Kaki Sakti Menggemparkan Dunia 16
Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya Hong San Khek Bagian 16
Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya dari Hong San Khek Kata Bie Tiong Liong yang kelihatan sudah hilang sabar dan selalu melirik pada Poan Thian dan In Liong dengan sikap menantang. Kedua orang itu yang memang mengharapkan juga akan lekas dapat mengakhiri perselisihan itu, dengan hati berdebar-debar tinggal menantikan jawaban Tie Hwie Taysu yang terakhir. Begitulah setelah berdiam sejenak, toosu tua itu lalu bertanya pada Sin-siu-tay-seng Bie Tiong Liong. "Apakah 502 kau sekarang telah siap sedia?" "Aku selalu siap sedia!" Jawab yang ditanya dengan pendek. Kemudian Tie Hwie menoleh pada kedua orang tetamunya itu. "Kamu berdua janganlah menganggap bahwa omongan yang telah kuucapkan ini hanya berarti mainmain belaka," Katanya. "Aku telah berdaya sedapat mungkin buat mendamaikan urusanmu ini, tetapi semua sebagaimana kamu juga mendengar sendiri tadi tidak berhasil dan tidak dapat tidak diakhiri dengan suatu pertempuran yang akan menentukan salah satu pihak, yang mana lebih unggul atau rendah, biarpun sudah terang, bahwa semua kesalahan telah terjadi karena kesemberonoannya saudaraku ini. "Maka buat menghilangkan rasa penasaran saudaraku ini, aku minta dengan hormat supaya Lie Siecu suka meladeni ia bertempur beberapa jurus. Bukan secara main-main, tetapi kau boleh unjukkan ilmu kepandaianmu seadanya dengan tak usah merasa seejie lagi." Lie Poan Thian yang mendapat anjuran dan kesempatan akan mengakhiri perselisihannya dengan jalan bertempur dengan Bie Tiong Liong yang pernah menggganggu dan melakukan "perang dingin" Dengan memakai nama kakaknya, sudah tentu saja jadi merasa girang dan lalu mengucap terima kasih atas ijin yang telah diberikan oleh toosu tua itu. 4.32. Penyelesaian Sengketa "Sin-tui Bie" "Tetapi oleh karena mengingat bahwa dalam suatu 503 pertempuran tidak semua orang akan "keluar" Dengan badan utuh," Katanya. "maka aku banyak harap supaya Lo-suhu sudi memaafkan kepadaku, apabila dalam pertempuran ini aku kesalahan tangan sehingga melukai pada saudaramu." "Ya, ya, itulah memang ada suatu hal lumrah yang tidak usah kau jelaskan pula kepadaku," Kata Tie Hwie Taysu, yang berbareng dengan itu, ingin coba menyaksikan juga sampai di mana kepandaiannya Lie Poan Thian yang begitu disohorkan orang di kalangan Kang-ouw sebagai si Kaki Sakti. Maka dengan mengajak pihak yang bersangkutan ke suatu lapangan yang agak luas dan terletak di belakang kelenteng dengan dilingkungi pagar tembok tinggi, Tie Hwie Taysu lalu kumpulkan semua murid-muridnya buat turut menyaksikan pertempuran itu, sambil dipesan akan jangan bersorak-sorak atau menerbitkan suara ribut-ribut yang akan dapat menarik perhatian orang yang kebetulan melewat di luar atau di muka kelenteng itu. Begitulah setelah kedua pihak telah saling berhadapan di tengah lapangan, Tie Hwie Taysu lalu memberi tanda bahwa pertempuran itu boleh segera dimulai. Dalam pada itu, dengan tidak menunggu lagi sampai sang toosu selesai berbicara, Sin-siu-tay-seng Bie Tiong Liong segera menerjang pada Lie Poan Thian dengan menggunakan siasat Go-houw-pok-yang, atau harimau kelaparan menerkam kambing. Ilmu pukulan itu memang amat cepat dan sangat berbahaya bagi seorang yang kurang paham ilmu silat, tetapi bagi seorang yang sudah ulung dalam pertempuran sebagai Lie Poan Thian, ilmu pukulan itu 504 seakan-akan merupakan remeh yang hampir tidak ada artinya sama sekali. Tetapi karena ia ada seorang yang tidak suka memandang ringan pada musuh-musuh dari tingkat yang mana juga, maka ia selalu bisa berlaku tenang dan melakukan penjagaan dengan baik pada tiap-tiap pukulan yang orang telah ajukan kepada dirinya. Apalagi karena ia telah menduga bahwa Bie Tiong Liong akan "ngepiah" Buat merobohkan padanya sebagai lawan dan musuh besar dari muridnya sendiri, sudah tentu saja ia belum mau sudah apabila belum melihat Poan Thian rebah di tanah dengan mendapat luka-luka parah yang bisa membahayakan jiwa dan mengalami keruntuhan nama baiknya yang telah sekian lamanya mengharum di kalangan Kang-ouw. Begitupun Lie Poan Thian yang tidak mau dinodakan namanya oleh seorang yang belum begitu tersohor sebagai dirinya sendiri, selalu berjaga-jaga dan menunjukkan kepandaiannya dengan dimulai dari gerakan-gerakan yang kendor dahulu, kemudian semakin cepat dalam babak-babak berikutnya. Poan Thian yang melihat dengan tegas bahwa letaknya kelemahan pihak musuhnya itu adalah di bagian kaki, (yang toh dengan secara berani mati ia "membual" Sin-tui dengan memakai gelaran kakaknya), diam-diam jadi geli di hati dan kemudian lalu mulai mempertunjukkan serentetan tendangan-tendangan yang telah diperlihatkannya di hadapan Bie Tiong Liong, dengan pengharapan supaya musuh itu bisa mengerti, bahwa apa yang telah bikin ia terkenal di kalangan Kangouw, bukanlah SIN-TUI tetiron seperti apa yang pernah "dipamerkan" Oleh Tiong Liong dengan memalsukan nama julukan orang lain. 505 Sementara Tiong Liong sendiri yang ternyata mengerti juga apa maksudnya pemuda kita berbuat begitu, sudah tentu saja jadi amat mendongkol dengan "sentilan halus" Itu. Maka dengan tidak memikirkan pula akan akibat-akibat dari pada perbuatan-perbuatan yang dilakukannya pada saat itu, Tiong Liong lalu "ngepiah" Dengan mengajukan berbagai macam ilmu pukulan lihay yang ia pernah yakinkan seumur hidupnya. Tetapi karena segala rahasia kelemahannya telah diketahui cukup jelas, sudah barang tentu tidak sukar buat Poan Thian membikin setiap gerakannya Bie Tiong Liong jadi "ngawur", dengan jalan mengajukan seranganserangan yang hebat ke arah bagian-bagian yang lemah dari pihak lawannya itu. Tie Hwie Taysu yang sekian lamanya menaruh perhatian atas ilmu tendangan yang dipergunakan oleh Lie Poan Thian, diam-diam ia jadi memuji di dalam hati atas kebagusan dan kegesitan pemuda kita yang telah mempertunjukkan ilmu kepandaiannya itu. Bahkan In Liong sendiri yang telah sekian lamanya tidak pernah menyaksikan sang sutee bersilat, dengan tidak terasa lagi jadi kelepasan omong dan mengatakan. "sungguh tidak kunyana, bahwa ilmu kepandaianmu telah maju sedemikian pesatnya!" Tie Hwie yang mendengar pujian In Liong untuk alamat adik seperguruannya itu, dengan tersenyum lalu mengangguk-anggukkan kepalanya sambil mencampuri bicara. "Benar, benar. Itulah memang suatu ilmu tendangan sangat lihay yang pernah kusaksikan seumur hidupku, walaupun aku sendiri mempunyai nama gelaran yang sama pada beberapa puluh tahun yang lampau itu. "Maka dengan menyaksikan ilmu kepandaian Lie Siecu ini, aku harus akui bahwa adikku yang keras 506 kepala itu bukanlah merupakan lawannya yang setimpal, hingga kekalahan baginya, hanya tinggal menunggu beberapa saat lagi saja lamanya." Dan selagi Tie Hwie hendak melanjutkan omongannya, mendadak Tiong Liong yang berkelit sambil berjongkok dari tendangan Lie Poan Thian yang dijujukan pada bagian kempungannya, dengan gerakan secepat kilat telah memukul dari bawah ke bagian atas, sehingga kalau pukulan itu tidak lekas dihindarkan, pemuda kita akan menjadi korban terpukul bagian anggota rahasianya dengan ilmu pukulan Ya-ce-chut-hay yang sangat berbahaya itu. Poan Thian sendiri yang menyaksikan Tiong Liong menggunakan ilmu pukulan itu, bukannya tidak kuatir atau terperanjat, tetapi karena ia biasa berlaku tenang di dalam keadaan kesusu, maka sikapnya yang kuatir dan kaget itu hampir tidak kentara pada paras mukanya. Semulanya In Liong tidak menyangka akan bahaya yang sedang dihadapkan suteenya itu, dan ia baru mendusin setelah melihat Poan Thian menjatuhkan diri ke belakang dengan menggunakan tipu Say-cu-hwansin, pukulan Bie Tiong Liong telah jatuh ke tempat kosong! "Aih, sungguh tak kunyana, bahwa jalannya pertempuran bisa jadi begitu rupa!" Kata In Liong dengan rupa terkejut. Sekarang kita mengikuti pada Bie Tiong Liong, yang setelah melihat pukulannya luput, segera ia berlompat bangun dan maju merangsek sambil berniat akan menendang. Tetapi Poan Thian yang seolah-olah telah dapat menerka dari di muka apa maunya sang lawan itu, buru-buru berlompat bangun dan mencelat ke atas 507 dengan menggunakan siasat Lee-hie-ta-teng, kemudian di waktu turunnya ke bawah ia telah menggunakan duadua kepalannya buat menumbuk kepala Bie Tiong Liong dengan menggunakan siasat Jie-lui-ta-kun-san, atau dua geledek yang memukul gunung Kun-san. Orang tua itu telah berhasil dapat mengelakkan salah satu tinju pemuda kita yang menyamber padanya dari sebelah atas, tetapi tinju Lie Poan Thian yang lainnya telah berhasil tiba di bahunya dan bikin ia berteriak karena kesakitan. "Aduh!" Tiong Liong roboh dan jatuh terlentang di muka bumi. Tetapi pada sebelum kaki Poan Thian menginjak tanah, tiba-tiba ia berlompat bangun sambil meluncurkan tendangan berantai Wan-yio-lian-hwan-tui! "Aya!" Poan Thian berteriak dengan hati terkesiap. Oleh karena gerakan tendangan itu yang amat cepat dan sukar disingkirkan, maka Tie Hwie dan In Liong pun jadi teturutan menyebut. "Celaka!" Dalam pada itu Lie Poan Thian yang melihat tidak ada jalan lain buat meluputkan diri, segera dengan sebat ia cekal kaki kiri Bie Tiong Liong yang menendang ke arah ulu hatinya, tetapi berbareng dengan itu, kaki kanannya Tiong Liong pun telah sampai, hingga Poan Thian terpaksa mencekal kaki itu dengan tangan kirinya, kemudian ia lemparkan orang tua itu sehingga beberapa belas kaki jauhnya! "Aya! Celaka!" Poan Thian berkata pada diri sendiri. Karena biarpun tendangan-tendangan itu tidak mengenai dengan langsung pada dirinya, sedikitnya ia bisa rasakan juga bagaimana tenaga yang keluar dari kaki-kaki yang menendang itu telah berhasil juga melukai 508 dan membikin sebelah paru-parunya tergoncang, biarpun luka itu tidak seberapa besar atau cukup membahayakan bagi jiwanya. Sementara Bie Tiong Liong yang dilemparkan oleh pemuda kita, segera berputar-putar sampai beberapa kali, kemudian barulah jatuh ke tanah dan berdiri tegak bagaikan tak terjadi apa-apa! "Sungguh bagus sekali ilmu kepandaian saudaramu ini!" Memuji In Liong sambil menoleh pada Tie Hwie Taysu. Toosu tua itu mengangguk-anggukkan kepalanya, tanpa berkata-kata barang sepatahpun, tetapi matanya selalu ditujukan pada Lie Poan Thian yang ia tahu telah mendapat luka karena tendangan saudaranya tadi. Hal mana, pun bukan tidak diketahui oleh Hoa In Liong, tetapi ia tidak menjadi kaget atau kecil hati, berhubung luka itu tidak sukar akan disembuhkannya. Menurut aturan, Poan Thian tidak boleh melanjutkan pula pertempuran itu. Ia harus beristirahat dan berobat, walaupun lukanya itu tidak berapa berbahaya. Tetapi pemuda kita yang tidak suka mengunjukkan kelemahan diri sendiri, bukan saja tidak mau berbuat begitu, malah sebaliknya ia bersumpah di dalam hati, bahwa Bie Tiong Liong ia harus bisa robohkan dahulu, kalau saja ia mesti mati dalam pertempuran ini. Dan jikalau seumpama Tiong Liong tak dapat dikalahkan, ia akan menetapkan suatu tanggal dimana ia akan bertempur dengan matimatian dengan disaksikan oleh orang banyak. Demikianlah, keputusan yang telah diambil oleh pemuda kita itu. Maka ketika buat kedua kalinya Tiong Liong maju menerjang, Poan Thian lalu sengaja berlaku kendor, 509 guna memancing mendekati. pihak musuhnya akan datang Sebegitu lekas Tiong Liong membuka serangan baru, Poan Thian lalu bentangkan kedua tangannya dengan siasat Pek-ho-liang-cie, atau bangau putih membentangkan sayap, hingga orang tua she Bie itu yang menyangka Poan Thian kehabisan tenaga untuk bergebrak pula dengan ilmu tendangan-tendangannya yang berat dan meminta banyak tenaga, lalu maju menerjang dengan ilmu-ilmu pukulan yang cepat dan dapat menewaskan jiwa. Pada hal ia tidak pernah pikir, bahwa Poan Thian bisa sapu seluruh ilmu pukulan itu dengan hanya satu kali jalan saja, ialah menjujukan serangan kilat pada bagian lemah sang musuh dengan ilmu tendangan yang ia memang sangat paham. Maka jikalau ia ingat bagaimana ia telah kena "dicepol" Dengan ilmu tendangan Wan-yio Lian-hwan-tui oleh Sin-siu-tay-seng Bie Tiong Liong tadi, Poan Thian sungguh malu bukan buatan karena tidak patut akan seorang ahli dalam ilmu menendang, bisa kena dilukai dengan ilmu yang dipahaminya itu. Maka buat membalas atas serangan sang musuh itu tadi, Poan Thian telah mengambil keputusan akan "mengembalikan" Itu dengan sertai bunganya sekaligus, sehingga dengan begitu, ia boleh tidak usah merasa penasaran lagi atas kelalaiannya itu. Begitulah setelah pertempuran itu berlangsung pula sampai beberapa belas jurus lamanya, Poan Thian lalu tunjukkan pula "tangan besinya", dengan jalan mempergunakan lain macam ilmu tendangan yang ia telah sengaja "simpan" Karena merasa see-jie pada Tie Hwie, buat keluarkan itu guna mencelakai pada Bie Tiong Liong yang menjadi saudaranya. 510 Tetapi kenyataan telah mengunjuk dengan tegas sekali, bila ia tidak mau turun tangan sebagaimana mestinya, ia sendirilah yang akhirnya akan menjadi korban dari sang musuh itu. Jadi dengan begitu, ia boleh merasa see-jie terhadap pada toosu itu, tetapi tidak mestinya ia berlaku see-jie pada Bie Tiong Liong yang menjadi musuhnya. Tidak perduli akibat apa yang akan dialaminya nanti. "Jikalau aku tidak berlaku see-jie seperti tadi," Pikir Lie Poan Thian di dalam hatinya. "niscaya aku tidak sampai dicelakai orang. Ah! Dasar goblok sekali aku ini!" Tetapi beras yang sudah menjadi nasi biar bagaimanapun tak dapat dikembalikan menjadi beras pula. Maka setelah menetapkan pikirannya, Poan Thian lalu ajukan ilmu Sauw-tong Lian-hwan-tui yang telah diciptakannya sendiri, dan kemudian disempurnakan pula oleh Kak Seng Siang-jin dari kelenteng Liong-tam-sie. Ilmu tendangan ini agak bertentangan gerakangerakannya dengan ilmu-ilmu Lian-hwan-tui yang biasa, oleh sebab itu, maka tidak sedikit ahli-ahli silat yang telah dirobohkan oleh pemuda kita, berhubung mereka tidak menyangka sama sekali, bahwa dalam ilmu tendangan tersebut terdapat gerakan-gerakan yang luar biasa itu. Demikian juga setelah Tiong Liong menyaksikan keistimewaan ilmu tendangan yang sekarang diajukan oleh pihak lawannya, iapun segera dapat membayangkan sendiri, betapa besarnya bahaya yang sedang mengancam pada dirinya itu. Tetapi, seperti juga seorang yang menunggang harimau dan tak berani turun karena kuatir diterkam, Tiong Liong apa boleh buat melanjutkan juga pertempuran itu. Walaupun harapan 511 menang dengan mendadak sontak telah buyar bagaikan awan yang tertiup angin. Sementara Lie Poan Thian yang melihat musuhnya telah keteter, segera ia menghujani tendangantendangan yang amat gencar dan akhirnya telah bikin Tiong Liong pusing dan jatuh bangun sehingga beberapa kali, tetapi kekerasan hatinya orang tua itu tidak menjadi lumer dan tinggal tetap ia berlaku agung dengan tak mau menyerah mentah-mentah. Oleh sebab itu, pemuda kitapun jadi semakin sengit dan semakin gencar pula mempergunakan tendangan-tendangannya. Dan ketika Tiong Liong terpaksa menyebut. "Lie Poan Thian! Sekarang aku suka menyerah kalah kepadamu!" Tendangan pemuda kita sudah tak dapat ditahan pula. Dan berbareng dengan terdengarnya suara yang mirip dengan dua benda yang saling bertubrukan dengan hebat. Tiong Liong menjerit dan terlempar ke tengah lapangan dengan dada melesak dan dari mulutnya memuntahkan darah hidup yang, menyemprot keluar bagaikan air yang muncrat dari sebuah pipa yang pecah! Hal mana sudah barang tentu telah membikin semua orang yang berkumpul di situ jadi sangat terperanjat. Lalu Hoa In Liong, Twie Taysu dan toosu kecil yang menyaksikan pertempuran itu pada datang berkerumun buat menolong pada orang tua yang celaka itu. Dan ketika baju Tiong Liong yang penuh darah ditanggalkan, ternyata pelindung hatinya yang dibuat dari pada baja tipis telah pecah kena tertendang oleh Lie Poan Thian, sedangkan pecahan baja itu pada menancap ke dadanya Tiong Liong yang melesak karena beberapa tulang rusuknya telah patah! Menyaksikan keadaan lawannya yang sedemikian 512 payahnya itu, buru-buru Poan Thian maju memberi hormat pada Tie Hwie Taysu buat meminta maaf atas kesemberonoannya itu. Tetapi toosu tua itu lantas berkata justru ada kecelakaan yang aku berniat akan cegah, tetapi sekarang sudah kasip akan dapat dihindarkannya. Kau tidak bersalah, Lie Siecu, juga tidak usah kau menyesal oleh karenanya." Maka setelah Tiong Liong diangkut ke dalam kelenteng dan dirawat luka-lukanya sebagaimana mestinya, barulah Poan Thian mendapat giliran buat diobati dan lalu diminta oleh Tie Hwie supaya diapun suka beristirahat juga di kelenteng itu untuk beberapa hari lamanya. Poan Thian mengucapkan banyak terima kasih atas kebaikan toosu tua itu. Demikian juga In Liong yang menyaksikan sikap Tie Wie yang sportif itu, tidak lupa menyatakan kekaguman hatinya dan berterima kasih atas kesudiannya buat menerima adik seperguruannya akan menumpang beristirahat di tempat kediamannya. "Apabila pertempuran itu tidak membawa kesudahan yang agak hebat itu," Kata Tie Hwie. "Niscaya adikku belum puas hatinya dan urusan akan tinggal meruncing terus dengan tidak sudah-sudahnya. Luka-lukanya Tiong Liong itu memang kelihatan berbahaya, tetapi aku percaya ia akan dapat disembuhkan setelah meminta waktu pengobatan dan perawatan yang agak lama. Ia akan sembuh kembali, tetapi bersamaan dengan itu, ia akan menjadi cacad dan tak berguna lagi seumur hidupnya." Mendengar keterangan begitu, Hoa In Liong lalu menyatakan penyesalannya dan persalahkan Poan Thian yang telah berlaku "terlampau keras", buat mana ia menghaturkan maaf sebesar-besarnya atas perbuatan 513 adik seperguruannya itu. "Tiong Liong bukan anak kecil," Kata sang toosu. "hingga ia tak boleh menyesal akan memetik buah buruk dari akibat perbuatan-perbuatannya yang tidak baik itu." Demikianlah, setelah mereka beromong-omong pula buat beberapa saat lamanya, Tie Hwie lalu persilahkan In Liong akan masuk tidur. Pada hari esoknya sehabisnya bersantap pagi, Hwat Lok telah datang melaporkan pada gurunya, bahwa di luar ada dua orang tetamu yang datang berkunjung dengan diantar oleh seorang pelayan rumah penginapan dimana Poan Thian dan In Liong menumpang. "Kedua orang itu," Katanya lebih jauh. "hendak mencari pada Lie Kok Ciang dan Hoa In Liong, Ji-wie Siecu. Tetapi belum tahu apakah Jie-wie Siecu yang berada di sini bernama begitu atau bukan?" "Ya, ya, benar," Sahut In Liong. "Itu ada kami berdua yang mereka cari." "Persilahkanlah mereka itu masuk," Kata Tie Hwie Taysu. Sementara Poan Thian yang mendengar ada orang yang mencari pada mereka, lalu berniat akan bangun dari pembaringan, tetapi Tie Hwie lekas mencegahnya sambil berkata. "Lie Siecu tidak perlu keluar menyambut sendiri. Di sini ada Hoa Siecu yang akan mewakilkan kau." "Itu benar," In Liong menambahkan. Kedua orang tamu itu yang bukan lain dari pada Cin Kong Houw dan Lauw Thay, buru-buru memberi hormat dan mengucap. "Selamat pagi, Lo-suhu! Selamat pagi Hoa-toako!" 514 "Selamat pagi!" Kata Tie Hwie dan In Liong dengan suara yang hampir berbareng. "Dari setadian aku telah menduga-duga," Kata In Liong dengan paras muka yang berseri-seri. "bahwa kedua orang tamu itu tentunya bukan lain dari pada kamu berdua." "Marilah, silahkan Jie-wie duduk," Kata Tie Hwie dengan sikap yang ramah-tamah. Kedua orang itu setelah perintah pelayan tadi kembali ke rumah penginapan dengan diberikan persenan berupa uang, mereka lalu menanyakan pada In Liong, mengapakah Poan Thian tidak tampak di situ? In Liong lalu tuturkan peristiwa apa yang telah terjadi pada malam kemarin, hingga kedua orang itu jadi kaget dan lantas memohon pada Tie Hwie Taysu, supaya mereka diperbolehkan menyambangi Poan Thian dan Bie Tiong Liong yang telah menderita luka-luka dalam pertempuran itu. "Saudaraku sekarang masih tidur," Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya Hong San Khek di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Kata si toosu. "Oleh sebab itu, biarlah kita pergi sambangi Lie Siecu saja." Cin Kong Houw dan Lauw Thay menurut. Maka dengan diantar oleh Tie Hwie, mereka dan In Liong lalu menyambangi Poan Thian yang rebah di pembaringan dan dilarang bergerak oleh toosu tua itu. Tetapi karena Poan Thian tidak diperbolehkan bicara, maka setelah menyambangi beberapa saat lamanya, merekapun lalu kembali ke ruangan pertengahan, dimana Kong Houw dan Lauw Thay disuguhkan air teh dan sedikit bebuahan kering oleh Hwat Lok, yang selalu mengerti cara bagaimana buat melayani para tamu yang 515 berkunjung ke kelenteng mereka, sehingga Tie Hwie tidak perlu lagi akan memerintahkannya cara bagaimana ia mesti berbuat terhadap pada tamunya itu, tidak perduli apa ia kenal atau tidak pada orang-orang yang datang berkunjung itu. Di sini, setelah mereka saling menyatakan rasa kagum dan terima kasih mereka atas kebaikan sang toosu kepada sahabat mereka, Cin Kong Houw lalu menyatakan pikirannya akan mengajak Poan Thian kembali ke tempat kediamannya di dalam kota, yang jaraknya memang tidak berapa jauh dengan kelenteng itu. Tetapi Tie Hwie menyatakan tidak berkeberatan buat merawat dahulu sampai Poan Thian sembuh betul dari lukanya, barulah kemudian berpindah tinggal ke dalam kota. Hanya karena Kong Houw meminta dengan sangat, supaya Tie Hwie tidak usah membikin banyak susah dengan merawat dua orang yang sakit dengan berbareng, maka apa boleh buat toosu itupun mengabulkanlah permintaannya Cin Kong Houw itu. Maka setelah In Liong pergi membayar uang sewa rumah penginapan dan sekalian juga mengambil pauwhok Poan Thian dan punyanya sendiri, lalu ia berpamitan pada Tie Hwie dan mengikut pada Kong Houw dan Lauw Thay akan kembali ke kota Kim-leng, buat bantu merawat Poan Thian yang sebelum pemuda itu boleh bergerak pula seperti sediakala. Y Sebulan telah lalu. Pada suatu hari ketika Poan Thian tengah duduk pasang omong dengan In Liong dan Kong Houw suami isteri, mendadak ada seorang piauw-khek 516 yang masuk melaporkan, bahwa di luar ada seorang tua dari Cee-lam bernama Louw Cu Leng yang minta bertemu dengan pemuda kita. Poan Thian yang diberi kabar begitu, dengan tidak terasa lagi jadi berjingkrak saking kegirangan, karena ia hampir tidak mau percaya pendengarannya, bahwa sahabat lawas itu bisa datang juga ke kota Kim-leng dalam cara yang begitu tiba-tiba. "Apakah dia itu bukan Sin-kun Louw Cu Leng yang dahulu pernah bertempur denganmu di kelenteng Tayseng-tian?" Bertanya Hoa In Liong seperti juga orang yang memikirkan apa-apa. "Ya, benar," Sahut pemuda kita. "Itulah memang dia, seorang jago tua yang namanya sangat terkenal di kalangan Kang-ouw di masa ini." Kemudian ia ajak semua orang keluar menyambut orang tua itu. Sin-kun Louw Cu Leng meski usianya sudah lanjut, tetapi gerakan-gerakannya masih gesit dan sama gagahnya dengan seorang yang usianya baru tigapuluh tahun lebih. Rambut, misai dan jenggotnya sudah putih semua, tetapi tubuhnya masih tetap kekar dan kuat, meski sedikit perubahan terjadi semenjak ia pertama bertemu dengan pemuda kita, ialah punggungnya tampak agak bungkuk. Maka setelah ia dan yang lain-lainnya memberi hormat, Poan Thian lalu menjabat tangan sahabat itu sambil berkata. "Aku sama sekali tidak nyana, bahwa pada hari ini ada angin baik yang telah membawa kau ke kota Kim-leng. Oleh sebab itu, aku harap supaya Loenghiong sudi memaafkan, apabila aku tidak keburu datang menyambut padamu dari kejauhan." 517 "Ah, buat apa Lao-tee meski berlaku begitu sungkan, sedangkan kita orang semua toh ada orang-orang sendiri juga," Kata orang tua itu sambil tertawa. Setelah itu Kong Houw lalu panggil semua piauwkhek-piauwkhek buat diperkenalkan pada jago tua itu, kemudian dengan beramai-ramai mereka mengadakan beberapa meja perjamuan untuk menghormati pada Cu Leng, hingga orang tua itu jadi kelihatan sangat girang atas penyambutan sekalian sahabat-sahabatnya yang begitu hangat dan ramahtamah. Dan tatkala Poan Thian menanyakan hagaimana Cu Leng ketahui yang ia menumpang pada Kong Houw, orang tua itu lalu tuturkan tentang pertemuannya dengan Tie Hwie Taysu, dari siapa ia mendapat keterangan tentang terjadinya pertempuran antara pemuda kita dengan adiknya si toosu pada beberapa waktu yang lampau itu, dalam pertempuran mana Tiong Liong telah menderita luka-luka dan sehingga pada hari itu belum juga diperbolehkan turun dari pembaringan oleh Tie Hwie yang menjadi kakaknya. "Lohu dan Tie Hwie atau yang di masa mudanya terkenal dengan nama gelaran Sin-tui Bie sebenarnya ada dua orang musuh besar yang saling bersaingan dengan hebat di kalangan Kang-ouw untuk berebut gelaran jago," Kata orang tua itu. "Tetapi karena kemudian kita telah berbalik pikir dan insyaf bahwa cara kita itu bukan suatu persaingan yang sehat, maka akhirnya kita lantas saling meminta maaf satu sama lain atas kegoblokan kita itu, dan semenjak itu kita telah bersahabat kekal sehingga pada hari ini. "Aku sendiri sebenarnya tidak tahu-menahu tentang peristiwa ini atau dimana sekarang Lao-tee berada, kalau 518 saja kemarin malam ketika aku berkunjung ke Cenghie-koan Tie Hwie tidak menceritakan padaku tentang kejadian ini. Dan dalam pembicaraannya, Tie Hwie sangat sesalkan adiknya yang keras kepala itu, sehingga ia mesti mengalami kecelakaan yang membikin ludes seluruh nama baiknya yang telah mengharum di kalangan Kang-ouw sekian tahun lamanya. Sementara dalam omong-omong dengan Tiong Liong sendiri, aku telah mendapat keterangan-keterangan banyak sekali tentang segala perbuatannya, bagaimana ia telah membikin kau mengalami banyak kepusingan, semenjak ia mengganggu padamu di kelenteng rusak, sehingga kau bertempur di Ceng-hie-koan dan melukai padanya, buat mana dengan secara berterang aku sesalkan benar atas perbuatan-perbuatannya yang tidak baik itu." Semua orang mendengari penuturan orang tua itu dengan penuh perhatian. "Belum tahu di waktu kau beromong-omong dengan Tiong Liong," Kata Poan Thian. "apakah ia pernah menceritakan juga cara bagaimana ia telah berhasil dapat ,mengambil" Pakaianku yang basah ketika aku sedang bersemedi?" 4.33. Pembunuh Kiriman Ca-kee-chung "Ya, hal itupun ia telah ceritakan juga kepadaku," Kata Louw Cu Leng. "yaitu tatkala kau sedang bersemedi, Tiong Liong yang bersembunyi di atas para di sebelah atas kepalamu, telah kail pakaianmu dengan menggunakan galah. Itulah sebabnya mengapa kau tidak ketahui dengan jalan bagaimana orang telah ambil pakaianmu." 519 "Ah!" Kata pemuda kita yang sama sekali tidak menyangka, bahwa pakaiannya telah dicuri secara demikian. "Sementara Tiong Liong sendiri yang menyangka bahwa perbuatannya ini akhirnya akan dapat diketahui juga olehmu," Kata Cu Leng. "sebenarnya telah bersedia akan menempur kau di kelenteng rusak itu. Tetapi oleh karena kau tidak pernah menyangka ia bersembunyi di atas para, maka urusan telah berlangsung dengan tidak terjadi apa-apa. Maka sebegitu lekas kau keluar dari kelenteng tersebut pada malam itu juga. Tiong Liong lalu bawa pergi pauw-hokmu dan titipkan itu pada pemilik rumah makan, yang kemudian telah kau jumpai dan memanggilmanggil ketika kau berjalan lewat di muka rumah makan itu. Si pemilik rumah makan ini, yang memang telah dipesan oleh Tiong Liong bagaimana ia mesti menjawab apabila ditanyakan olehmu, sudah tentu saja memberikan keterangan yang menyimpang, sehingga kau menyangka bahwa pencuri pauw-hokmu itu adalah seorang muda, yang kalau aku tidak keliru dikatakannya berpakaian biru dengan menyoren pedang." "Ya, ya, benar begitu," Poan Thian memotong pembicaraan orang. "Hal mana, pun bersamaan saja dengan keterangan pelayan rumah makan di Ca-keechung, yang juga telah disuruh mengatakan begitu oleh Bie Tiong Liong, tetapi kemudian telah mengaku juga dengan sebenarnya, setelah aku gertak dan ancam akan mengambil tindakan keras, apabila ia berani menjustakan aku." 520 "Tetapi urusan itu sekarang telah menjadi beres," Kata Louw Cu Leng. "maka tidak baik akan saling mendendam mengenai peristiwa-peristiwa celaka itu. Apalagi ia ada saudara kandung Tie Hwie Taysu atau Sin-tui Bie yang tulen, maka kita harus pandang padanya dan mengakhiri permusuhan itu sampai di situ saja. Karena, biarpun Tiong Liong masih tetap memusuhi kepadamu, iapun selanjutnya tak akan bisa berbuat apaapa pula, berhubung ia akan menjadi seorang yang tidak berguna lagi oleh karena tendangan-tendanganmu itu, meskipun umpama luka-lukanya itu kemudian dapat disembuhkan." Semua orang menyetujui atas omongan orang tua itu. Dan tatkala pada akhirnya Kong Houw memberitahukan pada Louw Cu Leng, bahwa Poan Thian akan menikah dengan nona Giok Tin, orang tua itu jadi kelihatan girang dan mengharap akan bisa turut hadir juga dalam pesta pernikahan itu. Buat mana Poan Thian yang mengetahui bahwa Louw Cu Leng itu ada seorang jujur dan tidak pernah salah janji, sudah barang tentu segera mengucap banyak-banyak terima kasih atas kecintaan sababat lawas itu. Demikianlah perjamuan makan minum itu telah berlangsung sehingga hari menjelang senja, barulah semua orang pada bubaran dan pergi ke tempat masingmasing untuk beristirahat. Pada malam itu Cu Leng bermalam di rumah Kong Houw dan tidur bersama-sama Poan Thian di sebuah pembaringan. "Banyak tahun aku telah hidup di dunia ini," Kata Cu Leng sambil menguap. "tetapi tidak sama dengan banyaknya urusan yang kudengar terjadi di luaran seperti 521 juga dalam tahun ini." "Benar," Menyetujui Lie Poan Thian. "Dunia ini sudah tua dan semestinya sudah mengalamkan beberapa kali perubahan," Cu Leng melanjutkan. "tetapi keadaan masih tinggal tetap buruk dan agaknya akan tinggal tetap begitu, apabila manusia yang menjadi para penduduknya belum juga mempunyai keinsyafan akan menuju ke arah perdamaian. Dan setelah orang ingat pada perdamaian, pada umumnya sang waktu sudah kasip dan sukar diperbaiki oleh karena akibat-akibat dari pada kerusakan-kerusakan yang telah dideritanya itu. "Sebagai salah satu contoh yang terdekat, aku boleh kemukakan soalnya Bie Tiong Liong, yang setelah ia mendapat luka yang sukar dapat memulihkan keadaannya pada waktu dahulu pula, barulah ia merasa menyesal atas segala perbuatannya yang sesat itu....." "Dan penyesalan itu," Poan Thian memotong pembicaraan orang. "tentunya ditimpahkan langsung atas diriku. Apakah bukan begitu, Louw Lo-enghiong?" "Hal itu tak pernah aku dengar diucapkannya," Sahut jago tua itu. "Tetapi meski di dalam hati ia mungkin bermaksud begitu, tetapi ia sekarang sudah tidak berdaya lagi akan membalas dendam kepadamu. Ia sudah cacad." "Itu benar," Kata Lie Poan Thian. "ia sudah tak mampu pula akan melawan padaku, tetapi ia masih mempunyai mulut yang ada kemungkinan akan dapat juga menghasut ke kiri kanan, agar supaya aku jadi celaka di dalam tangan orang lain. Dan meskipun dia tak dapat berbuat apa-apa, tetapi dengan secara tidak langsung ia bisa juga membalas dendam dengan 522 menggunakan tenaga orang lain, yang dianggapnya mempunyai ilmu kepandaian yang seimbang dengan diriku." "Apakah barangkali kau menyangka Tie Hwie akan dapat dihasut olehnya?" Kata orang tua itu, yang seolaholah hendak menyelami rahasia hati pemuda kita. "Tie Hwie Taysu itu adalah kakak kandung Tiong Liong," Kata Lie Poan Thian. "Oleh sebab itu, apakah ia sesungguhnya merasa rela melihat adiknya dilukai orang sampai begitu?" "Kecurigaanmu ini memang sesungguhnya masuk akal juga," Kata Cu Leng. "Tetapi berdasarkan pengetahuanku selama aku bergaul dengan Tie Hwie beberapa belas tahun lamanya, aku rasanya tak percaya, akan Tie Hwie bertindak hingga sejauh itu, walaupun Tiong Liong benar saudara kandungnya. Ia ada seorang jujur yang tidak suka mengeloni pada sesuatu pihak yang olehnya dianggap bersalah, tidak perduli orang itu sanak saudaranya atau orang lain. Dan itulah sebabnya mengapa ia tidak bisa hidup akur dengan adiknya itu." "Sudikah kiranya Lo-enghiong menuturkan padaku bagaimana sikap kedua orang ini, dalam kalangan persaudaraan mereka menurut apa yang telah kau ketahui?" Bertanya Lie Poan Thian setelah berdiam beberapa saat lamanya. "Mereka ini," Sahut Louw Cu Leng. "memang sesungguhnya tak dapat hidup bersama-sama di satu tempat. Coba saja kau lihat nanti. Jikalau Tiong Liong sudah sembuh dan dapat bergerak seperti biasa lagi, ia lantas berlalu dari Ceng-hie-koan dengan tidak berpamitan lagi. "Tiong Liong ini ada seorang yang kurang penerima. 523 Di waktu susah atau kesakitan, ia ingat pada saudaranya, tetapi dalam kesehatan dan kesenangan, ia lupa pada saudaranya, hingga tampaknya ia lebih suka membagi-bagi kesenangan itu pada orang lain dari pada saudara kandungnya sendiri. Apakah manusia serupa itu boleh dikasihani orang?" "Oh. oh, begitu?" Kata Poan Thian yang baru tahu benar tentang perhubungan persaudaraan Tie Hwie dan adiknya itu. Maka dengan diperolehnya keterangan-keterangan dari Louw Cu Leng itu, barulah hati pemuda kita merasa lebih lega dan tidak antara lama iapun tidak terdengar berbicara pula. Demikianpun orang tua itu. Mereka berdua telah kepulesan, sehingga pembicaraan merekapun telah jadi terputus sampai di situ. Pada hari esoknya ketika Kong Houw selesai melayani duduk bersantap pagi pada jago tua itu dan sahabat-sahabatnya, mendadak muncul seorang piauwkhek yang membawa menghadap seorang dari Ca-keechung yang membawa surat untuk Lie Poan Thian. "Tuan-tuan," Kata si pembawa surat sambil memberi hormat pada orang banyak. "apakah boleh aku numpang tanya, yang mana satu antara kamu yang bernama Lie Poan Thian Toako?" Sikap orang itu tidak dapat dikatakan hormat, tetapi agak congkak dan kasar, hingga ini telah membikin orang banyak jadi mendongkol dan hampir tidak suka meladeninya bercakap-cakap. Tetapi Poan Thian yang disebutkan namanya dan dicari oleh orang itu, apa boleh buat menahan hatinya 524 yang jengkel dan lalu menjawab. "Itulah aku sendiri. Belum tahu saudara ada urusan apa mencari padaku?" "Di sini ada sepucuk surat yang Chungcu-ya perintah aku sampaikan sendiri kepadamu," Sahut orang itu. Sambil berkata begitu ia lantas keluarkan sepucuk surat yang lalu diterimakan kepada Lie Poan Thian. Tetapi sebegitu lekas Poan Thian mengulurkan tangannya akan menerima surat itu, tiba-tiba si pembawa surat telah menggerakkan tangannya secepat kilat dan menyolok kedua biji mata pemuda kita dengan menggunakan siasat Thian-ong-tok-tha, atau raja malaikat menyanggap mercu. Syukur juga Poan Thian yang dari setadian telah memperhatikan dengan teliti gerak-gerik orang, lebih siang telah berjaga-jaga dan mengerti tentang datangnya gelagat yang tidak baik itu. Maka sebegitu lekas orang itu menggerakkan tangannya buat menyolok ke arah matanya, buru-buru ia miringkan kepalanya sambil dengan tangan kirinya menyampok tangan orang itu, sedangkan kaki kanannya lantas menendang sambil membentak. "Kurang ajar! Tidak kunyana kau telah datang ke sini buat mencari setori! Mari, mari, kita boleh bertempur di atas pekarangan yang luas di luar halaman ini!" Sementara orang itu setelah menghindarkan diri dari pada tendangan pemuda kita, iapun buru-buru berlompat keluar sambil menantang "Ayo! Marilah kita menentukan siapa salah seorang antara kau dan aku yang lebih unggul atau rendah!" Sementara orang banyak yang mendengar tantangan itu, sudah tentu saja jadi sangat mendongkol dan lalu berlomba akan meladeninya bertempur, tetapi Lie Poan 525 Thian segera berseru. "Kamu sekalian tidak usah campur tangan! Aku yang ditantang maka aku jugalah yang harus meladeninya!" Begitulah setelah mereka berada di atas sebidang pekarangan yang luas, dengan tidak banyak bicara lagi kedua orang itu seeera bertempur sambil mengunjuk ilmu kepandaian masing-masing, hingga para piauw-khek yang tidak mengetahui sebab-musabab pertempuran itu, semua jadi pada melongo dan kemudian mengatakan. "Mengapa sih tak hujan tak angin lantas jadi bertempur? Ai, sungguh tidak salah jikalau orang yang tua-tua mengatakan. "mencari musuh gampang, tetapi mencari sahabat yang jujur terlalu sukar." Padahal mereka tak tahu peristiwa apa yang telah terjadi dibalik tabir yang meliputi keheranan mereka itu. Siapakah orang itu? Dan karena apakah dengan secara sekonyong-konyong ia melakukan penyerangan kilat terhadap pemuda kita yang agaknya ia belum kenal sama sekali? Demikianlah orang banyak telah bertanya pada diri sendiri, selama menyaksikan pertempuran yang maha dahsyat itu. Ilmu silat orang itu ternyata tak dapat dicela. Ia bergerak dengan gesit bagaikan seekor kera, sedangkan kaki tangannya digerakkan dengan sama cepat dan gencarnya untuk memukul dan menendang lawannya. Tetapi Poan Thian yang dihujani jotosan dan tendangan, bukan saja tidak balas menyerang atau mengunjukkan tendangan-tendangannya yang terkenal, malah sebaliknya sambil melawan bertempur sambil ia mundur, seakan-akan orang yang kena terdesak. Hal mana, telah membuat orang banyak yang menyangka 526 bahwa Poan Thian masih lelah karena baru baik dari lukanya, sudah tentu saja jadi kuatir dan menyaksikan pertempuran itu dengan hati berdebar-debar. Tidak tahunya ketika pertempuran berlangsung beberapa jurus lamanya, mendadak pemuda kita telah merubah silatnya dengan secara yang amat tiba-tiba yaitu, jikalau pada semula ia kelihatan sabar dan lebih banyak bersikap menjaga, adalah sekarang tiba-tiba ia telah berubah jadi beringas dan berbalik menyerang pada lawannya dengan sikap yang tidak mengasih hati. Dan jikalau semula lawan itu boleh tersenyum, adalah sekarang ia jadi meringis dan berkelit kian-kemari untuk menghindarkan diri dari pada tendangan-tendangan Lie Poan Thian yang semakin lama jadi semakin gencar. Dan tatkala serangan-serangan itu telah sampai pada titik yang terhebat, penglihatan orang itu jadi kabur dan akhir-akhirnya terpaksa mundur karena tidak tahan dicecer terus-menerus dengan tendangan-tendangan kilat yang tampaknya dilakukan oleh beberapa orang, walaupun kenyataan mengunjukkan dengan jelas, bahwa di situ hanya ada satu Lie Poan Thian yang sedang meladeninya bertempur di saat itu! Orang itu, ketika melihat tidak ada jalan lain untuk dapat mengalahkan pemuda kita, buru-buru ia membalikkan badannya dengan maksud akan melarikan diri. Tetapi, apa celaka, pada sebelum ia berhasil bisa berbuat begitu, kaki Poan Thian telah menyapu kaki lawan itu, hingga dengan dibarengi oleh satu jeritan ngeri, orang itu telah terlempar dan jatuh di suatu tempat yang terpisah beberapa belas kaki jauhnya dalam keadaan pingsan, berhubung tulang kakinya telah patah kena tersabet oleh tendangan Lian-hwan Sauw-tong-tui pemuda kita yang terkenal sangat lihay itu. 527 "Celaka!" Poan Thian berseru, karena ia sama sekali tak menyangka. bahwa tendangan itu akan mengakibatkan kecelakaan di luar dugaannya. Tahu-tahu ketika kemudian ia tersadar dari pingsannya, orang itu telah dapatkan dirinya terbaring di atas ranjang dengan kaki yang patah tulangnya telah dibalut orang sebagaimana mestinya. Dan ketika melihat Poan Thian pun berada di situ dengan dikawani oleh In Liong, Kong Houw dan piauwkhek-piauwkhek yang lainnya, orang itu jadi kelihatan terperanjat dan buat beberapa saat lamanya tinggal menundukkan kepalanya dengan tidak berkata-kata barang sepatah katapun. Tetapi Poan Thian yang tidak mau menghinakan orang yang telah menjadi pecundangnya, dengan sikap yang tenang ia lantas berkata. "Saudara, antara kau dan aku sebenarnya tidak pernah terbit permusuhan apa-apa, bahkan bertemu denganmu pun saja pada kali ini. Apakah sebab-musabab yang telah membikin kau begitu memusuhi aku?" Orang itu jadi menghela napas dan berkata. Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya Hong San Khek di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Lietoako, aku mohon dengan sangat, supaya kau sudi memaafkan pada sebelum aku berbicara." "Ya, aku bersedia akan memaafkan kepadamu," Kata Lie Poan Thian. "Kau tidak perlu berlaku malu atau takut akan berbicara dengan secara terus terang di hadapan kita sekalian." "Aku ini adalah seorang suruhan dari Hek-houw-lie Cian Cong dari Ca-kee-chung," Kata orang yang celaka itu. "Olehnya aku telah dijanjikan sejumlah upah yang besar sekali, guna mencelakai pada dirimu sehingga namamu menjadi ternoda di kalangan Kang-ouw." "Aku dan Cian Cong tidak pernah terbit permusuhan 528 apa-apa," Kata pemuda kita dengan heran. "Juga aku tidak kenal siapa dia itu. Oleh sebab itu, apakah kau bisa memberikan sedikit keterangan kepadaku, karena apa dia memusuhi aku?" "Tentang ini aku tidak tahu jelas," Kata orang itu. "Kau ini siapa?" Kong Houw mencampuri bicara. "Aku bernama Teng Kie," Sahut orang yang ditanya. Mendengar nama itu, Hoa In Liong jadi turut juga berbicara dan menanyakan. "Apakah kau ini bukan Teng Kie yang di kalangan Kang-ouw dikenal orang dengan nama gelaran Sin-kauw-jie?" (Sin-kauw-jie berarti si kera sakti). "Ya, benar," Sahut Teng Kie dengan rupa malu. In Liong jadi membanting kaki sambil menggerutu. "Sayang, sayang! Kau telah mempertaruhkan nama baikmu oleh karena kemaruk dengan upah besar. Tidak kunyana bahwa urusan bisa jadi begitu......" Tetapi ia tidak melanjutkan terus omongannya, berhubung kuatir Teng Kie akan jadi tersinggung dan berbalik menjadi sakit hati kepadanya. "Sekarang cobalah kau boleh lanjutkan omonganmu," Poan Thian menganjurkan. Teng Kie sambil menahan rasa sakit dan malu lalu menuturkan sebagai berikut. Pada suatu hari ketika kembali ke Ca-kee-chung dari Hang-ciu, Teng Kie telah mendapatkan Ca Tiauw Cin telah menjadi seorang cacad karena dilukai oleh Lie Poan Thian. Tatkala itu Teng Kie telah menyatakan pikirannya akan membalas dendam pada pemuda kita, tetapi niatan itu telah dicegah oleh Ca Tiauw Cin yang 529 mengatakan, bahwa ia tidak menyesal mengalami kecelakaan itu. "Aku rela dirobohkan oleh seorang yang namanya begitu tersohor seperti Lie Poan Thian," Katanya. "tetapi aku tidak bisa terima dengan begitu saja, jikalau Lie Poan Thian itu ada seorang Bu-beng Siau-cut. Selain dari itu, aku tahu juga bahwa kau sendiri bukan tandingan Lie Poan Thian, maka itu aku nasehatkan kepadamu, janganlah kau coba memusuhinya tanpa sebab." Teng Kie yang mendengar omongan Chungcu itu, dimulut ia mengatakan "ya", tetapi di dalam hati ia masih sangat penasaran dan berjanji pada dirinya, akan di suatu waktu menjajal sampai dimana kepandaian orang yang begitu disohorkan oleh induk semangnya itu. Maka pada suatu hari ketika ada seorang tamu yang berkunjung ke Ca-kee-chung buat menjumpai Hek-houwlie Cian Cong, di situlah Teng Kie telah diberi kesempatan oleh Cian Cong dengan membelakangi perintah Ca Tiauw Cin yang telah menjadi cacad, akan coba melawan bertempur pemuda kita dengan dijanjikan upah seribu tail perak, apabila ia mampu mengalahkan Lie Poan Thian sehingga namanya jadi tercemar di kalangan Kang-ouw. Dan tatkala Poan Thian menanyakan, apakah Teng Kie kenal siapa nama tamu yang mencari Cian Cong itu, ia mendapat jawaban dia itulah bernama Hok Cit. "Oh. oh, tidak tahunya dia itulah yang hendak mencari setori pada kita?" Kata orang banyak ketika mendengar Teng Kie menyebut nama penjahat muda itu. "Boleh, boleh, aku bersedia buat ,,tangani" Semua sisa berandal dari Jie-sian-san itu," Kata Lie Poan Thian sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. 530 Kemudian ia menoleh pada Teng Kie buat minta penjelasan terlebih jauh. "Pada waktu kau berangkat ke sini," Tanyanya. "apakah Hok Cit itu masih ada di Ca-kee-chung?" "Ya, sehingga hari inipun dia mungkin masih berada di sana," Sahut Teng Kie. "Membabat rumput harus dicabut dengan akarakarnya," Poan Thian menggerutu dengan tak tentu kemana juntrungannya. Sekarang ia mulai tahu jelas. mengapa Teng Kie bisa datang mencarinya ke kota Kim-leng dengan menyamar sebagai seorang pembawa surat. "Apakah kau kenal siapa Hok Cit itu?" "Tidak," Teng Kie menggelengkan kepalanya. "Apakah dia kelihatan bersahabat rapat dengan Hekouw-lie Cian Cong?" Teng Kie membenarkan pertanyaan itu. .,Kalau begitu," Kata pemuda kita. "mungkin juga Cian Cong telah dihasut oleh dia itu, sedangkan kau sendiri telah dijadikan alat mereka. Tidak bisa salah lagi." Kong Houw yang melihat sikap Poan Thian terhadap pada pecundangnya itu, iapun lalu mendekati ke muka ranjang sambil berkata. "Suudara, sekarang kau boleh berdiam dan berobat di sini sehingga beberapa hari lamanya. Apabila kau merasa haus atau lapar, panggillah pelayan-pelayan yang akan kuperintahkan berdiam di sini untuk melayani segala keperluanmu. Kau tidak usah merasa sungkan apa-apa, dan anggaplah bahwa rumah ini adalah rumahmu juga." Hal mana, sudah barang tentu, telah membikin Teng 531 Kie jadi sangat berterima kasih dan malu bukan main mendapat perlakuan yang justru sebaliknya dari pada apa yang semula dipikirkannya. Dan jikalau ia bisa berdiri dengan tegak, ia tentu sudah bersoja dan berlutut buat menyatakan bertobat atas perbuatannya yang sangat hina dan rendah itu. Lebih-lebih tatkala ia tahu bahwa orang yang menjadi tuan rumah itu adalah Cin Kong Houw, pemimpin dan pemilik Siang-hap Piauwkiok, Teng Kie jadi terperanjat dan berkata. "Tuan Cin. kepadamu aku harus menghaturkan beribu-ribu maaf, buat kesukarankesukaran yang kau telah alami selama kehilangan bendera lambangmu pada beberapa waktu yang telah lampau itu. Karena bendera lambang itu bukan dicuri oleh Ca Chung-cu sendiri, hanya tangankulah yang telah mencurinya. Tetapi aku harus puji Ca Chung-cu sebagai seorang Tay-tiang-hu sejati, berani berbuat, juga berani memikul risikonya. Itulah sebabnya mengapa ia tidak mengatakan bahwa pencurian itu telah dilakukan olehku." "Jadi dengan begitu," Kata Lie Poan Thian. "inilah ada buat kedua kalinya kau diperintah akan melakukan pekerjaan dengan...... secara bergelap?" "Ya," Sahut Teng Kie sambil menundukkan kepalanya, karena merasa sangat menyesal dan malu dengan perbuatannya sendiri. "Seorang yang perbuatannya sesat tetapi kemudian insyaf dan bersedia akan berbuat baik, itulah masih belum kasip akan dipimpin menjadi seorang baik," Kata Louw Cu Leng yang bermaksud buat menyadarkan pikiran Teng Kie yang telah terliput oleh pengaruhpengaruh yang tidak baik. 532 "Ya, benar," Sahut Teng Kie. "Dari itu, aku rasanya kepingin mati saja karena penyesalan-penyesalan yang aku harus timpakan atas diriku sendiri." "Kau jangan putus asa," Kata jago tua itu. "Dan jikalau kau tidak buat celaan, aku bersedia akan mendidik padamu ke jalan yang benar, yang aku percaya akan membawa bahagia bagi penghidupanmu yang bakal datang. Kau masih muda, mengapakah tidak berusaha untuk hari kemudianmu? Tuan Cin di sini mempunyai perusahaan angkutan yang meminta banyak orang yang paham ilmu silat buat menjadi pengantar kereta piauw. Oleh karena itu, aku pujikan benar, jikalau nanti kau telah sembuh dari lukamu, akan membantu pada tuan Cin di sini, yang tentu bagimu akan lebih baik sepuluh kali dari pada berkeliaran di kalangan Kang-ouw dengan tidak tentu tujuannya. Hanya belum tahu pikiranmu bagaimana?" Teng Kie tidak mampu mengucapkan barang sepatah perkataan. Ia jadi begitu terharu dan berterima kasih atas nasihat-nasihat orang tua itu, sehingga dengan tidak terasa lagi ia mangucurkan air mata oleh karena menyesal atas segala perbuatannya yang sudah-sudah. Sementara Kong Houw dan orang banyak yang pada menyaksikan begitu, semua jadi merasa kasihan dan berjanji akan sedapat mungkin bantu membukakan jalan untuk Teng Kie menjadi seorang baik. Dan sesudah mereka pada berlalu dan berkumpul di ruangan pertengahan, di situ Poan Thian lalu menyatakan pikirannya akan mencari pada Hok Cit, yang ia percaya akan mengacau terus menerus apabila ia belum dikasih hajaran yang, cukup hebat. Tetapi hampir semua orang menyatakan tidak 533 mufakat, akan Poan Thian berlaku begitu tergesa-gesa. 4.34. Penguasa Ca-kee-cung? "Memotong rumput harus dicabut dengan akarakarnya," Kata pemuda kita. "Buat apakah mesti ditinggal separuh-separuh?" "Itu benar," Kata Hoa In Liong. "Tetapi kau harus jangan lupa, bahwa itulah ada urusan remeh. Ingatlah, seekor naga boleh menjagoi di lautan, tetapi tak dapat ia berbuat begitu dalam sebuah sungai, dimana ada kemungkinan ia diganggu oleh kawanan udang." "Itu benar, itu benar. Aku mufakat," Kata Louw Cu Leng sambil tertawa. Tetapi Poan Thian tetap berkeras akan mencari juga pada Hok Cit, hingga orang banyak tidak bisa mencegah lagi akan pemuda kita pergi mencari pada sisa berandal dari Jie-sian-san itu, yang menurut keterangannya Teng Kie, ada kemungkinan masih berada di Ca-kee-chung. "Kedatanganku ke sana," Katanya. "bisa dipergunakan sebagai pelabi akan menyambangi pada Ca Tiauw Cin yang telah kulukai sehingga cacad itu." Begitulah setelah minta supaya Kong Houw sudi melayani Louw Cu Leng dan Hoa In Liong sementara ia pergi "membereskan perhitungan" Dengan Hok Cit di Cakee-chung, pemuda itu lalu menyatakan juga menyesalnya pada orang tua itu dan kakak seperguruannya, bahwa ia tidak bisa melayani mereka sebagaimana mestinya, berhubung ia tak senang akan Hok Cit yang berada di luaran masih saja mencari garagara dan menghasut ke kiri-kanan untuk membikin ia jadi bertambah banyak musuh dan dibenci orang tanpa 534 alasan yang bisa masuk diakal. Maka dengan hanya membawa beberapa stel pakaian saja, pedang hadiah dari In Cong Sian-su dan kantong kulit yang berisikan senjata-senjata rahasia, pemuda kita segera berangkat ke Ca-kee-chung dengan menunggang seekor kuda yang dapat berlari cepat. Y Dan tatkala melakukan perjalanan sehingga beberapa hari lamanya, akhirnya sampailah ia di muka gerbang desa Ca-kee-chung, dimana ia lantas minta salah seorang pengawal akan pergi memberitahukan pada Ca Tiauw Cin tentang perkunjungannya itu, tetapi di luar sangkaannya ia memperoleh jawaban bahwa Chungcu-ya justru keluar bepergian. Oleh sebab itu, maka si pengawal minta supaya Poan Thian suka kembali lagi nanti, dua atau tiga hari pula kemudian. Oleh karena mendengar keterangan itu, Poan Thian terpaksa pergi mencari rumah penginapan untuk berikhtiar, cara bagaimana ia bisa mencari Hok Cit yang saban-saban telah membuat ia mengalami banyak kesukaran. Bahkan kalau ia bisa bertemu dengannya di saat itu, niscaya ia akan bunuh padanya dengan tidak ampun lagi. Demikianlah sambil dahar di rumah penginapan, Poan Thian berpikir dengan tidak henti-hentinya. Lama-lama timbul ingatan dalam hatinya akan menerobos saja ke Ca-kee-chung. Tetapi karena mengingat bahwa Ca Tiauw Cin sekarang sudah menjadi seorang baik, ia jadi tidak enak buat berlaku semberono, memasuki rumah orang dengan tidak mengindahkan 535 kepada orang yang menjadi tuan rumahnya. Sebaliknya, jikalau dibiarkan saja Hok Cit diberi ketika akan merat, lalu segala kecapaiannya yang dari jauh datang ke situ dengan maksud khusus untuk membereskan perhitungan dengan sang musuh itu, akan menjadi sia-sia belaka. Oleh karena itu, bagaimanakah ia harus berbuat sekarang? Pikirannya bekerja dengan keras, pemecahannya belum juga dapat diperoleh. Merdeka Atau Mati Karya Kho Ping Hoo Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong Kidung Senja Di Mataram Karya Kho Ping Hoo