Ceritasilat Novel Online

Si Rase Hitam 8


Si Rase Hitam Karya Chin Yung Bagian 8


Si Rase Hitam Karya dari Chin Yung   "Bangsat! Sungguh berani kau datang mengganggu lagi!"   Caci orang tua itu setelah berhasil menindih goncangan hatinya. Lalu dengan suara yang keras dia telah berteriak;   "Maling! Ada maling! Tangkap! Tangkap!"   Seketika, terdengar teriakan seperti itu, tamu tidak diundang jadi terkejut.   Tubuhnya melompat dan sesaat kemudian dia telah berada dalam kamar.   Dengan wajah ketakutan, erang tua itu mundur sambil menarik tangan sigadis.   Tetapi sudah jelas bahwa mereka tidak akan dapat meloloskan diri lagi dari orang yang berkepandaian memang tinggi itu.   Cie Beng dan Cie Jin, yang sejak semula sudah bersiap sedia, untuk turun tangan, tentu saja tidak tinggal berpeluk tangan.   Seketika itu juga, mereka telah melompat bagaikan dua ekor garuda.   Dan mereka telah melompat masuk kedalam kamar berada dibelakang tamu tidak diundang itu.   "Jahanam kotor, rasakan pedangku ini."   Bentak Cie Beng sambil menyerang dengan gerakan "Im Yang Po San" (Kipas mustika Im Yang).   Tetapi kepandaian orang itu ternyata berimbang dengan kepandaian Cie Beng, dia berhasil mengelakkannya dengan mudah dan lalu menangkis.   Dan Cie Beng tidak berani berayal lagi, dengan tenaga yang lebih besar telah melancarkan serangan lagi.   Cara serangan Cie Beng hebat sekali hampir hampir orang itu kehilangan senjata karena benturan itu.   Penjahat itu merasakan bahwa dia sudah tidak memiliki harapan lagi, terlebih lagi kalau Cie Jin sesaat lagi turun tangan mengeroyoknya.   Karena ayah sigadis juga berteriak2 minta tolong, maka tamu tidak diundang itu akhirnya telah memutuskan untuk berlalu.   Setelah itu, dengan kecepatan seperti terbang dia melarikan diri dengan mengambil arah utara.   Cie Beng dan Cie Jin tidak mau membiarkannya lari dengan begitu saja Disamping menbeici perbuatannya, mereka pun ingin sekali mengetahui siapakah sesungguh nya orang itu, yang ilmu silatnya berasal dari perguruan Bu Tong Pai.   Cie Beng dan Cie Jin mengetahui itu, karena dia telah mempelajari berbagai sarinya ilmu silat.   Cepat2 mereka telah mengejarnya.   Dan dalam waktu yang singkat mereka telah berada di luar kota.   Sementara itu, agaknya sipenjahat menjadi jengkel, dia melihat kedua saudara Cie itu tidak mau melepaskan dirinya.   Dan dia mempercepat larinya.   Itulah sebabnya Cie Jin dan Cie Beng bisa tiba ditempat yang tengah berlangsung pertempuran itu.   Dan Cie Jin maupun Cie Beng tidak bisa berpeluk tengan, melihat rakyat kampung itu yang tengah bertempur melawan orang2nya peme rintah Boan.   Tidak bersusah ppyah, akhirnya semua musuh2 itu telah berhasil dirubuhkan mereka, ada siewie yang terluka dan ada yang segera terbinasa disaat itu juga, Enam tahun yang lalu.   dirumah guru mereka di Sinkiang, ketika orang2 yang hendak mencari balas kepada gurunya, mereka melihat betapa semua lawan itu telah dibinasakan.   Dan kini Cte Jin dan Cie Beng melihat anggota Pek Lian Kauw juga membinasakan siewie2 yang terluka walaupun siewie2 itu memohon2 pengampunan.   "Mereka sudah mengetahui siapa pemimpin kami dan dimana kami mengadakan pertemuan, maka jika dibiartan hidup, bisa mendatangkan bencana untuk kami."   Berkata beberapa orang Pek Lian Kauw.   Cie Beng dan Cie Jin menoleh kepada Hek Sin Ho.   Tetapi ternyata pemuda itu sudah tidak berada ditempat itu.   Sementara Hian Seng Cu, Tong Keng Hok dan pemimpin Pek Lian Kauw setempat yang telah menghampiri mereka untuk menyatakan terima kasih, Cie Beng hendak mempergunakan kesempatan tersebut menanyakan perihal Hek Sin Ho, tetapi sebelum mereka sempat mengucapkan sepatah kata, tiba2 dari bagian belakang rumah itu terdengar teriakan minta tolong, disusul bentrokan senjata dan caci maki sengit.   Semua orang terkejut.   Cie Jin dan Cie Beng cepat2 melompat kedalam ruangan rumah diikuti yang lain.   Mereka berpapasan dengan seorang lelaki kurus tinggi berpakaian serba putih, yang melihat masuknya rombongan itu telah merobah haluan dan melompat keatas genting.   Didalam terdengar teriakan ; Kongcu diculik ! Kongcu diculik I Kongcu dibawa orang ! Tolong l Tolong !"   Semua orang jadi terkejut, karena mereka melihat lelaki kurus berpakaian putih itu memang memanggul tubuh seseorang yang terkulai yang tidak lain dari putera Tong Keng Hok.   Kecuali Cie Beng dan Cie Jin, yang lainnya mengejar.   Dan dari pelayan2 rumah itu, kedua saudara Cie mendengar cerita penculikan itu, dimana ternyata yang mencelik adalah orang she Song yang berhasil membebaskan dirinya dari totokannya Dan disaat pelayan itu tengah berteriak, justru Hek Sin Ho telah tiba dan mengejarnya.   Semua orang Pek Lian Kauw telah menghela napas dalam2 dan mereka berduka, karena mereka nihil melakukan pengejaran.   Dan Tong Keng Hok maupun yang lain hanya mengharapkan agar Hek Sin Ho berhasil mengejar orang she Song itu dan berhasil membawa pulang putera Tong Keng Hok.   Saat itu Hek Sin Ho yang tengah melakukan pengejaran kepada orarg she Song itu jadi penasaran, karena walaupun dia telah mengejar lima belas lie lebih, tetap saja tidak berhasil sedikit demi sedikit memperpendek jarak pisah me reka.   Lewat pula lima lie, agaknya sudah tidak perlu ditunggu terlalu lama lagi untuk menyusul she Song itu.   Setelah lewat lagi tujuh lie, jarak antara1 mereka sudah tinggal setombak lagi.   Kini setiap waktu sudah dapat diharapkan bahwa Hek Sin Ho akan menyerang orang she song itu dan orang she Song sudah putus asa karena dia memang tidak sanggup untuk melawan Hek Sin Ho terlebih lagi kini tengah membawa puteranya Tong Keng Hok, Memang bisa saja dia melepaskan tawanannya dan melarikan diri sekerasnya untuk meloloskan jiwanya.   Tetapi tanpa putera Tong Keng Hok sebagai tanggungan, tidak dapat dia memaksa tokoh Pek Lian Kauw menyerahkan diri kepada pemerintah.   Tetapi jiwanya sendiri tentu saja dianggapnya jauh lebih berharga dari putera Tong Keng Hok.   Dengan pertimbangan begitu, dia hendak melontarkan tubuh puteranya Tong Keng Hok kearah pengejarnya.   Disaat itu mereka sudah mendekati suatu gerombolan pohon2.   Tetapi diluar dugaan segera muncul serombongan orang yang masing2 memegang senjata terhunus dan sudah bersiap pula untuk menyerang dengan senjata rahasia.   Sebagai seorang yang merasa dirinya berdosa, orang she Song itu tentu saja tambah ketakutan, karena menduga orang itu segaja hendak menghadangnya orang2nya Pek Lian Kauw.   Tetapi sesaat kemudian dia jadi girang, langkah lega hatinya ketika tanpa menghiraukan orang she Song itu sama sekali, semua penghadangnya itu telah menghujani Hek Sin Ho dengan senjata rahasia.   Itulah berar2 suatu pertolongan yang tidak terduga, Tanpa menoleh lagi dia segera lari sekuat tenaganya.   Sebaliknya Hek Sin Ho terkejut sekali diserang tiba2 begitu.   Untung saja Hek Sin Ho memiliki kepandaian yang tinggi dia tidak menjadi gugup dan telah berhasil mengelakkan diri dari serangan tersebut.   Dan dari kaget, Hek Sin Ho jadi marah.   Segera juga dia menduga bahwa Oraog2 yang menjadi penghadang itu adalah kawan2nya orang she Song, maka segera dia telah melancarkan serarjgan dengan kuat sekali.   Jumlah orang itu enam orang, dua diantaranya adalah hweshio, sedangkan keempat orang yang lainnya berpakaian sebagai guru silat.   Waktu itu sudab menjelang fajar, dan cuaca sudah agak terang, sehingga dia dapat melihat wajah mereka.   Dia memperoleh kenyataan bahwa tidak seorangpun diantaranya yang dikenalnya.   Tetapi orang2 itu ternyata tidak menyerang lagi.   Dengan menggenggam senjata terhunus, telah mengurung Hek Sin Ho.   "Sicu, kau tentu heran dan penasaran, bahwa kami telah menyerangmu secara menggelap dan tiba2,"   Kata salah seorang diantara hweshio itu dengan sikap yang congkak.   "Kami sedikitpun tidak memiliki maksud tidak baik, dan kami hanya ingin meminta kau melayani kami dan kami adalah kaum jantan, walaupun kami harus melakukan perhitungan denganmu mengenai sesuatu urusan, kami ingin menyelesaikannya sebagai lelaki sejati".   "Taisu, aku sama sekali belum mengenalmu dan teman2mu itu, kecuali jika kalian kawan sipengkhtanat she Song itu."   Menyahuti Hek Sio Ho. Tetapi perkataan Hek Sin Ho justru telah metafsirkan lain oleh orang2 itu. Mereka menduga bahwa Hek Sin Ho takut.   "Kata2 sicu memang benar, kita tidak pernah bertemu. Dan secara langsung juga sicu tidak pernah bentrok dengan kami. Tetapi kami lelaki sejati, juga tidak pernah berpeluk tangan jika melihat perbuatan sewenang2, mengandalkan kepandaian sendiri, lalu membunuh orang tidak berdosa dan terkenal berhati mulia".   "Taisu, aku selalu berusaha melakukan perbuatan2 yang tidak tercela dan juga memang aku benar2 tidak mengerti maksud perkataan Taysu".   "Pineeng (aku) dan saudara2 seperguruan Pinceng tidak mudah dihasut orang. Kami selalu berihati-hati dan sebelum menentukan sikap, kami selalu mencari keterangan Tetapi kali ini, kami telah berhasil mengumpulkan keterangan bahwa yang harus bertanggung jawab atas peristiwa penasaran itu justru sicu adanya."   Walaupun Hek Sin Ho sedapat mungkin menindih kemarahan di hatinya, untuk menghindarkan suatu pertempuran, kini dia tidak dapat menguasai lagi amarahnya.   Kata2 si Hweshio yang terakhir itu benar2 keterlaluan sekali.   Tidak dapat dia melayani begitu saja Terlebih lagi dia mengerti bahwa rombongan si Hweshio tidak akan mau melepaskannya.   "Baiklah kalau begitu", katanya kemudian.   "Karena Taisu memang memaksa, akupun tidak bisa lain dari menuruti saja memperlihatkan kebodohanku". Walaupun berkata begitu. Hek Sin Ho yakin bahwa didalam persoalan ini pasti terdapat salah paham. Dan juga disaat itu, keempat murid Siauw Lim sie yang bukan Hweshio itu telah maju semuanya. Sikap yang terlalu memandang rendah tentu saja membuat Hek Sin Ho jadi mendongkol. Dengan bersenjata atau bertangan kosong dia telah dapat menjalankan ilmu Taikek yaitu ilmu Taikek bun yarg selalu tidak mempergunakan kekerasan. Inti sari Taikek pada umumnya hanya setu yaitu Wan Cwan Put Toan, berputar tidak ada putusnya, tetapi dari unsur itu, yang dipergunakan Hek Sin Ho agak lain. Serangan2 itu terdapat banyak sekali sifat yang mengandung kekerasan dalam serangannya. Mereka segera bertempur, keempat murid Siauw Lim Sie yang tidak mencukur kepala itu telah melancarkan serangan hebat sekali kepada Hek Sin Ho. Cara2 Hek Sin Ho yang aneh dan bertentangan dengan ketentuan2 ilmu silat lainnya, bukan hanya membingungkan keempat tawannya justru kedua hweshio itu jadi tertegun. Sementara itu keempat lawannya Si Rase Hitam Yang Sakti itu telah agak menguatirkan. Si hweshio yang sejak semula bertindak sebagai pemimpin segera melompat ketengah gelanggang, karena melihat keempat kawannya telah terdesak.   "Tahan!"   Dia telah berseru dengan keras. Pertarungan segera berhenti. Keempat kawannya diminta mundur, sedangkan dia sendiri lalu memandang Hek Sin Ho dengan pandangan mata yang tajam. Setelah memandang selama beberapa saat kemudian dia telah berkata ;   "Pantas sicu jadi demikian berati berlaku sewenang2, rupanya kau memang memiliki kepandaian yang lumayan."   Sambil menyisipkan ujung jubahnya yang agak longgar, keikat pinggangnya, hweshio itu segera mendekati Hek Sin Ho.   Tetapi pada saat itu hweshio yang seorang telah berkata "Goan Seng Suheng, kukira tidak perlu kau sendiri yang maju melayaninya, biarlah aku saja yang maju lebih dulu."   Tanpa menantikan jawaban Goan Seng lagi dia langsung melompat kedepan Hek Sio Ho sambil berkata.   "Tadi aku sudah melihat kepandaianmu sicu. Karena kagum, aku Goan Sim, hendak mcminta petunjukmu untuk beberapa jurus. Sebagai seorang murid sang Buddha, aku tidak senang mempergunakan senjata Aku akan melayanimu dengan tangan kosong. Tetapi ini bukan berani hendak memaksamu menyimpan senjata juga. Kalau kau lebih senang bertempur dengan mempergunakan senjata, gunakanlah tanpa segan dan ragu2. Dengan kecerdasannya yang dimilikinya Hek Sin Ho sudah dapat menerkam Goan Sim. Tetapi diapun sangat percaya akan kepandaiannya sendiri. Walaupun menyadari bahwa kesombongan hweshio itu bukan omong kosong belaka, dia sedikitpun tidak menjadi gentar. Setelah berdiri saling diam memanjang beberapa saat. Hek Sin Ho telah melompat sambil melancarkan serangannya mempergunakan kepalan tangan karena senjatanya memang telah dimasukkan kedalam sarungnya. Dan dia telah melancarkan serangannya itu dengan mempergunakan tenaga yang kuat sekali, disertai juga oleh bentakannya;   "Taisu, terimalah!"   Sedangkan hweshio itu, Goan Sim, telah melihat datangnya serangan, jadi dia heran, juga girang.   Itulah serangan yang biasa disebut Jie Liong Co Cu, sepasang naga memperebutkan mitiara, salah satu tipu dari Liong Jiauw Kun, ilmu silat naga, dari Siauw Lim Sie.   Dan pukulan seperti itu telah dikenalnya.   "Terhadap orang lain serangan itu memang berbahaya, tetapi bagiku hanya permainan anak-anak."   Pikir sihweshio.   Hweshio itu mengangkat tangan kirinya untuk menangkis, kemudian dengan cepat dia menerkam pangkal lengannya.   Sungguh cepat gerakannya itu, tetapi sipemuda ternyata juga tidak kalah gesitnya.   Sambil berseru tiba2 Hek Sin Ho menurunkan tubuhnya dan dengan setengah berjongkok tangannya meluncur terus.   Tetapi kini yang -diincer jadi bukan mata sihweehio, tetapi perut Goan Sim yang hendak dijadikan sasaran.   Tentu saja hal itu telah membuat Goan Sim jadi kaget setengah mati, karena lawannya dapat merobah arah serangan dalam waktu yang begitu cepat.   Cepat sekali si hweshio telah berkelit dan dia membalas melancarkan serangan.   Tetapi Hek Sin Ho benar2 hebat dan ilmunya lain dari yang lain.   Kenyataan seperti inilah yang telah membuat Goan Sim seringkali terperangkap oleh keanehan dalam gerakan silat Hek Sin Ho yang lain dari biasanya ilmu silat didunia persilatan, Dengan tidak sabar Goan Sim mengerahkan seluruh tenaganya, dan memperhebat serangannya, agar dapat mempercepat waktu merubuhkan lawannya.   Sesuai dengan ilmu Su Siang Po, waktu serangan Goan Sim suatu saat hampir mengenai dirinya.   Hek Sin Ho telah mengelakkan diri, lututnya tiba2 telah berada didekat iga Goan Sim.   Hweshio itu terkejut sekali, untuk kesekian kalinya dia menghadapi kesulitan dari serangan2 aneh dari sipemuda.   Berkat kepandaiannya memang sempurna, Goan Sim masih berhasil menyelamatkan iganya.   Goan Seng dan murid2 Sjauw Lim yang lain jadi gelisah sendirinya.   Waktu itu pikiran Goan Sim sudah agak kacau.   Tiba2 datanglah serangan Hek Sin Ho yang dilakukan berbareng dengan tangan kiri dan kaki kanan.   Itulah suatu serangan biasa, dan Goan Sim telah menangkisnya dengan mempergunakan jurus Pa Ong Gie Ka.   Tetapi tidak diduga, ketika tangan mereka saling bentur, tiba2 Hek Sin Ho menangkap tangan Goan Sim, dengan meminjam tenaga dikerahkan sipendeta, Hek Sin Ho tiba2 melompat melayang kemuka lawannya.   Goan Sim gugup sekali, agaknya kali ini dia tidak bisa mengelakkan diri lagi.   Goan Seng tidak bisa berdiam diri lagi, dia telah menerjang maju.   Hek Sio Ho tidak takut, dengan mengandalkan kegesitannya dia telah melayani terus.   Begitu pula keempat murid SiauwLim yang tidak mencukur rambut itu ikut menerjang.   Goan Seng mempergunakan pedang, Goan Sim mempergunakan kedua tangannya dan keempat murid Siauw Lim bersenjata golok dan pedang.   Hek Sin Ho jadi sibuk juga melayaninya.   Dan suatu kali, Hek Sin Ho diserang dengan serentak, keenam orang Siauw Lim itu yakin akan berhasil menundukkan Hek Sin Ho, yang akan dapat dirubuhkan.   Dengan gerakan It Ho Ciong Tian yang sangat indah, tubuh Hek Sin Ho tiba2 melompat lurus keatas dan bersama dengan itu diapun sudah menghunus senjatanya.   Mereka bertempur semakin seru.   Keenam murid Siauw Lim Sie benar2 heran melihat ketangguhan pemuda itu.   Hek Sin Ho tidak mengerti mengapa sihweshio menuduh dia berbuat sewenang2, entah apa sebabnya.   Dan akhirnya sambil bertempur Hek Sin Ho telah bertanya2 sebenarnya urusan apakah yang membuat keenam orang Siauw Lim Sie itu memusuhinya.   Mengetahui itu Hek Sin Ho tertawa gelak.   "Sebagai pengkhianat bangsa tentu saja Ong Kee Cie harus dibasmi bukan?"   Teriaknya kemudian. Keenam orang Siauw Kim Sie tentu saja jadi tambah murka, Mereka menyerang semakin hebat saja.   "Dengarlah!"   Kata Hek Sin Ho sambil berkelit, Aku tidak bicara dusta, Ong Kee Cie sebagai putera Han ternyata ingin mengkhianat menjual negara. Aku bisa membuktikannya dan bukti2 itu ada padaku."   "Jangan membual."   Si Rase Hitam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Teriak Goan Sim murka.   "Bukankah empat tahun yang lalu salah seorang saudara seperguruanmu yang bernama Goan Kong Suhu telah mendadak lenyap? Tahukah kalian mengapa dia menghilang? Dia telah tewas dibinasakan oleh Ong Kee Cie sendiri! Jiwanya dihabiskan didekat penyebrangan Kie Hong secara pengecut sekali oleh Ong Kee Cie. karena kebetulan Goan Kong Suhu mengetahui kebusukannya."   Keterangan Hek Sin Ho seperti juga petir ditelinga keenam orang Siauw Liem Sie.   Muka Goan Seng jadi berobah pucat.   Memang benar waktu Goan Kong dalam perjalanannya ke Ouwlam kebetulan telah mendengar tentang suatu rahasia yang dapat menghancurkan nama Siauw Lim Sie.   Ketika itu Goan Kong telab perintahkan muridnya menemani dalam perjalanannya itu untuk kembali ke Hokkian untuk memberikan laporan dan meminta bantuan dari saudara2 seperguruannya.   Dari laporan Goan Kong murid Siauw-Lim Sie sendiri telah menduga bahwa yang melakukan pengkhianatan itu tentu salah seorang murid Siauw Lim Sie, hanya sayangnya Goan Kong belum menyebutkan nama murid pengkhianat itu.   Dengan disertai beberapa orang sutenya atas perintah Hongtio.   Goan Seng telah berangkat ke Ouwlam.   Tetapi Goan Kong tidak dapat mereka jumpai.   Hweshio itu telah hilang tanpa meninggalkan jejak.   Peristiwa itu telah ditutup rapat2 dan kecuali beberapa orang yang menyertai Goan Seng murid2 Siauw Lim lainnya tidak ada yang mengetahui.   Itulah sebabnya Goan Seng jadi terkejut sekali Hek Sin Ho bisa menyebut2 persoalan Goan Kong Taisu.   Tetapi sebagai hweshio ysng memiliki pandangan sempit dan juga jarang bergaul, Goan Seng dan saudara seperguruannya berpandangan lain, yaitu persoalan pengkhianatan murid Siauw Lim harus dirahasiakan rapat2, dan juga karena Hek Sin Ho mengetahui peristiwa itu, dia akan ditangkap untuk dibawa menghadap ke Hongtio mereka.   Keenam orang itu semakin mempercepat serangan mereka menambah tenaga serangan juga.   Hek Sin Ho jadi kewalahan, karena kerjasama keenam orang itu memang kokoh dan dia terkepung rapat.   Dengan mengeluarkan suara jeritan kecil, suatu kali mata pedang Goan Seng berhasil menusuk iga Hek Sin Ho sedalam satu inci dan mempergunakan kesempatan itu dengan nekad Hek Sin Ho menotok Kie Kut niatnya sihweshio sehingga Goan Seng terjungkal.   Tanpa membuang Waktu Hek Sin Ho menerobos keluar dari kepungan itu dan berlari masuk berlari hutan, karena dia menyadari jika bertempur terus dengan cara dikepung btgitu, dirinya bisa kehabisan napas dan tenaga Saudara seperguruan Goan Seng jadi tertegun sementara waktu, dan ketika mereka tersadar, mereka cepat2 menolongi Goan Seng, lalu Cepat2 masuki hutan untuk mengejar Hek Sin Ho ...   SEMENTARA itu setelah lolos dari orang? Siauw Lim Sie.   Hek Sin Ho berlari terus cepat sekali dengan menderita beberapa luka ditubuhnya.   Tetapi luka itu bukan ditempat yang berbahaya.   Dengan menahan lapar dia telah pergi dari desa itu, dia mengerti bahwa penderitaan didesa lebih hebat lagi, karena pasukan tentara Boan telah merampasi semua milik rakyat? Setelah berjalan setengah hari, dia menjumpai Sebuah rumah petani.   Petani itu terkejut sekali, memang waktu itu dia belum mengganti pakaian.   Sementara itu setelah lolos dari orang2 Siauw Lim Sie, Hek Sin Ho berlari terus cepat sekali dengan menderita beberapa luka ditubuhnya.   Karena sudah letih sekali, dia minta tolong menginap kedalam rumah petani itu, yang diluluskan.   Hek Sin Ho telah tidur dengan nyenyak sekali, walaupun masih sore, Esok paginya dia merasakan tubuhnya segar kembali.   Lukanya juga sebagian besar telah kering.   Rencana Hek Sin Ho yang pertama2 adalah orang she Song, yang akan dicarinya untuk mengorek Keterangan mengenai rencana pemerintah menghadapi Pek Lian Kauw.   Menurut yang diketahui, seluruh pasukan siewie yang dikerahkan kaisar telah dikumpulkan menjadi satu dikantor Sumbu Ouwpak.   Dan menurut dugaannya pula, orang she Song pasti pergi ke Sumbu Ouwpak, untuk menyerahkan putera Tong Keng Hok, sambil mengatur rencana untuk menggerebek markas Pek Lian Kauw, yang terletak di Pen Houw Cun.   Hek Sin Ho jadi memutuskan untuk melakukan perjalanan ke Ouwpak.   Seharian suntuk dia berjalan terus, menjelang malam cuaca berobah dengan mendung menutupi seluruh langit.   Untung saja tidak lama kemudian dia melihat kuil tua yang kosong, disaat mana rupanya hampir turun hujan dengan guntur sering terdengar.   Dengan segenggam rumput Hek Sin Ho membersihkan meja pemujaan dan setelah mengisi perut dengan makanan kering yang dibekalnya, dia merebahkan diri dimeja pemujaan yang terbuat dari batu itu, tidur nyenyak.   Tidur tidak lama, tiba2 dia dibangunkan dari tidurnya oleh suara depan kaki kuda yang akhirnya berhenti didepan pintu kuil Disaat itu, Hek Sin Ho gesit sekali melompat keatas wuwungan, untuk mengawasi kearah pintu.   Seorang pemuda bertubuh sedang, tampak gagah dengan memakaian pakaian sederhana melangkah masuk.   Wajahnya tampan, tetapi waktu itu tengah diliputi kesedihan.   Hati Hek ain Ho tertarik, melihat muka orang itu tidak jahat, timbul simpatinya.   Diantara bunyi hujan rintik2, yang sementara itu sudah mulai turun cukup deras, terdengar beberapa orang berlari2 kearah kuil.   Tampak tujuh orang memasuki ruang pemujaan.   Hek Sin Ho jadi terkejut.   Enam diantara ketujuh orang itu adalah kedua hweshio dan ke empat orang Siauw Lim Sie, yaitu Goan Seng dan yang lainnya.   Begitu masuk, dan melihat seorang pemuda sedang duduk seorang diri disudut dinding, orang2 Siauw Lim Sie memandang tajam.   Rupanya pemuda itu jadi tidak senang.   Pemuda itu sesungguhnya orang yang di kejar2 oleh kedua srudara Cie di Pek Houw Cun, shenya Kwan dan bernama Hiong.   Dia memang murid Butong, setelah di Pek Houw Cun melawan siewie2 istana, atas pertanyaan Cie Beng dan Cie Jin dia menjelaskan mengapa telah datang kerumah gadis itu dengan cara mencurigakan.   Gadis itu kawan bermain diwaktu kecil.   Ayah Kwan Hong seorang guru sekolah, telah ditangkap pemerintah Boan karena difitnah.   Ibunya meninggal tidak lama kemudian, dan Kwan Hiong telah menghilang menyelamatkan diri.   Dan kemudian berhasil ditolong oleh Liok Hwe Ceng, yang mendidiknya menjadi muridnya yang kedua.   Setelah belajar tujuh tahun, Kwan Hiong kembali kekampungnya dan bertemu sekali dengan sigadis didesa itu, yang bernama Hwee Swat Hong Namun ayah sigadis yang takut dianggap bersahabat dengan keluarga Kwan.   telah melarang keras pergaulan mereka.   Secara diam2 mereka mengadakan hubungan gelap, namun tetap saja ditentang ayah si Swat Hong.   Tetapi hubungan itu tidak bisa disembunyikan dari mata ayah Hee Swat Hong, yang lalu mencarikan jodoh untuk putertnya untuk memutuskan bubungan itu.   Calon suami Hee Swat Hong putera seorang bekas pembesar tinggi yang mengundurkan diri.   Kwan Hiong tentu saja berduka mendengar keputusan ayah kekasihnya itu, dan malam ini dia telah sengaja ingin menemui kekasihnya itu, dan telah kepergok oleh ayah sigadis dan juga kedua saudara Cie itu.   Goan Seng dan kawan2nya heran melihat sikap Kwan Hiong yang seperti tidak menyukai kehadiran mereka.   Sesungguhnya Kwan Hiong yang tengah kusut pikiranrya memang tengah ingin menyendiri.   Ketujuh orang itu pergi kesudut lain, tidak memperdulikan Kwan Hiong lagi.   Dalam percakapan itu Hek Sin Ho mengetahui orang yang ketujuh bersama Goan Seng tidak lain murid Ong Kie Cie.   Mereka rupanya penasaran dan tengah menyelidiki dimana adanya Hek Sin Ho untuk ditangkap hidup2.   Tentu saja Hek Sin Ho jadi mendongkol.   Sementara itu Kwan Hiong terganggu sekali oleh suara percakapan ketujuh orang itu.   Dan samar2 dia mendengar perkataan "Pemuda bangsat".   "pemuda kurang ajar"   Secara tidak jelas, terlebih hatinya tengah uring2an, keruan saja dia menduga orang2 itu tengah mencaci dia Akhirnya Kwan Hiong tidak bisa menahan kemendongkolan hatinya, dia berdiri .   "Toasuhu siapa yang pemuda bangsat, siapa pemuda yang kurang ajar ? Kalau memang kalian laki2 Sejati, bicara terang2an, jangan kasak-kusuk begitu mengganggu ketenteramanku. Jika kalian masih ingin bercakap terus, silahkan diluar saja". Goan Seng dan kawan2nya menganggap teguran itu tanpa alasan dan mereka tercengang. Tetapi karena mereka menganggap Kwan Hiong seorang pemuda yang kurang waras, Goan Seng telah mengeluarkan kata2 manis, meminta maaf jika sekiranya mereka mengganggu ketentraman si pemuda. Sebaliknya murid Ong Hee Cie, dia tidak terima teguran itu. lebih2 mengingat dia berada bersama pentelan2 Siauw Lim Sie.   "Hei, ini bukan kuil milikmu, bukan milik siapa juga, siapa yang mau berteduh disini tentu saja bebas tidak ada larangan. Jika kau merasa terganggu, silahkan kau yang keluar dari kuil ini."   Katanya dengan suara yang diliputi kemendongkolan. Mendengar perkataan murid Ong Kee Cie, Kwan Hiong jadi sadar dari kekeliruannya.   "Baiklah, ya, memang akulah yang keliru dan berbuat tidak pantas. Harap agar dimaafkan"   Katanya dan dia kembali kesudut dimana tempatnya tadi. Pihak lain, murid Ong Kee Cie rupanya menganggap pemuda itu takut."   Dia jadi semakin congkak.   Dengan suara memandang rendah dia telah berkata "Baiklah kalau kau telah menyadari kesalahanmu, apakah kau kira cukup meminta maaf saja? Kau harus menjura tiga kali, baru tuan besarmu ini puas".   Goan Seng dan sute2nya terkejut mendengar keponakan murid mereka, tetapi sudah terlambat untuk dicegah.   Kwan Hiong diam saja, dan murid Ong Kee Cie telah melompat sambil membentak.   "Enak saja kau tadi menggoyang lidah, harus menjura meminta maaf, kalau tidak kuhajar kau"   Bentaknya.   Ayo cspat menjura...cepat aduuh".   Beberapa patah terakhir diucapkan sambil mengangkat tangannya.   Tetapi tahu2 tubuhnya telah terpental terbanting dilantai.   Mulut murid Ong Kee Cie juga terasa asin rupanya telah berdarah.   Goan Seng dan yang lainnya terkejut, mereka bangkit.   Dengan cepat Goan Seng menarik keponakan muridnya itu untuk merendahkan.   Dan setelah dibentak Goan Seng, murid Ong Kee Cie tidak berani membantah lagi dan berdiam diri, Setelah kembali ketempat mereka.   murid2 Siauw Lim Sie itu tidak melanjutkan percakapan mereka lagi.   Dan mereka juga telah merebahkan diri untuk tidur.   Kwan Hiong juga telah merebahkan tubuhnya untuk tidur.   Hanya bunyi hujan yang masih terdengar.   Hek Sin Ho dapat menyaksikan semua itu dia merasa kagum akan sifat kesatria pemuda she Kwan yang mengakui kekeliruannya dan mau meminta maaf.   Tidak lama kemudian, Hek Sin Ho terkejut karena melihat murid Kee Cie perlahan2 bang kit sambil meloloskan pedangnya dan menghampiri Kwan Hiong.   Jelaskan bahwa murid Ong Kee Cie tidak bermaksud baik.   Ccpat2 Hek Sin Ho mengambil debu diwuwungsn itu, dia mempergunakan ludah untuk memulungnya menjadi tiga butir bola kecil.   Saat itu murid Ong Kee Cie telah tiba di belakang Kwan Hiong yang tidur membelakangi dan disaat pedangnya ingin diayunkan, tiba2 Hek Sin Ho menimpuknya.   Dua butir bola itu mengejai sepasang Kie Kut Hiat dibahu kiri dan kanan, bola ketiga menghajar Sio To Hiat tulang punggungnya.   Seketika itu juga murid Ong Kee Cie merasakan kaki tangannya kaku dan tak dapat digerakkan lagi Dia berdiri bagaikan patung berdiri dengan sikap ingin membacok.   Dengan mempergunakan sehelai tirai, dia turun perlahan2 dan mengambil bekal murid Siauw Lim Sie, lalu berayun dengan tirai, itu mengingatkan bekal2 itu dipunggung murid Ong Kee Cie.   Dengan sebatang jarum dia menulis di dahi orang itu;   "Inilah hadiah Hek Sin Ho untuk seorang busuk". Setelah melakukan semua itu dia pergi meninggalkan kuil. Setelah berjalan kurang lebih lima lie, mulailah hujan mereda. Samar2 dikejauhan, kurang lebih tiga atau empat lie dari tempatnya, tampak beberapa bangunan diatas sebuah bukit rendah. Dalam sekejap dia sudah tiba dikaki bukit itu. Tiba2 dia mendengar suara gemerincingnya suara saling benturnya senjata, ternyata suara itu datang dari balik kaki bukit. Dia jadi ragu2. yang dicarinya adalah tempat yang tenang untuk melanjutkan tidurnya. Baru saja Hek Sin Ho ingin meninggalkan tempat itu tiba2 dia melihat sepasang kaki yang menonjol keluar dari semak2 disisi kirinya, dan tidak jauh tampak menggeletak sebatang golok, Pemandangan itu menimbulkan perasaan ingin tahunya, Ketika itu Hek Sin Ho telah melihat milik kedua kaki itu tidak lain dari sesosok mayat, yang mukanya telah rusak sekali dan menyeramkan. Dan juga, seluruh sakunya telah dikosongkan; Ketika Hek Sin Ho berjalan beberapa saat lagi, dibalik bukit itu ternyata terdapat sebuah perkampungan yang bernama Cie Kecung (perkampungan Cie semuanya kosong dan htnya tampak mayat2 belaka yang menggeletak tanpa terlihat seorang manusiapun juga. Tidak jauh dari tempat itu tampak seorang gadis tengah bertempur melawan empat Orang yang memakai seragam Gie lim kun, tentara pengawal kota raja. Dengan gusar Hek Sin Ho menyerang hebat sekali kearah keempat Gie lim kun itu, dan dia telah berhasil mematahkan tangan dari salah seorang Gie lim kun. berhasil memotong putus tangan yang lainnya dan menghajar yang seorang lainnya jadi muntah darah. Dan yang seorang lagi telah dipukulnya di dekat kepalanya sehingga pingsan disaat itu jua, Tetapi si gadis tiba2 berteriak, karena saat itu telah menyambar tiga golok terbang kearahnya. Hek Sin Ho terkejut jarak mereka terlalu dekat, karena Gielimkun yang seorang, yang terluka tangannya yang kiri, telah melancarkan serangan menggelap itu, dan disaat itulah Hek Sin Ho mengibaskan tangannya, golok terbang itu menyambar kearah pemiliknya sehingga Gielimkun yang seorang itu kontan binasa. Setelah itu Hek Sin Ho merangkapkan tangannya memberi hormat.   "Terima kasih atas seruan nona tadi. Sehingga jiwaku tidak perlu terbang meninggalkan ragaku."   Katanya kemudian. Tetapi jawaban sigadis membikin dia heran bukan main.   "Hemm."   Mendengus sigadis.   "Apakah kau hendak menonjolkan jasamu, bahwa tadi kau telah menolong aku dan aku belum menyatakan terima kasih? Dan aku kira kita telah sama2 tidak menanggung budi, bukankah tadipun aku telah meneriakimu sehingga golok2 terbang itu tidak mengenai dirimu?"   Hek Sin Ho tertegun. Dia memperhatikan gadis itu yang sesungguhnya tidak terlalu cantik dan sepasang kakinya tidak kecil.   "Nona tentunya kau Cie Siocia, bukan? Mengapa kau begitu gembira? Mungkinkah kau belum mengetahui bahwa rumah tanggamu telah di obrak-abrik musuh dan keluargamu telah dicelakai orang?"   Tetapi dugaan Hek Sin Ho meleset, sigadis bukan menangis terisak2 atau terkejut, justeru tertawa tergelak2.   "Apa katamu? Kurang ajari Keluargaku dicelakai orang? Jangan mimpi kau? Orang yang dapat mencelakai keluargaku belum ada dan tidak akan pernah ada? Jangan sembarangan menggoyangkan lidah!"   "Nona Cie......"   "Siapa nona Cie?"   Bentak sigadis.   "Aku bukan she Cie dan apakah yang telah terjadi diperkampungan ini ?"   Untuk sekian kalinya Hek Sin Ho jadi terkejut.   "Ohhh. jadi nona bukan puteri Cungcu perkampungan ini ? Tadi kukira kau tentu Cie 5iocia. Bolehkah aku mengetahui siapa orang tuamu ?"   "Kau benar2 banyak lagak. Kalau bertanya, lebih baik jangan mutar2 begitu "   Hek Sin Ho benar2 kewalahan menghadapi gadis itu. Tetapi sebaliknya dari marah karena berulang kali dimaki, dia justru merasa tertarik oleh sikap sigadis.   "Baiklah, Bolehkah aku mengetahui namamu?"   Tanyanya tertawa.   "Aku tidak mau memberitahukan namaku,"   Kata sigadis kemudian.   "Engkau jangan curang, seharusnya kau memberitahukan namamu dulu."   "Namaku sudah sejak enam tahun sudah tidak pernah kupergunakan lagi. Pertama-tama karena kuatir dicelakai orang, dan akhirnya karena aku kuatir jika dengan kepandaianku yang belum sempurna ini aku hanya akan mendatangkan malu keluarga."   Hek Sin Ho diam sejenak, sampai akhirnya dia berkata lagi .   "Orang- biasi memanggilku dengan Hek Sin Ho."   Sigadis telah tertawa bergelak2.   "Hek Sin Ho ?"   Si Rase Hitam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Katanya tertawa.   "Sungguh tepat dengan mukamu yang tidak putih itu.... hahahahaha"   Biasanya Hek Sio Ho memang tidak senang disebut2 mukanya yang hitam itu, tetapi dia mengerti sigadis polos dan tidak mengandung maksud menghinanya, justru membuat dia tertawa juga.   Terlebih lagi dia melihat sikap sigadis yang bebas sedikitpun tidak canggung."   "Karena engkau hanya menyebutkan gelaranmu, maka cukup akupun memperkenalkan gelar anku yang diberikan kawan2, yaitu Pek Bin Ho Lie."   Pek Bin Ho Lie berarti Si Rase bermuka putih, Dan Hek Sin Ho mengerti bahwa Pek Bin Ho Lie bukan gelaran sigadis.   melainkan gadis itu memang ingin mengejeknya bergelar Hek Sin Ho.   Sungguh kebetulan, engkau si Rase putih dan aku si Rase hitam.   Kau Rase akupun Rase biarpun kau putih dan aku hitam, kita masih sebangsa dan sebagai Rase.   tidak heranlah kau senang berkawan dengan Rase."   Kata Hek Sin Ho tertawa. Sigadis jadi tersadar bahwa dia telah melakukan kekeliruan. Dengan menyebut dirinya Rase juga, berarti dia memang merupakan sebangsa dengan pemuda hitam itu. Sebaliknya, dari marah dia telah tertawa.   "Uhhh, siapa yang sudi berkawan denganmu. Melihat kulitmu yang hitam itu, aku jadi takut kalau2 nanti kena lumuran hitamnya."   Hek Sin Ho tertawa dia tidak marah.   "Memang aku tahu bahwa kau takut melihatku, sebab sejak tadi aku melihat wajahmu yang terus menerus pucat."   Katanya membalas ejekan sigadis. Wajah sigadis berekah, namun disaat dia hendak berkata2, telah terdengar suara "cit, cit cit"   Segera tampak seekor tikus kecil berlari dengan cepat sekali dikejar seekor kucing.   Sigadis jadi menubruk Hek Sin Ho dan memegang kedua lengan Hek Sin Ho sambil menjerit ketakutan.   Dalam sekejap saja tikus itu sudah lenyap dibalik rerumputan.   Dia jadi malu sendirinya dan tidak mengucapkan kata2 lagi sambil melepaskan cekalan tangannya dilengan Hek Sin Ho, Sebaliknya Hek Sin Ho tertawa bergelak2.   "Ternyata lunturan hitam dari kulitku berwarna merah, lihat mukamu menjadi merah."   Ejeknya. Gadis itu benar2 mati kutunya. Dan tidak menjawab ejekan Hek Sin Ho, dan karena jengkelnya dia telah menangis Hek Sin Ho jadi kaget bukan main.   "Sudahlah nona"   Katanya menyesal.   "Aku sungguh menyesal. Harap kau mau memaafkan kesalahanku. Sudahlah, jangan menangis". Tiba2 terdengar suara rintihan salah seorang Gielimkun, menyadari mereka.Cepat2 Hek Sin Ho menghampiri Gielimkun yang baru tersadar dari pingsannya. Dia mendesak Gielimkun itu, mengorek keterangannya. Ternyata pemilik perkampungan itu Cie Hwan telah masuk dalam daftar hitam Dan keempat Gielimkun itu telah merampoknya. Hek Sin Ho menanyakan dimana Gielimkun itu menyembunyikan harta rampokannya itu, maka diberitahukan oleh Gielimkun yang sudah tidak berdaya dan ketakutan itu, harta rampokan disimpan dibawah kotoran kuda diistal kuda belakang perkampungan itu. Hek Sin Ho bekerja dengan cepat, harta itu telah dibuntalnya menjadi dua dan kemudian dia menghantam selangkangan Gielimkun itu, menotok beberapa jalan darahnya, memusnakan seluruh kepandaiannya dan baru kemudian berangkat dengan sigadis Dalam perjalanan, sigadis memperkenalkan dirinya sebagai anggota muda Ang Hwa Hwe yang akan menghadiri pertemuan orang2 gagah di Ho Ke Cung, milik bekas ketua Ang Hwa Hwe didaerah Ouwpak barat laut yang bernama Ho Keng Thian. Salah seorang yang diundang adalah Cie Hwan, tetapi ternyata kedatangan sigadis terlambat. Hek Sin Ho memeriksa keadaan korban2 dari keganasan pasukan pemerintah itu, ternyata sudah tidak ada yang bernapas. Maka mereka segera dikuburnya. Walaupun baru berjumpa, namun mereka merasa cocok dan banyak persamaan watak dari sifat, bergaul bebas.   "Eh hitam", kata sigadis tiba2.   "Karena telah bertemu dengan kau disini, walaupun tidak terdapat didalam daftar, aku lancang mengundangmu untuk hadir juga.".   "Mana berani aku menghadiri pertemuan orang2 gagah? Aku mana termasuk hitungan Enghiong?"   Kata Hak Sin Ho.   "Siapa yang menganggap Kau Enghiong? Aku sudah tahu, kau memang bukan Enghiong, hanya si hitam yang mukanya seperti setan, sangat menyeramkan sekali. Aku mengundangmu hanya menguji mereka yang hadir nanti, untuk menakuti saja, untuk melihat siapa yang penakut."   "Baiklah pucat......"   Kata Hek Sin Ho.   "Eh, apa kau bilang ? Kau memanggil aku si Pucat ? Ku tampar mulutmu."   Teriak sigadis.   Hek Sin Ho tertawa, dia lari dikejar sigadis yang tidak dipanggilnya dengan sebutan nona lagi, tetapi Pucat.   Tiba2 disaat mereka tengah saling kejar begitu.   Hek Sin Ho telah menunjuk kebawah lembah sambi1 mendengarkan teruan tertahan sigadis juga melihat, dibawah lembah empat orang penunggang kuda menuju keatas bukit.   Hek Sin Ho mengajak sigadis bersembunyi.   Mereka tidak menanti lama keempat penunggang kuda ini tiba, Maka mereka mirip satu dengan yang lainnya dan juga tampaknya mereka bengis2 dengan dahi yang sempit menonjol keluar kedepan.   Mereka juga masing2 membawa sebatang golok dengan bentuk tubuh yang kasar.   "Toako, janganlah kita bekerja tanggung? Sebaiknya kita tangkap saja seluruh keluarga Cie untuk diserahkan kepada sumbu sebagai hadiah. Setelah kita memperoleh undangannya untuk membantu pihak pemerintah untuk membasmi pemberontak didaerah ini, maka kedatangan kita sambil membawa hadiah berharga, tentu Sumbu akan gembira sekali".   "Jangan, lebih baik kita mempergunakan lidah kita saja, jika memang gagal, barulah mempergunakan lidah kita saja, jika memang gagal, barulah mempergunakan kekerasan. Disaat itu orang2 didaerah Ouwpak baru mengetahui siapa Hui-ho Susai (Empat Singa dari sungai Hui)". Hek Sin Ho terkejut, karena Huiho Susay merupakan empat penjahat yang terkenal memiliki kepandaian tinggi dan jahat sekali.   "Engkau dengar apa yang mereka bilang tadi, Pucat? Kini jelas bahwa pihak pemerintah juga telah mengumpulkan jago2 untuk meramaikan pertemuan orang2 gagah Ang Hwa Hwe Sigadis hanya tertawa mendengus. Ketika sampai di muka Cie Ke Cung, keempat Singa itu terkejut sekali. Mereka telah menghunus senjata masing2 dan memeriksa kedalam perkampungan. Dan tidak lama kemudian mereka keluar lagi dengan menggerutu, karena tidak menjumpai sesuatu dan telah didahului orang. Mereka penasaran dan berpencaran untuk mencari kalau2 masih ada keluarga Cie yang hidup. Disaat itu, Hek Sin Ho memperoleh serupa pikiran, setelah keempat singa itu berlalu ke tempat yang cukup jauh, Bek Sin Ho keluar dari tempat persembunyiannya dan melepaskan tali tambatan kuda, dan mengukir beberapa huruf dibatang pohon itu. Dan lalu dia mengajak sigadis menaiki salah seekor kuda itu. Sigadis ragu2, tetapi Hek Sin Ho sudah menarik tangan sigadis. Setelah lari cukup jauh dan aman, Hek Sin Ho baru memperlambat larinya kuda itu. Tidak lama kemudian mereka telah tiba ditepi sungai Tiangkang. Waktu itu sudah jauh lewat lohor, maka jika mereka hendak mencapai kota Bu Ciang sebelum datang senja, mereka harus cepat menyeberang. Waktu itu ditempat penyerangan kebetulan agak sunyi dan mudahlah mereka menyewa perahu. Akhirnya mereka tiba dimuka kota Bu Ciang. Sigadis hendak langsung mencari rumah Ciu Kian Bin untuk menyampaikan undangan Tan Kee Lok dan baru setelah itu mencari rumah penginapan. Rumah Ciu Kian Bin tidak sulit untuk dicari, walaupun hampir tidak ada yang mengetahui bahwa dia seorang jago silat yang harus disegani, namun sebagai saudagar barang2 dari besi dan sebagai hartawan yang banyak mengenal, namanya dikenal diseluruh kota. Ciu Loen ini berusia kurang lebih lima puluh tahun, ternyata sangat ramai. Tuan rumah telah mengundang mereka bersantap malam dan memaksa untuk bermalam di rumahnya. Tengah malam tiba, tiba2 Hek Sin Ho melompat bangun dan lari keluar, tetapi setibanya diluar pintu dia berhenti. Dia menengok kekanan dan kiri bagaikan tengah mencari sesuatu. Dan tidak lama kemudian dia kembali dengan wajah yang tidak puas, sehingga sigadis heran ;   "Apa yang kau cari?"   Tanyanya.   "Tadi aku telah melihat seseorang yang tidak salah lagi sijahanam she Song. tetapi cepat sekali dia menghilang". Saat itu mereka tengah berada disebuah rumah makan, sehingga percakapan mereka dapat berlangsung lancar, karena sigadis memang malam itu sengaja mengajak Hek Sin Ho mengelilingi kota untuk melihat2 keadaan. Tidak lama kemudian mereka telah meninggalkan rumah makan itu untuk pulang kembali kerumah Ciu Kian Bin. Berhubung dengan adanya peristiwa tadi maka dalam perjalanan pulang mereka berlaku sangat waspada. Ketika mereka hampir tiba dirumah Ciu Kian Bin. mereka mengetahui ada yang mengikuti. Hek Sin Ho segera memberitahukan sigadis dan merobah haluan. Mereka sengaja menuju kepintu kota selatan, untuk kemudian keluar dari Bu Ciang. Di pintu kota orang yang mengikuti bimbang sejenak, tetapi segera sudah berjalan mengikuti kedua muda mudi itu. Sejenak itu, Hek 5in Ho dan sigadis telah mengetahui bahwa orang itu benar2 telah mengikuti mereka. Dan sengaja telah dipancing keempat yang sepi. Tetapi setelah tiba diluar kota, mereka tidak bisa mengerjakan sipengikut itu, kare a orang itu tidak mau mendekat. Setelah berjalan kurang lebih lima lie, diarah depan tampak gerombolan pohon2 yang menghalangi pemandangan. Mungkin sekali ditempat itu terdapat jalan yang bercagak. Ternyata memang dibalik gerombolan pohon itu terdapat dua jurus jalur jalan-jalan, sebagai telah diatur, mereka segera memecah diri. Hek Sin Ho mengambil jalan yang kanan, sedangkan sigadis kekiri. Tetapi hanya beberapa langkah mereka berjalan, kemudian pula. Mereka mengambil kedudukan dengan seberang menyebrang. Sementara itu erang yarg mengikuti mereka tadi telah mempercepat langkahnya, Ketika tidak melihat muda mudi itu, dia cepat2 memburunya sambil berdiri, karena takut kehilangan mereka. Dengan napas memburu orang itu tiba diantara pohon2 itu. Tiba2, sebelum dia mengetahui apapun juga disaat itu dia telah disergap dari dua penjuru. Dan tanpa bisa memberikan perlawanan orang itu diseret gerombolan pohon2. Orang itu ternyata berkepala batu. Pertanyaan2 Hek Sin Ho sama sekali tidak dijawabnya. Dengan ilmu menotok yang istimewa dia segera dapat membuat orang itu merintih2 minta diampuoi. Sampai sekian lama dia mendiamkan saja. Setelah orang itu berjanji akan menjawab semua pertanyaannya, dia membebaskannya dari totokannya. Ternyata dia seorang buaya darat dikota Bu Ciang, Namanya Pauw Leng Memang dia telah dimanfaatkan pemerintah sebagai mata2. Saat terakhir ini pemerintah memang tengah mempersiapkan banyak mata2nya, sebelum terdengar berita bahwa pemimpin Pek Lian Kauw di An Hui telah digebrak dan kauwcu Lauw Cie Hiap telah ditawan, namun dapat melarikan diri, Hasil penyelidikan menyatakan kauwcu itu kini bersembunyi di Ouwpak. Keadaan di sekitar daerah Ouwpak jadi tegang dan gawat, karena pemerintah melakukan pengejaran terus. Selanjutnya sibuaya darat Pauw Leng menceritakan bagaimana hari itu ketika dia sedang berjalan, tiba2 dia ditegur oleh Song Tong leng. Orang she Song itu telah menariknya masuk ke sebuah kedai minuman. Dia diperintakan mengikuti Hek Sin Ho dan jika itu melaporkan semuanya kepada Song Tongleng itu. Keterangan seperti itu tentu saja menggembirakan Hek Sin Ho. Dan kini memiliki pegangan untuk memulai penyelidikannya. Hanya sampai disitu saja habislah keterangan Pauw Leng. Jelaslah bahwa dia memang tidak mengetahui lebih banyak dari itu. Dengan mata mendelik dan sikap sangat galak Hek Sin Ho telah mengancam jika buaya darat itu berani membuka rahasia dia akan didalangi untuk dibunuh. Dengan kegembiraan luar biasa dan mengucapkan terima kasih berulang2, dia telah kembali kekota. Hek Sin Ho dan sigadis segera berjalan kearah kota. Dengan mengambil jalai memutar meroka telah kembali kegedungnya Ciu Kian Bin. Tetapi dalam perjalanan Hek Sin Ho mengajak si gadis untuk mengikuti "sibuaya darat Pauw Leng untuk mencari jejak orang she Song. Dengan mempergunakan ilmu meringankan tubuh mereka bisa lebih dulu dari sibuaya darat. Hek Sin Ho mengajak sigadis masuk ke sebuah kedai arak didepan pintu kota dan mengamati orang2 yang keluar masuk pintu kota. Disitulah mereka menantikan tibanya Pauw Leng. Sudah agak lama mereka menanti, ketika Pauw Leng muncul dipintu kota. Buaya darat itu lambat sekali jalannya, karena mungkin tenaganya belum kembali seluruhnya. -oo0dw0oo-   Jilid 8 Hek Sin Ho cepat menyelesaikan pembayaran minumannya dan bersiap2 untuk mengikuti buaya darat itu, cuacapun cepat sudah semakin gelap.   Setelah berjalan sekian lama, akhirnya Pauw Leng masuk kesebuah warung arak tampaknya mesum.   Diambang pintu dia berhenti sejenak sambil melayangkan pandangannya keseluruh ruangan.   Kemudian dia menghampiri seseorang yang duduk seorang diri disebuah meja.   Jalan dimana warung arak itu berada sesungguhnya lebih tepat dalan bentuk lorong karena sempitnya.   Dengan berdiri diseberang lorong mereka dapat melihat segala apa yang terjadi didalam warung itu dengan jelas lewat pintu dan jendela sehingga Hek Sin Ho dapat tenang2 menantikan perkembangan berikutnya.   Lewat sekian lama orang itu menerima laporan Pauw Leng dan kemudian memberikan sepotong perak kepada buaya darat itu.   Orang itupun meninggalkan warung arak dengan langkah yang mantep dan gerak gerik gesit.   Jelaslah bahwa dia bukan orang sembarangan.   Setelah berjalan sekian lama, akhirnya orang itu berhenti dimuka sebuah gedung besar yang tampak sunyi sekali.   Sebagai jawaban atau ketukannya, tampak sebuah lobang pengintai dipintu terbuka dan sebuah lobang lainnya tampak cahaya lampu menyoroti mukanya.   Pintu telah terbuka dari dalam, masuklah orang itu.   Mereka mengerti bahwa gedung itu tentu merupakan salah satu markas yang penting, maka pengawalan disitu sangat keras dan ketat.   Setelah terasa cukup aman, Hek Sin Ho menjelaskan kepada sigadis agar kembali kegedungnya Ciu Kian Bin, sedangkan dia ingin menyelldiki gedung itu.   Pertama kali dia mendengar saran Hek Sin Ho, sigadis tersinggung, karena menganggap Hek Sin Ho memandang rendah kepadanya.   Tetapi dengan sabar Hek Sin Ho menjelaskan lagi bahwa tugas yang diberikan Tan Kee Lok kepada sigadis juga tidak kurang pentingnya.   Akhirnya gadis itu mau juga menuruti saran Hek Sin Ho.   Setelah sigadis berlalu, Hek Sin Ho mendekati lagi gedung tadi.   Pekarangan gedung sepi dan luas, dia melompati dinding gedung itu.   Dengan memiliki kepandaian yang sempurna, Hek S-n Ho tidak mengalami kesulitan apa2.   Disaat itu, rumah2 disekitar tempat itu semuanya dikelilingi taman yang luas.   Memang untuk berkeliaran dirumah itu tidak mudah.   Akhirnya Hek Sin Ho melompat keluar lagi, karena dia mendengar dari ujung jalan terdengar suara penjaga malam dan kereta kuda yang derapnya keras.   Waktu dia melihat iring2an yang terdiri dari beberapa kereta dan beberapa puluh orang berkuda dengan diterangi obor, tengah menuju kearahnya.   Tidak lama kemudian iringan itu lewat, itulah iring2an piauwsu.   Didalam iring2an itu terdapat dua puluh lima orang piauwsu.   Disamping itu tiga orang perwira Gielimkun.   Didepan gedung yang tengah diawasi Hek Sin Ho, iring2an piauwsu itu berhenti.   Salah seorang diantara ketiga perwira Gi'elLi kun segera mengetuk pintu.   Sedangkan piauwsu 2 telah berdiri berbaris di muka barisan kereta, dan Hek Sin Ho leluasi menyelusup masuk kebawah kereta dengan mengkaitkan kedua kakinya dibatangan roda.   Sementara itu pintu sudah dibuka dan kereta itu bergerak maju lagi.   Walaupun ada perwira Gielimkun itu yang ikut menjaga kawalan kereta tersebut, akhirnya Hek Sin Ho berhasil ikut masuk kedalam gedung itu tmpa menemui kesulitan walaupun di kawal ketat.   Keadaan didalam sangat terang, tetapi Hek Sin Ho tidak perlu kuatir, karena memang dia berada dibawah kereta.   Terdengar seseorang menyampaikan agar piauwsu membawa kereta2 kesayap kiri dari gedung tersebut, di mana muatannya akan dibongkar.   Hek Sin Ho menggeser sedikit letak tubuhnya kekiri, dan kemudian melepaskan cekalan tangannya yang satu untuk memutuskan kancing bajunya, disentilnya kepantat kuda dengan mempergunakan lwekang Kuda itu meringkik dan telah lari cepat sekali.   Piauwsu yang menuntun kuda itu terlempar satu tombak lebih.   Hewan itu lari bagaikan kalap.   Piauwsu2 lainnya juga tidak berwaspada.   tentu saja kaget dan heran.   Keadaan benar2 jadi semakin gaduh, apalagi ketika para piauwsu dan pengawal2 gedung itu membawa obor.   Dengan disertai teriakan2 mereka.   Disaat kacau dan banyak obor yang tidak menyala, Hek Sin Ho melompat keluar.   Perbuatannya itu bukannya tidak mengandung bahaya, sedikit saja terlambat atau keliru bergerak, tubuhnya pasti akan jatuh dibawah roda.   Dengan beberapa lompatan dia tiba diwuwungan darimana dia dapat menyaksikan bagian dari gedung itu secara leluasa.   Halaman belakang gedung itu sangat luas dan dikanan- kirinya terdapat bangunan2 kecil yang dibangun memanjang sepanjang kedua dinding samping dan berloteng pula.   Ditengah halaman itu terdapat sebaah bangunan indah dibangun di tengah2 empang.   Untuk mencapainya seseorang harus melewati sebuah jembatan batu yang merupakan penghubung satu2nya antara tepi empang dan paseban tersebut.   "Mungkinkah mereka orang2 undangan pemerintah sebangsa Hui Ho Susay"   Pikir Hek Sin Ho ketika melihat beberapa orang ahli2 silat tangguh, yang memakai seragam Gielimkun.   Sementara itu kekacauan disekitar sayap kiri sudah reda dan sepuluh orang itupun sudah kembali kepaseban dan keadaan menjadi sunyi.   Kesepuluh orang itulah yang diperhatikan oleh Hek Sin Ho karena jelas mereka bukan bangsa Boan dan juga mata mereka yang tajam memperlihatkan mereka merupakan akhli2 silat.   Sementara itu Hek Sin Ho sudah berada di bawah pohon2 Yangliu ditepi empang.   Selama beberapa saat dia mengamati paseban itu, yang bentuknya empat persegi dan tidak berdinding.   Didalamnya tampak kurang lebih tiga puluh orang, dan sebuah meja menghadap kearah dinding paseban itu, sehingga sejajar dengan jurusan jembatan, tampak duduk tiga orang membelakangi tirai bambu.   Yang duduk ditengah berpakaian sebagai pembesar tinggi mungkin sekali dialah Gongtok yang berkuasa di Ouwlam dan Ouwpak.   Pembesar itu diapit oleh dua orang yang memakai pakaian seragam perwira tinggi.   Yang duduk disisi kiri segera dikenali oleh Hek Sin Ho sebagai musuh yang tengah dicarinya, yaitu Song Tong Leng, sedangkan yang kanan seorang perwira yang dan bentuk tubuh dan pancaran matanya memperlihatkan dan ilmu silatnya yang pasti tinggi.   Tempat duduk yang tersedia itu belum semuanya terisi.   Agaknya orang2 yang akan hadir itu belum tiba seluruhnya.   Yang sudah ada ialah sepuluh perwira tentara Ceng dan lima belas orang berpakaian sipil.   Djsebuah sudut tampak tiga orang berdiri dengan sikap sangat menghormat sekali.   Salah seorang diantaranya segera dikenalinya sebagai orang yang telah diikutinya dari rumah makan dilorong mesum itu sampai digedung tersebut, Jarak dari tepi empang sampai kepaseban itu adalah jarak yang tidak begitu jauh, kurang lebih delapan tombak dan beda dengan tadi ketika diluar yang terjadi kegaduhan, sekarang mereka bercakap2 dengan suara yang rendah sehingga percakapan itu tidak tertangkap dari tempat Hek sin Ho.   Dan Hek Sin Ho harus berada dipaseban itu jika hendak mendengarkan percakapan mereka.   Tetapi bagaimana dia bisa mencapai tempat itu? Setelah berpikir sejenak, dia lalu berjalan menyusuri tepi tempat sambil terus berlindung dibawah bayangan pohon2 Yangliu, memutar ke belakang paseban.   Dengan cepat dia membuka pakaiannya dan mengikatnya menjadi satu.   Hati2 Hek Sin Ho turun keempang itu, dia telah berenang ke tengah2 mendekati paseban itu.   Kemudian dia memutuskan akar2 rumput bunga itu dan dengan menyembunyikan kepalanya diantara daun2 dan bunga2 teratai yang banyak terdapat diempang itu, Hek Sin Ho mendekati paseban itu.   Dia menggerakkan kaki dan tangannya perlahan sekali, karena sedikitpun dia tidak boleh menerbitkan suara, bahkan harus mencegah timbulnya gelombang air.   Baru saja sampai ditengah empang, ketika tiba2 tampak cahaya Teng yang semakin mendekat.   Cepar.2 Hek Sin Ho berdiam diri didalam air.   Waktu itu masih dalam bulan pertama dari musim semi.   Udara malam masih sangat sejuk, sehingga dapatlah dibayangkan betapa dingin rasanya berada didalam air.   Kalau memang lwekangnya kurang kuat, dia akan menggigil dan tidak tahan berlama2 berada didalam air empang yang sedingin itu.    Leak Dari Gua Gajah Karya Kho Ping Hoo Geger Solo Karya Kho Ping Hoo Sekarsih Dara Segara Kidul Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini