Kaki Sakti Menggemparkan Dunia 6
Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya Hong San Khek Bagian 6
Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya dari Hong San Khek "Kalau begitu," Kata Lie Poan Thian. "baiklah aku permisi pulang dahulu ke rumah Tan Chung-cu, karena selain mesti membawa senjata, juga akupun tak menyangka bakal menemui kejadian serupa ini. Oleh sebab itu, ijinkanlah aku pulang dahulu meminta perkenan Chungcu-ya buat bantu menjaga di sini pada sebentar malam." Sementara Na Wan-gwee yang ternyata bersahabat 167 baik dengan Tan Tong Goan, lalu menyatakan, bahwa ia boleh kirim orang buat menyampaikan kabar itu pada Tan Chung-cu, tetapi Poan Thian menampik dan mengucap terima kasih. Maka sebagai pernyataan terima kasihnya, Thian Lun lalu mengadakan sedikit perjamuan buat mengundang Poan Thian dan orang banyak akan duduk bermakan minum, pada sebelum pemuda kita kembali dahulu ke rumahnya Tan Chung-cu. Y Malam itu udara agak mendung. Dibalik awan-awan yang bergulung-gulung di angkasa, bintang-bintang mengintip ke muka bumi yang penuh dengan kekacauan ini. Sedangkan siliran angin yang dingin dan seakanakan hendak menembusi tulang setiap orang, membikin para penjaga jadi mengantuk dan menganggap bahwa binatang itu tak akan datang. Apapula karena mereka telah dipesan oleh pemuda kita akan jangan membikin ribut atau mengunjukkan gerakan apa-apa sebelum mereka diberi isyarat, maka tidak sedikit antara mereka yang telah meringkuk dan tidur pules dengan amat nyenyaknya, meskipun tahu bahwa perbuatan itu akan sangat menyukarkan Poan Thian, jikalau si pemuda sampai kejadian keteter dalam pertempuran dengan kera putih itu. Kira-kira hampir tengah malam, betul saja ia melihat ada sebuah benda putih yang bergerak-gerak di suatu tempat yang terpisah agak jauh. 168 Gerak-gerakannya benda putih itu, yang ternyata bukan lain daripada kera itu sendiri, bukan saja amat cepat dan gesit, tetapi juga ia seolah-olah telah ketahui, bahwa pada malam itu Poan Thian telah sengaja diundang buat bertempur dengan dirinya. Dan seperti juga pada waktu The Goan diundang menjaga di situ, pada malam itu pun kera tersebut tidak menyatroni kamarnya Giok Tin, tetapi dengan langsung menuju ke tempat jagaan Lie Poan Thian, dimana sekarang si pemuda itu sedang menunggukan kedatangannya dengan sudah bersiap-siap "Kurang ajar!" Menggerendeng pemuda she Lie itu. "Inilah sudah terang bukan kera asli, tetapi adalah manusia yang menyamar buat mengabui mata orang! Karena jikalau dia itu betul binatang, bagaimanakah dia bisa melompati pagar tembok dengan menggunakan siasat Yan-cu-cwan-liam? Eh, eh, ini benar-benar luar biasa!" Poan Thian membuka matanya lebar-lebar, karena dengan sekonyong-konyong ia melihat "binatang" Itu menyoren pedang dan menyelendang sebuah kantong kulit digegernya. "Apakah ada seekor binatang yang dapat mempersiapkan diri untuk bertempur begini rupa?" Semakin lama benda putih itu semakin mendekati ke tempat jagaannya Lie Poan Thian. Dan tatkala telah terpisah kira-kira seratus tindak jauhnya, dengan sebat "kera putih" Itu telah menyambit si pemuda she Lie yang sedang berjongkok sambil bersembunyi di belakang langkan. Pletak! pletak! Pemuda kita tiba-tiba melihat ada dua sinar berkilauan yang, dijujukan ke jurusannya, dan ketika ia 169 berkelit dan barang itu menancap di atas tiang di dekat tempat ia berlindung, ternyata benda itu adalah dua buah piauw yang pada masing-masing ekornya diikat benang sutera yang berwarna merah! "Kurang ajar!" Membentak Lie Poan Thian sambil berdiri. Tetapi sebegitu lekas ia mengunjukkan dirinya, mendadak "kera" Yang telah menyabut pedang itu telah membacok kepadanya dengan sekuat-kuat tenaganya! Brak! Syukur juga bacokan itu luput, karena Poan Thian yang bermata sangat celi, telah keburu melompati langkan itu sambil mencabut joan-pian dari pinggangnya, tetapi palanglangkan itu telah terbacok putus oleh pedang si "kera" Yang ternyata amat tajam itu! Sekarang Poan Thian mengerti, bahwa pedang si "kera" Itu tak boleh dibuat gebabah. Maka buat menghindarkan joan-piannya ditabas pedang tersebut, ia merasa perlu sekali akan berkelahi dengan sangat hatihati dan tidak memberikan kelonggaran akan sang lawan itu merangsak terlalu dekat. Sebaliknya sang "kera" Yang seolah-olah telah mengetahui, bahwa kelihayan Poan Thian terletak dalam tendangan-tendangannya, tampaknya berlaku "see-jie" Dan Poan Thian merangsak sambil menghujani tendangan-tendangan yang terkenal kelihayannya di separuh jagat Tiongkok. Begitulah pertempuran itu telah berlangsung sehingga duapuluh jurus lamanya. Karena selain kepandaian si "kera" Itu sudah boleh digolongkan pada tingkat ahli silat kelas satu, Poan Thian-pun agak "see170 jie" Dengan pedang yang dipergunakan lawannya itu. Tetapi biarpun ia telah berlaku bagaimana hati-hati juga, tidak urung seperempat bagian dari joan-piannya telah kena juga dibabat putus oleh pedang itu! Tetapi kejadian itu tidak membikin Poan Thian jadi jerih atau takut, juga tak mencoba ia memberikan isyarat akan para penjaga yang bersembunyi di sana-sini akan keluar membantui kepadanya. Ia ingin bertempur satu lawan satu, sehingga dalam hal ini ia bisa menyaksikan kesudahannya, apakah ada salah satu yang mati atau menyerah kalah. Dalam pertempuran itu, tidak kurang dari beberapa puluh macam ilmu tendangan telah dipergunakan Poan Thian untuk merobohkan pada si "kera", tetapi semua tendangan-tendangan itu telah dapat disingkirkan oleh pihak lawannya, hingga ini telah membikin ia jadi heran dan teringat pada waktu ia bertempur dengan Sin-kun Bu-tek Louw Cu Leng, ahli silat satu-satunya yang pernah ia ketemukan mampu berbuat begitu. Tetapi pada saat itu bukanlah waktunya akan orang melamunkan segala sesuatu yang bersifat khayal. Ia harus berkelahi dengan gagah, buat membikin dirinya sampai kena "dicepol" Orang. tidak Begitulah pertempuran itu telah berlangsung dengan tiada kurang hebatnya dari pada semula. Di suatu saat ketika sang "kera" Telah berhasil dapat meluputkan diri dari tendangannya Lie Poan Thian, buruburu ia berlompat keluar dari kalangan pertempuran, berlompat melalui pagar tembok dan terus berlari menuju ke dalam rimba. Tetapi Lie Poan Thian yang tak mau membiarkan 171 "binatang" Itu meloloskan diri dengan cara begitu saja, iapun segera mengejar sambil menghujani piauw yang satu-persatu telah mengenai dengan tepat pada sasarannya. Dan disaban waktu ada piauw yang menancap di punggung, bahu dan gegernya "binatang" Itu, dengan tentu-tentu "binatang" Itu berteriak. "Aduh! Aduh!" "Kurang ajar!" Pikir pemuda kita di dalam hatinya. "Nyatalah dia ini benar manusia! Tetapi siapakah sebenarnya dia itu, yang ternyata ada seorang ahli silat yang ilmu kepandaiannya tidak bisa dicela?" Sambil mengejar "binatang" Itu keluar-masuk semaksemak, Poan Thian berpikir dan akhirnya menyaksikan, cara bagaimana "binatang" Itu telah terjerumus ke dalam sebuah lobang, dari dalam mana ia mendengar suara jeritan manusia. "Tolong! Tolong! Matilah aku sekali ini!" Poan Thian jadi merandek dengan heran, tetapi ia tak berani sembarangan mendekati tepi lubang itu, walaupun bulan sabit dapat juga menyinari sedikit keadaan di dalam rimba itu. "Tolong.....! To..... long.....!" Semakin lama suara itu jadi semakin lemah, semakin lemah, dan akhirnya tidak terdengar sama sekali. Maka Poan Thian yang kuatir juga akan kecelakaan lain bagi dirinya yang kurang mengerti tentang selukbeluknya keadaan dalam rimba itu, lalu buru-buru kembali ke rumahnya Na Thian Lun, buat melaporkan apa yang telah terjadi dan berjanji akan kembali lagi ke situ di hari esoknya, buat coba memeriksa pula ke dalam lubang itu, kalau-kalau kera tetiron itu masih bisa ditolong dan ditanyakan keterangan-keterangannya mengapa ia telah menerbitkan heboh dengan menyamar sebagai 172 binatang. Hal mana, sudah tentu saja sangat disetujui oleh Na Thian Lun dan para penjaga yang juga ingin mengetahui bagaimana kesudahannya tentang lelakon kera putih tetiron itu. Begitulah setelah di hari esoknya Poan Thian dan para penjaga telah selesai dahar nasi, mereka dengan beramai-ramai lalu menuju ke dalam rimba, dengan Poan Thian berjalan duluan sebagai petunjuk jalan mereka. Di sana, tatkala mencari kian-kemari sekian lamanya, barulah Poan Thian dapat ketemukan lubang yang semalam telah "menelan" Kera tetiron itu. Tetapi berhubung lubang itu amat dalam dan gelap, sehingga ini telah membikin tidak seorang pun di antara mereka yang berani turun ke bawah, maka penyelidikan itupun terpaksa disudahi sampai di situ saja, dengan rahasia kera tetiron itu tak dapat dipecahkan sehingga di jaman ini. Betul belakangan ada juga orang yang mengatakan, bahwa itulah ada kepala berandal Khong Tay Liong dari Kee-jiauw-san, yang telah menyamar menjadi kera putih untuk mengacau dan melarikan anak perempuan Thian Lun, tetapi kabar itu ternyata kurang benar, berhubung ia telah dibikin kocar-kacir oleh seorang gagah tidak terkenal, ketika peristiwa kera putih itu terjadi di tanahnya Tan Tong Goan. Maka selain waktu terjadinya tidak cocok dengan kenyataan, juga tak ada alasan yang kuat buat membikin orang percaya dengan kabaran itu. Demikianlah akhirnya lelakon kera putih yang diliputi oleh rahasia yang tak dapat dipecahkan orang sehingga di jaman sekarang. 173 Y Oleh karena terjadinya peristiwa di atas, maka dengan meminta perantaraan Tong Goan yang menjadi sahabat karibnya, akhirnya Thian Lun telah dapat perjodohkan puterinya Giok Tin kepada pemuda kita. Tetapi karena mengingat bahwa ia masih mempunyai kakak perempuan yang berdiam di Tiong-ciu, maka Poan Thian minta supaya pernikahannya ditunda dahulu, berhubung ia akan pergi menjumpai sang kakak itu dan berembuk lebih jauh mengenai urusan ini. Ketika Poan Thian hendak berangkat di hari esoknya. Tong Goan dan bakal mertuanya telah memberikan ia banyak uang, tetapi sebagian besar dari ini telah ditampik, hingga apa yang diambilnya dari jumlah itu, hanyalah sekedar untuk ongkos dalam perjalanan saja. Karena, ia mengatakan lebih jauh, bahwa ia tak akan berdiam terlalu lama di Tiong-ciu, hingga Tong Goan dan Thian Lun menyatakan kegirangannya dan mengharap akan selekasnya dapat minum arak kemantin, apabila nanti Poan Thian kembali dari tempat kakak perempuannya di Tiong-ciu. Poan Thian mengucapkan banyak terima kasih dan berjanji akan kembali selekas mungkin, jikalau di sana ia tak mengalami halangan apa-apa yang memperlambat perjalanan pulangnya ke tanah Tong Goan di situ. Kemudian ia pergi membeli seekor kuda yang kuat dan dapat melakukan perjalanan jauh, dengan mana ia bisa berangkat ke Tiong-ciu dengan membawa pakaian yang perlu dan dibungkus menjadi sebuah pauw-hok besar, dengan di dalamnya berisikan pelbagai senjata rahasia dan golok yang telah diperoleh sebagai hadiah dari 174 gurunya sendiri. Begitulah Thian Lun mengadakan sedikit perjamuan makan minum yang dikunjungi juga oleh Tan Tong Goan yang berlaku sebagai wakil dari Lie Poan Thian, barulah pemuda kita melanjutkan perjalanannya dengan menunggang kuda yang baru dibelinya. Selama melalui perjalanan yang beberapa puluh lie jauhnya itu, boleh dikatakan tidak terjadi peristiwa apaapa yang penting untuk dituturkan di sini. Pada suatu tengah hari Poan Thian telah sampai di sebuah desa yang bernama Oey-touw-pa, suatu desa yang keadaannya ramai dan besar juga, karena selain terdapat banyak toko-toko dan kedai-kedai kecil dan besar, juga penduduknya tampak agak padat juga. Gedung-gedung dan rumah-rumah penduduk kira-kira ada seratus beberapa puluh buah banyaknya. Pemuda kita yang tatkala itu telah merasa lelah dan haus, dari kejauhan menampak sebuah kedai yang memakai panji putih dengan tiga huruf merah yang berbunyi. Heng-hoa-lauw. Poan Thian lalu pecut kudanya, supaya berlari lebih cepat akan mampir ke kedai tersebut. Sesampainya di sana, ia lantas tambatkan kudanya di bawah sebuah pohon, sedang ia sendiri lalu menindak masuk dan panggil jongos buat minta disediakan arak dan beberapa macam hidangan yang menjadi kegemarannya. Tatkala arak dan hidangan telah disediakan, Poan Thian lalu tuang secawan arak, yang lalu diminumnya dengan pelahan, kemudian barulah disusul dengan 175 hidangannya yang didahar olehnya dengan bernapsu sekali. Tengah bermakan minum dengan hanya seorang diri saja, mendadak Poan Thian melihat beberapa belas orang militer telah berhenti juga di kedai itu, menambatkan kuda mereka di luar dan terus berjalan masuk sambil beromong-omong pada satu dengan yang lainnya. Dua orang di antara mereka, Poan Thian lihat tinggal menunggu terus di luar kedai, karena mereka ini ternyata membawa seorang tawanan yang rantainya diikat pada sebuah pohon Lek-yang di muka kedai tersebut. Orang tawanan itu menurut pandangan Poan Thian, tidaklah mirip dengan orang persakitan biasa. Perawakannya tidak terlalu jangkung, tetapi tegap dan kuat. Ia berusia antara tigapuluh atau tigapuluh lima tahun. Wajahnya lebar, hidung mancung, mata celi dan halisnya yang tebal dan panjang hampir sampai ke bagian pilingannya. Sambil bermakan minum, Poan Thian memperhatikan dan bertanya pada diri sendiri. "Apakah kedosaan orang ini, sehingga ia mesti mengalami perlakuan yang tidak enak serupa ini?" Poan Thian tak sempat melamun terlalu lama, ketika tak antara lama seorang tinggi besar dengan berkuda telah sampai juga di kedai itu. Dua orang militer penjaga persakitan tadi yang melihat kedatangannya, buru-buru menghampiri dan sambuti les kuda yang disodorkan kepada mereka oleh orang yang baru datang itu. Gerak-gerakkannya orang itu selain gesit dan 176 tangkas, wajahnyapun keren, bermisai dan berusia hampir bersamaan dengan persakitan yang dirantai di bawah pohon Lek-yang itu. Orang itu dengan tak banyak bicara pula lalu bertindak masuk ke kedai, hingga orang-orang militer yang berada di dalam dan melihat kedatangannya, buruburu pada bangun memberi hormat dan mempersilahkannya akan duduk di kursi yang diatur di kepala meja. Mula-mula Poan Thian menduga bahwa orang itu adalah seorang piauw-su, tetapi ketika diperhatikannya lebih jauh, ia mendapat kenyataan bahwa dugaannya itu telah meleset. "Dia ini rupanya ada seorang keturunan militer yang berpangkat tinggi," Pikirnya. Dengan di kepalai oleh orang militer yang datang terbelakang itu, maka sebuah perjamuan makan minum lalu diadakan, dengan orang-orang militer yang berkumpul di situ turut juga bermakan minum, hingga selanjutnya tak sempat pula mereka bercakap-cakap dengan leluasa seperti semula tadi. Sementara dua orang militer lain yang menjaga orang tawanan di luar kedai, pun diberikan makanan dan minuman yang sama oleh orang militer yang menjadi pemimpin mereka itu. Sambil bermakan minum dan tertawa-tawa ke arah orang tawanan yang dirantai di bawah pohon Lek-yang itu, dua orang penjaga yang gatal tangan itu telah mulai mempermainkannya dengan jalan menyambiti muka orang itu dengan kulit kwaci dan kacang goreng, hingga perbuatan ini sudah tentu saja, telah membikin orang tawanan itu kelihatan mendongkol, tetapi tak dapat ia 177 berbuat lain daripada mandah dirinya diperlakukan demikian, berhubung borgolan yang tergantung di leher dan tangannya agak berat untuk memungkinkan ia bergerak dengan leluasa. Tetapi belum puas mempermainkan orang dengan begitu saja, kemudian kedua orang penjaga itu telah mulai menyambitinya dengan bacang, hingga dalam waktu sekejapan saja muka orang itu telah berlepotan dengan nasi bacang yang agak lengket. "Ah, sungguh bodoh benar kau ini!" Kata salah seorang penjaga itu kepada orang tawanan tersebut. "Aku tahu kau tentu merasa lapar juga, mengapakah kau tidak caplok saja bacang-bacang yang kita lemparkan kepadamu itu?" Tetapi orang tawanan itu tinggal membisu, mendelikan matanya yang bundar dan merah karena mengandung kegusaran. "Anjing yang terhitung binatang, bisa mencaplok makanan jikalau dilemparkan oleh majikan," Kata seorang penjaga yang lainnya. "Apakah kau sebagai seorang manusia, tak mampu mencontoh teladan itu?" Kemudian mereka berdua tertawa terbahak-bahak. "Kurang ajar!" Teriak orang tawanan itu, yang akhirnya tak mampu menindas amarahnya terlebih lama pula. "Sayang diriku diborgol! Jikalau aku sekarang tidak memakai borgolan ini, niscaya akan kuberikan kamu ajaran yang tak akan dapat dilupakan seumur hidupmu!" "Eh, eh, bukannya kau minta dikasihani, sekarang kau berbalik mendamprat kami berdua!" Kata kedua orang penjaga itu sambil berbangkit dari tempat duduk masing-masing. 178 Salah seorang antaranya lalu mengambil air yang lalu disiramkan ke muka orang tawanan itu. "Nah, tu! Dinginlah sedikit amarahmu!" Katanya sambil tertawa. Orang itu jadi gelagapan, hingga sesaat lamanya ia terpaksa mempejamkan matanya. "Kurang ajar!" Lie Poan Thian yang menyaksikan perbuatan yang amat sewenang-wenang itu, keruan saja jadi sangat gusar dan menyomel di dalam hatinya seperti di atas. Tetapi ia sampai cukup taktis buat tidak membikin keadaan jadi menyimpang dari pada rencana yang hendak dilakukannya di saat itu. Segala peristiwa yang menjengkelkan di luar kedai itu, ia seolah-olah anggap sepi. Lalu ia panggil jongos, bayar harga arak dan makanan yang dimakannya tadi, kemudian dengan tindakan yang tenang ia keluar dari ruangan kedai itu. Mula-mula ia berlagak berjalan melewat ke samping penjaga yang telah menyiram muka orang tawanan itu dengan air. Kudanya Poan Thian ditambatkan tidak berapa jauh dari pohon Lek-yang yang dipergunakan untuk mengikat rantai si orang tawanan. Di situ ia berpura-pura berjalan di antara kedua orang penjaga yang sedang mempermainkan terus pada orang tawanan yang tak berdaya itu. Kemudian, dengan gerak-gerakan secepat kilat, Poan Thian telah tempiling penjaga yang berdiri di sebelah kirinya, sedang penjaga yang berdiri di sebelah kanan ia telah tendang sehingga terpental masuk ke dalam kedai dan jatuh tepat di tengah meja perjamuan yang diadakan 179 oleh pemimpin orang-orang militer tadi! "Pemberontakan! orang militer itu. Pemberontakan!" Teriak orang- Keadaan di kedai itu segera menjadi ribut. Orangorang yang sedang bermakan minum jadi berlarian kian kemari Sedang orang-orang militer berlomba keluar dari ruangan itu, untuk mengejar pada Lie Poan Thian, yang dengan secara mendadak telah menerbitkan keonaran yang mereka tak pernah impikan sama sekali. Sementara Poan Thian yang telah merobohkan kedua orang penjaga itu, buru-buru menghampiri si orang tawanan sambil berkata. "Saudara, marilah lekas kau ikut aku!" Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya Hong San Khek di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Dengan mengandalkan pada ilmu kepandaian dan tangannya yang kuat, pemuda kita lalu patahkan borgolan tangan dan putuskan rantai yang membikin orang tawanan itu tak dapat bergerak dengan leluasa, hingga dengan begitu ia dapat terbebas dan dengan sebat merampas golok penjaga yang menggeletak pingsan karena ditempiling Poan Thian tadi. "Pergilah ambil salah seekor kuda mereka!" Kata Lie Poan Thian dengan cepat. "Kita perlu berlalu dari sini selekas mungkin!" "Saudara-saudara!" Teriak pemimpin militer itu. "Ayoh, lekas kejar dan bekuk kedua orang itu!" Lebih jauh untuk memperlambat gerakkannya orangorang militer itu, agar supaya ia dapat memberikan waktu cukup untuk si orang tawanan merampas kuda dan bersiap-siap akan melarikan diri, Poan Thian telah angkat orang militer yang pingsan tadi, akan dipakai memukul dua orang militer yang baru keluar dari kedai itu, hingga 180 mereka berdua jatuh melosoh, karena tertimpah oleh kawannya yang dilemparkan ke jurusan mereka. Dan ketika mereka keluar dari kedai itu, Poan Thian dan orang tawanan tersebut telah dapat meloloskan diri dengan menunggang kuda yang dilarikan bagaikan terbang cepatnya! Setelah melalui perjalanan gunung yang panjangnya beberapa puluh lie jauhnya, barulah Poan Thian mendapat kenyataan, bahwa orang-orang militer itu telah tidak kelihatan pula bayangan-bayangannya. Tetapi orang tawanan yang kuatir dikejar terus oleh pihak orangorang militer yang menjadi musuh-musuhnya tetap menganjurkan supaya Poan Thian kaburkan kudanya sehingga melalui daerah perbatasan Shoa-tang-Ho-lam. Poan Thian kabulkan permintaan orang tawanan itu. Kira-kira sedikit waktu di muka waktu magrib, kedua sahabat baru yang tak saling mengenal ini telah sampai di sebuah desa pegunungan yang sunyi dan mereka percaya, bahwa orang-orang militer itu pasti tak dapat pula menyusul mereka di situ. Buat menghilangkan rasa lelah mereka dan kudakuda yang mereka tunggangi, kedua orang itu lalu beristirahat di tepi jalan, dimana orang tawanan itu lalu membungkukkan badannya memberi hormat kepada Lie Poan Thian sambil berkata. "Saudara, aku sungguh harus mengucapkan beribu-ribu terima kasih atas pertolonganmu yang sangat besar dan tak akan kulupakan itu seumur hidupku. Karena jikalau semua itu bukan mengandal atas pertolonganmu, niscaya tidak mungkin aku terlolos dari tangan mereka dengan cara yang begini mudah. Atau, bisa jadi juga, aku sudah mati di saat ini, karena mereka telah merencanakan akan membunuh aku di tengah jalan, sehingga dengan begitu, 181 urusanku dapat disudahi sampai di situ saja. Tanpa diketahui orang, juga tanpa diadili pula sebagaimana mestinya!" Si pemuda tampak tertarik mendengar penuturan orang tawanan yang agak samar dan aneh itu. Dan ketika Poan Thian coba menanyakan tentang duduknya perkara, yang telah membikin orang itu ditawan dan akan dibunuh, maka orang tawanan itu lalu menuturkan riwayatnya sebagai berikut. 2.12. Pelarian Tawanan Meliter "Aku ini adalah seorang she Cin bernama Kong Houw," Katanya. "asal orang dari Ho-lam. Sedari muda aku gemar sekali ilmu silat, maka hampir tak sempat menaruh perhatian pada ilmu surat. Tatkala usiaku telah dewasa dan menikah, aku telah menerima undangan jenderal Bu Goan Kwie yang berkedudukan di Ho-lam juga, untuk menjadi guru silat dalam tangsi tentara. "Pada lain tahunnya isteriku telah meninggal dunia, hingga semenjak itu tak berniat pula aku akan beristeri pula. Tetapi sang nasib yang jail telah bikin aku tertarik dengan seorang bunga raya yang bernama Ya Beng Cu, yang lalu aku pelihara sebagai gundik. Kita hidup dengan rukun sehingga beberapa bulan lamanya. "Pada suatu hari ia bertemu dengan Poo Tin Peng, putera Poo Co Ciong yang memangku jabatan Toa-tosie-wie (pengawal kaisar) di kota raja. Manusia busuk ini yang mengandal pada pengaruh bapaknya yang ternyata menjadi pengawal kesayangan raja, bukan saja suka berlaku sewenang-wenang dan tidak segan melakukan segala perbuatan yang melanggar perikemanusian, tetapi juga ia tak malu akan mengganggu anak-isteri 182 orang baik-baik dengan tidak memandang bulu. Hal mana pun tidak terkecuali bagi diriku, walaupun aku juga ada seorang militer yang memangku jabatan Tong-leng (komandan) dari tangsi Tok-piauw-eng. Manusia busuk Poo Tin Peng itu ternyata telah tergiur hatinya oleh perempuan lacur gundikku itu! Kali ini si jahanam agak "see-jie" Akan mengunjuk aksinya dengan secara terang-terangan, karena ia tahu bahwa aku ini bukan seorang yang boleh diperlakukan sesukanya dengan tidak melakukan perlawanan apaapa. Oleh sebab itu, ia terpaksa pura-pura mengundang aku ke suatu perjamuan makan, dimana aku telah diloloh sehingga mabuk. Tahu-tahu ketika aku tersadar dari mabukku, aku telah diborgol dan berada di sebuah kamar tahanan! Aku lalu memperotes atas penangkapan itu, karena aku sendiri tidak mengetahui apa kesalahanku, sehingga mesti diborgol sebagai seorang persakitan. Tetapi protesku itu tidak dihiraukannya. Kemudian aku lalu digiring oleh sekawanan orangorang militer, yang katanya akan bawa aku ke kota-raja buat memeriksa perkaraku terlebih jauh. Sesampainya di luar halaman kamar tahanan, barulah ada seorang sahabatku yang telah memberitahukan kepadaku, bahwa aku akan dibinasakan oleh Poo Tin Peng dengan meminjam tangan orang-orang militer tersebut! Tetapi aku hadapi nasib buruk itu dengan tenang dan tanpa mengeluh, karena aku telah yakin, bahwa bintangnya kawanan dorna-dorna itu sedang terangnya, sedang semua orang pun seolah-olah membenarkan 183 atas sepak terjang mereka yang amat tidak patut itu. Demikianlah duduknya perkara yang benar, sehingga akhirnya Thian menurunkan kau sebagai bintang penolongku. Maka setelah kau ketahui sebab musabab mengapa aku telah ditawan, sekarang adalah giliranku akan menanyakan she dan namamu, agar supaya nama itu bisa terukir buat selama-lamanya di dalam hati sanubariku!" Sementara Lie Poan Thian yang mendengar penuturan yang sangat menjengkelkan itu, dengan roman yang gusar lalu berseru. "Ah, sungguh terkutuk benar si jahanam Poo Tin Peng itu! Jikalau manusia yang seperti ini dibiarkan hidup di dunia, niscaya dunia yang sudah rusak ini akan jadi semakin bejat, semakin kotor! Marilah kita basmi padanya bersama-sama!" Cin Kong Houw yang mendengar anjuran dan kesanggupan pemuda kita, dengan tidak terasa lagi segera jatuhkan dirinya berlutut di tanah sambil berkata. "Saudara, setelah kau menghidupkan jiwaku, sekarang kembali kau hendak mengorbankan jiwamu buat aku, hingga aku Cin Kong Houw biarpun mati dan kemudian hidup kembali, niscaya tak akan mampu membalas budi kebaikanmu yang teramat besar itu!" Tetapi Poan Thian lekas banguni padanya sambil menghibur dan berkata. "Cin Lauw-hia, janganlah kau berlaku sungkan dan menyebut-nyebut perihal pembalasan budi. Aku Lie Poan Thian bukan seorang yang kepingin dipuji-puji sebagai seorang gagah yang budiman, juga bukan kepingin termasyhur oleh karenanya. Aku menolong sekadar apa yang aku bisa. Oleh sebab itu, aku mohon supaya selanjutnya kau 184 jangan menyebut-nyebut pula urusan itu, yang cumacuma akan membikin aku jadi jengah saja." Begitulah dengan Cin Kong Houw berlaku sebagai petunjuk jalannya, Lie Poan Thian lalu menuju ke Khayhong buat membantu kawan baru itu akan melaksanakan balas dendamnya terhadap Poo Tin Peng yang keji itu. Kira-kira pada waktu hampir senja, mereka berhenti di sebuah kedai kecil untuk menghilangkan dahaga dan mengisi perut. Selama mereka bermakan minum, Poan Thian menanyakan banyak sekali keterangan-keterangan mengenai tempat tinggalnya Poo Tin Peng, bagaimana bentuk rumah yang didiaminya, dia di Khay-hong tinggal di jalan apa namanya, dan yang paling terutama bagaimanakah romannya si jahanam itu, yang satu per satu lalu dijawab oleh Cin Kong Houw dengan secara teliti. Sehabis dahar kenyang dan membayar harganya minuman dan makan yang mereka telah pesan tadi, kedua orang itu lalu melanjutkan pula perjalanan mereka, dengan mengambil jalanan yang lebih sunyi dan lebih jauh, berhubung dikuatirkan Kong Houw nanti berpapasan dengan orang-orang yang dikenal baik, sehingga ini menerbitkan hal-hal yang tidak diinginkan dan dapat menggagalkan rencana mereka untuk membikin pembalasan. Dalam perjalanan itu, mereka telah menginap di sebuah rumah makan kecil, yang juga menyewakan kamar untuk orang-orang perjalanan yang melewat di situ dan justru kemalaman dalam perjalanan. Dengan beristirahat semalaman dalam rumah makan kecil itu, maka Poan Thian dan Kong Houw dapat pulih 185 kesegaran badan masing-masing di hari esoknya. Maka sehabis sarapan pagi dan membayar semua ongkos-ongkos mereka makan dan menginap, kedua orang itupun lalu melanjutkan pula perjalanan mereka ke Khay-hong dengan menurut cara seperti apa yang telah mereka lakukan di hari kemarin, yaitu jalanan yang sunyi tetapi lebih aman daripada kalau berjalan di jalan raya yang ramai. Oleh sebab itu juga, mereka baru sampai di luar kota Khay-hong tatkala matahari menyelam ke barat, tetapi mereka tidak lantas masuk kota, karena di situ Kong Houw mempunyai banyak kenalan, yang sewaktu-waktu bisa berpapasan dengan kaki tangan Poo Tin Peng yang sedang "dimauinya" Itu. Maka atas anjuran Kong Houw, Poan Thian lalu menumpang menginap di sebuah rumah makan merek Hok Goan, yang juga menyewakan kamar buat para tetamu yang tidak suka menginap di dalam kota, terutama bagi mereka yang tidak suka dengan tempat yang terlalu ramai dan berisik. Di situ Kong Houw dan Poan Thian lalu berembuk, cara bagaimana mereka akan beraksi pada malam hari itu. "Menurut pendapatanku!" Kong Houw menganjurkan. "paling betul sore-sore kita masuk tidur. Nanti hampir tengah malam, kalau keadaan sudah agak sunyi, barulah kita keluar dengan diam-diam dan menuju dengan langsung ke rumahnya jahanam Poo Tin Peng itu. Tetapi belum tahu pikiran saudara bagaimana?" "Ya, ya, itu benar. Aku mufakat," Sahut Lie Poan Thian. "Apakah kau mempunyai golok atau barang-barang tajam lain?" Bertanya Cin Kong Houw. 186 "Ada," Sahut pemuda kita. "malah kalau kau merasa perlu, aku di sini ada sedia pelbagai macam senjata rahasia, yang kau boleh pilih sendiri yang mana kau rasa perlu pakai." Cin Kong Houw jadi sangat girang dan lalu minta sepuluh buah piauw, jikalau Poan Thian mempunyai senjata itu. Poan Thian mengabulkan. Lalu ia berikan senjata yang diminta itu. "Golok yang aku rampas dari tangan orang militer itu," Kata Kong Houw pula. "ada kemungkinan telah disediakan buat membunuh diriku. Tetapi sekarang golok itu hendakku pergunakan untuk menyembelih jahanam she Poo itu " "Semoga niatanmu itu terkabul menurut cita-citamu," Kata Lie Poan Thian, bagaikan seorang yang memberkahkan kawan itu. Kong Houw tersenyum, walaupun dalam senyuman itu lebih banyak mengandung kegetiran, daripada kegirangan yang maksud pekerjaannya ditunjang oleh tenaga seorang kawan yang boleh diandalkan. Begitulah sehabis dahar sore dan beres mengatur rencana yang akan dilakukan pada malam itu, Poan Thian dan Kong Houw lalu pergi masuk tidur. Kira-kira hampir tengah malam, Poan Thian tersadar dari tidurnya. Keadaan di sana-sini gelap-gelita, karena di dalam kamar itu memang tidak dipasangi lampu. Lalu ia banguni Kong Houw dengan suara bisik-bisik, tetapi sang kawan itu rupa-rupanya keenakan tidur hingga ia tidak mendengar suara bisikannya. Orang sedalam rumah penginapan itu sudah pada 187 tidur dengan nyenyak, hingga dalam kesunyian hanya terdengar saja suara kutu-kutu kecil yang berbunyi saling sahutan di sana-sini. Dalam pada itu Poan Thian yang kuatir tempo "beraksi" Mereka akan jadi terlambat oleh karena kelalaian ini, maka sambil menguap dan mengucek-ucek mata ia lantas berbisik dengan suara yang terlebih keras, katanya. "Cin Lauw-hia! Cin Lauw-hia!" Tetapi meski bisikan itu diulangkan sampai beberapa kali juga, Kong Houw tetap tidak menjawab, hingga Poan Thian yang mulai jadi tidak sabar dengan sikapnya sang kawan itu, buru-buru turun dari ranjang dan menghampiri pada Cin Kong Kong yang tidur di ranjang lain yang dipasang berhadapan dengan ranjangnya sendiri. Lalu ia singkap kelambu ranjang itu sambil berbisik. "Cin Lauw-hia, lekas bangun! Malam ini kita harus bekerja dengan cepat!" Tetapi, alangkah terperanjatnya pemuda kita, tatkala ia melongok ke atas ranjang itu dan mendapatkan Kong Houw telah berlalu entah sedari kapan! "Celaka!" Pikirnya dengan perasaan kuatir. "Jikalau ia berlaku kurang hati-hati sedikit saja, niscaya ia akan dikepung dan ditawan kembali oleh pihak musuhmusuhnya! Aku mesti menyusul padanya selekas mungkin!" Begitulah dengan tidak membuang tempo lagi, Poan Thian segera berpakaian untuk berjalan di waktu malam, membekal golok dan senjata-senjata lain yang dibutuhkannya, kemudian ia tolak daun jendela yang ternyata tidak terkunci, berhubung Kong Houw telah keluar dari situ selagi ia masih tidur tadi. 188 Dari itu ia melompat keluar dan rapatkan pula daun jendela itu dari sebelah luar. Syukur juga Poan Thian telah menanyakan cukup jelas dari di muka, cara bagaimana Kong Houw hendak melakukan "penyerangan" Itu dan kemana mereka harus menuju, hingga Poan Thian yang memang sering mengunjungi kota Khay-hong dan kenal baik selukbeluknya keadaan dalam kota itu, dengan mudah saja telah bisa masuk kota dengan jalan melompati bagian pagar tembok yang tidak diawasi terlalu keras oleh serdadu-serdadu penjaga kota di situ. Dari sana, dengan jalan bersembunyi apabila kebetulan berpapasan dengan serdadu-serdadu atau orang-orang yang masih berkeliaran kota yang sudah mulai sunyi itu, Poan Thian menuju ke rumahnya Poo Tin Peng dengan menuruti petunjuk-petunjuk yang ia telah dapatkan dari Cin Kong Houw di hari kemarin. Tetapi tidak kira pada sebelum sampai ke tempat yang dituju, di tengah jalan ia menampak seorang yang berpakaian untuk berjalan di waktu malam berkelebat melompati pagar tembok di sebelah atasan kepalanya, hingga Poan Thian yang justru berjalan di bawahnya dengan tindakan yang hampir tak bersuara, jadi terperanjat dan lekas bersembunyi di suatu peloksok yang agak gelap, berhubung ia telah mengenali, bahwa orang itu bukanlah kawannya sendiri! Menurut penuturan Cin Kong Houw, di rumah Poo Tin Peng terdapat beberapa orang kauw-su yang dipekerjakan oleh si jahanam itu sebagai pengawalpengawal. "Apakah ia ini bukan salah seorang antara kauw-su, yang dikatakan Kong Houw itu?" Poan Thian berpikir di 189 dalam hatinya. Selagi berpikir demikian mendadak orang yang melompati pagar tembok itu telah turun ke bawah, sehingga sekarang ia jadi berhadapan dengan Poan Thian yang berada kira-kira seratus tindak jauhnya dari tempat mana ia berdiri! Poan Thian lekas cabut golok dari pinggangnya. ,,Kau jangan maju terus!" Kata orang itu. Pemuda kita jadi kemekmek, kemudian ia mengeluarkan suara teriakan girang. "Hoa-suheng, cara bagaimanakah kau bisa berada di sini?" "St, jangan bikin ribut!" Kata orang itu, yang ternyata bukan lain daripada Hoa In Liong adanya! Poan Thian lekas memburu dan merangkul padanya dengan mengucurkan air mata kegirangan. "Suheng," Katanya. "cara bagaimanakah kau bisa berada di sini?" "Marilah kau ikut aku ke tempat lain yang aman," Kata Hoa In Liong, yang lalu pimpin tangan Poan Thian buat diajak bersembunyi ke tempat lain yang lebih sentosa. "Di sana ada seorang kawanku yang sedang "menyerbu" Ke rumah Poo Tin Peng," Berbisik pemuda kita. Hoa In Liong menganggukkan kepalanya. "Ya, itu aku tahu," Sahutnya "tetapi sekarang ia berhasil dapat membinasakan manusia keji itu serta meloloskan diri dari dalam pengepungan pihak musuhmusuhnya." Lie Poan Thian jadi girang tercampur heran 190 mendengar keterangan begitu. Yang pertama-tama ia jadi girang karena maksudnya Cin Kong Houw telah berhasil, sedangkan yang keduanya, adalah ia heran cara bagaimana In Liong bisa ketahui adanya peristiwa ini? In Liong tertawa dan lalu menerangkan duduknya hal yang benar pada adik sepeguruannya itu. Demikianlah singkatnya penuturan Hoa In Liong itu. Sebagaimana di bagian muka pernah disebutkan, Hoa In Liong ini adalah murid Kak Seng Siang-jin dari kelenteng Liong-tam-sie, yang bertugas keliaran di kalangan Kang-ouw untuk bantu memperbaiki keadaan masyarakat yang diperbudak oleh bangsa Boan-ciu yang menguasai seluruh Tiongkok di bawah telapak kaki besinya pada masa itu. Pada waktu yang pertama-tama ia berjumpa dengan Poan Thian semenjak pemuda itu lulus dari perguruan silat di Liong-tam-sie, adalah ketika Poan Thian hendak mengadu ilmu kepandaian silat dengan Sin-kun Bu-tek Louw Cu Leng di kelenteng Tay-seng-tian. Tetapi karena kepingin menyaksikan sampai dimana keberanian dan kepandaian pemuda itu, maka In Liong telah sengaja tak mau mengunjukkan diri pada saudara seperguruannya itu. Kebetulan pada waktu itu Louw Cu Leng diiringi oleh Houw-jiauw Co, maka hatinya In Liong jadi bercekat dan kuatir, kalau-kalau Poan Thian nanti dikerubuti oleh kedua orang itu. Oleh sebab itu, dengan secara diamdiam In Liong telah mencurahkan perhatiannya pada ahli silat she Co tersebut. Ketambahan karena mendapat keterangan bahwa jago silat itu pandai mempergunakan pelbagai senjata rahasia, sudah tentu saja ia menjadi 191 semakin teliti dalam hal memperhatikan gerak-gerik orang. Karena jikalau nanti Louw Cu Leng kena dikalahkan oleh adik sepeguruannya itu, ia pikir bukan mustahil akan ahli silat she Co itu turun tangan juga untuk membela nama baik kawannya. Itulah sebabnya mengapa In Liong merasa lebih perlu tinggal sembunyi dan berlaku waspada, daripada mengunjukkan diri yang bisa membikin keadaan jadi semakin tegang. Lebih-lebih jikalau di pihak lawan mereka sampai kejadian terbit sangkaan yang tidak baik dan paham atas kedatangannya yang terjadi di luar dugaan itu. Tetapi ternyata pertempuran itu telah berlangsung dengan beres dan jujur, hingga In Liong jadi girang dan lalu menyeruhkan supaya Poan Thian suka mempertahankan nama baiknya guru dan rumah perguruan silat mereka di Liong-tam-sie. Kemudian ia lekas menyingkir dari muka kelenteng Tay-seng-tian ketika melihat gelagat Poan Thian dan Cu Leng hendak mencarinya di antara orang banyak yang berkerumunan di situ. Itulah sebabnya mengapa tak dapat ia diketemukan oleh Lie Poan Thian. Pada kedua kalinya ia bertemu dengan suteenya itu, ialah pada malam itu, dimana Kong Houw masuk kota Khay-hong dengan meninggalkan Poan Thian sendirian di rumah makan Hok Goan. Tatkala itu In Liong yang memang telah beberapa hari yang lalu mendapat kabar tentang perbuatannya Poo Tin Peng yang amat keji itu, iapun telah jadi sangat gusar dan berniat malam itu juga akan membinasakan jiwanya manusia busuk itu. 192 Di tengah jalan ia berpapasan dengan Cin Kong Houw. Mula-mula ia berniat akan bersembunyi, tetapi Kong Houw keburu melihat dia dan lantas mengejar. Kong Houw menyangka kalau-kalau In Liong itu adalah kaki tangan jahanam she Poo itu, seperti juga In Liong yang telah menyangka demikian kepada orang yang pertama disebutkan itu. Mereka lalu saling tanya-menanya dengan cepat, dan tatkala mengetahui bahwa tujuan mereka itu bersamaaan, yaitu akan membinasakan jiwanya Poo Tin Peng, In Liong lalu mengalah dan memberikan jaminan akan melindungi padanya dengan secara diam-diam. Kong Houw jadi sangat berterima kasih dan mengharap akan dapat membalas budi kebaikan sang sahabat yang tidak dikenal itu, tetapi Kong Houw tidak pernah menyebutkan tentang adanya lain kawan pula yang bersedia akan memberikan pertolongan kepadanya dimana perlu, dan orang itu bukan lain daripada Lie Poan Thian adanya. Maka setelah Poan Thian saling berjanji akan bertemu dan mengobrol terlebih panjang di hari esok di rumah makan Hok Goan, mendadak mereka telah dibikin kaget dengan suara orang yang berteriak. "Tangkap, tangkap si pembunuh! Dia tentu belum lari terlalu jauh!" Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya Hong San Khek di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Celaka!" Kata Hoa In Liong. "Rupanya kawanmu itu telah dikepung orang! Ayoh, pergilah kau lekas menolong kepadanya. Aku di sini nanti menghambat orang-orang yang akan mengeroyok ke sana." Poan Thian menurut. Kemudian dengan mempergunakan siasat Yan-cu-cwan-liam ia berlompat 193 melalui sebuah pagar tembok yang tinggi, dari mana ia dapat menyaksikan bagaimana Kong Houw sedang dikepung oleh beberapa orang kauw-su nya Poo Tin Peng yang diiringi oleh beberapa orang murid-muridnya yang membawa obor. Poan Thian yang merasa kuatir Kong Houw akan dilukai oleh seorang kauw-su yang bersenjata sepasang golok dan dan gerak-gerakannya jauh lebih gesit dari pada kawan-kawan yang lainnya, lalu menggunakan pelanting buat melepaskan peluru-peluru Lian-cu-tan yang segera dijujukan pada musuh itu. Ser! Ser! Ser! Sebutir dua butir peluru telah dapat dihindarkan oleh si kauw-su, tetapi sebutir peluru yang telah dilepaskan paling belakang telah membikin ia berjengit, berteriak karena kesakitan dan terus jatuh terlentang di tanah dengan kepala boboran darah. Sementara Kong Houw yang melihat sudah tak terdapat rintangan pula untuk melarikan diri, buru-buru ia berlompat keluar dari kalangan pertempuran dan terus melayang ke atas pagar tembok. Tetapi tidak kira ketika kakinya baru saja menginjak bagian atasnya pagar tembok tersebut, mendadak dari sebelah belakangnya terasa ada sesuatu yang menyamber ke jurusannya. Lekas-lekas ia berkelit, tetapi ternyata tidak keburu. Sebatang anak panah yang panjangnya kira-kira satu kaki, telah menancap di atas bahu kirinya! Ia pusing dan hampir saja jatuh ke bawah pagar tembok, kalau saja Poan Thian tidak keburu jambret padanya buat diajak lari keluar dari tempat berbahaya itu. 194 Dalam perjalanan kembali ke rumah penginapan, Kong Houw hendak mencabut anak panah yang menancap dibahunya itu, tetapi Poan Thian lalu menyegah sambil berkata. "Jangan! Biarkan saja aku nanti obati setelah sampai di kamar kita!" Kong Houw menurut. Begitulah ketika mereka kembali dengan tiada diketahui oleh barang satu manusia pun, Poan Thian lalu cabut anak panah itu dari bahunya Kong Houw, cuci lukanya, pakaikan obat untuk menghentikan darah dan menghilangkan rasa sakit, kemudian ia minta sang kawan berbaring di atas ranjang untuk beristirahat. Tidak antara lama sang fajar telah mulai menyingsing, hingga Poan Thian tak mendapat kesempatan pula untuk tidur. Tetapi Cin Kong Houw yang merasa sangat lelah karena pertempuran semalam, bukan saja telah tidur dengan nyenyak sekali, malah tak pernah ia mengimpikan, bahwa suatu bahaya besar tengah mengancam pada dirinya sendiri. Maka Poan Thian yang tak mau membikin kaget kawannya yang sedang tidur itu, lalu mengasih tahu pada jongos, agar supaya dia jangan membanguni kepadanya, berhubung kawan itu sedang sakit, katanya. Kemudian ia minta disediakan makanan untuk satu orang. Sesudah selesai dahar, ia lantas pergi membeli obat. Karena selain lukanya Kong Houw perlu diobati dengan memakai obat tidur, iapun perlu juga diberikan lain macam obat minum. Tetapi, tidak kira, sekembalinya dari pasar, ia telah 195 berpapasan dengan seorang yang bertubuh tinggi besar dan beroman keren, yang entah sedari kapan tampak duduk di halaman pertengahan dengan sikap yang menandakan kurang senang. Orang itu kurang-lebih berusia tigapuluh tahun, ia mengenakan baju pendek warna hitam dan bersepatu zool tipis serta menyoren sebilah golok dipinggangnya. Oleh karena melihat sikap orang yang agak aneh itu, maka hatinya Poan Thian jadi bercekat dan menduga, kalau-kalau ada hal sesuatu yang tidak diingini terjadi di rumah makan itu. Tetapi dilahir ia berpura-pura mengunjuk sikap yang tenang dan terus saja berjalan menuju ke kamarnya Cin Kong Houw. "Hei sahabat, tahan dulu!" Teriak satu suara yang nyaring dari sebelah belakang pemuda kita. "Belum tahu tuan ada urusan apa memanggil aku?" Tanya Lie Poan Thian. Orang tinggi-besar itu lalu menghampiri padanya dengan sikap yang sombong dan menantang. "Kemanakah kau mau pergi?" Tanyanya dengan suara ketus. Poan Thian jadi mendongkol dan lalu menjawab dengan secara ketus pula! "Kemana aku hendak pergi, itulah ada urusanku sendiri! Ada apa sih untungnya kau menanyakan begitu?" "Kurang ajar!" Membentak orang itu, sambil berniat akan menempiling pada si pemuda. Tetapi Poan Thian segera miringkan kepalanya, hingga tempilingan itu telah luput. sedikit 196 "Apakah kau hendak melawan aku?" Teriak orang itu dengan hati sangat penasaran. Kemudian dengan tidak mengatakan "ba" Atau ,bu" Ia lantas menjotos muka Lie Poan Thian, siapa, setelah berkelit dan kasih liwat tinju itu di atas bahunya, lalu putarkan tubuhnya sambil menggunakan siasat Yu-cengpwe-pauw. Kedua tangannya dipergunakan untuk mencekal tinju orang itu yang melalui di atas bahunya, hingga dengan begitu, punggungnya pun jadi mendekati pada dada orang tersebut, kemudian dengan kecepatan bagaikan kilat, ia tarik tangan itu sambil membentak. "Pergi!" Dan berbareng dengan terputusnya bentakan itu, Poan Thian telah melemparkan orang tinggi besar itu bagaikan orang yang melemparkan bola ke tanah lapang, hingga orang itu yang telah jatuh ke atas jubin dengan kepala mendahului kaki, sudah tentu saja lantas jatuh pingsan dan ditinggalkan oleh Poan Thian yang menuju ke kamarnya Kong Houw dengan tindakan yang tergopoh-gopoh. Tatkala sampai ke depan pintu kamar, Poan Thian mendengar suara berkerincingnya rantai yang dibarengi dengan suaranya orang yang menyomel sambil mengancam. "Kau dan aku sebenarnya sahabat-sahabat baik yang telah sekian lamanya bekerja di bawah satu majikan. Tetapi kalau sekarang aku telah memperlakukan kau begini rupa, itulah sama sekali bukan karena aku melupakan pada persahabatan kita, hanyalah karena kau telah melakukan pembunuhan terhadap pada Poo Tin Peng dan sekalian keluarganya, dari itu, aku terpaksa mengambil tindakan buat menangkap kau sebagai seorang pembunuh! Sebagai seorang sahabat, aku boleh 197 memaafkan itu, tetapi sebagai seorang hamba negeri, aku harus berlaku keras dan tidak memandang bulu! Itulah sebabnya mengapa setelah sekian lamanya kita bersahabat, barulah pada kali ini aku merasa perlu mengambil tindakan tegas dan keras terhadap pada dirimu. Maka kalau kau berani berbantahan atau membikin perlawanan, golokku yang tidak bermata ini akan memenggal kepalamu di seketika ini juga!" Setelah itu, lalu terdengar suaranya Cin Kong Houw yang tidak kalah sengitnya dan membentak. "Tutup bacotmu! Di sini tidak ada soal sahabat atau bukan sahabat! Jikalau kau mau menangkap, segeralah kau boleh tangkap, perlu apakah mesti mendongeng panjang lebar buat mencari kemenangan sendiri?" "Kurang marahnya. ajar!" Teriak orang itu dengan amat Sementara Lie Poan Thian yang kuatir Kong Houw yang terluka dianiaya oleh pihak musuh-musuhnya, buruburu berlompat masuk ke dalam kamar dan bikin seorang militer yang berdiri di belakang pintu jadi terpental dan jatuh mengusruk ke depan ranjang, karena terbentur pintu yang didorongnya dari sebelah luar oleh pemuda kita. "Kau ini siapa?" Membentak seorang militer lain yang beroman keren dan bermisai, yang ketika itu justeru sedang memborgol Cin Kong Houw. Tetapi Poan Thian tinggal membelalakkan matanya dengan tak bicara barang sepatah katapun. Kemudian dengan pelembungi dada orang militer itu lalu membentak. "Hei, anak kecil! Tahukah kau siapa aku ini? Di tanah Ho-lam tak ada dua atau tiga orang yang bergelar Sin-kun selain aku Tang Ngo ini, kau tahu?" 198 Mendengar omongan orang militer yang sombong itu, Poan Thian lalu mengeluarkan suara jengekan dari lobang hidung dan berkata. ,Perduli amat dengan segala gelaran kosong! Aku di sini tidak gentar dengan segala "tinju malaikat" Atau "tinju iblis-iblis. Jikalau kau berani, segeralah kau serang aku, jikalau kau takut, kau boleh segera pergi persetan dari sini!" Tang Ngo yang bersifat pemarah, sudah tentu saja jadi amat gusar. Dengan satu teriakan keras ia lantas menyerang pada Lie Poan Thian dengan sepasang tinjunya. Poan Thian yang melihat halaman kamar di situ agak sempit, segera menyingkir dari pada pukulan itu sambil berlompat keluar kamar, perbuatan mana, pun diikuti juga oleh Tang Ngo yang membentak. "Kau jangan lari!" Tatkala berada di halaman pertengahan, barulah kedua orang itu mulai berhantam dan menguji kepandaian masing-masing dengan tidak banyak bicara pula. Dalam pada itu Poan Thian mendapat kenyataan, bahwa ilmu kepandaian Tang Ngo ini sesungguhnya tidak boleh dipandang ringan. Karena selain gerakgeriknya amat sebat dan sesuatu pukulannya sukar diduga, iapun mempunyai beberapa macam ilmu pukulan yang Poan Thian belum pernah lihat dipergunakan orang lain daripada Sin-kun Bu-tek Louw Cu Leng di kota tumpah darahnya. Maka sambil bertempur dengan orang militer itu, pemuda kita jadi berpikir di dalam hatinya. 199 2.13. Makhluk Gaib di Leng-coan-sie "Apakah orang ini ada salah seorang muridnya Louw Cu Leng Lo-suhu di Cee-lam, yang juga pernah mempunyai murid orang militer Teng Yong Kwie itu?" Tetapi Poan Thian tak sempat berpikir atau menduga-duga lebih jauh pula, karena Tang Ngo yang melihat pemuda kita berlaku sedikit lambat dalam penyerangan atau penangkisannya, bukan saja telah menyangka bahwa Poan Thian tidak tahan lama dalam pertempuran itu, malah hatinyapun diam-diam jadi girang dan lalu menyerang dengan cara yang terlebih gencar, sambil mengajukan ilmu-ilmu pukulan yang ia percaya Poan Thian tak akan mampu jaga. Tetapi, tidak kira, ketika sedang enaknya ia merangsek. mendadak Poan Thian telah merubah siasat perlawanannya dan terus menerjang pada Tang Ngo dengan menggunakan ilmu tendangan yang bernama Siang-hui-lian-hwan-tui. Tendangan ini sifatnya bersamaan dengan ilmu tendangan yang bernama Tan-hui-tui, tetapi dipergunakannya agak berlainan sedikit. Kalau dengan mempergunakan ilmu yang tersebut belakangan orang hanya mempergunakan sebelah kaki saja, adalah dengan ilmu tendangan yang tersebut belakangan itu orang menendang dengan berturut-turut, baik dengan kaki kanan maupun dengan kaki kiri, hingga jikalau orang berlaku lengah sedikit saja, sudah pasti dirinya bakal menjadi celaka oleh tendangan yang sedemikian hebatnya itu. Sin-kun Tang Ngo terkejut bukan main ketika melihat serangan lawan yang sangat berbahaya dan lagi pula sangat gencar itu, maka buru-buru ia melompat ke 200 samping buat menghindari serangan-serangan itu, kemudian ia menjotos pilingan orang she Lie itu dengan siasat "Menuang arak ke dalam cawan" Yang tergolong sebagai salah satu macam ilmu pukulan yang berbahaya dari golongan siasat silat Ngo-houw-kun. Pilingan itu adalah sebagian yang berbahaya dari bagian kepala, maka orang yang kena dijotos pada bagian anggotanya itu, pasti bisa menjadi mati, atau sedikit-dikitnya bakal menderita luka berat. Tetapi Lie Poan Thian tidak menjadi gugup barang sedikitpun menghadapi serangan musuh itu. Pukulan itu segera disampoknya ke samping, sambil berbareng mengirim satu tendangan yang hebat sekali ke jurusan dada musuh yang telah menjadi terbuka dan tiada terlindung itu. Oleh sebab ini, sudah barang tentu Tang Ngo jadi kaget sekali, maka buru-buru ia berlompat mundur beberapa tindak jauhnya, setelah itu, barulah selanjutnya ia melayaninya berkelahi dengan hati-hati sekali, agar supaya tidak sampai kejadian ia dijatuhkan lawannya itu. Demikianlah pertempuran itu telah berlangsung dengan amat serunya, tetapi belum diketahui pihak mana yang lebih tinggi atau rendah ilmu kepandaiannya. Oleh karena Tang Ngo adalah seorang militer, maka Lie Poan Thian agak khawatir, kalau-kalau lawannya itu akan memperoleh lebih banyak bantuan dari kawankawannya, sedangkan ia hanya bersendirian saja, maka tak mau ia membiarkan pertempuran itu berjalan terus dengan begitu saja. Dari itu ia segera mengubah caranya bersilat, sambil mengeluarkan bentakan keras untuk mengejutkan hati 201 lawannya, tangan kirinya diayunkan kehadapan mata lawannya, tetapi tangan kanannya lalu mencakar muka lawannya dengan siasat "Naga emas mempersembahkan semangka". Dengan siasat ini, benar saja Tang Ngo terkesiap hatinya. Menampak serangan di depan mukanya itu, dan tatkala ia menangkis serangan tersebut dengan membentangkan kedua tangannya ke kiri-kanan buat menyampok. Lie Poan Thian dengan secepat kilat telah menendang dada lawannya dengan siasat ,Siauw-pouwlian-hwan-tui", yang menjadi salah satu macam ilmu tendangan yang sangat lihay dari perguruan ilmu silat cabang Liong-tam-sie. Karena Wanita Karya Kho Ping Hoo Pedang Angin Berbisik Karya Han Meng Darah Daging Karya Kho Ping Hoo