cengkeramannya, tentu Wan Fei Yang akan percaya serta dia dapat memaksa anak muda itu menyerahkan ilmu Tian can sinkang kepadanya. Namun nasi sudah menjadi bubur. Benarkah bahwa Thian itu memang ada dan sekarang sedang menunjukkan kekuasaannya agar dia percaya? Rasanya dia ingin menampar wajahnya sendiri berkali-kali. Tentu Wan Fei Yang dapat mengenali golok itu sebagai senjata yang digunakan oleh Tok-ku Hong sehari-harinya. Bukankah di dunia kang ouw terkenal pepatah yang mengatakan bahwa senjata yang digunakan adalah pengganti orang itu sendiri? Biasanya dia sangat tenang dalam menghadapi segala persoalan. Kali ini dia bisa begitu emosi dan tidak berpikir panjang dalam menyelesaikan urusan. Dia sendiri menjadi terpaku di tempat itu. Tepat pada saat itulah, dia mendengar desiran lengan baju yang berkibar. Cepat-cepat dia menolehkan kepalanya. Dia melihat seseorang melesat datang dengan langkah tergesa- gesa. Bayangan orang itu tidak asing baginya. Pikirannya tergerak. Bayangan orang itu sudah melintas di depan hadapannya. Alisnya semakin mengerut. Dia membalikkan tubuhnya dan memperhatikan dengan seksama. Bayangan itu berhenti di jalan setapak di atas pegunungan tersebut. Ternyata Fu Hiong Kun adanya. Dia baru saja turun dari Bu tong san. Dari kejauhan dia melihat dua orang sedang bertarung. Oleh karena itu dia cepat-cepat menghambur ke tempat itu untuk 1428 melihat siapa adanya kedua orang itu dan apa yang telah terjadi. Bayangan Fu Giok Su juga seakan tidak asing baginya. Siapa? Tiba-tiba dia teringat akan Wan Fei Yang. "Wan toako? Kaukah yang ada di sana?" Teriaknya tanpa sadar. Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Toako sih sudah benar, tapi sayangnya bukan she Wan!" Sahut Fu Giok Su sambil membalikkan tubuhnya. Mendengar suara yang satu ini, wajah Fu Hiong Kun berubah hebat. Ketika dia melihat Fu Giok Su menghampiri, tanpa sadar kakinya mundur tiga langkah. "Benar-benar di luar dugaanmu bukan?" Fu Hiong Kun terkejut sekali. "Mengapa kau bisa berada di tempat ini?" "Aku heran, mengapa kalian semua suka menanyakan pertanyaan yang serupa. Aku kan Ciang bunjin Bu-tong-pai. Masa aku tidak boleh kembali ke tempatku sendiri?" "Fu Toako, mengapa pikiranmu tidak pernah terbuka?" Tanya Fu Hiong Kun dengan hati pilu. "Apakah yang toako katakan tadi salah? Ci Siong to jin sendiri yang memilih aku sebagai Ciang bunjin. Jangan katakan bahwa aku Ciang bunjin yang satu ini palsu adanya." Fu Hiong Kun menjadi tertegun mendengar ucapannya itu. "Mengapa kau sendiri bisa ada di tempat ini?" Tanya Fu Giok Su. 1429 "Tadinya aku mengikuti Yan gihu ke sini. Aku toh tidak mempunyai tempat tinggal lagi." "Yan gihu? Kau mengangkat musuh itu sebagai ayahmu?" Bentak Fu Giok Su. "Giok Su koko. janganlah memperpanjang urusan ini." Jilid 32 "Kau memanggilnya dengan begitu mesra, apakah kau lupa bahwa Yaya kita mati di tangannya?" Tanya Fu Giok Su masih dengan nada membentak. "Hal ini Yan gihu tidak dapat disalahkan sepenuhnya ... " "Tutup mulutmu!" Bentak Fu Giok Su kemudian menudingkan jari telunjuknya ke arah Fu Hiong Kun. "Kau adalah orang dari Siau Yau kok. Kau berasal dari keluarga Fu. mengapa ucapanmu selalu membela orang lain?" Fu Hiong Kun menarik nafas panjang. "Toako ... " "Cukup! Aku tidak pantas menerima sebutan yang mesra itu!" Fu Giok Su berusaha menenangkan hatinya. "Kalau kau masih menganggap aku seorang abang, seharusnya kau mendengar kata-kataku." Fu Hiong Kun menundukkan kepalanya dalam-dalam. Sesaat kemudian baru dia mengangkat kepalanya kembali. "Toako, apakah kau yang membayar Tian Sat untuk membunuh Yan?" "Yan lo kui (Setan tua)!" Tukas Fu Giok Su sambil tertawa terbahak-bahak. Wajah Fu Hiong Kun berubah hebat. 1430 "Jadi benar kau yang meminta mereka membunuh Gihu?" Desaknya penasaran. "Tampaknya bergaul dengan murid Bu-tong-san membuat otakmu semakin tumpul. Mana mungkin orang Siau Yau kok mau meminta bantuan dari Tian Sat. Aneh sekali ... " Wajah Fu Giok Su hijau membesi. "Kalau orang-orang Bu-tong-pai yang menuduhku seperti itu, aku masih tidak heran. Tapi kau adalah adikku. Kau terlahir di Siau Yau kok. Apakah kau sudah berubah begitu jauh sehingga lupa bagaimana sikap orang-orang Siau Yau kok?" "Kalau bukan Toako, siapa kira-kira orang nya?" "Aku yakin Tok-ku Bu-ti. Dia adalah manusia yang tidak segan menggunakan cara apa saja untuk mencapai keinginan hatinya!" Fu Hiong Kun menghela nafas lega. "Aku tidak perduli siapa, asal bukan engkau toakoku!" "Apa maksud ucapanmu itu?" Sekali lagi Fu Hiong Kun menarik nafas panjang. "Aku tidak ingin Toako melakukan lagi perbuatan yang dapat mencelakakan orang banyak. Aku tidak ingin Toako menambah dosa. Persoalan Lun Wan Ji kami sudah tahu. Aku menganggap nasib Toako cukup malang. Tapi seandainya kau bisa melupakan semua kejadian yang lalu dan memulai suatu kehidupan yang baru, aku yakin Wan Toako akan melepaskanmu. Kalau pun tidak, aku akan memohon kepadanya. Dia adalah seorang laki-laki yang berjiwa besar. Aku yakin dia akan melepaskanmu." Fu Giok Su tertawa dingin berulang kali. 1431 "Oh ya, kalau tidak salah aku melihat Toako sedang bergebrak dengan seseorang di tempat ini?" Tanya Fu Hiong Kun yang teringat kembali akan tujuannya semula. Fu Giok Su menganggukkan kepalanya dengan enggan. "Siapa orang yang bergebrak melawan Toako tadi?" Tanya Fu Hiong Kun dengan pandangan menyelidik. "Tok-ku Hong!" Kata Fu Giok Su berterus terang. Wajah Fu HiongKun berubah hebat. "Hong cici? Mengapa dia bisa berjalan ke arah sini lagi?" Fu Hiong Kun mengedarkan pandangan matanya. "Di mana orangnya sekarang?" "Tampaknya tidak ada orang yang tidak kau anggap sahabat, kecuali keluargamu sendiri," Sindir Fu Giok Su. "Toako, jangan main-main. Di mana Hong cici sekarang?" Tanya Fu Hiong Kun dengan wajah panik. "Dia sudah terhajar olehku sehingga terjatuh ke dalam jurang di belakangmu." Sahut Fu Giok Su dengan mata setengah terpejam. Tampangnya begitu tenang seakan terjatuhnya Tok- ku Hong ke dalam jurang bukan hal yang perlu dipersoalkan. Fu Hiong Kun terkejut sekali. Cepat-cepat dia membalikkan tubuhnya dan menghambur ke tepi jurang. Dia melongokkan kepalanya ke bawah. Wajahnya langsung menjadi pucat. Sejenak kemudian dia menoleh lagi ke arah Fu Giok Su. Matanya menatap dengan pandangan menyelidik. "Toako, benarkah apa yang kau katakan?" "Tentu saja benar. Buat apa aku harus mengakui perbuatan yang tidak aku lakukan? Itu bukan kebiasaanku," Sahut Fu Giok Su tenang. 1432 Air mata mulai mengembang di pelupuk Fu Hiong Kun. "Toako ... !" Dia menggelengkan kepalanya keras-keras. Mulutnya bergerak seperti ingin mengatakan sesuatu tapi dibatalkannya. "Tok-ku Hong adalah adik Wan Fei Yang. Lagipula dia juga putri Ci Siong to jin. Mereka semua merupakan musuh besar kita. Apa salahnya kalau mereka semua bisa kubunuh?" Fu Hiong Kun terus-terusan menggelengkan kepalanya. Dia tidak sanggup mengucapkan sepatah katapun. "Bagus sekali kita dapat berjumpa di tempat ini. Ayo, kau ikut denganku. Kita pikirkan cara yang baik untuk membunuh Wan Fei Yang!" Kata Fu Giok Su selanjutnya. Dia maju satu langkah. Fu Hiong Kun malah mundur lagi. Dia terkejut sekali mendengar ajakan Fu Giok Su. Ditatapnya abangnya itu dengan pandangan pilu. "Toako, aku mohon jangan lagi kau lakukan perbuatan yang mencelakakan orang lain. Pikirkanlah akibat yang akan kau terima." "Apakah membalas dendam juga merupakan perbuatan yang jahat? Kami hanya mengembalikan apa yang pernah diberikannya kepada kami!" "Kau sudah membunuh ayahnya. Sekarang malah adiknya juga mati akibat ulahmu. Toako, apakah kau tidak menganggap perbuatanmu ini sudah melewati batas?" "Bagus!" Fu Giok Su mendelik ke arah Fu Hiong Kun. Dia tertawa dingin berulang kali. "Kalau kau memang begitu menyukai tempat ini, tinggal ah di sini. Ikuti saja manusia she Wan itu. Aku ingin tahu apakah dia akan memperlakukan kau dengan baik?" Fu Giok Su tidak memperdulikan Fu Hiong Kun lagi. Dia melangkahkan kakinya dengan perlahan. Tanpa sadar Fu 1433 Hiong Kun mengejarnya. "Toako ... !" Mendengar suara panggilan itu, Fu Giok Su membalikkan tubuhnya. Tiba-tiba dia melesat ke depan dan mencengkeram tangan Fu Hiong Kun. Gadis itu terkejut sekali. Dia berusaha memberontak, tapi mana mungkin kekuatan nya dapat menandingi tenaga Fu Giok Su. Apalagi kejadiannya begitu cepat. Dia sama sekali tidak menyangka Fu Giok Su akan berbuat demikian. "Toako ... " Panggilnya sekali lagi. "Kau harus ikut denganku!" Bentak Fu Giok Su sambil menarik pergelangan tangan Fu Hiong Kun dan menghambur dari tempat itu. "Toako, lepaskan tanganku ... !" Teriak Fu Hiong Kun dengan suara memohon. Tapi mana mungkin Fu Giok Su menghiraukannya. Dia terus menyeretnya sambil berlari sekencang-kencangnya. Air mata Fu Hiong Kun mengalir dengan deras. Dia tahu bagaimana kerasnya hati Fu Giok Su. Biarpun dia adalah adiknya sendiri, Fu Giok Su tidak segan menggunakannya untuk menekan Wan Fei Yang. Tadinya dia sengaja turun dari Bu-tong-san untuk mencari Fu Giok Su. Dia ingin menanyakan apakah Fu Giok Su yang meminta Tian Sat membunuh Yan Cong Tian. Tanpa disengaja dia dapat bertemu dengan abangnya itu di kaki gunung. Dan sekarang dia sudah yakin bahwa bukan Fu Giok Su yang minta tolong Tian Sat untuk membunuh Yan Cong Tian. Tapi dengan terjatuhnya dia dalam cengkeraman abangnya itu, apa yang akan dilakukannya mungkin tidak kalah mengerikan dengan pembunuhan terhadap ayah angkatnya itu. Bagaimana hatinya tidak menjadi sedih memikirkan semua itu? Apalagi Fu Giok Su telah mengakui bahwa dialah yang membunuh Tok-ku Hong. Apabila Wan Fei Yang sampai mengetahui kejadian tersebut, dia tidak berani berharap lagi kalau anak muda itu akan melepaskan abangnya begitu saja. 1434 Hal ini tidak berbeda dengan kematian Yan Cong Tian. Bagaimana dia harus menjelaskannya kepada Wan Fei Yang? Mengingat masalah yang akan dihadapinya ini, hatinya semakin tertekan. Akhirnya dia tidak memberontak lagi. Sia- sia saja dia mengerahkan tenaganya. Tidak mungkin dia dapat melepaskan diri dari Fu Giok Su. Dia juga tidak berkata apa- apa lagi. Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Dibiarkannya dirinya diseret pergi oleh abangnya itu. Air matanya terus mengalir seperti pancuran air yang deras. *** Akhirnya Yan Cong Tian diperabukan. Ai mata Wan Fei Yang masih mengalir terus. Saat ini dia masih menyalahkan dirinya sendiri. Seandainya dia tidak pergi, tentu Yan Supeknya tidak akan sampai terbunuh orang. Meskipun Yo Hong dan saudara seperguruannya yang lain terus menghiburnya dengan mengatakan, bahwa seandainya dia ada di Bu-tong-san, Tian Sat juga mempunyai cara yang lain untuk membunuh Supeknya itu. Pada saat itu para murid Bu-tong-pai berlutut di belakangnya. Wajah mereka tidak satu pun yang tidak menunjukkan perasaan mereka yang sedih. Kesan mereka terhadap Wan Fei Yang sudah jauh berubah. Sekarang mereka baru sadar betapa mulianya hati anak muda ini. Wan Fei Yang tidak pernah mempersoalkan siapa pun yang pernah menghinanya dulu. Bahkan dia tidak pernah mengungkitnya kembali. Pada dasarnya bagi Wan Fei Yang, semua hinaan yang pernah dialaminya di Bu-tong-san merupakan sebuah kenangan yang manis. Setelah berlutut sekian lama, tiba-tiba Wan Fei Yang berdiri dan membalikkan tubuhnya. "Kapan Tok-ku Bu-ti menentukan waktu pertarungan?" Tanyanya dengan dada bergemuruh. "Bulan dua belas tanggal satu." Yo Hong menyerahkan kembali surat tantangan yang pernah diberikannya kepada 1435 Wan Fei Yang. Dia merasa agak aneh mengapa Wan Fei Yang bisa melupakan tanggal yang tertera dalam surat tersebut. Namun sekejap kemudian dia mulai mengerti. Pasti pada waktu itu hati Wan Fei Yang sedang panik mendengar berita kematian Yan Supek mereka. Wan Fei Yang menerima surat tantangan itu dan membacanya sekali lagi dengan seksama. "Kematian Yan Supek kemungkinan merupakan ulah Fu Giok Su, tapi Tok-ku Bu-ti juga mempunyai kemungkinan yang sama besarnya." "Siau Fei, bagaimana pendapatmu?" "Kita selesaikan masalah tantangan ini. Jika waktunya telah tiba, aku akan menanyakan sampai jelas. Seandainya bukan perbuatan Tok-ku Bu-ti, pasti Fu Giok Su-lah yang melakukannya. Kalau benar, aku tidak akan melepaskan orang itu begitu saja!" Kata Wan Fei Yang sambil mengepalkan sepasang tinjunya. "Apakah kau akan menerima tantangan Tok-ku Bu-ti?" Tanya Yo Hong kembali. Sekarang hubungannya dengan Wan Fei Yang akrab sekali. Bahkan dia memanggilnya dengan sebutan yang biasa digunakan oleh Yan Cong Tian. "Tidak boleh tidak! Aku harus menerima tantangannya!" Wan Fei Yang meremas surat tantangan itu sampai hancur berantakan. "Pokoknya pada tanggal satu bulan dua belas, urusan hutang-piutang antara pihak kita dengan Tok-ku Bu-ti harus diselesaikan!" Selesai berkata. Wan Fei Yang membalikkan tubuhnya kembali. Dia menyembah sebanyak tiga kali di depan perabuan Yan Cong Tian. Sinar mata para murid Bu-tong-pai terpusat pada Wan Fei Yang. Harapan mereka juga hanya terletak di tangan anak muda itu. Biar bagaimana pun, pada tanggal satu bulan dua belas yang akan datang, hutang-piutang antara Bu-ti-bun dengan Bu-tong-pai memang harus diselesaikan secara 1436 tuntas. *** Tongkat kepala naga Tok-ku Bu-ti sudah selesai pembuatannya. Kedua tukang yang membantu mengerjakannya memandang Tok-ku Bu-ti dengan pandangan berharap. Orang tua itu tidak memperdulikan mereka. Dia membawa tongkat kepala naga itu ke bagian belakang rumah di mana terdapat sebuah taman yang tidak terlalu luas. Di sana dia menggerakkan tongkat kepala naga itu dengan kekuatan sepenuhnya. Tampak cahaya memijar dari sapuan tongkat tersebut. Suara angin yang ditimbulkannya menderu- deru. Kedua tukang yang mengintip di balik pintu memandang dengan tercengang. Mereka saling lirik sekilas. Tanpa bersepakat terlebih dahulu, mereka segera mengambil langkah seribu meninggalkan rumah tersebut. Sampai-sampai alat-alat yang biasa mereka gunakan untuk mencari nafkah pun ditinggalkan begitu saja. Mereka tidak dapat disalahkan. Alat-alat itu masih dapal dibuat ataupun dibeli kapan saja, tapi nyawa mereka masing-masing hanya selembar. Selama ini Tok-ku Bu-ti tidak pernah mengajak mereka bercakap-cakap, kecuali menanyakan hasil pekerjaan mereka. Keangkeran wajah orang tua itu membuat hati mereka bergidik apalagi tatapan matanya yang begitu dingin. Mereka bukan terdiri dari orang-orang dunia kangouw, mereka tidak mengenal siapa adanya Tok-ku Bu-ti. Kalau saja mereka tahu, tentu hati mereka lebih takut lagi. Tok-ku Bu-ti sudah menghentikan gerakannya. Dia memandang tongkat kepala naganya dengan sinar mata yang mengandung kepuasan. Dia tahu kedua tukang itu sudah pergi. Tapi dia memang tidak berniat membunuh mereka. Dia kembali ke dalam kamar dan duduk bersila untuk menghimpun hawa murninya. Beberapa hari lagi dia harus mendaki Bu- tong-san guna memenuhi perjanjian pertarungan dengan Wan Fei Yang. Semangatnya harus dijaga agar staminanya berada 1437 dalam kondisi puncak dalam menghadapi pertarungan yang akan datang. *** Pagi-pagi sekali. Bulan dua belas tanggal satu. Salju menghampiri seluruh permukaan tanah bagai selembar permadani putih. Salju ini sudah melapisi seluruh Giok hong teng selama sehari semalam. Semakin lama lapisannya semakin tebal. Apabila mata memandang, di seluruh daerah itu hanya warna putih yang terlihat. Angin bertiup dengan kencang. Salju turun dengan deras. Tapi tampaknya baik Tok-ku Bu-ti maupun Wan Fei Yang sama sekali tidak memperdulikan cuaca yang dingin itu. Mereka berdiri berhadapan dalam jarak tiga depa. Mereka bagaikan dua buah patung batu yang berdiri kokoh dan tidak tergoyahkan oleh badai salju. Ketika Wan Fei Yang sampai di tempat itu, Tok-ku Bu-ti sudah cukup lama menunggu di sana. Dia mengenakan satul stel pakaian mantel berbulu. Sekali lihat saja sudah ketahuan bahwa pakaiannya masih baru. Warnanya merah menyala, rambutnya di kat dengan gelang emas, tangannya menggenggam tongkat kepala naga. Dandanannya tidak berbeda sama sekali dengan dua tahun yang lalu ketika dia bertarung melawan Ci Siong to jin. Hanya kewibawaan yang ditampilkan pada jati dirinya sudah jauh berbeda. Wan Fei Yang mengenakan pakaian berwarna hitam. Dia juga memakai sehelai mantel bagian luarnya yang warnanya hitam pula. Tidak terlihat adanya keistimewaan pada diri anak muda itu. Pada dasarnya Wan Fei Yang memang orang yang sederhana. Dia tidak pernah berpenampilan mewah meskipun 1438 dia sudah cukup mampu untuk membeli pakaian berharga mahal. Biarpun demikian, kewibawaan yang terpancar pada dirinya tidak kalah dengan Tok-ku Bu-ti. Malah sinar matanya jauh lebih tajam dari sinar mata Tok-ku Bu-ti sendiri. Hanya ada kesedihan dan kemarahan yang terkandung di dalamnya. Kedua orang itu berdiri saling berhadapan dengan membisu. Seakan sedang menguji kekuatan mental masing-masing. Kira-kira setengah kentungan kemudian. Akhirnya Tok-ku Bu-ti juga yang lebih dahulu membuka suara. "Ci Siong dapat mempunyai putra sepertimu, di alam baka pasti kehidupannya tenang sekali!" Reaksi Wan Fei Yang sangat datar. "Waktunya sudah tiba." "Kau tidak ingin menanyakan apa-apa?" "Apakah kau ada hubungannya dengan kematian Yan Supek?" "Aku yang meminta Tian Sat membunuhnya!" Tok-ku Bu-ti mengakui dengan terus terang. Alis Wan Fei Yang berkerut. "Sebetulnya kau juga seorang laki-laki yang gagah." "Seseorang yang sedang dalam puncak kemarahannya dapat melakukan apa saja. Hal ini patut dimaafkan." Wan Fei Yang tertawa dingin. "Apabila aku tidak mengatakan dengan terus terang, tidak lama kemudian kau pasti akan mengetahuinya juga." Ketenangan Tok-ku Bu-ti benar-benar mengagumkan. "Karena, walaupun aku yang meminta Tian Sat membunuh 1439 Yan Cong Tian, tapi aku tidak mempunyai uang untuk membayar tenaga yang telah mereka keluarkan. Terhadap orang-orang yang berhutang kepada mereka, Tian Sat mempunyai cara tersendiri untuk menghadapinya." "Bagaimana?" "Mereka akan meminta bayaran dengan nyawa orang itu sendiri!" Tidak disangka Tok-ku Bu-ti berani mengatakan semuanya dengan terang-terangan. "Mereka sanggup membunuh Yan Supek tentunya mereka juga sanggup membunuhmu. Itulah sebabnya kau menantang aku bertarung di tempat ini," Kata Wan Fei Yang. "Tidak salah!" Tok-ku Bu-ti mengelus-elus jenggotnya. "Tiga kali berturut-turut aku bertarung dengan ayahmu, Ci Siong tojin di atas Giok-hong-teng ini. Semua pertarungan itu dilakukan dengan jujur. Kau tidak perlu khawatir aku akan menggunakan cara licik untuk menghadapimu." Wan Fei Yang hanya tertawa dingin. "Tapi kali ini jalan hidupku benar-benar sudah buntu. Aku pasti akan mengerahkan segenap tenaga untuk melawanmu. Meskipun kau sudah berhasil melatih ilmu Tian can sin-kang, tapi sebaiknya kau berhati-hati sedikit." "Aku tidak menyangka hatimu tiba-tiba bisa menjadi mulia." "Sekali-kali berbuat kebaikan toh tidak ada salahnya!" "Terima kasih atas peringatanmu!" Sahut Wan Fei Yang dengan nada yang luar biasa tenangnya. Tok-ku Bu-ti menganggukkan kepalanya. "Bersediakah kau memberi jawaban apabila aku mengajukan satu pertanyaan kepadamu?" Tanyanya serius. 1440 Wan Fei Yang menganggukkan kepalanya. "Silahkan bertanya." "Bagaimana keadaan Hong ji sekarang?" Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Ujung mata Wan Fei Yang berkerut-kerut mendengar pertanyaan itu. "Aku tidak tahu. Sejak malam itu aku tidak pernah berjumpa dengannya." Tok-ku Bu-ti menarik nafas panjang. Dia mengangkat tongkat kepala naganya. "Silahkan!" Wan Fei Yang segera menghunus pedangnya. Digetarkannya sarung pedang yang ditangan kirinya. Sarung pedang itu langsung berubah menjadi sebatang toya. Tok-ku Bu-ti mengeluarkan siulan panjang. Seperti kobaran api dia menyambar ke arah Wan Fei Yang. Salju yang menutupi permukaan tanah berhamburan oleh terjangannya yang dahsyat. Kekuatannya benar-benar mengejutkan. Dalam waktu yang bersamaan, Wan Fei Yang juga bersiul nyaring. Dia menerjangan Tok-ku Bu-ti. Tongkat kepala naga dan pedang saling berbenturan. Sekilas cahaya memercik suara. "Trang! Trang! Trang!" Benturan kedua senjata terdengar tidak putus-putusnya. Tongkat kepala naga di tangan Tok-ku Bu-ti menyapu gencar. Suara angin yang ditimbul kannya berdesir-desir. Pedang di tangan Wan Fei Yang juga tidak kalah dahsyatnya. Sekali gerakan pedangnya menyambut serangan Tok-ku Bu-ti sebanyak sembilan kali. Kekuatannya tidak kalah hebat dengan Tok-ku Bu-ti. Pada dasarnya ilmu silat Wan Fei Yang sudah lebih tinggi dari Tok-ku Bu-ti. Dia hanya kalah pengalaman. Hal ini dapat dimaklumi, di dunia kangouw Wan Fei Yang masih merupakan bocah ingusan sedangkan Tok-ku Bu-ti merupakan 1441 dedengkotnya. Entah sudah berapa banyak pertarungan antara hidup dan mati yang sudah pernah dilaluinya. Dia sudah dapat menguasai ajang pertarungan dengan baik. Salju yang bertaburan di sekitar tempat itu memercik membasahi tubuh keduanya. Dari kejauhan tampak seperti binatang-binatang kecil yang sedang menari-nari. Tubuh kedua orang itu saling berkelebat. Semakin lama semakin cepat. Tampaknya seperti roh-roh yang bergentayangan mencari mangsa. Tubuh mereka berubah menjadi bayangan. Orang biasa yang menyaksikan pertarungan itu pasti mengira bahwa tubuh keduanya tidak lama kemudian juga akan mencair menjadi salju. "Trang!" Terdengar suara benturan yang menggelegar memekakkan telinga. Tubuh keduanya langsung terpisah. Wajah Tok-ku Bu-ti pucat pasi bagai selembar kertas. Ternyata tongkat kepala naganya sudah terputus menjadi dua bagian. Di pihak sana, Wan Fei Yang juga berdiri tegak dengan wajah memucat. Pedangnya juga terkutung menjadi tiga bagian. Tanpa bersepakat terlebih dahulu, keduanyanya melemparkan senjata masing-masing yang telah terkutung ke atas salju. Tubuh Tok-ku Bu-ti bergerak lagi. Sepasang telapak tangannya dirangkapkan di depan dada. Hawa murninya telah dihimpun. Pakaian yang menutupi seluruh tubuhnya tiba-tiba menjadi kaku. Perlahan-lahan sepasang telapak tangannya berubah warna menjadi merah membara. Tidak diragukan lagi bahwa dia telah mengerahkan Mit kip sinkangnya yang hebat. Sebetulnya ilmu yang dipelajari oleh Tok-ku Bu-ti bernama Mit kip mokang (Ilmu iblis putus turunan) tapi karena nama itu berbau sesat, Tok-ku Bu-ti Mit kip sinkang (Tenaga sakti putus turunan). Sepasang tangan Wan Fei Yang juga dirangkapkan. Wajahnya yang tadi pucat perlahan-lahan berona dadu. Dia juga sudah mengerahkan ilmu Tian can sinkangnya yang 1442 dahsyat. Terdengar teriakan lantang dari mulut keduanya. Tubuh mereka bergerak dalam waktu yang bersamaan. Keduanya melesat di udara dan dua pasang telapak tangan pun saling berbenturan. "Blammmm!!" Tepat pada saat itu juga terdengar suara benturan yang menggelegar. Bumi seakan terguncang. Salju berhamburan ke mana-mana. Cuaca pun berubah seketika. Begitu hebatnya benturan antara kedua orang itu sampai-sampai suaranya yang menggelegar dapat terdengar oleh para murid Bu tong yang sedang menunggu di bawah dengan hati tegang. Mereka tahu keduanya sudah berada dalam puncak pertarungan. Menang atau kalah, saat inilah untuk menentukannya. Baik Tok-ku Bu-ti maupun Wan Fei Yang terpental sejauh tiga depa. Tubuh mereka menggelinding di atas salju yang putih. Wajah Tok-ku Bu-ti sebentar putih sebentar lagi lagi berubah menjadi merah. Tampaknya darah segar akan muncrat dari seluruh panca inderanya. Mulutnya sudah memuntahkan segumpal darah yang kental. Wajah Wan Fei Yang hijau membesi. Dadanya bergemuruh, nafasnya tersengal-sengal. Beberapa saat kemudian keadaannya baru normal kembali. Tok-ku Bu-ti kembali memuntahkan darah untuk kedua kalinya. Tubuhnya langsung berkelebat. Telapak tangannya menghantam ke depan. Wan Fei Yang tidak menyangka dengan datangnya serangan itu. Dia melihat keadaan Tok-ku Bu-ti sudah payah. Dengan gugup dia mengulurkan telapak tangannya untuk menyambut serangan Tok-ku Bu-ti. Hidungnya mencium bau amis darah. Serangan Tok-ku Bu-ti lebih hebat dari sebelumnya. Tubuh Wan Fei Yang tergetar mundur satu langkah. Mulut Tok-ku Bu-ti memuntahkan darah terus menerus. Tapi tampaknya orang itu benar-benar sudah nekat. Sepasang telapak tangannya secepat memutar menghantam ke depan. 1443 "Ilmu iblis menghancurkan tubuh!" Seru Wan Fei Yang dalam hatinya. Dia terkejut sekali. Dia mengerahkan seluruh tenaganya dan menyambut serangan Tok-ku Bu-ti yang mengerikan itu. Tok-ku Bu-ti melancarkan serangan sebanyak tiga belas kali berturut-turut. Sepasang telapak tangannya menghantam secara bergantian. Sekali mereka saling mengadu kekuatan. Dua pasang telapak tangan saling menekan. Darah terus mengalir dari mulut, hidung, mata dan telinga Tok-ku Bu-ti. Keadaannya sungguh menyeramkan. Sama sekali tidak berbentuk manusia lagi. Tulang belulang di seluruh tubuhnya memperdengarkan suara derakan yang menggidikkan hati. Dugaan Wan Fei Yang tepat sekali. Tok-ku Bu-ti memang telah mengerahkan ilmu iblis menghancurkan tubuh yang merupakan jurus terakhir dari Mit kip sinkang. Ilmu itu sebetulnya merupakan ilmu yang hanya digunakan apabila orang yang mengerahkannya sudah nekat untuk mengajak lawannya mati bersama. Sebab begitu ilmu tersebut dikerahkan, orang itu pasti lambat laun akan mati dengan darah yang mengalir habis dari seluruh panca inderanya dan tulang belulang dalam tubuhnya akan berpatahan. Mana mungkin ada orang yang dapat hidup dalam keadaan seperti itu. Tapi dengan mengerahkan ilmu yang satu ini, orang tersebut juga dapat melipatgandakan tenaga dalamnya menjadi dua kali dari biasanya. Hal ini membuktikan bahwa Tok-ku Bu-ti sudah bertekad untuk mengajak Wan Fei Yang mati bersama. Wan Fei Yang tidak berani bergerak. Juga tidak dapat bergerak. Dia terus mengerahkan Tian can sinkang untuk menahan serangan Tok-ku Bu-ti yang nekat. Dia merasakan tenaga dalam yang dipancarkan oleh Tok-ku Bu-ti semakin lama semakin kuat. 1444 Tepat pada saat itu pula, salju yang menutupi sebuah batu besar berhamburan. Ternyata tanah di depan batu tersebut sudah terkuak lebar dan menimbulkan sebuah lubang yang besar. Tubuh Fu Giok Su melesat keluar dari lubang tersebut. Dia bagaikan seekor ular berbisa meluncur ke arah Wan Fei Yang. Sepasang telapak tangannya menghantam dengan kekuatan penuh. Pada saat itu keadaan Wan Fei Yang sedang genting sekali. Dia tidak dapat mengulurkan tangannya menangkis serangan itu. Dia harus menghadapi serangan Tok-ku Bu-ti yang dahsyat. Tubuhnya juga tidak dapat digerakkan. Seandainya dia bergeser sedikit saja. Kerahan ilmu Tian can sinkangnya pasti akan terpencah dan pada waktu itu Tok-ku Bu-ti pasti akan menggunakan kesempatan yang baik untuk menghantamnya. Seandainya Wan Fei Yang terhantam oleh serangan telapak tangan Fu Giok Su, akibatnya pasti sama mengerikannya. Rupanya Fu Giok Su sejak dini sudah menanti di dalam lubang yang dibuatnya itu. Sudah kurang lebih tiga kentungan dia bersembunyi di sana. Justru kesempatan seperti inilah yang ditunggu-tunggunya. Dia juga memperhitungkan kalau dalam keadaan seperti ini Wan Fei Yang pasti tidak akan mempunyai kesempatan untuk menghindari serangan. Oleh karena itulah, dia tidak menyia- nyiakan kesempatan emas ini untuk membokong Wan Fei Yang. Tanpa sadar bibir Fu Giok Su mengembangkan seulas senyuman yang licik. Hatinya sudah berbunga-bunga membayangkan bahwa kali ini riwayat Wan Fei Yang pasti akan tamat. Namun tepat pada saat itu juga, mulutnya mengeluarkan suara jeritan ngeri. Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Sebatang pedang bagai kilat meluncur dan langsung menikam bagian belakang punggungnya. 1445 Dia sudah bertekad untuk membunuh Wan Fei Yang. Sejak semula dia tidak memperhiungkan akan adanya orang lain yang akan menghalangi perbuatannya. Pada dasarnya di atas Giok ho teng itu juga tidak ada orang keempat. Tapi ternyata orang keempat itu muncul juga ... Ketika telinganya menangkap suara teriakan lantang, pedang itu sudah menembus dari belakang punggung sampai ulu hatinya. Serangkum rasa sakit segera menyerangnya. Pada saat itulah dia menjerit ngeri. Tubuhnya terdorong ke depan. Sepasang telapak tangannya menghantam di atas salju yang tebal. Salju berhamburan kemana-mana. Sepasang telapak tangan Fu Giok Su terbenam ke dalam salju. Jaraknya dengan Wan Fei Yang hanya tinggal dua cun. Dengan susah payah dia menggelindingkan tubuhnya. Dalam waktu yang bersamaan, matanya menangkap bayangan Fu Hiong Kun yang menerjang ke arahnya. Dari tempat yang digalinya tadi ternyata sudah bertambah satu lubang lagi di samping kanan. Tidak usah diragukan lagi bahwa Fu Hiong Kun keluar dari lubang tersebut. Fu Giok Su sama sekali tidak menyangka bahwa Fu Hiong Kun malah sudah datang lebih awal daripadanya. Dia juga menggali sebuah lubang dan bersembunyi di dalamnya. Sedangkan Fu Giok Su yang datang belakangan rupanya juga mempunyai ide yang sama. "Hiong Kun?" Mata Fu Giok Su menatapnya dengan pandangan kurang percaya. Air mata Fu Hiong Kun mengalir dengan deras. Wajahnya yang sudah pucat semakin pucat. Entah akibat hawa yang dingin atau kesedihan hatinya yang tidak teruraikan dengan kata-kata. Tubuhnya bergerak dengan hebat. 1446 "Meskipun kau sudah menotok jalan darahku, tapi kau lupa bahwa aku khusus mempelajari ilmu pengobatan. Pengetahuanku tentang jalan darah manusia sudah cukup tinggi sehingga aku bisa melepaskan totokanmu itu." Bahkan suaranya pun bergetar dengan hebat. Fu Giok Su rasanya ingin tertawa terbahak-lahak. Namun dia benar-benar tidak sanggup tertawa lagi. "Aku tahu kau pasti akan berjalan ke tempat ini dan membokong Wan Toako." "Bagus sekali. Kau memang adikku yang baik ... " Kepala Fu Giok Su terkulai. Nafasnya pun berhenti pada waktu yang bersamaan. "Toako ... !" Air mata Fu Hiong Kun mengalir dengan deras. Dia tidak sanggup menahan dirinya lagi. Dipeluknya mayat Fu Giok Su dan menangis tersedu-sedu. Sementara itu, pertarungan antara Tok-ku Bu-ti dengan Wan Fei Yang semakin menegangkan. Meskipun saat itu sedang musim salju, tapi keringat keduanya membasahi sekujur tubuh mereka. Keadaan Tok-ku Bu-ti jangan dikatakan lagi. Darah dan keringat seakan menyatu. Tiba-tiba tubuh Tok-ku Bu-ti terhuyung huyung lalu terkulai jatuh. Mantel bulunya sudah penuh dengan bercak-bercak darah. Tenaga dalamnya sudah terkuras habis. Namun suara detakan tulang masih belum berhenti. Angin bertiup dengan kencang laksana mendendangkan lagu kematian. Sedangkan mata Tok-ku Bu-ti masih membelalak. Dia menggelepar- gelepar bagai ayam yang baru saja di potong lehernya. Sesaat kemudian Wan Fei Yang juga terkulai jatuh. Dua kali berturut-turut dia memuntahkan darah segar. Seandainya Tok- ku Bi ti masih mempunyai sisa sedikit tenaga, tentu tidak sulit 1447 untuk membunuhnya. Sayangnya keadaan Tok-ku Bu-ti demikian parahnya sehingga tidak mempunyai kemungkinan melakukan hal itu. Rona wajah Wan Fei Yang sungguh tidak sedap dipandang. Tapi dia berusaha mempertahankan diri untuk merangkak ke samping Fu Hiong Kun. Dia tidak berkata apa-apa. Juga tidak tahu apa yang harus dikatakannya. Hujan salju semakin deras. Dalam sekejap mata pakaian mereka sudah dilapisi salju yang tebal. Suara tangisan Fu Hiong Kun masih terdengar. Tok-ku Bu-ti di sebelah sana juga belum mati. Bibirnya bergerak-gerak. Jelas dia sedang menggumamkan sesuatu, namun suaranya demikian lirih sehingga tidak terdengar sama sekali. Tampaknya meskipun keadaan orang tua itu sudah sekarat, langit pun masih tidak menaruh sedikitpun belas kasihan kepadanya. Sampai nyawanya meninggalkan raganya, tetap saja tidak ada seorang pun yang mendengarkan kata-katanya yang terakhir. *** Darah sudah berhenti mengalir. Namun air mata masih belum kering juga. Dengan bantuan bimbingan Fu Hiong Kun, akhirnya Wan Fei Yang dapat berdiri tegak. Air mata masih juga membasahi pipi gadis itu. Wan Fei Yang dapat merasakan bagaimana perasaan Fu Hiong Kun kehilangan satu-satunya keluarga yang masih dimilikinya. Perasaan semakin iba melihat keadaan gadis itu. Tanpa memperdulikan bahaya yang mungkin akan ditemuinya Fu Hiong Kun telah membela dirinya mati matian. Wan Fei Yang tahu, pukulan batin yang diterima Fu Hiong Kun hari ini tidak kalah dengan penderitaan yang dialaminya tempo hari. Mungkin hatinya lebih sakit lagi. Fu Giok Su mati di tangan adiknya sendiri. Hal ini tidak terduga oleh siapa pun. Bahkan oleh Tok-ku Bu-ti menjelang akhir hidupnya. 1448 Keduanya berdiri berdampingan dengan pakaian dipenuhi oleh butiran salju. Tidak ada seorang pun yang berkata apa- apa dalam keadaan seperti itu, rasanya memang tidak ada yang perlu dikatakan lagi. Wan Fei Yang berusaha mempertahankan dirinya agar tidak terjatuh kembali. Matanya melirik ke arah mayat Tok-ku Bu-ti yang sudah dilapisi salju. Entah mengapa, tiba-tiba dia merasa suatu kelelahan yang tidak pernah dirasakannya seumur hidup. Apakah lelah menghadapi hidup yang berliku- liku? Tidak ada seorangpun yang dapat menjawabnya, bahkan Wan Fei Yang sendiri. Dendam antara Bu tong pai dengan Bu ti bun dan Siau Yau Yok sudah berakhir. Lalu bagaimana kelanjutannya bagi mereka yang masih hidup? Kelelahan yang dirasakan oleh Wan Fei Yang juga hanya suatu kehampaan. Seseorang apabila hidup di dunia ini hanya untuk dendam yang tidak ada habis-habisnya, bukanlah terlalu menggelikan bahkan terlalu menyedihkan? Kecuali dendam kesumat, apalagi yang mereka miliki? Wan Fei Yang tidak tahu. Bahkan Fu Hiong Kun yang ada di sampingnya juga terlihat semakin menjauh. Langit dan bumi menjadi saksi berakhirnya semua pertikaian itu, namun mengapa manusianya sendiri dapat benar-benar mengakhirinya dengan tuntas? Rasa pening tiba-tiba menyerang kepala Wan Fei Yang, dia terhuyung-huyung. Fu Hiong Kun mengusap air mata yang mengalir di pipinya. Melihat keadaan anak muda itu, cepat- cepat dia memapahnya. Sejenak kemudian tubuh Wan Fei Yang pun terkulai dalam pelukan Fu Hiong Kun. *** Salju masih turun. Namun tidak sederas pagi tadi. Matahari 1449 baru muncul meskipun tengah hari baru saja berlalu. Awan yang gelap perlahan-lahan mulai terang. Kadang-kadang cuaca memang sulit ditafsirkan, apalagi hati manusia. Wan Fei Yang baru tersadar dari pingsan nya. Bau obat- obatan memenuhi kamar di mana dia berbaring. Kepalanya tidak dapat diangkat. Karena begitu dia menggerakkannya sedikit saja. rasa pusing masih menyerangnya. Hanya matanya yang dapat mengedar dengan leluasa. Sejenak kemudian dia tahu bahwa dia bukan berada di dalam kamarnya sendiri, tetapi di kamar Yan Cong Tian. Sebetulnya kamar di dalam gedung Bu tong pai itu banyak sekali. Tapi sejak kepulangannya ke Bu tong san. Wan Fei Yang menolak ditawarkan kamar yang lain. Dia memilih tidur di kamarnya yang dulu. Meskipun kamar itu kecil sekali, tapi dia mempunyai kenangan yang manis di sana. Setiap kali dia membaringkan tubuhnya di atas balai-balai tersebut. Bayangan Ci Siong tojin dalam pakaian hitam dan kepala berkerudung melintas di depan pelupuk matanya. Sekarang dia berbaring di kamar Yan Cong Tian, tentu saja Wan Fei Yang segera mengerti apa sebabnya. Pertama pasti karena jarak kamarnya terlalu jauh sehingga repot mengangkat tubuhnya ke tempat itu. Kedua, Fu Hiong Kun yang merawatnya pasti kurang leluasa mondar-mandir mengantarkan obat untuknya. Tiba-tiba pintu kamar terbuka. Yo Hong masuk dengan bibir tersenyum. "Siau Fei, bagaimana keadaanmu?" Tanyanya ramah. Wan Fei Yang berusaha bangun dari tempat tidur tersebut. Tapi dia terkulai kembali. Yo Hong panik melihatnya. Dengan cepat dia menghampiri tempat tidur itu dan memegang bahu Wan Fei Yang. Wajahnya tampak cemas sekali. Wan Fei Yang menggelengkan kepalanya. Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Tidak apa-apa Yo 1450 Suheng. keadaanku sudah jauh lebih baik. Hanya agak pening sedikit," Katanya. "Perlukah aku panggilkan Fu Kouwnio untuk melihat keadaanmu?" Sekali lagi Wan Fei Yang menggelengkan kepalanya. "Tidak usah ... Jangan menyusahkan Hiong Kun. Di mana dia sekarang?" "Masih di ruangan utama. Fu kouwnio turun dari Giok-hong- teng dan meminta kami membawamu pulang. Melihat mayat Fu Giok Su dan Tok-ku Bu-ti tergeletak begitu saja, aku menyuruh saudara yang lain membawanya sekalian. Aku tidak tahu apakah tindakan itu benar atau tidak. Sekarang Fu kouwnio masih menangis terus di ruang utama. Mayat Fu Giok Su juga ada di dalam ruangan itu," Sahut Yo Hong sambil menarik nafas panjang. "Apa yang kau lakukan benar sekali, Yo Suheng. Baik Tok-ku Bu-ti maupun Fu Giok Su memang merupakan musuh besar kita. Tapi itu ketika mereka masih hidup. Sekarang mereka sudah mati, kita tidak boleh memandang mayat mereka sebagai musuh. Uruslah baik-baik. Adakan upacara sembahyang yang sederhana saja. Setelah itu kuburkan mereka di bagian belakang gunung." Yo Hong menganggukkan kepalanya. "Baiklah ... kau istirahat saja dulu, biar aku yang membereskan segalanya." Entah mengapa perasaannya semakin kagum saja terhadap Wan Fei Yang. Dia merasa anak muda itu bukan saja baik hati malah berjiwa besar. Wan Fei Yang memandangi bayangan punggung Yo Hong sampai keluar dari kamar itu. Ia menarik nafas panjang. Kehidupan manusia benar-benar bagai sebuah panggung sandiwara. Dia hanya berharap Fu Hiong Kun dapat menerima pukulan batin yang hebat ini. Dia tahu gadis itu tabah sekali. 1451 Sekaligus kehilangan semua keluarga dalam jangka waktu beberapa bulan memang merupakan penderitaan batin yang berat sekali. Wan Fei Yang memejamkan matanya. Dia tidak ingin berpikir banyak saat ini. Dia ingin Membiarkan otaknya beristirahat setelah berbagai kejadian yang dialaminya. Hatinya sendiri sudah tawar menghadapi hidup seperti ini. Namun tugas masih ada, dia tidak dapat meninggalkan semuanya begitu saja. Pernah terlintas di pikirannya untuk menyucikan diri menjadi pendeta seperti almarhum ayahnya. Tetapi dia tahu sekarang bukan saatnya yang tepat. Dia sudah mengambil keputusan secara diam-diam. Kelak apabila urusannya sudah selesai, dia akan mengasingkan diri di tempat yang terpencil dan meninggalkan dunia kang-ouw untuk selama-lamanya. *** Memandangi mayat Fu Giok Su yang tergeletak di hadapannya, hati Fu Hiong Kun bagai disayat-sayat oleh sembilu. Bagaimana hatinya tidak menjadi pedih memikirkan bahwa tangannya sendiri yang terpaksa menghabiskan nyawa abangnya itu. Isak tangisnya masih terdengar. Terkadang tangannya terulur dan meraba wajah Fu Giok Su yang sudah dingin itu. Dia ingm menjerit sekeras-kerasnya untuk memohon pengampunan dari abangnya. Dia tahu sampai mati pun Fu Giok Su belum dapat menerima apa yang diperbuatnya. Badik Buntung Karya Gkh Badik Buntung Karya Gkh Bara Naga Karya Yin Yong