Ceritasilat Novel Online

Pedang Angin Berbisik 7


Pedang Angin Berbisik Karya Han Meng Bagian 7


Pedang Angin Berbisik Karya dari Han Meng   Yang terpikir olehnya adalah keselamatan Ding Tao saat ditinggalkan.   Cepat-cepat gadis itu kembali, kali ini disiapkannya selimut tebal di lantai, di bagian yang tersembunyi oleh pembaringannya yang besar.   Tubuh Ding Tao yang sudah dinaikkan ke atas, diturunkannya ke sana, diaturnya barang-barang lalu diperiksanya dari arah pintu.   Setelah puas dengan hasil kerjanya barulah gadis itu pergi meninggalkan ruangan, hendak menuju ke bangunan tempat tabib itu tinggal.   Dia tidak berani berjalan dengan terang-terangan, karena teringat orang yang menyerang Ding Tao bisa jadi masih berkeliaran.   Bersembunyi dalam bayang-bayang gadis yang pemberani ini mengendap perlahan namun pasti.   Langkahnya tiba-tiba terhenti saat dilihatnya dua sosok berbaju dan berkedok hitam sedang berhadapan dan mempercakapkan sesuatu.   Lamat-lamat terdengarlah percakapan mereka.   Semakin lama mendengarkan semakin pucat wajah gadis itu.   Baju hitam, kedok hitam, di malam yang gelap, apa ada orang berpikiran lurus bakal melakukan hal itu? Yang jelas apapun yang hendak mereka lakukan, keduanya menimbulkan kecurigaan orang yang memergokinya.   Betapa kaget Huang Ying Ying, saat mereka menyinggung-nyinggung nama ayahnya.   Lebih pucat lagi wajahnya saat melihat adegan yag sudah kita ketahui dalam bab sebelumnya.   Tanpa banyak bertanya, gadis ini bisa membayangkan apa yang sebenarnya terjadi.   Meskipun hatinya memberontak dan belum bisa menerima kenyataan yang ada di hadapannya, gadis itu tidak membuang-buang waktu untuk kembali ke kamarnya.   Ding Tao berada dalam bahaya dan tidak ada seorangpun di rumah itu yang bisa dipercayainya untuk menolong pemuda pujaannya itu.   Begitu sampai di dalam kamar ditutupnya pintu rapat-rapat, dengan jantung berdebaran dia bersandar di balik pintu.   Matanya berkeliaran dengan liar, menjelajahi setiap sudut kamarnya.   Sudah belasan tahun dia tinggal di kamar yang sama.   Perubahan kecil dan besar dia lakukan, setiap apa yang ada di dalam kamar itu dia kenal benar, tapi kali ini matanya memandang lewat sudut pandang yang berbeda.   Di mana dia bisa menyembunyikan Ding Tao dengan aman? Di bawah tempat tidurnya? Di balik pemisah ruangan dari ukiran kayu tempat dia berganti pakaian? Atau di ruang sebelah, sebuah tempat dengan bak yang besar tempat dia mandi dan membersihkan diri? Kamar Huang Ying Ying sangatlah luas.   Dalam kamar seorang gadis sudah wajar jika ada pula lemari besar yang berisi pakaian.   Jika kamarnya demikian luas, lemari pakaian gadis itu pun sepadan dengan luas kamarnya.   Segala macam kain dengan berbagai macam warna bisa ditemukan di situ.   Dari jahitan penjahit di sebelah utara kota, sampai penjahit yang tinggal di selatan kota ada juga di sana.   Di antara helai-helai kain dan baju yang bergantungan itulah Ding Tao menghabiskan waktunya, pingsan dengan tenangnya sementara di luar ratusan orang mengubek-ubek segala penjuru untuk mencari dirinya.   Luka pemuda ini sebenarnya cukup parah, beruntung hawa murninya sudah cukup mapan dan Zhang Zhiyi pun belum begitu menguasai ilmu pukulan yang digunakannya.   Nafasnya tersengal-sengal, bahkan dalam tidurnya yang pulas oleh obat tidur pun pemuda itu masih sering menyeringai kesakitan.   Huang Ying Ying yang merasa khawatir oleh keadaan pemuda itu hanya bisa menyeka bagian-bagian tubuhnya yang ternoda darah.   Dia mengatur kain-kain tebal supaya pemuda itu dapat berbaring dengan sehangat dan senyaman mungkin.   Untuk sesaat dipandanginya wajah Ding Tao yang pucat, dengan sapu tangan dia menghapus keringat yang memenuhi dahi pemuda itu.   Tidak berani berlama-lama, gadis itu cepat-cepat menutup lemarinya, dengan hanya menyisakan sedikit celah sebagai lubang udara.   Ketika suara ramai orang melewati depan kamarnya, gadis ini berpura-pura terbangun oleh suara itu.   Dibukanya pintu lalu ia melongokkan kepalanya keluar, menanyai orang-orang yang lewat.   "Paman, ada apa ribut malam-malam begini?" "Ada pembunuhan nona muda!" "Ada yang membunuh Tuan Zhang Zhiyi." "Ada yang mencuri kitab pusaka ayah nona." "Ding Tao pembunuhnya, sekarang dia sedang lari."   Beberapa orang menjawab berbarengan, suara mereka bercampur justru membuat penjelasan mereka tidak jelas, Huang Ying Ying tentu saja sebenarnya sudah mengetahui yang terjadi, bahkan lebih jelas dari mereka yang berbicara, tapi dia berpura-pura kebingungan.   "Paman, bicaralah satu per satu, apa yang sebenarnya terjadi?"   Akhirnya salah seorang dari mereka berusaha menjelaskan dengan runut apa yang sudah didengarnya dari penjelasan Tiong Fa dan Tuan besar Huang Jin.   Sambil mengerutkan alis, Huang Ying Ying berpura-pura kesal, tidak sulit karena hatinya memang sedang penuh rasa khawatir dan juga marah.   Khawatir pada keselamatan Ding Tao, serta marah pada ayah dan keluarganya.   "Apa tidak salah? Apa gunanya bagi Ding Tao untuk melakukan hal itu? Tidak tahukah kalian, baru saja dalam satu pertandingan persahabatan, tidak ada seorang pun jagoan dari keluarga Huang yang mampu mengalahkannya!"   Mereka yang tahu bahwa nona muda mereka ini dekat dengan Ding Tao jadi merasa serba salah. "Soal itu, kami juga tidak mengerti mengapa tidak nona bertanya pada ayah nona saja?"   Sambil membanting kaki nona muda itu pun menjawab.   "Huh, kau kira aku tidak berani menanyakan pada ayahku? Lihat saja, selekasnya aku akan menghadap ayah."   Pintu pun dibanting tertutup, orang-orang saling berpandangan lalu mengangkat bahu. Salah seorang di antara mereka menyeletuk.   "Sebenarnya aku juga merasa ragu, masa Ding Tao bisa berbuat sekeji itu?"   Tiba-tiba pintu kembali dibuka dan kepala Huang Ying Ying muncul di situ, tentu saja mengagetkan semua orang.   "Nah betul itu, kalian sudah kenal Ding Tao belasan tahun, apa dia ada potongan macam maling atau pembunuh?"   Dan secepat kepala itu menongol keluar, secepat itu pula dia menghilang kembali di dalam.   Menghela nafas sambil menggelengkan kepala, mereka yang di luar saling berpandangan sambil tersenyum geli.   Tapi pertanyaan itu ada dalam kepala mereka, bagi mereka yang mengenal dekat pemuda itu, tuduhan Tiong Fa tentu saja sangat tidak sesuai dengan watak Ding Tao yang mereka kenal.   Hanya saja siapa yang berani meragukan perkataan Tiong Fa? Tidak lama waktu yang dihabiskan Huang Ying Ying untuk merapikan diri, dengan bergegas dia pergi untuk menemui ayahnya.   Setiap kali dia bertemu dengan rombongan orang yang mencari Ding Tao, percakapan yang kurang lebih sama terjadi.   Dengan caranya sendiri gadis itu berusaha membersihkan nama pemuda pujaannya.   Tangisannya disimpan rapat-rapat dalam hati, tidak ada yang bisa tahu betapa kalut dan hancur sesungguhnya hati gadis ini.   Kebanggaannya sebagai nona muda keluarga Huang yang terhormat, tokoh aliran lurus yang dikenal akan kejujuran dan keadilannya, sekarang hancur berkeping-keping.   Lebih-lebih lagi, adalah pemuda yang dia kasihi yang sudah menjadi korban fitnah dan kekejian mereka.   Langkahnya yang cepat membawa dia menemui ayahnya yang sedang berunding dan memberi jawab pada orang-orang yang datang untuk bertanya.   Ketika melihat gadis itu, semua orang yang di sana terdiam.   Ayahnya berjalan mendekati dengan raut sedih.   Diraihnya puteri kesayangannya itu lalu dipeluknya, seperti ketika dia masih kecil.   Tanpa terasa air mata meleleh dari kedua bola mata Huang Ying Ying yang bening.   Terisak-isak, dia menumpahkan segala perasaannya dalam dekapan ayah, yang masih dikasihinya, siapapun dia, apapun yang sudah dilakukan.   Perasaan kasih yang tertanam bertahun-tahun lamanya tidak bisa dihilangkan begitu saja.   Semua yang menyaksikan, tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya ada dalam hati gadis itu.   "Ayah ayah apakah benar kata orang?", sambil terisak dia bertanya, dalam hati dia berteriak, memohon ayahnya agar mengatakan yang sejujurnya.   Memperbaiki kerusakan yang sudah terjadi, sosok ayah yang selalu tampil sebagai penyelamat.   Akankah kali ini kembali tampil sebagai penyelamat? Bisakah ayahnya meluruskan yang salah, ketika itu dilakukan olehnya sendiri? "Nak Ying Ying, hentikan tangismu, dia bukan Ding Tao yang kaukenal dua tahun yang lalu.   Kita semua tidak tahu, apa saja yang dialaminya selama dua tahun itu di luaran." "Tapi ayah ini Ding Tao.   Dia dia dia tidak mungkin sekeji itu.", sambil menjauhkan diri ditatapnya kedua mata ayahnya dalam-dalam.   Tuan besar Huang Jin mengeluh dalam hati, terbayang masa kecil gadis itu, entah berapa kali gadis itu datang padanya dengan mata basah seperti sekarang ini dan dia akan selalu bisa membuatnya tersenyum kembali.   Tapi tidak kali ini, dengan sedih orang tua itu menggelengkan kepalanya.   "Saudara Tiong Fa sendiri melihat kejadiannya." "Apakah tidak mungkin salah?" "Apa kau menuduh Paman Tiong Fa berbohong?" "Bagaimana kalau Zhang Zhiyi yang berbohong?" "Kalau begitu mengapa Ding Tao harus lari? Dia bisa menjelaskan kebenarannya pada pamanmu." "Bagaimana kalau Ding Tao khawatir bila Paman Tiong Fa tidak percaya padanya? Terbukti Paman Tiong Fa telah membantu Zhang Zhiyi melawan dirinya?" "Pamanmu sudah menyuruh mereka berhenti berkelahi, tapi Ding Tao yang terus menyerang, bahkan mengambil kesempatan saat Zhang Zhiyi mengendurkan serangan untuk memenuhi permintaan kakekmu, Ding Tao memenggal kepalanya."   Akhirnya gadis itu menggigit bibir dan membanting kaki.   "Aku tidak percaya!" "Ying Ying! Jangan keras kepala!" "Ayah jahat!", teriak gadis itu sambil menyentakkan badannya dari pelukan sang ayah dan berlari kembali ke kamar. Sambil berlari kembali ke kamar, air matanya bercucuran. Habis sudah harapannya, ayahnya tidak akan berbalik dari kesalahannya. Meskipun Huang Ying Ying tidak terlalu mengharapkan hal itu terjadi, tapi sungguh dia berdoa agar hal itu terjadi. Sedikit penghiburan dalam hatinya, dia sudah berhasil menjalankan rencana yang terpenting. Sekarang, tidak akan ada seorangpun yang menyangka bahwa Ding Tao saat ini sudah berada dengan aman di dalam kamarnya. Tuan besar Huang Jin menatap kepergian anak gadisnya dengan muka memerah. Memerah karena marah, marah karena perlawanan anak gadisnya terhadap dirinya sendiri, marah karena terpaksa mengorbankan perasaan anak gadis kesayangannya. Marahnya itu pun akhirnya tertumpah pada Ding Tao dan Gu Tong Dang, jika saja mereka tidak berkeras untuk mengangkangi Pedang Angin Berbisik Dengan menggeram dia memberikan perintah.   "Apa pun yang terjadi, kalian cari anak itu dan bunuh dia di tempat! Tidak perlu membawanya menghadapku." "Baik Tuan Huang.", gumam mereka yang ada di sana. Tidak berani lagi mereka bertanya lebih lanjut, siapa yang mau menanggung murka Tuan besar Huang saat itu? Sungguh malam yang sangat sibuk, seperti sudah diceritakan sebelumnya, orang-orang Tuan besar Huang menjelajahi seluruh Kota Wuling dan untuk beberapa hari ke depan cerita tentang Ding Tao menjadi pembicaraan paling hangat, bukan hanya di Kota Wuling, tapi disebut-sebutnya Pedang Angin Berbisik membuat cerita itu menjadi cerita terhangat dalam dunia persilatan. Nama Ding Tao pun terkenal sebagai jagoan pedang baru dalam dunia persilatan, sayang nama itu juga dikenal sebagai nama seorang tokoh yang tidak kenal budi dan kejam. Tapi untuk sementara kita tidak sibuk mengurusi keramaian di dunia luas, kita harus berfokus pada apa yang terjadi di rumah kediaman keluarga Huang. Bahkan lebih tepatnya lagi, kita berfokus hanya di salah satu bagian dari kediaman keluarga Huang yang sangat luas itu. Yaitu di kamar pribadi nona muda keluarga Huang. Malam itu, setelah bertengkar dengan ayahnya di depan banyak orang, masih ada beberapa hal penting lain yang terjadi. Sesosok bayangan tampak bersembunyi di sudut bangunan, mengamat-amati kamar tempat Huang Ying Ying berada. Saat terlihat nona muda itu berlari menuju ke kamarnya sambil berulang mengusap mata, mengeringkan air mata yang tidak hentinya mengucur, terdengar desahan sedih bayang-bayang itu. Menengok ke kiri dan ke kanan dilihatnya apakah ada orang di sana, keadaan sepi sudah lama orang menghentikan pencarian di bagian itu. Tapi masih juga ditunggunya beberapa lama. Saat orang itu yakin tidak ada orang lain di sekitar tempat itu, dengan sedikit membungkuk dia berlari cepat ke arah Huang Ying Ying yang baru saja hendak membuka pintu kamarnya. "Nona muda Ying, Nona muda Ying.", setengah berbisik, setengah memanggil, bayang-bayang itu ingin memanggil tapi takut juga jika suaranya terdengar orang lain. Terlonjak kaget gadis itu saat tiba-tiba didengarnya suara memanggil. Cepat dia menutup kembali pintu yang baru saja dibuka, sambil bersender di depan pintu dengan suara gemetar dia bertanya.   "Siapa?" "Oh Tabib Shao Yong ada apa? Kau mengagetkanku." "Maaf nona, maafsebentar biar kuatur dulu nafasku.", dengan nafas tersengal tabib yang cukup berumur itu menyandar di tiang dekat pintu kamar Huang Ying Ying. Sembari menunggu nafasnya teratur, matanya melihat ke sana ke mari, mengawasi keadaan di sekitar tempat itu, khawatir ada orang lain yang melihat. Huang Ying Ying yang melihatnya, jadi ikut pula melihat ke kiri dan ke kanan. "Eh Tabib Shao, sebenarnya ada apa?", lenyap sudah tangisnya yang tadi berderai. Maklum sifatnya memang periang jika dia tadi hingga sampai menangis itu karena memang beban yang tidak tertahan. Tapi menghadapi situasi yang unik dari Tabib Shao Yong, tidak urung rasa ingin tahunya lebih menonjol daripada kesedihan sebelumnya dan untuk sementara lupalah gadis itu dengan masalah antara ayah dan pemuda pujaan. Tabib Shao Yong yang sudah tidak tersengal, sekali lagi memandang ke sekeliling tempat itu sebelum berbisik.   "Nona muda, tahukah kau obat apa yang tadi kauberikan pada Ding Tao?"   Dengan perlahan Huang Ying Ying menggeleng, matanya menatap tajam pada Tabit Shao, mengharap penjelasan lebih lanjut. "Menurut nona muda, apakah Ding Tao meminumnya?"   Terdiam sesaat Huang Ying Ying akhirnya dengan ragu-ragu dia menjawab.   "Entahlah Tabib Shao, jika menurut setahuku Ding Tao yang kukenal akan meminum obat itu, tapi Ding Tao yang kukenal juga tidak akan membunuh Zhang Zhiyi apalagi jika alasannya untuk mencuri ilmu pusaka keluarga kami."   Tabib Shao, menggigit bibirnya sebelum dengan muka pucat dan keringat dingin menetes berkata.   "Nona, jika kukatakan bahwa Ding Tao tidak bersalah, akankah nona percaya? Jika kukatakan aku memiliki bukti-buktinya dengan jelas, akankah nona melindungiku?"   Berkilat mata Nona muda Huang.   "Tabib Shao, aku percaya sepenuhnya bahwa Ding Tao tidak bersalah dan jika kau memiliki buktinya, aku akan melakukan apa pun yang ada dalam kemampuanku untuk melindungimu."   Kata-katanya jelas dan tegas, saat dia bersikap demikian, sikapnya tidak kalah berwibawa dari ayahnya. Tabib Shao yang menanggung beban di hatinya merasakan satu kelegaan besar. "Nona, bisakah kita membicarakan ini di dalam kamarmu?"   Dan cepat-cepat dia menambahkan.   "Saya tahu ini permintaan yang tidak sopan, tapi nyawaku mungkin berada dalam bahaya, dan bila aku meneruskan apa yang kuketahui pada nona, bukan tidak mungkin nyawa nona pun akan terancam bahaya."   Tercenung sesaat Huang Ying Ying dengan cepat mengambil keputusan, setelah memastikan tidak ada orang di sekitar situ, ia membuka pintu kamarnya dan menggamit Tabib Shao untuk ikut masuk.   Ketika Tabib Shao hendak menutup pintu kamar, cepat gadis itu mencegahnya.   "Jangan, biarkan saja terbuka." "Cukup paman berdiri menempel di sana, tidak akan terlihat dari luar.", ujarnya sambil menunjuk ke sebuah sisi dalam kamarnya, tidak jauh dari pintu, tapi dari luar tidak terlihat karena terhalang oleh tembok kamar. Tabib Shao mengangguk tanpa banyak memprotes. Melihat Tabib Shao bergerak ke arah yang dia tunjukkan, Huang Ying Ying mengambil jarak, lalu duduk di sebuah kursi yang ada di sana, lalu mengarahkan pandangan matanya keluar, tidak menatap ke arah Tabib Shao. Dari luar tidak terlihat Huang Ying Ying sedang berbicara dengan seseorang di dalam kamarnya. Bila hal itu ketahuan juga atau bila Tabib Shao ternyata berniat jahat, maka pintu yang terbuka maka pintu yang terbuka bisa jadi bukti bahwa Huang Ying Ying tidak melakukan perbuatan yang tercela di sana. Dengan pengaturan yang demikian Huang Ying Ying juga dapat melihat keluar, mengamati keadaan di luar. Dengan suara yang tidak terlalu keras dan pandangan mata ke arah luar Huang Ying Ying bertanya.   "Jadi, apa yang mau kau katakan Tabib Shao?" "Obat yang diminta ayahmu itu, memang baik buat kondisi Ding Tao yang menderita banyak luka luar di tubuhnya. Yang paling penting baginya adalah istirahat yang secukupnya, obat itu akan membuat pernafasannya menjadi longgar, aliran darah yang lancar, tapi juga obat itu akan membuat Ding Tao tertidur dengan pulasnya." "Jadi maksud paman, bila Ding Tao meminum obatnya, maka tidak mungkin dia akan dapat berkeliaran malam-malam dan menyatroni kamar ayahku" "Ya, itulah nona." "Tapi seperti yang kukatakan, Ding Tao yang dulu pasti akan meminum obat yg kuberikan, Ding Tao yang dulu juga tidak akan melakukan kejahatan yang dituduhkan.", berdebar hati Huang Ying Ying, karena Tabib Shao mengatakan bahwa dia memiliki bukti, berarti ada jalan untuk membersihkan nama Ding Tao. Tapi jika itu benar, maka Tabib Shao memegang bukti yang akan menghancurkan nama keluarganya. Tabib Shao menelan ludah beberapa kali sebelum dia menjawab, tanpa terasa tubuhnya sedikit gemetar membayangkan akibat dari apa yang telah dia lakukan.   "Nona ketika aku mendengar apa yang dilakukan Ding Tao. Aku teringat dengan obat yang nona minta dariku, karena merasa penasaran, aku pergi ke kamarnya untuk memeriksa." "Bau obat di kamar itu memastikan bahwa dia telah memasak obatnya, aku periksa ke setipa sudut dan bisa kupastikan obat bukan pula dibuang. Lagipula untuk apa dia memasaknya jika obat itu hendak dibuangnya?" "Hanya itu saja Tabib Shao?" "Bukan nona, bukan hanya itu", terdiam ragu Tabib Shao, haruskah dia meneruskan penjelasannya? "Lalu, lanjutkan keteranganmu Tabib Shao." "Sebenarnya saat aku sampai di kamar Ding Tao, bukan masalah obat yang menarik perhatian pertamaku. Tapi ceceran darah di lantai, tempat tidur yang patah, bekas-bekas orang memeriksa kamar itu."   Meskipun jantung Huang Ying Ying berdebaran, tapi dia berusaha tenang.   "Lalu apa kesimpulan paman, bagaimana hal itu menjadi bukti bahwa Ding Tao tidak bersalah?"   Setelah mengambil nafas dalam-dalam, Tabib Shao melanjutkan.   "Nona muda, kita semua tahu sifat Ding Tao, kejadian malam ini tidak sesuai dengan sifatnya itu. Kemudian ada obat tidur itu, setelah melihat keadaan kamarnya satu gambaran terbentuk dalam pemikiranku." "Jika Ding Tao ini Ding Tao yang kita kenal. Dan apa yang kita lihat sepanjang hari ini, menunjukkan bahwa Ding Tao yang sekarang sama jujur dan setianya dengan Ding Tao dua tahun yang lalu. Ding Tao tentu telah meminum obat yang kuberikan dan tidak lama kemudian dia akan tertidur pulas.Terbukti dari bau obat yang memuhi kamar, bahkan dari ceceran darah itu. Ya, ceceran darah itu sudah kuselidiki pula dan jelas bukan hanya ceceran darah, tapi ada juga bekas-bekas obat yang sudah bercampur dengan asam lambung, ikut tersembur bersama muntahan darah."   Menceritakan penemuannya tanpa terasa Tabib Shao menjadi semakin bersemangat, lupalah sudah tabib tua itu pada ketakutannya.   "Jadi nona lihat, ada cukup banyak bukti yang menunjukkan bahwa Ding Tao tertidur pulas oleh obat itu, lalu apa yang terjadi? Dari patahnya tempat tidur dan dari pola semburan darah yang terlhat berawal dari bagian pembaringan dekat bantal Ding Tao, bisa kubayangkan apa yang terjadi. Seseorang telah memanfaatkan keadaan Ding Tao yang tertidur pulas dan mengirimkan pukulan yang keras ke arah pemuda itu." "Pukulan itu tentu dilambari pula dengan hawa murni, sehingga cukup berat sampai melukai bagian dalam tubuh Ding Tao dan membuat dia menyemburkan darah. Meskipun sudah meminum obat tidur, tapi pukulan itu tentu akan membangunkannya dan mungkin saat itulah, entah dengan cara apa, Ding Tao melarikan diri dari penyerangnya."   Huang Ying Ying yang mendengarkan penjelasan Tabib Shao menjadi semakin tegang, kejadian itu bisa tergambar dengan jelas dalam benaknya.   Ada perasaan bersalah karena dialah yang mengantarkan obat tidur itu pada Ding Tao, ada juga ketakutan bahwa Tabib Shao akan berhasil mengungkap rahasia yang akan menghancurkan nama keluarganya.   Jika demikian, apakah yang harus dia lakukan? Tegakah dia untuk mengkhianati kepercayaan Tabib Shao pada dirinya dan melenyapkan tabib itu? "Tapi satu hal yang pasti nona, bahwa cerita Tuan Tiong Fa adalah cerita bohong.   Kukira, kejadian sebenarnya adalah dia menyusup ke dalam kamar Ding Tao untuk mencuri Pedang Angin Berbisik.   Kemudian Zhang Zhiyi memergokinya sedang mengejar Ding Tao, saat itulah dengan Pedang Angin Berbisik di tangannya Tuan Tiong Fa memenggal kepala Zhang Zhiyi."   Sedikit terengah Tabib Shao bercerita, dipandangnya wajah Huang Ying Ying yang menegang, apakah gadis itu akan percaya pada keterangannya? Dengan tegang dia menanti reaksi dari gadis itu.   "Tabib Shao, sadarkah kau dengan tuduhanmu itu? Lalu bagaimana dengan tercurinya buku pusaka keluarga Huang milik ayah?" "Kukira nona, Tuan Tiong Fa sudah terlebih dahulu mencurinya sebelum pergi ke kamar Ding Tao, atau bisa juga Zhang Zhiyi memergoki dia saat dia keluar dari kamar ayah nona dan bukan saat dia keluar dari kamar Ding Tao.   Meskipun kupikir kemungkinan pertama yang lebih mungkin, karena jika tidak tentu Tuan Tiong Fa tidak akan berani melemparkan kesalahan pada Ding Tao."   Mendengar jawaban Tabib Shao, perlahan-lahan pahamlah gadis ini akan sangkaan dari Tabib Shao itu dan sebagian besar dari ketegangannya menghilang.   Rupanya tabib tua ini tidak menyangka bahwa Tiong Fa melakukan itu semua atas perintah ayahnya.   Dan kalau dipikir baik-baik, memang ini lebih mudah dipercaya daripada kenyataan yang sesungguhnya.   Dihadapkan pada pertentangan antara, kenyataan yang dia lihat di kamar Ding Tao dan pernyataan Tiong Fa, sampailah tabib tua ini pada kesimpulan itu.   Sekarang tabib tua ini menemui dirinya, tentu karena berharap bahwa dia bisa menyampaikan hal itu pada ayahnya.   Sekarang apa yang harus dia lakukan, otak gadis ini berputar keras.   Apa yang diketahui Tabib Shao sangatlah penting bagi Ding Tao.   Jika dia tidak berhati-hati, nyawa tabib tua itu bisa hilang.   Pada saat yang sama gadis itu harus memikirkan nama baik keluarganya.   "Tabib Shao, mengapa tidak kau temui ayah dan menceritakan hal ini?", tanya gadis itu dipicu rasa ingin tahu.   "Masalahnya, ketika aku hendak menemui ayah nona, kulihat Tuan Tiong Fa ada juga di sana.   Menunggu sekian lama, tidak juga Tuan Tiong Fa beranjak dari sisi ayah nona.   Kemudian aku berpikir, bahwasannya Tuan Tiong Fa adalah salah satu orang kepercayaan ayah nona.   Aku takut, keteranganku tidak dipercaya.   Kemudian teringat di antara keluarga Huang, hanya nona yang berlaku sangat baik terhadap Ding Tao, dari dulu hingga sekarang.   Jadi dalam kebingunganku, kuputuskan untuk menemui nona.   Kuharap nona bisa memberi jalan keluar.", jawab tabib tua itu dengan sedih, mengingat situasinya yang serba sulit saat ini.   Lama gadis itu terdiam, saat dia berbicara suaranya terdengar tenang, sebuah rencana sudah terbentuk dalam benaknya, "Tabib Shao apakah kau sempat melihat Kakak Ren Fu? Apakah dia ikut dengan orang-orang lain mencari-cari Ding Tao?" "Terakhir kulihat, kakak nona Huang Ren Fu memimpin sekelompok penjaga, mencari-cari di sekitar kompleks utara."   Nona muda itu berdiri lalu melangkah ke luar, sekali lagi dilihatnya keadaan yang sepi-sepi saja.   Pedang Angin Berbisik Karya Han Meng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Sesudah kelompok yang tadi lewat, tidak ada lagi yg melewati bagian ini untuk kedua kalinya.   Tangannya mengepal, rencana sudah tersusun, seperti orang yang hendak melemparkan dadu dalam sebuah perjudian.   Berhasil atau gagal, menang atau kalah, bahkan hidup atau mati, terkadang hasil akhir dari hal-hal yang penting dalam hidup ini terasa tidak ubahnya seperti perjudian.   Sambil menutup pintu kamar dia berkata pada Tabib Shao.   "Tabib Shao, sebelum aku kembali, jangan buka pintu kamar dan jangan biarkan seorangpun masuk ke dalam, sebisa mungkin biarkan orang berpikir bahwa tidak ada siapa-siapa di dalam." "Sebentar aku akan pergi mencari Kakak Ren Fu dan merundingkan hal ini bersamanya, sementara itu kau periksalah isi lemari pakaianku."   Dadu sudah dilemparkan, tidak ada lagi kesempatan untuk mundur.   Huang Ying Ying menutup pintu kamarnya dan bergegas mencari kakaknya yang dia percayai Huang Ren Fu.   Dua bersaudara ini memang sangat dekat satu dengan yang lain.   6 tahun lamanya Huang Ren Fu menjadi anak bungsu dalam keluarga itu.   Ketika tahu ibunya sedang mengandung anak yang ke-5 bukan main senangnya anak itu.   Akhirnya dia bukan lagi menjadi yang terkecil.   Kakaknya yang sulu Huang Ren Fang, memiliki sifat yang keras pada adik-adiknya.   Bukan jahat, hanya keras, sebagai putera sulung, dia memiliki kesadaran yang tinggi akan aturan keluarga dan hal itu diterapkannya pula pada adik-adiknya.   Anak yang kedua, Huang Ren Yi, sifatnya pendiam, dia lebih suka menyendiri dan membaca buku.   Anak yang ketiga, Huang Ren Ho, orangnya sangat jahil, Huang Ren Fu seringkali dikerjainya, lagipula kakaknya yang ketiga ini lebih suka keluyuran di luar dan bermain dengan teman-teman sebayanya.   Itu sebabnya Huang Ren Fu sangat menantikan kehadiran adiknya, saat yang lahir adalah seorang bayi perempuan yang mungil dan manis, Huang Ren Fu kecil memandangi bayi itu dengan tatapan mata yg penuh rasa kagum dan sayang.   Belum pernah dia melihat makhluk semungil dan semanis itu.   Dalam hati Huang Ren Fu kecil berjanji untuk melindungi dan menjaga adik bungsunya ini.   Tentu saja seluruh keluarga memberikan perhatian dan kasih sayang yang besar pada anak perempuan keluarga Huang yang satu-satunya ini, tapi tidak sebesar Huang Ren Fu.   Sepasang kakak beradik ini pun menjadi sepasang bersaudara yang seperti tidak terpisahkan.   Di mana ada Huang Ying Ying, tentu ada Huang Ren Fu, demikian juga sebaliknya.   Sekarang dalam menghadapi permasalahan yang rumit Huang Ying Ying sadar, dia butuh orang-orang yang akan dapat membantunya.   Kehadiran Tabib Shao telah menyadarkan gadis itu, masalah ini terlalu besar untuk diselesaikannya sendiri tanpa bantuan orang lain dan dia butuh orang-orang yang dapat dipercayainya.   Gadis itupun pergi ke sana ke mari untuk mencari Huang Ren Fu, karena sang kakak sudah tidak ada di kompleks utara.   Bertanya kian ke mari ditelusurinya jejak sang kakak.   Pada saat itu, Tabib Shao yang ditinggal sendirian di kamar Huang Ying Ying sedang terkejut karena mendapati Ding Tao terbaring di dalam lemari pakaian Huang Ying Ying.   Muncul banyak pertanyaan, mengapa Ding Tao bisa berada di sana, tapi dorongan panggilan hidupnya sebagai seorang tabib dengan segera mengambi alih.   Cepat dibukanya baju pemuda itu dan memeriksa luka di dada pemuda itu.   Dengan kening berkerut, dia meraba denyut nadi Ding Tao, kemudian sekali lagi diperiksanya luka-luka pemuda itu.   "Hmmm apakah tinju 7 luka? Siapa yang melukainya? Apakah aku sudah salah sangka?"   Kemudian sambil menggelengkan kepala dia bergumam pada dirinya sendiri.   "Tidak, tidak, keadaan Ding Tao saat ini justru membuktikan kebenaran dugaanku, dia masih tertidur pulas oleh obat itu, meskipun dalam keadaan terluka. Mungkin masalahnya lebih rumit dari dugaanku tapi Ding Tao tidak melakukan yang dituduhkan Tuan Tiong Fa, entah Tuan Tiong Fa membohong dengan kemauan sendiri atau masih ada intrik lain adalah masalah yang berbeda. Bisa juga bahwa ternyata secara diam-diam Tuan Tiong Fa sudah membuat persetujuan dengan pihak luar."   Cepat tabib tua itu mengambil sekantong jarum dari jubahnya yang longgar, dengan gerakan yang cekatan dia menancapkan jarum-jarum itu di tempat tertentu.   Kemudian dikeluarkannya sebotol kecil obat gosok, dengan sabar diurutnya tubuh pemuda itu.   Tidak lama kemudian, nafas Ding Tao sudah jauh lebih teratur.   Melihat itu Tabib Shao menarik nafas lega.   Di tempat yang lain Huang Ying Ying berhasil menemukan kakaknya Huang Ren Fu, setelah berhasil mengajak kakaknya itu untuk berbicara empat mata, dengan terbuka diceritakannya semua yang terjadi tanpa menutupi satu hal pun.   Huang Ren Fu yang mendengar bagaimana para pimpinan keluarga Huang sudah tersangkut paut dengan fitnahan pada diri Ding Tao dan juga usaha pembunuhan terhadap pemuda itu, menjadi pucat wajahnya.   Setelah tercenung beberapa saat lamanya, dengan perlahan dia berkata.   "Sungguh memalukan. Jika kabar ini sampai tersiar keluar, nama keluarga Huang akan hancur seluruhnya. Adik Ying, kita harus berhati-hati dalam masalah ini. Aku sependapat denganmu, kita harus berusaha menolong Ding Tao lolos dari rumah ini dengan selamat. Tapi masalah siapa penyerangnya dan keterlibatan orang-orang keluarga Huang juga tidak boleh sampai tersiar keluar." "Menurut kakak, apakah rencana yang kuceritakan pada kakak tadi mungkin berhasil?" "Hmm, kurasa rencanamu adalah rencana yang terbaik yang bisa kita lakukan. Hasilnya bukan yang terbaik, tapi itu yang terbaik yang bisa kita capai pada situasi saat ini."   Tidak lama kemudian, kakak beradik itu pergi menemui Tabib Shao di kamar Huang Ying Ying.   Ding Tao masih saja tertidur pulas.   Huang Ren Fu kemudian memaparkan sebagian dari rencananya pada Tabib Shao, yang dengan senang hati menerima rencana itu.   Tentu saja, yang diketahui Tabib Shao, hanyalah sebagian saja bahkan hanya kulit luar dari rencana itu.   Karena dugaan Tabib Shao masih jauh dari kenyataan yang sebenarnya, akan tetapi justru dengan memanfaatkan kesalah pahaman inilah Huang Ying Ying mendapatkan jalan keluar bagi masalah yang dia hadapi saat ini.   "Tapi ingat Tabib Shao, tentang keberadaan Ding Tao, janganlah kau katakan pada siapapun, bahkan terhadap ayah."   Alis Tabib Shao sedikit berkerut, keberadaan Ding Tao di kamar gadis itu memang bisa menimbulkan pertanyaan- pertanyaan yang akan menyudutkan gadis itu.   Tapi bukankah justru sebaiknya ayah gadis itu mengetahuinya? Dengan demikian Tuan besar Huang Jin akan dapat mengatur pengaturan yang sebaik-baiknya bagi pemuda itu.   Dengan sedikit ragu Tabib itu mengemukakan pendapatnya.   "Tapi nona, jika Tuan besar Huang Jin sudah menerima laporan dariku, tentu dia akan dapat menimbang yang sebaik-baiknya. Dengan kedudukannya akan lebih mudah bagi ayah nona untuk mengatur pengamanan terhadap Ding Tao yang saat ini masih terluka dalam."   Huang Ren Fu-lah yang menjawab.   "Ada juga bahayanya paman, tidakkah paman tahu bahwa Paman Tiong Fa selama bertahun-tahun ini menjadi orang kepercayaan ayah? Ada dua kemungkinan, ayah kurang percaya dengan uraian Paman Shao, kemudian menyampaikan temuan paman pada Paman Tiong Fa. Meskipun Paman Tiong Fa tidak akan berani menurunkan tangan jahat pada Paman Shao karena akan membangkitkan kecurigaan ayah. Tapi bukan tidak mungkin Paman Tiong Fa akan memiliki siasat untuk menghabisi nyawa Ding Tao yang memang sedang terluka parah." "Mungkin dengan satu cara, dia bisa membuat keadaan Ding Tao menjadi semakin parah lalu seperti meninggal oleh luka- lukanya." "Mungkin juga ayah mempercayai kita sepenuhnya dan tidak membocorkan rahasia ini pada Paman Tiong Fa. Tapi sudah bertahun-tahun Paman Tiong Fa menjadi orang kepercayaan ayah, apakah tidak ada orang-orang kepercayaannya yang sudah diselipkan dalam keluarga kita? Kemungkinan besar ada, tapi ada berapa orang dan siapa orangnya? Paman Shao tahu sendiri, betapa cerdiknya Paman Tiong Fa."   Bergidik Tabib Shao Yong mendengarkan penjelasan Huang Ren Fu, dalam benaknya sudah terbentuk bayangan akan adanya orang-orang jahat bermuka manis, tersebar dalam keluarga Huang dan pimpinannya adalah Tiong Fa, bahkan bukan tidak mungkin Tiong Fa sendiri hanyalah seorang pion.   Teringat temuannya atas luka pukulan yang membuat Ding Tao luka parah.   "Ah, saya jadi teringat, ada sesuatu dengan luka Ding Tao ini.   Luka ini menurut pengamatanku disebabkan oleh Tinju 7 luka mliki Perguruan Kongtong." "Tinju 7 luka?", terangkat alis Huang Ren Fu dan Huang Ying Ying mendengar temuan terbaru dari Tabib Shao.   "Ya, benar, Tinju 7 luka.   Pukulan ini adalah ilmu pukulan khas Perguruan Kongtong, meskipun aku bisa meringankan penderitaan Ding Tao.   Tapi aku kuatir, aku tidak akan bisa menyembuhkannya sampai sembuh total.   Pada waktu-waktu tertentu, bisa jadi lukanya akan kambuh tiba-tiba, membuat jalan darah dan aliran hawa murninya terganggu.   Seiring dengan bertambahnya umur dan melemahnya tubuh, bekas luka yang ditimbulkan oleh pukulan ini akan memburuk."   Dengan cemas Huang Ying Ying bertanya.   "Apakah luka itu akan membahayakan jiwanya Tabib Shao?" "Dibilang membahayakan jiwa tidak juga, mungkin lebih mirip penyakit rematik yang diderita orang tua. Tapi sebagai orang dunia persilatan, jika bekas luka itu kambuh di tengah-tengah suatu pertarungan kan berabe juga." "Apakah Paman Shao tidak bisa berbuat apa-apa lagi?"   Dengan sedih tabib tua itu menggeleng.   "Ilmu pengobatanku hanya bisa menyembuhkan sebagian besar luka yang disebabkan oleh pukulan itu, tapi hawa murni yang bersifat merusak dari pukulan itu sendiri masih mengeram di dalam tubuh Ding Tao. Masih baik, dasar hawa murni dari Ding Tao sudah cukup mapan, sehingga dengan begitu mampu menahan serangan hawa murni jahat yang mengeram dalam tubuhnya. Mungkin suatu saat nanti jika himpunan hawa murni Ding Tao sudah jauh lebih sempurna, dia bisa mengenyahkan sendiri hawa murni jahat itu dari dalam tubuhnya." "Apakah tidak ada jalan lain, Tabib Shao?"   Berpikir sejenak tabib tua itu merenung.   "Kukira dalam masa ini hanya 3 orang yang memiliki ilmu tenaga dalam yang cukup mahir dan mapan untuk menyembuhkan Ding Tao. Biksu Khong Zhe dari Shaolin, Pendeta Chongxan dari Wudang dan Ren Zuocan, ketua sekte Matahari dan Bulan dari luar perbatasan." "Bagaimana dengan ayah?", dalam kecemasannya Huang Ying Ying sempat terpikir untuk mengambil resiko dan memohon pada ayahnya. Tabib Shao menggeleng.   "Maafkan aku nona, kukira tingkatan ilmu tenaga ayah dalam nona belum mampu untuk itu. Masih ada satu jalan lain juga sebenarnya." "Jalan apa itu Tabib Shao?", dengan mata berbinar Huang Ying Ying bertanya. "Pergi ke Perguruan Kongtong, atau setidaknya mendapati murid Perguruan Kongtong yang sudah sempat mewarisi ilmu pukulan Tinju 7 luka. Karena luka itu diakibatkan oleh ilmu mereka, dengan sendirinya bisa diharapkan kalau mereka pula tahu cara pengobatannya." "Ah Perguruan Kongtong begitu jauh di utara, lagipula kata orang ketua perguruan Kongtong saat ini, sifatnya sukar diduga, lurus tidak, gelap juga tidak. Lebih sukar dibanding mengharapkan pertolongan dari Biksu Khongzhe di Shaolin ", ujar Huang Ying Ying dengan sedih. Mereka bertiga terdiam sejenak, kemudian Tabib Shao yang pertama memecahkan keheningan.   "Dalam beberapa hari kondisi Ding Tao akan pulih, sejauh ilmu pengobatanku memungkinkannya. Saat itu dia sudah dapat beraktivitas seperti biasa, kecuali jika luka itu kambuh. Tidak ada jalan lain, dia harus pergi menemui mereka yang bisa menyembuhkannya. Biksu Khongzhe dan Pendeta Chongxan terkenal dengan wataknya yang penuh belas kasih, kukira besar kemungkinan mereka akan membantu anak muda itu." "Tapi perjalanan begitu jauh, belum lagi masalah Ding Tao dengan keluarga Huang dan desas-desus tentang Pedang Angin Berbisik tentu sudah tersebar luas pada saat itu. Perjalanannya akan dipenuhi mara bahaya.", keluh Huang Ying Ying dengan sedih. "Tidak ada jalan lain nona, hanya itu yang bisa kita lakukan, sisanya sepenuhnya tergantung pada usaha dan nasib baik anak itu sendiri.", sahut Tabib Shao dengan perlahan. Huang Ren Fu mengangguk sambil menggertakkan rahangnya kuat-kuat.   "Ya, kita tidak perlu terlampau jauh mengkhawatirkan hal itu. Yang bisa kita lakukan sekarang adalah membantu Ding Tao sebisa mungkin. Ding Tao seorang laki-laki sejati, cobaan ini akan semakin menggembleng dirinya menjadi orang kuat. Sudahlah Adik Ying, dia bukan anak cengeng yang masih memerlukan seorang ibu untuk memeluknya setiap kali kakinya terantuk batu."   Dengan wajah sedih, Huang Ying Ying mengangguk perlahan.   Menghela nafas dalam-dalam, Huang Ren Fu menepuk bahu adiknya yang sedang bersedih dan mengambil alih pimpinan, "Tabib Shao, mari kita sembunyikan kembali Ding Tao ke dalam lemari pakaian Adik Ying.   Kemudian tunggulah di kamar ini sementara aku dan Adik Ying mengumpulkan orang-orang yang bisa dipercaya untuk mengokohkan kedudukan kita menghadapi siasat gelap Paman Tiong Fa."   Hari sudah menjelang subuh saat belasan orang pemuda berkumpul dengan diam-diam di depan kamar Huang Ying Ying, di antara mereka terlihat ada Feng Xiaohong dan Zhu Lizhi.   Wang Sanbo mungkin adalah satu-satunya orang tua yang ada di situ.   Terlihat mencolok di antara wajah-wajah muda dan penampilan yang rapi.   Tapi jago tua itu tidak ambil peduli, bersandar di salah satu tiang, dia diam saja sementara yang lain saling berbisik, menduga-duga mengapa Huang Ying Ying dan Huang Ren Fu mengumpulkan mereka di situ.   Ada juga yang sempat berpikiran sedikit nyeleneh, membayangkan sebentar lagi mereka akan mengintip masuk ke dalam kamar seorang gadis.   Apalagi gadis itu Huang Ying Ying yang cantik dan menggemaskan.   Yang berpikir demikian tentu saja hanya menyimpannya dalam hati tidak berani mengucapakan keras-keras.   Tidak lama kemudian Huang Ying Ying dan Huang Ren Fu muncul dari tikungan bersama dengan seorang pemuda lainnya.   Begitu mereka sampai Huang Ying Ying segera membuka pintu kamar dan masuk ke dalam, Huang Ren Fu pun mempersilahkan mereka semua untuk masuk ke dalam.   Meskipun Huang Ying Ying sedikit kelaki-lakian dan adatnya pun sangat terbuka, tidak urung hatinya sempat merasa jengah sudah membiarkan belasan pemuda masuk ke dalam kamarnya.   Tapi demi keselamatan Ding Tao, ditekannya kuat-kuat segala perasaan itu.   Dalam hati dia berjanji, awas saja kalau ada yang berani nyengir kurang ajar, bakal dia tendang sampai mampus orang itu.   Ruangan yang luas itu pun jadi terasa sedikit sempit karena tiba-tiba terisi dengan belasan orang jumlahnya.   Ketegangan menghiasi hampir setiap wajah, dalam hati mereka menebak-nebak apa tujuan Huang Ying Ying dan Huang Ren Fu mengumpulkan mereka di sini.   Apakah ada hubungannya dengan terbunuhnya Zhang Zhiyi? Lalu mengapa pula di sana sudah menunggu Tabib Shao Yong? Di antara mereka mungkin hanya Wang Sanbo saja yang berdiri diam dengan wajah tanpa ekspresi.   Bukan tanpa alasan kalau Tuan besar Huang suka mengirimkan jagoan tua ini untuk menagih hutang langganan yang nakal.   Dipandangi oleh Wang Sanbo yang sangar ini, tanpa seucap katapun, lama kelamaan orang yang pemberani pun menjadi keder hatinya.   Yang pandai bersilat lidah pun akan mati kutu menghadapi Wang Sanbo yang pendiam.   Dirayu, diberi ribuan alasan, dimintai belas kasihan bahkan diancam, dia hanya berdiri diam dengan bon penagihan utang di tangan.   Ketika diperhatikan siapa saja yang datang, maka bisa didapati mereka semuanya adalah orang-orang yang diundang ke perjamuan makan malam kemarin dan mereka semua adalah orang-orang yang bersimpati pada Ding Tao.   Tidak mudah menyusun siapa-siapa yang akan diundang, tapi Huang Ying Ying dan Huang Ren Fu akhirnya berhasil juga menyusun daftar itu.   Mereka yang masuk dalam daftar itu, memiliki kedudukan yang cukup pentin tapi belum cukup penting untuk dipercayai dengan rahasia-rahasia keluarga.   Mereka ini juga dikenal jujur dalam perbuatannya.   Faktor terakhir adalah, dalam pertandingan persahabatan itu, mereka ini menunjukkan simpati pada Ding Tao.   Setelah memastikan keadaan sudah tenang dan perhatian semua orang mulai tertuju pada dirinya dan Huang Ying Ying, Huang Ren Fu pun membuka pertemuan.   "Kukira, kita semua sudah bisa menduga, jika aku dan Adik Ying sekarang ini mengumpulkan kalian malam.   Hal ini berhubungan erat dengan terbunuhnya Saudara Zhang Zhiyi dan tuduhan yang dilemparkan ke atas pundak Ding Tao.   Kita semua sudah cukup mengenal watak pemuda itu, hingga sulit rasanya untuk menerima tuduhan yang diberikan.   Tapi bukan hanya berdasarkan rasa simpati dan persahabatan aku mengumpulkan kalian, melainkan karena Tabib Shao menemukan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa Ding Tao tidak bersalah seperti yang dituduhkan padanya."   Terkejutlah setiap orang, meskipun mereka sudah bisa menduga-duga hal ini namun mau tidak mau, ketika Huang Ren Fu membenarkan dugaan mereka, ada juga rasa terkejut dalam hati, karena ini menyangkut erat dengan Tiong Fa, salah satu pimpinan dari keluarga Huang.   Pandang mata mereka, langsung saja berpindah ke arah Tabib Shao Yong yang sedikit gemetar.   Huang Ren Fu menepuk pundak Tabib itu untuk menenangkannya.   "Tabib Shao, sampaikanlah penemuanmu ini pada mereka. Ceritakan saja seperti kau menceritakannya padaku dan Adik Ying kemarin."   Dengan mengumpulkan segenap keberanian mulailah Tabib Shao menjelaskan satu per satu, kecurigaan dan dugaannya, pemeriksaan yang dia lakukan, temuan yang dia dapati, sampai dengan kesimpulan yang bisa dia tarik darinya.   Gegerlah kamar itu dengan seruan-seruan terkejut dan marah.   Pertanyaan-pertanyaan diajukan pada Tabib Shao Yong.   Sedapat mungkin tabib itu menjawab, sesekali Huang Ying Ying dan Huang Ren Fu membantu.   Tidak jarang dari mereka sendiri saling berdebat dan mengajukan pandangan.   Tapi secara keseluruhan bisa tertangkap, bahwa mereka mempercayai kebersihan Ding Tao dalam hal ini dan lebih condong untuk menunjuk Tiong Fa sebagai pihak yang dengan licik sudah memfitnah Ding Tao.   Perkembangan ini tentu membuat Huang Ying Ying dan Huang Ren Fu lega.   "Lalu mengapa tidak sekarang juga kita temui saja Tuan besar Huang Jin dan bersama-sama menangkap penjahat licik itu?", seru salah seorang dari mereka.   Yang berseru itu tiba-tiba sadar bahwa di sampingnya berdiri Zhu Lizhi yang merupakan salah seorang murid asuhan Tiong Fa.   Tanpa terasa dia jadi terdiam dan menggeser tubuhnya menjauh dari Zhu Lizhi.   Beberapa yang lain jadi ikut menyadari hal itu, pandang mata merekapun jatuh pada Zhu Lizhi.   Zhu Lizhi yang melihat itu jadi tersenyum getir, dalam hatinya tentu saja ada rasa sakit, karena gurunya dituduh telah melakukan satu pengkhianatan.   Tapi Zhu Lizhi bukan membuta bersetia pada Tiong Fa, dia justru lebih paham akan kelicikan gurunya dibandingkan orang lain dan karenanya lebih mudah untuk menerima kemungkinan itu.   Apalagi bukti dan dugaan yang disebutkan Tabib Shao Yong cukup kuat.   Dengan lemah pemuda ini menggelengkan kepala.   "Jangan kuatir, aku tidak akan membocorkan hal ini pada guru. Lagipula pada dasarnya kesetiaanku yang pertama adalah pada keluarga Huang. Keluargaku sudah berpuluh tahun bekerja pada keluarga Huang. Niatku untuk mengabdikan diri pun adalah pada keluarga Huang. Hanyalah satu kebetulan jika kemudian aku ditempatkan di bawah pengawasan Guru Tiong Fa." "Tapi aku bisa menjawab, mengapa Tuan muda Huang Ren Fu tidak akan memutuskan untuk dengan segera menangkap guru. Yaitu karena kedudukan guru yang sangat penting dalam keluarga Huang, lagipula hitam putihnya masalah ini belumlah diketahui dengan jelas, siapa saja yang tersangkut di dalamnya? Apakah masih ada susupan-susupan lain dalam keluarga Huang? Lebih dari siapapun di dalam ruangan ini, aku mengetahui kecerdikan guru dan ketelitiannya dalam mengerjakan satu masalah." "Jika kita pergi sekarang ke kamar Ding Tao, aku yakin bahwa kamar itu sekarang sudah bersih tanpa bekas-bekas yang mencurigakan. Adalah satu keberuntungang bahwa Tabib Shao bisa memeriksa tempat itu tanpa terpergok siapapun. Terlambat sedikit saja, mungkin mereka yang disuruh untuk membersihkan jejak dari tempat itu akan memergokinya dan nyawa Tabib Shao Yong pun ikut dibersihkan."   Mendengar uraian Zhu Lizhi, tanpa terasa bulu kuduk Tabib Shao jadi berdiri.   Keingin tahuannya mendorong dia untuk menyelidik kamar Ding Tao tanpa sebelumnya terpikir betapa berbahayanya hal itu.   Karena jika benar Ding Tao tidak bersalah, itu berarti Tiong Fa sudah membohongi mereka, dan betapa berbahayanya memiliki musuh seperti Tiong Fa.   Pedang Angin Berbisik Karya Han Meng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Saudara Zhu benar, itu sebabnya aku dan Adik Ying tidak langsung menemui ayah, melainkan mengumpulkan kalian semua di sini terlebih dahulu." , sahut Huang Ren Fu.   "Menghadapi intrik yang rumit dengan Paman Tiong Fa berdiri di pihak yang berlawanan, aku ingin meminta bantuan kalian, yaitu yang pertama untuk membantu kami melindungi Tabib Shao Yong sebagai saksi kunci.   Yang kedua untuk dengan berahasia mengamati gerak-gerik Paman Tiong Fa.   Yang ketiga adalah dengan diam-diam berusaha mengetahui keberadaan Ding Tao saat ini.", pemuda itu kemudian menjelaskan secara lebih terperinci rencana yang sudah dipikirkan oleh dia dan adiknya.   Pertama mereka yang berkumpul di kamar Huang Ying Ying ini, akan bersumpah setia, membentuk satu kelompok rahasia dalam keluarga Huang, dengan tujuan sebagai upaya untuk membela diri terhadap kelompok rahasia lain yang tampaknya secara diam-diam hendak menghancurkan keluarga Huang dari dalam.   Dugaan ini timbul saat mereka melihat bagaimana Tiong Fa, diam-diam telah melanggar perintah Tuan besar Huang Jin yang sudah diberikan sebelumnya.   Huang Ying Ying dan Huang Ren Fu kemudian akan menemui ayah mereka dan menyampaikan temuan Tabib Shao Yong, serta inisiatif mereka untuk mengumpulkan orang-orang yang dapat dipercaya.   Yang nantinya akan digunakan untuk mengawasi dan berusaha untuk mengungkap tabir di balik kebohongan Tiong Fa.   Huang Ren Fu pun dengan sigap membagi-bagi tugas di antara mereka.   Zhu Lizhi sebagai murid Tiong Fa akan bertindak mengawasi tokoh itu, dibantu oleh beberapa orang lainnya.   Bila memungkinkan Zhu Lizhi akan berupaya menemukan kembali Pedang Angin Berbisik yang diambil oleh Tiong Fa dari Ding Tao.   Sebagian lagi akan bertugas memastikan keselamatan Tabib Shao Yong sebagai saksi kunci dalam kasus terbunuhnya Zhang Zhiyi dan difitnahnya Ding Tao.   Sisanya akan bertugas untuk secara diam-diam berusaha mencari jejak Ding Tao, baik untuk menolong pemuda itu, sekiranya dia dalam masalah.   Juga untuk mendapatkan lebih banyak lagi bukti dan petunjuk untuk meringkus Tiong Fa dan kelompok rahasianya.   Penugasan akan dilakukan secara bergantian, tanpa aturan dan pembagian yang ketat.   Mereka harus mampu mengatur sedemikian rupa sehingga jumlah yang belasan itu bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin.   Dalam pertemuan itu mereka juga merundingkan bagaimana cara mereka saling mengirimkan pesan tanpa membocorkan rahasia kelompok kecil ini.   Kapan pertemuan dilakukan dan sebagainya.   Mereka yang berkumpul ini, kecuali Wang Sanbo, adalah bibit-bibit muda keluarga Huang, pemuda-pemuda berbakat dan berotak encer.   Sekian tahun mereka sudah berlatih tanpa ada tantangan yang benar-benar nyata.   Darah muda mereka menggelegak menginginkan petualangan yang berbahaya.   Sehingga pertemuan itu seakan menjadi saluran yang paling tepat kegairahan mereka.   Itu sebabnya ajakan Huang Ren Fu dan Huang Ying Ying disambut dengan antusias, jika sebelumnya Huang Ying Ying dan Huang Ren Fu yang membuat rencana, dengan cepatnya anggota kelompok yang lain saling berdiskusi dan dalam waktu singkat pembentukan kelompok rahasia ini bukan lagi melulu milik Huang Ying Ying dan Huang Ren Fu.   Kedua besaudara itu pun saling melirik sambil tersenyum, Huang Ren Fu yang merasakan sebagian beban di pundaknya terangkat menarik nafas panjang dan menyandarkan tubuhnya di dinding.   Dibiarkannya saja yang lain dengan bersungguh- sungguh mendiskusikan langkah yang terbaik.   Wang Sanbo yang sejak tadi berdiam diri, berdiri, lalu melangkah mendekati Huang Ren Fu.   Tidak ada yang memperhatikan keberadaan jagoan tua itu.   Di mana pun dia berada, selalu saja dia menyendiri dan diam dalam kesendiriannya.   Tapi kali ini dia berdiri mendekati Huang Ren Fu.   Huang Ren Fu menegakkan badannya dan menanti jago tua itu mengatakan sesuatu, alisnya terangkat bertanya tanpa kata.   "Ada apa?"   Lama jago tua itu hanya berdiri, diam, kemudian dengan sopan dia membungkuk memberi hormat.   Huang Ren Fu yang kaget dengan gerakan Wang Sanbo yang di luar dugaan itu, hanya menatap dengan mata terbuka lebar.   Heran, heran karena belum pernah jago tua ini sedemikian menghormat pada seseorang.   Sikapnya dingin, tidak peduli aturan, mungkin hanya pada ayahnya jago tua ini membungkuk memberi hormat, itupun dilakukan dengan dingin.   Belum hilang kekagetannya, jago tua itu mendekat dan berbisik.   "Tuan muda, hati-hatilah dalam mengambil keputusan dan jangan pernah mengorbankan nilai-nilai yang kau pegang saat ini."   Dengan kata-kata itu, jago tua itu membalik badan lalu keluar dari kamar.   Tidak ada orang lain yang melihat kejadian itu, kecuali Tabib Shao Yong dan adiknya Huang Ying Ying.   Yang lain masih sibuk dengan diskusi mereka.   Tabib Shao Yong mengangguk-angguk seperti memahami sesuatu, lalu orang tua itu mengikuti apa yang dilakukan Wang Sanbo, dia berdiri memberi hormat pada Huang Ren Fu dan Huang Ying Ying, lalu berpamitan dengan suara rendah meninggalkan ruangan.   Tinggallah Huang Ying Ying dan Huang Ren Fu yang saling berpandangan dengan alis terangkat.   Huang Ren Fu hanya bisa mengangkat bahu kemudian bergabung dengan yang lain, memoles rencana yang sudah mereka buat.   Ayam sudah berkokok di kejauhan saat pertemuan rahasia itu bubar.   Huang Ying Ying dan Huang Ren Fu hanya sempat tidur beberapa jam, tapi pagi itu hampir semua orang dalam keluarga Huang tidur larut malam.   Pada kesempatan yang pertama kedua bersaudara itu menemui ayah mereka.   Betapa terkejutnya Tuan besar Huang Jin mendengar penuturan kedua anaknya itu.   Pimpinan keluarga Huang itu pun tersudut, jika dia ingin "membungkam"   Tabib Shao, berarti dia harus "membungkam"   Pula kedua anaknya.   Bukan hanya mereka tapi juga belasan orang lain yang telah diilbatkan oleh Huang Ying Ying dan Huang Ren Fu.   Kekuatan keluarga Huang akan merosot jauh jika dia memaksakan hal itu.   Dengan senyum di wajah, tapi pahit di dalam dia menerima kenyataan bahwa dia tidak bisa melakukan apa-apa untuk Tabib Shao Yong.   Dalam hati dia bersyukur bahwa setidaknya belum ada yang tahu tentang keterlibatannya.   Juga mereka yang mendengarkan bukti-bukti yang dipaparkan Tabib Shao Yong ternyata mampu berpikir dengan cukup dingin dan tidak memaksa untuk menindak Tiong Fa secepatnya.   Sehingga dia tidak dipaksa untuk mengambil keputusan yang drastis.   Untuk sementara masalah "pengkhianatan"   Tiong Fa akan dikuburkan dahulu sampai mereka bisa memperkuat kedudukan.   Dalam hal ini reputasi akan kecerdikan dan kelicinan Tiong Fa membantu Tuan besar Huang Jin untuk memperpanjang waktu, sebelum muncul desakan untuk membuka temuan Tabib Shao Yong.   Tapi cepat atau lambat, masalah ini tentu akan muncul juga ke permukaan.   Keadaan ini seperti peledak yang siap disulut setiap saat.   Tiba-tiba saja Tuan besar Huang Jin merasa seperti berdiri di atas tumpukan bara yang panas.   Antara merasa kesal, tapi bercampur juga dengan kagum, melihat kedua anaknya yang terkecil ternyata mampu mengambil tindakan yang cerdik dan bijaksana.   Sudah agak lama dia mengkhawatirkan keadaan keluarga Huang sepeninggal dirinya.   Puteranya yang sulung, cenderung terlalu ambisius dan kejam, meskipun dalam kondisi tertentu hal itu menguntungkan, tapi muncul juga kekhawatiran bahwa seperti pedang bermata dua, hal itu pun bisa merugikan dirinya sendiri dan juga keluarga Huang.   Puteranya yang kedua lebih memilih untuk menarik diri dan menekuni buku-buku sastra, sedangkan yang ketiga tidak bisa diandalkan dan lebih sering keluar bersama teman-temannya daripada tertarik dengan urusan keluarga.   Tapi sekarang ternyata dua orang yang tidak pernah dia perhitungkan dan harapkan menunjukkan kemampuan yang ada dalam dirinya.   Hatinya jadi khwatir, ketika dia membayangkan, apa yang akan terjadi jika urusan Ding Tao berhasil diketahui kedua anaknya itu.   Kepala Tuan besar Huang Jin jadi terasa pening memikirkan semuanya itu.   Rasa bencinya pada Ding Tao menjadi semakin bertambah saja.   Tadinya dia berharap dengan mendapatkan Pedang Angin Berbisik, keluarga Huang bisa semakin memantapkan kedudukan mereka dalam dunia persilatan.   Tiong Fa dan jaringannya sudah pula berhasil mengumpulkan berbagai macam ilmu rahasia dari perguruan-perguruan besar yang tersebar di daratan.   Berbekal dua hal itu Tuan besar Huang Jin berharap dirinya akan mampu menduduki kedudukan yang lebih penting lagi dalam dunia persilatan.   Mengangkat nama keluarga mereka dalam dunia persilatan.   Tapi sekarang adanya urusan pedang itu justru mengancam timbulnya retakan dalam keluarga Huang yang dulunya solid.   Di luar dia berusaha menampilkan perhatian penuh pada rencana Huang Ying Ying dan Huang Ren Fu, di dalam dia sudah merancangkan untuk mengadakan pertemuan rahasia dengan Tiong Fa secepatnya.   Hanya Tiong Fa dengan kelicinannya yang bsia diharapkan Tuan besar Huang Jin untuk mengurai benang yang kusut ini.   Lagipula, Tiong Fa harus mempertanggung jawabkan semuanya ini, dialah yang memberikan jaminan bahwa dia akan dapat mengatur agar keluarga Huang bisa mendapatkan pedang pusaka milik Ding Tao.   Kenyataannya dia sudah gagal lewat jalan halus, lewat jalan kasar, meskipun berhasil mendapatkan pedang, tapi keberhasilan itu harus dibayar pula dengan permasalahan lain yang cukup berbahaya bagi kelangsungan keluarga Huang.    Wanita Iblis Pencabut Nyawa Karya Kho Ping Hoo Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini