Ceritasilat Novel Online

Walet Besi 11


Walet Besi Karya Cu Yi Bagian 11


Walet Besi Karya dari Cu Yi   Tu Liong mempercepat langkahnya.   Orang-orang yang menyambut tamu didepan pintu langsung mengenalinya.   Segera ada orang yang menyambutnya.   "Tu Siauya"   "Apakah Wie Siauya ada dirumah?"   "Ada"   Tu Liong adalah tamu yang sudah sering datang berkunjung, otomatis dia segera berjalan masuk kedalam. Namun ternyata para pelayan menghalangi jalannya.   "Harap Tu Siauya berhenti"   "Ada apa?"   "Leng Taiya sudah meninggal. Wie Siauya merasa sangat bersedih. Dia sudah memberi perintah pada kami kalau sementara waktu ini dia tidak menerima tamu"   "Oh...? Apakah aku bisa dikecualikan?"   "Wie Siauya sudah berpesan dia tidak ingin bertemu siapa pun"   "Begini saja. Kau pergi kedalam beritahukan kedatanganku padanya. Nanti kita lihat apa yang akan dikatakan oleh Wie Siauya padamu"   Orang yang menunggu didepan pintu tampak menimbangnimbang.   Pada akhirnya dia mengutus seseorang untuk memberitahukan kedatangan Tu Liong.   Orang itu segera pergi, namun sebentar saja dia sudah kembali lagi.   dia berkata dengan sopan "Mohon maaf Tu Siauya, Wie Siauya sudah tidur, aku tidak berani membangunkannya"   "Kalau begitu biarkan dia tidur, besok pagi aku akan kembali menemuinya"   Tu Liong segera membalikkan tubuh dan berjalan keluar dari gang.   Kepalanya mulai berputar, pastilah ada alasan yang membuat Wie Kie-hong tidak mau menemuinya.   Setelah berpikir lama, Tu Liong menemukan bahwa masalah semakin lama semakin tajam, keadaan semakin lama semakin rumit.   Langit sudah semakin gelap.   Di mulut gang samar-samar terlihat dua tiga orang yang sedang berdiri santai.   Tu Liong tidak terlalu memperhatikan mereka.   Tapi ketika Tu Liong melewati mereka, mendadak ketiga orang ini menghalangi jalan Tu Liong.   Wajah mereka hanya terlihat samar samar.   Tu Liong tidak hanya tidak merasa was was, malah sebaliknya dia merasa senang.   Dia sudah menyimpan kekesalan didalam hatinya sangat lama.   Ini adalah kesempatan untuk melampiaskannya.   Tangan-nya segera menggengam erat menjadi kepalan.   Dia menunggu seseorang menyerangnya.   "Apakah tuan orang she Tu yang selalu berada disamping Cu Taiya?"   Salah seorang diantara mereka menyapanya.   "Tidak salah"   "Ada seseorang yang ingin menjumpai tuan. Sudilah sekarang tuan pergi bersama kami menemui-nya"   Kata kata orang itu terdengar sopan.   Tu Liong sudah bersiap siap menghadapi pertempuran, malah dia mengharapkan terjadinya perkelahian.   Dia tidak menyangka ternyata akhirnya seperti ini.   dia terpaksa mengendurkan genggaman tangannya, dengan malas dia bertanya.   "Siapa dia?"   "Tuan Wie"   "Tuan Wie yang mana?"   Genggaman tangan Tu Liong kembali mengeras.   "Tuan Wie yang bernama Wie Ceng, ayah sahabat baik Tu Siauya"   "Dimana dia?"   "Silahkan anda ikut dengan kami dan anda akan segera mengetahuinya"   Mengutus empat orang yang berperawakan tinggi besar mencari dirinya.   Sepertinya ini bukan sebuah gelagat yang bagus.   Tu Liong tidak bertanya lebih jauh.   Dia juga tidak ingin berpikir banyak.   Wie Ceng akan menampakkan diri.   ini adalah sebuah kabar yang sangat baik yang membuatnya senang.   Tidak jauh didepan gang, sebuah kereta kuda sudah menunggunya.   Mereka berlima masuk kedalam kereta.   Ketika menaiki kereta kuda, Tu Liong menjadi waswas.   Dari posisi semua orang, dia jelas melihat kalau keempat orang didepannya sudah bermaksud untuk mencegahnya melarikan diri.   Walaupun Tu Liong sudah merasa seperti ini, dia tidak mengatakan apa yang dipikirkannya.   Kereta kuda mulai berangkat menuju kota di sebelah barat.   Tidak lama kereta ini berhenti didepan sebuah gang.   Setelah turun dari kereta, keempat orang yang besar-besar ini berbaris, dua orang didepan, dua orang dibelakangnya.   Dia terus digiring memasuki sebuah rumah yang terdiri dari empat gedung.   Dua orang pengawal yang ada di belakang tidak ikut masuk kedalam rumah.   Mereka menunggu di depan pintu masuk.   Dua orang yang di depan mempersilahkannya masuk kedalam.   Semuanya dilaku kan dengan sangat sopan.   Tu Liong duduk bersila didepan sebuah meja rendah.   Kedua pengawal berbadan besar menunggu diluar pintu.   Saat ini seorang pria yang sudah tua berumur sekitar lima puluh tahun membawakan secangkir teh panas.   Setelah menuangkan teh dengan baik, dia kembali pergi keluar.   Dia tidak berkata apa-apa.   dia juga tidak menunjukkan perasaan apa-apa.   Tu Liong menunggu dengan sangat sabar, kedua orang pengawal pun menemaninya dengan sabar.   Waktu merangkak sangat perlahan.   Tu Liong sudah beberapa kali berganti posisi duduk karena kesemutan.   Dia terus menunggu sampai teh panas yang dituangkan sudah cukup dingin untuk diminum.   Pada akhirnya kesabarannya sudah habis, dia segera berdiri dan berjalan keluar untuk bertanya "Tolong tanya, dimana tuan Wie?"   "Segera datang"   Pengawal yang berdiri diluar menjawab sangat singkat. Tu Liong merasa sedikit dongkol.   "Segera datang? Apa artinya itu? apakah dia tidak tinggal disini?"   "Tuan Wie tidak memiliki rumah di kota Pakhia. Beliau pun merasa tidak nyaman kalau harus menemui tuan di kamar penginapan, karena itu dia meminjam tempat ini untuk bertemu dengan tuan"   "Tuan Wie sudah mengundangku datang kemari. Dia sudah bisa terhitung sebagai setengah tuan rumah. Tuan rumah belum datang, tamunya sudah sampai duluan. Ini....?"   "Usia Tu Siauya masih sangat kecil. Anda adalah generasi muda. Apakah hal ini pun harus dipermasalahkan?"   Mulut pengawal ini lumayan tajam "Tentu saja aku memang generasi muda, karena itu harus datang lebih pagi. Tapi aku masih punya urusan lain yang harus ku kerjakan...."   Berkata sampai sini, Tu Liong bermaksud segera pergi.   "Aku akan pergi sebentar. Nanti aku akan kembali lagi"   "Tu Siauya jauh-jauh datang kemari, mengapa tidak sabar menunggu sebentar lagi?"   "Tidak perlu menunggu lagi. menunggu sampai besok pun tuan Wie tidak mungkin datang"   "Apa arti kata-kata tuan?"   "Tuan Wie tidak mungkin datang"   Tu Liong berkata tegas.   Dia sungguh merasa dongkol, tanpa memperdulikan mereka berdua, dia terus melangkah keluar.   Kedua pengawal itu tidak tampak mengha-langi jalannya.   Namun setelah sampai keluar, ternyata sudah ada banyak orang yang menunggu.   Sekilas melihat, mereka tampak seperti dinding penghalang.   Tu Liong tidak tahu ada berapa banyak orang yang berbaris rapi dihadapannya.   Tu Liong memiliki tinju sekeras baja.   Dia dapat mengalahkan orang kuat manapun yang datang menantangnya, asalkan orang itu menantangnya satu lawan satu.   Kalau dia harus melawan tembok pengawal seperti ini, dia tidak yakin bisa menang.   Dia tertawa.   Sebuah tawa dingin "Saudara-saudara sekalian, sebenarnya apa yang terjadi? Sudikah kalian memberitahu aku"   "Tu Siauya, kami tidak ada maksud lain. Tuan Wie hanya berharap anda bisa tinggal disini selama beberapa hari"   "Beberapa hari? Mengapa kau tidak sekalian mengatakan ingin menahanku disini?"   "Ini hanya apa yang dirasakan oleh Tu Siauya, tapi bukan yang dimaksud oleh tuan Wie"   "Baiklah. Aku mungkin bersedia menjadi tamu dan menginap disini selama beberapa hari, tapi aku harus menjumpai dulu tuan Wie sebagai tuan rumah bukan? Tolong kalian panggil tuan Wie untuk bertemu denganku"   "Tuan muda tidak perlu terburu-buru. tuan muda akan menemui tuan Wei besok pagi."   "Aku juga bisa menemui dewa kematian besok pagi"   Langsung muka Tu Liong menjadi muram "Tuan muda, kata-katamu ini sangat tidak enak didengar"   Tu Liong tidak berkata apa-apa lagi.   dia kembali membuat sebuah dugaan........semua orang didalam rumah ini sudah meminjam nama besar tuan Wie untuk menjebaknya.   Sebenarnya mereka semua tidak ada hubungannya dengan Wie Ceng.   Sedangkan menghadapi para pengawal bertubuh besar ini, apakah dia memiliki kepercayaan untuk melawan mereka semua sekaligus? Tu Liong segera membuat kesimpulan kalau dia tidak mungkin bisa menang.   Karena itu dia terpaksa kembali masuk dalam ruang tunggu dan duduk bersila didepan meja.   sementara waktu dia hanya bisa cemberut menunggu.   Dinding pengawal bubar.   Dia kembali ditemani dua orang pengawal yang setia menemaninya, sekarang mereka berdua menunggu didalam pintu.   Dalam hatinya Tu Liong berpikir, kalau dia bisa menjatuhkan kedua orang pengawal ini diam diam tanpa mengeluarkan suara, mungkin juga dia bisa meloloskan diri.   Tapi sepertinya peluang melakukan hal ini juga sangat kecil.   Karena kedua orang pengawal ini berdiri saling bersebelahan.   Satu disebelah kiri satu di sebelah kanan.   Mereka tidak berdiri bersama-sama.   Kalau Tu Liong menyerang mendadak, pengawal yang satunya pasti akan segera menolong.   Lagipula saat ini mereka berdua memandangi Tu Liong dengan tajam.   Bagaimana mungkin dia bisa melancarkan serangan dadakan?? "Kapan tuan Wie datang?"   Tu Liong mulai mencoba membuat percakapan "Tidak lama"   Yang menjawab lagi-lagi pengawal yang sebelumnya sudah berkata padanya. Sebenarnya jawaban yang diberikan sama sekali tidak menjawab. Tu Liong merasa tidak bisa berbuat banyak, karena itu dia berusaha santai bercakap cakap.   Walet Besi Karya Cu Yi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Dulu pernah beredar gosip kalau tuan Wie sudah meninggal diluar sana"   "Itu hanya gosip tidak beralasan"   "Oh...? Tapi ada satu hal yang membuat orang curiga. Kalau tuan Wie memang masih hidup, mengapa dia tidak menunjukkan batang hidungnya untuk menemuiku?"   Pengawal berbadan besar itu tidak menjawab. Mungkin juga dia tidak menemukan jawaban yang cocok "Aku dan Wie Kie-hong bersahabat baik"   "Karena hal itu, tuan Wie memperhatikan Tu Siauya dari jauh."   "Oh...? Tuan Wei sudah memperhatikanku dari jauh?"   "Mengundang tuan untuk tinggal disini beberapa hari adalah caranya memberikan perhatian pada anda"   "Aku tidak mengerti"   "Tu Siauya pasti akan mengerti suatu saat nanti"   "Mendengar kata-katamu tadi, sepertinya aku akan menginap selama beberapa hari disini. Apakah kalian sudah menyiapkan kamar tidur untukku?"   "Sudah kami persiapkan. Apakah Tu Siauya sudah merasa letih ?"   Tu Liong kembali menggerakkan tubuhnya. Kakinya sudah kesemutan lagi.   "Berbaring jauh lebih nyaman dibandingkan duduk disini"   Pengawal berbadan besar itu berusaha mena-han senyum. Dia lalu berjalan mendekat "Tu Siauya, silahkan"   Tu Liong sudah menyadari kalau didalam ruang tunggu, dia tidak bisa berbuat banyak untuk melarikan diri.   mungkin dengan berganti tempat, dia bisa mendapatkan kesempatan yang lebih baik.   dia lalu pergi mengikuti pengawal berjalan keluar menuju ruang tidur Ketika berjalan diluar, dia menyadari kalaupun dia berhasil kabur dari ruang tunggu, dia tidak mungkin mempunyai kesempatan lari keluar tempat ini.   disekeliling taman di empat penjuru dipenuhi pengawal yang sedang berjaga.   Didepan pintu masuk utama juga ada pengawal yang berjaga.   Tu Liong masuk kedalam ruang tidur.   Ternyata jendela satu-satunya yang ada disana pun sudah dipalang sebuah kayu besar, jendela itu tidak dapat dibuka.   Satu-satunya jalan untuk keluar masuk adalah pintu kamar tidur.   Tu Liong tertawa dingin "Ini bukan kamar tidur tamu"   "Siauya sekarang sedang bertamu. Kamar ini dipersiapkan untuk menjamu Siauya. Mungkin kurang pantas bagi tuan. Mohon maaf"   "Ini bukan kamar tidur, ini sebuah penjara!"   "Harap Siauya jangan menyimpan pemikiran seperti ini. kalau tuan menyimpan pemikiran seperti ini, tuan akan menyakiti perasaan tuan rumah"   "Siapa tuan rumahnya?"   "Tuan Wie"   "Rasanya bukan Tuan Wie"   "Kalau begitu siapa tuan rumah yang tuan muda pikirkan?"   "Tidak masalah siapapun orangnya, dia tetap harus memperlihatkan diri. kalau tidak aku tidak akan tinggal disini dengan tenang"   Pengawal itu berkata dengan dingin.   "Sebaiknya Tu Siauya mencobanya"   Setelah berkata seperti itu, para pengawal meninggalkannya sendirian.   Tu Liong menyadari kalau dia sudah bertindak gegabah.   Pemikiran apapun untuk sementara waktu bisa disimpannya didalam hati.   mengapa dia harus mengatakannya? Dia berbaring diatas ranjang.   Dia berusaha menenangkan hatinya, hati yang tidak tenang tidak akan bisa membuat keimpulan yang baik dalam situasi apapun.   Pastilah akan membuat kesalahan.   Sekarang ini, Tu Liong tidak bisa mengambil resiko membuat kesalahan.   Pertama-tama dia bisa memastikan kalau orang yang ingin menemuinya bukanlah Wie Ceng.   Mengapa dia berani memastikan hal ini? ada dua alasan.   kalau Wie Ceng adalah pembunuh yang dikekang oleh Leng Souw-hiang, sekarang ini dia bisa berkeliaran dengan bebas diluar.   Dia adalah ayah sahabatnya, tidak mungkin mencelakainya atau membuatnya susah seperti ini.   Kalau Wie Ceng sedang dibawah tekanan Cu Taiya, dia semakin tidak punya kekuasan apapun.   Walaupun memang Wie Ceng yang sudah mengundangnya kemari, itu juga pasti dibawah perintah Cu Taiya.   Ini pun tidak mungkin.   Karena itu dia berpikir kesana-kemari.   Orang yang paling mungkin menahannya di tempat seperti ini adalah Cu Siauthian.   Kalau memang begitu apa tujuan utama Cu Siau-thian menahannya ditempat seperti ini? Apakah dia sudah mempersulit gerak gerik Cu Siau-thian? Selama ini dia hanya melakukan satu hal.   Membantu Wie Kie-hong mencari Wie Ceng.   Hanya itu saja.   Kalau begitu apakah tujuan Cu Siau-thian menyekapnya disini karena takut dia berhasil membongkar identitas Wie Ceng? Semakin berpikir, Tu Liong merasa semakin yakin.   Menggunakan nama Wie Ceng untuk menjebaknya disini adalah taktik kuno yang disebut "disini tidak ada uang tiga ratus tail emas"' 1 Disini tidak ada uang tiga ratus tail emas.   alkisah ada seseorang yang ingin menyembunyikan uang emas sebanyak tiga ratus tael miliknya.   Dia menggali sebuah lubang di tempat rahasia dan mengubur semua emasnya disana.   Setelah selesai ditimbun kembali, dia khawatir lupa tempat menguburnya, sehingga dia memasang tanda.   Karena takut dicurigai orang, pada tanda dia menulis kata kata .   "Disini tidak ada uang sebanyak tiga ratus tael"   Sekarang Tu Liong bisa memutuskan kalau sebenarnya kejadian yang sedang terjadi adalah seperti itu.   apakah dia masih perlu membuktikannya lebih lanjut lagi? Tu Liong segera terpikirkan bermacam-macam cara untuk membuk tikan perkiraannya.   Hanya saja dia juga sedikit ragu ragu.   Kalau dugaan dia tepat, rasa kesal Cu Siau-thian pasti akan berubah menjadi kemarahan.   Bukankah ini namanya mendapatkan masalah besar? Berpikir sampai disini, dia membuat sebuah keputusan.   Dia harus secepatnya pergi dari tempat ini.   Ini hanyalah sebuah pemikiran.   Pelaksana-annya pastilah sangat sulit.   Dia berbaring diatas ranjang.   Sambil berbaring dia dapat melihat atap kamar dengan jelas, sepertinya itu adalah jalan keluar satu-satunya.   Tapi kalau dia bisa berpikir seperti itu, orang lain pun pasti sudah berpikir kesana.   Penjagaan diatas genting pasti sama ketatnya dengan penjagaan dibawah.   Sepertinya Tu Liong sudah kehabisan akal.   Tiba-tiba dia merasa haus.   Sepertinya tadi dia sudah banyak bicara, dan selama ini hanya disuguhkan secangkir teh yang bahkan tidak diminumnya.   Dia segera turun ranjang dan berjalan keluar.   Setelah membuka pintu, dua orang pengawal segera menghampirinya.   Dia bertanya dengan sangat sopan "adda yang bisa kamibantu?"   "Teh!"   Tu Liong masih merasa dongkol. Dia menjawab pertanyaannya dengan kasar. Pengawal itu masih sopan padanya "Teh nya segera datang"   Sepoci teh panas kembali disuguhkan dengan sangat cepat. Orang yang membawa teh ini adalah pria tua berumur lima puluh tahun lebih yang tadi sudah menuangkan teh padanya.   "Teh apa ini?"   Sebenarnya Tu Liong tidak ada tema khusus untuk dibicarakan, tapi dia mencoba membuka percakapan.   "TehKoan-in"   "Aku hanya minum teh Liong-kim"   "Kalau begitu aku akan segera mempersiapkan sepoci teh yang baru"   Mendadak Tu Liong menurunkan nada suara-nya. Setengah berbisik dia berkata.   "Apakah kau ingin mendapatkan seratus uang orang asing?"   Pria tua ini memandangnya dengan tatapan curiga.   "Kau tidak usah terburu-buru untuk menjawab. Kau boleh berpikir dengan baik. kau masih sempat menjawab ketika kau mengantarkan teh nanti"   Pria tua ini lalu membawa poci tehnya pergi.   Tu Liong menaruh harapan besar padanya.   Para pengawal diluar sepertinya tidak mengetahui kalau dia sudah bekerja sama dengan pria penuang teh.   Mereka terus berjaga tanpa curiga.   Setelah beberapa lama, pria tua itu kembali mengantarkan teh yang diminta.   "Tu Siauya, ini adalah teh Liong-kim lokal yang sangat terkenal"   "Mmm.. sungguh harum...."   Jawab Tu Liong dengan suara keras. Mendadak dia membungkukkan badan dan kembali berbisik pada pria tua itu.   "Apakah kau sudah berpikir baik-baik?"   Pria tua itu ikut-ikutan mencondongkan kepalanya ke dekat Tu Liong dan berkata.   "Tadi kau mengatakan akan memberiku seratus uang luar negeri. Apa yang harus kukerjakan?"   Ternyata pria tua ini sudah memakan umpannya.   "Kau hanya perlu pergi mengantarkan pesan. Setelah itu kau bisa mengambil seratus uang orang asing"   "Apakah semudah itu?"   "Kau sudah sangat tua. Aku tidak mungkin mempermainkan dirimu."   "Baiklah, kalau begitu aku akan menyam-paikan pesanmu."   "Apakah kau bisa keluar masuk tempat ini dengan mudah?"   "Tentu saja bisa. Aku adalah pesuruh yang bertugas mengatur persediaan barang barang didalam rumah ini. mereka tidak mungkin membatasi kebebasanku pulang pergi"   "baiklah. Dengarkan baik-baik, aku she Tu. Kau pergilah ke sebelah timur, empat blok rumah bertingkat, komplek perumahan mewah didekat sepuluh gang kecil. Di kediaman keluarga besar Leng, carilah Wie Siauya dan ceritakan tentang keadaanku disini. Ini sudah cukup."   Pria tua itu berpikir sejenak. Dia lalu bertanya.   "Siapa yang akan memberikan uangnya padaku?"   Tu Liong juga ikut diam sejenak. Ternyata pria tua ini lihai juga...   "Kau ambillah uangnya dari Wie Siauya. Kalau dia tidak memberikannya, kau jangan katakan apapun padanya. Kalau kau pergi, aku berani menjamin kau tidak akan dirugikan."   Pria tua ini memandang Tu Liong dengan tatapan percaya tidak percaya.   Setelah itu dia segera berjalan keluar.   Percakapan bisik bisik antara Tu Liong dengan orang tua tadi lumayan lama.   Tu Liong hanya berharap para pengawal yang berjaga diluar tidak curiga.   Tu Liong sudah memeriksa semuanya dengan seksama.   Para penjaga semuanya adalah pria kasar.   Mereka semua memiliki otak yang sangat sederhana dan hanya patuh mendengarkan perintah.   Selain masalah itu mungkin mereka tidak memperdulikan apa-apa lagi.   kalau mereka memang merasa curiga, dari awalpun mereka pasti akan masuk kedalam dan mengusir pria tua.   Sekarang Tu Liong terpaksa menunggu sambil merasa khawatir, Tidak ada lagi yang bisa dilakukan-nya selain menunggu...   menunggu...   dan menunggu...   tak terasa dia menunggu sangat lama., dia bahkan sampai tertidur.   Walet Besi Karya Cu Yi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Pada saat dia terbangun, di sekelilingnya terasa sangat sunyi.   Dia tidak dapat memastikan berapa lama dia sudah tertidur disana.   tapi dia berani memastikan kalau Wie Kie-hong tidak mungkin datang.   Alasannya ada dua.   Pertama.   orang tua itu tidak menyampaikan berita sesuai dengan apa yang diharapkannya.   Kedua.   walaupun Wie Kie-hong sudah mendapatkan berita, dia tidak berani datang.   Tu Liong sungguh berharap bahwa kemungkinan pertama lah yang terjadi.   Ketika seseorang menaruh harapan besar pada diri orang lain, dan orang itu membuat dirinya kecewa, ini adalah sebuah hal yang sangat menyakitkan hati.   Lampu lilin dalam kamar nyaris kehabisan minyak.   Karena itu nyala apinya sangat redup.   Suasana dalam kamar terlihat remang-remang.   Tu Liong duduk dari posisi berbaring.   Dia mendadak terlonjak kaget.   Ternyata ada seseorang yang sedang duduk di bangku didepan meja.   Orang ini sedang tertidur.   Walaupun orang ini sedang tertidur dan menundukkan kepala, Tu Liong masih mengenali kalau orang ini adalah Wie Kie-hong.   Ternyata Wie Kie-hong belum mengecewakan dirinya, hanya saja dia tidak bisa membantunya kabur dari sini.   Jangankan kabur...   dia sendiri juga akhirnya sama sama terperangkap dalam kamar ini.   Mengapa Wie Ceng mau mempersulit anaknya sendiri? Tu Liong berjalan mendekat.   Perlahan lahan dia menggerak gerakan bahu Wie Kie-hong untuk membangunkannya.   Wie Kie-hong segera sadar.   "Tu toako, kau..."   "Kie-hong, mengapa bisa terjadi seperti ini?"   "Bukankah kau sudah mengutus seorang tua untuk memberi kabar padaku?"   "Betul. Kau juga pasti sudah memberinya mata uang orang luar negeri kan? "Iya! bukankah kau yang sudah menyuruh-nya mengambil uang itu dariku?"   "Belakangan dia membawamu kemari"   Mendadak Tu Liong merasa kecewa.   "Hmm...!"   Wie Kie-hong mengangguk dengan semangat.   "Lalu mengapa kau menunggu disini?"   "Itu perintah ayahku. Dia menyuruhku untuk menemanimu"   "Ayahmu! apakah kau melihat ayahmu?"   Tu Liong buruburu bertanya dengan semangat "Tidak. Ada orang yang datang memberitahukannya padaku"   "KIE-HONG!! Apakah kau percaya?"   "Mengapa aku harus tidak percaya? Ayahku berkata kalau besok pagi dia pasti akan menjumpaiku"   Tu Liong hanya menunduk diam dan menggelenggelengkan kepala. Mendadak dia mengangkat kepalanya dan berseru pada Wie Kie-hong.   "Kie-hong! Ada orang yang meminjam nama ayahmu untuk menipu kita. Kita berdua sudah masuk perangkap. Semua hal ini tidak ada hubungannya dengan ayahmu....Kie-hong, pada waktu kau datang kemari, apakah kau memperhatikan keadaan diluar?"   "Aku sudah memeriksanya. Diluar dijaga sangat ketat"   "Ugh...! kalau begitu kita tidak mungkin melarikan diri. Kiehong ! aku sungguh merasa sangat menyesal. Aku sudah terjebak disini, ya sudahlah. Mengapa aku harus mengundangmu masuk dalam perangkap yang sama."   "Tu toako! tiba-tiba aku mengerti tentang sebuah masalah. Sepertinya ada orang yang mengingin-kan kita menghilang dari peredaran. Sepertinya kalau kita sedang bersama-sama, ada orang yang merasa dirugikan."   "Karena itu kau datang kemari?"   "Betul sekali! kau sudah berusaha sekuat tenaga untuk mencari tahu tentang keberadaan ayah kandungku. Aku hanya bisa bersembunyi di rumah bersenang senang. Ini........aku tidak bisa berkata apa apa. Aku seharusnya malu"   "Wie Kie-hong, mempunyai seorang sahabat seperti dirimu, mati pun aku rela, dan tidak menyesal"   "Tu toako jangan berkata seperti ini"   Mereka berdua lalu sama sama diam Mendadak Wie Kie-hong menurunkan nada bicaranya. Setengah berbisik dia memanggil Tu Liong.   "Ketika aku datang kemari, aku memperhati kan semua penjaga dengan sangat teliti. Tidak ada satu mukapun yang aku kenali. Sepertinya mereka semua datang dari luar kota"   "Wie Kie-hong. Apakah ada manfaatnya kamu membuat kesimpulan itu?"   "aku menebak, keadaan disini tidak ada hubungannya sama sekali dengan Leng Souw-hiang. Dengan Cu Taiya pun tidak ada hubungannya."   "Oh...! Mengapa kau membuat dugaan seperti ini?"   "Kalau kejadian disini masih memiliki hubungan dengan salah seorang diantara mereka, mereka pasti akan menaruh seseorang yang dapat dipercaya disini. Mereka tidak mungkin menggunakan pengawal yang semuanya belum mereka kenal. Betul tidak?"   "Wie Kie-hong ! sebenarnya aku sendiri merasa tidak percaya kalau hal ini ada hubungannya dengan ayah mu."   "Tu toako! apakah kau bisa memastikannya?"   "Tentu saja bisa"   "Kalau memang tidak ada hubungannya dengan ayahku, untuk apa menunggu sampai langit terang? Lagipula kita berdua tidak bisa kabur dari sini"   "Wie Kie-hong, apakah kau mau mencoba-nya?"   "Sebaiknya sekarang kita langsung mencoba-nya"   "Aku masih sedikit ragu"   "Ragu apa?"   "Aku khawatir ternyata dugaanku salah. Kalau ternyata hal ini ada hubungannya dengan ayahmu, ayahmu pasti akan merasa kecewa. Ketika kau menemui ayahmu nanti, bagaimana kau akan menerangkan padanya?"   Wie Kie-hong hanya menunduk tidak berkata kata. Pada waktu ini, pria tua pembawa teh kembali masuk kedalam kamar.   "Tu Siauya! Aku datang membawakan teh untukmu"   Sambil menuangkan teh, dia melirik ke arah Tu Liong. Tu Liong langsung mencondongkan tubuhnya mendekat, dengan suara yang nyaris tidak terdengar dia bertanya.   "Apakah ada sesuatu yang ingin kau katakan?"   "Terimakasih untuk seratus uang orang asingnya. Apakah Tu Siauya masih ingin aku menjalankan tugas yang lain?"   Ternyata orang tua ini masih berharap bisa mendapatkan uang seratus mata uang orang luar negeri kedua.   "Aku ingin bertanya tiga pertanyaan padamu. Nanti aku akan memberikan seratus lagi. tapi sekarang aku tidak membawa uang. Tapi nanti aku pasti akan memberitahumu dimana kau bisa mengambilnya"   "Baiklah! silahkan bertanya"   "Siapa pemilik bangunan ini?"   "Siapa pemiliknya, aku juga tidak jelas, yang pasti Bu Tiatcui yang tinggal di gang San-poa datang kemari mengobrol dengan majikanku. Katanya dia mendapat perintah dari majikannya"   Tu Liong dan Wie Kie-hong saling bertukar pandang. Mereka tidak menunjukkan maksud apa apa. Tu Liong juga tidak bertanya lebih jauh tentang masalah ini.   "Para pengawal yang tinggal disini ada berapa orang? apakah mereka mempunyai senjata?"   "Disini semuanya ada empat belas orang penjaga. Sepertinya ada tiga orang yang membawa senjata. Dua orang membawa aneh....Tu Siauya! Ketiga pertanyaan ini sudah semuanya aku jawab! tapi pertanyaanmu sangat mudah, rasanya aku tidak sampai hati menerima uangmu begitu saja."   Tu Liong melanjutkan pertanyaannya.   "Apakah kau pernah mendengar orang yang bernama tuan Wie ?"   Orang tua ini mengangguk-angguk. Tu Liong dan Wie Kiehong segera menyimaknya. Orang tua itu lalu menunjuk ke arah Wie Kie-hong. Semangat yang berkobar langsung sirna.   "Sepertinya dia tidak pernah mendengar tentang ayahmu"   Tu Liong lalu berpaling pada orang tua itu dan melanjutkan pertanyaannya.   "Ketika kau berbicara dengan Bu Tiat-cui, apakah kau mendengar nama Leng Souw-hiang ataupun Cu Siau-thian?"   Orang tua ini tampak berusaha keras meng-ingat-ingat. Setelah beberapa lama dia berkata.   "Aku tidak pernah mendengarnya. Aku hanya mendengar nama Bu Tiat-cui. Tapi majikanku memanggilnya dengan sebutan Bu Taiya. Dia selalu berkata-kata dengan sangat sopan. Aku tidak pernah mendengarnya seperti itu."   Orang yang menahan Tu Liong dan Wie Kie-hong ternyata adalah Bu Tiat-cui. Ini sungguh diluar dugaan. Demi mencari kebenaran, Tu Liong bertanya lagi.   "Pak tua! Apakah yang kau omongkan adalah yang sebenarnya?"   "Tu Siauya, aku juga pernah mendengar kalau anda berdua adalah orang yang sangat terkenal di kota Pakhia ini. mana berani aku menipu kalian? Apalagi kalian berjanji akan memberiku uang orang asing. Mana berani aku mengarang cerita?"   "Baiklah! Aku pasti memberimu seratus mata uang orang luar negeri."   "Tu Siauya! Kau harus ingat kalau kau berhutang padaku seratus mata uang asing."   "Tidak salah. Aku tidak akan lupa janjiku."   "Aku percaya padamu....baiklah ! kalau begitu sebaiknya kita memulai transaksi jual beli yang lain"   Ternyata pak tua ini matanya hijau kalau berdiskusi tentang mendapatkan uang.   "Eeee... !"   Tentu saja Tu Liong merasa sangat terkejut mendengar kata kata pak tua.   "transaksi jual beli apa lagi?"   "Kedua tuan muda pastilah berpikir ingin melarikan diri dari tempat ini tanpa membuat masalah"   Tu Liong dan Wie Kie-hong saling berpan-dangan.   "Pak tua ada ide??"   "Tentu saja ada"   Pak tua menyeringai lebar. Matanya berbinar-binar.   "Tidak perlu menggunakan senjata, tidak perlu bertarung menggunakan tinju ataupun tendangan maut. Aku bisa membawa kedua tuan muda ini keluar dari sini"   "Coba katakan apa yang sedang pak tua pikirkan. Akal cemerlang semacam apa yang pak tua pikirkan?"   "Tu Siauya! tidak perlu kau tanyakan! aku sudah mempersiapkan semuanya. Tapi pertama-tama aku ingin bertanya... anda berani membayarku berapa banyak?"   Dari kejauhan Wie Kie-hong tampak meng-garuk-garuk kepalanya. Tu Liong sebaliknya tampak bersemangat.   "Baiklah! bersama dengan seratus uang asing yang tadi sudah kujanjikan, total aku akan memberi-kanmu lima ratus."   "Lima ratus?"   Pak tua itu kegirangan. Pertama-tama dia pikir dia sudah salah dengar.   "Lima ratus!"   Tu Liong berkata sekuat tenaga. Pak tua menyeringai lebar memperlihatkan giginya yang mulai menghitam "Kapan kau akan memberikannya padaku?"   "Kalau kita berdua bisa pergi sekarang juga, kami akan segera memberikan uangmu besok pagi"   "Baiklah! kalau begitu kita bertiga bertemu di kedai makan besok tengah hari. Sekarang ini...."   Pak tua segera berdiri dan membuka pintu "Silahkan...."   Tu Liong dan Wie Kie-hong melotot bersama sama.   "Sekarang...?"   Wie Kie-hong yang selama ini diam, secara reflek bertanya.   "Pergi begitu saja?"   "Betul"   Tu Liong juga keheranan. Dia ikut bertanya "Pak tua! bukankah kau mengatakan kalau disini ada empat belas orang pengawal yang berjaga jaga?"   "Tidak salah. Tapi sekarang tidak seorang pun yang bisa menghalangi kalian untuk melarikan diri."   "Kenapa?"   "Tu Siauya! tadi kau pasti sudah tertidur lelap. Benar tidak?"   "Mmm...."   "Ini karena aku sudah mencampurkan sedikit serbuk obat tidur kedalam tehmu"   "Obat tidur?"   "Iya, obat tidur!"   Pak tua itu kembali menyeringai misterius.   "itu adalah siasat bulus yang biasa digunakan para pendekar dunia persilatan. Aku sebenarnya tidak mengerti tentang obat ini....aku ada sebuah penyakit menahun, aku sulit tidur dimalam hari. Seorang tabib sudah memberiku serbuk tanaman ini....sepertinya tanaman obat itu disebut "rumput dewi tidur"   Walet Besi Karya Cu Yi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Atau apalah. Menaruh dua tiga batang dan direbus bersama dengan teh, sungguh berkhasiat....hehehe ! sekarang semua orang itu sudah tertidur dengan pulas. Siapa yang bisa menghalangi jalan kalian?"   Wie Kie-hong dan Tu Liong kembali saling bertukar pandang. Akhirnya mereka berdua berjalan keluar. Tu Liong berjalan didepan, Wie Kie-hong dibelakang.   "Tu Siauya!"   Pak tua itu mengingatkan untuk ketiga kalinya.   "jangan lupa! besok tengah hari di rumah makan "Cilai- sun". Lima ratus mata uang asing"   Setelah kedua orang tuan muda itu berjalan keluar dari kamar, mereka melihat kalau semua penjaga sedang bergelimpangan disana-sini tertidur pulas, dalam hati mereka berdua berkata bersamaan.   "Ternyata pak tua memang tidak berbohong."   Mereka terus berjalan keluar taman.   Mereka membuka pintu besar dan melangkah keluar.   Pak tua menutup pintu dibelakang mereka setelah mengucap-kan salam perpisahan.   Ditengah jalan yang sepi, Tu Liong dan Wie Kie-hong masih tampak sedikit bingung.   Seolah olah semua kejadian tadi hanya terjadi dalam mimpi.   "Tu toako! keadaan sudah berubah sampai seperti ini. perubahannya sangat tiba-tiba"   "Mmm... memang sangat mendadak. Aku curiga pak tua itu bukan sembarangan orang tua."   "Aku juga merasa seperti itu. tapi aku ada cara untuk membuktikannya"   "Apa akalmu untuk membuktikannya?"   "Kita sekarang pergi ke gang San-poa"   "Mencari Bu Tiat-cui?"   "Mmm!"   Tu Liong terdiam sesaat, dia kembali berkata.   "Kurasa terlalu gamblang kalau kita berdua pergi kesana sekarang. Mirip seperti polisi yang sedang mengejar penjahat, sambil berlari sambil teriak 'maling'. Sebaiknya kita memikirkan cara lain yang lebih diam-diam"   "Apakah maksudmu kita menerobos masuk rumahnya diam-diam?"   "Betul. Karena itu kita tidak perlu segera pergi"   "Diam-diam masuk kerumahnya, aku tidak keberatan. Hanya saja kita berdua malam ini harus pergi melihat Bu Tiatcui"   "Apakah ada alasannya?"   "Bu Tiat-cui adalah seorang peramal. Siang hari dia menjalankan usaha meramal. Malam hari dia mengerjakan hal yang lain"   "Masuk akal. Ayo kita pergi" 0-0-0 Kedua orang itu segera berjalan menuju gang San-poa ke depan rumah Bu Tiat-cui. Mereka tidak mengetuk daun pintu. Mereka hanya meneliti dinding pembatas rumahnya. Tidak terlalu tinggi... dengan kemampuan ilmu silat mereka, mereka berdua bisa melompatinya dengan mudah. Kedua pemuda ini mendarat dengan indah kedalam taman. Dari dalam kamar samping segera terdengar suara orang bercakap-cakap.   "Bu Tiat-cui! kau sungguh orang yang sangat lihai! HUH! Seorang peramal namun memiliki kekuasaan sangat besar seperti ini. katakanlah ! mengapa bisa begini?"   Orang yang sedang berkata itu adalah Cu Siau-thian. Mereka berdua lalu mengendap-endap mendekat. Jendela kamar tertutup rapat.   "Cu Taiya !"   Terdengar jawaban Bu Tiat-cui yang berkata pada Cu Siau-thian dengan sopan.   "kamu sudah menanyakan padaku setengah harian ini. aku betul-betul tidak memiliki kekuasaan apa apa...."   "Bu Tiat-cui, kalau kau tetap berbelit-belit seperti ini, aku tidak akan sungkan lagi padamu. Apakah kau pikir aku datang tengah malam seperti ini hanya untuk mendengarkan bualanmu ?"   "Cu Taiya! Tolong dengar penjelasanku."   "Aku hanya ingin mendengar apa yang ingin ku ketahui. Aku tidak ingin mendengar omong kosongmu"   "Baiklah... baiklah ...baiklah..."   "Aku bertanya satu kalimat, kau menjawab satu kalimat. Kau sudah mengetahui banyak hal, kau juga pasti tahu kalau aku Cu Siau-thian ini tidak gampang ditipu. Jangan sampai berbohong didepanku."   "Baiklah ...baiklah ...baiklah..."   "Pertanyaan pertama.   "Dimana kau menyekap Tu Liong dan Wie Kie-hong? Bu Tiat-cui... kalau kau tidak menjawab satu pertanyaan ini dengan jujur, kau tidak perlu menjawab pertanyaan yang lain, karena kau tidak akan punya kesempatan untuk menjawab pertanyaan yang lain..."   Setelah ini suasana kembali sunyi sangat lama. Tampaknya Bu Tiat-cui sedang menimbang-nimbang keadaan Cu Siau-thian sepertinya tidak memaksanya untuk segera menjawab. Setelah sangat lama terdengar kata-kata Bu Tiat-cui.   "Cu Taiya... aku tidak berani menutupmu. Mereka berdua sekarang sedang disekap dalam sebuah rumah di gang Sakura."   "Siapa yang sudah menyuruhmu menyekap mereka?"   "Leng Souw-hiang"   "Bohong!"   "Cu Taiya! Aku tidak berbohong padamu"   "Leng Taiya sudah mati"   "Apa? tadi pagi dia masih mengutus orang datang kemari..."   "Mengutus siapa?"   "Aku tidak mengenalinya"   "Kalau tidak kenal, bagaimana kau bisa tahu dia sudah diutus Leng Taiya untuk mengabarkanmu?"   "Aku tidak ingin menutupimu. Antara aku dengan Leng Taiya ada sebuah rahasia"   "HUH! kau tidak usah berpura-pura. Kau sudah tahu kalau Leng Taiya sudah mati, karena itu kau berusaha melempar kesalahan padanya."   "Cu Taiya, yang aku katakan adalah yang sebenarnya"   "Aku akan bertanya lagi. kau sudah berapa lama kenal dengan Leng Taiya?"   Tidak ada jawaban lagi.   tampaknya Bu Tiat-cui sedang berusaha menghitung dengan cermat Wie Kie-hong menarik Tu Liong, sepertinya dia ingin mengatakan sesuatu padanya, tapi dia takut gerak-geriknya diketahui oleh kedua orang didalam.   Tu Liong menempelkan telunjuknya ke bibir-nya yang monyong.   Dia mengisyaratkan agar Wie Kie-hong tidak berbicara dulu.   "Aku sudah kenal Leng Taiya selama sepuluh tahun"   "Mengingat kedudukan Leng Taiya yang tinggi, mengapa dia bisa menjalin hubungan denganmu?"   "Sebenarnya aku juga salah seorang pendekar kalangan dunia persilatan. Aku sudah lama membantunya mengurus banyak hal. Aku sudah menjadi anak buah kepercayaannya. Aku membuka usaha meramal disini sebenarnya adalah kedok saja. Diam-diam aku membantunya mencari informasi"   "Mencari informasi apa?"   "Ketika dynasti hampir runtuh, pemerintahan bergejolak tidak menentu. Leng Taiya sangat memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Dia menggunakan aku untuk mencari informasi dari rakyat tentang apa tanggapan mereka pada pemerintahan. Dia menyensor berita ini agar tidak terdengar oleh raja Su-cen."   "Apakah kau mengetahui bagaimana kejadian sesungguhnya ketika TiatLiong-san dicelakai?"   "Cu Taiya! sebenarnya aku tidak ingin menceritakan tentang rahasia ini pada siapapun. Tapi sekarang Leng Taiya sudah meninggal, sepertinya aku tidak perlu menutupinya lagi! sebenarnya kabar tentang gerak-gerik Tiat Liong-san pada waktu itu aku yang siidah mencari tahu"   "HUH! Lalu apa maksud Leng Taiya men-celakai TiatLiongsan?"   "Demi harta"   "Bohong! Leng Taiya sangat kaya. Memangnya Tiat Liongsan punya berapa banyak harta sampai harus dicelakainya? Apa untungnya bagi Leng Taiya mencelakainya?"   "Aku berkata yang sebenarnya"   "Kalau begitu jelaskan padaku"   "Baiklah....Tiat Liong-san memiliki sebuah berlian berwarna merah darah yang sangat besar, menurut kabar yang beredar, dia mendapatkan berlian tersebut dari seorang ratu yang sedang berkelana, dia membawa berlian itu kedalam kota. Orang yang pertama dicarinya adalah Hui Taiya. Hui Taiya memiliki sebuah bank. Bawahannya yang bekerja di bank adalah para ahli menebak harga sebuah barang. Setelah diteliti, akhirnya diputuskan kalau harga berlian itu diatas seratus ribu uang asing. Tentu saja Hui Taiya tidak rela membayar uang sebanyak itu untuk mendapatkan berlian merah darah. Karena itu dia memotong harga jual sampai lima puluh ribu uang asing. Tiat Liong-san juga bukan orang yang tidak mengerti harga sebuah barang. Ketika mengetahui kalau perjanjian jual belinya sudah dicurangi, dia segera pergi dengan marah"   "Mmm.. teruskan ceritamu"   "Belakangan berita ini sampai ke telinga Leng Taiya. Dia memarahi Hui Taiya mengapa dia tidak segera memberitahukan tentang masalah itu padanya. Pada waktu yang bersamaan, Leng Taiya sudah memberi perintah padaku untuk memperhatikan semua gerak-gerik Tiat Liong-san. Setelah berapa lama, Tiat Liong-san kembali datang ke kota Pakhia..."   "Apakah dia masih berminat menjual berlian itu?"   "Betul. Tapi kali ini dia tidak membawanya ke Hui Taiya. Hui Taiya adalah saudagar yang mahir jual beli. Dia pasti akan membeli dengan harga sangat murah dan menjual dengan harga yang sangat mahal. Sistem jual beli seperti ini sudah tertulis dalam kitab suci para pedagang"   "Memangnya ada orang lain yang memiliki uang banyak yang ingin membelinya?"   "Ada ! sepertinya orang itu adalah seorang kolektor kaya. Dia bermaksud memberikan berlian itu untuk istri simpanannya. Setelah Tiat Liong-san sampai ke kota Pakhia, aku segera memberitahukan Leng Taiya. Gerak-gerik Leng Taiya juga sangat cepat. Sebelum Tiat Liong-san sempat bertemu dengan kolektor kaya ini, dia sudah ditangkap oleh Oey Souw. Pada hari kedua, Tiat Liong-san sudah kehilangan kepalanya."   "Lalu berlian merah darah itu?"   "Ditaruh didalam kopor kulit kuning yang selalu dibawanya"   "Lalu kopor itu?"   "Disimpan didalam gudang penyimpanan barang sitaan pemerintah. Ketika Tiat Liong-san ditangkap oleh Oey Souw, kopor ini disita. Leng Taiya segera menyuruh seseorang untuk mengambil kopor dari gudang"   "Aku dengar kopor itu sudah dititipkan oleh Leng Souwhiang untuk dijaga olehmu"   "Tidak! kopor yang diberikan Leng Souw-hiang padaku adalah sebuah kopor kosong"   "Aku tidak kaget mendengar kata-katamu. Leng Souwhiang tidak mungkin menyerahkan berlian besar merah darah semudah itu padamu........apakah kau mengenali Wie Ceng?"   "Tentu saja mengenalnya. Dia tiap hari selalu datang kemari. Dia mengatakan kalau dia ingin menanyakan peruntungannya, sebenarnya dia sedang mendengar kabar"   "Apakah kau tahu tentang dia pergi keluar kota?"   "Tahu"   "Untuk apa dia pergi keluar kota?"   "Pergi menyelidiki barang berharga milik Tiat Liong-san"   "Untuk apa menyelidikinya?"   "Cu Taiya! kau tidak perlu bertanya tentang hal ini! Leng Taiya takut kehilangan berlian itu"   "Hasilnya?"   "Apa yang terjadi pada Wie Ceng dan Leng Souw-hiang aku tidak tahu. Tapi aku tahu satu rahasia lagi."   "Oh?"   "Wie Ceng diam-diam sedang membantu Thiat-yan. Nona Thiat-yan adalah anak tunggal Tiat Liong-san"   "Oh? Apakah berita ini benar?"   "Kalau tidak benar, kau boleh memotong kepalaku"   "Apakah sekarang Wie Ceng ada didalam kota?"   "Tidak tahu"   "Menurut kabar yang beredar, Wie Ceng adalah pembunuh kepercayaan Leng Taiya. Apakah ini benar?"   "Tidak salah. Hui Taiya sudah dibunuh olehnya. Leng Taiya sudah berulangkah menyuruh nya membunuh Thiat-yan, tapi dia tidak pernah melaku-kannya"   "Kalau begitu siapa yang sudah membunuh Leng Taiya?"   "Kalau itu aku tidak tahu. Aku bahkan baru saja mendengar berita kematiannya dari mulutmu."   "Lalu sekarang dimanakah berlian merah darah itu?"   "Tidak tahu. Dugaanku berlian itu mungkin sudah dijual oleh Hui Taiya"   "Bertahun-tahun ini, aku selalu diperalat oleh Leng Taiya. Bahkan ada orang yang sudah menuduhku sebagai dalang yang mencelakai Tiat Liong-san. Aku sudah menjadi kambing hitam selama bertahun-tahun, apakah kau tahu?"   "Aku hanya pernah mendengarnya"   "Terhadap masalah ini, apakah kau punya pandangan yang lain?"   "Aku....aku tidak tahu harus berkata apa."   "Baiklah! kau cepat lah bebaskan Tu Liong dan Wie Kiehong. Kau jangan katakan apapun tentang diriku. Aku sudah menjadi kambing hitam selama ini, sebaiknya aku menanggung menjadi kambing hitam sampai aku mati"   "Baiklah., baiklah... aku segera pergi"   "Bu Tiat-cui! Kalau aku menemukan bahwa kau berbohong sedikit saja, atau kau melukai Tu Liong atau Wie Kie-hong, aku pasti tidak akan mengampunimu"   "Mana aku berani"   "Cepat pergi!"   "   Tiba-tiba didalam kamar terdengar suara keras. Setelah itu suara jeritan kesakitan. Terakhir hanya terdengar suara Cu Siau-thian yang berkata dengan keras.   "Bu Tiat-cui! orang tidak mungkin melukai hati seekor macan, namun seekor macan selalu bermaksud melukai orang, aku sungguh tidak menyangka"   Tu Liong segera menarik tangan Wie Kie-hong.   Dua orang ini segera menghancurkan jendela yang tertutup dan segera menerobos masuk kedalam ruangan.   Mereka melihat Bu Tiat-cui sedang menggenggam sebilah pedang, sedangkan pisau kecil di tangan Cu Siau-thian sudah menembus jantung Bu Tiat-cui.   Kelihatannya situasinya sangat sederhana.   Bu Tiat-cui berpikir menyerang Cu Siau-thian secara mendadak.   Tapi Cu Siau-thian membunuhnya untuk membela diri.   "Cu Taiya!"   Walet Besi Karya Cu Yi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Dua orang itu berteriak bersamaan karena merasa kaget.   "Eh..?"   Cu Siau-thian tampak terkejut melihat mereka berdua disana.   "Wie Kie-hong, Tu Liong....apakah kalian tidak apa-apa?"   "Cu Taiya, kita berdua sudah datang dari tadi."   "Cu Siau-thian melepaskan genggaman pisaunya. Pisau itu masih menancap di dada Bu Tiat-cui. Tubuh Bu Tiat-cui jatuh kebelakang dengan suara berdebam lalu tidak bergerak lagi. tusukan Cu Siau-thian sungguh sangat akurat.   "Kie-hong!"   Cu Siau-thian berkata penuh penyesalan.   "aku sebenarnya tidak ingin mem-bunuhnya, aku belum bertanya dengan jelas tentang keberadaan ayah kandungmu. Aku belum mendapat....Aih ! aku tidak menyangka dia akan berbuat seperti ini"   "Cu Taiya"   Tu Liong juga terdengar sangat menyesal.   "aku tidak tahu harus bagaimana menunjukkan apa yang sedang kurasakan. Aku hanya merasa bahwa hubungan antara manusia dengan manusia yang lain sangat mudah terjadi kesalah-pahaman. Sebenarnya mendengarkan kenyataan yang sebenarnya bukanlah suatu hal yang sulit diterima. Contohnya sekarang...."   "Sekarang!"   Tiba-tiba terdengar suara seseorang memotong pembicaraannya dari luar.   "sekarang aku sudah berhasil menangkap orang yang memiliki ekor rubah, aku akan memperlihatkan pada semua orang"   Berbarengan dengan selesainya kata-kata itu, orang yang mengatakan segera masuk ke dalam ruangan.   Orang itu adalah Thiat-yan.   Ketiga orang didalam ruangan itu semuanya melihat pada dirinya.   Mungkin mereka bertiga memiliki pemikiran masingmasing yang pasti tidak sama.   Semua orang pasti sedang menebak apa arti kata-kata yang baru diucapkannya.   "Thiat-yan!"   Akhirnya Tu Liong membuka mulutnya.   "apa artinya kata katamu itu?"   "Wie Siauya!"   Thiat-yan berkata dengan dingin.   "mengapa kau tidak meminta penjelasan dari Cu Siau-thian?"   Wie Kie-hong segera mengalihkan pandangan matanya pada Cu Siau-thian. Dia melihat kalau sekarang Cu Siau-thian terpaku disana seperti mem-beku. Sepertinya Wie Kie-hong belum pernah melihat Cu Siau-thian seperti ini. dia sangat tidak enak dilihat.   "Adik Yan!"   Tu Liong berkata dengan tenang padanya.   "tampaknya semua misteri sudah ter-pecahkan. Untuk apa kau ikut campur lagi?"   "Cu Taiya! Aku harus mengakui kalau kau adalah orang yang sungguh cerdik. Tu Liong, Aku hanya perlu berkata satu kata ini saja kau seharusnya sudah mengerti. Aku sudah lebih dulu datang kemari sebelum kalian. Karena itu aku tahu lebih banyak hal dari pada apa yang sudah kalian dengar. Apakah kalian mengerti?"   "Teruskan"   Sekarang raut muka Tu Liong pun ikut berubah.   "Kalian berdua pasti mengetahui rahasia "tipuan pengembara jembatan langit"   Yang disukai banyak orang.   Tipuan bergandanya sudah membuat orang bingung.   Namun kalau mengetahui rahasia yang digunakannya, semua orang pasti tertawa.   Hanya saja tipuan ganda berganda yang sudah diperagakan Cu Siau-thian tadi dipentaskan dengan jauh lebih baik."   Tipuan ganda berganda? Apakah mungkin tadi Cu Siauthian sedang berbicara sendiri? tidak mungkin! Tidak mungkin seseorang bisa meniru suara orang lain sebaik itu.   tapi kalau memang Bu Tiat-cui dipaksa membuat pengakuan, rasanya hal ini juga tidak mungkin dilakukan.   Cu Siau-thian sama sekali tidak berkata apa apa.   Thiat-yan meneruskan kata katanya.   "Sungguh tidak disangka di dunia ini ada orang yang secerdik Cu Siau-thian, dan ada orang yang sebodoh Bu Tiat-cui. Kedua orang ini bisa bekerja sama adalah hal yang jarang ditemui"   "Thiat-yan!"   Akhirnya Cu Siau-thian membuka mulutnya. Kata-katanya diucapkan perlahan-lahan.   "Siasat apapun yang sedang kau rencanakan untukku, aku sudah tidak perduli. Hanya saja kau tidak dapat membengkokkan kenyataan. Setidaknya kau jangan membuat dua orang muda ini melihat dunia sebagai tempat yang sangat jahat...."   "Cu Taiya, dunia ini sebenarnya tidak jahat. Yang jahat adalah karakter manusia yang tinggal didalamnya..... aku sangat mengagumi dirimu. Kau sudah menggunakan taktik dengan sangat baik. dari awal sampai akhir, semua yang sudah kau rencanakan tidak meleset sama sekali. Pertamatama kau menyekap mereka berdua, setelah itu kau sengaja melepaskan mereka dari sekapan. Dengan sangat cerdik kau sudah melibatkan Bu Tiat-cui. Karena itu mereka berdua datang kemari mencari tahu. Setelah mereka sampai, kau mulai mementaskan 'sandiwara kecil'. Sehingga mereka berdua akan menjadi pendengar yang setia.   "Kau mengatakan bahwa kata-kata Bu Tiat-cui tadi semua sudah kukarang dan aku memaksanya untuk mengatakannya?"   "Tidak salah"   "Mengapa dia mau mendengarkan perintah-ku?"   "Pertama. dia ingin hidup. Kedua. kau sudah menjanjikan uang yang besar padanya. Setelah itu kau akan membuatnya menghilang dari peredaran untuk menghilangkan jejak. Kalau dia tahu pada akhirnya dia tetap akan sulit menghindari kematian, situasi pasti akan segera berubah."   "Kau jangan membuang-buang waktu omong kosong padaku"   "Apakah kau ingin bukti?"   "Tidak salah"   "Baiklah!"   Selanjutnya Thiat-yan mengatakan patah demi patah kata.   "Aku akan menunjukkan bukti kata-kata ku agar kalian semua bisa melihatnya sendiri! Tu Siauya, silahkan anda melihat pergelangan tangan Bu Tiat-cui."   Tu Liong melakukan perintahnya dengan sangat patuh. Dia menemukan tangan Bu Tiat-cui ada bekas ikatan tali.   "Cu Taiya! Apakah kedua pergelangan tangan Bu Tiat-cui pernah kau ikat?"   "Betul"   "Tolong balikkan mayat Bu Tiat-cui"   Saat ini mayat Bu Tiat-cui sedang berbaring terlentang.   Pisau Cu Siau-thian masih menancap erat di jantungnya.   Dengan susah payah Tu Liong mencabut pisau dari jantung Bu Tiat-cui.   Segera darah segar muncrat keluar.   Setelah itu dia membalikkan mayat sehingga sekarang mukanya menghadap ke lantai.   "Tu Siauya! Coba kau perhatikan dengan teliti. Apakah pada mayat itu tertancap sebuah jarum besi?"   "Mendengar kata 'jarum perak' mendadak Tu Liong tersentak. Beberapa tahun terakhir ini Cu Siau-thian .... ternyata memang benar di punggung mayat ini tersembul sebatang jarum besi. Jarum ini sudah bengkok karena tertimpa berat tubuhnya ketika jatuh terlentang tadi.   "Tu Siauya! Sekarang seharusnya kau sudah mengerti! Pertama-tama Cu Taiya sudah mengancam membunuh dengan cara menusukkan jarum besi pada titik darah penting Bu Tiat-cui. Mana mungkin dia tidak menuruti apa yang diperintahkan olehnya?"   Sekarang semuanya menjadi jelas, semua percakapan panjang yang didengarnya diluar adalah dialog palsu yang dilakukan hanya untuk merubah cara pandang Tu Liong dan Wie Kie-hong terhadap dirinya.   Cu Siau-thian tidak berbicara apa-apa.   Tu Liong dan Wie Kie-hong pun hanya menatap Cu Siau-thian tanpa kata-kata.   "Kie-hong, Tu Liong, apakah kalian percaya kata-katanya?"   Cu Siau-thian bertanya masih terdengar sangat tenang.   "Kami sedang menunggu penjelasanmu"   "Aku mengakui aku sudah mengancam Bu Tiat-cui dengan jarum besi, tapi semua kata-kata itu sudah diucapkan sendiri oleh Bu Tiat-cui. Aku tidak mengarangnya, aku tidak memaksa untuk mengatakan semua itu. jawabannya mengalir lancar bagaikan air. Kalau memang aku yang sudah menyuruhnya bicara seperti itu, mana mungkin dia bisa selancar itu mengatakan semuanya?"   "Cu Taiya!"   Tu Liong berusaha mendamaikan semua pihak.   "mungkin juga perbuatanmu sudah membuat kecurigaan Thiat-yan. Mengapa kau tidak mencoba menjelaskan semua hal dengan lebih teliti lagi?"   "Pada waktu itu, Leng Souw-hiang memiliki kekuasaan yang sangat besar di kota Pakhia ini. siapapun pasti akan mendengarkan kata-katanya. Tapi dia takut skandal yang tersebar luas akan membuat kesalahpahaman di dalam kalangan pemerintahan, karena itu dia menyuruhku keluar mewakilinya. Tadi aku memang menjebak kalian dalam sebuah rumah. Orang tua yang melepaskan kalian pun sebenarnya adalah orang suruhanku.   "rumput dewi tidur"   Pun aku yang sudah memberikannya.   Aku mengakui aku sudah membuat siasat ini, ini karena aku ingin kalian mendengarkan sendiri penjelasan yang sebenarnya dari mulut Bu Tiat-cui.   Karena kalau kalian mendengar penjelasan ini dari mulutku, kalian pasti tidak akan percaya."   "Teruskan kata-katamu,"   Thiat-yan menyuruh.   "Pada waktu itu setelah Leng Souw-hiang berjanji jika berhasil mencelakai Tiat Liong-san, dia akan memberikan masing-masing orang sejumlah uang yang lumayan besar. Tapi setelah itu dia malah mengatakan kalau permata merah darah itu sudah diberikan pada raja. Dan dia tidak jadi membayarkan uang jumlah besar itu. karena itu dalam hati kita semua ada sebuah dendam."   "Ketika dynasti Ceng jatuh, pemerintahan baru berdiri. Leng Souw-hiang pun kehilangan semua pengaruhnya. Tapi kalian semua masih menjalin hubungan baik dengannya. Mengapa kalian melakukan hal ini?"   Thiat-yan terus mendesak "Karena dynasti Ceng dikatakan akan bangkit kembali.   Kalau memang dynasti sungguh kembali berjaya, Leng Souwhiang akan memiliki kekuasaan yang sangat besar, siapa yang berani melawannya? "Kalau begini berarti kau sama sekali tidak ikut ambil bagian dalam masalah ini?"   "Tidak! Aku juga harus ikut bertanggung jawab"   "Tanggung jawab apa?"   Thiat-yan masih terus mendesaknya.   "Aku seharusnya menjelaskan semua kejadian itu pada kedua anak muda ini. aku seharusnya membantu mereka membuat sebuah kesimpulan yang baik. sehingga mereka bisa berjalan di jalan yang benar. Tapi aku tidak berani mengatakan semua kejadian yang sebenarnya. Karena pada waktu itu Leng Taiya belum mati, aku takut padanya"   "Mungkin juga karena Leng Taiya sudah mati, maka kau melemparkan semua kesalahan pada dirinya"   "Tidak! Bukan seperti ini"   "Cu Taiya! Kau sudah membuat sebuah kesalahan besar"    Ratna Wulan Karya Kho Ping Hoo Merdeka Atau Mati Karya Kho Ping Hoo Keris Pusaka Dan Kuda Iblis Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini