Ceritasilat Novel Online

Kembalinya Ilmu Ulat Sutera 4


Kembalinya Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying Bagian 4


Kembalinya Ilmu Ulat Sutera Karya dari Huang Ying   "Tapi kali ini kita ke sana..."   "Aku tahu keadaan sangat berbahaya, tapi aku tidak takut, dan kau tidak perlu menanggung tanggung jawab apa pun kepadaku!"   Wan Fei-yang ingin mengatakan sesuatu tapi ditelannya kembali.134 "Apa pun mengenai Bu-tong-pai, aku tidak akan sembarangan membocorkan rahasia kalian, kau bisa tenang!"   "Aku tahu kau pasti bisa menjaga rahasia!"   "Kalau begitu, tunggu apa lagi?"   "Kadang-kadang aku juga seperti itu, walau pun masalahnya tidak penting tapi aku tetap akan menjaga rahasia!"   Tong Ling ke lepasan bicara.   "Kalau kau mati...."   Setelah kata-katanya terucap keluar, dia baru sadar bahwa itu tidak pantas, dengan perasaan menyesal dia berkata lagi.   "maafkan aku, sebenarnya aku tidak bermaksud seperti itu!"   "Semua rahasia tidak bisa selamanya menjadi rahasia, mungkin belum sempat tiba di sana, tapi aku sudah..."   "Lebih baik kau katakan saja."   "Kalau ada yang mencari tahu rahasia Tong-bun, apa yang akan kau lakukan?"   "Pastinya aku tidak akan membicarakannya!"   Tong Ling adalah gadis yang tidak banyak berpikir, setelah menjawab itu dia baru sadar tapi kata-katanya tidak bisa ditarik kembali.   "Ya, seperti itulah!"   Wan Fei-yang sudah melesat seperti anak panah.   "Wan Fei-yang..."   Tong Ling berusaha mencengkeram, tapi hanya mencengkeram tempat kosong, saat dia akan mengejar, Wan Fei-yang sudah berlari sejauh 15 tombak.135 Mata Tong Ling tampak berputar, dia ingin melarang murid-murid Tong-bun mengejar Wan Fei-yang, tapi kata- katanya yang sudah ada di depan mulutnya segera ditelan kembali.   Melihat Tong Ling terdiam, mereka membiar kan Wan Fei-yang meninggalkan mereka.   Wan Fei-yang dengan cepat sudah berada di atas sebuah batu, setelah menoleh dia kembali berlari.   Tong Ling tidak bergerak, 2 orang murid Tong-bun yang berusia separo baya segera mendekat.   "Ketua, mereka menunggu petunjuk Anda."   "Apakah murid-murid Tong-bun yang mengawasi Wan Fei-yang sudah ditarik?"   Dia malah balik bertanya.   "Mereka mengirim kabar melalui burung merpati."   "Pengawasan terhadap Wan Fei-yang dilanjutkan, tapi jangan sampai mengganggunya, lihat dia akan pergi kemana! Ingat itu!"   Perintah Tong Ling.   Murid Tong-bun tidak ingin mengecewakan Tong Ling, mereka bergiliran mengawasi Wan Fei-yang.   Walaupun Wan Fei-yang berilmu sangat tinggi, tapi dia bukan orang berpikiran negatif, dia pun tidak bisa menghindar.   Dia hanya pura-pura tidak tahu tapi diam-diam berusaha menghindari mereka.   Dengan kehebatan ilmu silatnya dia berusaha melepaskan diri dari murid-murid Tong-bun yang mengawasinya.   i136 Sampai terakhir hanya tinggal satu orang yang sanggup membuntutinya, dia adalah murid Tong-bun generasi muda juga mempunyai ilmu meringankan tubuh terbaik, ketua Tong-bun termuda...   Tong Ling! 7 hari sudah berlalu.   Siang hari itu! Sinar matahari bersinar menembus sela-sela daun di hutan tapi tetap membuat orang merasa dingin.   Pohon besar tumbuh di mana-mana, sebuah jalan kecil berada di sana, katanya itu adalah satu-satunya jalan untuk melewati hutan itu, tapi Tong Ling tidak menyukai jalan ini juga tidak menyukai suasana di sana, tapi dia tidak ada pilihan.   Wan Fei-yang pasti akan berjalan melalui jalan kecil itu, dia harus terus mengawasi Wan Fei-yang, dia harus berada di depannya.   Selama dua hari ini keadaan Tong Ling seperti itu, berada di depan Wan Fei-yang untuk mengawasinya.   Jika Wan Fei- yang menanyakan jalan kepada pejalan kaki lainnya, dia akan segera bertanya kepada orang yang sama, kemudian melalui jalan pintas menunggu Wan Fei-yang di depan.   Dia berusaha untuk berhati-hati, dia juga berusaha agar tidak putus kontak dengan murid-murid Tong-bun lainnya semua mengandalkan kerja kerasnya seorang diri.   Di bawah ada air, saat menginjak air itu, dia seperti masuk ke dalam perangkap, kakinya seperti tidak menginjak bumi.   Tong Ling tidak senang dengan perasaan seperti ini.137 Di depan sedikit genangan air, di atasnya ada sepotong pohon yang sudah layu.   Tong Ling melihat pohon itu dia segera dia berlari ke sana.   Dia ingin mendarat di atas pohon itu, kemudian dengan bantuan batang pohon yang layu, dia bisa melewati genangan air yang banyak itu, tapi baru saja mendarat di atas batang pohon layu itu, pohonnya malah tenggelam.   Ternyata genangan air itu adalah rawa-rawa, Tong Ling segera terjerumus ke dalam rawa-rawa itu, semakin dia berteriak dan memberontak tubuhnya semakin terhisap ke dalam genangan lumpur.   Dia sadar kalau terus memberontak dan meronta, lumpur akan menutupi hingga ke kepalanya, maka dia pun melemaskan tubuhnya walaupun merasa masih terus tenggelam dia pasrah tapi semua itu agak terlambat.   Waktu itu ada seekor ular sanca keluar dari balik semak- semak, dan berenang ke arahnya.   Anehnya ular itu bisa merayap di atas lumpur itu, ular itu tidak tenggelam malah dengan cepat berusaha mendekatinya.   Tong Ling terkejut, ular besar itu sudah membuka mulutnya yang besar, semakin mendekatinya, tiba-tiba terdengar suara dari atas.   Sebuah ranting sepanjang 6-7 kaki sudah melesat dan masuk ke dalam mulut ular besar itu, membuat ular itu terbang ke atas permukaan air dan terpaku di atas pohon.138 Ular itu memuntahkan darah, dan terus memberontak, membuat siapa pun terkejut.   Tong Ling pun terkejut sorot matanya segera mencari-cari lalu dengan senang berteriak.   "Wan Fei-yang!"   Wan Fei-yang sedang berdiri di sana, dia berteriak.   "Sambut..."   Kemudian dia melempar rotan ke arah Tong Ling.   Setelah rotan berada di tangannya dia ditarik oleh Wan Fei-yang, dia bisa terbang ke arah Wan Fei-yang.   Wan Fei-yang mengulurkan tangannya untuk memegang pundak Tong Ling.   Begitu Tong Ling bisa berdiri tegak, dia segera jatuh ke dalam pelukan Wan Fei-yang dan menangis sejadi-jadinya.   Dia memang bersifat keras, tapi baru pertama kalinya dia berkelana di dunia persilatan.   Di Tong-bun dia seperti seorang putri, belum pernah mendapat peristiwa mengejutkan seperti ini, apa lagi dia hanya seorang gadis, dia pasti sangat takut kepada ular besar! Wan Fei-yang mengerti apa yang ada dalam pikiran Tong Ling, Tong Ling tiba-tiba menjatuhkan diri ke dalam pelukannya dan menangis, Wan Fei-yang ikut terkejut, dengan terpaksa dia memeluknya supaya Tong Ling bisa tenang.   Lama...   Tong Ling baru berhenti menangis, dia menatap Wan Fei-yang.   "Mengapa kau bisa berada di sini?"139 "Aku harus melewati jalan ini!"   "Aku tahu..."Tong Ling seperti baru tersadar.   "Aku malah baru tahu kau sudah mengejarku sampai ke mari!"   "Aku berjalan di depanmu!"   "Sebelumnya aku mengira bisa terlepas dari pengawasan kalian!"   "Mana mungkin akan segampang itu?"   "Apakah kalian masih mencurigaiku?"   "Aku yakin kau bukan orang itu, kalau tidak, kau tidak akan terus menolongku!"   Kata-katanya baru terucap, Tong Ling sadar dia sudah salah bicara lagi. Tapi Wan Fei-yang seperti tidak mendengar ucapannya, dia hanya menjawab.   "Memang seperti itu!"   "Seharusnya aku tidak mencurigaimu lagi, sewaktu orang itu menculik Kongkong, dia memang tidak melukai orang- orang Tong-bun dan hanya mengatakan akan meminjam Kongkong tapi tampak nya tidak sama perlakuannya kepada perkumpulan lain, sudah pasti dia yang melakukannya tetapi kau tidak mirip dengan orang yang kejam dan jahat!"   "Sebelum mencariku, seharusnya kalian mencari tahu dulu di daerah Bu-tong-san!"   "Kami sudah mencari tahu bahwa kau tidak pernah meninggalkan Bu-tong-san, kau mengobati orang-orang miskin, tapi kami juga berpikir mungkin kau sudah tahu kalau140 kami akan datang mencarimu maka kau bersekongkol dengan orang-orang miskin itu..."   "Kalian benar-benar penuh rasa curiga."   "Bukankah sekarang kami sudah mempercayaimu!"   "Kalau begitu, aku bisa tenang!"   "Tapi aku masih khawatir."   "Karena kakekmu.."   "Jika tidak terjadi sesuatu padanya aku baru merasa tenang, jadi.."   "Jika terjadi sesuatu percuma kau merasa khawatir juga, jika tidak terjadi apa-apa, dia akan mengembalikan kakekmu dengan selamat, bukankah orang itu mengatakan hanya meminjam, jika sudah selesai, dia akan mengantarkan kakekmu pulang dengan selamat."   "Maksudmu, aku harus menunggu di-rumah?"   "Dunia persilatan sangat berbahaya..."   Kata Wan Fei- yang.   "Apa lagi di perbatasan suku Biauw lebih berbahaya lagi, apa benar?"   "Apakah kau tahu kalau aku akan pergi ke perbatasan suku Biauw?"   Wan Fei-yang tertawa.   "Sudah pasti, karena ini adalah satu-satunya jalan menuju ke perbatasan suku Biauw."   "Aku tidak mengerti mengapa semua ini berhubungan dengan perbatasan suku Biauw, apakah Thian-can-sin-kemg dari Bu-tong-pai berasal dari perbatasan suku Biauw?"   Wan Fei-yang tidak menjawab.141 Tong Ling berkata lagi.   "Kalau benar, semua benar-benar di luar dugaan!"   Dia bicara sendiri.   "ini benar-benar rahasia besar, pantas kau tidak mau menceritakannya, tapi tenanglah, aku tidak akan membocorkan rahasia ini!"   Wan Fei-yang tertawa kecut.   "Aku tahu di perbatasan suku Biauw tidak ada pesilat tangguh!"   Kata Tong Ling.   "Aku juga berpikir demikian!"   "Thian-can-sin-kang milik Bu-tong-pai sudah ada selama puluhan tahun, aku tidak mengerti! Apakah tidak boleh memberitahu kepada siapa pun?"   "Jika sudah tiba waktunya aku akan memberi tahu padamu!"   "Kau setuju untuk tidak membocorkan rahasia bukan?"   Tanya Wan Fei-yang. Tong Ling mengangguk.   "Seharusnya memang begitu, rahasia Tong-bun sudah pasti tidak akan kubocorkan!"   "Kalau kau sudah mengerti itu paling bagus."   "Sekarang aku percaya kepadamu!"   Kata Tong Ling.   "aku tidak akan memaksamu menceritakan rahasia ini!"   "Kalau begitu, kau setuju untuk kembali ke Tong-bun?"   "Kembali ke Tong-bun?"   Tong Ling berteriak.   "apa pun yang terjadi, ke mana pun kau pergi aku harus ikut denganmu!"   "Perbatasan suku Biauw..."142 "Aku tahu di sana berbahaya, tapi jika bersamamu, aku tidak akan merasa takut, aku mempunyai kemampuan mengurus diriku sendiri."   Dia melihat rawa-rawa tadi.   "tadi bisa terjadi seperti itu karena aku tidak mempunyai pengalaman, nanti tidak akan terjadi hal seperti itu lagi."   Wan Fei-yang tertawa kecut.   "Apa pun yang terjadi nanti, masalah Bu-tong-pai tidak akan kubocorkan, jika aku sudah berjanji, aku akan berusaha untuk menepatinya, apakah kau percaya?..."   "Aku tahu kau bukan orang seperti itu..."   "Kalau begitu, kau setuju aku ikut denganmu!"   Tong Ling berteriak senang sambil tertawa.   Wan Fei-yang merasa kepalanya hampir terbelah menjadi dua.   Gadis yang ada di depan matanya tidak berbedanya dengan dia saat baru berkelana di dunia persilatan.   Mungkin gadis ini lebih emosi.   Pergi ke perbatasan Biauw pasti sangat berbahaya, mengurus dirinya saja sudah sulit, jika Tong Ling berada di sisinya, benar-benar tidak terbayangkan.   "Lebih baik kau..."   "Aku tidak mau kau tiggalkan!"   Kembalinya Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Dia segera merapat ke Wan Fei-yang, tapi begitu sadar dia masih berada dalam pelukan Wan Fei-yang, dia segera beringsut mundur.   "Ada apa?"   Tanya Wan Fei-yang terkejut.143 Wajah Tong Ling menjadi merah, setelah Wan Fei-yang melihat ke arahnya dia baru mengerti, dia mengalihkan topik pembicaraan.   "Aku lupa kalau tubuhmu penuh dengan lumpur, pasti terasa tidak nyaman..."   Tong Ling menatap Wan Fei-yang, wajahnya semakin merah, Wan Fei-yang baru melihatnya sebab Tong Ling tadi berada dalam pelukannya sehingga bajunya pun penuh dengan lumpur. Tapi dia pura-pura tidak tahu dan berkata.   "Di sana ada sebuah sungai kecil..."   "Kau belum menjawab pertanyaanku..."   "Aku sedang berpikir jika sudah selesai, aku akan menjawab pertanyaanmu'' Dengan tenang Tong Ling berendam di dalam air. Dia sangat percaya Wan Fei-yang bukan orang yang teori dan praktiknya tidak sama, dia juga percaya walaupun Wan Fei- yang tidak setuju tapi jika dia terus merengek, pada akhirnya dia akan membawanya ke perbatasan. Wan Fei-yang memang ingin menepati janji, setelah berpikir dia pun menuliskan jawabannya di tanah setelah itu dia pun pergi! Jawabannya berada di atas permukaan tanah, semua ini di luar dugaan Tong Ling, sewaktu dia melihat huruf-huruf yang tertulis di tanah, Wan Fei-yang sudah tidak ada di sana. Tong Ling terpaku, tapi dia tetap berusaha mengejar ke dalam hutan, itu pun di luar dugaan Wan Fei-yang.144 Sebab dia melihat setelah Tong Ling bersih dari lumpur, dia akan ketakutan dan menangis, dia menduga setelah mengalami kegagalan tidak akan mencoba rintangan berikutnya, dia tidak tabu Tong Ling menangis karena dirinya, hanya ada dirinya dan tidak ada orang yang pantas buat dia mengadu, air matanya belum tentu akan menetes. Kalau Tong Ling tidak begitu keras kepala, dia tidak akan mengejar Wan Fei-yang sampai kemari. Jika sudah di sini, mana mungkin setelah mengalami kegagalan akan mundur begitu saja! Setelah masuk hutan, suasana begitu menyeramkan dan gelap, Tong Ling sangat berhati-hati dalam melangkah. Setelah mengalami kegagalan dia mulai mengerti bahwa dia harus berhati-hati dan berwaspada. Setelah melewati hutan dan masuk gunung, terlihat pemandangannya sangat indah, tidak ada yang membuatnya takut. Sepanjang jalan tidak dia bertemu dengan seorang pun. Selama 10 hari lebih Wan Fei-yang selalu berburu ayam hutan dan kelinci untuk mengisi perut. Selama perjalanan keadaan yang lebih buruk pun sudah pernah dia alami, dia tidak mempunyai perasaan takut pada kesulitan. Wan Fei-yang hanya merasa aneh, mengapa di sini tidak ada seorang pun yang tinggal, karena dia tidak tahu bahwa dia sudah memasuki tempat di mana suku Biauw tinggal. Tempat itu adalah tempat terlarang bagi suku Biauw, hutan itu adalah hutan pelindung alam.145 Pesilat tangguh seperti Tong Ling pun hampir terjebak ke dalam lumpur, orang biasa mana mungkin bisa melewati hutan ini? Wan Fei-yang lupa kalau dia adalah seorang pesilat tangguh. Tapi dia tetap berhenti di sebuah danau! Danau itu sangat luas, dari ujung ini tidak bisa melihat ke ujung sana, hanya bisa melihat gunung-gunung yang berderet. Hari hampir sore, Wan Fei-yang sedang membuat rakit dari batang rotan. Paginya Wan Fei-yang telah mendayung rakit untuk menyeberangi danau, sampai ke seberang. Air danau tampak jernih, tenang, dan bersih. Rakit meluncur melewat riak danau, sampai-sampai saat mendayung pun terdengar merdu. Semakin mendekati seberang, keadaan di sana semakin aneh. Di depan terdapat jurang, dinding batu menghalangi di tengah-tengah air, seperti sebuah sekat. Di antara sekat itu terdapat sebuah celah, melihat ke dalam celah selain ada air juga terlihat cahaya dari langit, Wan Fei-yang tidak sengaja mendayung rakit hingga masuk ke dalam celah. Celah ini sangat besar, dari luar terlihat tidak begitu dalam, tapi setelah masuk baru terasa. Setelah rakit melewati celah itu pemandangan di depan berbeda sekali dengan di luar.146 Tempat di sana seperti sebuah gayung, gagang gayung berupa air terjun. Air bercipratan kecuali itu ada sebuah kolam, airnya tampak bening hingga bisa melihat ke dasar. Sewaktu Wan Fei-yang berlatih ilmu silat di Bu-tong-san, keadaan di sana hampir sama dengan di sini, hanya saja tempat ini lebih tenang, sampai air terjun pun tidak mengalir sederas di Bu-tong-san. Walaupun begitu, dia tetap merasa tempat itu ramah. Kegembiraan hatinya sulit dilukiskan, saat tertawa atau senyumnya baru terlihat dari mulutnya, rakit yang didayungnya tiba-tiba terguling. Ini benar-benar di luar dugaannya, walaupun ilmu silatnya tinggi dan refleknya cepat, dia tetap terguling dan masuk ke dalam air. Dalam cipratan air, dia seperti melihat seorang gadis telanjang, dia berenang cepat seperti seekor ikan datang ke arahnya, dia juga merasa telah dipeluk oleh gadis itu. Dia seperti terbius, dia mendorong tangannya keluar, tempat di mana dia mendorong terasa empuk dan lembut. Dia sadar benda apa itu maka jantungnya segera berdebar-debar kencang, dengan cepat tangannya ditarik kembali, itulah perasaan yang mendera sebelum dia pingsan. Kemudian jalan darah di beberapa tempat sudah ditotok. Sewaktu Wan Fei-yang tersadar kembali, dia sudah berada di dalam sebuah gua.147 Tanpa diragukan lagi gua itu sudah ditata oleh tangan manusia, sangat indah, juga terlihat sedikit bersifat kekanak- kanakan. Seorang gadis duduk di pinggir ranjang. Suasana yang terasa begitu kekanak-kanakan membuat semuanya bertambah lucu. Gadis itu sudah mengenakan baju, tapi Wan Fei-yang masih merasa dia melihat tubuh telanjangnya sebab sebelum pingsan pikirannya berhenti saat dia masih berada di dalam air, sekarang setelah dia tersadar kembali, baru merasa kalau dia sedang berbaring di atas sebuah ranjang batu, kaki dan tangannya diikat dengan tali. Tubuhnya digerakkan, dia ingin berdiri, tapi melihat tali yang menyambung dengan ranjang batu itu menempel ke dalam tanah. Walaupun tenaganya besar, sulit untuk menggesernya. Karena tidak bisa bangun, maka Wan Fei-yang melihat keadaan di sekelilingnya, kemudian dia menarik nafas panjang.   "Kau sudah sadar?"   Tanya gadis itu. Dia berbaju suku Biauw tapi berbahasa Han dengan sangat lancar, hal ini membuat Wan Fei-yang merasa aneh dan bertanya.   "Apakah kau suku Han?"   Gadis itu menggelengkan kepala, dia balik bertanya.   "Apakah aku mirip orang suku Han?"   "Kau menguasai bahasa Han dengan baik!"148 Gadis itu terlihat benar-benar senang.   "Untung kau menguasai bahasa Han, kalau tidak, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan sekarang?"   Kata Wan Fei-yang.   "Aku tidak akan melukaimu!"   "Tapi kau..."   "Namaku Pei-pei, namaku tidak begitu indah tapi aku menyukainya!"   "Aku juga suka!"   Wan Fei-yang memang merasa nama itu bagus. Pei-pei tertawa.   "Aku tahu kau pasti menyukainya, kalau tidak, kau tidak akan datang kemari, ini yang disebut 'jodoh' yang sering dikatakan kalian suku Han."   "Oh!"   "Siapa namamu?"   Tanya Pei-pei.   "Wan Fei-yang!"   "Waktu Wan (Awan) sedang Fei-yang, bukan kah udara yang bagus!" (artinya waktu awan sedang terbang). Kata-kata seperti ini baru pertama kali Wan Fei-yang mendengar, tapi mengingat pengalamannya yang menyedihkan, dia hanya tertawa kecut. Pei-pei merasa aneh.   "Apakah aku sudah salah bicara hingga membuatmu marah?"   Wan Fei-yang menggelengkan kepala.   "Tempat apa ini?"149 "Tempat di mana aku tinggal!"   "Oooo."   "Apakah kau tahu mengapa aku membawamu kemari?"   "Mengapa?"   Wan Fei-yang balik bertanya.   "Apakah kau tidak tahu adat istiadat suku Biauw?"   "Aku baru pertama kali datang ke wilayah suku Biauw, aku tidak tahu dengan jelas, apakah aku sudah berbuat kesalahan?..."   "Apakah kau sama sekali tidak tahu?"   "Jika Nona ingin menyampaikan sesuatu, katakan saja!"   "Menurut aturan suku Biauw bila seorang gadis telanjang sudah dilihat oleh lelaki dan dia menyukai orang itu maka orang itu harus menikah dengannya!"   Wan Fei-yang terpaku, Pei-pei menatapnya dan berkata lagi.   "Aku memang tidak pernah melihatmu, tapi hingga saat ini aku tidak membencimu, berarti aku menyukaimu!"   Wan Fei-yang ingin membela diri, tapi tidak tahu harus bagaimana membela diri.   "Kau juga pasti menyukaiku bukan?"   Tanya Pei-pei. Wan Fei-yang tertawa kecut.   "Itu sudah pasti, kita baru bertemu untuk pertama kalinya, walaupun kau menyukaiku belum tentu sudah mencapai pada tahap ingin memperistriku!"   Kata Pei-pei.   "Nona adalah gadis yang sangat pengertian!"   Kata Wan Fei-yang.150 "Kalau kau tidak ingin menikahi denganku, dipaksa pun tidak akan ada artinya tapi kalau kau tidak mau menikahiku, aku akan mati!"   "Apakah ini aturan suku Biauw?"   Pei-pei mengangguk.   "Seorang gadis jika tubuhnya sudah dilihat oleh orang yang dia sukai, tapi dia tidak bisa menikah dengan orang yang dia sukai, selain mati apa yang bisa dia lakukan?"   Wan Fei-yang tidak bisa menjawab.   Dia mengerti saat rakit memasuki kolam itu, dia memang tidak melihat Pei-pei, tapi Pei-pei sudah melihat-nya, dia mengira Wan Fei-yang juga sudah melihat-nya, maka terjadilah kesalahpahaman seperti ini.   Tapi walau bagaimanapun dia sudah melihat tubuh Pei- pei dan kalau hanya dengan alasan ini akan membuat gadis itu mati, mana dia tega melakukannya.   Dia jadi bingung, sebelumnya dia mengira Tong Ling saja sudah cukup sulit, sekarang ditambah yang satu ini, tampaknya dia lebih sulit diurus lagi.   Tong Ling hanya berbelit-belit dan sukar dinasihati, sedangkan Pei-pei menyangkut masalah hidup dan mati.   Apakah semua gadis di dunia ini sulit diatur? Wan Fei- yang hanya bisa tertawa kecut.   Pei-pei menatapnya dan berkata.   Aku mengerti kalau perasaan harus dibina, aku bisa menunggu!"151 Wan Fei-yang menghembuskan nafas.   "Kalau kau sadar dan langsung marah-marah kepadaku, berarti kau tidak menyukaiku, tapi kau tidak melakukannya, berarti kau tidak membenciku, setelah lewat beberapa hari kau pasti akan menyukai ku dan akan menikahiku!"   "Setelah lewat beberapa hari..."   Tiba-tiba Pei-pei berteriak.   "Masih ada satu cara lagi!"   "Oh ya?"   Wan Fei-yang melihat Pei-pei, dia tidak merasa Pei-pei memmpunyai cara yang lebih baik.   Pei-pei segera berjalan mendekati meja batu dan mengambil benda seperti kulit kerang, setelah itu dia kembali ke sisi ranjang segera meniup benda itu.   Suara yang keluar sangat indah tapi juga aneh.   Setelah Wan Fei-yang mendengarnya, hatinya merasa nyaman.   Apa pun yang dilihatnya sepertinya berubah menjadi indah, apa lagi perasaannya kepada Pei-pei, tidak perlu diucapkan lagi.   Pei-pei menatap Wan Fei-yang, dia meniup kulit kerang itu dengan penuh konsentrasi, di mata Wan Fei-yang, Pei-pei pelan-pelan berubah menjadi seperti dewi khayangan.   Tentu saja Wan Fei-yang belum pernah melihat dewi, tapi di matanya, Pei-pei seperti sedang menari di atas langit, seperti seorang dewi.   Tidak lama kemudian tiba-tiba ada suatu perasaan merayap ke tangannya, begitu dilihat dia menghembuskan nafas dingin, sebab di tangannya banyak ulat-ulat yang berkilauan sedang merayap ke bagian atas tubuhnya.152 Seekor demi seekor menempel menjadi satu, menjadi benda aneh yang berkilau, seperti benda cair yang sedang bergerak, Wan Fei-yang melihat lagi.   Benda-benda itu sedang datang dari segala penjuru dengan cepat menutupi bagian bawah tubuhnya.   "Apa ini?"   Wan Fei-yang berteriak.   Pei-pei seperti mabuk terus meniup benda seperti kulit kerang itu, teriakan Wan Fei-yang telah membuatnya tersadar kembali dan pelan-pelan meletakkan kulit kerang itu ke atas meja.   Benda-benda yang merayap itu adalah ulat sutra emas.   Bersamaan waktu ulat sutra emas itu pun berhenti merayap.   "Ulat sutra emas?"   Wan Fei-yang segera ingat pada Thian-can-sin-kang. Pei-pei menjelaskan bahwa itu adalah salah satu 'Ku'.   "Ku..hati Wan Fei-yang terasa dingin.   "Kau bisa memakai Ku?" (ilmu guna-guna). Pei-pei seperti tidak merasa bersalah dan menjawab.   "Suhu mengajariku banyak hal, tapi kali ini untuk pertama kalinya aku menggunakan Ku, aku yakin tidak salah menggunakannya."   "Mengapa kau menggunakan Ku kepadaku?"   "Ketika Suhu mengajariku menggunakan ulat sutra emas beliau pernah mengatakan Kim-can-ku bisa membuat laki- laki yang kusukai akan setia selamanya dan terus berada di sisiku, dia tidak akan berpaling kepada orang lain!"   Kata Pei-153 pei berkata dengan jujur, sikapnya terlihat manja, sepertinya tidak ada perasaan jahat sedikit pun. Wan Fei-yang menarik nafas.   "Memelihara guna-guna, berlatih ilmu guna-guna, itu pendapat masing-masing, aku tidak berani mengatakan kalau itu salah, tapi tujuan menggunakan guna-guna sudah sangat jelas!"   "Maksudmu, aku bersalah?"   "Gurumu tidak pantas mengajari hal seperti itu kepadamu!"   Jawab Wan Fei-yang sambil menarik nafas.   "seorang laki-laki karena takut kepada Ku akan menyukaimu, hanya karena dia takut racun, maka pikiran, dan gerakan mereka akan dikuasai oleh Kim-can-ku (Guna-guna ulat sutra emas). Dengan terpaksa mereka akan tunduk kepada kehendakmu, dia akan menjadi seperti mayat hidup, rasa suka dan sayangnya bukan berasal dari lubuk hatinya."   "Kim-can-ku yang kau maksud tadi terlalu menakutkan!"   Kata Pei-pei menggelengkan kepala.   "Apakah orang yang telah terkena guna-guna jika meninggalkan tempat ini akan sering kambuh dan keadaannya sangat teisiksa?"   "Tapi dia tidak akan mati!"   "Perasaan itu pasti akan membuat siapa pun dengan cepat mengubah keputusan awalnya!"   Kata Wan Fei-yang. Pei-pei tidak mengaku juga tidak membantah, dia hanya menjawab.154 "Sebenarnya aku juga tidak tahu jelas, tapi Suhu mengatakan seperti itu!"   "Kalau orang yang sudah terkena guna-guna menyukaimu hanya karena pengaruh guna-guna, aku yakin nilainya akan berkurang!"   "Aku tidak pernah mendengar orang berkata seperti itu!"   "Mungkin orang yang terkena guna-guna tidak berani bicara terus terang supaya dia tidak akan mendapat kesulitan yang tidak diharapkan,"   Kata Wan Fei-yang.   "Apa yang harus kulakukan sekarang?"   Tanya Pei-pei.   "Semua berjalan secara alami, jangan dipaksa, jika berjodoh tentunya mereka akan bersatu!"   "Apakah jodoh ditentukan oleh Langit?"   Tanya Pei-pei. Wan Fei-yang segera teringat pada masa lalunya, dengan terpaksa dia menjawab.   "Manusia tidak bisa melawan kehendak Langit, kalau Langit sudah menentukan mereka tidak bisa bersatu, pada akhirnya mereka pun akan terpisah!"   Sambil mendengar perkataan Wan Fei-yang, terlihat Pei- pei mengangguk, tiba-tiba dia bertanya.   "Menurutmu, akhirnya kita akan seperti apa?"   Wan Fei-yang tertawa kecut.   ''Kalau bisa tahu tentu akan baik, jika aku mempunyai kepandaian seperti ini, walaupun hidup ku sangat hambar, aku bisa menghindari banyak masalah yang memusingkan kepala!"155 Masa lalu yang terpikir oleh Wan Fei-yang terlalu banyak, sebenarnya rasa pusingnya lebih banyak dari pada kesenangan, walaupun dia tidak peduli terhadap hidup dengan senang tapi banyak kesedihan yang menyakitkan yang tidak ingin dia temui lagi! Tentu saja Pei-pei tidak merasakan apa yang Wan Fei- yang rasakan, dia juga tidak bisa membaca pikiran dan hati Wan Fei-yang.   Melihat sikap Pei-pei yang tidak menentu, bisa terlihat akibat yang bisa dia bayangkan adalah hari indah dan baik! Wan Fei-yang tiba-tiba memperhatikan Pei-pei, dia terpaku di sana, walaupun penglihatannya bukan penglihatan sangat khusus, begitu melihatnya dia sudah tahu diaa jenis orang seperti apa.   Tapi sampai sekarang kesan yang diberikan Pei-pei adalah dia begitu naif dan bersih! Dia tidak ingin menipu Pei-pei, memang dari awal dia tidak berniat menipu Pei-pei.   Yang membuatnya bingung adalah hubungan ini sudah dimulai tentu saja harus diakhiri dengan cara yang baik pula.   Lama Pei-pei baru membuka suara.   "Kata-katamu memang masuk akal, perasaan harus dibina, mulai sekarang aku akan selalu berada di sampingmu dan tidak akan meninggalkanmu!"   Wan Fei-yang tertawa kecut, kata-kata seperti ini belum lama didengar dari mulut Tong Ling.   Waktu itu dia merasa,156 Tong Ling saja sulit dilayani tapi jika dibandingkan sekarang dengan Pei-pei, Tong Ling lebih mudah dilayani.   Karena Tong Ling hanya berniat ikut ke perbatasan suku Biauw, sedangkan Pei-pei ingin menjadi istrinya.   Setelah berhasil menolong Tong Pek-coan, masalah Tong Ling tentu saja akan ikut beres, tapi masalahnya dengan Pei- pei entah kapan bisa selesai! Gadis suku Biauw mudah jatuh cinta, dia sudah sering mendengar tentang hal itu.   Gadis seperti Pei-pei harus ada yang bertanggung jawab.   Pei-pei mengambil cangkang kulit kerang dan mulai meniup lagi, suara yang keluar kali ini tidak ada bedanya bagi Wan Fei-yang dengan suara tadi, perasaan nyaman muncul lagi, tapi Kim-can (ulat sutra emas) malah pelan-pelan mundur dan menghilang karena suara itu.   Wan Fei-yang melihat semua itu, tidak ada perasaan enteng di hatinya berubah semuanya terasa lebih berat.   Akhirnya Pei-pei meletakkan benda seperti cangkang kerang itu dan membuka tali yang mengikat Wan Fei-yang.   Tali itu disimpul hidup maka dengan mudah Pei-pei membuka talinya tapi Wan Fei-yang malah merasa kepalanya pusing.   Kembalinya Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Pei-pei memapah Wan Fei-yang duduk dan bertanya.   "Apakah perasaanmu tidak nyaman?"   "Tidak, aku baik-baik saja..."   Wan Fei-yang memang baik- baik saja, hanya perasaannya waktu itu sangat aneh, dia seperti tidak bertenaga.157 "Apakah kau mau makan?"   Tawar Pei-pei.   "Aku tidak lapar!"   Wan Fei-yang melihat sekelilingnya.   "apakah kau hanya tinggal sendiri di sini?"   "Orang lain tidak boleh masuk!"   Angguk Pei-pei.   "Oh...?"   Wan Fei-yang merasa aneh.   "Ini adalah tempat terlarang bagi suku kami!"   Wan Fei- yang berpikir sebentar dan bertanya lagi.   "Kedudukan Nona di suku kalian pasti tidak biasa!"' Dengan manja Pei-pei berkata.   "Coba kau tebak!"   "Apakah Nona seorang putri?"   Wan Fei-yang sembarangan menebak.   "Dari mana kau bisa tahu?"   Pei-pei berteriak.   "Sebelum masuk ke mari aku pernah bertanya dan tahu di sini adalah tempat tinggal raja suku Biauw..."   Pei-pei menggelengkan kepala.   "Ayahku tidak tinggal di sini, dia sibuk dan banyak masalah yang harus dibereskan, dia harus terus bersama dengan orang-orangnya."   "Lalu tempat terlarang ini..."   "Tempat ini adalah tempat di mana kakekku dan gurunya berlatih silat, aku senang berlatih silat, maka aku tinggal di sini."   Wan Fei-yang membereskan bajunya.   "Kau bisa menotok..."   "Kau masih ingat?"   Pei-pei merasa bersalah.   "selain hal ini aku tidak tahu harus dengan cara apa menahanmu!"158 "Aku hanya berpikir gurumu tentu bukan berasal dari suku yang sama denganmu!"   Kata Wan Fei-yang.   "Dia bukan dari suku Biauw juga bukan dari suku Han."   Tiba-tiba Pei-pei bertanya.   "Apakah Seng-cu-hai berada di Tionggoan?"   "Mungkin tidak ada di Tionggoan, aku tidak pernah mendengar di Tionggoan ada tempat seperti ini, apakah gurumu dari Seng-cu-hai?"   "Benar, beliau bernama Sat Kao..."   Itu bukan nama orang Han. Wan Fei-yang tertawa.   "Caranya mengajar menotok, aku lihat itu bukan cara dari perkumpulan di Tionggoan!"   "Apakah di Tionggoan banyak perkumpulan silat?"   "Memang banyak, di setiap gunung, di setiap propinsi selalu ada perkumpulan!"   "Menarik sekali, di perbatasan suku Biauw tidak ada yang seperti itu! Apa tujuanmu ke perbatasan suku Biauw, apa untuk melancong?"   "Untuk mencari seseorang!"   "Itu hal yang mudah, kalau orang itu berada di sini sangat mudah untuk ditemukan."   Wan Fei-yang tidak meragukan kata-kata Pei-pei, karena ayahnya adalah raja di sini, di bawah perintah ayahnya semua orang suku Biauw akan mencari dan menemukan orang itu.   "Siapa yang kau cari?"   Tanya Pei-pei.159 "Aku sendiri tidak tahu siapa sebenarnya dia, hanya tahu kalau dari sepasang tangannya bisa keluar sesuatu mirip serat sutra dari ulat sutra!"   Dari gendongannya dikeluarkan sebuah bungkusan dan dibukanya, di dalam bungkusan berisi segumpal serat dari ulat sutra.   Benda itu diambil dari mayat-mayat orang dunia persilatan yang dibawa ke Bu-tong-pai.   Begitu Pei-pei melihat gumplana itu, sikap-nya terlihat aneh.   Dia melihat ke sana-kemari, akhir-nya dia pun bertanya.   "Kau datang untuk mencari kakakku?"   Wan Fei-yang terpaku, dia benar-benar merasa aneh, bisa tepat dan kebetulan.   "Selain kakakmu apakah ada orang yang menguasai ilmu ini?"   Kemudian dia balik bertanya.   "Ada apa kau mencarinya?"   "Pertama, aku harus yakin apakah dia adalah orang yang sedang kucari, kalau bukan, tidak ada masalah apa pun!"   "Dia berada di sini!"   "Apakah kau bisa membawaku menemuinya?"   "Mengapa tidak?"   Tangan Pei-pei masuk ke dalam genggaman tangan Wan Fei-yang.   "setelah bertemu dengan kakakku lalu bertemu dengan ayahku, masalah kita ini harus diberitahukan kepada mereka!"160 Wan Fei-yang selain ingin tertawa dia juga merasa bersalah, karena dia sedang memperalat Pei-pei. Akhirnya dia mengambil keputusan, setelah yakin orang itu adalah orang yang dicarinya, dia akan menjelaskan semuanya kepada Pei-pei. Tempat di mana Beng To tinggal di daerah ini juga, tidak banyak barang tapi kulit binatang banyak tergantung di dinding gua. Gua ini memberi kesan kasar dan terbuka, sampai dia melihat ada laba-laba. Semua laba-laba itu bersembunyi di bawah kulit-kulit binatang itu, setiap ekor besarnya sebesar kepalan tangan manusia. Wan Fei-yang tidak sengaja melihat ke bawah kulit binatang itu, hatinya terus bergetar. Dia menyibak kulit binatang itu dan di bawahnya ternyata banyak laba-laba. Dia tidak memegang labah-labah itu maka tidak ada reaksi apa pun, tapi hatinya terasa dingin. Pei-pei seperti sudah tahu ada laba-laba di sana dan tidak terlihat heran. Pei-pei malah merasa aneh dengan reaksi Wan Fei-yang.   "Apa ini?"   Tentu saja Wan Fei-yang bukan tidak pernah melihat laba-laba tapi dia tetap bertanya.   "Apakah di Tionggoan tidak ada laba-laba?"   Wan Fei-yang terpaku.   "Bukan tidak ada hanya saja tidak sebesar ini, apakah memang ada laba-laba sebesar ini?"   Pei-pei menggelengkan kepala.161 "Mereka sengaja dipilih sebagai bibit Ku, diberi makan Kim-can (ulat sutra emas) dan kaki seribu, maka mereka tumbuh menjadi besar seperti ini! "Bibit Ku?"   Wan Fei-yang teringat apa yang dikatakan Kouw-bok.   "Apakah kau tahu apa itu bibit Ku?"   "Aku pernah mendengarnya, apakah kakakmu memelihara guna-guna dan bisa menaruh guna-guna juga?"   "Dia tidak begitu mengerti. Laba-laba ini dipelihara oleh Suhu, ini benda yang harus dipakai saat sedang berlatih ilmu!"   Pei-pei seperti tidak tahu ada bahaya.   Wan Fei-yang tidak merasa aneh, dia percaya pada Pei- pei karena dia masih polos dan tidak berniat jahat, dia juga mengerti Pei-pei tumbuh di lingkungan seperti ini maka memelihara guna-guna atau membubuhkan guna-guna adalah hal wajar bukan sesuatu yang jahat, maka dia tidak menyangka bahwa bibit guna-guna itu menakutkan.   Wan Fei-yang melihat sekeliling, di dalam gua itu tidak ada seorang pun.   Mata Pei-pei berputar, dia segera berkata.   "Dia tidak ada di sini pasti ada di sana!"   "Di mana?"   Tanya Wan Fei-yang.   "Tempat di mana dia berlatih silat! Tapi lebih baik kita tunggu di sini sampai dia pulang!"   "Apakah tempat itu sangat jauh?"   "Tidak, hanya saja Suhu melarang siapa pun masuk ke sana, aku pun dilarang ke sana, apa lagi kau!"162 "Apakah kau bisa mempersilahkan kakakmu keluar untuk bertemu denganku!"   "Mungkin saja bisa, tidak disangka kau juga orang yang tergesa-gesa!"   "Masalah kalau bisa lebih cepat dibereskan itu akan lebih baik!"   "Kau belum memberitahuku apa permasalahannya."   "Sampai waktunya nanti kau akan tahu!"   Setelah kata- katanya terucap keluar, Wan Fei-yang merasa bersalah dan berdosa.   Pei-pei tidak memperhatikan sikap Wan Fei-yang, dia juga tidak bertanya lebih jauh, dia hanya terus mendekati Wan Fei-yang.   Di dalam hatinya dia sudah menganggap Wan Fei-yang adalah suaminya.   Setelah keluar dari gua di mana Beng To tinggal, Pei-pei segera menuntun Wan Fei-yang naik gunung.   Di luar gunung ada gunung, gunung-gunung di sana berbentuk aneh, disebut indah bisa,disebut misterius pun tidak salah.   Setelah melewati dua gunung, terlihat ada sebuah danau di antara dua gunung, di depan danau ada sebuah gunung yang tampak ditumpuk oleh papan dari batu.   Papan batu itu ada yang panjang ada yang pendek, ada yang tebal ada yang tipis, dengan posisi tidak teratur ditumpuk menjadi satu, memberi kesan berbahaya dan misterius, di tengah-tengahnya terdapat pintu.   "Apakah kakakmu berada di sana?"163 Pei-pei mengangguk, dia meloncat ke atas sebuah sampan yang berlabuh di sisi danau. 0-0-0 Beng To sedang duduk bersila di dalam gua di atas sebuah batu, tubuhnya penuh dengan benda seperti benang tenun seperti serat sutra laba-laba, dia duduk dengan posisi seperti dalam sebuah kepompong. Kali ini bukan benang berwarna abu keputih-an tapi hitam keunguan. Di depan Beng To, duduklah Tong Pek-coan seperti sebuah patung batu, kedua matanya terpejam dan dia tidak bergerak. Sikapnya tetap terlihat keras, kesedihan dan rasa sakit terlihat dari kerutan di antara kedua alisnya, kulit di seluruh tubuhnya sudah berubah menjadi putih, sepertinya dalam waktu dekat ini, dia sudah banyak menelan rasa sakit. Suara gemuruh masih berbunyi di dalam gua, sekali demi sekali bercampur dengan kejahatan. Suara itu seperti suara orang melafalkan mantera. Laba-laba beroman manusia karena suara itu melalui benangnya merayap ke tubuh Beng To. Setiap benang sutra itu dimulai dari Tong Pek-coan. Setiap helai benang sutra itu seperti ditarik keluar dari tubuh Tong Pek-coan. Setelah dilihat dengan teliti, dari telinga dan hidung Tong Pek-coan terlihat ada laba-laba164 beroman manusia berbentuk kecil, mereka keluar masuk dari sana. Laba-laba beroman manusia itu benar-benar sangat kecil, dengan laba-laba yang merayap ke tubuh Beng To berbeda 2%, Tentu saja dengan keluar masuknya laba-laba itu membuat Tong Pek-coan merasa tidak nyaman, terlihat dari otot wajahnya terus gemetar untuk menahan rasa sakit. Dalam desisan suara seperti melafalkan mantra tiba-tiba terdengar dentang lonceng, suara lafalan mantera semakin mengecil. Dentang lonceng semakin mendekat, terlihat ada seorang orang tua berambut putih dan panjangnya hingga mencapai tanah memasuki gua. Telinganya lebar, di pahanya tergantung penuh lonceng besar dan kecil berwarna besi, ternyata suara mantera itu keluar dari mulutnya. Dia berhenti di sisi kolam, suara lafalan mantera pun berhenti, sambil tertawa dia berkata kepada Tong Pek-coan.   "Hei marga Tong, kau masih bisa bertahan berapa lama?"   Akhirnya Tong Pek-coan membuka matanya, matanya terlihat penuh dengan syaraf merah, dia berteriak.   "Sat Kao, dengan ilmu guna-guna melukai orang, itu bukan perbuatan seorang laki-laki sejati bukan tindakan seorang pahlawan!"165 "Kalau kau dengan baik-baik memberikan tenaga dalammu kepada muridku ini, kau tidak perlu merasa tersiksa seperti ini!"   Kata Sat kao tertawa.   "Kalian juga sama-sama dari kalangan persilatan, kalian bisa-bisanya menggunakan cara seperti ini?"   Tong Pek-coan marah. Sat Kao menggelengkan kepala.   "Ilmu lweekang muridku harus meminjam tenaga dalam dari para pesilat tangguh baru ilmunya bisa mencapai puncak, menjadi pesilat nomor satu di dunia ini, hal yang begitu berarti harus kau dukung dengan sepenuh hati!"   "Ilmu sesat..."   Dari dahi Tong Pek-coan terlihat keluar keringat besar-besar.   "Kau masih bisa bertahan berapa lama?"   Tong Pek-coan terdiam, dia tahu dia tidak akan bisa bertahan lama.   Laba-laba yang keluar masuk membuat tenaga dalamnya berkumpul tanpa sadar.   Jika tenaga dalamnya bisa terkumpul, Beng To dengan gampang akan memancing tenaga dalamnya keluar dari tubuhnya.   Tong Pek-coan tahu laba-laba itu adalah salah satu bentuk guna-guna, keluar masuknya laba-laba kecil itu memang membuatnya sulit untuk bertahan, kalau ingin merasa lebih nyaman dia harus menggunakan tenaga dalamnya untuk menahan rasa sakit, jika tenaga dalamnya sudah digunakan sulit ditarik kembali, dia akan dikait dan dikumpulkan seperti benang laba-laba.166 Laba-laba itu sepertinya hanya bertanggung jawab memancing keluar tenaga dalamnya.   Setelah itu pekerjaan selanjutnya akan di ambil alihkan pada laba-laba besar.   Tong Pek-coan punya perasaan seperti itu.   Sampai-sampai dia berperasaan serat sutra dari laba- laba besar itu sebenarnya bertujuan memancing tenaga dalamnya keluar ke arah Beng To, dia tahu sebagaimana berbahayanya tapi dia tidak bisa mencegat.   Sat Kao tidak berkata apa-apa, dia mundur seperti setan gentayangan, sewaktu dia mundur suara lafal mantera keluar lagi.   Keringat Tong Pek-coan keluar lebih banyak lagi.   Laba- laba kecil yang keluar dari mulut, karena lantunan mantera itu bertambah aktif dan gerakan laba-laba besar pun bertambah cepat.   Suara seperti guntur mulai terdengar di dalam gua itu.   Akhirnya mereka berhenti di luar gua, sikap Pei-pei terlihat selalu santai, tapi begitu mendengar suara seperti guntur itu dia terlihat sangat tegang.   Suara itu terdengar dari luar gua tidak terlalu besar tapi tetap saja membuat orang merasa geger.   Wan Fei-yang mulai memperhatikan.   "Suara apa itu?"   "Suhu sedang menaruh serangga!"   Wan Fei-yang bergetar.   "Apakah serangga itu lebih lihai dari Kim-can-cong?"   "Itu sudah pasti! Dari suaranya saja bisa kita bayangkan!"167 "Apakah dia tahu kalau ada orang mau masuk?"   Wan Fei-yang menaruh curiga.   "Kau kira beliau meletakkan guna-guna untuk menghadapimu? Antara kau dan dia tidak ada perselisihan, dia tidak akan melakukannya!"   "Katanya orang yang sangat pandai menaruh guna-guna jika ada yang mencarinya, dia sudah tahu sebelumnya..."   "Kecuali kalau di tubuh orang yang akan datang sudah ada guna-guna yang pernah dia taruh maka dia akan tahu! Apakah ini pertama kalinya kau datang kemari?"   Kembalinya Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Betul, ini pertama kalinya aku ke mari, sampai sekarang aku tidak tahu seperti apa wujud gurumu?"   Pei-pei melihat ke dalam gua.   "Hari ini kau tidak akan bisa bertemu dengan mereka!"   "Apakah kakakmu juga tidak bisa kutemui?"   "Dia sedang berlatih ilmu silat dan tidak bisa dialihkan perhatiannya, Suhu tidak suka di saat seperti sekarang ini ada yang mengganggunya!"   "Apakah berlatih ilmu silat ada hubungannya dengan menaruh guna-guna?"   Pei-pei mengangguk.   "Suhu menaruh guna-guna untuk membantu Kokoku berlatih ilmu silat, seperti apa detailnya aku juga tidak tahu dengan jelas!"   "Sekali berlatih ilmu silat butuh berapa lama."168 "Tidak tentu, 3-4 bulan sudah biasa!"   Pei-pei memegang tangan Wan Fei-yang.   "lebih baik kita cari ayah dulu, di sana lebih ramai dan sehari-hari bisa berlalu dengan cepat!"   "Kau senang dengan keramaian?"   "Tidak terlalu senang, tapi mungkin karena tinggal di sini terlalu lama maka aku merasa pergi ke tempat ramai tidak akan merasa tidak suka!"   "Kadang-kadang aku pun seperti itu!"   Angguk Wan Fei- yang.   "Dari awal aku sudah tahu sifat kita memang mirip, kita adalah sepasang kekasih ideal."   Perkataan ini keluar dari mulutnya tapi seperti tidak keterlaluan, karena perasaan ini keluar dari hatinya yang terdalam! Bagaimana menangani perasaan seperti ini? Wan Fei- yang termangu melihat Pei-pei, sulit untuk memberi komentar.169 BAB 5 "Kami adalah..."   Pei-pei segera memutar tubuhnya, waktu itu terdengar suara jeritan memilukan keluar dari dalam gua. Wan Fei-yang dan Pei-pei tampak terkejut. Jeritan itu terus terdengar, semakin lama terdengar semakin menyedihkan. Wan Fei-yang melihat Pei-pei.   "Siapa yang berteriak itu?"   "Bukan mereka!"   Dengan yakin Pei-pei menjawab.   "aku tidak akan salah dengar!"   "Apakah sebelumnya pernah terjadi seperti ini?"   "Tidak... siapa yang berteriak?"   "Aku akan coba masuk untuk melihat apa yang terjadi!"   Kata Wan Fei-yang di segera berlari ke arah gua.   "di dalam gua mungkin terjadi bahaya kau tunggu di sini!"   Pei-pei tertawa kecut.   "Di dalam gua pasti ada bahaya yang berada di sini seharusnya kau bukan aku!"   Dia juga berteriak.   "hati-hati dengan laba-laba beroman manusia."   Wan Fei-yang sudah melihat laba-laba itu sedang merayap ke arah mereka! Di bawah batu-batu stalaktit terdapat banyak sarang laba-laba besar dan kecil, yang kecil pun ternyata lebih besar dibandingkan dengan laba-laba yang biasa terlihat, bagaimana dengan yang besar, tidak bisa dibayangkan.   Walaupun laba-laba itu tidak bergerak dan berada di sarangnya, tapi tetap saja membuat bulu kuduk merinding.170 Sewaktu Wan Fei-yang melewati sarang laba-laba dengan sorot mata tajam dan keputusan yang tepat, dia sama sekali tidak mau menyentuh sarang-sarang itu.   Ada 2 ekor laba-laba hampir jatuh ke atas tubuhnya, tapi sebelum laba-laba itu jatuh, dia sudah tahu dan dengan tenaga dalamnya, dia mengantarkan laba-laba itu kembali ke sarangnya.   Jalan yang benar-benar sulit dilewati, berlapis-lapis batu stalaktit harus dilewatinya, akhirnya dia tiba di depan sebuah kolam, keadaan di sana aneh, membuat hatinya dingin dan langkahnya berhenti.   Yang berteriak memilukan tadi bukan Beng To atau Sat Kao.   Melainkan orang ketiga yang berada di sana...   Tong Pek-coan.   Dia tetap duduk di depan Beng To, di antara mereka tersambung oleh benang-benang sarang laba-laba yang tampak berkilauan, di atas benang laba-laba itu ada sesuatu yang terus merayap.   Laba-laba kecil terus keluar dari mulut dan hidung Tong Pek-coan, kali ini hanya keluar tidak ada yang masuk.   Rambut putihnya setiap helai berdiri satu persatu, tidak ada angin tapi rambut itu bergoyang sendiri, hanya seperti itu saja sudah membuat orang merasa dingin.   Keringat sudah berhenti mengalir, otot-otot di wajahnya mulai keriput dan menciut, kulitnya sedang mengalami perubahan dan warnanya menjadi seputih lilin.171 Tapi Beng To yang ada di belakangnya tidak mengalami perubahan, dia tetap bersembunyi di dalam kepompongnya.   Melihat kepompong itu Wan Fei-yang terlihat lebih terkejut lagi dari pada saat melihat keadaan Tong Pek-coan.   "Thian-can-sin-kang..."   Wan Fei-yang berteriak.   Sebenarnya dia tahu bahwa itu bukan Thian-can-sin-kang, tapi tiba-tiba saja dia merasa memang seperti itu.   Tong Pek-coan masih terus berteriak memilukan, setelah mendengar teriakan Wan Fei-yang tadi teriakannya pun berhenti dan dia berkata.   "Ilmunya bukan Thian-can-sin-kang, orang ini pun bukan Wan Fei-yang!"   "Lo-pek..."   Wan Fei-yang ingin mengatakan sesuatu tapi dia segera terdiam karena dia tidak tahu apa yang harus diucapkan. Mata Tong Pek-coan terlihat seperti akan pecah, dari sudut matanya sudah keluar darah, dia memelototi Wan Fei- yang.   "Aku rasa kau pasti bukan orang jahat, kalau kau orang dunia persilatan yang menjaga keadilan, aku lihat kau mempunyai ilmu tinggi, jadi cepatlah tinggalkan tempat ini, tempat ini bukan tempat yang bagus, dan kau bukan lawan orang ini!"   "Orang ini..."   "Ilmunya juga bukan Thian-can-sin-kang tapi tidak seperti ilmu silat biasa, kita sama-sama orang dunia persilatan, tinggalkan tempat ini segera, memberitahu172 kepada teman-teman dunia persilatan, jangan menaruh prasangka kepada Wan Fei-yang..."   "Lo-cianpwee adalah..."   "Tong-bun, Tong Pek-coan!"   Suara Tong Pek-coan semakin melemah, suaranya baru selesai kemudian dia berteriak memilukan lagi. Hati Wan Fei-yang bergetar, dia berlari mendekati Tong Pek-coan, dia melihatnya terlihat cemas juga marah, dia berteriak dengan histeris.   "Cepat pergi..."   Suara orang mengutuk semakin mendekat. Sat Kao muncul dari antara batu-batuan stalaktit, dia menggelengkan kepala.   "Kemana kau menyuruhnya pergi?"   Mata Tong Pek-coan tampak berputar, lalu melihat Wan Fei-yang, dia menarik nafas dengan sedih.   "Anak ini..."   Wan Fei-yang ingin mengatakan sesuatu tapi Sat Kao sudah tertawa.   "Kau benar-benar berani datang kemari!"   "Apakah kau Sat Kao?"   Wan Fei-yang mencoba mencari tahu. Sat Kao terpaku.   "Kau tahu namaku? Tampaknya kau bukan orang biasa,"   "Orang yang ada di dalam kepompong apakah Beng To?"   "Siapa kau?"   Sat Kao balik bertanya.   "Wan Fei-yang..."   Sat Kao terpaku, dia berteriak.173 "Kau Wan Fei-yang, orang yang menguasai Thian-can-sin- kang... Wan Fei-yang itu?"   Beng To yang berada di dalam kepompong hitam seperti mendengar percakapan mereka, sebab terlihat tubuhnya bergetar.   Apa lagi Tong Pek-coan, terlihat dia terpaku, rasa sakitnya pun seperti sudah terlupakan, dengan termangu dia menatap Wan Fei-yang, mulutnya menganga tapi tidak ada suara yang keluar dari mulutnya.   "Kalian memindahkan petaka kepada orang lain dan aku adalah orang lain itu!"   "Awalnya kami tidak tahu di mana keberadaanmu, maka kami tidak berniat untuk memindahkan petaka ini kepadamu, orang lain sudah salah sangka, itu tidak ada hubungannya dengan kami!"   "Apakah benar?"   Wan Fei-yang setengah percaya.   "Kalau kau sudah menguasai Thian-can-sin-kang, kau pasti terkenal di dunia persilatan, tapi 5 tahun yang lalu kau tidak begitu terkenal!"   "Apakah 5 tahun yang lalu, Tuan sudah mundur dari dunia persilatan?"   Wan Fei-yang balik bertanya.   "Saat itu aku sedang mengajarkan ilmu silat kepada Beng To, dia adalah orang yang berbakat, dia tidak mengecewakanku dia cocok dengan apa yang kuharapkan!"   "Sederetan pembunuhan terjadi di dunia persilatan, apakah pelakunya Beng To?"   Tong Pek-coan menyela.174 Dengan ilmu Ih-hoa-ciap-bok (Geser bunga sambung kayu) dia mengambil tenaga dalam orang lain untuk dijadikan miliknya dan berlatih ilmu sesat ini! "Apakah ini cara ketiga untuk berlatih Thian-can-sin- kang?"   Tanya Wan Fei-yang.   "Apakah karena kau tidak tahu maka bisa berkata seperti itu?"   Tanya Sat Kao dengan dingin. Ini bukan Thian-can-sin-kang!, Wan Fei-yang terpaku dan menarik nafas.   "Apakah kau tahu apa sebenarnya Thian-can-sin-kang itu?"   Wan Fei-yang mengangguk. Sat Kao dengan dingin berkata lagi.   "Tidak bertanya lebih dulu langsung mengambil, dan menjadikannya milik sendiri, apakah ini adalah gaya dunia persilatan Tionggoan yang biasa kalian sebut perkumpulan lurus? "Tapi walau bagaimana Bu-tong-pai belum pernah berbuat sewenang-wenang dengan Thian-can-sin-kang!"   "Maling tetap maling, Bu-tong-pai tidak berani mengungkapkan rahasia ini, berarti takut ketahuan, Sat Kao tertawa dingin.   "Benar atau salah, aku adalah angkatan muda Bu-tong- pai, aku tidak bisa memastikannya, tapi Thian-can-kang, Thian-can-sin-kang dengan alasan apapun tidak perlu sampai mengambil nyawa orang lain!"175 "Kalau begitu, mengapa kau langsung berteriak Thian- can-sin-kang!"   "Tuan jangan memakai alasan yang tidak masuk akal, aku tidak bisa mengatakan apa-apa!"   Kata Wan Fei-yang.   "Kalau begitu, tinggalkan Thian-can-sin-kang mu, aku akan melepaskan dan membiarkan kau hidup!"   Kata Sat Kao. Wan Fei-yang belum menjawab, Tong Pek-coan sudah berteriak histeris.   "Di dunia ini mana ada orang bodoh seperti itu, Wan Fei- yang... jangan begong lagi, cepat maju dan bunuh 2 iblis ini!"   "Lo-cianpwee..."   Kata-kata ini baru terucap keluar segera dipotong.   "Bunuh mereka..."   Walaupun Tong Pek-coan sudah tersiksa berat tapi sifatnya tetap keras. Wan Fei-yang melihat Sat Kao.   "Anak muda, kau menginginkan apa?"   Kata Sat Kao sambil tertawa. Wan Fei-yang menunjuk Tong Pek-coan.   "Aku harus membawa dia pergi, tentang kebajikan dan dendam di antara kita baru kita buat perhitungan di lain waktu!"   "Apakah kau sanggup membawanya pergi?"   "Maaf...."   Wan Fei-yang berjalan ke arah Tong Pek-coan tapi tangan Sat Kao sudah melayang, asap dan kabut muncul dan menghampiri Wan Fei-yang.176 Asap itu berwarna-warni dan sedap dipandang mata. Tong Pek-coan berteriak.   "Hati-hati itu racun!"   Tangan Wan Fei-yang segera dikebutkan keluar, tenaga dalam yang kuat menyambut asap berwarna-warni itu.   Asap dan kabut tidak bisa maju, dan menggulung kembali, tapi Sat Kao tidak menghindar dia membiarkan asap itu menutupi tubuhnya.   Kemudian kedua tangannya tampak melayang, dua cahaya berwarna emas keluar dari lengan baju dan melesat ke arah Wan Fei-yang.   Tampaknya itu adalah 2 buah senjata rahasia, sebenarnya adalah 2 ekor ular emas.   Mata Wan Fei-yang melihat sangat cepat, awalnya dia berniat menyambut tapi tiba-tiba berubah menjadi 2 kekuatan yang menggulung ke depan.   Dua ekor ular emas itu seperti menabrak sebuah dinding yang tidak terlihat.   Di tengah-tengah udara 2 ekor ular itu terus meloncat dan bersalto kemudian jatuh ke bawah.   Sebelum sampai di tanah, mereka sudah digulung lagi oleh tenaga dalam Wan Fei-yang dan dilempar ke sebuah batu.   Sat Kao melihatnya, dia segera bersiul, tapi dua ekor ular itu tidak bereaksi.   Setelah menabrak batu ular itu hancur lebur.   "Kau berani membunuh Kim-li (Budak emas) milikku?"   Wajah Sat Kao benar-benar terlihat marah, suaranya pun menjadi tajam.177 "Maaf!"   Baru saja Wan Fei-yang berkata itu tampak beberapa ekor laba-laba beroman manusia sebesar kepalan tangan sudah datang dari udara, dia sangat mengerti laba- laba itu sangat beracun, dia pun menyentil dengan jarinya, tenaga besar datang mengenai laba-laba itu.   Laba-laba itu satu per satu disentil ke atas udara kemudian terjatuh, setelah meronta sesaat mereka segera mati.   Sat Kao melihat jelas semua itu, wajahnya terus berubah, dari mulutnya keluar suara aneh dan laba-laba semakin banyak yang muncul, mereka menyerang dari semua penjuru.   Dua telapak tangan Wan Fei-yang berputar, baju dan rambut tampak berkibar, membuat laba-laba itu kembali kepada Sat Kao.   Sat Kao tampak marah, dia seperti kelelahan, Wan Fei- yang sekali lagi menyerang, setelah berhasil menghindar Sat Kao menggunakan batu stalaktit sebagai tameng.   Sewaktu dia ingin menyerang lagi, terdengar Tong Pek-coan berteriak lagi, suaranya terdengar sangat menyedihkan membuat suaranya bergema di dalam gua, bulu kuduk pun berdiri.   Kembalinya Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Terlihat tubuh Tong Pek-coan terus menciut, kedua matanya pun sepertinya akan meloncat keluar karena daging di wajahnya terus menciut.   Melihat reaksinya bisa dibayangkan bagaimana rasa sakit yang dialaminya sangat hebat, bibirnya pun tampak bergetar, dia seperti ingin mengatakan sesuatu tapi tidak ada kata-kata yang bisa keluar.178 Mata Wan Fei-yang tampak berputar, dia segera menyerang Beng To.    Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong Sepasang Pendekar Perbatasan Karya Chin Yung Warisan Jenderal Gak Hui Karya Chin Yung

Cari Blog Ini