Pedang Darah Bunga Iblis 15
Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH Bagian 15
Pedang Darah Bunga Iblis Karya dari G K H Sekarang ditengah gelanggang ketinggalan Racun diracun, Suma Bing, si maling bintang Si Ban cwan dan Siang Siau hun empat orang. Menggunakan peluang ini Racun diracun berpaling kearah Si Ban cwan dan berkata. "Tuan lekas bawa Suma Bing secepatnya tinggalkan tempat ini, biar aku yang melayani mereka." Alis putih si maling bintang Si Ban cwan berkerut dalam, sahutnya. "Saat ini sudah terlambat untuk pergi!" "Kenapa?" "Suara tembang parita tadi dinamakan Thian in sian jiang (irama langit), orang yang bertembang tadi Lwekangnya sudah mencapai kesempurnaannya, pasti orang itu bukan lain adalah Hui Kong Taysu yang diagungkan sebagai Buddha hidup oleh kaum Siau lim si. Tua bangka ini usianya sudah hampir satu setengah abad..." "Masa kita harus mandah saja ditangkap dan diringkus?" Seru Siang Siau hun gugup. "Belum tentu mereka mampu!" Jengek Racun diracun. Baru saja ucapannya selesai, tampak seorang pendeta tua kurus kering tinggal kulit pembungkus tulang sudah muncul diambang pintu. Maka semua pendeta, segera memberi hormat sambil menundukkan kepala. Dalam hati Suma Bing berkata "Akan datang satu hari aku harus tempur pendeta tua ini!" Tanpa sadar Racun diracun mundur satu langkah lebar. Terdengar Suma Bing berbisik kepada si maling bintang. "Cianpwe, tiga bulan yang lalu Rasul penembus dada pernah menerjang masuk ke Siau lim si dan membunuh Liau Khong kepala Lohan tong dan kedua muridnya. Kedatangannya itu sedemikian gampang dan berhasil dengan gemilang, mengapa pendeta tua ini..." "Waktu itu dia tidak muncul!" Dalam pada itu sepasang mata Hui Kong Taysu tengah menatap wajah Racun diracun lalu katanya. "Sicu ini menggunakan ilmu make up yang dinamakan Hian goan tay hoa ih sek untuk merobah bentuk wajah agaknya kau sealiran dengan Pek kut Hujin?" Tiba2 tubuh Racun diracun tergetar, baru pertama kali ini kedoknya dibongkar terang2an dihadapan orang banyak, sejenak ia tertegun, lalu sahutnya. "Benar, memang harus kuakui!" Mendengar nama Pek kut Hujin di-sebut2 berobah air muka semua hadirin. Karena Pek kut Hujin adalah momok wanita paling ditakuti yang sudah malang melintang pada seabad yang lalu. Siapa saja bagi kaum persilatan yang mendengar akan namanya pasti merinding ketakutan. Sungguh tidak nyana bahwa Racun diracun ini kiranya sealiran juga dengan momok wanita nomor satu pada jaman yang silam itu. 28. RELA BERKORBAN DEMI JIWA KEKASIH Lebih2 kejut dan heran Suma Bing bukan kepalang, semua sepak terjang dan tindak tanduk Racun diracun selama ini dan munculnya Pek kut hujin ber-turut2 itu benar2 membuat dia tidak habis mengerti. Sekarang boleh dikata sudah separuh dapat diketahui, dan sebagian lagi yang belum jelas baginya adalah mengapa Racun diracun dan Pek kut hujin selalu muncul secara tepat pada saat2 dirinya, menghadapi mara bahaya? Ada latar belakang apakah dibalik semua kejadian itu? Terdengar Hui Kong Taysu bersalut lalu berkata. "Ditempat yang agung dan sunyi ini jangan kalian berbuat dosa dan melanggar peraturan2 ditempat ini, maka silahkan Sicu segera turun gunung saja!" "Jadi Locianpwe tetap berkukuh hendak menahan Suma Bing?" Desak Racun diracun. "Benar, dia tidak boleh pergi!" "Kalau begitu terpaksa wanpwe tak dapat menyetujui keinginanmu itu!" Sekilas sorot mata Hui Kong Taysu memancarkan cahaya terang dingin, tapi sedetik itu lantas menghilang lagi, katanya. "Sekali lagi Lolap tekankan, kuharap Sicu sekalian segera turun gunung." Sedikitpun Racun diracun tidak mau mengalah, serunya. "Agaknya perlu juga kuulangi pernyataanku tadi. Tidak!" "Apa Sicu hendak memaksa Lolap melanggar pantangan?" "Terserah!" "Yang sicu andalkan tidak lebih hanya kelihayan racunmu saja. Masih ada kesempatan untuk menginsafi otakmu yang sesat itu, jangan kau menyesal sesudah kasep!" "Nasehat Taysu ini tidak berguna bagi aku!" Entah bagaimana Hui Kong Taysu bergerak, tiba2 tubuhnya melayang maju berhadapan dengan Racun diracun, suaranya berat. "Sicu tetap mengukuhi pendirianmu?" "Kalau kalian tetap hendak menahan Suma Bing terpaksa aku harus berjuang sampai titik darah penghabisan!" "Sicu tidak menyesal?" "Yang harus menyesal mungkin adalah Lo siansu sendiri!" "Untuk melindungi nama baik tempat agung dan suci ini terpaksa Lolap melanggar sumpah dan pantangan!" Lengan jubahnya yang gondrong dan besar itu tiba2 dikebutkan membawa kesiur angin yang membadai sehingga seketika itu Racun diracun kena terdesak mundur delapan kaki jauhnya, darah bergolak dalam rongga dadanya. "Lo siansu, terpaksa aku menggunakan racun!!" "Siancay! Siancay! Agaknya Sicu sudah tersesat terlalu dalam, silahkan kau unjukkan kemampuanmu!" Pada saat itulah sekonyong2 segulung hembusan angin dingin menderu2 sehingga api obor berkelap-kelip hampir terhembus padam, semua hadirin gemetar dan merinding kedinginan oleh hembusan angin yang terasa menyusup sampai ke-tulang2. Mendadak Hui Kong Taysu mundur dua langkah terus berpaling kearah sebuah pohon terpaut lima tombak sebelah sana dan berseru lantang. "Tokoh kosen darimanakah yang berkunjung ke biara kami, mengapa tidak segera unjukkan diri?" Maka sorot pandangan semua hadirin ikut menatap kearah pohon besar itu, namun apapun tidak terlihat oleh mereka. Terdengar sebuah suara meringkik dingin menjawab. "Taysu, kau mengandal ilmu Sian thian sin kang dan tidak takut menghadapi racun. Tapi kau jangan lupa beberapa ratus jiwa para pendeta dalam biara Siau lim si ini, mereka tidak akan kuat bertahan menghadapi racun berbisa. Apa kau sudah membayangkan akibatnya?" Terdengar suaranya tapi tak terlihat orangnya, hal ini benar2 membuat semua pendeta yang hadir merinding dan gentar, apalagi ucapan dingin yang mengandung ancaman serius itu lebih2 menakutkan sanubari mereka. Orang yang bicara ini sudah tentu membela kepentingan Racun diracun, didengar dari nada ucapannya jelas bahwa dia juga seorang wanita. Siapakah dia? Sekaligus dia dapat menyebut dasar dari ilmu andalan Hui Kong Taysu maka sudah tentu orang itu juga seorang tokoh kosen yang luar biasa lihay kepandaiannya. Agaknya Hui Kong Taysu terpengaruh juga akan ancaman itu, tanyanya gemetar. "Tokoh kosen darimanakah Sicu ini?" "Ada bayangan tiada bentuk. Kukira Taysu pasti tahu siapakah aku ini!" "Sungguh tidak duga Li sicu ternyata masih sehat waalfiat!!" "Jadi anggapan Taysu bahwa aku sudah harus mati?" "Omitohud! Apakah maksud kunjungan Li sicu ini?" "Ketahuilah bahwa Suma Bing tiada sangkut-pautnya dengan peristiwa yang terbengkalai pada ratusan tahun yang lalu itu, partai kalian tidak seharusnya mengurungnya lagi." Jantung Suma Bing berdetak keras, matanya dengan tajam mengawasi kearah rimba lebat yang gelap kelam itu, hatinya ber-tanya2, namun sekian lama ia masih bingung dan tidak tahu siapakah orang yang bicara itu. Demikian juga semua pendeta Siau lim si termasuk Ciangbunjin mereka berobah pucat dan kaget. Sejenak Hui Kong Taysu merandek, lalu membuka suara lagi. "Apakah Lolap dapat percaya ucapan Li sicu ini?" "Taysu, terserah kau mau percaya, apa kau ingin melihat anak muridmu menemui ajalnya secara mengenaskan?" "Li sicu juga hendak turun tangan?" "Jikalau terpaksa apa boleh buat?" "Jadi Li sicu memandang rendah Siau lim kita?" "Tidak berani, latihan ilmu Taysu sudah mencapai taraf kesempurnaan, tingkat kedudukan Taysu juga tertinggi. Maksudku hanya untuk meredakan gelombang angkara murka yang bakal terjadi!" "Lalu bagaimana kalau Suma Bing tersangkut-paut dengan peristiwa ratusan tahun itu?" "Aku bertanggung jawab untuk membekuk dan menyerahkan kepada Siau lim si!" "Kuharap ucapan Li sicu ini dapat dipercaya penuh?" "Taysu salah seorang tokoh Buddhis yang sudah sempurna, apakah pertanyaan Taysu ini tidak berkelebihan?" "Kalau begitu, Li sicu silahkan!" Sejenak Hui Kong Taysu memandang kearah Liau Kian terus berkelebat masuk kedalam biara. Maka segera Liau Sian ulapkan tangan sambil berseru "Kembali" Dalam sekejap saja para pendeta Siau lim itu sudah menghilang didalam biara suasana dalam rimba kembali diliputi kesunyian dan kegelapan. Dari dalam rimba sana terdengar pula suara yang misterius tadi. "Suma Bing, wanita yang terkurung dibelakarg puncak Siau sit hong itu bukan orang yang tengah kau cari, kembalilah jangan me-nyia2kan tenagamu." Suma Bing merasa heran dan aneh, orang sedemikian jelas akan maksud kedatangannya. Maksud kedatangannya ke Siau lim si ini adalah hendak mencari ibundanya, dan hal itu selain si maling bintang dan Siang Siau hun berdua tiada orang ketiga yang mengetahui, darimana tokoh misterius itu dapat mengetahui. Tengah berpikir2 itu mulutnya berkata gemetar. "Harap Locianpwe suka memperkenalkan diri!" Suasana dalam rimba sunyi senyap tanpa terlihat gerak apa2 terang bahwa tokoh misterius itu pasti sudah pergi jauh. Siapakah dia? Beratus pertanyaan mengganjal dalam benak Suma Bing. Segera Racun diracun menghampiri kearah Suma Bing seraya berkata. "Biar kubebaskan jalan darahmu yang tertutup itu!" tanpa menanti reaksi Suma Bing, beruntun jarinya menyentik dari kejauhan. Seketika Suma Bing rasakan seluruh tubuhnya tergetar sekali lantas ia merasa hawa murni dalam tubuhnya sudah berjalan normal kembali dan tenaganya sudah pulih seperti semula. Dengan perasaan terharu segera ia memberi hormat kepada Racun diracun serta katanya. "Tuan, aku Suma Bing terlalu banyak berhutang budi kepadamu." "Tidak perlu dipersoalkan tentang utang piutang apa segala..." "Mengapa tuan selalu berbuat baik kepada aku yang rendah ini?" "Kelak kau akan tahu sendiri." "Kalau tidak tuan jelaskan sungguh hatiku kurang tentram?" "Kurasa tidak perlu dan belum tiba saatnya." "Sudah berulangkali tuan mengatakan kepada orang bahwa hubungan kita sangat kental dan erat sekali. Apakah itu benar?" "Segala sesuatu terjadi tanpa dapat diduga sebelumnya, tiada yang sempurna dan abadi, kadangkala benar, tapi kadang kala juga salah, buat apa kau harus menanyakan sebab musabab ini?" Suma Bing meng-geleng2 dengan hampa dan lesu, sungguh dia tidak mengerti maksud juntrungan ucapan orang! Tiba2 Racun diracun merogoh keluar sebuah kotak kecil panjang dan berkata. "Suma Bing apa kau masih ingat janji kita waktu mau berpisah tempo hari?" "Sudah tentu masih ingat!" Sahut Suma Bing kesima. "Kalau begitu ambillah." "Tuan apa kau tidak mengajukan syaratnya?" "Sudah kukatakan tanpa syarat!" Suma Bing menyambut dengan tangan gemetar. Pedang darah. Merupakan salah sebuah benda berharga dalam kalangan persilatan, semua kaum persilatan pasti ingin merebutnya meski harus mengorbankan jiwanya sendiri. Tapi sekarang Racun diracun menyerahkan kepadanya tanpa syarat. Hampir2 dia tidak percaya akan kenyataan ini. Namun menghadapi bukti yang nyata ini mau tak mau dia harus percaya. Mendadak Siang Siau hun menatap tajam kearah Racun diracun, katanya. "Kupandang muka engkoh Bing, perhitungan kita kelak kita selesaikan lagi!" Racun diracun mendengus dingin, sahutnya. "Sewaktu2 kunantikan." Habis ucapannya bayangannya juga lantas menghilang dikegelapan malam. Suma Bing menghela napas panjang, ujarnya. "Sepak terjang Racun diracun susah diraba sebelumnya!" "Buyung." Seru si maling bintang Si Ban cwan sambil menggerak2an kepalanya yang sudah penuh ubanan. "Semua pengalamanmu ini bukan terjadi secara kebetulan tentu jadi latar belakang yang ganjil. Apakah bakal membawa berkah atau bencana bagi kau susah disangka!" "Benar, memang wanpwe juga merasa begitu! Eh, apakah Cianpwe dapat meraba siapakah tokoh lihay yang sembunyi dalam rimba tadi?" "Tentang ini... dia pernah mengatakan 'ada bayangan tanpa bentuk', tapi setahuku belum pernah kudengar ada seseorang yang menggunakan simbol empat kata itu sebagai julukannya. Dari nada percakapan Hui Kong Taysu dengan dia, sedikitnya, tokoh misterius ini berkedudukan tinggi..." "Mungkin tidak, berhubungan erat dengan Racun diracun?" "Kemungkinan itu sangat besar!" "Darimana dia bisa tahu maksud kedatangan wanpwe meluruk ke Siau lim ini?" "Teka-teki ini susah ditebak. Kecuali kita dapat membuka kedoknya!" "Dia mengatakan orang yang terkurung dibelakang puncak itu bukan ibuku, dapatkah keterangannya dipercaya?" "Dapat dipercaya, tapi kelak kau perlu membuktikannya sendiri." "Benar, aku harus membuktikan." "Mari kita segera turun gunung!" "Wanpwe ingin..." Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Kau ingin apa?" "Aku ingin sekarang juga membuktikan bahwa orang yang dikurung dibelakang puncak itu siapakah sebenarnya?" Ter-sipu2 si maling bintang Si Ban cwan menggoyangkan tangan. "Jangan!" "Kenapa?" "Pertama; saat ini kau masih bukan tandingan Hui Kong Taysu, kedua; Orang dalam rimba itu sudah memberitahu kepadamu bahwa orang yang dikurung dibelakang puncak itu bukan ibumu, kalau kau berkukuh hendak kesana membuktikan itu berarti kau tidak mempercayai ucapannya itu, juga berarti kau menyia2kan kebaikan orang. Dan yang terpenting sekarang kau sudah memperoleh Pedang darah, kau harus tahu apa yang harus kau lakukan..." Tergerak hati Suma Bing, maka sahutnya. "Baiklah, mari kita pergi." Ditengah kegelapan malam, tiga bayangan manusia sekencang angin berlarian turun dari puncak Siong san. Pada terang tanah mereka bertiga sudah jauh meninggalkan Siong san, dalam sebuah kota kecil mereka istirahat sebentar dan menangsal perut terus melanjutkan perjalanan lagi. Ditengah perjalanan itu mendadak Suma Bing ingat sesuatu lantas bertanya kepada si maling bintang. "Cianpwe, aku ada sebuah pertanyaan?" "Coba kau katakan!" "Apakah yang disebut 'Bu lim sam coat te' itu?" Bu lim sam coat te adalah tiga tempat bertuah yang mematikan bagi kaum persilatan. "Oh, konon kabarnya adalah lembah kematian, Te po (perkampungan bumi) dan Kui tha (menara setan). Bagaimana keadaan dan letak ketiga tempat ini mungkin tiada seorangpun yang jelas dan dapat memberi keterangan." "Mengapa?" "Bagi kaum persilatan yang mendatangi ketiga tempat keramat itu, pasti takkan dapat hidup kembali. Lembah kematian adalah tempat dimana kau terjungkal jatuh oleh pukulan Si tiau khek itu. Dimanakah letak Te po itu tiada, seorangpun yang tahu. Sedang Kui tha terletak ditengah Hek cui ouw (danau air hitam) diperbatasan Kui ciu dan Su cwan!" "Wanpwe berharap ada kesempatan untuk berkenalan dengan tempat2 kramat itu." "Ah, anak muda berdarah panas, lebih baik kau jangan mempunyai ingatan2 yang berbahaya itu." Suma Bing tidak bersuara lagi, namun dalam hati ia tengah berpikir; Lembah kematian adalah tempat bersemayam Bu siang sin li, dirinya sudah pernah pergi kesana, dan sekarang juga dia tengah menempuh perjalanan hendak menuju ketempat. Pengalamannya yang aneh dilembah kematian itu belum pernah dia beberkan kepada orang lain. Tentang Perkampungan bumi dan Menara setan diharap pada suatu ketika dia dapat pesiar ketempat yang menakutkan itu. Tengah mereka mengayun langkah itu, mendadak wajah Siang Siau hun berubah pucat ketakutan dan segera menghentikan langkahnya, kedua matanya terbelalak lebar, serunya gemetar sambil menunjuk keatas sebuah pohon. "Engkoh Bing apakah itu?" Suma Bing dan si maling tua menghentikan kakinya, mereka memandang menurut arah yang ditunjuk oleh Siang Siau hun. Maka terlihat dipinggir jalan sebelah depan sana diatas pohon berjajar bergantungan empat mayat manusia, keempat mayat itu bergoyang gontai dihembus angin lalu, keadaan yang seram ini benar2 membuat merinding dan takut orang yang melihat. Suma Bing mendengus ejek terus melesat menubruk kearah keempat mayat gantung itu. "Engkoh Bing." Teriak Siang Siau hun. "Apa yang hendak kau lakukan?" "Ha, itulah Si tiau khek!" Seru si maling bintang bagai tersadar dari lamunannya, tidak mau ketinggalan segera dia juga menubruk maju. Memang dugaan si maling bintang tidak salah, keempat orang gantung ini memang bukan lain adalah Si tiau khek jagoan kelas istimewa dari Bwe hwa hwe. Agaknya Si tiau khek memang menanti kedatangan Suma Bing. Berbareng keempat setan gantung itu perdengarkan tawa melengking yang menggiriskan bulu roma terus melayang turun keatas tanah. Melihat musuh2 besarnya ini mata Suma Bing merah membara, wajahnya membeku diliputi nafsu membunuh yang tebal. Terdengar Heng si khek pentolan dari Si tiau khek membuka suara nadanya dingin. "Suma Bing, agaknya usiamu panjang sampai sekarang kau masih hidup." "Kalau aku sudah mati lalu siapa yang akan menyempurnakan kalian?" Desis Suma Bing dengan geram. "Bedebah!" Maki Bau bong khek. "Biar hari ini kita sobek badanmu menjadi delapan bagian. Akan kulihat apakah kau masih bisa hidup kembali?" "Agaknya kau ingin mati lebih dulu, baiklah aku mulai dari kau!" 'Blum' dengan kecepatan yang susah dibayangkan pukulan Suma Bing dengan telak menghantam Bau bong khek sehingga terpental terbang beberapa tombak jauhnya. Kiranya Suma Bing telah lancarkan Bu siang sin hoat mendesak maju kehadapan Bau bong khek dan kontan memberinya sebuah pukulan telak. Memang Bu siang sin hoat bukan olah2 hebat dan menakjupkan, sebelum Bau bong khek melihat tegas bayangan musuh tahu2 terasa dada dihantam sebuah godam besar hingga jungkir balik. Segera Heng si khek membentak gusar dan memberi aba2 kepada saudara2nya. "Awas gerak-gerik bocah ini sangat aneh, mari kita maju berbareng." Serempak sambil berteriak menggeledek ketiga setan gantung lainnya ini lancarkan pukulan2 dahsyat. Suma Bing insaf bahwa salah seorang dari keempat musuhnya ini saja Lwekangnya lebih tinggi dari dirinya, mana ia berani menyambuti serangan musuh secara keras, sekali berkelebat bagai setan gentayangan tubuhnya lenyap ditengah2 damparan dan pusaran angin pukulan musuh2nya. Boleh dikata baru kali ini Si tiau khek melihat ilmu kepandaian yang menakjupkan ini, saking kaget dan gentar keringat dingin membanjir keluar. Sungguh mereka tidak habis mengerti dalam jangka pendek selama tiga bulan ini entah darimana bocah ingusan ini dapat mempelajari ilmu sesat yang mandraguna sakti dan hebat ini. 'Blang.' untuk kedua kalinya tubuh Suma Bing berkelebat maju dan menyerang, kali ini sasarannya adalah punggung Heng si khek, kontan tubuhnya terhuyung beberapa langkah sambil menyemburkan darah segar. Dalam pada itu, meskipun Bau bong khek kena terpukul terbang, namun lukanya tidak terlalu berat, sekali melejit bangun segera ia tiba dalam kalangan pertempuran lagi. Sementara Suma Bing masih tenang2 berdiri ditempatnya semula, se-olah2 belum pernah berkisar atau bergerak. Sambil menyeka noda darah diujung bibirnya, tersipu2 Heng si khek mengisiki ketiga saudaranya. Maka dilain saat keempat setan gantung ini sudah berpencar lagi terus mendesak kearah Suma Bing. Heng si khek dan Hui bing khek yang sudah cacat buah tangannya masing2 lancarkan sebuah pukulan tengah. Belum lagi angin pukulannya mengenai sasarannya bayangan musuh lagi2 sudah menghilang dari pandangan mata. Bertepatan dengan itu Bau bong khek dan Teh cian khek juga sudah ayun tangan masing2 beruntun lancarkan serangan membadai dari dua pinggiran. Begitu Suma Bing berkelit dari hantaman tengah kebetulan menyongsong kearah damparan angin pukulan yang kokoh kuat bagai dinding ini, keruan tubuhnya tergetar jumpalitan delapan kaki jauhnya, tanpa kuasa mulutnya menguak seperti hendak muntah. Mendapat peluang ini, secepat kilat Heng si khek dan Hui bing khek segera menubruk maju sambil menendang dan menghantam dengan serangan dahsyat yang mematikan. Untung gerak gerik Suma Bing masih sangat sebat, tersipu2 ia berkelit kesamping. Bahwasanya Bu siang sin hoat memang sangat lihay dan aneh, tapi kebentur musuh2 lihai yang tenaga dalamnya terlalu tinggi, malah empat orang bergabung dan bersatu padu bekerja sama secara rapi lagi. Dua menyerang dan dua lainnya menjaga diri, serangan kilat dengan cara bokongan yang mengandal kegesitan tubuhnya itu akhirnya toh kena diatasi oleh penjagaan musuh yang rapat. Seperti yang diberitahukan Giok Li Lo Ci kepadanya, bahwa ilmu Bu siang sin hoat cukup kelebihan untuk menjaga diri, namun kurang memadai untuk menyerang musuh. Kalau yang dihadapi Suma Bing bukan tokoh lihay sebangsa Si tiau khek ini, atau secara satu lawan satu seumpama lawan dua orang juga keadaannya akan lebih menguntungkan. Jikalau Si tiau khek selalu melancarkan serangan tindakan mereka ini akan sia2, sedikitpun mereka takkan dapat menyentuh seujung rambut Suma Bing. Sebaliknya, kalau Suma Bing turun tangan juga tidak membawa untung bagi dirinya sendiri kekuatan gabungan Si tiau khek, mungkin tiada seorang tokoh lihay dari kalangan persilatan yang kuat menandingi. Se-konyong2 Heng si khek berteriak menggeledek. "Serang!" Tiga gelombang angin pukulan yang dingin membeku bergulung2 menerpa kearah Suma Bing dengan dahsyatnya. Seperti yang sudah2 dengan mudah Suma Bing berkelebat pindah tempat menghindar... Bertepatan dengan itu terdengar sebuah seruan kaget dan ketakutan. Tahu2 Siang Siau hun sudah kena diringkus oleh Heng si khek, sebuah tangannya mencengkram pergelangan tangan, sedang tangan yang lain menekan jalan darah Thian to hiat dibatok kepalanya. Tindakan musuh yang licik dan kejam ini benar2 diluar dugaan Suma Bing, sungguh tidak nyana bahwa Heng si khek bisa mengalihkan sasarannya ketubuh Siang Siau hun, sampai2 si maling tua yang berada tak jauh disampingnya juga tak kuasa mencegah lagi. Dada Suma Bing hampir meledak menahan gusar, bentaknya bengis. "Heng si khek berani kau menyentuh seujung rambutnya saja, kuhancur leburkan tubuh kalian." Heng s i k he k menge k eh t awa s e r am, sahut ny a . "Buy ung , t ak b e rg una k au umb a r anc aman, p o k ok ny a j iwa no na k e c i l i ni t e r l e t ak d iuj ung j a r i k u, b e r ani k au b e r g e r ak , l i hat l ah d i a mat i l eb i h d ul u! " Dalam pada itu, Bau bong khek, Hui bing khek dan Teh cin khek sudah beruntun berdiri dibelakang Heng si khek, punggung beradu punggung, masing2 menjaga satu jurusan. Betapapun aneh dan lihay gerak tubuh Suma Bing, takkan mungkin dapat melancarkan serangannya lagi. Wajah Siang Siau hun kelihatan hijau membesi, alisnya berdiri tegak, sedikitpun dia tak kuasa berkutik lagi. Keadaan Suma Bing serba runyam, mata melotot gigi gemeratak menahan gusar, ingin rasanya ia mengkeremus habis2an empat setan gantung ini. Sebaliknya Heng si khek sangat puas dan bangga, ujarnya. "Suma Bing, sekarang mari kita tawar menawar jual beli ini!" "Jual beli apa, coba katakan!" "Kau sendiri yang menggantikan kedudukan nona ayu ini, bagaimana?" Sungguh gusar Suma Bing tak terperikan, namun karena Siang Siau hun sudah cidera karena dirinya, maka sambil kertak gigi ia menegasi. "Cara bagaimana menukarnya?" "Kau ikut kita pergi, maka kita lepaskan nona ayu ini." "Boleh!" "Tapi kita harus menotok jalan darahmu dulu." Tanpa terasa Suma Bing menghela napas dalam dan merinding tubuhnya. Mati hidupnya adalah soal kecil, setelah dirinya kena tertotok jalan darahnya bila Si tiau khek ingkar janji tidak melepaskan Siang Siau hun, bukankah pengorbanannya akan sia2 dan hampa. Apalagi kekejaman Si tiau khek melebihi binatang buas, mungkin si maling tuapun tidak akan luput dari kekejaman mereka. Karena pikirannya ini segera ia bertanya. "Kalau aku sudah tertotok, apa kalian berani bersumpah pasti melepaskan nona Siang dan Si cianpwe?" Tersipu2 si maling bintang Si Ban cwan menggoyang tangan dan berkata. "Buyung, jangan kau seret aku kedalam pertikaian ini, maaf aku orang tua harus pergi dulu!" Habis ucapannya segera tubuhnya yang bundar cebol itu melenting tinggi menghilang didalam rimba. Tindakan si maling tua ini benar2 diluar dugaan Suma Bing, keruan hatinya tambah dongkol, namun setelah dipikirkan lantas dia paham maksud kepergian si maling tua ini. Jikalau dia tidak lekas2 menyingkir kalau terlambat mungkin takkan dapat tinggal pergi secara masih bernyawa. Sebab hakikatnya keadaannya sekarang dipihak yang terdesak dan tak mungkin lagi dirinya berani bermain garang dan main kekerasan terhadap Si tiau khek. Kalau si maling tua sudah mengundurkan diri, pasti dia dapat mencari akal dan mencari bantuan untuk menolong dirinya. Terdengar Heng si khek mendesak lagi. "Buyung, kau sudah ambil kepastian belum?" "Kau harus melepaskan dia dulu!" "Kalau kau tidak percaya kepadaku, apa aku harus percaya kepadamu?" "Engkoh Bing," Teriak Siang Siau hun, suaranya serak dan menyedihkan. "Kau pergilah, asal kau selalu ingat untuk menuntut balas bagiku, aku sudah cukup puas!" Hati Suma Bing bagai di-iris2 pisau, bagaimana bisa dia mengorbankan seorang gadis muda belia yang mencintai dirinya, maka sambil menggeleng kepala dia berkata. "Tidak!" "Engkoh Bing, apa kau ingin mati bersama Siau moay?" Dada Suma Bing hampir meledak, kedua matanya melotot bagai menyemburkan api tindakan Si tiau khek meringkus Siang Siau hun sebagai sandera untuk menukar dirinya, membuat dia patah semangat dan pasrah nasib. "Baik, kau lepaskan dia." "Tapi, kita harus totok dulu jalan darahmu!" "Kau lepaskan dulu, segera aku ikut kalian berangkat." "Kalau kau berontak ditengah jalan?" "Sungguh menggelikan, ucapan seorang laki2 bagai kuda berlari kencang yang susah dikejar, mati hidup seseorang tergantung ditangan Tuhan." Setelah ragu2 dan bimbang akhirnya, Heng si khek berkata juga. "Keparat, kali ini boleh aku percaya, tapi perlu kuberitahu, kalau kau sampai ingkar janji, nona ayumu ini juga tidak bakal dapat terbang jauh." Habis berkata begitu, juga ia lepas tangan mendorong tubuh Siang Siau hun kedepan. Bergegas Siang siau hun memburu kehadapan Suma Bing, ratapnya. "Engkoh Bing, mari kita pergi, biar perhitungan ini kita tagih kelak" "Tidak!" Sahut Suma Bing dingin acuh tak acuh. "Apa, terhadap iblis, dan setan kejam demikian kau juga percaya?" "Adik Hun, kau lekas pergi saja" "Kau... kau hendak ikut mereka pergi?" "Apa boleh buat, ucapan seorang laki2 harus ditepati!" Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Apa kau tahu apa akibatnya?" "Paling banyak mati!" Tergetar tubuh Siang Siau hun wajahnya juga lantas pucat pasi, sambil membanting kaki ia berkata gemes. "Kecuali aku sudah mati, selama ini aku tidak akan berpisah dengan kau!" "Adik Hun, kau..." Suma Bing benar2 terharu dibuatnya, terbayang dalam otaknya kejadian dalam biara bobrok itu, waktu dirinya keracunan bisa Pek jit kui oleh Tangbun Yu putra Racun utara, dia bersumpah hendak menyertainya kealam baka, keadaan saat itu persis benar dengan sikapnya ini. "Adik Hun, jangan kau membuat aku serba salah?" "Aku sudah berkeputusan untuk berbuat begitu." "Adik Hun, untuk menepati janji seorang gagah, aku harus ikut mereka menuju ke Bwe Hwa hwe..." "Aku juga ikut serta." "Tidak mungkin!" Terdengar Heng si khek menyeringai iblis. "Suma Bing apakah ucapanmu masuk hitungan?" "Sudah tentu" "Kalau begitu, silahkan kau totok sendiri jalan darahmu, Lohu berjanji tidak akan melukai seujung rambut nona ayu ini." "Permintaanmu ini tidak dapat kuturuti!" "Ha, kau ingkar janji dan menjilat ludahmu sendiri?" "Aku hanya melulusi untuk ikut kalian tapi tidak berjanji untuk menutuk jalan darahku!" "Tindakanmu ini cerdik juga, kalau mau ikut segeralah berangkat, keraguanmu akan menentukan keselamatan nona ayu ini!" "Setelah sampai pada tempat tujuan, aku hendak pergi atau lari adalah urusanku, tapi selama dalam perjalanan, jangan kuatir aku tidak akan meninggalkan kalian." Empat setan gantung itu saling berpandangan lalu mengeluh, lantas terdengar Heng si khek angkat bicara. "Buyung, kita mempercayaimu sekali ini, adalah kau sendiri yang mengatakan selama dalam perjalanan tidak akan merat, jikalau ditengah jalan ada orang mencegat dan turut campur urusan ini, apakah kau masih tetap dapat menepati janjimu?" "Sudah tentu!" Diam2 dalam benak Suma Bing sudah mempunyai perhitungannya sendiri. Menggunakan kesempatan ini dia berharap dapat membongkar kedok Ketua Bwe hwa hwe, mengapa lawan selalu mengejar2 jiwanya. Mengandal kelihayan ilmu gerak tubuhnya yang baru itu dia percaya tidak gampang2 dirinya bakal dapat dikekang oleh musuh. "Adik Hun, harap kau dengar kataku sekali ini, lekaslah pergi, percayalah kepadaku, tidak lama lagi pasti kita dapat bertemu lagi!" "Tidak!" Sikap kaku dan ketus Siang Siau hun ini, membuat Suma Bing serba runyam. Pada saat itulah mendadak terdengar sebuah gelak tawa orang yang keras memekakkan telinga. Suara tawa ini sedemikian mendadak dan mengejutkan sehingga semua orang yang hadir tercekat dan tergetar perasaannya. Baru saja suara gelak tawa itu lenyap lantas terlihat seorang tua aneh yang berjenggot panjang menjulai sampai keperutnya, mengenakan jubah panjang yang bersulam Pat kwa didepan dadanya, kepalanya dibungkus kain saten, tangannya membekal sebuah kipas yang di-goyang2kan. Kalau Suma Bing dan Siang Siau hun ter-heran2. Sebaliknya kehadiran orang tua aneh ini malah membuat empat setan gantung yang biasa berlaku garang dan telengas itu kuncup nyali dan gemetar tubuhnya. Terpaut kira2 lima tombak orang tua aneh ini menghentikan langkahnya, kipas ditangannya terus di- goyang2kan, sikapnya acuh tak acuh bagai seorang nabi yang tengah menikmati panorama alam yang indah permai. S e g e r a H e n g s i k h e k m a j u m e n y a p a . " O r a n g t u a k o s e n d a r i m a n a k a h k a u i n i ? " "Hahahaha, aku si orang tua yang kenamaan saja kalian tidak tahu, masih berani berlagak sebagai tokoh dunia persilatan apa segala!" "Apakah kau orang tua adalah Kong kun Lojin?" "Tidak salah, agaknya pengalamanmu luas juga!" Serta merta keempat setan gantung itu menyurut mundur satu langkah. Demikian juga Suma Bing dan Siang Siau hun terbeliak kaget dibuatnya, mimpipun mereka tidak menyangka bahwa si orang tua aneh dihadapan mereka ini ternyata adalah Kong kun Lojin yang dipandang sebagai malaikat penyelamat bagi aliran putih dan dipandang sebagai Giam lo ong oleh golongan hitam. +=============================+ Tiraik asih Websi tehttp.// kangz usi.co m/ Benarkah orang tua aneh ini adalah Kong Kun Lojin? Apakah kedatangannya ini hendak menolong Suma Bing? Ada latar belakang apakah dibalik tugas Si tiau khek yang hendak meringkus Suma Bing ke Bwe Hwa Hwe? Siapakah Ketua Bwe Hwa Hwe yang sebenarnya? untuk pertanyaan ini silahkan Baca Jilid ke 8 -oo0dw0oo- Jilid 8 29. LOH CU GI JEBUL ADALAH SESEPUH BWE HWA HWE. Konon bahwa Kang-kun Lodjin ini sudah wafat pada enam puluhan tahun yang lalu, apa mungkin berita itu adalah kabar angin belaka? Untuk apakah Cianpwe aneh dari kaum persilatan ini muncul secara mendadak disini? Sekian lama Kang kun Lojin menatap Suma Bing, lalu katanya. "Buyung, apa kau ini yang diberi julukan Sia-sin kedua Suma Bing murid Sia sin Kho Jiang?" Sejenak Suma Bing melengak, lantas ter-sipu2 memberi hormat dan menyahut. "Memang itulah wanpwe, entah Locianpwe ada pengajaran apa?" Kang kun Lojin me-ngelus2 jenggotnya yang panjang memutih, seraya berkata dengan nada berat. "Buyung, apa kau tahu tentang perjanjianku dengan Lam sia dulu kala itu?" Suma Bing tertegun, sahutnya. "Hal itu wanpwe tidak tahu!" Mengelam wajah Kang kun Lojin, serunya. "Apa benar Sia sin Kho Jiang sudah meninggal dunia?" "Itulah benar!" "Hm, janjinya seperti kentut tidak dapat dipercaya, manusia rendah sampah persilatan!" Mendengar orang memaki dan menghina gurunya, sontak berkobar hawa amarah Suma Bing, semprotnya dengan angkuh. "Mengapa Locianpwe sedemikian menghina dan memaki guruku?" "Buyung, coba katakan apa benar suhumu tidak memberitahukan kepada kau tentang janji dan sumpahnya kepadaku?" "Tidak, tapi..." "Tapi apa?" "Asal Locianpwe suka memberitahu tentang janji dan sumpahnya itu, biar wanpwe yang mewakili menyelesaikannya!" "Apa kau mampu melakukannya?" "Pasti dapat, hutang guru muridnyalah yang bayar!" "Ketahuilah utang piutang ini tidak mudah dilunasi!" "Sebenarnya tentang piutang apakah?" "Hutang jiwa!" Tanpa kuasa Suma Bing berjingkrak kaget. Bagaimana mungkin gurunya berhutang jiwa kepada Kang kun Lojin. Semasa hidup gurunya pernah berkata bahwa orang tua aneh ini selain ilmunya tinggi sifatnya kejam dan berpandangan sempit, juga senang turut campur urusan orang lain. Tidak pernah gurunya memberitahukan tentang hal2 lainnya. Malah pernah dikatakan bahwa orang tua aneh ini sudah meninggal dunia pada empatpuluh tahun yang lalu. Lantas bagaimana penjelasannya tentang hutang jiwa yang dikatakannya ini? Karena tidak mengerti segera ia bertanya . "Locianpwe sukalah kau memberi penjelasan sekadarnya?" Kata Kong kun Lojin serius. "Limapuluh tahun yang lalu, terbawa oleh sifat2 jahat dan sesatnya gurumu telah membunuh keluarga muridku sebanyak tiga jiwa. Akhirnya ia menginsafi kesalahannya dan berjanji kepadaku setelah urusan pribadinya dapat diselesaikan semua dia hendak menghadap kehadapanku untuk membunuh diri menebus dosa2nya dulu!" Keruan tergetar perasaan Suma Bing tercetus seruannya. "Apa benar terjadi hal itu?" "Hm, buyung, apa kau sangka aku seorang pembual? Kalau dia tidak memberi pesan kepadamu, bukankah dia seorang rendah yang menjilat ludahnya sendiri, tuduhan Lohu ini tidak salah bukan?" Semangat Suma Bing serasa terbang, tanpa kuasa tubuhnya terhuyung tiga langkah, lalu sambil kertak gigi ia berseru tegas. "Hutang jiwa ini biarlah wanpwe yang akan bayar!" Pucat wajah Siang Siau hun, teriaknya kaget. "Engkoh Bing, kau..." Se-konyong2 Kong kun Lojin berputar menghadapi Si tiau khek dan berkata. "Kalian boleh segera pergi dari sini." Si tiau khek gentar menghadapi kebesaran nama Kong kun Lojin, hati mereka kebat-kebit, namun dalam hati mereka berat untuk tinggal pergi begitu saja, segera Heng si khek tampil kedepan sambil unjuk hormat dan berkata. "Wanpwe berempat tengah menjalani tugas untuk menggusur Suma Bing..." Kong kun Lojin maju beberapa tindak sambil menggoyangkan kipasnya, tukasnya. "Selamanya aku orang tua hanya berkata sekali!" "Wanpwe berempat terpaksa dan..." "Keparat, apa kalian minta aku orang tua mengantar kalian dengan kipasku ini?" Keruan Si tiau khek ketakutan, setelah saling berpandangan, akhirnya mereka tinggal pergi tanpa bersuara lagi. Sementara itu Suma Bing menjadi gugup, serunya. "Cianpwe, harap kau suka memberi kelonggaran supaya aku pergi menepati sebuah janji!" "Janji apa?" "Aku sudah berjanji dengan Si tiau khek untuk ikut mereka menuju kemarkas besar Bwe hwa hwe!" "Apa kau ada pegangan dapat kembali dengan masih bernyawa?" "Ini... mungkin bisa." "Jikalau kau mengalami bencana, lalu bagaimana kau hendak membayar piutang suhumu dulu itu?" "Wanpwe bersumpah pasti kembali!" "Buyung, ada berapa banyak jiwamu, agaknya kau memang sudah bosan hidup." Mendengar nada ucapan terakhir ini agak ganjil, Suma Bing menjadi naik pitam, bentaknya dengan aseran. "Siapakah tuan ini sebenarnya?" Maka terlihat Kong kun Lojin meraup jenggotnya dan menanggalkan ikat kepalanya, kipasnya juga lantas dilempit sambil tertawa ter-kekeh2. "Buyung, siapa aku?" Suma Bing tidak kuat lagi menahan rasa geli dan meng- garuk2 kepalanya yang tidak gatal. Ternyata yang berdiri dihadapannya ini bukan lain adalah si maling bintang. Siang Siau hun sendiri juga tidak kuat menahan gelinya, dan tertawa ter-pingkal2 sampai perutnya terasa mulas. "Cianpwe bagaimana kau bisa merubah menjadi wajah Kong kun Lojin?" "Hehehe, Kong kun Lojin sudah meninggal dunia pada enam puluh tahun yang lalu, dalam Bu lim yang masih mengenal wajah aslinya kukira tiada berapa orang saja, karena terpaksa baru aku mendapat akal yang licik ini." "Locianpwe." Seru Siang Siau hun masih memegangi perutnya. "Agaknya kau sering bermain samaran ini, kalau tidak darimana secepat itu kau mendapatkan perlengkapan itu." "Budak ayu, tak perlu kau mengocok aku. Semua perlengkapan ini kupinjam dari patung pemujaan Cukat siansing didalam biara tak jauh didepan sana, tentang jenggot panjang ini? Hahaha, kupinjam dari Ui Tiong itu salah satu dari Ong hou ciang jendral perang yang termashur pada jaman Sam Kok!" Lagi2 Siang Siau hun ter-pingkal2 tak hentinya, Suma Bing juga merasa lega dan bersyukur. Kata si maling bintang Si Ban cwan. "Mari kita melanjutkan perjalanan." Wajah Suma Bing berobah sungguh2, sahutnya. "Tidak!" "Ha, tidak! Apa maksudmu?" "Aku seorang laki2, mana bisa aku ingkar janji terhadap Si tiau khek?" Seketika lenyap seri tawa Siang Siau hun kini wajahnya berganti penuh kesedihan. Si maling bintang menjadi gugup, teriaknya. "Buyung Bwe hwa hwe takkan puas sebelum merenggut jiwamu. Kepandaian Si tiau khek mungkin masih lebih unggul dari Bu lim su ih. Toh mereka mandah terima perintah orang lain. Maka kepergianmu ini, mana bisa kau kembali dengan masih tetap bernyawa. Apa kau tidak berpikir bahwa kau sendiri memikul tugas berat penuntutan balas dendam kesumat keluarga dan suhumu, lalu kenapa kau memandang jiwamu sedemikian murah..." Suma Bing tertawa getir, sahutnya. "Tapi wanpwe tidak mungkin mengingkari janji." Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Apa kau benar2 harus pergi?" "Ya, mungkin disana aku dapat memecahkan tabir rahasia Bwe hwa hwe mengapa selalu mengejar2 jiwa wanpwe!" "Sudah tentu dapat kau bongkar rahasia itu, tapi kau juga harus mengorbankan jiwamu sendiri sebagai imbalannya!" "Itu belum tentu!" "Engkoh Bing." Suara Siang Siau hun gemetar. "Apa kau benar2 hendak masuk kedalam jebakan musuh?" "Adik Hun, maafkanlah kesukaranku ini, kuharap kelak dapat bertemu lagi!" "Tidak, kau tidak boleh pergi. Engkoh Bing, aku tak bisa hidup tanpa kau..." Airmata Siang Siau hun akhirnya mengalir dengan deras membasahi kedua pipinya. Si maling bintang juga menahan keperihan hatinya, ujarnya. "Buyung, menuntut balas, mencari ibumu, dan mencuci bersih nama perguruan, apa kau masih ingat akan semua tugas itu?" Sejenak Suma Bing tertegun mendelong, lalu sahutnya dengan penuh tekad. "Cianpwe, tidak bisa tidak aku harus memenuhi kepercayaan orang!" "Hm, kepercayaan? Kalau kau dapat memenuhi kepercayaan orang, apa kau sudah membayangkan akan akibatnya?" Tiba2 Siang Siau hun menubruk maju memeluk Suma Bing kencang2, serunya. "Engkoh Bing, berjanjilah kau tidak akan pergi!" Kulit wajah Suma Bing ber-kerut2 sebentar, secepat kilat sebuah jarinya menutuk jalan darah Hek tiam hiat lalu per- lahan2 membaringkannya diatas tanah, lalu katanya kepada si maling bintang. "Cianpwe, setelah aku pergi harap bebaskanlah jalan darahnya, maaf aku minta diri!" Habis berkata tubuhnya berkelebat menghilang. Saking gusar dan dongkol si maling bintang mem-banting2 kaki dan melotot matanya, mulutnya mengoceh tak karuan. "Sesat, sesat! Sifat2 sesat dari Kho Lo sia semua sudah diturunkan kepada bocah tak genah ini..." Dalam pada itu, belum Suma Bing mencapai jarak tiga li, benar juga jauh2 terlihat Si tiau khek tengah berlarian balik, agaknya mereka sudah merasa kena dikibuli bahwa Kong kun Lojin itu sebenarnya adalah palsu. Segera ia menghentikan langkah. Berbareng Si tiau khek mengeluarkan suara kaget dan heran, Heng si khek tertua dari mereka segera menyeringai seram, katanya. "Suma Bing, hampir saja kita berempat kena dikibuli, hehehe, pintar juga si maling tua itu bermain sandiwara." Suma Bing menjengek dingin, sahutnya. "Aku Suma Bing selamanya menepati apa yang pernah kuucapkan, mari berangkat bawa aku menuju ke Bwe hwa hwe!" Ucapan Suma Bing ini agaknya diluar dugaan Si tiau khek, sejenak mereka melengak, lalu Heng si khek membuka kata. "Gagah benar, mari ikut!" Lima bayangan manusia dengan kecepatan bagai angin lesus berlarian menuju kedepan sana. Begitulah selama sehari semalam mereka berlarian melalui alas pegunungan dan jalan2 sempit yang jarang dilalui manusia. Pada hari ketiga pagi2 benar tibalah mereka didepan sebuah lembah yang sempit. Baru saja mereka menancapkan kaki, harum kembang bunga Bwe sepoi2 dibawa angin merangsang hidung. Setelah ber-putar2 dalam lembah sempit itu sampailah mereka didepan sebuah rimba pohon Bwe, sedemikian lebat dan luasnya hutan pohon Bwe ini agaknya ber-lapis2 tanpa ujung pangkalnya. Diam2 Suma Bing membatin. Serasi benar nama Bwe hwa hwe dengan tempat ini, apakah mungkin markas besar Bwe hwa hwe berada didalam lembah hutan pohon Bwe ini? Tengah Suma Bing ber-pikir2 ini terdengar Heng si khek berkata. "Sudah sampai." "Apa markas besar Bwe hwa hwe dibangun dalam lembah sempit ini?" "Tidak salah, diujung hutan pohon Bwe inilah!" Si tiau khek berempat membuka jalan didepan, terus memasuki hutan pohon Bwe itu, sejenak Suma Bing ragu2. Akhirnya dia mengikuti juga sambil membusung dada dan memasang mata dengan waspada. Justru yang mengherankan kalau tempat ini adalah letak markas besar Bwe hwa hwe mengapa tidak kelihatan bayangan manusia, suasana dalam hutan ini sedemikian sunyi senyap menyeramkan. Tidak lama kemudian setelah belak belok beberapa kali mendadak Suma Bing kehilangan bayangan Si tiau khek, mereka menghilang begitu saja tanpa keruan paran. Keruan Suma Bing menjadi gugup dan terkejut, sebat sekali ia kembangkan ilmu gerak tubuhnya selulup timbul diantara lebat2nya pohon2 bunga Bwe, namun sekian lama dia berkeliaran sampai keringat membanjir keluar, sekelilingnya masih gelap pekat, hutan bunga Bwe ini agaknya tak berujung pangkal. Saking gugup segera dia melompat keatas sebuah pohon, dimana matanya lepas memandang empat penjuru angin adalah pohon bunga Bwe melulu, sampai bayangan lembah sempit darimana tadi dia masukpun sudah menghilang entah dimana. Kiranya itulah sebuah barisan! Baru sekarang Suma Bing tersadar bahwa dirinya telah terjebak masuk jaringan musuh yang aneh ini, kalau tidak mengenal inti perubahan barisan ini, seumpama berlarian ubek2an sampai mati juga akan sia2 belaka. Saking kewalahan akhirnya dia turun kembali dan duduk dibawah sebuah pohon tenang2 dia berpikir mencari akal untuk meloloskan diri dari kurungan barisan ini. Tapi sedikitpun dia tidak kenal akan aturan barisan ini, pikir punya pikir, otaknya semakin bebal, sungguh dia tidak habis mengerti mengapa Si tiau khek memancingnya dan mengurung dirinya kedalam barisan ini? Kalau toh tempat ini sudah termasuk kekuasaan Bwe hwa hwe itu berarti dirinya sudah menepati janjinya, mau datang atau pergi sudah terserah kepada kehendaknya sendiri, akan tetapi dirinya tak mungkin dapat meloloskan diri. Sang waktu berjalan dengan cepatnya. Bagai binatang jalan yang terkurung dalam kerangkengan, demikian juga keadaan Suma Bing, kakinya terus melangkah tanpa arah tujuan yang menentu. Se-konyong2 tidak jauh didepannya sana berkelebatan muncul beberapa bayangan manusia, yang terdepan adalah seorang pemuda berwajah culas, sekali pandang Suma Bing lantas mengenalinya, itulah Ketua Bwe hwa hwe Chiu Thong adanya, dibelakangnya mengikuti Si tiau khek dan pelindungnya Ma Siok ceng. Sontak berkobar hawa amarah Suma Bing, sambil mendengus dingin, segera ia menubruk maju. Sebat sekali Si tiau khek berpencar dari dua jurusan masing2 ulurkan sebuah tangan melancarkan pukulan, empat gelombang angin pukulan dingin segera memapak kedatangan Suma Bing, kontan tubuh Suma Bing terpental balik ketempatnya. Terdengar Ketua Bwe hwa hwe Chiu Thong menyeringai iblis. "Suma Bing, menyerah saja, seumpama kepandaianmu setinggi langit juga percuma." "Chiu Thong," Teriak Suma Bing gusar. "Kau hendak berbuat apa kepada diriku?" "Tidak lama lagi kau akan tahu sendiri!" Seorang wanita ayu molek bak bidadari muncul dengan langkah lenggang lenggok dari belakang Chiu Thong. Serta merta berdetak jantung Suma Bing, kecantikan wanita setengah umur ini benar2 baru kali ini dilihatnya selama hidup. Chiu Thong dan anak buahnya, segera menyingkir kesamping terus membungkuk memberi hormat dan berseru menyapa. "Menghadap hormat kepada ibu guru." "Jangan banyak peradatan!" Lagi2 tergetar perasaan Suma Bing, kiranya wanita ayu setengah umur ini adalah ibu guru dari Ketua Bwe hwa hwe Chiu Thong. Lalu siapakah gurunya? Benar, tentu yang pernah dikatakan oleh Ketua Bwe hwa hwe sendiri sebagai 'dia orang tua' itulah... "Mohon ibu guru memberi petunjuk?" "Bawa kembali kemarkas, biar suhumu sendiri yang menyelesaikannya!" "Terima perintah!" Seru Chiu Thong, lalu ia berpaling kepada Si tiau khek dan berkata lagi. "Harap kalian berempat turun tangan meringkusnya!" Sikap dan tingkah laku Si tiau khek agaknya takut2 menghadapi wanita setengah umur itu, berbareng mereka mengiakan. Lalu dari jurusan yang berlainan serempak menubruk kearah Suma Bing, delapan cakar kurus kering bagai kilat mencengkram datang. Sekali berkelebat secara menakjupkan Suma Bing lolos dari kurungan cengkraman bayangan cakar musuh2nya. Gerak gerik Suma Bing yang hebat ini membuat Ketua Bwe hwa hwe dan Ma Siok ceng berobah airmukanya. Demikian juga wanita ayu setengah umur itu menegakkan alisnya dan berdiri kesima. Begitu menubruk tempat kosong gesit sekali Si tiau khek melompat mundur lalu menerjang kembali. Ber-ulang2 Suma Bing unjuk kegesitan tubuhnya, sambil berkelit kedua tangannya tidak tinggal diam diayun ber-ulang2, maka Cincin iblis yang dikenakan tengah jarinya itu segera memancarkan sinar berkilauan, ditengah seruan kejut dan ketakutan, tali panjang dileher Bau bong khek sudah terpapas jatuh, keruan semangatnya serasa terbang ke-awang2. "Mundur semua!" Suara perintah dengan nada yang nyaring merdu mengandung kewibawaan yang menciutkan nyali. Bergegas Si tiau khek melompat mundur sambil membungkuk tubuh dengan tubuh gemetar. Wanita ayu setengah umur maju dua langkah, dua bola matanya yang bening indah menjalari seluruh tubuh Suma Bing. Entah karena wanita setengah umur ini terlalu cantik rupawan, atau kedua matanya itu mengandung kekuatan sihir. Suma Bing yang biasanya bersikap dingin keras kepala itu kini ternyata ter-longong2 semangatnya se-akan2 me-layang2, tanpa terasa ia menundukkan kepala tak berani beradu pandang dengan orang. Tiba2 Suma Bing merasa pandangannya kabur, tahu2 sebuah jari yang putih halus dari wanita cantik itu sudah menyelonong hendak mencengkram dadanya, dalam kagetnya serta merta timbul reaksinya, sebat sekali kakinja menggeser lima kaki jauhnya. Gerak tubuh kedua belah pihak sedemikian tjepat benar2 hebat dan mengagumkan. Dimana terlihat bayangan berkelebat, untuk kedua kalinya wanita ayu setengah umur lancarkan serangannya kearah Suma Bing, cara turun tangannya ini aneh dan ganas sekali jarang terlihat ilmu semacam ini dikalangan Kangouw. Dingin perasaan Suma Bing menghadapi serangan yang menakjupkan ini, untuk mengandalkan gerak kelit dari Bu siang sin hoat yang sangat ampuh itu dia selalu lolos dari marabahaya, kalau tidak diukur dari kepandaiannya tentu dirinya takkan mampu bertahan satu jurus saja. Tanpa terasa wanita ayu setengah umur berseru memuji. "Ringan tubuh yang hebat!" Sambil berseru itu, tahu2 pergelangan tangannya digentakkan, sebuah selendang warna merah sepanjang dua tombak tahu2 sudah dicekal ditangannya. Melihat wanita ayu setengah umur ini mengeluarkan selendang senjatanya segera Ketua Bwe hwa hwe dan anak buahnya bergegas mundur sejauh tiga tombak. Hati Suma Bing kebat kebit kurang tentram, naga2nya wanita setengah umur ini hendak mengunjuk kepandaian aslinya. Baru saja pikiran ini terlihat dalam otaknya, bayangan merah berkelebat didepan matanya bagai seekor naga hidup langsung menyapu kearah tubuhnya, tiga tombak sekitar tubuhnya terkekang oleh kekuatan tenaga sapuan selendang merah ini. Ciut dan merinding tubuh Suma Bing, beruntun dua kali dia berkelit sejauh tiga tombak, kini dirinya sudah melampaui beberapa batang pohon bunga Bwe. Se-konyong2 dia kehilangan bayangan musuh, pada saat dia melengak heran, secarik angin dingin melesat tiba dari arah belakangnya. Baru saja dia hendak berkelit agaknya sudah terlambat tahu2 pinggangnya terasa linu serta merta tubuhnya menjadi limbung dan pada saat itulah dia merasakan pergelangan tangannya sudah dipegang oleh musuh. Terasa pula tubuhnya tergetar lantas hilanglah seluruh tenaganya. Wanita ayu setengah umur itu pandang wajah Suma Bing lekat2, timbul sebuah mimik aneh pada wajahnya yang rupawan itu, namun hanya sekejap saja lantas lenyap. " B a w a k e m b a l i k e m a r k a s ! " S i t i a u k h e k s e r e m p a k m e n g i a k a n , H e n g s i k h e k s e g e r a tampil kedepan menutuk beberapa jalan darah Suma Bing, terus dijinjing dan dikempit dibawah ketiaknya. Mereka mengintil dibelakang wanita setengah umur itu terus memasuki hutan lebat sebelah sana. Pada saat itu juga Suma Bing kehilangan kesadarannya. Waktu Suma Bing siuman kembali, ia merasakan dirinya berbaring didalam sebuah kamar yang dihias sedemikian mewah. Ditengah ruang besar terdapat meja kursi besar yang terukir indah terbuat dari kayu cendana, diatas kursi besar inilah duduk dua orang laki2 dan perempuan. Laki2 itu berumur empatpuluhan, berpakaian sebagai sastrawan berwajah cakap gagah. Sedang wanita itu adalah wanita setengah umur yang dipanggil sebagai ibu guru oleh ketua Bwe hwa hwe itu. "Suma Bing, bangunlah dan jawab pertanyaan!" Bergegas Suma Bing bangkit berdiri, matanya nanap memandang laki2 setengah umur. Seringai laki2 pertengahan umur itu mengandung kelicikan, lalu tanyanya. "Kau inikah murid Sia sin Kho Jiang?" "Benar!" "Apa benar Kho lo sia sudah mati?" Suma Bing menjawab dengan mendengus hidung. "Jadi kau sudah diangkat sebagai ahli warisnya?" "Tidak salah!" "Selain kau apakah Kho lo sia mempunyai murid lainnya?" Timbul rasa curiga dalam benak Suma Bing siapakah laki2 ini? Untuk apa dia menyelidiki keadaannya sampai serumit itu? Berulangkali Bwe hwa hwe mengejar2 dan hendak membunuh dirinya, tentu semua itu keluar dari kehendaknya, tapi untuk apakah? Karena pikirannya ini, segera ia balas bertanya. "Siapakah tuan ini?" "Nanti kau akan dapat tahu, sekarang kau jawab dulu pertanyaanku!" "Aku menolak!" "Jawablah pertanyaanku!" "Untuk apa tuan menanyakan semua itu?" "Hehehe, Suma Bing, kuharap kau tahu diri, apa sebelum ajal kau hendak merasakan siksaan jasmaniah yang mengerikan itu." Mendengar ancaman ini, berkobar darah Suma Bing matanya menyala ber-api2, semprotnya bengis. "Siapa kau sebetulnya?" Timbul seringai sadis pada wajah laki2 pertengahan umur, se-olah2 tak terjadi apa2 dia berkata. "Sudah kukatakan nanti sebentar kau akan tahu. Coba katakan pada duapuluh tahun yang lalu selain kau seorang apakah Kho lo sia menerima murid lainnya?" Suma Bing semakin naik pitam, sambil menggeram gusar tangannya diangkat terus menyerang. Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Hehehehehe..." Kedua bola mata Suma Bing melotot besar hampir mencelat keluar, pelan2 tangannya menjulai turun tanpa bertenaga lagi, baru sekarang dia sadar bahwa ilmu silatnya kiranya sudah lenyap sama sekali. Kata laki2 pertengahan umur lagi. "Kau mau katakan tidak?" "Tidak!" "Baik, tidak kau katakan ya sudah, sekarang biar kau melihat tegas kepandaianku", sembari berkata per-lahan2 ia bangkit dari tempat duduknya, dimana tangan diayun lantas memancarlah secarik sinar merah marong melesat keluar kearah pintu ruangan besar. Kontan Suma Bing rasakan arus hawa panas merangsang lewat dari samping tubuhnya. Maka terdengarlah sebuah dentuman yang dahsyat disusul hidungnya dirangsang bau sesuatu yang hangus terbakar, kiranya sepasang pintu besi ruangan itu sudah hangus terbakar dalam sekejap mata tinggal setumpukan abu. Dalam kagetnya Suma Bing berteriak. "Kiu yang sin kang." Saking puas dan bangga laki2 pertengahan umur itu mendongak dan tertawa gelak2. "Benar, begitulah batas kedahsyatan dari Kiu yang sin kang. Suma Bing, untuk melatih sampai tingkatanku ini, seumpama Kho lo sia sendiri juga harus melatihnya sampai seratus tahun lamanya. Tentang kau? hahahahaha!" "Siapakah kau sebenarnya?" Bentak Suma Bing. "Aku? Hitung2 masih termasuk Suhengmu!" "Kau... kau... kau ini Loh Cu gi?" "Benar, akulah Loh Cu gi!" Suma Bing terhuyung tujuh delapan langkah, seluruh tubuhnya berkelojotan, raut wajahnya berkerut2 kekejangan. Tidak kuat lagi, mulutnya mengoak lebar menyemburkan darah segar. Sebenarnya usia Loh Cu gi sudah mencapai enam puluhan, tapi raut wajahnya masih menunjukkan kecakapan sebagai laki2 berusia empatpuluhan yang ganteng. Dari sini dapatlah diukur bahwa latihan Lwekangnya agaknya sudah mencapai titik kesempurnaannya. Kepala Suma Bing terasa men-dengung2, matanya beringas menatap musuh besarnya ini. Dendam kesumat dan rasa kebencian yang menyala2 merangsang dalam aliran darahnya, ingin rasanya saat itu juga ia melimpahkan seluruh rasa kebenciannya ini, namun tenaganya hilang, tubuhnya gemetar dan basah kuyup oleh keringat dingin. Loh Cu gi musuh besar yang setiap saat setiap detik selalu terbayang dalam ingatannya ternyata adalah orang yang memegang peranan penting dibelakang layar dari orang2 Bwe hwa hwe ini. Bergantian terbayang keadaan suhunya yang merana dengan badan cacat dan akhirnya meninggal dengan mengenaskan. Keadaan ibunya yang hampir menggila setelah diperkosa dan harus kehilangan seorang putranya. Akhirnya terbayang juga kematian ayahnya dibawah kepungan beratus manusia2 kejam yang mengeroyoknya... lantas tercetus ucapan dari mulutnya. "Loh Cu gi, binatang jalang, hendak kurobek dan kupotong2 seluruh tubuhmu, kubakar tulang2mu dan kusebarkan kemana2." Loh Cu gi ganda bergelak tawa seram, serunya. "Jadi kau hendak menuntut balas bagi Kho lo sia gurumu itu?" "Benar, suhu meninggalkan pesan untuk mencacah jiwamu." "Apa kau mampu?" "Jangan ter-gesa2. Kukira kau tidak melupakan peristiwa diatas puncak kepala harimau pada delapan belas tahun yang lalu bukan?" Berobah hebat wajah Loh Cu gi, tubuhnya melenting bangun dan serunya gemetar. Pendekar Dari Hoasan Karya Kho Ping Hoo Bintang Bintang Jadi Saksi Karya Kho Ping Hoo Leak Dari Gua Gajah Karya Kho Ping Hoo