Ceritasilat Novel Online

Pedang Darah Bunga Iblis 14


Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH Bagian 14


Pedang Darah Bunga Iblis Karya dari G K H   Ter-bayang2 olehnya akan wajah ibunya yang belum pernah dilihatnya.   Lantas terbayang juga calon istrinya Phoa Kin sian gadis nan ayu rupawan bak bidadari, dia sudah mengandung, sekuntum bunga bahagia mekar pada wajahnya, yang selama ini sayu dan redup, agaknya dia sudah melupakan akan segala pengalamannya yang pahit getir selama ini.   Hari itu, didepan puncak Siau sit hong muncul seorang pemuda ganteng, bertubuh tegap gagah berwajah dingin membeku penuh kecongkakan.   Dia, bukan lain adalah Sia sin kedua Suma Bing.   Menyusuri jalanan gunung yang ber-liku2 Suma Bing tengah menempuh perjalanannya menuju kegereja Siau lim si.   Tidak lama kemudian pintu biara yang agung itu sudah samar2 terlihat dari kejauhan.   Serta merta berdetak hati Suma Bing, ketegangan mulai melingkupi benaknya.   Tiba2 terdengar sabda Budha yang keras menggetarkan telinga, muncullah dua pendeta berjubah abu2 tangan mereka membekal tongkat Hong pian jan dan menghadang ditengah jalan.   Tanpa disadari Suma Bing menghentikan langkahnya.   Salah seorang pendeta itu, sebelah tangannya dirangkap didepan dada memberi sapa hormat lalu bertanya.   "Sicu ini orang kosen darimanakah?"   "Aku yang rendah Suma Bing!"   Mendadak berubah airmuka kedua pendeta itu, kata pendeta yang bicara tadi.   "Sia sin kedua yang dikabarkan di Bulim itu adalah Sicu adanya?"   Suma Bing mengiakan sambil manggut2.   "Ada pengajaran apakah tuan datang ke biara kita?"   "Ada urusan penting, aku ingin berjumpa dengan Ciang bun Hong tiang!"   Lagi2 kedua pendeta itu tergetar, kata yang lain.   "Sicu ingin bertemu dengan Hong tiang?"   Suma Bing menganggukkan kepala.   "Benar!"   Sahutnya tidak sabaran.   "Silakan Sicu sebutkan maksud kedatanganmu, jadi ada alasan siau ceng melapor pada ci khek (pendeta penerima tamu)?"   "Yang ingin kutemui hanyalah Ciang bun Hong tiang kalian, tentang maksud kedatanganku, nanti setelah ketemu Hong tiang kalian baru kukatakan"   "Ini merupakan peraturan biara kita, adalah Ci khek yang menyambut tamu, apakah itu urusan kecil atau besar, baru dilaporkan kepada pengawas atau Hong tiang" "Peraturan biara kalian terlalu melit,"   Jengek Suma Bing.   "Silahkan kalian berdua lapor, katakan Suma Bing ingin ketemu Hong tiang kalian."   Rona wajah kedua pendeta itu berobah tak menentu, salah seorang segera berkata.   "Kalau Sicu tidak menerangkan maksud kedatanganmu, maaf Siau ceng tak bisa melapor, silakan turun gunung saja!"   Membeku wajah Suma Bing, desisnya.   "Aku yang rendah minta bertemu secara hormat, terhitung aku segan dan menghormati partai kalian, ini sudah sangat sungkan sekali. Kalau kalian benar berkukuh ingin aku menyebut maksud kedatanganku, maaf..."   "Bagaimana?"   "Maka terpaksa aku yang rendah langsung mencari sendiri Ciangbun kalian."   Kedua pendeta itu mundur ketakutan sambil melintangkan Hong pian jan...   "Apa kalian mau berkelahi?"   Ejek Suma Bing menghina. Salah seorang pendeta itu berseru gusar.   "Tempat suci yang agung, tidak boleh membuat kerusuhan disini, harap Sicu suka berpikir panjang!"   "Bagus benar tempat suci yang diagungkan!" dengus Suma Bing sambil melangkah maju hendak menerjang.   "Sicu tidak mendengar nasehat, terpaksa Siau ceng turun tangan!"   Dua batang Hong pian jan berseliweran bagai bayangan gunung membawa deru angin badai yang menungkrup kearah Suma Bing...   "Enyah kalian!" ~ begitu kedua tangan Suma Bing bergerak aneh sekali tahu2 kedua Hong pian jan yang menyambar2 tadi sudah dicekal di kedua tangannya. Keruan kaget kedua pendeta jubah abu2 itu bukan kepalang, serasa semangatnya terbang keawang2, sekuat tenaga mereka menarik berbareng, namun sedikitpun tidak bergeming. Mendadak sejalur hawa panas yang kuat menerjang kearah nereka melalui tongkat panjang mereka sendiri, seketika kedua pendeta itu merasa tergetar cekalan tangannya kontan terlepas badan mereka tersurung sempoyongan delapan kaki jauhnya. Suma Bing lontarkan kedua Hong pian jan itu ketanah seketika kedua tongkat panjang itu amblas separohnya kedalam tanah, lalu secepat terbang ia berlari keatas "Siapa itu bernyali besar berani menerjang masuk biara, melukai orang."   Begitu bentakan bagai geledek ini berhenti, lantas muncul seorang pendeta tua tinggi kekar bagai sebuah menara melayang tiba ditengah jalan, kebetulan tiba menghadang dihadapan Suma Bing.   Setelah itu beruntun muncul lagi delapan pendeta pertengahan umur yang bertubuh kekar dan gagah perkasa.   Menghadapi situasi yang tidak menguntungkan ini mau tak mau Suma Bing harus berpikir.   Sebelum duduk perkara sebenarnya dapat kuketahui, ada lebih baik aku tidak melukai orang, langsung saja menerjang ke biara besar, rintangan2 ini sangat menyebalkan.   Karena pikirannya ini segera ia kembangkan gerak kelit dari pelajaran Bu siang sin hoat, begitu berkelebat mengitari barisan para pendeta itu terus langsung berlari kepintu besar pesanggrahan gunung didepan sana.   Para pendeta itu hanya merasa pandangan mereka kabur lantas tahu2 kehilangan bayangan musuhnya.   Keruan kejut mereka bukan buatan, waktu mereka berpaling kebelakang dilihatnya musuh sudah melesat tiba diluar pintu pesanggrahan, serentak mereka membentak be-ramai2 terus menguber dengan kencang.   Para pendeta dalam pintu pesanggrahan agaknya sudah mendengar ribut2 ini dan sudah siap siaga, beberapa puluh pendeta segera memberondong keluar mencegat dipintu besar itu...   Akan tetapi bagai bayangan iblis tahu2 Suma Bing sudah berkelebat melewati puluhan pendeta ini dan dalam sekejap mata sudah tiba diluar pintu biara.   Cara gerak tubuh itu benar2 belum pernah ada dalam dunia persilatan.   "Sicu harap berhenti!"   Seorang pendeta tua yang kurus tinggi berdiri tegap tengah pintu biara, matanya berkilat2 menatap wajah Suma Bing. Gesit sekali Suma Bing menghentikan tubuhnya, dingin ia menatap orang, tanyanya.   "Siapakah Toa suhu ini?"   "Pinceng Liau Seng pengawas kelenteng ini, siapakah Sicu ini?"   "Aku yang rendah bernama Suma Bing!"   "Untuk apa kau menerjang kemari melukai orang?"   "Aku yang rendah ada urusan penting mohon bertemu dengan Ciangbun Hong tiang kalian, murid kalian merintangi tidak kenal aturan..."   "Perbuatan Sicu ini agaknya memandang rendah partai kita!"   Disemprot terang2an, bergolak amarah Suma Bing, desisnya geram.   "Aku yang rendah merasa sudah berlaku sangat sungkan sekali!"   Berobah air muka Liau Seng si pengnwas kelenteng, sorot matanya semakin tajam me-nyala2, lebih kentara akan kesempurnaan latihan kepandaiannya.   Para pendeta yang mengejar tiba melihat pendeta pengawas sudah keluar menguasai keributan ini, beramai2 mereka menyingkir kesamping dan mundur teratur.   "Ada urusan apa Sicu hendak bertemu dengan Hong tiang kita?"   "Setelah ketemu Hong tiang kalian belum terlambat kujelaskan."   "Katakan kepada Pinceng juga sama saja!"   "Apa Taysu berani bertanggung jawab?"   "Mungkin!"   Berobah serius wajah Suma Bing, suaranya rendah berat.   "Aku harus tahu siapakah perempuan yang kalian kurung di gua belakang puncak ini?"   Wajah Liau Seng berobah kaku menegang dan mundur dua tindak, tanyanya.   "Darimana juntrungan ucapan Sicu ini?"   "Orang beribadat pantang berbohong, Toa suhu kau mengaku tidak?"   "Apa maksud Sicu sebenarnya?"   "Tidak apa2, hanya ingin kutahu orang yang terkurung itu siapa!"   "Ini..."   "Taysu tidak berani menjawab?"   Liau Seng bungkam, Suma Bing tertawa dingin, katanya lagi.   "Kalau Taysu tidak berani menyawab terpaksa aku minta petunjuk Hong tiang kalian saja!" belum habis ucapannya tahu2 bayangannya sudah menghilang. Bergidik seram Liau Seng Taysu, mengandal kesempurnaan latihannya ternyata tidak mampu melihat orang menggunakan gerak tubuh apa menghilang dari pandangannya, ini hampir menyerupai ilmu sesat. Maka sebat luar biasa ia membalik berlari masuk biara... Setelah melewati Wi to tiam, didepan pekarangan Tay hiong po tiam jauh2 sudah terdengar suara bentakan dan makian. Kiranya pendeta penyambut tamu dan beberapa pendeta yang sedang berdinas jaga sudah mengepung Suma Bing ditengah pekarangan itu. Liau Seng Taysu langsung berlari masuk kebelakang... Terdengar Liau Ngo Taysu pendeta penyambut tamu tengah membentak gusar.   "Sicu menerjang tiba dan membuat huru-hara dibiara kita, agaknya memandang rendah kepandaian kaum Siau lim kita?"   "Taysu tidak mau pergi melapor, apa aku harus menerjang langsung menuju kekamar Hong tiang?"   "Kalau Sicu masih sedemikian kurang ajar dan tak mengenal aturan, terpaksa Pinceng turun tangan!"   "Mengandal kepandaianmu masih bukan tandinganku!"   Kata2 yang terang2an menghina ini membuat Liau Ngo Taysu dan keenam pendeta dinas itu naik pitam dan berobah air mukanya.   "Silahkan Sicu merasakan kelihayan ilmu silat dari Siau lim!"   Serempak dengan habis suaranya pukulannya sudah merangsang tiba.   Dalam gusarnya Liau Ngo Taysu kerahkan setaker tenaganya menggunakan ajaran tunggal Siau lim yang terampuh yaitu pukulan Cui pi ciang, betapa keras dan hebat pukulan ini benar2 dapat menghancur luluhkan batu yang betapa keraspun.   Meskipun mulut Suma Bing berkata temberang, namun didalam hati dia tidak berani memandang enteng kelihayan para pendeta Siau lim yang sudah bersejarah tua ini, Kiu yang sin kangpun tak ayal segera dikerahkan sampai sepuluh bagian tenaganya...   Cui pi ciang dan Kiu yang sin kang sama2 adalah berkekuatan tenaga keras bersifat panas.   Suara menggelegar menggetarkan bumi dan bangunan kelenteng sekitarnya.   Kontan Liau Ngo Taysu terpental jauh setombak lebih sambil menghamburkan darah segar.   Keenam pendeta dinas itu juga tidak luput terpelanting keterjang angin badai yang mengembang keempat penjuru.   "Liau Ngo Sute, mundurlah!"   Alis putih Liau Seng Taysu berkerut dalam, berdiri tenang dan garang diundakan depan Tayhiong po tiam.   Liau Seng Taysu bersabda memberi hormat terus mengundurkan diri bersama keenam pendeta berdinas itu.   Se-konyong2 suara kelintingan bergema, delapan belas pendeta bertubuh kekar berwajah garang bengis berbaris keluar dari kiri kanan pintu samping Toa tian, masing2 terbagi sembilan terus berbaris jajar dikedua samping.   Diam2 Suma Bing membatin.   ini pasti cap pek lohan (delapan belas Lohan) yang kenamaan dari Siau lim itu...   Belum hilang pikirannya, menyusul berjalan keluar seorang pendeta tua beralis putih juga terus berdiri berhadapan dengan Liau Seng Taysu.   Peraturan Siau lim si sangat keras, meskipun terjadi urusan penting betapa besar pun para muridnya tidak diperbolehkan sembarangan bergerak.   Selanjutnya seorang pendeta tua yang mengenakan kasa terbuat dari saten berwajah bersih agung per-lahan2 keluar dari ruangan besar itu, dibelakangnya tidak kurang duapuluh pendeta tua muda mengikutinya.   Segera Liau Seng dan pendeta yang baru datang itu membungkuk bersabda lalu berseru lantang.   "Menghadap Ciangbun yang mulia!"   "Para sute tidak perlu peradatan!"   Kiranya pendeta tua yang berkasa saten bersulam itu bukan lain adalah Ciangbun Hong tiang Siau lim si Liau Sian Taysu adanya. Segera Suma Bing angkat tangan memberi hormat.   "Yang mulia apakah Ciangbun Hong tiang?"   Sikap yang dingin dan nada yang menghina ini membuat para pendeta Siau lim yang hadir membelalak gusar. Ciangbun Liau Sian Taysu bersabda Buddha lalu berkata.   "Memang Pinceng Liau Sian adanya, kedatangan Sicu ini aku sudah mendapat laporan dari pengawas kelenteng..."   Tidak sabaran lagi segera Suma Bing menandaskan.   "Lalu bagaimana keputusan Ciangbun Taysu?"   "Darimana Sicu mengetahui bahwa dibelakang puncak Siau sit hong ada terkurung seorang perempuan?"   "Ini aku tidak dapat memberi jawaban, hanya ingin kutegaskan apakah benar ada hal itu?"   "Ya, memang ada!"   Berdetak keras jantung Suma Bing, ujarnya penuh haru.   "Kalau ada aku yang rendah mohon perkenankan untuk bertemu!"   "Apa hubungan Sicu dengan perempuan yang terkurung itu?"   "Ini..."   Sesaat lamanya Suma Bing tidak mampu memberi jawaban positif. Tak mungkin dia mengatakan bahwa perempuan itu adalah ibunya, bagaimana kalau bukan? Tiba2 terpikir sesuatu olehnya terus sahutnya.   "Aku yang rendah harus membuktikan apakah perempuan itu adalah orang yang kupikirkan!"   Berobah serius wajah Liau Sian, katanya sungguh2.   "Kalau begitu, hakikatnya Sicu belum tahu siapakah perempuan yang terkurung itu?"   "Boleh dikata demikian!"   "Bukankah permohonan Sicu itu membuat keributan tanpa aturan?"   Wajah Suma Bing mengelam hitam.   "Yang mulia sebagai ketua, kata2mu penuh pertanggungan jawab, ini bukan membuat keributan tanpa aturan!"   Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Keruan merah jengah wajah Liau Sian Taysu, tanyanya;   "Siapakah orang yang Sicu pikirkan itu?"   Benak Suma Bing bekerja keras.   ada lebih baik tidak kukatakan, kalau membungkah asal-usul sendiri, dan orang yang dikurung itu sebaliknya bukan ibunya, hal ini akan membawa rintangan banyak dalam pengejarannya kepada musuh2nya, maka segera ia menyahut.   "Hal ini susah kuterangkan, aku hanya ingin bertemu sekali saja dengan orang itu kalau bukan orang yang kupikirkan, segera aku minta maaf dan pergi dari sini!"   "Kita juga ada kesukaran tak dapat melulusi permohonan Sicu."   Suma Bing berusaha menahan gusar, tanyanya.   "Kalau begitu harap tanya siapakah perempuan yang dikurung itu?"   "Urusan ini menyangkut kepentingan dan rahasia partai kita, maka tak dapat kujelaskan!"   Meluap amarah Suma Bing susah ditekan lagi, dengusnya dingin.   "Secara hormat aku mohon bertemu, kalau Ciangbunjin tidak bisa melulusi, maka jangan salahkan aku..." "Sicu hendak berbuat apa?"   Desak Liau Sian dengan nada berat matanyapun menyorong garang me-nyala2.   "Aku akan membuktikan sendiri!"   Semua pendeta yang hadir membelalak gusar dan mematung bagai arca tembaga, otot dijidat mereka merongkol keluar menahan gusar, tapi dihadapan Ketua mereka sebelum menerima perintah mereka tak berani bergerak.   Suasana semakin meruncing tegang penuh mengandung nafsu pembunuhan.   Agaknya kepandaian dan latihan batin Liau Sian sudah sempurna, air mukanya masih kelihatan sabar welas asih, suaranya datar.   "Mungkin Sicu takkan mampu bergerak sesuka hatimu!"   "Belum tentu!"   Bentak Suma Bing murka terus memutar tubuh hendak...   Sebelum kakinya bertindak, delapan belas Lo Han yang berdiri disamping kanan kiri itu mendadak secepat kilat menggeser kedudukan, tahu2 Suma Bing sudah terkepung.   Suma Bing mendengus hina keras, ejeknya.   "Kalian takkan mampu merintangi aku."   Kelebat tubuhnya seringan asap tanpa bayangan laksana setan mengambang tahu2 sudah berada diluar kurungan. Kesempatan untuk berpikir bagi delapan belas Lo Han belum ada tahu2 sudah kehilangan musuhnya.   "Bu siang sin hoat!"   Tercetus seruan dari mulut Liau Sian, wajahnyapun berobah.   Seruan Liau Sian Taysu ini menggegerkan seluruh hadirin.   Suma Bing sendiri juga melengak heran, hanya sekali lihat saja lantas ketua Siau lim si ini dapat menyebutkan asal usul gerak tubuhnya itu.   Agaknya Ketua Siau lim Liau Sian Taysu sangat terpengaruh oleh perasaannya, suaranya gemetar.   "Dimana pengawas kelenteng?"   "Tecu disini!"   Sahut Liau Seng sambil merangkap tangan.   "Harap pengawas kelenteng perintahkan seluruh penghuni kelenteng bersiap siaga!"   "Tecu terima perintah!"   "Dimana pelaksana hukum?"   Seorang pendeta tinggi tegap tampil kedepan.   "Tecu disini!"   "Silahkan Ngo tianglo keluar!"   "Tecu terima perintah!"   Seketika suara lonceng bergema membumbung keangkasa, membawa ketegangan yang meruncing bagi biara kuil yang agung ini.   Bayangan manusia berkeliaran diluar dalam Siau lim si yang besar itu sudah penuh terjaga ketat seumpama jaring2 si laba2 B a r u s e k a r a n g S uma B i n g m e n g i n s a f i a k a n s i t u a s i y a n g me n e g a n g k a n i n i , h a t i n y a b e r d e t a k k e r a s , n a g a 2 n y a S i a u l im s i me n g e r a h k a n s e l u r u h k e k u a t a n n y a u n t u k me n g h a d a p i d i r i n y a .   K e a d a a n b e r o b a h memb u r u k s e d emi k i a n c e p a t s e t e l a h d i r i n y a me l a n c a r k a n p e l a j a r a n B u s i a n g s i n h o a t , aPeplaan mdaun nmgakntianp.   .la.n gkah Liau Sian menuruni undak2, para pendeta pelindung dibelakangnya juga tidak ketinggalan maju mengikuti.   "Suma sicu harap suka sebutkan perguruanmu?"   "Ciangbunjin sudah tahu tapi sengaja bertanya?"   Balas tanya Suma Bing dongkol. "Yang Pinceng maksudkan adalah asal-usul Bu siang sin hoat itu?"   "Ini, maaf, tak perlu kusebutkan!"   "Apa hubungan Sicu dengan Bu siang sin li?"   Suma Bing membatin; mungkin Bu siang sin li ada pertikaian apa dengan pihak Siau lim si. Bu siang sin li adalah tokoh yang menggetarkan Bulim pada ratusan tahun yang lalu peristiwa ini susah dijelaskan, maka ia menggeleng serta katanya.   "Tiada sangkut paut apa2!"   "Lalu darimana Sicu mempelajari Bu siang sin hoat itu?"   "Sukar kujelaskan!"   Pada saat itulah mendadak terdengar tembang panjang.   "Para Tianglo sudah tiba!"   Lima orang pendeta tua beralis putih panjang mengenakan kasa merah perlahan2 keluar dari Toa tian Segera Liau Sian maju dua langkah sedikit membungkuk dan berseru.   "Menyusahkan para Tianglo ikut hadir disini!"   Serentak kelima Tianglo bersabda Baddha sambil membungkuk tubuh, seorang yang terdepan segera berkata.   "Kami beramai tidak berani terima hormat besar Ciangbunjin, tecu sekalian menghadap pada Ciangbunjin!"   "Tidak berani, para Tianglo silahkan, tidak perlu banyak peradatan!"   Sambil pejamkan mata kelima Tianglo itu memasuki gelanggang, seorang yang terdepan tiba2 membuka matanya, dua sorot kilat yang tajam menatap tajam wajah Suma Bing tanpa berkedip.   Tanpa mengenal gentar atau takut, Suma Bing juga pandang lawannya lekat2.   Siau lim ngo lo sudah berusia hampir seabad selamanya tidak gampang2 keluar setengah langkah dari Tianglo wan.   Sekarang kelima Tianglo ini keluar bersama, membuktikan betapa penting urusan ini.   Tapi Suma Bing sendiri sampai pada detik itu masih bersikap dingin seakan tanpa ambil perhatian, sedikitpun dia tidak tahu apa yang bakal terjadi.   Ketegangan temakin meruncing.   Mendadak tanpa membuka suara Tianglo terdepan itu memutar kedua tangannya terus disodokkan kedepan.   Kekuatan pukulan yang dilancarkan mendadak ini laksana geledek menyambar, hebat perbawanya.   Betapapun tinggi Lwekang Suma Bing rasa2 takkan mampu balas menyerang atau bertahan, terpaksa tubuhnya berkelebat menyingkir.   Tanpa disadari ia gunakan pelajaran Bu siang sin hoat.   Setelah lancarkan pukulannya segera Tianglo itu tarik ulang serangannya, suaranya datar berat.   "Benar adalah Bu siang sin hoat"   Pada saat itulah keempat Tianglo lainnya mendadak membuka mata, menatap tajam kearah Suma Bing.   Kedatangan Suma Bing adalah hendak menyelidiki jejak ibunya, tak terduga begitu ia gerakkan ilmu Bu Siang sin hoat pokok persoalannya menjadi perhatian malah.   Keruan hatinya gugup dan dongkol dan menggelikan juga.   Tianglo yang terdepan itu berkata lagi.   "Lolap tertua dari para Tianglo ini, bergelar Hi Bu, ada beberapa pertanyaan, harap Sicu suka menjawab secara terus terang"   "Harus kulihat dulu pertanyaan apa itu?"   Sahut Suma Bing dongkol. Wajah tua Hi Bu Taysu yang penuh keriput diliputi suatu rona yang sukar ditebak, akhirnya berkata pelan.   "Sicu murid dari perguruan mana?"   "Sia sin Kho Jiang adalah mendiang guruku!"   "Tidak benar!" "Apakah ucapan Taysu ini tidak terlalu dogmatis (sembarangan memastikan)?"   "Lalu ilmu Bu siang sin hoat Sicu tadi darimana sicu pelajari?"   "Itu rahasia pribadiku mana bisa kuterangkan!!"   Kelima Tianglo dan Ciangbun Hong tiang bersama mengunjuk rasa gusar yang tak tertahankan lagi. Kini berobah bengis dan serius suara Hi Bu Taysu.   "Kenyataan tidak bisa didebat lagi, lebih baik Sicu bicara terusterang saja?"   Waktu meninggalkan Lembah kematian Suma Bing sudah bersumpah untuk tidak membeber keadaan lembah itu kepada orang luar, sudah tentu dia tidak akan melanggar sumpahnya sendiri.   Kalau dia mau menuturkan secara terus terang, perkembangan urusan ini mungkin berobah tidak sedemikian menegangkan urat syaraf.   "Kalau tidak kukatakan?"   "Pasti Sicu sudah maklum akan akibatnya!"   "Akibat apa, aku tidak mengerti?"   "Selamanya kau tidak akan meninggalkan Siau sit hong lagi!"   Suma Bing malah tertawa gelak2, serunya.   "Toa suhu, sebelum tujuanku terlaksana, memang aku tiada niat hendak turun dari Siau sit hong ini!"   Betapapun sabar dan tinggi latihan batin Hi Bu Taysu tak kuat lagi menahan rangsangan amarahnya, bentaknya bengis.   "Apa tujuanmu?"   "Ingin kulihat orang yang kalian kurung dibelakang puncak itu." "Hm, kalau kau bermaksud menculik orang di Siau lim si, jangan kau harap!"   Suma Bing mendengus hidung keras sekali, ejeknya.   "Sekarang terlalu pagi untuk mempersoalkan hal ini, kalau nanti aku dapat membuktikan orang yang kalian kurung itu adalah benar orang yang hendak kucari, hm, waktu itu..."   "Bagaimana?"   "Akan terjadi banjir darah di Siau sit hong ini!"   Ancaman yang mengandung kekejaman banjir darah ini, membuat semua pendeta yang hadir berobah air mukanya, dimana2 terdengar geraman marah.   "Siapakah yang Sicu cari?"   "Aku tidak akan memberitahu kepada kau!"   "Benar2 Sicu tidak mau menerangkan?"   "Yang perlu kukatakan sudah dikatakan, ucapanku sampai disini, titik!"   Hi Bu Taysu membalik tubuh menghadap Liau Sian dan bertanya.   "Mohon Ciangbunjin suka mengambil keputusan?"   "Ringkus dia!"   Perintah Liau Sian ini menimbulkan kebencian Suma Bing, timbul nafsunya membunuh serunya keras.   "Cianbunjin, aku tidak bertanggung jawab akan segala akibatnya!"   Setelah saling berpandangan sebentar, kelima Tianglo maju per-lahan2, mengambil kedudukan Ngo heng (lima unsur) .   Ngo lo turun tangan bersama menghadapi seorang pemuda berusia belum cukup dua puluh tahun.   Bagi pihak Siau lim ini belum pernah terjadi dalam sejarah selama beratus tahun.   Bersama itu lebih menandaskan lagi bahwa pihak Siau lim sudah bertekad bulat hendak meringkus Suma Bing hidup- hidup.   Berkata Hi Bu Taysu lagi.   "Apakah Sicu tidak perlu berpikir lagi?"   Sinar mata Suma Bing mengunjuk kecongkakan, jengeknya.   "Adalah kalian yang harus berpikir panjang!"   "Buddha selamanya welas asih adalah Sicu sendiri yang mencari derita!"   "Hwesio tua, turun tanganlah, tidak perlu pura2 baik hati!"   Hi Bu Taysu bersabda suaranya melengking tinggi, lalu dorongkan sebelah tangannya.   Suma Bing juga angkat belah tangannya memapak maju...   Hampir dalam waktu yang sama, empat Tianglo lainnya juga masing2 lancarkan sebuah pukulan, rangsangan angin pukulan melanda tiba dari sudut yang berlainan merobohkan sebuah bukit kecil.   Tercekat hati Suma Bing, cepat2 kedua tangannya ditarik pulang, sebat sekali ia berkelebat menghilang keluar kepungan, cara kelitnya ini cepatnya luar biasa sampai susah diikuti oleh pandangan mata biasa.   Betapa sempurna sudah kepandaian kelima Tianglo ini, begitu serangan dilancarkan lantas kehilangan sasarannya, sigap sekali mereka tarik kembali pukulan dan tenaga masing- masing, terus melompat mundur tiga tindak.   Suma Bing ada diluar kalangan setombak jauhnya, katanya dingin.   Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Dalam gebrak pertama ini aku mengalah sebagai tanda hormatku kepada kalian."   Gerak tubuh yang menjagoi seluruh dunia persilatan ini membuat hati para pendeta dingin dan beku, mereka kagum dan gentar.   Bahwa dengan gabungan lima Tianglo menyerang seorang muda tanpa hasil dihadapan para anak muridnya, membuat para Tianglo malu dan gusar.   Mendadak Hi Bu Taysu membentak gusar, tubuhnya melenting menubruk maju lagi, kedua jari2 tangannya bagai cakar garuda, aneh dan hebat luar biasa mencengkram kearah dada Suma Bing.   Cengkraman ini merupakan salah satu kepandaian tunggal dari Siau lim si yang dinamakan Tay eng jiau lat, kekuatan cengkraman ini dapat meremukkan batu menjadi bubuk.   Suma Bing berkelit terus memutar kebelakang Hi Bu Taysu sambil membalas dengan sebuah pukulan.   Hi Bu Taysu insaf akan keampuhan inti sari Bu siang Sin hoat, begitu cengkramannya mengenai tempat kosong, tubuhnya segera berputar, licin bagai belut tubuhnya menggeser kesamping dua tombak, terpaut serambut hampir saja terkena pukulan musuh.   Pada saat Hi Bu Taysu menyingkir kesamping inilah empat Tianglo lainnya lancarkan pula masing2 sebuah pukulan.   Timbul sifat ugal2an Suma Bing, tanpa berkelit atau menyingkir, seluruh tenaga dikerahkan kedua lengannya terus didorong kedepan menyambut secara keras.   Dentuman hebat bagai gugur gunung membuat genteng dan debu berhamburan memenuhi sekitar lapangan.   Empat Tianglo terdesak mundur selangkah lebar, darah bergolak dalam rongga dada mereka.   Suma Bing sendiri juga terpental delapan kaki wajahnya pucat tanpa darah.   Bahwa Suma Bing kuat menahan gabungan serangan empat Tianglo tanpa roboh, membuat semua hadirin membelalak kesima, heran dan kagum.   Agaknya Ngo lo masih belum menyudahi begitu saja, tanpa ayal mereka terus berkelebat berganti kedudukan, lagi2 Suma Bing dikepung diantara mereka.   Ketegangan mulai melingkupi sanubari setiap hadirin sehingga rasanya susah bernapas.   Dalam hal Lwekang, sudah tentu Suma Bing bukan tandingan Ngo tianglo.   Tapi Bu siang sin hoat merupakan ilmu ringan tubuh yang tiada taranya begitu dikembangkan benar2 bagai bayangan malaikat yang susah dipandang mata.   Dengan sendirinya menghadapi ilmu mujijat ini, Ngo tianglo juga insaf takkan ada pegangan bisa menang.   Alis panjang Hi Bu Taysu berdiri tegak, mulutnya membentak berat, dilancarkan jurus Jiang hay poh liong (lautan teduh mengekang naga).   Bersamaan dengan itu empat Tianglo lainnya juga lancarkan masing2 satu jurus yang berlainan, mereka bekerja sama sangat rapi dan teratur, sedemikian rapat mereka mengurung sampai tidak kelihatan sedikitpun lobang kelemahannya.   Mengandal ilmunya yang aneh dan ajaib, Suma Bing berputar dan bermain lincah diantara kepungan dan samberan pukulan2 kelima musuhnya, setiap ada lowongan pasti balas menyerang tanpa sungkan.   Setiap kali ia balas menyerang pasti garis penjagaan kelima Tianglo itu goyah.   Pertempuran ini berjalan semakin sengit saling pukul dan hantam, bayangan merekapun bergerak semakin cepat hingga susah dibedakan lagi bentuk orangnya, hawa pukulan juga semakin deras mengekang sekitar gelanggang pertempuran laksana angin lesus.   Dalam sekejap mata saja limapuluh jurus dengan cepat sudah dicapai.   Kalau Ngo lo semakin mengunjuk kelemahannya, maklum tenaga mereka, sudah semakin keropos dimakan usia, adalah Suma Bing sebaliknya bertempur semakin gagah bersemangat.   Inilah pertempuran seru yang belum pernah terjadi dan belum pernah ada didunia persilatan.   Pertempuran sengit ini membuat semua penonton terbelalak kesima dan berdenyutan jantungnya diliputi ketegangan.   Sebuah bentakan nyaring menggetarkan seluruh gelanggang.   'Blang' diselingi suara pekik kesakitan, salah seorang tianglo tahu2 terhuyung keluar dari kurungan, mulutnya menyemprot darah segar.   Keempat Tianglo lainnya menggeram murka, serangan membadai semakin dipergencar, membuat ciut nyali setiap penonton.   Seratus jurus kemudian seorang Tianglo terpental keluar lagi dari kalangan pertempuran.   Gerak tubuh Suma Bing sangat aneh dan dapat lenyap dari pandangan mata saking cepat berkelebat, selalu mengelak yang berat membokong yang lemah, gesit sekali selulup timbul diantara angin pukulan musuh selicin belut.   27.   ADA BAYANGAN TIADA BENTUKNYA.   Dua ratus jurus kemudian, serbuan ketiga Tianglo itu sudah berobah dari deras menjadi lemah.   Adalah sebaliknya Suma Bing semakin gagah, selincah naga segarang harimau, setiap gerak tangannya menjadi serangan ampuh yang melemahkan pertahanan ketiga musuhnya, sampai akhirnya ketiga musuhnya terdesak kerepotan dan terancam jiwanya.   Agaknya tidak sampai tiga puluh jurus lagi pasti ketiga Tianglo ini susah terhindar dari ancaman elmaut.   Wajah Liau Sian semakin membesi kehijau2an, hatinya bergejolak semakin tak tenang, demikian juga semua anak murid Siau lim si semua terkesima dengan hati kebat-kebit.   Kekuatan gabungan lima Tianglo ternyata masih bukan tandingan anak muda ini, mereka insaf dari seluruh penghuni kelenteng Suci yang diagungkan itu agaknya susah dicari tokoh kosen yang dapat menandingi kelihayan musuh muda ini.   Tiga hari yang lalu Rasul penembus dada juga pernah membikin geger Siau lim si Liau Khong kepala ruang Lo han tong dan dua muridnya gugur ditembusi dadanya.   Kedatangannya sebebas berjalan dijalan raya tanpa seorangpun dari anak murid Siau lim si yang mampu merintangi.   Sekarang si sesat kedua Suma Bing lagi2 memporak porandakan kepungan kelima Tianglo yang berkepandaian paling tinggi dari mereka.   Naga2nya nama kebesaran Siau lim si yang diagungkan dan sudah bersejarah ratusan tahun ini akan runtuh dan dihapus dari catatan sejarah.   Tiba2 Ciangbun Hong tiang melangkah maju memasuki gelanggang...   Para anak murid Siau lim si dan para pelindung kelenteng melihat Ciangbunjin turun tangan sendiri, beramai2 merekapun merubung maju sehingga dalam gelanggang semakin meruncing tegang, suasana yang mencekam hati ini membuat orang susah bernapas.   Sungguh sangat kebetulan pada saat itulah mendadak lonceng gereja berdentang keras memekakkan telinga, lalu disusul sebuah suara seorang petugas jaga berseru keras "Hudco telah tiba!"   Seketika semua anak murid Siau lim si mengunjuk rasa hormat dan hidmat, be-ramai2 mereka mundur kedua belah samping dan berdiri dengan rapi, ketiga Tianglo yang tengah bertempur juga segera melompat keluar gelanggang menghentikan pertempuran, berjejer bersama Ciangbun Hong tiang mereka menghadap ke Toa tian (ruang besar), Diam2 Suma Bing juga terkejut, entah tokoh macam apakah orang yang disebut Hudco itu.   Tengah ia berpikir itu, tampak olehnya seorang pendeta tua kurus kering agak bungkuk mengenakan jubah orang beribadat, muncul dari dalam ruang sembahyang.   jalannya pelan dan lemah, sedemikian lemah gerak kakinya itu seumpama dihembus angin juga pasti bisa roboh.   Masa pendeta tua bagai mayat hidup inikah yang disebui Hudco.   Demikian batin Suma Bing.   Segera Ciangbun Hongtiang tampil kedepan tiga langkah kedua dengkul ditekuk sambil berseru.   "Ciangbun Tecu Liau Sian menghadap Hudco!"   "Kau sebagai pejabat Ciangbun, Lolap tidak berani terima, silahkan!"   Kelihatannya pendeta tua kurus kering bagai Mumi ini tinggal kulit pembungkus tulang, tapi suaranya sedemikian keras mendengung memekakkan telinga, tampak hanya sedikit menggerakkan tangannya saja, tubuh Liau Sian yang setengah membungkuk itu terangkat bangkit dan mundur ketempat asalnya lagi.   Sekarang giliran kelima Tianglo yang menyembah hormat sambil berseru.   "Harap Supek terima hormat kami!"   Maka beramai2 para anak murid dari semua tingkatan beruntun bersabda Buddha lalu berlutut dan mengunjuk hormat.   Diam2 tercekat hati Suma Bing, bahwa usia kelima Tianglo sudah hampir seabad, adalah si pendeta tua ini kiranya seangkatan lebih tinggi dari mereka, lebih tinggi dua tingkat dari Ciangbun Hong tiang mereka, bukankah usianya ini sudah lebih dari seabad! Suasana sekelilingnya sedemikian hening nyenyap penuh mengandung keagungan.   Pelan2 si pendeta tua itu melangkah maju mendekat...   Dimana pandangan Suma Bing melihat, tanpa terasa merinding dan menyedot hawa dingin.   Ternyata cara berjalan pendeta tua ini, kakinya mengambang tiga senti tanpa menyentuh tanah, terang ilmu ringan tubuh yang dikembangkan ini adalah Leng hi poh yang paling dibanggakan dan paling sukar dipelajari itu.   Kira2 terpaut dua tombak dihadapan Suma Bing baru pendeta itu menghentikan langkahnya, kelopak mata yang meram itu juga mendadak terbuka lebar, hanya sekali berkelebat saja lantas meram lagi.   Meski hanya sekali kedipan saja, ini cukup membuat seluruh tubuh Suma Bing tergetar.   Mendadak pendeta tua merangkap kedua tangan didepan dada, sambil menengadah mulutnya menggumam.   "Tecu Hui Kong melanggar pantangan dan sumpah selama enam puluh tahun, semoga para Cousu suka memberi ampun akan pelanggaran yang terpaksa ini!" Habis ucapannya kedua matanya dipentang lebar lagi, dua sinar kehijauan dari matanya menatap setajam ujung pisau kemuka Suma Bing. Agak lama kemudian baru dia membuka kata lagi.   "Asal Siau sicu bicara secara terus terang, dapatlah! dosa2mu dihapus."   "Tidak mungkin,"   Sahut Suma Bing tegas.   "Kalau begitu terpaksa Lolap benar2 melanggar pantangan?"   "Silahkan!"   Kedengaran suara Hui Kong melengking tinggi bersabda Buddha, sebelah tangannya yang kurus kering bagaikan batang kayu itu diangkat mencengkram kearah Suma Bing dari kejauhan...   Melihat gaya serangan orang ini, terkesiap hati Suma Bing, cepat2 kedua tangan diayun, siapa tahu baru saja tangannya bergerak tenaga dalam ternyata susah dihimpun dan dikerahkan, keruan kagetnya tak terhingga, maka terlihat cengkraman musuh ditarik kembali, seketika suatu daya sedot yang kuat sekali membuat dirinya tanpa kuasa terseret kehadapan orang.   Beruntun jari2 Hui Kong menjentik lalu katanya.   "Untuk sementara waktu Lwekang Siau sicu kututup, setelah semua urusan beres baru boleh kupulihkan lagi, kuharap kau tahu diri!" habis berkata ia memutar tubuh dan dalam sekejap mata bayangannya sudah menghilang didalam ruang Toa tian. Timbul rasa kejang dan linu kesakitan dalam tubuh Suma Bing, dalam keadaan yang sudah terlambat ini meskipun mata melotot dan gigi gemeretak gusar, apalagi yang dapat diperbuatnya. Dalam pada itu para Tianglo juga segera tinggal pergi. Terdengar Ciangbun Hong tiang berseru lantang.   "Semua bubar dan harus selalu waspada, selain pengawas kelenteng dan para murid petugas, semua kembali ketempat masing2."   Be-ramai2 para pendeta bersabda dan memberi hormat terus mengundurkan diri tanpa bersuara.   Tinggal empat pendeta petugas dan Liau Seng Taysu, berdiri tegak dibelakang Ciangbun Hong tiang Liau Sian Taysu.   Liau Sian maju beberapa langkah, suaranya berat berkata.   "Sekarang sicu boleh memberitahukan maksud kedatanganmu sebenarnya dan asal-usulmu bukan?"   "Tidak!!"   Sahut Suma Bing beringas.   "Suco kami pernah berkata, kalau kau mau bicara, urusan ini habis sampai disini saja, malah Lwekangmu dapat dipulihkan lagi."   "Aku yang rendah tidak sudi menerima budi kalian ini"   Berobah wajah Liau Sian, katanya sambil berpaling kearah Liau Seng Taysu.   "Sementara waktu Sicu ini kuserahkan kepada Sute, antarkan dia masuk ke Ceng Sim sek (ruang perenungan), setelah dia mau buka mulut baru kita rundingkan lagi."   Liau Seng Taysu mengiakan, bersama keempat murid petugas mereka membungkuk mengantar kepergian Ciangbun Hong tiang.   Dua murid petugas itu lantas menggiring Suma Bing keruang samping sebelah sana.   Apa y ang dinamak an Ceng s im sek t erny at a adalah sebuah rumah batu yang rapat dipagar i jeruj i bes i .   Agakny a di s ini lah tempat perant i menghukum para mur id Siau l im s i yang berdosa at au melanggar aturan.   Demik ian juga Suma Bing t er kurung dalam CHuein Kgo nsgi msi psaedkri itnuai .   m enggunakan ilmu totok yang tertinggi dan terampuh menutup hawa murninya, sehingga lumpuhlah tenaganya tak ubahnya seperti orang biasa.   Sungguh susah dibayangkan sampai dimanakah taraf kesempurnaan ilmu dan Lwekang Hui Kong.   Didengar dari sabda renungannya tadi, naga2nya ia sudah selama enam puluh tahun baru keluar untuk pertama kali ini.   Benar2 tak tersangka sebelum tujuan utamanya dapat terlaksana, malah dirinya harus tersangkut dalam lingkaran yang menyebalkan ini.   "Siapakah wanita yang terkurung di gua dibelakang puncak Siau sit hong itu? Apakah ibunya San hoa li Ong Fang lan? Atau perempuan lain yang berdosa besar yang memang setimpal menerima hukumannya itu? Selama satu hari satu malam, dalam perasaan Suma Bing se-akan2 sudah dua tahun lamanya. Laksana seekor singa yang baru saja dimasukkan dalam kerangkengan, selama satu hari satu malam itu sekejappun belum pernah matanya dipejamkan, rasa gusar, benci dan dendam selalu merangsang benaknya, sedetikpun belum pernah meninggalkan pikirannya.   "Kalau aku tidak mati, kalau aku bisa keluar, hm..."   Demikian gumamnya penuh penasaran, dengusan hidung terakhir itu tidak sukar dibayangkan itulah mewakili pelimpahan hatinya yang penuh gelora dendam! Sudah berulangkali Liau Seng Taysu datang membujuk, setiap kali selalu mengundurkan diri tanpa hasil.   Pada tengah malam hari kedua, cuaca sangat gelap, angin pegunungan menghembus kencang.   Tanpa mengeluarkan suara pintu jeruji besi rumah batu itu terbuka lalu tertutup lagi dengan cepat, sebuah bayangan pendek tambun tapi selincah kucing enteng sekali melayang masuk kedalam rumah batu dimana Suma Bing berada.   "Siapa itu?"   "Sssst! Buyung jangan keras2, inilah aku si maling tua!"   Suma Bing merasa kejut dan heran.   Ternyata si maling bintang Si Ban cwan juga telah menyusul tiba sampai Siau lim si, entah menggunakan cara apa dia dapat lolos dari penjagaan yang sedemikian ketatnya, malah dapat membuka pintu jeruji besi itu lagi? "Buyung mari keluar!"   "Keluar?"   "Eh, apa kau ingin cukur gundul menjadi Hwesio, selama hidup ini tinggal dalam kurungan di Siau lim si ini?"   "Seorang laki2 berani datang secara terang juga harus pergi secara terang2an pula,"   Begitulah semprot Suma Bing uringan2.   "Mana aku Suma Bing mau pergi secara sembunyi begitu?"   Si maling tua mendengus ejek, katanya.   "Buyung, apa kau mengharap para pendeta Siau lim ini beriring mengantarmu keluar. Kenyataan kau sudah menjadi orang hukuman, masih berlagak apa segala. Siau lim si tidak akan pindah tempat, apa kelak kau tidak dapat datang lagi? Dengan menyerempet bahaya si maling tua ini mencuri kunci dari tubuh Liau Seng Taysu untuk menyambut kau keluar kurungan, perbuatanku ini baru pantas disebut manusia rendah?"   Hampir saja Suma Bing tidak kuat menahan rasa gelinya ujarnya.   "Baiklah aku pasti akan datang lagi!"   "Buyung, ingat kata2ku, jangan kau main kukuh dan keras kepala. Kalau sampai konangan, berarti kau menyulut sumbu bencana, menyesalpun tak berguna."   "Apakah luar dalam kelenteng ini tidak ada penjagaan?"   "Sudah tentu ada!" "Lalu Cianpwe..."   "Hehehehe, julukan si maling bintang merampok rembulan masakah nama kosong belaka."   "Tapi aku tertutuk oleh Hui Kong Taysu hingga Lwekang ku lenyap..."   "Paling perlu kita keluar dulu, urusan belakang!"   Tanpa banyak cakap lagi si maling bintang Si Ban cwan menjinjing tubuh Suma Bing dan dikempitnya dibawah ketiaknya, secara diam2 laksana setan keluar dari Siau lim si tanpa diketahui oleh seorangpun jua.   Sebuah bayangan langsing tahu2 muncul dari kegelapan sebelah depan sana.   "Locianpwe, bagaimana?"   Tanya bayangan itu.   "Mencuri ayam menggerayangi anjing adalah modal si maling tua yang paling diandalkan, pasti takkan salah, mari pergi?"   Bayangan langsing yang sembunyi diluar kelenteng itu bukan lain adalah Siang Siau hun.   "Engkoh Bing!"   Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Seru Siang Siau hun riang gembira. Mendadak terdengar sebuah bentakan keras dan berat.   "Sicu darimanakah itu yang berkunjung kebiara kami?" disusul enam bayangan besar beruntun muncul dan tepat mencegat ditengah jalan mereka.   "Lari!"   Tiba2 si maling bintang membentak keras, tubuhnyapun sudah melejit kedepan dengan kecepatan anak panah, dalam sekejap saja sepuluh tombak sudah dilampauinya.   "Sicu, berhenti!"   Sebuah bayangan hitam lainnya lagi2 muncul dan meluncur turun dihadapan si maling tua Si Ban cwan.   Itulah seorang pendeta tua yang membekal sebuah tongkat besi panjang.   Kedua matanya ber-kilat2 memancarkan sinar yang menakutkan dikegelapan malam.   Disebelah belakang sana, Siang Siau hun juga sudah terkepung oleh keenam pendeta tadi tanpa mampu meloloskan diri.   Si maling bintang tertawa dingin, tubuhnya mencelat miring kesamping.   Dibarengi sebuah bentakan keras, si pendeta tua itu berkelebat lagi dan tahu2 sudah mencegat didepan si maling tua.   Wut langsung ia sapukan tongkat senjatanya Dari cara ia mencelat datang mencegat dan serangannya ini dapatlah dipastikan bahwa Lwekang si pendeta tua ini bukan olah2 hebatnya.   Karena mengempit Suma Bing gerak gerik si maling tua kurang leluasa, tak dapat dia melayani serangan orang dengan serangan, terpaksa ia berkelit mundur delapan kaki jauhnya.   Mendadak Suma Bing meronta serta berteriak .   "Cianpwe lepaskan aku, lekas kau pergi!"   "Buyung tak mungkin terjadi legakan hatimu, mereka takkan melukai serambutmu."   Pendeta tua itu melintangkan tongkatnya serta berkata.   "Oh, kiranya adalah Siao Sicu yang kenamaan itu. Maaf Pinceng berlaku kurang hormat, silahkan kembali kedalam kuil untuk berdamai!"   "Pendeta tua apa gelaranmu?"   Acuh tak acuh si maling tua Si Ban cwan bertanya "Pinceng Liau Cin!"   "Baik kuturuti kemauanmu, kembalilah!" Benar juga segera si maling bintang Si Ban cwan membalik tubuh menuju kearah pintu besar kelenteng agung itu... Saat mana Siang Siau hun masih terkepung oleh enam murid Siau lim si keadaannya sudah terdesak dibawah angin rambutnya sudah awut2an keringat membanjir keluar.   "Berhenti!"   Segera Liau Cin berseru kearah enam muridnya Keenam pendeta tegap gagah itu segera mematuhi perintahnya berloncatan mundur, Sambil membenarkan letak sanggul kepalanya Siang Siau hun mengikuti dibelakang maling bintang Si Ban cwan, menuju kearah kelenteng.   Saat mana diluar pintu besar kelenteng itu sudah terpasang beberapa buah tengloleng besar hingga sekitarnya terang benderang seperti disiang hari bolong.   Tampak Liau Sian Ciangbunjin Siau lim si sudah menanti ditengah pintu.   Dibelakangnya beruntun berdiri kelima Tianglo dan pengawas kelenteng Liau Seng dan Liau Ngo si petugas penyambut tamu dan masih banyak lagi para murid yang bertugas jaga.   Tidak ketinggalan juga kedelapan belas Lohan juga berjajar dikedua belah samping, suasana sangat tegang sunyi.   Setelah meletakkan Suma Bing diatas tanah, ter-sipu2 maling bintang Si Ban cwan angkat tangan memberi hormat kearah Liau Sian serta sapanya.   "Silahkan Ciangbunjin!"   Liau Sian bersabda sambil merangkap tangan, serunya.   "Malam2 Lo sicu menyelundup kedalam kelenteng malah hendak membawa lari orang hukuman"   Tak tertahan lagi Suma Bing membentak gusar.   "Tutup mulutmu. Tuan sebagai ketua dari satu aliran besar cara bicaramu harus kenal aturan dan bertanggung jawab. Memang aku sedikit lalai dan kena teringkus oleh kalian, kusesalkan kepandaianku yang tidak becus. Bagaimana bisa kau anggap aku sebagai orang hukuman kalian untuk merendahkan derajat harga diriku?"   Setelah tertawa dingin si maling bintang Si Ban cwan ikut menimbrung.   "Partai kalian mengurung Suma Bing, malah memunahkan ilmu silatnya lagi, dengan alasan apa kalian berani berlaku se-wenang2?"   Sahut Liau Sian dengan nada berat.   "Suma Sicu membikin onar, melukai anak murid kami dan yang lebih penting asal usulnya sangat mencurigakan!"   "Dalam hal apa dia mencurigakan?"   "Gerak tubuh yang dipertontonkan itu, menyangkut suatu peristiwa penting dalam partai kami pada seabad yang lalu!"   Keterangan ini bukan saja membuat Si Ban cwan dan Siang Siau hun tercengang heran, juga Suma Bing tidak kurang pula kejutnya.   Agaknya prasangkanya benar, soal ini menyangkut pada Bu siang sin hoat yang dikembangkannya itu, tapi sebab yang utama bagaimana tak dapat dia menyimpulkannya.   Karena sudah bersumpah pada Giok li Lo Ci untuk tidak membocorkan keadaan dalam Lembah kematian, maka pengalamannya dalam Bu kong san yang membawa berkah itu selain dia seorang tak ada lain orang mengetahui secara jelas.   Sekilas si maling bintang Si Ban cwan melirik kearah Suma Bing, lalu berpaling lagi kearah Liau Sian serta bertanya.   "Dapatkah kiranya Ciangbunjin menerangkan sebab musabab dari peristiwa lama itu?"   "Peristiwa itu menyangkut rahasia partai kita. Maaf tak dapat kami memenuhi permintaanmu itu,"   "Aku maling tua masih ada satu pertanyaan, harap suka memberi penjelasan?"   "Silahkan Sicu katakan!"   "Sia sin Kho Jiang satu diantara Bu lim su ih itu adakah permusuhan dengan partai kalian?"   "Tidak!"   "Kalau toh Lam sia tiada permusuhan dengan partai kalian. Ketahuilah Suma Bing adalah murid Lam sia malah pengalamannya dalam dunia Kangouw belum cukup setahun, bagaimana bisa, dikatakan dia tersangkut paut dengan peristiwa lama partai kalian?"   "Maksud tujuan dan asal usul Suma Sicu ini sangat mencurigakan tidak bisa tidak partai kami harus membikin terang urusan ini!"   "Kalau urusan ini belum jelas, mana boleh kalian menahan dan mengurungnya secara se-mena2?"   "Justru tujuan kita adalah membikin terang urusan ini!"   "Tujuan Suma Bing mendatangi Siau sit hong ini terutama hanya ingin membuktikan perempuan yang kalian kurung dibelakang puncak itu, adalah orang yang tengah dicarinya. Beginilah penjelasannya!"   "Ya, memang mungkin perempuan itu adalah orang yang tengah dicari oleh Suma sicu itu!"   "Siapakah dia?"   Tanya Suma Bing terharu.   "Hati Sicu sendiri pasti sudah tahu!"   Darah Suma Bing bergolak terasa dadanya hampir meledak, sinar matanya memancarkan kebencian yang menyala2 buas, jikalau Lwekangnya tidak tertutup, mungkin segera ia turun tangan melabrak musuh ini, maka sambil kertak gigi suaranya mendesis.   "Perhitungan ini aku Suma Bing harus menebusnya berlipat ganda!"   Tanpa menghiraukan sikap Suma Bing itu, Liau Sian berpaling kearah si maling bintang.   "Omitohud, dosa, dosa... Silahkan Lo sicu dan Li sicu (maksudnya Siang Siau hun) ini segera turun gunung!"   "Tidak bisa!"   Hampir bersamaan maling tua dan Siang Siau hun berseru.   Jawaban ketus dan kasar ini membuat semua anak murid Siau lim si yang hadir merasa gusar, dengan penuh kemarahan mereka melotot kearah maling tua dan Siang Siau hun.   Kata Liau Sian Taysu kepada Liau Seng Taysu.   "Harap Sute menggusur tawanan!"   Liau Seng si pengawas kelenteng segera mengiakan lantas menghampiri kearah Suma Bing dengan langkah lebar! 'Sreng.' Siang Siau hun mencabut keluar pedangnya.   Si maling bintang juga bergegas menghadang didepan Suma Bing.   Ketegangan semakin meruncing se-akan2 dalam kesenyapan sebelum hujan badai bakal mendatang.   Pada saat itulah mendadak terdengar sebuah suara tawa aneh yang mendirikan bulu roma orang mendengung ditengah udara.   Berobah hebat air muka para jagoan dari Siau lim si, serta merta Liau Seng juga menghentikan langkahnya.   Sebuah bayangan hitam bagai setan seenteng burung hinggap memasuki gelanggang.   Kiranya itulah seorang aneh yang berpakaian serba hitam sampai kulit dan wajahnya juga berwarna hitam, hanya sepasang bola matanya banyak putih daripada hitamnya.   Se-konyong2 diantara barisan anak murid Siau lim si sana terdengar sebuah seruan kaget.   "Racun diracun!"   Tentang Racun diracun pernah mengalahkan Pak tok Tangbun Lu baru terbatas beberapa orang saja yang mengetahui.   Tapi dia berani menggunakan julukan Racun diracun malang melintang didunia persilatan, sehingga membuat Tangbun Lu yang selama ini sudah merajai dalam dunia Racun akhirnya toh mandah sembunyi diri, maka dapatlah dibayangkan betapa berbisanya manusia beracun ini.   Kehadiran Racun diracun di Siau lim si ini benar2 diluar dugaan Suma Bing.   Demikian juga para pendeta Siau lim si tidak kalah besar kejut dan takutnya, entah apa maksud tujuan manusia paling beracun ini muncul disini? "Apakah Sicu ini yang disebut Racun diracun oleh kaum persilatan?"   Tanya Liau Sian penuh kewaspadaan. Racun diracun mengiakan, suaranya dingin menusuk telinga membuat orang merinding karenanya.   "Ada urusan apa Sicu berkunjung kemari?"   "Sudah tentu, kalau tiada urusan penting tidak bakal aku sudi berkunjung."   "Pinceng minta penjelasan?"   "Bukankah pertanyaan Ciangbunjin ini sangat berkelebihan. Karena urusan Sia sin kedua Suma Bing inilah aku datang!"   Berobah pucat wajah Liau Sian, para pendeta lainnya juga sontak unjuk rasa gusar dan gentar.   "Sicu khusus datang untuk Suma Bing?"   "Sedikitpun tidak salah!"   "Harap sicu menerangkan secara jelas?"   Racun diracun ter-loroh2, lalu serunya.   "Urusan ini sangat gampang, kubawa dia turun gunung!"   Liau Cin Taysu tidak kuat menahan sabar lagi, sambil menggerakkan senjata tongkatnya ia membentak.   "Sicu anggap Siau lim tiada orang kosen?"   Racun diracun tertawa ejek.   "Aku tidak peduli kesimpulan apa yang Taysu pikirkan!"   Kejut dan heran merangsang benak Suma Bing.   Ternyata Racun diracun datang hendak menolong dirinya.   Sepak terjangnya selama ini sudah tentu bukan terjadi secara kebetulan saja.   Tapi, mengapa dia berbuat demikian? Liau Sian ulapkan tangan mencegah perbuatan Liau Cin selanjutnya, suaranya terdengar sangat berat.   "Mengandal alasan apa Sicu berani membawa orang pergi?"   Tidak kalah garangnya Racun diracun balas bertanya.   "Lalu mengandal apa pula partai kalian mengurung dan menghukum orang lain?"   "Sebab dia berkeliaran dalam kelenteng melukai orang, dan juga karena dia tersangkut dalam peristiwa yang sudah ter- katung2 selama seabad!"   "Peristiwa apa yang ter-katung2 itu?"   Tanya Racun diracun sambil tertawa sinis.   "Peristiwa itu merupakan rahasia partai kita, harap maaf Pinceng tidak bisa memberi keterangan!"   "Itulah bagus sekali, urusanku juga sangat penting dan terahasia maka hendak kubawa dia pergi, maaf aku juga tidak bisa menerangkan panjang lebar!"   Wajah Liau Sian mengelam dalam, matanya memancarkan cahaya terang tajam, agaknya ketua Siau lim si yang diagungkan ini benar2 sudah marah besar, perlahan dan berat dia maju tiga langkah, suaranya bengis.   "Apa Sicu berani berbuat se-mena2?"   "Sungguh menggelikan, ini mana boleh dianggap se- mena2. Kalian meng-ada2 menimpahkan dosa untuk mengurung orang, apa ini bukan se-mena2?"   Saking murka badan Liau Sian Taysu sampai gemetar, serunya gusar.   "Aku sangsi keinginan Sicu itu takkan dapat terkabul!"   "Belum tentu!"   Memangnya sifat Liau Cin Taysu paling kasar dan berangasan, tak kuat lagi dia menahan gejolak amarahnya, sambil menggerung keras tongkatnya diangkat menggunakan jurus Thay san ap ting mengemplang kearah Racun diracun, karena gusar dan bertenaga besar maka perbawa serangan ini bukan olah2 hebatnya angin menderu2 bagai geledek menyambar.   Menghadapi serangan tongkat yang hebat ini Racun diracun tenang2 saja tanpa beringser dari tempatnya, tidak menyingkir malah diangkat sebelah tangannya untuk menyampok kearah datangnya samberan tongkat...   'Blang' dimana terdengar suara keras ini, kontan Liau Cin Taysu sempoyongan satu tombak lebih wajahnya pucat pias.   Tongkatnya bengkok terlepas dari tangannya.   Gebrak pertama keras lawan keras benar2 menggetarkan sanubari seluruh hadirin.   Maklum Liau Cin Taysu setingkat dengan Ciangbun Hong tiang, Lwekangnya boleh dikata sudah sangat tinggi dan paling dibanggakan diantara seangkatannya, tidak kira hanya satu gebrak saja sudah dibikin keok oleh musuh.   Betapa tinggi kepandaian Racun diracun ini benar2 mengejutkan.   Hening sejenak lantas terdengar bentakan2 gusar bagai geledek, tampak Liau Seng dan Liau Ngo melompat maju berbareng.   Racun diracun angkat sebelah tangannya, serunya lantang.   "Nanti dulu!"   Liau Seng Taysu pengawas kelenteng dan Liau Ngo penyambut tamu segera menghentikan langkahnya. Dengan sorot mata tajam Racun diracun menatap kearah Liau Sian, katanya.   "Ciangbunjin, kalau tuan tidak suka melihat terjadi banjir darah ditempat suci yang agung ini, lebih baik kalian jangan banyak tingkah!"   Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Urusan ini sangat penting dan besar artinya, partai kita rela berkorban untuk menghadapi meski harus terjadi banjir darah."   "Tapi sekarang belum saatnya menimbulkan banjir darah!"   "Apa maksud ucapan Sicu ini?"   Racun diracun menunjuk kearah Suma Bing dan berkata.   "Kita nantikan setelah kawan ini sudah membuktikan siapakah perempuan yang kalian kurung dibelakang puncak itu baru dapat dipastikan apakah ada harganya kalian harus mengeluarkan darah sebagai imbalannya."   Ucapan Racun diracun ini malah menambah ketekadan Liau Sian Taysu untuk meringkus Suma Bing kembali, setelah bersabda lalu dia berseru.   "Demi gengsi dan peristiwa lama itu, Suma Bing harus tetap tinggal dalam kelenteng kami, harap Ngo lo maju meringkus bocah itu!"   Kelima Tianglo mengiakan berbareng lalu bersama-sama melangkah maju...   Dalam waktu yang bersamaan Liau Seng Taysu dan Liau Ngo Taysu mendesak maju lagi kearah Racun diracun.   Jidat Siang Siau hun basah oleh keringat saking tegang pedang panjangnya juga telah dilolos pula bersiap siaga.   Sedang si maling bintang Si Ban cwan menggeser kedudukan mendekati Suma Bing dan berdiri disampingnya.   Mendadak Racun diracun membentak keras.   "Liau Sian Hwesio, apa kau paksa aku untuk menggunakan Racunku?"   Bentakan serta ancaman yang serius ini seketika membuat para pendeta yang hadir giris dan merinding bulu romanya.   Serta merta kelima Tianglo yang mendesak maju itu juga lantas menghentikan tindakannya.   Mereka maklum betapa kejam dan hebatnya ancaman Racun diracun ini.   Sebab racun takkan dapat ditahan meski dengan kepandaian atau Lwekang yang tinggi.   Dengan sorot matanya yang dingin Racun diracun menyapu pandang keseluruh gelanggang lalu berkata lagi.   "Aku masih menghargai dan mengingat bahwa partai kalian adalah golongan dan aliran lurus yang mengutamakan kebenaran dan keadilan, maka tidak tega aku turun tangan kejam. Tapi jikalau kalian memaksa, demi terlaksana maksudku aku tidak akan mengenal kasihan menggunakan segala kekejianku. Aku percaya kalian pasti tahu betapa besar dan jelek akibatnya? Perlu kuperingatkan sekali lagi, dalam jangka tiga tindak pasti jiwa kalian bisa melayang, kalau ada diantara kalian tidak percaya boleh silahkan keluar mencoba!"   Ciangbun Taysu Liau Sian berseru dongkol.   "Sicu ini ada hubungan apa dengan Suma Bing?"   "Hubungan kami sangat kental!"   Se-konyong2, terdengar tembang parita yang mengalun panjang dan menyusup tinggi diudara dari dalam ruang dalam.   Tembang parita dari keagamaan Buddha ini benar2 mengandung kekuatan atau perbawa yang tiada taranya, semua pendeta yang hadir berbareng bersabda sekali sambil merangkap tangan dan menundukkan kepala beramai2 mereka menyingkir kesamping.    Keris Pusaka Nagapasung Karya Kho Ping Hoo Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung Rondo Kuning Membalas Dendam Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini