Ceritasilat Novel Online

Pedang Kiri Pedang Kanan 8


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL Bagian 8


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya dari Gan K L   Cu Bun-hoa tertawa aneh, katanya.   "   Kuahnya terlalu banyak? Memangnya Lohu tidak bisa mem-bedakan bau bubur sarang burung?" "Kalau begitu biar hamba buatkan lagi yang lain,"   Kata Kwi-hoa takut2. "Kalau memang kau sendiri yang membuatnya, coba kau saja yang makan,"   Ujar Cu Bun-hoa. Kaget Kwi-hoa dibuatnya, ia menyurut mundur, katanya.   "Bubur untukhidangancengcu, manahambaberani memakannya." "Tidakapa, Lohu suruh kau makan-"   Pucat muka Kwi hoa, suaranya gelisah.   "Hamba tidak berani ......."   Cu Bun-hoa menukas dengan suara kereng.-"Berani kau membangkang kehendak Lohu?"   Mendadak dia melompat bangun, sekali raih dia Cengkeiam tengkuk Kwi-hoa, tangan kiri menekan dagu orang, mulut dipepetnya sampai terbuka, semangkok bubuk itu terus dia tuang ke mulutnya.   Kejadian berlangsung teramat cepat, tidak sempat meronta atau bersuara sedikitpun, sebagian besar bubur semangkok itu tertuang masuk perut Kwi-hoa, lekas sekali Hiat-topun tertutuk dan tak mampu berkutik lagi.   Pui Ji-ping memang cerdik, hanya sctengah jam, di bawah petunjuk Ling Kun-gi pelajaran tata rias tingkat pertama sudah berhasil dikuasainya dengan baik, Kini ia sudah berhasil mengubah bentuk mukanya menjadi apa saja yang ia kehendaki, sudah tentu senang hatinya tak terkatakan, hanya suara-nya yang sukar dia ubah dalam waktu singkat, tapi soal suara tidak begitu penting, asal jarang buka suara, orang tetap dapat diketahui.   Tanpa mengenal lelah serta sabar Kun-gi terus memberi penjelasan segala seluk beluk tentang tata rias ini, pertanyaan Jiping ber-tumpuk2, ada saja persoalan yang dia ajukan.   Pada saat itulah, pintu rahasia yang tembus ke kamar buku tiba2 terbuka, Cu Bun-hoa melangkah masuk sambil mengempit seorang perempuan di bawah ketiaknya.   Lekas Ji-ping berdiri dan menyongsong maju, tanyanya.   "orang ini ... he, kau kan Kwi-hoa?"   Cu Bun-hoa turunkan Kwi-hoa di atas lantai, wajahnya tampak serius, katanya.   "Tak tersangka komplotan penjahat itu bergerak begini cepat."   Ji-ping kaget, tanyanya.   "Maksud paman Kwi-hoa sekomplotan dengan musuh?" "Di dalam bubur dia campur obat bius, untung Lohu sudah siaga, setelah kupancing lantas kelihatan belangnya, sebelum dia menyadari apa2 semangkok bubur itu sudah kucekok ke mulutnya, betuljugadialantas kelenger." "Lalu bagaimana paman?"   Tanya Ji-ping.   "Menurut dugaan Lohu, walau musuh sudah menyelundup di sekitar kita, sebelum Kwi-hoa keluar, mereka takkan berani sembarang bertindak, terpaksa kau harus menyaru Kwi-hoa, bawalah mangkok kosong itu ke belakang, lalu Ling-lote menyaru Lohu, sesuai dengan rencana kita."   Kun-gi manggut, katanya.   "Mau bekerja janganlah membuang waktu, nona Pui, lekas duduk biar kurias mukamu."   Hanya sepeminuman teh, Kun-gi sudah selesai merias Ji-ping, kini wajahnya mirip benar dengan Kwi-hoa seperti pinang dibelah dua.   Cepat sekali Ji-ping lucuti pakaian Kwi-hoa terus dipakainya.   Sementara memegangi kaca Kun-gi merias wajah sendiri seperti Cu Bun-hoa, dengan cepat sekali dia sudah berubah jadi Cu Bun-hoa, lalu mereka saling bertukar pakaian-Tak lupa Kun-gi simpan Pi-tocu warisan keluarganya, kantong sulam pemberian Un Hoan-kun dan pedang pan-dak di dalam bajunya.   Cu Bun-hoa mendesak.   "Jiping, kau harus lekas keluar."   Mengawasi Kun-gi, berat rasa hati Ji-ping untuk berpisah, katanya.   "Ling-toako, kau akan masuk ke sarang harimau, hati2lah." "Nona Pui tak usah kuatir, belum setimpal komplotan jahat ini menjadi perhatianku." "Lalu di mana kelak aku harus mencarimu?"   Tanya Ji-ping.   Dia sudah memberanikan diri mengucapkan kata2 ini dihadapan pamannya.   Seorang gadis akan mencari laki2, kemana maksud tujuannya iapapun sudah mengerti.   "Seorang diri jangan nona keluyuran di Kangouw, kelak setelah berhasil menolong ibu, pastiaku kemari menengokmu."   Dalam hati Ji-ping berjanji.   "Tidak!! aku takkan tinggal di sini, ke ujung langitpun akan kucari dirimu."   Sudah tentu kata2 ini tidak berani dia ucapkan. Sudah tentu Cu Bun-hoa dapat meraba perasaan keponakannya yang sedang kasmaran ini. soalnya waktu amat mendesak, lekas dia mendesak lagi.   "Ji-ping, sudah terlalu lama Kwi-hoa antar bubur ini, sekarang lekas kau keluar."   Kembali Ji-ping pandang Kun-gi lekat2, lalu dengan langkah berat ia keluar. Sambil mengelus jenggot Cu Bun-hoa berpesan.   "Ling-lote, kau cerdik pandai, tentu Lohu tidak perlu banyak pesan lagi, di sini Lohu menunggu kabar baikmu, semoga kau berhasil menolong ibumu dengan leluasa, dan jangan lupa kemari lagi memberi kabar, jangan pulakau bikin telantar maksud baikJi-ping."   Merah muka Kun-gi, katanya sambil menjura.   "Terima kasih akan perhatian cengcu." "Maaf, Ling-lote, Lohu tidak mengantar."   Tanpa bicara lagi Kun-gi beranjak keluar, rak buku di belakangnya segera menutup sendiri.   Waktu itu Pui Ji-ping sudah membawa nampan berisi mangkok kosong keluar kamar.   Pelan2 Kun-gi mendekati kursi malas lalu duduk bersandar, pelan2 pula memejamkan mata, diam2 dia kerahkan hawa murni menghimpun semangat.   Entah berapa lama lagi, terdengar langkah gugup mendatangi dari luar pintu, Lalu terdengar suara serak In Thian-lok berkumandang di luar.   "Lapor cengcu, ada urusan penting akan hambasampaikan-"Sudah tentuKun-gidiamsaja. Sesaat kemudian, karena tidak mendengar suara cengcu, in- congkoan berkata pula.   "Apa ceng-cu sudah tidur?"   Dia tahu bahwa Cu Bun-hoa sudah menghabiskan semangkok bubur, tentu sekarang sudah terbius pulas, tapi dia tidak berani gegabah, mulut bicara, dia tetapberdiridan menunggudi luarpintu.   Begitulah sesaat lamanya lagi baru In Thian-lok pura2 bersuara heran.   "Aneh, Lwekang cengcu amat tinggi, kenapa tak terdengar suara apa2?"   Kata2nya ini hanya alasan belaka supaya dia dapat mendobrak pintu masuk ke dalam. Kali ini dia keraskan suara.   "cengcu, cengcu?"   Di sekeliling kamar buku ini sudah terpendam anak buahnya, betapapun keras suaranya dia tidak takut mengejutkan orang lain yang tidak bersangkutan.   Maka dengan leluasa dia dorong pintu terus memburu masuk.   Sekilas mata menjelajah, dilihatnya Cu Bunhoa rebah telentang di atas kursi malas.   In Thian-lok pura2 kaget, dengan lagak gopoh ia mendekat ke depan kursi dan tanya.   "ceng-cu, kenapa? Lekas bangun"   Lalu dia raba dahi Cu Bun-hoa, seketika wajahnya mengulum senyum sinis girang, mendadak kedua tangan bekerja cepat, kesepuluh jarinya naik turun, bagai kilat delapan Hiat-to penting didada Cu Bun-hoa telah ditutuknya.   Kun-gi sudah mempersiapkan diri, hawa murni sudah melindungi badan, seluruh Hiat-to di badan-nya sudah terlindung, sudah tentu Hiat-tonya tidak mudah tertutuk.   Tapi Cu Bun-hoa yang sembunyi di kamar buku dapat menyaksikan dengan jelas, sudah tentu dia tidak tahu kalau Kun-gi sudah meyakinkan hawa murni pelindung badan ini, karuan ia kaget, pikirnya.   "In Thian-lok berasal dari golongan hitam, bekal kepandaiannya sendiri tidak lemah, selama tahun2 terakhir ini memperoleh banyak kemajuan lagi atas petunjukku, tingkat kepandaiannya sekarang sudah mencapai kelas wahid, delapan tutukan Hiat-to itu amat lihay, meski Ling-lote tidak terbius, setelah tertutuk Hiat-tonya, tetap dia tak dapat berkutik diantar masuk ke mulut harimau."   Sementara itu In Thian-lok mendekati jendela sebelah selatan, kain gordin dia singkap.   daun jendela dia buka, lalu mengambil lilin dandi-gerak2kantiga kalidi luarjendela.   Tidak lama kemudian terdengar suara kesiur angin, sesosok bayangan orang menerobos masuk lewat jendela.   Lekas In Thian- lok menyongsong maju, katanya sambil menjura.   "Silakan Houheng"   Orang yang baru menerobos masuk berpakaian hijau bertubuh tinggi kurus, suaranya dingin.   "in-heng menyerahkan orang tepat pada waktunya, tidak kecil pahalamu."   Tergerak hati Kun-gi, batinnya.   "Orang she Hou, mungkin Hou Thi-jiu adanya?"   In Thian-lok tertawa, katanya sambil menuding "Cu Bun-hoa"   Yang rebah di kursi malas.   "inilah Cu-cengcu, anak buahku sudah tersebar di sekeliling kamar ini, bagaimana mengangkutnya keluar, kami tunggu petunjuk Hou-heng." "Soal ini in-heng tidak usah mencapaikan diri. cuma jalan keluar perkampungan ini, apakah in-heng sudah mengaturnya dengan baik?"   Tanya laki2 baju hijau. "Hou-heng tidak usah kuatir, semuanya sudah beres,"   Sahut In Thian-lok. "Baiklah,"   Ujar laki2 kurus baju hijau, lalu dia membalik ke dekat jendela, ia bertepuk tiga kali.   Tampak dua bayangan orang melayang masuk.   itulah dua laki2 baju abu2, salah seorang memanggulsebuah karung besar.   Kepada kedua laki2 yang baru datang, si baju hijau berkata sambil menuding Cu Bun-hoa.   "Masukkan dia ke dalam karung."   Kedua laki2 mengiakan, seorang membuka karung dan yang lain angkat tubuh Ling Kun-gi terus didorong masuk ke dalam karung, lalu di ikat kencang mulut karung itu. Kata si baju Hijau.   "Kami harus segera pergi, bagaimana keadaan disini selanjutnya, tidakperlu kujelaskanbukan?"   In Thian-lok manggut2, sahutnya.   "Siaute sudah tahu, Hou-heng boleh silakan-"   Sibaju hijau memberi tanda kepada kedua anak buahnya terus mendahului melompat keluar.   Gerak-gerik ketiga orang itu ringan dan gesit, dengan cepat sekali bayangan mereka sudah lenyap di luar tembok.   Percakapan mereka sudah tentu didengar jelas oleh Ling Kun-gi, terasa karung dipanggul di atas pundak.   dibawa melompat turun naik, cepat sekali sudah meninggalkan Liong-bin-san-ceng.   Beberapa kejap kemudian, mendadak mereka berhenti.   Terdengar suara orang bertanya di sebelah depan.   "Sudah berhasil?"   Maka terdengar penyahutan orang she Hou.   "Lapor Kongcu, sudah berhasil."   Kun-gi membatin.   "Hou Thi-jlu memanggilnya Kongcu, itulah Dian-kongcu atau si baju biru yang berada di Kayhong tempo hari." "Baiksekali,"ujar Dian-kongcu. Agaknya sambil bicara Dian-kongcu terus melangkah pergi, maka kedua orang yang memanggul Ling Kun-gi ikut ber-lari2 kencang. Dari derap langkah orang, Ling Kun-gi menghitung semuanya ada empat orang. Hanya empat orang berani meluruk ke Liong-bin-sanceng, menculik "naga terpendam"   Cu Bun-hoa, walau mereka sudah tanam mata2 dan kaki tangan di Liong-bin-san-ceng, tapi keberanian mereka sungguh luar biasa.   Mereka terus ber-lari2 satu jam lamanya, di-perhitungkan sudah puluhan li meninggalkan Liong-bin-san-ceng, rombongan empat orang ini lantas berhenti.   Terdengar di pinggir jalan ada suara rendah menyapa maju.   "Kongcu sudah kembali"   Dian-kongcu hanya mendengus, terdengar suara pintu terbuka dan kerai tersingkap.   Dian-kongcu lantas melangkah masuk, kedua laki2 yang memanggul karungpun menurunkannya ke tanah terus membuka tutupnya, dua orang baju abu2 menyeret Kun-gi ke atas kereta.   Kun-gi tetap pejamkan mata, dia pura2 pingsan, biarkan saja apa kehendak mereka atas dirinya, tapi terasa bahwa ruang kereta ini cukup lebar, dirinya diseret ke lantai kereta sebelah kanan setelah itubaru Hou Thi-jiu naik keretadandudukdisampingnya.   Kereta mulai berjalan-Kusir mengayun pecut, kudapun segera berlari kencang menimbulkan su-ara gemeretak dari roda2 kereta yang beradu dengan batu2 dijalanan.   Semakin cepat laju kereta, goncanganpun semakin besar, walau tidak membuka mata, tapi Kun-gi merasakan bahwa bentuk kereta ini tentu dibuat khusus dan amat mewah.   Kun-gi tahu kepandaian silat kedua orang majikan dan pelayan ini amat tinggi, supaya tidak menunjukkan gejala2 yang mencurigakan, meski kereta tergoncang semakin keras dia tetap meringkal diam sambil menghimpun semangat.   Langkah pertama untuk menyelundup ke sarang musuh sudah tercapai, ke mana dirinya akan dibawa, dia tidak usah peduli lagi, maka di tengah jalan ini, dia tidak perlu main intip.   Dian-kongcu dan Hou Thi-jiu yang duduk di dalam keretapun duduk semadi, tiada yang buka suara.   Kuda penarik kereta ternyata berlari kencang sekali.   Tanpa terasa fajar telah mnyingsing, dalam keretapun mulai ada cahaya, maka Ling Kun-gi lebih hati2 lagi, sedikitpun diatidakberani lena.   Lari kereta mulai lambat, akhirnya berhenti dipinggir hutan.   Agaknya sudah ada orang menunggu di situ, terdengar orang mendekati kereta, katanya dengan laku hormat.   "Hamba To Siong-kiu memberisalamhormatkepadaKongcu."   Kepalapun tidak bergerak. Dian-kongcu hanya mendengus saja. Suara Hou Thi-jiu terdengar dingin. "Mana sarapan pagi yang kau siapkan untuk Kongcu? Lekas bawa kemari."   Orang di luar mengiakan, pintu kereta dibuka, dengan laku hormat dia masukkan seperangkat tenong susun dua.   Hou Thi-jiu menerimanya, orang itu menurunkan kerai terus mengundurkan diri.   Sementara itu, orang lain telah mengganti kuda, sampai pun kusirnyapun berganti orang, jadi orang dan kuda berganti secara bergiliran.   Keretamulaiberangkatlagipelan2.   TerdengarsuaraToSiong-kiu di belakang.   "Hamba tidak mengantar Kongcu, semoga lekas tiba di tempat tujuan-"   Sudah tentu dia tidak memperoleh penyahutan Diam2 Ling Kun-gi membatin.   "cara kerja orang2 ini ternyata amat teliti, sampai di suatu tempat tertentu lantas ada orang yang ganti kusir dan kuda, dengan demikian kereta ini bisa menempuh perjalanan siang malam tanpa berhenti, cuma entah di mana letak sarang komplotan ini?"   Hou Thi-jiu sudah membuka tenong berisi makanan, katanya hormat.   "Silakan Kongcu sarapan pagi."   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Dian-kongcu buka tutup tenong terus makan minum seorang diri tanpa bersuara.   Kun-gi yang rebah meringkal sudah tentu juga mencium bau makanan yang sedap.   dari bau harum yang diendusnya, dia menduga tenong itu berisi makanan daging dan semangkok kuah.   Melihat orang makan, biasanya orang bisa ngiler, apa lagi kalau perut memang sudah lapar.   Walau Kun-gi tidak membuka mata, namun hidungnya dapat mencium bau makanan, maka perutnya terasa berontak.   laparnya bukan main.   Setelah melayani Dian-kongcu makan selesai, Hou Thi-jiu baru angkat susun tenong yang lain, diapun makan dengan lahap.   habis makan dia lempar tenong keluar kereta, katanya.   "Nanti siang apakah kita perlu menyediakan makanan untuk Cu-cengcu?"   Sambil duduk semedhi, Dian-kongcu berkata.   "Dua belas jam kemudian baru dia akan siuman." "celaka,"demikiankeluh Kun-gidalamhati. 12 jam baru sadar, itu berarti dia harus kelaparan sehari semalam. Kereta terus laju bagai terbang, tengah hari mereka tiba di sebuah kota, kereta berhenti istirahat di pinggir jalan. Tanpa turun kereta sudah ada orang mengantar tenong berisi masakan yang serba lezat, kali ini ada pula sebotol arak wangi. Bagi kusir juga disediakan makanan tersendiri, dia duduk di pinggir pohon sambil melalap makanannya, selesai makan mereka melanjutkan perjalanan pula. Untuk pura2 semaput orang cukup memejamkan mata dan meringkal tanpa bergerak. semua ini adalah kerja yang mudah sekali, siapapun bisa melakukannya. Tapi harus meringkal diam tanpa bergerak selama sehari semalam dengan posisi sama, itulah yang tidak gampang. Bagi orang biasa setelah berselang sekian lama, kaki tangan pasti merasa kesemutan dan pegal linu. Untuk ini Kun-gi boleh tidak usah peduli.. Lwekangnya tinggi, dengan memejamkan mata dan menghimpun semangat, darah tetap berjalan lancar dan leluasa di dalam tubuh, sudah tentu dia takkan merasa kesemutan dan pegal. Yang paling menyiksa dirinya adalah perut lapar, sejak malam tadi perutnya tidak di isi barang sedikitpun, mengendus makanan dan bau wangi arak lagi, sudah tentu hampir tak tahan dia. Setelah kenyang dan mabuk Dian-kongcu duduk mendongak sambil semedhi lagi ditempat duduknya yang empuk dan silir. Kedua ekor kuda menarik kereta segera angkat langkah pula menempuh perjalanan- Hari itu berlalu dengan cepat, dari siang menjadi sore, magrib berganti malam, dalam sehari semalaman ini, menurut perhitungan Kun-gi, keretainisudahmenempuhperjalanan300-anlijauhnya. Sejak magrib tadi, jalan kereta sudah bergoncang amat kerasnya, kereta bergunjing seperti kapal dipermainkan ombak di tengah lautan, begitu keras goncangannya, terang jalanan yang ditempuh ini amat jelek dan banyak berbatu, tapi kusir kereta tidak peduli, cambuknya terus bermain membedal kudanya ke depan-Terasakan guncangan kereta sedemikian keras, itu menandakan bahwa kereta sudah membelok memasuki jalan pegunungan dan sedang menuju ke suatu puncak gunung. Kira2 satu jam lamanya kereta melewati jalanan yang jelek ini. Kini jalan kereta mulai tenang dan angler, agaknya melalui jalan datar yang berpasir karena roda kereta mengeluarkan suara mendesir yang rata. Mendadak tak jauh di depan sana terdengar seorang membentak.   "   Langit mencipta, bumi merencana"   Tergerak hati Kun-gi, pikirnya.   "Mungkin sudah tiba di tempat tujuan, seruanituterangadalahkodepengenalsatusama lain."   Maka didengarnya Hou Thi-jiu melongok keluar kereta dan membentak geram.   "Keparat yang tidak punya mata, kau tidak lihat kereta siapa ini?"   Terdengar suara beberapa orang dari kanan kiri jalan.   "Hamba menyambut kedatangan Coh-siancu." "Bedebah, Kongcu yang ada di sini,"   Bentak Hou Thi jiu gusar. Orang2 itu kembali munduk2, serunya.   "Hamba tidak tahu kedatangan Kong-cuya, harap diberi ampun-"   Kereta sudah mulai jalan pula.   Tak lama kemudian, lari kereta mulai lambat, kusir kereta melompat turun dengan gesit terus menyingkap kerai Dian-kongcu berpaling memberi pesan kepada Hou Thi-jiu.   "Suruh mereka bawa Cu-cengcu ke Hwi-pin-koan ( kamar tamu agung ) di taman belakang, aku akan menemui Gihu."   Sekali lompat dia turun terus berkelebat pergi. Hou Thi-jiu juga melompat turun, kepada dua orang laki2 baju abu2 dia menggapai, katanya. "Kalian gotong dia ke dalam."   Di saat Hou Thi-jiu melompat turun tadi, Kun-gi sempat membuka mata sedikit mengawasi keadaan sekitarnya.   Ternyata kereta berhenti di depan sebuah pekarangan besar dari suatu perkampungan.   Perkampungan ini dibangun di antara lekuk gunung, sekelilingnya dipagari bukit, jelas letaknya diperut pegunungan yang jauh dari keramaian- Kedua laki2 itu sudah menghampiri, seorang melompat ke atas kereta dan mengeluarkan secarik kain hitam, mata Kun-gi ditutupnya.   Tindakan ini sebetulnya berlebihan, karena orang2 yang diausur kemari kebanyakan telah kena bius, dalam keadaan semaput, buat apa harus ditutup matanya lagi? Mungkin inilah aturan mereka, dengan sendirinya Kun-gi mandah saja apapun yang dilakukan atas dirinya, dia tetap tak bergerak.   Dengan setengah gendang dan setengah papah, kedua orang itu menurunkan Kun-gi dari kereta, malah seorang laki2 itu berjongkok, Kun-gi digendongnya.   Mereka ikuti Hou Thi-jiu berjalan ke dalam.   Meski mata tertutup, tapi Kun-gi pasang kuping dengan seksama, dia membedakan arah, jalan yang ditempuh Hou Thi-jiu bertiga bukan pintu tengah, mereka mengitar ke kiri di mana ada sebuah pintu samping.   Setiba di depan pintu, laki2 yang lain memburu maju mendahuluiHouThijiu mengetuktigakalididaunpintu.   "Tek", terdengar suara pelahan, seorang membuka jendela kecil dipintu, suaraseraktua membentak.   "Siapa?"   Lekas Hou Thi-jiu mendekat, katanya.   "Lo-go, inilah aku Hou Thijiu." "o", suara serak itu menjadi lunak.   "mana tanda buktinya?"   Hou Thi jiu mengeluarkan sebentuk lencana, habis itu baru daun pintudibuka, suaraserakitu mempersilakan mereka masuk.   Dengan langkah lebar Hou Thi jiu bertiga masuk ke dalam, pintu tertutup pula.   Mereka jalan beriring, langkahnya cepat, diam2 Kungi men-duga2 dari langkah mereka yang putar sana belok ini, bahwa mereka melewati serambi lika-liku serta beberapa pekarangan, waktu Hou Thi-jiu seperti sudah tiba di satu tempat, seorang segera tampil ke depan menggoncang dua gelang tembaga, lalu mengundurkan diripulake belakang.   Waktu daun pintu terbuka, getaran keras terasa di bawah kaki mereka, ini membuktikan bahwa daun pintu terbikin dari papan baja yang berat dan tebal.   Seorang telah menghadang di tengah pintu, Hou Thi-jiu maju mengunjuk lencananya pula, baru dia membalik badan dan katanya.   "Serahkan dia padaku"   Laki2 yang menggendang Kun-gi mengiakan terus berjongkok, dia baringkan Ling Kun-gi di lantai. Dengan kedua tangannya Hou Thi-jiumenjinjingtubuhKun-gi, katanya."Kaliantunggudisini"   Ia sendiri masuk dengan langkah lebar. Pintu beratpun mulai tertutup lagi pelan2. Diam2 Kun-gi membatin.   "Begini keras dan ketat penjagaan di sini, entah di mana letak pusatnya?"   Pada saat hati me-nimang2, terasa angin menghembus silir2, kupingnya lantas mendengar gesekan dedaunan yang tertiup angin-Agaknya mereka telah berada di sebuah kebon.   Langkah Hou Thi-jiu amat cepat, jelas dia apal jalanan di sini, kira2 semasakan air kemudian, hidung Kun-gi mulai mencium bau harum bunga, bau kembang mawar, seruni dan lain2.   Pada saat itulah baru Hou Thi-jiu menghentikan langkah dan mengetuk pintu pula.   Sebelum daun pintu terbuka terdengar suara merdu bertanya daridalam.   "Siapa?" "Inilah cengcu dari Liong-bin-san-ceng, kau harus melayaninya baik2,"   Kata Hou Thi jiu. "Baik, bawa dia ke dalam,"   Sahut suara merdu itu. Lalu dia mendahului melangkah diikuti Hou Thi-jiu. Kun-gi membatin pula.   "Kiranya sudah sampai di Kwi-pin-koan."   Seorang membuka daun jendela, suara merdu berkata pula. "Taruh dia di atas dipan"   Hou-Thi-jiu lantas merebahkan Kun-gi di atas dipan yang beralaskan kasur empuk. Suara merdu itu bertanya.   "Kapan cengcu ini akan sadar?."   Pertanyaan inipun amat penting artinya bagi Ling Kun-gi. Didengarnya Hou Thi-hou menjawab.   "Kira2 kentongan kedua nanti." "O,"   Suara merdu berkata pula.   "kini sudah kentongan pertama, jadi masih satu jam lagi."   Hou Thi-jiu lantas keluar, katanya.   "Cayhe mohon diri."   Suara merdu ikut melangkah keluar dan menutup pintu, sekembalinya dia langsung mendekati pembaringan, kain hitam penutup mata Kun-gi dia copot, lalu ditariknya kemul untuk menutupi badan Kun-gi, dari gerak-geriknya jelas gadis ini sudah terlatih baik menjalankan tugasnya.   Entah apa tujuan mereka menculik Cu Bun-hoa kemari dengan jalan ber-liku2 sedemikian rupa? Demikian Kun-gi ber-tanya2 dalam hati, tapi dia tidak berani membuka mata, karena dengan jelas dia merasakan hembusan napas si gadis tengah berdiri di pinggir pembaringan, mungkin orang tengah mengamati dirinya, atau mengamati "Ciam-liong Cu Bun-hoa Cengcu"   Dari Liong-bin-sunceng..   Dengan telentang di atas pembaringan, kelopak matapun Kun-gi tak berani bergerak, karena gerakan kelopak mata menandakan bahwa dirinya sudah siuman-Untung hanya sejenak gadis bersuara merdu ini mengamati dirinya, lalu mengundurkan diri diam2.   Setelah orang sampai di luar dan menurunkan kerai, dia tetap tidak berani membuka mata.   ia selalu ingat pesan gurunya sebelum berangkat, beliau bilang "Muridku, dengan bekal kepandaianmu sekarang, tiada suatu tempat di dunia Kangouw yang pantang kau datangi, cuma berkelana di Kangouw, bekal kepandaian hanya sebagai cangkingan belaka, yang penting adalah kecerdikan bertindak dan hati2, ada sepatah kata perlu gurumu berpesan dan kau harus mengukirnya di lubuk hatimu, yaitu semakin besar nyalimu, kau harus semakin hati2.   Peduli persoalan atau kejadian apapun yang kau hadapi, kau harus tetep tenang dan waspada."   Sementara itu gadis bersuara merdu tadi sudah berada di luar, tapi dia tetap rebah tak bergerak.   dia sedang mengerahkan tenaga saktinya, memusatkan seluruh perhatian mendengarkan keadaan sekelilingnya.   Umpama di dalam kamar masih ada orang lain, pasti suara napasnya bisa didengarnya.   Sepeminuman teh kemudian barulah Kun-gi yakin bahwa di dalam kamar betul2 tiada orang lain kecuali dirinya, pelan2 dia membuka mata, walau hanya setengah mengintip saja, tapi dia sudah melihat jelas keadaan di depannya.   Itulah sebuah kamar tidur yang amat besar, pajangannya serba mewah, serba antik.   Di bawah penerangan cahaya yang rada redup, semua benda pajangan yang ada di dalam kamar kelihatan indah menarik.   letaknya juga diatur sedemikian dan serasi benar membuktikanhasildaritanganseorangahli pajangkenamaan-Sekilas pandang Kun-gi lantas pejamkan mata pula, dalam hati ia me-nimang2 cara bagaimana dia harus menghadapi situasi selanjutnya nanti? Akhirnya dia berkeputusan dirinya harus teguh iman, teguh pendirian, berani menghadapi segala perubahan-Waktu berlalu dengan cepat, sejam telah berselang, langkah lembut mendatang dari luar pintu, Kun-gi tahu waktunya sudah tiba, ia tetap rebah di pembaringan, ia pura2 menarik napas panjang seperti baru siuman dari tidur, dengan suara kereng dia bertanya.   "Siapa di luar? Apa Kwi-hoa? Tidak kupanggil, untuk apa kau kemari?"   Sembari bicara dia membuka mata.   Begitu mata terpentang segera dia berjingkrak berdiri, ke mana sorot matanya berpancar seketika dia berdiri tertegun.   Dia sengaja berbuat demikian-Sorot matanya yang tajam menatap gadis baju hijau yang melangkah masuk menyingkap kerai tanpa berkedip.   lalu dengan suara kaget dia bertanya.   "Siapa kau, ini ....tempat apa ini? Bagaimana aku bisa rebah di sini?"   Sekaligus tiga pertanyaan keluar dari mulutnya, menandakan kegugupan hatinya yang kaget dan heran-Gadis baju hijau kira2 berumur 20-an, perawakannya tinggi semampai, ramping menggiurkan, wajahnya manis dan molek.   buah dadanya menonjol besar, dadanya dihiasi sebuah mainan kalung besar bentuk jantung hati, semuanya terbuat dari mas murni, dua kuncir rambutnya yang besar legam menjuntai di kedua sisi pundaknya.   Gadis ini sudah tentu amat cantik, kecuali cantik juga mempunyai daya tarik bagi setiap lelaki yang melihatnya.   Tangannya menjinjing sebuah nampan putih, baru saja dia menyingkap kerai melangkah masuk lantas dijumpainya Ling Kun-gi berjingkrak dengan rentetan pertanyaan tadi.   Dia lantas berhenti di ambang pintu, sepasang matanya yang jeli menatap Kun-gi sambil tersenyum mekar, tertampak barisan giginya yang putih rata bagai biji mentimun, begitu menggiurkan senyum tawanya.   Terdengar suaranya nan merdu mengandung rasa malu.   "Cu-cengcu sudah bangun, hamba Ingjun, ditugaskan meladaniCu-cengcu di sini"   Terasa oleh Kun-gi kakinya menginjak kabut tebal, ia tetap menatap pelayan yang bernama Ing-jun dan bertanya.   "Lekas nona beritahu, tempatapakahini? Bagaimanaaku bisasampaidisini?"   Melihat sorot mata Ling Kun-gi yang bersinar mengawasi dirinya tanpa berkedip. Ing-jun menunduk malu, dia meletakkan nampan di atasmejadisampingdipan, sahutnya. "Inilah bubur yang hamba sengaja buatkan untuk Cengcu." "Nona belum jawab pertanyaanku,"   Desak Kun-gi sambil mengelus jenggot. Ing jun tetap menunduk. sahutnya.   "Tempat kami ini adalah Coat Sin-san-ceng, Cu-cengcu adalah tamu agung yang diundang Cengcu kami yang telah lama mengagumimu."   Sebagai pelayan yang ditugaskan melayanitamu, sudah tentudiapandaibicara. Coat Sin-san-ceng? Diam2 Kun-gi membatin-"Belum pernah kudangar nama perkampungan ini di kalangan Kangouw?"   Segera ia tanya pula.   "Entah siapa she dan nama besar Cengcu kalian-"   Sedikit angkat kepalanya, sikap Ing jun lebih hormat, sahutnya. "Cengcu kami she Cek, tentang nama besar beliau, kami sebagai pelayan tiada yang mengetahui."   Jelas dia tidak mau menerangkan.   Tak enak Kun-gi bertanya lebih lanjut, katanya "Lohu ingin bertemu dengan Cengcu kalian-" "Betapa sukarnya Cengcu kami mengundang Cu-cengcu kemari dan dilayani sebagai tamu luar biasa, sudah tentu nanti beliau akan menjenguk kemari, cuma ......" "Cuma apa?"   Desak Kun-gi. Sekilas bentrok sorot mata mereka, lekas Ing-jun tunduk kepala pula, katanya lirih.   "sekarang sudah kentongan kedua, Cengcu kami sudah tidur."   Kehadiran Kun-gi di sini mewakili Cu Bun-hoa, sebagai duplikat orang, tak enak dia banyak omong, apalagi tujuannya menyelidiki jejak ibunva, maka dia manggut2, katanya.   "Baiklah, terpaksa Lohu tunggusampaibesokpagibatu menemuiCek-cengcu kalian-"   Tiba2 sorot matanya menatap tajam, tanyanya.   "Dapatkah nona jelaskan, cara bagaimana kalian membawa Lohu kemari?"   Lembut suara Ing-jun.   "Hamba hanya tahu cengcu kami amat mengagumi kemashuran Cu-cengcu, maka beliau mengundang Cu- cengcu kemari, tentang cara bagaimana mengundangnya, hamba tidak tahu apa2." "Baiklah,"   Ujar Kun-gi dengan tersenyum.   "segala persoalan terpaksa kubicarakan besok kalau berhadapan dengan cengcu kalian-" "Malam sudah larut, silakan Cu-cengcu dahar dulu sebelum istirahat,"   Kata Ing-jun. Memangnya sudah sehari semalam kelaparan, Kun-gi tidak menolak lagi, dengan lahapnya dia habiskan semangkok bubur sarang burung itu, semangat seketika berbangkit, rasa lapar tadipun lenyap. Dengan muka jengah Ing-jun mendekat, katanya.   "Cu-cengcu silakan istirahat, biar hamba bantu menanggalkan pakaian-"   Melihat wajah orang yang merah malu2 dan hendak membuka pakaiannya, keruan Kun-gi menjadi kelabakan, katanya gugup. "Tak usahlah, nona sendiri pergilah tidur."   Mendadak Ing-jun berkata dengan suara pelahan.   "obat bius yang diminum Cu-cengcu semalam tercampur obat racun yang membuyarkan Lwekang, kekuatan sekarang hanya tersisa tiga bagian, maka hamba harap cengcu hati2 dan jangan sembarangan bergerak."   Kun-gi melenggong, katanya sambil mengawasi Ing-jun "Terima kasih atas kebaikan nona."   Merah pula wajah Ing-jun, katanya lebih lirih.   "Hamba lihat cu cengcu seorang ksatria tulen, makanya berani memberi peringatan, kalau nasihatku tadi terdengar oleh Cengcu kami, hamba pasti akan dihukum pancung."   Diam2 Kun-gi tertawa dingin, batinnya.   "Yang terang Cengcu kalian sengaja suruh kau bertingkah demikian-"   Tapi lahirnya dia tetap tersenyum, katanya mengangguk.   "Terima kasih nona."   Ing-jun lantas mengambil mang kok serta memberi hormat kepada Kun-gi, katanya.   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Hamba mohon diri,"   Lalu ia menyingkap kerai dan keluar.   Waktu itu kentongan kedua baru saja lewat, saat paling tepat dan baik bagi setiap pejalan malam.   tapi Kun-gi tahu perkampungan ini pasti terjaga keras, dengan susah payah dan tersiksa sehari semalam dirinya baru berhasil menyelundup kemari, sudah tentu dia tidak berani bergerak secara semberono.   Maka setelah Ing-jun mengundurkan diri, iapun kembali rebah di pembaringan, lampu dia padamkan, terus duduk semadi di atas ranjang.   oooodwoooo Karena menyamar sebagai Kwi-hoa, setelah meninggalkan kamar buku, Pui Ji-ping langsung kembali ke kamar Kwi-hoa terus tutup pintu.   Diam2 dia ambil keputusan dalam hati bila pamannya diketahui lenyap, seluruh perkampungan pasti akan geger, malam ini baru saja dia mempelajari ilmu tata rias, maka tiba saatnya dia sekarang berdandan sebagai laki2, meninggalkan Liong-bin-sanceng secara diam2 dan secara diam2 pula ia hendak menguntit musuh.   Tapi pada saat dia siap2 hendak merias diri, di bawah jendela mendadak seorang bersuara.   "Ji-ping, lekas buka pintu"   Ji-ping tahu itulah suara pamannya, sekilas dia melengak, bergegas dia bereskan bahan2 obat rias terus lari membuka pintu. Sebat sekali Cu Bun-hoa menyelinap masuk, lalu menutup daun pintu pula Ji-ping bertanya.   "Paman, darimana kau bisa kemari?"   Cu Bun-hoa tersenyum, katanya.   "Paman datang dari lorong bawah tanah, Kwi-hoa sudah mengaku terus terang." "Apa yang dia katakan? Ke mana mereka hendak membawa paman?"Sudah tentuyangdiaperhatikanadalah Ling Kun-gi. "Diapun tidak tahu, tugasnya hanya mendesak In Thian-lok supaya membius diriku dan orang lain akan datang memberi bantuan,"   Tanpa menunggu Ji-ping bertanya dia melanjutkan pula.   "Waktu terlalu mendesak.   paman tidak bisa bicara banyak lagi dengan kau, lekas kau kembali ke kamar buku, beritahu kepada In Thian-lok bahwa di dalam kamar buku ada ruangan rahasia, Lok-hun-san milik paman disimpan di kamar rahasia itu, kau boleh bawa dia ke depan rak buku dan pura2 mencari tombolnya, lalu bawa dia masukke dalam."   Terbelalak mata Ji-ping, tanyanya.   "Apa yang dinamakan Lok-hun-san itu?" "Jangan tanya, bekerjalah menurut pesanku, beritahukan pada In Thian-lok saja." "Akutohtidaktahucara membuka alatrahasianya." "Anak bodoh, cukup asal kau pura2 saja, paman akan bantu kau dari dalam,"   Lalu dia mendesak.   "hayolah cepat"   Habis berkata dia tarikpintulalu menyelinap keluarpula.   Ji-ping tak berani ayal, sekali tiup dia padamkan lampu, dengan langkah enteng ia lari ke depan-Baru saja dia keluar dari serambi tengah, dilihat-nya In Thian-lok sedang menimang Cin-Cu-ling mendatang dengan langkah gopoh.   Begitu melihat "Kwi-hoa"   Segera dia mengulap tangan, katanya lirih.   "Sudah kubereskan semua, lekas kau kembali ke kamar, tiada urusan nona lagi di sini " "Tunggu sebentar,"   Kata Ji-ping dengan suara tertahan-In Tian-lok tertegun, tanyanya.   "Nona masih ada urusan?"   Berputar biji mata Pui Ji-ping, katanya lirih.   "Di sini bukan tempat bicara, ikutlah aku ke kamar buku."   Sekarang dia tahu kedudukan Kwi-hoa lebih tinggi daripada In Thian-lok.   maka sikap dan nada bicaranya kedengaran dingin dan ketus.   Lekas In Thian-lok mengiakan, tanpa bicara dia putar tubuh membuka jalan.   Cepat sekali langkah kedua orang, sekejap saja mereka sudah berada di kamar buku.   Waktu Ji-ping angkat kepala, dilihatnya jendela sudah tertutup semuanya, agaknya In Thian-lok membawa Cin cu-ling hendak memberi laporan kepada Cu-hujin di belakang.   Cara kerja yang dia lakukan sedemikian rapi, kalau kejadian ini tersiar di kalangan Kangouw, tentu ceritanya adalah pintujendela takterbukadan pamannyalenyaptanpabekas.   Dari kejadian ini dapatlah di simpulkan bahwa lenyapnya kepala keluarga Tong dan Un pasti dilakukan secara berkomplot oleh orang2 dalam keluarga masing2, demikian pula mata2 sudah menyelundup ke Siau-lim-si.   Dikala dia meng-amat2i keadaan, In Thian-lok maju setapak dan katanya lirih.   "Ada urusan apa nona, sekarang boleh kau katakan ?"   Kuatir orang mengenali suaranya, maka Ji-ping tahan suaranya. "Tadiakulupa memberitahukepadaIncongkoan,pa....."hampir saja dan menyebut "paman", ia pura2 merandek. lalu ber-kata pula sambil menghela napas.   "Yaitu ...."   Dalam gugupnya timbul akalnya, suaranya tetap lirih.   "Di kamar buku cengcu ada sebuah kamar rahasia, Lok-hun-san tersimpan di kamar rahasia itu." "Kamar rahasia?"   Seru In Thian-lok melongo. "Kenapa cayhe tidak tahu?"   Bersinar biji mata In Thian-lok. tanyanyacepat."Nonatahudi manaletakkamarrahasiaitu?" "Aku hanya pernah melihat sekali, yaitu ... ."   Sembari berkata dia pura2 mengingat2 sambil mengitari rak buku seperti mencari apa2, lain menyambung.   "Agaknya di sini."   Dengan badan terbungkuk dia meraba dan menekan rak buku, dalam hati dia menduga2.   "Entah paman sudah kembali ke kamar belum?"   Lekas In Thian-lok mendekatinya dan berdiri di belakang Kwi-hoa samaran Pui Ji-ping, kata-nya lirih.   "Sudah puluhan tahun aku ikut Cu-cengcu, nona baru tiga tahun, tapi sudah berhasil sedemikian rupa...."   Ji-ping hanya mendengus. Pada saat itulah, terdengar suara getaran lemah, dua rak buku di depannya mendadak terpisah ke sisi samping dan muncul sebuah pintu. Dengan pura2 girang .Ji-ping berseru.   "He, kutemukan sekarang"   Mendadak didengarnya suara sang paman dengan ilmu Thoan-im jip-bit (mengirim gelombang suara ) mengiang dipinggir kuping.   "Jiping, suruh In Thian-lok berjalan di depan-Ingat, sedikitnya kau harus lima kaki di belakangnya, jangan terlalu dekat"   Sementara itu, In Thian-lok sudah mengambil lentera di atas meja dan menghampiri mulut pintu lalu berhenti, dengan seksama dia pasang kuping dan lepas pandang ke dalam, tapi kamar rahasia itu gelap gulita, tiada sesuatu yang dapat dilihatnya.   Agaknya dia juga tahu bahwa Cu-cengcu sangat lihay, malah seorang ahli pencipta alat2 perangkap.   maka ia tidak berani sembarangan masuk.   Melihat orang ragu2 dan jeri,Ji-ping lantas mengejek dingin.   "Incongkoan, waktu kita terlalu mendesak."   In Thian-lok menyengir, katanya.   "Ya, ya, biar cayhe masuk melihatnya."   Dalam keadaan begitu, terpaksa dia keraskan kepala dan melangkah masuk dengan hati kebat kebit.   Ji-ping tertinggal lima kaki lebih dibelakangnya, pelan2 iapun masuk dan pintu di belakang mereka lantas menutup, Betapapun In Thian-lok sudah puluhan tahun menjadi pembantu Cu Bun-hoa, sedikit banyak dia juga tahu tentang segala peralatan rahasia, walau pintu di belakang mereka menutup tanpa mengeluarkan suara, tapi nalarnya ternyata sangat tajam, reaksinyapun cepat, sigap sekali dia membalik tubuh, pintu dari mana tadi mereka masuk kini sudah menjadi sebuah dinding tebal, entah ke mana letak pintu tadi? Keruan wajahnya yang kelam itu menjadi semakin gelap.   tangan yang pegang lenterapun gemetar, tanyanya kepada Ji-ping "Nona yang menutupnya?" "Tidak."   Seru Ji-ping pura2 kaget dan gelisah.   "aku mengintil di belakangmu, sedikitpun tanganku tak bergerak."   In Thian-lok terbeliak, katanya.   "Tak mungkin, setelah pintu ini terbuka, tak mungkin menutup sendiri, kecuali di dalam kamar ini ada orang yang menguasai alat rahasianya." "Orang ini ternyata licik dan licin,"   Demikian batin Ji-ping, tapi dia tetap pura2 ketakutan, katanya.   "Memangnya ada siapa pula di dalam kamar ini?"   Serius wajah In Thian-lok. kedua matanya jelilatan mengawasi sekelilingnya, akhirnya ia berhenti di arah dipan yang terukir indah itu, bentaknya kereng.   "Siapa kau? Lekas bangun"-Di bawah penerangan lentera yang dia angkat tinggi tampak di atas dipan rebah celentang kaki seorang, badannya ditutupi kemul tipis sampai kepalanya sehingga tak diketahui siapa dia? Memangnya kamar ini gelap. tahu2 melihat sesosok tubuh rebah kaku berkerudung rapat begitu, sungguh amat menakutkan-Kalau Ji-ping tidak menduga bahwa yang rebah itu pasti paman-nya, tentu ia sudah menjerit kaget. Orang yang rebah itu diam saja tidak bergeming meski sudah dihardik berulang kali oleh In Thian-lok. Keruan In Thian-lok semakin murka, katanya geram.   "Tuan tidak mau bangun, terpaksa orang she In tidak sungkan2 lagi."   Tapi orang itu tetap tidak bergerak.   Mata In Thian-lok mencorong terang laksana obor ditengah keremangan, kelima jari tangan kiri menekuk laksana cakar melintang di depan dada, mendadak dia melompat maju terus menarik kemul yang menutupi tubuh orang.   Seketika pandangnya yang garang buas terbeliak kaget, tubuhpun tergetar hebat.   Pui Ji-ping yang berada dibelakangnya dapat melihat jelas, orang yang rebah di atas dipan ternyata seorang perempuan, rambut panjang awut2an, wajah yang semula putih halus kini sudah berubah hijau mengkilap.   matanya mendelik besar hampir mencotot keluar.   Warna hijau sebetulnya warna yang kalem indah, warna yang tidak menakutkan-Tapi kulit muka manusia dan biji matanya mana ada yang berwarna hijau? Muka hijau yang dilihatnya ini sungguh menyerupai warna setan yang menggiriskan-Perempuan yang rebah itu ternyata adalah Kwi-hoa.   Sekali pandang sudah dapat diketahui bahwa dia sudah mati.   Mati keracunan- Belum pernah Ji-ping menyaksikan pemandangan yang seram ini, keduakakiseketika menjadi lemas, badangemetar.   Betapa cerdik In Thian-lok.   melihat mayat yang mati keracunan itu adalah Kwi-hoa, segera ia menyadari ganjilnya keadaan ini, mendadak dia putar badan menatap Ji-ping, hardiknya bengis.   "Siapa kau?"   Jarak Ji-ping hanya beberapa kaki di belakang, jadi pamannya sudah memperingatkan supaya dia berdiri saja tanpa bergerak di tempatnya, segera dia membusungkan dada, dengusnya.   "coba katakan, siapa aku?"   In Thian-lok tidak berani pandang sepele padanya, karena dia tahu racun yang menyebabkan kematian Kwi-hoa adalah Lok-hu- san, racun milik Liong-bun-san yang paling ganas.   Bahwa dirinya dipancing masuk ke kamar rahasia ini, tentu orang sudah punya cara lihay untuk menundukkan dirinya.   Maka iapun tidak berani mendesak terlalu dekat, tetap berdiri beringas ditempatnya, pelan2 dia menarik napas lalu berkata.   "Kau bukan Kwi-hoa"   Belum Ji-ping menjawab mendadak sebuah suara dingin menanggapi.   "Dia memang bukan Kwi-hoa."   Sejak masuk tadi In Thian-lok sudah yakin kecuali orang yang rebah di pembaringan, kamar ini tiada orang keempat.   Kini sudah jelas bahwa yang rebah dan mati adalah Kwi hoa, ini berarti tiada orang ketiga yang masih hidup, tapi orang yang menanggapi kata2nya ini jelas berada di dalam kamar juga, malah selama puluhan tahun dia sudah sering dan apal mendengar suara orang ini, tanpa menoleh iapun tahu siapa yang berbicara itu.   Dalam sekejap itu, laksana disamber geledek kepala In Thian-lok, darah tersirap.   dengan gugup dia berpaling ke arah datangnya suara.   Betul juga, di samping almari sebelah kiri sana, entah kapan tahu2 sudah muncul satu orang.   Dia berdiri menggendong kedua tangan, wajahnya mengulum senyum, namun kedua biji matanya kemilau dingin, tidak kelihatan gusar, tapi wibawanya cukup menggetar nyali In Thian-lok yang ditatapnya.   Siapa lagi dia kalau bukan ciam-liong Cu Bun-hoa adanya.   Pelan2 Cu Bun-hoa berkata.   "In Thian-lok. apa pula yang ingin kau katakan?"   Pucat pias seperti kapur wajah In Thian-lok, keringat dingin gemerobyos, sahutnya membungkuk.   "Ampun cengcu ......."   Sebelah tangan mengelus jenggot, tangan yang lain tetap dibelakang punggung, dingin suara Cu Bun-hoa.   "coba terangkan, siapayangjadibiang keladi komplotanmu ini?" "Harap cengcu maklum, karena ceroboh...", sembari bicara matanya melirik kearah Ji-ping, lalu meneruskan.   "Kwi-hoalah yang menjadi biang keladinya, siapa sebetulnya orang yang berdiri di belakang layarperistiwaini hambajugatidaktahu." "Kau sudah tahu bahwa anak Ping yang menyamar Kwi hoa, masih berani kau mungkir menumplekkan dosa kepadanya,"   Damprat Cu Bun-hoa, In Thian-lok memang licik dan banyak muslihatnya, jelas dia saksikan sendiri Kwi-hoa sudah mati dan rebah di atas ranjang, jawaban itu memang disengaja untuk mengorek keterangan Cu Bun-hoa siapa sebetulnya orang yang menyaru jadi Kwi-hoa ini? Semula dia mengira puteri cengcu Cu Yakhim, sungguhtak diduganyabahwaPui Jipingyang menyamar.   Sudah tentu Ji ping juga berguna baginya, karena dia adalah keponakan Cu-cengcu, asal dirinya berhasil membekuk nona itu sebagai sandera, dirinya tetap akan bisa lolos dengan selamat.   Maka tanpa terasa ia melirik pula ke arah Pui Ji-ping setelah mendengar keterangan Cu Bun-hoa.   Lirikan ini diam2 memperhitungkan jarak kedua pihak.   jarak Ji- ping kira2 ada beberapa kaki, sementara cengcu ada di samping almari sebelah kiri sana, jaraknya dengan dirinya ada setombak lebih.   Inilah kesempatan baik dan harus menempuh bahaya.   Ia cukup kenal perangai sang cengcu, jelas jiwanya takkan diampuni.   Diam2 ia berpikir cara bagaimana harus mengelabui sang cengcu untuk secara mendadak menyergap Pui Ji-ping.   Maka dengan pura2 gelisah dan jeri, berulang kali dia menjura, katanya.   "Sukalah cengcu dangarkan penjelasaan ....   "   Mendadak tubuhnya berputar dan melompat kesana menerkamPuiJi-ping.   Sergapan ini dilakukan secara mendadak, gerak geriknya cepat dan gesit lagi, jelas Cu Bun-hoa tidak sempat menolong, sementara Ji-ping sendiri juga tak menduga bahwa orang bakal menerkam dirinya.   Tahu2 orang sudah menubruk tiba, keruan kaget Ji-ping tidak kepalang, secara refleks dia menjerit seraya mundur selangkah, sementaraitutangan kananIn Thian-loksudah beradadi atasbatok kepalanya.   Pada detik2 gawat itulah mendadak didengarnya Cu Bun-hoa bergelak tertawa, serunya.   "Anak Ping jangan takut"   Belum lenyap suaranya, terdengar dua kali "trang-trang"   Beradunya barang besi.   Lekas Ji-ping tenangkan diri, waktu dia angkat kepala, tampak In Thian-lok yang menubruk ke arah dirinya itu berdiri tanpa menggunakan kaki, kedua tangannya terbelenggu oleh dua gelang besi yang tiba2 turun dari langit2 rumah sehingga tubuhnya terangkat sedikit, demikian pula kedua kakinya terbelenggu juga oleh dua gelang besi yang timbul dari bawah lantai, baru sekarang dia sadar kenapa pamannya berseru supaya dirinya tenang dan tak perlu takut.   Karena kaki tangan terbelenggu dan tak mungkin berkutik lagi In Thian-lok.   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      katanya sambil menghela napas panjang.   "Hamba tahu diri tidak sepandai cengcu, pantas segala gerak gerikku selalu di bawah pengawasan cengcu."   Cu Bun-hoa tertawa, katanya.   "Kau mengorek keteranganku, diam2 berniat menyergap anak Ping, kalau maksud jahatmu ini tak bisa kuraba, memangnya Liong-bin-san-ceng bisa berdiri di kalangan Kangouw."   Setelah menghela napas, ia menambahkan. "Tapi kalau malam ini anak Ping tidak keburu pulang memberi kabar, akutohtetapakanterjebakolehmu."   Terpancar sorot mata aneh dari mata In Thian-lok. tanyanya sambil mengawasi Ji-ping.   "cara bagaimana Piau-slocia bisa mengetahui?"   Pui Ji-ping tertawa dingin dengan bangga, katanya.   "Kalau ingin orang lain tidak tahu, kecuali awak sendiri tak berbuat. Waktu aku melihat kelima blok kain katun yang termuat di depan toko Tekhong, lantas aku tahu kau adanya."   Berubah air muka In Thian-lok. dia menunduk dan tidak bersuara lagi. "In Thian-lok,"   Kata Cu Bun-hoa.   "sudah puluhan tahun kau menjadi pembantuku, biasanya kau kerja keras dan setia terhadap junjungan, tak pernah melakukan kesalahan pula, bagaimana kau sampai hati timbul niat jahatmu, kalau dipikir sungguh amat mengecewakan-"   InThian-loktetap menunduktak bersuara. Berubah kelam air muka Cu Bun-hoa, katanya sambil menggerung gusar.   "orang lain mungkin tidak tahu, tapi kau sudah puluhan tahun mengikutiku, tentunya sudah jelas tindakan apa yang harus kulakukan sekarang."   Pucat muka In Thian-lok, katanya.   "Selama puluhan tahun membantu cengcu, hamba banyak menerima kebaikan cengcu, bukannya hamba berusaha membalas kebaikan ini, tapi malah membantu dan diperalat orang, memang memalukan hidupku ini, sekali terpeleset akan menyesal selamanya, biarlah hamba menebus dosa ini dengan kematian-" "Mengingat kesetiaanmu selama ini, asal kau mau bertobat, Lohu akan memberi kesempatan padamu untuk menebus dosa ini."   Sedih tawa In Thian-lok, katanya.   "Sudah terlambat, kalau cengcu katakan hal ini sejak tadi mungkin masih keburu, sekarang sudah terlambat."   Cu Bun-hoa menatap tajam muka In Thian-lok, tanyanya. "Katakan, kenapa terlambat?" "Hambasudah menelanracun,"sahutInThian-lok. Guram air muka Cu Bun-hoa, katanya.   "Bahwa kau sudi diperalat orang lain, kenapa tidak mau membantuku malah?" "Ya, hambaakan menembus kesalahaninidengan kematian-"   Mendadak Cu Bun-hoa tanya dengan suara bengis.   "Siapa pula mata2 yang berada diperkampungan kita ini?"   Megap2 mulut In Thian-lok, matanya melotot, tapi suaranya tidak keluar. Cu Bun-hoa menatap tajam, dari gerakan bibir dan lebarnya mulut, agaknya In Thian-lok hendak mengatakan "delapan", cepat dia tanya.   "Semua kau yang membawanya kemari?"   Entah dengar atau tidak pertanyaan ini, kepala In Thian-lok seperti mengangguk sedikit, tapi lantas lertunduk lemas tak bergerak lagi. "Paman, diasudah mati?"   TanyaPuiJi-ping. Pelahan Cu Bun-hoa menghampiri, ia raba dada In Thian-lok, katanya manggut.   "Ya, sudah mati"   Tiba2 kakinya menggentak lantai, terdengariah suara "cret-cret", gelang yang membelenggu kaki tangan In Thian-lok tiba2 lepas, maka tubuh In Thian-lok yang mulai dingin segera jatuh gedebukan di lantai.   Tanpa bicara lagi Cu Bun-hoa melangkah ke sana, dari dalam bajunya dia keluarkan sebuah botol kecil warna hijau, dia cukil sedikit obat bubuk dengan kuku jarinya terus ditaburkan ke muka In Thian-lok, tepat ke mulut dan hidungnya.   "Paman,"   Tanya Pui Ji-ping.   "Budak Kwi-hoa itu juga mati menelan racun?" "Dia mengaku bukan komplotan Cin-Cu-ling, maka secara sukarela dia menuturkan kejadian sesungguhnya, katanya dia dibeli seorang laki bernama Hoa Thi-jiu, lalu diselundupkan kemari, tugasnya mengirim kabar keluar, dia minta aku mengampuni jiwanya, sudah tentu dia takkan menelan racun." "Jadipamanyang membunuhnya?"tanyaJi-ping. "Ya, kulihat dia pernah memperoleh gemblengan yang meyakinkan-seorang agen yang lihay, sudah tentu takkan kulepaskan dia .... Sekarang lekas kau ikut keluar, kita harus segera menyamar untuk membuntuti jejak mereka."   Pui Ji-ping berjingkrak senang, tanyanya.   "Maksud paman hendak mengejar jejak Ling toako?" "Ya, Kwi-hoa dan In Thian-lok tidak mau menerangkan siapa biang keladi dari komplotan Cin-Cu-ling ini dan dimana sarangnya? Terpaksa kita kuntit saja jejak Ling-lote secara diam2, setiba di tempattujuan, kitabisa memberibantuan kepada-nya." "Tapi mereka sudah pergi sejam yang lalu, ke mana kita harus mengejarnya?" "Paman sudah suruh orang mengejar membawa anjing secara diam2, sepanjang jalan ini mereka pasti meninggalkan tanda pengenal, kenapa takut tak menemukannya? Sekarang kau ber- siap2, aku akan bereskan mata2 yang lain, segera kita akan berangkat." "Bagaimana dengan kedua mayat ini, paman?"   Tanya Ji-ping.   Waktu dia bepaling, seketika dia berseru kaget dan heran, hanya sekejapsaja mayatKwi-hoa danIn Thian-lokternyatasudahlenyap.   cairan air darah tampak menggenang lantai.   Cu Bun-hoa berpesan-"Anak Ping, ada satu hal yang harus kau perhatikan, jangan kau usik Piaucimu, si budak Ya-khim itu juga liar sepertikau, kalau diatahu, tentudia mauikut."   Ji-ping mengangguk, katanya.   "Paman jangan kuatir, aku tidak akan mengajaknya." 00oodwoo00 Fajar telah menyingsing, baru saja Kun-gi turun dari ranjang, Ing-jun, si pelayan montok ini sudah masuk membawa baskom, katanya tertawa sambil mengerling.   "Cu-cengcu, silakan cuci muka"   Sebagai tempat penginapan para tamu agung, sudah tentu semua perabot dan peralatan yang digunakan serba baru.   Inilah hari permulaan Kun-gi datang dengan maksud tertentu, makasikapnyatakacuhdandiam2 melihatgelagatsaja.   Menunggu Kun-gi selesai cuci muka, segera Ing-jun bertanya.   "Pagi ini cu-cengeu ingin sarapan apa? Hamba akan segera menyiapkan."   Kun-gi mendapat angin, katanya "Di tempat ini apapun yang kuinginkan pastiakan disediakan?" "Demi menyesuaikan selera para tamu yang ada di sini, sengaja cengcu mengundang koki kenamaan, apapun yang diinginkan para tamu pasti bisa disediakan,"   Sahut Ing-jun. Tergerak hati Kun-gi, sambil mengelus jenggot, dia bertanya. "Dari apa yang barusan nona katakan, jadi tamu2 yang diundang cengcu kalian bukan hanya Lohu seorang?" "Hamba juga kurang jelas,"   Sahut Ing-jun tertawa sambil menutup mulut dengan lengan baju.   "beberapa kamar di sekitar sini memang diperuntukkan tempat tinggal para tamu."   Lalu dengan gerakan menantang dia bertanya pula.   "cengcu pesan hidangan apa, hamba segera menyediakan." "Licin juga budak ini,"   Demikian batin Kuni-gi, dengan tertawa dia lantas berkata.   "Kalau pagi Lohu suka makan bubur."   Cemerlang biji mata Ing-jun, katanya tertawa.   "Bubur selalu tersedia, hamba akan siapkan pula beberapa lauk-pauk yang lain-"   Lalu dia putar tubuh hendak pergi. "Tunggu dulu nona,"   Seru Kun gi. "Hamba Ing-jun, harap Cu-cengcu panggil nama hamba saja, kalau cengcu dengar hamba di-panggil nona, tentu hamba akan di caci maki,"   Tanpa menunggu Kun-gi bicara lagi, segera ia bertanya pula.   "Cu-cengcu masih ada pesan apa?" "Setiap bangun tidur, Lohu punya kebiasaan jalan2 di kebun, apa aku boleh keluar?" "Tempat kita ini dikelilingi air, di luar air terkurung gunung lagi, dalam kebun ada tanaman yang terus berkembang selama empat musim, panorama sangat permai, sebagai tamu undangan, sudah tentu Cu-cengcu boleh pergi ke mana saja, nanti kalau Cu-cengcu kembali ke kamar, hidangan-pun sudah kuantar kemari."   Kemanapun boleh pergi, memangnya mereka tidak takut tamu agung yang diundang secara paksa ini melarikan diri? Kun-gi lantas berkata.   "Baik, Lohu akan jalan di luar."   Ing-jun menyingkap kerai, Kun-gi lantas melangkah keluar kamar, kini dia berada di sebuab ruang tamu yang luas dan serba mewah, pekarangan mungil di luar sana, berderet dan puluhan pot kembang berbagai jenis sedang mekar semerbak, harum memabukkan-.   Ing-jun mendahului membuka pintu besar yang bercat merah, sembari melangkah keluar dia berkata.   "Cu-cengcu baru datang, keadaan di sini masih asing perlukah hamba memberi sekedar penjelasan?"   Lalu dia tuding ke tempat jauh, katanya.   "Kebun ini luasnya ada beberapa hektar, air mengelilingi tempat ini di bagian timur, selatan dan barat, sebelah utara adalah puncak gunung yang terjal dan mencakar langit, tepat di sebelah selatan, di mana bangunan gedung2 bertingkat itu adalah letak dari Coat Sin-sanceng, cengcukitabertempattinggaldisana.   " "Dari Coat Sin-san-ceng kearah timur adalah Hiat-ko-cay. Menuju ke utara tiba di Kwi-ping-kip. di mana ada lima bilangan, tempat kita ini adalah bilangan ketiga yang bernama Lan-wan-Dari sini ke barat, itulah Thian-oe-tong, menuju ke selatan akan tiba di Amhung-ih, maju lagi adalah Goa-kiam-khek dan Hiat-ko-cay yang terletak secara berhadapan, tepat di tengah2 ada sebuah gunungan palsu besar dengan puncak Kok-hun-ting, dari sini dapat melihat pemandangan disekitarnya, begitulahkira2 keadaandisini."   Kun-gi manggut2 ber-ulang2, katanya tersenyum.   "Terima kasih atas petunjuk nona,"   Lalu dia menyusuri jalanan kecil bertabur batu2 putih.   Taman bunga ini ternyata amat luas, di mana2 pepohonan tumbuh subur dan lebat, teratur dan terawat baik, bau bunga semerbak, burung berkicau, suasana pagi hari ini sungguh cerah dan segar.   Berjalan ditengah taman nan indah permai ini, orang akan lupa segala2nya, memang siapa akan percaya bahwa di tengah2 taman ini merupakan sumber kekacauan di kalangan Kangouw dan menjadi pusat komplotan Cin-Cu-ling.   Sedikit banyak Kun-gi sudah mendapat gambaran dari keterangan Ing jun mengenai seluk-beluk taman ini, pikirnya.   "Aku baru datang, lebih baik kupanjat gunung buatan menuju ke Kek-hun-ting, ingin kulihat denah dari keseluruhan taman ini."   Langsung dia menyusuri jalanan kecil di tengah2 itu.   Tak lama kemudian, betul tibadidepangunung buatanitu.   Gunung buatan ini dibangun dari tumpukan batu2 yang diuruk tanah, tak ubahnya seperti bukit2 umumnya, di atas gunung buatan inipun tumbuh pepohonan, namun yang terindah adalah pohon2 bambu kuning, berbagai jenis kembang juga tumbuh semerbak.    Golok Sakti Karya Chin Yung Geger Solo Karya Kho Ping Hoo Keris Pusaka Dan Kuda Iblis Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini