Ceritasilat Novel Online

Walet Besi 9


Walet Besi Karya Cu Yi Bagian 9


Walet Besi Karya dari Cu Yi   "Tidak perlu terburu-buru! "pelayan itu berkata dengan ramah.   "coba anda cicipi makanan ringan ini, ini adalah makanan spesial yang khusus dibawakan dari tempat jauh...."   "Kami akan memakannya lain kali. Kami masih ada urusan mendesak!"   Tu Liong khawatir pelayan ini menemukan mayat yang tergeletak di lantai.   Kalau dia berteriak teriak, mereka berdua pasti akan sulit melarikan diri.   karena itu dia terus mendesak pelayan tadi mengantar mereka kebawah.   Sampailah mereka di kasir tempat membayar makanan yang terletak didepan.   Segera Tu Liong membayar semua rekening makanan.   Setelah itu dia segera menarik Thiat-yan pergi.   Di luar rumah makan ada kereta kuda yang menunggu tamu yang ingin menumpang.   Kedua orang ini segera naik kereta.   Tu Liong segera menyuruh kusir kuda untuk berangkat.   "Ke pintu sebelah barat kota"   Dia lalu menurunkan tirai penutup jendela. Kereta kuda langsung bergerak. Tangan Thiat-yan masih berada di dalam genggaman tangan Tu Liong. Kedua orang ini tampaknya tidak menyadarinya.   "Sekarang keadaan sudah berubah menjadi buruk. Ada banyak hal yang harus aku mengerti, apa hubungan Hiong-ki dengan dirimu?"   "Ceritanya panjang"   "Kalau begitu tolong buatlah ceritanya menjadi singkat dan jelaskan padaku"   "Dia seorang pengembara yang terkenal yang disebut "Dia yang berjalan sendirian"...."   "Pengembara? Bagaimana kau bisa berhu-bungan dengan seorang pengembara?"   "Kau mungkin sudah salah paham. Orang -orang menyebutnya sebagai seorang pengembara karena dia tidak memiliki rumah ataupun keluarga. Tidak punya ayah ataupun ibu. Mereka tidak menyebutnya sebagai 'bandit pengembara'. Kalau dia masih lebih muda sepuluh tahun, dia pasti akan dipanggil 'seorang pendekar dari negri timur'. Kami berdua bertemu secara tidak sengaja. Pada waktu itu aku baru berumur lima belas tahun. Sejak saat itu, dia selalu memperhatikanku, dan merawatku....   "Kalau begitu kalian berdua pasti memiliki hubungan yang dekat"   "Betul. Hubungan kami seperti seorang ayah pada anak perempuannya. Seperti kakak pada adik perempuannya. Didalam hatiku, dia seperti seorang dewa pelindung"   Kalian adalah orang yang sangat lurus.   Sekali melihatnya, aku langsung merasa kagum padanya....   betul juga! dia mempunyai sepucuk surat, ini adalah surat rahasia yang ditulis oleh Cu Siau-thian untuk Boh Tan-ping.   Apakah kau pernah melihat surat ini sebelum-nya?"   "Belum. Dia tidak pernah mengatakan tentang masalah ini padaku"   "Aneh? seharusnya dia sudah memberitahu"   "Dia tidak senang mengatakan kejelekan orang lain. Aku pernah bertanya padanya, bagaimana pandangannya terhadap Boh Tan-ping. dia hanya tertawa dan tidak berkata apa-apa"   "Aneh. Dihadapanku dia sudah beberapa kali mengatakan kejelekan Boh Tan-ping....adik Yan! dia begitu memperhatikan dirimu. Kalau kau harus menghadapi seorang penjahat, dia pasti akan mengingatkanmu."   "Sejauh pengetahuanku, dia adalah orang yang cuek (tidak banyak perduli). Tapi didepanku dia selalu tertawa dengan sangat hati-hati. berkata satu kalimat, melakukan suatu hal, selalu dilakukan dengan penuh perhatian."   "Baiklah. ... sekarang kita bahas pertanyaan kedua! Kirakira siapa yang membunuh Hiong-ki?"   "Menurutmu?"   "Aku yakin orang itu adalah Boh Tan-ping"   "Mengapa kau tidak menyangka orang lain? Mengapa kau langsung menunjuk padanya? jangan menilai dengan subjektif"   "Aku mengatakan hal ini karena aku memiliki sebuah bukti"   "Apa buktinya?"   "Aenjata yang digunakan oleh Boh Tan-ping adalah pedang bergigi gergaji"   "Betul"   "Kemarin ini dia pernah menghadang jalanku, lalu bermaksud membunuhku. Untung saja sebelum dia berhasil, Hiong-ki datang menolongku"   "Apakah benar terjadi seperti ini?"   Thiat-yan terlihat sungguh terkejut "Bahu kananku terluka parah. Sekarang bahu ini sudah kuobati. Kalau tidak percaya, silahkan lihat"   "Aku percaya....hanya saja pendapatmu yang mengatakan bahwa Boh Tan-ping sudah membunuh Hiong-ki, aku tidak setuju"   "Kenapa?"   "Selain senjata pedang bergigi gergaji yang digunakan Boh Tan-ping, dia tidak memiliki senjata yang lain. Terlebih lagi pengalamannya berkelana di dunia persilatan, Boh Tan-ping tidak mungkin menye-rang seseorang dari belakang."   "Aku percaya kesimpulan yang kau buat. Apakah mungkin ada orang lain yang ikut ambil peran? Siapakah orang ini?"   "Aku curiga Cu Siau-thian"   Tebakan yang dibuat oleh kedua orang ini terasa saling menuding...   "Mengapa kau curiga dirinya?"   Walaupun hati Tu Liong mulai panas, namun dia tetap terlihat tenang.   "Hiong-ki selalu mengorek-ngorek dan menye- barkan rahasia pribadi Cu Siau-thian. Tentu saja Cu Siau- thian harus membunuhnya...."   "Sekarang aku akan mengantarmu pulang. Malam ini sebelum kau bertemu dengan Cu Siau-thian, aku ingin bertemu dulu denganmu."   Berkata sampai sini, Tu Liong segera memp-rintahkan sais kereta kuda agar berputar kembali ke gang San-poa untuk mengantar Thiat-yan.   Setelah Thiat-yan turun, kereta kuda berputar kembali menuju timur ke arah perumahan mewah.   Tidak lama kereta kuda sampai di depan kediaman Leng Taiya.   Wie Kie-hong sedang murung dan mengurung diri didalam kamarnya.   Setelah Tu Liong datang, barulah Wie Kie-hong mau membuka pintu.   "Kau kenapa? sedang murung?"   "Tu toako! melihat gelagatmu sepertinya ada urusan yang penting"   "Aku ingin memberitahumu sebuah kabar buruk"   "Oh...?"   "Hiong-ki sudah mati"   "Oh!"   Wie Kie-hong langsung loncat dari tempat duduknya. Didalam benaknya Hiong-ki sudah sangat dekat baginya.   "Mati? Bagaimana matinya?"   "Sebuah pisau menancap di punggungnya"   "Bagaimana mungkin? Kungfunya...."   "Kie-hong! orang yang memiliki ilmu silat yang lebih hebatpun belum tentu bisa terus hidup kalau pisau menancap di punggungnya. Kejadian ini sangat mengerikan."   "Sepertinya ada hal lain yang ingin kau katakan"   "Aku tidak bermaksud mengatakan hal yang lain. Aku hanya berharap kau bisa meningkatkan kewaspadaan. Diamdiam ada musuh lain yang sedang memperhatikan kita"   "Siapa?"   "Aku juga tidak tahu siapa orangnya. Tapi bagaimanapun tetap saja ada seorang musuh yang seperti ini, mungkin lebih dari satu orang. Bagaimana pun sebaiknya kita waspada"   "A pakah kau datang kemari untuk menyampaikan ini?"   "Ya"   "Kau tidak perlu berkata pun aku sudah tahu. Melihat dari gelagat ketika kau datang, aku tahu pasti sudah terjadi suatu hal genting."   "Wie Kie-hong!"   Bagaimanapun kalau Wie Kie-hong dibandingkan dengan dirinya, tampak Tu Liong lebih dewasa, ini karena dia lebih bisa mengontrol emosinya.   "Setidaknya ada satu hal yang membuat mu senang, yaitu kabar kalau ayahmu masih hidup. Bagaimanapun juga ini lebih baik daripadaku. Aku sendiri bahkan tidak tahu bagaimana rupa ayah kandungku sendiri"   "Tu toako! aku...."   "Kau dengar dulu apa yang ingin ku katakan.."   Tu Liong menghirup nafas dalam-dalam. Suaranya yang nyaring dan bertenaga itu perlahan lahan berkata.   "Selama orang masih hidup di dunia, selain kasih sayang antar sesama keluarga, masih ada banyak hal yang lebih berharga. Hal ini adalah hal penting yang harus diperhatikan. Selain tata krama, masih banyak aturan yang harus dipatuhi. Wie Kie-hong, selain memikirkan ayah kandungmu, selain berharap agar dirinya selamat dari bahaya, berharap hidup tenang sampai tua, apakah kau tidak memikirkan hal lainnya?"   Kata-kata ini lumayan panjang, lumayan menusuk.   Namun tetap saja Tu Liong mengatakan semuanya sekaligus.   Dia bahkan tidak memasang banyak jeda ditengah kata-katanya.   Wie Kie-hong mendengar semua nasihat ini, sepertinya dia terkejut mendengar setiap patah kata nasihatnya.   Setelah Tu Liong selesai mengatakan semuanya, segera dia berkata.   "Tu toako! aku bukanlah orang seperti itu. aku selalu mementingkan tata krama, tapi juga menjunjung tinggi kepercayaan pada teman...."   "Tiga kata terakhir yang kau ucapkan tadi, tentang "kepercayaan pada teman"   Apakah kau sedang menunjuk pada diriku?"   "Tentu saja"   "Tadi di dalam kediaman Cu Taiya, aku sudah bertindak keras padamu. Apakah kau menyalahkan-ku?"   "Tentu saja aku tidak menyalahkanmu. Cu Taiya sudah memperlakukanmu dengan sangat baik, kau pun tidak bisa tidak menolongnya ketika dia sedang mendapat masalah. Karena itu tadi aku segera pergi meninggalkannya. Aku tidak ingin berselisih dengan dirimu"   "Kie-hong!"   Tu Liong mengangkat tangannya, lalu menepuk bahu Wie Kie-hong. Dia berkata dengan sangat senang.   "Kau sungguh seorang adik yang sangat baik. baiklah kalau begitu, sekarang kita akan membahas masalah yang penting"   "Aku tahu kau ada urusan yang penting"   "Berkata kesana kemari tetap saja ingin membicarakan tentang ayahmu...."   "Aku sangat berterima kasih atas perhatianmu. Apakah kau sudah mendengar kabar baru?"   "Ayahmu masih hidup, ini sangat jelas, hanya saja banyak orang yang bercerita, dan masing-masing versinya berbeda, katanya ayahmu sedang berada di bawah tekanan Cu Siauthian, tidak ada kebebasan untuk berbuat apa-apa...."   "Betul. Aku sudah mendengar gosip yang berkata seperti itu."   Wie Kie-hong menambahkan.   "Ini adalah kata yang sudah dikatakan oleh Hiong-ki dan Thiat-yan. Tapi aku mendengar berita lain yang nadanya bertolak belakang dengan yang pertama. Wie Kie-hong, apakah kau pernah mendengarnya?"   "Belum"   "Menurut gosip itu, ayahmu sama sekali tidak keluar menunaikan tugas. Leng Souw-hiang sudah menyuruhnya memalsukan berita membuat alibi palsu, sehingga dia bisa menjadi prajurit khusus bagi dirinya. Dia bisa menyuruhnya setiap saat untuk melakukan kejahatan apapun tanpa diketahui umum.   "Apakah....apakah ini adalah kenyataan?"   "Jujur saja aku katakan. Pertama kali aku tidak percaya gosip semacam ini. sekarang ini aku sedikit goyah. Mungkin juga berita ini benar"   "Tidak !"   Wie Kie-hong menggeleng-geleng kepalanya dengan sangat sedih.   "Ayah angkatku adalah generasi tua yang penuh kasih sayang dan tanggung jawab, dia bukan orang semacam itu"   "Kau salah! siasat para pejabat pemerintahan sangat dalam bagaikan lautan. Mereka jauh lebih berbahaya daripada para pendekar yang sudah berkecimpung di dunia persilatan. Leng Taiya sudah puluhan tahun berkecimpung dalam dunia pemerintahan. Dia pasti sudah punya karakter semacam itu. kau yang sudah melihatnya sendiri"   "Aku ........aku sungguh tidak tahu harus bagaimana menghadapi masalah ini. bisakah kau beri aku sedikit petunjuk"   "Kita sudah mendengar dua macam gosip yang beredar. Kedua gosip ini tidak boleh kita percaya begitu saja. Kita harus menyelidiki kebenarannya dengan kepala dingin. Untuk menghindari masalah hubungan dengan majikan, sebaiknya kita berbagi tugas. Kau pergi menyelidiki Cu Siau-thian, aku akan pergi menanyai Leng Taiya."   "Diantara mereka terdapat perbedaan yang sangat besar"   "Apa perbedaannya?"   "Cu Taiya masih sehat. Leng Taiya sedang sakit berat dan hanya bisa berbaring di ranjang. Kita tidak bisa menggunakan cara yang sama untuk menghadapi mereka"   "Kie-hong! bagaimana rencanamu untuk menghadapi Leng Taiya?"   "Pertama-tama aku akan memohon dengan segenap hati. kalau sampai terakhir aku tidak berhasil, aku terpaksa menggunakan kekerasan..."   "Kau tenang saja, aku tidak akan menggunakan kekerasan untuk menghadapi Leng Taiya. Pertama, dia juga tidak menguasai ilmu silat, kedua umurnya pun sudah sangat tua. Ketiga, dia sedang merawat luka. Kalau aku menghadapinya dengan tidak baik, bukankah ini namanya tidak sopan?"   "Tu toako, tiba-tiba aku menyadari bahwa kata-katamu bertentangan"   Tu Liong terkejut. Dia lalu bertanya.   "Kata-kataku bertentangan? coba kau katakan apa yang bertentangan itu"   "Tadi kau mengatakan bahwa selain hubungan kekeluargaan, masih ada banyak hal yang harus lebih di junjung tinggi. Namun sekarang kau membuat pengaturan seperti ini, semuanya demi mencari tahu keberadaan ayahku. Sepertinya semua urusan selain hal ini sudah kau anggap tidak terlalu penting. Bukankah ini adalah hal yang bertentangan?"   "Kita membuat pengaturan seperti ini bukan untuk menolong ayahmu, juga bukan untuk mempertemukan kau dengan ayahmu. Kita melakukan ini untuk mencari tahu kebenaran. Apakah kau mengerti? Kita sekarang sedang mencari kebenaran, mungkin pada waktu pencarian kita harus melukai perasaan beberapa orang, namun kita terpaksa melakukannya."   "Baiklah! kalau begitu ayo kita lakukan"   Walet Besi Karya Cu Yi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Mereka berdua memutuskan sebuah rencana lalu mengatur apa yang akan dikerjakan.   Setelah selesai, Wie Kie-hong segera pergi ke kediaman Cu Taiya meninggalkan Tu Liong di dalam kamarnya seorang diri.   0-0-0 Kediaman Cu Taiya tampak lebih ramai.   Wie Kie-hong datang kesana mengetuk pintu, seperti sebelumnya dia memohon untuk bertemu.   Diluar dugaan, Cu Taiya mau menemuinya.   Malah dia menyambutnya dengan ramah.   "Kie-hong! apakah kesalahpahaman mu kemarin sudah jelas?"   "Diantara kita berdua tidak pernah ada salah paham"   "Kau masih berkata tidak ada salah paham? Itu bukan suatu urusan kecil, kau harus melihat kemarin ini betapa besar emosimu. Masih untung aku masih bisa mengalah dan menenangkan diri. kalau tidak...."   "Sekarang aku datang kemari bukan untuk meminta maaf. Aku juga datang kemari bukan untuk mendengar penjelasanmu. Aku datang kemari karena aku masih ingin mencari tahu jawaban dari pertanyaanku kemarin. Aku punya beberapa bukti yang bisa membuktikan bahwa ayahku sekarang sedang berada dibawah tekanan mu."   "Aku tidak mengakuinya"   "Tadi aku pergi karena Tu Liong ada disini. Anda harus mengerti hubunganku dengan Tu Liong."   "Kalau aku tidak sedang menghargai perasaan diantara kalian, apakah kau pikir aku akan mengijinkanmu pergi dengan begitu mudah?"   "Bagaimana dengan sekarang?"   "Sekarang? Ada apa dengan sekarang?"   "Sekarang Tu toako sudah memutuskan hubungan denganmu. Kau tidak perlu lagi mempertimbangkan dirinya, betul tidak?"   "Kie-hong! kau adalah seorang generasi muda, pandanganku tidak seperti pandanganmu. Kau datang kemari dengan harapan setelah memecahkan misteri, kau bisa mendapat jawaban yang sebenarnya"   "Kau tidak perlu berkompromi denganku. Kau juga tidak perlu mengatakan kata-kata yang enak didengar. Aku punya kepercayaan diri, aku tidak perduli betapa kata-kataku sangat melukai hatimu, kau tidak mungkin melukaiku"   "Mengapa?"   "Karena ayahku tidak mungkin dengan begitu mudahnya membiarkanmu melukai anaknya sendiri, cobalah, pada waktunya ayahku pasti akan keluar"   Wajah Cu Taiya menjadi hijau.   Nafasnya mulai memburu.   Sepertinya amarah yang ada di dalam hatinya sudah membuat tenggorokannya tercekat.   Dia ingin mengatakan sesuatu tapi tiada kata yang keluar.   Dibelakang dirinya sudah berdiri empat orang pengawal.   Semua berbadan besar dan tinggi tegap.   Sepertinya mereka semua bisu, dan juga tuli.   Namun mereka semua menatap majikannya, sepertinya sedang menunggu perintah.   "Wie Kie-hong !"   Cu Siau-thian berdiri. Dia berkata dengan dingin.   "kau terlalu muda, kau sangat mudah diperdaya oleh orang lain. Cepat katakan padaku, siapa yang sudah memberitahumu semua itu. cepat katakan"   "Tidak perlu dikatakan. Orangnya sudah mati"   "Sudah mati?"   "Untuk apa membesar-besarkan masalah ? orang ini sudah dibunuh olehmu. Mana mungkin kau tidak mengetahuinya?"   "Kie-hong ! aku sudah sangat berbaik hati padamu. Kalau kau terus berlaku tidak sopan pada generasi tua, aku harus mendidikmu"   "Tidak perlu berkata seperti ini. aku datang seperti ini, dan lalu berkata dengan sikap yang seperti ini padamu, sudah tidak ada lagi hubungannya dan rasa hormat pada generasi leluhur ataupun generasi muda. Cu Taiya! tolong beri tahu padaku. Dimana ayahku berada"   "Aku tidak tahu"   "Kata-katamu tidak akan bisa mengusirku dengan mudah."   "Sebenarnya apa yang kau inginkan?"   "Aku ingin mencari ayahku"   "Ayahmu sedang berada di Pakhia. Ayahmu masih hidup. Ini aku tahu, tapi aku sama sekali tidak tahu dia ada dimana, dia tidak pernah meng-hubungiku"   "Mengenai masalah ayahku, apakah kau tidak pernah mendengar kabarnya sama sekali?"   "Aku sudah mendengar sangat banyak"   "Boleh aku tahu"   "Aku belum bisa memberitahu"   Cu Taiya menggelenggelengkan kepala.   "karena kau sudah menilai diriku dengan sebuah pandangan buruk. Kalau kau mempunyai pandangan buruk, walaupun aku sudah mengatakan yang sebenarnya, kau belum tentu percaya padaku."   "Cu Taiya, aku bisa membedakan mana yang benar mana yang salah. Mana omongan yang jujur mana yang bohong. Aku pasti akan mendengarkan semuanya"   "Ayahmu adalah seorang pembunuh yang sangat terkenal di Pakhia"   "Pembunuh?"   Wie Kie-hong sangat terkejut.   "Kalau tidak percaya kau boleh bertanya- tanya. Lagipula semua orang di Pakhia sudah mengetahui masalah ini"   "Jangan-jangan ayahku sudah mengandalkan hidupnya dengan membunuh orang lain."   "Dia tidak menggantungkan hidupnya dengan membunuh orang lain, tapi membunuh demi membalas budi. Dia tidak membunuh demi uang, tapi membunuh demi Leng Souwhiang"   Semua cerita yang disampaikan oleh Cu Siau-thian memang sejalan dengan apa yang sudah didengar nya selama ini.   hanya saja ada kemungkinan berita yang didengarnya selama ini juga disebarkan oleh Cu Siau-thian.   Sekarang dia mengatakan hal ini, tentu saja membuat dia bertambah ragu.   "Aku tahu kamu tidak mungkin percaya"   "Cu Taiya, kamu mengatakan semua ini, apakah semuanya hanya omong kosong saja? Ataukah kamu punya bukti?"   "Tentu saja aku punya bukti"   "Kalau begitu coba ceritakan"   "Hui Ci-hong adalah salah satu korban yang sudah dibunuh ayahmu"   "Bohong!"   "Aku sama sekali tidak bohong. Baru saja dia membunuh satu orang lagi"   "Siapa"   "Hiong-ki"   Wie Kie-hong pertama-tama termenung. Setelah ihi dia tertawa keras.   "Apa yang kau tertawakan?"   "Aku sedang menertawakan dirimu. Kau sungguh sangat licik. Jelas sekali Hiong-ki sudah dibunuh olehmu, lalu kau mengatakan kalau ayahku yang membunuhnya. Apakah kau pikir aku akan langsung mempercayainya?"   "Suatu hari nanti kau pasti akan percaya"   "Kau mengatakan kalau aku melihatnya sendiri, aku pasti akan percaya, betul?"   "Bukan....kau akan percaya setelah aku mati"   Wie Kie-hong tertegun sangat lama. Dia dapat melihat gelagat yang ditunjukkan Cu Siau-thian. Dia tampak sangat serius dan sangat murung. Dia tidak tampak seperti sedang bercanda, juga tidak sedang berbohong.   "Orang selanjutnya yang akan dibunuh ayahmu adalah diriku"   Cu Siau-thian berkata patah demi patah kata dengan keras "waktunya adalah nanti malam"   Mengatakan perihal kematian adalah urusan yang menakutkan yang lazim ditutup tutupi.   Setiap kali seseorang mengatakan tentang hal ini orang itu selalu merasa hatinya seperti diselubungi bayangan gelap.   Karena itu Wie Kie-hong merasa bahwa Cu Siau-thian sedang merasa sangat berat hati.   Kalau Cu Siau-thian adalah target ayahnya selanjutnya, semua keadaan sekarang berbalik.   Hanya dalam seketika ini saja, Wie Kie-hong merasa terenyuh.   "Kie-hong! kau seharusnya mengerti, orang yang paling aku percayai adalah Tu Liong. Tapi Tu Liong sudah memutuskan hubungan denganku. Apakah kau tahu mengapa ini terjadi?"   Cu Siau-thian berhenti berbicara untuk beristirahat sejenak. Setelah itu dia melanjutkan kata-katanya.   "Ini karena aku sengaja membiarkan dirinya memutuskan hubungan denganku."   "Mengapa kau melakukan hal itu?"   "Ayahmu mau membunuhku. Tu Liong pasti akan sekuat tenaga berusaha melindungiku. Pada dasarnya Tu Liong bukan tandingan yang seimbang kalau harus melawan ayahmu. Kalau begitu caranya, bukankah aku sama seperti menyuruhnya mati? Karena itu aku membiarkan dia memutuskan hubung-an agar dia tidak terlibat masalah ini, untuk meng-hindari dirinya dari masalah."   Saat ini, perasaan dan pikiran Wie Kie-hong menjadi sangat rumit.   Rumitnya sampai mencapai batas.   Orang yang selama ini dikiranya sebagai seorang pembunuh yang kejam, ternyata adalah seorang pahlawan dunia persilatan.   Setelah semakin jauh mencari tahu, ternyata malah ayahnya sendiri pembunuh yang sedang dicarinya.   Kenyataan yang sungguh mengerikan Tapi apakah kata-kata Cu Siau-thian dapat diandalkan? Kalau begitu saja mempercayainya sepertinya tidak mungkin.   Tapi kalau harus sama sekali tidak mempercayainya, Wie Kie-hong pun tidak mampu melakukannya.   Dia tidak pernah tahu bagaimana tabiat dan karakter ayah aslinya, apa saja yang sudah dikerjakannya.   Terhadap kejadian yang sebenarnya pun dia sama sekali tidak tahu.   Karena itu dia tidak mampu membuat sebuah dugaan yang setidaknya mendekati apa yang sedang terjadi.   "Cu Taiya, kalau semua yang sudah kau ucapkan tadi adalah kenyataan, aku akan menghargai informasimu. Tapi kalau ternyata kata katamu tadi tidak benar, pada akhirnya aku pasti akan mengetahuinya. Pada waktu itu aku pasti akan datang kemari mencarimu. Aku tidak mungkin memaafkan orang yang sudah menjelek-jelekkan nama ayahku."   Setelah Wie Kie-hong mengucapkan semua yang ingin dikatakannya, dia lalu bertanya lagi.   "Cu Taiya, apakah kau bisa membuktikan semua kata-katamu tadi?"   "Kau hanya perlu menunggu. Nanti kau akan melihat sendiri buktinya"   "Menunggu dan melihat sendiri?"   "Betul. Setelah kau melihat mayatku, kau akan tahu kalau semua yang sudah kukatakan tadi adalah kenyataan. Tidak akan ada orang yang mau menggunakan nyawa sendiri sebagai pembuktian ucapannya sendiri"   Wie Kie-hong berkata dengan emosi.   "Kalau ayahku memang seperti apa yang sudah kau ceritakan, aku pasti akan berusaha sekuat tenaga untuk menghentikannya. Cepat katakan padaku, dimana aku bisa menemuinya"   "Di kota Pakhia ini hanya ada satu orang yang tahu persis dimana dia berada"   "Siapa?"   "Leng Souw-hiang"   Wajah Cu Siau-thian tampak serius namun murung.   Katakatanya pun diucapkan dengan penekanan yang kuat.   Kalau semua yang sudah diucapkannya tidak benar, maka dia pastilah seorang pembohong yang sangat berbakat "Aku ingin menanyakan satu hal lagi padamu.   Pada waktu itu kalian mencelakai Tiat Liong-san, apa sebenarnya motivasi kalian?"   "Apakah kau ingin mendengar jawaban yang sebenarnya ataukah jawaban yang enak didengar?"   "Tentu saja jawaban yang sebenarnya"   "Semua orang sudah tahu kalau aku punya dendam dengan Tiat Liong-san. Karena itu aku berurusan dengan pejabat pemerintahan, dan lalu bekerja sama mencelakai dia. Sebenarnya akulah yang dirugikan.... Wie Kie-hong tidak melanjutkan pertanyaan. Dia hanya diam menunggu lanjutan kalimatnya.   "Sebenarnya orang yang ingin mencelakai Tiat Liong-san adalah Leng Souw-hiang. Dia ingin mendapatkan barang berharga miliknya. Pada saat itu Leng Souw-hiang adalah tangan kanan raja Su-cen. Siapa yang tidak menghormatinya? Aku dulu juga bukan siapa-siapa."   Kalimat ini bisa dipercaya. Walaupun di kalangan dunia persilatan, Cu Siau-thian adalah seorang pendekar yang sangat terkenal, namun di dalam kota, ditengah tengah kalangan pejabat pemerintahan, dia tidak lebih dari seorang pengembara.   "Pada akhirnya, apakah Leng Taiya men-dapatkan barang yang diinginkannya?"   "Yang pasti pada saat itu Tiat Liong-san terlihat membawa sebuah kopor kulit"   "Apa isi kopor kulitnya?"   "Aku tidak tahu"   "Lalu apa maksudmu mengirim tiga pucuk surat rahasia pada mereka semua?"   "Semua itu adalah akal yang dibuat oleh Leng Souw-hiang. Aku hanyalah kambing hitam"   "Cu Taiya ! sekarang pemerintahan baru sudah berdiri. Leng Taiya dan dirimu sudah memiliki status sosial yang sama. Mengapa kau harus takut padanya?"   "Karena dia menguasai seorang pembunuh hebat yang bernama Wie Ceng."   "Walaupun kau takut, belum tentu kau bisa menghindar dari kematian. Mengapa kau tidak bangkit dan melawannya?"   "Ai... !"   Cu Siau-thian menghembuskan nafas panjang.   Walet Besi Karya Cu Yi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Dia terdengar sangat berat hati "karena terlalu lama memelihara rasa takut didalam hati, aku sudah terbiasa hidup begitu, tidak mungkin bisa merubahnya hanya dalam waktu semalam saja.   Terlebih lagi semua orang ingin tetap hidup.   Siapa yang ingin mati? Kalau membuat marah Leng Souw-hiang, selain mati tidak ada jalan lainnya."   "Kau tadi mengatakan bahwa ayahku sudah membunuh Hui Taiya, dan lalu membunuh Hiong-ki. Orang yang ketiga adalah dirimu. Apakah ini hanyalah tebakan liar saja ataukah kau punya bukti yang kuat?"   "Tentu saja aku punya bukti"   "Kalau begitu tolong ceritakan padaku"   "Tadi Wie Ceng sudah datang kemari mem-beriku peringatan"   "Tadi?"   "Betul. Tadi dia berkata kalau aku tidak bisa mengekang Tu Liong, kalau Tu Liong masih terus ikut campur dalam urusan ini, sebelum matahari tenggelam dia pasti akan datang membunuhku"   "Kalau kau sungguh ingin mengekang Tu Liong, kau hanya perlu memintanya, dia pasti akan segera menuruti perintahmu"   "Tapi aku tidak rela mengekangnya"   "Mengapa?"   "Generasi muda mempunyai pemikiran mereka sendiri, mengapa aku harus mengekang dia?"   "Baiklah!"   Wie Kie-hong sepertinya sudah membuat keputusan mendadak.   "mulai sekarang aku tidak akan pergi terlalu jauh dari dirimu. Aku tidak akan membiarkan sembarangan orang datang kemari melukaimu."   "Kau?"   Cu Siau-thian bertanya dengan nada terkejut.   "kau mau menjaga diriku? Kau bahkan tidak perduli kalau kau akan melawan ayahmu sendiri?"   "Semua orang harus melakukan kebaikan bagi orang lain. Kebaikan untuk umum dengan keinginan pribadi selamanya pun selalu bertolak belakang. Aku ingin bertanya pada ayahku secara langsung, mengapa dia mau melakukan semua ini"   Setelah berkata sampai sini, tiba-tiba ada seorang pelayan rumah yang masuk kedalam. Dia lalu berbisik-bisik di samping telinga Cu Siau-thian. Cu Siau-thian lalu mengibaskan tangannya, pelayan itu segera pergi keluar.   "Ada tamu"   "Oh...?"   Secara reflek Wie Kie-hong tertegun "Jangan kaget, ini bukan ayahmu. Tamu ini adalah Thiat-yan"   "Kalau begitu sebaiknya aku sembunyi"   "Bersembunyilah dibelakang lemari"   Wie Kie-hong segera bersembunyi kebelakang lemari. Tepat ketika dia selesai menyembunyikan dirinya, didalam ruangan terdengar suara seorang perempuan.   "Cu Taiya?"   Thiat-yan bertanya dengan dingin "Tidak berani, aku bukanlah tuan besar."   "Aku biasa dipanggil dengan sebutan Thiat-yan, anak perempuan Tiat Liong-san....hari ini aku datang kemari memohon penjelasan darimu."   "Nona Tiat, silahkan duduk"   "Berdiri pun tidak apa-apa....aku hanya ingin menanyakan sebuah barang"   "Aku tahu"   "Kau tahu? Tolong katakan"   "Sebuah kopor kulit berwarna kuning"   "Tidak salah"   "Kalau nona ingin mencari kopor kulit itu, anda sudah mencari orang yang salah! kopor kulit itu tidak ada padaku. Aku bahkan tidak pernah melihatnya"   "Kalau begitu ada pada siapa?"   "Ada pada Leng Souw-hiang"   Thiat-yan berkata dengan nada dingin.   "Cu Taiya, untuk apa kau melakukan hal ini? jangan menganggap aku Thiat-yan adalah anak kecil. Anda adalah dalang dibalik pembunuhan ayahku. Yang lain hanyalah kaki tangan yang membantu anda."   "Tolong nona pertimbangkan sebentar. Aku hanyalah seorang pengembara yang tidak memiliki nama, sedangkan Leng Souw-hiang adalah tangan kanan raja Su-cen. Kalau kami berdua dibandingkan, status kedudukan kami sangat jauh berbeda. Apakah menurutmu dia akan mendengarkan kata-kataku? Atau sebaliknya aku yang harus mendengarkan dia?"   Kata-kata ini bukan tidak masuk akal.   Kekuasaan menekan orang, pada waktu itu di dalam kota Pakhia, Leng Souw-hiang memang memiliki kedudukan yang kuat didalam pemerintahan.   Mana mungkin dia bisa dikontrol oleh seorang pengembara? "Jadi menurut anda kopor kulit kuning itu sekarang sedang berada pada Leng Souw-hiang?"   "Tidak salah"   "Apakah anda bisa menanyakannya langsung padanya?"   "Tentu saja bisa"   "Baiklah! kalau begitu kita pergi"   "Pergi kemana?"   "Pergi mencari Leng Souw-hiang dan menanyakan tentang barang itu"   "Nona! apakah tujuanmu selama ini adalah untuk mendapatkan kembali kopor itu? ataukah untuk mencari tahu apa yang sebenarnya telah terjadi?"   "Apakah ada perbedaan diantara kedua kata itu?"   Cu Siau-thian kembali berkata.   "Sebenarnya diantara kedua kata tersebut terdapat dua perbedaan yang sangat jelas, kalau kau hanya ingin mencari tahu kejadian yang sebenarnya, aku pasti akan segera ikut denganmu menuju kediaman Leng Taiya, dan segera membuktikan kata-kataku. Kalau kau ingin mencari kopor kulit itu, kau harus menggunakan siasat"   "Oh...?"   Selama ini nona Thiat-yan selalu memberikan pandangan subjektif terhadap Cu Siau-thian, ini karena dia adalah pelaku utama yang sudah mencelakai ayah kandungnya sendiri.   Sekarang sepertinya pandangan dia menjadi goyah.   Kalau mendengarkan argumentasi-nya, sepertinya ini sulit dihindari.   "Kalau begitu aku ingin meminta petunjuk"   "Aku tidak berani memberikan petunjuk. Nona seharusnya menceritakan dulu motivasi anda"   "Tentu saja aku ingin mendapatkan kembali kopor kulit tersebut..."   "Apakah anda sungguh ingin mendapatkan kopor kulit itu? ataukah barang yang tersimpan didalamnya?"   "Kopor kulit itu adalah barang peninggalan ayah kandungku. Harganya tidak ternilai. Tentu saja barang yang terdapat didalamnya pun sama berharganya."   "Sebaiknya aku pergi dulu pada Leng Taiya agar dia tidak segera emosi. Nanti aku akan menanyakan padanya tentang kopor tersebut. Aku juga akan menanyakan apakah barangbarang yang tersimpan didalamnya masih ada disana. kalau ternyata tidak ada, apakah kau masih tetap harus mencarinya? Apapun hasilnya nanti aku pasti akan kembali memberitahumu. Bagaimana?"   "Apakah ini adalah salah satu siasat untuk membohongiku?"   "HUH...! ini bukan cara yang tepat untuk menyelesaikan masalah. Aku tidak mungkin melaku-kan hal yang seperti itu. nona Tiat harap tenang"   "Baiklah ! berapa lama aku bisa mendengar jawabanmu?"   "Malam ini sebelum lampu dinyalakan"   "Sampai saat itu aku pasti akan kembali."   Nona Thiat-yan mohon pamit dan segera pergi. Wie Kie-hong segera keluar dari tempatnya bersembunyi.   "Kie-hong! kau pasti sudah mendengar semuanya."   "Hmm..."   "Dari pembicaraanku tadi, seharusnya kau bisa mengerti sedikit lebih banyak tentang kejadian yang sebenarnya terjadi. Aku hanyalah sebuah bidak catur. Leng Taiya adalah orang yang sedang memainkan bidak caturnya....Wie Kie-hong, apakah kau tahu barang apakah yang sudah tersimpan didalam kopor kulit Tiat Liong-san?"   "Tidak tahu"   "Didalam kopor itu sudah tersimpan seratus butir mutiara dari timur"   "Oh...? Mutiara dari timur? Bukankah mutiara itu harganya sangat mahal?"   "Kalau dihitung dengan kondisi pasar seperti sekarang, satu butir mutiara timur harganya bisa sampai ratusan ribu uang orang luar negeri. Tiat Liong-san kehilangan nyawanya karena mempertahankan barang mahal ini"   "Selanjutnya bagaimanakah kalian membagi seratus butir mutiara berharga ini?"   "Aku tidak mengerti arti kata-katamu"   "Kalian sudah membantu Leng Taiya men-celakai Tiat Liong-san untuk mendapatkan mutiara ini. apakah kalian tidak membagi hasil? Bukankah seharusnya seratus butir mutiara mahal itu dibagikan secara adil ?"   "Pada waktu itu kami semua bergantung pada Leng Souwhiang untuk bisa tetap hidup didalam kota Pakhia ini. siapa yagn berani meminta bagian padanya?"   "Tadi kau sudah berjanji pada nona Tiat bahwa hari ini sebelum matahari tenggelam kau akan memberikan jawaban padanya. Kalau begitu kapan kau berencana akan menemui Leng Taiya?"   "Sekarangjuga"   "Kalau begitu aku akan pergi bersamamu. Sekaligus aku juga ingin me'min ta tolong pada anda untuk menanyakan padanya tentang ayah kandungku."   Wie Kie-hong berkata dengan nada sangat sedih.   "selama ini aku selalu hidup didalam kebohongan, didalam kasih sayang yang palsu. Lebih baik sekaligus saja semuanya dibongkar"   Cu Siau-thian tampak menimbang-nimbang sesaat. Dia lalu berkata.   "Wie Kie-hong, sepertinya tidak baik kalau kau ikut pergi denganku. Semua orang memiliki harga diri, seperti pohon memiliki kulit. Kalau kamu ikut, kamu pasti akan sangat melukai harga diri Leng Taiya. Dia mungkin akan emosi"   Wie Kie-hong ikut terdiam. Dia menimbang-nimbang katakata Cu Siau-thian lalu membuat keputusan "Baiklah! kalau begitu aku tidak ikut pergi. Kalau begitu aku akan mendengar kabar darimu bersama Thiat-yan sebelum matahari terbenam nanti."   Setelah itu Wie Kie-hong pun mohon pamit dan ikut pergi.   Sekarang dia bermaksud pergi menemui Tu Liong.   Seharusnya dia sudah berhasil mengorek sedikit informasi dari ayah angkatnya Leng Souw-hiang.   0-0-0 Kedua orang ini sudah mengatur dimana dan kapan mereka akan bertemu.   Wie Kie-hong pergi ke jalan besar bermaksud untuk mencegat kereta untuk pergi ke tempat pertemuan.   Namun baru saja kereta kuda berhenti, tiba-tiba Tu Liong sudah datang menemuinya.   "Tu toako, bagaimana hasilnya?"   Sekali melihat Tu Liong, Wie Kie-hong langsung bertanya.   "Disini banyak orang, rasanya tidak enak membahasnya. Sebaiknya kita pergi ke tempat yang lebih tenang dan baru kita bicara dengan lebih teliti"   Akhirnya mereka berdua menaiki kereta kuda.   Mereka pergi ke sebuah kedai teh.   Ketika sampai, hari sudah sangat siang.   Tepat sekali waktu ketika orang-orang datang ke kedai teh untuk beristirahat.   Suasananya malah semakin tidak enak untuk berdiskusi.   Karena itu sekali lagi mereka pindah tempat.   Setelah sampai di jalan besar, sekali lagi mereka mencoba mencari kereta kuda.   Setelah menaiki kereta, Tu Liong menyuruh kusir kereta untuk pergi sesuka hatinya.   Melihat gelagat Tu Liong yang tampak sangat berat hati, hati Wie Kiehong ikut menjadi mendung.   Sangat jelas terlihat bahwa Tu Liong sudah mendapatkan kabar yang kurang enak didengar.   "Tu toako, sebenarnya apa yang terjadi pada-mu?"   "Aku sudah berbicara sangat lama dengan Leng Taiya, sepanjang kata-kataku itu dia hanya mengatakan tiga kalimat"   "Tiga kalimat itu adalah...."   "Kalimat pertama adalah seharusnya aku merasa bersalah padamu....setelah itu adalah seharusnya aku merasa bersalah pada nona Thiat-yan. Terakhir aku harusnya merasa bersalah pada diriku sendiri"   "Apa artinya?"   "Mana aku tahu? Setelah dia berkata seperti ini, apapun pertanyaan yang kuajukan, bagaimanapun aku memaksanya, dia hanya menutup mata dan tidak berkata apa-apa"   "Tu toako, aku sudah bicara banyak dengan Cu Taiya...."   Setelah itu Wie Kie-hong menceritakan kembali semua yang sudah dialaminya. Ternyata menanggapi cerita ini, Tu Liong hanya berkata dengan dingin "Wie Kie-hong, apakah kau percaya?"   "Kalau kau, apakah kau tidak mempercayai kata-kata Cu Taiya?"   "Aku tidak percaya"   "Mengapa?"   "Ilmu silat ayahmu tidak lemah, namun dibandingkan dengan ilmu silat Cu Siau-thian, perbedaannya masih sangat jauh. Cu Taiya tidak mungkin takut pada ayahmu"   "Padahal kau belum tahu seperti apa ilmu silat yang dimiliki ayahku"   "Sekarang ini memang aku tidak tahu. Tapi Cu Taiya pernah berbicara dengan ku sebelumnya, bahwa sebenarnya dia tidak takut pada siapapun"   "Kalau memang dia tidak takut pada siapapun, dia tidak perlu menutup-nutupi kebenaran seperti ini. ketika tadi Thiatyan datang padanya untuk bertanya, melihat gelagatnya sepertinya dia tampak sangat gugup"   "Itu mungkin ekspresi yang sudah dibuat-buat. Lagipula isi kopor kulit itu tidak mungkin hanya mutiara berharga saja. Rahasia ini tidak mungkin sesederhana itu"   "Tu toako, kau berkata seperti ini, apakah kau mempunyai bukti?"   Walet Besi Karya Cu Yi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Menilai dari kedudukan Leng Taiya, jabatan dan harta kekayaannya sangat berlimpah limpah. Apalagi pada waktu itu dia masih berjaya. Dia tidak mungkin menganggap mutiara yang hanya bernilai sepuluh ribu mata uang orang luar negeri itu sebagai sesuatu yang sungguh berharga. Kalau dibandingkan dengan resiko bekerja sama dengan seorang pengem-bara dari dunia persilatan seperti Cu Siau-thian, apakah tindakannya sepadan?"   "Benar juga! ini masuk akal !"   Wie Kie-hong menyetujui argumentasinya.   "Masalah ini sebaiknya kita lihat dari sudut pandang yang lain"   "Katakanlah"   "Seharusnya kita menanyakan semua hal ini dari sisi Boh Tan-ping"   "Maksudmu adalah..."   "Kita harus mencari cara untuk memaksanya mengatakan hal yang sebenarnya"   Wie Kie-hong tentu mengerti arti yang terkandung didalam kata 'memaksa' ini. Dia terdiam sangat lama, setelah itu dia bertanya.   "Apakah kita memiliki kemampuan untuk melakukannya?"   "Kalau satu lawan satu, kita berdua pasti tidak mungkin bisa menang. Tapi kalau satu lawan dua, kita berdua masih mungkin lebih unggul melawannya"   "Kalau begitu apa kita ada kesempatan?"   "Seharusnya ada. Ayo kita pergi....kita coba buktikan sendiri"   "Tu toako !"   Wie Kie-hong berkata dengan sangat serius.   "sebelumnya kau harus mempertim-bangkan, apakah Boh Tan-ping tahu kejadian yang sesungguhnya?"   "Seharusnya dia tahu"   "Ayo kita pergi. Setidaknya kita sudah mencoba"   Tu Liong segera menyuruh kusir kereta agar mengarahkan laju kereta ke gang San-poa.   Ditengah perjalanan, kedua orang ini kembali merundingkan dengan lebih teliti tentang apa yang akan mereka lakukan nanti.   Kereta kuda berhenti tepat didepan gang San-poa.   Kedua orang ini turun dari kereta, dan segera berjalan masuk kedalam gang.   Sepertinya karena mereka terlalu memikirkan tentang Boh Tan-ping, mereka segera melupakan tentang Bu Tiat-cui.   Seharusnya dia juga orang yang memegang peranan penting.   Tapi dibalik pintu rumahnya yang tertutup rapat, Bu Tiatcui diam-diam memperhatikan gerak-gerik kedua orang ini.   Tu Liong berjalan didepan, Wie Kie-hong membuntutinya dari belakang.mereka berjalan sampai didepan kediaman Thiat-yan.   Tu Liong mengetuk-ngetuk pintu.   "Siapa?"   Orang yang menjawab ketukan pintu adalah seorang pelayan yang sudah tua.   "Kami datang kemari untuk menjumpai Thiat-yan"   Jawab Tu Liong.   "Nona Thiat-yan tidak ditempat"   "kalau begitu apakah kami berdua bisa menemui Boh Taiya??"   Memanggil Boh Tan-ping sebagai Boh Taiya, sebenarnya rasanya sangat kelewatan. Hanya saja Tu Liong tidak tahu bagaimana cara memanggilnya dengan hormat "Kalian ingin menemui Boh Taiya? Kalau begitu tolong tunggu disini"   Setelah beberapa lama, Boh Tan-ping keluar. Dengan dingin dia berkata.   "Untuk apa kalian datang menemuiku? Apakah kalian ingin mencari gara-gara?"   Tu Liong menunjukkan sikap bermusuhan.   Setelah Boh Tan-ping keluar pintu, Tu Liong langsung mengulurkan tangannya untuk menyerang.   Sekali menyerang dia sudah melancarkan jurus mematikan, kalau jurus ini mengena, kalau tidak mati pasti cacat Boh Tan-ping sama sekali tidak menduga sekali bertemu dia harus langsung melawan mereka berdua.   Ketika dia menyadari gelagat ini, selain menghindari serangan, sepertinya tidak ada cara lain untuk menyelamatkan diri.   Dia menghindari serangan dengan sangat anggun, bagaikan kupu-kupu yang meloncat dari bunga ke bunga.   Namun sekali lagi dia tidak menyangka kalau Wie Kie-hong sudah bersiap-siap untuk mencegatnya.   Sebentar saja sebuah pisau kecil yang tajam sudah menempel di punggungnya.   Raut wajah Boh Tan-ping langsung berubah.   "Boh Tan-ping !"   Wie Kie-hong berkata dengan dingin.   "Harap kau jawab dengan jujur"   "Aku sudah cukup jujur dengan kalian!"   "Kalau kau memang orang jujur, kau seharusnya berkata jujur."   Tu Liong berdiri dihadapan Boh Tan-ping. Mukanya tampak sangat garang.   "Apa yang kalian ingin aku katakan?"   "Pada waktu itu Tiat Liong-san mendapat celaka, dia membawa sebuah kopor kulit berwarna kuning. Barang apa yang ada didalam kopor itu?"   "Aku tidak tahu"   Boh Tan-ping berkata dengan cepat.   "Apakah kau sungguh tidak tahu?"   Tu Liong tertawa dingin. Luka sayat pedang gigi gergaji belum sembuh benar, namun api balas dendam sudah berkobar dengan hebat didalam hatinya.   "Ataukah kau tahu tapi tidak mau mengatakannya?"   "Aku tidak tahu"   Boh Tan-ping tetap mengatakan hal yang sama.   "Seharusnya kau tahu. Kau adalah adik dari Tiat Liong-san. Dia sudah mati, kau pun merawat putrinya sendirian. Semua hal yang berhubungan dengan Tiat Liong-san, kau pasti mengetahui semuanya dengan jelas"   "Walaupun aku tahu, aku tidak akan memberitahukannya?"   "Ternyata seperti ini...."   Tu Liong mendadak berteriak dengan suara keras.   "Wie Kie-hong! dengarlah dengan jelas! aku sekarang ingin bertanya tiga buah pertanyaan pada Boh Taiya. Aku berharap dia bisa menjawab denganbaik. kalau dia tidak menjawab pertanyaan yang kuajukan, kau tusukkan pisau kecilmu itu sepuluh sentimeter kedalam. Kalau pisau itu menancap sampai tiga puluh sentimeter, seharusnya pisau itu sudah bisa mencapai jantungnya."   "Tu toako! Akut pasti akan melakukan sesuai dengan apa yang kau suruh"   Kedua orang ini sudah berimprovisasi dengan baik. sepertinya kompromi yang sudah dibahas di dalam kereta berjalan dengan mulus. Sekarang raut muka Boh Tan-ping berubah lagi. kekerasan hatinya pun berubah.   "Kalian berdua tidak perlu berlaku seperti ini. kalau ada masalah apakah tidak bisa dibicarakan secara baik-baik?"   "Dari awal aku sudah berharap membicarakan tentang hal ini secara baik-baik denganmu. Selama ini kaulah yang tidak pernah bekerja sama! sekarang aku akan mulai mengajukan pertanyaan pertama....ada seseorang yang bernama Wie Ceng. Sejauh pengetahuanmu, dimana dia berada sekarang?"   "Dia berada didalam kota"   Boh Tan-ping menjawab dengan sangat cepat.   "Aku ingin mendengar jawaban yang lebih mendetail mengenai tempatnya"   "Kalau tentang itu aku juga tidak tahu secara pasti"   "Baiklah, pertanyaan pertama sudah kau jawab dengan baik....sekarang pertanyaan nomor dua.... ketika kita bertemu di gang sempit, kau sudah mengeluarkan pedang dan bertarung denganku. Siapa yang sudah menyuruhmu?"   Boh Tan-ping tampak menimbang-nimbang sebelum menjawab pertanyaan. Tu Liong berteriak keras.   "Tusuk dia!"   "Tunggu Y' Boh Tan-ping juga segera berteriak keras "Kenapa? Apakah kau masih berpikir membelokan jawabanmu?"   "Apakah kalian akan mempercayai kata kataku?"   "Benar tidaknya aku akan mempertimbangkannya"   "Baiklah"   Sepertinya Boh Tan-ping sudah mengum-pulkan semua keberaniannya.   "Kau dengarlah dengan baik. orang yang sudah menyuruhku untuk menyerangmu adalah Cu Siau-thian"   Tu Liong merasa seperti seseorang sudah memukul kepalanya dengan benda yang sangat keras.   Dia mundur beberapa langkah kebelakang.   Dia terus memandang Boh Tan-ping.   Wie Kie-hong juga merasa sangat terkejut.   Saat ini, dia pun tidak berani bernafas terlalu keras.   Boh Tan-ping melihat raut muka Tu Liong seperti ini, dia segera bertanya.   "Tu Liong, kau tidak percaya padaku kan?"   "Tuan Boh, sebenarnya aku masih memiliki pertanyaan berkenaan dengan kopor kulit yang kita bahas tadi"   Raut wajah Tu Liong sangat tidak enak dilihat. Namun katakatanya masih terdengar sangat tenang.   "Sekarang aku ingin tahu tentang sebuah hal yang lain. Karena itu aku terpaksa mengesampingkan pertanyaan yang berkaitan dengan kopor kulit....Cu Taiya sudah menyuruhmu untuk turun tangan menyerangku, apakah dia menyuruhmu untuk langsung membunuhku, ataukah dia hanya ingin memberiku sebuah pelajaran yang tidak terlupakan?"   "Dia berharap untuk membuatmu berbaring diranjang dan merawat luka setidaknya selama satu dua bulan, dan tidak bisa turun ranjang pergi kemana-mana."   "Baiklah, tuan Boh, ketiga pertanyaan ini sudah kau jawab dengan baik. hanya saja masalah yang berkaitan dengan Cu Taiya, kau harus mengatakan semuanya sekali lagi dihadapannya. Ayo kita pergi ........kita selidiki kebenarannya"   "Tu toako, apakah kita akan pergi seperti ini?"   Pertanyaan ini membuat Tu Liong menge-rutkan keningnya sampai kedua alisnya menempel.   Boh Tan-ping adalah seorang manusia yang masih hidup.   Walaupun sudah diikat dan ditarik pergi, ini hanya bisa dilakukan kalau dia bersedia untuk ikut pergi.   Selain itu dia pasti akan mencari cara untuk memberontak dan melarikan diri.   Orang seperti ini tidak bisa dianggap remeh.   "Tuan Boh"   Tu Liong bertanya dengan dingin "Apakah kau bersedia untuk membuktikan kata-katamu?"   "Bagaimana kalau kita pergi kesana?"   Ternyata Boh Tanping pun menanyakan hal yang sama "Apakah kau ingin pergi?"   "Turunkan pisaumu, aku akan bersedia pergi dengan kalian"   "Kau sendiri yang mengatakannya."   "Iya"   "Baiklah. Wie Kie-hong, turunkan pisaumu"   "Tu toako"   Kata-kata Tu Liong tadi tidak hanya sebuah perintah, tapi adalah sebuah perintah yang harus dilaksanakan.   Wie Kiehong segera menyimpan pisaunya.   Boh Tan-ping menghirup nafas dalam dalam.   Sekarang dia pasti sedang memikirkan sebuah masalah....Tu Liong jelas sekali tahu kalau dia adalah orang yang sangat berbahaya, mengapa dia mengambil resiko? Tu Liong membalikkan tubuh dan mulai berjalan pergi.   Pada waktu yang sama dia berkata.   "Harap tuan Boh ikut dengan kami"   Boh Tan-ping tampak menimbang-nimbang sesaat, setelah itu dia ikut pergi.   Tu Liong berjalan paling depan, Boh Tan-ping berada ditengah.   Wie Kie-hong mengekor dipaling belakang.   Kalau Boh Tan-ping bermaksud macam-macam, ini adalah kesempatan yang paling bagus.   Sekarang masalahnya adalah apakah dia berani melakukannya.   Pada saat ini dia tampak menaruh hormat pada Tu Liong.   Mereka berjalan sampai ke mulut gang, lalu menghentikan sebuah kereta kuda, ketiga orang ini segera masuk kedalamnya dan segera duduk.   Setelah ketiga orang duduk dengan baik, kereta kuda mulai bergerak.   Boh Tan-ping yang paling pertama membuka pembicaraan.   Dia bertanya.   "Tu Liong, setelah kau mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, bagaimana perasaanmu?"   Walet Besi Karya Cu Yi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Sangat pedih"   "Apakah sungguh sangat pedih?"   "Benar"   "Kalau memang merasa sangat pedih, untuk apa kau membuang-buang tenaga pergi mencari, mengoreknya sampai tampil keluar dan menyakit-kanmu?"   "Pada dasarnya manusia selalu mencari masalah, mereka selalu senang disakiti....tuan Boh, kau dulu pernah menjadi adik angkat Cu Siau-thian. Sekarang ini kau sudah membocorkan rahasianya. Bagaimana perasaanmu?"   "Aku terpaksa, kalau orang sudah dipaksa, banyak urusan yang bisa dilakukannya tanpa memikirkan tanggung jawab."   Ketiga orang ini duduk dalam satu baris.   Boh Tan-ping duduk di tengah-tengah.   Kedua tangannya ditaruh diatas pangkuannya.   Dia tampak sangat tenang.   Namun apa yang dikatakannya sepertinya mengandung arti yang tersirat.   Tu Liong berpikir sejenak, setelah itu dia bertanya.   "Tuan Boh, apakah kau ingin mengatakan sesuatu?"   "Tidak ada. Aku hanya ingin memberitahukan. Aku memang dari dahulu seperti ini. aku tidak senang mengkhianati orang lain."   "Aku juga tahu ........kau melakukan karena terpaksa. Seperti sekarang ini kau duduk dengan baik disampingku, bahkan kau tidak berniat melarikan diri."   Boh Tan-ping tertawa pahit.   "Tu Liong, aku yakin dari awal kau sudah membuat pengaturan yang sangat baik, sebaiknya aku jujur padamu"   "Tuan Boh, mendadak aku mengerti siasat apa yang sedang kau buat"   Boh Tan-ping mendengus dengan keras.   "Kalian lebih muda dariku, sekarang kalian berdua melawanku seorang diri. Bagaimanapun kalian pasti akan lebih unggul. Mana mungkin aku berani bersiasat?"   "Kalau satu lawan satu?"   "Kalau satu lawan satu, aku pasti akan lebih unggul. Tu Liong....kita berdua sudah pernah beradu kepandaian, untuk apa kau bertanya seperti ini?"   "Kalau sudah berada didepan Cu Taiya, nanti kita akan bertarung satu lawan satu. Pantas saja sekarang kau bersedia mengikuti kami secara baik-baik. ternyata kau berpikir ingin menggunakan tenaga Cu Taiya untuk menolongmu keluar dari kesulitan ini. terlebih lagi kau nanti akan berusaha membunuh kami. Benarkah ini?"   Raut wajah Boh Tan-ping sedikit berubah.   "Sekarang aku pikir untuk membuktikan kata-katamu, kita tidak perlu lagi datang pada Cu Siau-thian."   "Oh...? Apakah kau sering ganti pendirian dengan cepat seperti ini?"   "Dengarkan dulu alasanku, kau tadi mengatakan ingin pergi menemui Cu Taiya untuk membuktikan kata-katamu, maka kita berdua akan masuk kedalam situasi yang tidak menguntungkan, kalau kata-katamu tadi adalah kebohongan, aku pasti akan melukai perasaan Cu Taiya. Karena itu aku memutuskan sementara waktu tidak pergi menemui-nya"   "Kalau begitu bagaimana kalian akan melepaskanku?"   "Tuan Boh"   Tu Liong dari awalpun berkata dengan sangat teratur.   "ada satu masalah yang ingin aku jelaskan, aku sudah mengatakan hanya ada tiga buah pertanyaan, karena itu setelah menjawab ketiga pertanyaan itu aku tidak bertanya lebih jauh lagi. sebenarnya hari ini tujuan utamaku datang mencarimu sudah dikesampingkan. Sekarang aku menyerahkan dirimu pada Wie Kie-hong. Dia ingin bertanya padamu tentang keberadaan ayah kandungnya.   "Aku sudah mengatakan padamu sebelumnya, aku tidak tahu...."   "Sampai pada kondisi tertentu, kau pasti akan mengatakan kalau kau tahu...."   Tu Liong segera memerintahkan kusir kereta kuda untuk memutar kereta kuda keluar dari pintu barat. Tu Liong bermaksud pergi ke Sie-san.   "Tu Liong !"   Boh Tan-ping berkata dengan suara rendah.   "Karena Thiat-yan menganggap kalian sebagai pendekar berumur muda, dia sudah menyuruhku untuk tidak melukai kalian. Selama ini aku berulang kali harus bersabar dengan kelakuan kalian, jangan pikir aku takut pada kalian"   "Aku tahu kau tidak takut pada kami. Kami juga sama sepertimu, tidak takut siapapun"   "Wie Kie-hong !"   Boh Tan-ping memutar kepalanya memandang ke arah yang berlawanan.   "Aku tidak tahu apa yang akhirnya terjadi pada ayahmu, kalau kau berbuat macam-macam terhadapku, nanti kita pun belum tentu bisa berjumpa lagi"   Wie Kie-hong hanya berkata dengan dingin.   "Aku hanya mendengar kata-kata Tu toako, dia menyuruhku melakukan apapun aku pasti akan melakukannya"   "Apakah kau tidak memiliki pendirian dan pandangan sendiri?"   "Tentu saja aku punya pemikiran sendiri, pendirianku adalah untuk mendengarkan semua perintah Tutoako"   "Tu Liong !"   Boh Tan-ping mulai terdengar emosi.   "kau tidak boleh memaksa orang terlalu..."   "Tuan Boh....kata-katamu terlalu berlebihan, kalau aku tidak memaksa, kau rupanya tidak akan bicara"   "Tu Liong, apakah kau akan memaksaku sampai mempertaruhkan nyawa?"   "Sayangnya nyawamu hanya ada satu"   "Aku tidak percaya kau bisa tega membunuh orang"   "Kalau kau berani, mengapa aku tidak berani?"   Wie Kie-hong tidak pernah ikut campur mulut.   Pisau kecil yang dipegangnya pun selalu menempel dengan ketat pada Boh Tan-ping.   walaupun Boh Tan-ping emosi, dia tahu kalau dia tidak bisa berbuat banyak, mempertaruhkan diri berarti membuang nyawa.   Dia tidak mungkin melepasnya dengan mudah.   "Wie Kie-hong"   Boh Tan-ping mulai balas menyerang.   "aku berjanji akan membantumu mencari tahu tentang keberadaan ayahmu sekarang, berilah aku satu atau dua hari untuk mencarinya, boleh tidak?"   Wie Kie-hong tidak menjawab. Seolah olah dia tidak mendengar kata katanya.   "Tu Liong! anak kecil ini hanya mendengarkan kata-katamu saja, kau katakan sesuatu"   Tu Liong hanya berkata dengan dingin.   "Apa gunanya aku berkata padanya? Kalau berkata denganmu itu barulah ada gunanya.... aku tahu, pada akhirnya kau pasti bicara"   "Kalau kau membunuh aku, aku masih tetap akan mengatakan tiga kata tadi....aku tidak tahu"   Tidak lama kereta kuda berhenti. Mereka sudah sampai di Sie-san. Tu Liong tampak muram.   "Tuan Boh, sebaiknya kau menurut, kalau kau berniat untuk kabur, kami pasti akan membunuhmu."    Pendekar Gunung Lawu Karya Kho Ping Hoo Banjir Darah Di Borobudur Karya Kho Ping Hoo Perangkap Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini