Ceritasilat Novel Online

Kaki Sakti Menggemparkan Dunia 15


Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya Hong San Khek Bagian 15


Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya dari Hong San Khek   468 Ketika di hari esoknya ia bangun tidur kira-kira jam sepuluh, Poan Thian telah diberitahukan oleh pelayan rumah penginapan tersebut, bahwa pada barusan pagipagi sekali ada seorang tetamu yang datang mencari padanya.   Tetapi tatkala diberitahukan bahwa Poan Thian masih tidur, ia lantas berangkat pergi sambil mengatakan, bahwa ia akan balik kembali sebentar di waktu lohor.   "Cobalah kau terangkan bentuk tubuh orang itu,"   Kata pemuda kita pada si pelayan.   Orang yang ditanyakan lalu menerangkan menurut apa yang ia ketahui, dengan menambahkan bahwa orang itu bermisai dan menggendong pedang yang memakai serangka diukir bagus sekali di atas bebokongnya.   Mendengar keterangan dan lukisan perawakan tubuh orang yang dikatakan hendak balik kembali sebentar lohor itu, Poan Thian jadi terkejut dan berkata di dalam hati.   "Oh, itulah ternyata si Hok Cit yang menyamar! Dan jikalau dugaanku tidak keliru, maksud kedatangannya tentulah akan mencari setori pula denganku di sini."   Maka buat menunjukkan bahwa ia tidak takut menghadapi segala kemungkinan karena akibat dari pada perbuatannya sendiri.   Poan Thian sengaja tidak bepergian ke mana-mana buat menantikan kedatangannya musuh itu.   Mula-mula ia minta disediakan makanan pada pelayan tadi, dan setelah selesai dahar, ia lantas duduk membaca sehingga beberapa jam lamanya.   Kira-kira hari hampir lohor, pelayan tadi telah kembali ke kamarnya dan memberitahukan, bahwa tetamu yang ditunggu-tunggu itu telah datang dan sekarang sedang 469 menunggu di luar dengan sikap yang sabar sekali.   "Heran, heran,"   Pikir pemuda kita di dalam hatinya.   "Adakah Hok Cit begitu sabar sebagaimana penuturannya si pelayan ini?"   "Katakanlah padanya, bahwa aku akan segera keluar menjumpakan padanya,"   Kata Lie Poan Thian sambil menjemput beberapa hui-piauw yang lalu dimasukkan ke dalam saku bajunya. Si pelayan mengatakan.   "Baik,"   Dan segera berlalu, akan mengasih kabar pada tetamu yang sedang menunggu itu. Tatkala Poan Thian keluar menjumpai tetamu itu, ia hampir tidak percaya penglihatannya, hingga ia berseru dengan girang.   "Hoa-suheng!"   Orang itu tampak tersenyum kegirangan.   "Lie-sutee!"   Katanya.   Kedua orang itu lalu saling merangkul satu pada lain.   Poan Thian hampir kepingin menangis saking kegirangan, karena orang yang disangka Hok Cit itu, ternyata bukan lain dari pada suhengnya sendiri Hoa In Liong.   Tetapi ia tidak mengerti bagaimana suheng itu telah berlaku begitu see-jie, juga ia agak kurang mengerti bagaimana In Liong telah mengetahui bahwa ia menumpang di rumah penginapan itu.   "Hal ini sebenarnya terlalu panjang buat bisa dituturkan selesai dengan satu-dua perkataan saja,"   Kata Hoa In Liong sambil tertawa.   "Kalau begitu,"   Kata Lie Poan Thian.   "marilah kita duduk mengobrol di kamarku." 470 In Liong menurut. Sesampainya di dalam kamar, mereka lalu mengambil tempat duduk dengan berhadap-hadapan, setelah terlebih dahulu In Liong gantungkan pedangnya pada paku yang ditancapkan di dinding tembok.   "Aku sungguh ingin mengetahui, bagaimana suheng ketahui yang aku ada menumpang di sini,"   Kata pemuda kita.   "Dan selain dari itu, bagaimanakah dengan guru dan saudara-saudara kita di Liong-tam-sie?"   "Mereka semua baik-baik saja dan mengharapkan akan kau sewaktu-waktu berkunjung ke sana."   Sahut Hoa In Liong.   "Sementara sebab-musabab mengapa aku ketahui kau berada di sini, sudah tentu saja kau juga tidak mengerti, pada sebelum aku menerangkan satupersatu duduknya perkara yang benar."   "Ya, ya, cobalah suheng tolong terangkan kepadaku,"   Meminta pemuda kita. In Liong lalu tuturkan pengalamannya, hingga Poan Thian yang mendengar penuturan itu, saban-saban mengucapkan.   "Beruntung kau keburu datang! Ah, sungguh jahat sekali orang itu!"   Demikianlah jelasnya penuturan Hoa In Liong itu.   Sebagaimana para pembaca juga tentu masih ingat, orang tua she Bie itu yang telah diloloh oleh Lauw Thay sehingga sinting dan membuka rahasia sendiri, akhirnya telah mendusin juga yang ia telah dipedayakan orang, hingga setelah ia bertempur dengan Lie Poan Thian dan melarikan diri pada sesudahnya merobohkan Lauw Thay, hatinya jadi begitu penasaran, sehingga pada malam itu juga ia telah balik kembali ke tempat penginapan Lie Poan Thian, buat membalas dendam dan membunuh 471 mereka berdua selagi tidur nyenyak.   Tidak tahunya setelah kembali ke sana, ternyata Poan Thian telah keluar dan di dalam kamar itu hanya tampak Lauw Thay saja yang disangkanya masih belum tidur.   Oleh sebab itu, maka ia lantas pasang sebatang Hun-hio buat membikin hilang ingatannya piauw-su dari Siang-hap Piauwkiok itu.   Dan tatkala kemudian ia yakin bahwa pengaruh Hun-hio nya telah "memakan"   Dengan betul, barulah ia korek daun pintu jendela yang ternyata tidak terkunci, berhubung tadi Poan Thian telah keluar dari situ buat coba satroni Mo Jie yang akan diminta keterangannya, mengenai peristiwa yang bersangkutpaut dengan namanya Sin-tui Bie yang dengan berulangulang telah kita ceriterakan di bagian atas.   Orang tua she Bie itu yang melihat daun jendela itu tidak terkunci, sudah tentu dengan mudah saja bisa masuk ke dalam kamar, dimana mula-mula ia berniat akan membunuh Lauw Thay.   Tetapi berhubung ia melihat ada bayangan manusia yang berkelebat di depan jendela, buru-buru ia urungkan niatannya dan lalu gendong Lauw Thay yang telah dibikin tidak berdaya oleh pengaruh Hun-hio, akan di bawah ke tempat lain untuk ditanyakan keterangan-keterangannya mengenai perbuatannya yang dianggap sangat curang itu, kemudian barulah piauw-su itu dibunuh, jikalau ini dirasa perlu.   Tidak tahunya ketika ia melayang keluar dari dalam kamar itu dengan menggendong Lauw Thay, ia baru ketahui bahwa bayangan yang terlihat berkelebat tadi bukan lain dari pada Hok Cit yang dengan secara kebetulan telah sampai juga ke situ, tatkala di waktu siangnya ia (Hok Cit) ketahui, bahwa Poan Thian menumpang di rumah penginapan tersebut.   472 Orang tua she Bie dan Hok Cit ini ternyata mempunyai perhubungan sebagai guru dan murid.   Maka setelah orang tua itu mengasih perintah Hok Cit buat pergi membunuh Lie Poan Thian.   buru-buru ia berlalu sambil berkata.   "Aku tunggu padamu di kelenteng Hok-tek-bio!"   Bio itu rupanya sudah cukup terkenal sebagai tempat pertemuan mereka, karena Hok Cit sudah lantas menjawab.   "Ya, ya, guruku boleh berangkat duluan. Dan jikalau urusan ini sudah selesai. aku nanti menyusul ke sana selekas mungkin." 4.30. Bantuan Suheng Hoa In Liong Begitulah kejadian Hok Cit bertempur dengan Lie Poan Thian, sekembalinya pemuda kita pergi mengompes pada Mo Jie dan menampak Lauw Thay telah menghilang entah kemana perginya. Tetapi dalam pertempuran itu, Hok Cit terpaksa melarikan diri, sambil sesumbar akan bertemu pula dengan Lie Poan Thian pada nanti tiga tahun kemudian. Pada hari esoknya, ketika Poan Thian kembali ke kedai dimana Mo Jie bekerja, pemuda kita diberitahukan pula oleh pelayan itu, bahwa pada malam kemarin ada seorang yang mencari padanya, dengan lukisan bentuk tubuh orang itu membuat Poan Thian menyangka, kalaukalau orang itu adalah Hok Cit yang menyamar dengan memakai misai. Sudah barang tentu, karena keterangan ini hati si pemuda jadi semakin kuatir bagi keselamatan dirinya Lauw Thay, tidak tahunya orang yang disangka Hok Cit itu, bukan lain dari pada Hoa In Liong, yang ketika itu 473 sedang mencari Poan Thian buat menanyakan lebih jauh tentang tanggal dan bulan pernikahannya pemuda kita dengan nona Giok Tien, yang ia telah ketahui dari keterangan yang didapatnya dari Lauw Thay. Tetapi In Liong dan Lauw Thay ini yang belum pernah saling mengenal satu sama lain, cara bagaimanakah yang satu bisa memberi kabar kepada yang lain tentang keadaan diri pemuda kita? Hal ini memang agak membingungkan, apabila kita tidak mundur sedikit jalannya cerita, pada sebelum peristiwa-peristiwa lain yang telah lampau dijelaskan dahulu kepada pembaca kita. Lauw Thay yang ternyata masih panjang umurnya, ketika belum sampai dicelakai oleh orang tua she Bie itu, di tengah jalan terlihat oleh Hoa In Liong. Ketika rasa curiga melihat Lauw Thay yang digendong itu, lalu dengan diam-diam ia menguntit belakangan. Orang tua she Bie itu yang kemudian telah mengetahui juga, bahwa dirinya tengah dikuntit orang, lalu percepat tindakannya dan membiluk ke jalan-jalanan kecil yang sunyi dan jarang dilewati orang. Sementara In Liong yang jadi semakin heran dengan gerak-gerik orang tua itu, sudah barang tentu jadi semakin curiga dan lalu menguntit terus dengan tindakan yang sama cepatnya. Dan tatkala mereka berada di suatu tempat yang jauh ke sana-sini, barulah In Liong memanggil-manggil pada orang tua itu, yang telah dimintanya akan berhenti sebentaran. Tetapi orang tua she Bie itu yang melihat gelagat tidak baik, bukan saja tidak mau meladeni, malah menengok pun tidak, hingga panggilan itu seolah-olah tidak dihiraukannya sama sekali. 474 Hoa In Liong yang jadi semakin curiga dan tak mau membiarkan orang tua itu berlaku begitu saja, iapun membuntuti terus dengan menggunakan ilmu berjalan cepat yang jarang dapat dipahamkan oleh sembarang orang. Dan ketika telah mendekati kira-kira beberapa puluh tindak jauhnya, kembali In Liong memanggil.   "Saudara, berhenti dulu! Aku ada sedikit omongan yang hendak disampaikan kepadamu!"   Tetapi sebagai jawaban dari pada panggilan tersebut, tiga buah barang yang berkilau-kilau telah menyamber padanya dengan berturut-turut, hingga In Liong yang mengetahui, bahwa itulah ada huipiauw-huipiauw yang orang telah sambitkan ke jurusannya, buru-buru ia berkelit dengan jalan berlompat ke samping, dari mana dengan mengeluarkan suara bentakan yang menandakan rasa mendongkolnya, ia lantas mencabut pedang sambil menyomel.   "Kurang ajar! Kau ini ternyata ada satu manusia tidak bisa diajak berurusan dengan secara baik! Jangan lari!"   Sementara orang tua she Bie itu yang melihat tidak ada jalan lain dari pada meladeni bertempur orang yang membututinya itu, lalu melemparkan Lauw Thay ke sisi jalan, kemudian mencabut juga goloknya yang digendong di atas bebokongnya.   "Kau ini siapa?"   Ia membentak sambil putarkan badannya ke belakang akan menghadapi Hoa In Liong yang mengejar kepadanya.   In Liong lalu menerangkan siapa dirinya, tetapi nama itu agak asing dalam pendengaran orang tua itu di kalangan Kang-ouw hitam.   Oleh sebab itu, ia pikir In Liong tentu mudah digertak oleh segala gelaran kosong, dari itu, sambil 475 membusungkan dada ia lantas mengeluarkan suara jengekan dari lobang hidung.   "Hm!"   Katanya.   "Tidak kunyana segala bu-beng-siauw-cut hendak campur tangan dalam urusanku ini?"   "Terangkanlah siapa dirimu, dan siapa itu orang yang kau gendong tadi!"   Tanya Hoa In Liong dengan suara keren.   "Di waktu duduk tidak menukar she, dan di waktu berjalan tidak mengganti nama,"   Kata orang tua itu.   "Aku inilah Sin-tui Bie dari Kanglam!"   Hoa In Liong jadi tertawa tempo mendengar gertakan sambel itu.   "Kau jangan mengacau!"   Katanya.   "Sin-tui Bie sudah lama mencuci tangan dan tidak campur lagi dengan segala urusan tetek bengkek di kalangan Kang-ouw, cara bagaimanakah sekarang bisa muncul lagi satu Sin-tui Bie?"   "Kau dan aku belum pernah saling mengenal atau terbit permusuhan apa-apa-apa kata orang tua she Bie itu.   "tetapi apakah sebabnya kau hendak mencampuri urusanku?"   "Aku bukannya hendak menyampuri urusan orang lain,"   Sahut Hoa In Liong.   "tetapi karena gerak-gerikmu agak mencurigakan, maka aku merasa berhak buat menanyakan. Apakah perlunya di waktu tengah malam buta kau memasuki kamar orang lain? Dan kemana kau hendak bawa pergi orang yang kau gendong itu?"   Pertanyaan itu sudah tentu saja telah membikin orang tua itu jadi sangat terperanjat, karena ia sama sekali tidak pernah menyangka, bahwa segala perbuatannya telah dapat dilihat oleh Hoa In Liong, yang 476 dengan secara tidak disengaja melewat di tempat penghinapan Poan Thian tadi.   Kesudahannya karena mengerti bahwa ia sukar berbantahan dengan orang yang tidak dikenalnya ini, maka Sin-tui Bie tertiron itu jadi mendongkol dan lantas membentak.   "Persetan dengan segala percampuran tanganmu dalam urusanku ini! Sekarang hendak kuperingatkan kepadamu satu kali lagi. Apabila kau masih saja berkepala batu mencampuri urusanku, janganlah kau anggap aku keterlaluan, jikalau akan terpaksa mengambil tindakan apa-apa yang tidak selayaknya!"   "Kalau begitu,"   Kata Hoa In Liong pula.   "cobalah jawab pertanyaanku ini. Siapakah sebenarnya orang yang kau gendong itu? Dan apakah maksudnya kau menyambitkan hui-piauw kepadaku tadi?"   Orang tua itu jadi "terdesak"   Dan akhirnya timbullah amarahnya dan lantas beseru.   "Kurang ajar! Sekarang sudah teranglah bahwa perbuatanmu ini semata-mata hendak mencari setori belaka! Nah, cobalah kau boleh rasakan golokku ini!"   In Liong yang melihat orang tua itu mendadak jadi sengit dan membacok kepadanya, sudah tentu saja iapun segera menangkis dengan pedang di tangannya.   Begitulah selanjutnya kedua orang itu lantas bertempur di antara jalanan yang sunyi dan gelap itu.   Tetapi Hoa In Liong ternyata lebih unggul dalam permainan pedangnya, dalam waktu sedikit saat saja ia telah mendesak lawannya sehingga tidak berdaya akan melanjutkan terus pertempuran itu.   Dan tatkala pada suatu ketika ujung pedang In Liong menyamber ke arah ulu hati orang tua itu dengan siasat Tok-coa-chut-tong, 477 Sin-tui Bie tetiron itu terdengar menjerit sambil membuang diri berguling di tanah sampai beberapa kali, kemudian dengan menggunakan siasat Lee-hie-ta-teng ia mencelat ke atas dan terus melarikan diri sambil sesumbar.   "Sampai kita bertemu pula!"   Sementara Hoa ln Liong yang merasa tidak perlu buat mengejar pada orang tua itu, lalu buru-buru menghampiri pada Lauw Thay yang ternyata telah tersadar dari pingsannya dan lekas berbangkit menanyakan.   "Saudara, terangkanlah dahulu, apakah kau ini ada seorang lawan atau kawan?"   "Aku ini adalah seorang kawan yang telah bantu mengusir orang yang telah menculik padamu tadi. Tetapi belum tahu kau ini siapa? Dan siapakah sebenarnya orang tadi yang telah menculik kepadamu?"   Lauw Thay jadi terbengong dan minta diberikan keterangan, tentang peristiwa-peristiwa apa yang telah terjadi tadi, dan cara bagaimanakah ia sekarang telah berada di situ.   In Liong yang sekarang baru mendusin, bahwa Lauw Thay telah digendong tadi dalam keadaan tidak ingat orang, lalu tuturkan pada sang piauw-su hal apa yang telah terjadi, sehingga ia bertempur dan telah berhasil mengusir si penculik yang mengaku bernama Sin-tui Bie itu.   Lauw Thay yang mendengar keterangan begitu, tanpa terasa lagi ia jadi bergidik sambil menyebut.   "O Mi To Hud! To Hud! Jikalau Cong-su tidak datang menolong, niscaya pada saat ini jiwaku telah melayang ke tempat baka!"   Lebih jauh karena ia berpendapat yang Hoa In Liong ini bukan orang jahat, maka dengan singkat tetapi jelas 478 Lauw Thay lalu tuturkan segala peristiwa yang telah dialaminya, dengan antaranya ia menyebut-nyebut juga namanya Lie Poan Thian.   Hoa In Liong jadi kelihatan girang mendengar nama adik seperguruannya itu, hingga ia lantas menanyakan.   "Belum tahu dia sekarang ada dimana?"   "Lie-toako sendiri justeru berdiam di rumah penginapan yang sama, dari mana kau katakan aku telah diculik oleh Sin-tui Bie tetiron tadi,"   Sahut Lauw Thay.   Hoa In Liong mengangguk-anggukkan kepalanya selaku orang yang sedang berpikir keras, hingga buat beberapa saat lamanya ia kelihatan terbengong tanpa mengucapkan barang sepatah katapun.   Dan tatkala Lauw Thay mengajak ia kembali ke tempat penginapan Lie Poan Thian, mendadak ia jadi menghela napas sambil berkata.   "Ah, beginilah rasanya orang yang hidup keliaran di kalangan Kang-ouw! Pada sebelum terkenal orang berlomba akan memperebuti nama dan gelaran kosong, dan tatkala sudah berhasil dan jadi terkenal, lalu timbullah permusuhan di kiri kanan dari orang-orang yang iri hati oleh karena gelaran kosong itu. Ai, saudara, dunia ini benar-benar terlalu gila bagi kita orang-orang yang hidup di kalangan Kang-ouw!"   Lauw Thay yang tidak mengerti ke mana tujuan omongan itu, tentu saja tidak bisa berbuat lain dari pada mengangguk-anggukkan kepalanya sambil berkata.   "Ya, ya,"   Dengan suara yang tertahan di dalam tenggorokan.   Selanjutnya, karena mendengar pengakuan Lauw Thay yang telah diperintah oleh Cin Kong Houw akan membantu dengan secara diam-diam kepada Lie Poan Thian yang akan pergi ke Ca-kee-chung buat menempur Ca Tiauw Cin, maka In Liong lalu menyatakan pikirannya, 479 bahwa Lie Poan Thian yang memangnya bertabiat tidak suka mengunjuk kelemahan sendiri, pasti akan jadi kurang senang apabila ia ketahui tindakan ini yang sebenarnya bermaksud baik.   "Maka jikalau kita hendak membantu padanya,"   Kata Hoa In Liong.   "paling baik jikalau kita mengambil jalan lain dengan secara tidak langsung, untuk dapat meringankan usaha yang sedang ditempuhnya. Misalnya, walaupun dengan membiarkan ia pergi sendirian ke Ca-kee-chung, tetapi kita yang berada "di garis belakang"   Harus berdaya sedapat mungkin buat menentang muslihat-muslihat keji orang lain yang akan ditujukan kepadanya. Oleh sebab itu, yang pertama-tama kita harus tentang Sin-tui Bie tetiron yang selalu mencari "lantaran"   Buat "menjatuhkan dengan secara diam-diam"   Nama baik Lie-sutee itu. Karena tidak mustahil, selagi Lie-sutee sedang berhadapan dengan Ca Tiauw Cin, orang she Bie itu akan mendadak muncul dan melakukan pembokongan yang Lie-sutee sendiri tidak pernah pikir akan bisa terjadi."   Dengan keterangan itu, Lauw Thay pun membenarkan pendapat Hoa In Liong, walaupun dia menanyakan.   "Hanya belum tahu bagaimana cara itu akan diaturnya?"   "Buat sekarang,"   Kata Hoa In Liong.   "hanya ada satu jalan yang kelihatannya dapat dilakukan, yaitu buat beberapa hari lamanya kau jangan kembali dahulu ke rumah penginapanmu, agar supaya Sin-tui Bie tetiron dan kambrat-kambratnya jadi bimbang dan tidak berani sembarangan "bergerak dahulu"   Pada sebelum mengetahui bahwa segala perbuatan mereka, tidak ada lagi orang yang akan merintanginya.   "Tetapi jikalau ia tahu bahwa kau telah bisa kembali 480 dengan selamat, urusan bisa jadi berlainan dari pada apa yang kukira, dan inilah ada sangat berbahaya, karena pihak kita yang lebih sedikit jumlahnya, bisa juga kejadian terdesak dan akhirnya akan mudah juga terjebak oleh pihak mereka yang berjumlah lebih banyak.   Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya Hong San Khek di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Itulah bahayanya akan bertindak dengan secara berkawan dalam keadaan berbahaya seperti sekarang ini."   Lauw Thay menyatakan mufakat dengan omongan itu.   "Tetapi, oleh karena aku mesti bersembunyi sehingga beberapa hari lamanya,"   Katanya.   "apakah ini tidak membikin Lie-toako jadi bingung dan mencari padaku kian-kemari?"   "Hal itu memang tak dapat dicegah,"   Sahut Hoa In Liong.   "tetapi apa boleh buat kita harus berbuat begitu untuk membimbangkan hati pihak lawan kita. Liesutee pasti tidak akan berlalu dari sini, karena ia ada seorang yang tidak suka salah janji. Bukankah kau pernah mengatakan tadi, bahwa ia telah berjanji akan kembali ke rumah Ca Tiauw Cin pada hari esok di waktu magrib?"   "Ya, benar,"   Sahut Lauw Thay.   "Maka selama kau bersembunyi beberapa hari ini,"   In Liong melanjutkan pembicaraannya.   "aku sendirilah yang nanti berkeliaran akan menyelidiki segala gerakan Sin-tui Bie tetiron itu beserta sekalian kambrat-kambratnya di luaran. Malah kalau aku sendiri yang pergi menjumpakan pada Lie-sutee, rasanya ada lebih baik dari pada kau yang mesti berbuat begitu, karena disamping aku masih agak asing bagi orang-orang di sini, juga kambratkambratnya Sin-tui Bie tetiron tidak mengenali bahwa aku 481 inilah pihak lawan mereka."   "Ya, ya,"   Kata Lauw Thay.   "kalau begitu aku turuti saja pengunjukan-pengunjukanmu. Tetapi belum tahu apakah kau di sini ada kenalan atau handai taulan yang boleh ditumpangi untuk beberapa hari lamanya?"   "Aku di sini tidak mempunyai sahabat atau kenalan,"   Kata Hoa In Liong.   "Tetapi untuk tidak menerbitkan rasa curiga, pihak lawan kita, kukira ada lebih baik jikalau kau berdiam di bagian tempat-tempat yang agak ramai dari pada di tempat-tempat sunyi seperti di sini. Karena buat sekarang ini, bagimu, ada lebih banyak bahayanya dari pada selamat jikalau berdiam di tempat sunyi, karena pihak musuh tentu lebih suka memilih tempat-tempat sunyi sebagai tempat pertemuan mereka. Oleh sebab itu, kiranya lebih baik jikalau kau menumpang di rumahrumah penginapan yang ramai, asalkan kau di situ jangan keluar bepergian ke mana-mana.   "Tunggu sampai nanti Lie-sutee telah keluar dari Cakee-chung dengan memperoleh kemenangan, barulah kau boleh ketemukan padanya dan tuturkan segala pengalamanmu, sehingga ia ketahui bagaimana duduknya perkara yang benar. Maka dengan berbuat begitu, bukankah kita di sini seakan-akan telah bantu meringankan usahanya dengan tak usah kuatir disesalkan oleh Lie-sutee yang bertabiat agak luar biasa itu?"   "Ya, benar,"   Menyetujui Lauw Thay.   "Kalau begitu, biarlah aku kembali saja ke tempat penginapanku yang duluan, di mana aku telah pesan kamar ketika aku datang pada beberapa hari yang lampau."   Maka sambil beromong-omong dengan pelahan, mereka lalu berjanji akan bertemu pula di suatu tempat 482 yang mereka telah tetapkan dari di muka.   Kemudian mereka segera berpisahan buat melakukan tugas masing-masing yang bertujuan sama, yaitu untuk meringankan usaha Lie Poan Thian yang akan masuk ke Ca-kee-cung atas nama pengurus usaha pengangkutan Siang-hap Piauwkiok yang hendak "dirobohkan mereknya", dengan jalan dicuri bendera lambangnya oleh Chung-cu dari desa tersebut.   Begitulah ketika pada malam itu juga Lauw Thay kembali ke tempat penginapannya dan justru pergi ke kamar kecil dengan meninggalkan pakaiannya di muka kamar tidurnya yang pintunya tidak terkunci, ia jadi terperanjat bukan main, tatkala kembali dari kamar tersebut, akan menyaksikan pakaiannya itu telah lenyap entah kemana perginya, hingga biarpun ia menanyakan hal ini pada beberapa pelayan yang bekerja di situ, tidak seorang pun yang ketahui atau mendapat keterangan siapa pencurinya pakaian itu.   Tetapi karena mengingat bahwa ia masih mempunyai beberapa perangkat pakaian yang dititipkan di rumah penginapan tersebut, maka selanjutnya Lauw Thay tidak ambil pusing pula tentang kehilangan pakaian kotor yang tak berharga seberapa itu.   Tahu-tahu ketika di hari esoknya ia mendengar ada orang yang terbunuh, ia sama sekali tidak menyangka, bahwa orang itu ada pencuri pakaiannya, yang tatkala dapat dilihat oleh orang tua she Bie itu, lalu disangkanya bahwa dialah Lauw Thay yang dikenalinya karena pakaiannya.   Maka setelah melakukan pembunuhan, kepala pencuri yang malang itu lalu dibawanya pergi, dengan pengharapan supaya pihak yang berwajib tak dapat menyelidiki perkara pembunuhan itu.   Pada hal ia sama sekali tidak menyangka, bahwa pembunuhan itu 483 telah dilakukan terhadap pada seorang-orang yang keliru dan tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya sendiri! Lie Poan Thian yang mendengar penuturan suhengnya, dengan tak terasa lagi jadi menggebrak meja sambil berkata.   "Allah! Tidak kunyana urusan bisa berbalik jadi begitu rupa! Maka apabila orang mengatakan bahwa kejadian yang benar itu kerapkali lebih aneh dari pada dongengan, itulah sesungguhnya tidak bersalahan barang sedikitpun!"   In Liong tertawa sambil menyatakan mufakat dengan pendapat suteenya itu.   "Tetapi aku sungguh tidak bisa mengerti,"   Kata Lie Poan Thian pula.   "cara bagaimana kau telah berlaku begitu see-jie, tidak mau membanguni aku, ketika kau datang ke sini pada hari tadi pagi-pagi?"   "Itulah karena aku tahu, bahwa semalam kau telah pulang ke sini dalam keadaan lelah, habis bertempur dengan Ca Tiauw Cin,"   Sahut Hoa In Liong.   "hingga aku rasa tidak baik akan mengganggu padamu yang sedang tidur dengan nyenyak."   Poan Thian jadi heran dan lantas bertanya.   "Cara bagaimanakah kau mengetahui, bahwa aku telah pulang terlambat pada malam kemarin?"   "Karena aku telah menguntit padamu dari sebelah belakang,"   Sahut Hoa In Liong.   "berhubung aku kuatir kau akan dijebak oleh Ca Tiauw Cin dan kambratkambratnya, terutama oleh akal muslihat Hek-houw-lie Cian Cong yang terkenal likiat itu."   Tatkala Poan Thian menanyakan lebih jauh, mengapa ia tahu nama Hek-houw-lie yang menjadi gundal orang she Ca itu, Hoa In Liong lalu menerangkan, 484 bahwa nama itu telah dapat didengar dari penuturannya Lauw Thay.   "Tetapi sungguh aneh sekali,"   Ia menambahkan.   "ke mana perginya manusia busuk itu, selagi induk semangnya bertempur dengan mati-matian denganmu."   "Entah kemana perginya dia itu,"   Poan Thian berkata, sambil kemudian perintah pelayan rumah penginapan itu untuk menyediakan makanan buat dua orang.   Dan tatkala makanan yang dipesan itu telah disajikan, mereka berdua lalu duduk makan minum sambil membicarakan soal-soal yang telah lampau, antara mana, In Liong tidak lupa menanyakan kepada sang su-tee, bilamana ia akan menikah dengan nona Giok Tin yang ia dapat dengar dari penuturannya Lauw Thay.   Lebih jauh buat bisa hidup tenteram pada hari-hari yang akan datang, maka In Liong telah menganjurkan supaya Poan Thian lekas menikah, kemudian mencuci tangan dan "mundur teratur"   Dari kalangan Kang-ouw, untuk menuntut lain macam penghidupan yang lebih berarti, buat mana Poan Thian akui kebenaran nasihat suhengnya itu.   Sehabis mereka makan minum, In Liong lalu ajak Poan Thian pergi ke tempat penginapan Lauw Thay, untuk merembukkan tindakan apa yang selanjutnya perlu diambil terhadap pada Sin-tui Bie tetiron itu yang selalu mencari setori dan terutama memusuhi pada Lie Poan Thian, yang dikatakan telah membunuh muridnya yang bernama Liu Tay Hong itu.   "Jikalau urusan ini dapat disudahi dengan secara damai,"   Kata Hoa In Liong lebih jauh.   "itulah memang yang kita harapkan. Tetapi apabila cara kompromi itu 485 sukar diperoleh, rasanya tak ada jalan lain dari pada mesti menghadapi pertempuran yang terakhir untuk mendapatkan pemberesan, asalkan tindakan ini disetujui oleh Tie Hwie Taysu, yang menurut pendapatku, tidak tahu-menahu tentang adanya peristiwa ini. Tetapi belum tahu, bagaimana pendapat Su-tee?"   "Benar, benar,"   Kata Poan Thian yang seolah-olah orang yang baru sadar dari tidur yang nyenyak.   Karena, bersamaan dengan itu, ia jadi ingat pada Sin-siu-tayseng Bie Tiong Liong, yang pernah disebut-sebut namanya oleh Hok Cit di waktu bertempur pada kemarin dulu malam.   Dan setelah ia tuturkan hal ini pada In Liong, sang suheng lantas berkata.   "Nah, kalau saja memang ada kesempatan dan alasan buat kau coba bicara dengan secara baik dengan Sin-tui Bie yang sejati atau Tie Hwie Taysu, mengapakah kau tidak ambil ketika itu untuk membereskan persoalan ini selekas mungkin?"   "Ya, ya,"   Menyetujui Poan Thian.   "kalau begitu aku perlu selekasnya kembali ke kota Kim-leng dan menyampaikan kabar ini pada Tie Hwie Taysu di kelenteng Ceng-hie-koan."   Kemudian mereka lalu pergi ke tempat penginapan Lauw Thay buat merembukkan urusan ini terlebih jauh.   Y Lauw Thay yang diberitakan oleh pelayan rumah penginapan tentang kedatangannya kedua orang itu, tentu saja lekas keluar menyambut dan persilahkan mereka masuk akan duduk pasang omong di halaman kamarnya yang memang agak luas dan cocok akan 486 dijadikan kamar tamu.   Di sini, setelah berembuk beberapa lamanya, akhirnya telah diambil keputusan, akan Lauw Thay kembali ke kota Kim-leng buat membawa bendera lambang yang telah dapat diambil pulang dan sekalian melaporkan tentang kemenangan Poan Thian dalam pertempuran dengan Ca Tiauw Cin kepada Cin Kong Houw suami isteri, karena ia sendiri bersama In Liong akan berkunjung ke kelenteng Ceng-hie-koan buat coba menyelidiki tentang lelakon Sin-tui Bie tetiron itu pada Tic Hwie Taysu di sana.   Dan jikalau urusan ini sudah beres, barulah mereka akan masuk ke kota Kim-leng buat berjumpa dengan Cin Kong Houw dan yang lain-lainnya.   Lauw Thay mufakat dengan omongan itu.   Maka setelah sore itu ia menerima bendera lambang Siang-hap Piauw-kiok yang telah dicuri oleh Ca Tiauw Cin itu dari tangan Lie Poan Thian, di hari esoknya pagipagi sekali Lauw Thay lalu berangkat ke kota Kim-leng, sedangkan Poan Thian dan In Liong lalu menuju ke kelenteng Ceng-hie-koan yang terletak di luar kota tersebut.   Pada suatu hari Poan Thian dan In Liong telah sampai di sebuah dusun di luar kota Kim-leng, dimana mereka telah menunda pauw-hok mereka di suatu rumah makan yang sekalian menyewakan juga kamar pada tetamu-tetamu yang kebetulan ingin beristirahat di luar kota, kemudian mereka lalu menuju ke kelenteng Cenghie-koan buat menjumpai Tie Hwie Taysu.   Sesampainya di sana, Poan Thian lalu mengetok pintu beberapa kali, kemudian barulah kelihatan muncul seorang toosu kecil yang oleh Tie Hwie diakui sebagai cucunya Sin-kun Louw Cu Leng, hingga toosu kecil yang 487 kenali Poan Thian sebagai salah seorang tetamu yang pada beberapa waktu pernah datang berkunjung ke situ, lalu memberi hormat sambil bertanya.   "Kisu, apakah kedatanganmu ini bukannya hendak mencari guruku?"   "Ya, benar,"   Sahut yang ditanya sambil balas memberi hormat.   "Belum tahu apakah kunjungan kami ini tidak mengganggu pada Taysu di sini?"   "Oh, itulah sama sekali tidak mengganggu apa-apa, malah kedatangan tuan ini justru sangat diharapkan sekali oleh guruku,"   Kata toosu kecil itu.   "hanya sangat menyesal pada beberapa hari ini ia tidak ada di kelenteng, hingga kedatanganmu itu berarti sia-sia belaka."   "Apakah ia tidak memberitahukan padamu bilamana ia akan kembali?"   Poan Thian bertanya.   "Tidak,"   Sahut toosu kecil itu.   "ia orang tua mungkin juga akan kembali pada hari ini atau pada hari esok, tetapi ia belum pernah bepergian lebih lama dari pada lima hari." 4.31. Saudara Kembar Tie Wie Taysu "Belum tahu semenjak kapan ia keluar bepergian?"   Poan Thian bertanya pula.   "Sudah empat hari,"   Sahut yang ditanya.   "Kalau begitu,"   Kata In Liong yang campur bicara.   "baiklah kita kembali lagi di hari esok saja pada waktu begini."   Poan Thian menyatakan setuju.   Begitulah setelah minta si toosu kecil itu supaya suka manyampaikan kepada gurunya tentang kunjungan 488 mereka itu, pemuda kita lalu mengajak In Liong kembali ke rumah makan tempat mereka menginap.   Di hari esoknya pada waktu yang bersamaan, kedua orang itu kembali telah berkunjung ke kelenteng tersebut, tetapi lagi-lagi mereka telah "pulang kosong", berhubung Tie Hwie Taysu belum kembali dari bepergiannya.   Begitu juga setelah mereka pulang pergi sampai beberapa kali dan tidak juga bisa menjumpai toosu tua itu, lambat-laun mereka jadi timbul rasa curiga, kalau-kalau Tie Hwie memang sengaja menyuruh muridnya menjawab yang agak menyimpang, biarpun sebenarnya ia ada dalam kelenteng tersebut dan tidak pergi ke mana-mana.   Maka sambil berjalan pulang setelah berkunjung berkali-kali dengan tidak dapat menyampaikan maksudnya, akhirnya kedua orang itu lalu berembuk akan coba melakukan penyelidikan ke situ di waktu malam hari.   Apabila ternyata benar Tie Hwie tidak ada di dalam kelenteng, urusan itu boleh dianggap saja sebagai suatu hal yang kebetulan, tetapi apabila ia ada di kelenteng, dan sesungguhnya tidak mau bertemu dengan mereka, mereka boleh coba menanyakan dan menegur atas perbuatannya yang tidak manis itu.   "Cara ini memang bisa berakibat tidak baik dan berarti juga penanaman benih permusuhan antara kita dan dia,"   Kata Lie Poan Thian.   "Tetapi urusan meminta akan kita berbuat begitu. Apa boleh buat......"   "Asalkan kita jangan berlaku sembrono dan kurang taktis,"   Menasehati Hoa In Liong.   Poan Thian menyatakan mufakat dengan omongan itu.   489 Demikianlah sesudahnya selesai dahar dan bersedia apa yang perlu untuk melakukan pengintipan menurut rencana yang mereka atur tadi, maka pada malam itu juga Poan Thian dan In Liong lalu menuju ke kelenteng Ceng-hie-koan dengan masing-masing mengenakan pakaian yang ringkas untuk berjalan di waktu malam hari.   Sesampainya di muka kelenteng tersebut, kembali mereka berunding dari arah mana mereka akan memasuki kelenteng itu.   Tetapi In Liong yang selalu bisa berlaku hati-hati, mendadak dapat pikiran lain yang segera dinyatakan pada adik seperguruannya itu.   "Cara ini baiklah kita jangan lakukan dahulu,"   Katanya.   "Aku di sini ada suatu cara yang akan dapat melancarkan penyelidikan kita ini dengan tidak mesti mengalami risiko begitu besar sebagaimana apa yang kita pikirkan pada siang hari tadi."   "Cobalah tuturkan tindakan apa yang hendak kau lakukan itu,"   Meminta Lie Poan Thian.   "Jikalau kita melakukan penyelidikan ini dengan berduaan,"   Kata Hoa In Liong.   "niscaya kita akan terlibat berduaan pula, apabila urusan sampai tak dapat diselesaikan dengan secara damai. Maka dari itu, apakah tidak baik kalau aku saja yang melakukan pekerjaan ini, sedangkan kau boleh menunggu dahulu akan melihat hasil-hasil dari pekerjaan yang akan datang itu?"   "Ya, jikalau dipandang sepintas lalu, tindakanmu itu memang ada benarnya juga. Tetapi oleh karena mengingat yang kau belum pernah kenal atau melihat romannya Tie Hwie Taysu, apakah urusan ini tidak akan jadi gagal apabila nanti kau berjumpa dengan seorang yang romannya bersamaan dengan toosu tua itu?"   Poan Thian berkata dengan rupa yang menyatakan keragu490 raguannya.   "Justru karena aku tidak kenal padanya,"   Kata In Liong.   "maka kukira segala perbuatanku itu masih mudah akan diperbaikinya, apabila nanti aku berbuat kekeliruan, sedangkan jikalau itu diperbuat olehmu yang memang kenal padanya, niscaya urusan bisa berubah menjadi permusuhan, yang kukuatirkan, tidak mungkin disudahi tanpa ada salah seorang yang "keluar"   Dari situ dalam keadaan utuh. Apakah barangkali Su-tee tidak memikirkan sampai di situ?"   Poan Thian berdiam sejurus, kemudian ia berkata.   "Ya, sudahlah. Sekarang kita atur begini saja. Kau sendiri mengintip dan mendengari dari atas wuwungan kelenteng tentang ada tidaknya Tie Hwie di dalam kelenteng ini, sedangkan aku di luar akan coba mengetok pintu buat menanyakan pada toosu kecil yang kita biasa ketemukan itu. Jikalau Tie Hwie telah kembali, aku boleh lantas pergi menjumpainya, jikalau ia belum kembali, kita boleh lantas lanjutkan penyelidikan ini. Kita harus berlaku sangat hati-hati dalam melakukan pekerjaan ini, karena Tie Hwie itu bukan seorang yang boleh dipersamakan dengan segala orang yang pernah berkeliaran di kalangan Kang-ouw."   "Ya, ya, begitupun boleh,"   Sahut Hoa In Liong.   "Tetapi aku masih ada sepatah dua patah omongan yang hendak kusampaikan kepadamu.   "Jikalau Tie Hwie ternyata ada di kelenteng ini dan kau pergi menjumpainya, aku di atas wuwungan tidak akan lekas turun buat mengunjukkan rupa, apabila aku melihat atau mendengar yang agak tidak baik. Tetapi jikalau ia ternyata bermaksud baik terhadap kita berdua, aku nanti berpura-pura mengetok pintu akan mencari 491 padamu, sambil mengatakan yang aku tidak mendapat cari padamu di tempat penginapanmu, tetapi akhirnya lantas datang mencarimu di sini, setelah mendapat keterangan dari "pelayan"   Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya Hong San Khek di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Rumah penginapan."   "Ya, ya, caramu itu aku sangat mufakat,"   Kata Lie Poan Thian yang lalu menghampiri ke muka kelenteng Ceng-hie-koan buat mengetok pintu.   Sedangkan In Liong setelah menoleh ke kiri kanan, lalu menggunakan siasat Hui-yan-ciong-thian, ia tendangkan, kakinya ke tanah dan terus melayang ke atas wuwungan kelenteng, dari mana ia berjalan dengan indap-indap untuk mencari tahu di bagian mana yang terdengar ada suara manusia.   Sementara Lie Poan Thian sesudah mengetok pintu beberapa kali, kemudian melihat toosu kecil itu membuka pintu sambil berkata.   "Oh, nyatalah Siecu yang telah mengetok pintu. Guruku sekarang sudah kembali."   "O Mi To Hud!"   Toan Thian berkata di dalam hatinya.   "Beruntung aku tidak mengambil tindakan dengan secara semberono!"   "Harap supaya kau sudi memberitahukan pada Losuhu tentang kedatanganku ini,"   Kata pemuda kita dengan paras muka berseri-seri. Tatkala toosu kecil itu berlalu tidak berapa lama. Poan Thian telah menampak Tie Hwie sendiri keluar menyambut dengan sikap yang manis dan ramah-tamah. ,,Selamat sore, Lie Siecu,"   Kata toosu tua itu.   "Selamat sore, Lo-suhu,"   Kata Lie Poan Thian sambil memberi hormat.   "Aku harap saja kedatanganku ini tidak mengganggu kepadamu."   "Oh, itulah sama sekali tidak,"   Sahut Tie Hwie Taysu.   492 "Marilah kita duduk beromong-omong di dalam kelenteng.   Hwat Lok telah melaporkan padaku tadi, bahwa Siecu telah beberapa kali datang ke sini mencari aku, tetapi selalu tidak bisa bertemu saja, berhubung aku belum pulang.   Kemanakah kawanmu yang pernah disebutkan oleh Hwat Lok itu?"   Mendengar pertanyaan itu, hati pemuda kita jadi agak terkejut, tetapi kesediaannya dalam hal menghadapi soal-soal yang agak kesusu, telah membikin ia sadar dan segera menjawab.   "Sahabatku hari ini tidak datang ke tempat penginapanku, maka aku telah berkunjung ke sini dengan hanya seorang diri saja."   "Marilah kita masuk,"   Mengajak toosu tua itu.   Poan Thian menurut dengan sikap yang agak see-jie.   Tatkala tuan rumah dan tetamu telah duduk bersamasama, toosu kecil Hwat Lok lalu datang membawa air teh dan bebuahan kering.   Tie Hwie Taysu yang dari setadian memperhatikan pada pemuda kita lalu mulai bertanya.   "Aku lihat Siecu tampak sibuk benar pada petang hari ini. Ada urusan apakah yang perlu diurus olehmu?"   Bertanya Tie Hwie yang dari setadian memperhatikan Poan Thian yang mengenakan pakaian untuk berjalan di waktu malam itu.   Poan Thian kembali jadi terperanjat, ketika mendengar pertanyaan sang toosu yang agak mendadak itu.   Tetapi ketika baru saja ia hendak menjawab, mendadak di atas wuwungan kelenteng terdengar suara orang yang bertempur sambil mengeluarkan kata-kata yang mengutuk dan bersifat penasaran.   "Kalau tidak kau tentulah aku!"   Teriak satu suara yang 493 telah membikin Tie Hwie Taysu kelihatan jadi terperanjat.   "Di atas ada orang yang bertempur,"   Kata sang toosu yang lalu berbangkit dengan diikuti oleh pemuda kita.   "Marilah kita coba tengok."   Bagaikan seekor burung kepinis, toosu itu lalu melayang ke atas wuwungan rumah dengan diikuti oleh Lie Poan Thian.   Di sana, di bawah sinar bulan sabit yang mulai mengintip dari cela-cela awan yang bergerak-gerak oleh silirannya angin malam, mereka menampak dua orang tengah bertempur dengan menggunakan barang tajam.   Salah seorang antaranya, Poan Thian kenali sebagai kakaknya seperguruan Hoa In Liong, tetapi yang lainnya ia tidak kenal siapa.   Ah, itulah si tua bangka Tiong Liong yang datang membikin ribut di sini!"   Kata Tie Hwie Taysu yang segera masuk ke dalam kalangan pertempuran, untuk memisahkan mereka berdua dengan menggunakan ilmu Khong-siu-jip-pek-jim.   "Berhenti!"   Ia membentak pada salah seorang yang dikatakan bernama "Tiong Liong"   Itu. Tiong Liong apa boleh buat berlompat ke suatu pinggiran dengan sikap yang masih sangat penasaran. Kemudian Poan Thian buru-buru menghampiri Hoa In Liong sambil berpura-pura menanyakan.   "Suheng, cara bagaimanakah kau bisa berada di sini?"   "Hal ini akan kau ketahui nanti,"   Kata Hoa In Liong dengan cepat. Setelah berkata begitu, diapun lantas maju memberi hormat pada Tie Hwie Taysu sambil menghaturkan maaf 494 atas keributan yang telah diterbitkannya tadi.   "Kamu sekalian marilah mengikut padaku ke dalam kelenteng,"   Kata Tie Hwie Taysu setelah balas pemberian hormat Hoa In Liong.   Begitulah keempat orang itu lalu dengan berturutturut melompat turun dari atas wuwungan rumah dan masuk ke halaman kelenteng dalam suasana yang masih agak "panas".   Di situ semua orang lalu dipersilahkan duduk dan disuguhkan air teh dan buah-buahan kering oleh Tie Hwie Taysu.   Mula-mula toosu itu perkenalkan kepada Poan Thian dan In Liong, bahwa orang yang bernama Tiong Liong ini, yang ternyata mempunyai roman yang hampir mirip dengan Tie Hwie sendiri, adalah adiknya sekandung yang bernama Bie Tiong Liong, yang di kalangan Kangouw terkenal dengan gelaran Sin-siu-tay-seng atau Nabi yang bertangan sakti, berhubung ia dapat "bergerak"   Dengan amat sebat dan gesit dengan "menggunakan"   Kedua tangannya.   Dan setelah itu, barulah ia menanyakan pada adiknya sendiri, karena apa ia telah datang membikin ribut ke tempat kediamannya pada waktu malam hari beritu? Sin-siu-tay-seng Bie Tiong Liong tinggal bungkem dan saban-saban melirik pada ketiga orang itu dengan sorot mata mengandung kebencian.   "Beritahukanlah padaku sebab-musabab dari pada pertempuran ini,"   Berkata Tie Hwie pula, yang sekarang mengunjukkan dengan nyata sikapnya yang kurang senang pada saat itu.   "Segala urusan jikalau masih boleh didamaikan, mengapakah orang mesti berlaku begitu goblok akan coba saling mencelakai pada satu sama 495 lain? "Aku bukan hendak campur tangan dalam urusan orang lain. Tetapi sebagai seorang yang ingin melihat segala sesuatu berlangsung dalam suasana damai, kukira tidak buruknya jikalau aku dapat membantu akan perlaksanaan yang menuju ke arah perdamaian itu. Oleh sebab itu, aku minta dengan baik supaya kau suka memberitahukan padaku sebab-musabab dari perselisihanmu dengan kedua tuan ini, agar supaya aku ketahui bagaimana selanjutnya aku harus bertindak."   "Ya, tetapi hal itu toh tidak ada sangkut pautnya dengan urusanmu,"   Selak Bie Tiong Liong.   "Perlu apakah kau mesti menanyakan hal itu kepadaku dengan secara melit? Sekarang paling betul kau boleh ke sampingkan urusan itu. Dan jikalau kau masih mengaku saudara kepadaku, aku ingin supaya kau memilih satu antara dua jalan dengan secara tegas. Apakah kau menyatakan suka memilih pihakku atau pihak kedua orang ini?"   "Aku sungguh tidak bisa mengerti,"   Kata Tie Hwie Taysu.   "cara bagaimana aku harus memihak ke sana sini, apabila dalam hal ini aku tidak tahu terang kemana juntrungannya. Cobalah kau tuturkan dahulu sebabmusabab dari perselisihan ini, agar supaya aku bisa menimbang dengan secara bijaksana, pihak mana yang harus disalahkan dan pihak mana yang harus dibenarkan."   Tetapi Bie Tiong Liong tampak semakin kurang senang mendengar pertanyaan itu.   Entahlah apa ia merasa bahwa dirinya bersalah dan ingin dieloni atau menganggap Tie Hwie selalu berpihak pada orang lain karena ia tidak suka dikatakan berlaku berat sebelah 496 dengan hanya memihak pada saudaranya sendiri.   Maka setelah berdiam sejurus lamanya, Tiong Liong lalu berkata dengan suara menyindir.   "Aku tahu,"   Katanya.   "bahwa segala sesuatu yang termasuk dalam pertimbanganmu, hampir selalu membenarkan pada pihak orang lain dari pada pihak saudara sendiri. Oleh sebab itu, apakah perlunya aku memberitahukan urusanku, kalau saja kesudahannya akan jatuh di pihakku juga yang bersalah?"   Toosu tua itu jadi menghela napas ketika mendengar pembicaraan Tiong Liong yang mengandung sindiran itu, hingga semakin lama ia kelihatan jadi semakin jengkel dan segan akan menanyakan apa-apa pula kepada saudaranya yang memang ia kenal baik sangat keras kepala itu.   "Ji-wie Siecu,"   Akhir-akhirnya ia berkata pada Lie Poan Thian dan Hoa In Liong.   "maafkanlah padaku, apabila dalam hal ini tak berkuasa aku mengambil jalan damai sebagaimana mestinya.   "Maka untuk selanjutnya mengetahui sebab-musabah dari pada perselisihanmu dengan saudaraku ini, sudikah kiranya tuan memberitahukan kepadaku asal-usul peristiwa celaka itu?"   Sementara Lie Poan Thian yang merasa bahwa pokok persoalan itu telah dimulai dari pengalamannya sendiri, lalu mulai menerangkan pada Tie Hwie Taysu, semenjak ia diganggu dan ditantang di kelenteng tua oleh seseorang yang mengaku bernama .,Sin-tui Bie", sehingga kemudian ia datang ke kelenteng Ceng-hiekoan buat pertama kalinya dengan diantar oleh Ciu Kong Houw, untuk menanyakan keterangan-keterangan lebih jauh pada Tie Hwie Taysu, pada waktu mana ia tidak mengetahui, bahwa Tiong Liong itu adalah saudara 497 kandungnya, yang dengan secara tidak sah telah menggunakan nama sang kakak itu.   Kemudian ia telah ke sampingkan dan hampir melupakan soal-soal yang tidak enak itu, ketika mendadak Tiong Liong telah muncul pula dan kembali datang mencari setori, hingga setelah merasa bahwa urusan ini tidak boleh dibiarkan dan mungkin juga ada sangkut-pautnya dengan sang toosu, maka ia jadi mengambil keberanian akan menanyakan hal ini pada Tie Hwie, dengan dikawani oleh kakaknya seperguruan yang sekarang datang bersama-sama ke kelenteng Ceng-hie-koan di situ.   Demikianlah singkatnya pengaduan yang diajukan oleh pemuda kita pada toosu tua itu.   telah Tiong Liong yang mendengar pengaduan Lie Poan Thian di hadapan Tie Hwie alias Sin-tui Bie yang memang bukan lain dari pada saudaranya sendiri, sudah barang tentu jadi sangat mendongkol dan lalu berkata dengan suara keras.   "Poan Thian, aku sungguh merasa amat menyesal tidak lantas bunuh saja padamu, ketika aku menjumpai kau bersendirian di kelenteng tua itu, hingga aku sama sekali tidak menyangka bahwa urusan akan menjadi begitu ruwet seperti hari ini!"   "Tetapi kau harus jangan lupa,"   Begitulah Tie Hwie telah mencampuri bicara.   "bahwa cara itu adalah suatu perbuatan pengecut yang tiada taranya!"   Sin-siu-tay-seng Bie Tiong Liong jadi sengit mendengar kecaman kakaknya, yang dianggapnya seolah-olah mengeloni pada pihak musuh.   "Sekarang telah jelaslah, bahwa kau telah memihak pada orang yang menjadi musuh besarku!"   Katanya.   "Ia telah membunuh muridku, kemudian telah menghinakan 498 nama baikku. Apakah perbuatan itu boleh dibiarkan dengan tidak segera diambil tindakan keras atau diberantas sebagaimana mestinya? Tampaknya kau selalu lebih senang membenarkan pihak orang lain dari pada memihak saudara sendiri!"   "Kau jangan salah paham,"   Kata Tie Hwie Taysu.   "Pendek, aku tidak perduli siapa, kalau dia benar, walaupun kau mau putar balik bagaimana juga, dia tetap benar. Bukan sebab kau ada saudaraku. sehingga segala perbuatanmu meski yang bagaimana sesat juga lantas harus dibenarkan olehku. Kau sendiri telah memakai namaku dengan tiada seijinku, itu saja sudah menjadi suatu kesalahan besar yang tidak boleh dimaafkan, dan bukan karena kau ada saudaraku, hingga kau boleh punya suka membawa-bawa namaku yang sudah "dipendam"   Dan tidak campur lagi di kalangan Kang-ouw untuk "dipamerkan"   Pula di antara khalayak ramai! Telah beberapa hari lamanya aku berkeliaran mencarimu, karena aku mendengar orang di luaran menceritakan tentang munculnya kembali Sin-tui Bie di kalangan Kang-ouw.   Kau sendiri yang mempergunakan nama itu, boleh enak-enakan "mengadu biru"   Kian kemari, tetapi aku sendirilah yang harus tanggung risikonya yang paling besar.   "Eh, eh, heran benar. Sin-tui Bie yang sudah menjadi seorang toosu, mendadak sontak "mengamen"   Pula di kalangan Kang-ouw!"   Begitulah orang nanti bisik-bisik di sana sini.   Apakah itu kau anggap suatu reklame baik bagi diriku? "Pikirlah dahulu masak-masak pada sebelum kau berbuat apa-apa.   Bagaimana akibatnya bagi dirimu, dan terutama bagaimana akibatnya pula terhadap orang yang namanya kau "bawa mengamen"   Cuma karena akan 499 dapat melampiaskan napsu amarah dengan jalan mengadu dombakan diriku pada Lie Siecu ini, sedangkan kau sendiri yang tersangkut mau enak-enakan mencuci tangan. meminjam nama orang buat keuntungan diri sendiri.   "Itulah rupanya maksud yang terutama mengapa kau telah mengganggu pada Lie Siecu dengan mempergunakan namaku sebagai "benderanya". Apa bukan begitu, orang tua yang baik hati?"   Sambil menyindir, Tie Hwie Taysu melirik adik kandungnya Sin-siu-tay-seng Bie Tiong Liong jadi semakin tidak enak hatinya mendengar "semprotan-semprotan"   Kakaknya yang begitu pedas. Dengan cepat ia bangun berdiri sambil menepok dada dan berkata.   "Hm! Setelah kau berpihak pada musuhku, sekarang kembali kau menghinakan aku, apakah itu bukan berarti bahwa persaudaraan kita terputus sampai di sini?"   Poan Thian dan In Liong yang merasa tidak enak tinggal menonton saja, lalu merekapun coba campur bicara, tetapi mereka telah dibentak oleh Bie Tiong Liong yang mengatakan.   "Persetan dengan kamu berdua! Inilah bukan urusanmu, dimana kau boleh teturutan membuka bacot!"   Wajah kedua orang muda itu jadi merah jengah, menyesal dan mendongkol tercampur aduk dalam hati mereka.   Apabila mereka bukan berada di Ceng-hie-koan dan di hadapannya Tie Hwie Taysu, niscaya salah seorang antara mereka sudah turun tangan buat memberikan 500 hajaran pada orang tua yang kurang "penerima"   Itu. Tetapi Tie Hwie Taysu yang terlebih siang telah dapat membaca perasaan kedua tetamunya, dengan lantas ia menuding pada Tiong Liong sambil membentak.   "Dasar manusia tidak berbudi! Ji-wie Siecu ini bukan takut padamu, hanyalah karena mereka mengindahkan kepadaku, maka mereka apa boleh buat tinggal bersabar dan tidak mengunjukkan aksi apa-apa yang dapat memperhebat ketegangan ini.   "Maka apabila kau tetap berkeras kepala tidak sudi diperlakukan dengan baik oleh orang lain, apakah barangkali kau kepingin supaya peristiwa ini diakhiri dengan suatu pertempuran yang menentukan pihak mana yang lebih unggul atau rendah? "Cobalah kau terangkan dengan secara terbuka di hadapanku, supaya selanjutnya aku ketahui cara bagaimana aku dapat bantu membereskan soal-soal yang tentunya akan terus meruncing bagi kedua pihak, apabila salah satu pihak belum ada yang suka mengalah untuk menyudahi perselisihan ini!"   Lic Poan Thian yang tadinya berniat akan menjudahi saja peristiwa itu untuk mencegah perpecahan persaudaraan antara Tie Hwie dan Tiong Liong, sekarang jadi berbalik "sebal"   Dan tinggal menantikan saja bagaimana jawabannya sang lawan itu.   "Aku telah mengambil keputusan buat menentukan siapa di antara kita yang lebih unggul atau rendah!"   Kata Bie Tiong Liong dengan suara kaku.   "Kalau begitu,"   Kata sang toosu sambil menghela nanas"   Aku tak berdaya buat mencegah keruntuhan salah satu pihak yang mengancam di depan mata! Ya, apa boleh buat." 501 Kemudian ia menoleh pada Bie Tiong Liong sambil berkata.   "Jikalau ternyata kau rela akan membela muridmu yang telah kuketahui bukan seorang baik, itulah tinggal terserah atas pertimbanganmu sendiri. Karena biarpun aku selalu berikhtiar buat coba mencegah perselisihan ini, ternyata masih juga kau berkeras kepala tidak mau mendengari nasihat-nasihatku yang baik itu......"   "Kau sendiri berpihak pada musuhku,"   Tiong Liong memotong pembicaraan kakaknya dengan wajah kemerah-merahan karena gusar.   "buat apakah mesti dibicarakan tentang kebaikanmu, yang hanya berarti baik bagi pihak musuh dan tidak baik bagi diriku sendiri?"   Mendengar kata-kata yang diucapkan oleh adiknya itu, Tie Hwie jadi kelihatan semakin mendongkol.   "Jadi dengan perkataan lain,"   Katanya pada akhirakhirnya.   "kau ingini supaya peristiwa ini dilanjutkan dengan suatu pertempuran yang menentukan? Aku ulangi perkataanmu ini. agar supaya selanjutnya kau jangan menyesal, apabila kau sendiri yang akan mengalami apa-apa yang tidak enak nanti."   Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya Hong San Khek di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Segala risiko akan kutanggung sendiri dan tidak akan minta pertolongan pada siapapun juga!"    Perintah Maut Karya Buyung Hok Pedang Karat Pena Beraksara Karya Tjan ID Seruling Gading Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini