Ceritasilat Novel Online

Pendekar Misterius 12


Pendekar Misterius Karya Gan Kl Bagian 12


Pendekar Misterius Karya dari Gan Kl   Dalam keadaan bahaya, tiba2 Jun-yan teringat pada si orang aneh itu, serunya .   "Paman aneh, tolonglah lekas, ada orang hendak mencelakai aku!"   Benar juga, baru selesai kata2nya, secepat angin orang aneh itu sudah melesat tiba terus menghalang ditengah- tengah antara To Hiat-koh dan Jun-yan. Lekas2 Hiat-koh berkata.   "Engkoh yang baik, jangan kau dengar kata2nya, dialah musuhmu dia yang telah melukai kau!"   Selesai berkata, sebelah tangan terus meraup kedepan melalui samping tubuh orang aneh itu.   Namun sebelum serangannya mengenai Jun yan, tahu tahu kedua tangan orang aneh itu sudah disodok kedepan dadanya.   Dalam keadaan terbuka, To Hiat-koh tidak sempat menarik tangannya buat menangkis tiba-tiba dia menghela napas dengan wajah muram pedih.   Maka tanpa ampun lagi.   "bluk- bluk"   Dua kali, dengan tepat dadanya kena hantaman kuat si orang aneh, To Hiat-koh terhuyung-huyung ke belakang, katanya dengan suara sedih.   "Ohh, engkoh yang baik sudah sekian lamanya ternyata kau masih serupa dahulu. Baiklah kau menghajarku tidak sekali-kali aku membalas!"   Habis berkata, darah segar menyembur dari mulutnya.   Sebenarnya wajah To Hiat-koh cantik bercahaya, tapi kini seakan-akan diliputi selapis awan mendung, mukanya pucat, matanya sayu tanpa semangat.   Karena hantaman si orang aneh tadi tidak kepalang hebatnya, yaitu menyerupai ilmu pukulan geledek andalan Ngo-tai-pay yang dimiliki Thi- thauto, bahkan tenaga pukulan jauh lebih keras.   Walaupun seketika To Hiat-koh tidak lantas binasa, tapi sudah terluka dalam sangat parah.   Sejenak kemudian, robohlah dia terkulai.   Melihat To Hiat-koh begitu mendalam cintanya terhadap si orang aneh, Jun-yan malah menjadi terharu, segera katanya .   "Sudahlah, paman aneh, dia sudah terluka, jangan kau menghajarnya lagi. Marilah kita sekarang pergi ke Ciok yong- hong saja !"   Lalu tangan si orang aneh ditariknya.   Tapi segera Jun-yan merasa tindakannya sendiri enteng limbung, lemas tak bertenaga, ternyata pukulan To Hiat-koh tadi tidak mengenai tubuhnya, namun angin pukulannya berbisa wanita iblis itu telah mempengaruhi juga jalan pernapasannya, untuk sesaat itu ia terpaksa berhenti buat himpun tenaga dalam.   Tiba2 teringat olehnya bahwa To Hiat-koh itu ternyata kenal si orang aneh ini, pada detik sebelum penghabisannya, kenapa tak mencari keterangan padanya ? Segera Jun-yan berjongkok mendekati tubuh To Hiat-koh yang menggeletak tengkurap itu.   "Li-giam-ong, siapakah gerangan paman aneh itu sebenarnya ? Kenapa berubah begitu rupa ? Maukah kau memberitahukan padaku ?"   Tiba2 To Hiat-koh paksakan diri memalingkan kepalanya kearah Jun-yan, wajahnya guram, matanya gelap, dengan tak lancar ia berkata .   "Kau .... sebenarnya siapa ?"   "Aku bernama Lou Jun-yan, wanita menyamar sebagai lelaki, guruku memang Tong-thian-sin-mo Jiau Pek-king !"   "Kau memang tidak she Siang ? Ti ...tidak berdusta ? Dan siapa ibumu ?"   "Aku she Lou,"   Sahut Jun-yan heran.   "Siapa ibuku, entahlah, aku tidak kenal. Tapi siapakah paman aneh itu ?"   Tiba2 mata To Hiat-koh yang guram itu, menyorotkan cahaya yang aneh, bibirnya bergerak sedikit seperti ingin berkata apa2, tapi terus berdiam lagi sambil menunduk.   "Li-giam-ong, apa yang hendak kau katakan, lekaslah !"   Seru Jun-yan.   "Dia tak menjawab pertanyaanmu lagi nona Lou, dia sudah mati."   Tiba-tiba suara seorang laki-laki menegur dari samping.   "Tidak, tidak, dia masih hendak mengatakan sesuatu !"   Seru Jun-yan.   Tapi lantas teringat olehnya bahwa dilembah itu kecuali dia dan To Hiat-koh serta si orang aneh, tiada orang lain lagi.   Kenapa sekarang bisa muncul suara orang.   Waktu ia menoleh, ternyata dibelakangnya sudah berdiri seorang tinggi besar, berdandan sebagai sastrawan, yang aneh tangan dan kaki sastrawan ini jauh lebih panjang daripada orang biasa.   Ah, siapa dia kalau bukan sastrawan yang pernah menggodanya ditelaga Se-oh serta yang selalu dirindukannya itu.   Sedang manusia aneh itu sudah menghilang entah pergi kemana.   "Kau... kau..."   Berulang-ulang Jun-yan hanya sanggup mengucapkan sepatah kata itu saja, sampai lama baru dia dapat menyambung pula.   "Siapakah kau yang sebenarnya ?"   "Caihe she Wi bernama Ko,"   Sahut orang itu.   Pantas surat yang ditinggalkan dirumah itu tidak ditanda tangani, melainkan tertulis beberapa batang rumput (Wi) serta seekor burung belibis tunggal (Ko), demikian Jun-yan diam- diam membatin.   Tiba-tiba teringat pula apa yang pernah terlukis dalam suratnya itu tentang Leng tulen, tapi Kiam tiruan, teka-teki itu sampai sekarang masih belum dipahaminya.   Maka cepat ia menanya pula.   "Wi... ah, cara bagaimana aku harus memanggil kau ?"   "Terserah, asal kau tidak memaki aku sebagai babi, bolehlah,"   Sahut Wi Ko menyerahkan. Rupanya diapun ingat Jun-yan pernah menganggap tidurnya diperahu seperti babi mati, maka sekarang sengaja mengungkatnya. Maka tersenyumlah sekarang saling pandang.   "Wi-toako,"   Kata Jun-yan kemudian.   "Leng tulen, Kiam tiruan. Sebenarnya apa artinya?"   "He, kenapa kau tidak mengetahuinya ?"   Ujar Wi Ko terheran-heran.   "Aku benar-benar tidak paham,"   Kata Jun-yan.   "Tentang apakah ?"   "Aneh ! Lalu dari manakah kau memperoleh Ang-leng (sutera merah) itu?"   Tanya Wi Ko.   Mendengar lagu pertanyaan orang itu sangat serius, seperti sutera merah itu mempunyai urusan yang maha penting, maka berceritalah Jun-yan mengenai pengalaman merebut Seng-co ke 72 gua suku Biau dahulu dan menemukan kain sutera merah itu dalam gua.   Ternyata itu membikin Wi Ko bersuara heran juga.   "Aneh, sungguh aneh!"   Katanya berulang-ulang.   "Aneh, tentang apakah ?"   Tanya Jun-yan tak mengerti. Tapi Wi Ko tidak menjawabnya lagi, sebaliknya berkata .   "Nona Lou, urusan ini biarlah kita bicarakan kelak. Sekarang marilah kita pergi ke Ciok-yong-hong dahulu. Mungkin hari ini akan kedatangan iblis raksasa, jangan kita terlambat keramaian itu."   Biasanya Jun-yan sangat suka menuruti wataknya sendiri, tapi kini, menghadapi sisastrawan ini, ia menjadi penurut sekali. Segera ia terima ajakan itu.   "Tapi, nona Lou, apakah aku tetap panggil kau nona Lou, atau sebut Kah-laute ?"   Tanya Wi Ko dengan tertawa.   "Emangnya dengan pakaianku ini, apakah kau kira sesuai menyebutku nona segala ?"   Ujar Jun-yan dengan geli.   "Apalagi aku sengaja hendak bergurau dengan suhuku, biar dia tercengang nanti bila sudah mengenali aku."   Begitulah sambil bicara, mereka terus meninggalkan "lembah kematian"   Itu untuk kembali ke Ciok-yong-hong.   "Wi-toako, sebenarnya siapakah gurumu ? Sungguh hebat sekali ilmu silatmu,"   Ujar Jun-yan ditengah jalan. Tapi Wi Ko hanya tersenyum sambil menggeleng, katanya.   "Guruku tidak perbolehkan aku menyebutkan nama mereka pada orang lain. Semalam aku malah disangka muridnya Tok- poh-kin-gun Ki Go-thian."   "Eh, kiranya gurumu tidak hanya satu saja tapi lebih dari seorang? Lantas ada berapa orang, tentunya dapat kau katakan bukan ?"   Ujar Jun-yan. Nyata gadis ini sangat teliti kata-kata mereka diwaktu Wi Ko menyebutkan gurunya telah dapat ditangkapnya dengan baik.   "Ada dua orang,"   Jawab Wi Ko kemudian.   Jun-yan mengangguk dan tidak menanya lagi.   Tidak lama mereka sampailah diatas Ciok yong-hong, ternyata disitu sudah bertambah beberapa puluh orang lagi, hingga seluruhnya ada lebih dua ratus orang yang hadir.   Mereka tersebar bebas sendiri-sendiri, ada yang duduk-duduk pasang omong, ada yang lagi main catur, dan macam-macam jalan untuk melewatkan tempo senggang.   Jun-yan mencoba mencari A Siu diantara orang banyak itu, tapi tidak ketemu.   Diam-diam dia heran, menurut watak A Siu yang pendiam itu, tidak mungkin suka keluyuran kemana- mana, lantas kemana gadis itu ? Jangan-jangan terjadi apa- apa atas dirinya? "Marilah kita mencari tempat duduk yang cocok,"   Tiba2 Wi Ko berkata padanya terus menyusur diantara orang-orang banyak itu.   Ketika semua orang melihat datangnya Kah lotoa bersama Wi Ko, diam2 mereka sama melengak, Wi Ko sudah mereka kenal karena keonarannya siang tadi, kini berkomplot pula dengan seorang Kah-lotoa yang jahil belum lagi si Kah-loji yang masih belum muncul.   Melihat sorot mata semua ditujukan kepada mereka, Jun- yan sama sekali tidak ambil pusing.   Dengan lagak "Lo- cianpwe"   Ia terus berjalan kedepan dengan lagak leher dan membusung dada.   Sampai didepan satu meja, disitu hanya berduduk satu orang lelaki setengah umur yang tidak mereka kenal.   Untuk maju lagi sudah tidak banyak tempat lowong.   Selagi Wi Ko belum ambil ketetapan apakah duduk saja dimeja yang masih kosong itu tiba2 terdengar suara "brak"   Ada orang menggebrak meja sambil memaki .   "Hm, macam apa ? Lagaknya melebihi Bu-lim cianpwe!"   Segera Jun-yan berpaling, ternyata yang memaki itu bukan lain dari pada lelaki setengah umur yang duduk sendirian itu, dengan mata melotot ia sedang menatap Jun-yan.   Tidak kenal dan tanpa sebab dimaki, kontan saja Jun-yan hendak balas "unjuk gigi", tapi keburu dicegah Wi Ko, katanya dengan tersenyum .   "Saudara Kah, tidak salah juga teguran kawan ini, marilah kita duduk saja disini !"   Sudah tentu Jun-yan penasaran dimaki orang, malahan hendak duduk bersama satu meja dengan orang itu. Tapi belum ia membantah Wi Ko sudah menariknya buat duduk dihadapan lelaki setengah umur itu. Diluar dugaan, tiba2 lelaki itu membentak pula .   "Enyah, disini bukan tempatmu !"   Karuan Jun-yan hampir meledak dadanya oleh kekurang ajaran orang. Kontan makian2 yang lebih kotor hendak dikirim kealamat si-lelaki setengah umur itu, kalau tidak keburu terdengar suara Liok-hap-tongcu Li Pong dari meja samping.   "Tuan rumah sebentar akan keluar, maka para hadirin suka menghormatinya, janganlah bikin ribut dahulu. Harap kawan dari Pi-lik-pay suka tenang !"   Baru sekarang tahu sebab musababnya. Kiranya orang ini adalah dari golongan Pi-lik-pay, pantas sengaja cari-cari hendak bikin gaduh, sebab Ong Lui dari golongan "pukulan geledek"   Itu pernah dijatuhkan A Siu ditengah perjalanan tempo hari. Dalam pada itu Wi Ko sudah duduk dihadapan orang Pi-lik-pay itu terpaksa Jun-yan ikut duduk.   "Cayhe she Wi nama Ko, dan saudara ini Kah-lotoa,"   Dengan tertawa Wi Ko lantas perkenalkan pada orang itu.   "Dan entah siapa nama Saudara yang terhormat?"   Karena yang bertanya adalah Wi Ko pula ditegur oleh Li Pong tadi maka orang itu tidak enak hendak umbar amarahnya lagi, sahutnya.   "Cayhe she Thio, bernama Tiong- pat."   "O, kiranya sobat Thio,"   Ujar Wi Ko.   Dan baru selesai dia berkata, se-konyong2 anak murid Pi- lik-cio In Thian-sang yang bernama Thiong-pat itu menjerit sekali, kedua tangannya yang menahan diatas meja sambil melototi Jun-yan tadi tahu2 terpental kebelakang, sampai balok kursi yang buat kursi duduknya juga ikut mencelat hampir menindih orang lain.   Perubahan ini benar2 datangnya sekonyong-konyong, jangankan orang lain tak tahu apa-apa yang sudah terjadi, sampai Jun-yan pun tidak mengerti duduknya perkara.   Sebaliknya Wi Ko terus berkata lagi dengan tertawa .   "Ah, kenapa kawan Thio kurang hati-hati !"   Habis berkata, ia kebas lengan bajunya, Jun-yan ditariknya untuk menuju kemeja yang lain.   Karena Wi Ko membuka suara, barulah orang lain tahu dialah yang menyebabkan Thio Tiong-pat terpental, tapi cara bagaimana melakukannya, orang2 itu sama bingung.   Hanya tokoh2 seperti Thi-thau-to, Cio Ham, Boh-hoat Suthay, dan lelaki jelek yang mengaku bernama Hwe Tek serta Li Pong yang paham apa sebabnya Thio Tiong-pat roboh terpental, wajah mereka rada berubah dan saling berpandangan, nyata mereka dapat melihat ketika berduduk tadi, Wi Ko telah menahan meja juga dengan sebuah tangannya.   Pasti pada saat itulah lwe-kangnya yang hebat terus melontarkan untuk menghantam Thio Tiong-pat hingga terpental oleh tenaga dalam yang maha hebat itu.   Sungguh susah dipercaya seorang muda sudah memiliki Lwekang setinggi itu.   Dalam pada itu Thio Tiong-pat telah merangkak bangun, mukanya merah padam, mungkin sekarang sudah tahu rasa ia tak berani tinggal lama lagi, cepat saja ia lari turun gunung kangzusi.com   Pendekar Misterius Karya Gan Kl di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      sipat kuping.   Maka dengan lagak yang dibuat2, sengaja Jun-yan mengerling sekelilingnya dengan jumawa.   Ternyata diantara hadirin sebanyak itu, tak dilihatnya sang guru, yaitu Thong- thian-sin-mo Jiau Pek-king.   Begitu pula A Siu masih tak kelihatan bayangannya.   Segera iapun menanya Li Pong.   "Numpang tanya, Liheng, kenapa diantara hadirin sebanyak ini masih kurang lagi seorang tokoh yang terkenal ?"   "Siapakah yang Kah-laute maksudkan?"   Tanya Li Pong.   "Thong-thian-sin-mo Jiau Pek-king dari Jing-sia,"   Sahut Jun- yan.   "O, kiranya Kah-laute kenal dengan Lau Jiau ?"   Ujar Li Pong.   "Ah, kami hanya sobat lama saja,"   Kata Jun-yan sengaja membual.   "Malahan banyak diantara kepandaian Lau Jiau diyakinkan ketika saling tukar pikiran dengan aku.'' meski bilang tukar pikiran waktu belajar, tapi dibalik kata2 itu seakan-akan bermaksud Jiau Pek-king yang belajar dari dia.   "O, kiranya begitu!"   Seru Li Pong, tapi diam-diam dalam hati ia merasa geli, ia pikir Kah Lotoa ini selalu suka menggoda orang, kini sengaja pula membual atas namanya Thong thian-sim mo Jiau Pek-king, pasti nanti kau akan tahu rasa.   Ternyata pikiran Li Pong itu bukannya tidak beralasan, sebab si lelaki bermuka jelek yang duduk diseberang Jun-yan yang dikenal sebagai Hwe Tek itu, sebenarnya Jiau Pek-king dalam penyamaran.   Ilmu penyamaran Jun-yan dipelajari dari sang guru, sudah tentu penyamaran Jiau Pek-king itu jauh lebih susah dikenali Jun-yan.   Sebaliknya Jiau Pek-king pun tidak nyana bahwa si Kah-lotoa yang jahil itu adalah muridnya, terutama si gadis itu berteman A Siu yang aneh.   Sementara itu karena kata2 tadi rupanya sangat menarik perhatian orang banyak, Jun-yan semakin mendapat angin, segera ia menyambung lagi;   "Padahal Siau Jiau pakai julukan Thong thian-sin-mo, sebenarnya rada berlebihan, kata2 Thong-thian (mencakup jagat) masakan begitu mudah digunakan dia, sedangkan Tok-poh-kiang gun Lau Ki juga cuma menyebut dirinya "Gi thian" (kebanggaan jagat) saja !"   Sungguh terlalu berani pembualan Jun-yan, ia telah menyebut Jiau Pek-king sebagai "Siau jiau"   Kecil, sebaliknya menyebut Ki Go-Thian sebagai Lau Ki atau Ki tua. Karuan semua orang ikut tersentak oleh mulutnya yang besar itu. Meski geli, akhirnya Hwe Tek alias Jiau Pek-king tulen itu, tidak tahan juga, katanya dengan dingin.   "Entah kawan Kah ini berusia berapa sekarang, kenapa menyebut Thong-Thian sin-mo itu sebagai Siau Jiau?"   Memangnya sejak bertemu ditengah jalan Jun-yan sudah sirik terhadap lelaki bermuka jelek ini, kini orang lain tidak berani menanya, justru orang yang dibenci inilah yang buka suara, maka sahutnya dengan melirik hina .   "Soal umur kenapa mesti heran? Dikalangan Bu-lim Sutit lebih tua dari Susiok juga tidak sedikit."   "Eh, jadi tingkatan saudara tentunya lebih tinggi dari Thong-thian-sin-mo ?"   Tanya Jiau Pek-king sengaja.   "Memang,"   Sahut Jun-yan,"tingkatan kini memang selisih satu angkatan!"   Ternyata jawabannya ini ada benarnya juga.   Dia memangnya adalah muridnya Jiau Pek king, dan tingkatannya mereka jadi selisih satu angkatan.   Cuma dari lagu suara jawabannya ini, bagi pendengaran orang lain menjadi seperti dialah yang lebih tua setingkat.   "Aha, jika begitu tentu saudara benar2 orang Bu-lim- cianpwe,"   Kata Jiau Pek-king menjengek.   "Marilah, biar kusuguh secawan sekedar sebagai penghormatanku."   Habis berkata, poci teh diatas meja terus diangkatnya, menyusul sedikit poci bergerak, tahu-tahu seutas air teh terus mancur dengan cepat dan kerasnya kesuatu cawan kosong diatas meja Jun-yan.   Tenaga dalam yang diunjukkan oleh Jiau Pek-king ini, sungguh diantara hadirin itu tiada yang mampu melakukannya.   Karuan sekaranglah Jun-yan baru terkejut dan insaf menghadapi seorang kosen.   Pantas hari itu A Siu sudah memperingatkannya bahwa orang ini mempunyai Lwekang yang tinggi.   Kalau melihat kepandaiannya menyemburkan air dalam poci dengan tekanan tenaga dalamnya, terang ilmu kepandaiannya ini tidak dibawah gurunya sendiri, yaitu Thong- thian-sin-mo.   Teringat pada sang guru, hati Jun-yan menjadi tergerak.   Baru sekarang dia insaf kata2 bualannya benar-benar rada keterlaluan.   Cepat ia berpura-pura berjongkok dan sekilas melirik ke kuduk kepala lelaki jelek itu.   Sungguh tak kepalang terkejutnya Jun-yan, ternyata dikuduk kepala orang itu ada sebutir andeng-andeng merah besar.   Andeng2 demikian itu diketahuinya terdapat juga pada kuduk kepala sang guru.   Maka teranglah tidak mungkin didunia ini ada dua orang yang serupa, tidak usah disangsikan lagi pasti orang yang dihadapannya ini adalah gurunya sendiri.   Apalagi bila sebentar sang guru juga hendak mengujinya dengan Lwekang, tentu celakalah baginya.   Sedang Jun-yan kerupukan sendiri, tiba2 terlihat tuan rumah yaitu Jing-ling-cu, sedang keluar dari kuilnya dengan wajah muram.   Karena itu suara ramai tadi menjadi sirap, sebagai gantinya semua pandangan dipusatkan kepada imam itu.   Sudah sampai di-tengah2 orang banyak, Jing-ling-cu memandang sekelilingnya, ia mendehem sekali, lalu dengan suara yang berat ia berkata.   "Lebih dulu banyak terima kasih atas kedatangan para sobat. Adapun undangan Pinto kali ini tujuannya yalah supaya kita be-ramai2 mengenal sobat aneh dari Bu-lim yang luar biasa. Muka sobat ini sudah rusak dan sukar dikenali, entah tergoncang soal apa, sampai pikirannya juga kurang waras, malahan tak bisa bicara dan tak bisa melihat. Untuk ini Pinto telah minta dua bantuan dari tabib pandai yang kita sudah sama-sama mengenalnya; yaitu Cok- kak seng dan Siang Tim diantaranya berdua, akan tetapi kedua ahli ini kinipun angkat tangan tak berdaya, sekarang jalan lain tidak ada kecuali sobat ini dihadapkan pada para hadirin untuk bantu mengenalinya!"   Sebenarnya tanpa diminta semua hadirin itu pun sudah tahu maksud tujuan undangan Jing-ling-cu kepada mereka itu.   Yang mereka herankan yalah betapa hebatnya orang aneh itu, hingga kedua tokoh pertabiban seperti Ciok-kak-seng dan Siang Tim juga tak berdaya mendapatkan tanda2 asal-usul orang aneh itu.   Sementara itu dari dalam kuil tampak keluarlah seorang yang mukanya sangat menyeramkan, dibelakangnya ikut dua orang, yang satu lelaki dan yang lain wanita, mereka adalah kedua tabib tersohor yang disebut tadi.   Sedang orang berwajah jelek itu bukan lain adalah si orang aneh itu yang memiliki ilmu silat yang tinggi, tapi asal-usulnya masih menjadi pertanyaan itu.   Diam2 semua orang tercengang melihat muka orang aneh itu, mereka heran oleh sebab apakah hingga muka orang berubah begitu macam ? Dan karena sudah begitu rupa, dengan sendirinya juga susah untuk dikenali lagi.   Sejenak kemudian terdengar Jing-ling-cu berkata pula dengan menghela napas.   "Sobat aneh ini, bukan saja Lwekangnya sudah sangat sempurna, bahkan terhadap ilmu tunggal dari golongan lain juga diyakini dengan baik. Cuma sayang, mukanya justru telah rusak begini rupa. Kini jalan lain tidak ada kecuali mesti minta bantuan para hadirin, mungkin diantara siapa2 yang dapat mengenalinya?"   Akan tetapi meskipun ucapan Jing-ling-cu itu diulang lagi, tetap tiada seorangpun yang tahu asal usul orang aneh itu.   Hanya Jiau-pek-king yang menyamar sebagai Hwe Tek itu, tampak berkedip dengan sinar mata yang berkilau, seperi tertarik oleh sesuatu.   Sampai lama sekali keadaan tetap hening, ketika tiba-tiba terdengar seorang berseru.   "Tentang diri sobat aneh ini, barang kali aku tahu sedikitnya tahu persoalannya!"   Semua orang tercengang oleh seruan orang itu, pandangan mereka seketika diarahkan pada orang yang bersuara itu, ternyata ia bukan lain adalah si binal Lau Jun-yan. Jing-ling-cu menjadi girang, tanyanya cepat.   "Eh, jadi Kah- heng mengetahui seluk beluk sobat aneh ini, silahkan menerangkan lekas!"   Tapi Jun-yan sengaja jual mahal, dia melantur-lantur jauh dulu, habis itu baru bercerita apa yang pernah didengarnya dari A Siu tentang Ang Jin kin hingga ayah A Siu ikut tewas.   Sedang Siang Hiap yang mukanya serta ditutupi selapis kain itu tanpa sengaja telah disingkap ibu A Siu dan dalam kagetnya Siang Hiap terus minggat entah kemana perginya.   "Darimana kau bisa tahu semua itu ?"   Tiba2 Jiau Pek-king menanya dengan sorot mata curiga. Namun Jun-yan masih berlagak serba tahu, dengan ogah- ogahan baru dia menjawab .   "tentu saja aku tahu, malahan aku tahu Ang Jing kin yang meninggalkan sang suami mencari obat akhirnya tewas ditepi sebuah kolam, disebelah lagi terdapat tiga kerangka tulang yang tak dikenal, dan pula tiga macam senjata aneh."   "Senjata macam apa ?"   Tanya Jiau Pek-king dan Li Pong berbareng.   "Katanya berbentuk gada yang disebut Tui hong-hoan,"   Sahut Jun-yan.   "He, itulah senjata tunggal milik Bong-san sam-sia !"   Seru beberapa orang diantara hadirin.   "Ya, jika begitu, apakah mungkin Ang Jing kin tewas ditangan Bong-san-sam-sia itu ?"   Ujar Jing-ling-cu ragu-ragu.   "Benar, pasti begitulah soalnya,"   Tiba-tiba dua orang Piauthau she Giam ikut menimbrung.   "Dahulu ketika ditengah jalan, dalam suatu pengawalan Hunlam, pernah kami melihat Siang Hiap dan Ang Jing-kin berdua di-uber2 empat orang, kecuali Bong san-sam-sia, ada lagi yang kukenal sebagai Siau- yau-ih-su Cu-Hong-tin!"   Baru sekarang semua orang ingat pada Cu Hong-tin.   Aneh juga semua orang yang diundang semua sudah hadir, kenapa Siau-yau-ih-su itu tidak tampak batang hidungnya ? "Jika begitu, apakah sobat aneh ini adalah Sam-siang sin tong Siang Hiap?'' ujar-Jing-ling cu ragu-ragu.   "Kalau mengingat kepandaian Siang Hiap, rasanya belum setinggi sobat aneh ini."   Pendapat Jing ling cu ini membikin semua orang ikut bersangsi.   Memang kalau melihat ilmu silat yang dimiliki orang aneh ini, terang tidak mungkin dapat dicapai oleh Siang Hiap yang mereka kenal.   Dan selagi Jing-ling cu hendak menanya pula, tiba2 terdengar suara bentakan orang yang sangat keras seperti bunyi guntur.   "Mana orangnya begitu berani menghina Pi-lik-pay kita ? Sungguh celaka murid semacam kau ini, bikin malu melulu."   Menyusui mana, muncullah dari bawah tiga orang, dua diantaranya bukan lain ialah Ong Lui dan Thio Tiong pat yang telah dibikin keok oleh A Siu dan Wi Ko itu, sedang seorang lagi sudah lanjut usianya, kepalanya botak, jidatnya lebar, matanya bersinar.   Melihat orang tua ini, seketika semua para hadirin hampir semua berdiri menyambut dengan hormat sambil menyapa .   "In locianpwe!"   "In-luheng!".   "In-laupek!"   Dan macam2 panggilan lagi.   Kiranya dia bukan lain adalah Ciangbunjin dari pada Pi-lik- pay yaitu gurunya Ong Lui yang terkenal dengan pukulan geledeknya In Thian-sang.   Ia tidak begitu pusing akan panggilan2 orang itu, tapi hanya mengangguk-angguk acuh tak acuh.   Habis itu terus menghampiri Jing-ling-cu, katanya sambil kiongchiu.   "Jing-ling Totiang, maafkan atas kedatanganku yang ceroboh ini. Tapi betapapun aku anggap Toheng takkan berpeluk tangan nama baik adikmu ini dihina orang."   Habis ini tiba2 ia membentak kepada Ong Lui berdua.   "Mana orangnya yang coba-coba hendak menghancurkan pamor Pi-lik-pay kita? Kenapa kalian bungkam saja?"   Sambil celingukan kian kemari Ong Lui mendapatkan Jun- yan dalam penyamaran itu, katanya pada sang guru.   "Inilah keparat itu ! masih ada lagi seorang lebih muda, entah sembunyi kemana batang hidungnya sekarang tak kelihatan!"   "Ya, dan ini pula yang satu yang telah main bokong itu!"   Sahut Thio Tiong-pat.   Kiranya In Tiang-sang ini sangat dihargai didalam Bu-lim berhubung budi luhurnya, cuma ada satu kekurangan yalah suka membela orang sendiri peduli salah atau benar.   Sampai anjing piaraannya tidak boleh disentuh orang.   Apalagi kini dua muridnya yang dihina dan dikecundang orang, karuan ia sangat murka.   "Hm, kiranya hanya demikian ini macamnya,"   Jengeknya kemudian kearah Jun-yan dan Wi Ko.   "Jika kalian sudah berniat akan menghancurkan nama baik Pi-lik-pay, marilah kenapa tidak lekas ikut kebawah gunung sana?"   Nyata ia masih mengindahkan Jing-ling-cu sebagai tuan rumah dan tidak mau mengacaukan pertemuan orang banyak itu, maka menyuruh Jun-yan berdua ikut kebawah gunung untuk membikin perhitungan. Namun Jing-ling-cu mencoba melerainya, katanya.   "In- heng, harap sabar ! Kedatanganmu ini sangat kebetulan, mungkin kau akan membantu mengenali sobat aneh itu sebagai Sam-siang-tong Siang Hiap dahulu ?"   "Siang Hiap ?"   Mau tak mau In Thian-sang menegas dengan heran.   "Mana mungkin mukanya berobah begini ?"   "Ya, air mukanya sebab apa telah menjadi begitu rupa,"   Kata Jing-ling-cu.   "Tapi sobat ini benar-benar luar biasa, berbagai ilmu silat dari segala aliran yang paling lihay dimilikinya. Boleh jadi pukulan geledek dari In-heng juga dipelajarinya."   "Ah, omong kosong,"   Sahut In-thiang-san.   "Sudahlah, silahkan kalian urus persoalanmu sendiri. Aku sendiri biar bikin perhitungan dulu dengan kedua bocah ini, maafkan kalau aku mesti bikin ribut didepanmu ini!"   Habis itu, tiba-tiba ia menatap Jun-yan dan Wi Ko pula sambil membentak.   "Binatang kecil, kenapa tak lekas turun gunung ?'' Betapapun sabarnya Wi Ko, akhirnya ia mendongkol juga. Sambil mengkerut kening, segera ia menyindir.   "In-locianpwe, dengan kedudukanmu di kalangan Bu-lim yang terhormat, kenapa kelakuanmu pun seperti tukang pukul gembereng dijalan raya ?"   Pendekar Misterius Karya Gan Kl di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   In Thian-sang menjadi murka oleh olok2 itu, bentaknya gusar.   "Kurang ajar benar! Kalau aku tidak memberi hajaran padamu, tentu kau belum kenal tingginya langit dan tebalnya bumi!"   Habis bersuara, tahu-tahu orangnya sudah menubruk maju. Namun Wi Ko dan Jun-yan sudah siap siaga, cepat mereka yang menjadi sasaran menghindar.   "krak, krak", kursi-kursi itu seketika hancur kena gabrukan tangan ln Thian-sang yang luar biasa itu.   "Eh, eh, kiranya In-locianpwe hendak membawa kursi kebawah gunung? Silahkan!"   Masih Jun-yan berolok-olok sambil tertawa dingin.   Tapi tiba2 angin pukulan geledek telah menyambar lagi kearahnya, ternyata In Thian-sang telah melontarkan pukulan pula.   Baiknya Wi Ko keburu menarik Jun-yan kepinggir, sekali ini meja besar dihadapan mereka yang menjadi korban terus mencelat persis ketempat duduknya Jiau Pek-king.   Begitu hebat dan keras samberan meja itu, orang lain kalau tidak mampus, tentu akan babak belur ketimpa meja nyasar itu, namun tanpa menoleh sedikitpun, begitu meja itu mendekat, Jiau Pek-king hanya jentikkan jarinya ke samping hingga meja itu menyambar kembali ke arah In Thian-sang.   Lekas2 jago tua ini memukulkan kedua tangannya, maka terdengarlah suara gedubrakan yang keras, meja itu telah hancur kena dipukul geledeknya.   In Thian-sang terkesiap, ia memandang sekejap kearah Jiau Pek-king, ia heran seorang bermuka jelek itu memiliki Lwekang sebegitu tingginya.   Rasanya selama ini tak pernah didengar dan dikenalnya.   "Hm, hebat juga kepandaian saudara, sebentar lagi bila perlu akupun akan belajar kenal,"   Jengeknya kemudian. Lekas2 Jing-ling-cu mendekati In Thian sang dan membisikinya;   "In-heng, harap kau jangan salah mata, dia adalah samaran Lau Jiau, masakan sobat lama tak dikenal lagi ?"   Mendengar itu In Thian-sang menjadi kaget, la pandang sekejap pula kearah Jiau Pek-king lalu bungkam tak berani garang lagi.   Betapapun asemnya In Thian-seng terhadap momok seperti Thong-thian-sin-mo itu, mau tak mau iapun rada jeri.   Dalam pada itu Jing-ling-cu lantas bertanya pula pada Jun- yan.   "Jika menurut cerita Kah-heng tadi jadi sobat ini adalah Siang Hiap. Tetapi sebab apa mukanya menjadi begitu rupa, apakah Kah-heng juga dapat memberi keterangan?"   Tapi belum juga Jun-yan menjawab sekonyong-konyong wajah Jing-ling-cu berubah, begitu pula Jiau Pek-king, Li Pong, In Thian-sang dan gembong gembong lainnya.   Kiranya pada saat itulah, dari bawah gunung tiba-tiba terdengar semacam suara yang sangat aneh, suara itu panjang melengking lambat tapi nyaring sekali, hingga seperti bunyi suara ditepi telinga yang mendengarnya.   Segera para gembong persilatan itu dapat menduga bahwa gerungan suara siapakah itu.   Tentu bukan lain adalah Tok- poh-kian-gun Ki Go-thian.   Terpengaruh oleh suara itu segera ada beberapa orang yang bernyali kecil hendak mengeloyor pergi.   Tapi belum sampai mereka melangkah, tiba2 terdengar suara bentakan .   "Siapapun tidak boleh angkat kaki !"   Menyusul mana dari bawah gunung muncul seorang Thauto yang bertubuh tinggi besar dengan lagak congkak.   Begitu melihat, Jun-yan menjadi geli sebab segera dikenalinya Thauto itu bukan lain adalah Ngo seng yang pernah digodanya tempo hari.   Diam2 ia metertawai lagak Ngo-seng yang tengik itu, ia pikir sebentar lagi Thauto itu kudu diberi rasa lagi supaya kapok.   Tapi iapun teringat akan komplotan Ngo-seng bernama Ki Go-thian yang akan datang ke Ciok-yong-hong.   Terutama kepandaiannya Ki Go-thian yang sudah diketahuinya itu, mau tak mau hatinya menjadi kebat kebit.   Sementara itu ia lihat Ngo-seng sedang sesumbar pula .   "Nah, dengarlah semua orang! Sebentar lagi Ki Go-thian, Ki- locianpwe akan tiba, beliau suruh aku datang memberitahukan lebih dulu, supaya kalian bersiap-siap menyambut atas kedatangannya !"   Melihat murid durhaka seperguruannya sekarang unjuk lagak sedemikian menjemukan di hadapan orang banyak, Thi- thau-to dari Ngo tai san ini menjadi murka, bentaknya .   "...Ngo-seng, tutup bacotmu ! Kau masih kenal aku tidak ? Sejak kau merat, aku sangka akan insaf kejalan yang benar, siapa tahu kau justru makin mengganas. Hari ini biarlah aku membikin pembersihan lagi perguruan sendiri!"   Sambil berkata, ia terus mendekati Ngo-seng.   Mendengar suara itu bukan lain adalah Suhengnya sendiri yang selama ini menjadi musuh besarnya, Ngo-seng malah bergirang, ia pikir tibalah sekarang saatnya melampiaskan rasa dendamnya.   Maka dengan bergelak tertawa segera ia balas mengejek .   "Hahaha kiranya kau Lauti. Benar juga ucapanmu tadi memang sudah waktunya bikin pembersihan pada perguruan kita, cuma tergantung siapakah yang harus dibersihkan ? Marilah maju !"   Habis berkata, ia ber-siap2 untuk menyerang.   Sebagaimana sudah diceritakan, Ngo-seng dan Thi-thau-to sebenarnya adalah saudara seperguruan.   Kalau bicara tentang bakat, Ngo-seng masih jauh lebih tinggi dari Suheng, yaitu Thi-thau-to.   Tetapi sebelum tamat belajar, guru mereka sudah dapat mengetahui jiwa Ngo seng yang jahat.   Maka tidak seluruh kepandaiannya diajarkan padanya.   Hal inilah menimbulkan rasa dendamnya Ngo seng, begitu suhunya wafat, ia mengambil lari kitab pusaka perguruan, yaitu ilmu Tay-lik-eng-jiau-hoat, cakar elang bertenaga raksasa, yang diandalkan Ngo-tay-pay itu.   Setelah berhasil diyakinkan ditempat terpencil, maka makin mengganaslah Ngo-seng didunia Kangouw.   Kini dihadapan sang Suheng yang dipandang bukan tandingannya itu, apalagi sebentar lagi Ki Go-thian akan tiba juga, sama sekali Ngo-seng tidak gentar.   Sebaliknya mendengar sesumbarnya Ngo-seng tadi, Thi- thau-to tak bisa menahan gusarnya lagi, segera ia mendahului menghantam ke dada, Ngo-seng berkelit kesamping kiri.   Tapi tak terduga perubahan serangan Thi-thau-to sangat cepat, sekali pukul tidak kena, sedikit melangkah maju, segera sikut kanan dibuat menyikut kelambung musuh lagi.   Serangan Thi-thau-to itu disebut "Jian-kian jun-tui"   Atau sikutan seribu kati, kalau kena mungkin tulang iga Ngo-seng akan ambrol semua.   Namun Ngo-seng sekarang bukan lagi Ngo-seng dahulu, mendadak ia mengegos sedikit, berbareng kelima jari tangan kiri terus mencengkeram kepundak Thi thauto dengan kecepatan luar biasa.   Begitulah kedua seteru bekas saudara seperguruan itu serang menyerang dengan sengit.   Kekuatan kedua orang ternyata seimbang, tapi Thi thau-to juga memusatkan keunggulannya pada menyerang, maka terjadilah keras lawan keras.   Sewaktu Ngoseng hendak melontarkan hantamannya pula kepundak lawan, tapi secepat itu pula Thi-thau-to ayun tangan memapak kedepan maka terjadilah tangan beradu tangan dan dua orang sama2 tergetar mundur beberapa tindak.   Dan Ngoseng hendak menubruk maju lagi, tiba2 sesosok bayangan berkelebat, tahu2 dihadapannya sudah menghadang seorang bermuka jelek.   Tanpa pikir Ngo-seng telah mencengkeram pula sekuatnya kepinggang orang dengan maksud sekaligus menundukkan perintang itu.   Tak terduga gerak orang itu ternyata cepat luar biasa, se- akan2 Ngo-seng merasa pergelangan tangan sendiri kesemutan, tanpa diketahui bagaimana cara orang itu menggerakkan tangannya, tahu-tahu "Yang Kok-hiat"   Dipergelangan tangan terjentik hingga tenaga cengkeraman tadi seketika tak bisa dikeluarkan lagi.   Sungguh tidak kepalang terkejutnya Ngo-seng, belum sekali gebrak dirinya sudah diatasi seorang lelaki jelek itu, sedangkan Ki Go-thian yang menjadi andalannya entah kapan baru akan unjukkan diri.   Namun begitu, segera ia membentak .   "Siapa kau ?"   "Siapa diriku, tidak perlu tahu,"   Sahut orang itu yang bukan lain dari Jiau Pek-king.   "Yang kuhendak tanya yalah kau tadi bilang Ki Go-thian akan berkunjung kemari, lalu apa tujuan dan pesannya kepadamu ?"   Mendengar orang bertanya tentang Ki Go-thian, hati Ngo- seng menjadi besar lagi, jawabnya segera.   "Hm, kiranya kaupun mengerti tentang Ki-locianpwe. Dia bilang sebentar datang, kalian harus menyambutnya dengan berlutut dan angkat dia sebagai "Bu-lim-ci-cu" (yang dipertuan agung dari dunia persilatan ) !" -o0dw.kz-hendra0o-   Jilid 10 TAK ia duga, belum lama lenyap suaranya tahu2 pandangannya menjadi kabur, insaf keadaan bakal celaka, maksudnya ia segera hendak angkat tangan menangkis, tetapi sudah terlambat.   "plak-plak-plak", pipinya telah kena diberondong beberapa kali tamparan oleh Jiau Pek-king. Memangnya Jiau Pek-king sudah benci akan kesombongannya Ki Go-thian, tetapi juga gentar pada kepandaiannya yang memang tiada bandingannya. Kini melihat cecunguk macam Ngo-seng, juga berani main gila dihadapan orang banyak, segera hawa amarahnya ditumplekan atas diri Ngo-seng dan memberi persen beruntun yang disebut "Bu-heng-jiu"   Atau pukulan tanpa kelihatan, yaitu cepat, jitu dan keras.   Karuan Ngo-seng seperti sigagu menelan getah, menderita tak bisa bicara.   Begitu kesakitan pipinya yang terkena tamparan itu matanya se-akan2 berkunang dan kepalanya pusing tujuh keliling.   Dalam keadaan begitu Ngo-seng menjadi kalap, ia mengerung seperti orang gila, kedua tangannya terus mencengkeram serabutan kedepan sambil memejamkan mata menahan rasa sakit di pipi.   Akan tetapi meskipun dua tangannya meraup tiada hentinya kedepan, toh ujung baju lawannya saja tak bisa disentuhnya.   Saat itulah dia dengar suara ter-bahak2 banyak orang geli bila ia membuka mata, ia sendiri menjadi jengah.   Kiranya Jiau Pek-king sudah berdiri dua meter jauhnya disana sebaliknya dia masih terus mencengkeram serabutan tentu saja seperti orang gila hingga menjadi buah tertawaan orang.   Dari malu Ngo-seng menjadi murka, kembali dia merangsang maju lagi, tangan kanannya mencakup dari samping dan tangan kiri mencengkeram.   Tapi dengan gesit Jiau Pek-king memberosot lewat dibawah bahunya, malahan teIah ayun kakinya mendepak sekali kebebokongnya hingga kembali Ngo-seng terhuyung2 kedepan hampir-hampir mencium tanah.   Karuan bergemuruh lagi seketika suara tertawa geli orang banyak.   Alangkah murkanya Ngo-seng karena dibikin malu begitu rupa oleh Jiau Pek-king, mendadak ia balik tubuh, dari bajunya dilolosnya sepasang benda hitam gelap, dengan sorot mata berapi ia membentak.   "Keparat! biarlah aku adu jiwa denganmu."   Waktu semua orang menegas, kiranya benda hitam gelap itu adalah sepasang Eng-jiau atau cakar elang terbuat dari besi yang panjang besar, cakar elang itu tajam terbuka.   Dipangkal cakar itu terdapat sebagian gagang untuk pegangan.   Melihat cakarannya yang gilap lain dari yang lain itu, terang telah terendam dengan racun yang sangat jahat.   Dalam pada itu Ngo-seng telah menyerang pula dengan geramannya, sebelah cakar elang besi itu dicakupkan keatas kepala Jiau pek-king, sedang senjata lainnya terus menyodok keperut.   Melihat senjata yang aneh dan berbisa ini, Jiau Pek-king tak berani gegabah, lekas ia melompat menghindar.   "Jiau-heng, waktu sudah mendesak, tak perlu menggoda tikus lebih lama lagi !"   Seru Li Pong tiba2. Dengan peringatan itu, Jiau Pek-king dapat mengerti sudah hampir waktunya Ki Go-thian akan tiba, hatinya tergerak tiba2, serunya .   "Coba pinjam golokmu !"   Tapi belum Li Pong menyahut, mendadak Jun-yan telah mendahului berteriak.   "Pakailah pedangku saja!"   Menyusul mana melirik sinar hijau terus berkelebat menyamber kearah Jiau Pek-king.   Sekali tangan Jiau Pek-king meraup, tahu2 tangannya sudah memegang sebatang pedang, itulah Tun-kau-kiam milik Jun Yan.   Pada saat itu tepat Ngo-seng lagi menyerang pula dengan cakar elangnya dari atas kepala, tanpa pikir lagi Jiau Pek-king ayunkan pedangnya menangkis keatas.   "Cring !"   Tahu2 senjata andalan Ngo-seng itu terasa enteng, untuk sedikit Ngo-seng terkesima, tapi segera dapat dikenali pedang itu seperti senjata yang pernah digunakan Jun-yan tatkala ber-sama2 A Siu melawan Ki Go-thian tempo hari.   Tanpa merasa, tercetuslah makian dari mulutnya .   "Lou Jun-yan, kiranya kau budak hina-dina inipun berada di sini!"   Sebenarnya maksud Jun-yan hendak melemparkan pedang kepada sang guru, maksudnya agar Jiau Pek-king bisa lekas2 bereskan pengacau itu, tak terduga rahasianya malah kena dibongkar oleh Ngo-seng, karuan hatinya tercekat.   Benar saja demi mendengar Ngo-seng menyebut namanya Jun-yan, segera Jiau Pek-king pun tersadar, ia melotot sekali kearah Jun-yan dan mengomel .   "Hm, kau budak setan ini, sungguh besar amat nyalimu!"   Habis itu, ia cepat sekali tusukan kearah Ngo-seng.   Lekas2 Ngo-seng menangkis dengan cakar elangnya yang panjang.   Dalam keadaan begitu, yang dia harap hanyalah selekasnya Ki Go-thian bisa datang untuk melepaskan dia dari ancaman bahaya.   Akan tetapi, semakin hatinya gopoh, semakin kacau pikirannya.   la menjadi lupa barusan cakar elangnya itu kena terpapas oleh pedang lawan, sekarang dibuat menangkis, karuan untuk kedua kalinya senjatanya terkutung sebagian lagi.   Dalam kagetnya Ngo-seng terus melompat mundur setombak lebih.   Melihat betapa tajamnya pedang itu, Jiau Pek-king sendiripun terpesona, diam2 iapun memuji .   "Pedang bagus !"   Ia tidak lantas merangsek lagi, meskipun Ngo-seng telah melompat mundur, sebaliknya ia telah menyentil batang pedangnya hingga mengeluarkan suara nyaring gemerincing, ketika ia memeriksa huruf2 yang terukir digagang pedang, seketika ia terkesima dan berdiri terpaku ditempatnya seperti patung.   Sesudah melompat mundur tadi, sebenarnya Ngo seng terus hendak melarikan diri untuk menyongsong datangnya Ki Go-thian.   Tapi dilihatnya Jiau Pek-king seperti orang linglung sambil memandangi pedang yang dipegangnya sendiri dan berdiam kaku seperti orang lupa daratan, ia menjadi girang, sudah tentu kesempatan itu tak di-sia2kan, se-konyong2 ia melompat maju lagi, sebelum senjata cakar elangnya yang masih ada itu terus mencengkeram keatas kepalanya Jiau Pek- king.   Semua orang cukup kenal dengan ilmu silatnya Jiau Pek- king untuk menandingi seorang Ngo-seng terang masih ber- lebih2an.   Tapi merekapun heran ketika melihat iblis persilatan itu mendadak terpesona oleh tulisan diatas pedang, sementara itu serangan Ngo-seng sudah dekat dibatok kepalanya, dan dia masih ter-menung2 seperti tidak berasa.   Baru sekarang semua orang terkejut, terutama Liok-hap-tong-cu Li Pong yang paling karib hubungannya dengan Jiau Pek-king menjadi kuatir.   Akan tetapi untuk maju menolong terang tidak keburu lagi, jalan satu2nya, cepat ia meloloskan golok pusakanya "Pek-lin-sin-to"   Terus ditimpukkan kearah Ngo seng.   Tak tersangka, baru saja goloknya melayang terlepas dari tangan, mendadak ada suara bentakan seorang yang keras, satu bayangan telah melesat kedepan secepat kilat, sampai ditengah jalan, Pek-lin-to telah disambernya ditangan dan orangnya masih melesat maju terus.   Diam-diam Li Pong mengeluh, golok yang ditimpukkan untuk menolong Jiau Pek-king itu telah kena disambar orang, pasti sekali ini Lau Jiau Pek-king tak bisa terhindar nasib malang.   Diluar dugaannya, sekonyong-konyong sinar tajam berkelebat, menyusul terdengarnya "cring cring"   Yang nyaring, pada saat cakar elang Ngo seng sudah hampir berkenalan dengan batok kepalanya Jiau Pek-king, tahu-tahu sesosok bayangan berikut sinar golok terus tiba menubruk, sekali sinar golok berkelebat, tahu-tahu cakar elang Ngo-seng terkutung pula.   Malahan terus terdengar suara jeritan ngeri, sesosok tubuh kontan terpental pergi hingga jauh dan jatuh telentang tak berkutik.   Tubuh yang terpental itu adalah bukan lain Ngo-seng sendiri.   Waktu orang mengawasi bayangan orang tadi, kiranya bukan lain adalah Wi Ko.   Baru sekarang Li Pong menghela napas lega.   Apabila ia pandang Jiauw Pek-king pula, ia lihat iblis itu masih tetap berdiri terkesima di tempatnya sambil meng-amat2i pedangnya yang dipegang itu.   Pendekar Misterius Karya Gan Kl di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Apa yang terjadi disampingnya barusan itu seperti sama sekali tidak diketahuinya.   Wi Ko sendiri terus mendekati Ngo-seng yang menggeletak kena tendangannya tadi, ia lihat paderi durhaka itu napasnya sudah kempas-kempis tinggal menunggu ajalnya.   "Ngo-seng, inilah ganjaranmu yang setimpal dari pada semua kejahatan yang pernah kau lakukan !"   Jengek Wi Ko kemudian. Belum lagi suaranya lenyap, tiba2 didengarnya Jing-ling-cu, Li Pong dan lain2nya sama berseru kaget .   "Lo-mo-thau, apa yang telah kaulakukan!"   Waktu Wi Ko menoleh, ia menjadi kaget sekali, kiranya pada saat itu Jiau Pek-king sedang memburu kearah Lou Jun- yan sembari ayun pedangnya untuk dipergunakan menusuk.   Melihat gerak serangan Jiau Pek-king itu bukan gertakan belaka, Wi Ko terkejut, cepat ia melesat memburu dan mendahului menghantam kepunggungnya Jiau Pek-king.   Namun mendadak Jiau Pek-king memutar tubuhnya, beruntun-runtun pedangnya menusuk dan membabat tiga kali hingga Wi Ko terpaksa ayunkan Pik-lin-to tadi untuk menangkis.   Kontan saja Wi Ko tangannya merasa kesemutan, sekejap itulah Jiau Pek-king sempat melompat ke depan lagi mendekati Jun-yan sambil mcncengkeram dengan sebelah tangannya.   Untuk mencegah, terang-tidak keburu, maka para jagoan yang menyaksikan itu tinggal melongo saja.   Jun-yan sendiri terkesima saking kagetnya, ketika melihatnya kelima jari tangan sang guru sudah merangsang tiba, tanpa merasa ia terus berteriak .   "Suhu, aku akulah Jun....."   "Ya, aku tahu kau siapa,"   Sahut Jiau Pek king.   "dan akupun ingin tahu pedangmu itu berasal dari mana ?!"   Sambil meringis kesakitan karena pundaknya dicengkeram sang guru, Jun-yan menjawab terputus-putus .   "Diwilayah......wilayah Biau kangzusi.com   .."   Tapi baru sekian ucapannya, tiba2 suara melengking tajam yang berkumandang tadi bergema pula dengan kerasnya hingga telinga semua orang seakan-akan pekak.   Mau tak mau Jiau Pek-king melepas tangan dahulu.   Ia tahu sebentar lagi Ki Go-thian tentu akan muncul.   Ketika ia berpaling memandang Jing-ling-cu dan lain2, ia lihat semua tokoh itu berwajah tegang, Hanya si orang aneh yang air mukanya sudah rusak itulah yang tidak menunjukkan suatu perasaan.   Dan selagi hendak membuka suara, se-konyong2 suatu bayangan berkelebat, dari bawah telah meloncat seseorang.   Karena datangnya orang itu mendadak sehingga semua orang terkejut, mengira kalau Ki Go-thian yang telah tiba.   Ternyata orang yang datang mendadak ini bukan lain daripada Siau-jau-ih-su Cu-hong-tin.   Yang paling mengejutkan yalah seluruh badan Cu-hong-tin berlumuran darah, suatu tanda terluka sangat parah.   Dengan sempoyongan Cu Hong-tin paksakan diri berjalan maju, ia celingukan kian kemari, ketika melihat orang aneh itu, cepat berlari mendekati seperti orang kesetanan.   Tapi belum lagi mendekat, ia sudah tidak tahan dan ngusruk jatuh sembari memuntahkan darah.   "Cu-toheng, kau..."   Jing-ling-cu menanya. Tapi belum habis ucapannya, tiba2 terlihat Cu Hong-tin paksakan diri merangkak terus merayap kehadapan orang aneh itu, katanya dengan suara tak lampias .   "Siang....Siang heng....maafkan atas dosaku....ini karena cemburu akan cintamu pada....Jing Kin, maka aku telah....telah bersekongkol dengan Bong-san-sam-sia dan mencelakai kau hingga.....hingga begini rupa, tetapi.....tetapi toh aku tidak mendapatkan.....mendapatkan Jing-kin....hahaha,..hehehe"   Sampai disini, tiba2 napasnya menjadi lemah, sekali kepalanya menunduk, maka putuslah nyawanya. Cepat Jing-ling-cu mendekati dan memeriksa, tapi jiwa Cu Hong-tin memang sudah melayang.   "Sungguh aneh,"   Ujar Li Pong.   "Jika menurut kata2 Cu Hong-tin tadi, jadi dia sudah kenal dengan sobat aneh ini sebagai Sam-siang sin-tong Siang Hiap, tapi tempo dulu waktu bertemu kenapa sama sekali tak dikatakannya."   "Li-heng, bukankah kau mendengarkan pengakuannya tadi bahwa dia yang mencelakai sobat aneh ini dengan sekongkol bersama Bong san-sam-sia tentu saja dia tak berani mengaku waktu itu,"   Kata Jing-ling-cu.   "Benar,"   Timbrung Jun-yan.   "Makanya tempo dulu waktu berkumpul disini, secara tiba-tiba Cu Hong-tin itu terus melarikan diri dengan ter-gesa2 kiranya memang ia telah berbuat dosa."   "Sungguh rendah kelakuan manusia demikian ini !"   Dampratnya Wi Ko sambil mendekati mayat itu terus didepak kebawah jurang.   "Tendangan bagus,"   Tiba2 seorang berseru memuji dengan nadanya yang melengking.   Karena suara yang lain daripada yang lain itu, seketika semua orang berpaling.   Dan mereka menjadi kaget ketika tahu2 melihat ada seorang setengah umur dengan dandanan yang sangat necis sudah berduduk disatu kursi.   Orang itu duduk tenang dengan wajahnya yang senyum bukan, gusar tidak, matanya setengah meram melek, tapi menyorotkan sinar tajam.   Sungguh tidak terkatakan terkejutnya semua orang, sebab bagi Jing-ling-cu, Li Pong, Jiau Pek-king dan jago2 kawakan sama mengenali orang itu bukan lain adalah Tok-poh-kian gin Ki Go-thian yang menggentarkan itu.   Dibawah pengaruh perbawa Ki Go-thian, suasana menjadi sunyi senyap, tiada seorangpun berani buka suara, bahkan bernapaspun ditahan.   Dalam pada itu sinar mata Ki Go-thian yang tajam itu telah menyapu rata semua orang yang hadir disini, katanya kemudian .   "Hm, banyak juga yang datang, ada beberapa muka baru tampaknya! Dan dimanakah Siau Jiau?"   Rupanya dia tak mengenali Jiau Pek-king yang sudah menyamar itu.   Dan beberapa muka baru yang dimaksudkan itu dengan sendirinya meliputi Jiau Pek-king dan Lou Jun-yan yang menyamar, serta Wi Ko.   Nyata daya ingatan Ki Go-thian memang sangat kuat, meskipun berselang puluhan tahun, namun muka-muka lama seperti In Thiang-sang, Thi-thauto dan lain-lain yang pernah dilihatnya masih belum terlupa, dari ini dapat dimaklumi kalau memang dia mempunyai otak tajam.   Sedangkan yang ditanya melulu olehnya Jiau Pek-king sendiri, suatu tanda orang-orang lain sama sekali tak terpandang sebelah mata olehnya, hanya Jiau Pek king saja sedikitnya masih dihargainya.   Dilain pihak Jing-ling-cu, Li Pong diam-diam berdebar- debar, mereka tidak sanggup membayangkan entah apa yang akan terjadi dengan datangnya iblis besar itu.   Benar saja segera terdengar Ki Go-thian mulai buka suara dengan sikap yang angkuh dan sombong .   "Jing-ling-cu, kabarnya kau yang menjadi promotor mengundang semua orang Bu-lim ini kemari, tentu kau sengaja hendak menghadapi kedatanganku ini bukan ?"   Diam-diam Jing-ling-cu berkeringat dingin, tidak diduga bahwa orang bisa menanya demikian padanya.   Namun begitu, meskipun jeri pada Ki Go-thian, Jing-ling-cu bukan manusia pengecut, walaupun nanti akan menerima segala akibat buruk tapi sebagai seorang ksatria, Jing ling-cu rela menghadapinya.   Maka dengan gagah berani segera iapun menjawab .   "Pertanyaan Ki-locianpwe ini membikin Cayhe tidak mengerti. Adapun berkumpulnya para kawan ini disini adalah memang atas undanganku, tetapi dikatakan untuk menghadapi kedatangan Ki-locianpwe, inilah yang agak mengherankan?"   Jun-yan menjadi geli mendengar tanya jawab itu, sebab dia tahu kedatangan Ki Go-thian keatas Ciok-yong-hong ini tak lain tak bukan adalah gara2nya tempo hari bersama A Siu.   Sudah tentu Jing-ling-cu merasa bingung oleh dakwaan Ki Go- thian itu.   Dalam pada itu Ki Go-thian telah berkata pula .   "Hal itu sementara ini tak perlu aku usut lebih jauh. Yang pasti sekarang yalah maksud kedatangan tentulah sudah kalian ketahui. 30 tahun yang lalu aku telah berjanji untuk muncul kembali pada Siau Jiau, dan sekarang dia sendiri ketakutan sampai batang hidungnya tidak kelihatan. Baiklah, untuk menepati janji itu, sekarang juga aku memberi kesempatan kepada siapa2 diantara kalian untuk maju unjukkan kepandaian apa yang dimilikinya, apabila tiada nilainya yang dapat kupandang, hayolah lekas kalian berlutut menyembah padaku sebagai Bu lim-ci-cun !"   Sungguh tidak kepalang mendongkolnya Jing ling-cu hingga mukanya merah padam. Tapi sebelum ia menyahut, disebelah sana tiba2 seorang yang sedang tertawa terkekeh-kekeh.   "Siapa kau ?"   Bentak Ki Go-thian dengan murka.   "Apa yang kau tertawakan ?"   "Ah, cayhe hanya seorang Bu-beng-siau-cut (Perajurit tak bernama) rasanya tiada harganya untuk dikenal Ki locianpwe,"   Sahut orang itu bukan lain dari pada Wi Ko.   "Tentang gelaran Ki-locianpwe tadi yang menganggap diri sendiri Bu-lim ci-cun, Cayhe menjadi heran siapakah yang menganugerahkan pada Ki locianpwe. Padahal menurut pengetahuanku sejak dulu kala hingga kini, sampai Tat-mo Cuncia, Thio Sam-hong dan tokoh- tokoh lain yang menjagoi dijamannya juga tiada yang berani menerima gelaran itu. Maka Ki locianpwe sukalah memikir lebih panjang akan soal ini."   Gusar sekali Ki Go-thian ada orang yang berani membangkang keinginannya. Tetapi lahirnya tenang2 dan dingin2 saja, sahutnya kemudian dengan kalem.   "Jadi menurut kau, aku tidak sesuai untuk memperoleh gelar Bu- lim-ci-cun itu ?"   Namun Wi Ko hanya tersenyum saja tidak menjawab. Karuan Ki Go-thian bertambah murka.   "Keparat,"   Ia memaki.   "bolehlah kau mencoba apakah aku sesuai menjadi Bu-lim-ci-cun atau tidak ?"   Habis berteriak, mendadak orangnya bersama kursinya terus meloncat keatas hingga membawa samberan angin santar, ketika kursinya menurun dan tegak diatas tanah lagi, jaraknya dengan Wi Ko sudah tinggal beberapa kaki saja jauhnya.   Menyusul mana sebelah lengan bajunya Ki Go-thian mendadak mengebaskan kedepan.   Wi Ko insyaf apabila terkena oleh tenaga kebasan gembong persilatan itu, pasti tubuhnya akan me-layang2 kebawah jurang seperti layangan putus benangnya.   Maka ia tidak berani menahannya berhadapan, lekas2 ia mengiser ke- samping hingga samberan angin kebasan itu menyerempet lewat diatas kepalanya.   Begitu keras angin itu hingga muka Wi Ko sampai merasa panas pedas.   Lekas2 Wi Ko hendak berlindung dengan meng-aling2kan tangan kemukanya sendiri, tapi terdengar Ki Go-thian tertawa dingin sekali, menyusul kebasan lengan baju yang lain sudah tiba lagi.   Sungguh tidak diduga Wi Ko bahwa kebasan lawan bisa begitu cepat lagi luar biasa kekuatannya, ketika hendak berkelit pula, tak urung tubuhnya tergoncang pergi hingga lebih setombak jauhnya.    Pendekar Bunga Karya Chin Yung Perintah Maut Karya Buyung Hok Jaka Galing Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini