Pedang Darah Bunga Iblis 22
Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH Bagian 22
Pedang Darah Bunga Iblis Karya dari G K H "Adik Sian, memang akulah yang salah, nanti setelah semua sakit hati dan dendamku sudah terhimpas beres, pasti kutambal kekuranganku..." "Engkoh Bing, kita setali tiga uang, tapi..." "Kenapa?" "Apa yang bakal terjadi kelak, siapapun susah meramalkan!" "Adik Sian, mengapa kau melulu mengatakan kata2 yang tidak baik saja?" "Tidak, engkoh Bing, se-olah2 aku merasa mala petaka selalu menyertai disampingku..." Perasaan Suma Bing semakin tenggelam, dipeluknya istrinya erat2 serta katanya. "Adik Sian, aku tidak akan meninggalkanmu!" "Tidak, jangan engkoh Bing, kau sendiri tahu ini tidak mungkin terjadi!" "Tapi aku rela meninggalkan semua itu!" "Kau salah, jangan kau mengingkari arti terbesar dalam jiwa hidupmu ini. Keluarga, perguruan dan beban yang kau pikul itu, adalah satu2nya tujuan terakhir yang harus kau laksanakan!" "Adik Sian, cintaku kepadamu bukan termasuk..." "Aku maklum, kau berangkatlah!" Suma Bing lepaskan pelukannya terus mundur dua langkah, tanyanya. "Kau ingin aku pergi?" "Sudah tentu, apa kau hendak selalu mengeram disini?" "Tapi..." "Engkoh Bing, Pedang darah sudah kembali pada pemiliknya, kau harus menyelesaikan rencana dan mengejar cita-citamu..." Tergetar perasaan Suma Bing, bangkitlah semangat jantannya, membekal Pedang darah memohon Bunga iblis untuk melatih ilmu tiada taranya didunia ini, supaya dapat menuntut balas. Karena pikirannya ini maka katanya murung. "Adik Sian, aku akan selalu berterima kasih akan cinta murnimu yang suci ini!" Phoa Kin sian berseri, serunya. "Engkoh Bing jagalah dirimu baik2!" "Adik Sian, ingat apa yang kau luluskan padaku. Dalam jangka seratus hari jangan kau tingggalkan tempat kediamanmu ini." "Pasti selalu kuingat!" "Kau juga harus hati2 dan baik2 menjaga diri!" Phoa Kin sian mengiakan. Begitulah setelah berpelukan dan berciuman pula lantas mereka berpisah tanpa banyak kata lagi. Begitu bayangan Suma Bing menghilang, dua titik air mata mengalir membasahi kedua pipi Phoa Kin sian. Mengapa dia menangis? Berat meninggalkan Suma Bing? atau... Baik kini kita mengikuti perjalanan Suma Bing yang meninggalkan istrinya dengan perasaan duka nestapa, langsung ia menuju ke Lembah kematian. Memang letak Lembah kematian sangat curam dan misterius, bagi siapa yang berani memasuki hanya kematianlah bagiannya. Namun bagi Suma Bing tempat yang kramat dan ditakuti ini dianggap seperti tempat datar yang lurus saja, dicarinya jalan dimana dulu dia bersua dengan Giok li Lo Ci terus mengembangkan Bu siang sin hoat meluncur turun. "Nak, akhirnya kau tiba juga!" Waktu pandangan Suma Bing menyapu sekitarnya, tampak Giok li Lo Ci sudah berdiri tegak didepan gua, maka ter-sipu2 ia merangkap tangan memberi hormat serta sapanya. "Wanpwe menghadap Cianpwe!" "Tidak perlu, mari ikut aku!" Tak lama kemudian tibalah mereka diruang tempat pengobatan tempo hari, setelah mencari tempat duduk, lalu Giok li Lo Ci membuka mulut. "Nak, kau sudah memperoleh Pedang darah?" Suma Bing mengiakan dan dirogohnya keluar Pedang darah, dengan kedua tangannya terus dipersembahkan, ternyata kedua tangannya itu agak gemetar, betapa haru dan senang hatinya saat itu, bahwa impian selama ini bakal menjadi kenyataan bagaimana dia tidak akan terharu dan gembira. Setelah menyambuti Pedang darah, sekian lama Giok li Lo Ci mengamat2i dan memeriksa, lalu katanya sambil manggut2. "Nak, sungguh besar rejekimu, kudoakan setelah kau dapat mempelajari ilmu mujijat itu, kau dapat mendharma baktikan kepandaianmu ini kepada sesama hidup yang tertindas." "Terima kasih akan nasehat Cianpwe!" "Membekal Pedang darah adalah syarat pertama. Sekarang dengarlah syarat yang kedua!" "Akan wanpwe perhatikan!" "Setelah keluar dari pintu ini berputar kekanan disitu ada sebuah kamar batu, dengan tenaga murnimu sendiri kau tembusilah jalan darah mati hidupmu..." Suma Bing tercengang, katanya. "Jalan darah mati hidup wanpwe sudah tembus!" "Apa, jalan darah mati hidupmu sudah tembus?" 42. GIOK CI SIN KANG MENUNJUKKAN KEAMPUHANNYA "Benar, agaknya Cianpwe sudah lupa, waktu wanpwe terjatuh kedalam lembah ini dulu seiring waktu menyembuhkan luka dalam wanpwe. Cianpwe sudah..." Sampai disini mendadak dia menelan kembali kata2 selanjutnya, timbul rasa heran dan pertanyaan dalam benaknya. Dia masih ingat bahwa Giok li Lo Ci memang pernah memberi bantuan menembuskan jalan darah mati hidupnya. Namun waktu berada di Perkampungan bumi, setelah minum darah pusaka naga bumi, sekali lagi jalan darah mati hidupnya juga telah ditembuskan. Ini benar2 kejadian yang susah dibayangkan apa... Giok li Lo Ci juga terkejut, katanya. "Waktu kutembuskan jalan darah mati hidupmu dulu hanya meliputi dua nadi Jim dan Tiok saja, semua hanya tertembuskan limapuluh empat, masih ketinggalan satu jalan darah yang susah dibobol, jadi belum berhasil... Baru sekarang Suma Bing paham, waktu dalam perkampungan bumi pasti jalan darah terakhir itu yang telah ditembusi, maka segera katanya. "Wanpwe pernah ketiban rejeki, mungkin jalan darah yang tertinggal itulah yang telah dibobolkan." "Coba biar kuperiksa!" Setelah mengulur tangan dan memeriksa berkata pula Giok li Lo Ci. "Benar, dua puluh lima jalan darah besar Jim meh dan tiga puluh jalan darah besar Tiok meh sudah tembus semuanya. Nak, sungguh kau beruntung, segala rejeki numplek diatas dirimu. Benar2 kejadian yang jarang terjadi dalam dunia persilatan!" "Harap tanya apakah syarat yang ketiga itu?" "Nanti kita bicarakan lagi, sekarang mari kau ikut aku!" Suma Bing menurut saja mengikuti dibelakang Giok li Lo Ci, keluar dari kamar batu itu sampailah mereka disebuah lorong yang panjang, tak lama kemudian mereka tiba pula disebuah kamar batu yang agak kecil meliputi satu tombak persegi, menunjuk sebuah meja batu, berkatalah Giok li Lo Ci. "Inilah disini!" Begitu melihat apa yang terletak diatas meja batu itu tanpa terasa merinding bulu kuduk Suma Bing. Ternyata diatas meja batu itu terletak sebuah kerangka sebuah kepala manusia yang besar luar biasa, ditengah batok kepala itu merekah pecah mengeluarkan hawa dingin yang menyeramkan. "Tjianpwe, inikah..." "Betul! Inilah Bunga iblis, kembang yang menggetarkan seluruh Bulim!" "Ini... kerangka batok kepala ini?" "Coba kau maju melihat!" Dengan takut2 dan was-was Suma Bing maju mendekati meja batu, waktu tangan diulurkan terasa dingin menembus badan. Ternyata bahwa kerangka batok kepala ini adalah terbuat dari batu Giok yang dipahat, tengahnya kosong dan atasnya berlobang. "Cianpwe tengkorak ini terbuat dari batu Giok?" "Benar!" "Harap tanya..." "Sekarang kau tubleskan Pedang darah kedalam lobang diatas batok kepala itu, lalu kau sirami dengan setalang air ini..." "Ini..." "Kau tidak perlu banyak tanya, inilah menurut pesan terakhir suhu sebelum ajal. Aku sendiri juga tidak mengetahui seluk beluknya." Dengan ragu2 Suma Bing memasukkan ujung Pedang darah secara pelan2 dan hati2 kedalam lobang diatas kerangka tengkorak itu, lalu diangkatnya talang emas yang berada dipinggiran... Terdengar Giok li Lo Ci berkata lagi. "Gunakan tangan dan setetes demi setetes siramkan kelobang itu!" habis berkata terus putar badan tinggal pergi. Suma Bing menahan gelora hatinya, pelan2 dengan telapak tangannya menciduk air terus pelan2 dituang keatas lobang yang ditancapi pedang itu. Dimana air itu mengenai badan Pedang lantas berobah warna merah darah lalu mengalir memasuki lobang tengkorak. Satu jam sudah berlalu tanpa menunjukkan sesuatu perobahan. Dua jam sudah berlalu pula, tanpa menunjukkan reaksi apapun juga. Suma Bing mulai gelisah, Tiga jam kemudian setalang air sudah habis semuanya. Suma Bing benar2 sudah risau dan gundah sekali. Se-konyong2 lobang diatas kerangka tengkorak itu melebar dan terus merekah semakin lebar. Darah Suma Bing terasa mengalir deras, jantungnya berdetak keras. Lobang itu semakin lebar dan semakin besar, sebuah benda berbentuk seperti sekuntum bunga pelan2 muncul keluar. Suma Bing menahan napas, matanya tidak berkedip menatap kearah benda aneh itu dengan penuh ketegangan, sehingga seluruh tubuhnya basah kuyup oleh keringat. Kuntum bunga itu setelah naik setinggi satu kaki tiba2 berhenti dan tidak bergerak terus mekar sebesar mangkok. Maka terlihatlah sekuntum bunga putih seperti batu giok yang kemilauan dan se-olah2 tembus akan cahaya. Tanpa tertahan lagi Suma Bing berteriak kegirangan. "Bunga iblis!" tubuhnya bergemetaran, ini benar suatu keajaiban yang jarang terlihat dan pernah terdengar. Tiba2, muncullah Giok li Lo Ci dalam ruangan itu, suaranya gemetar penuh perasaan. "Betapa besar dunia ini segala keanehan tak terhitung banyaknya. Nak, terhitung aku orang tua juga dapat membuka mata." Ter-sipu2 Suma Bing maju memberi hormat serta katanya. "Budi Cianpwe ini selamanya takkan kulupakan!" "Ini memang sudah menjadi rejekimu, budi apa segala yang kuberikan kepadamu!" "Harap Cianpwe suka memberi petunjuk selanjutnya!" "Lihatlah kelopak kuntum bunga ini, semua terbagi dalam sembilan kelopak, setiap kelopaknya tertera huruf, baiklah kau baca dan selami sendiri pelajaran ilmu yang tiada taranya ini." Bermula Suma Bing tidak ambil perhatian. Baru sekarang diperhatikannya memang benar diatas kelopak bunga itu banyak tertulis huruf kecil yang rapat dan padat. Satu diantaranya bertuliskan empat huruf yang sangat besar berbunyi. "Giok ci sin kang." Tak tertahan Suma Bing membaca keempat huruf itu keras2. K a t a G i o k l i L o C i p e l a n . " N a k , mema n g k a u s a j a y a n g b e r j o d o h , a k u t i d a k b i s a t u r u t c amp u r , b i a r l a h k a u b e l a j a r d a n me n y e l ami p e l a j a r a n i t u d i r u a n g a n i n i s a j a , k e p e r l u a nmu s e - h a r i 2 a k u d a p a t me n y Suma Bing sangaetd tei arhkaarun d aunn bteurtke rikmaau k!a"s ih, sahutnya dengan hormat. "Terimakasih akan bantuan Cianpwe yang tak ternilai ini." Diam2 tanpa bersuara Giok li Lo Ci terus mengundurkan diri keluar ruangan. Suma Bing mulai memusatkan segala pikiran dan semangatnya, setelah pikiran terasa jernih baru mulailah dia membaca dan menyelami pelajaran Giok ci sin kang itu. Pelajaran Giok ci sin kang ini meliputi dua tahap, pertama melatih pernapasan, selain itu adalah tiga jurus pelajaran silat. Jurus pertama bernama Bi cu hong bong (mayapada remang2), jurus kedua Che ih to cwan (bintang bergeser jumpalitan), ketiga adalah Kay thian pit te (membuka langit menutup bumi). Betapa luas dan dalam pelajaran ketiga jurus ilmu silat ini, tidak mudah untuk dipahami dalam waktu singkat. Namun dipandang sekadarnya kekuatannya pasti hebat dan luar biasa seumpama dapat mengejutkan langit menggetarkan bumi. Sang waktu terus berlalu tanpa terasa. Suma Bing tekun belajar dan belajar sampai lupa waktu dan lupa akan diri sendiri. Waktu semua pelajaran sudah selesai dan berhasil dia pahami dan selami seluruhnya, baru Giok li Lo Ci muncul lagi. "Nak, kuberikan selamat setinggi2nya kepadamu, ternyata kau berhasil mempelajari ilmu mujijat yang tiada taranya ini." "Semua ini berkat bantuan Cianpwe yang menyempurnakan!" "Pedang darah itu boleh kau bawa serta, tapi Bunga iblis biar tertinggal disini!" Suma Bing mengiakan terus mencabut keluar Pedang darah. Sungguh aneh dan ajaib, tiba2 kuntum bunga Giok itu mengkeret terus kembali masuk kedalam kerangka tengkorak itu, sekarang telah pulih seperti sedia kala lagi. Suma Bing berdua merasa takjup dan kagum akan kepintaran orang si pembuat dan pengatur semua ini. Setelah tiba didalam ruangan batu semula yang besar itu berkatalah Suma Bing. "Cianpwe masih ada petunjuk apa?" "Masih ada dua tugas yang harus kau lakukan!" "Harap tanya tugas apakah itu?" "Pertama, kau harus kembalikan Bu siang po liok kepada pihak Siau lim!" "Bu siang po liok? (buku pelajaran Bu siang sinkang)" "Tidak salah, buku ini memang milik Siau lim, sudah ratusan tahun lamanya dikangkangi oleh Suhu, sebab musabab kejadian ini, aku tidak dapat beritahukan kepadamu!" Diam2 Suma Bing berkata dalam hati. 'Tidak kau katakan aku juga sudah tahu Kangkun Lojin sudah menuturkan kepadaku sejelasnya.' Maka segera katanya tawar. "Wanpwe juga tidak ingin tahu!" "Masih ada satu hal yang harus kau ingat. Kau sudah mempelajari gerak naik dan kelit dari ilmu Bu siang sin hoat, maksudku dulu hanya untuk membantu kau keluar dari lembah ini supaya dapat merebut pulang Pedang darah. Setelah keluar dari lembah nanti, kau harus melupakan se- akar2nya, jangan sekali2 kau kembangkan ilmu itu dihadapan orang lain atau kau turunkan kepada orang. Sebab ini merupakan ilmu pelajaran Siau lim yang tidak sembarangan diturunkan kepada anak muridnya. Apalagi kau bukan murid Siau lim si, maka lebih tidak boleh lagi kau unjukkan kepada orang luar. Ini adalah pesan terakhir yang wanti2 sudah diberitahu Suhu sebelum meninggal. Apa kau dapat mematuhi pantangan keras ini?" "Pasti dapat kulakukan!" dimulut Suma Bing berkata demikian, namun dalam hati sebaliknya dia berpikir, setelah aku dapat mempelajari Giok ci sin kang dan ilmu khikang (pernapasan) yang tiada taranya itu, meskipun Bu siang sin hoat itu sangat sakti dan ampuh, tapi kalau dibandingkan masih terpaut sangat jauh bagai bumi dan langit. Wajah keriput Giok li Lo Ci menunjukkan kesungguhan hati, ujarnya. "Buku catatan ini jangan sampai jatuh atau hilang tercuri orang. Kau harus secepatnya mengantarkan ke Siau lim si dan harus langsung kau serahkan sendiri kepada Ciangbun Hong tiang. Supaya peristiwa seabad yang ter-katung2 itu ada penyelesaiannya yang menyeluruh". "Wanpwe pasti dapat membereskan!" "Dan syarat yang terakhir, kau harus mencari tahu mati atau hidup jejak seseorang!" "Siapa?" "Li Hui!" "Seorang wanita?" "Benar, dia adalah anak tunggal dari mendiang Suhu Bu siang sin li, umurnya lebih lanjut dari usiaku!" Suma Bing mengiakan dengan suara keheranan! "Jejaknya menghilang sejak duapuluh tahun yang lalu, mati hidupnya masih belum diketahui." "Baiklah, wanpwe pasti akan menyirapi dengan tekun dan sekuat tenaga." Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Kalau sudah ketemu mintalah jawabannya!" "Jikalau Li Hui Cianpwe itu..." "Maksudmu kalau dia sudah meninggal dunia?" "Ya begitulah!" "Tulislah kabar dukanya itu diatas secarik kertas dan lemparkan masuk lembah!" "Wanpwe sudah maklum." "Baiklah segera kau boleh berangkat!" "Berapa lamakah wanpwe berdiam dalam lembah ini?" "Tiga bulan!" Suma Bing berjingkrak kaget, teriaknya. "Sudah tiga bulan?" "Sedikitpun tidak salah!" Seketika risau gundah dan gugup hati Suma Bing. Sungguh tak terduga dalam sekejap ini ternyata dirinya sudah tiga bulan berada dalam lembah kematian ini, teringat akan janji terhadap istrinya Phoa Kin sian hanya seratus hari bagaimana juga segera ia harus berangkat pulang menemuinya. Karena jangka seratus hari sudah diambang pintu masihkah dia sehat waalfiat tanpa kurang suatu apa? Karena pikirannya ini badannya sampai basah oleh keringat dingin. Giok li Lo Ci mengeluarkan sebuah bungkusan kain merah dan berkata. "Inilah buku catatan yang bernama Bu siang po liok itu, kau harus hati2 dan waspada menjaganya." "Akan wanpwe perhatikan betul!" "Ingat bagaimana juga kau harus menyirapi mati hidup Li Hui!" "Wanpwe akan bekerja sekuat tenaga!" "Bagus, sekarang kau boleh pergi!" "Kalau begitu, wanpwe minta diri!" Setelah membungkuk memberi hormat terus berputar dan berjalan keluar meninggalkan gua... "Eh, kembali sebentar!" Suma Bing melengak sambil memutar tubuh, tanyanya. "Cianpwe masih ada pesan apa?" Wajah keriputan Giok li Lo Ci penuh mengunjuk kepedihan yang tak terhingga, ujarnya. "Persembahkan sekuntum bunga dan bakarkan kertas didepan kuburan gurumu untukku!" Puluhan tahun sudah berselang, namun Giok li Lo Ci belum melupakan kekasihnya Sia sin Kho Jiang yang sangat dicintainya. Suma Bing mengangguk hikmad, sahutnya. "Pasti akan wanpwe lakukan!" "Pergilah!" Suma Bing memutar tubuh lagi terus langsung keluar dari g u a b a t u i t u . P i k i r n y a s e t e l a h m e n g h a d a p i l a m p i n g g u n u n g s e t i n g g i r a t u s a n t o m b a k i t u . " K a l a u G i o k l i L o C i s u d a h b e r p e s a n s u p a y a s e t e l a h m e n i n g g a l k a n t e m p a t i n i a k u t i d a k m e n g e m b a n g k a n l a g i i l m u B u s i a n g s i n h o a t . M e n g a p a a k u t i d a k m e n c o b a s a j a i l m u p e l a j a r a n p e r n a p a s a n d a r i G i o k c i s i n k a n g y a n g b a r u k u p e l a j a r i i t u . A k a n k u l i h a t m a n a y a n g l e b i h s a k t i d a n a m p u h . Segera ia menghimpun semangat dan mengerahkan tenaga, hawa murninya berputar cepat dalam tubuhnya, mendadak kakinya menjejak tanah lantas tubuhnya melejit tinggi... Terasa tubuhnya sekarang seenteng asap, sekali enjot lima puluh tombak sudah dicapainya. Belum luncuran tubuhnya merandek ia sudah berganti napas dan merobah gaya sehingga tubuhnya terus mumbul dan naik semakin tinggi. Dalam sekejap mata saja tahu2 dirinya sudah menancapkan kakinya diatas batu cadas yang menyelonong keluar itu. Betapa girang hatinya sungguh sukar dilukiskan. Agaknya pelajaran pernapasan yang baru dipelajari ini kalau dibanding ilmu gerak naik dan kelit dari Bu siang sin hoat masih setingkat lebih tinggi. Karena sudah kangen betul dan menguatirkan keadaan Phoa Kin sian, maka tanpa berayal lagi tanpa membuang waktu dia terus ber-lari2 kencang secepat bintang meluncur turun gunung. Tengah ia ber-lari2 kencang itulah mendadak terdengar sebuah suara memanggil dibelakangnya. "Buyung, berhenti sebentar!" Tanpa terasa tergerak hati Suma Bing, saat mana dia tengah mengerahkan seluruh tenaga untuk mengembangkan ilmunya, betapa cepat larinya itu seumpama roket meluncur. Bagi kaum persilatan umumnya, mungkin bayangannya saja tidak bakal dapat melihat jelas. Adalah suara itu dapat mengintil kencang dibelakangnya, betapa hebat dan tinggi kepandaian orang ini sungguh sangat mengagumkan. Maka tanpa terasa segera ia hentikan kakinya, begitu melihat orangnya, legalah hatinya, ter-sipu2 Suma Bing maju menyapa hormat. "Locianpwe ada petunjuk apakah?" Kangkun Lojin meng-goyang2kan kipas sambil mengurut jenggotnya yang panjang menjulai didepan dadanya, tanyanya. "Buyung, kau keluar dari Lembah kematian?" Suma Bing tertegun, sahutnya. "Benar!" "Apakah Bu siang sin li berada didalam lembah itu?" "Ini..." "Aku tidak memaksa kesukaranmu lohu sudah menanti selama tiga bulan diluar lembah ini. Sungguh menggirangkan kemajuanmu sedemikian pesat. Dari gerak gerik badanmu tadi, sungguh Lohu susah dapat dibandingkan lagi!" "Locianpwe terlalu memuji!" "Tidak ini kenyataan!" "Wanpwe ada satu hal hendak kuberitahukan kepada Locianpwe!" "Tentang urusan apa?" "Tentang Bu siang po liok..." Tanpa menanti habis ucapan Suma Bing, Kangkun Lojin sudah menyeletuk. "Bagaimana?" "Buku itu sekarang berada ditangan wanpwe!" "O, bagaimana ini bisa terjadi?" "Wanpwe mendapat perintah untuk mengembalikan kepihak Siau lim!" Meski sudah mencapai latihan selama seratus tahun tak urung Kangkun Lojin masih terbawa oleh perasaan haru juga, katanya gemetar. "Buyung, apa ini betul?" "Mana wanpwe berani ngapusi kepada Cianpwe!" "Bagus, bagus sekali! Terlaksanalah angan2 Lohu didunia fana ini. Buyung..." "Locianpwe!" "Apa kau masih ingat cerita yang kuberitahukan kepadamu itu?" "Masih ingat betul!" "Lohu sudah tidak lama lagi tinggal didunia fana ini, aku harus menceritakan semua kenyataan itu kepadamu." "Dengan senang hati wanpwe akan mendengar penuh perhatian." "Nama asli Lohu adalah Buyung Ceng!" "Buyung cianpwe!" "Nama asli Bu siang sin li adalah Lin Ji lan, seorang pelaku lain dari cerita itu bernama Li It sim!" "Li It sim?" Berpikirlah Suma Bing, menurut pesan Giok li Lo Ci dirinya harus mencari seorang wanita yang bernama Li Hui, tidak perlu disangsikan lagi bahwa Li Hui ini pasti anak dari Li It sim dan Lin Ji lan itu. "Kalau Li It sim masih hidup, usianya tentu juga sudah mencapai seratus tahun lebih. Kalau kelak kau bertemu dengan orang ini, boleh kau beritahu segala kejadian terakhir ini kepada dia. Dan katakan pula bahwa Lohu tengah menanti kedatangannya ditempat perpisahan dulu!" Suma Bing mengiakan. "Buyung masa depanmu gilang gemilang, waspada dan hati21ah, Lohu pergi!" habis berkata lengan bajunya yang gondrong dikebutkan tahu2 tubuhnya sudah menghilang. Sekian lama Suma Bing termangu ditengah jalan, batinnya. 'Tokoh aneh yang luar biasa ini sungguh baik hati dan tekun benar. Sungguh tidak sangka dia mengintil dibelakangku. Dengan sabar selama tiga bulan dia menanti diluar lembah kematian!' tak lama kemudian Suma Bing sudah mengayun langkah melanjutkan perjalanannya. Pada waktu tengah hari tibalah Suma Bing diluar solokan kediaman Phoa Kin sian dengan Suhunya. Jantungnya terasa mulai berdetak keras, selamat atau mautkah yang bakal dihadapi susah diterka sebelumnya. Mendadak pemandangan yang menggiriskan hati dan mendirikan bulu roma terbentang dihadapannya. Sekitar pinggiran solokan sebelah sana bergelimpangan beberapa mayat manusia. Darah yang membeku dan berobah warna itu merupakan perpaduan pandangan yang lebih menyeramkan. Tangan kaki tersebar di-mana2, kepala, biji mata atau isi perut orang berceceran disana sini, sungguh keadaan ini sangat mengerikan. Suma Bing sendiri juga merasa merinding dan bergidik, naga2nya dalam solokan ini telah tertimpa bencana dahsyat. Keselamatan Phoa Kin sian guru dan murid, membuat hatinya terasa hendak melonjak keluar. Akhirnya didapatinya beberapa tanda tertentu diatas beberapa mayat itu, tanpa terasa tercetus seruan kagetnya. "Semua adalah anak buah Bwe hwa hwe!" Kalau diluar solokan penuh diliputi bau anyir darah, entah bagaimana keadaan dan pemandangan didalam solokan sana? Sambil berpikir tanpa ayal tubuhnya segera berkelebat melayang turun kedalam solokan sana seenteng daon melayang. Selepas pandang, hatinya semakin kebat-kebit. Dalam selokan di-mana2 terlihat tumbuh2an yang terbakar hangus atau sudah menjadi abu. Tidak perlu disangsikan lagi pasti dalam solokan ini pernah terjadi kebakaran besar. Bergegas ia berlari kearah gua. Begitu tiba seketika dia berdiri termangu, sedikitpun tidak kentara lagi adanya bekas2 pintu gua, sekarang menjadi rapat seperti dinding batu semua. Kemanakah mereka? Ketimpa bencana, atau... Tidak mungkin gua batu ini tertutup dan menghilang tanpa sebab, sudah terang kalau ditutup secara paksa oleh orang. Ditutup sendiri oleh Phoa Kin sian guru dan murid atau disumpal dari luar. ini susah dibedakan. Inikah bukti dari ramalan Kangkun Lojin? Sesaat dia menjadi bingung harus mundur atau terus maju. Kepandaian Phoa Kin sian dengan gurunya dia tahu betul, seumpama mengalami serangan mendadak dari luar juga tidak sukar bagi mereka untuk mengundurkan diri dengan selamat. Tapi yang membuatnya kuatir adalah Phoa Kin sian tengah mengandung dan hampir melahirkan. Karena kekuatirannya inilah maka dengan teliti ia memeriksa setiap jengkal tanah dalam solokan itu. Besar harapannya dapat menemukan sesuatu, tapi juga mengharap tidak menemukan apa2. Ramalan Kangkun Lojin itu benar2 membuat dia bergidik. Setengah harian sudah ia putar kayun dan membungkuk2, tiada diketemukan benda2 milik Phoa Kin sian dan gurunya atau jenazah mereka berdua. Seumpama yang melepas api ini adalah perbuatan orang2 Bwe hwa hwe, maka mayat2 yang bergelimpangan diluar solokan itu pasti adalah buah karya dari Phoa Kin sian kakak beradik dan dibantu oleh bibinya. Tapi kemana mereka sekarang? Apakah maksud tujuan perbuatan Bwe hwa hwe ini? Meskipun ditengah hari bolong, namun suasana dalam solokan ini menjadi sedemikian seram dan menakutkan. Dalam keputus asaannya Suma Bing sudah bersiap hendak tinggal pergi keluar solokan. Baru saja niat ini timbul dalam benaknya, se-konyong2 terdengar suara tawa yang mengekeh dingin, lantas terdengar sebuah suara berkata. "Suma Bing, sudah lama kutunggu kedatanganmu." Berdebar jantung Suma Bing, waktu dia berpaling, kontan darahnya mendidih, matanya melotot dan airmukanya membeku penuh nafsu membunuh. Dihadapannya berdiri musuh besar bebuyutannya yaitu Loh Cu gi, dan dibelakangnya mengiringi anak buahnya, jumlahnya tidak kurang dari lima puluh orang. Dari murka Suma Bing menjadi tertawa besar serunya. "Loh Cu gi, ternyata semua ini adalah hasil karyamu!" Loh Cu gi menjengek dingin, ujarnya. "Buyung keparat, kau menyerah dan pasrah nasib saja." Suma Bing maju dua langkah, katanya sambil kertak gigi. "Loh Cu gi, agaknya Tuhan membantu akan kebenaran, seharusnya kau sendiri yang terima binasa saja!" "Bocah keparat, cuma sedikit mengangkat tangan saja, aku dapat membuat seluruh tubuhmu hancur lebur menjadi abu!" "Kau ini sedang bermimpi!" "Masih ada satu soal hendak kutanya padamu, apakah kau benar2 keturunan Suma Hong?" "Tak usah disangsikan lagi." "Kalau begitu, kau memang harus mampus!" Disertai bentakannya mendadak secarik sinar merah yang menyilaukan melesat menerjang kearah Suma Bing, betapa cepat cara turun tangannya ini betul2 sangat mengejutkan. Inilah puncak kesempurnaan ilmu Kiu yang sin kang, kekuatannya dapat melumerkan benda2 keras dan dapat membumi hanguskan benda2 yang mudah terbakar. Sebat sekali Suma Bing berkelebat menyingkir. Loh Cu gi perdengarkan jengekan dingin, bagai bayangan yang selalu mengikuti bentuknya. lagi2 dia lancarkan sebuah pukulan, kecepatan merobah serangannya sungguh susah dicari tandingan, cahaya sinar pukulannya, melebar dan melingkupi udara sekitar tubuhnya. Memang Suma Bing kalah latihan dan kalah ulet, sampai akhirnya tiada tempat luang lagi untuk selalu bermain kelit. Dalam gugupnya serta merta ilmu Giok ci sin kang timbul dan dilancarkan menyertai isi hatinya. Dentuman keras yang menggetarkan bumi menggoncangkan semua hadirin. Tampak Suma Bing tersurut tiga langkah dan berdiri tegak lagi dengan angkernya tanpa kurang suatu apa, sekelilingnya diliputi kabut asap yang bergulung gulung. Sungguh kejut Loh Cu gi bukan kepalang, betapa hebat dan tinggi kepandaian tokoh silat siapapun, takkan mungkin kuat menahan kedahsyatan pukulan Kiu yang sin kang, seumpama besi baja juga pasti lumer. Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tapi sebaliknya Suma Bing masih tetap segar bugar tanpa kurang suatu apa setelah menyambuti pukulannya. Semua tokoh2 silat dibelakang Loh Cu gi juga berobah pucat pias. Begitu melancarkan kemurnian ilmu Giok ci sin kang, ternyata kuat bertahan melawan pukulan Kiu yang sin kang musuh, bertambah besar tekad hati Suma Bing, ia maju selangkah lantas bentaknya keras. "Loh Cu gi, akan kucincang dan kuhancur leburkan manusia laknat seperti kau ini!" Tanpa sadar Loh Cu gi mundur selangkah dengan gentar. Pada saat itulah tiba2 lima orang tua berkelebat maju dari belakang Loh Cu gi terus membungkuk berbareng serta berkata. "Hamba beramai menunggu perintah!" Loh Cu gi manggut2, tubuhnya melejit mundur sejauh delapan tombak. Kelima orang tua ini matanya ber-kilat2, terang kalau latihan Lwekang mereka sudah mencapai titik kesempurnaannya, berdiri setengah lingkaran mereka menghadapi Suma Bing dan mulai bergerak siap untuk menyerang... Terdengar bentakan dan hardikan yang riuh rendah, lima jalur angin pukulan serempak bergulung menerpa kearah Suma Bing. Suma Bing menggigit gigi kencang2, airmukanya membesi hitam dirundung sifat kebuasan, tubuhnya berdiri tegak dan gagah perwira laksana malaikat elmaut tanpa bergerak. Begitu diterpa kelima jalur angin pukulan itu, Suma Bing hanya terdorong mundur tiga tindak. Bahwa gabungan pukulan kelima orang tua yang berkepandaian tinggi ternyata dipandang sebagai pukulan anak2. Betapa hebat dan tinggi kepandaian Suma Bing ini kiranya tiada tandingannya lagi didunia ini. Seketika kelima orang tua itu berdiri kesima dan termangu tanpa bergerak, timbul rasa gentar dan ketakutan dalam benak masing2. Disaat kelima orang tua itu kesima tanpa bergerak itulah, tiba2 tangan Suma Bing bergerak melintang dan berputar. Dilancarkannya jurus pertama dari ilmu Giok ci sin kang yang baru dipelajarinya itu, yaitu Bi cu hong bong (mayapada remang2). Dimana gelombang badai melanda, tanah merekah dan batu hancur lebur, pohon dan rumput berterbangan. Lima tombak sekitar gelanggang menjadi gegap gempita, terdengarlah beberapa kali jerit dan lolong panjang yang menyayatkan hati memecah kesunyian udara. Tampak tubuh kelima orang tua itu hancur lebur dan tercerai berai kemana2 meliputi arena sepuluh tombak lebih. Suma Bing sendiri juga terkejut dan kesima melihat hasil kekuatan ilmu Giok ci sin kang ini, kedahsyatannya sungguh diluar taksiran sebelumnya. Semua jagoan Bwe hwa hwe yang hadir juga bukan main takut dan arwahnya terasa hampir melayang meninggalkan badan kasar. Saat mana Loh Cu gi sudah mundur sejauh lima tombak lebih, wajahnya menunjukkan kejut dan keheranan, matanya terlongong memandangi Suma Bing, sungguh susah dibayangkan darimanakah Suma Bing dapat mempelajari ilmu digdaya yang sakti mandraguna seperti ini hanya dalam jangka tiga bulan saja? Suma Bing maju beberapa langkah lagi. "Loh Cu gi, serahkan nyawamu!" Tiba2 dia menggertak keras, tubuhnyapun sudah melesat tiba dihadapan Loh Cu gi terpaut tiga tombak jauhnya. "Buyung, jangan terlalu takabur!" selarik sinar merah kemilau mendesis menerjang kearah Suma Bing. Sekali ini agaknya Loh Cu gi sudah kerahkan seluruh kekuatan Kiu yang sin kang yang dipandang sebagai ilmu yang tiada bandingannya didunia ini. Suma Bing juga menggerung keras, dengkulnya sedikit ditekuk, tangannya bergerak melancarkan jurus Mayapada remang2 itu tadi untuk menyongsong serangan lawan. Begitu dua ilmu sakti saling berhantam terbitlah guntur yang menggelegar, saking dahsyat benturan ini sampai bumi pegunungan sekitarnya terasa bergetar laksana gempa bumi. Karena benturan dahsyat ini Suma Bing terpental balik dan terhuyung delapan langkah baru bisa berdiri tegak lagi. Sebaliknya Loh Cu gi juga mencelat mundur tiga tombak jauhnya, air mukanya pucat pasi, darah meleleh keluar dari ujung bibirnya. Tokoh nomor satu pada empat belas tahun yang lalu ternyata tidak kuat menahan gebrak pertama serangan Suma Bing. Malah puluhan jago2 Bwe hwa hwe yang terdekat juga terpental sungsang sumbel dan jungkir balik keempat penjuru. Maka tanpa bersuara lagi, mendadak Loh Cu gi membalik tubuh terus melesat terbang memasuki hutan rimba sebelah sana. Maka semua anak buah Bwe hwa hwe yang masih ketinggalan hidup be-ramai2 melenting mencawat ekor coba melarikan diri. "Mau lari kemana?" Suma Bing menghardik keras sekali, tubuhnya juga melenting maju memburu dengan kencang. Namun rimba itu sedemikian lebat didalam bawah jurang lagi maka dalam sekejap mata saja bayangan Loh Cu gi sudah menghilang tanpa bekas. Saking gusar kepala Suma Bing sampai menguap, dada juga hampir meledak, tahu dia akan sia2 ia terus mengejar, maka begitu memutar balik ganti para kunyuk yang ketakutan itulah yang menjadi korban demi pelampiasan kedongkolan hatinya. Maka dimana2 timbul pekik dan jerit kesakitan yang menyayatkan hati. Mungkin hanya seorang dari sepuluh orang yang dapat menyelamatkan diri, selebihnya sudah menjadi setan gentayangan dibawah tangan Suma Bing. Setelah mengumbar kedongkolan hatinya dengan berpesta pora dengan pembunuhan yang keji itu, baru Suma Bing merasa puas dan menghentikan sepak terjang selanjutnya, gumamnya sambil kertak gigi. "Kalau aku tidak menimbulkan banjir darah di Bwe hwa hwe, aku bersumpah tidak menjadi manusia!" Suasana sekelilingnya sunyi senyap se-olah2 tiada insan lagi yang masih tetap hidup didunia fana ini. Sekuat tenaga Suma Bing menekan gejolak hatinya, serta menerawangi tindakan selanjutnya. Langsung meluruk ke markas besar Bwe hwa hwe atau mencari dulu jejak istri dan bibinya? Dimanakah kiranya sekarang ibunya berada? Kalau ibunya belum ketemu sukar untuk dapat mengetahui siapa2 saja yang menjadi musuh besar keluarganya. Apa lebih baik mengantar dan mengembalikan Bu siang po liok ke Siau lim si? Setelah berpikir dan ditimang sekian lamanya, akhirnya dia ambil keputusan untuk pergi dulu ke gereja Siau lim. Perempuan yang terkurung dibelakang puncak Siau sit hong itulah yang masih membuat hatinya kurang tentram, dia curiga mungkin perempuan itu adalah ibundanya yang telah hilang itu. Maka tujuannya ini boleh dikata sekali tepuk dua lalat. Meskipun Pek kut Hujin pernah memperingatkan, bahwa perempuan itu bukan orang yang tengah dicarinya, tapi ia harus membuktikan sendiri kenyataan ini, untuk membuka ganjalan hatinya selama ini. Sekarang ilmu sakti sudah sempurna dipelajarinya, setahap demi setahap dia bakal dapat menyelesaikan dendam permusuhannya dengan para musuh besarnya, ini tinggal tunggu waktu saja. Begitulah tanpa ayal lagi Suma Bing langsung berayun menuju ke Siong san Siau lim. Hari itu dia sudah beranjak dijalan raya yang menuju kewilayah Ho lam, menurut perhitungannya lima hari lagi dia pasti sudah tiba diatas gunung Siong san itu. Betapa tinggi ilmu ringan tubuh Suma Bing saat itu, luncuran tubuhnya seumpama bintang terbang. Se-konyong2 terlihat didepan sana ada setitik putih tengah berlari kencang, semakin lama titik putih itu tersusul dan semakin besar. Setelah membelok sebuah tikungan bayangan putih itu melesat memasuki hutan lebat dipinggir jalan sebelah kanan. Sejak memperoleh ilmu Giok ci sin kang, pandangan mata Suma Bing semakin jeli dan tajam luar biasa. Hanya sekali pandang saja diketahuinya bahwa bayangan putih itu tidak lain adalah Rasul penembus dada tokoh yang paling ditakuti kaum persilatan masa itu. 43. SETELAH DITOLONG MALAH MENTUNG. Kalau Rasul penembus dada muncul dengan gerak gerik yang mencurigakan ini pasti ada tujuan yang tertentu. Mungkin disinilah markas atau sarang Jeng siong hwe itu berada atau mungkin juga... Begitu membelok haluan dia juga mengikuti menerjang masuk kedalam hutan lebat itu. Dengan kepandaiannya saat itu yang sangat sakti dan menakjupkan, meskipun gerak gerik Rasul penembus dada sangat cekatan dan gesit sekali selulup timbul diantara dahan2 pohon, tapi sebegitu jauh masih tak lepas dari pandangan matanya. Dia sengaja mengendorkan langkahnya untuk mengintil terus dibelakangnya. Betapa tinggi kepandaian Rasul penembus dada toh sejauh itu belum mengetahui bahwa dirinya dikuntit orang. Setelah melewati hutan lebat ini, didepan sana terlihat melintang sebuah anak sungai yang lima tombak lebarnya, diantara keremangan dan himpitan dahan dan daun pohon samar2 terlihat bangunan sebuah gubuk. Tanpa sangsi dan takut2 Rasul penembus dada langsung terbang melewati anak sungai itu terus melesat kearah gubuk bambu itu. Bukan kepalang heran Suma Bing, buat apa Rasul penembus dada mendatangi sebuah gubuk reyot yang dibangun ditengah hutan belukar begini? Mungkinkah... Tengah ia ber-pikir2, terdengar Rasul penembus dada sudah perdengarkan tawa dinginnya dan membuka suara kearah gubuk bambu itu. "Pek chio Lojin, apa kau minta tuanmu ini masuk kedalam gubuk untuk menyilahkan kau keluar?" Begitu mendengar nama Pek chio Lojin, berdetak jantung Suma Bing. Teringat olehnya waktu dirinya mohon sebutir Hoan hun tan di Yo kong bio dulu, layon jenazah Pek chio Lojin terang terletak diruang tengah sembahyang. Apa mungkin seperti apa yang dikatakan oleh Rasul penembus dada dulu bahwa dia hanya pura2 mati untuk mengelabui? Untuk apa dan kenapa Rasul penembus dada mati2an mengejar dan tidak melepaskan Pek chio Lojin? Terbawa oleh keinginan tahunya dengan gerak raga yang cepat luar biasa, seenteng daun ia melayang melewati anak sungai itu terus menyelinap dan sembunyi dirumpun bunga yang terletak disamping gubuk bambu. Terdengar pintu gubuk bambu berkereyotan terbuka. Begitu pintu gubuk terpentang berjalan keluar seorang tua ubanan yang bertubuh tegap dan penuh semangat. "Tua bangka!" Maki Rasul penembus dada dengan sikap angkuh dan dingin. "waktu di Yok ong bio untung kau dapat lolos, tapi dapat menghindari yang pertama takkan dapat lolos untuk yang kedua. Semua orang yang terdaftar dalam buku catatan, siapapun takkan dapat menyelamatkan diri!" Wajah Pek chio Lojin menampilkan rasa kaget dan ketakutan, katanya gemetar. "Lohu sudah lama tidak mencampuri urusan dunia, kenapa perkumpulan kalian tetap tidak melepas Lohu?" "Enak benar kau berkata tiada turut campur urusan dunia. Ketahuilah, cundrik yang kemilau tajam ini selamanya belum pernah membunuh seorang tanpa berdosa!" Pek chio Lojin tersurut selangkah, semprotnya bengis. "Ada permusuhan apa Lohu dengan perkumpulan kalian?" Rasul penembus dada menjengek dingin. "Sudah tentu akan kubuatmu mati secara tulus ikhlas!" Sambil berkata itu, sinar cundrik ditangannya berkelebat, tahu2 ia sudah mendesak tiba dihadapan Pek chio Lojin sejarak jamahan tangan. Pek chio Lojin tertawa getir, katanya. "Rasul penembus dada, waktu cundrikmu menembus dadaku, juga saat ajalmu sudah tiba." Rasul penembus dada tertawa gelak2, ejeknya tanpa mengacuhkan ancaman lawan. "Tua bangka, kau pintar meramu rumput obat2an, paham betul akan sifat2 pengobatan juga pandai menggunakan racun. Tapi ketahuilah, kau akan sia2, hanya racunmu yang tidak berarti itu, kau mampu mengapakan aku apa?" Berobah pucat wajah Pek chio Lojin, tubuhnya gemetaran, keringat dingin membanjir keluar. Tiba2 mulut Rasul penembus dada kemak kemik entah apa yang dikatakan. Seketika rambut Pek chio Lojin berdiri tegak, airmukanya semakin pucat sampai raganya juga terhuyung limbung, serta serunya tergagap. "Kau... kau... kau ini..." "Kau akan mati tanpa penasaran!" Seru Rasul penembus dada sambil mengayun cundrik. "Stop!" Mendadak pada saat itu juga terdengar sebuah bentakan nyaring, diiringi suara bentakan ini, tampak seorang pemuda berwajah cakap ganteng dengan airmuka kaku dingin muncul dari rumpun bunga bagai bayangan setan saja. Dia tak lain tak bukan adalah Sia sin kedua Suma Bing adanya. Saking terkejut Rasul penembus dada mundur tiga tindak, serunya gemetar. "Lagi2 kau!" "Benar, inilah cayhe adanya!" Sahut Suma Bing tawar. "Suma Bing, apa kehendakmu?" Nama Suma Bing ini agaknya membuat Pek chio Lojin tergetar dan melongo. Setelah melirik kearah Pek chio Lojin berkatalah Suma Bing. "Tidak apa2, hari ini aku tidak izinkan kau membunuh orang!" "Suma Bing, berulangkali kau merintangi dan menentang sepak terjangku, apa kau tahu apa akibatnya nanti?" "Bagaimana?" "Cundrik ini akan menembus dadamu!" "Hehehe, meski cundrikmu sangat tajam, mungkin tidak mempan menembusi dadaku!" "Ya, nanti kita buktikan!" "Selalu cayhe nantikan, tapi sekarang kusilahkan kau segera menggelinding pergi?" "Suma Bing, kau sangka aku tidak kuasa membunuhmu?" "Memang kenyataan kau tidak mampu!" Rasul penembus dada menggerung gusar, sinar cundriknya berkelebat bagai kilat langsung menusuk keulu hati Suma Bing. Tapi Suma Bing bergerak lebih cepat berkelit kesamping sambil bentaknya. "Kau sendiri yang cari mati?" Begitu serangannya gagal, mendadak Rasul penembus dada membalik tubuh terus menusuk kearah Pek chio Lojin. Perbuatan Rasul penembus dada ini benar diluar dugaan Suma Bing, dalam gugupnya mendadak ia lancarkan pukulan jarak jauh. 'Blang' disertai pekik kesakitan, tampak Rasul penembus dada sempoyongan dua tombak jauhnya. Darah segar mengalir deras dari dada Pek chio Lojin, tubuhnya limbung hampir roboh. Agaknya pukulan Suma Bing tadi telah menolong jiwanya, sehingga tusukan Rasul penembus dada tidak menamatkan jiwanya. Mata Suma Bing melotot ber-api2 menatap wajah dibalik kedok Rasul penembus dada, desisnya. "Kali ini kuampuni jiwamu, lekas menggelinding pergi!" Insaf kalau bukan tandingan Suma Bing lagi, maka setelah membanting kaki dengan gemesnya, Rasul penembus dada mencelat jauh terus menghilang. Saat mana Pek chio Lojin sudah menutup jalan darah seperlunya, lalu katanya gemetar. "Sudah dua kali Suma siau hiap mengulur tangan menolong jiwa Lohu, sungguh terima kasih Lohu tak terhingga." Sebetulnya Suma Bing sendiri juga tidak tahu mengapa dia turun tangan menolong jiwa Pek chio Lojin. Mungkin karena rasa dendamnya kepada Rasul penembus dada belum lenyap. Dia tahu kalau Rasul penembus dada tengah menuntut balas, tapi akhirnya toh dia turun tangan juga. Dulu walaupun dirinya pernah memperoleh sebutir Hoan hun tan, namun dirinya sudah membelanya mati2an dari renggutan elmaut ancaman Rasul penembus dada, sehingga layon Pek chio Lojin tidak sampai hancur berantakan. Loh Siau ling itu murid perempuan Pek chio Lojin adalah putri musuh besarnya Loh Cu gi. Kalau Racun diracun tidak muncul tepat pada waktunya, terang dirinya sudah konyol dibawah penggantian syarat yang diajukan oleh Loh Siau ling. Kalau dikatakan budi dan dendam kedua belah pihak sudah sama hapus dan himpas, sudah tiada hutang piutang lagi. Oleh karena pikirannya ini, maka dengan tawar ia menyahut. "Tidak perlu terima kasih apa segala, cayhe tidak sengaja hendak menolong jiwamu!" Ujar Pek chio Lojin dengan perasaan haru. "Tapi kenyataan tetap kenyataan tak mungkin dihapus dan diakui!" Segera Suma Bing angkat tangan serta ambil berpisah. Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Cayhe minta diri!" Se-konyong2 terdengar keluhan panjang lantas terlihat Pek chio Lojin roboh terkapar. Terperanjat Suma Bing, pikirnya. 'agaknya lukanya itu tidak ringan kalau sudah mau menolong jangan kepalang tanggung, biar kupayang masuk kedalam gubuk, mati atau hidup terserah kepada nasibnya sendiri.' Maka bergegas ia maju mendukung tubuh Pek chio Lojin terus dibawa masuk gubuk. Keadaan dalam gubuk sangat sederhana, hanya terdapat sebuah meja kursi dan sebuah lemari dan sebuah dipan. Keadaan ruang sebelah dalam sana tidak diketahui karena tertutup kain yang menjulai panjang diatas pintu. Sedikit ragu2 lantas Pek chio Lojin direbahkan diatas dipan itu. Baru saja ia hendak meletakkan tubuh yang dibopongnya itu, tiba2 terasa jalan darah Bing bun hiat kesemutan. Hatinya tercekat dan sebelum suaranya keluar tubuhnya sudah terkapar jatuh lemas. Pek chio Lojin melompat bangun sambil bergelak tawa kegila2an. Mimpi juga Suma Bing tidak menyangka Pek chio Lojin bakal membalas kebaikannya dengan tipu muslihat keji ini. Karena tidak mengira dan ber-jaga2 waktu sadar namun sudah terlambat, karena jalan darah sendiri sudah tertutuk oleh lawan. Meskipun Giok ci sin kang merupakan ilmu digdaya yang tiada taranya yang dapat melindungi jiwa raganya, tapi sebelum pikiran bekerja ilmu ini takkan dapat bergerak sendiri. Demikian juga keadaan sekali ini, belum pikiran siaganya timbul tahu2 sudah tertutuk maka bagaimanapun lihay dan ampuh ilmunya itu saat ini toh tidak berguna lagi, begitu kena tertutuk keadaannya tak ubahnya seperti manusia umumnya. Kain panjang yang menjulai itu tersingkap, keluarlah seorang gadis cantik rupawan serba hitam dengan langkahnya yang ringan dan berlenggang. Dia bukan lain adalah Loh Siau ling. Putri musuh bebuyutannya. Hampir meledak dada Suma Bing, ingin rasanya membeset dan mencincang kedua orang tua muda dihadapannya ini. Tapi karena jalan darah sudah tertutuk, memaki atau gembar- gembor juga tidak berguna. Dia insaf keadaannya ini sangat kritis, sudah terang kalau Pek chio Lojin ini adalah komplotan dari pihak Bwe hwa hwe, kebaikan hatinya tadi berarti mengantar badan sendiri kemulut harimau, keruan sangat kebetulan bagi mereka. Maka diam2 ia kerahkan ilmu saktinya untuk coba2 membobol sendiri jalan darah yang tertutuk itu. Sekilas Loh Siau ling melirik kearah Suma Bing serta jengeknya dingin. "Gwakong (kakek), sungguh membuat aku gugup setengah mati. Untung ada makanan empuk ini yang menyibakkan kesialanmu!" Walaupun Suma Bing tertutuk tidak dapat bergerak, namun pendengarannya masih terang. Panggilan Gwakong itu membuktikan bahwa ibu Loh Siau ling yaitu Ang siu li Ting Yan pasti adalah anak perempuan Pek chio Lojin ini. Pek chio Lojin bergelak tertawa, ujarnya. "Ini benar2 suatu kebetulan yang sangat kebetulan." "Bagaimana keadaan luka Gwakong?" "Hanya luka luar saja, dalam dua hari pasti sudah sembuh." "Lantas bocah ini bagaimana?" "Lenyapkan ilmu silatnya dan bawa kembali kemarkas besar!" "Melenyapkan ilmu silatnya?" "Sudah tentu, kalau tidak siapa berani membawa2 harimau galak ini!" "Bukankah dibunuh saja lebih beres?" "Eeee, jangan!" "Kenapa?" "Hehehehehe, ketahuilah kedudukan bocah ini sangat penting dia adalah Huma dari Te po itu salah satu tempat kramat yang paling disegani, harga dirinya tidak dibawah benda2 pusaka dunia persilatan..." "Aku tidak mengerti!" "Lingji," Ujar Pek chio Lojin bergelak tertawa sambil mengurut janggutnya. "Apa kau tahu tokoh macam apakah mertua bocah ini atau majikan dari Te po itu?" "Aku tidak tahu!" Pikiran Suma Bing tetap terpusat dalam pengerahan tenaga untuk menjebol jalan darah yang tertutuk. Terdengar Pek chio Lojin berkata riang gembira. "Anak Ling, dia bernama Pit Gi!" "Pit Gi? Memangnya kenapa?" "Tokoh silat nomor satu pada pertandingan silat dipuncak Hoa san yang pertama!" "O! Jadi ayah adalah tokoh silat nomor satu pada aduan silat yang kedua, ini juga tidak..." "Anak Ling, kau ini orang kecil tapi pambekmu besar. Apa kau kira gampang memperoleh julukan tokoh silat nomor satu diseluruh jagad ini. Berapa banyak orang yang mengimpikan mendapat julukan yang diagungkan ini." "Apakah tokoh silat nomor satu diseluruh jagad lantas benar2 tiada tandingannya diseluruh dunia?" "Ini juga belum tentu. Orang pandai masih ada yang lebih pandai, gunung tinggi ada yang lebih tinggi lagi. Begitu juga tokoh silat nomor satu diseluruh jagad, hanya diukur dari keadaan waktu itu pada tokoh2 silat yang ikut bertanding saja, lantas dari pertandingan itu keluarlah sang juara..." "Hal ini ada sangkut paut apa dengan Suma Bing?" "Sudah tentu ada hubungannya. Konon waktu Pit Gi dulu merebut kedudukan korsi pertama yang teragung dalam kalangan persilatan, itu adalah karena mengandalkan Kiu im sin kang. Kalau kita menggunakan Suma Bing sebagai sandera dan minta, dia mengeluarkan Kiu im sin kang sebagai imbalannya, lalu digabung dengan Kiu yang sinkang ayahmu. Begitu negatif dan positif bergabung dapat melatih sebuah ilmu yang dinamakan Bu khek sin kang. Seluruh jagad raya ini takkan ada orang yang berani menandingi!" "Apa benar?" "Masa kakekmu mau ngapusi kau?" "Darimana kau bisa tahu bahwa majikan Te po itu adalah tokoh nomor satu yang terdahulu itu?" "Julukan Pit Gi adalah Kiu im Suseng. Waktu dia menduduki tokoh pertama dulu semua orang jelas mengetahui, hanya mereka tidak tahu bahwa dia ternyata adalah majikan dari Te po. Kebetulan Gandarwa merah Ngo Tang, anak buah dari Menara setan mendapat tugas untuk pergi menantang kepada Pit Gi, maka berita ini baru tersebar diseluruh Kangouw, kalau tidak teka-teki ini takkan ada yang dapat memecahkan." "O, kiranya begitu!" "Urusan ini sangat penting jangan di-tunda2 lagi, lenyapkan dulu ilmu silatnya!" Habis ucapannya tangannya diulur hendak menutuk jalan darah dibawah perut Suma Bing. "Eh, benda apakah ini?" Tiba2 ia berseru heran. Usaha Suma Bing sudah hampir mencapai hasil, begitu melihat Pek chio Lojin hendak melenyapkan ilmu silatnya lalu merogoh keluar buntalan merahnya, keruan kaget dan serasa semangatnya melayang keluar, karena tak dapat bergerak terpaksa dia diam saja. "Apakah itu?" Tanya Loh Siau ling cepat. Pelan2 Pek chio Lojin membuka buntalan merah itu, lalu diambilnya se Jilid buku kecil yang agak tipis. Begitu melihat judul diatas sampulnya, kontan dia tertawa gelak2 bagai mendapat lotre jutaan. "Gwakong, apakah itu sebenarnya?" "Bu siang po liok, hahahahaha... Ilmu gerak tubuh paling hebat diseluruh jagad ini entah bagaimana bisa terdapat ditubuh bocah ini?" "Coba kulihat!" Seru Loh Siau ling terus maju merebut... Pada saat itulah kebetulan jalan darah Suma Bing sudah bobol semua terus mendadak mencelat bangun langsung mencengkram kearah Bu siang po liok itu. Terdengar dua seruan kaget dan tertahan, Loh Siau ling dan Pek chio Lojin lari lintang pukang keluar gubuk. Begitu cengkramannya luput, Suma Bing juga ikut melesat keluar. Sungguh bencinya kepada Pek chio Lojin luar biasa, tanpa banyak suara lagi dengan jurus Mayapada remang2 langsung ia menyerang Pek chio Lojin. Dimana gelombang badai menerjang tiba menimbulkan angin ribut yang gegap gempita, tampak raga Pek chio Lojin terbang me-layang2 diselingi jeritannya yang menyayatkan hati, terus terbanting keras diatas tanah, kira2 sejauh sepuluh tombak sana. Loh Siau ling sendiri juga terpental sempoyongan jungkir balik. Mata Suma Bing menatap tajam kearah Loh Siau ling, pintanya. "Kembalikan!" Wajah Loh Siau ling pucat pasi, jantungnya berdetak keras hampir melonjak keluar, mundur ketakutan tanyanya gemetar. "Kau bunuh Gwakongku?" "Gwakongmu?" Dengus Suma Bing penuh kebencian. "Hehehe, ketahuilah, dari ayahmu sampai seluruh anak buah dan keluarganya akan kutumpas habis se-akar2nya!" "Suma Bing," Seru Loh Siau ling bengis. "Ada dendam dan sakit hati apakah kau dengan ayahku?" "Dendam sedalam lautan, kebencian setinggi gunung. Sekarang kau dulu yang harus kubunuh!" "Jangan bergerak!" Loh Siau ling berteriak tinggi sambil mengacungkan Bu siang po liok serta ancamnya lagi. "Suma Bing, berani kau bergerak, biar kuremas hancur bukumu ini!" Suma Bing terkesiap, kalau lawan benar2 menghancurkan buku itu, bagaimana kelak dia memberi laporan kepada Giok li Lo Ci, dan bagaimana pula dia harus memberi pertanggungan jawab kepada pihak Siau lim? Inilah buku catatan ilmu warisan yang sangat berharga dari partai Siau lim! Loh Siau ling melihat akan kekejutan Suma Bing, tahu dia bahwa tindakan dan ancamannya ternyata membawa hasil, maka katanya lagi sambil tersenyum ejek. "Suma Bing, sekarang kau boleh pergi. Kalau kau memang seorang jantan datanglah kemarkas besar Bwe hwa hwe untuk mengambilnya. Seumpama kau berani menggunakan kekerasan pasti kuhancurkan dulu Bu siang po liok ini!" "Kau berani?" "Kenapa tidak berani?" "Berani kau merusak buku itu, akan kubuat tubuhmu hancur lebur menjadi abu!" Pada saat itulah tiba2 melayang turun sebuah bayangan hitam, kiranya seorang pemuda ganteng. "Kau..." Tercetus seruan kejut dan heran dari mulut Suma Bing. Pemuda ganteng yang tak diundang ini tidak lain adalah adik ipar Suma Bing yaitu Phoa Cu giok. Kedatangannya yang mendadak ini benar2 mengejutkan Suma Bing. "Engkoh Giok!" Terdengar Loh Siau ling memanggil dengan mesranya. Keruan Suma Bing melengak heran, agaknya Loh Siau ling ini adalah kekasih Phoa Cu giok, ini benar diluar tahunya. Sekilas Phoa Cu giok memandang Suma Bing, lalu berputar menghadapi Loh Siau ling dan berkata. "Adik Ling, ada kejadian apakah?" "Dia hendak membunuh aku!" "Bunuh kau, mengapa?" "Katanya dia bermusuhan dengan ayahku, itu kakekku telah dibunuhnya!" Suma Bing tidak tahan lagi, tanyanya. "Cu giok, dimana Suhu dan toacimu?" "Aku tidak tahu?" Sahut Cu giok tertegun. "Apa kau tidak tahu?" "Bukankah didalam lembah?" "Hm, disana sekarang sudah menjadi tumpukan puing, itulah karya dari Bwe hwa hwe!" Berobah hebat airmuka Phoa Cu giok. "Engkoh Giok, kau, kenal dia?" Tanya Loh Siau ling heran. "Dia adalah cihuku (suami kakak)!" "Apa Suma Bing adalah cihumu?" Suma Bing menatap Phoa Cu giok dan berkata berat. "Suruh dia mengembalikan buku itu kepadaku!" "Buku, buku apa?" "Bu siang po liok. Kudapat titipan dari orang untuk dikembalikan ke Siau lim si!" "Bu siang po liok, benda berharga dunia persilatan!" Rona wajah Phoa Cu giok berobah tak menentu, akhirnya ia berpaling kearah Loh Siau ling dan serunya. "Kembalikan kepada dia!" "Tidak mungkin!" "Kau tidak dengar kataku?" "Nanti dia akan membunuh aku!" "Ada aku disini tidak nanti dia membunuh kau!" Menggunakan kesempatan percakapan mereka inilah bagai b a y a n g a n i b l i s s a j a S u m a B i n g b e r k e l e b a t m a j u l a l u m e n c e n g k r a m s e c e p a t k i l a t , t e r u s b e r k e l e b a t l a g i k e m b a l i k e t e m p a t a s a l n y a . Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo B u s i a n g p o l i o k s e k a r a n g s u d a h k e m b a l i d a l a m g e n g g a m a n n y a , b e t a p a c e p a t d a n s e b a t g e r a k a n n y a b e n a r 2 s a n g a t m e n g e j u t k a n . Untuk membunuh Loh Siau ling sekarang bagi Suma Bing segampang membalikkan tangan. Tapi dia menjadi ragu2 dan bimbang, karena dia adalah bakal atau calon istri Phoa Cu giok adik iparnya, tak mungkin dia turun tangan, seumpama tidak membunuhnya, kejengkelan hatinya ini rasanya sukar terlampias. Dengan rasa kejut dan curiga bertanyalah Phoa Cu giok kepada Suma Bing. "Cihu, menurut katamu cici dan suhu telah hilang?" Suma Bing mengiakan. "Benarkah dalam lembah sana sudah terbumi hangus menjadi tumpukan puing?" "Kau kira aku berdusta?" "Perbuatan dari Bwe hwa hwe?" "Benar, malah pernah kutempur Loh Cu gi didalam lembah itu, sayang dia dapat meloloskan diri." Terlintas bayangan nafsu membunuh diwajah Phoa Cu giok, namun mimiknya ini tidak kentara dilahirnya. Katanya sambil mendekat kearah Loh Siau ling. "Adik Ling, cici dan Suhuku telah hilang, karena perbuatan ayahmu serta anak buahnya!" Sahut Loh Siau ling lesu berduka. "Itu bukan urusanku, apalagi kau sendiri tidak pernah memperkenalkan asal- usulmu, siapa tahu..." "Setiap orang yang menyakiti hati Phoa Cu giok harus kubalas?" "Engkoh Giok, kau..." "Adik Ling, tubuhmu sudah menjadi milikku, sudah tentu kau tak mungkin lari menikah dengan orang lain, hidup atau mati jadi setan juga kau sudah menjadi keluarga Phoa, coba katakan betul tidak?" Keris Pusaka Sang Megatantra Karya Kho Ping Hoo Walet Besi Karya Cu Yi Sepasang Garuda Putih Karya Kho Ping Hoo