Ceritasilat Novel Online

Pedang Kiri Pedang Kanan 19


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL Bagian 19


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya dari Gan K L   Sengaja Kun-gi mengingat2, lalu mengasi guci2 obat, katanya sambil menghitung.   "Kali ini aku mengambil dari guci ke 3, 5, 6, 8, dan 9 lima guci. Lalu dia berpesan kepada Sin-ih.   "Sisa yang lain boleh kau buang ke belakang."   Cepat Sin-ih bersihkan sisa obat lain yang tidak terpakai lagi.   Kun-gi ambil dua tempayan kosong, lalu dia ukur air obat guci ketiga dan kelima, masing2 di ambil 20 mangkuk, demikian pula pada guci keenam dan kesembilan masing2 dia ambil 30 mangkuk, lalu guci kedelapan dia angkat, setelah sari obatnya dia bersihkan, seluruh air obatnya dia tuang kedalam tempayan serta diaduk lagi dan kebetulan penuh kedua tempayan itu.   Menunjuk kedua tempayan obat itu, Kun-gi berkata kepada Gioklan-"congkoan membatasi cayhae tiga hari untuk menyelesaikan tugas, hari ini telah kubuat dua tempayan air obat penawar getah beracun, harap congkoan suka menerimanya."   Lekas Giok-lan balas hormat, katanya.   "Ling-kongcu memang dapat dipercaya, hamba mengaturkan terima kasih."   Kata Kun-gi kepada So-yok.   "Tadi aku sendiri yang mencoba dan berhasil, kini silahkan Hu-pangcu mencobanya sekali lagi."   Lalu dia ambil sendokdan diangsurkan kepadaSo-yok. So-yok tertawa manis, katanya.   "Aku belum pernah mencoba, memang ingin aku mencobanya."   Dengan sendok itu dia menyiduk air obat terus dituang pelan2 ke dalam wadah lain yang berisi getah beracun. Perubahan pada getah beracun dalam wadah kali ini lebih cepat, dari kental segera menjadi cair dan bening. Seru So-yok girang.   "obat penawar ini memang betul2 mujarab." "Setengah sendok air obat yang diambil Hu-pangcu tadi sedikitnya bisa menawarkan satu baskom getah beracun." "Jadi, berapa banyak getah beracun dapat di-tawarkan oleh air obat kedua tempayan ini?". Kun-gi tertawa, katanya.   "Thay-ouw seluas tiga puluh enam ribu hektar, kalau air danau semuanya getah beracun, kiranya cukup ditawarkan dengan air obat kedua tempayan ini"   Giok lan segera berpesan kepada Sin-ih.   "Laporkan kabar gembira ini kepada Pangcu, katakan bahwa Ling-kongcu telah berhasil membuat obat penawarnya,"   Sin-ih mengiakan dan buru2 lari keluar. "obat penawar sudah kubuat, air obat kedua tempayan ini boleh silakan congkoan menerimanya "   Giok-lan manggut2, katanya.   "Nanti kusuruh agar orang menggotongnya keluar,"   Lalu dia tatap Kun-gi.   "Cuma sudikah Lingkongcu serahkan pula resep obatnya?". Kun-gi, sudah menduga akan hal ini, katanya tersenyum.   "obat penawar yang kubuat sudah ku-serahkan dan Pang kalian boleh memakainya, tentang resep obat......."   So-yok mengedip mata, katanya riang.   "Mungkin resep itu warisankeluargaLing-kongcu, jadiharus dirahasiakan?" . "Bukan begitu,"   Ujar , Kun-gi tertawa.   "Jiwa raga cayhe ada di dalam Pang kalian, keselamatan jiwapun sukar diramalkan, kalau dalam jangka tiga hari cayhe tidak berhasil, batok kepala cayhe tentu sukar dipertahankan, tapi setelah berhasil mungkin tetap menghadapi kesulitan, salah2 bisa dibunuh untuk menutup mulut.. ..."   Berubah air muka Giok-lan, katanya.   "Ling-kongcu berjerih payah membuat obat untuk Pang kami, Pang kami berkecimpung dalam kangouw dan selalu mengutamakan keadilan dan kepercayaan, mana mungkin membalas air susu dengan air tuba?" "Dari siapa Ling-kongcu dengar orang bilang demikian?"   Sela Soyok.   "terang sengaja hendak memecah belah belaka." "Maaf, mungkin cayhe mengukur seorang Kuncu dengan hati seorang Siaujin, cuma dalam percaturan kangouw, tiada jeleknya berlaku hati2 terhadap sesama insan persilatan, air obat dalam kedua tempayan itu bertahan tiba bulan, selama itu bertahan pula jiwa raga cayhe, harap kalian tidak salah paham." "Ucapan Kongcu memang masuk akal,"   Ujar Giok-lan.   "liku2 kehidupan kangouw memang serba buruk dan bahaya, adalah pantas kalau berlaku hati2. cuma Pek-hoa-pang kami takkan berlaku curangdan lupabuditerhadapKongcu."   Kata So-yok manis mesra.   "Kalau Ling-kongcu tidak mau serahkan resep obatnya juga tidak soal, kau boleh tinggal saja disini, memangnya kau akan membocorkan hal ini kepada Hek- Liong-hwe?"   Sementara itu Sin-ih sudah balik bersama seorang pelayan baju hijau.   "Lapor congkoan,"   Kata Sin-ih.   "Pangcu sudah siapkan perjamuan di Ing-jun-koan, Bak-ni (melati) disuruh mengundang Ling-kongcu, Hu-pangcu dan congkoan kesana."   Si melatiadalah salahsatupelayanpribadi Pek-hoa-pangcu, lekas dia tampil memberi hormat, katanya.   "Mendengar Ling-kongcu berhasil membuat obat penawar, Pangcu sengaja mengadakan perjamuan di Ingjun-koan untuk merayakan keberhasilan Ling kongcu ini, silahkan pula Hu-pangcu dan congkoan mengirinya."   So-yok tertawa riang, katanya.   "Toaci mengadakan perjamuan di Ingrjun-koan, inijarang terjadi, silakan Ling-kongcu"   Ing-jun-koan adalah tempat tinggal Pek-Hoa-pangcu, "ucapannya kedengaran simpatik, tapi mengandung nada sindiran,"   Lalu ia berpaling kepada si melati, katanya.   "Hayo tunjukkan jalan.   "   Bak-ni atau kembang melati mengiakan, dia berjalan di depan So-yok dan Giok-lan mengiringi Ling Kun-gi langsung menuju ke Ing Jun-koan- Setelah dekat si melati mendahului beberapa langkah serta membungkuk sambil berseru.   "Lapor Pangcu, Ling-kongcu telah tiba"   Lenyap suaranya tertampak Pek hoa-pangcu sudah beranjak keluar menyongsong di ambang pintu.   Hari ini dia menggunakan baju merah gemerlap dengan gaun panjang kain sutera bersulam mengikat pinggang, pada dua ujungnya dihiasi ronce beludru dan diikat menyerupai telur angsa, langkahnya ringan lembut tak ubahnya bidadari, kelihatan suci dan anggun.   Memang setimpal sebagaibungapeoni (Bok-tan)yang menjadirajadarisegalabunga.   Pek-Hoa-pangcu tetap mengenakan kedok, tapi sepasang matanya nan jeli dan bening tampak bercahaya penuh kasih mesra, katanya merdu.   "Sudah kutunggu cukup lama, silakan Ling-kongcu masukdan duduk."   Begitu beradu pandang, jantung Kun-gi lantas berdebar keras, tanpa terasa timbul semacam perasaan aneh dalam benaknya, sesaat dia melongo mengawasi orang.   Hal ini tak perlu dibuat heran, pemuda mana yang tidak terpesona berhadapan dengan sang jelita, apalagi pandangan Pek-Hoa-pangcu sedemikian mesra.   Tapi cepat Kun-gi sadar, dengan muka merah ia menjura, katanya.   "Pangcu mengundang dan menjamu secara besar2an, sungguh cayhe amat bangga dan terima kasih."   Pek-hoa-pangcu mengiringinya masuk ke kamar makan, mereka jalan berjajar, katanya tersenyum manis.   "Kongcu berhasil membuat obat, besar artinya bagi kepentingan Pang kami, aku hanya suruh mereka sekedar menyiapkan perjamuan untuk membalas budi kebaikan ini, rasanya masih jauh untuk mengimbali jerih payah Kongsu, haraptidakusahsungkan-" "Bantuan yang tak berarti kenapa harus dipikirkan, Pangcu menyambut begini rupa sungguh tidak tenteramperasaan cayhe."   Sebuah meja besar segi delapan berada di tengah ruangan sebelah timur yang bertutup kain gordyn, Pek-hoa-pangcu persilakan tamunya duduk di sebelahnya, sementara So-yok di sebelah kiri dan Giok-lan di depannya.   Tanpa diperintah delapan pelayan bergiliran menyuguhkan hidangan dan arak.   Pek Hoa pangcu angkat cawan araknya, katanya.   "Ling-kongcu sudah membuatkan obat mujarab bagi Pang kami, seluruh anggota Pek-Hoa-pang merasa bersyukur dan berterima kasih, secawan arak ini kusampaikan selamat dan terima kasih, haraf kongcu sudi menerimanya .   "   Kun-gi angkat cangkir araknya dan menjawab.   "Seharusnya cayhe yang menyampaikan selamat pada Pangcu, sayang cayhe tidak biasa minum arak. apalagi nanti akan menghadap Thay-siang, terpaksa cayhe harus membatasi diri minum arak."   Lalu dia teguk habis isiCangkirnya. "Kau akan menghadap Thay-siang?"   Seru Pek-hoa-pangcu heran "Ya, hal ini memang akan kulaporkan kepada Toaci,"   Ujar So-yok.   "waktu aku datang pagi tadi Thay-siang sudah berpesan bila Lingkongcu berhasil, beliau minta aku membawanya menemuinya." "Thay-siang amat besar perhatiannya terhadap getah beracun ini, Ling-kongcu berhasil temukan obat penawarnya dalam waktu sesingkat ini, tak heran beliau ingin benar bertemu,"   Lalu Pek-hoapangcu berkata kepada Kun-gi.   "Biasanya thay-siang tak mau menemui orang luar, umpama anggota Pang kita sendiri juga jarang dipanggil, Ling Kongcu ternyata lebih beruntung."   Sedemikian besar perhatiannya membicarakan undangan Thay- siang ini, padahal sinar matanya tidak mengunjuk rasa senang kalau tidak mau dikatakan menampilkan rasa kuatir dan gelisah malah.   Sudah tentu Kun-gi tak bisa menyelami pikiran Pek hoa pangcu, katanya tertawa lebar.   "Beruntung cayhe diundang Thay-siang, hal ini merupakan kebanggaanku seumur hidup,"   Pek hoa pangcu tersenyum, katanya.   "Hanya bicara saja sampai lupa makan, hidangan sudah dingin, silakan makan-"   Baru dua cangkir arak masuk perut, muka Ling Kun-gi lantas merah seperti kepiting rebus, celakanya So-yok selalu ambilkan hidangan terus main dorong kepiringnya, ditolak tidak bisa, diterima akhirnya perutnya kekenyangan.   Perjamuan ini untuk merayakan kesuksesan Ling Kun-gi, tapi lantaran yang dijamu tidak pandai minum arak sehingga makan minum berjalan kurang semarak, Pek hoa pangcu dan Giok-lan bersikap pasif pula karena tingkah So-yok yang ber-muka2.   Hampir setiap masakan yang dihidangkan sedikit atau banyak masuk ke perut Kun-gi, untung perjamuan ini berakhir juga , Kun-gi merasa seperti lepas dari hukuman, buru2 dia berdiri.   Pekhoapangcu mengiringinyakembalikeruangtamu.   Baru saja Kun-gi menghabiskan teh panas yang disuguhkan, So- yok lantas berkata sambil berdiri "Toaci, hari sudah siang, kiranya Ling-kongcu harus berangkat." "Mungkin Thay-siang akan menguji Ling kongcu membuat obat itu, Ji-moay sudah bawaobatnyabelum?"   TanyaPekhoapangcu. "Sam-moay sudah menyiapkan untukku,"   Sahut So-yok tertawa. "Baiklah, bolehlah kau bawa Ling kongcu dan segera berangkat, supayaThay-siangtidakterlalu lama menunggu."   So-yok mengiakan, dia menoleh dan berpesan kepada si melati. "Bak-ni, lekas kau beritahu supaya perahu disiapkan-"   Si melati mengiakan terus berlaripergi. So-yok berdiri, katanya.   "Ling kongcu, hayo berangkat"   Sembari bicara dia mengenakan mantel terus beranjak ke luar.   Kun-gi memberi hormat kepada Pek hoa pangcu serta Giok lan dan mohon diri.   Mereka mengantar sampai di depan pintu.   Sepasang mata Pek hoa pangcu sejeli mata burung hong menatapKun-gi, katanya."Kamitidak mengantar lebih jauh."   Beradu pandang seketika terasa oleh Kun-gi sorot matanya mengandung kasih mesra nan penuh arti, diam2 terkesiap hatinya, berkumandang pula suara Pek hoa pangcu selirih bunyi nyamuk di tepi telinganya.   "Dihadapan Thay-siang kau harus berlaku hati2, setiap pertanyaan harus kau jawab dengan baik, kalau dia tidak tanya, jangan banyak bicara."   Segera Kun-gi balas menjawab dengan ilmu gelombang suara.   "cayhetahu."Lalucepat2dia megikuti langkahSo-yok.   Perahu yang disiapkan ternyata kecil saja, di tengahnya beratap jerami, bentuknya bulat panjang, di kedua ujung perahu masing2 duduk seorang perempuan setengah umur berperawakan kekar kuat, So-yok melompat turun lebih dulu terus menyelinap masuk dan duduk, terpaksa Kun-gi ikut melompat turun, tapi dia berdiri saja, karena ruang perahu sempit, hanya cukup untuk dua orang bersimpuh berhadapan, di kanan kiri terdapat sebuah meja kecil rendah di mana ditaruh cangkir minuman, jadi tiada barang perabot lainnya, laki-perempuan duduk dekat berhadapan rasanya kurang leluasa, tapi setelah berada di atas perahu tak mungkin dia duduk...   Apa boleh buat, akhirnya dia menyelinap masuk dan duduknya sedikit mundur di atas kasuran berhadapan dengan So-yok.   dengan menyengir dia berkata.   "Perahu ini terlalu kecil.". "Perahu ini memang khusus kami buat secara istimewa, kalau badanperahulebihbesarsedikittidakakanbisa masuk."   Perempuan di buritan segera angkat galah, ia menarik tali kerai bambu yang bentuknya bundar segera bergerak menutup tempat duduk So-yok dan Kun-gi.   Keruan keadaan menjadi gelap.   untung Lwekang Kun-gi.   cukup tinggi, dia masih bisa melihat jelas keadaan sekitarnya.   Tak lama kemudian So-yok menyalakan lentera yang terletakdisamping atas.   Terasa oleh Kun-gi perahu mulai bergerak.   pengayuh bekerja menerbitkan gemercik air.   Diam2 Kun-gi membatin.   "Kiranya tutup ini sengaja dipasang supaya aku tidak dapat melihat pemandangan di luar"   Setelah api menyala, So-yok tersenyum, kata-nya.   "Tentunya Ling-kongcu merasa heran kenapa perahu ditutup begini rapat?" "Mungkin daerah rahasia yang penting artinya, orang luar dilarang melihat keadaan di sini,"   Kata Kun-gi..   "Bukan begitu, perahu ini khusus dibuat-untuk Thay-siang seorang saja.   Beliau tidak ingin dilihat orang, apalagi diketahui tempat tinggalnya.   Dalam Pang kita kecuali aku, Toaci dan Sammoay tiada orang lain yang tahu tempat beliau bersemayam, kau adalah orang luar satu2nya yang melanggar kebiasaan Thay-siang, ini menandakan betapa besar perhatian Thay-siang kepadamu." "Sungguh cayhe amat bangga dan senang hati." "Maukah kau tinggal di tempat kita ini untuk selamanya?"   Tanya So-yok menatap Kun-gi lekat2.. Berdetak jantung Kun-gi, katanya tawar.   "Anggota Pang kalian semua perempuan, boleh cayhe tinggal di sini?" "Asal kau manggut, aku akan bicara dengan Thay siang, dalam Pang kitakan juga ada laki2 lain-" "Merekakan Hou-hoat-su-cia." "Jangan kau pandang enteng para Hou-hoat-su-cia itu, di antara mereka tidak sedikit murid perguruan ternama, ilmu silatnya tinggi, kalau Ling-kongcu mau tinggal di sini, kau tidak akan dijadi-kan Hou-hoat-su-cia"   Sengaja Kun-gi, bertanya.   "Hu-pangcu hendak memberi jabatan apa kepada cayhe.?"   Merah muka So-yok, katanya menunduk malu.   "Dinilai dari ilmu silatmu, masakah kau boleh diberi kedudukan rendah?, Sekarang kau tidak perlu tanya, soal ini akan kurundingkan dengan Thay- siang" "Masakah Hu-pangcu tidak bisa memperkirakan supaya cayhe bisa mempertimbangkannya?"   Semakin merah wajah So-yok. suaranya lirih. "Bagaimana maksuk hatiku padamu, memangnya tidak terasa olehmu? Kalau tidak buat apa kubawa kau menghadap Thay-siang?"   Cukup jelas dan gamblang kata2nya. Tanpa terasa tergunang juga hati Kun-gi, laki perempuan duduk berhadapan dan membuka isi hatinya lagi seCara blak2an, lalu bagaimana dia harus menanggapi? Terpaksa Kun-gi berkata sekenanya.   "Hu-pangcu bermaksud baik, membimbingku, setulus hati kunyatakan terima kasih, soalnya beberapa temanku berada di tangan Hek liong-hwe, setelah kuketahui mereka terjeblos di sarang iblis, betapapun aku harus berusaha menolong mereka, karena itu sukaruntukkutinggal dalamPang kalian-" "Menurut Thay-siang, Hek liong-hwe merajalela melakukan kejahatan, kelak pasti mendatangkan petaka di Kangouw, sudah lama kita bermaksud menumpasnya, cuma mereka memiliki getah beracun yang tiada obatnya sehingga soal ini tertunda sampai sekarang, kini setelah obat penawar getah telah kau buat, mungkin Thay-siang akan pimpin sendiri gerakan besar2an untuk menggempur Hek liong-hwe, itu berarti kawanmu juga akan tertolong pula."   Tengah bicara gemercik air tiba2 semakin keras, Kun-gi dapat membedakan suara gemercik air ini membawa pusaran yang keras dan berdaya sedot yang kuat, kalau tidak salah perahu kini tengah memasuki suatu gua yang dalam dan luas.   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Terasakan pula laju perahu tiba2 menjadi lambat, kalau tadi perahu bergerak melawan arus sehingga menimbulkan guncangan cukup keras, tapi laju perahu sekarang mesti lambat namun kira2 tiga puluhan tombak kemudian lantas pelahan dan Akhirnya berhenti.   TaktertahanKun-gibertanya."Apakahsudahsampai?"   So-yokcekikikan, katanya."Kupingmu tajamjuga." "Kurasa perahu sudah berhenti." "Krek."   Tiba2 kerai bambu yang rapat itu tersingkap. Tapi keadaan sekeliling gelap. tak terlihat bintang2 di langit, kiranya perahuberlabuhdibawah dinding batuyangterjalgelap. So-yok mendahului berdiri, katanya.   "Letak puncak tebing di atas cukup tinggi, biarlah ku lompat naik dulu, kau boleh menyusul."   Sekali tutul kaki, dengan enteng tubuhnya lantas melejit ke atas, hanya sekali berkelebat lantas tak kelihatan-Kejap lain terdengar suara So-yok berseru di atas batu.   "Ling-kongcu, boleh kau lompat kemari, tapi hati2, batu ini berlumut dan sangat licin-"   Lalu terdengar suara percikan api. Mata Kun-gi dapat melihat di tempat gelap. tanpa sinar api iapun bisa melihat cukup jelas keadaan sekelilingnya, segera dia menjawab.   "Ya, cayhe segera naik,"   Iapun tiru gerakan orang, ujung kaki menutul papan perahu, tubuhnya terus melambung ke atas.   Karena tidak ingin pamer kepandaian di depan So-yok, kira2 setombak lebih badannya melejit ke atas ia terus meluncur turun ke samping So-yok, Buru2 So-yok ulur tangan pegang lengannya, katanya.   "Berdiri ke sini sedikit, batu sebelah pinggir berlumut dan licin-"   Karena tarikan ini badan mereka hampir berhimpitan. Lekas So-yok menunduk dan meniup padam obor, seketika keadaan gelap gulita pula. Dalam kegelapan So-yok berkata pula.   "Disini sebenarnya dilarang menyalakan api, demi keselamatanmu barusan aku melanggar larangan untuk selanjutnya kau harus menggremet di tempat gelap."   Tanpa tunggu Kun-gi bersuara cepat ia menambahkan.   "Tak usah kuatir, jalanan di sini aku sangat apal, asalkaugandeng tanganku, pastitakkan terjatuhdari ketinggalan-"   Jari tangan yang halus segera menarik Kun-gi, katanya manis. "Hayo, kita ke atas, hati2 lima langkah lagi ke atas adalah lorong sempit yang harus dilewati dengan badan miring, jangan sampai kepalamu kebentur benjut."   Kun-gi tidak ingin orang tahu dirinya dapat melihat di tempat gelap.   maka ia biarkan saja dirinya ditarik dan digandeng.   Apa yang dikatakan So-yok memang tidak salah, di depan hanya sebuah lorong sempit, hanya cukup untuk tubuh seorang, kaki terasa menginjak tanah berbatu yang naik turun tidak rata.   Walau So-yok sudah apal tempat ini juga jalan menggremet hati2, kembali dia bertanya.   "Ling kongcu, di rumah masih adakah sanak saudaramu?" "Keluargaku hanya ibu dan aku saja,"   Sahut Kun-gi. Bersinar mata So-yok di tempat gelap. tanyanya.   "Kau tidak punya adik perempuan?"   Tiba2 dia menghentikan langkah. "Bagaimana kalau aku menjadi adikmu?"   Badannya yang padat dan montok tiba2 menggelendot ke dada Kun-gi.   Kun-gi tahu, nona ini bertabiat buruk.   aleman, keras kepala dan suka menang, Pek-hoa-pangcupun suka mengalah padanya, kalau dirinya sampai membuatnya marah, bukankah usaha dan rencananya bakal gagal total? Maka tanpa pikir tangannya segera memapah badan orang, katanya.   "Hu-pangcu suci dan berbudi luhur, laksana berbadan emas, mana cayhe berani terima?"   Menggeliat pinggang So-yok yang ramping, katanya aleman. "Ah, kau kira aku tidak setimpal? Jelas kau memandang rendah aku." "Manacayheberanipandang rendahdirimu?". So-yok mendongak, katanya.   "Kami ada banyak saudara perempuan di sini, tapitiadapunyatoako, mungkinadajodoh, sejak pertama kali melihatmu se-olah2 kau sudah menjadi Toakoku, bagaimana jika betul kau menjadi, Toakoku?" "Sungguh, cayhe tidak berani terima." "Mau tidak mau aku tetap anggap kau sebagai Toako,"   Omel Soyok seperti anak kecil merengek minta permen, Kedua bola matanya terpentang lebar, walau dalam gelap dia tidak melihat wajah Kun-gi, tapi badannya yang halus padat menempel badan Kun-gi, kepala mendangak dengan malu2 dan merdu dia memanggil.   "Toako."   Kecuali tabiatnya yang jelek.   perawakan So-yok boleh masuk hitungan, apalagi cantik menggiurkan, suara panggilannya berdaya tarik menggetar sukma, seketika hati Kun-gi terguncang, tanpa sadardia memelukpinggang So-yokyangrampingdengan erat.   So-yok bersuara lirih terus merebahkan badannya ke dalam pelukan Kun-gi serasa lunglai otot tulang tubuhnya, maklumlah dia masih perawan ting-ting, tumbuh dewasa di kalangan wanita yang tidak pernah bergaul dengan lelaki, apalagi disentuh dan dipeluk begini rupa, keruan hatinya berdebur seperti gelombang samudara memukul pantai, seperti anak kambing yang kaget, takut dan jinak pula, badannya rada gemetar.   Kun-gi juga pemuda yang baru menanjak dewasa, jiwa laki2nya baru mekar pula begitu dia peluk So-yok, badannya seketika bergetar seperti kena aliran listrik, jantung seperti hendak copt, tiba2 pikirannya tersentak sadar dan cepat2 melepaskan pelukannya.   Walau ditempat gelap.   tapi Kun-gi sendiri merasakan mukanya panas, katanya tergagap.   "cayhe pantas mati, berani kurang ajar, terhadap Hu-pangcu, harap ... ."   Cepat So-yok mendekap mulut anak muda itu, katanya lirih. "Tak usah menyalahkan diri sendiri, aku tidak menyalahkan kau, karena aku sudah anggap kau sebagai Toakoku" "Bisa punya adik seperti kau, sungguh amat beruntung dan berbesar hati, cuma...   " "Tidakusah pakai alasan, kau mau terimaaku sebagaiadikmu?"   Apa boleh buat, terpaksa Kun-gi berkata.   "Baiklah, kupanggil kau adik." "Nah kan begitu, Toako yang baik."   Muka Kun-gi masih terasa panas, lekas dia mendesak.   "Hayolah kita melanjutkan perjalanan." "Biar tetap kugandang tanganmu, setelah lewat lorong sempit ini baru jalan agak datar"   Cukup panjang juga lorong sempit ini, kalau badan sedikit gemuk takkan bisa lewat lorong sempit ini.   Dinding batupun tidak rata, ada yang runcing, kurang hati2 sedikit pakaian biaa tercantol sobek.   Begitulah mereka menggeremet miring ke depan.   Kira2 semasakan air baru mereka keluar dari lorong sempit ini.   Di luar tanah memang datar dan lapang, mereka berada di dalam gua alam yang besar, tapi tetap gelap dan lembab, sayup2 terdengar suara tetesan air dari langit2 gua.   Diam2 Kun-gi heran, pikirnya.   "Thay-siang-pangcu dari Pek-hoapang kenapa malah bertempat tinggal di tempat seperti ini?".. So yok tetap menggandeng tangannya terus maju ke depan menuju dinding batu di depan. Tampak dia ulur tangan menekan sebuah lobang kecil di atas dinding... Maka terdengar seorang membentak tanyadaribalik dinding.   "Siapa?" "Aku, So-yok"   Sahut So-yok.   Lalu terdengar suara gemuruh, dinding batu persegi di depan mereka tiba2 bergerak dan tampak sebuah pintu, sinar lampupun menyorot keluar, dari balik batu.   Lalu muncul seorang perempuan setengah umur berbadan tinggi, sorot matanya dingin kaku, sekilas dia lirik Kun-gi, tanyanya.   "Dia inikah yang di-panggil Thay-siang?"   So-yok manggut, katanya.   "Dia bernama Ling Kun-gi."   Lalu dia berpaling, katanya pula.   "Ling-kongcu, mari kuperkenalkan inilah Ciok-lolo."   Lekas Kun-gi menjura, katanya.   "cayhe menyampaikan hormat kepada Ciok-lolo."   Tidak nampak secercah senyum pada wajah keriput Ciok-lolo ataunenekciok."Tidakusahsungkan, lekaskalian naik keatas."   So yok aturkan terima kasih dan ajak Kun-gi masuk.   Kini mereka berada di sebuah kamar batu berbentuk lonjong persegi, di depan ada undakan batu, di sebelah kiri ada sebuah pintu, agak-nya di sanalah kamar tidur Ciok-lolo.   Dari atas dinding So-yok menurunkan sebuah lampion, setelah menyulutnya dia berkata tertawa.   "Ling-kongcu, ikutilah aku."   Dia mendahului naik ke undakan batu.   Undakan batu Cukup lebar, ia menenteng lampion, maka tidak perlu bergandeng tangan lagi.   Undakan batu ini melingkar naik ke atas, langkah mereka dipercepat, setiba di ujung undakan kembali mereka dia dang dinding batu.   Diam2 Kun-gi menghitung sedikitnya dia sudah naik lima-enam ratus undakan-Di depan dinding So-yok menekan dua kali, terdengar suara berkeriat-keriut, muncul sebuah pintu di dinding itu, pandengan mereka menjadisilauolehbenderangnyasinar matahari.   So yok tiup padam lampion dan menggantung di atas dinding, lalu katanya.   "Silakan Toako."   Kun-gi tidak rikuh2 lagi, segera dia melangkah keluar, terasa angin menghembus semilir, semangat seketika terbangkit.   So-yok mengintil di belakangnya, setelah berada di luar, dia menekan dindingdua kalipula, pintubatu pelan2 menutup sendiri.   Di luar pintu batu ini letaknya di sebuah paseban di lamping gunung, paseban ini besar dan megah, enam sakanya berwarna merah cukup sepelukan satu orang.   Bunga bertaburan di segala pelosok memenuhi lereng yang terbentang luas, anehnya bunga yang tak diketahui namanya ini beraneka macam jenis dan warnanya, Semuanya, mekar Semerbak.   Tepat di tengah paseban ini di-pasang sebuah panggung batu kecil bulat halus mengkilap menyerupai meja bundar dikelilingi kursi bundar yang berbentuk men erupaigendang, semuanyaterbuatdaribatugunung..   Setelah pintu merapat, tampak di pagan batu yang besar itu, setinggi setombak berukir empat.   huruf yang berbunyi "Pek-hoathing-kip".   "Tempat apakah ini? "   Seru Kun-gi heran. "Inilah Pek-hoa-kok (lembah seratus bunga),"   Sahut So-yok. "Hayolah, setelah membelok ke lamping gunung sana, kau dilarang buka suara lagi."   Lalu dia mendahului jalan menyusuri jalanan yang dilandasi pagar batu.   Sambil mengikutilangkahorangKun-giber-tanya."Kenapa?" "Thay-siang tidak senang kalau ada orang suka bertanya, apalagi beliau sudah berhasil meyakinkan Thian-ni-thong, setelah membelok pengkolan gunung itu, semua pembicaraan kita akan terdengar olehnya."   Kun-gi manggut2.   Langkah mereka dipercepat, setelah keluar dari pengkolan gunung, seluas mata memandang lembah ini bagai bertaburkan bunga, beraneka warnanya, di antara bayang2 pepohonan sana ada bangunan rumah bersusur, dengan berbagai bentuk artistik, Jauh di atas sana, seperti ada jembatan gantung yang menghubungkan satu rumah berloteng dengan bangunan megah yang lain-Sungguh pemandangan permai yang menyegarkan semangat dan perasaan.   Tak tertahan Kun-gi menarik napas panjang, katanya memuji.   "Bile cayhe tidak tahu tempat ini adalab tempat semayam Thay-siang, melihat keadaan lembah yang permai dan teratur rapi ini tentu membayangkan bahwa pemiliknya pasti seoranganehdan memilikikepandaianyangjauh melebihiorang."   Mendengar Kun-gi buka suara.   So-yok tampak kaget, mau mencegah tapi tak sempat lagi.   Syukurlah yang didengar adalah kata2-pujian, barulah lega hatinya.   Tapi pada kejap lain ia mendengar seseorang mendengus sayup2 dari kejauhan.   Suara dengus ini kedengarannya sangat jauh, tapi seperti juga sangat dekat sehingga sukar orang meraba dari mana datangnya.   Yang terang So-yok berubah air mukanya, seketika dia bergidik, katanya lirih.   "Lekaslah"   Bergegas dia masuk ke lembah sana.   Sudah tentu Kun-gi tahu suara dengus tadi dikeluarkan seorang yang memiliki Lwekang tinggi dan dia pasti Thay-Siang adanya.   Ucapan Kun-gi tadi juga diutarakan secara spontan karena melihat panorama lembah yang mempesona ini, padahal kata2 pujiannya diucapkan setulus hati, memangnya kenapa orang mendengus?.   Ini berarti bahwa jiwa Thay-siang rada nyentrik, wataknya, pasti aneh dan menyendiri, tak heran Pek-hoa-pangcu dan So-yok berpesan wanti2 dihadapan Thay-siang nanti supaya dirinya tidak banyak bicara kalau tidak di-tanya.   Cepat sekali mereka sudah tiba di depan sebuah rumah berloteng yang dibangun amat megah.   So-yok berhenti, katanya menoleh.   "Ikutilah aku."   Dia bawa Kun-gi masuk ke sebuah kamar tamu yang bentuknya agak kecil, katanya pula.   "Ling-kongcu duduklah menunggu di sini, aku akan masuk memberi laporan kepada Thaysiang, sebentar ku-kembali." "Hu-pangcu boleh silakan,"   Ucap Kun-gi.   Tanpa bicara lagi So-yok beranjak keluar.   Seorang diri Kun-gi duduk di kursi, dia kira So-yok akan segera kembali, tak tahunya ditunggu setanakan nasi masih belum keluar, lambat laun hatinya menjadi gundah dan tidak tenteram, sambil menggendong tangan dia mondar-mandir melihat lukisan di dinding.   cukup lama juga dia meneliti setiap lukisan itu baru didengarnya langkah ringan seseorang mendatangi.   cepat Kun-gi membalik badan, tampak yang datang adalah seorang gadis berpakaian kain kembang.   Usia gadis Cilik ini sekitar 12-an, tapi wajahnya tampak ayu jenaka, rambutnya dikuncir, bagian depannya dipotong poni, bibirnya yang merah delima tampak mungil dan mengulum senyum, kelihatannya masih kanak2.   Waktu dia melangkah masuk kebetulan Kun-gi membalik badan, biji mata yang jeli dan bening itu seketika menatap Kun-gi dengan tajam, langkahnyapun berhenti, pipinya yang putih halus seketika bersemu merah, cepat dia menunduk malu.   Maklumlah, sejak kecil nona ini dibesarkan di lembah nan sunyi dan putus hubungan dengan dunia luar, kapan dia pernah melihat seorang laki2, apa-lagi laki2 seperti Kun-gi yang cakap ganteng ini, karena malu, hampir saja dia tidak kuasa berbicara.   Kun-gi malah bersuara dulu dengan tertawa.   "Apakah Hu-pangcu suruhnona memanggilcayhe?"   Setelah tenang hatinya baru gadis cilik itu manggut2 dengan malu2, katanya.   "Jadi kau ini Ling kongcu? Thay-siang mengundangmu." "Silakan nona tunjukkan jalan,"   Kata Kun-gi. Sambil menunduk gadis cilik itu membalik terus melangkah pergi, katanya.   "Marilah Ling-kong-cu ikut aku." . Keluar dari ruang tamu dia belok ke kiri adalah serambi panjang yang menjurus ke lembah diseberang sana, pemandangan menghijau permai, air terjun mencurah deras di ujung timur sana, seluruh pemandangan didasar lembah terlihat amat jelas. Pada ujung puncak di atas lembah itulah di-bangun rumah lima tingkat, yang ditengah merupakan pendopo luas dari besar, kelihatannya seperti ruang sembahyang, tepat di tengah ada sebuah meja panjang dengan patung Hud-co yang terbuat dari batu jade putih. Kiranya Thay-siang yang diagungkan itu beragama Buddha. Gadis berpakaian kembang membawa Ling Kun-gi masuk ke ruang sembahyang, terus menuju ke pintu di sebelah timur dan berhenti di depan sebuah kamar, dari luar kerai dia membungkuk serta berseru.   "Lapor Thay-siang, Ling-kongcu telah tiba"   Terdengar seorang perempuan tua bersuara dari dalam.   "Suruh dia masuk."   Gadis baju kembang segera menyingkap kerai dan berkata lirih. "silakan masuk, Ling-kongcu."   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Sedikit membungkuk badan Kun-gi melangkah masuk.   Kiranya di sinilah Thay-siang bermukim, di sebelah sana adalah sebuah dipan yang berukir, bantal guling lengkap.   serba baru bersih dan rapi, di atas dipan inilah duduk seorang perempuan berpakaian serba hitam.   Wajahnya berkeriput tua, tulang pipinya sedikit menonjol, kulit badannya putih, rambutnya bercampur uban, tapi disisir rapi berminyak.   jidatnya terikat selarik kain hitam bersulain indah dan tepat diantara kedua alisnya dihiasi sebutir mutiara.   Melihat sikap duduk orang yang kelihatan angker berwibawa meski wajahnya tidak kelihatan marah, jelas perempuan tua inilah Thay-siang-pangcu dari Pek-hoa-pang.   So-yok tampak berdiri di belakangnya, kedua tangan lurus ke bawah, sikapnya kelihatan amat hormat dan patuh.   Di kedua sisi dipan ada delapan kursi, tepat di tengah ada sebuah meja segi delapan, di atas meja terletak semangkuk getah beracun dan sebotol air obat buatan Kun-gi.   Tak heran setelah So-yok masuk sekian lamanya baru mengundang dirinya, kiranya ia hendak mencoba dulu kasiat obatnya dihadapan-Thay-siang.   Baru saja Kun-gi melangkah masuk.   suara So-yok lantas berkumandang.   "Ling-kongcu, inilah Thay-siang dari Pang kita."   Karena dia berdiri di belakang Thay-siang, maka dengan leluasa dia bisa memberi kedipan mata dan monyongkan mulut kepada Ling Kun-gi, maksudnya supaya Kun-gi lekas menyembah.   Kun-gi justeru anggap tidak tahu, ia maju dua langkah dan hanya menjura dengan membungkuk badan, serunya.   "cayhe Ling Kun-gi, menyampaikan hormat kepada Thay-siang."   Thay-siang duduk diam saja, kedua biji matanya setajam ujung pisau menatap Kun-gi lekat2, seakan2 dari wajah orang dia hendak menemukan apa2, sesaat lamanya baru dia berkata.   "Kau duduklah" "Di hadapan Thay-siang, mana cayhe berani duduk? "   Terunjuk rasa dongkol pada sinar mata Thay-siang, suaranya lebih dingin.   "Kusuruh kau duduk. maka kau harus duduk, ada pertanyaan akan ku-ajukan."   Sorot mata So-yok tampak gelisah dan tidak tenteram, beberapa kali dia berkedip kepada Kun-gi. Maksudnya menganjurkan supaya anak muda itu menurut dan lekas duduk. Kun-gi tertawa dengan tabah, katanya.   "Terima kasih."   Ia lantas duduk dikursi sebelah kiri, lalu bertanya.   "Thay-siang memanggil, entah ada keperluan apa, cayhe siap mendengarkan.   "   Tertampak rasa dongkol pada rona muka Thay-siang, katanya tidaksabar.   "KausheLing? Kelahiran mana? " "Ya, hambadilahirkandicin-ciudansejak kecil tinggal di sana." "Siapa nama ayahmu? "   Kun-gi heran, agaknya Thay-siang amat memperhatikan riwayat hidupnya, malah diwaktu mengajukan pertanyaan matanya menatapnya lekat2, mimiknya menunjukkan sikap yang kurang bersahabat.   Memangnya dirinya pernah melakukan kesalahan terhadapnya? Tapi dengan kalem dia menjawab.   "Ayah bernama Ling Swi-toh." . "Ling Swi-toh?"   Thay-siang mengulang nama itu dengan suara lirih, lalu bertanya pula.   "Ayah-mu sudah marhum? Berapa tahun dia meninggal? " "Waktu ayah wafat aku berumur tiga tahun, sampai kini sudah 19 tahun." "Di waktu hidupnya apa kerja ayahmu?"   Pertanyaannya semakin aneh dan ber-belit2, So-yok yang berdiri dibelakangnyapun melongo heran "Ayahhidupbercocoktanamdan belajar membaca." "Siapa pula keluargamu? "   "Hanya ibunda seorang saja." "Ibumu she apa? "   Pertanyaan semakin jelas dan teliti, mau tidak-mau timbul kewaspadaan Ling Kun-gi, maka sekenanya dia menjawab.   "ibu she ong."   Setelah menjawab baru hatinya mencelos, mendadak ia ingat pernah memberitahukan kepada Pek-hoa-pangcu bahwa ibunya she Thi, untung Thay-siang tidak   Jilid 16 Halaman 17/18 Hilang- jaman ini, tokoh Bu-Iim yang tiada bandingannya pula, sudah lama Losiu mengaguminya, sayang tiada jodoh bertemu, Ling- siangkong adalah murid kesayangan Taysu, Losiu merasa beruntung dapat bertemu denganmu."   Ling Kun-gi berdiri dan menyatakan tidak berani dan bersyukur juga .   Dilihatnya So-yok yang berdiri di belakang Thay-siang menunjuk mimik aneh, kaget, heran, tidak percaya dan berbagai perasaan yang campur aduk.   selamanya belum pernah dia mendengar Thay-siang bicara seramah ini, apa lagi merendah diri terhadap orang lain, lambat laun sorot matanya yang menatap Ling Kun-gi berubah menjadi tatapan melamun, wajahnyapun berseri tawa.   Lebih lanjut Thay-siang berkata.   "Ling-siangkong berhasil membuatkan obat penawar getah beracun itu, sungguh Losin amat senang dan berterima kasih."   Setelah batuk2 kering dengan sikap rikuh dia menambahkan-.   "Bolehkah Ling-siangkong sekalian memberitahu resep obatnya kepada Losin? "   Sebetutnya hal ini sudah dalam pikiraan Kun-gi, cuma sejauh ini dia belum berhasil menemukan alasan apa untuk menolak. apa lagi dia memang tidak punya resep segala, sesaat dia jadi ragu2, sahutnya.   "Ini....."   So-yok segera menyeletuk.   "Thay-siang, agak-nya Ling- siangkong sungkan bicara, biar Tecu saja yang menjelaskan." "Baiklah, coba katakan,"ucapThay-siangsam-bil menoleh. Berseri tawa So-yok, Kun-gi dipandangnya lekat2, katanya. "Tecu pernah tanya soal resep itu kepada Ling-kongcu, katanya keselamatan jiwa raganya ditempat kita ini susah diramalkan, kalau resep obat diserahkan, dia kuatir kita mengambil tindakan yang merugikan dirinya."   Ternyata Thay-siang tidak marah, malah manggut2, katanya.   "Liku2 kehidupan Kangouw memang serba-serbi, penuh kejahatan dan berbahaya, memang cukup beralasan kekuatiran Lingsiangkong, tapi selama hidup ini Los in sudah patuh akan ajaran agama, Pek-hoa-pang yang kudirikan inipun khusus untuk menghadapi kelaliman Hek-liong-hwe, mungkinkah sampai melakukan perbuatan sekotor dan sekejam itu?" "Tecujugabilangdemikian,"ujar Soyok.   Kun-gi menjura, katanya.   "Harap Thay-siang tidak salah paham, sebetulnya tiada maksud apa2 cayhe terhadap Pek-hoa-pang kalian, cuma..sebetulnya." "Ling-siangkong ada kesulitan apa, silakan bicara saja,"   Tatap Thay-siang dengan mata bersinar.   Dasar otak Kun-gi memang cerdas, tiba2 berkelebat suatu ilham dalam benaknya, seketika terpikir olehnya jawaban atas pertanyaan orang.   Soalnya wajah Thay-siang tadi berubah dan kini sikapnyapun berganti ramah tamah setelah dirinya menyebut nama kebesaran gurunya, biarlah soal resep obat ini dikatakan berada ditangan gurunya.   Maka dia lantas berkata sambil sedikit membungkuk.   "Harap Thay-siang maklum, resep obat ini diperoleh guruku dari seorang pendeta asing dari benua barat, memang khusus untuk memunahkan segala racun aneh dan jahat di kolong langit ini, cayhe hanya bisa membuat obat itu menurut catatan, soal resepnya kalau belum memperoleh izin langsung dari guru, cayhe tidak berani membocorkan kepada siapapun, untuk ini harap Thay-siang suka memaafkan-"   Alasannya memang tepat dan dugaan Kun-gi ternyata tidak meleset. Mendengar resep obat itu milik Hoan-jiu-ji-lay yang dirahasiakan, Thay-siang tidak tanya lebih lanjut, katanya dengan tertawa lebar.   "Ling-siangkong tidak usah rikuh, setiap aliran mempunyai ilmu yang dirahasiakan, Losin takkan main paksa, untung Ling-siangkong sudah bikin dua guci besar obat penawar itu, kukira cukup berkelebihan untuk digunakan-" "Thay-siang,"   Sela So-yok.   "Ling-siangkong bilang, dua guci obat hasilbuatannyaitu hanyaberkasiatselamatiga bulan saja." "Ya, itu dapat dimengerti,"   Ujar Thay-siang.   "kalau obat itu dibuat dariair, makatidakbolehdisimpanlama2."   Mendadak ia seperti teringat sesuatu, katanya pula.   "Ada sebuah permintaan Lo-sin, entah Ling-siangkong sudi memberi persetujuan tidak? " "Berat kata2 Thay-siang"   Kun-gi merendah.   "Thay-siang ada pesan apa, silakan katakan."   Berkata Thay-siang dengan kalem.   "Pek-hoa-pang aku yang mendirikan, maka seluruh anggota dimulai dari Pangcu sampai para dayang dan semua pembantunya adalah murid-muridku semua, tapi Pang kita juga ada puluhan Hou-hoat-su-cia, mereka adalah murid2 dari aliran ternama yang berhasil kami undang. Ling-siangkong didikan Hoan-jiu-ji-lay, soal watak dan kepandaian silat jelas tidak perlu diragukan lagi, tapi Losin juga tahu, Pek-hoa-pang sebagai organisasi kecil terdiri dari kaum hawa ini mungkin sukar untuk menahan Ling-siangkong di sini meski kami mengangkatmu sebagai Hou-hoat-su-cia segala, Tapi terus terang, dalam lubuk hatiku amat ingin bantuan Ling siangkong terhadap Pek-hoa-pang, maka menurut hemat Losin, bagaimana kalau Ling-siangkong kita angkat sebagai kepala dari para Houhoat itu, entah bagaimana pendapat Ling-siangkong? "   So-yok yang berdiri di belakang Thay-siang tertawa lebar, matanyapun bercahaya. Ber-ulang2 Ling Kun-gi menjura, katanya.   "cayhe sebagai angkatan muda dari Kangouw amat bersyukur dan terima kasih mendapat perhatian Thay-siang, sebetutnya sukar menampik kebaikan Thay-siang, tentang obat yang diperlukan sembarang waktu cayhe masih bisa membuatnya pula, soal pengangkatan tadi, Harap Thay-siang suka menunda-nya saja." "Losin tahu, Ling-siangkong bak naga di antara sesama manusla, agaknya sukar Pek-hoa-pang menahanmu. tapi Houhoat yang kumaksud jauh berbeda dengan kedudukan para Hou-hoat-su Cia, Houhoat boleh bebas, tidak perlu selalu tinggal dalam Pang, kedudukan ini amat cocok dengan Ling-siangkong, dan harap Lingsiangkong tidak menolak pengangkatan ini." "Betapa senang dan terima kasih cayhe akan maksud baik Thaysiang,cumacayhemasih mudadanCetekpengalaman,sungguhtak berani menerima kedudukan setinggi dan seberat ini. Malah cayhe memberanikan diri mohon petunjuk suatu hal kepada Thay-siang."   Terunjuk mimik aneh pada wajah Thay-siang, tanyanya.   "Soal apa yang ingin Ling-siangkong tanyakan? " "Mohon Thay-siang suka memberitahu di mana letak sarang HekLiong-hwe?"   Berubah air muka Thay siang, lama ia menatap lekat2, tanyanya pula.   "Ling-siangkong ingin mencari sarang Hek-Liong-hwe?"   Pelan2 sorot matanya yang tajam mulai pudar lalu berkata pula.-"Memang tepat kalau Ling-siangkong tanya padaku, Hek-Liong-hwe merajalela di Kangouw, tapi mereka beraksi secara diam2, kecuali beberapa pentolan tinggi, meski anggota setia mereka sendiri juga tiada orang yang tahu di mana letak sarang mereka yang sebenarnya, hanya aku saja yang tahu paling jelas.   Untuk apa Ling-siangkong hendak pergike Hek-Liong-hwe"   Sudah tentu Kun-gi juga merasakan tatapan tajam serta perubahan air muka orang tadi.   "Memangnya ada hubungan rahasia yang sukar diketahui orang luar antara Hek-Liong-hwe dengan Pekhoa-pang?"   Demikian batinnya, pikiran ini hanya berkelebat dalam benaknya, sementara mulutnya berkata.   "Dari congkoan cayhe pernah dengar bahwa dua temanku katanya terjatuh ke tangan orang2 Hek-Liong-hwe, mereka menuntut barter dengan diriku." "Ya, soal ini So-yok sudah memberitaku kepada Losin, lalu bagai mana pendapat Ling-siang-kong sendiri? " "Kedua teman itu adalah sahabat setia cayhe, demi keselamatan mereka cayhe rela berkorban, semoga Thay-siang suka memberitahu letak sarang Hek-Liong-hwe, menolong orang bagai menolong kebakaran, maka kupikir harus berangkat secepatnya."   Thay-siang manggut2, katanya tersenyum.   "Ling-siangkong memang gagah perwira, keberanian dan kesetiaan diri terhadap kawan sungguh mengetuk sanubariku, cuma harus diketahui tidak sedikit jumlah jago2 kosen Hek Liong hwe, meski Ling-siangkong murid Hoan-jiu-ji-lay, tapi seorang diri menempuh bahaya, bukan saja mungkin tak berhasil menolong teman malah awak sendiri salah2 bisa celaka pula ...."   Merandek sebentar lalu ia menyambung pula..   "Losin sendiri juga punya dendam kesumat sedalam lautan dengan Hek-Liong-hwe, selama 20 tahun bersemayam di sini, soalnya racun getah itu amat jahat dan lihay, sejauh ini sukar memperoleh obat penawarnya, pula Losin seorang diri, jelas takkan unggul melawan keroyok-an musuh, tujuan Losin mendirikan Pek-hoa-pang adalah untuk menghadapi mereka."   Kun-gi manggut2. Thay-siang berkata lebih lanjut.   "Syukurlah, Thian memang maha pengasih, hari ini Ling-siang-kong datang dan telah bikin obat penawar getah beracun itu, selama kugembleng 20 tahun ini, tidak sedikit pula kekuatan murid2 perempuan yang kudidik dalam Pek-hoa-pang. Harap Ling-siangkong suka bersabar dua tiga hari, setelah Losin mempersiapkan seluruhnya, akan kupimpin sendiri seluruh kekuatan kita untuk bikin perhitungan lama dengan mereka, kalau Ling-siangkong hendak menolong teman2, boleh kau ikut bersama Losin"   Tanpa menunggu jawaban Kun-gi, dia lantas berpaling kepada So-yok dan memberi pesan.   "So-yok, suruh Teh-hoa antar Ling siangkong turun gunung." "Biar Tecu sendiri yang mengantar Ling-siangkong"   Kata So-yok, "Tidak, kautinggal di sinisaja, adatugaslain untukmu."   Terpaksa So-yok mengiakan lalu beranjak ke pintu memanggil Teh-hoa. Teh-hoa, si bunga kamelia adalah gadis kecil yang tadi membawa Kun-gi kemari, segera muncul di ambang pintu dan membungkuk berkata.   "Hu-pangcu ada pesan apa?" "Atas perintah Thay-siang, antarlah Ling-siang-kong turun gunung."   Diam2 Teh-hoa melirik Kun-gi, pipinya merah seketika, mulut mengiakan sambil berputar ke arah Kun-gi, katanya.   "Silakan Lingsiangkong ikut hamba."   Kun-gi menjura kepada Thay-siang mohon pamit, Thay-siang manggut2 tanpa bersuara. Setelah Kun-gi pergi, muka Thay-siang tampak membesi dingin, katanya mendesis.   "So-yok, bagaimana pandanganmu mengenai dia? "   Tercekat hati So-yok. katanya.   "Tecu rasa kita jangan membiarkan dia meninggalkan gunung demikian saja." "Betul"   Pandangan Thay-siang tampak memuji.   "sejak pertama melihat bocah ini", gurumu sudah bermaksud melenyapkan dia."   So-yok kaget, serunya terbeliak.   "Thay-siang hendak membunuhnya? " "Sungguh tak nyana bahwa bocah ini adalah murid Hoan-jiu-ji- lay."   So-yok merasakan nada perkataan Thay-siang agak ganjil, se- olah2 kalau murid Hoan-jiu-ji-lay dia tidak berani membunuhnya, maka hatinya jadi senang, tanyanya.   "Apakah Hoan-jiu-ji-lay amat lihay? " "20 tahun yang lalu, dia membuat onar di Siau-lim si, menjadi murid murtad dari aliran-hud, padahal pihak Siau-lim-si tiada yang dapat menandingi dia, maka dapatlah kau bayangkan betapa hebat kepandaian silatnya. Selama bertahun2 tak pernah dia menerima murid, kalau sekarang telah mendidik bocah she Ling ini, sudah tentu segala kepandaian telah diturunkan kepadanya, kalau gurumu bunuh bocah ini, memangnya Hoan-jiu-ji-lay terima? " "Lalu bagaimana sikap dan tindakan Thay-siang? "   Tanya So-yok. "Sudah tentu Losin punya perhitungan sendiri,"   Ujarnya sambil mengeluarkan sebutir pil warna putih dari lengan bajunya terus diangsurkan kepada So-yok, katanya.   "Serahkan kepada Toacimu, suruhlah Giok lan berusaha mencampurkan di dalam makanan bocah she Ling, hati2, jangan gagal." "Bi-sin-hiang-wan" (pil wangi penyedap pikiran), tangan So-yok yang menerima pil itu rada gemetar. Tajam dan dingin penuh wibawa tatapan mata Thay siang, katanya.   "Asal dia telah telan Bi-sin-hiang-wan ini baru dia akan tunduk dan patuh selama hidupnya terhadap Pek-hoa-pang, secara tidaklangsungkitatidakakan menyalahipulapadaHoan-jiu-ji-lay."   So-yok mengiakan dan memuji tindakan gurunya, Thay-siang mengulap tangan, katanya.   "Beritahu pula kepada Toacimu, besok saat tengah hari, gurumu akan memilih orang2 yang akan diikut sertakan dalam gerakan di Pek-hoa-tian, maka seluruh Hou-hoat-sucia dan anak didik Pang kita harus hadir sebelum waktunya."   So-yok mengiakan dan cepat mengundurkan diri..   Bahwa Thay-siang sendiri akan pimpin gerakan besar2an ini sudah tersiar luas ke seluruh Pek-hoa-pang.   Seperti dibakar dan penuh semangat 36 Hou-hoat-su-cia serta ratusan murid2 perempuan Pek-hoa-pang, semuanya mengepal tinju dan menggosok tangan serta menyinsing lengan baju siap tempur.   Cuaca masih remang2, Pek-hoa-pangcu yang kembali dari ruang pendopo tampak melangkah berat dan lesu, pelan2 dia memasuki Ing-jun-kuan.   Di ruang pendopo dia hanya mengumumkan perintah Thay-siang, tapi tugas ini serasa beban berat yang menindih tubuhnya sehingga seperti orang yang baru sembuh dari sakit parah.   Begitu masuk kamar dia terus menjatuhkan diri di atas kursi kebesarannya, badannya lunglai, pelan2 dia pejamkan mata.   Dengan mata terbeliak.   Bak-ni, si melati bertanya penuh perhatian.   "Pangcu, kenapa kau? Badan kurang sehat? "   Pek-hoa-pangcu menggeleng dan berkata.   "Tidak apa2, hanya sedikit pening."   LekasBak-ni tuangsecangkirtheterusdibawa kedepan Pangcu, katanya.   "Minumlah teh panas ini, mungkin peningnya akan sedikit baik." "Taruh saja di meja,"   Ucap Pek-hoa-pangcu. Dari luar didengarnya langkah enteng yang tersipu2 mendatangi, cepat sekali Giok sian telah melangkah masuk. Bak-ni memberi hormat lalu mundur ke samping. Terpentang lebar mata Pek-hoapangcu, tanyanya.   "Sam-moay, kau sudah kembali." "Pangcu tadi berpesan, setelah menyelesaikan tugas, harus lekas kemari,"   Sahut Giok sian. "Ya!"   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Pek-hoa-pangcu manggut2.   "ada satu hal ingin kurundingkan denganmu."   Lalu dia berpaling kepada Bak-ni katanya.   "Jagalah di luar pintu, siapapun tanpa seizinku dilarang masuk kemari."   Si melati mengiakan terus beranjak keluar. "Duduklah Sam-moay." "Pangcu tidak enak badan? Ada soal apa serahkan kepada hamba saja? "   Dengan lesu Pek-hoa-pangcu mengeluarkan sebutir pil putih dan diangsurkan kepada Giok-lan. Mendelik mata Giok-lan melihat pil itu, mulutpun mendesis.   "Bisin-hiang-wan."   Lalu dia ulur tangan menerima, tanyanya tak mengerti.   "Untuk apa ini Pangcu? "   Bola mata Pek hoa pangcu yang jeli lambat laun berkaca2, suaranya lesu dan putus asa, katanya masguh "Usahakan supaya diminum olehnya."   BergetartubuhGioksian, serunyaheran."Di-minumkan dia? "   Seperti main teka-teki saja, namun mereka sama maklum, apa artinya.   "dia"   Dan siapa yang dimaksud, cuma mereka tidak mau bicara terus terang. "Ya,"   Suaranya sumbang, se-olah2 sukma Pek-hoa-pangcu telah meninggalkanraganya, badannyatampaklemah sekali. Gemetar semakin keras tangan Giok sian yang menggengam pil putih itu, suaranya tergagap.   "Ini .... maksud .... Pangcu .... sendiri? ".. Sedikit menggeleng, lemah suara Pek-hoa-pangcu, senyumnyapun pilu.   "Sam-moay, kau salah sangka terhadapku " "Memangnya maksud siapa? " "Inilah perintah Thay-siang." "Perintah Thay-siang? Pangcu tega?" "Apa yang dapat kita lakukan? Kita tak mampu menolongnya." "Kalau Pangcu ada maksud ......" "Sam-moay,"   Tukas Pek-hoa-pangcu.   "jangan kau berkata demikian." "Kurasa dia seorang berbakat, tunas muda punya harapan besar di kemudian hari, sayang kalau Pangcu menyia2kan kesempatan baik ini." "Aku. .....". Pek-hoa pangcu menggeleng malu..   "Siau-moay merasa engkau penujui dia..Demi tercapainya keinginan Toaci, aku rela menempuh bahaya dan berkorban malam ini biarlah dia...."   Mendadak bercucuran dua baris air mata Pek-hoa-pangcu, katanya sambil menggeleng.   "Sam-moay, aku amat berterima kasih akankeluhuranbudimu, tapi inibukanakalyangbaik." "Memangnya Toaci ingin dia betul2 menelan pil penyerap pikiran ini? "Kukira belum tentu pikirannya bisa terserap oleh pil ini,"   Demikian ujar Pek-hoa-pangcu.   "sudah lama hal ini ku timang2, yang terang kita tak mungkin membangkang perintah Thay-siang, sementarabiarlah ia makan, obatini........" "Tapi Toaci pil initiadaobatpenawarnya"seru Giok-lan.. Pek-hoa-pangcu tertawa getir, katanya.   "Sam-moay jangan lupa, kitakan juga tak punya obat penawar getah beracun"   Giok-lan menjerit tertahan sambil membanting kaki.   "Tadi Ji-moay, ada bilang padaku, katanya dia murid Hoan-jiu-jilay, obat penawar itu juga buatan gurunya, bilamana dapat menawar getah beracun, sudah tentu juga dapat memunahkan racun dari Bi-sin-hiang-wan ini."   Bercahaya mata Giok-lan. "oleh karena itu, maksudku biar sementara dia telan pil ini, setelahpersoalanlewat, belumterlambat kitaberusaha lagipelan2."   Berkedip2 mata Giok-lan, katanya sambil keplok tangan.   "Kiranya Toacisudah punyaperhitungan-" "Tapi hal ini harus kurundingkan dulu dengan kau baru berani kuambil putusan" "ApayangToacipikir memangtidaksalah." "Kalau perintah sudah kita terima dari Thay-siang, tak boleh tidak dilaksanakan, biarlah persoalan ini berlalu sampai besok pagi, untung kadar racun Bi-sin-hiang wan ini bekerja lambat dan lunak.   kecuali tunduk dan patuh lahir batin, setia terhadap junjungan, tiada pengaruh sampingan terhadap kesehatan urat syaratnya, besok akan kita pikirkan lagitindakan selanjutnya." "Sam-moay, kau memang dapat menyelami pikiranku, sungguh mengharukan." "Toaci, jangan kau berkata demikian, sesama saudara sendiri pakaiterima kasih segala?cuma kuharap......   " "Sam-moay,"   Ucap Pek-hoa-pangcu dengan lembut.   "kau tak usahkuatir,apayangdapatkumilikiberarti menjadi milikmujuga."   Seketika merah jengah selembar muka Giok-lan, suaranya lirih sambil menunduk.   "Ah, Toaci." "Sam-moay, hal ini tak usah diragukan lagi, Waktu amat mendesak, lekaslah kau kerjakan."   Giok-lan mengiakan, setelah memberihormatterusberlari keluar.   Tapi dikala dia melangkah keluar pintu tiba2 dia berhenti dan bersuara heran dan kaget.   Sudah tentu Pek-hoa-pangcu mendengar seruan kaget ini, seketika mencelos hatinya, lekas dia memburu maju, tanyanya.   "Sam-moay ....."   Begitu dekat dan mata melihat, seketika wajahnya berubah, teriaknya "Bak-ni, kenapa kau? "   Ternyata si melati yang ditugaskan jaga di luar pintu entah mengapa badan tampak lunglai bersandar dinding dengan mata terpejam, lagaknya seperti orang tidur pulas.   Waktu itu hari baru saja gelap.   belum saatnya tidur, meski capai dan mengantuk juga tak mungkin tidur sambil bersandar begitu.   Giok lan sudah coba meraba dan mengurut beberapa Hiat-to ditubuhnya, tapi Bak-ni tetap tidur pulas, ia jadi heran, katanya.   "Kelihatannya bukan tertutuk Hiat-tonya."   Pek-hoa pangcu mendekatinya ia membalik kelopak mata si melati dan diperiksa kanan-kiri, ia meraba tangan kiri Bak-ni, memeriksa nadinya, lalu katanya.   "Darah berjalan normal, napas teratur, memang bukan tertutuk Hiat-tonya, kelihatan memang mirip tidur nyenyak.   "Sembari bicara kedua tangannya menepuk pipi si melati seraya memanggil.   "Bak-ni, hayo bangun "   Kepala Bak-ni tetap lemas lunglai, tetap tidak memberi reaksi.   Tiba2 tergerak hati Giok-lan, lekas dia lari balik ke kamar dan mengambil secangkir air teh dingin terus diguyurkan ke muka Bakni.   Bak-ni tampak gelagapan, badannya bergetar serta membuka mata.   Giok-lan menggeram, katanya gemas.   "Kiranya terbius oleh obat wangi musuh," "Bagaimana perasaanmu? Adakah kau melihat siapa dia? "   Tanya Pek-hoa-pangcu. Bak-ni terbeliak. sahutnya.   "Tiada kulihat apa2, sejak tadi aku berdiridisini, cuma, tiba2 kurasa mengantuk. tahu2jadi begini." "Lekas kau periksa keluar,"   Suruh Giok-lan "Apakah Sui-hiang dan Jiang-hwi juga kecundang? "   Kedua orang yang disebut malam ini bertugas jaga dipintu besar bagian luar, Bak-ni mengiakan, bergegas dia lari keluar. Bertaut alis Pek-hoa-pangcu, katanya. "Sam-moay, mungkin tidak ... ." "Kukira bukan Ji-ci,"   Tukas Giok-lan.   "dia sudah pergi sejak tadi, tak mungkin dia bisa menggunakan obat bius segala"   Setelah menepekur lalu menambahkan.   "Lalu siapa orangnya yang bisa menggunakan obat bius ini, bahwa dia beroperasi di Ing-jun-koan ini pasti bermaksud tujuan tertentu, jadi jelas dia bukan anggota Pang kita."   Tampak Bak-ni melangkah masuk, Swi-hiang dan Jiang-hwi ikut dibelakangnya..   "Swi-hiang,"   Tanya Giok lan.   "malam ini kau berdua yang tugas dipintu luar, adakah melihat orang masuk kemari? " "Lapor congkoan,"   Seru Swi-hiang..   "kecuali engkau, tiada orang kedua yang masuk kemari."   Rada berubah air muka Giok-lan, katanya sambil mengulap tangan.   "Baiklah, kalian boleh pergi, tiada urusan kalian di sini."   Swi-hiangberduamemberihormatdan mengundurkandiri. "Toaci,"   Ucap Giok-lan sambil mengawasi Pek-hoa-pangcu, "kuduga orang itu masuk dari jendela belakang, agaknya dia sudah apalseluk-beluk keluarga"bunga"   Kita...."   Pek-hoa-pangcu manggut2, katanya.   "Sam-moay, lekaslah kau pergi, jangan menunda urusan, kejadian di sini akan kusuruh orang menyelidiki."   Giok-lan mengiakan terus mohon diri.   o0dw0o Hari kedua pagi2 benar, mentari baru raja menongol.   Di tengah pekarangan luas di depan pendopo keluarga Hoa (bunga) sudah berkumpul sekian banyak kembang2 nan molek.    Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH Sejengkal Tanah Percik Darah Karya Kho Ping Hoo Si Bungkuk Pendekar Aneh Karya Boe Beng Giok

Cari Blog Ini