Ceritasilat Novel Online

Pedang Kiri Pedang Kanan 12


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL Bagian 12


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya dari Gan K L   Sabda Ling san Taysu.   "Malam itu Lolap sakslkan sendiri dalam beberapa kejap saja tahu2 Cu-cengcu sudah kena dikerjai oleh perempuan yang dipanggil Thian-su itu, tentunya kesadarannya juga telah terpengaruh, golongan kalian ahli dalam menggunakan racun, apakah punya obat penawar untuk menyembuhkan orang2 yang kehilangan kesadarannya itu?" "Harap Taysu tahu, setiap aliran punya cara tersendiri dalam menggunakan obat pelenyap kesadaran orang, kalau salah pakai obat penawar, malah bisa menimbulkan bahaya bagi sang korban, kalau tidak diadakan pemeriksaan seksama, sukar ditentukan kadar racun apa yang mereka gunakan, oleh karena itu sementara kubiarkan mereka jatuh pulas dulu."   Tiba2 derap langkah ramai mendatangi. cong-koan Pa Thian-gi tampak masuk-melihat banyak tamu2 Hwesio di dalam, sekilas dia melengak heran "Pa-congkoan,"   Tanya Tong-lohujin.   "bagaimana hasil pemeriksaanmu? Apa betul gedung sebesar ini tanpa penghuni?"   Pa Thian gi menjura, katanya.   "Lapor Lohujin, perkampungan ini terdiri dari empat lapis bangunan, bersama IHan koh hamba mengadakan pemeriksaan, di mana2 debu bertumpuk tebal, agaknya memang sudah lama tidak ditempati orang."   Belum Tong lohujin bicara, Ling san Taysu sudah mengerut alis, selanya.   "Kukira tak mungkin? Tiga hari yang lalu Lolap menguntit rombongan perempuan itu naik tandu masuk ke perkampungann ini. sarangmereka jelasdiperkampungan ini ........."   Belum habis dia bicara, mendadak kupingnya mendengar suara lirihsepertibunyinyamuk membentak."Hwesiocilik,sambutlah." "Serrr", serangkumangin kencangtiba2 menerjangtengkuknya.   Keruan Ling-san kaget, lekas dia menunduk miring seraya ulur tangan menyambut ke belakang Memang tangannya berhasil menangkap sesuatu tapi dorongan tenaga besar itu membuat berdirinya menjadi goyah, tanpa kuasa dia terdorong maju dua langkah.   Ternyata ada orang menggunakan Thoan-im-jip-bit bicara padanya, kecuali Ling-san Taysu sendiri orang lain tidak mendengar, samberan angin kencang itupun bagai kilat, Poh-san dan Tin-san Taysuyangberdiridisampingpuntidak merasakanapa-apa..   Semua hadirin hanya melihat mendadak Ling-san Taysu menunduk miring seraya ulur tangan meraup ke belakang, lalu sempoyongan ke depan.   Keruan yang paling kaget adalah Poh-san Taysu dan Tin-san Taysu, tanpa berjanji mereka bertanya kuatir "Kenapa Suheng?"   Kejadian berlangsung amat cepat, sementara Ling-san Taysu sudah berdiri tegak pula, didapati-nya yang berada di telapak tangannya hanya segulung kertas kecil sebesar kacang tanah, keruan hati-nya bertambah kejut.   Maklumlah Ling-san Taysu adalah jago kosen Siau-lim-pay yang memiliki kepandaian tinggi, bahwa orang itu hanya menimpukkan gulungan kertas sekecil itu, tapi Ling-san Taysu sampai terdorong sempoyongan, betapa tinggi Lwekang penim-puk itu sungguh sangat mengejutkan Ling-san Taysu sekarang sudah berusia 70 lebih, di Siau-lim-si dia adalah seorang Tianglo yang amat dihormati, tapi orang itu ternyata memanggilnya "Hwesio cilik."   Betapapun dia seorang paderi sakti yang saleh, mendadak berkelebat suatu pikiran dalam benaknya bahwa orang itu pasti seorang cianpwe yang kosen, gulungan kertas yang ditimpukkan kepada dirinya pasti membawa pesan atau petunjuk yang amat berharga.   Maka tanpa menghiraukan pertanyaan pada Sutenya, dengan laku hormat dan khitmad dia putar badan serta membungkuk ke arah datangnya gulungan kertas tadi.   Melihat kelakuan Suhengnya yang aneh itu, Poh-san dan Tin-san Taysu hanya mengawasi saju dan tidak mengajukan pertanyaan lagi.   setelah memberi hormat baru Ling-san Tay-su keluarkan gulungan kertas di telapak tangannya, kertas itu hanya sebesar kuku jari, dengan arang kertas secuil itu tertulis sebaris huruf-kecil yang berbunyi.   "Masuk ruang berhala lapis empat, dorong patung pemujaan-"   Hanya sekilas membaca Ling-san Taysu lantas manggut2, lalu dia bertanya kepada Pa Thian-gi.   "Barusan Pa cong-koan bilang perkampungan ini terdiri dari empat lapis bangunan, apakah lapis keempat paling belakang itu adalah sebuah ruang berhala?" "Betul, memang di gedung lapis keempat ada ruang pemujaan,"   Sahut Pa Thian-gi. Ling-san Taysu tersenyum, katanya.   "Tidak salah lagi, sarang rahasia dari komplotan Cin-Cu-ling itu pasti berada di dalam ruang berhala itu?"   Kaget dan heran oh Siok-ham, tanyanya. "Darimana Suheng tahu?"   Ling-san Taysu keluarkan gulungan kertas itu dan diperlihatkan kepada orang banyak, lalu men-jelaskan kejadian barusan dengan suara lirih, Sudah tentu orang yang memanggilnya "Hwesio cilik"   Tidak diceritakannya. "Ada orang kosen memberi petunjuk secara diam2 kepada kita, hayolah jangan kita bekerja lambat2, kita masuk bersama mendobraknya,"   AjakTong-lohujin Ling-san Taysu berkata.   "Kim-sute dan lain2 masih belum siuman, perlu ada orang jaga di sini, oh-sute, kau bersama The Si-kiat bertiga tinggalsaja disini.."   Tong-lohujin juga perintahkan Pa Thian-gi bersama kedelapan Bususeragambirutinggaldi bangsal ini.   Maka dibawah petunjuk Han-koh be ramai2 orang banyak lantas menuju ke belakang.   Bangunan lapis keempat merupakan lapisan terakhir pula.   Pohon2 tua tinggi besar tersebar di pekarangan belakang, orang akan merasa dingin dan seram di tempat yang lembab ini.   Setelah menyusuri halaman yang penuh lumut hijau, mereka terus naik keundakan langsung memasuki sebuah ruangan besar dan luas, tepat di tengah ruangan memang terdapat sebuah patung pemujaan,yangdipujadisiniadalah malaikatber-tenagaraksasa.   Delapan Busu perempuan melangkah masuk lebih dulu terus berjajar di dua sisi, Tong-lohujin beriring dengan Ling-san Taysu dan lain2 ikut masuk.   Ketua Lo-han-tong Poh-san Taysu jalan paling belakang, dia memberi tanda kepada 18 muridnya untuk bersiaga di luar pekarangan.   Ling-san Taysu maju beberapa langkah lebih dekat dan memberi hormat ke arah patung pemujaan, lalu dia mundur kembali.   Sementara Tin-san Taysu juga maju mendorong patung pemujaan-Tapipatung itutak bergeming sedikitpun.   "Taysu bertiga harap mundur agak jauh,"   Kata Tong-lohujin, "kita tak tahu cara bagaimana membuka alat2 rahasia di sini, terpaksa hancurkan saja Han-koh, kau saja yang turun tangan-"   Sementara itu orang banyak sudah mundur agak jauh, Han-koh mengiakan, dari dalam kantong kulit harimau dia keluarkan sebutir besi bundar sebesar biji kenari, sekali ayun dia timpuk ke arah patung-pemujaan "Dar", hebat sekali ledakan ini, patung pemujuan yang tinggi besar itu roboh ber-keping2.   Tampak di belakang patung pemujaan terdapat sebuah pintu besi, bawah tembok juga sudah berlubang, tapi pintu besi itu tetap utuh tidak kurang sesuatu apapun, tanpa disuruh Han-koh timpuk lagi sebutir granat tangan ke arah pintu besi.   Ledakan keras kembali menggetar ruang pemujaan, kedua daun pintu besi kini roboh berserakan, di belakangnya adalah lorong panjang yang gelap gulita.   "Kalian geledah ke dalam,"   Tong-lohujin mem-beri aba-aba kedelapan Busu perempuan-Di bawah pimpinan Han-koh kedelapan orang itu segera menerjang ke dalam terbagi dua barisan-Bersama Tong Siau-khing bertiga Tong-lohujin mengiringi Ling-san Taysu masuk lebih jauh, Poh-san Taysu tetap berada paling belakang, dia suruh delapan paderi berjaga di ruang pemujaan ini, lalu kedelapan paderi yang lain dia ajak masuk ke dalam.   Lorong gelap ini panjangnya puluhan tombak.   mereka tiba di ujung sana dan diadang dinding tembok.   Han-koh lantas timpukkan granat lagi, debu pasir beterbangan sehingga orang banyak sukar membuka mata.   Tapi dinding pengadang jalan sudah jebol.   Lekas sekali kedelapan Busu perempuan yang tetap berkerudung kain hitam itu menerobos masuk lewat lubang besar itu.   Waktu Tong-lohujin dan Ling-san Taysu be-ramai keluar dari lubang tembok, mereka tiba di sebuah taman bunga yang amat luas, malam remang2, tampak bayangan pohon dan gardu tersebar di sana-sini.   Waktu orang banyak mengamati keadaan sekelilingnya, mereka berada di depan sebuah bangunan berloteng yang dibangun megah dan mewah, di bagian depan terdapat undakan batu memanjang tinggi, sekarang mereka berada di tengah2 undakan batu yang jebol oleh ledakan granat tangan tadi.   Di antara bayang2 pohon yang gelap di sekitar mereka tampak bermunculan bayangan puluhan laki2 bersenjata golok, dari kejauhan mereka merubung maju mengepung.   Pui Ji-ping yang berangasan ajak Tong Siau-khing untuk melabrak orang2 itu.   Tapi Tong-lohu-jin lantas mencegah, katanya.   "Tak perlu kalian bekerja susah payah "   Tiba2 tampak orang2 yangmengepung mereka itu satu persatu, sama terjungkal roboh tak bergerak lagi.Jelas semuanya terkena Bu sing-san yang lihay dan mematikan Diam2 berkerut alis Ling-san Taysu, lekas dia bersabda dan komat-kamit memanjatkan doa bagi arwah para korban supaya mendapat tempat tenteramdialam baka.   Pada saat itulah dari arah pintu yang terbuka di depan sana muncul di atas undakan batu dua pelayan perempuan cilik membawa dua lampion, lalu berdiri di kanan kiri.   Segera terdengar pula suara gemericik sentuhan batu manikam dan perhiasan yang bertaburan di tubuh seorang perempuan cantik jelita, seorang nyonya muda berpakaian puteri keraton pelan2 beranjak keluar, sebelah tangan terpapah dipundak seorang dayang di sebelahnya.   Yang muncul ternyata Hian-ih-lo-sat, wajahnya nan ayu menampilkan rasa kaget dan heran-namun mulutnya yang kecil mungil mengulum senyum, katanya.   "Kalian siapa? Malam buta menjeboldindingmainterjangdirumahorang, mauapa?"   Sementara itu Pui Ji-ping sudah sembunyi di belakang Tong- lohujin serta berbisik.   "Bu, perempuan siluman itulah yang menamakan dirinya Hian-ih-lo-sat." "Jangan ribut,"   Tong-lohujin manggut2.   "dengar saja apa yang dia katakan-"   Sementara itu Ling-san Taysu sudah perkenalkan diri dan nyatakan maksud kedatangannya.   Tapi Hian-ih lo-sat malah menista bahwa kedatangannya mau merampok atau memperkosa kaum perempuan di sini.   Sebagai paderi agung yang alim, sudah tentu Ling-san menjadi gelagapan dan tidak mampu menjawab.   Tong lohujin tertawa dingin, bentaknya.   "Nona tidak usah banyak omong, siapakau memangnyakamitidaktahu?"   Kerlingan mata Hian-ih-lo sat mempesonakan, katanya sambil berpaling ke arah Tong-lohujin.   "Apakah nenek tua ini juga orang dari Siau-lim?" "Dari keluarga Tong di Sujwan,"jengekTong-lohujin Hian-ih-lo-sat pura2 tidak tahu, katanya.   "Keluarga Tong di Sujwan? Tempat apakah itu, belumpernah kudengar." "Itu tidak penting, satu hal perlu kuperingatkan, komplotan CinCu-ling kalian main culik orang, sekarang kita sudah berhadapan, lekas kau bebaskan para tawanan, kalau tidak jangan menyesal kalau kami turun tangan keji."   Sambil membetulkan sanggulnya, Hian-ih-lo-sat berkata dengan mengunjuk rasa kaget dan heran.   "Apa katamu nenek tua ? Siapa yang harus kubebaskan?"   Pada saat itulah, ke delapan Busu perempuan yang berjaga di sekeliling Ting-lohujin erempak berteriak seraya mengayun tangan ke udara.   Tapi mereka bukan menimpukkan senjata rahasia, juga bukan melancarkan pukulan, hanya seperti tanda gerakan tangan aja, Sudah tentu Ling-san Taysu dan lain2 yang tidak tahu apa2 jadi heran Tong-lohujin menyeringai hina, katanya.   "Memang sudah kuduga bahwa Hian-ih-lo-sat pandai menggunakan bubuk racun yang tidak kelihatan, kepandaian rendah ini memangnya dapat mengelabui mataku?"   Dengan mengangkat tangan membetulkan sanggulnya tadi, ternyata secara diam2 Hian-ih-lo-sat sudah menaburkan bubuk beracun yang tidak kelihatan-Keruan kaget dan berubah air muka para paderiSiau-lim.   Hian-ih-lo-sat sendiri juga berubah air mukanya, tapi segera dia cekikikan, katanya.   "Nenek tua, ternyata kau memang memadai untuk lawanku, entah bagaimana kau tahu kalau aku Hian-ih-losat?" "Perbuatanmu menawan Cu Cengcu secara licik di Liong-bun-kin kusaksikan diatas batu bersama Ling-san Taysu ini, berani kau mungkir?"   Demikian timbrung Ji-ping.   "Ketahuilah Thong-pi-thianong dan lain2 yang kau bius kini sudah sadar seluruhnya, kalian masih mampu berbuat apa lagi?" "Nona cilik,"   Ujar Hian-ih-lo-sat cekikikan.   "malam ini kalian beradadiatasangin,akuhanyasendirian, mampuberbuatapalagi? Tapi kalian harus ingat, Lok san Taysu berempat masih tergenggam di tanganku, kalau terpaksa, ya apa boleh buat, jangan salahkan aku bertangan keji."   Diam2 kaget Tong-lohujin, katanya dengan suara geram.   "Kau berani?"   Tengah bicara tiba2 muncul empat bayangan orang melayang ke depan undakan-Itulah seorang Hwesio dan tiga orang preman, orang terdepan adalah paderi berjubah abu2, tangan menenteng tasbih, usianya 6o-an-Mereka bukan lain adalah para tamu agung yang diculik ke Coat Sin-san-ceng, yaitu Lok-san Taysu, Tong Thianjong, Un It-hong dan Cu Bun-hoa.   Melihat kedatangan Lok-san Taysu, lekas Ling-san, Po san cian Tin-san Taysu memburu maju, seru mereka.   "Suheng berhasil menjebol kurungan musuh"   Lok-san Taysu berkata.   "Kami berempat tinggal di kebun ini, mendengar keributan di sini segera kami datang kemari. Ai, pengalaman pahit iniagak panjanguntukdiceritakan"   Sementara itu, Tong-lohujin juga sudah melihat suaminya, kejut dan girang hatinya, serunya.   "Loyacu, kau tidak apa2 bukan?"   Tong Siau-khing dan Tong Bun-khing juga berseru.   "Ayah" "Masih baik,"   Ujar Tong Thian-jong sambil mengelus jenggot, "beruntung kedatangan Ling-lote, dia bantu kami memunahkan kadar racun yang mengeram dalam tubuh kami, kalau tidak malam ini tetap takkan bisa kemari."   Sementara itu Ji-ping sudah memburu ke de-pan Cu Bun-hoa, teriaknya.   "Ling-toako, kau tahu di mana pamanku dikurung?" "Ji-ping, akulah pamanmu,"   Ujar Cu Bun-hoa. Berkedip mata Ji-ping, serunya heran.   "Lantas di mana Ling-toako?" "Paman terjebak oleh perempuan siluman itu dan dikurung di bawah tanah, malam tadi Ling-lote menolongku keluar, dia sudah pergi." "Dia tidak bilang mau ke mana?"   Tanya Ji-ping gelisah. "Waktu paman bangun, Ling-lote sudah tiada lagi."   Mendadak Tong lohujin berseru kaget.   "Wah, perempuan siluman itu sudah merat, hayo kejar"   Melihat gelagat jelek.   tahu seorang diri takkan mampu melawan musuh sebanyak ini, pada saat orang banyak ribut bicara, diam2 Hian-ih-lo-sat kabur bersama ketiga dayangnya.   Un It-hong tidak berbicara, maka dia bertindak lebih dulu, tapi waktu dia tiba di depan pintu mendadak ia berhentikan-Sementara itu Lok -san Taysu, Tong thian-bong, Tong-lohujin Cu Bun-hoa serta yang lain juga telah memburu maju.   Lekas Un It-hong mencegah.   "Semua berhenti, ada perangkap dalam ruangan-"   Waktu semua berhenti, tertampak di dalam ruangan besar itu penuh asap hitam seperti kabut tebal sehingga sulit memandang keadaan didalam.   "Sepertikabuttebal,"ujarLok-sanTaysu. Tong Thian-jong tertawa dingin,jengeknya.   "inilah cek-yu-tok-bu (kabut beracun) lekas mundur"   Lalu dia berpaling, tanyanya.   "Hujin membawa Lan ling-tan?" "Barang2 yang diperlukan tentu kubawa seluruhnya,"   Ucap Tonglohujin sambil tersenyum, lalu dia memberi tanda ke belakang.   Hankoh segera tampil ke depan, tangan kiri terayun, tiga bintik cahaya kemilau biru meluncur kedalam ruangan "Blang", terdengar ledakan keras dibarengi dengan muncratnya kembang api.   Bintik2 sinar kemilau biru itu segera menyala dan berkobar waktu terkena asap hitam, terdengar suara mendesis di tengah kabut hitam itu.   Ternyata Lan ling-tan (granat belerang biru) memang pemunah dari cek-yu-tok-bu atau kabut beracun itu, dalam sekejap kabut gelap yang memenuhi ruangan segera sirna tanpa bekas.   Kobaran apipun lantas padam.   Tanpa diperintah Han-koh, pimpin anak buah-nya menerjang masuk lebih dulu, Tong Thian-jong suami-isteri, Lok-san Taysu dan lain2 beramai2 ikut masuk, para paderi Siau-lim menyalakan obor berada di barisan belakang.   Ruang besar seketika terang benderang, tapi bayangan Hian-ih-lo-sat sudah tak kelihatan lagi.   Berkerut alis Tong Thianjong, serunya.   "Lekas periksa rumah yang ada di sini." -Tangan kiri terayun, dia pukul roboh daun pintu yangmenutup kamardisebelah kiri. Tapi hasil pemeriksaan semua orang tetap nihil, tiada bayangan seorangpun di dalam perkampungan sebesar ini. Bukan saja bayangan Hian-ih-lo-sat tidak kelihatan, para kacung, pelayan dan penjagapun tiada lagi. "cepat juga perempuan siluman itu melarikan diri,"   Kata Un Ithong gusar.   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Sementara itu Cu Bun-hoa masih sibuk lihat sana periksa sini, akhirnya dia menuju ke belakang pintu angin, ia menekan dua kaki di-sela2 dinding, maka terdengarlah suara keresekan, lantai di tengah ruang tiba2 ambles ke bawah, muncul sebuah lubang bundar yang disambung undakan menjurus ke bawah.   "Lorong bawah tanah,"   Seru Tong Thian-jong.   "Perempuan siluman, itu laridari sini." "Lekas kita kejar,"   Seru Un It-hong. "Menurut pendapat Siaute,"   Timbrung Cu Bun-hoa.   "lorong ini mungkin menembus keluar taman, sekarang tentu perempuan siluman itu sudah merat jauh."   Tenaga segera dikerahkan, semua orang dibagi tiga kelompok mengadakan penggeledahan, tapi hasilnya tetap nihil, terpaksa mereka keluar dari lubang ledakan semula dan kembali ke bangsal.   To-pi-wan oh Siok-ham maju memberi hor-mat kepada Lok-san Taysu.   Tong Thian-jong lalu periksa keadaan Thong-pi-thian-ong bertujuh, dalam setengah jam setelah diberi obat, ketujuh orang berturut2 siuman, melihat orang banyak merubung mereka di dalam ruangan, mereka merasa heran- Begitu melihat Un It-hong, Thong pi-thian-ong lantas berteriak.   "Un-lotoa, tempat apakah ini?"   Melihat Lok-san Taysu dan paderi yang lain, sudah tentu Kim Kay-thay juga kaget dan girang, lekas ia bangkit berdiri, serunya. "Lok-san Suheng sudah lolos."   Setelah banyak mengalami kesukaran, panjang lebar pembicaraan mereka.   Bahwa orang2 yang hi-lang kini sudah diketemukan dan tertolong semuanya, hanya Ling Kun-gi saja entah ke mana perginya, maka Pui Ji-ping menjadi masgul, seorang diri dia menunggu di serambi luar, ia menengadah mengawasi rembulan, gumamnya.   "Ke manakah Ling-toako?"   Terdengar suara Tong Bun-khing cekikikan di belakang, katanya.   "Adik Ji-ping, kutahu apa yang sedang kau pikirkan-"   Merah muka Ji-ping, omelnya.   "cis, kau sendiri yang memikirkan dia."   Oood wooo Tepat tengah hari, di depan Lam-pak-ho, restoran terbesar di kota An-khing yang terletak dijalan timur datang seekor kuda putih yang gagah, sedemikian putih bulunya laksana saiju, tiada bulu warna lain di badannya.   Penunggangnya seorang pemuda berjubah hijau, usianya sekitar 19 an, wajahnya putih halus, bibirnya merah, giginya putih, hidang mancung, gagah tapi juga lembut, gerak-geriknya seperti anak sekolahan, tapi pedang tergantung dipinggangnya sehingga tampak lebih perwira.   Baru saja pemuda jubah hijau melompat turun, pelayan restoran cepat menyongsongnya, sipemuda serahkan tali kendali kudanya kepada pelayan terus melangkah masuk langsung naik ke atas lo- teng, dia pilih meja yang dekat jendela.   Waktu itu saatnya makan siang, tamu penuh sesak.   untunglah si pemuda mendapatkan tempat duduknya.   Sambil menunggu hidangan pesanannya, dia pandang keluar jendela melihat pemandangan dijalan raya.   Tiba2 didengarnya seorang pelayan berkata di sebelah belakang.   "Siang kong ini hanyasendirian, silahkan tuanduduksemejasajadisana."   Waktu pemuda jubah hijau berpaling, dilihatnya pelayan mengiringi seorang pemuda berpakaian ketat warna biru mendatang ke arah mejanya, kursi di seberang mejanya di tarik keluar, lalu pelayan menyilakan tamu muda ini duduk.   Usia pemuda ini antara 27, alisnya tegak bermata besar, wajahnya bersih kelihatan agak kurus, sebuah buntalan tergendang di pundak.   tampak gagang pedang yang beronce menongol keluar dari buntalannya.   Sekali pandang orang tahu bahwa pemuda ini pandai main silat, entahmuriddarigolongan mana dia? Pemuda baju biru turunkan buntalannya dan taruh di pinggir meja, katanya tertawa seraya memberi hormat pada pemuda baju hijau .   "Sungguh menyesal harus mengganggu saudara."   Pemuda baju hijau menjawab tawar.   "Tidak apa2."   Pemuda baju biru lantas duduk berhadapan dengan pemuda baju hijau, pelayan menyuguhkan pesanan pemuda jubah hyau sembari tanya pemuda baju biru mau pesan makanan apa. Pemuda baju biru berkata.   "Aku harus mengejar waktu dan melanjutkan perjalanan, arak jangan kau sediakan, siapkan makananapasajayangcepat,seporsibak-pau, minumtehsaja."   Pelayan mengiakan terus mengundurkan diri. Setelah meneguk secangkir teh, pemuda baju biru berkata. "Mohon tanya siapakah she saudara yang terhormat?"   Merah muka pemuda jubah hijau, sahutnya.   "Siaute berhama Cu Jing." "o, kiranya Cu-heng, beruntung bertemu di sini, cayhe Ban Jincun,"   Ujar pemuda baju biru, matanya melirik cit-sing-kiam milik Cu Jing yang di taruh dipinggir jendela, lalu menambahkan dengan tertawa.   "Cu-heng membawa pedang, tentunya mahir bermain pedang?"   Merah muka Cu Jing, katanya.   "Siaute hanya belajar berapa jurus cakarayamsaja, belumsembabatdikatakan mahir."   Ban Jin-cun tertawa lebar, katanya.   "Sekali bertemu rasanya seperti sahabat lama, Cu-heng tak usah sungkan, cayhe yakin Cuheng bukan sembarang orang, hari ini dapat berkenalan, sungguh beruntung sekali ...."   Sampai di sini tiba2 sikapnya tampak masgul, katanya.   "Sayang Siaute mengalami petaka, kalau tidak ingin rasanya hari ini makan minum sepuasnya dengan Cu-heng .. . ." "Ah, saudaraBanpandaibicara,"ujarCuJing malu2. Pelayan datang pula membawa pesanan Ban Jin-cun, maka mereka lantas makan minum sendiri, begitu lahap dan bernafsu sekali mereka ber-santap. tanpa diaadari bahwa seseorang telah berdiri di samping meja mereka. Ban Jin-cun segera menyadari adanya seseorang disamping mereka, cepat ia angkat kepala. Cu Jing juga sudah tahu, iapun melirik ke atas. Orang yang berdiri di samping meja mereka adalah pemuda berusia 25-an, pakaiannya ketat, warna biru tua, mengenakan caping bambu, pedang besi terselip di pinggang, alisnya tebal, wajahnya kelam mengkilap. tulang pipinya agak menonjol, mulutnya yang lebar terkancing rapat, sepasang matanya besar dan memancarkan sinar terang lagi mendelik pada Ban Jin-cun tanpa berkedip. jelassikapnyayanggaranginitidakbermaksudbaik. "Saudaracarisiapa?"tanyaBanJin-cun, menghentikanmakan "Kau"   Sahut pemuda baju biru tua, suaranya kaku dingin. Merasa belum pernah kenal, Ban Jin-cun merasa heran, tanyanya.   "Ada petunjuk apa saudara mencariku?" "Kau murid golongan Ui-san?"tanyapemudabaju biru tua. Setiap murid Ui-san semua menggunakan hiasan ronce pedang warna kuning, soalnya tiga puluh tahun yang lalu keluarga Ban dari Ui-san ber-turut2 pernah menjabat tiga kali Bulim-bengcu, maka ronce kuning menjadi simbol kebesaran margaban dari Ui-san-dan ini sudahdiakuioleh kaumpersilatanumumnya. "Betul,"   Sahut Ban Jin-cun.   "cayhe Ban Jin-cun, entah saudara darialiran mana?Adakah ber-musuhan denganpihak Ui-san kami?"   Pemuda baju biru tua menyeringai,jengeksnya. ."Aku datang dari Ciok-bun, aku bernama Kho Keh-hoa."   Mendengar orang datang dari Ciok-bun, berubah hebat air muka Ban Jin-cun, tanyanya dengan suara berat.   "Pernah apa kau dengan Liok-hap-kiam Kho cin-hoan?" "Beliau ayahku almarhum,"   Sahut Kho Keh-hoa. Mendadak Ban Jin-cun ter-gelak2 katanya.   "Ha ha, kebetulan sekali, orang she Ban memang-nya mau meluruk ke Ciok-bun."   Keluarga Kho dari Ciok-bun adalah marga terkemuka dari Liok- hap-bun yang sudah termashur di seluruh pelosok dunia, Liok-hapkiam Kho cin-hoan terkenal dengan ilmu pedangnya yang menjagoi Bu-lim, konon tiada seorang musuh yang pernah melawannya lewat tujuh jurus, oleh karena itu umum lantas memberi julukan Liok-hapkiam (pedang enam jurus) kepadanya.   Kho Keh-hoa terkekeh, ejeknya.   "Akupun dalam perjalanan ke Uisan untuk mencarimu."   Gemeratak gigi Ban Jin-Cun, desisnya.   "Bagus sekali, hari ini kita bertemu di sini, marilah kita cari tempat untuk menyelesaikan pertikaian kita ini." "Boleh kau pilih tempatnya,"   Tentang Kho Keh-hoa. "Lapangan latihan di pintu selatan, bagaimana?"   Kata Ban Jin cun setelah berpikir sejenak. "Boleh saja, cayhe akan berangkat lebih dulu, kalian boleh makan minum sekenyangnya dulu,"   Dingin dan congkak sekali kata2 Kho Keh-hoa.   Agaknya dia salah kira bahwa Cu Jing adalah teman Ban Jin-cun, sembari bicara, dengan hina iapun melirik Cu Jing lalu melangkah pergi.   Saking gusar muka Ban Jin-cun membesi hijau, ingin dia menjelaskan bahwa Cu Jing bukan temannya, tapi Kho Keh-hoa sudah melangkah turun loteng.   Ia menjadi kikuk.   katanya menyesal.   "Dia kira Cu-heng adalah temanku, harap saudara cu tidak berkecil hati."   Selamanya belum pernah Cu Jing kelana di Kangouw, tapi dia merasakan sikap dan pembicaraan kedua orang tadi penuh dendam, keduanya berjanji duel dilapangan latihan di pintu selatan-Sudah tentu dia tidak tahu pertikaian apa di antara kedua orang ini? Tapi dari sikap masing2 ia yakin bahwa permusuhan kedua orang ini tentu amat mendalam.   Maka dengan sikap tak acuh ia berkata.   "Dia telah mengundangku juga, sudah tentu aku harus memenuhi undangannya." "Ini. ..... ai,"   Sikap Ban Jin-cun tampak serba salah.   "soal ini tiada sangkut pautnya dengan Cu-heng."   Cu Jing tertawa dingin.   "Enteng saja saudara Ban bicara.   "dia sudah mengundangku, kalau aku tidak hadir berarti nyaliku kecil? Ketahuilahselamanyatakpernahaku mengalahterhadapsiapapun."   Ban Jin-cun melenggong, katanya tertawa.   "Cu-heng memang belum tahu duduk persoalannya, keluargaku bermusuhan sedalam lautan dengan keluarga Kho, hari ini kalau bukan dia yang mati biarlah aku yang gugur, pertikaian balas membalas di kalangan Kangouw ini, apalagi saudara cu orang luar, lebih baik engkau jangan ikut campur."   Ia rogoh uang receh serta panggil pelayan, katanya.   "Rekening saudara cu ini sekalian kubayar."   Lalu ia berpaling ke arah Cu Jing serta menjura, katanya.   "Ber-hati2lah Cu-heng dalam perjalanan, kalau aku tidak mati, kelak semoga bertemu lagi."   Segera dia panggul buntalannya terus turun loteng. Lama Cu Jing melongo mengawasi Ban Jin-cun yang menghilang di bawah tangga, ia berpikir.   "Ban Jin-cun adalah anak didik keturunan keluarga Ban di Ui san, sedang Kho Keh-hoa adalah keturunan keluarga Kho di cioksbun, keduanya bukan kaum jahat, memangnya ada permusuhan mendalam apakah di antara kedua keluarga besar ini ?"   Bergegas dia berdiri serta menjemput pedang terus memburu turun ke bawah loteng.   Sementara kuda ia titipkan kepada pelayan restoran serta tanya di mana letak lapangan latihan di pintu selatan itu, lalu dia cepat2 menuju tempat yang ditunjuk.   Setiba di pintu selatan dia belok menyusuri sebuah gang dan tibalah dia di sebuah tanah lapang berumput hijau, itulah alun2 yang cukup besar dan luas, sayang tempat ini tidak terawat, banyak rumput liar tumbuh subur setinggi pinggang.   Tepat di tengah lapangan sana, berdiri berhadapan dua pemuda, mereka adalah Kho Keh-hoa dan Ban Jin-cun.   Karena ingin tahu sebab musabah permusuhan kedua pemuda ini, diam2 Cu Jing merunduk lebih dekat, lalu sembunyi di belakang serumpun pohon bambu yanglebihdekatdaritengah lapangan.   "   Kenapa kau tidak menungguku?" "Nona mau ke mana? "Kau menyamar lagi bukankah ka hendak menemuka pengejaranmu?" , u n "Betul, kenapa?" "Aku ikut, boleh tidak?" Kun-gi tertegun, sahutnya menggeleng.   "Jangan, non cant dan suci, mana boleh seperjalanan ber-samaku?"   A ik Terdengar Kho Keh-hoa tengah mengejek.   "Kau hanya datang Mengira jejaknya diketahui Kho Keh-hoa, dengan dongkol segera Cu Jing melompat keluar, dengusnya.   "Kau mengundangku kemari, memang-nya salah bila aku hadir?"   Kurang senang tampaknya Ban Jin-cun, katanya.   "Cu-heng, kenapa kau-pun ikut kemari?" "Apa katamu? Ikut kemari?"   Jawab Cu Jing.   "kenapa aku harus ikut orang? orang she Kho tadi menantangku juga, sudah tentu aku harus kemari."   Kho Keh-hoe ter-gelak2, serunya.   "Baik sekali kau berada di sini, anggota keluarga Ban tiada seorangpun yang akan kulepaskan-"   Mencorong benci sorot mata Ban Jin-cun, teriaknya bengis.   "Apa yang kau katakan memang cocok dengan maksud hatiku, setiap insan marga Kho takkan seorangpun kuampuni jiwanya, cuma saudara cu ini bukan sanak keluarga Ban kami, kebetulan tadi kami bertemu di loteng restoran, jadi tiada sangkut pautnya dengan duel kita ini." "Baiklah, asal dia tidak ikut turun tangan, aku tidak akan pandang dia sebagai musuh,"   Ujar Kho Keh-hoa.   "Sreng"   Tiba2 dia melolos pedang besi yang terselip dipinggang, bentaknya. "Sekarang kita mulai" "Bagus sekali,"   Seru Ban Jin-cun, pelan2 ia pun keluarkan pedang dari buntalannya. Sambil angkat pedangnya, berkata Kho Keh-hoa dengan mengertak gigi.   "orang she Ban dengarlah, Dengan pedang besi di tanganku ini Kho Keh-hoa akan menagih 28 jiwa besar kecil keluarga kho terhadap marga Ban kalian, setiap insan she Ban merupakan musuh bebuyutan keluarga kami, kau boleh tumplek seluruh kemampuan yang terang takkan kulepas kau pergi dengan selamat."   Menunjuk sorot gusar pada sinar mata Ban Jin-cun, bentaknya beringas.   "Tutup bacotmu, bapakmu Kho cin-hoan yang memimpin segerombolan bangsat berkedok. malam2 menggerebek perkampungan keluarga Ban kami, ayah bundaku dan 19 jiwa lainnya dibantai habis2an, aku bersumpah menuntut balas atas kematian keluargaku itu, kini kalau tidak kuhancur leburkan tubuhmu, tidakterlampiasdendamkesumatku." "Keparat kau,"   Damprat Kho Keh-hoa.   "yang terang bapakmulah yang membawa gerombolan bandit menyerbu ke rumah kami, 28 jiwa tua muda dicacah hancur luluh, berani kau memfitnah pihak kami malah."   Kaget dan heran Cu Jing mendengar caci-maki dan saling tuduh ini, ia membatin.   "Kedua-nya bilang ayah mereka membawa gerombolan dan main sergap di malam hari, bukan mustahil dalam persoalan ini ada latar belakangnya?"   Terdengar Ban Jin-cun berjingkrak gusar, makinya.   "Kau kunyuk. kau yang main tuduh dan memfitnah." "Perang mulut tiada gunanya, lihat pedangku"   Bentak Kho Kehhoa.   "Sret", pedangnya yang pan-jang segera menusuk. "Serangan bagus."   Seru Ban Jin-cun, segera ia balas menyerang.   Musuh besar berhadapan, mata sama membara, maka serangan kedua pihak sama2 ganas tanpa kenal ampun lagi, terdengar rentetan bunyi benturan nyaring, keduanya sama mengembangkan ilmu pedang warisan keluarga masing2 dan saling labrak dengan sengit.   Menyaksikan pertarungan sengit ini, berkerut kening Cu Jing, teriaknya keras.   "Hai, kalian lekas berhenti, dengarkan omonganku."   Tapi kedua pemuda ini sama berdarah panas, sudah kesetanan lagi oleh dendam keluarga yang tidak terlampias, mereka tidak hiraukan seruan Cu Jing, malah gerakan pedang mereka semakin gencar untuk merobohkan musuh.   Melihat seruannya diremehkan, Cu Jing naik pitam, dengusnya.   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Patut mampus, kalian tidak mau dengar nasihatku, boleh silakan saling ganyang, mati hidup kalian memangnya tiada sangkut pautnya dengan aku"   Karena marah, dia putar badan hendak tinggal pergi. Tiba2 seseorang seperti berbisik di pinggir telinganya.   "Kau kemarisebagai penengah, belummemisah kenapaditinggalpergi"   Cu Jing tertegun, dia berpaling dan Celingukan, tapi tiada bayangan orang lain, keruan ia bingung dan heran-Kalau kuping sendiri salah dengar, tapi jelas ada orang berbisik di pinggir telinganya, takmungkinsalah lagi.   Tengah dia celingukan dengan bingung, suara itu berkata pula "Hai, Buyung, kenapa melongo saja? Tidak lekas kau maju memisah, satudiantara mereka mungkin bisa mati konyol."   Kali ini Cu Jing mendengar jelas, orang di belakangnya. Dengan sigap dia membalik badan, tapi tetap tidak melihat bayangan seorangpun, keruan ia terkejut, jelas orang itu bicara di belakangnya, kenapa tidak kelihatan, dengan merinding dia bertanya.   "Siapakah kau?" "Aku ya aku,"   Suara itu berbisik pula. "Masa kau tidak punya she dan nama?"   Ta-nya Cu Jing. "Betul, aku orang tua memang tidak punya she dan nama,"   Sahut suara itu dengan tertawa. Di kala orang bicara, dengan gerakan cepat Cu Jing membalik badan, tapi tetap tidak melihat bayangan orang. Malah suara orang berkumandang di telinganya.   "Kau tidak usah berpaling, umpama kau putar2 sampai pusing tujuh keliling juga tidak akan bisa melihat aku orang tua." "Memangnya kau setan"   Seru Cu Jing. Tanpa terasa dia merinding. "Di siang hari bolong mana ada setan"   Seru suara itu.   "Aku orang tua ini adalah dewa hidup sungguhan, kau percaya tidak?"   CuJinggeleng kepala, katanya."Akutidakpercaya." "Tidakpercayatidak jadisoal, lekas melerai mereka." "Mereka lagi berhantam sengit, bagaimana aku bisa memisahnya?" "Kau tidak usah kuatir, loloslah pedangmu, gunakan jurus Thianto-tiong-ho terus terjang ke tengah mereka, aku akan membantumu secara diam2."   Segera bisikan suara itupun menerangkan lebih lanjut.   "Thian-totiang-ho adalah sejurus ilmu pedang dari Bu-tong-pay, kau bisa mainkan tidak? Yaitu pedang tusuk lurus ke depan, lalu ujung pedang mendongak keatasterusdi sendalsajabegitu." "segampang itu?"   Seru Cu Jing tidak percaya. "Kan maksudmu memisah? sudah tentu semakin gampang semakin bermanfaat. Ai, buyung, jangan banyak bertanya, cukup asalkaubergayadanberpura2saja, biarakuyang membantumu.   " "Umpama berhasil memisah mereka, apakah mereka mau di lerai?"   Tanya Cu Jing. "Setelah mereka kau pisah, bekerjalah lebih lanjut menurut petunjukku."   Dengan seksama Cu Jing dengarkan suara orang, terasa serak dan rendah berat, ia tahu pasti seorang cianpwe kosen yang aneh tabiatnya, maka dia manggut2, katanya.   "Baiklah, aku akan bekerja menurut petunjukmu "   Setelah berpikir lalu dia bertanya pula "Apakahnanti kautidakakan unjukkan dirimu?" "Kau Buyung ini mewakilkan aku bekerja kan sudah cukup, muncul atau tidak bagiku sama saja.   Nah, lekas maju, ingat jangan pedulikan jurus serangan apapun yang tengah mereka lancarkan, kau tetap gunakan jurus Thian-to-tiong-ho saja."   Dengan heran dan penuh tanda tanya Cu Jing keluarkan pedang terus mendekati gelanggang.   Waktu itu pertempuran Ban Jin-cun dan Kho Keh-hoa sudah mencapai babak genting menentukan, pedang mereka dengan berlomba kecepatan merobohkan lawan, lingkaran sinar pedang laksana kelebat kilat menyamber.   Ui-san kiam-hoat mengutamakan ketenangan dan kemantapan-Sebaliknya Liok-hap-kiam dari keluarga Kho yang tersohor mengutamakan tusukan dan menutuk.   oleh karena itu murid didiknya semua menggunakan batang pedang yang tipis dan panjang, begitu ilmu pedang dikembangkan, bagai bintik2 sinar perak bertaburan.   Konon kalau Liok-hap-kiam-hoat diyakinkan sampai taraf tertinggi, sejurus gerakan pedang sekaligus dapat menusuk telak 36 Hiat-to musuh, maka dapatlah dibayangkan betapa cepat gerak serangannya.   Kira2 tujuh kaki di luar gelanggang pertempuran Cu Jing sudah merasa silau dan tersampuk oleh angin kencang yang membendung langkahnya, bayangan orang dan sinar pedang sukar dia bedakan, sesaat ia berdiri melongo tak tahu apa yang harus dia kerjakan? Baru saja ia merandek, suara tadi lantas mendesaknya.   "Sudah kubilang jangan kau pedulikan mereka. Nah, bersiaplah, angkat pedangmu dan cungkil." -Begitu suara orang masuk telinga, tanpa kuasa tangan kanan Cu Jing yang memegang pedang tiba2 bergerak terusmenyongkelke depan- Kalau dituturkan memang aneh, dengan serampangan pedangnya menyongkel, tapi justru menimbulkan kejadian aneh. Terdengar "trang-tring"   Dua kali, kedua batang pedang Ban Jin cun dan Kho Keh-hoa yang sedang saling labrak dengan sengit itu lengket seperi tersedot oleh besi sembrani, semuanya menindih pada ujung pedang Cu Jing tanpa bisa bergeming lagi.   Keruan kedua orang sama terbelalak kaget, mereka kerahkan tenaga dan menarik sekuatnya, tapi pedang mereka seperti melengketdiujungpedangCu Jing, takkuasa mereka menariknya.   Merah mata Ban Jin-cun, serunya.   "Cu-heng, aku takkan hidup berjajardengandia, lebihbaikjangan kau turutcampur."   Kho Keh-hoa juga menggerung murka, teriaknya..   "Apa2an maksud saudara ini?"   Pada saat itulah, suara tadi mengiang pula di telinga Cu Jing. "Buyung, sekarang beritahu mereka bahwa atas perintah gurumu, kaudisuruhmeleraiperkelahian mereka."   Cu Jing merasa heran, batinnya.   "Masa kedua orang ini juga tidak melihat bahwa di belakangku ada orang?"   Maka sambil menuding pedangnya ia berkata.   "Kalian harap berhenti dulu, atas perintah guru cayhe sengaja kemari untuk melerai permusuhan keluarga kalian." "Cu-heng,"   Kata Ban Jin-cun.   "Sakit hati kematian orang tua setinggi langit, ini bukan permusuhan biasa, buat apa Cu-heng mencampuri urusan ini" "Betul,"jengek Kho Keh-hoa.   "aku pantang berdiri sejajar di dunia ini dengan dia, kalau bukan aku yang gugur, biar dia yang mampus, tak usah orang lain melerai segala."   Cu Jing tersenyum, katanya.   "Kalian sama2 menuduh ayah lawan menyerbu rumah kalian serta membunuh segenap anggota keluarganya, kukira dalamperistiwa ini adalatarbelakang....."   Tiba2 suara tadi terkekeh dipinggir telinganya, katanya.   "Tepat sekali ucapanmu Buyung." "Memang betul omongan Cu-heng, ayahku almarhum sudah meninggal setahun yang lalu karena sakit, mana mungkin memimpin orang menyerbu ke Ciok-bun segala, keparat ini hanya membual belaka." "Kaulah yang membuat,"   Maki Kho Keh-hoa.   "Sudah terang bapakmu membawa gerombolan penjahat menyergap rumah kami, seluruh keluargaku tiada yang ketinggalan hidup, ayahku jelas meninggal di bawah pedang bangsat she Ban, mana mungkin membawa orangnya menyerbu ke Ui-san, jelas kau memfitnah dan cari alasan belaka untuk menista pihak kami, aku bersumpah takkan hidup berdampingan dengan keluarga Ban kalian-Keparat, lihat pukulan"   Karena pedang mereka lengket dengan pedang Cu Jing dan tak kuat ditarik kembali, saking murka Kho Keh-hoa lantas ayun kepalan menggenjot ke muka Ban Jin-cun, Sudah tentu Ban Jin-cun tak mau kalah, jengeknya.   "Memangnya aku takut padamu?"   Iapun ayun tangan kiri balas menyerang.   Jarak kedua orang cukup dekat, maka kedua pihak lantas beradu pukulan-Tapi begitu kepalan saling sentuh, seketika mereka merasakan sesuatu yang ganjil, hakekatnya kepalan sendiri tidak bersentuhan dengan kepalan lawan, di tengah antara mereka seolah2 ada lapisan lunak yang tidak kelihatan membendung pukulan mereka, musuh jelas terlihat di depan mata, tapi pukulan sukar mencapai sasaran.   Hati mereka sama2 mencelos, pikirnya.   "Entah siapa orang she cu ini? Usianya masih begini muda, tapi membekal Lwekang begini tinggi.   "   Sudah tentu Cu Jing juga menyaksikan dengan jelas, dia tahu bahwa tokoh di belakang dirinya yang memisah pukulan kedua orang, dan anehnya mereka berdiri di samping dirinya, kenapa tidak melihat tokoh yang ada dibelakangnya.   Maka didengarnya suara tadi berkata pula.   "Nah, sekarang boleh kau turunkan pedangmu, katakan urusan ada pangkal ujungnya, utang bisa ditagih, kalau mau berkelahi juga boleh setelah terang persoalannya," "Harap kalian berhenti dulu,"   Kata Cu Jing menurut petunjuk itu, "utang jiwa bayar jiwa, utang uang harus ditagih, kalau mau berkelahi boleh juga, tapi urusan harus dibikin terang lebih dulu."   Lalu pelan2 dia turunkan pedangnya. Begitu pedangnya ia tarik, kedua orang segera merasa longgar, cepat mundur seraya menurunkan pedang . Kata Ban Jin-cun-"cara bagaimana Cu-heng hendak membikin terang urusan kami?"   Belum Cu Jing menjawab, suara tadi sudah berkata.   "Suruh mereka menceritakan kejadian yang menimpa keluarga mereka masing2?"   Cu Jing lantas berkata.   "Siaute kemari atas perintah guru, soalnya urusan kalian terlalu janggal, banyak liku2 yang mencurigakan, sudikah kalian menuturkan dulu peristiwa yang menimpa keluarga kalian masing2?"   Terpaksa kedua orang memasukkan pedang kedalam sarung sertamundur lagiselangkah. Ban Jin-cun lantas berkata.   "Boleh cu-heng suruh dia men- jelaskan lebih dulu."   Kho Keh-hoa menyeringai dingin.   "Boleh saja, kenyataan terpampangdidepanmata, memangnyakaudapatmungkir?" "Marilahkitadudukdisini,"   AjakCuJing. Ban Jin-Cun dan Kho Keh-hoa menurut, mereka bersimpuh di atas rumput tanpa bicara. Terdengar suara tadi membisiki pula. "Suruhlah bocah she Kho tuturkan pengalamannya." "Kho-heng,"   Kata Cu Jing segera.   "boleh kau bercerita lebih dulu."   Terpancar sinar beringas dari mata Kho Keh-hoa menatap Ban Jin-cun, katanya penuh kebencian.   "Pada suatu malam kira2 setengah bulan yang lalu, baru kentongan pertama, tanpa sengaja pamanku kedua melihat bayangan puluhan orang bergerak di bawah gunung dan berlari2 naik ke puncak, waktu itu jaraknya masih beberapa li dari rumah kami, paman tidak tahu pendatang kawan atau lawan? cepat ia memberitahukan kepada ayah disamping memberi peringatan kepada semua orang untuk bersiaga.   Di bawah pimpinan paman sendiri bersama beberapa centeng sembunyi di depan rumah, kami ingin tahu siapakah pendatang itu ....."   Sekaligus bicara sampai disini baru ia berganti napas.   "malam itu kebetulan tanggal 14, bulan terang benderang, baru saja aku bersama paman dan lain menyembunyikan diri, puluhan orang itupun sudah tiba, tampak yang berlari paling depan adalah seorang laki2 tegap bermuka merah berjambang hitam, mengenakan baju hijau, menenteng pedang beronce kuning, begitu melihat orang ini paman lantas bersuara heran, cepat dia melompat keluar menyongsong, serunya. Ban bengcu malam2 berkunjung, Siaute Kho cin-sing terlambat menyambut, harap dimaafkan-Dari seruan paman itu aku baru tahu bahwa pendatang adalah Thok-tah-thian-ong Ban Tin-gak. yang dulu pernah menjabat Bu-lim Bengcu, maka akupun melompat keluar ikut menyambut"   Belum orang selesai bicara tiba2 Ban Jin-cun menyengek. "Kukira tidak benar, ayahku sudah meninggal setahun yang lalu, mana mungkin orang yang sudah mati setahun lamanya muncul di cioksbun?" "Apa yang kututurkan adalah kejadian yang nyata,"   Teriak Kho Keh-hoa gusar.   "Memangnya aku mengarang cerita bohong?"   Terdengar suara tadi berkata.   "Suruhlah bo-cah she Ban itu tidak menyela lagi, dengarkan dulu ceritabocahshe Kho sampaiselesai."   Cu Jing lantas berkata.   "Kalian tidak usah ribut, di sinilah kejanggalan yang kumaksud tadi, sementara harap saudara Ban bersabar, dengarkan dulu cerita saudara Kho sampai habis."   Kho Keh-hoa meneruskan ceritanya.   "Melihat pamanku, Ban Tingak manggut2 sambil balas hormat, tanyanya. Kho ji-heng jangan sungkan, apakah kakakmu di rumah? Paman mengangguk sambil berpesan padaku. Keh-hoa, lekas lapor pada Toa-ko, katakan Banbengcu dari Ui-san datang. Belum lagi aku sempat mengiakan Ban Tin-gak telah berkata pula dengan nada berat. Tak usahlah. Belum habis dia bicara, mendadak ia melolos pedang terus menusuk paman, karena sedikitpun tidak bersiaga dan tidak menduga, kontan paman tertusuk mati ...."   "Waktu itu saudara Kho kan berdiri di belakang pamanmu, kau tidaksempat turun tangan?"tanya Cu Jing. "Waktu paman bicara padaku, aku sudah melangkah setindak. jadi berdiri di samping paman, tapi tusukan Ban Tin-gak memang amat cepat, apalagi kejadian teramat mendadak dan di luar dugaan, baru saja aku mendengar suara pedang terlolos, sinar pedang sudah berkelebat laksana kilat, tahu2 pamanpun roboh mandi darah, keruan kagetku bukan main, waktu aku mendelik ke arah Ban Tingak, bangsat tua itu menyeringai, kata-nya. Lohu mengampuni jiwamu, supaya keluarga Kho kalian tidak putus turunan-Menyusul telapak tangan terayun ke arahku ...." "Tanpa membalassaudaraKbo lantasterluka?"tanyaCuJing. Gemeretak gigi Kho Keh-hoa.   "Entah gerakan apa yang digunakan bangsat tua itu? Hanya terasa dadaku sepeiti dipukul godam, badan lantas mencelat tiga tombak jauhnya, pikiran masih sadar, tapi tenaga habis badan lunglai, Lwekang dan kepandaianku telah punah dalam sekali pukul tadi, maka dengan mata terbelalak aku hanya bisa mengawasi bangsat tua itu pimpin anak buahnya menerjang ke dalam rumah, keadaan menjadi kacau-balau, suara benturan senjata berkumandang, sungguh mengenaskan 28 jiwa penghuni perkampungan kami itu tiada satupun yang ketinggalan hidup oleh sergapan mendadak ini, ayah-bunda mati tertusuk pedang...   "   Terdengar suara tadi berkata.   "Suruhlah dia berpikir cermat, adakah bagian ceritanya yang ketinggalan?"   Cu Jing segera menurut, tanyanya.   "coba saudara Kho pikir lagi lebih seksama, adakah kejadian lain yang terlepas dari ceritamu tadi."   Kho Keh-hoa berpikir sejenak. katanya.   "Tiada lagi, kerja gerombolan itu cukup rapi, di antara 28 korban yang meninggal, kecuali ayah bundaku yang terbunuh oleh pedang, yang lain terluka oleh berbagai macam senjata. ada senjata rahasia beracun lagi, tapi tiada satupun senjata rahasia yang kutemukan, tiada pula tanda2 lain yang mencurigakan.   "   Sampai di sini, tak tertahankan lagi air matanya bercucuran, katanya sambil menuding Ban Jin-cun-"Dendam kesumat sedalam lautan ini, kaulah yang harus melunasinya .   "   Kuatir kedua orang timbul keributan lagi, lekas Cu Jing membujuk.   "Harap Kho-heng bersabar sebentar, sekarang giliran Ban-heng menceritakan pengalamannya." "Akhir musim semi tahun yang lalu,"   Demikian Ban Jin-cun mengawali ceritanya.   "ayahku keluar menyambangi sahabat, kira2 setengah bulan kemudian beliau pulang diantar seorang paman angkatku, katanya dibokong orang, waktu pulang sampai rumah sudah tak mampu bicara, akhirnya beliau meninggal karena tidak terobati."   Terdengar suara tadi berkata kepada Cu Jing "Tanyakan Tok-tahthian-ong dibokong oleh siapa, di mana letak luka2nya?"   Cu Jing lantas bertanya.   "Entah siapakah yang melukai ayahmu, di bagian mana letak luka2nya?" "Setiba di rumah ayah sudah tak bisa bicara,"   Demikian tutur Ban Jin-cun lebih lanjut,"   Menurut paman, ayah dibokong orang pada suatu pegunungan, setelah beliau terluka dan lukanya cukup parah, tak mungkin buru2 pulang ke rumah, maka beliau ber-lari ke Kimkeh-ce, tempat kediaman pamanku itu, dia hanya bilang terkena pukulan Bu-sing-ciang, jiwanya pasti mangkat dalam tujuh hari, beliau minta paman suka melindungi keluarganya ........." "Siapa paman angkat yang Ban-heng maksudkan?"   Tanya Cu Jing.   "Pamanku she cek bernama Seng-jiang, kenalan turun temurun, sejak kecil pamanku itu sudah angkat kakekku sebagai ayah angkat, pernah dia menjabat suatu pangkat dalam pemerintahan, sekarang diasudahpensiundan menikmatiharituanyadirumah."   Terdengar suara orang tadi tidak sabar lagi, dia mendesak. "Suruh dia lekas tuturkan persoalannya, aku masih ada urusan lain-" "Kapankah keluar Ban-heng mengalami sergapan musuh?"   Tanya Cu Jing segera. "Padatanggal16 malam,"sahut BanJin-cun. Kho Keh hoa segera menjengek.   "   Keluargaku mengalami petaka pada tanggal 14 malam, Jadi ayahku sudah meninggal dua hari lamanya, bagaimana mungkin beliau membawa orang menyerbu ke Ui-san membunuh keluargamu?"   Ban Jin-cun tidak hiraukan ucapan, orang tuturnya lebih lanjut.   "Sejak ayah meninggal, ibu sangat sedih dan menangis terus menerus, akhirnya beliau jatuh sakit dan tak bangun lagi, malam itu kira2 baru lewat kentongan pertama, baru saja aku keluar dari kamar ibu hendak kembali ke kamarku, mendadak kudangar suara ribut dan bentakan orang ramai serta benturan senjata, waktu aku memburu keluar, tampak puluhan laki2 berkerudung sedang lari kian kemari, melihat orang lantas bunuh, banyak korban sudah berguguran, gerombolan itu semua berkepandaian tinggi, cara turun tangannya juga amat kejam.   "Liok-siok (paman keenam) Lui-kong (aki petir) Ban Liok-jay tampak sedang berhantam dengan seorang laki2 berjambang dan berpedang, kudengar paman mencaci dengan murka.   Kho cin-hoan, keluarga Ban kami ada permusuhan apa dengan Liok-hap-bun kalian? Tanpa hiraukan peraturan Kangouw malam2 kau bawa gerombolan penjahat menyerbu kemari, membantai keluarga kami ......" "Mungkin dia sedang berhantam dengan setan,"   Ejek Kho Kehhoa. Terdengar suara tadi berkata.   "Tanyakan, apakah hanya Liok-hap-kiam Kho cin-hoan saja yang tidak berkerudung?"   Cu Jing lantas tanya.   "Ban-heng melihat jelas, di antara sekian banyak . gerombolan berbaju hitam itu, hanya Liok-hap-kiam Kho cin-hoan saja yang tidakberkedok?" "Ya, dia tidak memakai kerudung." "Suruhdia melanjutkan,"pintasuaratadi. "Akhirnya bagaimana""   Tanya Cu Jing segera, "Sudah tentu aku amat murka,"   Tutur Ban Jin-cun.   "waktu aku melolos pedang, mendadak kudengar seorang membentak disampingku, robohlah kau."   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Batok kepalaku seperti ditempeleng sekali, kontan aku jatuh semaput, waktu aku siuman kembali hari sudah terang tanah, kawanan penjahat sudah tak kelihatan bayangannya, tapi anehnya setelah semaput setengah malaman, waktu siuman, aku tidak kurang suatu apa2, sampai sekarang aku masih tak habis mengerti, kenapa orang itu tidak membunuhku? Sedang seluruh penghuni rumahku semuanya mati dalam keadaan yang mengenaskan.   cepat aku lari ke kamar ibu, kedua pelayan pribadi ibu terbunuh dengan senjata rahasia beracun dan ibuku ...   ."   Menyinggung ibunya, tak tertahan air mata bercucuran saking sedih, tuturnya lebih lanjut.   "Beliaupun rebah kaku di atas ranjang, darah hitam meleleh dari pundak kirinya, jelas beliaupun terbunuh oleh senjata beracun, tapi tak kutemukan senjata rahasia apapun . ... akhirnya setelah pikiran agak tenang baru kudapati jari tangan kanan ibu menggenggam kencang, ternyata dalam telapak tangannya menggenggamsebuah senjata rahasia."   Tak tahan Kho Keh-hoa menyela.   "   Liok-hap-kiam selamanya tak pernah memakai senjata rahasia, apalagi beracun, entah senjata rahasia macam apakah itu?" "Suatu benda berbentuk bintang sebesar biji melinjo, berwarna hitam legam."   Suara tadi berbunyi pula di telinga Cu Jing.   "Tanyakan apa dia membawa senjata rahasia itu, suruh dia keluarkan supaya kulihat." "Entah senjata rahasia itu Ban-heng bawa atau tidak sekarang?"   Tanya Cu Jing. "Selalu kubawa ke manapunaku pergi,"sahut BanJin-cun. "Bolehkah Ban-heng perlihatkan padaku?"   Tanya Cu Jing. "Sudah tentu boleh,"   Ujar Ban Jin-cun-Lalu di merogoh kantong mengeluarkan sebuah buntalan kecil.   Pada saat itulah, mendadak bayangan seseorang laksana burung elang menukik dari angkasa meluncur turun cepat dan hinggap di depan Ban Jin cun, di mana sinar berkelebat, sebatang pedang tipis panjang tahu2 menyongkel ke depan, maka buntalan kain di tangan Ban Jin-cun seketika mencelat ke atas, sekali samber orang itu menangkapnya dengan tangan lain, berbareng kedua kaki menjejak tanah, tubuhnya mencelat pula ke udara.   Kejadian ini terlalu mendadak, gerakan orang-pun teramat cepat dan tangkas lagi, hakikatnya tiga anak muda itu tidak melihat jelas bayangan siapa orang tadi dan tahu2 buntalan ditangan Ban Jin-cun sudah direbut orang.   Sudah tentu Ban Jin cun yang paling kaget, cepat ia membentak seraya berdiri, baru saja dia hendak mengudak.   tiba2 dilihatnya bayangan orang yang sudah melambung ke udara itu berjumpalitan beberapa kali di atas terus melayang turun pula dan "bluk",jatuh dengan keras di tanah.   Baru sekarang mereka bertiga sempat melihat jelas orang itu berpakaian hitam, bertubuh tinggi kurus, wajahnya kuning, gerak-geriknya gesit, dengan tangkas dia melejit bangun terus hendak melarikan diri pula, tapi baru saja dia lari beberapa tindak, mendadak badannya bergetar terus berhenti dan mematung kaku di tempatnya.   Sudah tentu Cu Jing bertiga menyaksikan dengan melongo keheranan.   Mendadak terdengar suara serak tua bergelak tertawa.   katanya.   "Dihadapan aku orang tua, dengan sedikit kepandaianmu ini berani kau bertingkah?" -Suara ini bergema seperti berkumandang dari angkasa, tapi seperti juga bicara di samping mereka bertiga, keruan Ban Jin-cun dan Kho Keh-hoa melongo kaget. tanpa janji mereka celingukan kian kemari, tapi mana ada bayangan orang? Cu Jing maklum Hiat-to laki2 kurus baju hitam ini terang ditutuk oleh orang tua yang sejak tadi bicara dengan dirinya itu, diam2 ia kaget dan kagum luar biasa, bayangan orang tua ini tidak kelihatan, entah dengan cara apa dia menundukkan orang berbaju hitam ini? . Terdengar orang berbaju hitam mencaci maki dengan beringas. "Bangsat tua, siapa kau? Main sembunyi, terhitung orang gagah macam apa? Memangnya kau tidak cari tahu siapa tuan besarmu ini"   Suara serak tua itu tergelak2, ujarnya.   "Kau bocah ini belum setimpal tanya siapa aku orang tua ini. Tapi berani kau kurang ajar padaku, maka kau harus kuhukum. Nah, sekarang gamparlah mulutmu sendiri"   Sungguh aneh, mendadak si baju hitam angkat kedua tangan sendiri.   "Plak-plok,"   Berulang kali ia benar2 menggampar mukanya sendiri.   Cu Jing bertiga yakin si baju hitam terang tak rela menggampar muka sendiri, sorot matanya tampak menampilkan rasa kebencian, tapi juga jeri dan tak berani bersuara lagi.   Keruan ketiga anak muda yang menyaksikan itu sama tertegun.   Terdengar suara serak itu berkata "Nah, urusan kedua keluarga kalian akupun tidak perlu banyak mulut, kalian tidak perlu saling bunuh pula, sebab musabab peristiwa yang menimpa keluarga kalian boleh tanyakan pada kunyuk hitam ini, aku orang tua hendak pergi."   Ban Jin cun dan Kho Keh-hoa menengadah ke atas, tanyanya dengan hormat.   "Terima kasih atas petunjuk Locianpwe, mohon tanya siapakah gelaran engkau orang tua yang mulia?"   Tapi sekelilingnya sunyi senyap.   kiranya cian-pwe kosen yang terdengar suara tapi tak terlihat bayangannya itu sudah pergi entah ke mana.   Ban Jin-cun lantas menjura kepada Kho Keh-hoa, katanya.   "Khoheng, perihal permusuhan keluarga kita, berkat petunjuk Locianpwe itu, bukan saja telah menghimpas kesalah pahaman kita berdua, beliaupun telah menawan seorang musuh, pada dirinyalah kita harus menuntut balas dan menyelidiki siapa gerangan biang keladi darisemuapetakayang menimpa keluarga kita ini." "Apa yang dikatakan Ban-heng memang benar,"   Ujar Kho Kehhoa. Mereka lantas menghampiri si baju hitam, Ban Jin-cun merogoh kantong orang mengambil balik buntalan kainnya tadi dan dibuka, isinya memang bendahitamberbentukbintangsebesarbiji melinjo."    Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung Merdeka Atau Mati Karya Kho Ping Hoo Pendekar Gunung Lawu Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini