Ceritasilat Novel Online

Pedang Darah Bunga Iblis 30


Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH Bagian 30


Pedang Darah Bunga Iblis Karya dari G K H   Bentak Suma Bing sambil mengertak gigi.   "Loh Cu gi, kalau berani keluarlah."   "Suma Bing, kau sangka aku sudi bergelut mati2an melawan kau? Hahaha. kau salah"   "Loh Cu-gi. kau anjing hina dina. yang paling rendah!'' "Bocah keparat, maki dan udallah ludahmu, inilah saat2 terakhir bagimu.' Se-konyong2 lapat2 terdengar suara irama seruling yang sangat merdu dari hutan sebelah dalam sana. Suma Bing terkesima heran, darimana terdengar irama seruling ini? Sedemikian merdu irama seruling ini bagai suara pancuran air di alas pegunungan seperti gema suara didalam lembah nan sunyi laksana angin sepoi2 menghembus daon2 pohon, tanpa merasa membuat pendengarnya tenggelam dalam lamunan yang menyegarkan badan, rasa penasaran dan dendam sakit hati yang merangsang dengan kBinginan membunuh se-akan2 tersedot hilang oleh irama yang mempersonakan ini. Tiba2 irama seruling berubah sedemikian halus panjang dan mesra, se-olah2 sepasang kekasih yang tengah sayang2an di tengah malam dengan saling berbisik sehingga menimbulkan rangsangan nafsu yang menggelora, lapat2 terbayang sang kekasih tengah me-nari2 lemah gemulai dengan selendang sutranya yang panjang terurai, sungguh mempersonakan dan menakjupkan sekali. Tanpa merasa Suma Bing terlongong seperti orang mabuk, kupingnya panas dan jantungnya berdebur keras, timbullah suatu keinginan yang susah dibendung lagi. Bagaimanapun kesadaran Suma Bing masih belum lenyap seluruhnya, lapat2 terasa olehnya suara seruling ini sangat aneh dan janggal, karena sedikit kesadaran ini tersentaklah hati nuraninya, cepat2 dia kerahkan ilmunya untuk menenangkan gejolak hatinya. Irama seruling masih terus bergelombang sambung menyambung dengan iramanya yang menyedot semangat dan sukma orang. Lambat laun Suma Bing merasa semakin gelisah, perhatiannya susah dipusatkan karena gangguan ini, hatinya keri seperti di-kili2, ter-nyata usahanya sia2. Maka akhirnya dia meramkan mata mulutnya kemak kemik menghapalkan pelajaran Giok-ci-sing- kang...........................   "Brak", mendadak Suma Bing merasa tubuhnya tergetar hebat sehingga ter-huyung2, diam2 ia mengeluh.   "Celaka!"   Waktu dia membuka mata di hadapannya berdiri tiga bayangan orang.   Seorang diantaranya adalah Loh Cu-gi musuh besarnya seorang lagi adalah Maha pelindung Bwe- hwa-hwe, Hwe-hun-koay-hud.   Sedang yang terakhir adalah seorang gadis ayu jelita bak bidadari yang mengenakan selendang panjang untuk menutupi seluruh tubuhnya, kulitnya putih halus, wajahnya se-akan2 tertawa penuh mengandung arti, ditangannya menyekal sebatang seruling batu giok.   Sekilas Suma Bing pandang ketiga orang ini, lantas secepat kilat dia bergerak memukul kearah Loh Cu-gi.   Loh Cu-gi ganda tertawa ewa, menghadapi serangan Suma Bing yang dahsyat ini sikapnya tetap angin2an.   "Blang,'' dengan telak pukulan Suma Bing ini mengenai dada musuh. Bukan saja Loh Cu-gi tidak kurang suatu apa, malah berubah air mukanya pun tidak, sebaliknya Suma Bing sendiri malah tergetar mundur dan jatuh duduk di atas tanah.   "Hahahahahaha....................."   Loh Cu-gi bergelak tertawa panjang ke-gila2an saking puas.   Bergegas Suma Bing melompat bangun, seketika dia merasa se-olah2 dirinya telah terjatuh kedalam jurang yang dalam dan air danau yang dingin, kaki tangannya dingin membeku, hatinya mengkeret, kedua kakinya hampir tak kuat lagi menyanggah berat tubuhnya.   Baru sekarang dia sadar dan merasakan bahwa mendadak ternyata tenaga da-lamnya lenyap seluruhnya, hawa murninya susah dipusatkan lagi.   Betapa perih hatinya ini beribu kali lebih sedih dari kematian.   Siapa kan menduga dalam keadaan begini dirinya terjatuh kedalam tangan musuh besarnya ini.   Sambil tertawa Loh Cu-gi bertanya kepada gadis yang membawa seruling itu.   "Jikalau bukan karena irama seruling iblis Siancu (dewi), mungkin bocah ini susah dibekuk."   Sepasang bola mata sigadis pelirak pelirik sambil menatap Suma Bing, mulutnya menyahut halus.   "Dia kuat mendengarkan tiga gelombang irama iblis, kekuatan pemusatan hatinya itu sungguh harus dipuji."   Terdengar Hwe-hun-koay-hud juga turut bicara.   "Entah ada hubungan apa antara bocah keparat ini dengan Hian-thianceng- li itu?"   Berubah wajah Loh Cu-gi, sahutnya.   "Susah diketahui."   Gadis itu juga tersentak kaget, tanyanya sambil tersenyum simpul.   "Hian-thian-ceng-li yang mana?"   Agaknya tulang2 Hwe-hun-koay-hud sudah lemas, wajahnya berseri tawa dengan mulut terpentang lebar, sahutnya.   "Dewi kan sudah tahu pura2 tanya saja?. Masa di dunia ini ada dua Hian-thian-ceng-li?"   "oh ini sungguh susah dipercaya, dia masih belum mati?"   "Jikalau bukan karena mengejar bocah ini dan secara kebetulan bertemu aku sendiri juga tidak tahu kalau dia masih hidup!"   "Kukira kalian masih ingat majikan panggung berdarah Bulim- ci-sin bukan. Kalau mau dikata Hian-thian-ceng-li masih hidup, mungkin juga Bu-lim-ci-sin juga masih hidup, seumpama bocah ini........................"   Bicara sampai disini dia merandek, matanya melirik tajam kearah Suma Bing, lalu sambungnya lagi.   "Benar2 ada hubungan dengan Hian-thian- ceng-li, kita harus hati2 untuk bertindak!"   Loh Cu-gi manggut2, ujarnya.   "Siancu, Cayhe sudah ada rencana lain."   Suma Bing heran dan tak habis mengerti, tokoh macam apakah sigadis membekal seruling ini, dilihat usianya belum cukup dua puluh, tapi toh Loh Cu-gi membahasakan diri-nya Cayhe sedemikian merendah diri, sedang Hwe-hun-koay-hud juga sudah berusia seabad tapi toh juga berlaku sedemikian hormat kepadanya.   Tengah dia ber-pikir2 ini, terdengar Hwe-hun-koay-hud tertawa keras, katanya.   "Kenapa tidak tanyakan langsung kepada bocah ini?"   Loh Cu-gi menyeringai dingin, katanya.   "Cayhe mempunyai cara tersendiri, silakan Jiwi kembali untuk istirahat!"   Sigadis tertawa genit, ujarnya.   "Mendadak aku merasa ketarik kepada bocah ini....................."   Sekilas airmukt Loh Cu-gi berubah, dasar licik secepat itu pula sudah kembali seperti biasa, katanya.   "Ucapari Siancu ini....   "   "Ingin kulihat cara bagaimana sesepuh ketua hendak menghukumnya hal ini tidak menjadi halangan bukan?"   "Tentu tidak, tentu tidak!'' demikian sahut Loh Cu-gi sambil mcnyeringai, lalu berpaling kepada Hwe-hun-koay-hud katanya..   "Silakan Thay-siang Huhoat kembali dulu, jikalau ada terjadi apa2 isupaya dapat memberi bantuan seperlunya."   Hwe-hun-koay-hud mengiakan terus memutar tubuh dan melangkah pergi.   Dalam pada itu berulang kali Suma Bing sudah berusaha menggunakan hawa murni dalam tubuhnya untuk menjebol jalan darahnya yang tertutup, namun dia kewalahan- Cara memutus urat dan menutup nadi ini benar2 lihay aneh dan keji benar, sehingga tenaga murni dalam tubuhnya menjadi bocor dan susah dihimpun lagi.   "Siancu silakan!"   Demikian ujar Loh Cu-gi sambil mengempit Suma Bing- Sekuat tenaga Suin.a Bing coba berontak, tapi perbuatannya ini sia2 saja seperti cacing kepanasan- Tanpa, merasa dia mengeluh.   "Tamatlah riwayatku!"   Tak lama kemudian mereka sampai didepan sebuah gundukan tanah tinggi, dengan ujung kakinya Loh Cu-gi menginjak sebuah tombol, mendadak gundukan tanah itu terbelah kedua samping dan terbukalah sebuah pintu terowongan.   Tampak undakan batu menjurus turun kebawah dan serong kesamping.   Sambil tetap mengempit Suma Bing Loh Cu-gi mendahului masuk, Sigadis membawa seruling itu rnengintil dibelakang- nya Pintu dibelakang mereka tahu2 sudah menutup sendiri.   Ternyata keadaan dalami terowongan ini terang benderang seperti disiang hari bolong.   Setelah habis menuruni undakan batu kira2 berjalan maju kedepan sepuluhan tombak mereka sampai disebuah ruang dibawah tanah yang terbuat dari batu2 gunung.   Perabot dalam ruang ini sangat sederhana, hanya terdapat sebuah kursi dan sebuah dipan kayu.   Agaknya memang ini merupakan sebuah kamar tahanan istimewa yang khusus dibuat untuk mengurung tawanan Setelah menutuk lagi beberapa jalan darah penting ditubuh Suma.   Bing.   "Bum', sekali lempar tubuh Suma Bing dibuang keatas tanah, terus dia sendiri duduk diatas kursi itu. baru dia menyilakan sigadis.   "Menyusahkan Siancu saja, harap duduk saja diatas dipan kayu ini!"   Hampir meledak dada Suma Bing saking menahan gusar, tapi saat itu untuk bergerak saja dirinya tidak mampu, terpaksa dengan sepasang matanya yang merah membara ber api2 dia melotot kepada Loh Cu-gi- Tanpa ragu2 Loh Cu-gi maju mendekat pertama2 cincin iblis yang berada dijari tengah Suma Bing ditanggalkan, baru dia menggeledah cundrik penembus dada.   dan Pedang berdarah Yang disimpan diikat pinggangnya- Bola mata Suma Bing hampir mencelat keluar sampai bibir matanya pecah dan mengaurkan air darah, sikapnya yang penuh kebencian yang meluap-luap ini benar2 dapat menggiriskan bulu roma.   "Pedang beidarah!"   Tiba2 terdengar sigadis membawa seruling itu berseru kejut- "Tidak salah'' sahut Loh Cu-gi dengan tersenyum puas.   "benda pusaka yang paling diincer oleh kaum persilatan.'' "Dapatkah aku melihatnya untuk membuka mataku?'' "Ini......silakan Siancu ambil dan melihatnya biar puas!"   Lantas dia angsurkan pedang berdarah itu kepada gadis membawa seruling itu. Sambil me-nimang2 dan mengelus2 Pedang darah sigadis bertanya.   "Entah dimana letak kasiat Pedang berdarah ini?'' Loh Cu-gi nada bimbang, namun akhirnya berkata.   "Konon kabarnya selain Pedang berdarah ini masih ada sekuntum Bunga iblis, bila Pedang darah dan bunga-iblis disatu padukan dapat memperoleh kepandaian sakti yang tiada bandingannya didunia ini. Ini menurut cerita orang entah tentang kebenarannya' "Benda macam apakah Bunga-iblis itu?"   "Hal itu aku sendiri tidak dapat menerangkan. Dengan pengalaman Siancu yang luas saja masih belum tahu, apalagi Cayhe tak perlu dikatakan lagi-"   "Kita kembali kepersoalan penting ini, cara bagaimana kau hendak mengompres dia?" -oo-dwoo      Tiraikasih Websitehttp.//kangzusi.com   / 58. MO IN SIANCU JATUH CINTA KEPADA SUMA BING "Bagaimana kalau menurut pendapat Siancu?'' "Bukankah tuan tadi mengatakan ada rencanamu senj- "Menurut pendapatku lebih baik kita punahkan dulu ilmu Silatnya.-"   Suma Bing menggerung murka, mulutnya menyemprotkan darah segar, bentaknya beringas.   "Loh Cu-gi, dalam hidup ku tak dapat mengkremus tubuhmu, setelah mati aku akan menjadi setan gentay3angan mengejar sukmamu!"   Loh Cu-gi menyeringai sadis. Gadis membawa seruling mengerutkan alis, katanya.   "Apatidak sayang?"   "Sayang?'' balas tanya Loh Cu-gi heran dan terperanjat "Kalau kepandaian silatnya dipunahkan betul2 harus disayangkan' "Tapi kalau diumbar begitu saja bukankah sangat menakutkan?Y"   "Apa tuan tidak memikirkan akibatnya?"   "Akibat apa?"   "Suma Bing adalah Huma dari Perkampungan bumi, mempunyai sangkut-paut dengan Pek-kut Hujin, Ketua Jeng. kang-hwe dan Bu-lim-ci-sin mungkin juga ada hubungan"   "Kekuatiran Siancu terlalu besar, asal jiwanya, masih hidup, cukup untuk menggertak mereka mundur teratur"   "Menggunakan dia sebagai sandera maksudmu?"   "Sementara terpaksa begitu!" "Selanjutnya bagaimana ?'' "Siancu. setahun kemudian, bukannya aku berani besar mulut, dalam dunia persilatan ini tiada seorangpun yang perlu ditakuti lagi-'' "Bagaimana kalau kita gunakan dan manfaatkan tenaganya"   "Hal itu tidak mungkin."   "Agaknya kau lupa satu hal- Bukankah istrimu itu adalah putri Pek-chio Lojin tentu dia dapat memberi tahu cara nya kepada tuan!"   Agaknya Loh Cu-gi sadar dan ingat sesuatu, tanyanya "Maksud Siancu menggunakan I-sing-hoan?"   "Benar, Sebutir I-sing-hoan cukup membuat dia lupa se gala2nya dan setulusnya menjadi budakmu seumur hidup.'"   "Cayhe tidak berani menyerempet bahaya .ini!"   "Kenapa ?"   "Kuatirku kalau terjadi sesuatu diluar dugaanku, bukankah tokoh2 dibelakangnya itu tak dapat dipandang enteng."   Sigadis membawa seruling tertawa geli, ujarnya.   "Apakah tuan pernah mencurigai asal usul ilmu silatnya yang hebat itu?"   Agaknya Loh Cu-gi tergetar kaget oleh pertanyaan ini. sahutnya.   "Siancu ada pendapat apa?'' Terlihat bibir sigadis membawa seruling itu kemak kernylt, agaknya tengah berkata, menggunakan ilmu Thoan-in-jip-bit kepada Loh Cu-gi. Rona wajah Loh Cu-gi berubah ber-gantian, akhirnya tampak dia berkakakan. Serunya.   "Sungguh tidak merendahkan pamor julukan Mo-in Siancu (Dewi irama iblis), sungguh aku merasa kagum dan takluk"   Dengan sendirinya Suma Bing lantas membatin.   "O, kira- nya dia bernama Mo-in Siancu sebelumnya. belum pernah terdengar nama julukan ini, entah rencana apa lagi yang tengah diaturnya bersama Loh Cu-gi."   Terdengar Dewi irama iblis tertawa terkikik, ujarnya.   "Kalau kenyataan tepat seperti dugaan, tuan sendirilah yang harus memberi putusan."   "Baiklah, aku menurut pendapat Siancu."   "Dalam Waktu tiga jam, pasti aku memberi laporan yang memuaskan'' "Sungguh mencapaikan Siancu saja, sebelumnya Cayhe ucapkan terima kasih.''' Habis berkata Loh Cu-gi mendekati dinding lalu menekan sebuah batu, segera terbuka sebuah pintu rahasia disampingnya, setelah menoleh memandang Suma Bing, terus melangkah lebar kesebelah, pintu itupun menutup kembali Begitu pintu itu tertutup segera Suma Bing merasa hidung.nya. mencium bau harum, ternyata Mo-in Siancu mendekat dan membebaskan jalan darahnya yang tertutuk. Suma Bing merangkak bangun dengan sikapnya yang garang.   "Silakan duduk!"   Kata Mo-in Siancu tersenyum simpul, suaranya merdu menarik.   "Tidak perlu."   Dengus Suma Bing kaku.   "Suma Bing duduklah jangan keras kepala, itu tidak akan menguntungkan bagimu."   Sambil berkata tangannya yang putih halus menekan pundak Suma Bing sehingga dia terduduk diatas kursi Loh Cu-gi tadi.   Meskipun jalan darahnya sudah bebas, namun urat dan nadinya yang tertutup masih belum bebas, tenaga, untuk berontak atau melawan saja tak ada      Tiraikasih Websitehttp.//kangzusi.com   / Tindak tanduk Dewi irama iblis ini sungguh sangat genit dan menggiurkan, sayang benak Suma Bing diliputi kebencian dan dendam kesumat, sedikitpun dia tidak terpengaruh oleh godaan yang dapat merangsang dan membangkitkan sifat ke- laki2annya., seumpama, tenaga dalamnya masih tetap seperti sedia kala, pasti tanpa banyak pikir lagi dia sudah turun tangan membunuhnya.   Kata Dewi irama iblis dengan nadanya yang menyedot sukma..   "Suma Bing, berkata setulus hati aku tidak tega. melihat kau hancur lebur' "Mo-in Siangu', semprot Suma Bing dongkol.   "Kalau ada omongan bicaralah secara gamblang, jangan main diplomasi apa segala."   "Sikapmu ini benar2 takabur dan sombong luar biasa."   Demikian ujar Mo-in Siancu mendadak sikapnya berubah serius.   "Suma Bing, jikalau kau ingin mati, seratus jiwa mu juga sudah melayang semua."   Suma Bing melotot gusar, katanya gemes.   Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Ingin rasanya kuhantam mampus kau ini."   Mo-in Siancu malah terkekeh-kekeh, katanya.   "Suma Bing. kau sendin apa kau masih ingin hidup?"   Suma Bing melengak lantas terpikir olehnya mungkin lawan tengah menjebak dirinya lagi, maka lantas sahutnya acuh tak acuh.   "Mati atau hidup tidak kukuatirkan lagi"   "Aku bicara sungguh!'"   "Ingin kudengar rencana apa saja yang tengah kau atur untuk menjebak aku?"' "Rencanaku adalah menolongmu keluar elmaut."   "Hahahahaha, aku Suma Bing bukan bocah berumur tiga tahun, tahu!"   "Suma Bing kau betul2 tidak penyaya?" "Tidak percaya! Ingin aku tahu untuk apa kau hendak menyelamatkan aku?"   "Masa kau tidak tahu?"   "Tidak!"   "Baiklah kuberi tahu, sebab......"' "Sebab apa?"   Dengan lengan bajunya Mo-in Siancu menutup mulut dan tertawa genit, sahutnya.   "Sebab aku cinta padamu-"   Betapapun dingin dan kaku sikap Suma Bing tak urung menjadi merah jengah mukanya, baru sekarang dia, berhadapan dergan seorang gadis cantik jelita yang bebas dan berani, sesaat mulutnya seperti tersuimbal tak mengeluarkan suara.   "Ai, katakanlah, mengapa kau diam saja.'' bola matanya yang jeli dan bening itu pelerak pelerok genit dan mesra "Mo-in Siancu kau tidak tahu malu, coba, katakan maksudmu sebenarnya, aku Suma Bing tidak suka menikmati tingkahmu yang manis ini"   "Aku cinta padamu aku hendak menolongmu."   "Terima kasih akan kebaikanmu ini"   "Suma. Bing, baiklah aku bicara terus terang kepadamu. Jikalau bukan serentetan bujukanku, saat ini kau sudah menjadi seorang invalid- Loh Cu-gi tidak akan memberi ampun padamu, aku mengatakan kepadanya untuk menggunakan pengaruh nama serulingku untuk mengekang semangatmu dan mengorek asal usul ilmu silatmu yang lihay itu. Kalau dugaanku tidak meleset pasti kau sudah memperoleh Bunga- iblis bukan.?"   Ber-debar2 jantung Suma Bing, sungguh lihay gadis ini, tepat benar dugaannya kalau menurut apa Yang dikatakan ini, agaknya ucapannya tadi boleh dipercaya, tapi........ Kata Mo-in Siancu selanjutnya.   "Loh Cu-gi licik dan banyak akal muslihatnya untuk menghadapi kau dia sudah mengatur sepuluh langkah biji caturnya seumpama, kepandaianmu setinggi langit juga jangan harap dapat lolos dari kekangannya- Dua jenazah palsu itu tidak membuat tubuhmu hancur lebur, Irama seruling iblisku ini, baru langkah ketiga, terserah kau mau pencaya."   Tidak mau tidak Suma Bing harus percaya.   tapi apakah maksud tujuan orang benar2 seperti yang dikatakan itu? mungkin rnundur itu untuk maju, biarlah dengan kenyataan saja untuk membuktikan, tapi apakah rencananya selanjutnya? Sesaat hatinya risau dan sulit mengambil kepuasan.   Kata Mo-in Siancu lagi.   "Suma Bing, kau percaya tidak terserah, sekarang biarlah kutolong dulu meninggalkan tempat ini. Hanya perlu kujelaskan terlebih dulu, aku sendiri tak mampu membuka urat nadimu yang tertutup itu......"   Sampai disini keteguhan hati Suma Bing semakin goyah sebenarnya ia tidak sudi menerima budi seorang gadis tapi dia harus hidup terus untuk menuntut balas inilah harapannya sekarang yang terbesar- Kalau dia dapat lolos dari kurungan elmaut ini, boleh dikata memang merupakan suatu kejadian ganjil- Setelah direnungkan sekian lamanya.   Tiba2 la berkata.   "Entah siapa nama nona yang harum?"   Mo-in Siancu tersentak kaget dan girang diluar dugaan, sahutnya.   "Aku bernama Phui Kiau-nio.'' "Nona ada pegangan dapat menyelamatkan diriku?"   "Tentu!"' "Sebelumnya, perlu kuterangkan bahwa aku tidak mungkin menerima uluran cintamu"   "Apa, kau........"   "Aku tidak mungkin cinta kepada nona, jikalau nona terasa putus asa, boleh silakan tak usah urus diriku."   Berubah airmuka Mo-in Siancu, sekian lama dia terlolong memandangi Suma Bing, lalu katanya.   "Suma Bing takk duga aku Phui Kiau-nio......ah sudahlah, memang salahku sendiri Yang terlalu gampang mengudal perasaan- Tapi aku tidak akan merubah maksudku-"   "Aku tidak bermaksud untuk memaksa kau,' Kata Suma Bing rada risi dan kikuk. Tiba2 terdengar derap langkah kaki yang agak lirih dar| kamar sebelah Segera Mo-in Sancu berkata berbisik;   "Ada orang datang berbuatlah seperti kau sudah kehilangan semangat." habis berkata serulingnya diangkat kedekat bibirnya terus terdenga lah irama seruling yang halus merdu. Tiba2 terbuka sebuah pintu rahasia didinding sebelah sana seorang perempuan setengah umur bergegas masuk Dia bukan lain adakah istri Loh Cu-gi Ang-siu-li Ting Yan- Kedatangan Ang-siu-li Ting Yan tanpa diundang ini benar2 mengejutkan Suma Bing dan Mo-in Siancu. Mo-in Siancu menarik serulingnya lalu berkata tersenyum simpul .   "Ada urusan apakah Hujin berkunjung kemari!"   Alis Ang-siu-li Ting Yan berkerut dalam, sekilas dia me-lerok kearah Suma Bing dengan gemes. lalu katanya, kepada Mo-in Siancu.   "Harap Siancu memaafkan kelancanganku "Mana berani, Hujin ada keperluan apa?" "Ada beberapa patah kata hendak kutanyakan kepada bocah ini,'' Mo-in Siancu mengerut kening, katanya ragu2.   "Menurut pesan Sesepuh ketua.......... Hujin sendiri pasti sudah tahu akan aturan itu bukan?"   Terpaksa Ang-siu-li, mengunjuk senyum kecut. Katanya mendesak.   "Aku hanya ingin tanya berapa patah.   "Kalau begitu silakan hujin tanya dia!' Ang-siu-li Ting Yan beranjak kedepan Suma Bing bentaknya bengis.   "Suma Bing, aku hendak tanya padamu!"   Suma Bing terrsentak seperti bangun tidur sahutnya "Apa, ada apa kau........'"   "Jawab pertanyaanku........"   "Apa yang harus kujawab?"   "Cara bagaimana kematian putriku Loh Siau-ling?"   Bercekat hati Suma Bing, Loh Siau-ling sebenarnya dipukul ma t i o l e h P h o a Cu - g i o k , t a p i s e ump ama P h o a Cu - g i o k t i d a k memb u n u h n y a j u g a p a s t i d i r i n y a y a n g a k a n memb u n u h g a d i s i t u k a r e n a d i a a d a l a h p u t r i mu s u h b e s a r n y a - K a r e n a p i k i r a n n y a i n i s e g e r a s a h u t n y a d i n g i n .   "Di p u k u l mamp u s b a g a ima n a ? "   "Kau yang membunuhnya?'' desis Ang-siu-li Ting Yan beringas.   "Akan kuhancur leburkan tubuhmu ini."   Sambil membentak, sepuluh jari2nya yang runcing itu terus mencengkeram kebatok kepala Suma Bing. Tenaga Suma Bing sudah punah, terpaksa dia mandah saja terima nasib dan menunggu ajal. Mendadak sebuah suara yang dingin menjengek.   "Hu jin, katamu kau hanya ingin bertanya berapa patah kata eaja."   Tanpa kuasa Ang-siu-li Ting Yan menarik balik tangan-nya, tapi lantas diayun lagi sambil berteriak penuh kebencian.   "Aku hendak membalas sakit hati putriku"   Ringan sekali Mo-in Siancu berkelebat maju terus mengulur seruling diatas kepala Suma Bing, katanya Berat .   "Hujin, seumpama hendak menuntut balas juga tidak perlu ter- gesa2!"   "Siancu."   Kata Ang-siu-li Ting Yan lesu.   "Maaf akan kecerobohanku ini"   "Ah, Hujin terlalu sungkan, silakan kembali dulu."   Sebuah derap langkah yang berat lapat2 terdengar mendatangi. Berubah airmuka Mo-in Siancu. Ang-siu-ll sendiri juga mengunjuk rasa tegang, katanya.   "Mungkin suamiku datang!"   Sekali loncat Mo-in Siancu tiba dipinggir pintu rahasia.begitu ujung kakinya menginjak diatas tanah, pintu rahasia itu segera tertutup, lalu ujung jarinya menekan sebuah batu diatas dinding, terbukalah sebuah lobang sebesar kepalan tangan.   Karena kecerobohan Ang-siu-li setelah masuk lupa, menekan tombol rahasia, pintu supaya tertutup lagi, hakikatnya mereka takkan mungkin mendengar kedatangan orang ini, jikalau benar Loh Cu-gi yang datang, situasi dalam ruang tahanan ini pasti berubah Mo-in Siancu mendekatkan mukanya kelobang kecil untuk mengalingi pandangan sipendatang, lalu serunya dengan garang.   "Siapa yang datang itu?"   Terdengar sebuah suara yang dapat dikenal menyahut.   "Siancu, ini Cayhe!"   "Sesepuh ketua? Ada petunjuk apakah?"   "Apakah istriku ada. "Ya memang Hujin pernah datang tapi sudah pergi lagi Sekarang aku tengah bekerja menurut rencana, dan sudah mencapai taraf yang sangat memuaskan Harap tuan kembali dulu ke Lengsiu-tiam menanti kabar baik ini"   Keadaan kembali menjadi sunyi senyap, agaknya Loh Cu gi sudah percaya dan sudah kembali. Sambil menutup kembali lobang kecil itu Mo-in Siancu menyeka keringat diatas jidatnya. tanpa terasa tercetus kata2nya.   "Sungguh berbahaya, jikalau secara diam2 tanpa bersuara dia masuk kemari, pasti terbongkarlah kelemahan kita ' Seketika Ang-siu-li Cng Yan mengunjuk rasa kejut dia heran serta curiga, tanyanya.   "Apa kata Siancu?'' Karena lena Mo-in Siancu sampai lupa bahwa Ang-siu-li Ting Yan masih berada dalam ruangan itu, kata2nya tadi sebenarnya ditujukan kepada Suma Bing, maka begitu pertanyaan diajukan baru dia tersedar akan kecerobohanhya, tapi dasar pintar dan cerdik dengan tenang dia menerangkan.   "Hujin, aku masih ada urusan penting yang harus kukerjakan, tentang kenapa, pasti suamimu nanti dapat memberi penjelasan 'kepada Hujin Sekarang silakan Hujin menyingkir dulu bagaimana?"   Agaknya Ang-siu-li ada pengertian sambil manggut2 dia menyahut.   "Maaf akan gangguanku ini," setelah melirik kearah Suma Bing dengan benci terus dia memutar tubuh.. Sebuah jeritan keras yang mengerikan terdengar dibarengi dengan muncratnya air darah keempat penijuru. Kontan raga Ang-siu-li Ting Yan terkapar roboh diatas tanah Kiranya dengan cara kilat tanpa kepalang tanggung Mo-in Siancu telah menyerang dan membunuh Ang-siu-li Ting Yan- Suma Bing merinding dan kaget, serunya. Nona membunuh dia?"   Seakan tidak terjadi apa2 Mo-in Siancu ter-tawa2.   "Terpaksa harus dibunuh untuk menutup mulutnya."   "Mengapa?"   "Jikalau dia sampai keluar dari kamar rahasia ini, Kita tidak ada waktu lagi untuk meninggalkah tempat ini."   "Kenapa pula begitu ?"   "Tadi tanpa sadar aku telah kelepasan omong. dia sudah merasa cunga. sedang Loh Cu gi juga sedang mencari dia, dengan kecerdikan Loh Cu-gi pasti dia dapat menerka sesuatu peristiwa yang bakal terjadi, saat ini tenagamu hilang seluruhnya. ini menambah kesukaran untuk lolos dari sini?"   Sampai sekarang baru Suma Bing paham akan duduknya perkara, lambat laun hilanglah rasa curiganya terhadap Mo-in Siancu. Kata Mo-in Siancu.   "Mari sekarang juga kita harus pergi."   Sebetulnya Suma Bing sudah pasrah nasib bahwa riwayat nya pasti tamat, siapa nyana. Situasi ternyata berubah sedemikian cepat, sudah tentu hatinya merasa terharu, maka katanya.   "Untuk selamanya pasti Cayhe tidak akan melupakan budi kecintaan nona-' "Sekarang tidak perlu banyak berkata, yang penting kita harus segera keluar" lalu dia menekan dinding sebelah kanan sana, terbukalah sebuah pintu rahasiai lain.   "Mari berangkat!" katanya terus masuk lebih dulu kedalam pintu rahasia itu. Suma Bing mengikuti dibelakangnya Kiranya diluar pintu rahasia itu adalah sebuah lorong bawah tanah yang sangat panjang dan tera,sa dingin lembab. Lorong iny agaknya tak berujung pangkal, kadang2 tinggi kadang2 menurun rendah- Karena tenaganya lumpuh penglihatan Suma Bing banyak berkurang didalam lorong ini gelap gulita sampai lima jari sendiri juga tidak kelihatan, sambil menggeremet dan me-raba2 serta mendengarkan derap langkah Mo-in Siancu dia berjalan sehingga sebegitu lama meieka masih belum pergi jauh. Akhimya Mo in Siancu menjadi tidak sabar, katanya "Berjalan cara demikian, sedikitnya kita harus membuang waktu setengah jam baru dapat keluar dari lorong ini- Kalau sampai kenangan oleh Loh Cu-gi, celakalah kita, berdua, seumpama tumbuh sayap juga jangan harap dapat lolos."   Dengan ilmu saktinya yang digdaya kepandaian Suma Bing tanpa tandingan, kini keadaan dirinya malah membuat susah orang lain saja. berapa perih dan duka hatinya susahlah ia uraikan dengan kata2, maka katanya risi.   "Kalau begitu silakan nona tanggal pergi saja tak usah urus diriku lagi."   "Apa tinggal pergi? Suma Bing. kalau bukan karena kau masa aku sudi menyerempet bahaya ini."   "Maaf akan kata2ku yang menyinggung tadi. hanya......'' "Sudahlah tak perlu banyak mulut, mari kau ikut aku'' tanpa menunggu persetujuan Suma Bing lengannya terus di cekal kencang lantas diseret dan sedikit dijinjing lari kedepan dengan cepatnya- Sepeminuman teh kemudian jalanan lorong itu terus menanjak keatas kira2 ratusan tombak tinggmya, akhirnya sampailah mereka diujung lorong terus Mo-in Siancu menekan alat rahasia sejalur sinar matahari tiba2 mencorong masuk kedalam. Sesaat Suma Bing tak kuasa membuka mata.- Mo-in Siancu menghela napas panjang, tangan yang mengempit Suma Bing masih belum dilepaskan. Keruan Suma Bing menjadi malu dan kikuk, tanyanya.   "Siancu, tempat apakah ini ?' "Panggung hukuman."   "Panggung hukuman, apa artinya?" "Tempat Bwe-hwa-hwe melaksanakan hukuman. Coba kau lihat biar tegas, di kanan kiri itu merupakan sebuah garis batu dinding yang hanya cukup lewat satu orang, di belakang dinding itu adalah sebuah jurang yang dalam tak kelihatan dasarnya. Setiap kali Bwe-hwa-hwe melaksanakan hukuman cukup sekali dorong saja menyurung sipenyakitan kedalam jurang sana menjadi beres dan tidak meninggalkan jejak!"   Suma Bing bergidik seperti kedinginan, katanya.   "Marilah kita cepat pergi."   "Nanti sebentar, aku sedang berpikir siapakah yang mampu membuka urat nadimu yaHg tertutup itu. Selama belum terbuka kau akan menjadi seorang invalid.'"   Suma Bing mendengus dengan gemes, lalu menghela napas dan ujarnya.   "Tak peduli aku harus mengorbankan apa segala, aku harus berikhtiar membukanya."   "Suma Bing, memberanikan diri kupanggil kau sebagai adik. Sekarang aku teringat seorang yang mungkin dapat membantu kita."   "Siapa?"   "Tay-mo-tho-ih!"   "Dimanakah Tay-mo-tho-ih (tabib bungkuk padang pasir) sekarang berada?"   "Diluar perbatasan!"   "Sedemikian jauh, dengan keadaanku ini masa kuat menempuh perjalanan jauh."   "Habis tiada jalan lain, kepandaian semacam itu merupakan kebanggaan Loh Cu-gi sendiri, sudah tentu dia takkan sudi membukakan untuk kau!"   Bergolaklah darah panas Suma Bing, desisnya penuh dendam.   "Kalau aku tidak memberantas Bwe-hwa-hwe sampai se-akar2nya, jangan namakan aku Suma Bing."   Tanya Mo-in Siancu sungguh2.   "Sebenarnya ada permusuhan apakah kau dengan Loh Cu-gi?"   Pada saat itulah mendadak terdengar sebuah gelak tertawa panjang yang menusuk telinga. Berubah air muka Mo-in Siancu, serunya gugup.   "Celaka, cepat kita pergi!"   Tampak beberapa bayangan orang telah muncul diatas tembok batu itu.   Seakan terbang semangat Suma Bing, dilihat dari keadaan dan situasi, untuk menerobos keluar agaknya sesukar naik ke langit.   Betapapun tinggi Lwekang Mo-in Siancu juga takkan mampu membawa kabur seorang yang telah kehilangan tenaganya.   Dalam pada itu bayangan2 beberapa orang telah melesat tiba dan turun diatas tanah.   Orang yang terdepan adalah Loh Cu-gi sendiri, di belakangnya mengintil ketua Bwe-hwa-hwe Chiu Thong dan Hwe-hun-koay-hud serta sicakar beracun Kho Wan.   Sekejap saja mereka sudah berdiri tiga tombak di hadapan Mo-in Siancu.   Loh Cu-gi menyeringai seram, ujarnya.   "Siancu, kau tidak sengaja bukan?"   Mo-in Siancu menyahut dingin.   "Memang kusengaja, kau mau apa?"   Wajah Loh Cu-gi membayang hawa kebuasan yang sadis, semprotnya. ,.Siancu akan menyesal sesudah kasep."   Kata Suma Bing sambil menarik baju Mo-in Siancu.   Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Cici, silakan kau tinggal pergi jangan pedulikan aku lagi."   "Jangan omong kosong,"   Kata Mo-in Siancu tanpa berpaling.   "Dik, kalau terpaksa biarlah aku mendampingimu selamanya."   Suma Bing tergetar seperti kesetrom aliran listrik, baru beberapa jam saja mereka berkenalan, namun orang sudi berkorban untuk dirinya sampai sehidup semati. Katanya penuh keharuan yang melimpah.   "Cici, kau tiada harganya berbuat begitu".   "Dik, mungkin inilah yang dinamakan jodoh yang membawa dosa, tapi saat ini tak perlu kita risaukan tentang mati atau hidup!"   Loh Cu-gi ter-loroh2 panjang, ujarnya.   "Suma Bing, kuperingatkan sebelum kau mati, robahlah cara panggilan-mu, dia cukup menjadi nenekmu tahu!"   Suma Bing berjingkat kaget, tak heran Loh Cu-gi dan sekalian gembong2 penjahat itu sedemikian menaruh hormat dan tunduk padanya; tapi lahirnya dia kelihatan masih sedemikian muda tidak lebih dari dua puluhan tahun! Mo-in Siancu melintangkan serulingnya, tantangnya.   "Loh Cu-gi, apa yang hendak kau lakukan?"   Dengan nada yang menakutkan Loh Cu-gi berkata.   "Siancu, apa istriku harus mati secara penasaran? Tidak bukan?!"   "O, jadi kau hendak menuntut balas bagi dia."   "Hutang jiwa bayar jiwa, inikan sudah umum dan jamak!"   "Jangan kau main gertak terhadap aku. Sudahkah kau bayangkan akibat dari irama seruling iblisku?"   "Siancu kau takkan ada kesempatan merampungkan sebuah lagumu saja?"   Lahirnya Mo-in Siancu berlaku tenang, sebenarnya hatinya risau dan kebat-kebit, dia sendiri paham kesempatan untuk menang sangat mendesak.   Mengandal kepandaian Loh bertiga, sedikitnya kuat bertahan sampai lima gelombang irama serulingnya.   Meskipun kelima gelombang irama iblis-nya ini dapat dilancarkan dalam waktu yang pendek sependek2nya, namun waktu yang sekian pendek ini juga sudah cukup berkelebihan untuk ketiga orang ini melancarkan pukulannya untuk menyerang dirinya.   Kalau hendak meloloskan diri saja tenaganya cukup berkelebihan, tapi bagaimana dengan Suma Bing? Bukankah dia sudah berjanji hendak mendampinginya selalu.   Sudah tentu Suma Bing juga sudah dapat menerawangi situasi yang tegang dan akibatnya, maka katanya kepada Mo- in Siancu.   "Cici, lulusilah sebuah permintaanku."   "Urusan apa?"   "Kuharap kau dapat sekuatnya meloloskan diri sendiri."   "Tidak dik, sudah kukatakan..........................."   "Cici, kalau kau tidak mau melulusi, aku akan mati tidak meram!"   "Tidak mungkin."   "Cici kalau kau dapat membawakan kabar untukku, seumpama harus mati aku akan mati dengan lega dan puas."   "Pesan apa yang hendak kau katakan?"   Karena jalan darah tertutup maka tak mungkin Suma Bing dapat melancarkan ilmu Thoan-im-jip-bit, terpaksa dia berkata berbisik.   "Belum lama berselang, yang ikut pertempuran sengit diluar markas besar itu diantaranya ada dua belas gadis serba putih. Kumohon kau beritakan keadaanku ini kepada salah satu diantara mereka."   Loh Cu-gi bergerak tertawa, serunya.   "Siancu"   Tiada waktu lagi, kalau masih ada omongan apa silakan katakan Kalam perjalanan menuju ke neraka saja."   Mo-in Siancu bersikap tak acuh dan pura2 tidak mendengar, hanya matanya tetap menatap tajam kearah lawan, namun mulutnya berkata kepada Suma Bing.   "Dik, apa kabar berita ini sangat penting?" "Sudah tentu, ini menyangkut cita2ku yang belum terlaksana..........................." ,Dik, mungkin kita masih ada kesempatan untuk lolos!..."   "Agaknya tak mungkin. Ada lebih baik menggunakan kesempatan ini hendak kuberkata sepatah kata kepadamu. Selama hidup ini aku akan menyesal dan berhutang budi kepadamu". Mereka berdua bukan terhitung sepasang kekasih, sebab biasanya cinta itu harus berpadu antara dua insan yang berlawanan. Bahwasanya Suma Bing tidak menerima curahan cinta orang, sebaliknya secara sepihak Mo-in Siancu mencurahkan seluruh cintanya. Pertemuan mereka yang aneh dan kebetulan itu, mungkin akan membawa akibat yang menyedihkan, agaknya hal ini tak mungkin dihindari lagi. Saat itu, memang banyak sekali omongan yang hendak dicurahkan, namun situasi yang mendesak ini terpaksa biarlah selama terpendam dalam sanubari masing2. Suara Suma Bing terdengar gemetar, katanya lagi.   "Ci-ci, dapatkah kau menyampaikan beritaku itu?"   Nada perkataan Mo-in Siancu seberat laksaan kati.   "Dik, untuk harapanmu itulah aku harus tetap hidup."   "Cici, selamanya aku berterima kasih kepadamu."   "Dik masa kau masih sedemikian kikir untuk mengatakan?"   Tanpa merasa ragu Suma Bing bergoyang gontai hampir roboh, suaranya gemetar .   "Aku............... suka pada......... kau!"   Dalam pada itu, Loh Cu-gi, Hwe-hun-koay-hud dan si cakar beracun Kho Wan sudah mencari kedudukan mengepung mereka, jarak mereka kini tinggal setombak lebih.   Jikalau ketiga gembong silat lihay ini serentak melancarkan serangannya yang celaka lebih dulu pasti Suma Bing adanya.   Sepasang mata Mo-in Siancu memancarkan sinar kebencian, seruling batu giok diangkat melintang didepan dadanya.   Suma Bing berteriak dengan garangnya.   "Loh Cu-gi, ingin rasanya kukremas tubuhmu, saat itu kelak pasti akan terlaksana."   Loh Cu-gi mendengus ejek.   "Bedebah, tak mungkin tiba hari itu." habis ucapannya, bagai singa mengaum keras dia memberi aba2 .   "Maju !"   Badai angin pukulan yang dahsyat ini serempak mener-jang kearah mereka berdua dengan hebatnya.   Mengayun dan menggerakkan serulingnya Mo-in Siancu kerahkan seluruh tenaganya untuk memapak serangan gabungan tiga musuhnya.   Ditengah suara benturan menggelegar ini, kontan Mo-in Siancu tersurut mundur lima langkah.   Sedang Suma Bing yang berada di belakangnya tergulung terbang ke tengah udara setinggi tiga tombak meluncur jatuh dan terbanting keras.   Namun sambil menggigit gigi dia merangkak bangun.   Loh Cu-gi menyeringai sadis, sebelah tangannya pelan2 diangkat...........................   "Kiu-yang-sin-kang!"   Tanpa merasa Suma Bing berteriak kejut.   Tepat pada waktu itu juga sejalur sinar merah melesat keluar secepat kilat, dalam waktu yang bersamaan, gesit dan selicin belut Mo-in Siancu menyeret Suma Bing melesat menyingkir setombak lebih.   Suara seruling iblis Mo-in Siancu sudah mulai ditiup.   Tiga bayangan manusia dengan kecepatan kilat sekaligus menubruk kearahnya.   Sambil tetap meniup serulingnya, Mo-in Siancu sigap sekali memutar sebuah tangannya terus didorong ke depan.   Dan secara kebetulan Loh Cu-gi bertiga yang meluncur datang tepat memapak kearah angin pukulan serangan Mo-in Siancu ini.   Saking dahsyat angin pukulan ini, kontan mereka bertiga tertolak turun dan mengin-jak tanah, sedang Mo-in Siancu sendiri juga terhuyung- huyung.................................   Irama seruling mendadak melengking tinggi, se-olah2 laksaan tentara serentak menyerbu maju.   Sicakar beracun yang Lwekangnya agak rendah seketika pucat pasi, keringat dingin membasahi jidatnya.   Para anak buah Bwe-hwa-hwe yang mengepung diluar gelanggang pertempuran juga mulai kacau balau.   Loh Cu-gi dan Hwe-hun-koay-hud sendiri juga bercekat hatinya, kalau Mo-in Siancu dibiarkan terus meniup serulingnya pasti mereka berdua juga susah dapat melawan, demikian batin mereka bersama dalam hati.   Sambil menggerung keras, serentak mereka bergerak menghantam dengan seluruh kekuatan tenaganya.   Terdengar jeritan panjang yang mengerikan, tampak tubuh Suma Bing ber-putar2 terbang ketengah udara terus melesat jatuh kedalam jurang yang dalam sana.   Irama seruling seketika sirap dan berganti suara pekik gugup dan ketakutan, sebat sekali Mo-in Siancu meluncur menyambar ke arah tubuh Suma Bing, tapi sudah terlambat......   Bagai bintang jatuh Suma Bing sudah meluncur jauh ketengah jurang sana, hanya tertinggal suaranya yang menjerit panjang bergema ditengah udara.   Hancur luluh sanubari Mo-in Siancu, saking duka dia menjadi gusar dan mengamuk, serulingnya digerakkan berpetakan sinar berkeredep terus menubruk balik kearah musuh2nya dengan kalap.   Terdesak dan kaget karena kehebatan serangan seruling yang mengacam jiwa ini, terpaksa Loh Cu-gi dan Hwe-hun- koay-hud melompat mundur.   Celaka adalah sicakar beracun, sedikit berlaku lena, baru saja tubuhnya bergerak sinar seruling sudah menungkrup keatas kepalanya.   Dimana terdengarjeritan keras, kontan batok kepala si cakar beracun hancur lebur dan tamatlah riwayatnya.   "Sundel, terimalah kematianmu!"   Sambil menghardik Loh Cu-gi sudah memutar balik secepat angin lesus sambil kirim pukulannya ke arah Mo-in Siancu.   Memang Mo-in Siancu sudah bertekad untuk gugur bersama, serulingnya diputar sekencang kitiran terus menubruk maju juga melawan dengan kekerasan pula.   Dalam seke-jap mata saja, mereka sudah serang-menyerang sebanyak enam gebrak, tenaga kekuatannya seimbang.   Tiba2 sinar merah merangsang masuk ke dalam gelanggang pertempuran, kiranya Hwe-hun-koay-hud juga tidak mau ketinggalan turut mengerubut, keruan situasi pertempuran seketika berubah.   Sepuluh jurus kemudian Mo-in Siancu sudah terdesak mundur tanpa mampu balas menye- rang lagi, ber-ulang2 menghadapi detik2 berbahaya, dilihat dari keadaannya yang mengenaskan ini, mungkin dalam lima gebrak lagi pasti jiwanya bisa melayang dibawah kerubutan dua gembong iblis jahat ini.   -ooo0dw0ooo- 59.   RAJA IBLIS SERATUS MUKA MENOLONG SUMA BING Sedikit mengendorkan serangannya, Loh Cu-gi menyeringai iblis.   "Phui Kiau-nio. aku harus namakan kau dewi atau sundel. Kiu-yang-sin-kang cukup dapat membumi hanguskan tubuhmu, namun cara demikian terlalu murah untuk kau, tahukah kau cara bagaimana aku akan menghadapimu? Hahahaha.............................."   Rambut Mo-in Siancu awut2an, wajahnya berkeringat dan pucat pias, napasnya juga kempas-kempis. Setelah merandek sejenak Loh Cu-gi berkata lagi.   "Sundel, sedemikian cantik jelita wajah dan tubuhmu menggiurkan kalau kuhancurkan sungguh sangat sayang, nanti setelah kau kehabisan tenaga, baru kututuk urat nadimu untuk memunahkan seluruh ilmu silatmu. Hehe, dengan ke- molekanmu ini, biarlah para anak buahku menikmati ha- rumnya bunga secara bergilir didalam kamar..............."   "Tutup mulutmu!"   Mo-in Siancu berteriak beringas, matanya mendelik besar, seruling ditangannya bergerak semakin gencar dan ganas, tapi seumpama semut didalam kuali kekuatannya juga hampir terkuras habis, tingkahnya ini malah menjadi buah tertawaan Hwe-hun-koay-hud.   "Roboh!"   Serentak Hwe-hun-koay-hud lancarkan delapan kali pukulan berantai, geledek dan bayu menggelegar dan berhempas kencang, perbawa serangan ini sungguh menakjupkan.   Kontan Mo-in Siancu pentang mulutnya darah segar segera menyemprot bagai anak panah, sedang tubuhnya juga terhuyung lima tindak, terus roboh celentang diatas tanah.   Seruling ditangannya terbang terpental jatuh ke dalam jurang.   "Ah, sayang sekali!"   Tanpa merasa Loh Cu-gi berseru kejut.   Pada saat yang bersamaan itulah para anak buah Bwehwa- hwe yang berada diatas dinding batu sebelah sana tiba2 menjadi gaduh, lalu disusul terdengar jerit dan pekik kesakitan dan ketakutan, satu per satu mereka terjungkal jatuh dari atas.   "Apa yang terjadi?" Ketua Bwe-hwa-hwe Chiu Thong berseru kejut terus melesat memburu tiba ke tempat itu. Laksana seekor burung raksasa merah Hwe-hun-koay-hud juga tidak ketinggalan memburu maju ke arah tempat itu. Loh Cu-gi sendiri tak urung juga berubah pucat air mukanya. Tampak sebuah bayangan hitam lencir tengah melayang keluar dari jalan rahasia sebelah samping dan ringan sekali bayangan itu meluncur tiba di tengah ge- langang.   "Racun diracun!" hardik Loh Cu-gi murka. Sinar merah melesat, kontan Kiu-yang-sin-kang dilancarkan untuk menyerang. Sungguh lihay dan indah gerak gerik Racun diracun, tubuhnya jumpalitan ke arah kiri begitu kaki menyentuh tanah terus berputar balik pula ke tempat asalnya. Berbareng dengan gerak tangannya, bau harum segera terbawa angin merangsang ke arah Loh Cu-gi. Seketika Loh Cu-gi merasa mata ber-kunang2, kepala terasa berat. Diam2 dia mengeluh dalam hati.   "Racun!"   Cepat2 dengan hawa murninya dia tutup panca indranya terus berputar ke seluruh sendi dan urat nadi, berbareng tubuhnya melesat ke tempat yang berlawanan dengan hembus angin lalu.   Pada saat Loh Cu-gi melesat menyingkir itulah, tiba2 Racun diracun menjinjing Mo-in Siancu yang rebah diatas tanah itu, terus berlari ke arah yang berlawanan.   Maka anak buah Bwe-hwa-hwe yang menjaga di bagian tugu sebelah sana be-ramai2 keluar mencegat dan merintangi jalan larinya.   Begitu tangan Racun diracun bergerak mengebut, beberapa orang yang memapak paling depan kontan menjerit roboh, tujuh lobang indranya mengalirkan darah hitam.   Keruan yang masih ketinggalan hidup serasa terbang ar-wahnya, cepat2 mereka menyingkir kesamping memberi luang bagi jalan Racun diracun.   Maka dengan gamang saja Racun diracun terbang menghilang dalam se-fejap mata.   Waktu Hwe-hun-koay-hud beramal menyusul tiba dari arah Yang lain, keadaan sudah sunyi senyap, mana pula tampak bayangan Racun diracun.   Memangnya Racun diracun sendiri paham bahwa mengandal ilmu silat tak mungkin dirinya kuat bertahan menghadapi Loh Cu-gi dan Hwe-hun-koay-hud, maka secara mendadak dia membokong dengan racunnya yang hebat itu terus menghilang tanpa jejak.   Setelah berlarian sepuluh li lebih baru dia mencari sebuah gua dan meletakkan Mo-in Siancu diatas tanah.   Sebetulnya luka Mo-in Siancu tidak sedemikian berat sampai tidak bisa bergerak atau tidak bisa berjalan.   Bahwasanya dia hanya pura2 pingsan untuk mencari kesempatan meloloskan diri.   Suma Bing sudah terjatuh kedalam jurang, tak mungkin jiwanya bisa hidup.   Dia masih ingat akan pesan Suma Bing yang minta mengirimkan kabar, dan lagi sakit hatinya ini betapapun dia harus membalas juga.   Baru saja Racun diracun meletakkan tubuhnya, dia lantas bergegas bangun berdiri hal ini malah membuat Racun diracun berjingkrak kaget.   Sudah tentu Racun diracun ini adalah duplikat Phoa cu- giok.   "Kau mikah Racun diracun?"   Segera tanya Mo-in Siancu dengan heran.   Phoa Cu-giok mengiakan.   Kalau dulu mendengar cara Mo-in Siancu bertanya yang kasar begitu pasti Phoa Cu-giok tidak sudi menjawab malah mungkin membunuhnya.   Sekarang lain halnya dengan Phoa Cu-giok tempo hari, dan lagi dia sudah tahu jelas asal-usul orang maka dia tidak ambil dalam hati.   Tanya Mo-in Siancu lagi.   "Kenapa kau menolong aku?"   "Karena Suma Bing !"   "Kenapa pula dengan Suma Bing?" "Sebab Cianpwe pernah menolong Suma Bing, maka terpaksa Wanpwe harus menyerempet bahaya turun tangan."   Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Apa hubunganmu dengan Suma Bing?"   "Hubungan kita sangat erat, maaf aku tidak dapat menjelaskan."   Mata Mo-in Siancu berlinang air mata, katanya pilu.   "Dia sudah meninggal."   "Wanpwe akan menuntut balas bagi dia."   "Aku juga pasti menuntut balas untuknya, tapi, aku harus mengerjakan sesuatu.................."   "Dia ada permintaan apa kepada Cianpwe?"   "Ini..................dia minta aku menyampaikan pesannya."   Racun diracun berpaling ke mulut gua dengan gelisah, tanyanya.   "Luka Cianpwe..............."   "Tidak menjadi soal!"   "Kalau begitu Wanpwe minta diri!"   Habis berkatayya memberi hormat terus berlari keluar gua.   Dengan pandangan yang tak habis mengerti Mo-in Siancu memandangi bayangan orang menghilang di kejauhan sana, entah bagaimana perasaan hatinya susah dibayangkan.   Sampai disini marilah kita ikuti keadaan Suma Bing yang meluncur jatuh kedalam jurang, tubuhnya meluncur semakin cepat, mendadak dia merasa seluruh tubuhnya terge tar hebat seperti menumbuk sesuatu, saking kesakitan dia kehilangan kesadarannya.   Rasa sakicang nyeri membuat dia tersedar lagi dari pingsannya.   "Eee, kiranya masih hidup!"   Terdengar sebuah suara yang serak dan berat.   Waktu Suma Bing membuka mata per-tama2 yang terlihat olehnya adalah seorang tua berambut uban yang buta sepasang matanya, orang tua ini duduk bersila di hadapannya, sedang dirinya tengah rebah diantara tumpukan tulang- belulang manusia.   Sedikit bergerak miring saja kontan dia merasa seluruh tubuh kesakitan luar biasa se-akan2 tulang2 ruasnya copot hampir saja dia jatuh pingsan lagi.   "Sungguh ajaib!"   Terdengar si orang tua buta itu berseru heran.   Setelah kesadaran Suma Bing pulih seluruhnya dengan tajam ia awasi si orang tua buta duduk bersila di hadapannya ini, seketika mulutnya melompong keheranan tak dapat bicara.   Dari tempat sedemikian tinggi dirinya jatuh namun tidak mati, ini sudah suatu keajaiban, yang lebih aneh didalam jurang ini ternyata masih tinggal seorang hidup, lebih diluar dugaan lagi.   Kata pula si orang tua buta.   "Kudengar dari suaramu agaknya kau ini seorang bocah cilik ya?"   Suma Bing mengiakan, lalu bertanya.   "Bagaimana Cian-pwe bisa tinggal ditempat seperti ini?"   "Tinggal ditempat ini ? Hahahaha.................."   Nada tertawanya seperti orang gila yang menangis, sedemikian keras suaranya sehingga kuping Suma Bing hampir pecah. Batinnya, latihan tenaga dalam orang tua ini agaknya tidak lemah, maka segera tanyanya lagi.   "Entah siapakah nama Cianpwe yang mulia?"   Balas tanya si orang tua tanpa mempeduli pertanyaan ima Bing.   "Buyung, bagaimana kau sampai terjatuh ke dalam jurang ini?"   "Terpukul jatuh kemari!"   "Kau ini termasuk anak buah dari bagian mana?" "Aku...............Cayhe bukan anak buah Bwe-hwa-hwe !"   "Lalu kenapa bisa..................."   "Aku terjebak !"   "Kau terjatuh kesini dan tidak mati ini sudah aneh, hampir saja lohu............"   "Hampir kenapa?"   "Kusangka kau sebagai hidangan lezat !"tanpa merasa Suma Bing merinding, apa mungkin orang ini makan daging manusia untuk melewatkan hidupnya dalam jurang ini? Serta merta pandangannya menyapu kesekelilingnya. Didapatinya jurang ini berbentuk lurus seperti sebuah sumur, luasnya tidak lebih hanya setengah hektar, tulang2 putih bertumpuk di mana2, keadaan yang remang2 menambah suasana menggiriskan dan seram menakutkan. Baru sekarang Suma Bing merasakan hawa apek dan hampir saja dia muntah2 saking nek dan mual.   "Orang yang kelaparan tak memilih segala makanan lagi kau tahu?"   Lalu terdengar tenggorokan berbunyi agaknya tengah menelan air liur, lalu katanya lagi mendesis.   "Buyung, Lohu............"   Sepasang tangannya yang kurus kering tinggal kulit pembungkus tulang meraba keatas tubuh Suma Bing Serasa terbang semangat Suma Bing, luka dalamnya sangat berat ditambah luka2 luar apalagi jalan darah dan urat nadinya tertutup, sehingga tenaga untuk berontak atau meronta saja tak kuasa sampai membalik tubuh saja juga tidak bisa.   Hanya terasakan suatu perasaan ketakutan yang mencekam hatinya, darah juga seolah berhenti mengalir, makinya gemetar.   "Tua bangsat, berani kau!"   Si orang tua se-olah2 tidak mendengar, kedua tangannya terus me-raba2 dan memijat-mijat di seluruh tubuh Suma Bing, mendadak dia menarik balik tangannya sambil berseru kejut.   "Buyung, tidak heran kau tidak sampai mati!"   Suma Bing menghela napas lega, tanyanya.   "Apa kata Cianpwe ?"   "Ajaib, aneh bin ajaib !"   "Ajaib? Apanya yang ajaib?' "Memang Lwekangmu sangat tinggi tentu jarang tandingan didalam Bu-lim. Urat nadimu tertutuk oleh cara memutuk nadi dan menutup hawa murni, dan oleh karena inilah malah melindungi jalan darah jantungmu yang terpenting, hingga dari ketinggian sekian ini kau tidak mampus terpelanting"   Jantung Suma Bing berdebur keras, tak tersangka sekali raba siorang tua buta aneh ini sekalligus dapat mengetahui bahwa urat nadinya tertutuk buntu, agaknya orang tua ini.   bukan tokoh sembarang tokoh.   Sekuntum bunga harapan ketika tumbuh dalam hati kecilnya yang sudah putus asa Kalau orang tua ini mengetahui seluk beluk tentang menutup urat nadi tentu juga paham cara membukanya Tapi siapakah dan tokoh macam apakah siorang tua Ini? Kenapa dia terjatuh juga didalam jurang ini sehingga menjadi cacat? Puncak dari atas jurang ini adalah merupakan Panggung Hukuman Bwe-hwa-hwe, bukan mustahil dia salah satu pesakitan yang dijatuhi hukuman......   "Buyung, apa kau masih ingin hidup?'"   Mendadak siorang tua bertanya Suma Bing tersentak kaget.   "Apa maksud ucapan Cianpwe ini?"   "Kalau kau masih ingin hidup, Lohu dapat membuka urat nadimu yang buntu, tapi........"   "Apa syaratnya?" "Mungkin tak urung Mau juga harus mati, ketahuilah dinding jurang yang curam setinggi ratusan tombak ini, seumpama kera juga jangan harap dapat manjat naik."   "Hal itu Wanpwe dapat mencobanya!"   Serunya Suma Bing girang dan terharu.   "Baiklah, mari biar Lohu bebaskan penderitaanmu ini."   Sambil berkata segera jarinya bergerak menutuk dengan cepat.   Begitu hawa murni dalam tubuh Suma Bing terbuka, terasa hawa murni seperti air dalam bendungan yang bobol melanda keluar bagai air bah.   Dalam sekejap saja mengalir dan memenuhi seluruh tubuh, rasa kesakitan yang menyiksa badan sekian lama seketika hilang seluruhnya, tergegas dia bangkit berdiri Kata siorang tua buta sambil menarik balik jari2nya.   "Buyung, kau harus berobat "   Suma Bing menurut, segera dia duduk diatas tanah dan mengheningkan cipta mengerahkan tenaga mengobati luka dalamnya- Kiu-yang-sin-kang dan Giok-ci-sin-kang adalah dua unsur ilmu silat yang tiada bandingannya dijagat ini.   Tak sampai setengah jam kemudian semangat dan kesegaran tubuhnya sudah pulih seluruhnya, kesegaran badannya juga bertambah lipat ganda, begitu sepasang matanya dipentang.   seluruh keadaan dalam jurang itu dapat dilihatnya dengan jelas.   Pemanaangan semacam ini sungguh sangat seram dan mengerikan, dimana2 terlihat mayat2 bergelimpangan tiada tempat luang.   Terdengar siorang tua buta berseru memuji.   "Buyung, hebat benar Lwekangmu.'' Segera Suma Bing membungkuk memberi hormat.   "Sungguh tak ternilai besarnya budi Cianpwe ini, adakah keperluan yang harus wanpwe lakukan?" "Buyung, apa kau ada pegangan dapat terbang keluar dan jurang sumur ini?'' "Mungkin tidak terlalu sulit!'' "Bagus, susah payahku tidak sia2, matipun aku dapat merarn!"   "Sudah tentu Wanpwe akan berusaha menolong Cianpwe keluar dari tempat ini......'"   "Tidak perlu lagi!"   "Tidak perlu? Cianpwe...."   "Sepasang mata Lohu sudah buta, urat nadi kakiku juga sudah putus, masa ada muka aku muncul lagi dimuka umum?'' Suma Bing terperanjat, tanyanya.   "Apa Cianpwe teraniaya........"   Rambut ubanan siorang tua buta mendadak berdiri tegak, giginya berkerot gusar, desisnya.   "Buyung. kuminta kau melakukan sesuatu untukku!"' "Wanpwe wajib melakukan!"   "Bagus, kau harus menuntut balas untukku!"   "Harap tanya siapakah musuh itu......'"   "Mengandal Lwekangmu sekarang cukup berlebihan, sungguh Tuhan maha pengasih!"   "Siapakah musuh besar Cianpwe itu?"   "Dia termasuk murid keponakanku. Dengan jarum emas kedua mata Lohu ini ditusuk hingga picak (buta), urat nadi kakiku juga dipotong terus diterjunkan kedalam jurang sini, sampai sekarang sudah tujuh hari lamanya, siapa-nyana ditempat seperti neraka ini aku bisa bersua dengan bocah seperti kau-"' "Siapa dan apakah nama julukan orang itu?" "Sesepuh ketua Bwe-hwa-hwe Loh Cu-gi''' Bercekat hati Suma Bing, tanyanya gemetar.   "Loh Cu-gi ?"   "Ya, kau sendiri sampai terjatuh kemari tentu juga...."   "Siapakah nama Cianpwe.?"   "Akulah Pek-bin-mo-ong"   Suma Bing berjingkrak mundur saking kaget seperti disamber geledek- Siapa nyana orang tua buta dan cacat kedua kakinya ini kiranya adalah Raja iblis seratus muka yang sangat diharap2kan untuk dilenyapkan- Agaknya Pek-bin-mo- ong merasakan keganjilan sikap Suma Bing yang mendadak berubah, tanyanya heran.   "Buyung, ada apakah?"   Dalam waktu singkat Suma Bing tak kuasa menjawab, orang tua ini adalah musuh besarnya, tapi juga penolong jiwanya.   "Eh, ada apakah?"   Tanya Pek-bin-mo-ong sekali lagi. Kata Suma Bing dingin.   "Menyamar sebagai Sia-sin kedua Suma Bing, menipu Kiu-im-cin-keng dari Perkampungan bumi, mencuci bersih dengan darah seluruh Bu-khek-po, merampas Kipas pualam dan membunuh tiga Tianglo serta lima pelindung partai Ngo-bi-pay, merebut Ce-giok-pe-yap dan membunuh Si-gwa-sian-jin......'"   Mendadak Pek-bin-mo-ong bangkit berdiri, tapi karena kedua kakinya sudah cacat dia jatuh terduduk lagi, serunya kejut.    Asmara Dibalik Dendam Membara Karya Kho Ping Hoo Si Bungkuk Pendekar Aneh Karya Boe Beng Giok Rondo Kuning Membalas Dendam Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini