Ceritasilat Novel Online

Warisan Jenderal Gak Hui 3


Warisan Jenderal Gak Hui Karya Chin Yung Bagian 3


Warisan Jenderal Gak Hui Karya dari Chin Yung   "   Seru Pek-hi-siu-si sampai disitu terhenti dan terbatuk lagi.   Tong Kiam Ciu menundukkan kepala dengan terharu atas segala kebaikan itu, Dia sebenarnya tidak tega untuk meninggalkan Pek-hi-siu-si yang kelihatan payah itu.   walaupun kakek itu telah berusaba sedapat mungkin untuk menyembunyikan penderitaan karena luka dalam.   Pula pemuia itu sangat berat untuk meninggalkan orangtua angkatnya, paman Siauw Liang dan adik angkat yang sangat dicintainya Tong Bwee.   Bergemuruhlah dalam dada pemuda itu, berbagai-bagai perasaan bersambung menjadi satu menghantam indranya menggempur jiwanya.   Berperanglah jiwanya antara kewajiban sebagai seorang jantan dan satria sejati, Tiba-tiba dalam kegemuruhan kegoncangan jiwanya itu terdengar suara Pek-hi- siu-si menegurnya.   "Kiam Ciu,"   Tegur Pek-hi-siu-si datar.   "dikalangan rimba persilatan nanti kau akan mengalami banyak kejadian. Itu lebih baik bagimu untuk menambah pengalaman dan menghayati hidup dan mendarmakan kepandaianmu untuk sesama umat. Kau harus bersikap sabar dan berhati-hati, kenalilah dirimu sendiri....". Nah kini saatnya kau harus berangkat !"   Sampai disitu Pek-hi-siu-si berhenti dan memejamkan matanya menaban air mata keharuan yang tiada terbendung lagi. Dalam keadaan itu Siauw Liang telah menghampiri Kiam Ciu dan memegang bahu pemuda itu seraya berkata.   "Kiam Ciu semenjak kau masih bayi aku sering menggendongmu kau tahu bukan bahwa aku tidak pandai berkata panjang lebar. Aku hanya dapat berdoa semogg kau dapat berhasil dalam segala usahamu .........."   Dengan air nata berlinang Tong Kiam Ciu berlutut dihadapan Pek-hi-siu-si, kemudian menghampiri Ji Han Su dan Pek Giok Bwee berlutut seraya berkata.   "Ayah, Ibu, aku telah melelahkanmu mengasuhku selama sembilan belas tahun lamanya. Sekarang aku akan segera meninggalkan kalian orang budiman ... Aku mohon diri". demikian kata-kata iiu tidak dapat keluar dengan lancar seolah-olah tersekat didalam kerongkongannya.   "Kiam Ciu , .   "   Kata Pek Giok Bwee.   "Aku berharap semoga kau berbesar hati dan menghalaukan kesedihan karena perpisahan ini. Orang hidup tidak 2 22 selamanya harus berkumpul, ada waktunya kita harus bepisah. Lagi pula se!ain kau harus menunaikan tugas baktimu, kau harus banyak mencari pengalaman dikalangan Kang-ouw."   Sampai disitu Pek Giok Bwee menasehati Kiam Ciu dan menghiburnya agar pemuda itu menghilangkan perasaan hatinya yang sedih karena akan berpisah.   WaJaupun sebenarnya Pek Giok Bwee sendiri merasakan betapa beratnya untuk berpisah dengan pemuda itu.   Karena telah sembilan belas tahun dia mendidik dan mengasuh pemuda itu dengan penuh kasih sayang sebagai anaknya sendiri.   "Kiam Ciu... kau dapat segera berangkat !"   Seru Ji Han Su.   "   Semakin lama kau berdiam diri, bertambah sedih hati ibumu nanti. Setelah kelak kau berhasil menunaikan tugasmu aku yakin kita masih banyak waktu untuk berkumpul kembali. Hanya pesanku, pesanku anakku..... kau baik-baiklah menjaga dirimu!"   Setelah Ji Han Su diam, maka tempat itu jadi hening.   Hanya terdengar angin mendesau bertiup menghembus tirai ruang tamu.   Saat itu juga Tong Kiam Ciu telah bangkit perlahan-lahan.   Kemudian memutar tubuh dan meninggalkan rumah itu tanpa menoleh lagi.   Makia lama dia melangkah maka tidak lama telah sampai dihutan bambu dan cepat-cepat ia menuju ketepian telaga Cui-ouw.   Kiam Ciu berdiri dibawah pohon Liu.   Matanya nanar memandang keatas air telaga yang bening, Melihat kembang-kembang teratai yang daunnya menghijau pemuda itu mengenangkan masa lampau meengenangkan masa kanak-kanak dimana dia sering bermain- main di telaga dengan Tong Bwee.   Masa kanak-kanak yang sangat menyenangkan dan sangat berkesan didalam hatinya.   Lama juga pemuda itu melamun dan mengenangkan masa lampau, tetapi lamunannya itu menjadi buyar ketika dirasanya ada seseorang yang mendekati.   Disamping itu hidungnya telah mencium bau harum yang tiada terlupakan bau harum itu.   Karena tiada lain adalah keharuman rambut Ji Tong Bwee.   Dengan tiba-tiba pula Kiam Ciu memutar tubuh dan berseru .   "Moy!"   Hanya sampai disitu kemudian tiada sepatah katapun yang terucapkan.   Hanya pandangan mata mereka saling bertemu dan senyuman manis gadis itu yang menyentuh kedalam lubuk hati Kiam Ciu.   2 23 Sembilan tahun yang lalu Kiam Ciu mencintai Tong Bwee sebagai adiknya.   Tetapi kemudian setelah mengetahui bahwa gadis itu bukan adik kandungnya maka rasa cinta kasih itu telah berubah sangat berlainan.   Ji Tong Bwee melangkah lebih dekat dan tersenyum manja yang sangat menyejukkan hati Kiam Ciu.   Sesaat pemuda itu menarik napas panjang.   Ketika langkah kaki gadis itu bertambah dekat maka terlihatlah dengan nyata bahwa gadis itu dikedua belah matanya yang bulat berkaca-kaca membendung luapan tangis.   "Moy ... aku belum berpamitan padamu tadi, karena terasa berat harus kuucapkan kata-kata perpisahan itu padamu"   Seru Kiam Ciu dengan senyuman dibuat-buat, hatinya berat mengatakan kata-kata itu seolah-olah pemuda itu akan meninggalkannya untuk selama-lamanya.   Ji Tong Bwee melepaskan sebentuk cicin dari jari manisnya, sebentuk cincin berwarna merah deiima.   Kemudian gadis itu memegang tangan kanan Kiam Ciu untuk memasukkan cincin itu ke jari kelingkingnya dan dibiarkan air matanya membasahi pipi yang putih kemerah-merahan.   "Koko ... aku tidak mempunyai kenangan yang lain kecuali cincin yang tiada berharga itu. Namun aku berharap semoga koko suka memakainya terus hingga perjumpaan kita kelak......"   Seru Tong Bwee dengan rasa penuh keharuan harus berpisah.   "Bwee Moy...... cincin ini bukannya barang yang tiada berharga, tetapi cincin ini kau berikan dengan penuh kasih sayangmu padaku. Maka percayalah bahwa aku akan menjaganya dengan segenap jiwa dan ragaku"   Sambung Kiam Ciu dengan memandangi cincin manikam merah itu dengan bergantian memandang kearah orang yang memberikannya.   "Koko ... berangkatlah dengan hati yang tenang dan jagalah diri Koko baik- baik !"   Sambung gadis itu lagi dan membiarkan butiran-butiran air matanya itu membasahi pipinya.   Digenggamnya tangan gadis itn dengan sangat erat seolah-olah tidak akan dilepaskan lagi.   Diusapnya air mata yang membasahi pipi gadis itu dengan 2 24 perasaan sayang.   Kemudian Kiam Ciu memutar tubuh dan meninggalkan tempat pertemuan mereka ditepi telaga Cui-ouw dengan cepat.   Dalam sekejap saja Kiam Ciu telah berjalan jauh dan Tong Bwee ditinggalkannya seorang diri ditepi telaga dan memandanginya hingga bayangan Kiam Ciu lenyap dibalik bayangan pepohonan didalam hutan.   Ji Tong Bwee menghela nafas panjang dan mengusap air matanya.   Dengan langkah lesu ditinggalkannya tepian telaga itu dengan hati penuh kenangan ke masa-masa lalu.   Sedangkan Tong Kiam Ciu terus menempuh hutan menuju kemarkas partai persilatan Bu-tong.   Untuk menunaikan perintah gurunya menemui ketua partai Bu-tong ialah Hiong Hok Totiang dan untuk minta titipan Twa-supeenya berupa sebuah pedang pusaka yang bernama Naga Kuning, Oey- liong-kiam.   Tiada terasa Kiam Ciu telah sampai disebuah hutan di pegunungan Tay-pie- san yang terletak dipropinsi Ouw pak.   Hutannya yang lebat dengan pereng- pereng jurang yang curam dan batu-batu gunung yang besar.   Tiba-tiba terdengar suara petir menyambar dengan kilatan api yang mengerikan.   Dengan suara desau angin kencang, tiba-tiba telah turun hujan lebat sekali.   Tong Kiam Ciu yang mengenakan jubah putih telah mengembangkan ilmu meringankan tubuh dan lari menyusup hutan.   Hujan terus bertambah hebat seolah-olah air dicurahkan dari langit disertai badai dan halilintar seolah-olah dunia akan kiamat Suasana yang sangat mengerikan beberapa pohon telah tumbang dan dahan-dahan besar tertimpa sambaran petir patah dan salah saiu hampir saja menjatuhi Kiam Ciu tetapi untung pemuda berpakaian serba putih yang telah basah kuyup itu dengan tangkas dapat meloncat menghindar meninggalkan bekas terlalu dalam.   Kiam Ciu turun mengembangkan ilmu Ginkangnya untuk menuju kearah sebuah gua.   Karena hujan yang sangat lebat itu walaupun bagaimana Kiam Ciu butuh kehangatan dan berteduh.   Maka dengan terlihatnya mulut gua itu dia sangat ingin secepat-cepatnya untuk mencapainya.   Dengan sebuah loncatan yang sangat indah pemuda berpakaian serba putih itu telah berdiri didepan pintu gua.   Tetapi ketika kakinya baru saja menginjak tanah didepan pintu gua, tiba-tiba sebuah hembusan angin keras kearah dirinya.   2 25 Tahulah Klam Ciu bahwa angin yang menerpa itu adalah sangat berbahaya mengandung hawa panas, Maka dengan mendadak pula pemuda itu melejit diudara dan angin hembusan itu menghantam batu besar yang berada didepan pintu gua dan terdengarlah sebuah derakkan riuh sekali dan batu besar itu hancur.   Kini tahulah Kiam Ciu bahwa angin yang menerpa keluar itu adalah sebuah tenaga pukulan jarak jauh yang sangat luar biasa..   "Luar biasa !"   Seru Kiam Ciu dalam hati. Pemuda itu telah menduga bahwa didalam gua telah ada seseorang, tetapi gegabah menyerang tanpa menegur terlebih dahulu.   "Siapa diluar!"   Terdengar suara tajam mengguntur dari dalam, tetapi jelas terdengar bahwa suara itu keluar dengan sangat tertahan dan Kiam Ciu telah dapat menduga bahwa yang berada didalam gua itu adalah seorang sakti tua yang luar biasa.   "Aku ..Tong Kiam Ciu. Aku datang akan berteduh dalam hutan lebat ini. Jika aku telah mengganggu Locianpwee maka aku minta maaf!"   Sahut Kiam Ciu dari luar dengan suara keras tetapi sopan.   Walaupun Kiam Ciu berlaku sangat merendah dan hormat tetapi rupa- rupanya orang yang berada didalam gua sama sekali tidak menggubris akan kata-kata pemuda itu.   Maka sekali lagi Kiam Ciu berseru.   "Locianpwee apakah aku diperbolehkan masuk?!"   "Anak muda yang diluar siapa namamu ?!"   Seru suara orang dari dalam gua itu sekali lagl.   "Aku bernama Tong Kiam Ciu"   Jawab Kiam Ciu dari luar gua dengan suara keras dan sopan.   "0hh..... Kau Tong Kiam Ciu..... kalau begitu kau boleh masuk!"   Seru suara itu sekali lagi.   Mendengar jawaban itu Tong Kiam Ciu melangkah kedepan untuk memasuki pintu gua.   Sekali lagi terasa datangnya angin pukulan yang berhawa panas dari arah dalam gua.   Tetapi kali ini Kiam Ciu sudah mengelakan serangan itu seperti yang dilakukan diluar gua tadi.   Keiika dirasakan angin pukulan itu telah dekat maka Kiam Ciu mengangkat kedua tangannya dengan tapak tangan kedepan 2 26 sambil mengerahkan ilmu Bo-kit-sin-kong yang telah diyakini ajaran dari Pek- hi-siu-si.   ternyata ilmu yang telah diyakini itu dapat membuyarkan tenaga pukulan lawan.   Kemudian Kiam Ciu melangkah lebih kedalam lagi.   Suasana didalam gua itu sangat sepi sekali samar-samar dia melihat bentuk tubuh seorang kakek berjenggot panjang dan rambut yang awut-awutan, sedang pakaiannya telah terkoyak-koyak dan tampak noda-noda darah.   Kakek itu tengah mengawasi Kiam Ciu dengan pandangan mata yang suram.   Sedang rambutnya yang awut-awutan bertebaran ke wajahnya tertiup angin keras dari luar.   "Rupa-rupanya kakek ini dalam keadaan terluka dalam"   Pikir Kiam Ciu.   "Torg Kiam Ciu?! Kau yang bernama Tong Kiam Ciu? Terimalah ini hadiahku!"   Seru kakek itu diakhiri dengan sebuah pukulan dahsyat kearah dada Tong Kiam Ciu.   Tong Kiam Ciu hanya memiringkan tubuhnya sedikit tanpa membalas menyerang.   Tetapi orang tua itu mengirimkan pukulan dengan kekuatan luar biasa, ketika pukulannya ternyata memukul tempat kosong hingga dia tidak dapat menguasai tubuhnya lagi.   Kakek itu terhuyung kedepan dan jatuh tersungkur, dan pada saat itu juga dia memuntahkan darah segar dari mulutnya.   Tetapi kakek itu lekas-lekas meloncat kembali berdiri memutar tubuh menghadap Kiam Ciu dan tertawa cekakakan.   "Hemmmm..... mengapa tertawa? Apakah kakek ini telah tergoncang hebat otaknya hingga menjadi gila?"   Pikir Kiam Ciu dengan sangat heran memandang kearah kakek itu.   "Bo-kit-sin-kong! Tidak salah lagi kau telah dapat menguasai Bo-kit-sin-kong dengan sempurna!"   Kakek itu berteriak-teriak seperti orang gila. Kemudian menatap Kiam Ciu dengan pandangan mata seksama.   "Hey, Tong Kiam Ciu bagaimana kau dapat berada di pegunungan ini ?"   Sambung kakek itu dengan kerutkan keningnya.   Segala gerak dan tingkah kakek itu sangat aneh, sehingga pemuda itu menjadi bingung dan tidak dapat memberikan jawaban atas pertanyaan yang tiba-tiba dan sangat ramah itu.   Kemudian diamatinya orang tua yang berada 2 27 dihadapanya itu.   Tetapi ketika matanya menyaksikan sebilah pedang yang bergantung dipinggang kakek itu sebilah pedang kepala Naga berwarna kuning.   Diam-diam Kiam Ciu jadi terperanjat.   "Hey Tong Kiam Ciu! Apakah kau tahu aku ini sapa ?"   Seru kakek awut-awutan itu dengan lantang dan tiba-tiba pula.   "Apakah Locianpwee ... bukan Hiong Hok Totiang ?"   Jawab Kiam Ciu dengan hormat dan ragu-ragu sambil mengawasi mata kakek itu.   "Ha ha-ha. dari mana kau tahu bahwa aku Hiong Hok Totiang ? Hemmm .."   Seru kakek itu dan tampak keningnya berkerut seolah-olah kakek itu sedang menahan perasaan sakit yang luar biasa.   "Dengan melihat pedang Oey-liong-kiam yang bergantung dipinggang Locianpwee, Locianpwee terimalah hormatku, sudilah Cianpwee memaafkan segala kekurang ajaranku tadi......."   Warisan Jenderal Gak Hui Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Seru Tong Kiam Ciu sambil membungkuk memberi bormat Sesaat kemudian Tong Kiam Ciu telah berlutut dihadapan Hiong Hok Totiang dan menghormat.   "Sudahlah berdirilah dan jangan terlalu banyak memakai peradatan begitu"   Seru Hiong Hok Totiang sambil mengangkat bahu Kiam Ciu Sesaat lamanya suasana menjadi sepi lengang hanya napas kedua orang itu yang terdengar. Diluar gua masih hujan dengan lebatnya dan sesekali gebyaran sinar halilintar menerangi dalam gua.   "Sekarang dengarlah baik-baik pesanku ini Kiam Ciu! Sebenarnya aku harus menantikan kedatanganmu dipegurungan Bu-tong. Tetapi pada sekira setengah bulan yang lalu aku telah menerima sepucuk surat yang menyuruhku datang di pegunungan ini untuk menyerahkan pedang pusaka Oey-Liong-Kiam. Maka saat ini aku berada disini. Apakah kau telah pergi ke pegunungan Bu-tong untuk mencariku?"   "Ya. Tetapi aku mendapat keterangan bahwa Locianpwee telah berangkat ke pegunungan T"ay-pie-san tiga hari yang lalu......." 2 28 "Hemm...... aku sama sekali tidak menduga kalau akan masuk perangkap. Aku telah ditawan didalam gua ini dalam keadaan terluka dalam selama dua hari....."   Kakek itu berhenti sebentar sambil meringis menahan rasa sakit kemudian meneruskan;   "Pedang Oey-Liong-Kiam ini adalah pedang pusaka Jenderal Gak Hui, dikalangan Kang-ouw pedang itu termasuk pedang nomor satu di kolong langit ini. Kini aku serahkan pedang ini kepadamu atas pesan gurumu Pek-hi- siu-si dan aku minta padamu agar kau dapat menggunakannya dengan baik pula dapat melindunginya. Nanti sekira lima belas hari lagi di puncak pegunungan Heng-san akan diadakan pertemuan para tokoh persilatan dalam pertemuan Bu-lim-tahwee diatas puncak Ciok yong-hong. Pesan gurumu bahwa dengan pedang pusaka ini kau diharapkan untuk mewakilinya. Baiklah kau harus menjunjung nama baik gurumu Pek-hi-siu-si yang telah menjagoi dunia persilatan selama tiga puluh tahun lebih itu", kakek itu dengan menahan rasa sakit yang amat sangat didadanya dan tampak meringis dan mengucurkan keringat dingin. Setelah menyaksikan pedang pusaka, kemudian kakek itu merogoh dari saku jubahnya sebuah benda mengkilat kuning selebar tiga jari tangan, diatas lebaran berwarna kuning itu tertera ukiran seorang tojin (pendeta) tua yang berjenggot panjang. Sambil menyerahkan benda mengkilat berwarna kuning itu Hiong Hok Totiang berkata.   "Aku kini aku sudah tidak lama lagi akan binasa, luka-lukaku sangat hebat sekali didalam tubuh. Ohhh ..kuserahkan benda ini padamu Kiam Ciu, benda ini adalah suatu tanda pengenal dari partai persilatan Bu-tong. Bila kau menemui kesulitan dan menjumpai orang-orang dari partai persilatan Bu- tong maka dengan memperhatikan tanda pengenal kuningan itu kau akan segera mendapat bantuan ...". Setelah kakek itu menyelesaikan kata-kata dan menyerahkan dua benda itu kepada Kiam Ciu maka terhentilah sejenak dan hening. Tiba-tiba terdengar kakek itu terbatuk dan meringis menahan rasa sakit tetapi Hiong Hok Totiang memuntahkan darah bergumpal-gumpal dan tersungkur jatuh ditanah, kedua tangannya menahan rasa sakit dengan menekan dada. Kemudian terdengar pula jeritan panjang yang mengerikan 2 29 kakek itu menggeliat, matanya terbelalak Hiong Hok Totiang binasa dalam keadaan yang sangat mengerikan. Saat itu berbareng pula petir menyambar dengan suara dahsyat. Hujan belum lagi reda. Sinar kilatan petir itu sesaat menyinari wajah Kiam Ciu yang kelihatan tegang dan ngeri ketika menyaksikan mayat Hiong Hok Totiang dalam keadaan yang sangat mengerikan itu. Baru saat itu dia menyaksikan seseorang binasa dengan sangat mengerikan akibat siksaan. Sekali lagi kilatan petir itu menerangi dekat pintu gua dimana Kiam Ciu masih merenung dekat jenasah pemimpin partai persilatan Bu-tong. Tetapi ketika dia menyadari bahwa masih banyak tugas yang harus diselesaikan, maka segeralah dia menggali lubang lahat didalam gua itu untuk merawat mayat Hiong Hok Totiang. Semuanya itu dikerjakan dengan sangat cepat dan mengerahkan tenaganya yang luar biasa. Maka tidaklah mengherankan kalau dalam waku tiada lama telah selesai menyempurnakan jenazah kakek itu dengan sangat sederhana, Setelah selesai memakamkan jenazah pemimpin Bu-tong tadi, maka pemuda itu memutar tubuh dan masih dengan kening berkerut dan tubuhnya lesu karena sesalan dan rasa duka atas kejadian yang mengerikan itu, Kiam Ciu meninggalkan gua itu. Tetapi langkahnya terhenti sejenak ketika dia menyadarinya bahwa dibawah sebatang povon yang tinggi dan rindang didepan mulut gua tampak berdiri lima orang Iaki-laki gagah berpakaian terbuat dari kulit singa. Orang-orang itu tampak mengawasinya, mereka tampak seram dan geram dengan sorot mata menyala- nyala.   "Tentu mereka inilah yang telah menjebak dan menganiaya Hiong Hok Totiang .."   Pikir Tong Kiam Ciu sambii melirik kearah kelima orang itu. Kemudian Tong Kiam Cu membentak kearah kelima orang itu dengan suara lantang dan tangan menuding kearah kelima orang dihadapannya.   "Hey kalian berlima harus bertanggung jawab atas kematian Hiong Hok Totiang! Kalian harus mengganti jiwa atas kematian Hiong Hok Totiang !"   Seru Tong Kiam Ciu dengan suara lantang dan gusar.   2 30 Mendengar jeritan Kiam Ciu yang lantang dan marah itu membuat suasana yang dingin karena hawa pegunungan dan hujan itu menjadi panas.   Salah seorang dari kelima orang itu yang bertubuh besar pendek segera meloncat kedepan diantara kawan-kawannya sehingga kelihatan lebih nyata.   Orang itu berseru dengan suara yang tinggi dan seperti suara wanita.   "Apa katamu anak muda ? Kami harus membayar dengan nyawa ? Seenaknya saja kau bersuara dihadapan kami, batok kepalamu yang akan kami copoti !"   Bentak orang itu dengan suara melengking seperti suara wanita.   "Ayoh kita pergi !"   Serunya kspada keempat kawan-kawannya. Tetapi sebelum orang-orang itu pergi meninggalkan dengan segeralah Kiam Ciu berseru pula lebih lantang dan tandas membentak keras.   "Tunggu....!"   Bentak Kiam Ciu dengan keras dan berwibawa.   "Akulah yang mewakili Hiong Hok Totiang untuk membuat perhitungan dengan kalian !"   "Kau pernah apa dengan si keparat Totiang itu ?"   Seru sipendek gemuk yang rupa-rupanya adalah pemimpin diantara keempat orang-orang yang berpakaian kulit singa itu.   "Peduli apa dengan kalian, hubunganku dengan Hiong Hok Totiang adalah urusanku ......!"   Seru Kiam Ciu dengan suara gusar, tetapi diam-diam pemuda itu telah siap siaga.   Sesaat Kiam Ciu memperhatikan gerak-gerik kelima orang yang berada didepannya itu.   Mereka tampak sangat mencurigakan sekali.   Dengan berloncatan mereka membentuk sebuah gerakan dan tahu-tahu mereka telah berdiri sederet dihadapan Kiam Ciu.   Ketika keadaan mereka telah siap sama sekali, maka mereka dengan berbareng telah meloncat menyerang Kiam Ciu.   Serangan dengan serentak dengan loncatan dan serangan tangan berbareng keempat orang-orang berpakaian kulit singa itu kearah dada dan bagian-bagian kelemahan Kiam Ciu.   Sedangkan Tong Kiam Ciu yang telah siaga secara diam-diam tadi kini telah mempersiapkan sebuah hantaman kedua tinjunya untuk menggempur hardik serangan lawan.   Maka kedua tinju Kiam Ciu berbareng dengan datangnya serangan itu memukul kedepan.   2 31 Angin pukulan yang hebat telah mendampar dan menghalaukan serangan pihak lawan dengan hebat sekali.   Angin pukulan Kiam Ciu yang dilambari tenaga dalam luar biasa itu sangat hebat pengaruhnya terhadap kelima orang lawan yang kelihatan seram dan tegas itu.   "Kepandaian yang dahsyat sekali !"   Seru laki-laki bertubuh pendek gendut itu dengan loncatan surut kebelakang tanpa sadar.   "Ternyata kau dapat menahan serangan kami tanpa kamu menderita luka dalam! Kitapun akan menyudahi urusan ini jika kau sudi pula menyerahkan pedang pusaka Oey-Liong-Kiam kepada kami....!"   Pemimpin orang-orang itu dengan nada membujuk dan mengulurkan tangan kanan kedepan seraya mesem.   Tong Kiam Ciu merasa yakin bahwa dia dapat menundukkan lawannya dalam beberapa jurus saja.   Maka dia sangat berani untuk menantang dan mendamprat kelima orang berbaju kulit singa itu.   "Menyerahkan pedang ini ? Hmmm ..kau seenaknya saja berbicara. Dengan dalih apakah kau menghendaki penyerahan senjata pusaka ini?"   Seru Kiam Ciu dengan kerutkan kening dan merasa gusar.   "Pedang Oey-Liong-Kiam ini adalah pedang warisan dari guruku, maka aku lebih berhak untuk menguasai benda ini..!"   Sesaat Kiam Ciu terhenti karena menyaksikan gerak mencurigakan dari kelima orang lawannya itu.   "Lagi pula kalau aku tidak sudi menyerahkan pedang ini kalian akan berbuat apa terhadap diriku ?"   Seru Kiam Ciu dengan suara dampratan keras.   "Anak muda! Kau kira bahwa kau akan dapat lolos dari perangkap kami ?"   Seru laki-laki pendek bertubuh gendut itu dengan mata mengkilat dan tidak luput mengawasi terus pedang Oey-Liong-Kiam yang bergantung dipinggang Kiam Ciu. Pedang berhulu kepala naga berwarna kuning.   "Kalian sudah berlima, masih juga akan menggunakan perangkap untuk menangkap diriku seorang ?"   Seru Kiam Ciu dengan mata melotot dan mulut dibulatkan kearah kelima orang berbaju kulit singa itu.   Tetapi kelima orang itu kini tidak menanggapi kata-kata Kiam Ciu, seo!ah- olah kata-kata itu tidak didengarnya.   Kelima orang itu dengan tenang telah memutar tubuh dan dengan tenangnya meninggalkan tempat itu.   2 32 Kini Kiam Ciu menjadi sangat heran dan tidak tahu maksud orang-orang yang berada didepannya itu.   Sama sekali dia tidak memahami segala macam sifat kelima orang yang dianggap aneh itu oleh Tong Kiam Ciu.   Sebenarnya Kiam Ciu akan meloncat menerjang kelima orang itu dengan tendangan dan pukulannya.   Bahkan dia betul-betul ingin lekas-lekas membinasakan kelima orang itu.   Karena dia yakin benar bahwa Hiong Hok Totiang telah dibinasakan oleh kelima orang berbaju kulit singa itu, Namun dengan tiba-tiba dia teringat pesan gurunya Pek-hi-siu-si yang memesankan dengan sangat ditandaskan.   "Hmmm..... kalau begitu aku harus sangat berhati-hati menghadapi lima orang ini, aku harus sabar dan teliti untuk mengusut kelima orang ini sebelum bertindak lebih lanjut....."   Pikir Tong Kiam Ciu dengan menahan hasratnya untuk menerkam dan membinasakan kelima laki-laki itu.   Kelima orang itu meninggalkan depan gua dimana Hiong Hok Totiang terkubur dan Kiam Ciu berdiri melompong dan membisu dengan menahan gejolak amukan amarahnya.   Kelima orang itu berjalan sangat cepat, kemudian memasuki semak belukar.   Ketika langkah itu berjarak lima puluh depa maka muncullah dua orang yang berpakaian sama pula dengan kulit singa dan menjura kepada kelima orang itu.   Kemudian setelah kelima orang itu berlalu segeralah mereka berdua meloncat kembali masuk ke dalam gerumbulan.   (Bersambung   Jilid 3) 3 0 3 1 (Warisan Jenderal Gak Hui) Diolah Oleh . HO TJING HONG   Jilid ke 3 IAM CIU mengikuti jejak kelima orang iiu.   Disamping dia memang berhasrat untuk menuntut balas atas kematian Hiong Hok Totiang juga dia ingin mendapatkan sesuatu pengalaman yang luar biasa dalam persilatan.   Rahasia berbagai peristiwa kehidupan manusia.   Tetapi segala gerak-gerik orang berpakaian kulit singa yang dipandang sangat aneh itu, terus diintai dan diikuti oleh Kiam Ciu.   Sampai akhirnya kelima orang itu mendaki pegunungan dan ketika sampai disebuah gua empat orang telah langsung memasuki gua dengan meninggalkan seorang diluar gua.   Orang yang ditinggalkan itu kemudian melihat kebelakang, setelah itu melompat masuk kedalam gua juga.   Tong Kiam Ciu merasa bingung juga menyaksikan keadaan itu.   Dengan tindakan berhati-hati dan mata mengawasi waspada kedalam gua itu dia berpikir.   "Jika aku turut memasuki gua ini. kemungkinan besar aku tidak akan dapat keluar lagi dengan selamat. Lebih baik aku menunggu saja diiuar!"   Demikian pikir Tong Kiam Ciu sambil meraba-raba dinding depan mukut gua dan matanya mengamati sekeliling gua itu.   "Hay...hi.. hi. hi.. Apakah kau tidak rasa heran kalau sebentar lagi nyawamu akan segera kami renggut ?!"   Suara itu keluar dari dalam gua yang semakin lama semakin jauh.   Suara itu berpantulan bergema membentur dinding gua tetapi alunan suara itu bertambah jauh.   Setelah suara gema itu lenyap sama sekali, maka kini keadaan menjadi sangat hening dari menyakitkan telinga.   Kemudian terdengar titikan air dari dinding atap gua jatuh dltampungan air yang melahangi batu.   Suara air itu sangat menusuk-nusuk hati terdengarnya dan dirasakannya.   Tong Kiam Ciu masih tetap berdiri didepan pintu gua.   Suasana menjadi sangat sepi dan gelap, hujan gerimis masib rintik-rintik dan sesekali terlihat K 3 2 bunga api menerangi bumi dan gelap kembali.   Lebih gelap rasanya daripada sebelum silau karena kilatan halilintar itu.   Tetapi dengian sangat mengejutkan telah terjadi.   Berhamburanlah sinar obor berjatuhan dari langit menghujani Kiam Ciu yang ma sih berhenti.   Hujan obor itu sesaat menjadi reda dan tahu-tahu telah berdiri orang-orang berpakaian kulit singa dengan memegarg obor ditangan kanan.   Mereka berjumlah dua ratus orang banyaknya.   Sangat terperanjatlah Tong Kiam Ciu menyaksikan semuanya itu.   Tetapi dia tidak bersuara hanya meningkatkan kewaspadaannya atas segala kemungkinan yang mungkin terjadi.   Orang-orang itu telah berdiri dihadapan dan disekitar Kiam Ciu dengan sikap mengancam, dengan memperhatikan gerak-gerik mereka itu tahulah Kiam Ciu bahwa orang-orang itu sudah tidak sabar lagi untuk menerima tanda penyerangan terhadap Tong Kiam Cui yang telah terjebak keatas puncak pegunungan.   Salah seorang diantata kedua ratus orang itu adalah seorang yang bertubuh gendut dan pendek, Orang yang tadi telah berhadapan dengan Kiam Ciu didepan gua dimana kakek Hiong Hok Totiang terkubur.   Dia adalah pemimpin gerombolan orang-orang yang mengepung Kiam Ciu saat itu.   "Hey anak muda ! Apakah sekarang kau bersedia menyerahkan pedang pusaka Oey-Long-Kiam ? Kau memang lihay... tetapi kau akan tewas juga akhirnya jika berani melawan kita.. pertimbarakanlah masak-masak hal itu dan lekas !"   Seru laki-laki pendek gendut itu berseru lantang. Sinar matanya mengkilat seperti kilatan api obor ditangan anak buahnya.   "Aku belum pernah kenal dengan kalian sebelum ini, juga aku tidak akan semudah seperti sangkamu untuk dengan begitu saja menyerahkan pedang pusaka ini kepada siapapun. Hanya dengan melangkahi mayatku baru kalian dapat merebut pedang ini ! Atas dasar melindungi pedang pusaka guruku inilah aku tidak dapat sungkan-sungkan lagi untuk menghadapi kalian ?"   Seru Kiam Ciu sambil menyilangkan kedua lengannya didada untuk menghadapi segala kemungkinan yang datang dengan tiba-tiba.   "Jadi kau betkeras kepala ?"   Seru laki-laki gendut pendek itu dengan membentak dan mata melotot mengeluarkan bunga api.   "Kau akan menyesal 3 3 kelak !"   Seru pemimpin itu sekali lagi dengan mengangkat tangan memberikan isyarat kepada orang-orang yang berdiri dibelakang Kiam Ciu untuk menyerang berbareng.   Tong Kiam Ciu tahu babwa orang-orang yang ber diri dibelakangnya telah mendapat aba-aba untuk meyerang.   Maka dengan cepat Kiam Ciu memutar tubuh dan surut selangkah untuk memasang kuda-kuda menghadapi serangan hebat serentak dari lawannya.   Saat itu seolah-olah jantung Kiam Ciu terbang, karena sebelumnya dirasakannya Kiam Ciu menginjak sesuatu yang lunak kemudian seperti terhisap Kiam Ciu terdorong kebelakang dan terperosok kedalam sebuah lubang sumur yang dalam.   Ternyata musuhnya telah memasang perangkap dengan membuat lubang- lubang sumur yang ditutupinya dengan tanah dan rumput.   Setiap lawan yang masuk dalam jebakan itu akan ditimpuki dengan batu-batu keras dan besar serta ditimbuninya hingga binasa.   Tong Kiam Ciu meronta dan berusaha malawan timpukan batu-batu berhamburan dan hampir membentur kepala Kiam Ciu.   Namun dengan kepalan tinju yang luar biasa ia telah menghantam hancur batu- batu yang menimbuninya dengan gigih dan batu-batu itu berhamburan.   Beberapa saat sebelumnya Hiong Hok Totiang atau ketua partai silat Bu-tong telah masuk kedalam jebakan itu dan menjadi korbannya.   Tetapi berkat kehebatan ilmu tenaga dalamnya yang hebat, maka dia sempat bertahan.   Hiong Hok Totiang yang dianggap telab binasa itu dibiarkan tertimbun hancur dalam lubang perangkap yang penuh batu itu, Namun Hiong Hok Totiang yang dianggap telah tewas itu.   dengan usahanya yang bersusah payah telah dapat merangkak keatas dari lubang jebakan, semuanya itu dilakukannya pada malam hari, ia bermaksud 3 4 bersembunyi dalam gua sambil menantikan tenaga dalamnya pulih kembali serta luka-lukanya menjadi sembuh.   Terapi luka-luka yang tengah di deritanya itu terlalu berat.   Sehingga tubuh yang telah loyo dan tua itu serasa tiada tertahan lagi.   Maka ketika dia telah bertemu dengan Kiam Ciu merasa sangat senang hatinya dan berarti satu tugasnya yang sangat diprihatintan itu dapat diselesaikannya.   Setelah kakek itu menyerahkan pedang pusaka Oey-Liong-Kiam kepada Tong Kiam Ciu maka kakek itu lalu tersungkur dan binasa.   Tidak percuma Tong Kiam Ciu mempelajari ilmu sikat dari keempat gurunya.   Dengari tekun pemuda itu telah mempelajari dan memahami ilmu-ilmu dari keempat gurunya dan tanpa rasa lelah.   Terutama ilmu ginkang yang telah diturunkan oleh Pek Giok Bwee.   Ilmu yang sangat luar biasa dan pada saat-saat seperti saat terjepit ini maka Kiam Ciu segera mengembangkan ilmu meringankan tubuh hingga dirinya tidak terseret masuk kedalam lubang jebakan itu dengan deras dan terbanting.   Ilmu meringankan tubuh yang dulu ditelaga Cui-ouw selalu dilatihnya bersama dengan Ji Tong Bwee ternyata kini sangat berguna dan dengan menghentakkan kaki kanan dengan jurus Pek-yan-ciong-thian atau asap putih membumbung kelangit sambil menghunus pedang Naga Kuning ditangan kanan Kiam Ciu langsung meloncat menyerang musuh.   Tiba-tiba suasana disekitar gua itu menjadi gelap gulita.   Orang-orang yang memegang obor berhamburan lari sambil melemparkan obor mereka kedalam lubang perangkap.   Tong Kiam Ciu tidak berani untuk meneruskan menyerang dan menghajar musuhnya itu sangat khawatir dengan kelicikan lawan.   Warisan Jenderal Gak Hui Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Dia sangat berhati-hati dan merasa seolah-olah dirinya masih dalam pengawasan dan pengintaian lawan.   Karena Kiam Ciu tahu bahwa lawannya sangat licik kemungkinan masih dapat terjadi dan dia dapat mati konyol dan penasaran.   "Siauwhiap (pendekar muda) ! Kau walaupun masih muda usiamu, namun ternyata betul-betul sangat lihay, kau beruntung telah dapat terbebas dari bahaya maut! Tetapi..."   Seru sebuah suara yang sudah dikenal sejak didepan gua 3 5 dipegunungan Tay Pie san dipropiosi Ouw pak dimana pemimpin partai persilatan Bu-tong terkubur.   "Tetapi apa!"   Seru Tong Kiam Ciu memotong kata-kata orang itu.   "Kita dari partai persilatan Kim-sai-pang (Singa kuning mas) tidak akan menyerangmu lagi!"   Jawab laki-laki itu dengan suara tegas.   "Hey pengecut biadab!"   Bentak Kiam Ciu dengan suar gusar.   "Kalian telah banyak membinasakan orang-orang gagah dengan keji. Sekarang pergunakanlah kekejianmu itu terhadapku !"   Seru Tong Kiam Ciu dengan mendongak dan berseru kearah datangnya suara itu.   "Kita tidak akan menyerangmu lagi, karena partai kami mempunyai suatu peraturan. Jika kita gagal menjebak musuh kita dilarang untuk bertindak lebih lanjut ! Sekarang walaupun Siauwhiap minta kepada kami untuk diserang namun kami sungkan untuk bertindak !"   Sambung suara itu lagi dengan datar. Kemudian terdengar suara raungan seperti raungan singa jantan, raungan itu bertambah jauh, semakin jauh dan sayup-sayup terdengar kemudian lenyap sama sekali.   "Hemm"   Aku telah sampai di markas partai Kim-sai-pang"   Guman Kiam Ciu kemudian matanya menatap pedang Oey-Liong-Kiam, tampaklah kilatan kuning memijar, kemudian terdengar pedang itu disarungkan kembali.   Tong Kiam Ciu teringat kembali tugasnya di puncak Ciok yong-hong dipegunungan Heng-san untuk menghadiri pertemuan para pendekar Bu lim pada pertemuan Bulim-tahwee lima belas hari lagi.   Maka segeralah dia meninggalkan tempat itu dan untuk sementara dia melupakan dulu persoalan dengan golongan Kim-sai-pang.   Dengan menarik nafas panjang pemuda itu menyaksikan sekitar tempat dimana tadi dia terjebak.   Semuanya gelap, tetapi dia telah mengingat-ingat tempat itu dengan jelas dalam benaknya.   Untuk suatu ketika kelak dia akan kembali lagi, Pegunungan Heng-san terletak di tengah Propinsi Ouw lam.   Pegunungan itu terdiri dari tujuh puluh lima banyaknya.   Salah satu puncaknya yang sangat terkenal diantara puncak-puncak yang lain ialah puncak Ciok yong-hong sedangkan di kaki puncak Ciok yong-hong itu terdapat sebuah desa kecil 3 6 bernama Pek mau.   Pada waktu-waktu tertentu tempat itu banyak dikunjungi orang untuk bersembahyang, orang-orang itu berkunjung dan bersembahyang dipuncak Ciok yong-hong dan walaupun desa Pek-mau itu adalah desa yang kecil, namun ada dua bangunan penginapan untuk menampung para pengunjung itu.   Saat-saat cepat berlalu, dengan tiada terasa telah dua minggu berlalu.   Kesibukan didesa Pek-mau sangat luar biasa.   Telah berkumpul banyak sekali pendatang dari segala jurusan dan propinsi.   Karena adalah orang-orang yang sangat tertarik dengan segala macam yang akan terjadi diatas puncak Ciok yong-hong.   Karena sehari lagi di puncak Ciok yong-hong akan diadakan pertemuan para tokoh persilatan dari segala penjuru.   Pertemuan jago-jago silat dari kalangan Kang-ouw itu akan diakhiri dengan pertandingan ilmu silat di arena Bu lim tahwee.   Diantara orang-orang itu tampak pula Tong Kiam Ciu dengan mendengakkan wajahnya pemuda itu mencari penginapan.   Maka segeralah pemuda itu menghampirinya dan langsung menemui seorang pengurus.   Kudanya ditambatkan diiuar.   "Saudara aku ingin bermalam disini apakah masih ada tempat satu kamar untukku?"   Seru Tong Kiam Ciu dengan penuh harapan. Karena dia khawatir juga kalau sampai kehabisan kamar melihat begitu banyaknya para pengunjung di desa Pek-mau itu.   "Hemmmm ... tuan, selama dua hari ini terlalu banyak tamu datang. Dua penginapan di desa ini telah penuh semua kamarnya dipesan oleh tamu-tamu. Tetapi untuk Tuan kami dapat menyediakan sebuah kamar.."   Jawab pengurus penginapan itu dengan tersenyum ramah.   "Terimakasih. Tolong berilah makan kudaku itu. Aku akan memberi tambahan nanti"   Seru Tong Kiam Ciu sambil menuding kearah seekor kuda yang tertambat didepan, Karena dalam perjalanan tadi kuda yang dipergunakan Tong Kiam Ciu belum diberi makan.   "Baik Tuan. Kami harap tuan tidak usah merasa khawatir, semuanya akan kami lakukan dengan baik dan memuaskan"   Seru pengurus penginapan seraya 3 7 menghormat tamunya dan kemudian bertepuk tangan memanggil pelayan hotel untuk mengurus segala sesuatu keperluan Tong Kiam Ciu.   Ketika Tong Kiam Ciu memutar tubuh dan bergerak untuk masuk ke ruang tamu tampaklah beberapa orang telah mengangkat wajah dan ada pula yang berpaling memandang pemuda itu.   Namun Kiam Ciu tetap bersikap tenang saja.   Sedangkan pedang pusaka Oey-Liong-Kiam digendongnya dipunggung dan tampak tersembul hulu naga kuning kelihatan dari bahu kanannya.   Rupa- rupanya semua yang berada di tempat itu merasa heran menyaksikan pedang pusaka Oey-Liong-Kiam dibawa oleh seorang pemuda belia.   Namun pemuda itu terus saja mengikuti pelayan penginapan yang membawa dia ke kekamar yang telah disedhakab.   Langkahnya tegap dan pasti, menggambarkan bahwa pe muda itu adalah seorang pemuJa yang telah terlatih untuk percaya kepada diri sendiri.   Sore harinya ketika Tong Kiam Ciu sedang makan sore seorang diri, tiba- tiba datang menghampiri ke tempat duduknya seorang pemuda yang lebih muda dari Kiam Ciu sekira pemuda itu berumur dua puluh tahun.   Pemuda itu berwajah putih bersih, bertubuh kurus kering.   Dengan hormat dan tersenyum.   "Aku bernama Li Hok Tian, orang-orang kalangan Kang ouw memanggilku dengan sebultan Siauw kut-liong (Naga Kurus). Apakah diperbolehkan aku untuk duduk bersama-sama dengan anda ?"   Seru pemuda kurus itu dengan suara mendatar, sopan dan hormat. Sesaat Tong Kiam C.u menatap wajah pemuda kurus itu. kemudian tersenyum dan mempersilahkan pemuda itu untuk duduk semeja dengan Kiam Ciu.   "Aku bernama Tong Kiam Ciu. baru saja terjun kedalam dunia Kang-ouw.."   Jawab Kiam Ciu dengan hormat dan ramah.   "Kuharap saudara Tong tidak bergusar hati, karena aku akan mengajukan suatu pertanyaan. Dimanakah saudara Tong memperoleh pedang pusaka Oey liong-kiam itu ?"   Seru Siauw kut-liong dengan berterus terang.   "Saudara Li, bukankah kita baru saja ber kenalan ? kukira pertanyaanmu itu melewati batas kesopanin !"   Seru Kiam Ciu sambil menatap wajah pemuda 3 8 dihadapannya. Kemudian Kiam Ciu acuh tak acuh dan menyuapkan hidangannya.   "Saudara Tong, kukira apa yang kulakukan ini bukan suatu kelancangan. Apakah kau sudah tak tahu aku ini siapa ?"   Seru pemuda kurus itu seraya menjulurkan kedua jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan kearah tangan Kiam Ciu yang sedang mengumpit makanannya.   Pemuda itu mencoba tenaga dalam Kiam Ciu.   Perbuatan kedua pemuda itu diperhatikan oleh para tamu.   Terutama diperhatikan betul-betul dengan seksama oleh seorang pemuda yang berpakaian compang camping, rambutnya terurai dibiarkan menggerai dibahu bahkan sebagian menyibak ke wajahnya.   Pemuda itu duduk di suaiu sudut menghadap kearah dimana Kiam Ciu duduk.   Sebetulnya Li Hok Tian atau Siauw kut-liong adalah murid kesayangan Hiong Hok Totiang.   Li Hok Tian telah turun kedunia persilatan dan berkelana dikaiangan kangouw selama dua tabun.   Partai persilatan Bu-tong sangat termashur dengan ilmu pedangnya, Semenjak berkelana dikalangan Kangouw Li Hok Tian hanya menemui dua orang pendekar yang kuat.   Sedangkan musuh- musuh lainnya dia kalahkan dengan ilmu pedangnya Hui-liong-cit kiamsut atau jurus naga terbang sehingga dikalangan Kangouw dia mendapat gelar si Naga Kurus atau Siauw kut-liong.   Setelah merasakan tekanan sumpit Tong Kiam Ciu dia merasa terperanjat.   Karena dia belum peroab dipermainkan sedemikian rupa oleh siapapun.   Maka dengan sangat gusar dan merasakan dia ingin segera melabrak Kiam Ciu.   pemuda yang baru saja dikenalnya itu.   Tetapi sesaat kemudian ketika matanya melirik kearah hulu pedang yang bersembul dibahu Kiam Ciu pemuda kurus itu menjadi sangsi dan dia tersenyum.   "Pedang Oey-liong-kiam itu telah dititipkan oleh Pek-hi-siu-si kepada Hiong Hok Totiang pemimpin partai persilatan Bu-tong dan beliau adalah guruku."   Seru Li Hok Tian dengan jelas dan tegas.   "Ohhh... saudara Li adalah murid Hiong Hok Totiang ?. Adapun tentang pedang ini sebetulnya aku ingin ceriterakan kepada warga mandala partai Bu-tong, sewaktu-waktu bila aku mengunjungi markas partai Bu-tong. Sama sekali tidak 3 9 diduga bahwa hari ini aku dapat berjumpa dengan saudara Li disini. Marilah persoalan ini kita bicarakan dengan tenang!"   Seru Kiam Ciu dengan suara penuh keramahan dan berhati-hati. Sementara itu terliha.lah perubahan wajah Li Hok Tian, kelihatanlah pemuda kurus itu agak tenang sedikit.   "Pedang pusaka ini aku terima dari tangan guru saudara Li hanya sayang sekali Hong Hok Totiang telah wafat, dan sebelum menutup mata beliau telah.."   Seru Kiam Ciu menjelaskan terputus.   "Hah? Guruku telah binasa, apatah kau yang telah membunuh ?"   Desak Li Hok Tian dengan suara gusar sekail.   Stelah berkata demikian Li Hok Tian meloncat berdiri dan langsung mengirimkan serangan dengan dua jari tangan kanan menuju kearah kedua mata Kiam Ciu.   Tetapi Kiam Ciu memiringVan tubuhnya seraya membentak lantang.   "Saudara Li ! Tunggu dulu, sabar ! Kau jangan keliru, jangan salah paham dan salah terka ! Gurumu telah dianiaya oleh orang-orang dari partai Kim-sai-pang. Sebelum gurumu wafat, beliau telah memberikan pening kuningan ini kepadaku!"   Kiam Ciu merogoh sakunya dan mengubah mencari benda sebesar tiga jari tangan berwarna kuning. Sebuah benda pengenal dari partai Bu-tong. Seketika itu wajahnya pias dan berkeringat karena benda itu telah lenyap dari sakunya.   "Ohh... mungkin pening kuningan itu jatuh ketika aku dikepung oleh partai Kim-sai-pang?"   Pikir Kiam Ciu dengan diam-diam dan masih mencari pening itu dalam sakunya.   "Kau dapat menipu terhadap orang lain. tetapi terhadapku kau jangan harap dan sekali sekali jangan mencoba menipuku. Kau harus membayar dengan nyawa untuk menebus kematian suhuku.!"   Gemboran itu diakhiri dengan sebuah loncatan seraya mengirimkan tendagan ke arah Kiam Ciu.   Mendapat serangan yang datangnya dengan tiba-tiba itu, Kiam Ciu tampak agak gugup.   Tetapi segera telah berubah berdirinya dengan menarik lalu geserkan kaki kanan hingga semuanya sangat berubah.   "Tahan dulu !"   Bentak Kiam Ciu menbentangkan kedua tangannya didepan. 3 10 Tetapi Li Hok Tian telah melompat dari tampak sangat gusar sekali sehingga kursi dan meja bergelimpangan dilantai.   "Saudara Li tahan dulu ! kau harus bertindak dengan kepala dingin, atau kau akan menyesal dikemudian hari !"   Seru Kiam Ciu.   Siauw Kut Liong terus menyerang tanpa dapat menahan gejolak hatinya yang dirangsang oleh amarah yang meluap.   Sedangkan Tong Kiam Ciu telah menyadari bahwa si Naga Kurus itu hanya salah paham, maka Kiam Ciu tidak mau membalas menyerangnya.   Hanya dengan gesit Kiam Ciu mengelakkan tiap serangan yang datang.   Kemudian untuk menghindari segala kemungkinan yang tidak diinginkan maka pemuda itu lalu dengan gesit lelah meloncat melalui jendela keluar dari ruang dalam hotel itu, loncatan dengan menggunakan ilmu Hu-liong-jauw-jit atau Naga terbang melalui matahari.   Tetapi Li Hok Tian tak kalah gesitnya.   Dengan Sekali loncatan pula telah menyambar lengan kanan Kiam Ciu dan mengirimkan sebuah gablokan kearah punggung Kiam Ciu.   Secepat kilat pula Kiam Ciu telah memutar tubuh dan berhasil membuyarkan serangan Li Hok Tian dan menyambar baju si Naga Kurus sambil membentak lantang.   "Saudara Li ! Kau janganlah salah paham jika aku nanti dapat menemukan logam pengenal itu maka aku dapat membuktikan bahwa aku tidak berdusta. Kuharap kelak kau tidak mengejar-ngejar aku lagi...!"   Setelah berseru demikian Kam Ciu telah melepaskan cengkeramannya dan lari kearah kuda putihnya.   Saat itu banyak orang yang telah menyaksikan serangan-serangan yang diiancarkan oleh Li Hok Tian dapat dihindari oleh Kiam Ciu.   Walaupun Kiam Ciu telah bertindak dengan bijaksana tidak membuat malu lawannya.   Namun karena terlalu banyak orang yang menyaksikan itu hingga Li Hok Tian menjadi sangat malu dan bertambah gusar, maka tetap mengejarnya dan membentak kearah Kiam Ciu.   "Tahan ! Terima seranganku !"   Seru Li Hok Tian sambil menggerakkan tangan kanan dan terdengarlah desingan-desingan.   3 11 Bersamaan dengan meluncurnya bentakkan itu, Li Hok Tian telah melemparkan senjata rahasia yang berupa cincin besi sejumlah enam buah telah meluncur mengarah ketubuh Kiam Ciu.   Sedangkan pemuda itu sedang memegang pelana kudanya.   Tong Kiam Ciu telah mendengarkan datang nya serangan keenam cincin besi yang berdesing kearah enam tempat kelemahan Kiam Ciu.   Tetapi pemuda itu sengaja tidak akan menghindari datagnya serangan rahasia itu.   Kiam Ciu sengaja memang akao memamerkan kepada Li Hok Tian kehebatan ilmu Bu tek- sin-kang.   Maka dengan mengembangkan ilmu andalannya itu yang dirangkapi dengan tenaga dalam dan terdengarlah suara "Duk ! berturut-tueut enam kali.   Ternyata sangat luar biasa keenam cincin besi itu mental balik kearah majikannya.   Menyaksikan kilatan keenam senjita rahasia cincin besi yang balik menyerang dirinya, maka Li Hok Tian menjadi sangat terperanjat.   Maka dengan sigap pemuda itu melocnat kesamping dan melindungi ketiga jalan darah yang pokok untuk menghindari serangan senjata rahasianya sendiri yang dipukul balik dengan kehebatan Bu tek sin-kang oleh Kiam Ciu.   Para penonton hampir serentak berseru kagum.   Begitu pula LI Hok Tian merasa kagum juga akan kehebatan Kiam Ciu.   Karena baru kali ini pemuda yang bergelar si Naga Kurus atau Siauw kut liong serangan senjata rahasianya gagai bahkan dapat dipukul balik oleh pihak lawan.   Karena sangat tergesa-gesa itu si Naga Kurus atau Siauw Kut Liong hingga terhuyung hampir jatuh bahkan seperti orang yang tengah mabuk arak.   Pada saat itulah Kiam Ciu menghentakkan kakinya dan melompat kepunggung kuda putihnya, dengan sekali gerak kuda itu telah meloncat bagaikan terbang meninggalkan rumah penginapan.   Diantara orang-orang yang hadlir ditempat itu terdengar ada yang nyeletuk memuji dengan nada suara penuh kekaguman.   "Ohh ..Hui-hong-bu-liu (Angin topan menghembus pohon Liu) suatu jurus yang sangat hebat!" 3 12 Memang apa yang dilakukan oleh Tong Kiam Ciu adalah Jurus Hui-hong-bu- liu yang telah dilancarkan oleh Kiam Ciu. Ilmu yang telah diwarisinya dari Siauw Liang. Tetapi yang sangat mengherankan justru yang berseru kagum itu adalah seorang pemuda yang berpakaian compang-camping dan berambut awut- awutan terurai bahkan sebagian rambutnya ada beberapa lembar menyibak kedepan. Sehingga kelihatan terkadang pemuda itu menyibakkan rambutnya kebelakang. Tong Kiam Ciu terus membedalkan kudanya. Dari desa Pek-mau terus menerobos masuk kedalam hutan lebat dikaki pegunungan Heng san. Saat itu bulan purnama yang bundar dan terang bersih sedang berkembang menyinari mayapada. Tanpa penghalang mendung segumpalpun. Kuda putih yang gagah dan Kiam Ciu dengan tenang telah duduk diatas punggung kuda itu. Dipandangnya puncak Ciok yong-hong dengan tarikkan nafas panjang dan terasalah kesegaran hawa sejuk pegunungan malam itu. Sesekali terasa angin semilir menyentuh kulit halus pemuda itu. Tong Kiam Ciu menarik tali kekang kudanya, pendengarannya yang telah terlatih menangkap suatu suara yang aneh didalam hutan. Maka dengan sangat berhati-hati diperhatikannya sekitar tempat itu dengan teliti. Dengan cepat dia mengalihkan pandangannya kearah suatu tempat lebih kurang seratus depa dari tempatnya mengintai. Apa yang dilihatnya menarik perhatian pemuda itu. Tampak seorang laki-laki yang bertubuh tinggi besar dengan berjambang bauk tetapi kepalanya botak, laki-laki botak itu tampak seolah-olah sedang memikirkan sesuatu yang sangat berat. Tampak sebilah pedang terpancang dipunggung laki-laki itu. Tetapi tiba-tiba orang itu mencabut pedangnya dan berseru lantang dan "Crak !"   Warisan Jenderal Gak Hui Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Terdengar suara bacokkan tahu-tahu pohon kecil didepan laki-laki itu telah roboh dan putus.   Kemudian dengan gerak memutar dan cepat laksana kilat pedangnya telah meluncur di udara, kearah sebatang pohon yang terletak sekira sepuluh depa jauhnya.   Sungguh sangat mengagumkan bahwa pedang itu bagaikan dikendalikan oleh suatu kekuatan gaib telah memutari pohon besar itu dan meluncur balik 3 13 kearah laki-laki yang melemparkannya.   Permainan pedang itu adalah ilmu Hui- ki la-ki.   "Wah, beul-betul suatu ilmu pedang yang baik dan sangat mengagumkan. Sungguh hebat kepandaian orang itu, kalau tidak salah orang itu adalah Eng Ciok Taysu pemimpin partai persilatan Siauw-lim dipropinsi Hokkian. Aku sering mendapat ceritera dari Twa-supee, dengan kepandaiannya itu dia dapat memenggal kepala lawan dari jarak jauh"   Demikian pikir Tong Kiam Ciu dengan diam-diam dalam persembunyiannya.   Kemudian tampak laki-laki yang berpakaian pendeta itu dalam keadaan siaga seperti tadi.   Kelebatan senjatanya dibarengi dengau robohnya sebatang pohon besar disamping laki-laki gundul itu.   Kemudian meloncat kesamping dan beberapa kali membacokan pedangnya pada sebatang pohon itu dapat roboh.   "Hemmm.... setelah beberapa kali baru pohon ini roboh. Sungguh aku telah tua. Ternyata Eng Ciok sekarang sudah bukan Eng Ciok puluhan tahun yang lalu. Kini untuk merobohkan sebatang pohon yang tidak berapa besar saja memerlukan terlalu banyak, tenaga..."   Gumam pendeta gundul itu dengan suara yang ditujukan kepada dirinya sendiri. Sesaat kemudian dia mendogak ke langit dan menyaksikan bulan purnama yang bersinar terang dengan bintang-bintang bertaburan diangkasa tanpa diganggu oleh mega dan mendung.   "Sepuluh tahun yang lalu aku tidak berhasil merebut pedang pusaka Oey- liong-kiam yang tersohor merupakan pedang nomor satu dikolong langit. Jika kali ini aku juga tidak berbasil merebutnya, maka runtuhlah namaku sebagai pemimpin pariai Siauw-lim dan aku tidak akan punya muka untuk mengampuni saudara-saudara seperguruan dan murid-muridku"   Gumam taysu seorang diri.   "Hemmm.. tidak salah dugaanku. Ternyata betul-betul orang itu adalah pemimpin partau persilatan Siauw-Lim. Tetapi mengapa dia mengeluh sedemikian rupa, apakah kepandaiannya sekarang dirasakannya telah menurun?"   Pikir Tong Kiam Ciu sambil mengelus-elus pedangnya yang masih terpampang dipunggung, Terapi tiba-tiba kudanya meringkik keras dan mengejutkan Tong Kiam Ciu sendiri.   3 14 Mendengar ringkikan kuda itu Eng Ciok Taysu menegur.   Tetapi kakek itu tidak menghadap kearah Tong Kiam Ciu.   Pemimpin Siauw- lim itu menghadap kearah yang berlainan.   Berbareng dengan berhentinya suara teguran taysu itu terdengarlah suara tertawa terbahak-bahak.   Kemudian muncullah seorang laki-laki berumur setengah abad.   Laki-laki itu mengenakan jubah berwarna kuning.   berwajah muram dan matanya sipit, bermulat lebar dan hidungnya seperti bawang merah.   Tahu-tahu laki-laki setengah abad umurnya itu telah berada didepan Eng Ciok Taysu.   "Hey... kepala gundul !"   Bentak orrang itu, kau berlagak betul, baru saja kau tiba di tempat ini tahu-tahu kau telah memamerkan kepandaianmu! Kau seolah- olah mearasa yakin bahha kau akan memperoleh pedang pusaka Oey-liong- kiam.   Kau sudah begitu tua.   mengapa begitu bodoh ingin juga turut memperebutkan pedang pusaka itu? ! Kalau begitu tujuanmu taysu.   bukankah kedatanganmu ke puncak Ciok yong-hong dalam pertemuan Bu lim Tahwee berarti mengantarkan nyawa?"   Seru orang yang baru datang dan berhidung seperti bawang merah itu kemudian diselingi dengan senyuman lebar.   Kemudian terdengarlah orang itu tertawa terbahak-bahak yang bersifat sangat menyakitkan hati Eng Ciok Taysu.   Orang yang berhidung bagaikan bawang merah itu tiada lain adalah Kiat Koan yang angkuh, dia adalah pemimpin partai persilatan Kong-tong.   "Hemmm..... jika aku tidak akan mampu untuk merebut pedang itu, apakah kau kira bahwa kau akan mampu untuk merebutnya?"   "Betul, aku pasti dapat merebut pedang itu!"   Seru Kiat Koan dengan nada penuh kecongkakan .   "Meskipun kau adalah seorahg tokoh persilatan yang penuh dengan perbuatan-perbuatan kotor dimasa lampau tetapi jika ternyata kau dapat merebut pedang itu maka aku bersumpah akan menjura tiga kali dihadapanmu!"   Seru Eng Ciok Taysu dengan suara sinis.   "Hey kepala gundul, aku tiada gunanya berdebat denganmu! Karena ternyata kau memang pandai berbicara. Aku telah datang ke puncak Ciok yong-hong 3 15 untuk mengambil bagian dalam penemuan Bu lim-tahwee. Satu-satunya orang yang paling kusegani adalah Pek-hi-siu-si. Tetapi aku tahu bahwa delapan tahun yang lalu kakek itu telah mendapat luka dalam yang sangat hebat. dan dia telah menyerahkan pedang Oey-liong-kiam kepada Hiong Hok Totiang dengan demikian dia telah mengundurkan diri. Selama beberapa tahun ini aku telah giat melatih dan memperdalam ilmu Bu sa ciang (tinju sapu jagad) maka kini aku merasa yakin dapat merobohkan para pendekar termasuk kau sendiri!"    Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung Keris Pusaka Sang Megatantra Karya Kho Ping Hoo Keris Maut Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini