Kaki Sakti Menggemparkan Dunia 10
Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya Hong San Khek Bagian 10
Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya dari Hong San Khek "Tahu-tahu ketika pada suatu hari ada salah seorang sahabatnya In Tiong yang berkunjung ke Po-to-sie, barulah diketahui, bahwa Wie Hui itu sekarang telah menjadi seorang penjahat yang namanya mulai dikenal oleh pihak yang berwajib, tetapi sampai sebegitu jauh belum ada seorang pun yang mampu membekuk murid yang sesat itu. "In Cong yang mendengar kabar itu sudah tentu saja tak berbeda dengan seorang yang mendadak mendengar suara guntur di hari terang, dan ia marah bukan main pada Wie Hui, yang dianggapnya telah berkhianat kepadanya dan merusak nama baik perguruan ilmu silat cabang Siauw-lim yang terbesar di seluruh Tiongkok. "Barang siapa yang mengkhianat atau menodakan nama baik rumah perguruannya," Kata paderi tua itu. "ia harus dihukum dengan jalan membunuh diri atau dibunuh dengan secara kekerasan!" "Demikianlah menurut kata salah seorang muridku, tatkala aku perintah ia membawa surat ke sana untuk memperingati pada In Cong, agar supaya murid yang begitu jahat bisa lekas dibasmi pada sebelum keburu ia melakukan lebih banyak kejahatan yang membikin namanya cabang Siauw-lim jadi semakin "jatuh" Di matanya khalayak ramai. 301 "Akhir-akhirnya karena In Cong sendiri tak mempunyai murid lain yang ilmu kepandaiannya lebih tinggi daripada Wie Hui, maka ia telah minta supaya aku di sini pun turut mengikhtiarkan akan mencari salah seorang atau beberapa orang saja yang bisa dimintakan bantuannya untuk membasmi muridnya yang telah berkhianat itu, asalkan permintaan itu diajukan kepada orang-orang dari golongan kita juga. "Maka waktu aku menyaksikan ilmu kepandaianmu yang begitu bagus dan aku percaya tak ada di bawah daripada Wie Hui, aku jadi ingat pada pesanan In Cong pada beberapa bulan yang lampau itu. Hanya belum tahu apakah kau bersedia akan bantu melaksanakan usaha orang tua itu, yang mengalami peristiwa tidak enak dan mungkin juga karena ini akan kejadian hilang muka dan "turun merek" Dalam pandangan saudara-saudara dan saudari-saudari kaum lain di kalangan Kang-ouw?" Poan Thian yang memang berhati tabah dan tidak suka mendengar segala perbuatan yang melanggar tatatertib dan kesusilaan umum, dengan lantas menyatakan kesediaannya untuk membantu, sehingga Wie Hui dapat dibasmi dan nama baiknya In Cong Sian-su terbebas pada tuduhan orang banyak sebagai seorang guru yang tak mampu mengajar murid. "Aku sendiri sebetulnya hendak pergi ke Tiong-ciu untuk memberitahukan kepada kakakku di sana tentang pernikahanku yang akan dilakukan sekembalinya aku dari sana," Kata pemuda kita. "Tetapi karena mengingat bahwa itu hanya bersangkutan dengan suatu perkara perseorangan saja yang masih boleh ditunda, maka aku pikir urusan ini akan kudahulukan penyelesaiannya, selagi perbuatannya Wie Hui belum seberapa menghebat. Karena jikalau ia telah 302 memperoleh banyak kawan yang turut serta dalam "perjoangannya", mungkin juga aku seorang tidak cukup untuk membasmi kejahatannya manusia busuk itu sehingga tercabut sampai ke akar-akarnya. Hanya belum tahu sekarang Su-kouw hendak atur bagaimana tentang penyelesaiannya urusan ini?" "Buat itu," Kata Beng Sim Suthay dengan paras muka yang berseri-seri. "sudah tentu saja kau harus berangkat ke Po-to-sie untuk merembukkan hal ini dengan In Cong Lo-siansu di sana." Poan Thian mengangguk-anggukkan kepalanya beberapa kali, kemudian dengan suara perlahan ia berkata. "Su-kouw, aku ada suatu hal yang hendak minta bantuanmu di seketika ini juga." "Ya, itu sudah tentu saja boleh sekali," Kata nikouw tua itu. "Cobalah kau terangkan, bantuan apa yang hendak kau minta dari aku." Poan Thian lalu tuturkan riwayatnya Kong Houw dan Bu Liu Sian, yang kedua-duanya pernah ia tolong untuk melaksanakan pekerjaan masing-masing dalam hal menuntut balas terhadap musuh-musuh mereka. Maka setelah maksud masing-masing telah tercapai, apakah tidak baik kalau diusulkan supaya mereka menikah saja, agar supaya dengan begitu, perhubungan mereka jadi lebih erat dan bisa hidup terus sehingga selama-lamanya?" "Ya, ya, benar," Beng Sim Suthay menyetujui. "Itu aku sangat mufakat. Apakah hanya dalam hal ini saja yang hendak kau minta bantuanku?" Poan Thian membenarkan omongan itu. 303 "Urusan itu tidak sukar," Kata nikouw tua itu sambil tersenyum. "Nanti besok aku sampaikan urusan ini kepada mereka berdua. Aku percaya mereka tentu suka menurut. Karena dengan hidup saling berkumpul setelah mengalami kesukaran bersama-sama, sudah tentu saja ada lebih baik daripada tercerai-berai di luaran dengan masing-masing tak mempunyai tujuan yang tertentu, bukan?" Poan Thian tersenyum dan mengucapkan terima kasih atas bantuannya Beng Sim yang baik budi itu. Y Sekembalinya dari perkunjungan dan turut berlatih ilmu silat di hadapan Su-kouwnya, Poan Thian segera kembali ke kamarnya untuk masuk tidur. Akan tetapi tidak langsungnya ia masuk ke kamar itu, berhubung dari sebelah luar ia mendengar Liu Sian dan Kong Houw yang luka-lukanya sudah hampir sembuh tengah pasang omong dengan suara perlahan-lahan. "Itulah sebabnya mengapa aku telah bersembunyi di kelenteng Leng-coan-sie," Si nona terdengar berbicara, sambil dibarengi dengan suara elahan napas. "tetapi sungguh tidak kunyana, karena adanya aku di situ, lalu timbullah lelakon "Hantu Putih" Yang telah menggemparkan khalayak ramai, sehingga akhirnya aku telah beruntung bisa bertemu dengan kau dan Lie Congsu. Jikalau aku tidak bertemu dengan Lie Cong- su dan kau berdua, belum tahu sampai kapan musuh- musuhku itu bisa terbalas. Oleh karena itu, apakah salahnya jikalau aku menjunjung begitu tinggi atas pertolongan dan bantuan-bantuan kamu berdua itu?" Kong Houw kedengaran tertawa. 304 "Hanya belum tahu setelah kita saling berpisahan nanti," Katanya. "sampai kapankah kita akan bisa berjumpa pula?" Kata-kata yang kedengaran agak romantis itu, bikin Poan Thian yang berada di luar jadi semakin asyik mendengarinya. Ia saban-saban kelihatan tersenyum sendiri. Ia sangat kepingin tahu, jawaban apa yang hendak diberikan si nona itu. "Setelah kemudian kita saling berpisahan," Sahut Liu Sian dengan suara yang kurang nyata. "ada kemungkinan kita tak akan berjumpa pula." Pemuda kita jadi terharu mendengar omongan si nona itu. "Itu tidak bisa jadi," Kata Kong Houw. "Biarpun kita berada dimana juga, kalau kita masih ada umur, tentulah kita akan bisa saling bertemu. Hanya belum tahu nona Bu berumah di bagian mana dari kota Ham-yang?" Liu Sian bungkam. Tetapi elahan napasnya bisa terdengar dengan tegas dalam keadaan yang sesunyi itu. "Aku..... tidak punya rumah tangga lagi," Tiba-tiba ia menjawab. "Karena apa yang ada..... semua telah disita oleh jahanam she An yang kita telah bunuh itu. Dari itu, aku sekarang hidup sebatang kara....." Setelah berkata sampai di situ, Liu Sian tak tertahan pula terdengar menangis dengan suara perlahan. Poan Thian jadi menghela napas dan turut berduka atas nasib si nona yang malang itu. Kong Houw yang rupanya jadi "kesima" Dengan kelakuan si nona, mula-mula tidak terdengar berbicara apa-apa, tetapi kemudian lantas menghibur sambil berkata. "Nona Bu, segala sesuatu yang telah terjadi, 305 sudah tentu kita sesalkan pun tak ada gunanya pula. Maka apa yang sekarang paling perlu kita pikirkan, adalah berikhtiar untuk penghidupan kita yang bakal datang. Aku telah lama memikirkan dan berniat akan membuka sebuah piauw-kiok. Kau dan aku adalah orang-orang yang boleh dikatakan hampir senasib, hanya persoalannya saja yang agak berbedaan. Juga, seperti apa yang telah dialami olehmu sendiri, akupun beruntung telah mendapat bantuan dan pertolongannya Lie Lauw-hia, kalau tidak, belum tahu bagaimana jadinya dengan diriku sekarang. Bisa jadi juga aku sudah mati dibuang ke tempat yang jauh. Aku pikir, jikalau maksudku buat membuka piauw- kiok itu kesampaian, apakah tidak baik jikalau..... jikalau kau juga turut dalam usahaku itu?" "............................... ." Akhir-akhirnya Poan Thian yang tidak sabar lagi mendengari pembicaraan mereka di luar kamar, lalu berjalan masuk dan turut menimbrung. "Mufakat, mufakat! Cara kerja sama itu memanglah ada suatu jalan yang paling baik untuk mempererat perhubungan kita," Katanya sambil tersenyum. "Aku bantu doakan, agar supaya cita-cita itu bisa lekas kesampaian." Kong Houw tertawa, yang juga diturut oleh Liu Sian sambil menyusut airmatanya. "Dan jikalau piauw-kiok itu bisa kejadian dibuka," Poan Thian menambahkan. "aku pujikan supaya diberi bernama ,,Siang-hap Piauwkiok" Atau "Piauw-kiok Dua Sejoli"! Tetapi belum tahu apakah kamu setuju dengan nama pemberianku itu?" Kedua orang itu jadi bungkem sejurus. Karena dalam kata penolong mereka itu seakan-akan menyelip 306 "maksud" Sesuatu yang agak samar tetapi mudah dimengerti. Selanjutnya karena urusan Kong Houw hendak membuka piauw-kiok telah tidak dilanjutkan pula, maka ketiga orang itupun lalu pergi masuk tidur. Di hari esoknya pagi-pagi sehabis dahar nasi, ketika Poan Thian pergi memeriksa kuda mereka di belakang kelenteng, Beng Sim Suthay telah datang menyambangi Kong Houw yang luka-lukanya sudah hampir sembuh. Di situ, setelah duduk mengobrol beberapa saat lamanya, ni-kouw itu lalu mulai mengulangi penuturannya Lie Poan Thian tentang dirinya (Kong Houw) dan Si nona itu, yang dikatakan betapa baiknya apabila mereka bisa terangkap menjadi suami-isteri. Karena disamping keperluan Kong Houw sehari-hari bisa ada orang yang bantu urus, juga si nona yang sekarang hidup sebatang kara bisa mempunyai pelindung yang boleh dipercaya dan telah saling mengenal dengan baik tabeat masing-masing pada beberapa waktu itu. Sementara Kong Houw dan Liu Sian yang mendengar omongan ni-kouw tua itu, mereka pun jadi teringat akan omongan Poan Thian yang telah diucapkan kemarin di hadapan mereka dengan secara memain. Maka setelah sekarang mereka mendapat juga anjuran dari Beng Sim Suthay, yang baik hati itu, sudah tentu saja mereka pun suka menurut dan berjanji akan melaksanakan pengharapan Poan Thian dan nikouw tua itu, lebih-lebih karena mereka memang "ada hati" Satu sama lain selama mereka menumpang tinggal di kelenteng Giok-hun-am itu. 307 Tetapi karena mereka berdua tak mempunyai sanak saudara, maka Beng Sim kembali menganjurkan kepada mereka, supaya upacara pernikahan itupun diadakan saja di kelenteng tersebut, dengan semua keperluankeperluannya diatur serba sederhana oleh ia sendiri dan Poan Thian berdua. Kong Houw dan Liu Sian yang mendengar omongan itu, dengan girang lekas menjura di hadapan Beng Sim Suthay, sambil menyampaikan rasa terima kasih mereka. Demikian juga ketika melihat Poan Thian kembali memeriksa kuda, merekapun lalu menyambut dan mengucap terima kasih, atas perantaraan si pemuda yang telah bantu mengikat perjodohan mereka, dengan melalui usaha yang telah disampaikan oleh Beng Sim Suthay tadi. Sedang Poan Thian yang melihat maksudnya yang hendak merangkapkan perjodohan Kong Houw dan Liu Sian telah berhasil sebagaimana apa yang diharapnya, sudah tentu saja iapun menyatakan turut bergirang, maka selanjutnya dengan suara separuh memain ia bantu berdoa, supaya dengan perangkapan jodoh ini. "Siang-hap Piauwkiok" Yang dicita-citakannya pun bisa lekas dibuka. Karena dengan begitu, sewaktu-waktu ia bisa "numpang berhenti", apabila ia kebetulan sempat atau melewat ke tempat kediaman mereka berdua. Sebaliknya Kong Houw dan Liu Sian yang telah menerima budi bukan kecil dari pemuda kita, mengharap juga akan lekas ikut minum arak kemantin yang akan diadakan di rumah keluarga Na, dimana pun akan dirayakan pernikahan antara Poan Thian sendiri dan nona Giok Tin. Maka setelah Kong Houw dan Liu Sian menikah dan menuju ke selatan untuk melaksanakan cita-cita mereka 308 akan membuka sebuah piauw-kiok, Poan Thian pun dengan membawa surat dari Beng Sim Suthay lalu menuju ke propinsi Ciat-kang, dari mana ia telah diperintah akan berangkat ke kelenteng Po- to-sie, untuk membantu usaha In Cong Sian-su yang telah dikhianati oleh seorang muridnya yang bernama Wie Hui itu. Oleh karena kuda-kuda yang ada telah diberikan pada Kong Houw suami-isteri, maka ia sendiri terpaksa melanjutkan perjalanannya ke Po-to-sie dengan berjalan kaki. Y Pada suatu hari sesampainya di desa Sam-li-tun, yang terletak beberapa puluh lie jauhnya di sebelah utara dari kota Hang-ciu, Poan Thian telah dibikin tertarik oleh orang banyak yang berkumpul di muka sebuah kelenteng Touw-tee-bio, sambil sebentar-sebentar bertampik sorak riuh dan berseru. "Ho bugee! Ho bugee! Itulah sesungguhnya permainan silat yang bagus sekali!" Mula-mula ia menyangka di situ ada seorang penjual silat keliling yang sedang mempertunjukkan ilmu kepandaiannya. Tetapi ketika mendapat keterangan tentang adanya pertandingan antara dua orang ahli silat yang penduduk situ belum pernah kenal, Poan Thian jadi semakin tertarik dan lalu turut menonton dengan jalan naik ke atas gunung-gunungan tanah yang terdapat di muka bio tersebut. Dari situ ketika Poan Thian memandang sekian lamanya, mendadak ia kenali, bahwa salah seorang ahli silat yang sedang bertempur itu, ia rasanya pernah kenal tetapi lupa dimana dahulu ia pernah bertemu dengannya. 309 Pertempuran itu rupanya telah berlangsung agak lama juga, karena ahli silat yang ia rasa kenal itupun sudah agak kalut ilmu pukulannya dan mulai terdesak oleh lawannya, yang usianya jauh lebih muda daripada dirinya sendiri. Dalam pada itu, Poan Thian perhatikan dengan teliti ilmu-ilmu pukulan yang telah diajukan oleh si ahli silat muda itu, yang telah meluncurkan pukulan-pukulan dahsyat untuk merobohkan pada lawannya yang lebih tua itu. "Itulah ada bagian-bagian dari ilmu silat Lo-han-kun yang telah dipergunakan oleh si pemuda itu," Kata Poan Thian pada diri sendiri. "Oleh sebab itu, tidak salah lagi, bahwa ia inilah salah seorang ahli silat Siauw-lim dari cabang Ngo-tay-san. Tetapi belum tahu apa sebab musabab mereka bertempur di tempat yang agak ramai ini, sedangkan tempat-tempat lain buat bertempur pun bukan sedikit di sekitar pedusunan ini?" Belum habis Poan Thian berpikir tentang caranya mereka mengadu ilmu silat di tempat yang sedemikian itu, ketika dengan sekonyong-konyong dari sebelah belakang ia merasai bersiurnya angin yang menandakan tentang kedatangannya seorang yang hendak menghampiri kepadanya dengan secara diam-diam. Dan tatkala ia coba menoleh ke belakang, ia jadi terperanjat melihat seorang yang bertubuh tinggi besar berdiri di belakangnya dengan sorot mata yang menyala-nyala. Kemudian orang itu mengunjukkan senyuman iblis sambil bertanya. "Apakah kau masih kenali siapa aku ini?" "Itu aku tidak sangsi lagi," Sahut Lie Poan Thian. "Kau ini adalah Liu Tay Hong, salah seorang kauw-su Tan 310 Chung-cu Tan Tong Goan yang dahulu pernah kupecundangi. Sekarang, sebab kuyakin, bahwa pertemuan ini tidak mengandung maksud baik, kukira tidak perlu lagi aku menanyakan kepadamu. "Apakah selama ini kau ada baik?" Tetapi lebih tepat jikalau aku menanyakan. "Apakah sekarang kau telah cukup melatih diri untuk merobohkan kepadaku?" Jikalau kau ternyata telah bersedia, bolehlah kita melanjutkan pertempuran kita yang telah tertunda beberapa tahun lamanya itu, jikalau kau merasa masih belum berlatih cukup matang, aku nasehatkan supaya kau boleh lekas berlalu dari hadapanku. Tunggu kalau nanti kau sesungguhnya telah berlatih sampai cukup matang, barulah kau mencari pula padaku, untuk menetapkan siapa salah seorang antara kita berdua yang ilmu kepandaiannya lebih unggul!" Orang itu, yang ternyata bukan lain daripada Liu Tay Hong yang para pembaca tentu masih ing at, sudah tentu saja jadi amat gusar dan lalu menerjang pada Lie Poan Thian dengan tidak banyak bicara lagi. Poan Thian buru-buru berkelit dan berlompat turun dari atas gunung-gunungan tanah itu, untuk menunda pauw-hok yang digendong di atas bebokongnya. Begitulah dengan terjadinya pertempuran antara Lie Poan Thian dan Liu Tay Hong di bawah gununggunungan tanah tersebut, maka di halaman kelenteng Touw-tee-bio itu telah tertampak jadi semakin ramai, dengan adanya dua rombongan orang-orang yang bertempur dengan para penonton sama sekali tidak mengetahui sebab-musabab daripada perkelahian itu. Tapi kebanyakan orang pada umumnya tidak mengambil pusing mereka siapa atau sebab apa mereka 311 bertempur, oleh karena itu, orang banyak yang berkerumun di depan kelenteng itu segera terpecah menjadi dua rombongan. dengan yang sekelompok saban-saban bertampik sorak lebih ramai daripada rombongan yang lainnya. Dan semakin ramai orangorang yang bertampik sorak, semakin tegas pula kehebatannya pertempuran-pertempuran yang sedang berlangsung di saat itu. Dalam pada itu, Sin-tui Lie Poan Thian yang telah sekian lamanya tidak bertemu muka dengan Liu Tay Hong, dengan lantas mengetahui lebih tegas tentang kemajuan ilmu silat sang lawan itu, hingga jikalau dahulu ia boleh berlaku sedikit ayal-ayalan dalam perlawanannya, adalah sekarang tak sempat pula ia berbuat begitu tanpa menanggung resiko yang bukan kecil bagi keselamatan dirinya sendiri. Karena jikalau dahulu Tay Hong hanya merupakan sebagai seorang kauw-su yang semata-mata mengajar ilmu silat untuk mencari nafkah, adalah sekarang ia telah menjadi seorang yang betul-betul ahli dalam hal mempertunjukkan ilmu Hek-houw-kun yang terkenal lihay dan disegani orang itu. Maka Poan Thian yang telah matang dalam pengalaman di kalangan ilmu silat, sudah tentu saja lantas atur penjagaan dengan sebaik-baiknya, sehingga Tay Hong sama sekali tidak mendapat ketika akan melakukan penyerangan kilat terhadap pada bagianbagian Poan Thian yang ia anggap lemah. Begitupun Poan Thian yang mengerti bahwa Liu Tay Hong tak dapat dirobohkan dengan menggunakan ilmu pukulan, buru-buru ia maju menerjang lawan itu dengan ilmu tendangan lihay yang ia memang amat paham. 312 Sementara Liu Tay Hong yang telah kenal bahwa keunggulan Lie Poan Thian adalah di bagian ini, sudah tentu saja iapun terpaksa mesti pasang mata dengan betul, dan ia sudah merasa sangat beruntung jikalau ia tidak sampai dirobohkan pula seperti apa yang telah dialaminya pada waktu yang lampau itu. Maka karena sikap yang sangat hati, daripada kedua belah pihak lawan itu, tidaklah heran jikalau pertempuran itu telah berlangsung sampai beberapa lamanya dengan tidak tertampak pihak mana yang lebih unggul atau lebih rendah ilmu kepandaiannya. Meskipun Tay Hong telah beberapa kali mengajukan ilmu-ilmu pukulan yang sangat berbahaya, tidak urung pukulan-pukulan itu telah dapat dielakkan dan dibikin tidak berbahaya oleh kegesitan dan kepandaian Lie Poan Thian, hingga orang banyak jadi sangat memuji atas kepandaian pemuda kita yang dikatakan sangat lihay itu. Pada satu saat karena suatu kesalahan dalam penyerangan yang telah dilakukan oleh Liu Tay Hong, maka Poan Thian mendapat kesempatan buat segera menggunakan ilmu tendangan yang gerakkannya amat cepat untuk membikin terkesiap hati lawannya itu. Dan sebegitu lekas Tay Hong hendak berkelit buat meluputkan diri daripada tendangan tersebut, Poan Thian lalu barengi mempergunakan ilmu Sauw-tong Lianhwan-tui yang ternyata belum pernah diketahui bagaimana kelihayannya oleh Liu Tay Hong, hingga biarpun tendangan yang satu telah berhasil dapat dielakkannya, tetapi tendangan yang lain tak berdaya ia dapat singkirkannya. Maka pada sebelum ia keburu berpikir dengan jalan apa ia harus menyelamatkan dirinya, kaki kiri Lie Poan Thian telah menyamber ke ulu hatinya bagaikan kilat cepatnya. Tay Hong lekas 313 miringkan sedikit badannya, tetapi tidak urung ia telah kena juga ditendang sehingga terpental dan jatuh di suatu tempat yang terpisah kira-kira beberapa belas kaki jauhnya. Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya Hong San Khek di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Beruntung juga kenanya tendangan itu tidak seberapa telak, hingga Tay Hong keburu bangun dan berteriak. "Lekas lari!" Kemudian ia panjangkan langkahnya dan melarikan diri ke sebelah barat kelenteng, dengan tidak menoleh lagi ke belakang buat melihat, apakah Poan Thian masih mengejar atau tidak. Sementara pemuda yang sedang bertempur dengan orang setengah tua di muka kelenteng Touw-tee-bio tersebut, segera berlompat keluar dari kalangan pertempuran, tatkala mendengar seruan Liu Tay Hong itu. Ia ini, yang rupanya menjadi juga kawan Liu Tay Hong, lalu melarikan diri dengan mengambil jurusan yang dituju oleh sang kawan itu. Selanjutnya karena melihat musuh itu telah kabur, maka Poan Thian pun merasa tidak perlu akan melakukan pengejaran, tetapi segera maju menghampiri orang setengah tua itu sambil tersenyum dan memberi hormat. "Suhu," Katanya," Semenjak kita saling berpisahan, apakah kau ada baik dan sehat wal'afiat?" Orang itu kelihatan jadi terperanjat dan buat sejurus lamanya tak dapat berkata-kata barang sepatahpun. "Apakah kau ini bukan Lie Kok Ciang dari Cee-lam?" Ia menegaskan bagaikan orang yang takut keliru mengenali orang. "Benar," Sahut Poan Thian. "apakah Suhu telah lupa kepadaku?" 314 Orang itu mendadak tertawa bergelak-gelak, kemudian ia lantas memegang bahu pemuda kita sambil berkata. "Aku tidak nyana bahwa sehingga sekarang kau masih tetap mengaku aku sebagai gurumu. Kok Ciang, nyatalah engkau ini ada seorang yang berbudi." Setelah orang banyak yang berkerumun di muka kelenteng telah pada bubaran, Poan Thian lalu gendong pula pauw-hoknya dan ajak orang itu yang ternyata bukan lain daripada An Chun San, yang dahulu pernah menjadi guru dan pernah dirobohkannya akan mampir ke sebuah kedai untuk mengaso dan menanyakan. apa sebab ia bertempur di situ, dan siapakah orang muda yang menjadi musuhnya itu? Maka setelah kedai yang dicari itu telah dapat diketemukan, Poan Thian lalu ajak bekas guru itu akan mampir dan persilahkan Chun San pilih sendiri, makanan atau minuman apa yang digemarinya. Begitulah sambil duduk makan minum bersama-sama Chun San telah menuturkan riwayat perjalanannya, semenjak ia mabur dari rumah Poan Thian di Cee-lam sehingga mereka bertemu di kelenteng Touw-tee-bio yang telah dipilih oleh kedua pihak sebagai tempat untuk menentukan, siapa salah seorang antara Chun San dan musuhnya yang lebih unggul ilmu kepandaiannya. "Musuh ini sebenarnya aku tidak kenal siapa namanya yang benar," Memulai bekas guru itu. "Dalam desa Sam-li-tun ini aku telah berdiam beberapa tahun lamanya, yaitu semenjak aku berlalu dengan diam- diam dari rumahmu di Cee-lam. Di dalam desa ini aku kebetulan ada mempunyai seorang sahabat yang membuka sebuah toko obat. Oleh karena ia mengetahui bahwa aku paham juga obat-obatan dan ilmu pengobatan, maka ia telah ajak aku bersero dengan 315 hanya keluar tenaga, sedangkan segala ongkos-ongkos dan keperluan semua ditanggung oleh sahabatku itu. Dalam perseroan ini kita telah peroleh keuntungan yang lumayan buat melewati hari. "Semakin lama perusahaan kita ini semakin maju, sehingga akhirnya rumah obat kita menjadi tersohor dan dikenal oleh hampir seluruh penduduk tua dan muda dalam desa Sam-li-tun ini. "Paling belakang karena banyak terjangkit penyakit mejen di antara rakyat-rakyat yang miskin dan tidak mampu, maka kita lantas adakan kampanye untuk memberikan obat dan pemeriksaan dengan cuma- cuma, sehingga penyakit itu dapat dibasmi di seluruhnya dari desa tersebut. Maka berkat kampanye ini, bukan saja kita mendapat pujian dari pihak anak negeri, bahkan pihak yang berwajibpun menyatakan terima kasihnya atas bantuan kita yang berharga itu terhadap masyarakat di Sam-li-tun khususnya, sehingga karena itu, nama rumah obat kita jadi semakin termasyhur di mana- mana. Hanya amat disayangkan, antara adanya kemasyhuran itu, kita jadi menghadapi soal lain yang berupa gangguan dari sahabat-sahabat yang menuntut penghidupan tidak baik di kalangan Kang- ouw hitam. Mereka berpendapat, karena kita memperoleh banyak keuntungan dalam perusahaan kita, maka mereka pun ingin minta juga beberapa bagian dari keuntungan itu guna dibagibagikan di antara golongan mereka. Hal mana, sudah barang tentu, aku sebagai kuasa dan pengurus rumah obat Tiang-seng-tong itu, tidak suka mengabulkan atas permintaan yang sangat bo-ceng-li itu. "Oleh sebab itu juga, pada suatu hari anak muda yang bertempur dengan aku itu dan mengaku bernama 316 Hok Cie Tee, telah datang berkunjung ke rumah obat kita buat coba membujuk padaku. Katanya, kalau aku tidak suka keluarkan "uang jago" Sejumlah yang telah diminta duluan, dikasih separuhnyapun mereka mau terima juga. "Tetapi aku tetap tidak mau memberinya juga, sehingga akhirnya terbit percekcokan yang telah menyebabkan ia menantang berkelahi padaku di muka kelenteng Touw-tee-bio itu. "Ilmu kepandaian anak muda itu ternyata tidak bisa dicela, dan jikalau aku memangnya tidak meyakinkan ilmu silat pula pada seorang paderi dari kelenteng Siauwlim-sie sebegitu lekas aku berlalu dari Cee-lam, niscaya siang-siang aku telah dirobohkan oleh pemuda bajingan itu." "Ketika barusan aku lalu di kelenteng Touw-tee-bio," Poan Thian memotong pembicaraan bekas gurunya itu. "akupun telah bertemu dengan seorang kauw-su yang aku pernah pecundangi dan dia bersumpah akan menuntut balas kepadaku di kemudian hari. Dia ini rupanya menjadi juga komplotan si anak muda yang aku percaya telah datang bersama-sama, tetapi berpura-pura tidak kenal satu sama lain. Hanya belum tahu apakah Suhu ketahui juga hal ini di muka terjadinya pertempuran itu!" "Tentang ini aku tidak tahu pasti," Sahut An Chun San. "tetapi aku percaya, bahwa si pemuda bajingan itu tidak datang ke situ dengan hanya seorang diri saja. Apalagi ketika aku melihat kau dan orang itu bertempur dari kejauhan, hatiku bercekat dan semakin percaya, bahwa kedatangan kawannya itu dengan secara diamdiam, adalah telah diatur lebih dahulu buat mengerubuti atau mencelakai pada diriku dengan secara menggelap. Hanya aku tidak mengerti, apa sebabnya sehingga kau 317 jadi bertemu dengan orang itu. Barusan, karena aku sedang sibuk menjaga diriku dari serangan-serangan musuh itu, maka tidak sempat aku berpikir akan mencari tahu, sebab-sebab atau alasan-alasannya yang masuk diakal berhubung dengan terjadinya pertempuran yang amat sekonyong-konyong itu." Maka buat menjelaskan tentang duduknya urusan yang benar, Poan Thian lalu tuturkan pertemuannya dengan Liu Tay Hong di rumah Tan Tong Goan, dari awal sehingga akhirnya ia merobohkan bekas kauw- su itu. Tetapi tak tahu ia bagaimana Tay Hong bisa jadi berkawan dengan pemuda bajingan itu. "Ketika barusan aku melihat Suhu bertempur dengan penjahat itu," Poan Thian melanjutkan omongannya. "sebenarnya aku tidak nyana bakal bertemu dengan Suhu di tempat ini." 3.20. Bantuan Murid Bagi Mantan Guru Tatkala Chun San menanyakan, Poan Thian sebenarnya hendak pergi kemana, pemuda kita lalu tuturkan perutusannya, yang ia telah terima dari Beng Sim Suthay dari kelenteng Giok-hun-am. "Aku diperintah akan membantu In Cong Sian-su buat menaklukkan atau menangkap muridnya yang berkhianat dan bernama Wie Hui itu," Ia akhiri bicaranya. "Nama itu sudah lama aku dapat dengar," Kata Chun San. "tetapi sayang bukan di dalam golongan orangorang yang terhormat. Menurut ceritera beberapa orang kawanku di kalangan Kang-ouw putih, Wie Hui itu adalah seorang ahli ilmu Pek-houw-kang yang paling muda di masa ini, jikalau tidak mau dikatakan paling baik dan paling pandai dari antara yang lain- lainnya." 318 "Ya, itupun aku telah ketahui sedikit dari mulut orangorang yang aku ketemukan dalam perjuanganku," Sahut Lie Poan Thian. Sehabisnya bermakan minum dan Poan Thian membayar semua rekening meski Chun San mencegah dan hendak membayar sendiri, Chun San lalu ajak Poan Thian mampir ke tempat kediamannya dan menganjurkan, agar supaya pemuda itu suka berdiam beberapa hari lamanya sebagai tanda memperbaharui serta mempererat perhubungan mereka yang dahulu telah terputus itu. Poan Thian menurut untuk memenuhi pengharapan bekas gurunya itu. Dua malam telah lewat dengan tiada terjadi hal apaapa yang penting untuk dituturkan di sini. Tetapi pada malam ketiga selagi Chun San menjamu Poan Thian duduk makan minum di halaman belakang tempat kediamannya, mendadak mereka telah dibikin kaget oleh sepasang bayangan manusia yang berkelebatan masuk ke halaman itu. Oleh karena An Chun San dan Poan Thian baru saja beberapa hari mengalami pertempuran, karuan saja mereka lantas menyangka, kalau-kalau kedatangan kedua orang itu tentu lah tidak bermaksud baik. Tidak kira ketika melihat tuan rumah dan tetamunya pada berbangkit dari tempat duduk masing-masing kedua orang tadi lalu maju menghampiri sambil berkata. ,,Selamat malam, tuan-tuan! Kedatangan kami ini bukanlah bermaksud jahat, sebagaimana kamu berdua tentu mengira. Kami berdua adalah kakak dan adik yang bernama Lauw Thay dan Lauw An, berdua saudara yang bekerja di bawah perintah Liu Tay Hong dan Hok Cit, 319 yang tempo hari telah mengaku bernama Hok Cie Tee di hadapan tuan An. Oleh karena mengingat atas budi kebaikan tuan An yang telah berlaku dermawan memberikan bantuan yang berupa obat-obatan, pemeriksaan dengan cuma- cuma dan uang untuk menghidupkan seluruh rumah tangga kami, maka kami berdua walaupun bekerja di bawah perintah mereka, tetapi masih mempunyai liang-sim dan tidak bersedia akan mentaati tugas busuk yang kami sekarang telah diperintah untuk melakukannya." Tatkala Chun San menanyakan, tugas apakah itu yang mereka telah diperintah buat lakukan pada malam itu, Lauw Thay lalu bentangkan telapak tangannya dan unjukkan itu pada si tuan rumah dan Lie Poan Thian di bawah penerangan api lampu. "Api!" Kata mereka dengan suara yang hampir berbareng. "Kalau dugaanku tidak keliru," Kata An Chun San kemudian. "kamu berdua telah diperintah akan membakar rumah tanggaku ini. Apakah bukan begitu, maksud yang benar dari perkataan "Api" Yang dituliskan dimana telapak tanganmu itu?" "Ya, benar," Sahut Lauw Thay. "Tetapi disamping itu, masih ada pula lain macam perintah yang bagi orang lain berarti amat hebat, tetapi bagi tuan An boleh dianggap sepi saja. Yaitu..... ini." Sambil berkata begitu, Lauw Thay lalu membentangkan telapak tangan yang lainnya SOE (mati). Demikianlah tulisan yang tampak pada telapak tangan itu! "Tetapi ini boleh dikatakan tidak ada artinya bagi tuan An yang berilmu kepandaian jauh lebih tinggi daripada kami berdua," Kata Lauw Thay pula. "karena 320 buat membunuh tuan An, aku percaya Hok Cit sendiripun belum tentu mampu, apalagi kami berdua yang bodoh dan tidak pernah berguru pada orang- orang pandai. Dimanalah kami bisa lakukan pekerjaan yang seberat itu?" An Chun San dan Lie Poan Thian berdua jadi "kesima" Waktu mendengar omongan itu. "Setelah sekarang kamu menyampaikan kabar yang tidak baik itu kepadaku," Kata Chun San akhir-akhirnya. "ada hal apakah lagi yang kamu hendak katakan selanjutnya?" "Kami berdua sebetulnya tidak akan kembali pula kepada mereka," Kata kedua orang itu. "Tetapi oleh karena kami kuatir akan hidup berkeliaran di luaran apabila komplotan Liu Tay Hong dan Hok Cit belum dapat dibasmi, maka kami bermohon, atas kebijaksanaan dan kedermawanan tuan An di sini, untuk memberikan kami berdua tempat bersembunyi untuk beberapa waktu lamanya. Apabila komplotan manusia-manusia busuk itu telah dibasmi oleh pihak yang berwajib, sudah tentu saja kami lantas berlalu dengan tidak menyusahkan apa-apa lagi bagi tuan An. Hanya belum tahu apakah tuan An sudi meluluskan atas permintaan kami ini?". An Chun San mula-mula kelihatan ragu-ragu, karena biarpun mereka telah mengatakan bahwa mereka pernah menerima budi kebaikannya, tetapi ia sama sekali tidak pernah kenal, mereka asal dari mana dan dimana rumah tangga mereka yang dikatakannya itu. Air yang dalam bisa diukur, tetapi hati manusia cara bagaimanakah bisa diukurnya? "Kalau begitu aku punya suatu jalan yang paling baik bagi kamu berdua dan bagi aku juga yang berada di sini," Kata An Chun San setelah berpikir sejurus lamanya. 321 Ketika mereka mendahului menanyakan, cara bagaimana yang Chun San akan atur buat menolong diri mereka, si tuan rumah lantas menjawab. "Begini. Sekarang aku berikan kamu ongkos duaratus tail perak untuk menyingkir sementara waktu lamanya ke tempat lain yang kamu kira cukup selamat untuk kamu berlindung. Dan di sana, apabila kamu mendengar kabar bahwa komplotan manusia- manusia busuk itu telah dibasmi oleh pihak yang berwajib, barulah kamu kembali lagi ke sini, agar supaya dengan begitu, akupun bisa atur cara lain guna menjamin penghidupanmu berdua. Tetapi belum tahu apakah kamu setuju dengan caraku ini?" Lauw Thay kelihatan mendengar omongan itu. menghela napas ketika "Cara itu rasanya boleh juga diturut," Kata Lauw An. "Karena disamping kita bisa menyelamati diri kita, tuan An di sinipun tidak usah kuatir jadi kerembet dengan urusan kita. Maka setelah kita tidak melupakan atas budi kebaikan tuan An terhadap seluruh keluarga kita, kitapun sebaliknya harus bantu berdaya guna keselamatan tuan An serumah tangga yang berdiam di desa Sam-li-tun ini." "Ya, ya, itulah ada suatu jalan paling baik yang kukira bisa disetujui oleh kedua pihak," Kata Lie Poan Thian yang turut campur berbicara. Maka setelah mereka menyatakan mufakat, An Chun San lalu pergi mengambil sejumlah uang yang lalu diberikan pada mereka berdua sambil memesan seperti berikut. "Uang ini kamu boleh gunakan dengan sehemathematnya. Apabila nanti ternyata tidak cukup, kamu boleh suruhan orang datang membawa surat ke sini buat minta ditambahkan. Aku di sini selalu terbuka buat menolong sesuatu orang yang patut ditolong, apalagi 322 terhadap pada orang-orang yang memangnya kupernah berhutang budi. Kalau nanti kamu sudah berada di tempat lain, jangan lupa akan memberitahukan alamatmu, agar jikalau nanti keadaan sudah tidak berbahaya lagi bagi mu berdua, akupun boleh segera panggil kamu kembali ke Sam-li- tun, buat membantu pekerjaanku atau mengatur cara lain yang bisa mendatangkan kebaikan bagi kita kedua pihak." "Benar, benar," Menyetujui Lauw An. "Cara lain yang bisa digunakan dalam keadaan kesusu seperti sekarang, mungkin juga tidak ada lagi yang sebaik itu." Sementara Lie Poan Thian yang lebih banyak mendengari pembicaraan orang daripada turut campur berbicara, akhir-akhirnya mendapat suatu pikiran yang segera diajukannya pada An Chun San seperti berikut. "Menurut pendapatku yang cupat, kiranya ada baiknya juga jikalau kedua saudara ini diperbantukan dalam sebuah piauw-kiok. Karena selain pekerjaan itu menyocokkan betul bagi bakat mereka, merekapun bisa juga dipergunakan sebagai petunjuk-petunjuk dalam soal pengangkutan-pengangkutan yang biasa dilakukan orang ke tempat-tempat lain." An Chun San mufakat. Demikian juga Lauw Thay berdua saudara, mereka menyatakan setuju dengan usul itu, asalkan mereka diperbantukan dalam piauwkiokpiauwkiok yang letaknya jauh dari daerah kekuasaan komplotan Liu Tay Hong dan Hok Cit, hingga dengan begitu, ketika buat kejadian berbentrok dengan kedua penjahat itu jadi bisa diringankan, biarpun itu bukan berarti akan dapat disingkirkan sama sekali. "Aku juga makanya menganjurkan begitu," Kata Lie Poan Thian. "adalah karena aku mempunyai seorang sahabat yang selama ini berniat akan membuka piauw323 kiok di selatan. Orang ini asal Ho-lam, she Cin bernama Kong Houw. Kini ia dan isterinya ada dalam perjalanan pulang ke desa kelahirannya. Jikalau kamu berdua berlaku cepat, ada kemungkinan kamu ketinggalan pun tidak berapa jauh." Semua orang mufakat benar dengan anjuran pemuda kita itu. Maka sesudah merekapun dijamu makan minum, diberikan uang dan sepucuk surat oleh Poan Thian yang dialamatkan kepada Cin Kong Houw serta petunjukpetunjuk lain yang memudahkan untuk mereka mencari pada orang yang dimaksudkan itu, barulah Lauw Thay dan Lauw An memohon diri pada Chun San dan Poan Thian, kemudian pada malam itu juga mereka kembali ke rumah mereka sendiri, untuk berkemas-kemas dan berangkat ke selatan di hari esoknya pagi-pagi. Tatkala mereka telah berlalu lama juga, barulah Poan Thian ingat suatu hal yang ia sebenarnya kepingin menanyakan pada kedua saudara itu, tetapi, apa mau, ia telah lupa utarakan selagi mereka berada di hadapannya. "Barusan aku telah lupa menanyakan," Katanya. "Apakah mereka kenal atau tidak dengan Wie Hui, murid In Cong Lo-siansu yang berkhianat itu. Karena kedua saudara itu yang hidup di kalangan Kang-ouw hitam dalam daerah ini, tidak mustahil mereka tak kenal nama itu." Chun San membenarkan omongan itu, tetapi sudah tentu saja ia tidak bisa berbuat lain daripada menganjurkan Poan Thian akan pergi menyelidiki sendiri, berhubung orang-orang yang bisa dimintakan keterangannya telah berlalu dari hadapan mereka. 324 Di rumah An Chun San, Poan Thian telah berdiam sehingga tiga hari lamanya, barulah ia dikabulkan permintaannya buat melanjutkan perjalanannya ke Po-tosan, sambil tak lupa dipesan oleh Chun San akan mampir lagi ke situ, apabila tugas sang bekas murid itu telah dapat ditunaikan. Poan Thian berjanji akan berbuat begitu, biarpun ia belum bisa tentukan kapan ia akan kembali lagi ke situ. Kemudian ia berpamitan pada Chun San dan terus menuju ke pantai untuk menumpang perahu yang akan berangkat ke tempat yang dituju. Begitulah dengan menumpang sebuah perahu seorang nelayan yang kebetulan hendak pergi ke Po-tosan, Poan Thian akhirnya telah sampai ke pegunungan tersebut, dan sesudah membayar uang sewaan perahu, lalu ia menuju ke kelenteng Po-to-sie dengan mengikuti jalan gunung yang semakin lama semakin tinggi, sedang di kiri kanannya tampak pemandangan alam yang indah dan seolah-olah tidak dipunyai oleh tempat-tempat dan pegunungan-pegunungan lain yang terletak di alam Tiongkok. Di situ Poan Thian menyaksikan cadas yang curam dan batu-batu gunung yang sebesar-besar rumah, di antara mana terdapat jalan-jalan yang menjurus ke sanasini. Sedangkan jalan yang terbesar sendiri, ialah sebuah jalan yang menuju ke kelenteng Po-to-sie, yang ramai oleh orang-orang dari tempat-tempat lain yang sengaja berkunjung ke situ untuk bersembahyang, membayar kaul atau menyaksikan pemandangan alam yang tertampak di situ dan daerah sekitarnya. Poan Thian yang baru pada kali itu pernah menginjakkan kakinya di pegunungan yang merupakan pulau itu, sudah tentu saja masih kelihatan agak kikuk 325 dan tidak tahu jurusan mana yang mesti diambilnya untuk ia dapat menyampaikan tempat yang ditujunya. Syukur juga karena banyaknya orang yang mondarmandir ke kelenteng itu dengan tidak putus-putusnya, maka gampang ia menanyakan keterangan- keterangan yang diperlukan, terutama mengenai jalan yang lebih pendek supaya orang bisa lekas sampai ke kelenteng tersebut. Tetapi karena ia memang masih asing bagi tempattempat di situ, tidak urung ia tersesat juga di jalan, dan tahu-tahu ia telah sampai di bagian lain daripada kelenteng yang masyhur itu, dimana karena mendengar ada beberapa orang yang sedang berlatih ilmu silat di balik pagar tembok yang terdekat, maka Poan Thian jadi timbul keinginan buat coba menyaksikan ke sebelah dalam, dengan jalan melompati pagar tembok yang tak dapat dikatakan rendah itu. Tetapi sungguh tidak dinyana, selagi baru saja ia menindak akan mendekati pagar tembok tersebut, tibatiba ia telah dibikin kaget oleh suara seseorang yang membentak dari balik tembok itu. "Kau siapa?" Tanyanya. "dan perlu apakah kau datang mengintip kemari?" Poan Thian bukan main herannya dan terutama sangat tidak mengerti, cara bagaimanakah orang yang berada dibalik tembok sana bisa mengetahui bahwa ia berada di luarnya? Ia pikir orang itu niscaya tidak bisa berbuat begitu, apabila bukan seorang yang ilmu pendengarannya telah sampai pada puncak yang tertinggi. 326 Tetapi ia belum sempat berpikir lebih jauh, ketika suara itu mengatakan pula. "Apabila kedatanganmu tidak bermaksud jahat, apakah sebabnya kau tidak berani datang menghadap kepadaku?" Poan Thian yang ditanya begitu, keruan saja lantas insyaf dari kekeliruannya dan segera menjawab "Murid mendatangi, dan maafkanlah atas perbuatanku yang kurang sopan ini." Kemudian dengan menggunakan siasat Hui-yanchut- lim ia melayang masuk ke halaman sebelah dalam dari pagar tembok itu. Di sana, sambil duduk di atas kursi di hadapan para pelatih yang sedang meyakinkan ilmu silat, Poan Thian nampak seorang paderi tua yang misai dan janggutnya sudah berwarna putih seluruhnya, tetapi semangatnya masih tetap gagah dan terutama sinar matanya yang amat tajam bikin orang merasa terkesiap disaban waktu beradu sorot mat a dengannya. Maka setelah menyaksikan Poan Thian masuk dengan menggunakan siasat silat tadi, sang paderi lantas ketahui, bahwa pemuda itu tentulah bukan orang sembarangan. "Kau ini orang dari mana?" Tanyanya, ketika melihat Poan Thian maju memberi hormat kepadanya. "nama apa, dan dengan maksud apa kau datang ke sini?" "Murid yang rendah bernama Lie Kok Ciang," Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya Hong San Khek di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Sahut Poan Thian. "orang dari Cee-lam propinsi Shoa-tang. Hari ini murid membawa sepucuk surat Beng Sim Suthay dari kelenteng Giok-hun-am untuk disampaikan kepada In Cong Lo-siansu. Hanya belum tahu Lo-siansu sekarang ada dimana? Murid seorang yang seumur hidup baru pernah kali ini datang kemari, telah tersesat 327 jalan dan akhirnya sampai ke sini. Banyak harap supaya guru sudi memberikan maaf atas kesemberonoanku ini." "Apakah Beng Sim Suthay tidak mengatakan apa-apa tentang isinya surat itu?" Bertanya paderi itu pula sambil memandang dengan teliti kepada pemuda kita. Lie Poan Thian lalu tuturkan dengan sejelas-jelasnya tentang maksud kedatangannya itu, tetapi tidak menceritakan apa-apa tentang hal ia bertempur dalam perjalanannya ke tempat itu. "Ya, kalau begitu," Kata sang paderi. "marilah kau serahkan surat itu kepadaku." "Apakah barangkali guru ini bukan In Cong Lo-siansu yang hendak murid jumpai itu?" Tanya Lie Poan Thian yang mendadak telah mendusin, bahwa apa yang telah dikatakannya tadi, adalah kurang sopan dan sesungguhnya terlalu semberono. Tetapi apa yang telah diperbuat, sudah tentu saja tak dapat ditarik pulang, hingga selanjutnya ia melainkan bisa berjanji pada diri sendiri, akan berlaku lebih hati- hati dalam segala perkara untuk mencegah kekeliruankekeliruan yang akan datang itu. Sementara paderi tua itu yang dengan sekonyongkonyong melihat tingkah laku Poan Thian jadi agak gugup, dengan tersenyum-senyum lalu berkata. "Anak muda, aku inilah memang benar In Cong Sian-su yang hendak kau jumpai itu." Poan Thian yang mendengar omongan itu, lalu buruburu-buru menjatuhkan diri menjura di hadapan paderi itu sambil berkata. "Lo-siansu, mohon diberi keampunan dan beribu maaf atas perbuatan murid yang amat tidak sopan itu!" 328 Tetapi In Cong Sian-su lalu banguni padanya sambil berkata. "Kita adalah orang-orang dari satu golongan juga, perlu apakah mesti berlaku begitu sungkan?" Poan Thian mengucap terima kasih dan lalu serahkan suratnya Beng Sim Suthay yang lalu dibuka sampulnya dan dibaca bunyinya oleh paderi tua tersebut. Sehabis membaca surat itu, In Cong lalu menoleh pada Lie Poan Thian dengan paras muka yang berseriseri. "Gurumu dan aku adalah saudara yang berasal dari satu golongan Siauw-lim juga," Katanya. "demikian juga dengan Beng Sim yang menyiarkan ilmu silat dari golongan kita di kelenteng Giok-hun-am. Kepada ia ini aku pernah meminta bantuannya, untuk mencari beberapa orang murid-murid dari cabang Siauw-lim yang ilmu kepandaiannya sudah boleh dianggap sempurna untuk membantu usahaku akan menaklukkan atau membasmi muridku Wie Hui yang telah berkhianat itu." "Ya, hal itu muridpun telah dapat dengar dari penuturan Beng Sim Su-kouw," Kata pemuda kita. "Hanya belum tahu, selama ini ia bersembunyi di mana? Juga di mana ia kerap kelihatan mengunjukkan rupanya?" "Belum berapa lama ia telah mengacau di kota Lengpo," Sahut In Cong Sian-su. "Di sana ia telah coba menculik seorang gadis she Ong, tetapi perbuatannya itu telah gagal, berhubung si gadis yang hendak diculik itu telah nyebur ke dalam sumur sehingga menemui kematiannya. Oleh barisan polisi di sana ia telah dikepung dengan secara hebat sekali, tetapi Wie Hui, si bajingan ini tidak berhasil dapat dibekuk. Bahkan semakin ia dicari oleh pihak yang berwajib, semakin 329 kurang ajar pula perbuatan-perbuatannya di luaran, hingga kawanan polisi di sana yang hampir kewalahan akan membekuk padanya tanpa mengalami kerusakan atau kehilangan jiwa, akhirnya mendapat tahu juga bahwa aku inilah guru si Wie Hui dan lalu hendak menangkap kepadaku." "Beruntung juga pembesar di Leng-po kerap berkunjung ke sini dan kenal baik kepadaku, oleh karena itu, penangkapan itupun telah diurungkan atas jaminan pembesar tersebut. Maka aku sendiri yang merasa telah dipertanggungkan keselamatanku oleh pembesar itu, tentu saja aku lantas berjanji, buat selekas mungkin membekuk Wie Hui sebagai penebusan atas kedosaanku itu. "Aku sendiri bukannya tidak mampu membekuk anak itu, tetapi aku sebagai gurunya tentu tidak baik akan turun tangan sendiri, berhubung murid-muridku sendiri bukan sedikit jumlahnya. Tetapi karena aku mengetahui, bahwa di antara murid-muridku yang terbanyak itu bukan tandingannya Wie Hui, maka aku merasa perlu meminta bantuan saudara-saudara dan saudari-saudariku yang berasal dari satu golongan, untuk mencari murid-murid mereka yang kiranya sudah dididik cukup sempurna akan bantu melaksanakan usahaku yang tidak bisa dikata ringan itu. "Maka dengan diterimanya surat Beng Sim ini, yang telah mengajukan kau akan membantu kepadaku, sudah barang tentu bukan main besarnya terima kasihku kepadamu, dan aku percaya betul bahwa dengan bantuanmu ini, Wie Hui pasti akan dapat dikalahkan, sehingga kejahatan-kejahatannya dapat dicabut bersih sampai ke akar-akarnya." 330 Tetapi Poan Thian yang telah banyak merasakan pahit-getirnya penghidupan di kalangan Kang-ouw, lalu berjanji akan berdaya dengan sekuat-kuat tenaganya untuk bantu melaksanakan usaha orang tua itu. "Hanya berhubung murid tidak kenal pada Wie Hui," Katanya. "maka sudilah apa kiranya Lo-siansu memberikan aku seorang kawan yang kenal baik kepadanya, sehingga dengan begitu, murid jadi mudah mengenalinya dan tidak sampai kena dibokong olehnya, yang tentu akan berlaku lebih waspada daripada murid yang bermaksud hendak membekuk kepadanya." In Cong Sian-su memang telah berpikir juga sampai di situ. Maka setelah Poan Thian mendahului mengajukan permintaannya, barulah ia panggil seorang muridnya yang bernama Hwat Yan, buat disuruh pergi mengikut Poan Thian akan membikin penyelidikan dimana adanya Wie Hui di hari esoknya. Begitulah setelah menginap di kelenteng Po-to-sie pada malam itu, di hari esoknya pagi-pagi ia sudah bangun menghadap pada In Cong Sian-su, yang ternyata telah bangun lebih dahulu dan berikan Poan Thian sebilah pedang yang amat tajam dan dapat memutuskan logam dengan sama mudahnya seperti juga orang membacok tanah liat. Kemudian ia panggil Hwat Yan dan perintah supaya murid itu ajak Poan Thian sarapan dahulu, setelah itu, barulah mereka berpamitan pada In Cong dan terus menyewa perahu yang akan membawa mereka ke daratan Tin-hay, dari mana mereka menuju ke kota Lengpo yang terletak di arah barat daya dari kota pelabuhan tadi. 331 Di kota Leng-po ini ketika Poan Thian dan calon paderi Hwat Yan menyelidiki tempat sembunyinya Wie Hui, akhirnya, mereka mendapat keterangan, bahwa penjahat muda itu sering berkeliaran di rumah-rumah pelacuran. Salah seorang bunga raya yang menjadi kecintaannya Wie Hui dan terkenal dengan nama Ban Tho Hoa atau selaksa sungai Tho, lalu sengaja pura-pura "ditempel" Oleh Poan Thian buat coba mencari keterangan, pada waktu bagaimana Wie Hui biasa datang berkunjung ke situ. Setelah keterangan-keterangan yang diperlukan telah dapat diperoleh, barulah Poan Thian berembuk dengan Hwat Yan cara bagaimana mereka harus membikin penggerebekan selagi Wie Hui belum keburu membikin persediaan. Tetapi tidak kira pada sebelum rencana ini dapat dijalankan, mendadak pada suatu hari ada seorang kacung yang datang berkunjung ke tempat penginapan Poan Thian dan Hwat Yan dengan membawa sepucuk surat. Surat tersebut diterimakan pada kedua orang itu sambil berkata. "Apabila Ji-wie hendak bertemu dengan tuan Wie, diharap supaya berhubungan dengan nona Ban Tho Toa, karena di sana ia sudah titipkan alamatnya dimana Jie-wie mesti bertemu dengannya." Poan Thian dan Hwat Yan jadi tidak habis mengerti, mengapa mereka dianjurkan akan menanyakan pula keterangan dari bunga raya itu, sedangkan Wie Hui bisa tuliskan alamatnya di dalam surat yang dikirimkannya ini. Maka tempo hal ini ia coba tanyakan pada si kacung pembawa surat tersebut, orang yang ditanya itu lalu menggelengkan kepalanya sambil berkata. "Dari hal itu, aku sesungguhnya tidak tahu-menahu." 332 "Apakah kau dipesan oleh tuan Wie, supaya surat ini dijawab olehku?" Poan Thian bertanya sambil membuka sampul surat itu. "Hal itu tinggal terserah atas kehendakmu sendiri. Apabila di situ diminta jawaban tuan dan tuan hendak menjawabnya aku tunggu, kalau tidak, akupun boleh lantas pergi." "Anak ini sungguh pandai sekali berbicara," Pikir Poan Thian di dalam hatinya. "Apakah tidak bisa jadi, bahwa ia ini ada seorang mata-matanya Wie Hui, yang telah sengaja dikirim ke sini untuk menyelidiki kami berdua?" Kemudian ia menoleh pada kacung itu sambil berkata. "Kalau begitu, boleh tunggu dahulu sehingga aku selesai membaca bunyinya surat ini." Tetapi alangkah herannya hati pemuda kita, tatkala ia bentangkan surat itu akan dibaca bunyinya, ternyatalah bahwa surat itu hanya sehelai kertas kosong yang tidak ada artinya sama sekali, hingga Poan Thian yang menerima surat kosong itu, sudah tentu saja tidak mengerti apa maksudnya Wie Hui mengirimkan kertas kosong tersebut kepadanya! Tetapi buat tidak membikin kentara rasa herannya di hadapan si kacung itu, maka Poan Thian lalu berpura- pura menanyakan. "Apakah selain menyampaikan amanat akan kita menanyakan alamatnya pada nona Ban Tho Hoa, tuan Wie tidak mengatakan apa-apa pula kepadamu?" "Tidak," Sahut kacung itu dengan pendek. "Kalau begitu kau boleh kasih tahu pada tuan Wie, bahwa kita akan bertemu di tempat yang diunjuk menurut alamat yang dititipkannya pada nona Ban Tho Hoa," Kata pemuda kita. 333 Si kacung menjawab. "baik, baik," Dan terus berlalu dengan tidak banyak bicara pula. "Apakah tidak bisa jadi bahwa Wie Hui sekarang tengah mengatur suatu rencana akan menjebak kita berdua?" Tanya Hwat Yan setelah mendusin, bahwa kedatangan mereka ke kota Leng-po itu telah diketahui oleh saudaranya seperguruan yang telah berkhianat itu. "Ya, hal inipun memang bukan mustahil akan terjadi atas diri kita," Si Bungkuk Pendekar Aneh Karya Boe Beng Giok Badik Buntung Karya Gkh Pedang Angin Berbisik Karya Han Meng