Ceritasilat Novel Online

Pedang Angin Berbisik 31


Pedang Angin Berbisik Karya Han Meng Bagian 31


Pedang Angin Berbisik Karya dari Han Meng   Kehebohan itu terjadi beberapa saat setelah Chou Liang, Ma Songquan, Chu Linhe dan Murong Huolin memasuki ruang latihan untuk bertemu dengan Ding Tao.   Mengingat pentingnya saat-saat itu bagi keselamatan Ding Tao, Chou Liang berpesan agar selama mereka berada di dalam ruang latihan, tidak ada seorangpun yang mengganggu mereka.   Di saat markas besar Partai Pedang Keadilan bisa dikatakan kosong dari tokoh-tokoh pentingnya, tiba-tiba serombongan belasan orang membawa panji-panji Partai Kunlun datang berkunjung dan meminta bertemu dengan Ding Tao atau perwakilannya.   Belasan orang itu dipimpin oleh Seorang muda berbaju putih-putih dan berjubah luar hijau muda, dengan wajah yang cakap dan berwibawa.   Mengiringi di belakangnya adalah 12 orang, 6 orang laki-laki dan 6 orang perempuan.   Setiap orang berdiri berpasangan, umur mereka bervariasi dari yang tampak berumur 30-an sampai remaja berusia 12-an tahun.   Dengan suara yang tegas, pimpinan rombongan mengibaskan kipas di tangannya dan berkata pada para penjaga di luar, "Katakan pada Ding Tao, Guang Yong Kwan dari Kunlun ingin bertemu!"   Mendengar nama orang yang datang, para penjaga pun dengan segera merangkapkan tangan di depan dada dan menganggukkan kepala.   Dalam dada mereka terselip rasa tegang, berita tentang Ding Tao yang sedang mempelajari ilmu dan tidak bisa diganggu sudah menyebar dan hampir semua pengikut Partai Pedang Keadilan di Jiang Ling mengetahui akan hal ini.   Kedatangan seekor harimau di kala jagoan mereka sedang tidak bisa diganggu, tidak urung membuat selapis rasa takut menyusup dalam dada mereka.   Pemimpin para penjaga itu menjawab dengan hormat.   "Sungguh besar kehormatan yang Ketua Guang Yong Kwang berikan, mari silahkan masuk ketua. Siauwtee akan mengantar ketua ke ruang pertemuan, sementara saudara yang lain akan memberikan kabar ke dalam."   Guang Yong Kwang menganggukkan kepala dengan sikap dingin.   "Hmm"   Tanpa banyak cakap, pemimpin dari penjaga di depan, segera berjalan lebih dulu dan mengantarkan Guang Yong Kwang ke dalam.   Melalui penjagaan yang berlapis, dengan segera berita kedatangan Ketua Partai Kunlun Guang Yong Kwang, menyebar pada para penjaga yang sedang bertugas.   "Guang Yong Kwang dari Kunlun? Benarkah dia datang mengunjungi tempat kita?", tanya salah seorang pimpinan penjaga lapis kedua.   "Benar, baru saja A Siau mengantarkannya melewati pintu utara dan melaporkan kunjungan ini pada Kakak Feng Qin.   Sekarang ini, Kakak Feng Qin dan yang lain ikut mengiringi mereka, sementara aku diperintah untuk memberi kabar pada regu lain di lingkar kedua.", jawab salah satu anak buah dari Feng Qin tersebut.   "Hmm baiklah, kami akan meningkatkan pengawasan di daerah kami dan memperlebar jangkauan pengawasan kami sampai di wilayah Kakak Feng Qin.   Kau, segera kabarkan berita ini ke regu-regu penjaga yang ada di lingkaran dalam, pakai jalur rahasia, supaya kau bisa sampai lebih dulu dari rombongan tamu." "Baik Kakak Bong Yo, aku pergi sekarang." "Ya pergilah", ujar Bong Yo.   Sambil menyaksikan kepergian pembawa kabar itu, Bong Yo menggosok-gosok lehernya, berusaha menyingkirkan rasa tegang yang muncul.   Berbalik pada anak buahnya dia berkata.   "Kalian dengar berita dari A Tiong tadi? Pertinggi kewaspadaan, ada harimau masuk ke dalam rumah kita." "Partai Kunlun adalah golongan lurus, apakah mungkin mereka melakukan keonaran di sini?", tanya salah seorang anak buahnya. "Hmm lurus atau sesat, bagaimana pun juga ada orang kuat yang datang. Kita tidak bisa memperlihatkan kelemahan. Dalam dunia persilatan, segala macam hal bisa terjadi dan kita tidak boleh menunjukkan kelemahan jika ingin dihormati dalam dunia persilatan..", jawab Bong Yo. Saling memandang, para penjaga di bawah pimpinan Bong Yo pun mengangguk. Di saat yang sama, salah seorang dari penjaga berlari ke dalam untuk memberikan kabar pada pimpinan di Jiang Ling untuk hari ini. Dengan tidak bisa diganggunya Chou Liang saat itu, orang yang ditugaskan untuk menerima tamu adalah Bo He, seorang kawakan yang cukup berpengalaman. Ayahnya pernah belajar ilmu bela diri dari Emei sebelum keluar berkelana, sejak kecil Bo He sudah belajar ilmu tombak dari ayahnya. Meskipun belum bisa disamakan dengan Ma Songquan atau Sun Liang, ilmunya masih selapis di atas Wang Xiaho atau Li Yan Mao yang sudah mulai dimakan usia. Watak ayahnya yang suka berkelana, menular pula pada putra tunggalnya, Bo He pun segera setelah tamat belajar dari ayahnya, berkelana dalam dunia persilatan. Setiap orang muda yang terjun dalam dunia persilatan, jika masih hidup sampai pada umur setua Bo He, bila bukan amat berbakat, setidaknya tentu orang yang pandai melihat keadaan. Bo He bukan termasuk yang pertama, dia termasuk yang kedua. Tidak mengikuti darah mudanya yang panas, Bo He cukup tahu diri bahwa bekalnya tidak akan mampu melindungi dia dari amukan tokoh-tokoh kelas atas dalam dunia persilatan. Karena itu selama dia berkelana, tak pernah dia mencari musuh. Jika ada singgungan dengan orang lain, maka dia akan memilih untuk mengalah. Selama belasan tahun dia berkelana dalam dunia persilatan, hanya 2 kali dia bentrok dengan orang lain dan keduanya bukan atas alasan kepentingannya pribadi. Dalam dua perkelahian itu, Bo He terjun atas dasar rasa setia kawan. Itu sebabnya nama Bo He tidak begitu terkenal dalam dunia persilatan. Namun mereka yang mengenal Bo He akan berkata bahwa dia memiliki pengetahuan yang sangat luas mengenai orang-orang dalam dunia persilatan. Salah satu alasan mengapa Chou Liang mengangkat Bo He menjadi salah satu orang kepercayaannya, tidak lain dan tidak bukan adalah pengetahuannya yang luas tersebut. Alasan kedua adalah sikap bijak Bo He dalam mengukur kekuatan diri sendiri dan lawan. Dan alasan ketiga adalah rasa setia kawan yang dimiliki Bo He. Setelah menerima laporan dari penjaga pintu gerbang, Bo He mengelus-elus jenggot kesayangannya. Alisnya berkerut dan jantungnya berdebaran. Kenapa justru sekarang?, keluh Bo He dalam hati. "Dan bagaimana bisa tidak ada kabar sedikitpun dari saudara-saudara yang bertugas di luar?", Bo He merenungkan kedatangan tamu dari Partai Kunlun yang terjadi tiba-tiba dan di luar persiapan Partai Pedang Keadilan. Tentu saja jaringan mata-mata yang dibangun Chou Liang juga mengawasi pergerakan orang-orang dalam dunia persilatan di setiap daerah Partai Pedang Keadilan sendiri. Dengan demikian, setiap orang atau golongan yang berada dalam lingkup wilayah kekuasaan Partai Pedang Keadilan tidak luput dari pengawasan mereka. Jika Ketua Partai Kunlun hendak berkunjung, tentu beberapa hari sebelum kedatangannya di depan gerbang mereka, berita akan keberadaannya di dekat Jiang Ling sudah diketahui. Chou Liang pun tentu sudah bersiap-siap terhadap adanya kemungkinan mereka datang mengunjungi Partai Pedang Keadilan. Kedatangan mereka yang luput dari jaringan mata-mata Partai Pedang Keadilan, berarti kedatangan mereka tentu dengan sengaja disembunyikan dengan rapi. Hal ini juga menunjukkan masih kurang matangnya orang-orang Partai Pedang Keadilan yang bertugas sebagai mata-mata di luar sana. Menghela nafas, Bo He pun merapikan pakaiannya dan berjalan keluar dengan senyum terpasang di wajahnya. Siapapun yang datang, dia tidak boleh menunjukkan sikap bermusuhan, sebisa mungkin bentrokan harus dihindarkan. Para tamu sudah diantarkan ke ruang dalam, sesuai adat kesopanan hidangan makanan kecil dan minuman sudah pula dihidangkan. Untuk menghapus keringat dan debu dari wajah dan tangan mereka, disediakan juga baskom dan handuk kecil untuk tiap-tiap orang. Tidak ada kesan permusuhan dari tamu yang datang, mereka tampaknya juga merasa puas dan dihargai dengan perlakuan yang diberikan tuan rumah. Tuan rumah pun tidak kalah wibawa dengan rombongan tamu yang datang, di dalam ruang pertemuan bisa terlihat belasan penjaga yang berbaris dengan rapi dan disiplin tinggi. Sepanjang perjalanan masuk, rombongan dari Kunlun bisa melihat penjagaan yang kaut dan berlapis. Tidak lama rombongan tamu itu menunggu, Bo He pun muncul menghampiri Ketua Kun Lun Pai, Guang Yong Kwang dengan senyum terkembang dan hati berdebar. Dengan hormat, Bo He merangkapkan tangan di depan dada dan sedikit membungkukkan kepala.   "Selamat datang Ketua Guang Yong Kwang, maafkan kami yang kurang persiapan. Kunjungan ketua begitu mendadak sehingga kami tidak sempat menyiapkan sambutan yang lebih baik."   Guang Yong Kwang membalas penghormatan Bo He dengan merangkapkan tangan di depan dada.   "Hmm, sambutan kalian cukup baik, memang salahku sendiri datang tanpa diundang. Aku ingin bertemu dengan Ketua Ding Tao untuk membicarakan masalah penting."   Bo He menjawab.   "Jika itu keperluan Ketua Guang Yong Kwang, maka dengan berat hati, siauwtee harus minta maaf lebih dulu. Karena saat ini Ketua Ding Tao tidak bisa menemui tamu."   Mata Guang Yong Kwang berkilat.   "Apa tidak salah? Kukira yang kau maksudkan adalah Ketua Ding Tao sedang sibuk dan tidak dapat menemui sembarang tamu tapi saat ini aku yang datang, bukan sebagai diriku pribadi, tapi Guang Yong Kwang sebagai ketua Partai Kunlun."   Bo He menelan ludah, membasahi tenggorokannya yang tiba-tiba terasa kering.   "Jangan Ketua Guang Yong Kwang salah mengerti. Ketua Ding Tao dalam keadaan tidak bisa ditemui oleh siapapun." "Kalau begitu, boleh aku tahu apa alasannya hingga dia tidak mau ditemui siapa pun? Jangan katakan dia sedang tidak ada di Jiang Ling, karena aku tahu pasti bahwa dia ada di Jiang Ling. Apakah dia sedang sakit? Atau sedang berlatih? Apa pun alasannya, dia toh masih bisa menemuiku. Kecuali jika dia sedang terbaring tidak sadarkan diri saat ini.", geram Guang Yong Kwang yang mulai kehilangan kesabarannya. Bo He terdiam beberapa lama, otaknya berputar dengan cepat, membuat perhitungan. Chou Liang bersama Ma Songquan dan Chu Linhe baru saja memasuki ruang latihan untuk menemui Ding Tao. Seharusnya sore hari nanti, setidaknya sepasang pendekar yang bisa diandalkan tersebut sudah keluar dari ruang latihan. Kapan Ding Tao selesai berlatih sulit dikatakan, tapi setidaknya sepasang pendekar itu bisa membantu melindungi Ding Tao. Sementara itu, jika dia tidak berterus terang dengan Guang Yong Kwang sekarang juga, perselisihan antara Partai Kunlun dan Partai Pedang Keadilan tidak dapat dihindarkan lagi. Bo He sudah mengambil keputusan, meskipun dia tidak yakin benar dengan ketputusan yang dia ambil, tapi saat ini, dia tidak melihat ada kemungkinan lain. "Ketua Guang Yong Kwang, sebenarnya saat ini Ketua Ding Tao memang sedang melatih satu ilmu baru dan sedang dalam tahapan yang sangat penting. Tentu Ketua Guang Yong Kwang bisa mengerti, kondisi Ketua Ding Tao saat ini. Itu sebabnya kami tidak berani mengganggunya.", ujar Bo He dengan suara sedikit bergetar. Tiba-tiba seulas senyum terkembang di wajah Guang Yong Kwang. Entah mengapa, saat melihat senyum itu, perut Bo He tiba-tiba merasa mulas, hatinya terasa terjun bebas sampai ke lantai, sebelum Guang Yong Kwang membuka mulutnya dan berkata-kata, Bo He sudah mendapatkan firasat yang tidak baik. Guang Yong Kwang pun membuka mulut dan mulai berkata-kata, setiap kata membuat jantung Bo He semakin lama semakin tenggelam. "Kiranya begitu, sebenarnya aku bisa mengerti, sayangnya kedatanganku kali ini untuk membahas satu hal yang penting dan tidak bisa kutunda-tunda lagi. Jika Ketua Ding Tao tidak ada, maka harus ada yang bisa mewakili dirinya untuk membahas hal ini. Jika tidak ada yang bisa mewakilinya, maka aku terpaksa harus bertemu dengan Ketua Ding Tao sendiri, apa pun keadaannya saat ini."   Mata Guang Yong Kwang berkilat-kilat saat memandangi raut muka Bo He dan menunggu jawaban.   Senyum di bibirnya memperlihatkan rasa puas atas keadaan yang dihadapinya saat ini.   Berbalik 180 derajat dengan Guang Yong Kwang, Bo He justru pucat pias wajahnya.   Pilihan yang diberikan Guang Yong Kwang jelas-jelas memojokkan Partai Pedang Keadilan.   Siapa orangnya yang bisa mewakili Ding Tao? Seandainya Chou Liang bisa ditemui, beban ini tentu akan dilepaskan ke atas pundaknya.   Tapi sekarang bahkan Chou Liang pun tidak bisa ditemui dan beban itu harus jatuh ke atas pundak Bo He.   Bo He memang dipercaya oleh Chou Liang, tapi jelas dia bukan salah satu tokoh tingkat atas dari Partai Pedang Keadilan.   Bahkan seandainya dia adalah tokoh setingkat Chou Liang pun, tentu saja keputusannya tidak bisa disamakan dengan keputusan Ding Tao.   Jika dia mewakili Ding Tao memberikan keputusan, berarti keputusannya mengikat seluruh partai.   Bagaimana mungkin hal itu dia lakukan? Tapi jika dia menolak untuk mewakili Ding Tao, Guang Yong Kwang secara halus sudah menyampaikan ancaman, bahwa dia akan memaksa untuk menemui Ding Tao.   Tidak ada arti lain dalam perkataannya ini kecuali kecelakaan bagi Ding Tao.   Bukan hanya Bo He yang merasakan ancaman di balik perkataan Guang Yong Kwang tersebut, segenap orang Partai Pedang Keadilan yang berjaga di sekitar ruangan ikut menegang mendengar perkataan ketua Partai Kunlun itu.   Diam-diam salah seorang pemimpin regu, yang posisinya kebetulan berada di belakang rombongan dari Kunlun, mengirimkan anak buahnya keluar untuk melapor pada pemimpin regu yang berada di luar.   Gerakan keluarnya salah seorang penjaga ini tidak luput dari mata Bo He.   Bo He pun merasa sedikit lega, meskipun jantungnya tidak juga berhenti berdegup keras.   Dengan susah payah Bo He berusaha menenangkan perasaannya dan menjawab.   "Jika aku boleh tahu, urusan penting apakah yang ingin dibicarakan oleh Ketua Guang Yong Kwang dengan Ketua Ding Tao. Mungkin setelah itu aku baru bisa memutuskan."   Guang Yong Kwang tersenyum saja mendengar pertanyaan Bo He dan menjawab.   "Kulihat kau ini adalah orang yang dipercaya untuk mewakili Ketua Ding Tao sementara dia masih sedang berada dalam ruang latihan. Jadi kukira tidak ada salahnya kalau kusampaikan alasan dari kedatangan kami kali ini." "Kedatangan kami berhubungan dengan akan diadakannya pemilihan Wulin Mengzhu sebentar lagi. Dalam pertemuan untuk memilih pemimpin bagi seluruh anggota dunia persilatan, bentrok antar calon tentu saja akan terjadi. Karena itu kami berpendapat, jika tidak berhati-hati, tujuan pemilihan ini, untuk menyatukan dan memperkuat dunia persilatan kita, bisa berbalik jadi senjata makan tuan dan memperlemah keadaan kita." "Untuk menghindari hal-hal demikian, alangkah lebih baik, jika sebelum diadakannya pertemuan, jumlah calon Wulin Mengzhu yang maju sudah bisa dipersempit dengan adanya perundingan-perundingan antar partai yang diadakan sebelum pemilihan Wulin Mengzhu itu sendiri.", demikian Guang Yong Kwang menguraikan alasan kedatangannya kali ini. Wajah Bo He dari cemas, perlahan-lahan berubah jadi dingin, saat dia kemudian menyahut, suaranya tidak menunjukkan kegentaran, melainkan lebih pada rasa geram yang ditahan.   "Jadi maksud Ketua Guang Yong Kwang, alangkah baiknya jika Ketua Ding Tao mendukung Ketua Guang Yong Kwang sebagai calon, daripada mencalonkan diri sendiri?" "Oh tidak, tidak", ujar Guang Yong Kwang sambil tersenyum lebar. Dengan nada ringan dia kemudian menyambung.   "Kita tentukan siapa mendukung siapa lewat pertandingan persahabatan. Sengaja kami datang ke pusat Partai Pedang Keadilan untuk melakukan hal ini. Silahkan kalian ajukan wakil dari Partai Pedang Keadilan dan kami akan mengajukan wakil dari partai kami."   Bo He dengan geram berkata.   "Jika demikian mau kalian, mengapa kalian tidak menunggu sampai Ketua Ding Tao selesai dengan latihannya?" "Hahahaha, dan kapankah dia akan selesai dari latihannya? Bisakah kau memberi kami kepastian? Atau jangan-jangan latihan ini hanyalah alasan untuk menghindari kami. Pemilihan Wulin Mengzhu makin dekat, kami tidak bisa menunggu terlalu lama.", ujar Guang Yong Kwang sambil tertawa merendahkan. Tawanya meledak dengan tiba-tiba, berhenti pula dengan tiba-tiba, dengan dingin dia berkata.   "Kalian harus mengambil keputusan sekarang juga."   Bo He hanya bisa menggeram marah, keputusan apa yang harus dia ambil? Dia bisa mengukur kemampuannya sendiri, juga mereka yang ada di sana.   Jika mereka harus bentrok sekarang juga dengan orang-orang Partai Kunlun, tentu akan banyak korban yang jatuh di kedua belah pihak, terutama pihak Partai Pedang Keadilan, siapa di antara mereka yang bisa mengimbangi Guang Yong Kwang? Masalahnya bukan nyawa mereka, tapi siapa yang bisa menjamin mereka bisa menahan Guang Yong Kwang untuk melabrak masukdan mencederai Ding Tao? Guang Yong Kwang tidak kalah nama dibanding Pan Jun ketua Partai Hoasan, bahkan Ma Songquan dan Chu Linhe sebagai orang terkuat setelah Ding Tao, tidak memiiliki keyakinan melawan Pan Jun.   Meskipun sekarang kemampuan mereka sudah maju cukup pesat, Bo He tidak yakin mereka berdua bisa menahan Guang Yong Kwang untuk tidak menerobos masuk dan merusak konsentrasi Ding Tao yang sedang dalam masa genting.   Tapi jika Bo He menyetujui permintaan Guang Yong Kwang, tidak mungkin Partai Pedang Keadilan bisa mencalonkan Ding Tao dalam pemilihan Wulin Mengzhu.   Bagaimanapun juga, masalah kehormatan adalah masalah yang penting dalam dunia persilatan.   Sekali mereka memberikan janji di depan umum, tidak mungkin mereka bisa mengingkarinya tanpa menjatuhkan nama sendiri.   Bo He seperti duduk di atas punggung harimau, turun salah, tetap duduk juga salah.   "Berikan keputusan kalian sekarang!", geram Guang Yong Kwang menekan.   Suaranya bergema di ruangan pertemuan yang besar itu.   Dari pihak Partai Pedang Keadilan, tidak ada seorang pun yang mampu menjawab desakan Guang Yong Kwang, mereka semua hanya bisa memandang Bo He.   Menunggu jawaban keluar dari mulut Bo He, dengan tangan menggenggam senjata masing-masing erat-erat.   Satu kata perlawanan dari Bo He dan ruangan pertemuan itu pun akan banjir dengan darah.   Suasana sudah begitu mencengkam, Bo He hanya berpikir untuk mengulur waktu, memastikan kawan yang di luar sudah siap untuk mengurung rombongan Kunlun, agar mereka tidak mampu keluar dari ruang pertemuan tersebut.   Rombongan dari Kunlun pun dapat melihat bahwa Bo He sudah mengambil keputusan.   Meskipun belum ada senjata yang dicabut, namun ruangan tersebut sudah pekat dengan hawa pembunuhan.   Kedua belah pihak sama-sama yakin bahwa pertarungan tidak dapat dihindarkan.   Kunlun dengan keyakinannya pada kemampuan mereka masing-masing dan terutama ketua mereka Guan Yong Kwang.   Partai Pedang Keadilan dengan modal kesetiaan dan keteguhan hati untuk mempertahankan kehormatan dan keselamatan ketua mereka.   Di saat yang genting itulah tiba-tiba Murong Yun Hua memasuki ruangan diiringi oleh pelayan-pelayan pribadinya, yang semuanya tentu saja wanita.   Dalam keadaan hamil tua pun Murong Yun Hua masih terlihat cantik.   Bahkan wajahnya yang anggun terlihat memancarkan aura berwibawa namun lembut, layaknya seorang ibu dalam pandangan anak-anaknya.   Pengiringnya pun adalah gadis-gadis pilihan berusia belasan, baru saja meninggalkan masa kanak-kanak dan memasuki usia dewasa.   Meskipun tidak secantik Murong Yun Hua, keremajaan mereka memancarkan daya tariknya sendiri.   Jika mereka tidak mengiringi Murong Yun Hua, orang seorang tentu mereka pun merupakan gadis-gadis yang cantik.   Tapi bersanding dengan Murong Yun Hua, kecantikan mereka jadi tampak begitu sederhana.   Namun kesederhanaan itu membuat kecantikan Murong Yun Hua makin menonjol, seperti bunga mawar yang dikelilingi daun-daunnya yang segar.   Kehadiran mereka yang begitu tiba-tiba mengejutkan setiap orang.   Kecantikannya sedemikian anggun dan menggetarkan hati, hingga melemahkan semangat bertarung setiap orang.   Bahkan 6 orang murid perempuan dari Partai Kunlun pun ikut terpesona melihat kehadiran mereka.   Keberadaan mereka yang berbeda 180 derajat, begitu kontras dengan hawa pembunuhan yang sebelumnya memenuhi ruangan, tanpa bisa dihindari membuat setiap mata terpaku pada mereka dan menumpulkan konsentrasi setiap orang.   Bagi Bo He dan yang lain, yang sebelumnya sudah bersiap-siap untuk menggadaikan nyawa mereka demi keselamatan Ding Tao, kejadian itu merupakan satu kelegaan.   Bagi Guang Yong Kwang yang sudah bersiap-siap menebas setiap penghalang, seperti seseorang menebas rumput untuk makanan kambingnya, kejadian itu merupakan satu gangguan.   Tapi bahkan Guang Yong Kwang pun tidak sampai hati untuk bersikap keras pada nyonya rumah yang datang dengan senyum menawan.   Murong Yun Hua merangkapkan tangan dan memberi hormat dengan anggun dan luwes.   Tentu saja jauh berbeda rasanya mendapatkan salam dari Murong Yun Hua yang cantik, jika dibandingkan dengan mendapat salam dari Bo He yang berewokan.   "Salam Ketua Guang Yong Kwang, dari luar kudengar berita tentang kunjungan ketua juga tujuan dari kunjungan ini.   Aku harap, kedudukanku sebagai isteri dari Ketua Ding Tao membuatku cukup pantas untuk mewakilinya ketika dia sedang berhalangan.", ujar Murong Yun Hua dengan lembut.   Guang Yong Kwang masih muda, dia pun lelaki normal, siapa lelaki yang bisa bersikap kasar jika ditegur oleh seorang wanita cantik dengan lemah lembut? Tidak sulit bagi Guang Yong Kwang untuk menahan kekesalan hatinya, karena kemenangan yang sudah hampir dipetik harus ditunda sementara, dengan senyum dikulum dia menjawab.   "Tentu saja, orang she Guang ini tidak keberatan. Tapi bagaimana dengan orang-orang nyonya sendiri? Bisakah mereka menerima nyonya sebagai wakil dari suami nyonya?"   Murong Yun Hua menengok ke arah Bo He dengan suara merdu dia bertanya.   "Saudara Bo He, apakah ada keberatan?"   Bo He tergagap ditanya demikian.   "Soal ini soal ini"   Murong Yun Hua pun tersenyum manis dan berkata.   "Alasan yang dikatakan Ketua Guang Yong Kwang, bukannya tidak terpikir oleh Ketua Ding Tao. Jika bentrokan terjadi antar calon dan pendukungnya dalam pertemuan Wulin Mengzhu nanti, maka yang meraih keuntungan justru lawan yang hendak dihadapi. Mengingat kemungkinan bentrok antar saudara sendiri, Ketua Ding Tao pun mengambil resiko dengan mempelajari ilmu simpanan dengan bertaruh nyawa." "Apakah menurut kalian Ketua Ding Tao itu orang yang berambisi? Adakah dia menginginkan kedudukan Wulin Mengzhu bagi dirinya sendiri? Ataukah dia mencalonkan diri demi kepentingan yang lebih luas?", tanya Murong Yun Hua pada sekian orang Partai Pedang Keadilan yang ada di ruangan tersebut. "Sangka kalian, jika dia hadir di sini saat ini, dia akan meminta kalian untuk mempertaruhkan nyawa kalian demi sebuah kesempatan untuk maju dalam pencalonan Wulin Mengzhu? Sedemikian lama kalian mengikut dia, serendah itukah penilaian kalian terhadapnya?", tanya Murong Yun Hua pada orang-orang Partai Pedang Keadilan. Mendengar pertanyaan Murong Yun Hua dan pandang matanya yang tajam, tanpa terasa mereka menundukkan wajah. "Saat ini aku hadir di sini untuk mewakili dia, karena aku yakin pilihan apa yang akan dia pilih seandainya dia dapat memberikan keputusannya saat ini. Sebelum kalian menyetujui atau menentang jawaban yang akan aku berikan, kuharap kalian mengingat baik-baik sifat dari Ketua Ding Tao. Nilailah dengan jujur, sudahkah keputusanku ini mewakili dirinya?", ujar Murong Yun Hua kepada sekalian orang Partai Pedang Keadilan, sebelum dia mengalihkan pandangannya kembali pada Guang Yong Kwang. Kehadiran dan perkataan Murong Yun Hua menimbulkan tanda tanya dan ketertarikan dalam diri masing-masing orang Kunlun yang mendengarkannya. Cara Murong Yun Hua bertanya pada anggota Partai Pedang Keadilan, dengan caranya yang unik, memberikan gambaran akan sifat dan karakter Ding Tao, yang digambarkan sebagai seorang pemimpin yang lurus dan mementingkan kepentingan orang banyak di atas kepentingan pribadi. Seorang pemimpin yang menjadi pelindung bagi pengikutnya, bukan memanfaatkan pengikutnya demi ambisi pribadi. Tanpa disadari, timbul rasa simpati pada Ding Tao dalam hati beberapa orang di antara mereka. Sementara Guang Yong Kwang merasa seperti ditodong oleh Murong Yun Hua. Seakan dirinya ditanya dan dibandingkan dengan Ding Tao, jika Ding Tao memperhatikan keselamatan pengikutnya, bagaimana dengan dia yang justru siap mengorbankan pengikutnya demi tercapainya tujuan? Jika Ding Tao digambarkan sebagai seorang pemimpin yang tidak memiliki ambisi pribadi, maka seakan-skan Murong Yun Hua sedang bertanya pada dirinya, apakah dia sedang mengejar ambisinya pribadi? Lalu jika hendak menentukan siapa yang pantas menjadi pemimpin seluruh dunia persilatan, maka siapa yang lebih pantas? Dirinyakah? Atau Ding Tao kah yang lebih pantas untuk menduduki jabatan itu? Dipojokkan sedemikian rupa, jantung Guang Yong Kwang berdebaran, dia sendiri tidak tahu, apakah dia merasa kagum atau marah pada wanita cantik yang sekarang ada di hadapannya itu. Mungkin keduanya, antara merasa marah karena Murong Yun Hua dengan cerdiknya menguasai keadaan, tapi juga kagum pada kemampuannya. Mungkin juga ada rasa kecewa dan iri karena hati wanita cantik dan cerdik ini sudah dimiliki oleh lelaki lain. "Jadi, sebagai wakil Ketua Ding Tao, apa jawaban nyonya?", tanya Guang Yong Kwang dengan jantung bergetar. Pedas sindiran Murong Yun Hua, namun manis senyumnya saat menjawab.   "Tentu saja, Partai Pedang Keadilan setuju dengan pemikiran Ketua Guang Yong Kwang yang bijak. Jika kedua partai bisa bekerja sama dalam pemilihan Wulin Mengzhu nanti, tentu akan ada banyak korban yang bisa dihindarkan. Setidaknya korban dari Partai Kunlun dan Partai Pedang Keadilan." "Tentang siapa yang memimpin persekutuan dari kedua partai ini, bagaimana menurut Nyonya?", tanya Guang Yong Kwang dengan kepala serasa ringan melihat senyum manis Murong Yun Hua. "Tentang hal itu, paling adil tentu saja jika diukur berdasarkan tingkat kepandaian masing-masing pihak. Hanya saja perlu diingat, karena tujuan yang utama adalah menghindarkan jatuhnya korban, maka dalam mengukur kepandaian hendaknya dicari cara yang tepat.", jawab Murong Yun Hua dengan penuh keyakinan. Selama menjawab, senyum manis tidak pernah lepas dari bibir Murong Yun Hua, bahkan matanya yang jeli pun mengerjap dengan kerlingan yang bisa dianggap menggoda. Lelaki normal tentu terpikat melihat kecantikan Murong Yun Hua dan Guang Yong Kwang juga lelaki normal. Jika tanpa berusaha pun Murong Yun Hua bisa membuat lelaki terpikat, apalagi ketika dia sengaja menebar pesona. Mungkin hanya Ding Tao yang bisa menolaknya, meskipun hatinya toh tetap saja terpikat. Suara Guang Yong Kwang sedikit serak saat dia hendak menjawab, entah mengapa tenggorokannya tiba-tiba menjadi kering. Tapi tidak malu dia menjadi seorang ketua dari partai yang besar, dengan cepat dia menekan perasaannya dan meneguk sedikit arak yang disediakan tuan rumah untuk membasahi tenggorokannya. Tindak tanduknya terlihat wajar, tidak tersirat sedikitpun gejolak perasaan dalam dadanya. Setelah merasa tenggorokannya lega, Guang Yong Kwang menjawab.   "Tidak salah jika orang memuji keberuntungan Ketua Ding Tao yang mendapatkan dua orang dewi sebagai isteri. Nyonya bisa bercakap begitu yakin, apakah sudah mendapatkan satu pikiran, dengan cara apa kita akan saling mengukur kepandaian tanpa ada jatuh korban di kedua belah pihak?"   Murong Yun Hua tertawa sopan sambil menutup mulutnya dengan tangan, sikapnya begitu gemulai dan menggemaskan, tanpa terasa Guang Yong Kwang ikut tertawa bersamanya.   "Ketua Guang Yong Kwang pandai memuji. Entah ide apa yang ketua punya, tentu saja akupun memiliki ide yang baik. Tapi jika hanya aku seorang yang mengajukannya, orang bisa menuduh aku memilih jenis pertandingan yang hanya menguntungkan pihak kami sendiri." "Jadi bagaimana pendapat nyonya?", tanya Guang Yong Kwang tanpa sadar dibuat mengikuti kemauan Murong Yun Hua. "Kita adakan 3 pertandingan, kita adakan lempar dadu untuk menentukan siapa yang boleh terlebih dahulu menentukan bentuk pertandingan pertama yang akan diadakan. Pihak yang kalah pada pertandingan pertama, berhak menentukan bentuk pertandingan kedua. Demikian juga setelah pertandingan kedua, pihak yang kalah bisa menentukan bentuk pertandingan yang ketiga.", ujar Murong Yun Hua dengan gaya yang sedikit manja. "Bentuk pertandingan boleh apa saja, syaratnya, tidak beresiko akan jatuhnya korban dari kedua belah pihak dan mewakili kepandaian yang digunakan dalam mempelajari ilmu bela diri. Bagaimana menurut Ketua Guang Yong Kwang? Cukup pantas tidak peraturan ini?", tanya Murong Yun Hua sambil mengerjapkan matanya. "Pantas, sangat pantas, adil dan tidak berat sebelah.", jawab Guang Yong Kwang sambil bertepuk tangan. "Syukurlah kalau Ketua Guang Yong Kwang merasa demikian. Hatiku jadi terasa lega, nama besar Partai Kunlun sudah lama kudengar, jika terjadi bentrokan di antara kawan sendiri tentu sangat disayangkan.", ujar Murong Yun Hua dengan lembut. "Benar, nyonya memang bijaksana, dengan cara ini dua kekuatan besar bisa disatukan tanpa harus terjadi pertumpahan darah.", jawab Guang Yong Kwang dengan senyum lebar, yakin akan memenangkan ketiga pertandingan tersebut. Bo He dan pengikut yang lain hanya bisa mengikuti percakapan antara Murong Yun Hua dan Guang Yong Kwang dengan hati berdebar. Tidak sedikit di antara mereka yang sempat terkilas dalam benaknya, bagaimana jika Murong Yun Hua sedang bermain gila dengan Guang Yong Kwang? Namun pikiran itu dengan segera disingkirkan jauh-jauh. Pengabdian Murong Yun Hua pada Ding Tao sudah tidak perlu diragukan lagi. Pertanyaan Murong Yun Hua juga masih bergaung dalam benak mereka. Terkoyak antara rasa percaya dan juga ragu, mereka hanya mampu memandangi kejadian demi kejadian. "Apakah akan kita mulai sekarang?", tanya Murong Yun Hua dengan senyumannya yang menggoda. "Baik, silahkan dimulai.", jawab Guang Yong Kwang pendek. Murong Yun Hua dan gadis-gadis yang mengikutinya terlihat jelas sudah siap, hanya dengan satu anggukan kepala salah seorang pelayan pribadinya maju ke depan. Pelayan tersebut membawa sebuah tempat kocokan dadu, segera setelah dia sampai di depan dia segera mulai memutar mangkuk dadunya. Murong Yun Hua masih dengan senyum memikatnya bertanya.   "Baiklah Ketua Guang Yong Kwang memilih nilai kecil atau besar?" "Besar", jawab Guang Yong Kwang dengan yakin. Gadis pelayan itu pun memutar mangkuk dadu beberapa kali lagi sebelum kemudian dia meletakkan mangkuk di meja.Sejak melihat munculnya gadis pelayan itu, keraguan Bo He dan beberapa orang lain yang cukup jeli melihat, terhadap Murong Yun Hua dengan segera lenyap. Tinggal rasa cemas, apakah Murong Yun Hua benar-benar memiliki rencana untuk menyelamatkan Partai Pedang Keadilan dan apakah rencananya itu akan berhasil. Tentu saja bukan tanpa alasan keraguan mereka lenyap seketika saat melihat gadis pemegang mangkuk dadu itu. Alasannya tidak lain tidak bukan, adalah karena mereka mengenal siapa gadis pembawa mangkuk dadu itu. Shu Lin nama gadis itu, tentu saja dia bukan gadis pelayan, dia adalah salah satu pengikut Partai Pedang Keadilan. Sebelum bergabung, Shu Lin ini bekerja di salah satu rumah judi di daerah Chang Sha. Dari sini bisa dilihat bahwa Murong Yun Hua tentu sudah memiliki rencana sendiri. Dengan membawa Shu Lin sebagai gadis pelayan pribadinya, setidaknya Murong Yun Hua sudah menang satu langkah terhadap Guang Yong Kwang, karena dengan keahlian Shu Lin memainkan dadu, hampir bisa dipastikan nilai dadu yang keluar akan menguntungkan Murong Yun Hua. Jika Murong Yun Hua bisa menentukan bentuk pertandingan yang pertama, maka kemungkinan besar mereka akan dapat memenangkan pertandingan pertama. Setidaknya Murong Yun Hua dapat memilih bentuk pertandingan yang menguntungkan pihak mereka. Hanya saja apakah dengan kecerdikan Murong Yun Hua, Partai Pedang Keadilan dapat mengalahkan orang-orang dari Kunlun yang lebih kuat? Shu Lin membuka mangkuk dadu dan Guang Yong Kwang serta Murong Yun Hua, bersama-sama maju ke depan untuk melihat hasilnya. "Kecil!", seru Murong Yun Hua sambil bertepun tangan dengan gembira, seakan-akan dia juga ikut menantikan dengan tegang hasil kocokan dadu Shu Lin. Guang Yong Kwang yang masih merasa di atas angin pun tersenyum saja, siapa yang tidak senang melihat seorang wanita cantik tersenyum dan bergembira? Lagipula Guang Yong Kwang merasa yakin dengan dirinya sendiri. Buktinya dia sudah berani datang ke pusat Partai Pedang Keadilan dan mengajak bertemu Ding Tao. Apalagi sekarang ternyata Ding Tao berhalangan untuk hadir, keyakinan Guang Yong Kwang jadi berlipat-lipat. Sebelum dia datang, dia sudah mengadakan penyelidikan dan dia yakin kecuali Ding Tao tidak ada orang lain yang perlu dia kuatirkan. 12 orang yang dia ajak pun bukanlah orang sembarangan, mereka ini memang tidak memiliki nama di dunia persilatan. Tapi bukan berarti mereka tidak memiliki keahlian, justru mereka inilah orang-orang pilihan yang keberadaannya disembunyikan Kunlun dari dunia luar. Bukan pula berarti mereka hanya diam dan berlatih tanpa memiliki pengalaman di dunia nyata. Kenyataannya setiap orang dari 12 orang ini sudah pernah menumpahkan darah orang yang cukup ternama. Hanya saja mereka melakukannya dengan diam-diam. Dengan perhitungan tersebut, Guang Yong Kwang tidak perlu merasa kuatir akan kalah dalam pertaruhan ini. "Rupanya keberuntungan berpihak pada nyonya, silahkan, pertandingan seperti apa yang nyonya mau?", ujar Guang Yong Kwang dengan sopan. "Hmm orang bilang, seni bela diri tidak ubahnya seni perang, mengatur tangan dan kaki tidak ubahnya mengatur pasukan untuk menyerang dan bertahan. Dan permainan catur (Xiang Qi) adalah permainan yang mampu mewakili kerumitannya. Mengatur wilayah, beradu kecerdikan, tahu bertahan, tahu pula kapan menyerang. Jadi untuk pertandingan pertama ini, biarlah aku mengajukan tanding catur, karena permainan ini mewakili ilmu bela diri dari sisi strategi tanpa harus menggunakan badan dan beresiko menumpahkan darah.", ujar Murong Yun Hua setelah diam beberapa lama, berpura-pura berpikir sebelum mengambil keputusan. Tentu saja aksinya itu ditanggapi Guang Yong Kwang dengan setengah percaya setengah tidak. Bagaimanapun juga Guang Yong Kwang tahu di pihak mana Murong Yun Hua berdiri. Tapi Guang Yong Kwang tidak mengajukan keberatan. Pertama karena alasan Murong Yun Hua memang tepat dan sesuai dengan aturan yang sudah mereka sepakati sebelumnya. Yang kedua karena di antara orang yang dibawanya ada seorang yang jago bermain catur. Orang-orang dari Partai Pedang Keadilan sendiri mulai tumbuh harapannya. Mengikuti percakapan Murong Yun Hua dan Guang Yong Kwang. Kemudian melihat bagaimana Murong Yun Hua memiliki kesempatan, setidaknya dua kali untuk menentukan bentuk pertandingan. Dan melihat pula bentuk pertandingan yang dipilih Murong Yun Hua, maka mata mereka pun terbuka dan sadar bahwa masih ada cara untuk lolos dari ancaman yang ditimbulkan orang-orang Kunlun.Jika tadinya mereka seperti menghadapi jalan buntu, di mana pilihan yang ada hanyalah menyerah atau bertarung tapi kalah. Sekarang mereka dengan kagum berpikir, kenapa tidak terpikirkan cara diplomatis yang dipakai Murong Yun Hua? Kunlun memakai alasan untuk menghindarkan bentrokan dan mengurangi jatuhnya korban pada pertemuan Wulin Mengzhu. Murong Yun Hua dengan luwesnya, menerima alasan Kunlun yang dibuat-buat sebagai kebenaran, tapi kemudian berbalik menggunakan alasan yang sama, untuk mengajukan bentuk pertandingan yang tidak mengandalkan kekuatan. Dengan cara ini, Partai Pedang Keadilan yang tadinya berada di bawah angin, karena orang-orang terkuatnya sedang tidak ada, sedikit banyak berhasil menyeimbangkan keadaan. Rasa hormat dan kagum mereka pada Murong Yun Hua jadi bertambah. Guang Yong Kwang sendiri juga mulai sadar, bahwa dirinya sudah terseret oleh permainan Murong Yun Hua. Dia maju untuk menundukkan Partai Pedang Keadilan dengan membawa kelebihan-kelebihan dalam hal ilmu bela diri untuk menunjang kemenangannya, bersiap untuk menggunakan cara keras atau setidaknya menggunakan kekuatannya itu untuk mengancam pihak Partai Pedang Keadilan. Tapi permainan kata Murong Yun Hua sudah membuat dia terlena dan menyetujui bentuk yang berbeda untuk menentukan kalah dan menang. Sambil menggigit bibir dia memaksa diri untuk tertawa, meski terasa getir dalam dadanya. "Baiklah, pilihan yang tepat, catur memang jenis permainan tanpa resiko tapi juga mampu mewakili salah satu sisi dari sebuah pertarungan. Dari pihakku aku akan mengajukan Deng Zhi, dia adalah salah seorang ahli catur dari Kunlun. Bagaimana dengan Partai Pedang Keadilan, siapa yang akan maju?", ujar Guang Yong Kwang. Orang yang bernama Deng Zhi pun segera maju ke depan saat dia mendengar Guang Yong Kwang menyebut namanya. Sejak Murong Yun Hua mengajukan bentuk pertandingan pertama, dia sudah tahu bahwa dialah yang akan diperintahkan untuk maju. Sementara Murong Yun Hua terlihat berpikir, pandangan matanya mengitari mereka semua yang ada dalam ruangan. Dua orang pelayannya sedang mengatur meja dan kursi untuk kedua orang pemain. Seorang yang lain sudah pergi meninggalkan ruangan untuk mengambil papan dan buah catur. Sambil mengetuk-ngetuk dagunya yang runcing dengan jarinya yang lentik, Murong Yun Hua akhirnya menjawab, "Seandainya Penasehat Chou Liang ada di sini, kukira dialah sepantasnya maju mewakili kami Namun karena dia berhalangan biarlah aku yang maju mewakili pihak kami dalam pertandingan ini. Akhir-akhir ini aku sudah banyak belajar dari Penasehat Chou Liang mengenai permainan catur."   Berkilat mata Deng Zhi mendengar hal ini, dalam banyak kebudayaan seringkali kaum wanita dipandang sebagai makhluk yang lebih lemah, cenderung mendengarkan perasaan daripada logika dan keberadaannya tidak lebih daripada menjadi pendukung kaum pria.   Padahal dalam setiap sejarah satu bangsa, selalu saja ada sosok pahlawan wanita yang menonjol dan tidak kalah dengan kaum pria.   Tapi seringkali kebanyakan kaum pria tidak juga belajar dari sejarah dan meremehkan kaum wanita.   Deng Zhi yang jago catur pun tidak luput dari kelemahan ini.   Tidak menunggu lama satu set papan catur sudah diletakkan di atas meja.   Buah catur sudah tersusun rapi di atasnya.   Deng Zhi memegang sisi warna hitam sedang Murong Yun Hua memegang warna merah.   Kedua lawan sudah duduk di kursi dan permainan dimulai oleh Murong Yun Hua.   Tidak ada keraguan dan tidak butuh waktu lama saat Murong Yun Hua menggerakkan buah caturnya yang pertama.   Deng Zhi pun dengan cepat melakukan langkah kedua.   Dibalas dengan cepat pula oleh Murong Yun Hua, dalam waktu singkat kedua pemain sudah melewati tahap pembukaan awal.   Deng Zhi yang sempat sedikit kuatir dengan keyakinan Murong Yun Hua akan permainan caturnya, mulai menampakkan senyum mengejek di wajah.   Meskipun hanya berupa seulas senyum, bagi mereka yang melihatnya, inilah tanda bahwa Deng Zhi sudah yakin bahwa kemenangan akan ada di tangannya.   Murong Yun Hua yang bergerak lebih dulu, menyerang lawan dengan agresif, prajuritnya dengan cepat menyeberangi sungai.   Sayang rupanya Murong Yun Hua terlalu terburu-buru melangkahkan prajuritnya maju ke depan.   Akibatnya 2 prajuritnya terambil oleh lawan, dan Murong Yun Hua pun dengan cepat mengirim kuda dan kereta untuk maju menyelamatkan sisanya.   Tapi sekarang Murong Yun Hua menghadapi masalah lain, prajuritnya yang berhasil menyeberang sungai sudah selamat, kedudukannya di seberang sungai cukup aman.   Masalahnya dengan hampir seluruh buah caturnya di seberang sungai, di daerah pertahanan hanya tersisa buah catur yang memang tidak bisa menyerang ke depan.   Pedang Angin Berbisik Karya Han Meng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Deng Zhi dengan cerdik memanfaatkan hal ini dan menyerang lubang-lubang pertahanan yang ada.   Salah satu buah caturnya, sebuah kereta perang menyusup masuk dan mengancam raja milik Murong Yun Hua.   Meskipun keadaan sudah kritis, Murong Yun Hua tidak juga menurunkan kecepatannya dalam mengambil keputusan.   Berbeda dengan Deng Xhi yang mulai berhati-hati dan berpikir panjang sebelum melakukan gerakan, setelah melewati tahap awal.   Melihat hal itu tanpa sengaja salah seorang pelayan pribadinya mengeluh dan berujar.   "Nyonya, kenapa tidak berhati-hati dalam bermain. Sebelum bergerak seharusnya nyonya waktu untuk berpikir. Jika tidak nyonya akan sering mengambil keputusan yang salah. Bukankah Penasihat Chou Liang pernah menasihati nyonya demikian?"   Saat itu giliran bergerak sudah kembali pada Deng Zhi, ancaman pada raja dengan cepat digagalkan oleh Murong Yun Hua dengan mengorbankan salah satu gajahnya.   Deng Zhi yang mendengar hal itu hanya tertawa menghina dalam hati, di luaran dia berpura-pura sedang memikirkan strategi permainan.   Murong Yun Hua yang mendengar masihat pelayan pribadinya, menengok lalu menjawab dengan lembut.   "Siauw Hoa, apakah kamu tidak mengerti? Permainan catur ini aku ajukan, sebagai pengganti pertandingan pedang. Jika kau bermain pedang, apakah lawanmu akan memberi waktu bagimu untuk berpikir? Apakah pedang lawan yang bergerak untuk menusuk, akan menunggu sampai dirimu mengambil keputusan sebelum dia benar-benar menusuk?"   Sambil tersenyum lembut dan dengan nada seperti seorang tua yang mendidik anaknya dia melanjutkan.   "Itu sebabnya setiap kali giliranku bergerak, aku pun bergerak dengan cepat. Selayaknya seorang yang bertanding dengan pedang." "Tapi lawan tidak berlaku demikian, mengapa nyonya tetap saja berlaku demikian.", sahut pelayannya dengan kesal. "Diamlah Siauw Hoa.", tegur Murong Yun Hua dengan nada yang tegas, meskipun suaranya tetap lembut terdengar dan tidak menaikkan suara. Ditegur oleh Murong Yun Hua, Siauw Hoa pun menunduk terdiam, meskipu di wajahnya jelas masih merasa penasaran. Murong Yun Hua melirik sekilas dan melihat rasa penasaran di wajah Siauw Hoa. "Siauw Hoa, setiap orang memiliki pertimbangannya masing-masing. Pertimbangan siapa yang benar dan pertimbangan siapa yang salah, tidak mudah untuk ditentukan. Dalamnya lautan bisa diukur, hati orang siapa yang tahu? Karena itu aku berprinsip, untuk tidak menghakimi kelakuan orang lain, tapi lebih baik dengan cermat mewaspadai sikap hati kita sendiri. Sudahkah kita berpikir, merasa dan berlaku dengan sebenar mungkin? Seadil mungkin dan sebisa mungkin mengikuti jalan yang menjunjung tinggi kehormatan dan kegagahan."   Mendengar penjelasan Murong Yun Hua, Siauw Hoa hanya bisa mengangguk perlahan dengan wajah menyesali keadaan.   Jawaban Murong Yun Hua mampu membuat kepala orang-orang Partai Pedang Keadilan yang menyaksikan pertandingan catur itu terangkat ke atas.   Meskipun dalam hati mereka merasa khawatir bahwa Murong Yun Hua akan kalah dalam pertandingan catur itu, namun jawaban Murong Yun Hua yang gagah membuat mereka pun merasa bangga.   Sebaliknya wajah orang-orang Kunlun jadi sedikit bersemu merah, mereka yang awalnya merasa berbesar hati melihat keunggulan Deng Zhi dalam bermain catur, sekarang berbalik merasa malu.   Dunia persilatan didirikan di atas dasar kegagahan dan kehormatan, tidak jarang nama baik dan sikap-sikap kepahlawanan lebih berarti daripada kemenangan.   Keunggulan Deng Zhi berupa beberapa buah biji catur, tentu saja tidak sebanding dengan kegagahan yang ditunjukkan oleh cara Murong Yun Hua menyikapi pertandingan catur tersebut.   Dengan wajah memerah Deng Zhi pun menggerakkan buah caturnya tanpa menyelesaikan lebih dulu rencana yang sedang dia susun dalam benaknya.   Murong Yun Hua tidak mengubah gaya permainannya, segera setelah Deng Zhi selesai menggerakkan biji caturnya, Murong Yun Hua dengan cepat dan tegas mengambil langkah balasan.   Permainan pun berjalan dengan cepat, karena sekarang bukan hanya Murong Yun Hua yang mengambil keputusan dan menggerakkan buah caturnya dengan cepat.   Deng Zhi pun melakukan hal yang sama.   Tapi baru beberapa langkah permainan itu berlangsung dengan cara demikian, wajah Deng Zhi yang tadinya merah oleh rasa malu, berubah menjadi pucat oleh rasa terkejut.   Hatinya dicekap oleh rasa takut.   Bagaimana tidak? Jika tadinya dia berpikir sudah berada di atas angin, setelah berjalan beberapa langkah lebih jauh barulah dia sadar bahwa Murong Yun Hua yang bermain dengan cepat bukan berarti bermain tanpa rencana.   Pertahanan di daerah Murong Yun Hua sepertinya terbuka dengan kematian salah satu gajahnya dan posisi prajuritnya yang sudah terlanjur jauh di daerah lawan.   Tapi lubang yang menganga itu tidak lebih dari sebuah jebakan.   Kereta perang Deng Zhi yang masuk ke daerah Murong Yun Hua, tiba-tiba terjebak jalan mundurnya oleh prajurit-prajurit Murong Yun Hua yang bergerak ke samping, didukung oleh pergerakan kuda menutup jalan mundur kereta perang Deng Zhi, di pihak lain kereta perang Murong Yun Hua ditarik ke belakang dan mengancam kereta perang Deng Zhi.   Bahkan raja dan penasehat pun ditempatkan sedemikian rupa sehingga kedua kereta perang Deng Zhi berada di posisi yang sulit.   Perkembangan ini di luar dugaan Deng Zhi, sehingga sebenarnya dia butuh waktu beberapa lama untuk menganalisa situasi dan memikirkan ulang rencana permainannya.   Namun perkataan yang dikeluarkan Murong Yun Hua sebelumnya, membuat dia mati kutu.   Terselip satu kecurigaan dalam hati Deng Zhi, jangan-jangan pelayan yang bernama Siauw Hoa tadi mengeluh dan menasihati Murong Yun Hua dengan sengaja.   Dengan sengaja memberi peluang pada Murong Yun Hua untuk mengeluarkan kata-kata yang membuat dirinya terpaksa harus bermain dengan cepat, jika tidak nama baik dan reputasinya bisa rusak.   Malu, karena kalah gagah dengan seorang wanita.   Berbagai macam pikiran dan dugaan pun berkelabatan di benak Deng Zhi, pada langkah ke berapa, Siauw Hoa mengeluh tadi? Seperti apa kedudukan tiap-tiap biji catur pada waktu itu? Jangan-jangan, bahkan pemilihan waktunya pun disesuaikan dengan kedudukan biji-biji catur miliknya.   Jangan-jangan, Siauw Hoa memancing perkataan Murong Yun Hua, tepat di saat Deng Zhi sudah jatuh dalam perangkap permainan catur Murong Yun Hua.   Apakah benar demikian? Entah benar atau tidak, tapi seharusnya Deng Zhi lebih berfokus pada permainannya daripada menyesali kesalahan di waktu yang lalu.   Permainan berlangsung dengan cepat, hanya orang dengan konsentrasi yang tinggi yang bisa mengambil keputusan dengan tepat.   Bercabangnya pikiran Deng Zhi hanya membuat dia semakin banyak melakukan kesalahan, semakin bertumpuk penyesalan dan akhirnya semakin ketat hal itu membelenggu pikirannya untuk bekerja dengan tenang.   Jika benar Murong Yun Hua merencanakan itu semua, maka bisa dikatakan Deng Zhi sudah kalah sebelum dia mulai bertanding.   Diawali dengan memanfaatkan kedudukan wanita yang dianggap lebih lemah dari kaum pria, Murong Yun Hua membuat lawan memandang remeh dirinya.   Cara dia menggerakkan biji caturnya yang berakibat hilangnya beberapa prajurit dan satu gajah semakin menguatkan kesan ini.   Di lain pihak, dia menyiapkan perangkap bagi Deng Zhi dan pukulan terakhir adalah komentarnya atas pertanyaan Siauw Hoa yang dilakukan tepat saat perangkap sudah siap dan Deng Zhi sudah memakan umpannya.   Bagaimanapun juga untuk menyiapkan perangkap itu, Murong Yun Hua harus mengorbankan beberapa biji caturnya.   Seandainya Deng Zhi punya waktu untuk berpikir, dengan mudah dia akan dapat meloloskan diri dari perangkap Murong Yun Hua dengan mengantongi keunggulan beberapa biji catur.   Tapi justru di saat itu, Deng Zhi dibuat tidak sempat berpikir ulang dengan tenang.   Biji-biji catur Murong Yun Hua bergerak dengan telengas dan tanpa ampun.   Guang Yong Kwang bukan ahli catur, namun dia seorang petarung yang berpengalaman.   Tanpa melihat papan catur pun, dia sudah bisa melihat kekalahan di pihaknya.   Murong Yun Hua bergerak dengan penuh energi dan semangat, tepat di saat moral Deng Zhi hancur berantakan.   Di akhir-akhir permainan Deng Zhi pun akhirnya melupakan gengsi dan berpikir dengan keras dan lama sebelum dia menggerakkan biji caturnya.   Namun kerusakan yang diakibatkan sudah terlalu parah dan selama apapun dia berpikir, Deng Zhi tidak melihat jalan untuk membalikkan keadaan.   Melihat tidak ada jalan untuk menang, dengan nelangsa Deng Zhi memandang sekilas ke arah Guang Yong Kwang.   Pandangan mata Deng Zhi begitu mengenaskan, dengan mudah Guang Yong Kwang mengartikan pandangan Deng Zhi yang sekilas itu.   Dengan menggigit bibir, Guang Yong Kwang pun berkata dingin.   "Pertandingan pertama ini sudah cukup, tidak perlu dilanjutkan lebih jauh lagi, kami sudah kalah."   Perkataan Guang Yong Kwang itu tentu saja disambut dengan sorakan gembira, terutama dari gadis-gadis pelayan pribadi Murong Yun Hua yang ikut tegang menyaksikan pertandingan catur antara Murong Yun Hua dengan Deng Zhi.   Lebih menegangkan bagi mereka yang tidak memahami pertandingan yang mereka saksikan dan hanya bisa merasakan ketegangan antara dua pemain itu.   Tapi permainan itu memang begitu menegangkan bagi orang-orang Partai Pedang Keadilan, hingga bukan hanya gadis-gadis remaja itu saja yang bersorak, beberapa orang dari para penjaga pun ikut bersorak.   Murong Yun Hua pun berbatuk kecil sambil melontarkan pandangan mengingatkan pada mereka semua.   Dengan wajah memerah oleh rasa malu, mereka berhenti bersorak dan menundukkan kepala, meskipun kemudian, ketika Murong Yun Hua tidak lagi melihat, diam-diam mereka berbisik-bisik membicarakan kemenangan Murong Yun hua dengan teman di sebelahnya.   Setelah memperingatkan orang-orangnya untuk tidak bersorak atas kekalahan lawan, Murong Yun Hua segera berbalik dan mengangguk hormat pada lawannya dan pada Guang Yong Kwang, suaranya yang merdu berusaha menghibur lawan yang kalah.   "Ah hanya keberuntungan seorang pemula." "Terima kasih Kakak Deng Zhi, sudah memberi muka pada kami sebagai tuan rumah dan banyak memberikan kelonggaran dalam permainan tadi. Jika tidak tentu aku sudah kalah dalam permainan tadi.", ujar Murong Yun Hua pada Deng Zhi yang wajahnya pucat seperti baru saja ditebas lawan dengan pedang. Deng Zhi hanya bisa menggeleng dengan lemah, kemudian setelah memberi hormat dia mundur kembali ke tempatnya dalam barisan Kunlun tanpa berani mengucapkan sepatah katapun. Wajah Guang Yong Kwang sudah tidak secerah tadi, tapi tidak mungkin pula bagi dirinya untuk marah-marah saat ini. Ada kewibawaan sebagai ketua dari Partai Kunlun yang harus dia jaga. Tidak mungkin dia mengakui bahwa dia sudah terjebak oleh permainan kata Murong Yun Hua. Tidak bisa pula dia menarik mundur kesepakatannya dengan Murong Yun Hua. Satu- satunya jalan hanyalah meneruskan pertandingan dan memenangkan dua pertandingan yang tersisa. "Nyonya terlalu rendah hati, sudah jelas nyonya seorang ahli dalam bermain catur. Deng Zhi sama sekali bukan tandingan nyonya. Sesuai dengan kesepakatan kita, itu artinya, sekarang giliran kami yang menentukan bentuk pertandingan yang kedua.", ujar Guang Yong Kwang dengan senyum di wajahnya, meskipun hatinya sudah tidak sehangat tadi. "Ketua terlalu memuji, tapi terima kasih buat pujian ketua. Tentu saja, sekarang giliran ketua untuk mengajukan bentuk pertandingan yang kedua. Pertandingan macam apa yang Ketua Guang Yong Kwang kehendaki?", tanya Murong Yun Hua tanpa lupa menyertakan senyum manisnya. Guang Yong Kwang berpikir dengan dahi berkerut, semakin lama dia berpikir, semakin dia sadar bahwa dia sudah terjebak dengan ide Murong Yun Hua yang sudah dia setujui itu. Ketika dia membuat rencana untuk menaklukkan Partai Pedang Keadilan, dia sudah bersiap untuk melakukannya lewat kekuatan. Nmaun sekarang persiapannya itu berbalik jadi kelemahan, karena salah satu syarat yang dia sepakati bersama Murong Yun Hua menyatakan bahwa pertandingan yang dilakukan tidak boleh sampai melukai salah satu dari pihak yang bertanding. Cukup lama dia berpikir, sebelum akhirnya dia mengambil keputusan.   "Nyonya, kudengar Partai Pedang Keadilan menciptakan satu ilmu barisan untuk menahan lawan. Untuk pertandingan kedua ini, baiklah kalian mengepung diriku dengan barisan itu." "Jika kalian dapat menahan agar aku tidak dapat keluar dari kepungan berarti kalian menang. Sebaliknya jika aku berhasil lolos dari barisan kalian, berarti aku yang menang. Untuk mencegah agar tidak ada pihak yang terluka, semuanya ini dilakukan tanpa melakukan serangan pada lawan, hanya dengan mengandalkan olah gerak tubuh saja. Siapapun yang bergerak dan gerakannya itu membentur tubuh lawan, maka dia dianggap kalah, dengan cara ini maka yang diadu sungguh-sungguh adalah kecepatan dan ketepatan berpikir dan bergerak. Masing-masing pihak tidak dapat menggunakan tenaga untuk mengalahkan lawan."   Murong Yun Hua dengan cepat menjawab.   "Bagus, sungguh cara yang bagus. Tidak salah, memang beberapa waktu yang lalu, tokoh-tokoh Partai Pedang Keadilan memang sempat berkumpul bersama untuk menciptakan ilmu barisan. Tapi tentu saja, sulit dibandingkan dengan ilmu barisan yang diciptakan tokoh-tokoh besar di masa lampau, semoga kepandaian kami tidak terlalu mengecewakan."   Mendengar jawaban ini, Bo He mengerutkan alis, kemudian dengan berbisik dia menyampaikan sesuatu pada salah seorang gadis pelayan pribadi Murong Yun Hua.   Selesai Bo He berbisik, gadis itu cepat-cepat menghampiri Murong Yun Hua dan berbisik di telinganya.   "Nyonya, Tuan Bo He bertanya, jika tidak ada batas waktu yang ditentukan, bukankah akan merugikan pihak kita? Karena Ketua Guang Yong Kwang tidak akan pernah bisa dikatakan kalah selama dia belum mengaku kalah.", bisik gadis pelayan itu pada Murong Yun Hua.    Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH Si Rase Hitam Karya Chin Yung Alap Alap Laut Kidul Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini