Ceritasilat Novel Online

Pedang Kiri Pedang Kanan 26


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL Bagian 26


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya dari Gan K L   Karena menoleh, dengan sendirinya badan bagian atas ikut bergerak hingga telapak tangan Cin Tek-hong yang mengincar ulu hati menjadi nyasar beberapa senti.   Gerak tangan Ling Kun-gi kelihatan kalem dan tak acuh, dengan tepat dia jejalkan telurasin itu ketelapaktanganCinTek-hong.   Telapak tangan Cin Tek-hong penuh kekuatan Hansi-ciang waktu tangannya hampir mengenai ulu hati lawan, diam2 ia telah bersorak girang, tak nyana mendadak terasa adanya benda bulat licin menahan telapak tangannya.   Benda itu jelas adalah telur, maka pukulan telapak tangan yang terjulur keluar itu menjadi mati kutu dan berhenti begitu saja karena tertahan oleh telur asin.   Kiranya dari telur asin ini terasa olehnya adanya tenaga besar yang lunak tak kelihatan menyetop tenaga pukulannya sehingga Hansi-ciang yang telah terpusat ditelapak tangannya menjadi macet.   Baru sekarang Song Tek-seng, Thio Lam-jiang yang duduk di sekitarnya melihat Cin Tek-hong membokong, karena mereka duduk di depan dari jarak agak jauh, mereka tidak sempat mencegah, hanya mulut saja yang berseru kaget.   Tapi Kongsun Siang menggerung gusar, hardiknya dengan alis berkerut.   "Orang she Cin, kau ingin mampus!"   Serta merta tangannya terayun.   "plak", pundak kiri orang telah dipukulnya, badanCinTek-hongsampai mencelatbeberapakakijauhnya. Ling Kun-gi hanya tertawa tawar padanya, katanya.   "Sebetulnya Kongsun-heng tidak perlu turun tangan, memangnya Hansi-ciang bisa melukai aku? Kalau tidak tentu takkan kubebaskan hiat-to dilengannya."   Sembari bicara dia berdiri, sambungnya.   "Sebetulnya ingin aku memaksanya tahu diri dan mundur teratur dan jiwanya dapat diselamatkan, tapi pukulan Kongsun-heng ini telah membikin hawa murninya nyasar dan buyar!"   Mendengar keterangan Ling Kunggi ini, serta merta pandangan semua orang tertuju ke arah Cin Tek-khong, memang wajah Cin Tek-hong tampak pucat, rebah celentang kaku tak bergerak, ternyata semaput. Heran Kongsun Siang, katanya.   "Melihat dia membokong Cong- coh, tanpa pikir akupun menyerangnya, pukulanku hanya pakai lima bagian tenaga, kenapa dia terluka separah itu?"   Kun-gi menghampiri Cin Tek-hong dan memeriksa tubuh orang, dia bebaskan Hiat-to orang yang tertutuk lalu direbahkan mendatar, katanya.   "Kecuali Hiat-to lengan kanannya yang sudah bebas, yang lain tetap buntu, untuk melakukan pembokongan, sejak tadi dia sudah menghimpun kekuatan pada telapak tangan kanan, karena ditahan oleh telur asinku tadi, kalau mau merenggut jiwanya, cukup kugunakan tenaga keras dan menggetar putus urat nadinya tentu dia mati seketika, tapi aku hanya tahan tenaga di telapak tangan supaya tidak terlontar keluar, tujuanku supaya dia tahu diri dan mundur teratur."   Belum habis dia bicara, terlihat Cin Tek-hong sudah siuman, tampak kulit mukanya ber-kerut2 dibasahi butiran keringat dingin sebesar kacang, matanya mendelik, suaranya gemetar.   "Saudara Ling, keji....keji betulcaramu ... ."   Dengan tersenyum Kun-gi berkata.   "'Hawa murninya menyungsang balik, Hiat-to yang tertutuk sudah kubebaskan, rebahlah dulu dan jangan bergerak, akan kubantu kau mengerahkan tenaga mengembalikan hawa murni ke tempat asalnya."   Lalu dia berkata kepada Kongsun Siang.   "Ada tiga Hiat-to kaki tangannya masih tertutuk, hanya tangan kanannya yang mengerahkan tenaga, pukulannya kena kubendung lagi sehingga tak mampu dilontarkan, maka pukulanmu itu walau hanya setengah2 saja, tapi lantaran gempuran tenaga dari luar inilah sehingga hawa murninya menjadi buyar dan jatuh semaput."   Kongsun Siang kagum sekali, katanya.   "Uraian Cong-coh memang betul, jadi akulah yang gegabah, tapi Cin Tek-hong sudah terbukti adalah mata2 Hek-liong-hwe, umpama dia mampus juga setimpal dengan perbuatan jahatnya, kenapa Cong-coh malah akan membantunya?" "Dia sudah tertawan hidup2, maka tak boleh kita menganiayanya, mati atau hidup biarlah Thay-siang yang menjatuhkan hukuman padanya, oleh karena itu aku harus bantu dia memulihkan kesehatan."   Kongsun Siang masih ingin bicara, tapi. dilihatnya Kun-gi memberi kedipan mata padanya, segera dia mengerti, maka katanya manggut2 "Ucapan Cong-coh memang betul."   Sudah tentu Cin Tek-hong maklum, hawa murni dalam tubuhnya yang nyungsang dan buyar kalau tidak secepatnya dihimpun kembali tentu dirinya akan mengalami "Cap-hwejip-mo"   Atau mengalami kelumpuhan total, itu berarti masa depan kehidupannya akan suram dan tiada artinya lagi. Maka cepat dia merangkak berdudukdan merangkapkeduatanganmulaisemadi. Tangan kiri Kun-gi segera menekan Pek-hwehiat di kepalanya, katanya.   "   Bersiaplah saudara Cin."   Sejalur hawa murni panas pelan2 merembaske Pek-hwehiat melalui telapaktangannya. Terasa oleh Cin Tek-hong hawa panas ber-gulung2 mulai mengalir ke sekujur badan. Kira2 satu jam kemudian, terdengar Kun-gi menghela napas serta menarik tangan, katanya.   "Cukuplah, sekarang Cin-heng bisa mengerahkan tenaga keseluruh tubuh." "Cong-coh,"   Tanya Song Tek-seng.   "apakah kita tidak segera pulang?"   Kun-gi mendongak lihat cuaca, katanya.   "Sekarang baru kentongan ketiga, dari sini kita bisa mengawasi putuhan li sekitar perairan sini, menjelang fajar baru saatnya ganti piket, lebih baik kita istirahat saja di sini, untuk apa pulang pagi2?"   Lalu ia ambil mangkuk dan menenggakarak pula.   Kongsun Siang, Song Tek-seng, Thio Lam-jiang juga jagoan minum, mendengar anjuran Kun-gi, tanpa sungkan mereka lantas minum sepuasnya.   Setelah hawa murni kumpul kembali Cin Tek-hong merasakan kesehatan telah pulih kembali, segera dia berdiri menghampiri Kungi, sikapnya hormat dan patuh, katanya menjura.   "Berkat pertolongan Cong-coh jiwa orang she Cin selamat, sungguh tak terhingga rasa terima kasihku."   Kun-gi menoleh, katanya.   "Cin-heng sudah pulih kembali, marilah duduk minum arak." "Cong-coh,"   Kata Cin Tek-hong.   "kenapa tidak kau tutuk Hiat-toku?"   Kun-gi berkata.   "Apakah Cin-heng yakin dapat melarikan diri?"   Sungguh2 sikap Cin Tek-hong dan katanya. 'Di depan Cong-coh memang orang she Cin takkan mampu meloloskan diri." "Kalau begitu, silakan Cin-heng duduk dan menghabiskan semangkuk arak ini."   Cin Tek-hong segera duduk kcrnbali ke tempatnya semula. Setelah menghabiskan semangkuk arak Cin Tek-hong comot sekerat daging terus dijejalkan ke mulut, katanya sambil angkat kepala.   "Cong coh tadi bilang ada persoalan yang ingin di tanyakan padaku, entah persoalan apa?" "Aku hanya ingin tanya sedikit keadaan Hek-liong-hwe, kalau Cinhengadakesulitan, tidakusah-lah kaujelaskan."   Melirik sekejap ke arah Kho Ting-seng baru Cin Tek-hong berkata.   "Rahasia perkumpulan kami dilarang bocor sesuai peratutan, bagi yang membocorkan mendapat hukuman mati, tapi jiwa orang she Cin tadi ditolong Cong-coh, soal apa yang ingin Cong-cohtanyakan, asalkantahupastikujelaskan." "Memangnya Cin-heng sudah tidak ingin kembali?"   Timbrung Kho Ting-seng. Song Tek-seng duduk di sebelahnya, hardiknya.   "Tutup bacotmu!"   Tenggak semangkuk arak pula baru Cin Tek-hong berkata kepada Kho Ting-seng dengan tertawa.   "Kita sudah terjatuh ke tangan orang2 Pek-hoa-pang, kau masih ingin kembali?"   Kho Ting-seng diam saja.   "Tiada maksudku untuk mengorek rahasia Hek-liong-hwe secara berlebihan, soalnya ada dua temanku yang terjatuh di tangan orange Hek-liong-hwe, maka aku hanya ingin tahu keadaan Hek- liong-hwe selayang pandang saja, umpamanya di mana letak markas Hek liong-hwe? Siapa pemimpinnya? Di mana mereka menyekap para tawanan? Apakah Cin-heng dapat menjelaskan?"   Rupanya inilah tujuan Kun-gi mencekok arak pada Cin Tek-hong serta menyembuhkan luka2nya. Kata Cin Tek-hong.   "Hek-liong-hwe dibagi jadi dua seksi, yaitu seksi luar dan seksi dalam, aku di bawah Ui-liong-tong, tugasku di luar, maka keadaan dalam Hek-liong-hwe sebenarnya sedikit sekali yang kuketahui " "Di manaletakHek-liong-hwe,tentunyakautahu?"tanyaKun-gi. "Aku hanya tahu Ui-liong-tong kami didirikan dibelakang gunung Kunlun diatas Ui-lionggiam." "Kunlunsan di Shoatang maksudmu?"   Kun-gi menegas.   "Lalu siapa pemimpinmu?" "Kalau kukatakan mungkin Cong-coh tidak percaya, walau sudah tiga tahunan aku menjadi anggota Ui-liong-tong, tapi hanya sekali pernah kulihat Hwecu kami, hakikatnya tiada yang tahu siapa dia sebenarnya?" "Dia tidak punya she dan nama?'` "Semua orang hanya memanggilnya Hwecu, entah siapa namanya." "Cong-coh,"   Sela Kongsun Siang dengan nada sinis.   "tiga tahun jadi anggota, tapi siapa nama pemimpinnya tidak tahu, apakah kau percaya ?" "Kenyataan memang demikian, buat apa aku membual?"   Cin Tekkhong membela diri.   "kau Kongsunhouhoat sudah setahun menjadi Houhoat-su-cia, tahukah nama dan she Thay-siang?" "Bukankah Cin-heng pernah melihatnya sekali?"   Sela Kun-gi.   "Ya, aku hanya melihat seraut wajah hitam dengan jambang legam, seorang laki2 tua kekar yang berjubah hitam pula, tapi terasa olehku bahwa mukanya itu bukan wajah aslinya." "Cin-heng di bawah perintah Ui-liong-tong, tugas bagian luar, lalu bagaimana bagian dalam?" "Hwi liong dan Ui-liong termasuk seksi luar, hanya Ceng-liongtong bertugas bagian dalam." "Apa bedanya seksiluar dan seksidalam?" "Ceng-liong-tong berkuasa atas segala rahasia Hek liong-hwe, anak buahnya semua perempuan, dinamakan seksi dalam dan merupakan seksi yang paling berkuasa dari seksi lainnya.   Hwi-liong dan Ui-liong dikhususkan mengerjakan tugas luar, sedang Hwi-liong juga boleh dinamakan Hou hoat-tong, anggotanya terdiri dari jago2 kelas wahid, hari2 biasa tiada tugas rutin bagi mereka, jarang pula beraksi, bila orang2 Ui-liong-tong yang menjalankan tugas di luar menghadapi kesukaran, orang2 Hwi-liong-tong yang akan memberi bantuan." "Di mana Hwi-liong-tong didirikan?"   Tanya Kun-gi.   "Entah aku tidak tahu, tapi bila orang2 Ui-liong-tong menghadapi bahaya, entah di mana saja, bila mengeluarkan tanda bahaya maka dari jauh atau dekat orang2 Hwi-liong-tong pasti akan segera datang memberi bantuan, oleh karena itu tiada orang tahu di mana sebenarnya Hwi-liong-tong didirikan." "Sunggub Hek-liong-hwe yang serba rahasia dan misterius."   Ucap Kun-gi lalu tanyanya pula.   "Lalu Ui-liong-tong?" "Tugas Ui-liong-tong menghadapi persoalan luar, anggotanya scluruhnya laki2, terdiri orang2 dari golongan hitam atau putih, bila dia seorang persilatan dan ada seorang perantara, siapapun boleh di terima menjadianggota.."   Mendadak Kun-gi bertanya.   'Jadi Ci Gwat-ngo orangnya Ceng liong-tong?" "Ya, diautusanCui-tongcu, kami semuadibawah perintahnya.".   "Tak heran setelah Ci Gwat-ngo suruh Bi Kui menyampaikan berita mana, dia gigit putus lidah dan bunuh diri, ternyata dia takut membocorkan rahasia Hek-liong-hwe,"   Demikian batin Kun-gi, lalu katanya sambil menepekur.   "Jadi Cin-heng juga tidak tahu di mana mereka menyekap para tawanan?" "Tergantung kedua teman Cong-coh itu ditawan oleh seksi mana, kalau ditangkap orang2 Ui-liong-tong, pasti dikurung di Uilionggiam. Kalau dibekuk orang2 Hwi-liong-tong atau Ceng-liong- tong, tak bisa aku menerangkan,"   Kemudian ia berkata pula.   "Sebelum aku diselundupkan ke Pek-hoa-pang pernah bertugas cukup lama di Ui-liong-tong, ada kalanya Cui-tongcu mengutus orang menyampaikan perintah, dari cara mereka pergi datang leluasa dan lancar, kukira jaraknya tidak terlalu jauh, pernah aku diam2 memperhatikan, 10-an li di sekitar Ui-lionggiam memang tidakkelihatanadanyabayangan, Ceng-liong-tong."   Kembali Kun-gi membatin.   "Gadis cilik yang menyaru jadi Cu-cu katanya semula adalah pelayan pribadi Cui-tongcu, tentunya dia tahu di mana letak sebenarnya Ceng-liong tong itu"   Ia angkat mangkuk dan meneguk arak, lalu tanyanya.   "Apa jabatan Cin-heng didalam Ui-liong-tong?" "Dalam Ui-liong-tong kecuali Tongcu yang berkuasa penuh, di bawahnya terbagi dua tingkat pula, yaitu Sincu dan Kiam-su, aku menjadianggota Sincu." "Lalu di antara orang kalian sendiri, memakai kode rahasia apa?"   Cin Tek-hong sudah terlalu banyak tenggak arak, keadaannya sudah setengah sinting, ia menaruh mangkuk araknya, dari sanggul kepalanya ia mengambil sebuah benda, telapak tangannya di buka, dia berkata.   "Biarlah malam ini kubeber segalanya kepada Congcoh, kode rahasia kami menggunakan benda ini,"   Di tengah telapak tangannya menggelinding kian kemari sebutir mutiara sebesar kacang tanah, mutiara ini berlubang tengahnya dan disunduk seutas benang kuning.   Betapa tajam mata Kun-gi, sekilas pandang di lihatnya mutiara yang kemilau itu ada terukir sebuah huruf "Ling"   Atau firman, tanpa terasa mulutnya ber-suara kaget .   "Cincu ling!" "Ternyata Cong-coh sudah tahu,"   Ujar Cin Tek-hong. "Aku juga punya sebutir, silakan Cin-heng melihatnya juga,"   Ucap Kun-gi, dari kantong bajunya dia merogoh keluar sebutir mutiara pula. Cin Tek-hong menyipit mata mengamati penuh perhatian, katanya tertawa.   "Inilah tanda peringatan berasal dari Hek-lionghwe, jadi Cong-coh memang sejak mula menyelidiki Hek-liong- hwe?" "Sama2CinCu-ling, entahapabedanya?"tanyaKun-gi. "Dalam Hek-liong-hwe kami hanya anggota yang berkedudukan lebih tinggi dari Sin cu boleh menggunakan CinCu-ling ini, para Sincu memakai mutiara sebesar kacang tanah, kalau mutiara seperti yang ada di tangan Cong-coh besarnya seperti buah kelengkeng seharusnya milik Tongcu, dan lagi benang sunduknya juga berlainan, Ceng-liong-tong pakai benang hijau, Hwi-liong-tong pakai benang merah, untuk Ui-liong-tong memakai benang kuning, hanya Hwecu saja yang memakai benang emas. Benang mutiara milik Cong coh ini bewarna kuning emas, pertanda yang mewakili Hwe kami, Cuma mutiara milik Hwe kami adalah mutiara asli, hanya tanda2 kebesaran, diperuntukan pihak luar digunakan mutiara tiruan,sekalipandangorangakanbisa membedakan." "Ternyata masih sebanyak itu perbedaannya,"   Ucap Kun-gi. "Malah masih ada lagi,"   Cin Tek-hong ngoceh sendiri.   "bagi kami orang2 yang bertugas di luar, huruf 'Ling' yang terukir di mutiara ini menggunakan goresan tunggal, sebaliknya ukiran huruf 'Ling' pada mutiara yang dipakai orang2 seksi dalam menggunakan goresan dobel."   Tergerak hati Kun-gi, pikirnya.   "Leliong-cu warisan keluargaku itu juga diukir dengan goresan dobel, memangnya Hek-liong-hwe ada hubungannya dengan diriku?"   Terpikir olehnya Hwi-liong-sam-kiam warisan keluarganya kenyataan menjadi Tinpang-sam-kiam Pekhoa-pang, kini diketahuinya pula bahwa Leliong-cu warisan keluarganya juga ada sangkut pautnya dengan Hek-liong-hwe.   Kalau dikatakan kebetulan, masakah kedua persoalan bisa terjadi secarakebetulan, terangterlalujauhuntukdapatdipercaya.   Sekejap ini pikirannya jadi gundah dan resah, tanpa mengisi mangkuknya langsung dia angkat poci terus tuang arak ke dalam mulut.   Kongsun Siang juga tidak sedikit minum arak, keadaannya sudah seperempat mabuk, lekas dia ber-kata.   "Song-heng, Thio-heng dan Ji-heng, mari kita iringi semangkuk pula dengan cong-coh."   Sembari berkata diam2 dia memberi tanda kepada tiga temannya ini.   Maksudnya bahwa Ling Kun-gi sudah takkan kuat minum lagi, sisa arak tidak banyak lagi, marilah kita bagi rata dan minum bersama sampai habis.   Song Tek-seng, Thio Lam-jiang dan Ji Siu-seng tahu maksud Kongsun Siang, lekas Ji Siu-song angkat guci arak terus tuang kemangkuksemuaorang, lalumenenggaknyabersama.   "Ji-heng,"   Kata Cin Tek-hong.   "sisanya biar kuhabiskan saja."   Dia angkat poci itu serta tuang sisa isinya ke mulut sendiri. Kun-gi tertawa, katanya tersenyum.   "Kalian kuatir aku mabuk?"   Belum lenyap suaranya, mendadak Cin Tek-hong menjerit sekali, badannya mengejang terus terkapar roboh ke belakang.   Kejadian amat di luar dugaan, keruan orang2 yang duduk berkeliling ini sama kaget, Gerakan Kun-gi paling sigap, cepat dia melompat bangun serta memapah Cin Tek-hong, sementara jari kanan menekan Bingbunhiat orang, teriaknya gugup.   "Cin-heng, kenapa kau?"   Kongsun Siang, Song Tek-seng, Thio Lam-jiang dan Ji Siu-seng berempat melompat berdiri, Kong-sun Siang berbisik apa2 pada tiga orang lainnya, Song Tek-seng manggut2 terus berpencar siap siaga.   Pada saat itulah mendadak Kun-gi membentak sambil berpaling.   "Siapa itu di dalam hutan?" "Lohu!"   Seiring dengan suaranya dari hutan melangkah keluar seorang kakek kurus yang menggelung kuncir rambutnya di atas kepala.   Kakek ini mengenakan baju biru, celana kencang terikat bagian bawahnya, tangan kiri membawa pipa cangklong sepanjang satu setengah kaki, roman mukanya kaku kelabu, dalam kegelapan, bola matanyapuntampakberwarna kelabubersinarkemilau.   Karena memperoleh saluran hawa murni dari Ling Kun-gi, sementara itu pelan2 Cin Tek-hong sudah membuka mata.   seketika ia terbelalak waktu melihat kakek kurus ini, bibirnya bergetar, suaranya merinding serak.   "Hwi ..... liong..... liong .....   "   Agaknya sebisanya dia sudah kerahkan setakar tenaganya untuk berucap ketiga patah kata ini, tapi akhirnya suaranya semakin lemah, pelan2 kelopak matanya tertutup, darah kental hitam seketika meleleh keluar dari mulutnya, agaknya dia tertimpuk semacamsenjata rahasia kecil, racun telah merenggut jiwanya.   Kun-gi melepaskan tangannya, seraya berdiri tanyanya menatap kakek kurus.   "ApakahtuandariHwi-liong-tong?"   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Kata kakeh muka kelabu.   "Lohu malah sudah tahu kau ini Cong su-ciayangbarudalamPek-hoa-pang, betul tidak?" "Betul, Cayhe Ling Kun-gi, sebutkan nama tuan." "Lohu NaoSam-jun,"jawabsikakek. Ling Kun-gi tidak tahu Kim-kau-cian Nao Sam-jun ini adalah Hwiliong-tong Tongcu, tanyanya.   "Apa maksud kedatangan tuan?"   Sambil mengelus jenggot kambing yang sudah ubanan, Nao Sam-jun terkekeh, katanya.   "Ada tiga tugas Lohu kemari, pertama membunuh anggota yang murtad dan menolong orang yang tertawan." "Hanya dua yang kau sebutkan." "Betul, dan yang ketiga kami mohon Ling-cong-sucia suka meringankan langkah ikut pergi ber-sama Lohu." "Ke mana tuan hendak mengajakku?'' tanya Kun-gi. 'Sudah tentu mampir ke markas kami, kalau tidak ingin mengundang Ling-lote buat apa Lohu meluruk kemari,"   Nadanya congkak dan sombong. Kun-gi tatap orang lekat2, katanya.   "Sepongah ini tuan bicara, memangnya kau inikah Hwi-liong-tong Tongcu?" "Betul, Lohu memang Hwi-liong-tongcu, Ling-lote mau ikut Lohu bukan?" "Sungguh sangat beruntung dapat bertemu di sini, maksud Cayhe malah sebaliknya, bagaimana kalau Nao-tongcu saja yang mampir kekapalkami?"   Berkedip bola mata Nao Sam-jun yang kelabu dingin, mendadak dia ter-bahak2, katanya.   "Ling-lote, kesempatanmu sudah tiada lagi." "Jago2 kosen2 Hwi-liong tong memang banyak, tentunya tidak sedikit jago2 yang mengiringimu." "Ling-lote memang pandai menebak, Lohu memang bawa Cap jising-siok (dua belas bintang kelahiran), mereka sudah tersebar di sekeliling sini, umpama satu lawan satu belum tentu kalian bisa menang, paling2 sama kuat, tapi keadaan sekarang berbeda, kalian harus satu melawan tiga, belum lagi terhitung Lohu, bagaimanapun juga kalian tak ada kesempatan untuk menang."   Di sini dia bicara, tahu2 tanah lapang berumput ini sudah terkepung oleh 12 orang berpakaian serba aneh. "Tuan siap perintahkan mereka turun tangan?"   Jengek Kun-gi dengan tersenyum. Nao Sam-jun menyeringai, katanya.   "Sudah tentu Lohu tidak ingin bergebrak dengan kalian supaya tidak merusak persahabatan, sebab sebelum Lohu kemari Hwecu ada pesan ...."   Mendadak dia tutup mulut. meski kata2nya tidak dilanjutkan, tapi ke mana juntrungnya sudah bisa ditangkap. "Apa kata Hwecu kalian?"   Desak Ling Kun-gi. "Hwecu sudah dengar, katanya Ling-lote telah berhasil menawarkan getah beracun itu?" "Benar,"ucap Kun-gisingkat. Berkelebat cahaya di wajah Nao Sam-jun yang kelabu itu, suaranya berat.   "Oleh karena itu beliau suruh Lohu kemari untuk mengundangmu, kalau Pek-hoa-pang bisa memberi jabatan Congsu-cia, Hwe kita juga bisa memberi jabatan Cong-houhoat kepadamu."   Tawar tawa Kun-gi, katanya.   "Wah, Cayhe menjadi tertarik rasanya." "Memangnya, asal Ling-tote telah betul2 dapat menawarkan getah beracun, Hwe kita tidak akan kikir, betapapun besar pengorbanan yang harus dipertaruhkan, pasti akan mengundangmu."   Diam2 Kun-gi merasa heran, pikirnya.   "Pek-hoa-pang memang bermusuhan dengan Hek-liong-hwe, setiap macam senjata dan senjata rahasia orang2 Hek-liong-hwe dilumuri racun getah, adalah jamak dan dapat dimaklumi kalau Pek-hoa-pang begitu getol memperoleh obat penawarnya, bahwa Hek-liong-hwe sendiri juga ingin memiliki obat pena-warnya, entah apa pula gunanya? Ya, waktu Coat Sinsanceng menculik Tong Thianjong, Un It-hong, Lok- san Taysu dan Cu Bunhoa, bukankah tujuannya juga untuk menciptakan obat penawar getah beracun itu."   Segera ia bertanya. "Getah beracun kan milik kalian, memangnya kalian tidak punya obat penawarnya?" "Untuk ini Ling-lotetidak usahurus,"jengek NaoSam-jun. "Kalau Nao-tongcu tidak mau jelaskan, bagaimana Cayhe harus percaya padamu?"   Ejek Ling Kun-gi. "Setelah Ling-lote berhadapan dengan Hwecu, segalanya akan kau ketahui." "Nao-tongcu bicara seenak sendiri, seakan2 aku harus ikut kau pergi begitu saja." "Ya, memang Ling-lote harus pergi bersamaku,"   Tandas perkataan Nao Sam-jun. Kun-gi tersenyum, katanya.   "Kalau Cayhe tidak mau pergi?"   Mengelus jenggot, tambah kelam rona muka Nao Sam-jun, katanya dengan menyeringai.   "Ka-lian berlima sudah berada digenggamanku, mau pergi atau tidak kau tidak kuasa menentukan pilihanmu, cuma perlu Lohu peringatkan, sukalah Ling-lote pertimbangkan dulu dengan masak." "Peringatan apa coba katakan, aku ingin dengar."   Nao Sam-jun menyapu pandang ke muka Kongsun Siang berempat, lalu katanya sinis.   "Kalau Ling-lote dan saudara2 ini mau ikut Lohu. itulah paling baik, kalau menolak dan melawan malah, tujuan pertama Lohu kemari kecuali harus menawan Ling-lote hidup2, empat orarg yang lain, hehe ...."   Kongsun Siang jadi murka, teriaknya.   "Katakan saja terus terang."   Nao Sam-jun melirik tak acuh, dengusnya.   "Tumpas seluruhnya dan habis perkara."   Berdiri alis Kongsun Siang, sambil menengadah dia ter-bahak2, katanya.   "Tumpas habis? Suruhlah mereka maju, boleh coba apakah pedangditangan Kongsun Siang initajamatautumpul."   Song Tek-seng, Thio Lam-jiang dan Ji Siu-seng juga naik pitam, mereka melotot kepada Nao Sam-jun, tangan sudah siap memegang gagang pedang. Sebaliknya Nao Sam-jun seperti jijik meski hanya melirik kepada mereka, dingin suaranya.   "Ling-lote, sudah kau pertimbangkan?"   Cin Tek-hong tadi sudah bilang bahwa anak buah Hwi-liong-pang semua tergolong jago2 kosen, melihat situasi sekarang dan sikap Nao Sam-jun yang begitu yakin pula, mau tak mau Kun-gi merasa was2, Cap-ji-sing-siok yang dibawa orang tentu hebat dan lihay sekali.   Tapi dia tetap tersenyum simpul, sikapnya tenang dan wajar, katanyakalem;   "Cayhejuga, sudah memikirkansuatuhal......" "Hal apa?"   Tanya Nao Sam-jun.   "Tadi Cayhe membekuk seorang Sincu dari perkumpulan kalian, jiwanya sudah melayang di tanganmu sendiri, kalau pulang nanti Cayhe jadi kebingungan cara bagaimana memberikan pertanggungan jawab kepada Pangcu, tapi tuan adalah Hwi-liong- tongcu, kedudukanmu jauh lebih tinggi daripada Sincu, kebetulan kalau kuringkus kau hidup2, kini yang membuatku bimbang adalah apakah Cap-ji-sing-siok yang kau bawa ini harus dibabat habis atau ditawansemua.......   "   Kengsun Siang ter-gelak2, katanya.   "Cong coh tidak perlu pusing, membekuk seorang Tongcu sudah jauh lebih cukup, sisa yang lain sudah tentu babat saja sampai habis."   Song Tek-seng ikut menimbrung.   "Betul, Cong-coh tangkap saja Nao tongcu ini, yang lain serahkan kepada kami untuk membereskannya."   Di tengah kata2nya terdengarlah suara berdering, Kong-sun Siang, Song Tek-seng, Thio Lam-jiang dan Ji Siu-seng sama melolos pedang. Mengernyit dahi Nao Sam-jun, katanya.   "Bila Cap-ji sing-siok yangkupimpin inisegampang itu untuk menumpasnyatentu mereka takkan berguna dalam Hwi-liong-tong, kalau Ling-lote tidak percaya, boleh kau suruh seorang maju mencobanya."   Sebelum Kun-gi buka mulut, Kongsun Siang telah menyela. "Cong-coh, biar hamba menghadapi mereka."   Nao Sam-jun tertawa angkuh, tangannya menggapai ke atas.   Mungkin itu tanda gerakan mereka, 12 orang yang semula berdiri beberapa tombak di kejauhan sana serempak bergerak maju mengelilingitanah lapang.   Dari dekat Ling Kun-gi dan lain2 dapat melihat jelas, kiranya mereka mengenakan kerudung kepala warna hitam, seragamnya ketat kencang warna hitam mengkilap, bahan bajunya agaknya teramat tebal, sekujur badan serba legam, hanya kelihatan kedua biji matanya saja.   Melihat dandanan mereka yang aneh dan lucu, diam2 Kun-gi membatin.   "Cap ji-sing-siok berpa-kaian seaneh ini, terang bukan gertakan belaka untuk menakuti orang, bisa jadi mereka meyakinkan semacam ilmu gabungan yang aneh dari aliran sesat"   Cepat Kun-gi berpaling ke arah Kongsun Siang, katanya.   "Kau harus hati2." "Hamba tahu,"   Sahut Kongsun Siang. Sambil menenteng pedang Kongsun Siang memapak maju, hardiknya.   "Kalian siapa yang maju, hayolah bertanding denganku."   Nao Sam-jua mendangus.   "Sebelum ajal tentu kau takkan kapok."Segeraia menudingorangdiujungkanan. Laki2 baju hitam yang dituding segera melesat ke depan menubruk Kongsun Siang. Gerak-gerik orang ini aneh cekatan, tanpa bicara, jari2 kedua tangannya yang tertekuk seperti cakar segera mencengkeram. Kongsun Siang meyakinkan Thianlong-kiam-hoat dan Long-hing- poh, begitu badan bagian atas doyong ke depan, tahu2 ia berkelebat ke samping baju hitam, mulutpun membentak.   "Lihat pedang!"   Sinar pedang berkelebat, tahu2 ujung pedang sudah menusuk kebawahrusuksibaju hitam.   Tanpa berkelit dan menghindar si baju, hitam malah membalik badan, kelima jarinya terpentang mencengkeram pergelangan tangan Kongsun Siang yang memegang pedang.   Sigap dan cepat gerak serangan Kongsun Siang.   "Trang", pedangnya dengan telak menusuk rusuk kanan si baju hitam, tapi terasa ujung pedangnya seperti menusuk batu yang keras sekali. Entah terbuat dari bahan apa pakain orang ini? ternyata tidak mempan senjata, padahal pedang Kongsun Siang terbuat dari baja pilihan, ternyatatakmampu melubangibadan lawan. Baru saja mencelos hati Kongsun Siang, tampak sedikit menggerakkan badan, kelima jari lawan tahu2 sudah mengincar pergelangan tangannya, sekilas dilihatnya kuku jari lawan berwarna hitam mengkilap, jelasdilumuriracun jahat. Kaget dan gusar Kongsun Siang, lekas ia berkisar ke samping dan sekali berkelebat dia memutar ke belakang lawan.   "Sret", kembali pedangnya menusuk. Walau mengenakan pakaian yang kebal senjata, tapi gerak gerik orang berbaju hitam ternyata lincah sekali, mengiringi gerakan Kongsun siang, iapun sudah putar tubuh dan ganti posisi, tangan ter-ayun dan segera menabas. Pukulannya ternyata menerbitkan sambaran angin keras, malah terasasambaranangin pukulan ini berbaubusukamis. Guru Kongsun Siang, yaitu Lo long-sin merupakan gembong aliran "liar", setiap hari dia mendidik muridnya secara keras, sudah tentu iapun ceritakan segala persoalan Bu-lim pada muridnya termasuksegala macamilmusilatyanganeh2. Begitu mencium bau bacin dan amis dari angin pukulan lawan, tergerak hati Kongsun Siang, pikirnya.   "Agaknya mereka sama meyakinkan Ngo-tok-ciang (pukulan lima bisa)."   Maka dia tidak berani menandangi secara keras, badan menubruk kedepan, segesit belut tahu2 dia terjang ke sebelah kiri, pedang menusuk bagian belakang musuh malah.   Duakali menubruktempatkosong,tiba2orangbajuhitambersiul rendah, kedua tangan menari naik turun lebih kencang dibarengi tubruk dari terjang.   Kongsun Siang kembangkan langkah bentuk serigala, kelit ke timur menghindar ke barat, dengan kelincahannya dia menandingi lawannya, tapi kenyataan dia sudah lebih banyak bertahan daripada balas menyerang.   Maklumlah, pakaian musuh kebal senjata, sia2lah serangan dan tusukan pedangnya, hanya peras keringat dan menguras tenaga belaka.   Mereka bergebrak depgan sengit, pandangan Ling Kun-gi melulu tertuju ke arah orang berbaju hitam, sudah tentu hanya dia yang bisa melihat dengan jelas, akhirnya alisnya berkerut, bentaknya tiba2 "Mundurlah Kongsun-heng."   Mendengar itu Kongsun Siang segera melompat mundur. Ternyata si baju hitam tidak merangsak lebih lanjut, iapun berdiri diam. Kongsun Siang kembali ke samping Kun-gi, katanya dengan suara tertahan.   "Cong-coh, pakaian yang mereka pakai agaknya kebal senjata." "Ya, aku sudah lihat,"   Sahut Kun-gi. "Mereka tidak pakai senjata, tapi jari2nya berlumuran racun,"   Demikian Kongsun Siang menam-bahkan.   "angin pukulan juga bacin dan amis, mirip pukulan Ngo-tok-ciang dan sebangsanya, tak boleh dilawan secara kekerasan." "Ya, aku juga tahu, kalau mereka tidak punya bekal kepandaian yang menjadi andalan orang she Nao itu takkan berani takabur dan secongkak itu,"   Merandek sejenak, lalu Kun gi berkata kepada empat temannya.   "Kalian berdiri di tempat masing2 dan jangan sembarangan bertindak, biar kujajalnya sendiri."   Sembari bicara pelan2 dia melangkah maju.   Kepandaian Kun-gi sudah sejak lama bikin para Houhoat dan Hou-hoat-su-cia sama kagum dan tunduk lahir batin, jika diapun tidak mampu mengalahkan Cap ji-sing-siok, apa yang bakal terjadi malam ini dapatlah dibayangkan.   Dengan suara rendah mendadak Kongsun Siang berkata.   "Hati2-lah Cong-coh."   Kun-gi mengangguk, pelan2 dia berjalan ke depan Nao Sam-jun, kira2 setombak jaraknya dia berhenti, katanya.   "Anak buah Naotongcu ternyata memang lihay."   Mata Nao Sam-jun yang kelabu seperti mata mayat memancarkan sinar dingin. katanya sambil menyeringai.   "Jadi Linglote mau terima ajakanku? Haha, seorang ksatria harus bisa melihat gelagat, tidak malu Ling-lotesebagaitokohyang menonjol."   Tidak terlihat secercah senyumpun pada wajah Ling Kun-gi, katanya dengan nada berat.   "Tidak sulit untuk mengajakku pergi, cuma orang she Ling ingin menjajal dulu sampai di mana tingkat kepandaianmu, tentunya Nao-tongcu tidak menolak keinginanku?"   Berkelebat pula sinar kelam pada bola mata Nao Sam-jun katanya.   "Sebetulnya Lohu menerima perintah Hwecu untuk mengundang Ling-lote, lebih baik kalau di antara kita tidak merusak persahabatan, apalagi ditimbang situasi malam ini Lohu yakin berada di atas angin, kemenangan jelas tergenggam di tanganku, kalau harus bertempur lagi dengan mempertaruhkan jiwa, bukankah aku jadi kehilangan kontrol pada diriku?"   Mendelik mata Kun-gi, katanya sambil ter-bahak2.   "Kalau orang she Ling sudah menantang, mau atau tidak kau harus melayaniku main beberapa jurus."   Dia sudah berkeputusan.   "menangkap rampok harus menawan pentolannya", maka lenyap suaranya tangan kanannya tiba2 terangkat.   "Sreng", pedang dilolos keluar. Ih-thiankiam memancarkan sinar kemilau dingin, hardiknya sambil menuding Nao Sam jun.   "Nao-tongcu, keluarkan senjatamu."   Jarak ujung pedang yang ditudingkan ke dada Nao Sam-jun hanya beberapa kaki saja, maka hawa pedang yang dingin tajam langsung menerjang ke dadanya.   Julukan Nao Sam-jun adalah Kim-kau-cian ( gunting emas ), yang diyakinkan adalah Kim-kau-ciansinkang, jari tangannya laksana gunting baja, umpama pedang terbuat dari baja murni juga akan terjepit putus, dengan mengandalkan kedua jari yang hebat, selamanya dia tidak pernah menggunakan senjata lain.   Tapi serta melihat pedang Kun-gi, bukan saja bentuknya amat kuno dan aneh, hawa pedangnya dingin tajam, jelas bukan sembarangan pedang pusaka.   Walau Kim-kau-ciansinkang sudah diyakinkan sempurna, tapi menghadapi senjata sakti setajam ini, tak berani ia pandang enteng dan yakin akan kekuatan jari sendiri, mendadak ia ber-siul sekali, tiba2 badan bagian atas meliuk doyong kebelakang, kaki menjejak tanah, dia berjumpalitan mundur.   Kun-gi tidak menduga orang akan lari sebelum bertempur, ia terbahak2 sambil mengejek.   "Apakah Nao-tongcu jeri dan tidak berani bertempur melawanku?"   Belum habis bicara, tiba2 terasa angin berkesiur di belakang mencurigakan. Menyusul dia dengar teriakan peringatan Kongsun Siang.   "Cong-coh, awas belakang!"   Sebetulnya tak usah Kongsun Siang memperingatkan, tangan kiri Kun-gi sudah terayun, secepat kilat seperti percikan api tahu2 menepuksekali, serentakbadanpunberputar membalik.   Kiranya siulan rendah dari mulut Nao Sam-jun tadi merupakan tanda aba2 kepada Cap-ji-sing-siok, serempak dua belas orang bergerak, dua bayangan orang bagai "elang menubruk anak ayam"   Dari kirikanan terus menyergap Ling Kun-gi. Sebagai murid Hoan jiu-ji-lay, kepandaian "mendengar kesiur angin membedakan senjata"   Kun-gi sudah tentu telah mencapai puncaknya, terutama menyerang dengan tangan kiri ke belakang meru-pakan ajaran tunggal perguruannya.   Tepukan tangankiri dia lancarkan sebelum badannya memutar, sa-sarannya adalah musuh yangmenubrukdariarah kiri.   Sebetulnya orang berbaju hitam itu sudah menubruk tiba, kelima jari2nya yang seperti cakar ayam itu hampir saja mencakar pundak kiri Kun-gi, mendadak terasa segulung angin kuat menerjang dadanya, tanpa kuasa berkelit sedikitpun.   "blang"   Dengan telak dadanya kena dihantam dengan keras.   Kun-gi sudah kerahkan enam bagian tenaganya, bukan saja daya tubrukan si baju hitam yang kuat itu terhenti malah dia terdampar mundur lagi tiga tindak.   Begitu melancarkan tepukan tangan kiri ini baru Kun-gi berputar, kebetulan berhadapan dengan orang berbaju hitam yang menyerang dari sebelah kanan, dilihatnya sorot mata orang ini mencorong buas, kelima jari2nya berwarna hitam legam seperti kaitan baja, hanya beberapa senti lagi hampir mencengkeram pundaknya, betapa ganas serangan ini sungguh sangat mengejutkan.   Dalam seribu kerepotan lekas dia tarik pundak ke bawah, berbareng pedang menusuk ke depan, badanpun lantas doyong miring dan berkisar ke samping.   Gerakan kedua pihak teramat cepat, keduanya memberosot lewat hampir bersentuhan badan, tahu2 jarak keduanya sudah terpisah lagi.   Waktu sinar pedang Kun-gi berkelebat tadi, orang berbaju hitam mendadak menjerit tajam, ternyata jari2 tangannya yang hampir mencengkeram pundak Ling Kun-gi itu telah tertabas kutung, darah muncrat ke mana2.   Nao Sam-jun terkejut, tak pernah terpikir oleh nya Kun-gi dapat bergerak segesit dan stengkas itu, padahal Cap-ji-sing-siok yang dipimpinnya sudah malang melintang di Kangouw dan jarang ketemu tandingan, tak nyana dalam segebrak saja dua di antaranya sudah terjungkal.   Kalau anak muda ini tidak dibunuh, kelak pasti merupakan bibit bencana yang bakal mengancam orang2 Hek lionghwe.   Tapi sebelum berangkat kemari Hwecu telah pesan wanti2 bahwa orang ini hanya boleh ditawan hidup2.   Sekilas berpikir mulutnya lantas bersiul dua kali, nada suaranya berbeda dari siulan tadi.   Kini empat bayangan prang bergerak serempak, bagai anak panah cepatnya mereka terus menubruk ke tengah gelanggang.   Dalam segebrak tadi Kun-gi memukul mundur seorang lawan dan melukai tangan seorang lagi, seketika bangkit semangatnya, meskipun pakaian mereka kebal senjata dan dibuat khusus toh hanya begini saja kekuatannya.   Kejadian hanya berlangsung sekejap saja, dan si baju hitam yang dipukul mundur Kun-gi sudah menubruk maju lagi, kedua tangan terpentang sam-bil menerkam.   Malah si baju hitam yang terpapas jari2nya itu tampak menjadi liar dan buas, matanya mendelik, tanpa hiraukan darah yang bercucuran di tangan kanannya, dia menjerit seram dengan menyeringai sadis, kelima jari tangan kanan bagai ganco meraih ke dada Ling Kun-gi.   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Kedua orang ini hampir menyerang bersama, sengit dan membabi buta, Kun-gi tidak berani lengah, lekas jari kanan menuding.   "sret"   Meluncur sejalur panah air mengincar biji mata orang di sebelah kiri.   Ih-Thiankiam dia pindah ke tangan kiri, kaki bergerak mengikuti gerakan pedang, segera dia lancarkan jurus Heng-sau-liok-ham, sinar pedangnya bagai rentengan rantai perak menyabet ke arah orang di sebelah kanan.   Nao Sam-jun bersiul pendek dua kali, empat orang baju hitam lain segera menubruk maju dari empat penjuru.   Biasanya mereka tidak gentar meng-hadapi senjata musuh, tapi Ih-thiankiam di tangan Ling Kun-gi merupakan anugerah Thay-siang, bukan saja sakti, berada di tangan Ling Kun-gi getaran pedangnya saja segera menimbulkan kesiur -angin yang cukup menggetar nyali setiap lawannya, sinar kemilau tajam menyilaukan mata, perba-wanya sungguh amat hebat.   Keempat orang baju hitam yang menubruk maju terpaksa menahan gerak-annya.   Celakalah si baju hitam yang kutung tangannya tadi, meski dia sudah kapok dan melompat sejauh mungkin ke samping, tapi panah air yang meluncur dari jari tengah Kun-gi itu adalah arak yang tadi diminumnya, menghadapi musuh2 tangguh ini, jika dengan kekuatan Lwekangnya dia desak arak, itu keluar untuk menyerang musuh lewat jarinya.   Bagi Kun-gi senjata rahasia ini hanya merupakan bantuan tidak berarti dikala menghadapi sergapan kalap para musuhnya, tapi sebaliknya untuk lawannya sasaran yang diincarnya itu justeru merupakan titik lemahnya.   Maklumlah seluruh tubuh orang itu terbungkus dalam pakaian khusus yang tak mempan senjata tajam, hanya kedua biji matanya saja yang tidak terlindung dan merupakan titik sasaran terlemah.   Betapa kuat dan keras daya tubrukannya ini, tak di duganya Kun-gi menyongsongnya dengan semburan arak yang dilandasi Lwekang lagi, betapa hebat pula daya luncurnya, jadi keduanya saling songsong dengan kecepatan seperti kilat menyamber, dikala dia sadar Ling Kun-gi memapaknya dengan semburan arak, untuk mengerem dan mundur sudah tak mungkin lagi, malah untuk memejamkan mata juga tidak sempat pula, tahu2 rasa sakit pedas merangsang ke dua matanya, sambil menjerit kedua tangan terus menutup kedua mata, sudah tentu dia tidak sempat pikir untuk melompat mundur lagi.   Sementara sabetan pedang Ling Kun-gi telah bikin kelima orang baju hitam menghindar mundur, dilihatnya orang yang tersembur panah araknya sedang mencak2 kelabakan, tapi agaknya lukanya tidak fatal, sekali berkelebat dia menyerbu ke depan orang, telapak tangan pelan2 dia dorong kedepan.   Pukulan ini dinamakan Mo-ni-in, ilmu pukul-an dari aliran Hud yang sakti, betapa dahsyat kekuatannya terbukti dengan suara erangan si baju hitam yang mengenakan pakaian kebal senjata badannya terpental jungkir balik beberapa tombak jaubnya dan mampus seketika.   Lima orang baju hitam lain yang tersapu mundur oleh pedang Ling Kun-gi juga tidak mundur jauh, mereka sudah terlatih baik menghadapi situasi yang terburuk sekalipun, mereka seolah2 sudah kehilangan kesadaran akan awak sendiri, tapi rasa setia kawan ternyata masih berkobar dalam sanubari mereka, melihat kawannya terpukul mampus, sorot mata mereka menjadi buas dan liar, semuanya menggerung gusar, tangan sama terpentang terus menubruk maju bersamaan.   Terutama si orang yang terkutung jari tangannya, meski tinggal tangan kiri yang masih bekerja, tapi dia bersuit melengking tinggi, bagai serigala kelaparan dia menerjang lebih dulu dengan cakarnya yang berbahaya.   Menyaksikan pukulan Kun-gi merobohkan seorang musuh, seketika terbangkit semangat tempur Kongsun Siang, melihat musuh main keroyok, segera dia angkat pedang seraya berseru.   "Song-heng, Thio-heng, mari kita maju!"   Song Tek seng dan Thio Lam-jiang meski tahu pakaian lawan kebal senjata, tapi serentak mereka pun angkat senjata hendak terjun ke arena. Tapi Kun-gi keburu berseru.   "Kalian tak usah maju."   Lenyap suaranya, tangan kanannya mengebut sekali, tahu2 cahaya kemilau hijau berkelebat, entah kapan ternyata tangan kirinya sudah memegang sebilah pedang pandak (pedang pemberian Tonglohujin).   Tampak kedua pedang pusaka panjang pendek ditangannya itu berkelebat kian kemari menghamburkan lingkaran sinar terang yang mengelilingi tubuhnya.   Kelima orang itu tetap menggempur dengan teratur, walau amat ketat dan kuat gaya gabungan ini, tapi mereka tahu senjata di tangan Ling Kun-gi ini adalah pusaka yang tajam luar biasa, pakaian kebal senjata mereka tidak akan tahan menghadapinya, mau tidak mau mereka menjadi jeri sehingga tak berani mendesak terlalu dekat, sembari menggerung dan meraung mereka berkelebat kian kemari mengelilingi Ling Kun-gi.   Melihat lima anak buahnya masih tak mampu merobohkan Ling Kun-gi, kembali Nao Sam-jun yang berdiri tiga tombak di luar arena bersuit pula dua kali, orang2 berbaju hitam baru akan bertindak bila mendengar aba2 siulan ini, maka enam orang baju hitam yang tersisaserentakbergerakkearah KongsunSiangberempat.   Kongsun Siang cukup cerdik, segera dia berseru memperingatkan.   "Kalian awas!"   Segera dia mendahului menggerakkan pedang, sementara tangan kiri mencengkeram Kho Ting-seng yang menggeletak di tanah, hardiknya beringas dengan mengancam.   "Siapa di antara kalian berani maju!"   Sementara Thio Lam-jiang, Song Tek-seng dan Ji Siu-seng melompat maju ke kanan kiri orang, semua siap tempur.   Karena tertutuk Hiat-tonya Ji Siu-seng palsu menggeletak tak dapat bergerak, hanya kedua biji matanya saja masih ber-kedip2 dan tak bisa bersuara.   Sementara Kho Ting-seng hanya tertutuk Hiat-to kedua pundaknya, begitu badannya dijinjing Kongsun Siang dan dijadikan tameng, seketika pucat mukanya, teriaknya mendelik.   "Kongsun houhoat, lepaskan, mereka sudah kehilangan kesadaran!"   Keenam orang itu merubung maju semakin dekat, mereka meyakinkan ilmu sesat yang beracun sehingga watak mereka menjadi ganas dan liar, hahikatnya mereka tiada punya kesadaran seperti manusia biasa.   Kini melihat kawan sendiri yang menyaru Kho Ting-seng berada di cengkeraman musuh, sesaat mereka merandek bimbang untuk turun tangan.   Maka didengarnya Nao Sam-jun membentak dingin.   "Lekas turun tangan, bunuh semua dan habis perkara."   Keruan kejut dan takut luar biasa Kho Ting-seng, teriaknya. "Nao-tongcu. kalian kan datang untuk menolong kami, memangnya mati hidup kamitidak kaupikirkan lagi... ?"   Mendengar desakan Nao Sam-jun tadi, enam orang baju hitam serentak bersiul bersama, serempak mereka menubruk keempat musuhnya.   Sembari mengangkat tubuh Kho Ting-seng Kongsun Siang menubruk maju dengan langkah gaya serigala, sementara pedang panjang ditangan kanan bergetar, sinar kemilau berkelebat terus menusuk kedua biji mata si baju hitam yang menyerbu tiba.   Serangan pedang ini dinamakan Kim-cianjut-hong (jarum emas menusuk ular sanca), ujung pedangnya menaburkan bintik2 sinar kemilau, ternyata lawannya segera mendongak ke belakang berbareng sikut kanannya menyampuk pedang lawan.   Serangan Kongsun Siang ini hanya gertakan, begitu sinar pedangnya bertaburan tahu2 badannya meliuk ke sebelah kanan dan memutarkebelakangsibaju hitam.   Berada di belakang lawan sebetulnya dia bisa menyerang, tapi mengingat pakaian lawan kebal senjata, ditusuk atau dibabat hanya menghabiakan tenaga sia2, tujuan memutar ke belakang ini hanya untuk menghindar sementara dari sergapan lawan.   Maklumlah enam musuh sekaligus menubruk tiba, sementara pihak sendiri hanya empat orang, betapapun dia harus melawan dengan menggunakan akal dan perhitungan yang tepat.   Baru saja dia berada dibelakang lawan, mendadak terasa sesosok bayanganhitamlainnyatelah menerkamdirinyadariarah kiri.   Belum lagi melihat jelas bayangan orang, cakar hitam bagai baja tahu2 sudah mencengkeram pundak Kho Ting-seng, sementara tangannya yang lain membelah ke muka Kongsun Siang.   Sementara si baju hitam lawannya tadi juga telah putar balik, dalam keadaan kepepet dan terdesak ini Kongsun Siang terpaksa lepas tangan, segesit belut dia menyelinap keluar dari gencetan kedua lawannya.   Ketika merasa pundaknya kesakitan, Kho Ting-seng menjerit ketakutan.   "Nao-tongcu, ampun ... ."   Belum habis dia berteriak, orangnya sudah jatuh semaput.   Dalam pada itu Song Tek-seng, Thio Lam-jiang dan Ji Siu-seng juga sedang menghadapi bahaya.   Melihat perintah Nao Sam-jun yang tak segan2 membunuh kawan sendiri, semula Song Tek-seng hendak meniru Kongsun Siang dengan mencengkeram Ji Siu-seng palsu sebagai tameng, tapi mengingat orang akan menjadi beban belaka, terpaksa dia batalkan niatnya, malah sekali tendang dia bikin orang mencelat jauh ke pinggir sana, dengan mengembangkan Loanpah-hong-kiam-hoat dari Go-bi-pay segera dia bendung serbuan musuh.   Ilmu pedang Go-bi-pay memang terkenal acak2an, kelihatan ngawur dan tidak teratur, tusuk ke timur potong ke barat, kian kemari tidak menentu, sudah tentu gerak langkahnya harus menyesuaikan gaya pedangnya, gemulai pergi datang dan berkisar kian kemari.   Betapapun aneh dan lihay ilmu pedang seseorang juga tidak berguna menghadapi orang yang mengenakan pakaian kebal senjata, tapi ilmu pedang yang dikembangkan Song Tek-seng ini mengutamakan kelincahan, gerak langkahnya berkisar ke sana-sini, ternyata besar sekali manfaatnya bagi diri sendiri, paling tidak sementara dapat menghindar dari sergapan orang2 berbaju hitam.   Thio Lam jiang dari Hing-sinpay, Hing-sankiam-hoat mengutamakan gerak melambung ke udara lalu menyerang sambil menukik seperti burung elang menyambar anak ayam, tapi manusia bukan sebangsa burung yang punya sayap dan bisa tetap terapung di udara, dia mengandalkan kekuatan Lwekang dan Ginkangnya saja, setiap kali senjatanya membentur lawan, meski hanya sentuhan yang pelahan saja sudah cukup untuk membuatnya mencelat tinggi pula ke alas.   Memangnya orang2 berbaju hitam itu kebal senjata, tatkala menubruk turun cukup pedangnya sembarangan menusuk badan lawan dan kembali ia dapat pinjam tenaga pantulan itu untuk melam-bung keatas pula.   Tapi kalau seseorang harus selalu tahan untuk mengentengkan badan agar bisa melambung ke atas, hal ini sudah tentu terlalu banyak makan tenaga.   Tapi berseliweran di antara orang berbaju hitam yang aneh dan kebal senjbata, cara tempurnya ini justeru paling berhasil dan menguntungkan.   Di antara keempat hanya Ji Siu-seng saja yang paling rugi.   Dia murid Bu-tong-pay, Lianggi-kiam-hoat Bu-tong-pay punya gaya tersendiri, setiap gerakan pedangnya selalu melingkar2, ilmu pedang yang mengutamakan kelembutan mengatasi kekerasan, gerak tubuh dan langkah kaki mengikuti gaya pedang menurut perhitungan Pat-kwa.   Kini menghadapi musuh yang main sergap dan tubruk, bersenjata cakar jari beracun dan berilmu silat tinggi lagi, maka ilmu pedangnya yang lihay menjadi mati kutu, lebih celaka lagi gerak langkahnya yang harus dikembangkan menuruti gerak pedangnya juga susah bekerja.   Hanya beberapa gebrak saja dia sudah kehilangan kontrol dan terdesak di bawah angin.   Sudah tentu tiga kawannya juga kehilangan inisiatif untuk balas menyerang, semua berada dalam bahaya, cuma keadaan dan situasi yang dihadapi Ji Siu-seng lebih berat.   Tatkala Kho Ting-seng menjerit, minta ampun kepada Nao Sam-jun itulah Ji Siu-seng juga menjerit kaget, pergelangan tangan kanan yang pegang pedang tahu2 sudah terpegang oleh seorang berbaju hitam.   Pedang panjang dan pendek di tangan Ling Kun-gi menari2, dia asyik menempur lima lawannya.   Walau menggunakan sepasang pedang pusaka, tapi kelima musuhnya juga teramat tangguh, apalagi mereka sudan tahu senjata Ling Kun-gi tajam luar biasa, kekebalan baju mereka sudah tak berguna lagi, maka tiada seorangpun yang berani menghadapinya secara langsung.   Kelima orang ini menduduki posisi tertentu, satu maju, yang lain segera mundur secara bergantian, satu sama lain saling bantu dan mengisi.   sehingga pertempuran berlang-sung cukup lama, tapi tetap dalam keadaan bertahan sama kuat.   Lama2 Kun-gi hilang sabar, demi mendengar jeritan Ji Siu-seng, dia berpaling dan dilihatnya pergelangan orang telah di tangkap musuh dan sedang meronta, keruan ia menjadi gelisah.   Sudah tentu dia tak tahan lagi, dengan gusar sambil menghardik tiba2 kedua pedangnya berpencar, sinar kemilau dengan hawa pedang yang dingin tajam bertaburan bagai badai menerjang ke empat penjuru.   Lebih dahsyat lagi di antara bergulungnya sinar dan hawa pedang itu diselingi suara gemuruh, itulah salah satu jurus Hwi-liong-kiam-hoat warisan keluarganya, jurus kedua yang dinamakan Liong-cancay-ya (naga bertempur di tegalan), kekuatan dan perbawanya bukan olah2 hebatnya.   Tak sempat lagi berkelit dan mengundurkan diri, kelima musuh yang mengepung dirinya sama jungkir balik, seorang terbabat putus kedua kakinya dua tertabas buntung sebuah lengannya, sedang dua lagi yang berdiri agak jauh sama ter-guling2 keterjang sambaran angin.   Setelah melancarkan jurus pedang yang tiada taranya ini, Kun-gi tidak sempat lagi menyaksikan hasil kerjanya, segera ia melejit terbang ke sana, kembali ia mengembangkan jurus Sinliong-jut-hun, pedang mendahului orangnya laksana bianglala menerjang orang berbajuhitamyang memegang JiSiu-seng itu.   Orang yang pegang pergelangan tangan Ji Siu-seng itu rada kewalahan karena Ji Siu-seng meronta sekuatnya dengan kalap, dua jarinya dengan tipu Siang-liong-jiang-cu (dua naga berebut mutiara) mendadak mencolok kedua mata lawan, berbareng kedua kakinya bergantian menendang secara berantai, Betapapun dia adalah murid Bu-tong-pay, kalau tidak tentu Pek-hoa-pang tidak akan menyaringnya dan mengangkatnya menjadi Hou-hoat su-cia.   Bahwa ilmu pedangnya tadi sukar dikembangkan, tapi kedua serangan menyolok dan tendangan dilancarkan dalam keadaan kalap, ternyata perbawanya cukup hebat juga.   Kedua jari yang menyolok mata orang sangat lihay, terpaksa lawan berusaha punahkan serangan ini, pada hal tangan kirinya dibuat pegang tangan Ji Siu-seng, dia gunakan sikut tangan kanan untuk menyampuk jari Ji Siu-seng yang menyolok mata.   Maka terdengarlah suara "blang-blang"   Dua kali, tendangan Ji Siu-seng dengan telak mengenai perut orang, Sayang orang itu memakai baju yang kebal senjata, walau tendangannya mengenai sasaran dengantelaktapitidak mampumelukainya.   Sebetulnya Ji Siu-seng juga tahu bahwa mata orang tidak akan berhasil dicoloknya, maka tendangan kedua kakinya menggunakan seluruh kekuatannya, meski seluruh badan kebal senjata, tak urung orang itu tergentak mundur juga sambil meringis kesakitan.   Pada saat itulah, sinar pedang Ling Kun-gi bagai bianglala menyambar kearahnya.   Terasa oleh orang itu sinar kemilau menukik turun dari udara, hakikatnya dia tak sempat melihat jelas, begitu sinar pedang tiba seketika dia menjerit ngeri, kelima jarinya terlepas, orangnyapun terjengkang jatuh ke belakang.   Rasa kaget Ji Siu-seng juga belum lenyap, badannya sempoyongan dan akhirnya jatuh terduduk.   Dua jurus ilmu pedang yang dilancarkan Ling Kun-gi.   boleh dikatakan dilancarkan sekaligus dan telah membikin orang2 berbaju hitam itu mati satu tiga terluka, sungguh bukan kepalang hebat perbawanya sehingga orang2 lainnya sama berdiri melongo dan jeri..   Menyusul segera terdengar suara siulan melengking menggema di udara, orang2 berbaju hitam ber-sama2 berlompatan mundur menyelinap masuk ke dalam hutan dan menghilang dengan cepat.   "Nao Sam-jun!"   Bentak Kun-gi mendadak sambil membalik badan.   Ternyata Kim-kau-cian Nao Sam jun dari Hwi-liong-tong sudah tidak kelihatan lagi mata hidungnya, orang2 berbaju hitampun sudah tidak kelihatan pula bayangannya.   Menyeka keringat di jidatnya Kongsun Siang menuding ke sana sambil membentakberingas."Kejar!", Baru saja dia angkat langkah, Kun-gi telah berteriak.   "Berhenti Kongsun-heng, jangan mengejar!"   Terpaksa Kongsun Siang urung mengejar, katanya dengan gregetan.   "Menguntungkan orang she Nao itu."   Lekas Kun-gi memeriksa keadaan Ji Siu-seng yang matanya terpejam, untung kecuali pergelangan tangan yang dipegang si baju hitam itu tiada luka2 lain, pergelangan tangannya meninggalkan lima jalur bekas jari berwarna hitam, walau tangannya keracunan, rasanya juga tidak terlalu payah, maka dia tutuk dua Hiat-to di badan orang supaya racun tidak menjalar.   Sementara itu Song Tek-seng, Thio Lam-jiang telah merubung datang, melihat keadaan Ji Siu-seng mereka sangka Ji Siu-seng terluka parah, tanyanya berbareng.   "Cong-coh, bagaimana luka Ji-heng!"   Luka2 hitam ini jelas karena keracunan dari tangan si baju hitam, untuk menyembuhkan harus menggunakan Le liong-pi-tok-cu warisan keluarganya itu, tapi mutiara ini pantang diperlihatkan kepada orang lain, maka dia pura2 berpikir sebentar, lalu katanya.   "Lukanya memang tidak ringan, terpaksa harus kubantu dengan saluran hawa murni baru jiwanya bisa tertolong, untuk itu sedikitnya memerlukan waktu satu jam, pada saat menyembuhkan luka2nya jangan sampai ada gangguan dari luar."   Sampai di sini dia lolos Ihthiankiam dan diserahkan kepada Kongsun Siang, katanya.   "Kongsun-heng boleh pakai pedang ini, berdirilah tiga tombak ke sana, jagalah arah utara."   Lalu dia serahkan pedang pandak kepada Thio Lam-jiang, katanya pula. "Thio-heng pakai pedang ini, berdiri tigatombaksebelah sana, jagalaharahbaratlaut."   Kedua orang terima pedang dan beranjak ke tempat yang dltunjuk. Ling Kun-gi menambahkan.   "Song-heng ada membawa kotakSom-lo-ling, jagalahdipinggirdanau."   Song Tek-seng melengak, katanya membanting kaki.   "Wah kalau tidak Cong-coh katakan, hamba benar2 lupa kalau lagi membawa kotak Som-lo-ling, Ai, sungguh sayang, mestinya tadi bisa kugunakan untuk menghadapi mereka."   Kun-gi tertawa, katanya.   "Tiada gunanya, betapapun kuat dan jahatnya Som-lo-ling tetap takkan bisa melukai orang2 yang kebal senjata itu, kecuali kau mengincar mata mereka, apalagi mereka belum tentu memberi kesempatan padamu, celaka malah kalau sampai terebut oleh mereka." "Cong-coh memang benar,"   Ucap Song Tek-seng.   Dia rogoh keluar Som-lo-ling terus beranjak ke pinggir sungai.   Setelah ketiga orang ini disingkirkan, lekas Kun-gi keluarkan mutiara penawar racun itu digilindingkan pergi datang di tangan kanan Ji Siu-seng.   Hanya semasakan teh kemudian lima jalur hitam ditangan kanan Ji Siu-seng telah lenyap.    Rahasia Si Badju Perak Karya GKH Perawan Lembah Wilis Karya Kho Ping Hoo Rase Emas Karya Chin Yung

Cari Blog Ini