Pedang Darah Bunga Iblis 29
Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH Bagian 29
Pedang Darah Bunga Iblis Karya dari G K H Perempuan ini bukan lain adalah Thong ping yang diperkosa oleh Racun diracun sehingga melahirkan didalam gua itu. Sesaat Suma Bing merasa serba salah dan kikuk, sebab dia tak bisa melaksanakan janjinya terhadap Thong Ping untuk membunuh Racun diracun atau duplikat dari Phoa Cu giok. Thong Ping sedikit menekuk tubuh dan memberi salam. "Suma Siauhiap, tidak nyana ditempat ini bisa bertemu dengan kau!" Terpaksa Suma Bing keraskan kepala dan menebalkan muka berkata. "Nona Thong, aku..." Wajah Thong Ping tampak agak kurus dan pucat, tanyanya gelisah. "Ada apa?" "Nona Thong, cayhe sangat menyesal!" Kata Suma Bing masgul. "Kenapa?" "Tak tahu bagaimana aku harus memberi penjelasan." "Maksud Suma Siauhiap tentang Racun diracun..." "Ya, terpaksa cayhe harus ingkar janji dan menelan ludahku sendiri..." Thong Ping menghela napas sedih dan merawan hati, katanya. "Suma Siauhiap, aku heran dan curiga mengapa aku masih hidup sampai sekarang?" Suma Bing gelagapan tak dapat bicara, dia pernah melulusi Thong Ping untuk membunuh Phoa Cu giok, namun dia tidak melaksanakan sumpahnya itu, sekarang dia tidak mengerti bagaimana dia harus mengambil sikap untuk membujuk kepada orang yang sangat dikasihani ini. Thong Ping menyambung lagi. "Baru sekarang aku sadar ternyata imanku sedemikian lemah, aku telah kehilangan keberanian untuk menghadapi kematian, tapi rela dan mandah ditimpa kemalangan dan penderitaan hidup yang sengsara ini, mengapa...?" Suma Bing merasa hati kecilnya perih seperti di-tusuk2 jarum, karena ingkar janji dia merasa sangat sedih suaranya berkata rendah. "Nona Thong, aku tidak perlu mohon kau memaafkan, tapi selamanya aku akan merasa menyesal terhadapmu." "Suma Siauhiap tidak perlu kau bersikap demikian." "Nona Thong, seorang laki2 sejati harus dapat menepati janjinya, tapi aku..." "Aku tahu, karena kau terdesak oleh keadaan!" Suma Bing berjingkrak kaget. "Apa, kau sudah tahu?" Thong Ping manggut2. "Darimana kau..." "Dia sendiri yang mengatakan kepadaku!" Wajah Thong Ping semakin pucat, sekuat mungkin dia menahan mengalirnya air mata, namun akhirnya dia sesenggukkan juga. "Dia, siapa?" "Phoa Cu giok!" "Dia... berani menemui nona?" Air mata meleleh di kedua pipinya yang pias, ujar Thong Ping sambil sesenggukkan. "Dia datang dan bertobat dihadapanku, dia minta aku turun tangan membunuhnya. Aku maklum bahwa rasa kebencianku ini selama hidupku ini takkan mungkin dapat terhimpas lagi. Anaknya diberi nama Phoa Ki, dengan nama ini dia berharap kelakuan bejat ayahnya ini tidak menurun kepada anaknya. Diapun sudah menerangkan semua sejujurnya, Siauhiap, selamanya aku akan membenci dia, tapi... aku sangat sayang kepada anakku!" Bagai terlepas dari belenggu yang mengekang dirinya Suma Bing menghela napas lega ujarnya. "Nona Thong, sungguh kau seorang yang bijaksana dan baik, Yang Maha Kuasa sungguh kurang adil, mengapa segala sengsara dan derita hidup ini semua ditimpahkan kepada seorang wanita lemah seperti kau ini!" "Siauhiap," Kata Thong Ping sambil mengusap air matanya. "Yang sudah lalu biarlah pergi, jangan sampai semua peristiwa sedih ini mengganjal dalam sanubarimu." "Nona Thong, tiada apa lagi yang dapat kuucapkan, selain aku merasa menyesal dan minta maaf kepadamu!" "Ai!" Keluhan yang merawan ini melimpahkan semua penderitaan dan kemalangannya. "Nona, kau jadi membunuhnya?" "Aku... tatkala itu rasanya ingin benar tapi bagaimanapun juga aku tidak tega turun tangan." "O, seharusnya memang dia setimpal dihukum mati..." "Aku harus merasa malu karena tak berbakti kepada ibu dialam baka." "Kemana dia sekarang?" "Dia sudah pergi entah kemana!" "Hanya begitu saja pertanggungan jawabnya terhadapmu?" "Sebelum pergi, dia berkata kelak dia akan mengatur bertanggungan jawabnya serta berharap melakukan kerjaan besar yang dapat membawa kesejahteraan bagi kaum persilatan khususnya dan bagi masyarakat umumnya untuk menebus segala dosa2nya dan untuk menghibur arwah cicinya yang berada dialam baka." "Demikian juga pengharapanku supaya dia bisa hidup kembali menjadi manusia yang berguna, kalau tidak..." "Bagaimana?" "Nona Thong, kalau kudapati perbuatannya tidak sesuai dengan kemanisan mulutnya itu, pasti aku akan bertindak tanpa kepalang tanggung!" "Gubukku yang reyot tidak jauh dari sini, harap Siauhiap..." "Sungguh menyesal, aku ada urusan sangat penting yang harus segera kuselesaikan, biarlah kita berpisah untuk sementara waktu!" Setelah berpisah dengan Thong Ping, suma Bing melanjutkan perjalanan semakin cepat. Memang segala sesuatu kejadian didunia ini sulit diduga sebelumnya. Sebetulnya dia tengah kuatir cara bagaimana dia harus memberi penjelasan kepada Thong Ping, siapa duga kejadian ternyata demikian akhirnya. Beberapa hari kemudian diluar barisan pohon bunga Bwe didalam lembah sempit dimana Markas besar Bwe hwa hwe berada, datanglah seorang pemuda cakap ganteng yang berwajah dingin membeku dan diselubungi hawa membunuh yang tebal. Dia tak lain tak bukan adalah Sia sin kedua Suma Bing atau calon majikan Perkampungan bumi yang dipandang sebagai tempat kramat oleh kaum persilatan. Tiba didepan barisan pohon Bwe darah Suma Bing bergolak semakin keras, nafsu kekejaman yang sadis terbayang pada wajahnya. Hutan pohon Bwe dihadapannya sekarang sudah tidak menjadikan rintangan berarti lagi bagi dirinya... Setelah menyapu pandang situasi atau keadaan barisan yang dinamakan Im yang ngo heng tin dia perdengarkan suara dinginnya ber-ulang2 terus melejit cepat sekali menerobos masuk dari pintu tengah langsung menuju... Mendadak tubuhnya yang melambung tinggi itu terpental balik dan meluncur turun diatas tanah, jantungnya terasa menciut se-akan2 seluruh tubuhnya membeku. Diatas sebuah pohon Bwe yang tinggi besar terpancang sebuah mayat manusia, mulutnya terpentang dan giginya meringis, kedua matanya melotot keluar, kaki tangannya terpentang lebar, telapak tangan dan kaki serta ditengah dadanya menonjol keluar pentolan paku sebesar buah kelengkeng, jadi tubuhnya ini terpantek diatas pohon. Darah yang membeku berwarna hitam, mengalir dari sang korban terus membasahi seluruh pohon dan membasahi seluruh tanah dibawahnya, keadaan ini sungguh menusuk hati dan seram menakutkan. Mayat yang menggenaskan ini tak lain adalah jenazah si maling bintang Si Ban cwan dari wajah sang korban yang berkerut dan menakutkan itu agaknya dia hidup2 dipantek diatas pohon hingga meninggal, kematiannya ini kira2 terjadi satu hari yang lalu. Sedemikian seram dan mengenaskan cara kematian si maling bintang, malah mati dipantek didepan barisan pohon pelindung markas besar Bwe hwa hwe, siapapun takkan dapat menduga akan peristiwa yang mengharukan ini si maling bintang terkenal akan kebijaksanaannya dan jujur serta suka mengulur tangan membantu kesukaran yang lain. Demi membantu Suma Bing mencapai cita2nya menuntut balas sakit hati orang tua serta gurunya telah menjalin hubungan erat dan kental dengan Suma Bing. Melihat keadaan dan cara kematian orang yang dianggap sangat berbudi ini kedua mata Suma Bing sampai merah padam hampir melelehkan air darah, tubuhnya kejang dan tangan mengepal keras ingin rasanya sekali hantam dia bikin mampus para musuhnya. Untuk menghadapi si maling bintang Si Ban cwan tidak segan2 Bwe hwa hwe menggunakan cara kejam dan telengas menghabisi jiwanya. Terang karena si maling bintang secara terang gamblang membantu usaha Suma Bing mencapai angan2nya dan ini berarti juga secara terbuka bermusuhan dengan pihak Bwe hwa hwe. Suma Bing menggerakkan langkahnya yang berat mendekati jenazah diatas pohon. Dua butir air mata tanpa terasa meleleh keluar membasahi raut mukanya yang membesi kehijauan. Diulurkan sebelah tangannya menyentuh jenazah itu, segulung bayangan putih tiba2 melesat kencang meluncur mengarah mukanya. Sigap sekali ia miringkan kepalanya sambil ulur tangan menjepit benda yang meluncur tiba itu dengan kedua jarinya. Kontan dia berjingkat kaget karena yang meluncur tiba itu kiranya bukan senjata rahasia tapi ternyata adalah segulungan kertas. Sejenak dia melengak lalu mundur dua langkah celingukkan kian kemari tidak tampak olehnya bayangan seorangpun jua. Waktu gulungan kertas itu dibuka, dimana terlihat empat huruf besar yang berbunyi 'Jangan sentuh mayat ini!' Ditulis dengan arang dan agaknya ditulis secara ter-gesa2 sehingga tulisannya agak corat coret. Apakah maksudnya ini? Siapakah yang mengirim gulungan kertas ini? Sekarang dirinya telah memasuki pintu tengah, namun tidak terlihat bayangan seorangpun, ini sudah merupakan suatu kejanggalan yang harus diperhatikan. Tapi mengandal kekuatan ilmunya nyalinya menjadi besar, sedikitpun tidak gentar menghadapi segala bahaya lagi. Gulungan kertas itu menyadarkan semangat dari kesedihan, perasaan indran keenamnya mengetuk hati memberitahukan, bahwa bukan mustahil pihak Bwe hwa hwe sudah mengatur tipu daya hendak menjebak dirinya. Tapi siapakah orang yang memberi peringatan ini? Kenapa tidak boleh menyentuh mayat ini? Sekian lama dia bimbang dan ragu, akhirnya pandangannya menatap kearah jenazah si maling bintang yang tak enak dipandang mata. Tidak, aku harus mengubur jenazahnya dulu. Demikian dalam hati ia berkata, terus melangkah maju dua langkah dan mengulur tangan... Se-konyong2 terdengar kesiur angin dari melambainya baju yang terbawa terbang diselingi derap langkah yang ramai. Terpaksa Suma Bing harus menarik kembali tangannya terus memutar tubuh bersiaga. Terlihat olehnya bayangan puluhan orang berkelebatan meluncur tiba dihadapannya. Dua diantaranya yang paling gesit sigap sekali melangkah maju kehadapannya berjarak tiga tombak terus membungkuk dan berseru lantang. "Hamba beramai menghadap Huma." Para pendatang ini kiranya adalah para kerabat dari Perkampungan bumi dibawah pimpinan Sim dan Bu dua Tongcu. Suma Bing sedikit mengangguk dan bertanya heran. "Kalian..." Sim tong Tongcu Song Lip Hong segera tampil kedepan dan lapor dengan hormat. "Hamba beramai begitu menerima kabar bahwa ternyata Huma seorang diri telah meluruk kemarkas besar Bwe hwa hwe, maka bergegas kami menyusul tiba untuk terima tugas!" "Ini..." "Harap Huma suka mundur dahulu, hamba ada pesan yang perlu disampaikan!" Suma Bing mengiakan dan mundur sejauh lima tombak diikuti kedua Tongcu itu. -oo-dw-oo- 5 6 . S U M A B I N G M E N A W A N K E T U A B W E - H W A - H W E . Dengan sikap serius berkatalah Bu-tong Pan Bing-say. "Menurut laporan mata2 yang hamba sebar, ternyata belakangan ini Bwe-hwa-hwe telah mengundang berbagai gembong2 penjahat dari aliran hitam yang sudah lama tidak pernah muncul. Diantaranya Hwe-hun-koay-hud juga telah diundangnya datang dan diangkat sebagai Maha pelindung mereka...................." "Selain itu masih ada Lam-hay-si-niu, Tiang-pek-siang-pan. Tok-jiau Kho Wan, dan Ngo-tay-tok-hok Thauto dan lain2. Mereka sudah menggabungkan diri kepihak Bwe-hwa hwe" Terpancar sinar kemarahan pada kedua mata Suma Bing, desisnyai. "Lamhay-si-niu (empat camar dari Lam-hay) juga menggabungkan diri kepihak Bwe-hwa-hwe?" "Benar!" "Bagus sekali!" Sim dan Bu kedua Tongcu menjadi melengak heran, entah apa yang dimaksud "bagus" Oleh Suma Bing ini mereka tidak tahu. Tanya Suma Bing selanjutnya. "Bagaimana keadaan di perkampungan ?'' "Sejak Huma samaran itu datang dan menipu Kiu-im-cin- keng, sampai sekarang tiada terjadi apa2 lagi!" Demikian jawab Sim-tong Song Lip-hong. "Baik, sekarang kalian boleh pimpin anak buahmu tinggalkan tempait ini." "Huma........" "Kedatanganku ini untuk menuntut balas, aku tidak ingin ada lain orang turut campur" "Namun hamba beramai menerima perintah dari Kiong- Hu........" "Tidak perlu lagi......" "Huma, jenazah jatas pohon itu........" "Jenazah simaling bintang Si Ban-cwan!" Kata Suma Bing sambil kertak gigi. "Ah, tidak mungkin jadi!" "Kenapa tidak mungkin?" "Dua hari yang lalu kita pernah bertemu dengan si maling bintang. Katanya dia terburu2 hendak menuju ke Ngo-san untuk menjelaskan kesalah pahaman Huma!!" "Apa betul?" "Tidak akan salah!" "Bukan mustahil dia tertawan setelah berpisah dengan kalian..............." "Bagaimana juga si-maling bintang berkepandaian tinggi banyak pula akal muslihatnya, tak mungkin sedemikian gampang dia kena tertawan?" "Lalu bagaimana dengan jenazah yang terpancang di pohon ini?" "Hamba merasa sangat ganjil!" "Aku harus segera mengubur jenazah ini!" "Biarlah hamba beramai yang mengerjakan." Segera Sim-tong Song Lip-hong melangkah lebar menghampiri kearah jenazah si maling bintang yang terpantek diatas pohon itu "Nanti dulu Song Tongcu!" "Huma masih ada perintah apa lagi?" "Ada orang mengirim surat memberi peringatan, Katanya jangan menyentuh jenazah itu!" Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Song Lip-hong berjingkat, tanyanya menegas. "Jangan menyentuh mayat?" "Apa mungkin merupakan jebakan...." "Hamba ada akal untuk mencobanya!" "Cara bagaimana mencobanya?" "Tadi kami menawan dua orang peronda, biarlah aku suruh kedua peronda, itu yang menurunkan mayat itu, kalau ada jebakan apa2 pasti segera dapat kita bongkar'" "Baiklah laksanakan caramu itu!" Song Lip-hong segera berpaling sambil memberi isyarat dengan tangannya, dua orang anak buahnya segera berlari keacaih semak belukar sebelah sana, tidak lama kemudian mereka sudah kembali sambil menggusur dua orang anak buah Bwe-hwa-hwe. "Lepaskan!" Menurut perintah kedua laki2 tegap itu segera melepas tali yang mengikat kedua tangan tawanannya yang ditelikung kebelakang itu. Dengan sinis Song Lip-hong menatap kedua peronda musuh ini sambil berkata hambar. "Kalian berdua kuberi tugas menurunkan jenazah yang terpantek diatas pohon besar itu, setelah itu kamu boleh pergi, tapi ingat jangan sekali-kali kamu berani bermain lagak, meskipun berada didaerahmu sendiri, kamu takkan ada, kesempatan untuk bertingkah " Setelah saling berpandangan kedua anak buah Bwe-hwa-hwe itu terus berlari maju Song Lip-hong dan Pau Bing-sian mengikuti maju dikanan kiri berjarak tiga tombak. Suma Bing juga tidak mau ketinggalan...... Agaknya kedua peronda musuh itu insaf tiada harapan untuk hidup lebih lama lagi, sekian lama mereka takut2 dan saling pandang dengan hampa dan putus asa, akhirnya mendekati pohon besar itu, mulailah mereka mencabuti paku yeng amblas diatas badan jenazah itu........ Sebuah dentuman yamg menggelegar menggetarkan bumi Disertai teriakan yang mengerikan. Cepat sekali kejadian yang tak terduga ini, begitu suara sudah sirap dan keadaan menjadi terang kembali, tampak pohon besar Itu sudah toboh dan hancur berantakan, dahan dan daon pohon beterbangan ke- mana2. Kedua peronda Bwe-hwa-hwe itu bersama jenazah si malihg bintang bayangannya saja sudah tidak kelihatan lagi, tubuh mereka hancur luluh tanpa meninggal kan bekas. Tersirap darah Suma Bing, giginya sampai ber-kerot2 saking gusar. Sim dan Bu kedua Tongcu segera maju mendekat dengan badan yang kotor oleh runtuhan debu, suaranya gemetar haru. "Huma tidak kurang suatu apa?" Suma Bing mengangguk, dalam hati ia membatin; "jikalau tiada orang memperingati aku dengan gulungan kertas tadi, mungkin aku sudah cecel duel tak berujud manusia lagi. Tipu muslihat jebakan ini benar2 keji, sungguh kasian si maling bintang .setelah mati sampai jenazahnya juga tidak dapat dikubur malah hancur lebur. Baru saja pikirannya lenyap, tampak seiringan orang tengah bergegas berjalan keluar dari hutan pohon Bwe sebelah dalam sana, mereka mendatangi dengan cepat. "Siap Bertempur!" Terdengar Pau Bing-sam memberi aba2 kepada seluruh anak buahnya Empat puluh para kerabat Perkampungan bumi serentak mengiakan berbareng, sebat sekali mereka berpencar membentuk sebuah lingkaran setengah bundar, siap siaga menghadapi pertempuran. Suma Bing berpaling dan berkata angkuh. "Kalian tidak perlu turun tangan." Para pendatang itu kira2 berjumlah lima puluh orang dipimpin seorang pemuda yang gagah tegap, dia bukan lain adalah ketua Bwe-hwa-hwe sendiri Chiu Thong. Begitu mendekat lantas sorot mata ketua Bwe-hwa-hwe menyapu pandang sekelilingnya seketika dia berseru kejut terus angkat sebelah tangan dan memberi perintah. "Berhenti, cepat laporkan kejadian disini kepada dia orang tua!" Muka Suma Bing merah padam dan membesi diliput hawa sadis, matanya menyala dan melotot besar menatap ketua Bwe-hwa-hwe dan anak buahnya. Semua rombongan dari Bwe-hwa-hwe yang baru muncul ini semua mengunjuk rasa kejut dan terkesima. Bahwa-sanya Sia Tiraikasih Websitehttp.//kangzusi.com / sin Kedua tidak mampus dan hancur lebur karena ledakan tadi, ini benar2 diluar perhitungan mereka. Tiba2 ketua Bwe-hwa-hwe menggerung gusar dan membentak berat. "Dimana Go-hiangcu berada?" "Hamba ada disini!" Terdengar sebuah sahutan, lantas muncul sebuah bayangan dari antara kelompok dibelakang sana maju menghadap sambil menekuk lutut. Begitu melihat orang yang dipanggil sebagai Go-hiangcu ini, seketika berdetak keras jantung Suma Bing, sebab bentuk tubuh ini agaknya sudah sangat dikenal olehnya. Terdengar ketua Bwe-hwa-hwe bertanya gugup. "Apa yang telah terjadi disini?" Go-hiangcu menyahut hormat. "Setengah jam yang lalu, mendadak Racun diracun muncul, semua saudara yang menjaga di pos2 terdepan telah meninggal semua keracunan". Sungguh kejut Suma Bing bukan kepalang, Racun di racun adalah duplikat istrinya Phoa Kin-sian dan Phoa Cu-Sok Sekarang istrinya tercinta sudah meninggal, maka orang yang dikatakan sebagai Racun di Racun itu pasti bukan lain adalah penyamaran Phoa Cu-giok adanya. Tapi mengapa Phoa Cu-giok berbuat begitu? Tak heran demikian lelusa dirinya masuk kedalam sini, ternyata semua penjaga2 pos sudah mampus keracunan semua, lantas teringat olehnya orang yang memperingati dengan gulungan kertas itu, apakah itu perpuatan Phoa Cu-giok? Menurut penuturan Thong Ping. sebelum Phoa Cu-giok pergi dia pernah berkata hendak melakukan kerja bakti untuk menebus dosa dan untuk menghibur arwah kakaknya yang berada dialam baka, apakah inilah yang dia maksudkan dengan kerja bakti itu. Dalam pada itu, terdengar ketua Bwe-hwa-hwe mendengus keras, semprotnya "Go-hiang-cu, lalu kenapa kau sendiri tidak keracunan ?" "Kebetulan hamba sedang bergerak meronda, beruntung hamba lolos dari lobang jarum!" "Kenapa kau tidak bunyikan pertanda bahaya?" "Belum sempat karena Sia-sin kedua Suma Bing sudah keburu tiba, maka..............." "Baiklah, kau mundur!" "Terima kasih!" Go-hiangcu berdiri sambil putar tubuh menghadap kearah rombongan Suma Bing, sekilas mata melirik terus mengundurkan diri Suma Bing menjadi melongo dan kecele, bentuk tubuh Go- hiangcu yang sangat dikenalnya ini ternyata adaiah seorang laki2 yang berwajah kuning seperti orang penyakitan, selamanya belum pernah dilihat dan dikenal orang macam ini. Ketua Bwe hiwa-hwe mengangkat kedua tangannya keatas, semua anak buahnya segera berpencar kedua samping dan berbaris rapi, meluangkan sebuah jalan diantara mereka, Pelan dan berat langkah Suma Bing maju berderap di atas tanah, jarak mereka dari delapan tombak mendekat menjadi tiga tombak jauhnya. Tiba2 ketua Bwe-hwa-hwe merangkap tangan memberi hormat dan menyapa. "Menghadap kepada Susiok." Semula Suma Bing melengak dan kejut, serta merta ia menghentikan langkahnya. Namun di lain saat lantas dia paham, maka sahutnya menjengek. "Chiu Thong, apa katamu?" "Menghadap kepada Susiok!" "Siapa yang menjadi Susiokmu?" "Selain kau Sisiok, masa masih ada orang lain!" Suma Bing bergelak tertawa, ujarnya. "Chiu Thong, Loh Cu-gi menghina guru dan mendurhakai perguruan kematiannya masih belum setimpal untuk menebus dosanya....." Heran sikap ketua Bwe-hwa-hwe ternyata tetap kalem dan sabar, sahutnya. "Sebetulnya Suhu hanya terfitnah saja, peristiwa itu........................." "Tutup mulutmu!" Bentak Suma Bing murka. "Apa kau tahu maksud kedatanganku hari ini?" "Harap Susiok suka menerangkan." "Mencuci bersih seluruh Bwe-hwa-hwe!" Rona Wajah ketua Bwe-hwa-hwe berubah tak menentu katanya lagi. "Suhu segera akan tiba, nanti dia akan menerangkan sendiri kepada Susiok." Suma Bing mengertak gigi, desisnya. "Chiu Thong, di mulai dari kau untuk membuka pesta darah ini!" habis berkata ringan sekali sebuah tangannya diayun memukul kedepan. Dimana gelombang angin badai menerpa tiba, terdengar Ketua Bwe-hwa-hwe mengeluh tertahan sambil sempoyongan setombak lebih, serunya lantang. "Untuk membuktikan kebersihan hatinya Suhu telah mengusung jenazah Suco kemari." Hampir pecah jantung Suma Bing, tubuhnya berkelejotan seperti orang sakit ayan. suaranya gemetar. "Apa yang kau katakan?" "Jenazah Suco sekarang sudah berada didalam markas, tubuhnya sudah direndam obat anti pembusuk. Sebentar lagi pasti Susiok dapat lihat sendiri." Tubuh Suma Bing limbung, pandangan terasa gelap hampir saja dia terjungkal jatuh. Mimpi juga dia tidak menyangka bahwa jenazah Suhunya Sia-sin Khong Jiang telah terjatuh ditangan Loh Cu-gi, manusia jahat berhati serigala ini, entah mengandung maksud muslihat apa lagi? Dendam dan sakit hati yang ber-limpah2 hampir membuatnya gila. Sebat sekali selicin belut tiba2 dia turun tangan secepat kilat. Dimana terdengar jerit tertahan, tahu2 ketua Bwe-hwa-hwe sudah tercengkram pergelangan tangannya tanpa mampu berkelit atau menghindar diri. Para kerabat dari perkampungan bumi tanpa bersuara serentak maju kedepan tiga tombak. Berubah pucat airmuka ketua Bwe hwa-hwe, matanya menunnjuk rasa ketakutan yang luar biasa, suaranya sember gemetar. "Susiok........" "Sekali lagi kau berani sembarangan mengoceh,"' demikian ancam Suma Bing sambil kertak gigi. "Biar kubeset tubuh-mu hidup2!" Se-konyong2 dari dalam hutan sebelah sana lamat2 terdengar sebuah seruan yang saling bersahutan. "Sesepuh tiba!" Maka beramai2 para jagoan anak buah Bwe-hwa-hwe yang berjajar itu membungkuk sembilanpuluh derajat tanda penghormatan akan kedatangan sesepuhnya Kedua mata. Suma Bing ber-kilat2 melotot besar mengawasi tajam kearah hutan sebelah dalam sana. Tampak serombongan orang tengah mendatangi, orang terdepan ternyata bukan lain adalah Loh Cu-gi musuh besarnya. Dibelakang Loh Cu-gi mengintil pula Hwe-hun-koay-hud yang di angkat sebagai Maha pelindung itu. dan rombongan yang terakhir adalah sepuluhan lebih orang2 tua yang berwajah bengis. Sekejap saja mereka sudah datang mendekat. Tampak Loh Cu-gi sedikit mengernyitkan kening, katanya dingin "Suma Bing, lepaskan dia!" Darah Suma Bing mendidih dan bergolak semakin cepat otot dijidatnya merongkol keluar, rasa kebencian yang me- luap2 membuat wajahnya merah padam, sungguh keadaannya ini dapat memibuat hati orang gentar, desisnya dengan bengis. "Loh Cu-gi. hari ajalmu sudah tiba!" Sambil menggeram ini tanpa merasa kedua tangannya niencengkram semakin keras. Kontan terdengar jerit kesakitan yang menggetarkan seluruh hadirin. Ternyata pergelangan tangan ketua Bwe-hwa-hwe sudah tercengkram hancur. "Suma Bing." Bentak Loh Cu-gi gusar. "berani kau melukai dia." "Ada apanya yang tidak berani." Jengek Suma Bing ,"biar dia menjsdi contoh untuk kamu lihat!" Dimana terlihat sinar dingin berkelebat, cundrik penembus dada tahu2 sudah digenggam ditangannya. Keringat sebesar kacang membasahi jidat ketua Bwe hwa- hwe Chiu Thong, tubuhnya lemas semampai, wajahnya ber- kerut2 dan pucat pasi kehilangan kewibawaannya seperti seekor domba dibawah cengkraman seekor singa matanya memancarkan rasa belas kasihan mengerling kearah Suhunya Loh Cu-gi. "Apa hubungannya bocah keparat Ini dengan Rasul penembus dada yang dikabarkan itu?'' demikian tanya seorang Thauto berwajah seperti singa dengan sebuah matanya saja. Loh Cu-gi melenggong, sahutnya. "Saat ini masih belum diketahui" Hwe-hun koay-hud juga menggerung gusar, makinya .Buyung, berani kau menyentuh seujung rambutnya ketua saja, selain kau bocah kapiran ini juga akan kami bakar dan kita babat semua penghuninya sebagai pembalasan." Perkampungan bumi sebagai salah satu tempat kramat yang ditakuti kaum persilatan, meskipun sang Te-kun sudah pergi, namun mengandal kekuatan jago2 yang lihay2 ditambah letak pembawaannya yang tersembunyi serta peraturan dan penjagaannya yang ketat untuk menghancurkannya, memang gampang dikatakan seperti dalarn mimpi. Suma Bing mendengus acuh tak acuh. "Hwe-hun Lokoay, kematian sudah didepan mata masih berani pentang mulut sembarangan mengoceh. Sekarang tontonlah cara aku turun tangan!'' Sinar terang berkelebat cundrik penembus dada itu sudah diayun mengarah keulu hati ketua Bwe-hwa-hwe. Meskipun rombongan pihak Loh Cu-gi itu kebanyakan adalah gembong2 iblis yang kenamaan dan berkepandaian tinggi, tapi siapapun takkan ada yang mampu menolong Chiu Thong yang sudah terancam dibawah runcing senjata, mereka hanya mampu berseru kaget dan berubah airmuka. "Suma Bing," Cepat2 Loh Cu-gi berseru gugup. "Kau akan menyesal se umur hidup!'' Ucapannya ini ternyata membuat Suma Bing melengak dan menghentikan tindakannya, sehingga cundrik ditangannya tertunda ditengah jalan. Segera Loh Cu-gi melanjutkan berkata. "Suma Bing, jenazah suhu berada disini, apakah kau hendak melihatnya?" Hampir meledak dada Suma Bing, teriaknya beringas. "Loh Cu-gi, mulutmu yang kotor itu sudah tidak berharga untuk memanggil "Suhu" Lagi". "Suma Bing. kau lepas dia dulu, marilah kita bicara" "Tidak mungkin!'' "Jangan kau menyesal nanti?" "Tidak ada yang perlu disesalkan-" "Berani kau buruh dia, biar aku hancurkan juga jenazah Kho-lo-sia!" "Binatang kau berani?" Bentak Suma Bing, Loh Cu-gi menyeringai iblis, ujarnya dingin. "Boleh kau coba, nanti juga boleh kau lihat, aku berani atau tidak!" Lalu dia memberi tanda kebelakangnya Maka terlihat empat laki2 bertubuh tinggi tegap dengan otot2nya yang merongkol keluar menggotong keluar sebuah peti mati terus diletakkan dihadapan Loh Cu-gi. "Suma Bing, peti mati ini terbuat dari kaca yang tembus cahaya, cobalah maju dan lihat biar tegas, apakah tulen atau palsu!" Kedua bola mata Suma Bing sudah merah membara, tubuhnya gemetar dan berkeringat- Dia makfum manusia seperti Loh Cu-gi yang bersifat, kejam melebihi binatang, kalau sudah berani mencelakai Suhunya semasa masih hidup, tentu berani juga menghancurkan jenazahnya sesudah mati. Mengandal kekuatan Kiu-yang-sin-kang yang terlatih olehnya sekarang, jarak tiga tombak masih gampang baginya untuk menghancurkan peti itu segampang membalikkan tangan. Hakikatnya sekarang dia harus berusaha cara bagaimana dia harus menyelamatkan jenazah Suhunya ini, dan lagi apakah jenazah didalam peti itu betul2 tulen atail palsu belaka! Setelah direnungkan sekian lama, sambil mengempit ketua Bwe-hwa-hwe dia melompat maju sampai dimuka peti mati Memang pet i mat i dibuat dar i k aca yang tembus cahaya, sekal i pandang saja jelas ter l ihat jenazah yang rebah di dalamnya memang bukan lain adalah guruny a Sia- s in Kho J iang adanya, wajahnya ter l ihat tenang bagai mas ih hidup seper t i sedang t idur nyenyak Air mata tanpa merasa deras meleleh keluar. Sia-sin Kho Jiang telah membuatnya hidup kembali dari lembah kematian, dari umur tiga tahun dirinya dibesarkan dan dididik. betapa besar budinya ini seumpama langit tingginya dan sedalam lautan, mana bisa dirinya tinggal diam melihat jenazah gurunya akan dihancurkan. Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Terang situasi tidak menguntungkan, didalam pengawasan sekian banyak gembong2 iblis yang laknat ini, sulit dikatakan dapatkah dirinya tetap melindungi peti mati ini tanpa kurang suatu apa. Terdengar Loh Cu-gi berkata lagi. "Suma Bing. lepaskan dia!" Dalam keadaan yang mendesak ini mau tak mau Suma Bing harus berpikir panjang, sahutnya. "Boleh, tapi kau harus serahkan dulu peti mati ini kepada pihak kami!" "Kau sangka kamu mampu berbuat begitu?" "Kalau begitu kau lihat dan gusurlah jenazah Chiu Thong Ini dulu." "Suma Bing kau salah perhitungan, Chiu Thong adalah muridku, meskipun menjabat sebagai ketua, seumpama dia harus berkorban demi kepentingan perkumpulan, pengorbanannya itu harus dibanggakan malah!" "Jadi kau rela membiarkan dia mati lebih dulu?" "Kalau perlu apa boleh buat, ada banyak orang yang tak terhitung jumlahnya akan mengiring jenazahnya ke liang kubur termasuk kau sendiri dan jenazah Kho-lo-sia!" Hampir meledak dada Suma Bing, desisnya. "Loh Cu-gi, kaukah manusia?" "Aku tidak peduli apa yang kau katakan." "Lalu apa kehendakmu?" Loh Cu-gi menyeringai iblis, ujarnya. "Gampang sekali bukan, Chiu Thong harus kau bebaskan, baru kita perbincangkan syaratnya." Jalan darah dan sendi2 tulang Suma Bing berkeretokan rasanya hampir meledak. Sedemikian besar semangatnya dengan bekal dendam kesumat yang me-nyala2 untuk menuntut balas, tak duga setelah tiba diambang pintu, ternyata terjadi hal2 yang diluar prasangka sebelumnya. Bukan saja tubuh si maling bintang hancur lebur, sekarang jenazah Suhunya juga dijadikan tanggungan untuk mendesak dan menjepit dirinya. Seumpama tidak menghiraukan jenazah Suhunya, segera dia dapat melepas tangan mulai turunkan tangan jahatnya membunuh para musuhnya serta antek2nya. Tapi dapatkah dia berbuat demikian? Akhirnya apa boleh buat dia lepaskan ketua Bwe-hwa-hwe Chiu Thong. Pergelangan tangan Chiu Thong sudah hancur, sakitnya bukan kepalang, setelah dilepas badannya menjadi lemas dan segera diusung kedalam oleh beberapa anak buahnya. Loh Cu-gi menyeringai dingin ber-ulang2 dengan puas, ujarnya. "Suma Bing, sekarang marilah kita persoalkan perhitungan kita........... " "Coba katakan." "Sudah tentu kau ingin benar membawa pergi jenazah Kholo- sia ini untuk dikubur, benar tidak?" "Binatang, kau manusia yang lebih rendah dari binatang, katakan kehendakmu!" "Suma Bing, bicaralah kenal aturan, syaratku gampangi dipenuhi dan sangat adil sekali, diantara kau dan aku terbentang sebuah jurang kesumat yang sangat dalam, hanya satu diantara kita yang boleh hidup di dunia fana ini, kau tidak akan menyangkal ucapanku ini bukan?" "Tepat sekali!" "Jikalau kau dapat bersumpah untuk selamanya tidak mencari perkara lagi kepada Bwe-hwa-hwe. Maka jenazah Suhu ini dapat segera kau bawa pergi........ "Tidak mungkin, Loh Cu-gi!" "Kau dengar dulu perkataanku, tiga hari lagi, mari kita berjanji untuk bertanding satu lawan satu, mati atau hidup mengandal kemampuan kita masing2, bagaimana?" Suma Bing mendengus dingin, jengeknya. "Loh Cu-gi, jangan kau berani main licik dan akal busuk. Aku sudah bersumpah dan sesumbar hendak membuat banjir darah di Bwe-hwa-hwe, mengandal kemampuanmu yang rendah itu, jangan harap kau kuat bertanding melawan aku secara kesatria." "Suma Bing, jangan kau bicara terlalu takabur, menjangan bakal mampus ditangan siapa sulit ditentukan. Tujuanku yang utama adalah untuk menyelesaikan sakit hati dan dendam kesumat, mati hidup tidak perlu dihiraukan lagi, asal kau mau menyetujui untuk selamanya tidak mencari perkara lagi kepada Bwe-hwa-hwe!" "Loh Cu-gi sungguh pintar dan rapi benar rencanamu ini". "Kau tidak setuju?" "Ya, tidak." Loh Cu-gi berpaling kesamping dan menunjuk orang2 disampingnya lantas berkata. "Suma Bing, lihatlah biar tegas. Inilah Hwe-hun-koay-hud Maha pelindung perkumpulan kita, Ngotai-tok-bok Thauto, Tiang-pek-siang-hoan, Cakar beracun Kho Wan dan mereka itu adalah Lam-hay-si-niu, bagaimana kepandaian kawan2 seangkatan ini pasti kau juga sudah pernah dengar. Ditambah aku sendiri, jikalau kita bergabung dan serentak menyerangmu, kau kuat bertahan berapa gebrak?" Sepasang mata Suma Bing ber-ki!at2 penuh dendam menyapu pandang kearah Lam-hay-si-niu. Sebetutnya dia tengah merasa serba susah karena keempat tokoh yang tercatat dalam buku daftar hitamnya jauh berdiam di Lam-hay, untuk menuntut balas tentu sulit. Siapa tahu sekarang mereka malah datang sendiri dan menggabungkan diri kedalam Bwe- hwa-hwe, ini boleh dikata, Tuhan selalu menuruti permintaan umatnya- Maka segera ia menjengek dingin. "Tak peduli siapapun yang sudi diperbudak oleh Bwe hwa-hwe semua akan ku- sempurnakan!'' Kata2 yang takabur dan angkuh ini membuat para gembong2 iblis Ytu naik pitam dan menggerung gusar. Sebaliknya Loh Cu-gi acuh tak acuh, katanya. "Suma Bing, kau sudah ambil kepastian belum?" "Ya, akan kutumpas dan kucuci bersih seluruh Bwe-hwa- hwe!" "Tanpa memikirkan segala akibatnya?" Tanya Loh Cu-gi sambil angkat kedua- tangannya serta ancamnya sungguh. "Bagaimana pendapatmu, apakah sekali pukulanku ini cukup untuk menghancurkan petimati itu?" Dingin sanubari Suma Bing. Seumpama kepandaiannya setinggi langit juga tak mungkin dirinya dapat menyelamatkan jenazah Suhunya dari kepungan sekian banyak gembong iblis yang lihay dan tinggi kepandaiannya. Apalagi latihan Kiu-yang- sin-kang Loh Cu-gi sudah mencapai kesempurnaannya, sekali pukul saja dapat melumerkan besi baja. Kini dia berdiri tidak jauh dari peti mati itu, untuk membumi hanguskan dan menghancurkan peti itu boleh dikata sangat gampang membalikkan tangan saja. Meskipun akhirnya dirinya dapat membabat habis seluruh musuh2nya ini. bagaimana juga dia akan menyesal karena toh jenazah Suhunya sudah rusak. Sebaliknya kalau menerima usul lawan, hatinya berat dan tidak rela.. Sesaat itu, hatinya gundah dan susah mengambil kepastian saking gugup dan gelisah dia menggigit gigi sehingga berbunyi ber-kerot2 Loh Cu-gi mendesak terus tanpa memberi hati. "Suma Bing, semua akibat dari keputusan ini terletak dari kebijaksanaanmu'' Pandangan Suma Bing kesima memandangi peti mati mana, Suhunya terbaring, terbayang akan masa lalu pedih dan berat rasa hatinya Agaknya Loh Cm-gi dapat meraba isi hatinya ini, serunya sambil mengekeh dingin. "Pada tengah hari tiga hari kemudian, kunantikan kedatanganmu diluar lembah, saat itu baru kita tentukan lagi dimana kita harus bertempur, bagaimana?" Suma Bing membanting kaki keras, sahutnya terpaksa "Balk. tapi ada sedikit syarat" "Katakan" "Para durjana yang ikut dalam perisitiwa berdarah dipuncak kepala harimau dulu. tak peduli apa kedudukannya, aku harus memberantas mereka semua." Setelah merenung sekian lama, baru Loh Cu-gi menyahut. "Baiklah!" "Kalau begitu bolehlah kau hidup lebih panjang tiga hari lagi." "Nanti dulu, kau harus bersumpah untuk selamanya tidak mencari perkara pada Bwe-hwa-hwe!" "Perkataan seorang kesatria berat laksana gunung, buat apa me-rengek2 harus sumpah apa segala seperti kaum lemah?" "Terhitung kau licik, kau boleh membawa jenazah Itu, tapi, peti mati itu harus kau tinggalkan" "Loh Cu-gi. dialam baka pasti Suhu juga akan menolak mengubur jenazahnya dengan menggunakan peti rnatimu. Legakan hatimu. Seumpama tidak kau katakan, aku Suma- Bing juga tidak sudi membawa peti matimu.' Loh Cu-gi ter-loreh2 tanpa membuka suara lagi dia terus memberi aba2 pada semua anak buahnya, beriring mereka segera tinggal pergi. Demi menyelamatkan jenazah Suhunya, Suma Bing tidak sayang untuk menerima segala hinaan yang terbesar. Dia berlutut didepan peti mati dan menggumam bersabda. "Suhu semasa hidup kau larang aku panggil suhu, setelah berada di alam baka harap kau terima panggilan ku ini. Tecu sungguh tidak berbakti sehingga membuat kau tidak tentram setelah meninggal, setelah penguburan selesai nanti, aku bersumpah untuk menunaikan perintahmu mencuci bersih nama baik perguruan, akan kuhancur leburkan murid murtad itu " Selesai sembahyang, pelan2 bangkit berdiri terus maju hendak membuka..... "Huma, nanti dulu!" Demikian cegah Bu-tong Pau Bing Kiam dengan gugup. "Kenapa ?" Tanya Suma Bing sambil menarik pulang tangannya "Tentu Huma belum melupakan kehancuran jenazah si maling bintang si Ban-cwan tadi!" Suma Bing berjingkat kaget, serunya. "Menurut Pangcengcu peristiwa itu bisa terulang lagi?" "Kemungkinan sangat besar!" "Masa..... Tiraik asih Websi tehttp.// kangz usi.co m/ Sim Tong Seng Liphong membungkuk hormat serta berkata. "Harap Huma mundur dulu!" "Maksud Seng Tongcu......" "Biarlah hamba yang membuka peti ini'' Suma Bing tersenyum, ujarnya. "Tak ada alasan untuk kamu yang menempuh bahaya. silakan kalian mundur!" Sahut Sim-tong Song Lip-hong dengan serius. "Betapa tinggi dan luhur kedudukan Huma, mana boleh sembarangan bekerja dan menempuh bahaya, ini memang sudah menjadi tugas yang harus hamba lakukan" Tengah perdebatan ini. Se-konyong2 sebuah bayarngan hitam melesat tiba secepat kilat terus meluncur dihadapan mereka, itulah seorang berbentuk tinggi lencir dan seluruh tubuhnya serba hitam seperti arang- "Racun di racun!'' tanpa merasa Sim-tong Song Lip-hong berseru kejut. -o0o- Benarkah peti mati itu merupakan jebakan? Mengapa 'Racun di racun duplikat Phoa Cu-giok ini muncul lagi? Dapatkah Suma Bing memberantas semua musuh2 besarnya? Tak urung dia sendiri hampir mengorbankan jiwanya dalam cengkramian Irama seruling seorang tokoh lihay yang berjuluk Dewi irama iblis. Siapakah Dewi irama iblis ini ? -oo0dw0oo- Jilid ke-15. 57. IRAMA SERULING IBLIS Suma Bing sendiri sudah tahu siapakah orang yang datang itu, maka jengeknya. "Phoa Cu........" "Cepat mundur!" Racun diracun segera menukas perkataan Suma Bing, dengan gugup. "Lekas!" Serunya lagi. Terhadap Phoa Cu-giok boleh dikata Suma Bing sudah membencinya sampai ketulang sungsumnya, meskipun karena janjinya terhadap istrinrya almarhum sehingga dia tidak membunuhnya, namun rasa kebenciannya masih me-luap2, maka segera katanya dengan nada rendah. "Apa maksudmu?"' Dalam pada itu tampak lagi beberapa bayangan berkelebatan dari hutan sebelah dalam sana....... Racun diracun menjadi gugup dan gelisah, serunya pula sambil membanting kaki. "Lekas mundur, nanti terlambat!" Suma Bing menjadi ciuriga dan insaf mungkin ada gejala2 apa lagi, maka dengan penuh tanda tanya ia tatap Racun diracun lalu sekali berkelebat mundur lima tombak. Demikian juga Sim dan Bu dua Tongcu juga ikut mundur. Secepat kilat tiba2 Racun diracun mengayun tangannya Terus memukul kearah peti mati dari kejauhan............ Melihat ini keruan Suma Bing berjingkrak gusar. "Berani kau!" Sebuah ledakan dahsyat menggelegar menggetarkan bumi nan langit, debu membubung tinggi keangkasa sehingga alam sekelilingnya seketika menjadi gelap, tercium bau belirang. Lapat2 terdengar suara Racun diracun dari kejauhan. "Cihu, jenazah simaling bintang dan Suhumu adalah palsu belaka!" Suma Bing tergetar mundur dan kesima. Palsu, apakah artinya ini? Waktu keadaan merajadi terang kembali, bayangan Racun diracun sudah menghilang, sedang peti mati Itu juga telah hancur lebur tanpa bekas Keringat dingin membasahi seluruh tubuh Suma Bing. kurang lebih dua jam lamanya sudah dua kali dia terhindar dari malapetaka yang mengancam jiwanya ini. Dia tengah merenungi perkataan Phoa Cu-giok tentang kepalsuan dari kedua jenazah itu. Bukankah bentuk tubuh simaling bintang dan gurunya lain dari bentuk tubuh manusia umumnya, sekali pandang saja lantas, dapat tahu, lantas bagaimana cara menjeiaskan tentang 'palsu' itu? Apakah mungkin Bwe-hwa-hwe betul2 dapat mencari penggantinya Yang palsu untuk membuat jebakan yang keji ini? Mendadak sepecik sinar terang berkelebat diotaknya, teringat olehnya tentang penyamaran orang atas dirinya itu "Raja iblis seratus muka!" Diam2 hatinya berseru. Dia berani memastikan kalau Raja iblis seratus muka ini pasti berada di Bwe-hwa-hwe, dengan kepandaian khusus yang lihay serta, keahliannya dalam ilmu penyamaran Itu, tidak sukar baginya mencari bentuk tubuh orang lain yang hampir sama untuk diolah dan dirias untuk memalsu si maling bintang serta gurunya Tapi sebuah pikiran lainnya, segera menghapus analisanya ini. Betapa sukar dan rumit serta terahasia, tempat gua Suhu nya itu, malah dia sendiri yang menyumbat mulut gua itu setelah Suhunya meninggal. Seumpama betul Loh Cu-gi dapat menemukan tempat itu, jarak yang sedemikian jauh serta kematian Suhunyapun sudah sekian lamanya masakan jenazahnya belum membusuk dan rusak. meskipun telah diberi obat anti pembusuk, itu juga terjadi setelah diusung keluar, tak mungkin tetap dapat membuat mukanya sedemikian hidup seperti sedang tidur saja. Karena pemikirannya, ini seketika terbangun semangatnya dan berkobarnya semangat ini bergolak pula darahnya dan timbul nafsunya untuk membunuh Ucapan Bu-tong Pau Bin-sam menyadarkan dirinya dari lamunan. "Huma, kita sudah terkepung!" Selayang pandang Suma Bing menyapu pandang sekitarnya, tampak rombongan Loh Cu-gi sudah mendatang sampai di hadapannya, empat penjuru sudah terkepung oleh ber-lapis2 tembok manusia, semua adalah anak buah Bwe- hwa-hwe, jumlahnya tidak kurang dari limaratus orang. Para kerabat Perkampungan bumi Yang berjumlah empat puluh orang itu segera menyebar menghadap kearah musuh, menanti perintah untuk bergerak. Suma Bing harus cepat2 menerawangi situasi yang dihadapi ini, cepat dia ambil keputusan, lantas katanya terhadap kedua Tongcu itu. "Kalian harus memimpin semua anakbuahmu untuk berusaha menerjang keluar kepungan'' Bu-tong Pau Binsan mengunjuk rasa berat, sahutnya. "Huma, hamba Sekalian......" "Ini perintahku!" Sim dan Bu dua Tongcu saling pandang sekali, lalu sahutnya. berbareng. "Terima perintah." Pada saat itu juga terdengar bentakan dan teriakan yang gegap gempita, kiranya para anak buah Bwe-hwa-hwe itu telah mulai bergerak menyerang, seketika terdengarlah berdentingnya senjata beradu serta angin yang ribut dan jeritan kesakitan bagi yang luka, darah mulai mengalir dan membanjir diatas tanah Suma Bing mendesak maju sambil bentaknya bengis. Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Loh Cu-gi, jebakanmu yang hina dan rendah itu kiranya sia2 juga." Sebuah bayangan meraih berkelebat, tahu2 Hwe hun-koay- hui sudah merebut maju dihadapan Loh Cu-gi, sambil terkekeh tawa dia berkata. "Buyung, kau sangka kau takkan mati ?" Suma Bing mendengus ejek. "Hwe-hun Lokoay, hari itu kau dapat lari. tapi harini tumbuh sayappun kau takkan dapat merat lagi." "Bedebah, serahkan jiwamu." Sambil menggerung keras segulung badai yang dahsyat bagai gugur gunung segera melanda kearah Suma Bing terdengar geledek menggelegar dan disertai angin ribut yang memekakkan telinga. Sekali turun tangan tanpa kepalang tanggung dia lancarkan kepandaian andalannya yaitu Liong-lui-in-lo Serta merta terpusatkan perhatian Suma Bing, Giok-ci-sin- kang terkerahkan sampai dua belas bagian tenaganya tanpa berkelit atau menyingkir, dia juga lancarkan pukulannya. Dentuman keras memecah kesunyian angkasa, saking dahsyat benturan kekuatan ini sampai hawa yang sangat panas menerjang keempat penjuru. Kontan Hwe-hu Lokoay tersentak mundur tiga langkah Mendapat angin Suma Bing tidak me-nyia2kan kesempatan ini, bagai bayangan setan saja tubuhnya melejit maju secepat kilat dia susulkan juga jurus Mayapada remang-remang Debu dan pasir bergulung seperti terjadi hujan badai ditengah gurun pasir, tampak Hwe-hun-koay hud terbang menyingkir tiga tombak jauhnya baru untung2an terhindar dari pukulan dahsyat yang dapat memecahkan bumi mengejutkan langit ini. Terdengar berdentingnya suara senjata gelang beradu, disusul dua bayangan berkelebat menubruk maju kearah Suma Bing dari kanan kiri. Kali ini yang turun tangan adalah Tiang-pek-siang-hoan dua gembong penjahat dari utara. Kedua gembong penjahat ini kenamaan akan senjatanya yang berupa gelang bundar yang besar, maka dapatlah dibayangkan kepandaian mereka akan senjata aneh lain dari yang lain ini pasti bukan olah2 hebatnya. Tampak bayangan bundar gelang berkelebatan ber-lapis2 sehingga memenuhi angkasa, sedikitpun tidak terlihat lobang kelemahannya sungguh perbawa serangan gabungan mereka ini laksana geledek dan kilat menyamber. Suma Bing paham pertempuran hari ini merupakan pertempuran mati hidup yang menentukan, sudah pasti pihak lawan bertarung dengan cara keroyokan untuk menghadap dirinya. Sedang para gembong penjahat yang dihadapi ini rata2 adalah tokoh2 silat yang lihay dan kenamaan, merobohkan atau membunuh salah satu diantara mereka berarti mengurangi beban dalam pertempuran yang harus dihadapinya ini. Karena kesiagaannya inilah maka kedua tangan diayun mengerahkan seluruh tenaganya kedua tangan dipentang ke kanan kiri sambil memutar bundar terus didorong keluar. Kontan bayangan sinar gelang musuh yang ber-lapis2 hendak menindih tiba itu tenggelam dilanda arus gelombang angin pukulan Suma Bing yang hebat ini, tampak Tiang-lek- siang-hoan sendiri juga terpental sempoyongan berapa tindak. Menggunakan peluang yang pendek inilah, secepat kilat mendadak Suma Bing bergerak dengan kecepatan yang susah diukur menubruk ke arah musuh yang berada di sebelah kanan. Jeritan yang menyayatkan hati menelan segala keributan di sekelilingnya sehingga mengagetkan pihak yang sedang bertempur. Kiranya salah satu dari Tiang-pek-siang-hoan itu sudah terpukul mabur sejauh tiga tombak dan terkapar diatas tanah tanpa bergerak lagi. Boleh dikata hampir dalam waktu yang bersamaan dimana terdengar jeritan panjang itu, salah seorang sisa Tiang-pek-siang-hoan itu juga terpental sungsal sumbel sampai lima tombak jauhnya. Hanya dua gebrak saja cukup untuk melenyapkan dua lembong penjahat besar yang kenamaan, kepandaian se- liacam ini benar2 belum pernah terlihat selama seratus tahun ini. Begitu dapat merobohkan Tiang-pek-siang-hoan, tanpa berhenti sedikitpun tubuh Suma Bing langsung melesat kearah Loh Cu-gi. Terdengar gerungan gusar yang keras, lagi2 Hwe-hun- koay-hud melancarkan serangannya dari sebelah samping. kontan tubuh Suma Bing yang tengah meluncur kedepan itu tertolak ke samping delapan kaki Dan belum lagi ia sempat berdiri tegak dan bernapas, secarik sinar merah yang membawa hawa panas menungkrup tiba puia kearah dirinya. Kiranya Loh Cu-gi bermain licik menggunakan kesenpatan ini untuk turut membokong dan menyerang. Mengandal keampuhan dan kesaktian Giok-ci-sin-kang untuk melindungi badan, sedikitpun Suma Bing tidak terluka atau kurang suatu apa karena serangan Kiu-yang-sin-kang Loh Cu-gi ini, namun tak urung badannya juga terpental setombak lebih. Rumput dan dedaunan dimana tadi dia berpijak kini sudah terbakar hangus dan mengepulkan asap tebal betapa hebat Kiu-yang-sin-kang itu dapatlah dibayangkan. Terlihat bayangan berkelebatan lagi, Ngo-tai-tok-ho- Thauto, sicakar beracun Kho Wan dan Empat burung camar dari Lam-hay berbareng menubruk maju meluruk kearah Suma Bing. Sorot mata Suma Bing memancarkan sinar kehijauan yang menakutkan, hanya sejurus Mayapada remang2 saja cukup membuat keenam musuhnya tertolak balik tanpa mampu mengendalikan badan sendiri, disusul jurus Bintang berpindah jungkir balik yang diarah adalah Ngo-tai-tok-bal Thayto. Kontan terdengar pula pekik yang mengerikan nyata si Thauto mata satu dari Ngo-tay-san ini menyemburkan darah segar sambil terhuyung mundur terus jatuh duduk diatas tanah tanpa dapat bergerak lagi. "Brak." Telak sekali sebuah pukulan sicakar beracun juga telah menghantam punggung Suma Bing dengan keras nya. Seketika si cakar beracun terpental balik tiga langkah karena tolakan ilmu pelindung badan Suma Bing, sedang yang terpukul sampai terdorong kedepan tujuh langkah. "Setan kecil, robohlah kau." Sambil memaki ini Hwe hun- koay-hud mengajukan telapak tangannya segede kipas itu memapak dada Suma Bing yang terdorong sempoyongai itu. Dalam keadaan yang kritis ini, terpaksa Suma Bing menggerakkan tangan untuk menangkis, cara perlawanannya ini dilakukan ter-gesa2, maka kekuatannya juga sangat lemah kurang separo dari kekuatan tenaga biasanya. Sedang musuh sebaliknya mengerahkan seluruh kekuatannya. Dimana terdengar beradunya tangan masing2 diselingi deheman keras seperti orang muntah2, Suma Bing terpental jungkir balik setombak lebih. Belum lagi tubuhnya menginjak tanah, empat jalur angin pukulan sudah menerjang pula datang, keruan tubuh Suma Bing lagiL bergulingan diataa tanah sebagai bola sampai dua tombak jauhnya. Untung ilmu saktinya melindungi badan, kalau tidak seumpama tidak mati juga,pasti sudah terluka parah Begitulah segesit kera, begitu badan menyentuh tanah tubuhnya lantas melejit bangun berdiri. Beruntun terkena pukulan telak yang keras dan berat, namun tanpa kurang suatu apa, keruan para gembong2 penjahat itu terkesima dan giris serta gentar dibuatnya. Pertempuran diluar gelanggang sebelah sana, saat itu sudah terjadi banjir darah dan, tertumpuklah gunung jenazah manusia, bunuh membunuh masih terus terjadi tanpa mengenal kasihan seperti srigala kelaparan atau banteng ketaton, senjata beradu dan jerit-kesakitan terus terdengar saling susul. Suma Bing prihatin akan keselamatan para kerabat dari Perkampungan bumi, waktu matanya melirik tergetarlah hatinya, ternyata dalam gelanggang pertempuran sana kini sudah bertambah dengan para gadis berkerudung serba putih, kiranya duabelas Rasul penembus dada utusan ibundanya itu sekarang juga telah terjun dalam pertempuran sengit itu. Sambil memekik panjang Lam-hay-si-niu menyamber tiba pula sambil lancarkan serangannya. Sambil kertak gigi Suma Bing lancarkan jurus Membuka langit menutup bumi salah satu jurus dari ilmu Giok-ci-sin- kang yang paling hebat. Supaya dapat sekali serang menamatkan para musiih yiamg tercatat dalam buku daftar hitam itu maka untuk pertama kali ini dia lancarkan ilmunya yang paling ampuh ini. Empat bayangan manusia laksana layang2 yang putus benangnya meluncur tinggi ketengah angkasa terus melayang jauh entah kemana Yang celaka dan konyol adalah Thanto simatai satu. dari Ngo-tay-san itu. karena terluka parah tadi dia duduk ditanah tanpa mampu bergerak lagi, kini tergulung pula oleh kekuatan angin pukulan Suma Bing yang dahsyat bagai gugur gunung ini tubuhnya terguling2 sambil menyemburkan darah terus tak bergerak lagi Baru pertama kali Suma Bing lancarkan pukulan Membuka langit menutup bumi yang terampuh ini, betapa dahsyat dan perbawa ilmu ini sungguh luar biasa, saking kejut dia tampak berdiri kesima tak bergerak-gerak Waktu suasana menjadi sepi dan tenang kembali, bayangan Loh Cu-gi, Hwe-hun-koay-hud dan sicakar beracun Kho Wan sudah menghilang tanpa kerana. Dalam pada itu pertempuran diluar gelanggang juga sudah mereda, suara gaduh tadi sudah sirap, anak buah Bwe-hwa- hwe sudah lari terbirit2 tanpa memperdulikan kawan2nya yang menjadi korban dan tertumpuk d'imana2- Salah seorang gadis berkedok serba putih itu menghampiri kedepan Suma Bing memberi hormat serta sapanya. "Menghadap tuan muda!'' dia bukan lain adalah Ih Yan- chiu pemiimpin dari dua belas Rasul penembus dada. Maka beruntun sebelas Rasul lainnya juga maju satu persatu memberi hormat- Suma. Bing manggut2 membalas hormat, katanya. "Terima kasih akan bantuan kalian" "Ah, tuan muda terlalu sungkan, hamba beramal hanya bekerja menurut perintah majikan." Tidak ketinggalan Sim dan Bu dua Tongcu juga maju sambil membungkuk hormat katanya. "Hamba berdua menunggu perintah" Suma Bing menyapu pandang kesekelilingnya. lalu tanya nya. "Bagaimana keadaan para saudara dari Perkampungan bumi ?" Lapor Sim-tong Song Lip-hong. "Lima orang terluka parah, duabelas luka ringan, sedang yang meninggal ada sembilan orang!'' Suma Bing mengunjuk rasa sedih dan prihatin, ujarnya. "Kuburkan yang meninggal, yang terluka Segera diobati, setelah itu kalian boleh segera pergi." Tanpa berani berciut kedua Tongcu itu mengundurkan diri sambil membungkuk tubuh. Lalu Suma Bing berpaling kearah Ih Yan-chiu dan berkata. "Nona Ih beramai juga boleh segera meninggalkan tempat ini!" Habis berkata tanpa menanti reaksi terus putar tubuh melesat masuk kedalam hutan barisan itu. Sejak mendapat petunjulk dari Tio Keh-siok itu murid Hwasoh- ki-khek, mengenai inti perobahan atau rahasia barisan Imyarg- ngo-hengtin ini Suma Bing sudah apal diluar kepala, maka tanpa takut atau sangsi2 lagi dia terus menerobos masuk tanpa rintangan- Setelah sekian lama dia beranjak, mendadak terasa keadaan sekelilingnya, sangat asing dan lain dari petunjuk yang diberikan kepadanya. Karena keraguannya ini cepat2 dia, hentikan kakinya, dengan nanap dia awasi keadaan sekitarnya. Seputarnya. terdapat banyak dahari pohon Bwe besar yang malang melintang diselingi tumpukan batu2 yang membumbung tinggi. Tahu2 dia sudah terlalu dalam terjebak dalam barisan Perasaan benci dan dendam segera merangsang dalam benaknya,. Sungguh mimpi juga dia tidak menyangka bahwa. Tio Keh-siok ternyata bisa Bertindak sedemikian jauh memberi keterangan palsu. Begitulah dalam keadaan yaaig mendesak ini terpaksa dia harus berlaku tenang dan menerawang sekali lagi pada waktu pertama kakinya melangkah masuk tadi serta kedudukan-nya sekarang. Tapi semakin dipikirkan terasa semakin rumit dan membingungkan semakin putar malah semakin kacau balau, dimana timur atau selatan susah dibedakan lagi Gelisah dan gusar membuat Sifat2 gilanya kambuh, mengarah satu sasaran dengan sekuat tenaga dia menghantam ke-depan, besar harapannya dapat membuka sebuah jalan hidup dalam kurungan ini. Demikianlah setiap kali tangannya ter ayun pohon2 dan baru2 itu berterbangan sampai porak peronda. namun tenaganya ini sia2 saja akhlinya saking lelah dia berhenti sendiri- Mendadak terdengar suara Loh Cu-gi di sebelah samping sana yang mencemoohkan . "Suma Bing, semua dendam dan sakit hati Selanjutnrya akan berakhir sampai disini." Saking gusar kepala Suma Bing sampai menguap, pandangannya menyapu kearah datangnya suara, namun tak terlihat bayangan manusia Terdengar suara itu berkata lagi.."Suma Bing. mengingat kita masih seperguruan, biarlah kubuat kau mati dengan badan utuh." Rase Emas Karya Chin Yung Asmara Dibalik Dendam Membara Karya Kho Ping Hoo Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo