Ceritasilat Novel Online

Pedang Angin Berbisik 26


Pedang Angin Berbisik Karya Han Meng Bagian 26


Pedang Angin Berbisik Karya dari Han Meng   "Tentang du aorang Nona Murong"   Kemudian orang yang sekarang menjadi penasihat dari Partai Pedang Keadilan itu pun duduk di kursi pasien, menghadap Tabib Shao Yong dengan mata penuh selidik.   Tabib Shao Yong pun menghela nafas, kemudian mengitarkan pandangannya ke sekelilng ruangan.   Ada beberapa orang yang membeli obat, namun pasien yang menunggu untuk dia periksa tidak ada.   Akhirnya Tabib Shao Yong melihat ke arah Chou Liang dan berkata.   "Mari kita bicarakan saja di dalam."   Kemudian tanpa menunggu jawaban dari Chou Liang, Tabib Shao Yong berdiri dan pergi berjalan ke ruang dalam. Ketika melewati salah seorang pekerja, dia berpesan.   "A Chou, kalau ada pasien, suruh tunggu terlebih dahulu, aku ada keperluan dengan seorang sahabat."   A Chou yang melihat Chou Liang dengan segera mengangguk.   A Chou pun merupakan salah satu anggota Partai Pedang Keadilan yang ditugaskan untuk membantu Tabib Shao yong, dengan sendirinya sudah cukup maklum dengan pesan Tabib Shao Yong.   Chou Liang mengangguk ramah pada A Chou sebelum mengikuti Tabib Shao Yong pergi ke ruang dalam.   Sepanjang perjalanan Tabib Shao Yong tidak mengatakan apa-apa, setelah sampai di ruangan yang dia maksud, Tabib Shao Yong pun menunggu Chou Liang masuk dan segera menutup pintu ruangan.   Tapi Chou Liang justru tersenyum dan membuka pintu ruangan, katanya.   "Kalau pintu tertutup dan ada orang yang sedang mendengarkan, justru kita tidak tahu. Kalau pintu terbuka dan kita bicara perlahan-lahan, orang yang di luar tidak mendengar dan sebaliknya kita pun akan segera tahu bila ada yang datang mendekat."   Tabib Shao Yong duduk dan tercenung sebentar memikirkan perkataan Chou Liang sebelum tertawa kecil dan memuji Chou Liang.   "Hahaha, tidak salah kalau Saudara Chou dipercaya untuk menjadi penasihat, segala urusan tentu Saudara Chou Liang bisa melihat dari sisi yang berbeda dari orang kebanyakan." "Hahaha, biasa saja, kelebihanku hanya sedikit usilan saja.", jawab Chou Liang sambil tertawa pula. "Hahhh. Jadi Saudara Chou Liang memiliki pikiran yang sama denganku tentang kedua nona itu? Atau setidaknya tentang salah satu dari mereka?", tanya Tabib Shao Yong. "Oh itu tergantung, aku tidak tahu apa Tabib Shao Yong pikirkan, dengan sendirinya, tidak bisa pula mengatakan apakah sama atau tidak.", jawab Chou Liang sambil tersenyum. "Nah, coba dengarkan dulu apa yang kupikirkan tentang kedua orang nona itu. Keduanya jelas memiliki perhatian khusus pada Ketua Ding Tao. Keduanya berasal dari keluarga yang memiliki kedudukan unik dalam dunia persilatan. Kukatakan unik, karena semenjak mengikut Ketua Ding Tao, setiap waktu yang ada kupergunakan untuk mempelajari peta kekuatan dunia persilatan dan tidak sedikitpun aku mendengar nama keluarga Murong muncul dalam penyelidikanku." "Tapi dari pembicaraan kita tadi, bisa ditarik kesimpulan keluarga Murong adalah pembuat Pedang Angin Berbisik, berarti ada hubungan pula dengan Pendekar pedang Jin Yong, pemilik dari pedang pusaka tersebut. Aku pun sempat memeriksa beberapa bingkisan yang lain, mereka memang tidak menyinggungnya, namun setiap barang yang ada, semuanya barang dari kualitas pilihan. Jadi bisa disimpulkan keluarga Murong ini adalah keluarga yang cukup terpandang." "Oh ya? Aku justru tidak terpikir masalah itu.", ujar Tabib Shao Yong dengan kening berkerut. "Saudara Chou Liang sebenarnya ke arah mana pembicaraan ini nantinya?", tanya tabib tua itu menyelidik. Chou Liang menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi dan mendesah.   "Hmm Tabib Shao Yong, kalau tidak salah perhitunganku, apakah benar jika kukatakan bahwa Nona Murong Yun Hua sedang mengandung?"   Tabib Shao Yong memejamkan mata dan menghela nafas panjang sebelum kembali membuka matanya.   "Benar sekali katamu itudarimana Saudara Chou Liang menebaknya?" "Tentu saja dari melihat tindak tanduk, Tabib Shao Yong pada pertemuan itu. Juga sikap kedua nona itu yang tampak serba salah. Dari cara mereka bertindak, nampaknya mereka ingin menyembunyikan keadaan itu dari Ketua Ding Tao. Menurut Tabib Shao Yong, apakah kemungkinan besar, ayah dari bayi itu adalah Ketua Ding Tao? Atau justru ayah dari bayi itu bukanlah Ketua Ding Tao dan kedua nona itu ingin menyembunyikan hal itu darinya?", tanya Chou Liang segera setelah menjelaskan. "Hmm tanpa bertanya dengan Ketua Ding Tao tentu sulit untuk memastikannya. Namun bila ditilik dari umur kehamilan dan waktu saat menghilangnya Ketua Ding Tao selama beberapa bulan dari dunia persilatan. Ada kemungkinan Ketua Ding adalah ayah dari bayi itu.", jawab Tabib Shao Yong dengan serius. "Jika benar demikian, menurut Tabib Shao Yong apa yang harus dilakukan oleh Ketua Ding Tao?", tanya Chou Liang. "Hahh apa ada hal lain yang bisa dilakukan, kecuali menikahi nona tersebut? Nona itu berasal dari keluarga yang terhormat, betapa besar aib yang harus dia tanggung jika Ketua Ding Tao tidak segera menikahinya.", keluh Tabib Shao Yong sambil membayangkan nasib dari Murong Yun Hua. "Tabib Shao Yong, jika benar Ketua Ding Tao adalah ayah dari bayi itu, mengapa pula kedua nona itu berusaha menyembunyikannya dari Ketua Ding Tao? Bukankah lebih masuk akal bila kedatangan mereka adalah untuk meminta pertanggung jawaban Ketua Ding Tao?", tanya Chou Liang. "Mungkin mereka merasa malu karena di sana ada banyak orang.", jawab Tabib Shao Yong. "Hmm jika demikian tentu setidaknya besok atau lusa Ketua Ding sudah mengetahui akan hal ini dan akan pergi untuk meminta pertimbangan dari Tabib Shao Yong.   ", ujar Chou Liang. "Kukira demikian.", jawab Tabib Shao Yong sambil berpikir apa tujuan dari pembicaraan ini. "Tapi bagaimana jika tidak terjadi hal seperti itu? Apakah mungkin itu artinya, anak yang dikandung Nona Murong bukanlah anak dari Ketua Ding Tao?", tanya Chou Liang lebih lanjut. Alis Tabib Shao Yong berkerut, perlahan tabib itu menggeleng.   "Mana mungkin demikian, kedua nona itu terlihat terpelajar dan terhormat, pula pandangan mereka tidak bisa menyembunyikan perasaan mereka pada Ketua Ding Tao. Meskipun bisa jadi", ujar Tabib Shao Yong yang kemudian terdiam oleh keraguannya. "Bisa jadi karena keduanya kakak beradik dan mengasihi satu orang yang sama. Sehingga untuk menjaga perasaan sang adik, sang kakak memilih untuk berdiam diri.", lanjut Chou Liang. "Bisa jadi tapi adiknya tentu tidak akan mengijinkan hal itu terjadi, keduanya terlihat rukun sebagai saudara. Tapi mungkin mungkin sekali, keduanya tahu pula akan perasaan Ketua Ding Tao terhadap Nona muda Huang Ying Ying. Jika benar demikian padahal jika mereka mengenal baik sifat Ketua Ding Tao dan memikirkan perasaannya Bisa jadi", Tabib Shao Yong menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, ikut pusing memikirkan masalah asmara dari orang-orang muda. "Bisa jadi keduanya memilih diam untuk menjaga perasaan dan nama baik Ketua Ding Tao. Melupakan masalah nama baik mereka sendiri. Dengan uang kukira mereka tidak akan kesulitan untuk menutup masalah ini dan membesarkan anak itu sendirian.", ujar Chou Liang. "Menurut Saudara Chou Liang, apakah seperti itu yang mereka pikirkan? Lalu bagaimana dengan putera atau puteri Ketua Ding Tao? Bagaimana pula nasib kedua orang nona muda Murong itu? Saudara Chou Liang, engkau datang ke mari tentu karena sudah memiliki satu pemikiran, coba ceritakan pemikiran itu padaku.", ujar Tabib Shao Yong penuh harap. "Tabib Shao, tentang masalah partai memang Ketua Ding Tao akan mencari nasihat padaku. Tapi mengenai masalah ini, sudah jelas Ketua Ding akan mencari dirimu, selain sebagai orang yang dituakan, dirimu juga orang yang terdekat setelah gurunya Tetua Gu Tong Dang. Selain itu, bila kedua gadis itu memutuskan untuk menyimpan rahasia ini, sekali lagi, hanya Tabib Shao Yong yang bisa menyampaikannya pada Ketua Ding Tao. Jadi" "Jadi bagaimana?", tanya Tabib Shao Yong memburu. "Jadi jika menurut Tabib Shao Yong, Ketua Ding Tao harus bertanggung jawab masalah ini, maka Tabib Shao Yong sebaiknya segera menemui Ketua Ding Tao dan membicarakan masalah ini dengannya.", ujar Chou Liang. "Untuk itukah kau datang ke mari?", tanya Tabib Shao Yong. "Ya begitulah. Tabib Shao Yong, mungkin apa yang kupikirkan tidak semurni pikiran Tabib Shao. Yang kupikirkan adalah kedudukan partai kita dan keuntungan bagi partai kita jika Ketua Ding Tao menikah dengan Nona Murong Yun Hua. Selain keuntungan dalam bentuk sokongan harta dan hal-hal lain, pernikahan juga akan memantapkan kedudukan Ding Tao sebagai seorang yang mapan bukan seorang pemuda yang baru keluar sekolah. Apalagi Nona Murong Yun Hua, jelas adalah seorang gadis yang memiliki banyak kelebihan." "Permasalahannya akan terletak pada perasaan Ketua Ding Tao pada Nona muda keluarga Huang. Bukan hanya perasaan cinta tapi juga ada perasaan bersalah dan keinginannya untuk setia menanti kabar tentang keselamatan Nona muda Huang. Padahal kenyataannya, bisa jadi Tiong Fa hanya membual saja pada waktu itu.", ujar Chou Liang. "Apakah Saudara Chou Liang belum mendapatkan sedikitpun kabar mengenai nona dan tuan muda Huang?", tanya Tabib Shao Yong. Chou Liang menggelengkan kepala.   "Bukan aku tidak berusaha, namun jejaknya memang sulit ditemukan. Ada kemungkinan Tiong Fa memang menyelamatkan mereka, tapi kalaupun benar demikian, maka bila Ketua Ding Tao menikah dengan Nona Murong Yun Hua, ada kemungkinan Tiong Fa akan membebaskan mereka." "Maksud Saudara Chou bagaimana?", tanya Tabib Shao Yong. "Tiong Fa menahan kedua orang bersaudara itu karena dia maklum akan perasaan Ding Tao pada Nona muda Huang Ying Ying. Tapi jika didengarnya Ketua Ding Tao menikah, bukankah harga dari Nona muda Huang Ying Ying jadi turun di matanya? Daripada menyimpan kedua orang bersaudara itu, sementara dia tidak akan dapat menggunakan mereka untuk menekan Ketua Ding Tao, bukankah lebih baik melepaskan mereka berdua. Sedikitnya dia akan menanamkan budi pada Ketua Ding Tao. Secara licik dan melihat sifatnya yang picik, mungkin juga dia ingin melihat Ketua Ding Tao dipermalukan oleh Nona muda Huang Ying Ying yang marah setelah mendengar berita pernikahan itu."   Tabib Shao Yong menjawab dengan sedikit gemetar.   "Saudara Chou Liang, tahukah kau di mana aku berdiri saat ini. Di satu sisi ada Nona Murong Yun Hua dan putera Ketua Ding Tao dalam kandungannya. Di sisi lain ada Nona muda Huang Ying Ying Apa yang harus kulakukan coba?"   Chou Liang terdiam beberapa lama, menunggu Tabib Shao Yong mereda pergolakan hatinya, kemudian dengan hati-hati dia menjawab.   "Tabib Shao Yong, bukankah dari uraian tadi sudah cukup jelas, menikahkan Ding Tao dengan Nona Murong Yun Hua adalah keputusan, yang bukan saja baik bagi Nona Murong Yun Hua, tapi juga memiliki keuntungan buat Nona muda Huang Ying Ying juga, itu bila benar Nona muda Huang Ying Ying masih hidup dan saat ini berada dalam sekapan Tiong Fa." "Tapi apa yang akan terjadi, bila benar Nona muda Huang Ying Ying masih hidup dan kemudian dibebaskan hanya untuk mendapati Ketua Ding Tao sudah menikah dengan Nona Murong Yun Hua?", tanya Tabib Shao Yong. "Apa salahnya bila Ketua Ding Tao memiliki dua atau bahkan tiga orang isteri? Meskipun bukan sesuatu yang ideal, namun juga bukan sesuatu yang melanggar adat istiadat. Sudah lumrah bila seorang laki-laki yang berkedudukan tinggi memiliki lebih dari satu isteri. Bukankah Sun Liang dari Luo Yang yang terkenal akan budinya itu pun memiliki tiga isteri?", jawab Chou Liang dengan sabar. "Ada baiknya juga jika Tabib Shao Yong, mendiskusikan hal ini dengan Nona Murong Yun Hua, jika benar kedua nona itu memilih untuk diam demi menjaga perasaan Ketua Ding Tao, kukira bisa diatur agar saat Nona muda Huang benar-benar muncul, maka Nona muda Huang akan berkedudukan sebagai isteri pertama. Bukankah Ketua Ding Tao lebih dahulu berkenalan dengan Nona muda Huang? Kukira ini bisa jadi jalan tengah yang terbaik bagi kita semua.", bujuk Chou Liang. Tabib Shao Yong terdiam beberapa lama, merenungi pilihan-pilihan yang ada, kemudian akhirnya dia pun menyerah pada keadaan. "Saudara Chou Liang, aku tidak dapat memikirkan pemecahan yang lebih baik dari yang kau usulkan. Baiklah, malam ini aku akan menemui Ketua Ding Tao dan berusaha membicarakan masalah ini dengannya.", ujar tabib tua itu dengan sedikit lemah. "Maaf Tabib Shao Yong, kukira lebih baik justru Tabib Shao Yong berbicara dengan Nona Murong Yun Hua terlebih dahulu.", sela Chou Liang. "Oh mengapa demikian?", tanya Tabib Shao Yong. "Saat nanti Tabib Shao Yong membicarakan hal ini dengan Ketua Ding Tao, tentunya Ketua Ding tidak akan bisa mengambil keputusan dengan segera. Untuk meyakinkan Ketua Ding Tao, Tabib Shao Yong pun akan menggunakan berbagai alasan seperti tadi yang sudah kuceritakan. Antara lain demi kebaikan Nona muda Huang sendiri, juga tentang kedudukan Nona muda Huang sebagai isteri pertama." "Hmm kurasa begitu", jawab Tabib Shao Yong sambil mendengarkan. "Nah, jika setelah itu Ketua DIng Tao akhirnya setuju, lalu Tabib Shao Yong menemui Nona Murong Yun Hua dan menjelaskan apa-apa yang ktia bicarakan tadi. Tentu nona muda itu pun akan bertanya, apakah Tabib Shao Yong sudah menemui Ketua Ding Tao. Jika ditanya demikian apa jawab Tabib Shao Yong?", tanya Chou Liang menyelidik. "Eh tentu saja kukatakna kalau aku sudah bertemu dengan Ketua Ding Tao dan dia setuju.", jawab Tabib Shao Yong dengan heran. Sambil tersenyum Chou Liang pun berkata.   "Jika demikian, bukankah dalam benak Nona Murong Yun Hua akan muncul pikiran bahwa tindakan Ketua Ding Tao bersumber dari rasa cintanya pada Nona muda Huang bukan karena Ketua Ding Tao mengasihi dirinya. Pikiran seperti itu bisa jadi menyulut rasa cemburu dan sakit hati Nona muda Murong." "Wah, kalau begitu akan kujawab tidak", ujar Tabib Shao Yong. "Hahaha, begitu pun kurang baik, dari waut wajah Tabib Shao Yong, tentu Nona muda Murong akan merasakan bahwa Tabib Shao Yong sedang berbohong. Tabib Shao Yong orang yang jujur, ketika berbohong hal itu dengan mudah nampak di wajah Tabib Shao.", jawab Chou Liang sambil tertawa kecil. "Astaga apakah benar begitu? Baiklah kalau begitu kukira aku akan menemui Nona Murong Yun Hua terlebih dahulu. Tapi Saudara Chou Liang, dengan membujuk Nona Murong Yun Hua memakai uraianmu, bukankah sama juga pada akhirnya kita bisa dianggap lebih mementingkan diri Nona muda Huang daripada dirinya?" "Ada persamaannya ada pula perbedaannya. Karena hal ini terjadi sebelum Ketua Ding Tao tahu, maka Nona Murong Yun Hua akan memandang hal ini sebagai pengorbanan dari pihaknya. Bukan merupakan permintaan Ketua Ding Tao pada dirinya untuk berkorban. Hal ini tentu jauh sekali perbedaannya, antara menyerahkan sesuatu karena kerelaan, dengan menyerahkan sesuatu karena terpaksa.", jawab Chou Liang sambil tersenyum. "Hmm hmm ya ya kukira aku sedikit mengerti.", gumam Tabib Shao Yong. Memandangi Chou Liang yang tersenyum-senyum, Tabib Shao Yong pun menggelengkan kepala sambil berujar.   "Saudara Chou Liang, aku tidak tahu apakah aku harus merasa kagum padamu atau merasa takut padamu. Keputusanmu ini sebenarnya bukan didasari atas perasaan kasihan pada kedua nona itu bukan? Hanya karena menimbang untung dan rugi, namun pertimbanganmu sungguh melampaui pertimbanganku yang sudah tua ini."   Chou Liang tercenung sejenak kemudian sambil menganggukkan kepala dia menjawab dengan serius.   "Memang tidak salah jika Tabib Shao Yong mengatakan demikian. Memang jika dilihat sepintas sepertinya siauwtee ini orang yang tidak berperasaan. Tapi jangan salah, bukannya siauwtee tidak bersimpati dengan kedua orang nona itu, hanya saja saat ini dalam pikiran siauwtee hanya ada Ketua Ding Tao saja." "Berpuluh tahun siauwtee hidup dan belajar, namun tidak ada seorangpun yang menghargai kerja keras dan bakat siauwtee. Sampai tiba-tiba siauwtee dipertemukan dengan Ketua Ding Tao. Bukan saja beliau menghargai bakat siauwtee, tapi juga diri siauwtee sebagai manusia. Perasaan ini sungguh sulit diungkapkan, namun sejak pertemuan itu siauwtee sudah bersumpah dalam hati akan bekerja sekeras mungkin demi kejayaan ketua Ding Tao.", demikian Chou Liang menjawab dengan bersungguh-sungguh. Tabib Shao Yong yang mendengarkan jadi ikut terharu lalu berkata pula dengan setengah bercanda untuk meringankan suasana.   "Hehehe, sungguh tak kusangka Ding Tao yang dulu begitu pemalu bisa menjadi seorang pemimpin yang memiliki sekian banyak pengikut."   Chou Liang tersenyum.   "Ya kukira banyak juga mereka yang mengenal Ketua Ding Tao sejak masa kecilnya merasakan hal yang sama. Sayangnya terkadang hal itu jadi membuat kalian sulit untuk mengenali dirinya yang sekarang ini. Seorang pemuda yang memiliki kharisma untuk menjadi seorang pemimpin besar." "Benarkah demikian? Saudara Chou Liang, mendengar perkataanmu aku jadi berpikir pula, sebenarnya tanpa Ding Tao pun kau bisa menjadi seorang yang sukses tapi mengapa kau menunggu sampai bertemu orang seperti dia sebelum mulai aktif bekerja?", ujar Tabib Shao Yong yang mulai menikmati percakapannya dengan Chou Liang. "Tabib Shao, setiap orang memiliki tempatnya sendiri-sendiri, menurutku pribadi, orang semacam diriku dan dirimu, juga orang seperti Tiong Fa dan Tuan besar Huang Jin, tidaklah ditakdirkan untuk menjadi seorang pemimpin yang besar. Kita bisa jadi sukses menjadi pemimpin kecil, namun jangan berharap menjadi besar. Menjadi kepala ayam tapi jangan berharap menjadi kepala naga." "Hmm aku pernah mendengar ucapan lebih baik jadi kepala ayam daripada ekor naga. Menurut Saudara Chou Liang bagaimana?", tanya Tabib Shao Yong. "Itu relatif, tergantung kita saja bagaimana memandangnya. Namun semut yang kecil bisa membuat sarang yang setinggi kepala anak-anak, itu dapat dilakukan karena semut mau bekerja sama. Demikian pula manusia, jika ingin melakukan satu pekerjaan besar, maka tidak mungkin bekerja sendirian, melainkan haruslah dikerjakan bersama-sama. Dan hanya seorang pemimpin yang besar yang memungkinkan hal itu bisa dilakukan. Seorang yang berjiwa pemimpin akan mampu menyatukan berbagai macam orang untuk bekerja sebagai satu kesatuan.", jawab Chou Liang. "Dan menurutmu Ding Tao memiliki hal itu? Hehh. Sebenarnya apa yang membuat seseorang menjadi pemimpin? Saat dia masih kecil tidak pernah lewat dalam pikiranku bahwa dia bakal menjadi seorang pemimpin." "Ding Tao belumlah menjadi seorang pemimpin yang sempurna, dalam artian dia memiliki kekurangannya juga. Namun dia memiliki beberapa syarat yang membuat dia menjadi sosok pemimpin yang tepat. Yaitu yang pertama, kepeduliannya pada orang banyak, kepedulian yang kemudian mendorong dia untuk membentuk satu cita-cita yang wawasannya melingkupi kepentingan orang banyak. Dan yang kedua adalah, keyakinannya yang sangat kuat pada cita-cita yang dia miliki." "Dua hal ini saja tentu belumlah cukup, namun dua hal ini yang membedakan Ketua Ding Tao dengan kebanyakan tokoh persilatan yang lain. Kemudian didukung dengan beberapa hal seperti, sifatnya yang jujur, lurus dan terbuka. Bakat dan ilmunya yang tinggi dalam bidang ilmu silat. Maka jadilah dia seorang yang pantas untuk menjadi pemimpin dunia persilatan.", ujar Chou Liang berusaha menjelaskan. "Jika hanya berpatokan pada kharisma dan kemampuan ilmu silat saja, mungkin banyak ketua partai dan tokoh-tokoh lain yang bisa menyamai. Namun keluasan pandangan Ketua Ding Tao, agaknya hal inilah yang menjadi kelebihannya yang sulit ditandingi. Kebanyakan ketua partai, cenderung hanya memikirkan kepentingan partainya sendiri. Dengan sendirinya, cita- cita dan pandangan yang mereka miliki hanya mampu membuat tertarik orang-orang dalam partainya tapi tidak untuk mereka yang ada di luar partainya."   Mendengarkan penjelasan Chou Liang, Tabib Shao Yong pun hanya bisa mengangguk-anggukkan kepala.   "Hehh uraianmu masuk akal juga.   Orang mau mengikuti Ding Tao karena merasa apa yang menjadi pemikirannya, terwakili oleh pemikiran Ding Tao.   Hal itu hanya mungkin terjadi karena Ding Tao memiliki pemikiran yang luas dan tidak berpusat pada diri sendiri.", ujar tabib tua itu sambil memikirkan kembali ucapan Chou Liang.   "Selama ini setiap orang yang bekecimpung dalam dunia persilatan, memikirkan sebutan dan nama besar.   Setiap perkumpulan hanya berpikir untuk menjadi yang terbesar dan setiap jagoan yang hidup lepas dari perkumpulan, mengincar gelar nomor satu di dunia Tapi Anak Ding berbeda, dia belajar ilmu silat bukan untuk menjadi yang terkuat", gumam Tabib Shao Yong seorang diri.   "Hehehe, tak kusangka, kepribadian seperti itu bisa juga jadi seorang pemimpin.", ujar Tabib Shao Yong sambil terkekeh.   "Ya, dan kukira hampir semua jenis pemimpin besar, berawal dari kepeduliannya yang besar.   Berawal dari kebesaran jiwanya yang tidak berpusat pada memikirkan diri sendiri, melainkan memperhatikan kepentingan yang lebih luas.", jawab Chou Liang sambil menganggukkan kepala.   "Saudara Chou baiklah, aku merasa lebih mantap sekarang.   Masalahnya bukan hanya perasaan hati tapi juga kepentingan yang lebih luas.   Meskipun sepertinya tidak memiliki perasaan tapi selain aku tidak boleh bersikap tidak adil dengan lebih mementingkan perasaan Nona muda Huang, kenyataannya memang dari segala segi pertimbangan yang terbaik adalah bila Ketua Ding Tao bersedia menikahi Nona Murong Yun Hua.", ujar Tabib Shao Yong dengan hati berat.   "Tabib Shao Yong, terima kasih sudah mau mengerti.   Meskipun demikian, pastikanlah sekali lagi bahwa yang dikandung itu adalah benar putera dari Ketua Ding Tao.   Dengan demikian hatimu pun akan jauh lebih yakin dan tidak terbeban oleh perasaan bersalah pada Nona muda Huang.", ujar Chou Liang.   Tabib Shao Yong pun memandangi Chou Liang dan Chou Liang menjelaskan.   "Aku yakin, Nona muda Huang akan mengerti keadaan Ketua Ding Tao. Apalagi jika benar anak yang dikandung oleh Nona Murong Yun Hua adalah anak dari Ketua Ding Tao, maka aku yakin Nona muda Huang juga akan menghendaki pernikahan mereka berdua."   Tabib Shao Yong merenung dan menganggukkan kepala, dalam hati dia membatin, Benarkah demikian? Kalaupun benar, bukankah hatinya tetap akan sakit juga? Tapi pada masa itu memang hal yang lumrah jika seorang laki-laki memiliki beberapa isteri.   Dengan sendirinya keberatan yang muncul dalam hati pun tidaklah terlampau besar.   Banyak pula wanita yang lebih bisa menerima keadaan ini, meskipun mungkin dalam hati ada juga setitik penolakan.   Setelah mendapatkan kunjungan dari Chou Liang, Tabib Shao Yong pun mulai memikirkan apa yang harus dia lakukan.   Keesokan paginya, Tabib Shao Yong pergi berkunjung ke tempat rombongan dari Keluarga Murong beristirahat.   Dengan dalih ingin memeriksa kesehatan Murong Yun Hua ditambah umurnya yang sudah tua, tanpa banyak menarik perhatian orang Tabib Shao Yong pun berhasil bertemu dengan Murong Yun Hua secara pribadi.   Setelah berbasa-basi sejenak dan menunggu tidak ada orang lain yang hadir dalam pembicaraan mereka, dengan hati-hati Tabib Shao Yong bertanya.   "Maafkan bila orang tua ini terlalu banyak bertanya, Nona Murong Yun Hua, benarkah nona sedang dalam keadaan eh mengandung?"   Murong Yun Hua dan Murong Huolin sudah berkali-kali membicarakan tentang Tabib Shao Yong dan kehamilan Murong Yun Hua.   Mulai dari kemungkinan yang terburuk hingga kemungkinan yang baik, mereka pun sedikit banyak sudah bertanya- tanya, siapakah Tabib Shao Yong tersebut.   Jawaban-jawaban yang mereka dengar, tidak juga membuat hati mereka merasa tenang.   Benar memang Tabib Shao Yong tampaknya adalah orang yang bisa dipercaya, tapi Tabib Shao Yong juga pengikut keluarga Huang yang setia.   Bahkan dikatakan dekat pula dengan Ding Tao dan Huang Ying Ying, jika benar demikian apakah kemudian tabib tua itu akan marah dengan Ding Tao yang tidak setia pada Huang Ying Ying? Karena itu ketika Tabib Shao Yong datang berkunjung, hati mereka sudah berdebar.   Di luar mereka berusaha tampil setenang mungkin, namun dalam hati selalu ada pertanyaan, apa maksud kedatangan dari tabib tua ini? Begitu mendengar pertanyaan Tabib Shao Yong yang cukup terbuka tanpa ditutup-tutupi, kagetlah kedua gadis itu, sebelum membuka mulut untuk menjawab, muka mereka pun memucat terlebih dahulu.   Tabib Shao Yong yang melihat reaksi dari kedua orang gadis itu buru-buru menenangkan mereka.   "Nona-nona sekalian jangan salah sangka, aku orang tua tidak memiliki pikiran yang buruk tentang kalian berdua. Aku pun tidak memiliki niatan yang buruk. Jika aku bertanya itu muncul dari kepedulianku sebagai seorang yang sudah tua, seorang yang menganggap Ketua Ding Tao sebagai puteraku sendiri." "Mungkin caraku menyampaikannya membuat kalian terkejut dan merasa risih, namun setelah kupikirkan lama tidak kutemukan cara lain yang lebih baik untuk membciarakan masalah ini, selain dengan saling terbuka dan jujur tanpa menutupi apa-apa.", ujar Tabib Shao Yong ketika melihat kedua gadis itu sudah melampaui rasa terkejut mereka. "Tabib Shao Yong kemarin kau sudah memeriksa nadiku, kurasa aku tidak mungkin menyembunyikan hal ini darimu. Memang benar aku sedang mengandung, namun yang aku belum mengerti, apa urusannya hal itu dengan Tabib Shao?", jawab Murong Yun Hua dengan nada bertanya. Bagaimanapun kedudukan Murong Yun Hua tidaklah menyenangkan, hamil di luar nikah, apa pendapat orang mengenai dirinya? Tapi hendak mengelak pun sudah tidak bisa. Tabib Shao Yong berusaha memahami perasaan gadis ini dan berpikir keras untuk tidak menyinggungnya dengan kata-kata yang dia ucapkan. "Maafkan aku Nona muda sesungguhnya memang terlalu usil bila aku bertanya-tanya. Hanya saja aku memberanikan diri untuk bertanya, meskipun dalam hati merasa malu, itu semua karena aku sudah menganggap Ketua Ding Tao seperti puteraku sendiri. Kulihat, di antara kalian berdua ada ada hubungan yang khusus sementara usia kehamilan nona, bertepatan pula dengan saat menghilangnya Ketua Ding Tao setelah dia melarikan diri dari Kota Wuling.", ujar Tabib Shao Yong dengan berhati-hati. "Apakah apakah benar tebakanku, bahwa bahwa anak yang nona kandung adalah anak dari Ketua Ding Tao?"   Murong Yun Hua mengalihkan pandangan ke arah Murong Huolin, tapi Murong Huolin pun tidak tahu harus menjawab apa.   Keduanya terdiam, membiarkan Tabib Shao Yong menanti dan menebak-nebak sendiri jawaban dari pertanyaannya.   "Nona Murong Yun Hua, jika benar, anak itu adalah anak dari Ketua Ding Tao, bukankah sebaiknya Nona memberitahukan hal itu padanya.   Tidak baik jika anak itu sampai dilahirkan tanpa ayah.   Jika nona merasa kesulitan untuk menceritakan hal itu pada Ketua Ding Tao, biarlah aku membantu nona untuk menyampaikannya pada Ketua Ding Tao." "Jangan!", sergah Murong Yun Hua begitu dia mendengar Tabib Shao Yong hendak menyampaikan berita itu pada Ding Tao.   "Jangan beritahukan tentang kehamilanku pada Adik Ding Tao", ujar Murong Yun Hua dengan nada isak yang tertahan.   Sepasang matanya yang bening mulai berkilauan oleh air mata yang mengembeng di pelupuk mata.   Tabib Shao Yong pun terdiam untuk sesaat.   Dengan gerakan yang anggun Murong Yun Hua menyusut air mata yang hendak jatuh, kemudian dengan nada yang lebih terkendali dia mengulangi perkataannya.   "Tabib Shao Yong, kumohon, rahasiakanlah hal ini dari Adik Ding Tao, jangan beritahukan apa pun padanya.", ujar Murong Yun Hua dengan tubuh tegak dan mata menatap Tabib Shao Yong.   "Duh nona mengapa? Apakah mataku yang tua ini salah melihat? Bukankah kalian berdua saling mencinta? Atau salahkah dugaanku bahwa anak yang nona kandung adalah anak Ketua Ding Tao? Coba katakanlah mengapa, apa sebabnya nona melarang, supaya hati orang tua ini bisa tenang.", ujar tabib tua itu dengan sungguh-sungguh.   Murong Yun Hua menghela nafas, hatinya terasa berat untuk menceritakan apa yang terjadi antara dirinya dengan Ding Tao.   Bagaimanapun juga dia berusaha menerima, kejadian itu tetaplah satu pengalaman yang menyakitkan bagi dirinya.   Lama dia menundukkan kepala.   Saat dia menengadahkan kepala, Tabib Shao Yong masih duduk di hadapannya, dengan pandangan mata yang menyorotkan belas kasihan.   Betapa Murong Yun Hua berharap, kedatangan tabib tua itu hanya permainan angan-angannya belaka, dan saat dia menengadahkan kepala tidak ada siapa-siapa di sana, kecuali dirinya dan adiknya Huolin.   "Tabib Shao Yong tidak salah dugaan Tabib, bahwa aku mencintai Adik Ding Tao dengan sepenuh hatiku dan anak yang ada dalam kandunganku ini adalah anaknya.   Namun ada hal-hal yang Tabib Shao Yong tidak mengerti dalam hubungan kami berdua.", dengan berat Murong Yun Hua pun mulai menceritakan tentang bagaimana hubungan antara dirinya dan Ding Tao bermula.   Sejak pertemuan mereka untuk pertama kalinya, cerita Ding Tao tentang Pedang Angin Berbisik dan sumpah Murong Yun Hua sebagai keturunan dari pembuat pedang tersebut, penolakan Ding Tao hingga malam terjadinya hubungan di antara mereka berdua.   Tentu saja tidak disampaikan secara rinci, meskipun demikian cukuplah cerita Murong Yun Hua itu memberikan gambaran pada Tabib Shao Yong mengenai apa yang telah terjadi.   Mulai dari penolakan Ding Tao dan kekecewaan yang dirasakan kedua gadis bermarga Murong itu, hingga bagaimana mereka belajar untuk menerima keputusan Ding Tao dan mencintainya dari kejauhan.   "Oleh karena itu Tabib Shao kuharap kau mengerti, janganlah kau ceritakan hal ini pada Adik Ding Tao.   Kami sudah merasa bahagia dengan adanya bayi kecil dalam kandunganku ini.   Biarlah dia menjadi pelipur lara, pengingat kami akan cinta kami dan pengganti kehadirannya yang tidak akan pernah hadir dalam hidup kami.   Karena hatinya sudah ada yang memiliki.", ujar Murong Yun Hua menutup penuturannya.   Murong Huolin hanya bisa menundukkan kepala dengan wajah yang terkadang terasa panas oleh rasa malu.   Terkadang gadis yang pemberani ini justru merasa kagum pada keberanian encinya yang terlihat pendiam.   Jika dia yang berada di posisi Murong Yun Hua, tidak terbayang apa yang harus dia katakan atau bahkan apakah dia bisa berkata-kata.   Tabib Shao Yong pun memandangi kedua gadis itu bergantian, sebelum kemudian menundukkan kepala.   Di wajah kedua gadis itu, terbayang wajah Huang Ying Ying.   Tabib tua itu pun dalam hati menggelengkan kepala dan bertanya-tanya, mengapa nasib mempermainkan muda-mudi dengan jerat-jerat cinta.   Beberapa saat kemudian tabib tua itu pun menghela nafas dan bertanya.   "Nona Murong Yun Hua, mungkin benar dalam hati Ketua Ding Tao sudah ada Nona muda Huang Ying Ying, tapi kurasa di dalam hatinya juga ada nona berdua.   Hal itu dapat kulihat saat kalian saling berjumpa.   Mungkin bukan sesuatu yang ideal, namun apa salahnya seorang lelaki memiliki lebih dari satu orang isteri? Bukankah lebih baik demikian daripada harus ada yang terluka hatinya, lebih baik berbagi dan saling mengasihi daripada harus ada yang mengalah?", ujar tabib tua itu kepada kedua nona muda yang ada di hadapannya.   Dalam hatinya Tabib Shao Yong membayangkan apa yang akan dikatakan Chou Liang.   Chou Liang meminta agar Tabib Shao Yong bisa mengatur pernikahan Ding Tao dengan Murong Yun Hua, entah apa reaksinya jika nanti dia tahu bahwa bukan hanya Murong Yun Hua saja tapi juga adiknya pun akan dinikahi oleh Ding Tao.   "Tabib Shao Yong, aku ini hanya seorang janda muda, masakan aku hendak keberatan jika Adik Ding Tao menghendaki aku menjadi isteri kedua atau ketiganya? Masakan Tabib Shao Yong tidak memahami pula watak dari Adik Ding Tao?", tanya Murong Yun Hua dengan kepala tertunduk.   "Hehhh Ding Tao masih sangat muda apalagi saat dia baru bertemu dengan nona berdua.   Kurasa pendiriannya sebenarnya sudah berubah.   Sejak bencana yang terjadi atas keluarga Huang di Kota Wuling, wawasannya jauh berubah.   Dia sudah merasakan sendiri, betapa kematian bisa datang sewaktu-waktu, menjemput orang yang kita kasihi.   Aku yakin, jika sekarang aku berbicara dengannya, dia pasti akan menerima usulanku ini.", ujar tabib tua itu dengan hati-hati.   "Apakah Tabib Shao Yong sudah pernah membicarakan hal ini dengan Ketua Ding Tao? Apakah maksud Tabib Shao Yong, karena sekarang nona muda Huang sudah meninggal maka Ketua Ding Tao akan menerima kami berdua?", tanya Murong Yun Hua dengan wajah yang masih tertunduk.   Jika Shao Yong belum pernah bercakap-cakap dengan Chou Liang mungkin tidak terpikir olehnya, bahwa jawaban yang dia berikan bisa memiliki berbagai macam arti.   Pertanyaan Murong Yun Hua pun tentu akan dengan mudah dijawab olehnya.   Namun justru Chou Liang sudah bercakap-cakap panjang dengannya, sehingga sekarang tabib tua itu pun memutar otak, menganalisa pertanyaan Murong Yun Hua dan jadi ragu-ragu untuk menjawab dengan segera.   "Nona Murong, tentang Ketua Ding Tao sendiri, aku belum pernah menyinggung-nyinggung sedikitpun tentang masalah ini dengannya.", ujar Tabib Shao dengan cepat, menjawab pertanyaan yang termudah.   Kemudian perlahan-lahan Tabib Shao Yong berusaha menjawab pertanyaan kedua dengan berhati-hati.   "Kemudian tentang perasaan Ketua Ding Tao pada nona berdua, sebagai orang yang mengenalnya dengan baik. Aku sangat yakin bahwa diapun mencintai nona berdua. Jika dia meragu, itulah karena wataknya yang lurus, tapi aku yakin di lubuk hatinya yang terdalam, diapun ingin bisa hidup bersama dengan nona berdua. Kuharap kesalahannya di masa lalu, tidak membuat nona berdua mengeraskan hati, justru saat kesempatan untuk hidup bahagia bersama terbuka bagi kalian."   Di lain tempat, Chou Liang sedang bercakap-cakap dengan Ding Tao.   Mereka berdua baru saja selesai membicarakan hasil laporan dari Song Luo, orang tua yang tadinya lebih banyak mengetahui tentang bumbu dapur daripada tokoh-tokoh dunia persilatan, sekarang sudah berubah menjadi pustaka mengenai tokoh-tokoh dunia persilatan yang ada.   Ketekunannya membuahkan hasil, meskipun Song Luo bukan orang yang berotak jenius, namun hal itu bisa ditutupi dengan ketekunan dan ketelitiannya.   Song Luo ternyata menjadi pasangan yang serasi dengan Chou Liang.   Kecerdikan Song Luo lebih terarah pada kecerdikan yang praktis.   Sebagai seorang yang hidup dari membuka warung dan menjual makanan, hal itu adalah bagian dari hidupnya, dan Chou Liang dengan bijak bisa mengarahkan Song Luo agar dia dapat menggunakan kelebihan-kelebihan yang dia miliki dalam menjalankan tugasnya.   Ding Tao pun terlihat puas dengan kemajuan yang mereka capai, meskipun hatinya sedih karena bulan-bulan sudah berlalu namun kabar mengenai Tiong Fa, apalagi mengenai Huang Ying Ying dan Huang Ren Fu tidak juga didapatkan.   "Hhh.   Kakak Chou Liang, apakah menurutmu, pada saat itu Tiong Fa hanya menggertak saja? Apakah menurutmu aku hanya ditipu mentah-mentah oleh pengkhianat itu?", tanya Ding Tao waktu itu.   Pedang Angin Berbisik Karya Han Meng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Ketua Ding Tao, soal itu jangan lagi dipikirkan.   Orang ini memang licin seperti belut, tapi keputusan Ketua Ding Tao waktu itu adalah keputusan yang terbaik.   Aku yakin semua yang hadir pada saat itu bisa memahami dan sepenuhnya setuju dengan keputusan Ketua Ding Tao.", jawab Chou Liang dengan diplomatis.   "Hmm kuharap begitu", ujar Ding Tao dengan lemah, jawaban Chou Liang menyiratkan bahwa dugaan Ding Tao kemungkinan besar benar, Tiong Fa hanya mempermainkan mereka.   "Jangan kuatir Ketua Ding Tao, meskipun dunia ini lebar, namun tetap ada batas-batasnya, lagipula ada perkataan jaring keadilan dari langit tidak pernah luput menangkap orang yang bersalah.   Sepandai-pandainya Tiong Fa, satu saat nanti dia akan jatuh juga.", hibur Chou Liang.   "Daripada membicarakan orang yang menyebalkan itu, mengapa tidak membicarakan hal lain yang lebih menyenangkan?", tanya Chou Liang.   "Hai apa maksud Kakak Chou Liang?", tanya Ding Tao dengan alis terangkat.   "Hahaha, Ketua Ding Tao jangan pura-pura tidak tahu.   Maksudku tentu saja kedua nona dari keluarga Murong itu, bukankah keduanya menyenangkan bagi mata dan menyenangkan pula bagi telinga.   Daripada Ketua Ding Tao memikirkan Tiong Fa, tidak ada salahnya jika Ketua Ding Tao mengunjungi kedua nona itu dan bercakap-cakap dengan mereka.", goda Chou Liang sambil tertawa lebar.   "Kakak Chou Liang, jangan menggodaku.", ujar Ding Tao sambil tersipu malu.   Melihat reaksi Ding Tao Chou Liang pun tertawa makin keras.   "Ketua Ding Tao, tak kusangka ternyata kau pun memiliki kelemahan. Pendekar lain ada yang takut pedang ada pula yang takut racun tapi ketua kami berbeda, dia takut perempuan muda dan cantik." "Kakak Chou Liang, janganlah berbicara sembarangan, kedua nona itu berasal dari keluarga yang terhormat. Janganlah bercanda secara keterlaluan.", ujar Ding Tao dengan wajah memerah karena malu. "Ah ya baiklah, baiklah. Maafkan aku, kedua nona itu jelas memang dua orang nona yang terhormat, cara mereka berbicara dan berperilaku sungguh menunjukkan hal itu. Tapi Ketua Ding Tao, tidakkah ketua merasa bahwa mereka sangat memperhatikan Ketua Ding Tao?", ujar Chou Liang setelah tawanya mereda. "Ya kurasa begitu yang pasti aku sudah banyak berhutang budi pada mereka.", jawab Ding Tao. "Ketua Ding Tao, apakah Ketua Ding Tao tidak memiliki perasaan sedikitpun pada kedua gadis itu?", tanya Chou Liang pada Ding Tao. "Maksud Kakak Chou Liang bagaimana? Tentu saja aku sangat berterima kasih pada mereka dan.. dan sebagai teman aku sangat menghargai mereka berdua.", ujar Ding Tao dengan susah payah. "Maafkan aku Ketua Ding Tao, tapi kita semua sudah di sini sudah cukup berumur, sudah cukup dewasa, jadi kupikir biarlah aku berterus terang saja. Ketua Ding Tao toh sudah cukup umur untuk menikah dan kedua gadis itu sepertinya menaruh hati pada Ketua Ding Tao. Apakah Ketua Ding Tao tidak pernah berpikir untuk membangun keluarga dengan salah satu dari mereka?", tanya Chou Liang dengan serius. Wajah Ding Tao pun terasa panas dengan suara sedikit terbata dia menjawab.   "Kakak Chou Liang, kalau aku berkata bahwa aku tidak memiliki perasaan apapun pada kedua nona itu tentu saja aku berbohong. Keduanya sangat cantik, lagipula memiliki sifat yang baik. Tapi keadaanku saat ini apakah tidak terlalu terburu-buru untuk memutuskan hal seperti itu?" "Ketua Ding Tao, salah satu dari kewajiban sebagai seorang anak lelaki terhadap leluhur adalah melanjutkan nama keluarga. Bagaimana bisa Ketua Ding Tao memandang sepele hal seperti ini.", tegur Chou Liang dengan wajah serius. Bukan Chou Liang namanya jika tidak mengetahui titik lemah seseorang. Jika dia ingin Ding Tao berbuat sesuatu, maka cara termudah adalah dengan menghadapkan pemuda itu pada hal-hal seperti ini, tradisi, nilai-nilai kekeluargaan dan prinsip-prinsip lain yang diikuti secara umum. Dihadapkan pada pertanyaan demikian, Ding Tao pun menghela nafas. "Hahh Kakak Chou Liang, bukannya aku tidak pernah berpikir demikian. Tapi bukankah pekerjaan yang kita hadapi saat ini lebih penting daripada persoalan pribadi?", tanya Ding Tao. "Hee jika berpikir demikian, maka sampai Ketua Ding Tao berumur pun Ketua Ding Tao tidak akan pernah menikah karena pekerjaan kita tidak akan pernah selesai. Apakah Ketua Ding Tao berpikir pendek saja ke depan? Apakah hanya Ren Zuocan atau Tiong Fa saja yang menjadi ancaman? Bagaimana dengan tingkah laku orang-orang dunia persilatan yang cenderung menggunakan kekerasan untuk menekan yang lemah? Bagaimana dengan persaingan untuk menjadi yang terkuat, yang seringkali hanya menimbulkan pertumpahan darah yang tidak perlu?", ujar Chou Liang dengan gemas. "Yang ini dikerjakan, yang lain pun tidak boleh dilupakan. Kewajiban yang satu tidak berarti melupakan kewajiban yang lain. Menjaga agar setiap kewajiban dilaksanakan dengan berimbang, itulah baru lelaki sejati."   Ding Tao pun tercenung didebat oleh Chou Liang, jangankan didebat oleh Chou Liang, tanpa didebat pun siapa yang tidak ingin memperistrikan wanita secantik Murong Yun Hua? Tapi jika itu dilakukan bagaimana pula dengan Huang Ying Ying? Bagaimana juga dengan permintaan Murong Yun Hua di waktu yang lalu? Haruskah Ding Tao menikahi juga Murong Huolin? "Kakak Chou Liang, hal ini sebenarnya aku tidak bisa mendebat kakak, namun antara diriku dan Nona Murong Yun Hua sebenarnya ada latar belakang yang kakak belum tahu", ujar Ding Tao dengan ragu-ragu.   "Ah kalau begitu mengapa Ketua Ding Tao tidak menceritakannya saja? Sejak mengikut Ketua Ding Tao, selain merasa diri sebagai seorang pengikut, akupun sering merasa seperti saudara tua bagi Ketua Ding Tao.   Aku ini seorang anak tunggal, terkadang iri pula dengan mereka yang memiliki banyak saudara.   Bertemu dengan Ketua Ding Tao, kerinduan ini sedikit terobati, jika Ketua Ding Tao tidak keberatan, aku ingin memandang Ketua Ding Tao seperti adikku sendiri.", ujar Chou Liang dengan sungguh-sungguh.   Ucapan Chou Liang ini tentu saja setengah benar, setengahnya lagi karangan saja, namun lagi-lagi dengan cerdik dia berhasil mengenai kelemahan Ding Tao.   Ding Tao yang tidak memiliki keluarga, mudah sekali terharu oleh kebaikan orang.   Chou Lian yang memahami hal ini, memanfaatkannya untuk membuat Ding Tao terbuka.   Benar saja, mendengarkan perkataan Chou Liang hati Ding Tao pun jadi terharu.   Dengan tulus dia menjawab.   "Kakak Chou Liang, tentu saja aku tidak keberatan, sebenarnya kalian semua ini sudah kuanggap seperti keluarga sendiri. Baiklah aku akan menceritakannya, tapi kuharap kakak Chou Liang bisa merahasiakan hal ini, karena hal ini bukan saja menyangkut diriku tapi juga menyangkut nama baik kedua nona itu." "Tentu saja, aku mengerti dan Ketua Ding Tao tidak perlu merasa kuatir. Masakan Chou Liang tidak bisa menjaga mulutnya sendiri?", ujar Chou Liang dengan meyakinkan. Dengan jawaban Chou Liang itupun akhirnya Ding Tai mulai menumpahkan apa yang selama ini tersimpan dalam hati dan pikirannya, berkenaan dengan pengalamannya setelah melarikan diri dari Kota Wuling. Sudah sejak lama hal itu menjadi rahasia bagi dirinya sendiri, seperti luka yang digaruk-garuk terus dan tak pernah sembuh. Gatal tapi tidak boleh disentuh. Sekarang ada orang yang bisa dipercaya yang mau peduli, maka Ding Tao pun bercerita untuk sedikit melegakan hatinya. Ding Tao tentu saja tidak menceritakan dengan rinci tentang apa-apa yang terjadi, tapi setidaknya hal itu sudah cukup bagi Chou Liang untuk merangkaikan seluruh kejadian. "Begitulah kesulitanku dalam hal ini, entah bagaimana dengan pendapat Kakak Chou Liang?", ujar Ding Tao mengakhiri penjelasannya. Mendengar cerita Ding Tao, dalam hati Chou Liang jadi semakin bersemangat untuk menjodohkan Ding Tao dengan keluarga Murong. Salah satu kelemahan Ding Tao dalam hal ilmu silat adalah pengalamannya. Chou Liang memang bukan seorang ahli bela diri, namun pengetahuannya dalam ilmu perang membantu dia untuk memahami kedudukan Ding Tao ketika pemuda itu berhadapan dengan tokoh-tokoh nomor satu dalam dunia persilatan. Hampir setiap orang yang membicarakan Ding Tao, selalu mengakui bakat dan potensi dari pemuda itu, namun pengalaman tidak bisa dipaksakan. Setiap orang menjalani waktu yang sama dan tidak mungkin pula jika Ding Tao yang saat ini berusaha meraih dukungan dari orang banyak untuk pergi menantang tokoh-tokoh yang ada. Jika Ding Tao bersikap seperti itu, tentu akan mengundang banyak rasa tidak suka dari mereka yang lebih tua. Belum lagi kekalahan-kekalahan yang mungkin saja terjadi, bisa mengurangi dukungan yang ada. Melawan Xun Siaoma saja Ding Tao masih membentur dinding batu. Tapi sekarang ada kemungkinan untuk menutupi kelemahan itu, jika benar keluarga Murong menyimpan berbagai macam kitab pelajaran ilmu silat, maka tanpa bertarung pun Ding Tao bisa mempelajari kelemahan dan kelebihan calon lawan-lawannya. Tapi di luar tentu saja Ding Tao tidak melihat yang bergejolak dalam hati Chou Liang. Chou Liang justru bersikap sangat prihatin, kemudian dengan suara yang berat dia berkata.   "Ketua Ding Tao, kau sudah banyak sekali membuat susah kedua orang nona itu. Betapa mereka merasa terhina saat Ketua Ding Tao menolak pernyataan cinta mereka, bisakah Ketua Ding Tao bayangkan?" "Ya ya justru aku bisa membayangkan rasanya, aku semakin merasa bersalah pada mereka saat mereka menghujani aku dengan berbagai macam kebaikan.", ucap Ding Tao dengan sedih. "Hehhh Ketua Ding Tao, kurasa tidak ada jalan lain untuk menebus semua kesalahan Ketua ini, Ketua Ding Tao harus pergi menemui mereka dan mengajukan lamaran selayaknya.", ujar Chou Liang dengan serius, padahal dalam hati dia tertawa gembira. "Kakak Chou Liang, bagaimana juga dengan permintaan Nona Murong Yun Hua mengenai urusan melanjutkan keturunan dari Keluarga Murong?", tanya Ding Tao. "Apa salahnya dengan hal itu? Apakah Ketua Ding Tao melihat ada kekurangan dalam diri Nona Murong Huolin?", tanya Chou Liang dengan wajar. "Tentu saja tidak... bagaimana mungkin ada yang kurang dari dirinya", jawab Ding Tao sambil menggelengkan kepala. "Nah, jadi tidak ada masalah bukan? Tentang nama marga, kukira kedua nona itu pun dapat mengerti jika Ketua Ding Tao meminta putera pertama untuk terlebih dahulu mewarisi marga Ding. Soal sekecil ini kurasa bukan masalah besar.", jawab Chou Liang seakan-akan tidak mengerti masalah Ding Tao. Ding Tao sendiri dihadapkan pada jawaban Chou Liang yang ringan dan wajar, jadi memikirkan kembali keberatan- kebaratan yang selama ini dia ajukan. Apakah selama ini dia mempersoalkan hal kecil dan melupakan yang penting? Bukankah justru dia jadi tidak jujur pada diri sendiri dengan setiap pertimbangan yang dia lakukan? Hatinya merasa senang, tapi di mulut mengatakan tidak, bukankah munafik namanya? Tapi bagaimana dengan janji setianya pada Huang Ying Ying. Dalam hal ini, perkataan Chou Liang jadi tidak berarti dan Ding Tao pun mencetuskan hal ini. "Tapi bagaimana dengan Adik Ying Ying? Patutkah aku menikah dan bersenang-senang, sementara nasibnya belum jelas diketahui? Sudahlah Kakak Chou Liang, aku mengerti setiap pertimbangan yang kakak utarakan, namun satu hal ini tidak bisa kupungkiri. Jika aku menikah sekarang maka aku akan merasa bersalah pada Adik Ying Ying.", ujar Ding Tao dengan nada yang tidak bisa diganggu gugat. Tapi bukankah Chou Liang sudah memiliki jawabannya? Dan Chou Liang pun menjawab.   "Tapi Ketua Ding Tao, keputusan Ketua Ding Tao ini justru bisa menjadi bencana bagi Nona muda Huang Ying Ying. Lagipula apakah itu bukan merupakan tindakan seorang pengecut?" "Apa maksud perkataan Kakak Chou Liang?", tanya Ding Tao dengan heran dan penasaran. "Yang pertama, Ketua Ding Tao sendiri mengakui perasaan cinta Ketua Ding Tao terhadap Nona Murong Yun Hua, bahkan sampai Ketua Ding Tao melakukan hubungan di luar batas. Sekarang Ketua Ding Tao menyembunyikan perasaan Ketua Ding Tao itu dari Nona muda Huang Ying Ying, bukankah itu karena rasa takut dan bersalah? Jika Ketua Ding Tao memang seorang lelaki, akuilah hal itu di hadapan Nona muda Huang Ying Ying. Atau Ketua Ding Tao ingin hidup sampai tua dalam kebohongan? Memakai topeng manusia suci padahal di dalam hatinya mendua?"   Keras dan pedas perkataan Chou Liang, jika Chou Liang tidak yakin akan watak Ding Tao tidak akan berani dia berkata demikian.   Merah dan pucat bergantian wajah Ding Tao ditegur sedemikian rupa.   Beberapa lama tidak ada yang membuka suara, sampai akhirnya Ding Tao menghela nafas dan mengangguk dengan berat.   "Ya dalam hal ini Kakak Chou Liang benar aku tidak boleh menyembunyikan hal ini terus menerus.   Segera setelah kita menemukan Adik Ying Ying, aku akan membuka semuanya", ujar Ding Tao dengan hati yang sudah menemukan ketetapan.   "Hmm tapi sampai kapan Ketua Ding Tao mau menunggu, sampai kapan kedua nona itu harus menunggu? Bagaimana jika Nona muda Huang Ying Ying tidak pernah ditemukan? Ketua Ding Tao mengorbankan dua orang demi satu orang, membicarakan yang mungkin dan mengorbankan yang di depan mata.   Padahal jika Nona Huang Ying Ying muncul pun Ketua Ding Tao tetap akan menikahi kedua Nona Murong itu.   Sikap yang tidak tegas seperti ini, masakan layak bagi seorang pemimpin?", tanya Chou Liang dengan wajah tidak puas.   Merah padam wajah Ding Tao, tanpa sadar digebraknya meja yang ada di hadapannya.   "Apa Kakak Chou Liang pikir aku pun menikmati keadaan ini !" "Jadi lelaki mengapa takut menderita? Demi orang yang dicintai rela menanggung derita, demi menunaikan kewajiban sanggup menekan perasaan. Tahu mana kepentingan yang besar dan mana yang kecil. Menempatkan kepentingan orang lain, di atas perasaan sendiri. Baru itu namanya lelaki!", ujar Chou Liang tidak kalah kerasnya. Kedua orang itupun saling berhadapan dengan wajah keras. Selama bertemu dengan Chou Liang mungkin baru kali ini keduanya bersinggungan sedemikian rupa. Tapi tidak berlangsung lama Ding Tao pun akhirnya menghela nafas. "Sebagian dari diriku membenarkan perkataan Kakak Chou Liang, tapi sebagian yang lain menolaknya.", ujarnya setelah menyabarkan diri dan menghalau pergi amarah yang tadi menguasai hatinya. "Jika hati terbelah siapa yang bisa mengaturnya, tapi bagaimana dengan pertimbangan pikiran Ketua Ding Tao?", tanya Chou Liang. "Hmmm aku cenderung memandang pertimbangan-pertimbangan akalku dengan curiga. Selama ini aku mengamat-amati, tidak jarang akalku memberikan berbagai pertimbangan hanya demi menekan hati nuraniku dan membenarkan keinginanku. Dan dalam hal ini aku sudah menginginkan Nona Murong Yun Hua", jawab Ding Tao dengan muka kelam. "Jika kuminta Ketua Ding Tao untuk menjawab dengan jujur, dari ketiga gadis itu siapa sebenarnya yang Ketua Ding Tao inginkan?", tanya Chou Liang. Ding Tao pun menggigit bibir dan menjawab.   "Murong Yun Hua." "Jadi sebenarnya bukankah tidak salah jika kukatakan perasaan Ketua Ding Tao pada Nona muda Huang Ying Ying sudah berubah?", kejar Chou Liang. Meskipun dengan berat hati akhirnya Ding tao pun menganggukkan kepala. "Bukankah sebenarnya terjadinya pertentangan batin adalah karena Ketua Ding Tao tidak bisa menerima hal ini? Ketua Ding Tao lari dari kenyataan. Salahkah jika aku mengatakan bahwa Ketua Ding Tao adalah seorang pengecut?", tanya Chou Liang tanpa memberi Ding Tao ampun sedikitpun. Ding Tao pun menganggukkan kepala dengan lemah. "Menurut Ketua Ding Tao, seandainya ketua Ding Tao menemukan Nona muda Huang Ying Ying dan menikahinya, sambil mengubur dalam-dalam kenyataan bahwa hati Ketua Ding Tao sudah menjadi milik orang lain. Apakah Nona muda Huang Ying Ying tidak akan merasakannya? Apakah bahagia hidup dalam satu tipuan?" "Tapi jika Ketua Ding Tao dengan jantan mau mengakuinya, maka sakitnya mungkin terasa, tapi ada kesempatan bagi Nona muda Huang Ying Ying untuk menemukan orang lain yang lebih mencintainya daripada cinta yang terbagi yang bisa diberikan Ketua Ding Tao. Bukankah sikap Ketua Ding Tao yang sekarang ini justru mencelakai Nona muda Huang Ying Ying? Karena Ketua Ding Tao mengurungnya dengan kata kesetiaan, padahal Ketua Ding Tao sendiri tidak bisa memberikan sepenuh hati Ketua Ding Tao padanya?"   Tercenung Ding Tao mendengarkan uraian Chou Liang.   "Apa yang Ketua Ding Tao lakukan, sebenarnya sudah menyakiti semua pihak dan menutup pula masa depan Nona muda Huang Ying Ying.", ujar Chou Liang dengan lembut.   "Bagaimana tuntutan Nona Murong Yun Hua mengenai Nona Murong Huolin?", tanya Ding Tao.   "Dalam hal ini tergantung pada keputusan Nona muda Murong Huolin sendiri.   Jika Ketua Ding Tao bisa berterus terang dan mengatakan perasaan Ketua Ding Tao secara sejujurnya pada Nona Murong Huolin, maka apapun keputusannya bukankah tidak ada keberatan dalam nurani Ketua Ding Tao?", tanya Chou Liang.   Setelah mendengarkan uraian Chou Liang, Ding Tao pun akhirnya menganggukkan kepala.   Melihat Ding Tao sudah menerima pendapatnya, Chou Liang pun menambahkan.   "Demikian pula nanti jika pada akhirnya kita berhasil menemukan dan menyelamatkan Nona muda Huang.   Jika setelah melihat kenyataan dan dia bersedia menerima cinta Ketua Ding Tao yang terbagi.   Maka selama masih ada kasih Ketua Ding Tao pada dirinya, kukira yang terbaik adalah Ketua Ding Tao menerimanya pula.   Bagaimana pun juga Ketua Ding Tao sudah pernah menjanjikan hal itu pada dirinya.   Namun hal itu terjadi bukan dengan kebohongan-kebohongan atau ada yang ditutupi, melainkan dengan melihat kenyataan dan sesuai pilihan hati Nona muda Huang sendiri.", ujar Chou Liang.   Alis Ding Tao pun terangkat mendengar usulan Chou Liang yang terakhir.   Chou Liang seperti orang yang tidak tahu kapan harus berhenti.   Sudah berhasil meyakinkan Ding Tao untuk menikahi Murong Yun Hua, bahkan Murong Huolin jika gadis itu setuju, sekarang Chou Liang menyarankan Ding Tao untuk menikah pula dengan Huang Ying Ying, seandainya gadis itu menyetujuinya.   "Tentu saja dengan mendengarkan pula pertimbangan dari Nona Murong Yun Hua dan Nona Murong Huolin.", ujar Chou Liang tanpa merasa bersalah.   Ding Tao pun mendesah dan menggelengkan kepala.   "Baiklah, aku sudah mengerti apa maksud Kakak Chou Liang. Sekarang tolong tinggalkan aku sendiri, biarkan aku memikirkannya sekali lagi."   Chou Liang menganggukkan kepala dan berpamitan.   "Baiklah kalau begitu, semoga Ketua Ding Tao boleh mendapatkan jalan keluar yang terbaik." "Terimakasih", jawab Ding Tao. Chou Liang pun keluar meninggalkan Ding Tao sendirian di ruang kerjanya. Para penjaga pintu mengangguk hormat padanya, meskipun di wajah mereka terlihat pula keheranan. Pintu ruangan itu memang tebal, namun tidak urung mereka sempat mendengar pertengkaran yang sempat terjadi, meskipun tidak dengan jelas. Chou Liang yang melihat keheranan di wajah mereka hanya tersenyum dan berkata.    Pendekar Bunga Karya Chin Yung Bara Naga Karya Yin Yong Perawan Lembah Wilis Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini