Pedang Kayu Cendana 5
Pedang Kayu Cendana Karya Gan KH Bagian 5
Pedang Kayu Cendana Karya dari Gan K H Tok-ni-kau-hun (telinga tunggal perenggut sukma) NiPing-ji adalah gembong iblis nomor satu sejak dua puluh tahun yang lalu, sudah lama mengasingkan diri, sifatnya nyentrik kejam dan kemaruk paras ayu alias cabul, meski usianya sudah lanjut, entah dari mana datangnya nafsu yang tidak habis-habis. Kungfunya juga teramat tinggi, kaum persilatan baik golongan hitam (penjahat) maupun aliran putih (pendekar) memandangnya sebagai momok yang paling ganas, siapapun tidak berani membicarakan dia dan menyingkir jauh bila bertemu dengan dia. Dua puluh tahun yang lalu, dalam suatu duel, kupingnya kena dicopot oleh Biau-hu Suseng, dengan luka parah dia melarikan diri dan sejak itu mengasingkan diri. Mungkin memperdalam ilmu silat untuk menuntut balas sakit hatinya masa lalu. Kini Pakkiong Yau-Liong menggunakan senjata tunggal perguruan Biau-hu Suseng, yaitu ruyung lemas singa emas, mendemonstrasikan gerakan tubuh seindah itu pula, dia tahu bahwa Pakkiong Yau-Liong pasti punyahubungan erat dengan Biau-hu Suseng, demi melampiaskan dendam hatinya, sudah tentu hari ini dia tidak akan membebaskan pemuda ini. Pakkiong Yau-Liong juga tahu sebelum hari ini dia membuat penyelesaian, sukar membebaskan diri, maka dengan lantang sambil membusung dada dia menjawab. "oo, kiranya Ni-locianpwe, sudah lama kudengar nama besarmu.... Guruku sudah meninggal setahun yang lalu, tapi persoalan beliau dimasa hidupnya dulu, Wanpwe pasti akan menanggungnya. Tapi sekarang Wanpwe sedang menuntut balas kematian ayah, bila persoalan ini sudah selesai, pasti Wanpwe akan menyerahkan persoalan kepada Cianpwe untuk dibereskan." Alasan yang dikemuka kan Pakkiong Yau-Liong memang cukup pantas dan masuk akal, dia yakin Tok-ni-kiu-hun meski seorang brutal juga tidak akan merintangi usahanya. Tak nyana setelah mendengar penjelasan Pakkiong Yau-Liong, terunjuk perasaan ruwet disinar matanya, lalu dia terloroh-loroh pula, tawa yang lebih aneh dan jelek dari isak tangis orang, namun suara nya yang keras berisi tenyata menimbulkan gema yang cukup keras dan lama didalam Ceng-hun-kok. tampak betapa jumawa sikapnya. Yang hadir didalam lembah ini mengkirik dan terbeliak. Agak lama loroh tawa yang jelek mengandung rasa kecewa ini lenyap suara nya, wajahnya yang kurus tepos seperti tertawa tidak menangispun tidak itu, cepat sekali telah pulih seperti sedia kala, kulit mukanya berobah kelam mengkilap. matanya bersinar biru menatap Pakkiong Yau-Liong. Hari sudah terang, tetapi cuaca didalam Ceng-hun-kok masih terasa lembab dan guram. Hujanpun telah reda, namun ketegangan justeru memuncak. sehingga perobahan cuaca tidak terasa kan oleh mereka. Hembusan angin pagi nan dingin menghembus lalu, mereka yang berdiri kaku seperti tidak merasakan sama sekali, dua bangkai kuda yang terkapar diantara ceceran darah dan lumpur tidak dihiraukan sama sekali, suasana sunyi lengang. Sesaat kemudian baru Ni Ping-ji mendengus pendek. seperti mengigau dia berkata. "Ternyata tua bangka itu sudah mendahului aku. Hai, menguntungkan dia malah.." Lalu dengan melotot dia pandang Pak kiong Yau-Liong, dan katanya. "Bagus... Syukur dia menerima kau sebagai muridnya. Bila hari ini kau mampu mengalahkan sepasang tangan kosongku ini, maka permusuhan masa lalu boleh dianggap himpas. Kalau tidak IHmm,jangan katakan kalau aku berlaku kejam." Dari penuturan gurunya Pakkiong Yau-Liong tahu bahwa Tok- ni- kau-hun orang nya susah diajak kompromi, bahwa dia sudah memberi pernyataan seperti itu, usahanya menuntut balas kematian ayahnya kepada Toh-bing sik-mo agaknya bakal menemui kegagalan. Padahal musuh besar didepan mata, namun dia tidak bis amenuntut balas, betapa gusar, penasaran hatinya. Sekilas dia melirik kearah Tio Swat-in, tapi orang tidak memberi reaksi. Sejak Pakkiong Yau-Liong menggetar hancur perban yang membelit tubuhnya, Tio Swat- in lantas berdiri menjublek. Apapun tak pernah terpikir olehnya, bahwa orang yang dilabraknya mati-matian, ternyata adalah pemuda gagah berwajah tampan yang usianya sebaya dengan dirinya. Agaknya orang membekal nasib dan riwayat yang hampir sama dengan dirinya. Diam-diam dia mereka dalam hati. Pandangannya kearah Pakkiong Yau-Liong lama kelamaan menjadi kabur dan kelabu. Tio Swat- in dibuat bingung dan risau oleh perasaan yang sukar tercetus oleh lahirnya, dia lupa apa maksud tujuannya kemari, lupa apa yang harus dia lakukan sekarang, kedua matanya memandang lengang, tapi dia tidak tahu apa yang tetjadi didepan mata, agaknya dia sedang berpikir, tapi entah apa yang berkecamuk dibenaknya, dia hanya terlongong. Tak pernah terbayang dalam benak Pak kiong Yau-Liong, dikala dirinya sudah memancing keluar musuh dan berhadapan, mendadak muncul Tok-ni-kau-hun yang menghalangi usahanya. Dalam keadaan yang kepepet ini, bila dia tidak menempur telinga tunggal perenggut sukma ini, urusan pasti berkepanjangan. Padahal musuh besar pembunuh ayahnya didepan mata. dikala dia melabrak Ni Ping-ji bukankah Toh-bing-sik mo akan punya kesempatan kabur dari sini. Serta merta dia teringat kepada gadis yang tadi melabrak dirinya dikala dirinya masih menyamar Toh-bing-sik-mo. sukar dia meraba relung hatinya sendiri, apa yang dia harapkan sekarang, sudah tentu, yang penting supaya Tio Swat- in bantu mencegah Toh- bing-sik-mo bila orang akan melarikan diri. Bahwasanya Toh- bing-sik-mo meluruk datang dari ribuan lijauhnya kemari, sudah tentu akan membereskan persoalan dalam lembah ini sampai tuntas, sekarang Tok-ni kauhun si Ping-ji tiba-tiba turut campur, sudah tentu menguntungkan dirinya, maka dia berdiri disamping berpeluk tangan sambil menonton. Apa boleh buat, terpaksa Pakkiong Yau-Liong kertak gigi, dengan gerungan gusar ruyung lemasnya disendal melingkar, berbareng secepat terbang tubuhnya bergerak merangsak kearah Ni Ping-ji. Meski hatiamat gusar, tetapi Pakkiong Yau-Liong tahu dirinya pantang mengumbar amarah, apalagi menghadapi gembong iblis setingkat gurunya, maka sekuatnya dia mengkonsentrasikan pikiran dan semangat, diapikir dalam waktu singkat harus berhasil menggebah musuh tangguh yang satu ini, meski hanya memperoleh kemenangan setengah jurus. Dia yakin sebagai tokoh lihay angkatan tua, Ni Ping-ji pasti mematuhi janjinya sendiri. Ruyung lemas Pakkiong Yau-Liong tampak berputar-putar, setitik sirar perak kemilau dingin tiba-tiba memarak keluar, dengan jurus Tam-gan-ing-ka-seng, ujung tombak perak tahu-tahu menutuk ke Tam-tlong-hiat didepan dada Tok-ni kau-hun Ni Ping ji. Ni Ping-ji menyeringai sadis, sebat sekali tubuhnya berkelebat, dengan enteng dia menghindarkan diri. Sudah tentu Pakkiong Yau-Liong tahu bahwa Ni Ping-ji bukan lawan sembarangan, sambil menyerang dia selalu siaga, serangannya ini hanya merupakan pancingan belaka, sudah tentu dia tidak mengerahkan tenaga sepenuhnya. Begitu Ni Ping-ji berkelit, ruyung lemas nya bergerak mengikuti perobahan langkah Pakkiong Yau-Liong, kali ini sinar emas yang mematuk sementara sinar perak berpantul, jurus Jiu-tian-kay-ling-ka ini membawa tenaga dahsyat mendesak kearah Ni Ping-ji. Perobahan serangannya jauh lebih cepat dan aneh. Kali ini Ni Ping-ji tidak menyingkir atau berkelit, sorot matanya menjadi buas, mendadak dia terloroh-loroh keras memekak telinga, siapa mendengar dia mengkirik seram, tubuh gemetar. Dikala ujung tombak hampir mengenai tubuh, mendadak Ni Ping-ji membuang diri kebawah, berbareng kedua telapak tangan terbalik dengan jurus San-ing-hun-sing dua jari-jari tangan yang kurus kering tiba-tiba menyelonong kedepan, kelima jari tangan kiri seperti cakar mencengkram kebatang ruyung emas Pakkiong Yau-Liong, sementara telapak tangan kanan menepuk keperut bawah. Sekaligus Ni Ping ji melancarkan sepasang tangan kosong, bukan saja tipunya keji lagi, tangannya yang kurus kering itu ternyata mengeluarkan tenaga yang mengejutkan. Satu di antaranya kedua tangannya mengenai sasaran, bagi Pak kiong Yau-Liong fatal akibatnya. Pakkiong Yau-Liong menekan tangan menggeliat tubuh, sebat sekali tubuhnya melejit lima kaki kesamping, telapak tangan si Ping ji menyerempet pakaiannya, serambut Pakkiong Yau-Liong telambat bergerak. perutnya sudah belong atau hancur. Bahwa serangannya tidak berhasil melukai lawan malah jiwa sendiri terancam, saking kaget keringat dingin gemerobyos maka tindakan selanjutnya lebih hati- hati. Ni Ping-ji memperoleh inisiatif maka dia tidak sia-siakan kesempatan merangsek lebih gencar, Pakkiong Yau Liong dirabunya menggebu, Pakkiong Yau-Liong berkelit mundur sambil bertahan serapat dinding, namun si Ping-ji mendesak lengket dengan menaburkan telapak tangannya, dengan jurus Hau-yan-yong-ci, ditengah taburan telapak tangannya, membawa serumpun gempuran angin dahsyat menindih kepala. Baru saja kaki Pakkiong Yau-Liong menginjak bumi, pukulan lawan telah menerjang tiba, dikala jiwa terancam itulah, tiba-tiba bayangan seorang dengan rambut kotor awut-awutan, seluruh tubuh berlepotan darah, dadanya menancap sebatang panah merah dengan langkah sempoyongan tiba-tiba muncul diantara taburan telapak tangan, suara yang seram memilukan kembali bergema dipinggir telinga. "Liong-ji, Ingatlah orang yang membelit tubuhnya dengan perban, menggunakan gendewa dan panah, menunggang kuda putih, itulah Toh- bing-sik-mo dengen rambut kepala merah, bukan ayah tidak becus, soalnya ayah sudah terluka parah luka-luka ditubuhku semua karya Hiat-ciang Toh Pir lip dan kawan-kawannya, dan lagi...... pedang kayu cendana milik milik ayah juga direbut oleh Toh-bing..." Seolah-olah Pakkiong Yau-Liong mendengar deru napas ayahnya yang sengal-sengal, lalu terdengar mulutnya memuntahkan darah segar, maka bayangan darah yang merah menyala tiba tiba seperti bertaburan didepan mata Pakkiong Yau-Liong. Ayahnya, Bok-kiam-tlong siau Pakkiong Bing sejak sepuluh tahun yang lalu telah ajal dalam keadaan mengenaskan. Khayalan yang menggelitik sanubarinya hanya sekejap belaka. Tapi napas Pakkiong Yau-Liong tiba-tiba berdesah makin cepat, bola mata nya menyala gusar, diaamat benci dan dendam terhadap Toh-bing sik-mo, lebih dendam lagi terhadap Ni Ping-ji si telinga tunggal yang merintangi usahanya menuntut balas. Terasa darah seperti bergolak dirongga dadanya, tiba-tiba dia tertawa gelak-gelak sambil mendongak. itulah gelak tawa lantang yang selama setengah tahun yang lalu selalu dia perdengarkan di kala menghadapi musuh tangguh. Gelak tawa yang aneh kedengaran agak pilu dan murka pula dibanding gelak tawanya pada setengah tahun lalu. Agaknya Tok-ni-kau-hun Ni Ping-ji merinding juga mendengar gelak tawa Pakkiong Yau-Liong, serta merta dia hentikan telapak tangannya yang sudah siap menepuk kebatok kepala Pakkiong Yau-Liong serta menyurut mundur beberapa langkah. Gelak tawa Pakkiong Yau-Liong akhirnya sirap setelah suaranya menjadi serak. maka hadirin diam tiada satupun yang bergerak atau mengeluarkan suara. Ceng-hun-kok diliputi suasana tegang yang mencekam perasaan- Sedih, pilu dan kelihatan seram mimik muka Pakkiong Yau-Liong, orang tidak berani beradu pandang dengan bola matanya yang merah mengandung darah seperti membara, dengan tajam dia pandang Tok-ni-kau-hun Ni-Ping ji yang merintangi usahanya menuntut balas, rasanya ingin menelannya bulat-bulat. Sambil menjinjing ruyung lemas singa emas, setindak demi setindak Pakkiong Yau-Liong mendesak kearah Ni Ping-ji. Tok ni-kau-hun seperti tersedot sukmanya oleh gelak tawa Pakkiong Yau-Liong, yang di curahkan dari lubuk hatinya yang paling dalam karena dirundung kesedihan. Lama dia berdiri melongo mengawasi Pakkiong- Yau- Liong, sorot mata yang tajam dengan mimik muka yang sukar dilukiskan itupun tak berani dipandangnya pula, lekas dia melengos kearah lain, namun rasa gengsi dan pamor seolah-olah mencegah dia melakukan sesuatu yang menurunkan derajat, namun ditatap mata yang tajam nan dingin, sudah terbayang rasa jeri dalam sinar matanya. Maka tanpa disadari, ditelapak tangan, di atas jidatnya, keringat dingin telah bercucuran. Pakkiong Yau-Liong mendesak makin dekat, tinggal lima kaki lagi, jarak lima langkah dapat terjangkau, walau sang waktu terus pergi, tapi bagi Ni Ping ji seperti berlangsung terlalu lama, langkah Pakkiong Yau-Liong juga terasa semakin lambat. Tio Swat- in masih menjublek. seolah olah dia tidak sadar dan ikut memperhatikan apa yang terjadi didepan mata, tidak melihat juga tidak mendengar. Disana Toh- bing-sik-mo menyaksikan dengan pandangan heran dan kaget. Sementara perempuan yang bercokol dipunggung kuda, yang datang bersama Tok-nikau-hun Ni Ping-ji juga menampilkan perasaan yang sukar di raba, entah senang, sedih, gugup, penasaran dan sebagainya. Dongan langkah berat Pakkiong Yau-Liong terus mendekati Ni Ping-ji, lebih dekat dan lebih dekat... Rasa takut yang menyelimuti sanubari Ni Ping-ji juga semakin besar secara reftek timbul keinginan untuk angkat langkah seribu, namun kaki seperti sudah berakar dibumi tak kan mampu digerakkan. Akhirnya pelan-pelan Pakkiong Yau-Liong angkat ruyung tombaknya pelan tapi ruyung itu sejengkal lebih dekat, terus menusuk keulu hati Ni Ping-ji. Sekonyong-konyong angin dingin menghembus lalu, Ni Ping-ji tersentak sadar seperti disengat kala, mendadak dia menggember sekali, sebat sekali tubuhnya dibanting kesamping terus bersalto setombak jauhnya. Sungguh dia tidak habis mengerti, kaget dan heran akan kelakuannya sendiri yang seperti kena sihir tadi. Maka rasa panasaran hatinya lantaran kelakuan bedohnya tadi dia tunjukkan kepada Pakkiong Yau-Liong. Dihadapan ratusan jago-jago silat dari golongan hitam maupun putih, Biau-hu Su-seng telah membuatnya malu dan terluka parah, sehingga dia harus mengundurkan diri dari percaturan kangouw, kejadian masa silam kembali terbayang didepan mata, maka dia lebih malu dan murka. Maka dia bertekad akan membunuh Pakkiong Yau-Liong, bukan sekali tusuk atau tabas dengan senjata tajam menghabisi jiwanya tapi menyiksanya dengan berbagai cara yang paling biadab, biar dia mati pelan-pelan ditengah penderitaan. Perasaan Ni Ping-ji sekarang tak ubahnya bocah yang dianiaya seorang dewasa, rasa dendam membara dirongga dadanya tapi sukar terlampias. begitu mundur ujung kakinya sudah menjejak disertai gemberan keras, tubuhnya melesat terbang secepat kilat menerkam kearah Pakkiong Yau-Liong. Dengan jurus Cui-song-loh-hoa gerakan angin jarinya laksana gunting, menutuk ke Thian-toh-hiat dileher Pak kiong Yau-Liong. Pakkiong Yau Liong berseru heran, agak nya diapun tersentak dari lamunannya, tampak dia maju selangkah dengan memiring tubuh, telapak tangannya menepis naik terus ditekan turun dengan jurus Jun-lui-siu-boh-cu, angin telapak tangannya membabat, jari-jari tangannya cakar garuda mencengkram urat nadi tangan kanan Ni Ping-ji, berbareng sinar emas berkelebat, ruyungnya menusuk dengan jurus Mo-ay-boan-ping san, ruyungnya lemas laksana tombak baja, dengan deru angin mendesis menusuk batok kepala Ni Ping-ji yang setengah gundul. Serangan mantap tenaga penuh langkah kakipun tangkas, sasaran tepat waktunya pun persis. Baru saja Tok ni-kau-hun Ni Ping-ji menutuk dengan tangan kanan, telapak tangan dan tombak Pakkiong Yau-Liong telah balas merangsak, tak pernah dia pikir bahwa dalam usia semuda ini Pakkiong Yau- long ternyata telah memiliki taraf kepandaian setinggi ini, agaknya kepandaian Biau-hu Suseng telah diwariskan kepadanya semua. Dibanding dirinya dalam masa setanggung itu, kepandaiannya masih jauh ketinggalan- Mau tidak mau dia kagum dalam hati. Maka rasa dendam, iri dan siriknya bertambah besar, tekadnya hendak membunuh Pakkiong Yau-Liong lebih besar lagi, sebelum musuh muda ini terbunuh, jiwanya yang angkuh ini rasanya belum puas. Tok- ni-kau-hun bergerak sambil mengerjakan kedua tangannya, dengan jurus Peh-hoa slok-ih kedua telapak tangannya berputar terus menggempur kearah Pakkiong Yau-Liong. Hebat memang kepandaian Pakkiong Yau-Liong gerakannyapun teramat cepat dan lain dari biasanya, begitu sasarannya luput, sebelum Ni Ping-ni balas menyerang, dia sudah tarik gerakannya serta melangkah miring kesamping, di mana ujung ruyung nya berputar laksana sekuntum kembang, dengan jurus Thian-kjat-sian-coa be, ujung tombak diujung ruyungnya mengeluarkan deru kencang, tipu serangan kali ini memang kelihatan lebih lihay dan ganas. Baru saja tangan Ni Ping-ji bekerja, lawan sudah berkelit pergi, serangan kedua pihak tampaknya kencang padahal kendor, lambat kenyataan cepat, tahu-tahu ujung senjata lawan sudah menyerang tiba, karuan kagetnya bukan kepalang. Sebat sekali sebelum senjata Pakkiong Yau-Liong mengenai tubuhnya dia sudah mundur lima kaki. Mau tidak mau Ni Ping-ji takjub menghadapi kelihayan lawan, sambil meraung sekeras singa mengamuk tubuhnya melambung tinggi keatas, ditengah udara mulutnya memekik keras pula sehingga genderang telinga seperti hampir pecah. Tampak tubuhnya meringkel terus membalik laksana meteor jatuh, seperti kilat dari atas dia menyambar kearah Pakkiong Yau-Liong. Itulah jurus Yam-mi-bik-jiu salah satu jurus dari ilmu Kou-hunsek yang pernah merajai golongan hitam dimasa jayanya Ni Ping-ji waktu masih malang melintang di Kangouw. Setelah dikembangkan perbawanya memang luar biasa, kecepatan geraknya sunggah sukar dibayangkan. Mundur, melejit, membalik tubuh terus menukik turun, terjadi hanya diwaktu Pak kiong Yau-Liong baru saja menarik balik serangannya setelah luput menyerang sasarannya. Begitu ruyungnya menusuk tempat kosong Pakkiong Yau-Liong menekan lengan menarik serangan, tiba-tiba terdengar gemberan keras melengking, tahu-tahu pandangan gelap. tampak Tok- ni- kau hun Ni Ping-ji seperti roda berputar saja tiba-tiba menerjang turun dari atas dengan kaki tangan bekerja bergantian menimbulkan bayangan ribuan tangan dan kaki, sekaligus menerjangnya dengan kekuatan dahsyat. Padahal pandangan Pakkiong Yau-Liong teramat tajam, tapi bagaimana musuh menyerang ternyata tidak dilihatnya jelas, karuan dia mengeluh. Tanpa perdulikan serangan yang ditarik belum menyeluruh, dikala tubuhnya masih miring itulah mendadak dia gunakan Sia-kia nso-ou diau, tubuhnya tiba-tiba melompat keatas seperti ada pegas dibawah kakinya, tubuhnya sudah menerjang keluar dari jangkauan serangan kaki dan tangan Ni Ping-ji Gerak menghindar Pakkiong Yau-Liong boleh dikata sudah teramat cepat, namun orang lebih cepat lagi. Terdengar "Bret" Pakaian dipundak Pakkiong Yau-Liong tercakar sobek sebagian, pundaknya merah membekas lima jalur jari tangan berwarna merah. Beruntung Pakkiong Yau- Liong berhasil melompat setombak lebih, namun demikian tidak utung keringat dingin telah membasahi jidatnya, baru sekarang dia benar-benar menyadari bahwa Ni Ping-ji. benggolan iblis yang merajai golongan hitam memang mempunyai kepandaian sejati. Karena rasa sakit dipundaknya, membuat pikiran Pakkiong Yau- Liong jernih sejernih-jernihnya. Pelan-pelan dia menarik napas dalam, mata nya menatap tajam, pelan-pelan ruyung lemas ditangannya terangkat lurus, dengan sepenuh perhatian dia nantikan rangsakan lawan, dia sudah siap mengatasi aksi lawan dengan ketenangan lahir batin untuk mengadu jiwa dengan Tok ni-kau-hun Ni Ping ji. Bahwa Pakkiong Yau-Liong mampu menyelamatkan jiwanya dari Yan- mi- bik-jiu jurus mematikan Kau-huncoat-sek yang paling dibanggakan ini. Ni Ping-ji mendelik kaget dan takjub, tapi kejadian hanya dalam sekejap saja, lekas sekali perasaannya itu sudah lenyap dari sorot matanya. Kembali Ni Ping-ji terkial-kiai dengan suara nya yang batuk-batuk amat tak enak didengar kuping, padahal tertawa, tetapi tawanya lebih mirip menangis, seluruh rubuh gemetar hampir melonjak-lonjak. Itulah sikap yang menghina, tingkah yang sombong dan tekebur, dengan tawa menggila aneh itu dia mau memperlihatkan keangkuhannya bahwa dia tidak pandang sebelah mata kepada lawannya yang masih muda ini. Adalah Pakkiong Yau-Liong sebaliknya memejam mata, berdiri tegak setengah tertunduk sedikitpun dia tidak terpengaruh oleh gelak tawa orang. Setelah menghentikan gelak tawanya, wajah Ni Ping ji tampak membesi hijau, ujung mulutnya menyeringai sadis. Pelan-pelan dia angkat tangan, pelan-pelan membuka jari-jarinya, dimana tadi dia mencengkram pakaian dan kulit daging Pakkiong Yau-Liong. Angin menghembus kencang, sobekan kain yang berlepotan darah tertiup jatuh kedepan kaki Tio Swat- in- Mulut Tio Swat- in yang mungil merekah bergerak-gerak. tapi dia tetap berdiri terlongong. Tadi dia tersentak sadar oleh gelak tawa Pakkiong Yau-Liong yang menyedihkan, tetapi lekas sekali lahir batinnya kembali tersedot ke alam bebas lainnya pula, suatu perasaan yang sukar diutarakan dengan kata-kata bersemayam dalam relung hatinya, sehingga dia mengawasi dengan penuh perhatian, entah mengapa dan dari mana datangnya, dalam sanubarinya timbul rasa simpatik yang mendalam terhadap Pak kiong Yau-Liong, seolah-olah dia telah menyelami banyak tentang pribadinya. Gelak tawa Pakkiong Yau-Liong yang memilukan tadi, secara langsung menyuarakan isi hatinya pula, melampiaskan dendam dan kerawanan hatinya, maka timbul gema suara yang seirama didalam lubuk hatinya, tanpa sadar perhatiannya begitu besar terhadap perjaka yang satu ini, sudah tentu keselamatan sang-pemuda menjadi pula perhatiannya. Setelah membuang sobekan kain ditangannya Tok- ni-kau-hun Ni Ping ji segera menubruk pula kearah Pakkiong Yau-Liong. Sebelum Ni Ping-ji tiba didepannya, Pakkiong Yau-Liong juga sudah memapak maju, dimana tangannya berputar ruyung lemas mendadak tegak lurus menciptakan tiga kuntum cahaya emas, sekaligus mematuk keluar dengan jurus Lian-cu yau-ping-gwe, ditengah pusaran cahaya emas, tampak sinar perak melonjak keluar menyongsong tubrukan Ni Ping-ji. Serangan ini cukup keras dan keji, tenaga nyapun kuat, namun sedikitpun tidak menimbulkan deru angin- Serangan keras Pakkiong Yau-Liong memang terlalu mendadak, sasaran ujung tombaknyapun tepat dan telak bila mengenai sasaran, gayanyapun indah mempesona. Pedang Kayu Cendana Karya Gan KH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Ni Ping-ji bukanlah lawan lemah sambil mendehem sekali gerak tubuhnya tiba-tiba merandek terus miring kekiri, dengan Yan-ing-heng-kang, tubuhnya menerobes kepinggir lima kaki, maka dia terhindar dari tusukan tombak ruyung lawan- Bahwa tubrukannya tidak berhasil menyergap lawan, malah jiwa sendiri nyaris direnggut tombak lawan, karuan Ni Ping-ji naik pitam, begitu kaki menyentuh tanah, dengan Plan to-be-hoan, mendadak dia tarik tubuhnya secara mentah-mentah, tangan bekerja mengikuti gerak tubuh, kali ini dia robah serangan dengan jurus Jiu-hong loh-yap. sesuai namanya anginnya menderu bagai hujan bayu, kekuatan dahsyat menerpa kearah Pakkiong Yau-Liong. Agaknya Pakkiong Yau-Liong sudah siaga menghadapi serangan lawan, meski sepasang telapak tangan Ni Ping-ji menyerang tiba, kelopak matanya pun tidak bergerak. padahal damparan angin kencang itu hampir membuatnya susah bernapas. Namun tubuhnya tiba-tiba doyong kepinggir sehingga tubuhnya lurus menempel tanah, dimana ruyung lemas nya ditariknya, sinar emas yang menyiiau mata berkelebat. Sesekali menyerang dengan dua gerakan Jam-bu-ui-ho-tiang dan Som-kiau-bik-gwe-hwi. Sinar kemilau itu berkembang sedahsyat gugur gunung, selincah ular sakti pula menggulung kearah Ni Ping-ji. Bahwasanya serangan Tok- ni-kau-hun Ni Ping-ji sudah dilancarkan sekuat tenaga dan mencapai titik tenaga yang penghabisan, namun Pakkiong Yau-Liong mendadak menjatuhkan diri serta balas menyerang dengan sejurus dua gerakan, bukan saja lihay dan cepat, serangannyapun aneh dan berbeda dengan permainan ilmu silat umumnya. Karuan Ni Ping-ji tersirap kaget sampai mukanya berubah pucat, untuk menarik serangan dan berkelit jelaS tidak mungkin lagi, dalam detik-detik gawat ini jelaS dia bakal kecundang oleh tombak diujung ruyung Pakkiong Yau Liong. Tio Swat- in yang menyaksikan diluar gelanggang masih terlongong, tapi sorot matanya memancarkan sorak gembira, sayang tenggorokannya seperti tersumbat sehingga dia tidak kuasa bersuara. Toh- bing-sik-mo tetap terlongong di tempatnya, sorot matanya yang dingin beku menatap tanah didepan kakinya, sorot matanya tidak menampilkan perasaan apa-apa. Demikian pula perempuan yang tetap bercokol dipunggung kuda tetap tidak bergerak atau memberikan reaksi apapun, sorot matanya memancarkan cahaya ruwet yang sukar di selami. Kecuali kedua orang yang lagi baku hantam ditengah arena, tigaorang diluar gelanggang berdiri kaku seperti patung, tidak bersuara pula. Ditengah keheningan itulah, sebuah pekik keras seperti menembus angkasa. Insyaf berkelit sudah tidak keburu lagi, dikala terdesak itulah Ni Ping-ji mendadak mendapatkan akal, mengikuti gerak tubuhnya, mendadak dia kerahkan tenaga diujung kakinya, tahu-tahu tubuhnya melejit lewat dari atas cahaya tombak emas dan perak Pakkiong Yau-Liong. "Cret" Tak urung celananya tertusuk belong dan sobek. Begitu Pakkiong Yau-liong menekan tangan sambil menarik. ditengah perpaduan cahaya emas dan perak tampak sinar darah muncrat, ternyata kaki Ni Ping-ji tertusuk belong dan tergores panjang beberapa dim oleh ketajaman tombak emas Pakkiong Yau-Liong. Sebat sekali Pakkiong Yau-Liong telah melejit bangun, dia kira Ni Ping-ji tidak akan menjilat ludahnya sendiri, sebagai tokoh silat tinggi yang sudah ternama pasti menepati janji Maka dia tidak akan menarik panjang persoalannya dengan Tok ni0-kau-hun Ni Ping-ji, tanpa bicara langsung dia menubruk kearah Tohbing-sik mo yang masih berdiri dipinggir. Adalah diluar tahunya bahwa Ni Ping-ji sudah bertekad hendak membunuhnya, karena memandang enteng lawan, kakinya malah terluka oleh Pakkiong Yau-Liong, sudah tentu gusar dan penasaran membakar hatinya, tak ingat janji tak hiraukan gengsi, sambil menggerung kembali dia menubruk dengan sengit. Baru saja tubuh Pakkiong Yau-Liong bergerak setengah lingkar, ditengah gerungan gusar lawan, bayangan orang berkelebat, tahu-tahu Ni Ping-ji telah menerjang pula kepadanya. Pakkiong Yau-Liong mendengus gusar pula, pikirnya. "Siapa nyana benggolan iblis yang sudah ternama di Kangouw juga tidak hiraukan aturan dan ingkar janji." Secara keras dan cepat dia tarik balik tubuhnya yang sudah bergerak setengah lingkar, dimana tubuhnya bergerak tombaknyapun ikut menyapu kearah Ni Ping ji. Meski dibakar amarah, namun Tok ni-kau hun Ni Ping-ji tidak berani gegabah, tampak dia mengembangkan kelincahan tubuhnya, laksana air mengalir dan mega mengambang, serangan telapak tangannya berantai tidak putus-putus membawa kekuatan dahSyat laksana gugur gunung. Pakkiong Yau-Liong diserang Secara menggebu. Ruyung lemas tombak singa pakkiong Yau-Liong berputar membUngkus tubuhnya, seperti tabir cahaya telah mengelilingi sekujur badan, sering pula tombaknya bergerak balas menyerang setiap ada kesempatan- Walau Lwekang Ni Ping-ji tinggi, tetapi pertahanan Pakkiong Yau-Liong ternyata juga ketat dan kuat, dia tidak mengutamakan menang, yang penting adalah bertahan dan selamat, maka dalam waktu dekat jelas Ni Ping-ji tidak akan mampu merobehkan dia apa lagi mau membunuhnya . Tampak sinar emas gemerdep. bayangan orang menari-nari dengan kecepatan yang mengaburkan pandangan mata, kelihatan lambat kenyataan cepat. Setelah cepat kenyataan lamban, sering menimbulkan gelombang dan pusaran hawa yang dahsyat, sehingga penonton bergidik dingin dan merinding, raungan tawa yang keras pun seperti hampir menggetar pecah genderang kuping orang. Hanya sekejap seratus jurus telah berselang. Hari sudah betul-betul terang tanah, namun lembah mega hijau masih diliputi cuaca guram dan lembab. Hujan sudah reda, tetapi angin dingin masih menghembus kencang dengan deru yang memilukan. Tiga orang diluar gelanggang masing2 terlongong tidak bergerak. mereka seperti tidak merasakan dinginnya hembusan angin, tidak merasa bahwa hujan sudah reda, haripun sudah terang tanah, sudah tentu tidak mereka sadari pula bahwa anyirnya darah sudah memenuhi lembah mega hijau. Hanya satu yang menjadi perhatian mereka, yaitu dua orang yang lagi berlaga ditengah arena, jantung mereka ikut berdebur regang, perasaan mereka berbeda namun sama menonton dengan melotot tanpa berkesip. Sepasang telapak tangan Tok ni-kau-hun Ni Ping ji bertaburan sederas badai mengamuk. Setiap peluang tidak diabaikan, sekujur badan Pakkiong Yau-Liong menjadi incaran tipu yang mematikan. Pakkiong Yau-Liong sudah bertempur satu babak lebih dulu melawan Tohbing-sik-mo, berjuang untuk menuntut balas kematian ayahnya, maka dalam melabrak Toh-bing-sik-mo tadi boleh dikata dia sudah mengerahkan segala kemampuannya, dan untuk mencapai keinginan itu, sekarang dia harus merobohkan dulu Tok-ni-kau-hun Ni Ping ji, dendam membara pula didalam rongga dadanya setelah Ni Ping-ji tidak menepati janji, itu berarti usaha menuntut balas akan menghadapi rintangan yang Cukup berat, sebelum musuh gurunya yang satu ini ditamatkan riwayatnya, sukar bagi Pak kiong Yau-Liong membunuh Toh-bing sik-mo. Rasa pedih dan kebencian menopang rasa dendamnya, sehingga dia bertempur tidak kenal lelah, entah dari mana datangnya semangat yang tidak kunjung padam, ingin rasanya dia menghancur leburkan tubuh Ni Ping-ji si kakek kurus pendek yang tidak tahu malu ini, baru setelah itu dia akan mengunyah tubuh dan menghisap darah segar Toh-bing-sik-mo, supaya arwah sang ayah dialam baka bisa istirahat dengan tentram. Akan tetapi Pakkiong Yau-Liong sendiri juga menginsyafi dirinya adalah manusia biasa, cepat atau lambat tenaganya akan terkuras habis, bila semangat tempur masih menyala, tidak lain karena dendam kesumat masih menyaIa dalam rongga dadanya, padahal tenaga sudah mulai menyurut, rasa capai telah menghantui sanubarinya, gerak geriknya telah terasa sendiri tidak selincah dan segesit tadi, beberapa kali hampir saja jiwanya terenggut oleh serangan lawan- Sudah tentu Tok-ni-kau-hun Ni Ping-ji benggolan iblis yang pengalaman ini sudah melihat titik kelemahan Pakkiong Yau-Liong. Mendadak dia menggeram terus tertawa kial-kial dengan nada suara yang menusuk hati. Gema suaranya memekak telinga tidak enak didengar namun hadirin termasuk Pakkiong Yau Liong sendiri merasakan nada tawanya mengandung rasa puas dan bangga serta sadis. Bola mata Pakkiong Yau-Liong sudah merah membara, sambil berteriak ruyung lemas ditangannya tiba-tiba berkelebat disertai cahaya perak yang bergetar, beruntun dia lancarkan dua jurus Tam-tho-Giok lun-hun dan Liong ih gin-hankok, tenaga disalurkan pada senjatanya namun gerak ruyungnya ternyata tidak menimbulkan deru senjata sedikitpun, dari atas, tengah dan bawah sekaligus menusuk kearah Ni Ping-ji. "Huuuaaaa" Mendadak Ni Ping-ji memekik, ujung tombak jelas sudah hampir mengenai badannya, mendadak tubuhnya melenting setombak keatas, untung masih keburu dia meluputkan diri dari dua jurus serangan tombak Pakkiong Yau-Liong. Ditengah udara tubuhnya seperti berhenti sejenak. lalu menukik dengan mengembangkan telapak tangannya yang kurus tinggal kulit pembungkus tulang laksana cakar burung, sekaligus diapun balas menyerang dengan jurus Ban-toh-jun hoa, sesuai namanya telapak tangannya berobah seperti kuntum bunga yang mekar di musim semi bertaburan membawa sambaran angin menerjang kebatok kepala Pakkiong Yau Liong serta mencakar mukanya. cepat lagi aneh dan telak. Dua jurus serangan dilancarkan bersama, bukan saja tidak berhasil menjatuhkan lawan, tahu-tahu pandangan Pakkiong Yau-Liong seperti teraling apa-apa sehingga menjadi gelap. belum telapak tangan tiba deru angin kencang dan tajam telah menampar kemukanya, cepat kuat dan aneh. Untuk berkelit jelas tidak keburu lagi, dalam keadaan mendesak serupa itu tiada kesempatan untuk berpikir, tanpa sadar mulutnya menggembor seperti singa mengamuk, mendadak dia menjatuhkan tubuh, berbareng pergelangan tangan berputar, dia dipaksa melancarkan Siang hoa n- coat, jurus khusus untuk melindungi tubuh dari serangan lawan, cu-pit-tam-siau-hap dan Hun-bur-ngo-sek-lian- Tampak Cahaya emas dan bayangan perak kembali membungkus rapat sekujur badan Pakkiong Yau-Liong, hujan lebatpun tidak akan tembus, ruyung lemas diputar sekencang itu, tidak menimbulkan deru angin, sebaliknya menimbulkan daya kekuatan yang luar biasa merembes keluar dari pertahanan tabir cahaya kemilau itu, meski perlahan tapi pasti mengandung kekuatan keras dan lunak. sehingga kekuatan dahsyat dari luar sukar menerjang masuk karena telah punah oleh kekuatan lunak yang menahannya atau kekuatan keras itu dilawan keras serta didorong minggir kelain arah, hebat dan aneh memang ilmu yang dikembangkan Pak kiong Yau-Liong ini. Sudah tentu Tok-ni-kau-hun Ni Ping-ji tahu bahwa Pakkiong Yau-Liong tengah mengkembangkan Siang hoan-coat yang diwarisi dari Biau-hu Suseng, dulu dengan bekal ilmunya ini Biau-hu Suseng belum pernah menderita kalah melawan siapapun, tak pernah disangka bahwa dalam usia semuda ini ternyata Pakkiong Yau-Liong juga telah mewarisi ilmu guru nya yang hebat itu. Padahal untuk mengembangkan Siang- hoan-coat orang harus memiliki ketahanan tenaga yang hebat serta land asan Lwekang dari ajaran murni, bila latihan sudah mencapai taraf sempurna keadaan seperti apa yang diperlihatkan oleh Pakkiong Yau- Liong sekarang, sayang latihannya belum begitu matang, namun demikian Ni Ping ji sudah heran, kaget dan jera. -ooo0dw0ooo- 6 SELAMA dua puluh tahun, Tok-ni kau-hun Ni Ping ji giat berlatih dan banyak mencipta ilmu khusus untuk melawan dan memecahkan Siang- hoan-coat itu, jerih payahnya ternyata tidak sia-sla, meski dia tidak yakin dirinya mampu memecahkan ilmu lawan, tapi dia yakin latihannya pasti ada hasilnya. Sayang dalam waktu yang terdesak ini, tidak sempat dia menggunakan ilmu simpanannya itu. Sudah tentu diapun segan mengadu sepasang tangannya dengan tombak lemas Pakkiong Yau-Liong yang dilandasi tenaga lwekang yang hebat. Tidak menggembor, tapi mendadak dia tarik napas dalam, seluruh kekuatan tenaganya dia salurkan ketelapak tangan, mendadak dia menggempur dengan Bik-khong-ciang kearah ruyung lemas lawan- Walaupun usahanya dilakukan tergesa-gesa dan dalam tempo yang sangat singkat, tapi gempuran telapak tangannya ternyata cukup mengejutkan- Kekuatan dahsyat Bik-khong ciang yang dilancarkan Ni Ping-ji ternyata sirna ditelan tenaga serangan ruyung lemas Pakkiong Yau Liong yang lambat tapi kuat itu, beruntung tubuhnya yang terapung itu berhasil meminjam daya pantul dari benturan keras itu melayang pergi sebelum jurus kedua Siang hoat coat Pak kiong Yau Liong sempat dilancarkan, dengan enteng dia melayang turun setombak jauhnya. Diam-diam dia melelet lidah dan mengucap syukur dalam hati. Dalam waktu sekejap ini, baru Pakkiong Yau-Liong memperoleh peluang ganti napas. Bahwa serangannya tidak membawa hasil, kalau reaksi dirinya kurang cekatan, jiwa sendiri malah terancam oleh senjata lawan, karuan saja Ni Ping-ji semakin berkobar amarahnya. Padahal, dalam sekejap ganti napas ini, Pakkiong Yau Liong sendiri pun merasa kaget dan heran, karena Ni Ping-ji mampU membebaskan dirinya dari dua jurus Siang hoan-coat yang dilancarkan- Menerawang situasi yang dihadapi, Pak kiong Yau-Liong insyaf bahwa untuk mencapai keinginan menuntut balas kematian orang tuanya, harapannya terlalu kecil, walau umpama Ni Ping ji ditengah jalan maU mengUndUrkan diri dalam percaturan adU tenaga dan otot ini, Pakkiong Yau-Liong maklum tenaganya sekarang sudah banyak terkuras, sisa tenaga yang ada sekarang tidak akan cukup kuat umuk melabrak Toh-bing sik-mo pula. Jelas betapa sedih dan penasaran hatinya, sungguh sukar dilukiskan. Karena dendam dan penasaran tidak terlampias, saking gegetun air matanya serasa hampir bercucuran. Pada saat itulah, setelah maklum perkembangan situasi yang dihadapi, NiPing-ji bertekad bulat, maka tanpa mengeluarkan suara dengan mendelik buas, dia mendorong kedua tangan dari depan dada, segumpal tenaga dahsyat terbit diantara kedua tangannya yang menyilang itu terus melandai kearah Packiong Yau-Liong. Memangnya Pakkiong Yau Liong sudah nekad, dalam gusarnya diam-diam dia berkeputusan juga . "Baiklah, biar aku adu jiwa dengan kau." Pakkiong Yau-Liong tidak ragu lagi, mendadak dia pasang kuda-kuda, lutut ditekuk kedua ibu jari tangannya menggantol ruyung lemas, kedua telapak tangan terbalik lurus menghadap kedepan serta, pelan-pelan didorong ke depan, tenaga lunak yang tidak kelihatan diam-diam timbul dari telapak tangannya. Walau kelihatannya tidak sedahsyat damparan gempuran Ni Ping-ji, tapi kekuatan dorongan Pak kiong Yau-Liong mengandung dua unsur tenaga keras dan lunak. sehingga merupakan jalinan kekuatan yang tangguh juga , apalagi Pakkiong Yau-Liong sudah bertekad adu jiwa, maka diapun menggempur dengan seluruh kekuatannya, dapatlah dibayangkan betapa besar kehebatannya. "Plak" Suara benturan tidak keras, tampak Ni Ping-ji tergentak mundur setombak lebih, mulutnya terbuka menggelak tawa aneh Pak kiong Yau-liong seperti digentak keras, tubuhnya sempoyongan beberapa langkah, kedua lengannya terasa lemas pegal, ruyung lemasnya terpental lepas dari pegangan- Kalau Tok ni-kau-hun NiPing-ji bergelak tawa, adalah Pakkiong Yau-Liong amat pilu dan hilap. Bibirnya gemetar, mulutnya terpentang ingin menggembor melampiaskan penasaran hati, namun kerongkongan terasa kering, lidah kelu suaranya tertelan kembali. Tanpa memberi peluang, ditengah gelak tawanya Ni Ping-ji sudah merangsak pula. makin meledakama rah Pakkiong Yau-Liong, ada niat mengerahkan seluruh kekuatan Lwekang-aya mengadu kekuatan biar gugur bersama musuh. Dia sudah siap menggempur, sayang dalam pandangannya yang berkaca-kaca air mara, tiba-tiba muncul pula adegan mengerikan yang tidak pernah terhapus dalam ingatannya yaitu bayangan berlepotan darah dengan rambut kepala awut awutan, sebatang panah menancap tembus di dadanya. Maka luluhlah semangatnya, diam diam dia membatin . "Pakkong Yau-Liong, jangan terlalu emosi dan diburu oleh perasaan hati menghadapi persoalan genting ini, bila salah langkah ceng-hun-kok adalah tempat kuburmu maka ayahmu yang dia lam baka tidak akan mati dengan meram. Sudah sepuluh tahun aku menanti, apa bedanya tertunda pula beberapa hari ? Selama gunung tetap menghijau, kenapa kuatir kehabisan kayu bakar, situasi hari ini tidak menguntungkan, kenapa kau tidak berusaha meloloskan diri saja?" Itulah keputusannya setelah dia sadar dan berhasil menekan rangsangan nafsunya ingin menuntut balas, walau keputusan ini sendiri amat mengetuk sanubarinya, tapi dalam keadaan seperti sekarang dia sudah tiada jalan atau pilihan lain- Sebelum Ni Ping-ji menubruk tiba, dia sempat berjongkok meraih senjata, berbareng kakinya menggenjot dengan gaya IHun-pih-loh yan-heng, tubuhnya mencelat jauh kepinggir hinggap dibawah dinding lembah, tanpa ayal kembali tumitnya menutul bumi, tubuhnya lantas melejit mumbul, melayang seringan asap dengan punggung menempel dinding terus melesat terbang keatas. Mendadak tubuhnya bersalto sekali, kini menghadap kedinding, kaki tangan bekerja sama seperti orang manjat pohon layaknya, kaki menotol tangan menarik, tubuhnya melenting lebih pesat lagi menuju kebatu gunung yang agak menonjol keluar dari dinding curam itu. Itulah Ginkang kelas tinggi Yan-teng-hun siang-in. Begitu mencapai dinding tubuhnya seperti lengket terus meluncur pula keatas. begitulah beberapa kali menotol dan tangan bekerja, tubuhnya bergerak diatas dinding yang curam dan licin setinggi lima puluhan tombak telah dicapai dengan mudah. Bahwa Pakkiong Yau-Liong sudah hampir dikalahkan total, sudah tentu Ni Ping-ji amat senang, kini melihat Pakkiong Yau Liong melarikan diri dengan cara yang luar biasa ini, sudah tentu tidak rela dia membiarkan orang merat, apalagi ruyung lemas Pakkiong Yau-Liong telah meninggalkan tanda mata dipahanya. Beruntun Ni Pingji memekik pendek. secepat terbang tubuhnyapun memburu kearah dinding, begitu kaki tangan menempel dinding segera dia kerahkan tenaga dalam, sekali bergerak tubuhnya segera merambat naik secepat panah meluncur, gerak-geriknya mirip cecak yang mengejar mangsanya. Ni Ping-ji memang mengembangkan Pia-hau-kang (ilmu cecak) dengan landasan tenaga dalamnya. Lekas sekali NiPing-ji juga sudah mencapai pucuk dinding dan melompat berdiri diatas jurang Selepas matanya memandang tampak dua puluhan tombak diarah barat bayangan seseorang tengah berlari kencang seperti dikejar setan- Maka dengan pekik yang mengerikan segera dia mengudak dengan Ginkangnya yang tinggi Pada saat itulah di dalam lembah terdengar beberapa kali hardikan, serta merta Ni Ping ji merandek dan memutar balik, dia teringat kepada nyonya muda yang datang bersamanya itu. Nyonya cantik yang direbutnya dengan kekerasan beberapa hari yang lalu, betapapun dia segan meninggalkannya begitu saja. Dia tahu bila daya obat yang diminumnya sudah punah, nyonya ini akan meninggalkan dirinya dengan rasa dendam yang tidak terlampias. Karena dia maklum, kecuali dendam hakikatnya nyonya ini tidak pernah menaruh cinta terhadapnya, meski sudah beberapa hari ini mereka tidur seranjang. Maka dia berpikir. "Pakkiong Yau Liong sudah kehabisan tenaga, lari juga tidak akan bisa jauh, biar aku menaruhnya disuatu tempat aman dulu putar balik membuat perhitungan kepadanya." Ni Ping-ji sudah membenci Pakkiong Yau Liong ketulang sumsumnya, dendam gurunya telah dia limpahkan kepada Pakkiong Yau Liong, maka dia sudah berkeputusan, Pakkiong Yau-Liong harus dibekuk hidup,hidup, baruperlahan-lahan dia akan menyiksanya sampai mati. Hardikan nyaring kembali berkumandang dari dasar lembah. Dengan terlongong Tio Swat-in menyaksikan pertempuran ditengah gelanggang, rona mukanya selalu berobah mengikuti perkembangan pertempuran ditengah arena. Untuk sementara dia lupa akan tujuan kedatangannya, karena didalam waktu yang tidak singkat ini, entah mengapa nalurinya seperti telah diliputi khayal yang tidak mampu dia sendiri mengemukakan, keselamatan sipemuda yang tengah menyabung nyawa ditengah arena menjadi perhatiannya yang utama. Sudah tentu Tio Swat- in sendiri tidak tahu, kenapa timbul perasaan aneh dalam benaknya. Akhirnya dia menyaksikan pemuda yang tadi menyaru Mumi dan beberapa kali memberi peluang kepada dirinya telah kabur melesat terbang keatas dinding jurang. Setelah bayangan orang telah lenyap dari pandangan matanya, baru dia menarik napas lega. begitu tertunduk perasaannya seketika hambar, seperti kehilangan apa-apa. Tekanan batin yang mengendor, menyebabkan pikirannya lebih jernih, dalam sekejap ini, suatu pikiran mengetuk sanubarinya, seketika dia sadar akan kehadiran dirinya didalam lembah ini, baru sekarang dia menyadari dirinya terlongong setengah hari tanpa guna didalam lembah yang becek. sementara musuh pembunuh ayahnya Toh-bing-sik-mo tampak tidak jauh disana. Segera dia angkat kepala serta menatap dengan sorot dingin, ternyata Toh-bing-sik-mo juga tengah menatapnya. Maka adegan yang mengerikan itu kembali terbayang dikelopak matanya. darahnya seketika mendidih, hawa amarah meledak dirongga dadanya, bibirnya gemetar, air matanyapun berlinang. Tatapan dingin yang mengandung sinar hijau itu memang menggiriskan hatinya, tapi selama sepuluh tahun ini dia sudah mengecap penderitaan dan kesengsaraan hidup, keluarga berantakan, ayah bunda gugur, sanak saudara tidak diketahui parannya, dalam hatinya sudah timbul satu tekad yang membara, kekuatan yang amat besar, balas dendam, itulah suara yang bergema direlung hatinya, tidak pernah putus gema suara yang menuntut dirinya untuk berusaha menuntut balas. Maka sambil menghardik nyaring segera dia menubruk kearah Toh bing-sik mo, dengan jurus Hwi-ngo-kip to, dikala tubuhnya terapung diudara dia sudah melolos pedang serta memutarnya sehingga menerbitkan deru kencang menerjang kearah Toh bing sik-mo. Serangan mendadak ini menimbulkan reaksi kaget dan heran dari sorot mata Toh-bing sik-mo. Apalagi yang menyerang adalah gadis belia yang berusia tujuh belasan- Hanya bergerak lembut Toh- bing-sik- mo sudah mundur beberapa kaki, pandangannya tetap heran dan tak habis mengerti. Sudah tentu Tio Swat-in tidak hiraukan sorot mata orang, luput serangan pertama dengan suaranya yang serak kembali dia menghardik, kini serangan berubah jurus Boan-ciang-ci ki, pergelangan tangan ditekan pedang menyusup keatas senjatanya menyontek ketiak Toh-bing sik-mo. Bukan saja tidak menangkis, Toh- bing-sik, mo juga tidak balas menyerang, dia hanya menyingkir kepinggir, gerak geriknya seringan daun melayang. Pedangnya menusuk tempat kosong, kembali tubuh Tio Swat-in bergerak mengikuti gaya pedang nya, kali ini langkahnya tampak lincah dan pedangpun bergetar, dengan jurus Ih-sing-coan gwe (bintang pindah mengitari rembulan) sinar pedangnya membentuk sekuntum kembang yang bertaburan, diiringi desis tajam yang dingin, secepat kilat menggulung kearah Toh- bing-sik- mo, serangannya kali ini memang lebih lihay dan mengejutkan. Melihat gaya pedang Tio Swat-in makin ganas, rasa heran dalam sorot matanya makin besar, lekas dia menjejak kaki mundur setombak jauhnya. Bahwa Toh- bing-sik- mo tiga kali memberi peluang kepadanya, Tio Swat-in sendiri juga heran dan tidak mengerti. Pikirnya. "Kenapa dia mengalah tiga jurus kepadaku? Apakah mumi yang satu ini juga palsu ?" Apakah Toh bing sik-mo yang didepan-nya ini palsu atau tulen? Apa pula maksud kehadirannya di sini, kecuali dia sendiri, sudah tentu Tio Swat in tidak mungkin tahu. Meski heran tapi Tio Swat-in tidak kapok. dia sudah bertekad untuk melabrak musuh yang satu ini. Dia yakin kali ini dugaannya pasti tidak akan salah seperti tadi. Begitu menyendal pedang kembali dia memburu maju. Sekonyong-konyong loroh tawa yang bergelombang menimbulkan perasaan dingin bergema didalam lembah. Pedang Kayu Cendana Karya Gan KH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo orang akan bergidik dan merinding mendengar loroh tawanya yang aneh dan khas. Serta merta Tio Swat-in tekan perasaan dan niatnya yang sudah hendak menerjang, mengawasi Toh-bing sik-mo yang tengah berloroh tawa. Ditengah loroh tawanya Toh bing-sik-mo mendadak menubruk sambil angkat gendewa merah sehingga menimbulkan getaran bayangan yang bersusun, lincah dan secepat angin menindih kepalanya dengan tekanan dahsyat. Tlo Swat in dipaksa berkelit kesamping serta balas menyerang dengan sengit. Ditengah pertempuran mereka yang seru, Terdengar derap tapal kuda yang dilarikan pergi. sekilas Ni Ping-ji masih sempat menoleh kearah dua orang yang lagi berhantam, segera dia bawa nyonya muda itu meninggalkan lembah ini. Tio Swat-in seperti tidak mendengar atau melihat mereka pergi, pedang mestika ditangannya terus merabu dengan deras dan lihay, serangan bertubi yang ganas dan sengit. Hari memang sudah terang tanah, tapi langit masih mendung, cuasa masih dingin dan lembab. ceng-hun-kok masih guram dan remang-remang, hembusan angin kencang membawa bau anyir yang memuaikan. Tlo Swat-in masih terus menubruk, menendang, melabrak dengan senjatanya, seperti serigala kelaparan yang ingin melalap mangsanya saja, tapi kecuali keringat yang gemerobyos meski hawa teramat dingin, jangan kata melukai atau merobohkan Toh- bing-sik- mo, seujung rambut lawanpun tidak mampu disentuhnya. Sebaliknya dia merasa letih dan kehabisan tenaga, napas nya sengal-sengaL Sembari menyerang dengan sengit diam-diam dia berdoa, mengharap bantuan arwah ayahnya dari alam baka supaya dia bisa membunuh musuh besarnya ini. Maka dia putar pedangnya dan menyerang berantai dengan jurus tipu yang lihay dan mematikan, serapat jala sederas hujan Toh- bing-sik- mo diceCarnya dengan hebat. Tetapi kepandaian Toh-bing-sik mo memang teramat tinggi bagi Tio Swat-in, ditengah tatapan dingin lawan, ditengah gelak tawanya yang bernada sinis, setiap serangan Tio Swat-in kalau tidak gagal, luput pasti kandas ditengah jalan. Karuan Tio Swat-in makin gugup dan gelisah, ditambah lagi rasa dendam dan kesedihan yang tidak terhingga, dalam keadaan serba payah seperti sekarang bertambah pula tekanan lahir batinnya. Kematian ayahnya yang mengenaskan terbayang kembali dalam matanya. Betapa ibunya menjerit meratap dan sesambatan, air matanya kering sehingga mencucurkan darah, suaranya serak dan akhirnya lunglai ia tak sadarkan diri. Darah ayahnya seperri masih mengucur dari luka-lukanya, darah masih mengalir dari bola mata ibunya Bola matanya yang melotot merah berlinang air mata, Tio Swat in mengamuk. menggembor dan memeklk seperti ingin melampiaskan segala derita lahir dan batin ini, dan ini bukan lagi rengek aleman, bukan gerak gemulai, suaranya sudah serak lidahnya kelu tapi dia masih berjuang membabi buta. Tiba-tiba Toh-bing sik-mo terloroh-loroh pula, gendewa dltangannya mendadak berputar dengan getaran keras lalu mendadak menutuk keluar seperti ular memagur, bayangan merah gendewanya menimbulkan damparan angin kencang menindih kearah Tio Swat-in secara bergelombang. Amarah sudah membakar dada Tio Swat-in, dendam tidak terlampias lagi, karuan hati nya serasa hancur, wajahnya nan halus cantik sudah pucat, kotor oleh keringat dan lumpur bercampur dengan air mata. Tlo Swat-in sudah tidak hiraukan keselamatan jiwa sendiri, kini dia tidak main kelit pula, dengan jurus Hwi-yan-toh lin (burung belibis hinggap dihutan), tiba-tiba pedangnya menyelinap masuk ke tengah lapisan bayangan gendewa merah lawan terus menusuk ulu hati Toh- b ing-s ik- mo. Ternyata Toh bing-sik mo kaget dan menyurut mundur oleh serangan Tio Swat-in yang mendadak dan nekad ini, hakikatnya ini bukan lagi main silat dengan usaha membunuh lawannya tapi lebih mendekati adu jiwa. Tapi pada detik yang gawat itu, untuk menyelamatkan diri tiada kesempatan bagi Toh- bing-sik mo untuk berpikir, buru-buru dia tarik serangan dan melompat mundur setombak lebih. Walaupun dia tidak berhasil melukai Tio Swat-in, untung dia sendiri berkelit secara tangkas, sehingga kedua pihak tidak mengalami cidera. Bahwa serangannya yang nekad berhasil mendesak mundur Toh- bing-sik- mo, sudah tentu Tio Swat-in yang mengira dirinya memperoleh peluang baik tidak mengabaikan begitu saja, sambil menghardik segera dia menubruk pula dingin pedang teracung miring menimbulkan gulungan sinar berkembang, ternyata menginsyafi musuh teramat tangguh, Tio swat-in melancarkan Nga-Liong-puh "Seeeerr" Batang pedangnya seperti berobah menjadi lima batang, bersamaan merangsak tiga sasaran atas, tengah dan bawah, mengincar lima Hiat-to besar ditubuh Toh- bing-sik- mo. Baru saja kaki menyentuh tanah, tutukan pedang Tio Swat-in sudah menyerang tiba pula. Kembali sorot matanya menyala menampilkan rasa kaget dan herannya pula, tapi juga seperti amat marah. Sekilas tampak bola matanya berputar memancarkan sinar buas, mendadak dia menjatuhkan diri, gendewa ditangannya menimbulkan tabir merah mengepruk kearah pedang lawan yang menusuk kelima Hiat-to nya. "Trak" Tidak keras, maka tampak selarik sinar mencelat terbang danjatuh berkerontangan. Ternyata pedang Tio Swat-in telah diketuknya teriepas dan jatuh ditanah. Tio Swat in merasakan seluruh lengannya pegal dan linu, saking kagetnya, tahu-tahu Yu-bun-hiat didepan dada seperti disentuh sesuatu benda. Itulah ujung gendewa Toh bing-sik- mo yang mengancam jalan darahnya. Toh-bing sik-mo berdiri didepannya, bola matanya yang menonjol diantara balut perban dikepalanya tampak memancarkan cahaya dingin tapi mengandung rasa puas dan bangga, Tio Swat-in ditatapnya lekit-Iekat. Bila dia kerahkan sedikit tenaganya menyodokkan gendewanya, jiwa Tio Swat-in akan melayang seketika. Tapi Toh- bing-sik- mo tidak bergerak. kaku seperti mumi tulen, hanya bola matanya saja yang bergerak menatap tajam Tio Swst-in tanpa berkesip. Mati...bagi mereka yang sudah bertekad gugur dimedan laga adalah sesuatu yang tidak perlu ditakuti, namun dalam keadaan seperti sekarang, siapapun akan merasa rawan dan pilu. Si Bungkuk Pendekar Aneh Karya Boe Beng Giok Kemelut Blambangan Karya Kho Ping Hoo Si Rase Hitam Karya Chin Yung