Walet Besi 7
Walet Besi Karya Cu Yi Bagian 7
Walet Besi Karya dari Cu Yi Dia hanya meneruskan perjalanan-nya, tanpa disengaja dia sudah membuat Thiat-yan merasa serba salah. Dia hanya berpikir kalau dia terlalu baik memperlakukan Thiatyan, dia sudah meng-khianati ayah angkatnya. Tidak lama dia menemukan sebuah kereta yang melintas. Kebetulan kereta ini hendak berangkat menuju Sie-san. Perjalanan ini tidak bisa dibilang perjalanan singkat. Ketika tiba di tujuan, hari sudah menjelang sore. Di daerah Sie-san ada banyak sekali orang yang berlalu lalang, dia tidak menentukan tempat bertemu yang pasti. Menemui siapapun dia tidak tahu. Wie Kie-hong hanya bisa berdiri di tempat yang terlihat jelas dan menunggu. Pada akhirnya ada seseorang datang menemuinya. Tentu saja Wie Kie-hong mengenal orang ini. tapi dalam hatinya dia menduga bahwa orang ini mungkin adalah orang yang sudah membuat janji bertemu dengannya. "Apakah anda adalah Wie Siauya?" Hiong-ki bertanya dengan sangat sopan. "Betul" "Bagusnya kita pergi kesebelah sana untuk berbincangbincang..." Hiong-ki menunjuk sebuah tempat yang sepi. Wie Kie-hong mengikutinya. Wie Kie-hong terus menerus mencoba memperhatikan senjata yang dibawa oleh Hiong-ki, tapi dia tidak dapat menemukannya. Sebuah pedang dapat dengan mudah disembunyikan. Wie Kie-hong tidak dapat menahan diri untuk tidak bertanya. Walaupun belum kenal, tapi dia merasa pernah melihat dirnya sebelumnya. Dia lalu bertanya pada Hiong-ki. "Apakah kau orang yang kemarin malam?" "Kemarin malam?" "Kau sudah mendongkel jendela kamar tidur Leng Taiya, setelah itu..." "Kau sudah salah orang...." "Aku tidak mungkin salah. Suaramu, postur tubuhmu, semuanya dikenal olehku. Lagi pula kau sudah mengundangku datang kemari...." "Kie-hong, kemarin malam setelah langit gelap kita bertemu di pekarangan rumahmu. Kita pun berbincang bincang sangat banyak disana. Betul?" "Tentu saja aku ingat, kau sudah bicara tentang Tu toako. Tapi setelah itu kau masih mencoba menye-linap masuk kedalam kamar majikanku...." "Kau sudah salah menebak. Orang itu bukan diriku." "Kalau bukan dirimu, mengapa kau hari ini mengundangku datang kemari?" "Apa? Kau sedang menunggu seseorang?" "Betul. Kalau tidak untuk apa aku berdiri disana seperti itu?" "Rupanya telah terjadi salah paham. Benar-benar kesalah pahaman yang besar. Aku melihatmu tanpa sengaja, karena kemarin malam kita sudah berbincang-bincang cukup lama, karena itu aku berpikir ingin bercakap-cakap lagi dengamu. Pergilah! kita pergi jalan masing-masing, aku tidak ingin menunda urusanmu" Kejadian ini membuat Wie Kie-hong kebingungan. Hiong-ki segera pergi, Wie Kie-hong tidak mencegahnya. Walaupun Hiong-ki ingin memainkan sebuah siasat, Wie Kiehong tidak bisa melarangnya. Tentu saja dia tidak bisa terus menunggu disana. Segera dia pulang ke rumah kediaman Leng. Setelah sampai dirumah, seseorang memberinya sebuah surat, setelah melihat-lihat amplop surat itu, dia bertanya. "Kapan surat ini dikirim?" "Baru saja belum lama" Pembantu yang menyerahkan surat menjelaskan padanya. "Siapa yang mengantarkan surat ini?" "Surat ini ditinggalkan didepan pintu" Amplop surat dilem dengan menggunakan lem kanji. Lem ini belum kering. Jelas terlihat surat ini dibuat terburu buru, dan dikirimkan terburu buru. Pada kertas surat hanya tertulis kata-kata. "Perjanjian pertemuan kita di Sie-san, karena teman anda ada di sisi anda, jadi aku batalkan. Entah apakah ini adalah sebuah kebetulan, ataukah anda sudah sengaja mengaturnya. Sebelumnya kita sudah membuat perjanjian, hanya boleh datang seorang diri. namun anda tidak menepati janji, orang yang melanggar janji adalah dirimu, bukan diriku. Sekali lagi kujelaskan, urusan ini ada hubungannya dengan baik buruknya diri anda sendiri....Kalau malam ini anda ada waktu, kira-kira jam delapan malam, aku akan menunggu di pinggir lapangan" Surat ini ditulis memakai bahasa sastra kuno, selain itu tulisannya pun digoreskan dengan sangat baik. Jelas terlihat penulisnya adalah orang yang terpelajar.. Dari surat ini Wie Kie-hong kembali terpikirkan tentang Hiong-ki. Apakah benar Hiong-ki menemuinya tanpa sengaja? Apakah benar janjinya bertemu di Sie-san adalah sebuah jebakan? Hiong-ki tidak memberi-tahunya, tapi dari gerakgeriknya diam-diam Wie Kie-hong bisa membuat kesimpulan. Apakah benar demikian? Kalau begitu, Hiong-ki adalah orang yang baik, dan orang yang membuat janji bertemu adalah orang yang jahat. Lalu apakah janji bertemu di lapangan malam ini juga adalah sebuah jebakan? Wie Kie-hong menemukan dirinya berpikir terlalu banyak. Secara reflek dia tertawa. Orang yang sedang menjalankan hidup yang sangat tegang pasti akan berpikir kesana-kemari. Dia duduk bersandar di bangku, memejamkan mata sebentar untuk beristirahat. Namun baru saja dia menutup matanya tiba-tiba Thiat-yan sudah berdiri didepannya. Dia merasa tidak nyaman, entah apa alasannya tiba-tiba datang kehadapannya. Bersambung Jilid 2... 0-0-0 Jilid KE DUA BAB 8 Jalan yang menakutkan Tu Liong mengunjungi Wie Kie-hong, karena sebuah alasan saja. didalam hatinya dia memiliki sebuah rencana, dia berharap Wie Kie-hong bisa membantu menjelaskannya. "Kie-hong" Tu Liong menyapa begitu melihat temannya. "bagaimana menurutmu kalau kita berjalan-jalan diluar sebentar?" "Aku baru saja pulang kerumah" Setelah itu Wie Kie-hong menceritakan semua kejadian yang terjadi malam kemarin. Selain itu dia juga mengulang semua kejadian yang sudah terjadi hari ini. tentu saja tidak lupa menambahkan cerita per-temuannya dengan Hiong-ki. "Tu toako, kalau aku mencoba mengingat-kanmu agar jangan memberatkan tentang balas budi dengan Cu Taiya, apakah ini mungkin?" Tu Liong tidak menunjukkan respon apa-apa. Wie Kie-hong tidak menyangka dia bisa mengeluarkan perkataan seperti ini. seharusnya Tu Liong menentang dan menjadi emosi mendengar kata-kata tersebut, namun sekarang dia sama sekali tidak mengeluarkan suara. Walaupun tidak menentang, tapi belum tentu dia setuju. Tapi paling tidak dia sudah membuat sebuah pertimbangan. Apa penyebab perubahan sikap Tu Liong yang bisa membuat pendiriannya goyah? "Kenapa kau tidak berkata apa-apa?" "Kie-hong!" Tu Liong berkata "memangnya kau ingin aku berkata apa?" "Mengenai peringatan yang tadi aku berikan padamu...." "Kemarin malam aku sudah memikirkan tentang hal ini. Sepertinya angkatan tua kita sedang menutupi sesuatu, dan mereka berusaha membodohi generasi dibawahnya." "Apakah karena hal ini kau jadi kecewa?" "HUH..! aku sangat kecewa. Selain itu aku juga merasa ditipu" "Ditipu?" Bagi Wie Kie-hong, satu patah kata ini sangat sulit diterima. Siapapun yang datang kepadanya mengatakan bahwa Leng Taiya adalah seorang penipu, dan sudah mempermainkan dirinya, dia pasti akan merontokkan semua gigi orang yang sudah mengatakan hal tersebut. "Hal ini memang sangat sulit dipercaya, namun ini adalah kenyataan. Kemarin sehari penuh Cu Taiya setidaknya sudah membohongi ku beberapa kali" "Benarkah?" "Apakah mungkin aku membohongimu?" "Belum tentu, kau bisa saja berbohong padaku. Tapi pemikiranmu itu belum tentu bisa diandalkan. Jika Cu Taiya ingin kau mati, kau pun pasti akan melakukannya. Untuk apa dia masih mau membohongimu lagi?" "Urusan ini tidak perlu kita debatkan lebih jauh lagi. Aku hanya ingin menanyakan satu hal padamu. Kalau Thiat-yan menjadi musuhmu, sikap macam apakah yang akan kau tunjukkan padanya?" Wie Kie-hong menjawab dengan spontan. "Aku akan berusaha semampuku untuk merubah permusuhan kita menjadi persahabatan....Tu toako, kata-kataku tadi mungkin tidak benar, tapi hatiku berpikir demikian. Karena itu tadi aku menjawabnya dengan spontan" "Aku sangat senang mendengar jawabanmu!" Tu Liong menepuk bahu Wie Kie-hong. "Hatiku juga berpikir seperti ini. mengapa harus bermusuhan dengan Thiat-yan? Apakah mem-balaskankan dendam ayahnya adalah perbuatan yang salah?" "Salah kalau kita berpikir seperti ini" "Salah?" "Tentu saja. Karena angkatan tua kita, korban yang sudah dilukainya" "Salah!" Tu Liong berkata dengan suara yang keras. "Ini adalah pemikiran kita kemarin, sekarang kita harus membuka mata dan melihat keadaan yang sesungguhnya dengan jelas....Kie-hong, angkatan tua kita sedang mempertaruhkan nyawanya hanya demi menjaga sebuah barang rahasia di masa lalu. Barang ini dapat kita sebut sebagai sebuah "rahasia". Kiehong, apakah kita masih mau mengadu nasib untuk membantu mereka menjaga rahasia ini?" "Tentu saja harus kita lakukan" "Menurutku tidak harus demikian" "Oh...?" Wie Kie-hong merasa bingung. Tu Liong berkata perlahan-lahan kata demi kata. "Kita harus membongkar rahasia ini, agar kita bisa mengetahui keadaan yang sesungguhnya" Perubahan Tu Liong sungguh membuat Wie Kie-hong terkejut. Tapi dia tidak dapat memikirkan apa yang sudah menyebabkan perubahan seperti ini. "Tu toako, kau mengatakan semua ini karena kau sudah mendengar... ?" "Memangnya kau pikir karena aku sudah mendengarkan kata-kata selentingan maka aku me-rubah pendirianku? Kau salah, aku sudah melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Mendengarnya dengan telingaku sendiri, setelah itu aku memikirkannya dengan kepalaku sendiri........apakah kau mengerti? Kemarin Hiong-ki sudah memberitahuku bahwa kenyataan sesungguhnya yang dihormati semua orang." "Ini perubahan yang sangat besar" "Kau tenang saja. Tidak masalah bagaimana pun aku berubah, aku tidak mungkin berbalik membelakangi Cu Siauthian. Sebenarnya dia sedang menggunakan diriku, membohongiku. Aku juga tidak mungkin membalas berbuat sesuatu yang akan kusesali suatu saat nanti" "Tu toako, ada banyak masalah yang tidak aku mengerti. Tapi, ada satu hal yang aku mengerti. Balas budi adalah balas budi. Itu adalah kenyataan. Bagaimana Cu Taiya sudah memperlakukan dirimu, bagaimana Leng Taiya sudah memperlakukan aku, ini semua adalah budi besar yang tinggi seperti gunung, dan dalam seperti lautan, kita tidak boleh melupakan jasa mereka." "Kata-kata mu ini benar, asalkan kita mengingatnya terus, aku rasa itu juga sudah lebih dari cukup ... .... kata-katamu tadi sudah membuatku berpikir... ...kalau....kalau..." "Bagaimana? Cepat katakan!" "Kalau ternyata ayahmu masih hidup...." "Mana mungkin hal ini terjadi?" "Mengapa tidak mungkin? Leng Taiya sudah melihat pedangnya dengan mata kepalanya sendiri, bagaimana mungkin pedang pusakanya jatuh ke tangan orang lain?" "Ini hal yang tidak mungkin, kasih ayah kandung sendiri lebih besar setingkat daripada kasih ayah angkat. Kalau memang dia masih hidup, mengapa dia tidak segera datang untuk menemuiku? Mengapa dia harus menghindari? sungguh tidak masuk akal." "Orang yang berusaha memecahkan sebuah misteri pasti akan sering merasa curiga. Aku merasa pedang pusaka ayahmu yang sudah menampakkan diri, bukanlah suatu kebetulan. Lagipula orang yang mendongkel jendela kamar Leng Taiya, apakah dia merasa pedang lain tidak enak digunakan sehingga harus menggunakan pedang ayahmu? kupikir ini pasti ada alasan yang masuk akal." "Apa alasannya?" "Mungkin juga dia sedang berusaha menguji daya ingat Leng Taiya." "Tentu saja aku merasa senang kalau ternyata ayah kandungku masih hidup. Tapi aku tidak bisa mempercayai kalau dia masih hidup namun berusaha menghindariku." "Apa alasannya dia menghindari dirimu, ini juga salah satu jawaban yang ingin ku cari" "Tu toako....maksudmu adalah....?" "Pada waktu itu Leng Taiya menyuruh ayahmu untuk pergi membantunya menyelesaikan sebuah masalah. Apakah karena ayahmu tidak dapat menyelesaikan tugas yang sudah dipercayakan padanya sehingga dia tidak berani pulang? Kiehong.... ini adalah sebuah masalah yang jawabannya sangat fatal, yang paling menentukan" "Siapa yang bisa mengetahuinya?" Wie Kie-hong bergumam seolah-olah berkata pada diri sendiri. Walet Besi Karya Cu Yi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Leng Taiya pasti tahu" Kata Tu Long. "Kau ingin aku bertanya padanya?" Tu Liong mengangguk-anggukkan kepala. "Dia....dia tidak mungkin memberitahuku" "Kau harus menggunakan taktik pada waktu bertanya padanya..." "Tu toako! Leng Taiya sudah mendapat musibah, terlebih lagi dia adalah angkatan tua kita, umurnya sudah sangat tua. Aku tidak bisa memaksa" "Tentu saja generasi yang lebih muda tidak boleh memaksa pada generasi yang lebih tua. Namun kalau kau bisa membelokkannya sedikit, asalkan masih bisa mencapai hasil, bukankah ini namanya kompromi?" Wie Kie-hong hanya termenung. Dia mengerti maksud perkataan Tu Liong ........jawaban dari pertanyaan ini memang menentukan segalanya? .... kalau bisa memecahkan misteri ini apakah bisa tahu keadaan yang akan terjadi? "Tetapkan hatimu!" Tu Liong memberi semangat. "Baiklah! Aku akan coba" "Segeralah, aku akan menunggu disini" "Aku berangkat sekarang" Wie Kie-hong tidak hanya menyanjung Tu Liong, tapi sangat menghormatinya sampai hatinya yang dalam, kalau Tu Liong tidak memberi dukung an moral dan semangat, dia tidak mungkin berani menanyakan hal ini didepan Leng Souw-hiang. Tampaknya kemarin malam Leng Souw-hiang sudah tidur dengan nyenyak. Sekarang semangatnya sudah kembali pulih. Kehilangan banyak darah sudah membuat mukanya terlihat sangat pucat, namun sekarang rona warna merah darah sudah samar-samar tampak dikedua pipinya. Kelihatannya dia sudah kembali sehat dengan cepat. Matanya yang sudah berpengalaman langsung dapat mengetahui maksud kedatangan Wie Kie-hong menemuinya. Dia tidak menunggu Wie Kie-hong berbicara, dia sudah bertanya. "Ada masalah apa?" "Ayah!" Walaupun keberanian Wie Kie-hong sekarang sudah beratus kali lipat, namun ketika kata-katanya sudah sampai di bibirnya, dia kembali menimbang-nimbang. "ada sebuah masalah yang ingin kutanyakan" "Masalah apa?" "Pada saat ayah menyuruh ayah kandungku untuk pergi menyelesaikan sebuah urusan, aku ingin tahu urusan apa yang harus diselesaikan?" "Mengapa kau menanyakan hal ini?" Nada bicara Leng Souw-hiang terdengar sangat tenang. Sepertinya dia tidak merasa kaget "Aku ingin tahu penyebab kematian ayah ku..." "Apakah kau tidak percaya padaku?" Tiba-tiba raut muka Leng Souw-hiang berubah. "Aku tidak bermaksud seperti ini ....berita mengenai kematian ayahku, selama ini aku hanya mendengar kabar saja. Bahkan ayah pun tidak pernah melihat jasadnya. Dan lagi kemarin malam ayah sudah melihat sendiri pedang pusaka milik ayah kandungku....... ini membuatku berpikir bahwa ada kemungkinan ayah kandungku masih hidup. Ayah angkat, dugaanku mungkin ayahku tidak menyelesaikan masalah yang harus diurusnya dengan baik, karena itu dia tidak berani pulang untuk menjumpaimu...." "Omong kosong!" Leng Souw-hiang sudah mulai marah. "mengapa kau punya pikiran seperti ini? bukankah ini menjelek-jelekkan nama ayahmu sendiri? ayahmu sangat setia padaku, dia tidak pernah melupa-kan budinya. Kie-hong, katakanlah, siapa yang sudah menyuruhmu menanyakan hal ini padaku?" "Tidak.... tidak ada...." Wie Kie-hong sedikit gugup. "Kie-hong!" Nada bicara Leng Souw-hiang kembali terdengar lembut. "Walaupun aku jarang keluar rumah, namun aku tahu semua masalah yang terjadi diluar sana. ayahmu memang sudah mati, karena banyak alasan, aku tidak bisa mengirim orang mencari jasadnya dibawa pulang. Namun kau tenang saja, akhirnya aku mengerti pikiranmu." "Tapi pedang itu...." "Sekarang aku menyesal sudah menceritakan tentang pedang itu padamu. Orangnya sudah mati, barang peninggalannya tentu diambil orang lain dengan mudah" "Tentu ayahku tidak mati karena sakit" "Tidak salah. Dia memang sudah dibunuh orang" "Kalau begitu semuanya cocok, orang yang sudah menggunakan pedang pusaka milik ayah pasti ada hubungannya dengan asal usul kematiannya. Aku tidak ingin berbohong bahwa aku ingin sekali menyelidiki masalah ini" "Kau ingin melakukan ini, sebenarnya tidak ada salahnya. Hanya saja saat ini kau belum bisa langsung menyelidikinya. Kie-hong! dengarlah kata kataku. Jangan usik ketenangan Thiat-yan" "Aku tidak mengerti masalah ini. apa hubungan antara menyelidiki asal-usul kematian ayah kandungku dengan Thiatyan?" "Dugaanku, orang yang kemarin malam berusaha mendongkel jendela pasti ada hubungan dekat dengan Thiatyan." "Apa ada bukti?" "Tidak ada, hanya dugaanku saja." "Jangan jangan....apakah waktu itu tugas yang sedang dijalankan oleh ayahku juga ada hubungannya dengan Thiatyan?" Ketika Wie Kie-hong masuk kedalam kamar, Leng Souwhiang sedang berbaring diatas ranjang. Sekarang ini dia sudah loncat turun dan berdiri tegak. Mukanya tampak tertekuk, nafasnya tersengal-sengal. Wie Kie-hong belum pernah melihat dia marah seperti ini. "Kalau kau masih percaya padaku, dan masih menganggapku sebagai orang yang lebih tua, kau dengarkan kata-kataku. Kalau kau tidak percaya padaku, kupersilahkan kau pergi dari tempat ini. kau ingin berbuat apapun kau bebas melakukannya. Tidak ada yang bisa melarangmu" Wie Kie-hong jelas sudah pasrah. Cara yang sudah diajarkan oleh Tu Liong gagal total. Hutang budi yang besar sudah mencegahnya untuk terus maju. Selain itu dasar hatinya sangat baik. dia tidak ingin Leng Souw-hiang sakit hati. Dia kembali ke kamarnya. Hanya sekali melihat Tu Liong sudah tahu apa yang sudah terjadi........"aku tahu kau tidak berhasil menanyakannya, malah sebaliknya dimarahi habis-habisan. Betul tidak?" "Aih...!" Wie Kie-hong hanya menghembuskan nafas sedalam-dalamnya... "Sebenarnya ini sudah lebih dari cukup, kalau Leng Taiya tidak mau menceritakan kejadian yang sebenarnya, malah sebaliknya menjadi emosi, ini menunjukkan bahwa urusan yang sudah dia perintah-kan agar ayahmu menyelesaikan pekerjaannya adalah sebuah urusan yang tidak dapat diceritakan pada orang lain" Tampak Wie Kie-hong merasa tidak setuju dengan pernyataan ini. Tapi dia hanya mengerutkan kening sambil berkata. "Mengapa kau bisa mengatakan hal ini?" "Apakah kata-kataku salah?" "Kalau misalnya Leng Taiya sudah mem-berikan sebuah pekerjaan yang tidak boleh diceritakan pada orang lain, bukankah ketika ayahku pergi meninggalkan kediamannya, juga tidak bisa diceritakan pada orang lain?" "Aih...kau sudah terlalu banyak membaca buku. Sepertinya kau sudah terbelit dengan kata-kata ini. siapa yang tidak punya rahasia? Yang namanya rahasia ya memang tidak bisa diceritakan pada siapapun. Urusan yang tidak bisa diceritakan pada orang 1 ain pastilah adalah urusan yang picik." Setelah Tu Liong mengatakan seperti ini, Wie Kie-hong merasa tidak enak hati. setelah terdiam beberapa lama dia baru melanjutkan kata katanya. "Sekarang aku tidak tahu harus berbuat apa lagi" "Kalau kau tidak ingin tahu kejadian yang sebenarnya, kau bisa bersantai dan tidur didalam rumah. Kalau Thiat-yan datang kemari, barulah kau bisa berkata padanya...." "Buat apa menyindirku? Jelas sekali kau tahu betapa aku ingin mengetahui keberadaan ayahku saat ini. kalau masih hidup, aku ingin menemuinya, kalau sudah mati, aku ingin mempersiapkan upacara penguburan dan membuatkan sebuah makam yang layak." "Kalau begitu kau harus pergi mencari Thiat-yan" "Mencari dia?" "Betul sekali, waktu itu bukankah dia mengatakan ingin bertukar syarat denganmu?" Wie Kie-hong merasa sulit membuat keputusan. Tiba-tiba saja dia terpikirkan tentang Hiong-ki. Karena itu dia membuat sebuah topik pembicaraan yang baru "Tu toako, apakah kau pernah mendengar seseorang yang bernama Hiong-ki?" "Kenapa?" "Dia datang kemari mencariku. Dia berharap aku bisa memberimu peringatan" "Peringatan? Apa maksudnya?" "Dia berharap kau tidak ikut campur dalam masalah ini" "Sebenarnya dia tidak perlu datang padamu untuk memberi peringatan padaku lagi, kemarin dia sudah menemui aku. Kita sudah berbincang-bincang sangat banyak. Kata-katanya sudah memberi dampak yang mendalam bagiku. Kie-hong, bukankah kau mengatakan bahwa aku sudah banyak berubah?" "Bagaimana keputusanmu....?" "Tenang saja, aku tidak mungkin membela-kangi Cu Taiya, hanya saja aku tidak akan terus menutup mata dan mematuhinya. Aku mengerti semua kejadian yang terjadi. Hutang budi harus dibalas, namun tidak bisa hanya mengandalkan ini saja, menurutmu benar tidak?" "Apakah Tiat Liong-san orang jahat?" "Mengapa tiba-tiba kau menanyakan hal ini?" "Kalau dia orang jahat, maka hukuman mati adalah pembalasan yang setimpal. Kalau dia bukan orang jahat...." "Menurut pandanganku, tidak masalah apakah Tiat Liongsan orang jahat ataupun orang yang baik, semua ini tidak ada hubungannya. Yang paling penting adalah mengetahui motivasi angkatan tua kita. Apa maksud mereka bersamasama mencelakai Tiat Liong-san?" "Apakah ini urusan yang ingin kau tahu?" Tu Liong menganggukan kepalanya. "Kalau begitu harus mencari Thiat-yan untuk minta penjelasan, itu sebuah keharusan" Tu Liong mengangguk-anggukkan kepalanya lagi. "Baiklah. Aku akan pergi mencarinya" "Hati-hati dengan Boh Tan-ping yang selalu ada disisinya" "Oh...?" "Paling baik kau bisa berbicara dengan Thiat-yan secara diam diam. Boh Tan-ping adalah teman baik Tiat Liong-san, namun dia juga adik angkat Cu Taiya" Wie Kie-hong terlihat sangat kaget Kedua pemuda ini sudah menganggap Cu Siau-thian sebagai dalang pembuat onar. Tu Liong merasa terjepit dalam situasi yang canggung itu, dia merasa serba salah, sifat dan karakternya yang lurus, mem-bangkitkan rasa ingin tahunya, membuat dia ingin mengkorek rahasia, namun hatinya yang lemah membuatnya tidak tega melihat Cu Siau-thian mendapatkan masalah. Situasi yang dialami oleh Wie Kie-hong jauh lebih sederhana daripada Tu Liong. Kalau diteliti dari berbagai macam sudut pandangpun, Thiat-yan seperti-nya sudah tidak memiliki hubungan apa-apa lagi dengan Leng Souw-hiang. Kalau Wie Kie-hong ingin mencari dirinya untuk berbicara, ini bukanlah suatu hal yang sulit dikerjakan. 0-0-0 Thiat-yan tidak terkejut ketika menyambut kedatangan Wie Kie-hong yang mendadak. Sepertinya semua sudah dia perkirakan sebelumnya. Sekali melihat dirinya dia tersenyum dan bertanya. "Bagaimana kunjunganmu ke Sie-san?" Wie Kie-hong tidak menjawab. Dia langsung mengatakan tujuan datang menemuinya. "Thiat-yan! dahulu kau pernah mengucapkan tentang sebuah perjanjian, apakah kau masih ingat?" "Tentu saja ingat" "Apakah sekarang masih berlaku?" "Masih berlaku" "Baik! Kalau begitu aku bersedia membuat pertukaran dengan dirimu" Thiat-yan melihat dia dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan sangat cermat. Seolah-olah dengan melakukan ini dia bisa melihat isi hatinya. "Kie-hong! Aku harap kau membuat keputusan ini dengan sebuah pertimbangan yang matang, bukan hanya sebuah keputusan yang gegabah" "Tenang saja! aku bukan orang yang gegabah dan terburu buru melakukan sesuatu" "Baik! kalau begitu kita berdua sudah sepakat. Kau mendapatkan informasi berita yang ingin kau ketahui, aku bisa mengerti misteri yang ingin aku mengerti....sekarang ini pertama-tama marilah kita berdua membicarakan tentang kopor kulit kuning. Barang itu sudah diserahkan oleh Leng Souw-hiang pada Bu Tiat-cui untuk dijagakan. Apa betul ???" "Tidak pernah terjadi hal yang seperti itu" "Oh..?" "Pada waktu itu Cu Siau-thian memberikan sebuah surat perintah pada Leng Souw-hiang. Dia berpesan padanya agar surat itu dibuka dan dibaca hanya pada waktu situasi sedang sulit. Ketika kau sudah memotong tangannya, dia terpikirkan tentang surat ini. segera dia membuka dan membaca isinya, setelah itu dia menyuruhku untuk pergi ke gang San-poa...." "Kau mengatakan bahwa Leng Taiya sebe-narnya tidak mengetahui apapun tentang kopor kulit berwarna kuning itu. Bahwa dia sebenarnya hanya menjalankan perintah yang tertulis didalam surat....?" "Betul" "Kalau begitu sebenarnya siapa Bu Tiat-cui juga dia mungkin tidak tahu?" "Betul" "Apakah Cu Siau-thian masih memberikan surat perintah serupa pada orang lain?" Walet Besi Karya Cu Yi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Semua orang diberinya! Tan Po-hai, Oey Souw juga masing-masing mendapatkannya" "Sungguh sebuah berita yang membuat hatiku menjadi tenang..." Wie Kie-hong merasa heran. Dia bertanya. "Mengapa berita ini membuatmu begitu gembira?" "Karena berita ini tidak pernah kita dengar sebelumnya." "Sekarang kita sudah bisa membicarakan tentang keberadaan ayahku" Tiba-tiba saja raut wajah Thiat-yan berubah. Dia lalu berkata dengan nada rendah. "Sebelum aku memberitahum berita yang ingin kau ketahui, kau harus berjanji satu hal padaku. Kau tidak boleh emosi dan kau pun tidak boleh berharap terlalu banyak. Kenyataan dari sebuah harapan sering diluar dugaan seseorang, kalau terjadi seperti itu, harapan terlalu tinggi bisa membuatmu susah" "Bagaimanapun hasilnya bagiku tetap sama saja. yang paling penting adalah kenyataan yang sesungguhnya, aku hanya ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi" "Sejauh pengetahuanku, ayahmu masih hidup dalam dunia ini, dia belum mati...." Wie Kie-hong tampak sangat tenang, melihat hal ini, sebaliknya Thiat-yan yang merasa tidak enak hati. Kata-kata yang akan diucapkan selanjutnya bukanlah sebuah berita baik yang pantas ditanggapi dengan tenang seperti ini. Betul saja, setelah berdiam diri beberapa lama dia melanjutkan kata katanya. "Hanya saja sepertinya hidupnya lebih men-derita dibandingkan kematian" "Mengapa demikian?" Tiba-tiba Wie Kie-hong terloncatdari tempat duduknya. "Karena saat ini dia sedang dipaksa oleh seseorang. Dia mirip seperti setan kelaparan, tidak berbeda dengan sebuah mayat hidup. Dia tidak bisa melakukan apa pun sesuai dengan keinginannya sendiri... Dalam sekejap saja Wie Kie-hong yang tadinya tampak sangat tenang sekarang berubah mirip orang gila yang kesurupan. Dengan nada menyesal dia bertanya. "Siapa orang yang sudah menekan ayahku? Cepat katakan!" "Aku tadi sudah berkata padamu, mengapa sekarang kau jadi emosi seperti ini? bukankah kau tadi mengatakan kau bukanlah orang yang mudah menjadi emosi?" "Thiat-yan! kau tidak perlu berbelit-belit seperti ini. aku memohon agar kau cepat memberitahu, siapa orang yang menekan ayahku?" "Sekarang ini aku tidak dapat memberitahu" "Mengapa?" "Karena kau pasti tidak akan percaya" "Aku sudah berkali-kali menunjukkan padamu, sekarang aku kemari bertanya padamu, aku pasti akan percaya pada jawabanmu" "Meski kau sungguh percaya omonganku tanpa curiga sedikitpun, aku juga tidak akan memberitahu- kannya padamu...." Emosi Wie Kie-hong semakin meluap, saking emosinya sampai berteriak padanya. "Dulu kau takut aku tidak percaya, sekarang kau takut aku percaya! sebenarnya dalam situasi apa kau baru mau memberitahu berita itu padaku?" "Paling baik kau setengah percaya setengah tidak percaya padaku" "Aku sungguh tidak mengerti...." "Kau dengarlah kata-kataku. Kalau kau tidak percaya padaku, apapun yang aku katakan akan sia sia. Kalau kau sangat percaya padaku, kau pasti akan segera mencari orang ini dan turun tangan, tentu saja ini akan menjadi masalah. Kalau kau setengah percaya setengah tidak percaya, ini sebuah perbedaan yang besar. Kau perlahan-lahan akan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kau akan mempelajari kejadian yang sesungguhnya dengan hati-hati. Tentu saja pada akhirnya kau pun akan berhasil membongkar semua misteri ini, hanya saja kau tidak akan salah bertindak dan membuat masalah yang lebih besar." Walaupun argumentasi Thiat-yan sangat bertele tele, namun masuk akal. Wie Kie-hong sudah tidak emosi seperti tadi, sekarang dia sudah lebih tenang. Dia lalu berkata. "Aku mengerti apa yang kau ingin katakan. Kalau aku berjanji tidak akan bertindak dengan gegabah, dan berhati hati dalam menyelidiki kata-katamu, apakah kau akan memberitahuku?" "Persetujuanmu bukanlah suatu hal yang menentukan, masalahnya adalah apakah kau mampu menghadapi masalah ini dengan hati tenang" "Aku percaya aku bisa melakukannya" "Masih ada satu masalah lagi. Apakah kau bisa berjanji sebelum masalah ini selesai kau tidak memberitahukan tentang hal ini pada siapapun?" "Boleh" "Kalau begitu aku akan memberitahumu. Orang itu adalah Cu Siau-thian" "Cu Siau-thian ? apakah benar Cu Siau-thian adalah orang yang selama ini sudah menekan ayahnya Wie Kie-hong yang bernama Wie Ceng?" Pada saat ini perasaan Wie Kie-hong bercampur aduk seperti ketika seseorang ditengah jalan melihat seseorang merangkak dan lalu menggigit seekor anjing. Bukan anjing yang menggigit orang, tapi orang yang menggigit anjing. Siapapun yang melihat hal ini pasti pertama-tama akan mengira kalau dia salah melihat. Sekarang ini Wie Kie-hong merasa bahwa dia sudah salah mendengar. "Kau tidak percaya?" "Bukan tidak percaya, hanya sulit percaya" "Sikapmu sungguh membuat hatiku tenang. Setengah percaya dan setengah tidak percaya. Kau perlahan-lahan akan...." "Aku ingin bertanya satu hal lagi padamu. Apakah ayahku ada didalam kota?" "Ada" Thiat-yan menjawab dengan sangat yakin. "Dimana?" "Didalam genggaman tangan Cu Taiya" "Apakah selama bertahun-tahun ini ayahku tidak mendapat kesempatan bebas?" "Sangat sulit, karena kemampuan Cu Siau-thian untuk mengendalikan orang lain luar biasa hebat, orang orang seperti Tu Liong, Leng Taiya, Hui Ci-hong, Tan Po-hai, bukankah semuanya berada dalam genggaman tangannya?" Kata-kata yang diucapkan Thiat-yan sangat dalam, Wie Kiehong diam-diam merasa terkejut. "Kie-hong ! Cu Siau-thian bukan orang yang mudah dihadapi. Ini adalah kata-kata terakhir yang bisa aku sampaikan untukmu...." "Ada satu hal yang ingin aku beritahu padamu. Boh Tanping adalah adik angkat Cu Siau-thian, kau tidak boleh terlalu percaya padanya" Wie Kie-hong berharap untuk melihat Thiat-yan yang terkejut, tapi ternyata Thiat-yan malah tertawa. Tawanya terdengar sangat lembut. "Urusan yang kau ketahui sebenarnya tidak sedikit" "Kau tampaknya tidak terkejut mendengar berita ini" "Aku sama sekali tidak merasa kaget" "Kenapa?" "Karena aku sudah lama tahu" "Kau sudah tahu Boh Tan-ping adalah adik angkat Cu Siauthian. Apa kau mengira bahwa dia pernah menjadi adik angkatnya, tapi tidak mengira bahwa sampai sekarang pun masih menjadi adik angkat. Nona Thiat-yan ! sampai sekarangpun Boh Tan-ping masih berhubungan dengan Cu Siau-thian. Apakah kau tahu tentang hal itu ???" "Tentu saja aku tahu" Sekarang keadaannya berbalik. yang terkejut adalah Wie Kie-hong... "Kau sudah jelas sekali tahu tapi pura-pura tidak tahu? Ataukah hubungan diam-diam antara Boh Tan-ping dan Cu Siau-thian juga sudah direncanakan olehmu?" Thiat-yan tertawa dan berkata. "Urusan ini tergantung dari kepintaranmu untuk menilai" Walaupun percakapan kali ini tidak menghasilkan sebuah keputusan yang jelas, namun jelas percakapan ini sudah mencairkan rasa permusuhan diantara mereka berdua. Bagi Wie Kie-hong, dia banyak belajar dari Thiat-yan. Ayahnya masih hidup....ini adalah kabar besar yang sangat baik. Walaupun Wie Ceng hidupnya lebih menderita daripada mati, tapi bagi anaknya hal ini jauh berbeda. Apakah kata-kata Thiat-yan dapat dipercaya? Jawabannya sudah pasti. Caranya yang unik dalam menyampaikan berita ini memberikan kesan yang berbeda bagi Wie Kie-hong. Thiatyan bukan orang yang lain dimulut lain di hati, bukanlah seseorang yang berhati picik Ketika berjalan pulang, tiba-tiba Wie Kie-hong terpikir tentang muslihat Cu Siau-thian yang membagikan surat perintah bagi setiap orang. Dia memiliki sebuah pemikiran untuk mengetahui semua isi surat perintah rahasia yang sudah diedarkan. Sekarang dia memutuskan untuk membongkar semuanya. Hui Ci-hong sudah mati, orang yang tersisa hanyalah Tan Po-hai dan Oey Souw. Wie Kie-hong memutuskan untuk pergi menjumpai Tan Po-hai. 0-0-0 Saat Wie Kie-hong tiba, Tan Po-hai bukan sedang memainkan alat musiknya. Dia sedang bermain catur melihat kedatangan Wie Kie-hong, dia menghentikan permainannya. "Paman Tan! apakah luka anda sudah lebih baik?" "Sudah jauh lebih baik!" Mendengar dari nada suara dan cara bicara Tan Po-hai, sepertinya kehilangan kedua daun telinga bukanlah sebuah urusan yang sangat besar baginya. "Bagaimana keadaan Leng Taiya?" "Beliau juga baik-baik saja" Wie Kie-hong berbicara dengan sangat sopan. Mendadak dia menurunkan suaranya. "Gihu sudah mengutusku kemari untuk menanyakan tentang satu hal padamu" Setelah mengatakan hal ini, dalam hatinya Wie Kie-hong merasa sedikit gugup. Ini adalah pertama kalinya dia berkata bohong. Namun kalau tidak berbohong, dia takut Tan Po-hai tidak akan mengata-kan keadaan yang sebenarnya. "Masalah apa?" Tampaknya Tan Po-hai sama sekali tidak memperhatikan perubahan emosi Wie Kie-hong. "Setelah kalian mencelakai Tiat Liong-san, Cu Taiya sudah membagikan surat perintah rahasia. Masing-masing diantara anda semua mendapatkan sebuah. Kalau situasi menjadi rumit dan sulit, anda diharapkan membuka surat itu dan melakukan apa yang sudah tertulis didalamnya. Tentunya paman belum melupakan tentang hal ini?" "Tentu saja aku tidak mungkin lupa" "Apakah paman sudah melihat surat ini?" "Tentu saja aku sudah melihatnya" "Gihu ingin tahu apa isi dari surat yang diberikan pada anda" Tan Po-hai tertegun "Gihu sudah berpesan padaku. Apakah akan mengatakan ataupun tidak, itulah keputusan yang akan dibuat Paman. Aku sama sekali tidak boleh memaksa" "Sebenarnya tidak ada hal yang aneh dari isi surat yang diberikan padaku. Di atas surat itu hanya tertulis beberapa huruf saja ........orang yang bodoh akan selamat, ini sesuai dengan apa yang aku inginkan sekarang, kau lihat, bukankah aku sekarang sudah baik-baik saja?" Wie Kie-hong merasa seperti balon bocor yang kempis dan kehilangan udara. Kata-kata yang tertulis itu tidak mengandung banyak arti. Kali ini sepertinya dia sudah datang sia-sia. "Apakah Leng Taiya mengetahui apa isi surat yang diberikan pada tuan besar Hui?" "Hui Taiya sudah mati, bagaimana bisa mencari tahu?" Mendadak raut muka Tan Po-hai menjadi muram. Dia berkata seperti sedang bergumam. "Kie-hong, aku tidak ingin menutupi dirimu. Sebenarnya aku sudah melihat isi surat yang diberikan pada Hui Taiya" "Oh...?" Wie Kie-hong bingung, entah apa dia harus terkejut atau senang. "Setelah aku mendengar kalau kedua mata Hui Taiya sudah dicungkil, aku langsung berpikir kalau dia tidak mungkin bisa membaca surat rahasia itu sendiri. Oleh karena itu aku tidak memperdulikan luka yang sedang kuderita dan secepatnya pergi ke tempatnya. Tentu saja Hui Taiya sangat mempercayai aku. Karena itu dia meminta aku membacakan suratnya" Wie Kie-hong khawatir kalau dia terlalu banyak bertanya pada Tan Po-hai, dia tidak akan lebih banyak bercerita padanya. Karena itu dia sengaja membelokkan kata katanya. "Paman Tan! Gihu sangat ingin tahu isi surat rahasia itu. Apakah anda bisa menceritakannya padaku?" "Karena Leng Taiya yang ingin tahu, aku tentu saja tidak bisa menutup-nutupinya. Tapi kata-kata yang tertulis di dalam surat rahasia untuk Hui Taiya masih membuat bulu kudukku berdiri sampai sekarang" "Oh..? memang apa yang tertulis disana?" Tan Po-hai merendahkan nada suaranya. Dia mengatakan patah demi patah kata dengan sangat bertenaga. "Cepatlah mati! untuk menghindar kesulitan pada temantemanmu" "Oh...! apakah Hui Taiya langsung melakukan perintah yang dituliskan?" "Saat itu aku sudah berunding dengannya. Lagipula kedua matanya sudah tidak bisa melihat. Dia tidak mungkin bisa membaca tulisan yang tertera didalam surat. Lagipula tidak ada orang yang tahu kalau aku sudah membantunya membacakan surat itu. Karena itu kami berdua berpura-pura tidak ada yang melihat surat rahasia yang sudah diberikan padanya" "Apakah saat itu Hui Taiya menerima usulan mu pura pura tidak tahu?" "Tentu saja dia setuju usulanku. Siapa yang tidak ingm terus hidup?" "Tapi...." "Tapi ternyata Hui Taiya mati. Aku sungguh tidak tahu apa yang sudah menyebabkan hal ini. apakah dia lalu berubah pikiran dan menganggap kalau perintah didalam surat itu tidak boleh diabaikan begitu saja?" Mendadak Wie Kie-hong tercebur dalam sebuah pemikiran yang mendalam. Sepertinya saat ini dia sedang terjepit sebuah pertanyaan yang sangat besar. Sampai-sampai tatapan matanya tidak beralih barang sejenakpun. "Kau kenapa?" "Oh... ! " Tiba-tiba Wie Kie-hong kembali sadar. "aku tidak apa-apa, aku hanya merasa aneh. Mungkin saja Cu Taiya sedang bercanda, mengapa Hui Taiya harus begitu serius menanggapi isi surat tersebut???" "Sudahlah! sebaiknya kita berdua berhenti disini saja. kau harus berpura pura tidak mendengar apapun. Aku pun akan berpura pura tidak mengatakan apapun" "Harap tenang. Aku bukan seorang anak kecil" 0-0-0 Wie Kie-hong terus berbincang-bincang dengan Tan Po-hai untuk beberapa lama. Setelah menjelang sore, Wie Kie-hong mohon pamit. Dia meninggalkan kediaman Tan Po-hai. Segera dia pergi ke kediaman Hui Taiya, kediaman Hui Taiya terletak ke sebelah selatan kediaman Tan Po-hai. Ini adalah sebuah bangunan yang sangat mewah. Wie Kie-hong adalah tamu yang sering berkunjung ke tempat ini, karena itu dia bisa masuk ke dalam kediamannya dengan mudah. Dia mengunjungi pengurus kediaman tersebut. Pengurusnya bermarga Eng. Dia mengira Leng Souw-hiang sudah mengutusnya datang untuk menanyakan perihal upacara pemakaman, karena itu dia segera menjamunya. "Pengurus Eng! ketika Hui Taiya meninggal, apakah anda sedang berada disini?" "Ya, aku sedang berada didalam kediaman ini" Walet Besi Karya Cu Yi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Siapakah yang paling pertama mengetahui tentang kematiannya?" "Orang yang sedang mengurus dirinya" "Apakah aku bisa menemuinya?" "Wie Siauya, maafkan aku tidak sopan, apakah aku boleh bertanya mengapa anda ingin melakukan hal ini?" "Pengurus Eng! apakah anda sungguh percaya bahwa Hui Taiya sudah mati gantung diri?" "Memangnya tidak?" "Aku tidak berani memastikan, hanya saja berdasarkan keadaan terakhirnya, sepertinya Hui Taiya tidak mungkin bisa menggantung dirinya sendiri..." "Anda tidak tahu. Hui Taiya seumur hidup nya selalu mementingkan harga dirinya. Menerima musibah yang besar seperti ini, mana mungkin dia masih mempunyai harga diri untuk terus hidup?" "Pengurus Eng! yang aku bicarakan bukan masalah harga diri. aku sedang membuat kesimpulan. Hui Taiya sudah kehilangan kedua matanya. Dia tidak bisa melihat, memindahkan kursi, mencari tali pengikat dan melilitkan tali tersebut ke palang rumah. Sepertinya hal ini tidak mudah dilakukan" Pengurus Eng tampak sangat terkejut, seolah-olah dia baru saja mendengar tentang sesuatu yang belum pernah didengarnya selama ini, atau melihat sesuatu yang belum pernah dilihatnya selama ini. dia baru menyadari hal ini. Sepertinya suasana hatinya dalam sekejap mendadak berubah menjadi sedih. Dia membuka mulutnya, namun tidak ada suara yang keluar. Setelah sangat lama, barulah dia bertanya dengan suara yang sangat gemetar. "Wie Siauya! apakah anda ingin mengatakan bahwa Hui Taiya dibunuh orang?" "Aku curiga pada hal tersebut" "Sepertinya hal ini tidak mungkin. Karena Hui Taiya sangat baik pada semua orang, dia tidak pernah berselisih paham dengan orang lain. Mana mungkin..?" "Pengurus Eng! yang aku katakan bukanlah suatu hal yang sudah pasti. Yang kau katakan pun belum pasti, sebaiknya kita berdua mencoba menyeli-diki hal ini. bukankah kita akan mengetahui hal yang sebenarnya terjadi?" "Bagaimana cara mencari tahunya?" "Tentu saja dengan bertanya pada orang yang mengurus Hui Taiya" "Tidak mungkin! tamu yang datang melayat sangat banyak. Sekali masalah ini terdengar keluar, bukankah ini menjadi bahan tertawaan orang banyak?" "Pengurus Eng, kenyataan yang sesungguhnya lebih penting dari apapun. Sepertinya semua tamu yang datang melayat pun ingin tahu kejadian yang sebenarnya." "Saat ini emosi semua orang yang ada didalam kediaman ini sedang tidak tenang. Bahkan orang yang bisa mengambil keputusan pun tidak ada. Sementara ini terpaksa aku yang harus membuat keputusan, namun aku juga tidak bisa membuat keputusan dengan sesuka hati. Wie Siauya! aku tahu maksudmu baik. Begini saja, aku bisa membawakan orang yang pada waktu itu sedang mengurus Hui Taiya, tapi tolong jangan beritahukan tentang apa yang kalian bicarakan ini pada orang lain." "Terimakasih Pengurus Eng" Tidak lama kemudian, Wie Kie-hong bisa bertemu dengan orang yang mengurus Hui Taiya dalam sebuah ruangan rahasia. Orang ini sudah mengabdi pada Hui Taiya sekitar dua puluh tahun lebih. Dia dipanggil Cong Congkoan. Wie Kie-hong bertanya dengan sopan. "Cong Congkoan, apakah anda orang yang pertama menemukan Hui Taiya gantung diri?" "Betul" "Hui Taiya sedang mendapatkan musibah yang sangat besar. Bagaimana mungkin anda bisa meninggalkannya begitu saja didalam kamarnya?" "Saat itu Hui Taiya sudah mendengar kabar yang sangat buruk. Dia berkata bahwa kepalanya terasa pusing, dia ingin beristirahat menenangkan hati sejenak dan lalu menyuruhku untuk pergi dari kamarnya. Aku juga tidak tahu bagaimana alasannya, hatiku merasa tidak tenang, setelah itu aku kembali ke kamarnya untuk memeriksa keadaannya. Selang waktu tidak sampai setengah jam, namun aku sudah menemukan sebuah musibah yang sangat besar." "Apakah tali yang digunakan untuk menggantung dirinya adalah tali yang ada didalam kediaman ini?" "Betul" "Apakah tali itu ditaruh begitu saja didalam kamar tempat tidurnya?" "Sulit dipastikan." "Kedua mata Hui Taiya tidak dapat melihat, bagaimana dia dapat mencari tali ini?" Cong Congkoan tertegun. "Cong Congkoan, jangankan Hui Taiya yang sudah mendapat luka begitu parah, sakitnya tidak tertahankan. Orang yang sehat yang ditutup matanya dengan sapu tangan saja belum tentu bisa menemukan tali dan mempersiapkan semua urusan menggantung dirinya. Betul?" "Betul. Pasti ada orang yang sudah membantu dirinya" "Mengapa kau tidak berkata bahwa ada orang lain yang sudah membunuhnya? Bahwa ada orang yang sudah melingkarkan tali pengikat itu di lehernya?" "Wie Siauya, kata-katamu itu sudah mem-buatku bingung. Kalau memang demikian adanya, siapakah orang yang sudah membunuhnya?" Wie Kie-hong tidak melanjutkan kata-katanya. Dia menemukan kalau pembantu ini sudah hampir pingsan karena merasa takut. Dia hanya memberitahu pembantu itu agar tidak memperbesar masalah dengan mengatakannya pada orang lain. Setelah itu dia dibawa ke dalam kamar tidur Hui Taiya untuk meneliti. Setelah selesai, dia bahkan tidak menyapa para tamu. Dia ingin menghindari tanggapan para tamu yang sedang melayat. 0-0-0 Setelah berlalu dari kediaman Hui Taiya, Wie Kie-hong segera berangkat menuju kediaman Cu Taiya. Dia meminta tolong agar pelayan yang menyambut di pintu melaporkan kedatangannya diam-diam pada Tu Liong. Setelah melihat Tu Liong, Wie Kie-hong segera menariknya pergi menjauh. Tu Liong segera bertanya padanya. "Ada apa ini?" Wie Kie-hong tidak segera menjawab pertanyaan tadi. Setelah berjalan cukup jauh, dia memandang jauh ke sekeliling beberapa kali untuk memastikan tidak ada yang mendengarkan, dia barulah membuka mulut "Tu toako, aku ingin memberitahu tentang sesuatu. Kau harus percaya padaku" "Katakanlah" "Hui Taiya tidak bunuh diri, tapi dia sudah dibunuh orang lain" Tu Liong segera bertanya balik. "Apakah kau memiliki bukti?" Lalu Wie Kie-hong menceritakan kembali semua percakapannya dengan Tan Po-hai. Bahkan dia juga menceritakan kejadian yang dialaminya di dalam rumah Hui Taiya ketika dia bertanya pada Cong Congkoan. Tu Liong mendengarkan dengan sangat serius "Coba kau pikir. Seseorang yang sudah kehilangan penglihatannya, seorang tua yang sudah menderita luka yang sangat parah, lalu ingin menggantung diri... pasti ini adalah hal yang sulit dilakukan" "Siapa pelaku kejahatannya?" Tu Liong mengajukan pertanyaan yang baru "Sulit dikatakan" "Kie-hong, kalau kau ingin mengatakan sesuatu, katakanlah....sepertinya pelaku kejahatan ini sudah ada dalam pikiranmu...." "Siapa?" "Hanya Cu Taiya seorang yang mungkin terlibat didalamnya" "Tu toako, aku juga pernah memikirkan kemungkinan masalah ini, tapi aku tidak berani mengatakannya. Aku juga tidak berani untuk berpikir terus" "Mengapa?" "Karena ... ini seperti sangat tidak mungkin. Memikirkan kembali pada tahun tahun itu, mereka beberapa orang tua itu semuanya bersahabat sangat karib. Mereka menjalin hubungan yang sangat harmonis. Hui Taiya mendapat luka, kedua matanya sudah tidak dapat melihat....mana mungkin Cu Taiya pada waktu sulit seperti ini...." "Tujuan seorang pembunuh tidak selalu ingin lawannya mati, ada banyak orang yang membunuh orang lain agar dirinya bisa terus hidup.... Kie- hong, kau sudah mengambil tindakan yang tepat memberitahuku. Kau tenang saja, aku bisa membeda-kan mana yang baik dan mana yang buruk, yang mana yang benar dan yang mana yang salah." Wie Kie-hong tidak tahu bagaimana cara melanjutkan katakatanya, dia hanya bisa terdiam melihat lawan bicaranya. "Bagaimana pembicaraanmu dengan Thiat-yan?" "Dia mengatakan kalau ayahku masih hidup" "Wah itu berita yang bagus" "Tapi....tapi...." "Mengapa kau tidak langsung mengatakan padaku?" "Katanya ayahku saat ini sedang dipaksa orang, dia tidak lebih dari sekedar mayat hidup, walaupun masih hidup tapi seperti mati...." "Siapa yang sudah berbuat begitu?" "Katanya orang itu Cu Siau-thian" "Oh...?" Kali ini Tu Liong yang merasa kaget "Kau tadi mengatakan Cu Siau-thian adalah orang satu-satunya yang terlibat. Tapi menurutku sepertinya tidak demikian, kalau memang diam-diam ada orang yang seperti ini, dia pasti akan mengerti semua urusan seperti membalik telapak tangannya sendiri. Dia menggunakan kesempatan membunuh Hui Taiya agar beberapa orang yang mengetahui keadaan didalamnya jadi mencurigai Cu Taiya. Sehingga dia menjadi target kecurigaan semua orang, ini juga sebuah kemungkinan" "Kie-hong, terima kasih kau sudah membuatku sadar, sudah berdiri di posisiku. Aku berharap pertimbanganmu bisa menjadi kenyataan. Sekarang, aku ingin kembali pada Cu Taiya dan membuat suatu perundingan yang menentukan. Mungkin saja...." "Apakah kau tidak merasa itu hal yang berbahaya?" "Aku tahu, jika dia bisa membunuh sahabat karibnya sendiri, pasti dia juga bisa membunuhku" "Kalau ternyata dugaan yang kita buat bersama tidak tepat, bukankah ini akan menyakitkan hati Cu Taiya?" "Kie-hong, hatimu sungguh sangat mulia. Aku pasti akan mencari kesempatan yang tepat untuk membicarakannya, kau tenang saja" Wie Kie-hong tentu saja tidak dapat berkata lebih banyak lagi. kedua orang itu pun berpisah. Baru saja dia berjalan beberapa langkah jauhnya, tiba-tiba Hiong-ki muncul dihadapannya. Sekarang Wie Kie-hong juga sudah membuat sebuah dugaan. Dia tahu kemunculan Hiong-ki bukan hanya kebetulan saja, raut wajahnya tampak sangat datar. Kie-hong hanya menganggukkan kepala. "Apa yang Wie heng bicarakan dengan Tu Liong tadi?" "Aku sudah menyampaikan kata-kata yang dititipkan oleh Hiong heng" "Bagaimana reaksinya?" "Sebenarnya Hiong heng sama sekali tidak perlu menggunakan aku memberitahukannya lagi. Kalian berdua kan sudah pernah membahas tentang masalah ini, katakatamu juga sudah membuat perubahan yang sangat besar pada dirinya" "Oh...??" Kata-kata Hiong-ki berbelok dengan tajam "Apakah kau sudah menjumpai nona Thiat-yan?" "Betul" "Membicarakan apa saja?" "Membicarakan masalah yang menyangkut ayahku........apakah Hiong heng sangat menaruh minat pada semua urusan ini?" Hiong-ki tidak sebodoh itu untuk tidak mengerti apa yang ingin dikatakan oleh Wie Kie-hong. Dia berkata dengan lemah lembut. "Sepertinya Wie heng sudah salah paham denganku" "Aku hanya merasa kemunculan Hiong heng selalu tepat waktu, sepertinya bukan kebetulan." "Suatu saat nanti Wie heng pasti akan mengerti sendiri. Saat ini aku hanya ingin memesan beberapa kata 'terhadap perkataan siapapun, jangan sepenuhnya percaya ataupun tidak percaya" "Apakah ini termasuk kata-katamu?" Hiong-ki hanya tersenyum, setelah itu dia merangkapkan tangan dan pergi. Wie Kie-hong menatap punggung Hiong-ki yang menjauh sampai menghilang dari pandangan. Setelah itu dia baru membalikkan tubuh untuk pergi. 0-0-0 Wie Kie-hong menyewa sebuah kereta, dan pergi ke gang San-poa ke kediaman Bu Tiat-cui. Ternyata pemiliknya sedang berada didalam rumah. Terhadap kunjungannya yang tiba-tiba, sepertinya Bu Tiatcui tidak merasa kaget sama sekali. "Tuan Bu, aku punya sebuah pertanyaan yang harus kau jawab dengan jujur" "Oh...?" Reaksi Bu Tiat-cui masih terlihat sangat tenang. "Setiap pertanyaan yang kau jawab, kau pasti akan mendapatkan bayaran. Karena itu aku juga sudah mempersiapkan sejumlah uang untukmu. Lima puluh uang orang luar negri. Seharusnya ini tidak sedikit" "Aku ingin mendapatkan uang ini" "Pertanyaannya sangat sederhana, siapakah yang sudah menyuruhmu menjagakan kopor kulit kuning itu?" "Aku tidak bisa mengatakannya" "Kenapa?" "Tidak bisa ya tidak bisa" Walet Besi Karya Cu Yi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "kalau begitu aku tambah uangnya dua kali lipat, jadi seratus, bagaimana?" "Walaupun kau memberikan aku seribu mata uang orang luar negeri, aku tidak mungkin memberitahukannya" "Kau setidaknya harus memberitahu alasan-nya" "Ini adalah urusan hidup dan mati. Saat itu aku juga pernah menerima uang dari orang lain. Orang itu sudah memperingatkanku, kalau aku membocorkan rahasia ini, aku pasti mati" "Kalau sekarang aku berkata, aku akan membunuhmu kalau kau tidak menjawab. Apakah kau masih tutup mulut?" "Kau....kau pasti sedang bercanda" Wie Kie-hong mengeluarkan sebuah pisau, dan setelah itu menggerak-gerakkannya dihadapan Bu Tiat-cui. "Kalau kau tidak menjawab pertanyaanku, aku pasti akan membunuhmu. Aku serius." Wajah Bu Tiat-cui langsung berubah. "Aku akan bertanya untuk yang terakhir kalinya. Siapa yang sudah memberi kopor kulit yang berwarna kuning untuk dijagakan olehmu itu?" Tiba-tiba saja Bu Tiat-cui melompat dari tempat duduknya dan segera berlari keluar pintu Tapi mana mungkin Bu Tiat-cui dapat meloloskan diri, sekali Wie Kie-hong menjulurkan bahu kanannya, dia sudah berhasil menangkapnya. Wie Kie-hong segera berputar ke belakang Bu Tiat-cui, dan pisau kecil yang dipegangnya sudah menempel di pipinya. Bu Tiat-cui tampak seperti seorang terdakwa. Namun tidak disangka, ternyata Bu Tiat-cui tidak hanya memiliki mulut seperti besi, namun akalnya pun tidak pendek. Ketika Wie Kie-hong sudah berdiri dibelakang-nya, tangan Bu Tiat-cui melesat turun berusaha mencengkeram daerah vital diantara kedua kaki Wie Kie-hong. Untung Wie Kie-hong segera menyadarinya. Karena posisinya yang menempel dengan Bu Tiat-cui, dia terpaksa menunggingkan pantatnya jauh-jauh agar cengkraman Bu Tiat-cui meleset. Bu Tiat-cui tahu ini adalah kesempatan satu-satunya bagi dia untuk melepaskan diri. Dia pun ikut menunggingkan pantat dan menundukkan kepala. Sebentar saja dia sudah berhasil lolos dari pelukan Wie Kiehong. Dia kembali berlari keluar. Perangkap Karya Kho Ping Hoo Pedang Wucisan Karya Chin Yung Rase Emas Karya Chin Yung