Ceritasilat Novel Online

Tugas Rahasia 6


Tugas Rahasia Karya Gan KH Bagian 6


Tugas Rahasia Karya dari Gan K H   "Plak"   Jari-jari tangannya sudah menekan pundak Sau-pocu.   Gerak menekan ini kelihatannya biasa saja.   pada hal dilandasi kekuatan dalamnya kalau orang biasa ditindih tenaga sebesar ribuan kati pasti tidak akan kuat menahannya, kaki lemas dan pasti berlutut.   Tapi Sau pocu yang satu ini tetap berdiri tegak malah menoleh, katanya dingin .   "Kalian tidak mudah belajar silat apa lagi sampai setua ini, nama besar juga sudah punya di Kangouw jangan hanya karena mempertahankan gengsi, latihan Kungfu selama puluhan tahun terhanyut ludes tanpa bekas."   Walau merasa kaget terhadap Kungfu anak muda ini, apalagi dengan bekal pengalaman dan pengetahuan mereka selama ini ternyata tidak tahu asal usulnya, Gin-koh dan Thi-jan Lojin memang merasa masgul dan heran, padahal usianya masih begini muda, tapi memberi peringatan cukup pedas, mana kuat mereka menahan perasaan hati? Maka Thi-jan Lojin bergelak tawa, hawa murninya di kerahkan, maka tekanan tangannya dipundak Sau-pocu juga bertambah besar.   Tapi kecuali mengerut kening Sau-pocu tetap tenang seperti tidak terjadi apa-apa.   Apapun Thi jan Lojin memang tokoh bukan sembarang tokoh, jago- silat yang berpandangan obyektif, dalam keadaan tegang begini, lawan masih kelihatan biasa saja, maka dia insaf, bila tidak lekas lepas tangan dirinya bakal mengalami rugi yang cukup fatal, maka lekas dia kendorkan tenaga dun mengangkat tangan.   Sayang sekali meski dia ingat akan hal ini.   tapi sudah terlambat, baru sedikit tangannya terangkat / Sau-pocu sudah membalik seraya mengebas telapak tangannya, betapa ringan seperti melayang saja gerak tangannya, namun begitu melihat gaya tangan orang wajah Thi-jan Lojin yang merah itu seketika menjadi pucat.   terdengar dia menjerit keras .   "Kasihanilah."   "Plak"   Tangan orang juga menepuk pundaknya Pukulan ini kelihatan enteng, waktu kena pundak Thi-jan Lojin suaranya juga tidak keras.   Tapi akibat dari pukulan ini justru teramat bebat, siapapun pasti menjiblek kaget.   Terdengar Thi-jan Lojin meraung seperti binatang buas yang terluka, badannya mendadak mencelat terbang "Blang"   Menumbuk seekor kuda.   kuda Itu meringkik kesakitan roboh tak bernapas lagi.   Sementara badan Thi-jan Lojin masih menelat terbalik kebalik kuda sambil ulur tangan berpegang kereta, pikirnya supaya dirinya tidak terguling sungsang sumbel pula, tak nyana kereta ikut tertarik terbalik, tubuhnya masih juga terlempar kebelakang menumbuk pohon sebesar paha, pohon itupun patah seketika baru dia kuasa berdiri, namun juga masih terhuyung lagi tiga tindak.   Disebelab sana.   Gin-kob juga menyurut mundur beberapa langkah.   Dia mundur bukan lantaran didampar angin pukulan, tapi dia amat kaget dan pesona melihat akibat dari pukulan tangan San pocu.   Demikian pula Cia Ing kiat, hatinya tidak karuan rasanya.   Betapa tidak, Giu-koh dan Thi-jan Lojin mempunyai ketenaran dan kewibawaan besar di Bulim, masuk Hwi liong ceng menculik orang secara paksa untuk menikah secara sepihak, seperti tiada orang lain yang lebih unggul dan gagah dari mereka, tapi sekarang seperti bocah umur tiga tahun, kalau Thi-jan Lojin dihajar kalang kabut, tapi Gin koh jago lihay juga menyurut ketakutan, mimik mukanya kelihatan lucu dan runyam.   Setelah berdiri tegak Thi jan mengelus dada dan kendalikan napas, sesaat lamanya baru dia kuasa bersuara .   "Terima / kasih akan belas kasihanmu. Terima kasih akan belas kasihanmu."   Melirik pun tidak Sau-pocu, kepadanya, pandangannya menatap Gin-koh sikap Gin-koh tetap runyam, katanya .   "Apa kehendakmu "   Bergerak ujung mulut Sau-pocu, seperti tersenyum tidak tersenyum, katanya .   "Aku hanya ingin membawanya pergi."   Thi-jan Lojin sudah menghampiri perlahan, melibat pernyataan Sau-pocu segera ia berhenti dan saling toleh dengan Gin-koh, sikap mereka serba susah Gin koh yang sudah terkenal jahat dan licin ini ternyata berseri tawa dan merendah .   "Harap tuan maafkan terus terang kami disuruh oleh fihak yang berkepentingan untuk membawa Sau-cengcu dari Hwi-liong-ceng ini, untuk mencapai tujuan memerlukan lima hari lagi. Dengan bekal kepandaian tuan tadi, bila sudah ditempat tujuan secara terbuka kau menuntut kepada mereka kurasa juga bukan soal yang menyulitkan."   San pocu mendengarkan dengan cermat, Gin-koh bicara habis, dia lantas, tanya .   "Pihak siapa yaug berkepentingan?"   Gin-koh geleng kepala .   "Maaf, kami tidak berani menjelaskan."   Sm-pocu mendengus, katanya.   "Siapa sabar main teka teki dengan kalian?"   Sembari bicara sebelah tangannya bergerak membalik mencengkram kerah Cia Ing-kiat.   Jarak mereka ada delapan kaki, waktu tangannya mencengkram balik tubuhnya tidak bergerak, maka cengkramannya ini jelas tidak tercapai pada sasaran.   Tapi pada saat jari-jarinya terkembang kebelakang lalu mendadak ditebuk dan meremas, kontan Cia Ing Kiat merasa segulung tenaga besar menerjang dada sehingga tubuhnya terjengkang kebelakang, namun hanya sedikit tenaga besar itu berubah menjadi daya sedot yang lebih besar dari dorongan semula, tubuhnya seperti digantol besi saja, tanpa kuasa dia / senak maju lima langkah, kejap lain terasa dadanya perih, ternyata Sau-pocu sudah mencengkram dadanya.   Dalam waktu yaug sama terdengar Gin-koh berteriak .   "Kalau kau merebut secara paksa terpaksa kami adu jiwa dengan kau."   Karena dada tercengkram ternyata Cia-Ing-kiat kehilangan tenaga, jantungnya seperti ditusuk jarum sakitnya, hampir saja dia tidak knat lagi, mulutnya megap-megap karena napas sesak, kupingnya masih mendengar teriakan Gin-koh, sinar perak berkelebat, ternyata Gin-kon nekat menerjang.   Dari sanmping terdengar pula Thi-jan memekik .   "Gin-kon, jangan."   Menyusul terdengar pula "Seerrr", terasa oleh Cia Ing-kiat tubuhnya seperti dilempar terbang keatas Begitu cepat kejadian berlangsung sehingga dia tidak sempat mendengar suara lainnya lagi, yang jelas dia melihat bayangan perak menerjang lewat dibawah kakinya, agaknya Gin-koh tak kuasa kendalikan gerakannya masih terus menerjang kedepan baru sekarang Cia Ing-kiat sadar bahwa dirinya masih di-cengkram Sau-pocu dan dibawa mencelat tinggi keudara.   Sambil menjinjing tubuh seorang besar, lompatannya masih dapat mencapai dua tombak tingginya, terhindar dari sergapan Gin-koh lagi, betapa tinggi Ginkangnya, sungguh susah dibayangkan.   Dalam sekejap ini Cia Ing-kiat sudah membulatkan tekadnva, bahwa dia pantang mengaku pernah masuk ke Kim-hou-po meski dirinya disiksa dengan cara apapun, karena dia insaf sekali dia mengaku, jiwanya mungkin sukar dipertahankan lagi.   Disaat Ing-kiat membulatkan tekadnya ini, gerakan Siau pocu mulai anjlok kebawah.   namun sebelum menyentuh tanah langsung melesat kencang ke-depan.   Kecuali deru angin dipinggir telinganya, Ing-kiat mendengar pekik suara Gin-koh dan bentakan Thi-jan Lojin, namun hanya / sekejap saja sudah tak terdengar lagi karena jarak sudah makin jauh.   Jantung Ing-kiat seperti kuda yang berlombang kencang, entah berapa jauh dirinya dibawa lari sekencang angin lesus, akhirnya "Bluk"   Tubuhnya terbanting keras, suara apapun tak terdengar lagi.   Cia Ing-kiat berusaha membuka mata, didapati dirinya nenggeletak di tanah.   Sian-po cu berdiri didepannya.   Sebetulnya Kungfu Cia Ing-kiat tidak rendah, hanya jatuh begitu sebetulnya tidak sampai menjerit kesakitan, tapi waktu menyengkelit dan membanting tubuhnya entah Sim-pocu menggunakan Jong jiu-hoat apa.   begitu tubuh menyentuh bumi seketika Cia Ing kiat rasakan sekujur badannya seperti luluh dan lunglai, tulangnya seperti protol.   rasa sakit yang menusuk tulang sungguh sukar ditahan lagi, disamping menjerit-jerit tengorokannya juga mengeluarkan suara rendah seperti binatang buas yang menggerung kelaparan, ada hasratnya mengerahkan hawa murni untuk meugatasi rasa sakit ini hakikatnya dia seperti orang lumpuh yang tidak mampu mengerahkah tenaga sedikitpun, jelas ada beberapa Hiat-to penting di tubuhnya yang tertutuk oleh cengkraman tangan orang tadi.   Meski tubuh sudah berkeringat dingin dan gemetar saking menahan rasa sakit, tapi Cia-Ing-kiat masih kertak gigi, katanya dengan suara gemetar.   "Kau......kau tanpa sebab. ..begini..."   Dia tidak manpu meneruskan perkataannya.   Sebetulnva dia sudah siapkan rangkaian kata hendak memaki orang, namun hanya dua patah kata terlontar dari mulutnya, seketika dia menjerit-jerit pula.   Selama setengah jam Cia Ing-kiat tersiksa, dia sendiri tidak habis mengerti, bagaimana dia kuat bertahan selama ini.   Setengah jam kemudian rasa sakit badannya mulai buyar, namun siksa derita seperti bergelombang itu sungguh membuatnya lemas dan lemah seperti kapas, badan basah / kuyup oleh keringat dingin, walau rasa sakit berangsur hilang, tapi napasnya masih sengal-sengal.   Didengarnya suara Siau-pocu yang dingin kaku berkata pula.   "Han kin-joh-kut-jiu yang kulancarkan barusan hanya mengerahkan satu bagian tenaga, sekarang akan ku tumbah satu bagian lagi. apa kau ingin mencobanya ? "   Sungguh seperti terbang arwah Cia Ing-kiat mendengar ancaman orang, pada hal baru saja dia kertak gigi menelan air liur.   siksa kesakitan setengah jam tadi belum lagi lenyap seluruhnya, mana kuat disiksa lebih parah lagi.   Karuan hatinya ciut dan ngeri, teriaknya.   "Jangan......... jangan turun tangan."   Sau pocu tertawa dingin, katanya.   "Tadi sudah kukatakan,akhirnya juga meski ngaku, kenapa lebih suka disiksa lebih dulu."   Napas Cia Ing-kiat masih memburu, sudah timbul hasratnya ingin bicara terus terang saja supaya dirinya tidak tersiksa begini rupa, namun sekilas benaknya berpikir pula, akhirnya dia kertak gigi. katanya.   "Sungguh aku tidak tahu persoalan apa yang kau ingin aku katakan,"   Siau-pocu tertawa dingin, sejalur angin lembut langsung menerpa mukanya, ditengah gelap dia seperti Siau-pocu mengebas lengan baju sehingga wajahnya seperti diusap sekali tapi tenapa usapan itu terasa lembut dan menimbulkan rasa linu dan gatal, tapi juga nyaman segar.   Tengah Ing-kiat keheranan, kenapa kebasan tenaga orang seringan ini mendadak dia teringat bila ilmu Hun-kin-joh-kut-jiu diyakinkan mencapai taraf tinggi, setiap kali turun tangan dapat membuat lawan lemas dan gatal, rasa gatal yang tak tertahankan itu mampu membuat seseorang menjadi gila.   Terbayang akan hal ini, serasa terbang arwah Cia Ing-kiat dari badan kasarannya, ditengah pekik suaranya yang keras, tubuh-nya mendadak mumbul keatas.   / Tapi tubuhnya hanya mumbul satu dua kaki, rasa gatal yang dimulai dari mukanya lekas sekali sudah menjalar keseluruh badan Cia Ing-kiat angkat tangan menggaruk kemuka sendiri, namun kedua tangannya lemas lunglai tak bertenaga, umumnya rasa sakit bisa ditahan, namun rasa gatal sungguh tak bisa ditahan lagi.   Seorang kesatria atau pahlawan gagah umpama tangan buntung kaki putus juga takkan menjerit kesakitan, namun rasa gatal itu seperti timbul dari tulang sumsum, laksana ribuan semut yang merambat bersama kesekujur badan, menggigit dan menggerogoti tubuhnya, betapa hebat siksaan seperti ini sungguh sukar ditahan oleh manusia manapun.   Cia Ing-kiat pernah mendengar cerita, dahulu dengan Hun-kin-joh-kut-jiu (cara menyilang tulang cari memelintir urat) Go-bi-siang ki (sepasang orang aneh dari Go-bi) menghukum seorang maling cabul yang kelewat jahat dari golongan hitam, dikala rasa gatal tak tertahan lagi, kedua tangan maling cabul itu menggaruk dan mencakar sekujur badan sehingga kulit daging sendiri digaruknya sampai cecel duwel sehingga kelihatan tulangnya, isi perut kedodoran darah kering akhirnya meninggal.   Namun sekarang Cia Ing-kiat rela mati secara demikian, karena keadaannya sekarang lemah dan lunglai tidak mampu mengerahkan tenaga sedikitpun untuk menggaruk dan mencakar kulit daging sendiri juga tidak mungkin.   Kalau kedua tangan tidak mampu menggaruk padahal rasa gatal itu makin lama makin gatal, aKhirnya tenggorokannya mengeluarkan suara "ah, uh"   Yang menakutkan badannya meringkel dan kelojotan.   semula dia kira bila dirinya meringkel rasa gatal itu akan tertahan, atau agak mending, tak nyana semakin dia menekuk kaki dan badan rasanya makin gatal, apa boleh buat terpaksa Cia Ing-kiat meluruskan badan dan kaki tangan, secara kekerasan dia melonjak keatas.   Entah bagaimana jadinya, yang jelas badannya melenting mumbul / dua kaki tinggi nya.   "Elang"   Dengan keras tubuhnya terbating lurus dan datang sehingga raja gatal di campur rasa kesakitan yang luar biasa.   Begitulah secara beruntun Cia Ing - kiat meringkel lalu meluruskan tubuh lagi sehingga badannya melejit mumbul mirip ikan yang jatuh ketanah dan berkelojotan karena kehausan, makin kerap tubuhnya jatuh terbanting diatas lantai yang pecah dan gumpil hingga kulit badannya lecet berdarah, agaknya dia tersiksa terus begitu sampai tenaga habis darah kering sampai mati.   Penderitaan yang dialaminya sekarang mungkin lebih parah dari ikan yang meninggalkan air, napasnya sampai ngos-ngosan, ke dua bola matanya melotot besar seperti hampir menclat keluar dari pelupuknya, tenggorokan masih terus mengeluarkan suara tidak genah, sekujur badai basah kuyup oleh keringat dingin, sehingga lantai sekitarnya-lama kelamaan menjadi basah seperti disiram air.   Rasa gatal itu memang susah ditahan, karena kedua tangan tidak mampu menggaruk, maka tubuhnya terus berkelojotan naik turun, siksaan ini teramat berat sehingga otaknya tak sempat memikirkan persoalan lain.   Bila dia bisa menenangkan diri pasti otak nya bisa berpikir secara tenang,dari pada tersiksa demikian rupa, lebih baik mati saja, maka bukan mustahil dia akan menceritakan duduk persoalan sebenarnya.   Setengah jam lamanya Cia Ing Kiat berkelojotan naik turun hingga tenaganya betul-betul habis, akhirnya dia hanya rebah terlentang tak bisa bergerak lagi, syukur rasa gatal itu-pun sudah makin berkurang, selama semasakan air lamanya baru Cia Ing-kiat menenangkan perasaan dan pernapasannya, kini rasa gatal itu sudah lenyap seluruhnya, tapi dirinya seperti baru lolos dari pintu neraka, setelah merangkak keluar, rebah ditanah tak mampu berkutik lagi.   / Dalam keadaan selemah itu, diam-diam Ciang Ing-kiat tidak percaya pada dirinya, bahwa setelah mendalami siksaan seberat itu, dirinya masih kuat bertahan.   Lama dia mendekam sambil mengatur napas, selama itu tak mendengar suara Siau-pocu, di kala dia angkat kepala melihat keadaan sekitarnya, mendadak segulung tenaga terasa mengebas mukanya pula.   Tenaga lunak itu cukup membuatnya membalik badan saja.   hakikatnya tidak menimbulkan luka atau sakit sedikitpun namun Cia Ing-kiat sudah ketakutan sendiri terbayang oleh dua kali siksaan tadi begitu badan terdorong terlentang seketika dia menjerit ngeri."Baiklah aku katakan.   Aku katakan."   Suaranya gemetar, badan bergulingan kakinya tembok, kembali napasnya sengal sengal.   Dari tempat gelap sana, suara Siau-pocu terdengar dingin."Sudah kuperingatkan sejak tadi, ketahuilah, tiada seorangpun yang kuat menahan Hun-kin-jin-kut yang kulancarkan"   Wajah Cia Ing-kiat mendempel lantai, setelah mengalami dua kali siksaan, tekadnya tadi sudah goyah dan sekarang dia berpikir lain, jiwa ksatrianya sudah tak berbekas lagi pada dirinya, keadaannya lebih mirip anjing liar yang dikuliti orang menggeletak lemah pasrah nasip belaka.   Sesaat kemudian suara Siau-pocu kumandang pula dikegelapan.   "Cara bagaimana kau bisa masuk ke Kim_hou-po? Setelah di Kim-hou po, bagaimana pula kau tahu seluk beluk rahasia didalam perbentengan. Lekas katakan."   Pelan pelan Cia Ing kiat memaling muka wajah Siau-pocu yang pucat ternyata tak jauh disebelahnya.wajah mirip muka setan yang terapung diudara.   setelah bergidik baru dia berkata dengan suara sengau."Aku........   kudengar didalam Kim-hou-po ada sebuah benda pusaka dinamakan...   "   Sampai di sini. mendadak terbayang bahwa akhirnya dirinya juga akhirnya mati, seketika seperti di iris-iris sanubarinya. / "Katakan lebih lanjut."   Seru Siau poca nadanya penuh ancaman. Cia Ing kiat manggut-manggut, kuatir orang turun tangan keji pula, dengan napas ngos-ngosan dia melanjutkan.   "Sebelumnya aku membuat persiapan matang, pertama meguru Tay-seng-bun mempelajari tata rias, dengan menyamar sebagai Ciong Tay-pek aku pura pura masuk ke dalam Kim-hou-po,"   Siau pocu tertawa dingin.   katanya;"Kenapa waktu kau masuk ke Kim-hou-po aku sudah tahu, betapa banyak orang-orang yang memiliki Kungfu jauh lebih tinggi dari kau, setelah diperingati, yang pertama kali semua memadamkan niatnya untuk melarikan diri dari Kim-hou-po, kenapa kau justru tidak takut?"   Cia Ing-kiat tertawa getir.   "kenapa kau tidak takut, kenapa timbul hasratnya masuk ke Kim hou-po serta berusaha melarikan diri pula, hal ini dia sendiripun susah memberi keterangan. Sudah tentu masih segar dalam ingatannya, keadaan setelah dirinya diperingatkan yang pertama kali dalam beberapa hari itu, bukankah dirinyapun dalam keadaan orang-orang lain didalam Kim-hou-po, siap tinggal di Kim-hou-po seumur hidup sampai ajal mendatang? Namun ada sedikit perbedaan dirinya dengan orang lain. yaitu dia bersua dengan perempuan yang juga mengenakan kedok iui. Maka dengan napas tersengal dia berkata.   "Aku, ...bertemu seorang perempuan, dia , ... memberitahu kepadaku di mana dapat menemukan pusaka."   Siau-pocu kelihatan melenggong sejenak, namun nada suaranya tetap dingin.   "Agaknya kau mau bicara jujur, perempuan yang kau maksud, apakah yang mengenakan kedok jelek itu?"   Setelah disiksa dua kali Cia Ing-kiat betul-betul sudah kapok lahir batin, kuatir orang tidak percaya akan / keterangannya, mungkin dirinya disiksa lagi, kini mendengar Siau-pocu mengatakan dirinya sudah bicara jujur, hatinya amat senang, lekas dia berkata pula.   "ya, ya. Mana berani aku mengelabui kau."   "Jangan banyak omong, selanjutnya apa yang kau Lakukan?"   Desak Siau-pocu dingin.   "Malam itu juga aku turun tangan sesuai petunjuknya, tak nyana begitu aku menemukan pusaka itu , perempuan itu mendadak muncul merebut pusaka itu dari tanganku, melihat ada kesempatan maka sekalian aku melarikan diri keluar dari Kim-hou-po"   "hhmm,"   Siau-pocu menggeram.   Tugas Rahasia Karya Gan KH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "kapan kejadian itu?"   Cia Ing-kiat menarik napas, katanya.   "Tanggal lima belas bulan lalu ..". Sampai di sini mendadak, dia teringat malam ini tanggal 14 bulan 3, sinar bulan menyorot masuk lewat lobang besar diatap kuil, maka dia menambahkan.   "Dengan hari ini tepat satu bulan"      Jilid ke . 5 "Waktu itu aku sendiri ikut mengejarmu sampai di dermaga, waktu itu kau menyamar orang macam apa "   Tanya Siau-pocu.   "Aku menyamar petani muda, di jalan aku seret seorang pelacur yang kuupah sebagai isteri, mereka yang mengejar dan menggeledahku terkibul semuanya."   Siau-pocu tertawa dingin .   "Bukan saja Thian te-siang-sat-jiu kau kibuli, kaupun menolong Li-pi-lik "   Cia Ing-kiat memejam mata tak berani bersuara, diam-diam hatinya bersedih memikirkan nasib Li pi-lik ditinggal ditengah jalan itu.   Kalau Siau-pocu bisa menemukan jejaknya, maka Li-/ pi-lik tentu sudah mengalami nasib jelek ditangannya, maka dengan napas memburu dia bertanya.   "Dia ... dia bagaimana "   Cia Ing kiat kira Siau-pocu akan tertawa mengejek karena pertanyaannya, lalu menceritakan bagaimana dirinya menyiksa dan membunuhnya, tak nyana Siau-pocu hanya mendengus tanpa buka suara.   Cia Ing-kiat tertawa lebar kewajah orang yang pucat itu, tampak wajah pucat yang mirip setan ditengah kegelapan itu makin mumbul keatas, jelas dia sedang berdiri, Sekuat tenaga Cia Ing-kiat meronta berusaha berdiri pula.   pada hal dia tahu Siau pocu pasti sudah siap membunuhnya, namun tenaga sedikit pun tak kuasa dikerahkan, akhirnya dia menjerit dengan nada meratap .   "Kau berjanji hendak membunuhku selekasnya, jangan kau ingkar janji"   Tiba-tiba didengarnya Siau pocu mengeluarkan suara aneh yang tersendat di dalam tenggorokannya, menyusul sepasang bola matanya terpejam, wajah pucat yang membulat telor itu seketika tanpa sinar mata yang menghijau terang hingga kelihatannya lebih seram.   Badan Cia Ing-kiat sendiri masih gemetar, dengan terlongong dia saksikan perubahan mulai terjadi diwajah yang pucat putih itu, seperti es batu yang ditaruh didalam air, dalam sekejap warna pucat itu hanya tinggal bagian hidungnya saja.   akhirnya warna hidungnyapun tak kelihatan lagi, keadaan ini sungguh amat ganjil dan aneh, Cia Ing-kiat menyaksikan perobahan ini dengan bulu kuduk berdiri, dia tidak tahu apakah yang telah terjadi.   Setelah selebar wajah Siau-pocu lenyap, maka terdengar suara "Buk"   Seorang jatuh cukup keras ditanah, menyusul terdengar dengus napas berat berat dan memburu seperti babi hendak disembelih tak jauh disamping badannya.   / Disaat perobahan terjadi pada wajah Siau pocu.   Cia In kiat tidak tahu apa yang terjadi pada diri orang, setelah mendengar tubuh orang ambruk baru dia sadar, agaknya wajah pucat itu memang terlalu putih sehingga kelihatan diiengah kegelapan, namun begitu terjadi perobahan pada wajahnya maka mukanya itupun lenyap kegelapan.   Tapi Cia Ing-kiat tidak tahu lagi apa yang telah terjadi, namun harapan mencari hidup seketika timbul dalam benaknya, terasa olehnya bahwa kesempatan melarikan diri telah tiba saatnya sekarang juga.   Entah dari mana datangnya tenaga begitu timbul hasratnya melarikan diri, mendadak dia bertopang tangan harus melompat bangun berdiri, namun kedua lututnya masih goyah, kaki juga amat enteng sehingga tubuh menggigil, namun setelah istirahat sebentar, dia yakin dirinya pasti mampu lari dari tempat ini.   Napas berat ditampat gelap itu makin keras dan kerap, suaranya mirip pompa angin tungku lalu didengarnya suara Siau-posu yang tersendat berat .   "Kau ...jangan pergi ... kau .. ."   Cia Ing-kiat memang mendengar sesuatu jatuh tak jauh disampingnya setelah wajah pucat Siau pocu lenyap ditelan kegelapan, namun tak pernah terpikir oleh Ing-kiat bahwa yang jatuh itu adalah Siau-pocu dari Kim hou po Karena sejak dia memperoleh peringatan pertama di Kim hou po dulu sampai sekarang, sebab jelas diketahui bahwa Kungfu Siau-pocu teramat tinggi, jago-jago silat kelas tinggi atau para ketua suatu aliran dan perguruan ternama juga belum tentu dapat menandinginya.   Tapi dengus napas dan suara yang terputus tadi jelas adalah suara Siau-pocu dan ini membuktikan yang jatuh memang dia.   Kalut pikiran Cia Ing-kiat, namun yang terpikir sekarang adalah melarikan diri, kalau terlambat tentu dirinya bisa celaka.   Maka dia coba menggerakan kakinya, selangkah dua / langkah meski lutut goyah kaki gemetar masih kuat juga dia maju dua langkah lagi, namun malam gelap pekat didalam kuil itu, entah kakinya tersantuk apa, seketika dia jatuh terguling mencium lantai.   Cia Ing-kiat merasa perlu menghimpun tenaga, maka dia tinggal rebah diam sesaat lamanya, setelah dirasa napasnya tenang dan tenaga mulai timbul, kaki tangan bekerja merambat kearah pintu kuil, setelah berada diluar pintu baru dia merangkak berdiri, namun tak kuat melangkah lebih jauh.   terpaksa dia menggelendot didaun pintu mengatur napas.   Deru napas ditempai gelap itu ternyata makin tak karuan, keadaannya seperti amat tersiksa, namun Ing kiat pikirkan keselamatan diri sendiri, tubuhnya basah dan kotor, sekuatnya dia dorong batu penindih daun pintu, lalu menarik daun pintu, angin silir segera menghembus masuk, lekas Cia Ing-kiat menerobos keluar dengan langkah sempoyongan, akhirnya tersungkur jatuh pula merangkak dua tiga kali lalu mendekam lemas dingan napas tetap memburu.   Kalau Cia Ing-kiat tidak diburu keinginan lekas melarikan diri sehingga pikirannya terlalu tegang, setelan beristirahat sejenak sebetulnya dia bisa lari dengan leluasa, soalnya dia ketakutan oleh bayangannya sendiri bahwa dia bisa melarikan diri dari hadapan Siau pocu, setelah sekian lama mendekam ditanah, mulai dia meronta bangun sebelum melangkah pergi, tak tertahan dia menoleh kebelakang.   Ruang kuil tadi gelap gulita, setelah dia membuka pintu cahaya rembulan sedikit menyorot masuk kedalam.   Maka dilihatnya seorang meringkel memeluk lutut diatas lantai, keadaan orang ini benar-benar mirip trenggiling, badannya masih kelihatan kelejetan lagi.   keadaannya mirip dirinya waktu tersiksa tadi.   Cia Ing-kiat tanpa sengaja menoleh kebelakang.   namun setelah melihat lebih jelas, dari pakaiannya, walau tidak kelihatan wajahnya, dia tahu orang yang meringkel / dengan napas menderu seperti knalpot itu pasti adalah Siau-pocu dari Kim-hou-po.   Sungguh tak habis heran hati Cia Ins-kiat dia tidak tahu apa yang terjadi, pada saat itulah dia mendengar suara ratapan Siau-pocu yang terputus-putus .   "..Kau ... jangan pergi ... kali ini ... aku ... penyakitku ... kumat lebih ... lihay, obat ... penawar ... berada di ..dalam ... kantong ... bajuku ..."   Siau pocu yang meringkuk itu seperti berusaha menggerakan kepala menoleh kemari namun getaran tubuhnya sekeras itu hingga tulang, tulang sekujur badannya berbunyi keretekan.   Betapapun Cia Ing kiat adalah seorang yang cerdik dan pandai, meski keadaan sendiri juga masih payah, namun setelah melihat dan mendengar suara Siau-pocu, segera dia jelas duduk persoalannya.   Dia menduga Siau pocu pasti mengidap suatu penyakit aneh yang sering kumat menyiksa dirinya, walau Kungfunya biasa amat tinggi, namun bila penyakit itu kumat, otaknya seakan-akan lumpuh total, tenaga menggerakan tangan merogoh keluar obat penawar dari dalam kantong sendiri pun tidak mampu.   Terpikir pula oleh Cia Ing-kiat, bila penyakit aneh ini sudah kumat sehebat itu, jikalau tidak lekas minum obat penawarnya, salah-salah jiwanya bisa direnggut elmaut.   Bila Siau-pocu Kim-hou po mampus, berarti dirinya tidak akan menghadapi musuh tangguh yang berbahaya ini.   Demi keselamatan dan kepentingan sendiri, maka dia berputar hendak beranjak pergi.   Didengarnya suara Siau-pocu memekik seram dan mengerikan.   "Lekas kemari."   Entah kenapa Cia Ing-kiat berjingkat mendengar teriakan setengah meratap ini, hatinya sungguh kalut, untuk menolong Siau pocu mudah saja tinggal dia ulur tangan, kalau / membiarkan orang mati tersiksa oleh penyakit sendiri juga gampang saja asal tinggal pergi, namun dia sudah mengambil keputusan bagaimana dia harus mengambil keputusan.   Kembali Siau-pocu mengerang hebat, tanpa kuasa Cia Ing-kiat membalik tubuh, dilihatnya tubuh Siau-pocu meringkuk semakin kencang dengan tubuh bergetar keras, sekujur badannya mengeluarkan suara keretekan seperti piring pecah, hanya sekilas Cia Ing-kiat melenggong, segera dia melangkah lebar masuk kedalam kuil.   Diluar dia masih bimbang, tapi begitu berada didalam kuil, langkahnya tidak ragu-ragu lagi, cepat dia memburu maju serta berjongkok disamping tubuh Siau-pocu, tampak selebar mukanya ternyata merah membara, mata terpejam, kedua tangan bersilang mendekap dada, maka untuk merogoh obat menawar didalam kantong bajunya Cia Ing kiat harus menarik kedua tangannya itu, namun waktu dia pegang lengan orang, ternyata tangan orang, kaku keras laksana besi, ditarik Juga tidak bergeming.   Apa boleh buat terpaksa Cia-Ing kiat kerahkan tangannya, sekali jambret dia tarik robek baju didepan dada Siau-pocu.   lalu dari bawah ketiaknya dia merogoh kedalam bajunya.   Tapi begitu tangannya merogoh kedalam dekapan kedua tangan orang seketika dia tertegun karena tangan yang terulur masuk itu manyentuh daging kenyal dan padat, Cia Ing-kiat memang perjaka yang belum pernah menyentuh perempuan, apapun dia tahu bahwa yang disentuhnya itu pasti bukan badan seorang laki-laki.   Maka dilihatnya wajah Siau-pocu makin merah dan jengah, keadaannya jelas lebih payah maka dia tidak berani ayal, segera jari-nya merogoh lebih jauh lalu mencomot keluar sebuah botol porselin kecil, peduli dia laki atau perempuan, setelah tutup botol di buka dia pegang dagu Siau-pocu serta memencet mulutnya hingga terbuka, beberapa butir pil warna hijau didalam botol porselin itu dia tuang kedalam mulutnya, / setelah mengurut, dia memijat pula leher dan pelipisnya baru dia berdiri dan mundur beberapa langkah.   Cia Ing kiat mundur mepet dinding, dengan menggelendot dinding dia berdiri menentramkan pikiran dan pemanasannya.   Dalam keadaan kritis menolong orang barusan hakekatnya Cia Ing kiat tidak memikirkan sebab dan akibatnya, kini setelah pikiran sedikit jernih, baru dia menyadari kemungkinan dirinya telah bertindak salah.   Setelah menelan beberapa butir pil hijau tadi, tenggorokan Siau pocu mengeluarkan suara aneh pula, goncangan tubuhnya mulai mereda, tubuh yang meringkuk kaku itu mulai lemas dan kaki menjulur turun tangan-pun terkulai, kejap lain dia sudah rebah terlentang dengan meluruskan kaki tangan.   Di bawah penerangan cahaya rembulan yang menyorot masuk disamping sana.   kelihatan wajahnya yang merah darah itu mulai pudar, pelupuk matanya pun bergerak-gerak rona mukanya yang pucat kembali seperti semula, kedua matanyapun sudah terbuka.   Melihat Cia Ing kiat berdiri mepet dinding lekas dia melejit bangun dengan gerakan tangkas, tubuhnya terus menyurut mundur ketempat gelap sana sambil membelakangi Cia Ing-kiat, bila dia menoleh Cin Ing-kiat hanya melibat rona mukanya yang pucat pula.   Waktu Siau-pocu berjingkrak berdiri barusan Cia Ing-kiat sudah berniat kabur, namun niatnya terpaksa dia batalkan karena gerak gerik orang ternyata lebin cekatan dan lincah, dia insaf dirinya takkan bisa lolos meski melarikan diri.   Begitulah ditempai gelap Siau-pocu saling pandang dengan Cia Ing-kiat.   sesaat kemudian terdengar Siau pocu berkata .   "Waktu aku masih kecil, ayahku diperdayai orang, sejenis obat beracun dicampur didalam Jit-sek-leng-ci dan diminumkan kepadaku." / Cia Ing Kiat menunggu perkembangan dengan jantung berdebar, kaki tangan berkeringat dingin, entah mujur atau bakal celaka nasib sendiri sukar diramalkan, setelah Siau pocu buka suara menceritakan asal mula penyakitnya itu, legalah hatinya. Merandek sejenak Siau pocu meneruskan ceritanya "Sejak itu meski Iwekangku berlipat ganda lebih maju, tapi setiap sebulan sekali racun dalam tubuhku ikut pasti kumat dengan berbagai cara dan upaya ayahku berusaha menawarkan racun itu. namun tidak berbasil menawarkannya, hanya mampu membuat obat sebagai penawar sementara, setiap kali penyakit ini kumat, bila minum obat bikinan beliau baru aku terhindar dari siksa derita."   Agak lama baru Cia Ing-kiat bersuara dengan bibir gemetar .   "Orang yang mencelakaimu itu ternyata amat kejam."   Dua kali Siau pocu tertawa tawa. katanya .   "Waktu kau melarikan diri dari Kim-hou-po malam itu, kebetulan penyakitku sedang kumat, kalau tidak jangan harap kau bisa melarikan dirimu ?"   Mendengar orang menyinggung urusan dirinya, berdebar jantung Cia Ing-kiat tapi didengarnya Siau-pocu berkata pula .   "Kau pergilah dalam keadaan seperti dirimu, ternyata masih sudi menolong aku, memang harus dipuji dan patut dihargai, pergilah."   Baru sekarang Cia Ing-kiat benar-benar menghela napas lega, terasa badannya mendadak menjadi segar dsn enteng. Namun setelah tahu dirinya telah bebas, dia tidak ingin buru-buru malah, katanya tertawa sambil mengawasi Siau-pccu .   "Kungfumu setinggi itu, jarang ada tandingan, tapi aku juga tidak menduga bahwa kau adalah seorang perempuan."   "Tidak lekas kau enyah."   Sentak Siau-pocu, mendadak sikapnya beringas.   "jangan kau mengundang amarahku untuk membunuhmu." / Sudah tentu Cia Ing-kiat berjingkat, tanpa sadar dia melangkah pergi dua tindak, namun mulutnya membantah.   "Aku terpaksa harus mengambil obat dalam kantongmu, kan bukan salahku."   Sembari bicara dia sudah melangkah keluar. Tapi Siau-pocu mendadak memanggilnya .   "Kembali."   Cia Ing kiat melenggong. dia berdiri lalu membalik pelan pelan, dilihatnya Siau pocu seperti sedang memikirkan sesuatu, Cia Ing Kiat menunggu diam pula, setelah termenung sesaat lamanya, baru didengarnya Stau-pocu berkata .   "Baiklah, kau pergi saja jangan kau ceritakan tentang diriku kepada orang lain."   Lekas Cia Ing kiat mengiakan. lalu menambahkan.   "Pusaka yang ada di dalam Kim hou po memang kenyataan direbut orang, harap kau percaya kepadaku."   Siau pocu menunduk, katanya .   "Umpama berada ditanganmu, juga tidak menjadi soal, aku tidak akan menuntut kepadamu, lekas kau pergi."   Cia Ing-kiat masih kebingungan sesaat lamanya baru melangkah keluar kuil, baru beberapa langkah terasa sesosok bayangan orang berkelebat membawa kesiur angin melesat keluar, hanya sekejap bayangannya sudah lenyap dikegelapan Cia Ing kiat berdiri terlongong didepan pintu kuil.   kejadian yang dialami barusan, seperti impian buruk belaka.   Cia Ing-kiat memejam mata, namun bayangan wajah Siau-pocu yang pucat lesi itu seperti terpampang didepan matanya, muka orang biasa tak mungkin bisa seputih itu, mungkin karena bekerjanya kadar racun jahat dalam tubuhnya sehingga menimbulkan perobahan di kulit wajahnya.   Terbayang pula, bahwa selama Kim hou-po berdiri mungkin dirinya orang pertama yang mampu melarikan diri dari Kim-hou-po tetap segar bugar, disamping rasa duka dan lara, terasa senang dan terhibur pula hatinya.   / Lalu terpikir pula olehnya, sejak meninggal Kim-hou-po.   Jit-sing-to (golok Tujuh bintang) itu selalu dia sembunyikan, sekarang setelah Siau pocu tidak mengusut perkaranya maka dirinya bebas menggunakan golok itu.   Jit-sing-to akan muncul pula di kalangan Kangouw betapapun kepandaian sendiri masih terbatas, bila ayahnya........'"   Teringat pada sang ayah yang telah meninggal, seketika hatinya sedih, dia menarik napas panjang lalu melangkah kedepan tanpa tujuan hingga terang tanah, untung akhirnya dia tiba disebuah kota kecil, tanpa pilih dia memasuki sebuah hotel lantas masuk kamar dan tidur, sehari semalam sebelumnya keadaannya teramat payah dan tersiksa, maka sehari ini dia tidur dengan nyenyak, dalam hati sudah mengambil keputusan, setelah bangun dan kondisi badan segar lagi segera akan berangkat pulang ke Hwi-liong-ceng.   Menjelang petang baru Cia Ing-kiat bangun tidur, setelah menggeliat terasa semangat segar, rasa sakit hilang tenaga penuh, hanya perutnya yang kelaparan segera dia panggil kacung.   Tapi begitu dia berteriak seketika mulutnya ternganga, matapun terbelalak seperti bingung dan tak percaya akan apa yang dilihatnya.   Pagi tadi kabut masih tebal, cuaca remang-remang dia masuk ke hotel, jelas hotel ini kecil sederhana, tapi sekarang setelah dia bangkit duduk di atas ranjang, sinar mentari sudah menyorot masuk dari jendela berukir, kerai menjuntai, tak jauh di tengah ruang dialas meja tertaruh sebuah hiolo yang masih mengepulkan asap wangi, dirinya rebah diatas pembaringan besar berukir dari gading gajah, pajangan serba mewah,perabotnya juga antik.   Seingatnya Hwi-liong-ceng yang dibangun ayah sudah cukup kaya dan mewah, namun dibanding kamar di mana dia berada sekarang, bedanya masih jauh.   Tapi heran Cia Ing-kiat duduk melongong sambil kucek-kucek mata, namun kenyataan dirinya memang berada dikamar mewah ini.   Pada saat itulah langkah lembut terdengar / diluar, keraipun tersingkap, tampak seorang gadis jelita berusia tujuh belasan melangkah masuk lalu berdiri diambang pintu meluruskan kedua tangan, katanya hormat.   "Siau-cengcu ada pesan apa "   Cia Ing-kiat segera melompat berdiri dari atas ranjang, bola matanya terbeliak katanya.   "Tempat apakah ini ?"   Gadis jelita itu seorang pelayan, dia tertawa cikikik sambil mendekap mulut setelah ditanya beberapa kali oleh Cia Ing-kiat baru dia menjawab. .   "Siau cengcu, kalau sudah datangnya tentramkan saja hatimu, buat apa banyak tanya segala?"   Cia Ing-kiat tidak puas akan jawabannya, segera dia melangkah keluar, pelayan itu juga tidak menghalanginya, diluar ternyata sebuah serambi panjang yang berpagar serba ukiran, diluar pagar adalah tanah berumput yang subur menghijau ditaburi kembang-kembang liar yang tak diketahui namanya, beberapa ekor merak berbulu putih laksana salju sedang mengembangkan sayap dan bulu serta ekornya berjalan mondar mandir sambil pasang aksi.   Cia Ing-kiat melompati pagar berlari diatas rerumputan yang masib basah oleh air embun, puluhan langkah kemudian dia membalik badan, tampak gedung mungil di mana barusan dia tidur ternyata berbentuk begitu indah artistik, dibawah pancaran cahaya pagi.   sungguh laksana dialam dewa saja.   Tanah berumput ini ternyata tidak terlindung pagar atau tombak, selepas mata memandang seperti tidak berujung pangkal, di kejauhan tampak gunung gemunung yang sambung menyambung seperti gajah beriring, ini membuktikan bahwa gedung di mana dia tinggal sekarang dibangun diatas sebuah puncak gunung yang lebih tinggi dari mega.   Dalam sesingkat ini Cia Ing-kiat belum menyadari sebetulnya apa yang telah terjadi atas dirinya, maklum pengalamannya selama beberapa hari ini memang teramat / ganjil dan misterius, tapi menghadapi kejadian pagi hari ini, kembali dia dibuat lebih bingung pula.   Waktu dia membalik pula, pelayan cantik itu juga sudah keluar dari kamar, lekas Cia Ing-kiat menghampiri meraya berkata ."Tempat apakah ini, bagaimana aku bisa berada di sini?"   Pelayan itu tertawa, katanya .   "Waktu Siau cengcu datang, kau tidur amat pulas aih."   Cia Ing kiat maklum, meski dirinya tidur pulas juga tak mungkin dipindah tempat tanpa dirinya menyadari, dia yakin dikala dirinya tidur seseorang telah menutuk Hiat-to penidurnya, bukan mustahil dirinya pingsan selama beberapa hari.   Makin di pikir makin bingung, pelayan itu mengawasinya dengan mimik tawa tidak tertawa, Ing-kiat segera menghampirinya, secepat kilat mendadak dia mencengkram pergelangan tangannya, ternyata pelayan ini diam saja.   begitu jari-jarinya mercengkram lantas kerahkan tenaga lebih keras, tapi begitu dia menarik pelayan itu kedekatnya, terasa pergelangan tangan orang selicin belut, hanya sekali sekali sendal tangannya telah terlepas dan menyurut mundur.   Karuan Cia Ing-kiat kaget, bahwa pelayan ini begini lihay maka pemilik rumah ini pasti memiliki kepandaian yang tidak rendah.   Setelah menarik napas, dia berkata pula.   "Sebetulnya tempat apakah ini?"   Pelayan itu tetap tak mau bicara pada saat itulah dari serambi sana mendadak kumandang suara merdu lincah searang gadis lain.   "Cici jelaskan saja, kan tidak apa-apa? Memangnya takut dia melarikan diri?"   Maka muncullah seorang gadis lincah berusia lima belasan dengan langkah gemulai dan tangkas, hanya sekali berkelebat sudah tiba didepan Cia Ing-kiat. wajahnya masih bersifat kanak-kanak, matanya lebar menatap Cia Ing kiat, katanya.   "Tempat ini adalah salah satu dari tiga puluh enam villa Hiat-lui kiong, gunung ini dinamakan Thian lo-hong" / Suaranya merdu nyaring, lalu dia menuding tangan kearah bayangan gunung didepan nan jauh.   Tugas Rahasia Karya Gan KH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Yang kau lihat itu adalah Ko le-kong-san."   Cia Ing-kiat terlongong ditempatnya, mulutnya bungkam, sesaat dia berdiri bingung tak tahu apa yang harus dikatakan.   Tadi sudah terpikir bahwa mungkin dirinya bukan tidur hanya satu dua hari, namun sudah beberapa hari atau sudah berminggu lamanya, pada hal letak Ko-le-kong-san ada puluhan ribu li dari Tionggoan, perjalanan merupakan waktu beberapa bulan lamanya.   Hiat-lui-kiong itu apa dia tidak tahu dan belum pernah dengar.   Seperti orang linglung Cia Ing kiat berdiri sambil mengawasi kedua gadis didepan-nya kedua gadis itu cekikikan geli, akhirnya Cia Ing-kiat tertawa getir, katanya.   "Bagaimana aku bisa berada di sini? Apakah aku dalam mimpi? "   Gadis yang lebih muda agaknya lebih cerewet segera dia menanggapi "Kuatir dijalan kau berontak dan melarikan diri, maka Gin-koh dan Thi-jan Lojin membuatmu tidur hingga sampai di sini."   Mendengar nama Gin-koh dan Thi-jan Lojin baru Cia Ing-kiat sadar duduk persoalannya agaknya kedua laki perempuan inilah yang menculiknya kemari sejak dari rumahnya tempo hari.   dengan alasan pernikahan, pada hal siapa pihak perempuannya tidak dijelaskan sehingga menimbulkan urusan berbuntut panjang, maka dia menduga sekarang dirinya sudah berada di rumah pihak keluarga perempuan.   Namun hatinya masih setengah bimbang, setelah tenang pikirannya dia bertanya.   "Siapakah majikan di sini?"   Kedua pelayan jelita didepan Cia Ing-kiat seketika tertawa geli, gadis yang lebih muda malah tertawa lebih keras, katanya.   "Coba lihat, menurut Gin koh dan Thi-jan Lojin, waktu dia diajak kemari katanya tidak sudi, sekarang ingin tahu dan mau bertemu dengan majikan malah." / Dongkol dan geli juga hati Cia Ing-kiat. katanya keras.   "Tanpa juntrungan tahu-tahu aku berada di sini, apa salahnya kalau aku harus berhadapan dengan majikan kalian?"   Gadis yang lebih muda membelalak mata, katanya.   "Biar kuberitahu kepadamu, keadaanmu sekarang masih lemah, seperti orang sakit, maka kau diharuskan beristirahat secukupnya memulihkan kesehatan, bila roman mukamu sudah kelihatan gagah dan tenaga dalampun sudah pulih baru boleh kau menemui majikan kami."   Cia Ing-kiat hanya tersenyum kecut, namun dalam hati merasa kaget, karena setelah disiksa dua kali didalam kuil, Siau-pocu apakah dirinya terluka dalam atau tidak dia sendiri tidak tahu.   Maka dia coba menarik napas pelan-pelan lalu mengerahkan hawa murni, celakanya begitu hawa murni dikerahkan sekujur badan seketika seperti dicocoki ribuan jarum, saking kesakitan dia gertak gigi, muka pucat keringat bercucuran.   Disamping kesakitan hatinyapun amat kaget karena, tanda-tanda ini memang jelas bahwa dirinya terluka dalam yang amat parah.   Cia Ing-kiat menjublek tanpa bicara maka gadis yang lebih kecil itu berkata.   "Nah betul tidak? Sudah percaya? Lekaslah kembali kekamar dan istirahat memulihkan kesehatan?"   Selama hidup kapan Cia Ing-kiat pernah dilayani dengan sikap seperti ini, apa lagi yang main suruh hanya seorang pelayan cilik namun pikirannya ruwet, maka dia tidak hiraukan sikap kasar gadis ini.   dengan menunduk dia beranjak balik kedalam kamar lalu duduk lesu.   Begitu dia menjatuhkan pantatnya diatas kursi.   "   Buk "   Sebuah benda jatuh diatas meja sampingnya, waktu Cia Ing-kiat menoleh, itulah serenteng lembaran bambu tipis yang dijalin dengan benang sutra sebanyak ratusan lembar, mungkin terlalu sering dipegang lembaran bambu tipis ini tampak mengkilap.   / Kembali gadis yang lebih muda yang buka suara."Majikan bilang Kungfumu terlalu rendah yang kau pelajari terlalu banyak ragamnya pula, maka kau harus belajar dari permulaan pula, delapan belas lembar bambu ini berisi pelajaran ilmu Khi-kang dari aliran Iwekeh tingkat tinggi, kau boleh mempelajarinya dengan rajin."   Habis bicara dengan cekikik tawa dia tarik temannya terus beranjak keluar.   Tergerak hati Cia Ing-kiat, segera jemput rentengan bambu itu serta diperiksa dengan teliti, setiap lembar bambu tertera enam gambar orang dengan dandanan orang Biau, ukirannya begitu jelas dan indah seperti hidup, cuma gayanya saja yang agak aneh dan sukar dibayangkan sebelumnya.   Sambil lalu Ing-kiat periksa delapan belas lembar bambu itu dengan bekal kepandaiannya sekarang hakikatnya dia tidak tahu pelajaran ilmu dari golongan atau aliran mana yang tertera didalam lembaran bambu ini apalagi hatinya sedang gundah, maka susah hatinya belajar sesuai petunjuk gambar diatas lembaran bambu ini.   maka dia hanya mondar mandir didalam kamar sambil menggendong tangan.   Tidak lama kemudian kedua pelayan itu datang pula, kali ini membawa hidangan pagi, bila tutup mangkok dibuka, isinya ternyata sejenis bubur warna hitam seperti kecap, bau pedas menyerang hidung, entah makanan apa terbuat dari apa pula.   Perut Cia-Ing-kiat memang sudah keroncongan, tapi menghadapi makanan serba hitam kental seperti bubur bukan bubur, betapapun sukar ditelan rasanya, terpaksa sambil mengernyit kening dan memejam mata dia mencobanya, padahal sikap kedua pelayan ini seperti menghidangkan semangkok makanan yang paling lezat didunia ini, melihat Cia Ing-kiat menggaresnya dengan main telan saja, mereka kelihatan agak penasaran.   Beruntun beberapa hari Cia Ing kiat hidup dalam suasana terkekang seperti dikuasai saja, makanya yang disantapnya setiap hari juga barang yang sama, maka diapun tidak / pedulikan apa pelajaran ilmu dalam lembaran bambu tipis itu, cuma dia tidak lupa latihan menurut ilmu dan cara yang pernah dipelajarinya, namun makin hari perasaan hatinya makin ruwet, rasa sakit ditubuhnya juga semakin bertambah malah.   Hingga hari ketujuh, baru Cia Ing-kiat mulai menaruh perhatian terhadap rentengan bambu tipis iiu, sekarang dia lebih cermat dengan memusatkan pikiran lagi sehingga lapat-lapat terasa adanya sesuatu manfaat dari gambar gambar yang tertera disini, lalu dia mencontoh gayanya satu persatu hingga selesai, beruntun dia meniru dua kali, ternyata terjadi perubahan yang diluar dugaan dalam tubuhnya, karuan hatinya girang sekali.   Diatas delapan belas lembar bambu tipis itu tertera seratus delapan gaya intisari pelajaran latihan Khikang dari aliran Lwekeh, satu gaya demi satu gaya Cia Ing-kiat mempelajarinya, terasa setiap hari dia memperoleh kemajuan yang cukup baik, saking tekun mempelajari ajaran Khikang ini.   tanpa terasa tiga bulan sudah berselang, di puncak gunung itu tak pernah terjadi perobahan cuaca, hawa tetap sejuK seperti musim semi.   Cia Ing-kiat rasakan Lwekang sendiri sekarang telah memperoleh kemajuan yang cukup baik, maka selama tiga bulan ini dia betah dan kerasan hidup disini, hubungannya dengan kedua pelayan itupun sudah intim, cuma kalau ditanya siapa nama mereka, yang besar mengaku bernama Toa-kui (setan gede) yang kecil bernama Siau-kui (Setan cilik) apa boleh buat selanjutnya Cia Ing-kiat memanggil mereka dengan sebutan itu.   Dalam jangka tiga bulan Cia Ing kiat selesai pelajari Khikang yang tertera diatas rentengan bambu tipis itu, waktu itu sudah menjelang tengah malam, Cia Ing-kiat menggerakan tangan dan kaki badan terasa segar dan bersemangat, maka dia melangkah keluar rumah.   / Sejak pertama kali siuman dirumah ini dulu sampai sekarang belum pernah timbul hasratnya untuk turun gunung, kini dengan langkah berlenggang kakinya berjalan kepinggir sebuah ngarai.   Cuaca cerah bulan sedang memancarkan cahayanya yang benderang, tampak gumpalan mega bergulung di bawah kakinya, pandangan matanya hanya bisa mencapai tujuh kaki jauhnya, tapi ciptaan alam yang dilihatnya sudah serba serbi.   Menyusun pinggir ngarai Cia Ing kiat jalan-jalan sambil menggendong tangan, mendadak dilihatnya didepan sebuah pohon raksasa yang dahan besarnya menjorok keluar, diatas dahan pohon ini terikat akar rotan yang besar menjulur turun kebawah.   Tergerak hati Cia Ing-kiat.   Selama tiga bulan diatas puncak ini, walau hidupnya cukup enak dan tentram tidak kekurangan, namun siapa pemilik rumah ini tidak pernah diketahui, ini pertanda orang bermaksud baik terhadap dirinya, namun hidup dikuasai orang begini juga tawar rasanya, kenapa aku tidak turun kebawah melihat keadaan yang sebenarnya ? Puncak ini dikelilingi dinding curam tiada jalan untuk naik turun, mungkin hanya akar pohon inilah jalan satu-satunya untuk turun kebawah gunung Maka tanpa banyak pikir Ing-kiat segera maju ke sana serta lompat bergantung serta melorot kebawah berpegang akar rotan besar itu.   Baru beberapa tombak tubuhnya sudah ditelan gelombang mega yang bergulung-gulung, seolah-olah dirinya hidup dalam lingkungan dewa saja.   sekelilingnya tidak terlibat jelas.   Begitulah selama bebeiapa kejap dia sudah melorot ratusan tombak kebawah, baru kedua kakinya menyentuh bumi, sekilas dia celingukan, meski di sini mega juga bergolak, namun samar amar dia dapat meneliti sekitarnya, dirinya searang berdiri diatas sebuah panggung batu kecil.   Tengah dia berpikir bagaimana dirinya harus bertindak lebih lanjut, mendadak didengarnya disebelah kiri ada suara / percakapan orang.   Cepat Cia Iing-kiat melompat kesamping kanan menyembunyikan diri dtbelakang sebuah batu besar.   Suara percakapan itu makin jelas dan dekat, itulah percakapan Toa kui dan Siau kui, terdenger Siau-kui sedang berkata "Sungguh aneh, kemaren kami masih bisa menangkap delapan puluhan ekor, kenapa hari ini seekor-pun tidak tampak ? Mungkin ada orang tahu manfaatnya lalu naik kemari mencurinya?"   Lain terdengar suara Toa-kui berkata.   "Mungkin juga sudah lari semuanya"   Siau-kui mendengus, katanya.   "Hm. mana mungkin, Ki-thian hiang yang ditanggalkan majikan selalu dapat memancing kedatangannya, hari ini hasil kita cuma sedikit terpaksa hidangan harus dicatut untuk dia."   Cia Ing kiat mencuri dengar pembicaraan mereka dibelakang batu.   lekas sekali kedua gadis ini sudah tak jauh dari tempat sembunyinya, waktu dia mengintip dilihatnya Siau-kui memegang sebatang rotan, diatas rotan inilah direnteng delapan ekor binatang mirip kepiting tapi bukan kepiting, seperti kala jengkang tapi juga bukan, setiap ekor sebesar kepelan tangan, kedua sisi tubuhnya tumbuh rambut kasar berwarna-warni dengan kaki dan cakarnya yang berjumlah puluhan seperti kaki klabang binatang aneh itu kelihaian masih hidup karena kailnya yang banyak kemerahan itu bergerak gerak dengan meneteskan liur kental berbau amis, bentuknya yang jelek menjijikan sekali.   Melihat jelas binatang-binatang aneh yang menjijikan ini, seketika Cia Ing-kiat terbayang selama tiga bulan ini dirinya makan bubur yang dibuat dari daging binatang menjijikan ini rasa mual merangsang hatinya, tak tahan mulutnya menguak seperti orang hampir muntah.   Sudah tentu suaranya mengejutkan Toa kui dan Siau-kui, serempak mereka membentak.   "   Siapa ?" / Tahu tak bisa sembunyi lagi dengan tangan mendekap mulut Cia Ing kiat berdiri dari tempat sembunyinya.   tangannya menuding rentengan binatang diatas rotan itu, ingin bicara tapi urung karena dirangsang bau amis dan hampir tumpah lagi.   Siau kui justru angkat tangannya yang memegang rotan di mana binatang menjijikan itu direnteng, katanya.   "Alah, aksi. Memangnya kau kira binatang ini tidak enak ? Tidak tahu diri."   Cia Ing-kiat makin merinding, setelah melihat jelas bentuk binatang. Pada saat itulah ditengah gumpalan mega tak jauh dipinggir sana seseorang tiba tiba tertawa dingin, katanya.   "Memang bocah tidak tahu diri. Haha ha."   Mendengar tawa dingin serta perkataan ditengah mega itu, Cia Ing kiat melenggong, dilihatnya Toa-kui dan Siau-kui berobah air mukanya, sejak berkenalan dan bergaul rapat dengan kedua cewek jelita ini, selalu dalam keadaan riang gembira, belum pernah dia melihat sikap kedua cewek yang serius, takut dan kuatir.   Waktu Cia Ing kiat memandang kearah datangnya suara, tampak ditengah gnmpalan mega yang bergulung pergi datang itu samar samar kelihatan bentuk sesosok bayangan putih, perawakannya tinggi kurus, warna mega putih kelabu, sementara orang Itu juga mengenakan pakaian serba putih, wajahnya tidak kelihaian, hanya terlihat tubuhnya seperti terombang-ambing mengikuti bergolaknya mega yang turun naik dan melebar.   Disaat Cia Ing kiat terlengang, suara dingin orang itu kumandang pula.   "Katak bintang seratus kaki ini adalah salah satu dari empat puluh sembilan binatang ajaib yang dikenal aliran To, beruntun kau telah memakannya tiga bulan, sekarang malah anggap binatang ini menjijikan apa tidak lucu dan menggelikan ?" / Sebelum sadar apa yang terjadi mendadak terasa oleh Cia Ing kiat segulung angin dingin merasuk tulang telah melanda dari arah belakang, didengarnya Toa-kui dan Siau kut menjerit kaget, waktu Cia Ing-kiat menoleh dilihatnya bayangan putih yang remang-remang itu sedang menerjang kearah dirinya. Gerakan bayangan putih yang menimbulkan gelombang hawa dingin ternyata membawa gumpalam mega yang bergolak. Hakikatnya Cia Ing-kiat tidak tahu siapa orang ini, namun selama bergaul tiga bulan dengan kedua cewek yang diketahui berkepandaian tinggi ini. ternyata menjerit kaget dan ngeri, maka dia menduga bayangan putih itu pasti musuh tangguh yang bermaksud jahat, secara retflek dia menepuk sebelah tangannya. Ternyata lawan seperti tidak merasakan tepukan tangannya, bayangannya tetap menerjang maju. hanya sekejap Ing-kiat rasakan sejalur hawa dingin telah meresap keulu hati. Kejadian berlangsung secepat kilat, waktu dia menunduk dilihatnya tiga jari kurus kering seperti cakar burung ternyata telah mengancam urat nadi dipergelangan tangannya. Karuan kejut Cia Ing kiat bukan kepalang, lekas dia tarik tangan, diluar dugaan ketiga jari tangan itu juga segera ditarik mundur, agaknya tujuan orang hanya memunahkan tekanan pukulan telapak tangan yang barusan. Sekarang baru Ing kiat melihat jelas wajah bayangan putih yang remang-remang tadi orang berdiri tiga kaki dimukanya. wajahnya putih tanpa darah, tulang pipinya menonjol, matanya cekung, namun bola matanya bersinar hijau, tampangnya memang menakutkan, melihat Cia Ing-kiat berdiri tegak gemetar, diapun berdiri diam tidak bergerak. Pada saat itulah Toa-kui dan Siau kui menghardik bersama terus menubruk datang dari belakang jari runcing mereka masing-masing mencengkram pundak kanan kiri orang itu. / Sergapan Toa-kui dan Siau-kui boleh dikata amat lihay, ternyata orang ini tetap berdiri santai mengawasi Cia Ing-kiat, tidak berkelit atau menangkis.    Karena Wanita Karya Kho Ping Hoo Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong Geger Solo Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini