Ceritasilat Novel Online

Walet Besi 6


Walet Besi Karya Cu Yi Bagian 6


Walet Besi Karya dari Cu Yi   "Apakah mungkin Boh Tan-ping bisa berdiri di sisi Cu Siauthian?"   "Mengapa kau tidak mengatakan apa yang sedang ada dipikiranmu?"   "Apakah kau pikir aku sedang menyimpan sesuatu darimu?"   "Setidaknya kau tidak berterus terang?"   "Oh? Apakah kau bisa menyadarkanku?"   "Tadi kau berkata bahwa Thiat-yan selamanya tidak mungkin akan melukai Cu Siau-thian. Kata kata ini mengandung arti lain yaitu Thiat-yan selamanya pun tidak mungkin akan menemukan cara untuk melukai Cu Siau-thian. Mengapa demikian? Karena semua tindakan yang dilakukan oleh Thiat-yan pasti langsung akan diketahui oleh Boh Tanping, oleh karena itu dia pasti akan selalu melaporkannya pada Cu Siau-thian. Betul tidak?"   "Betul. Tu Liong! aku merasa sebaiknya masalah ini kau coba buktikan sendiri. Pasti akan lebih berguna daripada aku yang memberitahumu."   "Kalau begitu, Boh Tan-ping bukanlah orang yang benarbenar setia."   "Kata-katamu benar juga, setidaknya diper-mukaan dia terlihat seperti itu."   "Selama ini dia selalu menjadi kuping dan mata bagi Cu Siau-thian."   Hiong-ki tidak menyetujui pernyataan ini, sebaliknya dia pun tidak membantah.   "Mengapa Cu Taiya tidak menceritakan semua masalah ini padaku?"   Sebenarnya Tu Liong bergumam sendiri, tapi juga Hiong-ki menjawabnya.   "Pertanyaan itu hanya memiliki satu jawaban. Cu Siau-thian merasa bahwa kau masih belum cukup dapat dipercaya sepenuhnya."   Tu Liong minum arak banyak-banyak. Setelah itu dia kembali bertanya.   "Apakah surat ini boleh aku bawa pulang?"   "Jangan. Ini adalah sebuah barang bukti. Aku harus ingatkan dirimu. Kau sama sekali tidak boleh menceritakan semua masalah ini dihadapan Cu Siau-thian. Sedikitpun tidak boleh bocor."   "Memangnya kalau rahasia ini bocor, ada akibat yang seperti apa?"   "Kau bisa mati"   "Kalau begitu biarkanlah aku mati"   Tu Liong bergegas pergi keluar. Hiong-ki segera berdiri dan mencegat jalannya.   "Apa maksud dari kata-kata mu tadi?"   "Aku akan selalu mengingat kesetiaan hatiku pada Cu Siauthian. Namun ternyata dia belum mempercayai diriku. Apakah hidupku ini masih ada artinya?"   "Kau seorang laki-laki dewasa. Demi membela kebenaran, demi membela keadilan lalu mati, ini bukanlah hal yang jelek. Namun kau mau mati demi rasa ingin membalas budi, demi melampiaskan emosi? Itu adalah tindakan yang sangat bodoh. Aku rasa kau sudah tahu"   Tu Liong hanya menatap Hiong-ki. Setelah beberapa lama dia baru meneruskan kata-katanya.   "Hiong-ki, aku sangat senang mendapat seorang teman seperti dirimu. Sekali melihat dirimu pun aku langsung merasa suka. Bukan karena kau sudah menolong diriku. Ini hanyalah sebuah rasa suka yang ada dalam hatiku. Hiong-ki, apakah kau tahu apa akibat yang akan terjadi kalau misalnya kau sudah membohongiku?"   "Aku tidak mungkin mati"   "Mungkin juga saat ini aku tidak memiliki kemampuan seperti itu"   "Kalau misalnya seseorang benar-benar menginginkan seseorang yang lain mati, dia pasti akan menemukan cara untuk mencapai apa yang diinginkannya"   "Hiong-ki.. ingat lah... kau yang mengucapkan kata-kata tersebut."   Hiong-ki hanya bisa mengangguk-anggukkan kepala. Dia sudah tidak perlu berkata apa-apa. Tu Liong sudah hampir berangkat, namun dia bertanya lagi.   "Kapan kita akan bertemu lagi?"   "Kalau kita harus bertemu lagi"   Kata-kata ini terdengar seperti omong kosong yang asal diucapkan sembarangan.   Tapi sebenarnya kata-kata ini mengandung arti yang sangat dalam.   0-0-0 Tu Liong kembali ke kediaman Cu.   Setelah sampai, dia segera pergi menemui Cu Siau-thian.   Luka yang didapatnya di bahu kanannya sangat jelas terlihat, tidak mungkin dapat dengan mudah ditutupi dari pandangan orang lain.   Kelakuan yang ditunjukkan oleh Cu Siau-thian membuat Tu Liong kembali sangsi dengan semua yang sudah diceritakan oleh Hiong-ki.   Dia membantu Tu Liong membasuh luka, merawatnya membalutkan obat dan perban dengan tangannya sendiri.   Setelah semuanya selesai, dia hanya menanya-kan sebuah kata.   "Perbuatan siapa?"   "Boh Tan-ping"   Tu Liong sengaja mengatakan dengan nada datar.   "Boh Tan-ping?"   "Hanya seorang prajurit rendahan"   "Kalau kau mengatakan ini kau sudah mem-buat kesalahan. Pada waktu itu dia adalah pengawal setia nomor satu yang mengabdi pada Tiat Liong-san. Dia bukanlah seseorang yang pantas disebut prajurit kecil."   "Kalau begitu aku sudah terlalu memandang rendah dirinya"   "Karena kau sudah memandang rendah dirinya makanya kau mendapat luka ini ....mengapa kau bertarung dengannya?"   "Sebenarnya semua ini salahku"   Tu Liong sekali lagi sengaja menutupi kejadian yang sebenarnya.   "sebenarnya aku yang pertama menyerangnya"   Tu Liong sedang membuat sebuah percobaan.   Kalau Boh Tan-ping selalu melaporkan kejadian yang terjadi pada Cu Siau-thian, seharusnya dia sudah mengetahui kejadian yang sesungguhnya terjadi dengan cepat.   Karena itu Cu Siau-thian tidak perlu bertanya terlalu jauh karena tidak banyak gunanya.   "Aih !"   Cu Siau-thian hanya menghembuskan nafas panjang.   "kalau dikatakan lagi sepertinya terdengar sangat memalukan. Sebenarnya Boh Tan-ping itu dahulu pernah menjadi saudara angkatku...."   Tu Liong diam-diam merasa kaget.   Seharusnya ini adalah sebuah rahasia yang sangat besar ! mengapa Cu Siau-thian membocorkannya pada dirinya? "Semuanya karena pada waktu itu emosiku tidak dapat dikontrol.   Aku masih sangat muda.   Aku tidak tahu bagaimana menghadapi orang lain.   Aku lalu membuatnya marah dan dia langsung pergi, setelah itu dia menjadi kaki tangan Tiat Liongsan."   "Apakah setelah itu kalian berdua tidak pernah berhubungan lagi?"   "Sebelum Tiat Liong-san mati, hubungan kami baik-baik saja. Walaupun tidak dekat, tapi kami masih berhubungan. Namun setelah Tiat Liong-san mendapat celaka kami tidak pernah bertukar kabar lagi. dia pasti sangat membenciku"   "Sekarang dia bersama-sama dengan Thiat-yan. Dia pasti akan membelanya"   "Rasanya memang begitu. Apakah kau perlu mengatakannya lagi?"   Cu Siau-thian menyayangkan maksud Tu Liong untuk mengejar masalah ini.   Tu Liong sempat berpikir untuk menceritakan pada Cu Siauthian tentang semua hal yang sudah dipelajarinya tadi.   Namun mengingat peringatan yang diberikan oleh Hiong-ki, dia jadi menahan niatnya.   "Luka yang kau derita ini tidak bisa dibilang sebuah luka ringan. Mengapa kau masih pergi ke kedai arak dan minum arak disana? kau benar-benar tidak tahu bagaimana cara merawat tubuhmu."   "Aku dengar arak bisa menyembuhkan luka"   "Siapa yang memberitahumu kalau arak bisa menyembuhkan luka?"   "Banyak orang mengatakan demikian..."   Tu Liong serampangan bergumam pada dirinya sendiri.   "Omongan itu adalah omongan yang tidak memiliki dasar..."   Kata kata Cu Siau-thian penuh arti.   "Setelah kejadian ini, sebaiknya kau mendengar kan omongan yang sudah benar-benar terbukti. Kau tidak boleh sembarangan mempercayai omongan orang lain."   "Baiklah"   Tu Liong menjawabnya dengan sangat berhatihati. sepertinya rahasia yang disimpan didalam hati sudah diketahui oleh Cu Siau-thian dengan sekali tatap.   "Sekarang kau pergilah beristirahat. Aku akan mengutus seseorang pergi membeli obat untukmu. Urusan ini sebaiknya dilupakan saja."   "Cu Taiya, aku punya sebuah pertanyaan yang tidak berani aku tanyakan"   "Oh...?"   "Apakah Thiat-yan benar-benar tidak berani melukai dirimu?"   "Apa maksud kata-kata mu?"   "Aku hanya mengatakan, orang seperti Leng Taiya adalah orang yang terpelajar, namun Thiat-yan melukainya dengan mudah. Cu Taiya menguasai ilmu silat, apakah dia masih bisa melukai Cu Taiya? Walaupun misalnya dia berhasil mencapai apa yang diinginkannya, dia juga pasti akan takut balasannya ! mana mungkin Cu Taiya tidak memiliki satupun saudara ataupun teman untuk membalas dendam?"   Cu Siau-thian hanya mengerutkan kening diam tidak berbicara apa-apa "Aku berpikir seperti ini, apakah aku sudah membuat kesalahan?"   "Sekarang ini masalahnya bukan Thiat-yan berani melukaiku atau tidak. Masalahnya apakah dia memiliki kemampuan untuk melukaiku"   "Oh...?"   Tu Liong tidak berani sembarangan melanjutkan kata-katanya. Mendadak Cu Siau-thian duduk tegak dan mengangkat kepalanya. Sinar matanya terlihat sangat tajam. Dia memandang Tu Liong dalam-dalam.   "Kau pasti sudah pernah menemui nona Thiat-yan. Betul tidak?"   "Betul"   Tu Liong tidak berani menyangkal.   "Mengapa sejak tadi kau tidak memberitahu?"   "Aku sudah menemui musuh untuk berunding. Aku bukan pergi menemui musuh untuk mengadu ilmu. Aku takut kau akan memarahiku"   "Berunding? Kau sudah membicarakan apa saja dengan dirinya?"   "Tadi aku menyuruhnya untuk segera pergi meninggalkan kota"   "Hasilnya?"   "Hasilnya adalah luka di bahuku ini"   "Thiat-yan tidak turun tangan?"   "Tidak"   "Kita harus mencurigai semua orang di kolong langit ini, namun tidak boleh mencurigai diri sendiri.... terhadap semua masalah yang terjadi di kolong langit ini kita harus menaruh curiga, namun tidak boleh curiga dengan apa yang dilihat oleh mata kepala sendiri. Tu Liong! aku hanya bisa memberi tahu ini saja"   Tu Liong hanya terdiam.   Sepertinya Cu Siau-thian sudah mengetahui segalanya.   Hanya saja dia tidak banyak mengatakan tentang hal yang diketahui-nya.   Tu Liong sudah tidak kuat berada didalam ruangan itu walaupun itu hanya satu menit lagi.   dia segera pergi keluar dan menuju kamarnya, sekarang ini dia ingin menenangkan hatinya dan emosinya untuk berpikir.   Apakah Cu Siau-thian benar-benar seorang penjahat yang licik? Apakah kata-kata Hiong-ki dapat diandalkan? Mengapa dia tidak mempercayai Cu Siau-thian yang sudah merawatnya dari kecil? Apakah pantas semuanya itu habis hanya karena sebuah surat? Kalau seseorang mempunyai niat untuk meniru gaya tulis orang lain, dia pasti bisa melakukannya!!! Semakin dipikirkan, pertanyaan yang yang muncul semakin banyak.   Semakin lama berpikir, Tu Liong merasa semakin tidak tenang....   Tiba-tiba saja sebuah tanda tanya besar muncul didalam kepalanya...   Tanda tanya besar ini menyambar bagaikan kilat.   Sampaisampai Tu Liong yang sedang berbaring beristirahat tiba-tiba saja meloncat turun dari ranjang.   0-0-0 BAB 7 Terkejut Malam sangat larut.   Leng Souw-hiang terbangun dari tidurnya setelah dia beristirahat sepanjang hari.   Dia memiliki banyak harta dan kekuasaan.   Walaupun dia masih merasa sulit menahan sakit, namun jika dibandingkan dengan orang kecil yang tidak memiliki harta ataupun kekuasaan, dia masih terhitung jauh lebih beruntung.   Tabib yang terkenal, ramuan obat-obatan yang termashyur, sudah membuat penderitaannya ber-kurang sampai ke tingkat yang paling rendah.   Baru saja matanya membuka, kuah ayam bercampur ramuan ginseng sudah disuapkan sesendok demi sesendok ke mulutnya.   Orang yang merawatnya tentu saja pasangan hidupnya yang dapat dipercayanya sepenuh hati.   Setelah minum setengah mangkuk besar kuah ayam, tenaga Leng Souw-hiang sudah pulih.   Kalimat pertama yang ditanyakannya adalah Wie Kie-hong.   "Anak itu benar-benar setia dan patuh. Setelah makan malam, dia hanya tidur sebentar dan sampai sekarang dia masih berpatroli kedepan dan kebelakang"   "Tolong panggil dia"   Leng Souw-hiang memberinya perintah "kau pergilah istirahat ! Aku ingin berbincang-bincang dengan Wie Kie-hong. Ketika aku berbicara dengannya, siapapun tidak boleh masuk"   Nyonya besar Leng sangat mengerti tabiat suaminya, karena itu dia segera mengangguk.   Walet Besi Karya Cu Yi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Sepatah katapun tidak diutarakan.   Sebentar saja Wie Kie-hong sudah masuk kedalam kamarnya.   Leng Souw-hiang menyuruh menutup pintu masuk rapat-rapat, setelah itu menyuruhnya mendekat.   Dia lalu meminta Wie Kie-hong duduk disamping ranjangnya.   "Malam sudah sangat larut. Aku dengar kau masih berpatroli diluar"   "Karena sudah malam, aku harus memastikan penjagaan masih ketat"   "Apakah kau pikir Thiat-yan akan datang kemari mencariku lagi?"   "Tindakannya melukai orang lain hanyalah sebagian kecil dari rencananya saja. Sebelum barang yang dimiliki Tiat Liongsan ditemukan, dia pasti akan membuat seribu rencana untuk mengejar informasi. Tuan sudah tua, seharusnya tetap tinggal di ranjang merawat luka. jangan merasa kaget lagi"   "Tampaknya semua sudah kau pikirkan baik..."   Setelah berkata sampai disini, Leng Souw-hiang terdiam beberapa saat.   "Apakah kau tahu apa alasanku menyuruhmu tidak berhubungan lagi dengan Tu Liong?"   "Aku pikir tuan pasti memiliki alasan kuat"   "Kau sama sekali tidak mau bertanya padaku.."   "Apa yang harus kutanyakan? Kalau tuan sudah membuat keputusan seperti itu, apapun alasannya aku yakin pasti tidak mungkin salah."   "Sebenarnya Tu Liong seorang anak yang memiliki hati baik. Orangnya juga ingat balas budi. Hanya saja Cu Siau-thian majikannya sangat mengerikan. Aku sudah menyuruhmu untuk meng hindari Tu Liong, tujuannya adalah agar kau menghindari Cu Siau-thian."   "Oh...?"   "Sebenarnya aku tidak pernah mengenal orang yang bernama Bu Tiat-cui. Aku juga belum pernah menitipkan kopor kulit yang berwarna kuning padanya"   "Tapi...."   "Kau dengarlah ceritaku! setelah kita bersama- sama mencelakai Tiat Liong-san, kami sudah memikirkan akibatnya akan sampai pada keturunan-nya, bahkan semua keluarga bermarga Tiat, kakak beradik yang dimilikinya pasti akan menyimpan dendam. Kami sudah mempertimbangkan semuanya, bagaimana cara kita menghadapi suatu saat nanti. Cu Siau-thian sudah menuliskan empat buah surat perintah rahasia, masing masing dibagikan pada kami berempat. Isi suratnya menyuruh kami untuk melakukan sesuatu untuk menjaga kerahasiaan. Kalau terjadi suatu masalah yang genting, kami harus membuka surat rahasia itu dan melakukan sesuai dengan apa yang tertulis didalam surat....Kie- hong ! aku sudah menyuruh kau untuk mengurus satu hal, itu adalah perintah yang aku lakukan sesuai dengan apa yang tertulis didalam surat."   "Oh...?"   "Apakah kau tidak percaya?"   "Bukan begitu ! mana mungkin aku bisa tidak percaya pada kata-kata tuan"   "Hui Ci-hong sudah mati gantung diri, aku khawatir ini adalah perintah yang tertulis dalam surat yang diberikan Cu Siau-thian pada dirinya."   "Aku rasa tidak mungkin seperti itu"   Wie Kie-hong langsung memotong.   "Oh...? Mengapa tidak mungkin?"   "Kedua mata tuan besar Hui sudah dicungkil keluar. Dia tidak mungkin bisa melihat tulisan yang tertulis diatas surat itu. Kalau dia menyuruh orang yang dipercaya untuk membacakan untuknya, dan diatas surat itu tertulis agar tuan besar Hui mengakhiri hidupnya, orang yang membacakan tidak mungkin akan langsung menyampaikan perintah itu apa adanya."   "Betul ! Betul!"   Leng Souw-hiang meng-angguk-anggukkan kepalanya.   "Aku memiliki sebuah permintaan"   Wie Kie-hong berkata dengan sepenuh hati.   "tapi Tuan tidak harus menyetujuinya."   Wie Kie-hong menambahkan.   "Katakanlah"   "Aku ingin menyelidiki apa saja yang tertulis diatas ketiga surat rahasia yang lain"   "Tidak boleh"   Leng Souw-hiang segera memotong dan melarangnya.   "Mengapa tidak boleh?"   Secara reflek pertanya-an ini meluncur keluar dari mulutnya.   "Alasan yang paling mendasar bagi seseorang yang ingin melindungi dirinya adalah tidak men-campuri urusan orang lain, apalagi sampai mengorek rahasianya. Semakin banyak kau mengetahui rahasia orang lain, semakin besar bahaya yang akan kau hadapi."   Leng Souw-hiang menarik nafasnya sejenak.   "Selain itu aku juga tidak ingin berurusan dengan Cu Siauthian!"   "Aku tidak mengerti apa anda ucapkan tadi. Apakah maksudmu ada sesuatu yang harus ditakuti dari Cu Taiya ??"   "Cu Siau-thian adalah seorang pendekar di kalangan dunia persilatan. Terlebih lagi dia adalah seorang pendekar yang sudah berpengalaman. Orang yang seperti ini paling baik tidak kau usik ketenangannya."   "Kalau memang begitu apakah pada waktu itu kalian semua perlu...."   "Kie-hong ! kau tidak usah mengatakan hal yang sudah berlalu. Es setebal tiga puluh sentimeter tidak akan terbentuk hanya karena udara dingin dalam waktu semalam saja. Sekarang ini tidak perlu dibahas lagi"   Wie Kie-hong menyadari bahwa membahas tentang masalah ini lebih lanjut pun tidak akan banyak membuahkan hasil.   Karena itu dia mencoba meng-akhiri pembicaraan "Tuan sudah harus beristirahat kembali.   Banyak-banyaklah makan dan menenangkan diri.   cepatlah sembuh.   Inilah satusatunya harapanku."   "Tidak ! tidak ! sekarang ini semangatku sudah pulih. Kita berdua masih bisa berbincang bincang sebentar lagi."   Terpaksa Wie Kie-hong kembali duduk ditempatnya semula.   Sekarang dia tidak banyak bertanya.   Leng Souw-hiang sudah memintanya untuk tinggal, tentu saja dia yang harus membuka pembicaraan.   Benar saja, sekarang Leng Souw-hiang sudah memiliki topik pembicaraan yang baru.   "Kie-hong! aku ingin meminta tolong padamu, ada seseorang yang ingin kuketahui keberadaannya. Bisakah kau membantuku mencari tahu?"   "Siapa?"   "Orang ini she Ciu. Aku sudah tidak ingat apa nama yang dipakainya dulu. Tapi aku dengar belakangan beredar kabar dia berganti nama menjadi Ciu-sam. Mungkin sekarang dia tinggal di daerah Tian-kao."   Semangat Wie Kie-hong kembali, segera dia bertanya.   "Apa yang biasanya dilakukan orang ini?"   "Dia seorang sipir penjara"   "Sipir penjara?"   Semangat Wie Kie-hong semakin berkobarkobar.   "Dia adalah kepala sipir penjaga penjara besar bernama Thian-ci. Sebelum Tiat Liong-san dieksekusi, dia sempat dikurung dalam penjaranya..."   "Maksud tuan adalah....?"   "Orang yang hidup di gunung makan dari hasil gunung, orang yang hidup di air makan dari air. Sipir penjaga penjara makan dari penjahat yang tinggal disana, sipir penjara bernama Ciu-sam ini dulu bertugas mengawasi Tiat Liong-san. Aku menebak Tiat Liong-san pasti pernah meminta tolong dirinya untuk melakukan suatu tugas. Misalkan saja mengantar surat atau pekerjaan lainnya"   "Mmm... kira-kira berapa umur orang ini?"   "Sekarang ini seharusnya dia berumur sekitar enam puluh tahun lebih"   "Mengapa tuan tiba-tiba teringat tentang dia?"   "Berdasarkan apa yang sudah diperbuat Thiat-yan, jelas terlihat kalau dia sangat mengerti situasi ketika Tiat Liong-san dicelakai oleh kita pada waktu itu. Aku terus berpikir mengenai hal ini. Yang mengetahui semua kejadian itu dengan jelas hanya Tiat Liong-san sendiri. Pasti sebelum dia mati, dia sudah mengirimkan sebuah surat keluar."   "Mencari Ciu-sam, apakah untuk mem-buktikan masalah ini?"   "Benar"   "Lalu kalau memang sudah berhasil membuktikan tentang masalah ini, apa untungnya bagi tuan?"   "Aku bisa mengerti seseorang"   "Siapa?"   "Cu Siau-thian!"   Leng Souw-hiang berkata dengan lemah lembut tapi katakatanya terdengar penuh tenaga.   "Aku menaruh curiga bahwa dia yang sudah mengkhianati kita semua, semua perbuatan balas dendam yang dilakukan Thiat-yan kemungkinan besar sudah diperintahkan oleh Cu Siau-thian"   Pendekar ternama dikalangan persilatan pada dasarnya adalah orang yang paling berbahaya dan paling jahat.   Hanya karena sedikit kata-kata, dia akan turun tangan bertindak.   Meski sudah menjadi seorang saudagar kaya, atau seorang pejabat yang khusus mengatur pemerintahan, tetap saja akan berbuat jahat.   Leng Souw-hiang memiliki buah pemikiran seperti ini, mana mungkin dia tidak memiliki alasan yang jelas? mengapa pada waktu itu Leng Souw-hiang bisa berhubungan dengan orang-orang seperti ini? Kata-kata Leng Souw-hiang tentang "Es setebal tiga puluh centimeter"   Sudah jelas jelas meng-gambarkan hatinya yang pedih. Karena itu Wie Kie-hong tidak bisa langsung bertanya padanya saat itu. Apa yang ada didalam kepalanya hanyalah satu. agar ayah angkatnya bisa melalui hari tuanya dengan tenang.   "Baiklah!"   Wie Kie-hong mengangguk-anggukan kepala nya tanda setuju.   "Setelah malam ini berlalu aku akan mengutus seseorang pergi ke Thian-kau mencari Ciu-sam. Asalkan dia masih hidup, aku psati akan menemu-kannya."   Wie Kie-hong lalu pergi keluar kamar.   Walaupun sudah berjanji untuk segera bertindak, dia tidak langsung mengerjakan apa yang sudah direncana kannya.   Dia harus berpikir dulu semua kemungkinan yang akan terjadi.   Kabut tebal menutupi rembulan.   Permukaan bumi kadangkadang terlihat terang kadang kadang menjadi gelap.   Wie Kiehong duduk seorang diri di tengah taman untuk beristirahat.   Tiba-tiba saja dia menyadari ada bayangan seseorang yang berkelebat dari dinding taman melewati dirinya....   Pandangan mata Wie Kie-hong sangat baik.   Dia tahu dia tidak salah lihat.   Dia segera pergi menyelidiki asal-usul bayangan yang berkelebat tersebut.   Setelah menemukannya dia bersiap untuk mengepungnya.   Dia sama sekali tidak mengeluarkan suara.   Dia percaya diri akan bisa menghadapinya.   Pendekar kuat manapun pasti ingin memenangkan pertarungan yang mudah.   Setelah orang itu mendarat di atas tanah, dia tidak segera bersembunyi menghilangkan jejak.   Malah sebaliknya sosok itu berjalan dengan gamblang menuju Wie Kie-hong.   "Wie Kie-hong?"   Perlahan-lahan Hiong-ki bertanya.   "Tidak salah. Kau siapa?"   "Hiong-ki"   "Hiong-ki?"   "Kau tidak usah membuang-buang tenaga berpikir. Kau belum pernah mendengar namaku sebelumnya, namun aku sudah mengetahui tentang dirimu"   "Kau datang menemuiku larut malam begini ada urusan apa?"   Kata-kata Wie Kie-hong meluncur dengan nada keras, sama sekali tidak berbasa-basi.   "Aku datang berkunjung"   "Mengunjungi siapa?"   "Tentu saja dirimu"   "Mengapa kau tidak masuk lewat pintu utama?"   "Urusan ini sangat rahasia, tidak bisa diketahui oleh orang yang ketiga."   "Bagaimana kau bisa tahu kalau aku sedang berada di taman ini?"   "Selain dirimu, siapapun tidak mungkin menge tahui gerakgerikku tadi"   Wie Kie-hong terdiam. Kata-kata Hiong-ki tidaklah salah. Gerak-geriknya sangat lincah dan cepat, tidak sembarang orang yang dapat mengetahuinya.   "Kalau kau ada urusan denganku, kau bisa mengatakannya sekarang"   "Bagaimana pandanganmu pada Tu Liong?"   Wie Kie-hong menimbang-nimbang perta-nyaan ini sesaat. Setelah itu dia menjawab.   "Dia orang jujur yang tidak memiliki rasa egois. Pengetahuannya luas, dan dia seorang yang gagah berani. Ilmu silatnya pun tidak jelek"   "Bagaimana perasaanmu terhadap dirinya?"   "Kami saling merasa cocok"   Walet Besi Karya Cu Yi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Apakah kau selalu berada di sisinya?"   "Rasanya hal ini tidak mungkin. Umurnya sudah dewasa, dan lagi dia jauh lebih kuat dari-padaku. Hanya dirinya yang dapat mempengaruhi diriku. Aku sama sekali tidak mempunyai kemam-puan untuk mempengaruhi dirinya."   "Kalau kalian memang merasa saling cocok, kau harus peringatkan dirinya"   "Peringatkan tentang apa?"   "Memperingatkan dia supaya menjauhi Cu Siau-thian"   "Tidak mungkin"   Wie Kie-hong langsung memotong perdebatan singkat ini.   "Tidak mungkin? kenapa?"   "Maksudku, Tu Liong tidak mungkin meninggalkan Cu Siauthian, karena dia sudah berhutang budi padanya yang sudah merawatnya sampai dewasa."   "Kau harus memperingatkan dia dengan tulus. Seorang pria sejati tidak boleh dibutakan semata-mata oleh perasaan hatinya."   Kata-kata Hiong-ki terdengar sangat tulus. Wie Kie-hong merasa simpatik padanya. Tetapi maksud kedatangan Hiong-ki dan sikap yang diambil oleh Leng Souw-hiang masih saling berhubungan. Dalam hatinya rasa was-was Wie Kie-hong menghilang.   "Mohon tanya, apa motivasimu memberi-tahukan hal ini? Apakah kau melakukannya demi orang lain? Demi diri sendiri? Atau demi Tu Liong?"   "Aku melakukan demi Tu Liong"   "Kata-katamu sangat mengharukan, namun sangat sulit dipercaya. Apa hubunganmu dengan Tu Liong? Bukankah Tu Liong baik ataupun jahat, hidup ataupun mati, sama sekali tidak ada hubungannya dengan dirimu"   "Dia seorang pemuda yang berbakat. Tidak hanya kau yang mengatakannya, banyak orang juga sudah mengatakan demikian. Menurut pandanganku pun demikian. Mana mungkin aku rela melihatnya terbenam didalam lumpur dan tidak datang menolong menariknya keluar?"   "Tinggalkanlah Cu Siau-thian! kata kata ini sangat sederhana, sangat mudah untuk diucapkan, namun sangat sulit untuk dilakukan........betul, mengapa kau tidak langsung memberitahukan hal ini kepadanya?"   "Hari ini aku sudah bertemu dengan Tu Liong, aku juga sudah berbicara sangat banyak kepadanya. Aku takut tenagaku tidak cukup untuk membujuknya. Karena itu aku datang kemari mencarimu"   "Tentu aku harus memiliki sebuah alasan untuk mengatakan ini, betul tidak?"   "Kau katakan saja perkara mengenai Cu Siau-thian yang sudah mencelakai Tiat Liong-san. Cu Siau-thian adalah orang yang sangat berbahaya dan menakutkan"   "Hiong-ki, alasan ini tidak memiliki dasar yang kuat. Dunia persilatan sangat rumit, pada dasarnya, dunia dimana yang kejam yang akan berkuasa. Yang menang akan menjadi raja, yang kalah akan tersingkirkan. Betul atau salah sudah tidak penting lagi. Siapa yang tahu apakah Tiat Liong-san pernah berbuat salah pada Cu Siau-thian sebelumnya"   "Wie Kie-hong, pada saat ini sangat banyak urusan yang belum bisa dikatakan. Aku sudah sepenuh hati ingin menolong, kau pikirkanlah sendiri"   "Hiong-ki, aku ingin bertanya padamu"   "Apa"   "Kalau kau benar-benar orang yang baik, kau harus menjawab yang sebenarnya"   "Orang yang mengaku dirinya orang baik belum tentu orang yang benar-benar baik, tapi yang sudah pasti aku bukanlah orang jahat."   "Apakah kau berdiri di sisi yang sama dengan Thiat-yan ??"   "Tidak"   "Kalau begitu....?"   "Kau tidak perlu bertanya lebih lanjut"   Hiong-ki segera memotong perkataan Wie Kie-hong.   "Kalau dilanjutkan lagi pasti akan muncul banyak pertanyaan. Aku tidak yakin aku akan memiliki jawaban untuk setiap pertanyaan itu. Dan lagi belum tentu aku mau menjawab semua pertanyaan itu. Asalkan ada sebuah pertanyaan yang tidak membuat-mu senang, pasti akan mengurangi penilaianmu terhadap diriku. Kalau seperti itu, untuk apa kau bertanya? kau sudah bisa membedakan yang baik dan yang buruk. Yang benar dan yang salah. Sebaiknya kau pikirkan lagi sendiri...."   Setelah kata-katanya habis, Hiong-ki langsung pergi, gerakannya sangat lincah dan cepat, sekejap saja orang itu sudah meloncati tembok.   Diam diam Wie Kie-hong mengaguminya.   Kalau orang ini menjadi musuhnya, dia pasti akan berada dibawah angin Dia kembali berpatroli berjalan ke depan dan kebelakang.   Setelah capek, Wie Kie-hong kembali pulang ke kamarnya untuk beristirahat, setelah memasuki pintu, mendadak dia menyadari ada yang tidak beres.   Ketika dia pergi keluar kamar, lampu masih menyala terang, namun sekarang lampu sudah padam.   Lampu pijar buatan barat ini memiliki gelas yang melindungi nyala api dari tiupan angin.   Tidak mungkin lampu ini mati karenanya.   Karena itu hanya ada satu kemungkinan, lampu mati karena minyaknya habis.   Namun rumah kediaman yang besar seperti ini, pegawai disini sangat banyak.   Hal ini pun tidak mungkin terjadi, jadi hanya tinggal satu kemungkinan yang tersisa, pasti ada seseorang yang sudah mematikannya.   Terlebih lagi orang yang sudah mematikan lampu pasti masih berada didalam ruangan.   Secara reflek Wie Kie-hong menghela nafas panjang.   Dia segera bersiap siaga, sekarang sikapnya menjadi serius.   Penjagaan sudah sedemikian ketatnya, namun tetap saja banyak orang yang bisa keluar masuk dengan sangat mudah.   Bukankah ini suatu hal yang sangat menakutkan? Dia perlahan-lahan melangkah masuk, dengan berhati hati menutup pintu.   Setelah itu dia menaruh palang pengunci pintu tanpa mengeluarkan suara.   Setelah itu dia bersiap siap ingin menyalakan lampu.   Tiba-tiba ditengah-tengah kegelapan ruangan terdengar sebuah suara.   "Jangan nyalakan lampu itu. Kau duduklah dibelakang meja buku"   Wie Kie-hong sudah tahu dari awal kalau didalam kamarnya pasti ada orang, pada waktu yang sama dia juga tahu orang ini tidak mungkin melukai dirinya.   Kalau memang orang itu bermaksud untuk melukainya, dia memiliki kesempatan emas ketika tadi dia pertama kali memasuki pintu...   Sekarang dia merasa lebih tenang, karena yang berkata tadi adalah Thiat-yan Dia tidak mengeluarkan suara.   Dia hanya duduk dibelakang meja buku.   "Kie-hong..."   Kalau dinilai dari sumber suaranya, sepertinya Thiat-yan juga sedang duduk didekat jendela.   "Maafkan aku karena harus menemuimu dengan cara seperti ini. saat ini aku membawa sebuah cerita yang kurang menyenangkan"   "Nona, kalau seseorang menemukan aku sedang berada disini berbicara denganmu, tidak saja aku akan kehilangan muka tinggal didalam rumah ini, di dunia yang luas ini aku pun akan kehilangan harga diri untuk tinggal. Karena itu sebaiknya persingkat ceritamu."   "Baiklah. Aku datang kemari karena ingin memintamu menolongku"   "Nona! berdasarkan pendirianku, aku tidak mungkin membantumu."   "Kau berkata seperti ini, kalau misalkan aku sudah hampir mati dan membutuhkan pertolongan, apakah kau tidak akan menjulurkan tangan untuk membantu?"   "Aku tidak mahir berbelit-belit. Kau tadi mengatakan bahwa kau membawa sebuah cerita yang kurang menyenangkan, sekarang aku bertanya pada-mu, apakah benar ada sebuah cerita yang kurang menyenangkan? Kau sudah melukai ayah angkatku, karena itu seharusnya kita berdua berdiri di sisi yang berseberangan. Hanya karena aku menghargai perasaanmu, ditambah lagi Leng Taiya tidak ingin mempermasalahkan hal ini lebih jauh, jadi aku tidak menganggapmu sebagai musuh."   "Baiklah ! kau tidak perlu mengatakan lebih banyak lagi. Kau pun tidak akan menyukai kalau aku menggunakan kabar ayahmu sebagai sebuah syarat, kalau begitu apakah masih ada hal yang bisa dibicarakan lagi?... .... aku sudah mencari kabar, pada dasarnya hatimu sangat welas asih. Demi orang lain membela kebenaran. Kalau kau memang orang yang seperti itu, kau harus membantu diriku."   "Baiklah ! kau katakanlah permintaanmu !"   Wie Kie-hong belum lama terlibat di masyarakat, dia segera berkompromi. Namun dia tetap masih menjaga martabatnya.   "Aku akan menolongmu kalau aku bisa"   "Sebagai teman baik Tu Liong, tolong bantulah aku untuk memperingatkannya agar dia tidak ikut campur dalam masalah ini."   "Oh...! apa karena dia sudah menghalangi jalanmu untuk melukai Cu Siau-thian?"   "Aku tidak mau melukai sembarang orang"   "Kau tidak ingin sengaja melukai orang?"   Tiba-tiba saja Wie Kie-hong menjadi emosi.   "Kata-katamu sangat enak didengar, namun sekali bertindak kau sudah melukai empat orang sekaligus, salah seorang diantaranya karena tidak kuat menahan rasa sakit sudah memutuskan untuk bunuh diri. Bukankah semua ini adalah hasil dari perbuatan-mu?"   "Mereka semua pantas mendapatkannya."   Nona Thiat-yan tidak terdengar seperti sedang emosi, tapi lebih terdengar seperti sedang membela diri.   "Pantas?"   "Betul, Wie Kie-hong, kalau kau ada di posisiku, kau pun akan berbuat yang sama"   "Walaupun kau berbuat seperti ini, kau tidak mungkin bisa kembali menghidupkan ayahmu"   "Baiklah, jangan mengatakan kata-kata yang tidak ada gunanya ini. apakah kau bisa menyetujui permintaan tolong ku tadi?"   Tiba-tiba Wie Kie-hong terpikirkan tentang satu hal, karena itu dia segera membelokkan topik pembicaraan.   "Pada waktu itu ayahmu dicelakai, ayah angkatku yang menulis surat pengaduan palsu, karena itu kau sudah memotong tangannya. Tuan besar Hui mengaku sudah melihat sendiri kalau ayahmu sudah membunuh seorang prajurit kerajaan, sehingga mata-nya dicongkel. Tan Po-hai mengaku sudah mendengar bahwa ayahmu menghasut orangorang untuk mem-berontak, karena itu kau memotong daun telinganya. Oey Souw adalah orang yang sudah menjatuhkan hukuman mati, hanya karena dia sudah meninggal, kau menimpakan dosanya pada keturunannya. Bagaimana-pun juga tindakanmu itu tidak dapat dibenarkan. Aku hanya ingin mengetahui tentang satu hal. Pada waktu ayahmu mendapat celaka, tidak seorangpun tahu tentang kematiannya. Tindakan beberapa orang ini pun tidak pernah tersebar keluar, bagaimana kau bisa mengetahui kejadian yang sesungguhnya?"   "Apakah ini syaratmu sebagai balasan perminta an tolongku?"   "Bukan syarat, aku hanya ingin tahu"   "Kalau aku mengatakan asal-usul berita ini, apakah kau bisa berjanji untuk memperingatkan Tu Liong agar tidak ikut campur dalam urusan ini?"   "Dalam kondisi seperti apapun aku tidak bisa memberikan janjiku. Tu toako memiliki pendirian yang kuat. Dia takut Cu Taiya mendapat celaka. Siapapun tidak akan mau orang yang dihormatinya mendapat celaka. Betul tidak?"   "Bagaimanapun juga, aku tetap bersedia menceritakan hal yang ingin kau ketahui"   "Kalau begitu aku berterimakasih"   "Semua peristiwa itu diceritakan oleh Boh Tan-ping. Didalam kota ini dia memiliki relasi yang luas"   "Boh Tan-ping?"   "Dia dengan ayahmu adalah kakak beradik sehidup semati"   "Jujur saja, aku tidak menyukainya"   "Itu hanya pandangan subyektif dirimu saja. sebenarnya dia orang yang baik"   "Orang yang baik ataupun orang yang jahat, semuanya aku tidak perduli. Nona, aku besok pasti akan menceritakan semua pesanmu tadi pada Tu toako, dan aku akan berusaha semampuku untuk memper-ingatkannya. Namun apakah nanti aku akan berhasil, aku tidak bisa berjanji."   "Aku berterimakasih padamu .... mengenai kematian ayahmu...."   "Jangan katakan!"   "Mengapa? Apakah sekarang kau sudah tidak ingin mengetahuinya lagi?"   "Setelah bertahun-tahun mencari tahu apa yang menjadi penyebab kematian ayahku sudah menjadi obsesi ku."   "Kalau begitu aku semakin harus memban-tumu memenuhi obsesimu"   "Tidak. Aku tidak ingin mendengar tentang masalah ini dari mulutmu"   "Mengapa?"   "Karena aku pasti akan mencurigai apakah yang kau katakan adalah kejadian yang sesungguhnya terjadi"   "Apakah kau mengganggapku sebagai seorang yang senang berbohong?"   "Baiklah nona! sebaiknya kita hentikan pembicaraan kita disini"   "Wie Kie-hong! jika suatu hari nanti kau ingin mengetahui penyebab kematian ayahmu, kau datanglah padaku. Aku berjanji padamu bahwa kau pasti akan mendapatkan informasi yang paling akurat dari ku."   Setelah itu jendela kamar terbuka, semilir angin malam yang dingin bertiup masuk.   Dan sekelebat saja Thiat-yan sudah meloncat keluar.   Kurang lebih pada waktu yang sama, Wie Kie-hong mendengar para pengawal yang bertugas meronda di taman sedang membuat keributan.   Sepertinya sudah terjadi sesuatu.   Wie Kie-hong juga ikut meloncat keluar.   Thiat-yan masih berdiri dideka t jendela, dia belum bergerak, dia hanya mendengar dia berkata perlahan.   "Sepertinya sudah terjadi sesuatu. Cepatlah kau pergi lihat"   Sebelum Wie Kie-hong selesai mendengarkan kata-katanya, dia sudah berlari menjauh.   Pada waktu ini, semua penjaga sudah mengerubungi kamar Leng Souw-hiang.   Seolah olah kedatangan seorang musuh besar.   Wie Kie-hong segera bertanya sebenarnya apa yang sudah terjadi.   Ternyata ada orang yang sudah mencoba mendongkel jendela.   Beruntung salah seorang penjaga sudah melihatnya.   Tapi gerakan orang itu sangat cepat, sebentar saja dia sudah menghilang.   Wie Kie-hong segera memeriksa jendela kamar majikannya.   Ternyata memang ada jejak dongkelan pedang yang tajam.   Untung saja dia sudah memaku jendela kamar majikannya dari dalam sehingga tidak bisa dibuka dengan mudah.   Kalau tidak, tamu yang tidak diundang ini mungkin tidak akan ketahuan, malah kemungkinan Leng Souw-hiang sudah di celakai oleh orang itu.   Berpikir sampai disini, Wie Kie-hong men-dadak merinding.   Siapa yang ingin membunuh Leng Souw-hiang? Jelas orang ini bukan Thiat-yan....tapi...   Apakah Thiat-yan sengaja membuat alibi? Apakah dia sudah menyuruh Boh Tan-ping turun tangan membunuh majikannya? Rasanya tidak mungkin.   Kalau Thiat-yan memang berniat membunuh majikannya, mengapa dia tidak membunuhnya dari awal ketika masih ada kesempatan? Mungkin juga Thiat-yan tiba-tiba terpikirkan sebuah pertanyaan yang ingin ditanyakannya pada Leng Souw-hiang, sehingga....? Namun sepertinya kemungkinan ini terlalu kecil.   Sangat tidak mungkin terjadi.   Walet Besi Karya Cu Yi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Orang yang datang dan memberitahu Wie Kie-hong, kalau semua hiruk-pikuk ini sudah membuat Leng Souw-hiang kaget, sekarang ini dia sedang menanyakan keadaan, sehingga mereka tidak tahu bagaimana menjawabnya.   Wie Kie-hong segera masuk kedalam kamar-nya, awalnya dia bermaksud membuat hatinya tenang, tidak disangka ternyata Leng Souw-hiang sudah mengetahui semuanya.   "Kie-hong, mengapa kau mencoba menutupi kejadian yang sebenarnya dariku?"   "Aku tidak mencoba menutupinya. Para penjaga malam itu sudah salah melihat."   "Kie-hong"   Tatapan mata Leng Souw-hiang jatuh ke daun jendela yang tadi sudah didongkel orang.   "aku melihat sebuah pedang menembus masuk dari jendela itu"   "bukan... bukan... bukan... bukan... !"   Wie Kie-hong juga tidak mengerti mengapa dirinya mencoba menutupi masalah ini dari Leng Souw-hiang.   Mungkin juga dia takut Leng Souw-hiang yang sudah tua akan kembali menderita shock, dan memperburuk keadaan.   Oleh karena itu dia tetap berkeras tidak menceritakan keadaan yang sebenarnya baru saja terjadi.   "Gihu! tuan pasti sudah salah lihat. Sebenarnya tidak terjadi seperti itu"   "Mengapa kau masih mencoba menutupi kejadian ini?"   "Benar-benar tidak terjadi seperti itu"   "HUH! Aku bahkan mengenali pedang yang menembus masuk tadi"   Tubuh Wie Kie-hong mendadak bergetar hebat bagaikan tersambar petir. Setelah itu dia bertanya dengan nada yang terdengar sedikit menyesal...   "Tuan tadi berkata mengenal pedang itu?"   "Tentu saja kenal"   "Pedang siapa? Cepatlah beritahu, pedang itu milik siapa?"   "HUH! Sekarang giliranmu yang bertanya padaku? Aku tidak akan memberitahumu"   "Aku berusaha menutupi kejadian ini karean takut kau kembali merasa shock. Ternyata tuan sudah melihatnya dengan jelas, kalau begitu apa yang masih bisa aku katakan? Sebenarnya memang ada orang yang berusaha mendongkel jendela, namun sebelum berhasil, seorang penjaga sudah melihatnya. Setelah diketahui dia segera melarikan diri....siapa dia?"   "Dia adalah...."   Leng Souw-hiang terdiam beberapa saat. Setelah itu dia kembali menelan kata katanya.   "Sudah lupakan saja. untuk apa membicarakan tentang orang itu lagi"   "Tuan! "Wie Kie-hong terus memaksa.   "Tuan harus memberitahu, pedang itu milik siapa? Kalau tidak kepergok oleh penjaga, dan aku tidak memaku jendela itu sebelumnya, siapa yang tahu apa yang sudah diperbuat oleh orang itu pada diri tuan sekarang"   "Kie-hong, anggaplah aku sudah salah melihat... anggaplah...."   "Tuan tetap harus mengatakannya padaku! Pedang itu anda kenal, Dia pasti orang yang sudah anda kenal dekat bukan??"   Leng Souw-hiang memandang Wie Kie-hong dengan perasaan was-was.   "Ayah angkat... orang itu pasti adalah Cu Siau-thian, benar tidak?"   "Kie-hong ! bagaimana kau bisa berpikir kalau orang itu adalah Cu Siau-thian?"   "Kalau bukan orang yang sudah anda kenal dekat, bagaimana mungkin anda mengenali pedangnya?"   "Memang aku kenal dekat Cu Siau-thian, tapi aku masih kenal seseorang lebih dekat lagi"   "Siapa?"   "Kau tidak usah terus mengejarku dengan pertanyaan. Aku ........aku benar benar tidak ingin membicarakannya lagi. Aku bahkan bersedia mengakui kalau aku sudah salah lihat. Aku bersedia...."   "Kau harus memberitahu aku, tuan sudah mengenali pedang itu, itu pedang siapa? "Tidak salah, aku memang benar mengenali pedang itu. Tapi aku tidak berani memastikan orang yang menggunakan pedang itu adalah pemilik aslinya"   "Aku hanya ingin tahu itu pedang siapa?"   Bibir Leng Souw-hiang bergetar hebat. Namun dia tidak mengeluarkan suara.   "Cepatlah katakan!"   Wie Kie-hong tahu dia membuat kemajuan. Dia terus mendesak lebih jauh.   "Setelah aku merawat lukaku, emosiku jadi tidak stabil. Karena itu aku tadi merasa kaget, kalau di waktu biasa, aku pasti hanya menyimpan kejadian ini didalam hati dan tidak membicarakannya"   Leng Souw-hiang terdiam sesaat "Tolong jangan tanyakan lagi. Untuk sementara waktu aku belum bisa menceritakan padamu"   "Mengapa?"   Leng Souw-hiang kembali terdiam "Tuan!"   Mendadak Wie Kie-hong berlutut ditanah, dia terus memohon pada Leng Souw-hiang.   "Urusan ini bukan urusan kecil, tuan harus memberitahuku. Tenang saja, aku tidak mungkin melakukan tindakan yang tidak dipikirkan dahulu"   "Kau tidak mengerti...."   "Memang aku tidak mengerti ! tapi kalau tuan tidak memberitahuku, aku selamanya tidak akan mengerti. Setelah anda memberitahuku, aku pasti bisa mencoba untuk mengerti..."   "Apakah kau bisa tetap tenang setelah mendengar katakataku?"   "Aku janji tidak akan emosi"   "Kalau kau tidak emosi, aku akan mem-beritahu. Pedang itu aku sangat hafal. Itu adalah pedang pusaka yang aku berikan sendiri pada ayahmu."   Sekali lagi bagaikan kilat yang menyambar di siang bolong. Walaupun benar-benar membuat orang kaget, namun berita ini juga membuat hatinya senang.   "Apakah tuan yakin tidak salah lihat?"   "Yakin tidak salah lihat"   "Apakah mungkin ayahku masih hidup?"   "Kata katamu itu benar-benar membuatku sulit menjawab. Kalau ayahmu masih hidup, mana mungkin dia datang kemari mendongkel jendela?"   "Tentu saja tidak mungkin"   Wie Kie-hong mulai merasa sedikit emosi.   "ayah angkat, urusan mengenai ayahku, tuan sudah terlalu banyak menceritakan padaku. Dia adalah orang yang sangat setia dan mengingat balas budi, dia tidak mungkin melakukan hal yang bertentangan dengan dirimu"   "Aku tahu....tapi, pedang itu?...."   "Tuan berkata mengenali pedang itu."   "Betul"   "Dimanakah perbedaan pedang pusaka ayahku dengan pedang orang lain?"   "Pedang itu sebenarnya sama-sama pedang pendek, namun pedang ayahmu itu berbeda dari pedang yang lain. Pedang milik ayahmu memiliki dua mata (tajam di kedua sisinya) berwarna merah darah, namun dibawah sinar lampu, pedang itu bersinar biru. aku yang menyerahkan sendiri padanya"   "Oh...!"   "Kie-hong, pedang pusaka yang terkenal ini sudah berpindah pemilik. Siapakah pemilik baru pedang ini? apa tujuannya datang kemari? Kau harus mencari tahu, apakah kau dapat melakukan nya?"   "Pasti bisa"   Wie Kie-hong menjawab dengan penuh percaya diri.   "Kau jangan menganggap aku sebagai barang rongsokan yang sudah tua dan tidak berguna. Kalau masalah sudah berada didepan mata, aku tidak bisa masa bodoh begitu saja ........baiklah, sekarang pergilah beristirahat"   "Masih ada satu masalah yang ingin aku tanyakan padamu"   "Katakanlah"   "Hari ini banyak teman-teman yang datang kemari menanyakan keadaanmu. Semuanya sudah kutolak. Besok pasti akan datang lebih banyak lagi, Tuan..."   "Kalau yang tidak terlalu dekat, suguhkan teh bagi mereka. Bagi yang benar-benar akrab, persilahkan mereka masuk....baiklah, terserah kau saja"   "Tuan sangat senang bercakap-cakap. Namun aku minta, besok tolong jangan menceritakan tentang kejadian tadi pada orang lain."   Leng Souw-hiang bengong menatap wajah Wie Kie-hong. Sepertinya dia tidak mengerti arti dari kata-katanya. Setelah beberapa saat, tiba-tiba dari sudut mulutnya terbentuk sebuah senyum.   "Mengapa kau bisa berpikir kalau pemilik baru pedang itu adalah salah seorang diantara teman-teman dekat kita??"   "Di dunia ini urusan yang pelik sangat banyak"   "Aku mengerti... aku mengerti"   Wie Kie-hong pergi meninggalkan ayah angkatnya, dia lalu bercakap cakap sebentar dengan para pengawal yang menunggu didepan pintu.   Setelah itu dia kembali pergi ke kamarnya sendiri.   Pintu kamarnya sudah dipalang dari dalam, tapi jendela kamarnya masih terbuka lebar.   Terpaksa dia meloncat masuk kamar lewat jendela.   Baru saja kakinya menyentuh lantai kamar, tiba-tiba saja sebuah benda yang dingin menyentuh lehernya.   Ini adalah sebilah pedang.   Pedang ini sepertinya tidak dipegang oleh orang sembarangan.   Pedang ini tampak seperti melayang ditengah udara.   Seolah-olah pedang ini bergerak atas kemauannya sendiri.   Sepertinya gerakan pedang ini tidak dikendalikan orang lain.   Wie Kie-hong tidak merasakan keberadaan orang lain didalam kamarnya.   Tapi sebenarnya memang ada orang lain didalam kamar tersebut....   Hanya terdengar kata katanya bergumam perlahan dan terdengar serak.   "Wie Kie-hong, aku tidak bermaksud untuk melukaimu. Jangan takut"   Wie Kie-hong tidak berkata apa apa.   "Besok pagi-pagi sekali pergilah ke Sie-san"   "Untuk apa?"   "Tidak usah bertanya... asalkan kau datang, kau pasti akan tahu"   "Aku pasti akan pergi"   "Aku tahu kau pasti akan pergi"   "Tapi aku tidak mungkin pergi hanya karena seseorang sudah datang ke dalam kamarku dan menodongkan pisau di leherku dan memaksaku untuk pergi"   "Aku tahu, pedang tidak mungkin bisa memaksa orang semacam dirimu untuk melakukan sesuatu. Pedang ini hanyalah sebuah taktik. Kalau tidak menggunakan pedang ini, kau pasti sudah berteriak dan merusak suasana"   "Tidak masalah apapun yang kau katakan, yang pasti sekarang pedang ini sudah menempel di leherku. Karena itu aku tidak mungkin pergi ke Sie-san. Dan aku tidak mungkin menyetujui apapun yang kau minta. Kalau kau menurunkan pedang ini, mungkin juga kita berdua bisa berbincang bincang."   "Baiklah... kau sangat pandai menahan perasaanmu. Pedang ini tidak perlu melukai orang, jadi tidak perlu aku keluarkan"   Pedang itu pun terlepas dari leher Tu Liong. Dari asal suaranya, jelas terdengar kalau orang itu sedang berdiri dibelakang Wie Kie-hong, tapi Wie Kie-hong sama sekali tidak merasakan kehadiran siapapun.   "Wie Kie-hong, apakah besok pagi kau akan pergi ke Siesan ??"   "Kalau ada yang ingin kau bicarakan, bukankah sama saja kalau dibicarakan disini?"   "Aku bukan ingin membicarakan sesuatu padamu........Wie Kie-hong, aku tidak mungkin membawamu ke Sie-san hanya untuk melukaimu. Bagiku, kalau hanya untuk melukai seseorang, tidak perlu repot begitu"   "Aku tidak mengerti mengapa aku tetap harus pergi ke Siesan..."   "Kalau kau benar-benar ingin tahu, sekarang aku akan memberikan sedikit bocoran. Ada seseorang yang ingin menemui dirimu. Tempat dan waktu semuanya sudah ditentukan olehnya. Sekarang ini sudah tidak mungkin dirubah. Karena aku sama sekali tidak tahu dia tinggal dimana"   Kata-kata orang itu bukan saja tidak berhasil memenuhi rasa ingin tahunya, malah sebaliknya Wie Kie-hong merasa semakin penasaran.   Dalam hatinya diam-diam dia memutuskan, besok pagi dia pasti akan pergi memenuhi janji pertemuan ini.   kalau memang ini adalah sebuah jebakan, dia tidak perduli.   "Apakah aku boleh menyalakan lampu?"   "Aku sudah akan pergi"   "Aku hanya ingin mengatakan kalau sebelum kau pergi aku ingin menyalakan lampu"   "Mengapa?"   "Aku ingin melihat dirimu. Untuk berjaga jaga agar besok pagi saat aku pergi ke Sie-san dan tidak mengenali siapapun."   "Aku mengenalimu saja juga sudah cukup"   "Dan lagi aku juga ingin melihat pedangmu"   "Oh...?"   "Pedang itu terasa sangat dingin, aku yakin itu bukan pedang biasa. Aku senang mendapatkan lawan yang unik, aku juga senang melihat alat perang yang antik"   "Baiklah, kau nyalakan saja lampu itu"   Wie Kie-hong segera menyalakan lampu.   Ketika lampu menyala terang, dia segera membalikkan tubuh untuk melihat orang itu.   Tapi ternyata dia sudah menghilang.   Wie Kie-hong sudah tertipu, tapi dia tidak merasa marah, kalau misalnya urusan ini dibalik dan dia menjadi penyerang, dia pun pasti akan melakukan hal yang sama.   Walet Besi Karya Cu Yi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Malah sebenarnya dia masih merasa bangga, orang itu tidak berani menunjukkan tujuan awalnya jelas-jelas karena takut pada dirinya.   Tapi tetap saja ada sebuah tanda tanya besar yang muncul di kepala Wie Kie-hong.   Apakah orang itu adalah orang yang sama yang tadi mendongkel jendela kamar Leng Souw-hiang? Apakah benar pedang yang digunakannya adalah pedang pusaka milik ayahnya? Siapakah yang akan muncul di Sie-san besok pagi untuk menemuinya? Mungkin kah orang itu adalah ayahnya? Ketika pertanyaan paling terakhir muncul di kepalanya, tidak ayal tubuhnya kembali bergetar hebat.   Dia hanya berharap ini bukan harapan kosong saja.   Malam itu dia sulit sekali tidur dengan pulas.   Sebentarsebentar dia terbangun dari tidurnya.   Tidak lama langit pun menjadi terang.   Wie Kie-hong segera mandi dan memper-siapkan diri.   Setelah itu dia segera meninggalkan kediaman Leng.   Dia berjalan terus sampai di mulut gang.   Ternyata karena hari masih pagi, tidak satu kereta pun terlihat melintas.   Karena itu dia terpaksa berjalan menuju Sie-san, berharap ditengah jalan dia akan menemui sebuah kereta yang akan membawanya kesana.   Dari kejauhan terlihat seseorang berjalan mendekat Ternyata ini adalah Thiat-yan Seperti dirinya, dia juga sedang berjalan perlahan lahan.   Tapi tidak benar.   Karena setelah melihat dirinya, dia langsung berkata kepadanya.   "Wie Kie-hong, aku tahu kau mau pergi kemana. Tapi aku ingin memberimu sebuah peringatan, kau jangan melanjutkan perjalanan kesana"   "Oh...? kau tahu aku mau pergi kemana? Benarkah?"   "Tentu saja aku tahu"   "Coba katakanlah agar aku dengar"   "Kau mau pergi ke Sie-san untuk menemui seseorang yang belum pernah kau lihat sebelumnya. Orang ini sudah membuat janji untuk bertemu kemarin malam. Betul? "Dari mana kau dengar berita ini ?"   "Kemarin malam aku tidak langsung pergi meninggalkan rumahmu. Karena itu percakapan kalian didalam kamar sudah kudengar."   "Nona, apakah kau senang mendengarkan rahasia orang lain?"   Setelah kata-kata ini meluncur keluar dari mulutnya, Wie Kie-hong langsung tertegun.   Dia benar-benar tidak mengerti mengapa dirinya berkata seperti itu.   Thiat-yan juga tertegun, dia terlihat sedikit merasa malu, tapi dia tidak terlihat merasa marah, malah dia segera menjawab.   "Kau sudah salah paham, waktu itu aku tetap tinggal disana bukan untuk mendengarkan rahasiamu, tapi karena ingin tahu siapa orang itu sebenarnya"   "Apakah kau sudah melihatnya?"   "Tentu saja sudah melihatnya"   "Apakah kau mengenalinya? "Kenal"   "Siapa?"   "Walaupun aku memberitahumu, sepertinya itu tidak banyak gunanya, karena kau tidak pernah mengenal orang ini sebelumnya. Namun walaupun kau belum pernah mendengarkan nama itu sebelumnya, aku tetap ingin memberitahumu satu hal....jangan pergi ke Sie-san!!!"   "Mengapa?"   Thiat-yan mengatakan jawabannya sepatah demi sepatah kata.   "Karena tempat itu sebuah perangkap yang sedang menunggu kau masuk kedalamnya"   "Nona!"   Wie Kie-hong berkata dingin "kecuali dirimu, aku tidak mempunyai musuh"   "Aku juga bukan musuhmu...."   "Baiklah ........nona! tolong kau jangan membuang-buang waktuku. Aku tetap mau pergi ke Sie-san memenuhi janji"   Thiat-yan melotot, mungkin karena Wie Kie-hong sama sekali tidak menghiraukan peringatannya, juga mungkin marah karena Wie Kie-hong sama sekali tidak menghargai keberadaannya.   Tidak masalah alasan yang mana pun, dia tetap tidak menunjuk-kannya didepan Wie Kie-hong.   "Kau benar-benar aneh !"   Wie Kie-hong berkata padanya "kau adalah seorang musuh. Kau sudah melukai tangan ayah angkatku. Mengapa aku harus mendengarkan peringatanmu?"   "Kau benar-benar sembrono. Tapi tunggulah sampai di Siesan, kau pasti akan menyesal tidak mendengar saranku."   "Aku bersedia menyesal"   "Baiklah"   Nona Thiat-yan kembali berjalan pergi dengan cepat "bagaimanapun kau tidak ingin mendengarkan peringatanku.   Kau pergi saja ke Sie-san.   Orang yang arogan seperti dirimu, kalau tidak merasakan sendiri pahitnya kenyataan, selamanya kau tidak akan tahu betapa berbahayanya dunia persilatan."   Wie Kie-hong tidak mengatakan apa apa barang sepatah katapun.    Bangau Sakti Karya Chin Tung Kemelut Di Majapahit Karya Kho Ping Hoo Sejengkal Tanah Percik Darah Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini