Ceritasilat Novel Online

Sepasang Pendekar Perbatasan 14


Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Karya Chin Yung Bagian 14


Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Karya dari Chin Yung   Wanyen Hong berdiri tegak membelakangi pintu untuk mengawasi Gorisan, tampak.   kedua belah tangannya si jahanam terkapar dilantai, tubuhnya berlepotan darah segar, wajahnya telah berubah menjadi hijau sebentar lalu putih sekejap kembali lagi menjadi hijau dan seterusnya! Melihat ini Wanyen Hong terrawa dingin.   "Gorisan!"   Katanya.   "Sakitmu tidak berarti jika dibandingkan dengan apa yang telah aku alami selama tujuh belas tahun! Sakit hatiku hingga sekarang belum lagi cukup terbalas penuh!"   Baru habis Wanyen Hong berkata, Gorisan sudah paksakan dirinya bangun sambil berseru.   "Baiklah kita mati bersama!"   Berbareng mana tubuhnya mencelat menubruk Wanyen Hong dengan dahsyat sekali! Tapi dengan tenang Wanyen Hong mundur selangkah sambil mengangsurkan pedangnya kedepan dan tepat menyongsong dadanya Gorisan.   Segera terdengar suatu teriakan ngeri berkumandang memenuhi ruangan sempit itu hingga orang yang mendengarnya menjadi bergidik! Kiranya pedang Wanyen Hong sudah amblas separuh didalam dadanya Gorisan! Dengan perlahan-lahan biang kerok rimba-persilatan ini terkulai dan meloso jatuh dibawah kaki adik misannya sendiri.   Wanyen Hong, puteri cantik dari negeri Kim.   Wanita yang siang-malam Gorisan selalu rindukan, tapi tak pernah mendapat balasan sedikitpun.   ---oo0dw0oo--- Gokhiol dan kawan2-nya yang berada disebelah luar jadi gelisah, karena sudah sejak tadi mereka tidak mendengar suara apa-apa dari ruangan sebelah, keadaannya tetap sunyi-senyap saja.   Ketika mereka sedang bingung, mendadak terdengar suatu jeritan ngeri yang maha dahsyat keluar dari tenggorokkannya Gorisan yang seperti tersumbat oleh darah, suatu teriakan yang menyayatkan hati! Mereka ini menerjang masuk untuk melihat apa yang telah terjadi diruang sebelah, tapi pintu itu tertutup rapat dari sebelah dalam, ketika mereka hendak mendobrak masuk, tiba2 muncul Kim-gan-bie sambi! berlari-lari.   "Su-cie dimana? Barusan aku melihat sesosok bayang orang masuk kedalam."   Katanya.   Kiranya Liu Bie yang ditugaskan oleh Wanyen Hong untuk menjaga dimulut goa, ketika ia lengah sedikit, tampak bayangan orang berkelebat masuk, takut yang menyelinyap masuk adahih fihak musuh, segera ia memburu datang dan menanya Gokhiol beramai.   "Kami tidak melihat ada orang masuk.   Bagaimana rupa orang itu yang kau lihat?"   Menanya Pato. "Seperti seorang pengemis tua yang pernah aku lihat...."   Menjawab Kim-gan-bie. Belum habis Liu Bie berkata. Gokhiol sudah lantas memotong.   "Dialah ayah-ku! Kemana ia pergi?" "Justeru aku ingin menanya kau?"   Balik menanya Liu Bie. Tapi mendadak dari belakang sebuah patung budha yang besar terdengar satu suara berkata.   "Aku berada disini, mengapa kau berkoar-koar tidak keruan?"   Semua orang terkejut, dengan cepat mereka menoleh dan tampak seorang pengemis tua berjalan keluar dari belakang patung.   Dia memang adalah si pengemis aneh yang Gokhiol dan Hay Yan temukan ditengah jalan dekat gunung Ciong-lam San.   Dari antara kelima muda-mudi yang berada disitu, hanya Patolah yang masih belum mengenal pengemis aneh ini.   Diawasinya pengemis itu yang awut-awutan rambutnya, pakaiannya compang-camping tidak keruan sedangkan badannya kotor seperti keranjang sampah.   Dipinggangnya melilit se-ekor ular berwana merah yang bentuknya sangat ganjil sekali, sehingga diam2 Pato menjadi heran dan merasa takut terhadap pengemis yang luar biasa ini.   Melihat kedatangan pengemis ini, Gokhiol dan Hay Yan lantas datang menyambut untuk terus memberi hormat, "Ayah...."   Memanggil Gokhiol dengan rasa haru yang tak terhingga, sedangkan Hay Yan dengan rasa cemas berkata, "Tio pek-pek, ibuku terkurung dalam kamar ini, tolonglah agar ia dapat keluar."   Pengemis tua itu menjawab dengan suara yang dalam, "Anak yang manis, ibumu tak kurang suatu apa didalam, malah kini ia sudah berhasil membunuh Gorisan.   Yang terpenting sekarang ialah kita harus menolong Im Hian Hong Kie-su secepat mungkin, terlambat setindak kita bakal menemukan mayatnya saja."   Tai-tai dengan cepat berkata.   "Tidak bisa!"   Katanya memprotes,"   Bagaimana ibuku boleh ditinggal seorang diri didalam bersama mayat Gorisan?" "Ha-ha, anak tolol, kenapa sampai begitu jauh kau masih juga tolol? Ibumu ada baiknya bersembunyi dulu disini untuk sementara waktu.   Menolong Kie-su adalah sangat penting sekali.   Mari lekas ikut aku, jangan banyak cing-cong lagi."   Ujar si pengemis.   Sehabis berkata si pengemis sudah balikkan badannya dan bertindak pergi.   Gokhiol yang hendak menanyakan lebih lanjut tentang keadaan ayahnya selama tujuh belas tahun, tetapi karena keadaan sekarang sangat genting, ia urungkan maksudnya dan berkata.   "Mari hayo lekas ikut ayahku."   Ia mengajak.   Mereka beramai lalu mengikuti si pengemis mendaki goa kesatu.   Disana tampak sebuah jalan yang sempit berliku-liku.   Sinar matahari memancar dengan terangnya.   Diluar mulut goa terdapat celah-celah, dari sini mereka dapat melihat kebawah jurang dimana api sedang berkobar-kobar dengan dahsyatnya.   Terpisah beberapa tombak dari mereka, ada sebuah goa lainnya yang berangka.   Si pengemis mencelat masuk dan segera disusul oleh yang lainnya.   "Im Hian Hong Kie-su tentunya terkurung didalam goa ini."   Bisik Hay Yan pada Gokhiol.   Goa keenam belas ini adalah sebuah goa alam, didalamnya terdapat patung2 serta lukisan2 yang indah, dibelakangnya terdapat sebuah kamar batu.   Mendadak terdengar suara pintu berbunyi dan dari dalamnya muncul seorang lhama yang mencekal sebuah sekop, lhama ini begitu melihat ada orang masuk lalu menegor.   "Siapa yang datang?"   Dengan sikap agak jeri lhama itu palangkan sekopnya didepan dadanya. Gokhiol dan Hay Yan mengenali bahwa lhama itu adalah Ang-bian Kim-kong. Gokhiol sudah tidak dapat menahan hatinya, dengan membentak keras ia maju kemuka.   "   Ang-bian Kim-kong, apa kau masih mengenali tuan mudamu?"   Ang-bian Kim-kong terkejut, dengan cepat ia menyapu dengan sekopnya hingga pedang Gokhiol tersampok kesamping.   Liu Bie yang berada dibelakang pemuda kita lantas saja bekerja.   Dengan pecut Hong-bweepian ia menyambar sekopnya si lhama dan tanpa dapat ditahan lagi alat itu terbang diawang-awang.   Ang-bian Kim-kong jadi takut, dengan badan gemetaran ia berbalik untuk kabur.   Tapi secara mendadak si pengemis sudah membentak.   "Diam!"   Berbareng mana tangannya sudah mencengkeram kedepan.   Kiranya dengan ilmu Pek-kong pa-hiat atau Menotok-jalan-darah-melalui-udara, si pengemis sudah menyerang Ang-bian Kim-kong, sehingga si lhama merasakan sekujur badannya kesemutan dan tidak mampu berkutik lagi.   Pato lantas saja maju untuk menghabiskan riwayatnya Ang-bian Kim-kong, tapi dengan cepat sudah dicegah oleh pengemis itu sambil berkata.   "Ampuni jiwanya. Kita harus mengingat bahwa dia adalah muridnya Budha yang agung."   Gokhiol angkat badannya Ang-bian Kim-kong untuk dilempar kepojok ruangan, kini dengan tanpa mendapat rintangan mereka beramai masuk kedalam.   Tampak dihadapan mereka melintang sebuah peti batu, dari sebuah lubang persegi terlihat wajahnya Im Hian Hong Kie-su seperti orang lagi tidur nyenyak.   Si pengemis berjongkok disamping peti batu, ia kerahkan seluruh tenaganya untuk membuka peti itu, tapi sedikitpun peti batu itu tidak bergeming saking kukuhnya.   Gokhiol penasaran, ia gunakan pedangnya untuk membacok, tapi hasilnya tetap nihil.   "Tay Im Lo-nie segera bakal datang, waktu sangat mendesak sekali.   "   Ujar si pengemis "   Sebaiknya kalian keluar dulu dari sini.   Mereka menurut dan meninggalkan tempat itu.   Segera pengemis itu meramkan sepasang matanya seraya mengatur tenaga-dalam.   Perlahan-lahan ia mengangkat kedua tangannya kedepan, badannya agak bungkuk kebawah.   Kemudian secara mendadak bagaikan kilat sepasang tangannya terayun menghantam peti batu.   "Bum....!"   Satu suara keras menggelegar memekakkan telinga dan peti batu itu hancur berarakan.   Sungguh hebat tenaganya pengemis ini.   Segera pengemis itu meramkan sepasang matanya seraya mengatur tenaga-dalam.   Perlahan-lahan ia mengangkat kedua tangannya kedepan, badannya agak bungkuk kebawah.   Kemudian secara mendadak bagaikan kilat sepasang tangannya terayun menghantam peti batu.   "Bum....!"   Satu suara keras menggelegar memekakkan telinga dan peti batu itu hancur berarakan.   Sungguh hebat tenaganya pengemis ini.   Tapi anehnya, tubuh Im Hian Hong Kie-su sedikitpun tidak luka.   Dengan leluasa sekarang ia pondong badannya Gak Hong untuk dikeluarkan dari puing hancuran batu dan meletakan disuatu tempat yang bersih.   Gokhiol dan kawan-kawannya yang mendengar suara maha dahsyat ini, lantas memburu masuk untuk melihat, mereka menjadi girang begitu melihat Im Hian Hong Kie-su sedikitpun tidak kurang suatu apa.   Dengan dua jarinya si pengemis mengorek mulut Im Hian Hong Kie-su dan mengeluarkan suatu benda sebesar biji lengkeng yang bersemu merah.   "Hem, aku sudah menduganya,"   Mendumel ia seorang diri.   "benda inilah yang mengacau."   Lalu ia menyimpan benda itu didalam sakunya seraya berkata pada Gokhiol, "Anak, berikan Im cianpwee minum."   Cepat-cepat Gokhiol mengeluarkan sekantong air dan memberikan Im Hian Hong Kie-su minum, sedangkan dari belakang si pengemis mengurut-urut lehernya Im Hian Hong Kie-su, tak seberapa kemudian Im Hian Hong Kie-su membuka matanya sarnbil menghirup hawa udara yang segar dalam."   Im Yang Jie-yauw sungguh liehay sekali."   Katanya sambil mengawasi orang2 disekelilingnya. "Im su-heng, bagaimana perasaanmu sekarang? Kalau sudah mendingan, lekaslah bangun, kita masih mempunyai urusan banyak yang mesti dikerjakan."   Berkata si pengemis.   Im Hian Hong Kie-su yang memiliki ilmu lwee-kang tingkat tinggi, begitu hawa murninya si pengemis mengalir kedalam tubuhnya, semangatnya lantas pulih kembali.   Tapi ketika ia menoleh kearah si pengemis, ia menjadi terkejut dan heran.   "   Kau..... kau...... apakah Tio Hoan?"   Tanyanya dengan mata terbuka lebar.   "Im suheng, soal ini sebaiknya kita bicarakan nanti saja, si nie-kouw iblis sudah datang."   Berkata si pengemis.   Semua orang lantas keluar, tapi baru sampai dipintu, mereka disambut oleh satu suara tertawa kering yang menyeramkan, itulah....................   ---oo0dw0oo--- Semua orang lantas keluar, tapi baru sampai dipintu, mereka disambut oleh satu suara tertawa kering yang menyeramkan, itulah suaranya seorang wanita! Memang, dimulut goa sudah menantikan seorang nie-kouw tua, dialah Tay Im Lo-nie! Dengan pedang menggemblok dibelakang pundaknya Tay Im Lo-nie menghadang ditengah jalan, tapi begitu ia melihat Im Hian Hong Kie-su turut keluar, paras mukanya berobah dan hatinya berdebar-debar.   Tahulah ia bahwa diantara rombongan fihak lawan ada seorang yang tinggi kepandaiannya dan tak dapat dianggap remeh.   Tapi debaran hatinya Tay Im Lo-nie hanya sebentar saja, tanpa hiraukan difihak lawan ada orang pandai begitu pundaknya bergerak sedikit, tahu2 si niekouw ini sudah menyerang si pengemis dan Im Hian Hong Kie-su, namun semacam tenaga tangkisan dan mendorong yang hebat telah membuyarkan seluruh serangannya sampai si nie-kouw tua mundur selangkah.   Walaupun telah mengalami serangan ini yang cukup hebat, Tay Im Lo-nie tidak putus asa.   Menyusul ia mengirim pula satu pukulan, kembali si pengemis menangkis sambil mengangkat tangannya mendorong keluar.   Barulah kali ini Tay Im Lo-nie insyaf bahwa dirinya sedang berhadapan dengan musuh yang tangguh.   Cepat2 ia loncat mundur sambil mencabut pedangnya.   Pedang itu yang bernama Ouw-tiap-kiam atau Pedang kupu-kupu bentuknya sangat aneh, ujung bercagak dua berupa gaetan atau kumis kupu-kupu.   Sambil melintangkan pedangnya didepan dadanya, ia menunding si pengemis sambil membentak.   "Siapa kau? Lekas beritahukan namamu agar kau mati tidak penasaran diujung pedangku!"   Si pengemis dengan tertawa dingin menjawab.   "Huh, apa derajatmu? Namaku sangat indah sekali, mungkin setelah kau mendengarnya lantas kau jatuh cinta padaku. Hua... ha... ha.... sungguh lucu!"   Mukanya Tay Im Lo-nie berubah merah padam mendengar ejekan si pengemis, dengan pedangnya ia menunding si pengemis.   "Hai, pengemis bau! Apakah kau orang dari Thian-bun Pay yang telah menolong hidung kerbau ini? Antara kita tidak ada ganjalan apa-apa, tapi kenapa kau sudi sekongkol dengan mereka?" "Aha, Sutohani! masa sampai namaku saja kau sudah lupa?"   Berkata si pengemis. Tay Im Lo-nie terkejut mendengar si pengemis menyebut nama aslinya, belum hilang rasa kagetnya, si pengemis sudah berkata pula.   "Sutohani, dengarlah biar baik dan pasanglah kupingmu biar benar. Namaku adalah Tio Hoan, keponakan dalam langsung dari Maha Kaisar Song. Bila kau tahu diri, lekaslah lepas semua orang tawananmu, aku bakal ampuni jiwamu."   Tay Im Lo-nie yang sudah sekian tahun menjagoi daerah See-hek, bagaimana mau tunduk begitu saja dengan mudahnya? Sambil pelototkan matanya Tay Im Lonie berteriak.   Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Tio Hoan, apa kau kira aku takut padamu?"   Berbareng mana pedangnya telah ia ayun untuk merangsek, tapi Tio Hoan dengan tenang dan bertangan kosong ia menyambuti serangannya Tay Im Lonie sambil berkata, "Kali ini kau boleh rasakan kelihayannya ilmu Thian-bun Pay!"   Tay Im Lo-nie tak hiraukan ejekan Tio Hoan, dengan gencar terus ia melakukan serangan2 yang mematikan, tapi walaupun serangannya si nie-kauw gencar laksana angin puyuh, tapi selalu serangannya kena dibikin punah oleh Tio Hoan.   Kini sadarlah si nie-kouw bahwa Tio Hoan tengah mempergunakan ilmu kelas satu dari kaum lwee-keh yang bernama Im-yang Tay-kie-kang yang tiada keduanya dikolong langit ini! Sambil mengeretakan giginya Tay Im Lo-nie terus mengadakan perlawanan, ia putarkan pedangnya sedemikian rupa sampai hujan lebatpun tak mungkin tembus dari sinar pedangnya, namun lama- kelamaan ia kewalahan juga, sekali bayangan tangannya Tio Hoan lewat didepan mukanya dalam jarak satu dim saja, hingga semangatnya niekouw ini jadi terbang, terpaksa dengan mengenjot badannya ia mencelat mundur.   Tapi dengan cepat pula Tay Im Lo-nie menubruk Tio Hoan, ketika tubuhnya masih berada diudara, ia sudah melancarkan satu pukulan yang gencar seperti ribuan kupu-kupu berterbangan serentak mengelilingi taman bunga.   Tio Hoan mengenali bahwa pukulan Tay Im Lo-nie adalah salah satu jurus dari Sam-im Tiat kim-ciang yang paling beracun.   Luka Hian Cin-cu juga disebabkan oleh pukulan ini, maka tanpa ayal Tio Hoan segera mengempos semangatnya.   "Bagus!"   Serunya sambil mengulurkan tangannya untuk menyambuti telapak tangan Tay Im Lonie.   Begitu dua tangan saling bentrok, melekatlah kedua tangan tersebut bagaikan dipaku.   Tio Hoan lantas merasakan hawa yang amat dingin menyerang tubuhnya, namun ia yang telah mahir mempergunakan tenaga-dalam, dengan cepat ia alirkan hawa dingin itu ketangan kirinya, Juga ia terus pulangkan pula kedalam tubuhnya Tay Im Lonie.   Tay Im Lo-nie kaget, sebab secara mendadak segumpalan hawa dingin bagaikan kilat menyerang badannya, sampai ia merasakan dadanya sesak dan hendak membeku, cepat2 ia kerahkan tenaga murninya untuk bertahan, lalu dengan tipu "Ie-kong Ie-san"   Atau Kakek dungu-memindahkan-gunung, ia mendorong kedepan dan berhasil membuat Tio Hoan tergeser selangkah, hingga lekatan tangan mereka jadi terlepas.   Menyusul mana si niekouw menengadah sambil bersiul nyaring.   Suaranya bergema bagaikan suara burung hantu menangis! Tak berselang lama dari atas sebuah tebing mengembus angin hangat-hangat panas.   Tampak sesosok bayangan merah dengan gerakan yang indah terjun turun kebawah.   Dialah Tay Yang Lhama! Sambil mencekal kaca tembaga ia berteriak.   "Tio Hoan, hari ini kau bakal mampus tanpa ada kuburan !"   Sambil melayang turun, Tay Yang Lhma mengirim satu pukulan kearah Tio Hoan, tapi dengan ringan Tio Hoan berkelit, begitu Tay Yang Lhama hinggap ditanah, maka Im Yang Jie-yauw segera berpencaran hingga Tio Hoan terkurung didalamnya.   Im Hian Hong Kie-su yang pernah dijatuhi oleh tipu muslihat kedua iblis ini, segera membisiki Tio Hoan dengan menggunakan ilmu lwee-kang Coan-im Jip-bie.   "   Gunakan Toan-seng Kie-kang. Hati - hatilah terhadap pukulan serentak mereka."   Memperingatkan Gak Hong. Im Hian Hong Kie-su setelah mengambil pedangnya Gokhiol lantas maju kearena medan pertempuran sambil membentak, "Tay Im Lo-nie, lihatlah pedangku!"   Serunya. Tay Im Lo - nie mengawasi Im Hian Hong Kie-su dengan senyuman tawar.   "Tua bangka, kau cari mampus sendiri!"   Mengejeknya.   Lalu ia tinggalkan Tio Hoan untuk menyambuti serangannya Im Hian Hong Kie-su.   Tio Hoan yang sudah mempunyai rencana sendiri, begitu melihat Im Yang Jie-yauw menyerang, dengan gerakan seperti kilat badannya melayang-layang berturut-turut secara gantian ia menyambuti serangan kedua lawannya.   Tapi ia selalu mengelakkan serangan serentak dari Im Yang Jie-yauw.   Meskipun demikian Tio Hoan merasakan juga serangan hawa panas dan dingin silih berganti menyerang dirinya.   Tak terasa ketiga jago ulung ini sudah bergebrak selama belasan jurus.   Gokhiol yang merasa kuatir terhadap keselamatan ayahnya sudah ingin maju, namun Im Hian Hong Kie-su yang berada disampingnya mencegah.   "Kau tak usah kuatir. Coba keluarkan pedangmu, ayah..... mu sudah mempunyai suatu rencana yang bagus."   Katanya perlahan.   Rupanya selagi Tio Hoan menangkis serangan musuh, diam2 ia sudah menggunakan ilmu Mengantar-suara- melalui-udara-kosong membisiki Im Hian Hong Kie-su agar ia suka turut rencananya.   Im Hian Hong Kie-su setelah mengambil pedangnya Gokhiol lantas maju kearena medan pertempuran sambil membentak.   "Tay Im Lo-nie, lihatlah pedangku!"   Serunya. Tay Im Lo-nie mengawasi Im Hian Hong Kie-su dengan senyuman tawar.   "Tua bangka, kau cari mampus sendiri!"   Mengejeknya.   Lalu ia tinggalkan Tio Hoan untuk menyambuti serangannya Im Hian Hong Kie-su.   Tio Hoan setelah melihat Tay Im Lo-nie meninggalkannya, secara diam2 ia mengeluarkan ular merahnya, lalu dengan mulut berkemak-kemik perlahan, ia memberi isyarat pada ularnya.   Ular merahnya adalah sejenis ular yang bernama Ciu- hwee-coa atau Ular-pengejar-api.   Ular ini, begitu melihat sinar api atau siapa apa saja yang mengeluarkan warna seperti api, segera menyerang tanpa perdulikan benda itu apa adanya.   Ketika itu Tay Yang Lhama sedang mencekal kaca tembaga yang berpatulkan cahaya api, maka ular Ciu-hwee-coa begitu melihat sinar dan mendapat perintahnya Tio Hoan, lantas saja menyerang bagaikan kilat cepatnya.   Tay Yang Lhama kaget dan tidak menyangka bahwa Tio Hoan membawa ular beracun ini, maka tanpa ampun lagi tenggorokannya terpagut oleh ular yang sangat berbisa ini.   Tanpa mampu berkelit lagi Tay Yang Lhama roboh sambil mengeluarkan jeritan yang sangat hebat sekali.   Tay Im Lo-nie terkejut melihat suhengnya menggelepar ditanah secara mendadak untuk kemudian kaki tangannya menjadi kejang, mukanya dengan cepat berobah menjadi biru, dan napasnya berhenti, kiranya Tay Yang Lhama yang sudah menjagoi daerah See-hek dengan kejamnya, telah pulang ketanah barat akibat dipagut ular Ciu-hwee-coa Suatu biang bencana bagi dunia kang-ouw telah pergi untuk selama-lamanya....   Sedang Tay Im Lo-nie bingung, Tio Hoan dengan tindakan perlahan sudah mendatangi, sekarang terpaksa ia mesti melayani kedua jago yang tinggi ilmunya.   Im Hian Hong Kie-su kedipkan matanya memberi tanda pada Tio Hoan, kemudian secara serentak mereka menggunakan ilmu Toan-to Kie-kang yang maha dasyat.   Segera Tay Im Lo-nie merasakan dadanya sesak seperti hendak meledak, matanya berkunang, mulutnya terasa manis2 dan....   uah....   ia memuntahkan darah segar! Tapi nie-kouw ini yang mempunyai dasar lwee-kang sangat kuat, melihat gelagat kurang baik, segera ia mengendorkan tenaga dalamnya, kemudian sambil menjejak kedua kakinya, tubuhnya mencelat tinggi keatas dan hinggap diatas tebing.   Dari atas la melihat tubuhnya Tay Yang Lhama menggeletak tidak berkutik lagi, hatinya merasa remuk melihat kematian su-hengnya secara mengenaskan, maka sambil entah menjerit entah berteriak, ia melayang turun lagi untuk menubruk Tio Hoan.   Tapi jago Thian-bun Pay ini cuma ganda tertawa saja sambil mengangkat sebelah tangannya untuk menangkis serangannya Tay Im Lo-nie yang sudah mulai nekat.   Begitu dua telapakan tangan saling bentrok, kedua orang ini masing2 mundur selangkah, akibat gempuran yang keras ini, kembali Tay Im Lo-nie memuntahkan darah segar, rupanya alat2 didalam tubuhnya si nie-kouw kena tergempur rusak, dengan tubuhnya agak sempoyongan, Tay Im Lo-nie delikan matanya memandang Tio Hoan, lalu ia maju lagi dengan hati penasaran dan dendam, kali ini ia menyerang sekaligus dengan kedua belah tangannya menyerang dada dan kempungannya Tio Hoan.   Jago Thian-bun Pay berkelit atas serangan nekatnya si nie-kouw, tapi dengan sebat pula Tio Hoaa balas mengirim satu pukulan kearah pinggangnya Tay, Im Lo-nie, si Die-kouw yang sudah menderita luka dalam, gerakannya agak lamban, dengan demikian maka pukulannya Tio Hoan mengenakan secara telak pinggangnya si nie-kouw.   Dengan mengeluarkan jeritan yang keras tubuhnya Tay Im Lo-nie terpental sejauh dua tombak tanpa bisa bangun lagi, kiranya dalam saat ia menerima pukulan Tio Hoan, Giam-lo-ong sudah mengajaknya pergi ke Kui Bun Koan ! Im Yang Jie-yauw yang tersohor namanya telah pulang ketanah barat! "Beginilah jadinya kalau orang keji"   Tai-tai berkata dengan menarik napas. "Ya, begitulah akhirnya ... ...."   Im Hian Hong Kie-su turut berkata. Setelah kedua orang ini tewas, Hay Yan dengan cepat maju untuk menarik tangannya Tio Hoan sambil berkata dan memohon.   "Tio pek-pek, ibuku masih berada didalam goa, lekas tolonglah dia."   Tio Hoan belum sempat menjawab atau mereka sudah mendengar sayup2 orang ramai lagi berteriak-teriak dari arah api yang sedang berkobar-kobar. "Suara itu datangnya seperti dari sebelah sana, mungkin juga mereka adalah para undangan dari Bu-lim.   "   Berkata Liu Bie sambil menunjuk. Tai-tai melongok, sambit meaunjuk kearah bawah ia berkata.   "Lihat! Disana seperti ada bayangan2 orang."   Semua memandang kearah yang ditunjuk Tai-tai. Tampak dari dalam api yang hebat itu bayangan2 orang lagi berdiri seperti patung. "Betul."   Seru Tio Hoan.   "Mereka telah terkurung oleh api, mari kita tolong mereka."   Katanya pula.   Tempat dimana mereka berdiri, adalah dibawah lereng goa yang keenam belas.   Dari situ ketempatnya para undangan Bu-lim yang lagi terkurung api terpisah oleh lautan api, sehingga sulit bagi mereka untuk menolongnya.   Kemudian mereka mengambil keputusan untuk berpencaran mencari jalan masing2 tapi dengan satu tujuan, yakni menolong orang yang lagi terkurung api.   Tapi sesaat lamanya mereka belum juga berhasil menembusi api itu yang kini sudah menjalar kesana kemari, sehingga para tokoh Bu-lim sukar didekati.   Api besar telah berkobar satu hari satu maiam lamanya, batu-batu gunung telah terbakar hingga berwarna merah, sedang minyak tanah terus saja mengalir keluar tak habis2nya.   Tio Hoan bertujuh memandang kebawah, tampak dibawah bayangan2 orang berkumpul menjadi satu diatas Sebuah bukit dan disekitar mereka api mulai merembet-rembet sedikit demi sedikit, kalau mereka tidak lekas ditolong, tentu mereka bakal mati tertambus.   Meskipun ketujuh orang ini terdiri dari jago-jago kelas satu, namun dalam keadaan seperti ini, mereka tak berdaya sedikitpun.   Tio Hoan tampak sudah mulai gelisah.   la mundar-mandir didalam goa dengan otaknya berpikir keras, namun segitu jauh, belum lagi ia mendapat jalan yang baik.   Sekonyong-konyong terdengar suara orang berkata dari tempat yang gelap.   "Bila kalian mau mengampuni jiwaku, aku mempunyai cara yang baik untuk menolong mereka!"   Semua orang terkejut, setelah di-amat2-i dengan teliti, barulah diketahui bahwa yang berkata itu adatah Ang-bian Kim-kong yang sedang meringkuk dipojok. Cepat2 Im Hian Hong Kie-su menarik badannya Ang- bian Kim-kong seraya , berkata.   "Apa benar kata2-mu itu?"   Ang-bian Kim-kong menjawab.   "Kini aku sudah seperti daging yang hendak dibakar, mana berani aku berdusta? Kini janganlah kita membuang-buang waktu, lekas bukakan jalan darahku."   Mereka tak kuatir yang orang bakal melarikan diri, maka Tio Hoan segera membuka jalan darahnya Angbian Kim- kong seraya berkata.   "Kau punya daya apa? Lekas katakan!"   Ang-bian Kim-kong menggeprak-geprak bajunya dan mengurut-ngurut lehernya.   "   Mari turut aku."   Katanya.   Gokhiol dengan pedang terhunus mengikuti si Lhama, sedangkan Pato mengikuti dari belakangnya pemuda kita, siap juga ia dengan pedangnya.   Ang-bian Kim-kong menyusuri sebuah jalan kecil yang mendaki keatas melatui sebuah lereng gunung dan ber-jalan terus hingga kepuncak gunung Beng-see San.   Diatas gunung terdapat sebuah danau yang penuh air, sedangkan luas danau ini ada kira2 puluhan tombak persegi.   Disekelilingnya dikitari oleh tebing yang sangat curam, kiranya danau ini adalah danau alam.   Sambil memanding ke air danau itu, Ang-bian Kimkong berkata.   "Disinilah tempat berkumpulnya air sungai dari gunung Beng-see San. Dulu disini terdapat air terjun yang mengalir kebawah. Tapi Tay Im Lo-nie telah menyuruh orang membendungnya, sehingga air mengembeng disini tanpa dapat mengalir pula. Maksudnya Im Yang Jie-yauw tak lain adalah untuk mengurung tokoh2 Bu-lim sehingga mereka tak dapat minum air. Belum habis si Lhama menguraikan ceritanya, Tio Hoan dan Im Hian Hong Kie-su sudah memotong.   "Akalmu memang bagus, mari lekas kita bekerja."   Segera mereka mencari bekas air terjun itu, tidak lama kemudian mereka sudah menemuinya.   Dengan cepat mereka mengangkat batu-batu yang menghalang, sesaat kemudian terdengar suara menggelegar dan batu2 runtuh berhamburan jatuh kebawah dengan dibarengi oleh air yang seperti dicurahkan dari langit turun kebawah.   Sungai-sungai yang tadi kering, kini telah mengalir pula dengan derasnya.   Api yang barusan berkobar dengan hebatnya dalam waktu yang sesaat sirap mati tersiram air dan asap putih mengepul-ngepul menjulang tinggi kelangit.   Api sudah mulai mati.   Tokoh-tokoh Bu-lim yang terkurung oleh api, melihat tegas perbuatannya Tio Hoan dan Im Hian Hong Kie-su serta yang lain2-nya dengan gagah perkasa.   Mereka bersorak-sorak saking gembiranya.   Ong Ciok Hu bersama-sama tokoh2 lainnya segera memapaki kedatangan para penolongnya.   Mereka saling berjabatan tangan dengan rasa terharu dan menceritakan kejadian-kejadian yang baru mereka alami.   Selain itupun mereka memuji-muji perbuatan mulia Tio Hoan serta yang lain-lainnya.   Disini Im Hian Hong Kie-su menghaturkan maaf terhadap kaum kang-ouw atas perbuatannya dimasa yang lalu.   Menggingat jasa orang sangat besar, maka orang2 kang-ouw yang mengutamakan persahabatan, pada saat itu juga telah menghapus rasa dendam.   Mereka saling soja dan berjabatan tangan, suasananya memperlihatkan rasa persahabatan yang akrab.   Dari dalam keramaian Im Hian Hong Kie-su menoleh untuk melihat Tio Hoan dan yang lain2-nya, namun mereka itu sudah tidak kelihatan lagi mata hidungnya, hatinya merasa heran, lekas-lekas ia memohon diri untuk mencari kawan-kawannya digoa ketiga belas.   Memang betul saja, ketika Im Hian Hong Kie-su tiba disana, ia tampak Liu Bie sedadang berdiri bersama Pato diambang pintu, cepat-cepat Im Hian Hong Kie-su menanyakan dimana adanya Tio Hoan serta yang lainnya? Liu Bie mengedipkan matanya sambil menunjuk kedalam.   Im Hian Hong Kie-su manggut dan mengerti maksud si nona, maka baru2 ia bertindak masuk kedalam dan tampak olehnya Tio Hoan sedang memandang Wanyen Hong dengan kesima.   Disisinya berdiri Gokhiol, Hay Yan dan Tai-tai.   Rupanya barusan Hay Yan selagi Im Hian Hong Kiesu berbicara dengan kaum Bu-lim, dengan diam-diam ia mengajak Tio Hoan untuk melihat keadaan ibunya.   Tio Hoan yang memang ingin menemui Wanyen Hong, lantas setuju mereka pergi ke goa nomor tiga belas.   Pintu goa ini tertutup rapat dari dalam, namun bagi Tin Hoan hal ini tidak sulit, hanya dengan sekali pukul saja pintu itu hancur berantakan.   Begitu pintu terpukul hancur, orang ramai lantas memburu masuk, mereka melihat Wanyen Hong menggeletak dilantai entah mati atau pingsan, tidak jauh dari tubuhnya puteri negeri Kim ini, terkapar mayatnya Gorisan yang mandi darah.   Melihat suasana yang mengerikan ini, Hay Yan menjerit menubruk badan ibunya sambil menangis tersedu-sedu.   Tio Hoan memeriksa pelapuk matanya Wanyen Hong, kemudian ia berkata dengan tenang.   "Jangan gelisah, ia cuma terkejut dan pingsan saja,"   Lalu ia mengeluarkan sebutir obat pulung dan menyerahkan pada Hay Yan untuk dikunyah.   Setelah hancur si nona menyuapkan obat itu kemulut ibunya.   Tai-tai mengeluarkan sekantong air dan memberikan ibu angkatnya minum.   Tak lama kemudian Wanyen Hong siuman.   Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Pertama- tama yang terlihat olehnya adalah Tio Hoan yang lagi berkemak-kemik mengatakan.   "Hong-moay, aku Tio Hoan berada disini." Wanyen Hong mengawasi si pengemis dengan matanya terbelalak, Tio Hoan kini membuka rambut dan jenggotnya, kiranya benda-benda itu semuanya palsu. Kini wajah si pengemis telah berubah memperlihatkan wajahnya yang asli. Dialah memang Tio Hoan yang berwajah putih bersih serta tampan. Sorotan matanya masih bersinar menunjukkan keperwiraannya. Hanya usianya saja sudah lebih dari setengah abad. "Tio..... Hoan.....! kau masih hidup.....?"   Seru Wanyen Hong bahna kaget dan girangnya. Tapi tiba-tiba saja sang puteri mendekap mukanya dan menangis tersedu-sedu........ Lewat sesaat, secara mendadak Wanyen Hong mencelat bangun sambil menghunus pedangnya dan berkata.   "Tio-heng,"   Katanya.   "sayang sekali pertemuan kita kali. ini sudah terlambat."   Selesai berkata bagaikan kecepatan kilat Wanyen Hong menikam dadanya.   Tapi Tio Hoan yang cekatan dan sebat, walaupun ia terkejut melihat kelakuan Wanyen Hong yang nekat, masih sempat ia mencegah sambil memegang pergelangan tangannya Wanyen Hong.   "Hong-moay, kenapa kau berbuat demikian ? Itulah bukan perbuatan seorang eng-hiong!"   Tukas Tio Hoan. Sambil merampas pedangnya Wanyen Hong, Tio Hoan berkata pula.   "Tahukah kau sebabnya mengapa Tio Hoan masih hidup sampai hari ini? Tidak lain tidak bukan, karena aku masih ingin menjumpai kau dan melihat keadaanmu.   "   Gokhiol, Hay Yan dan Tai-tai ikut membujuk Wanyen Hong.   Sang puteri menghela napas, dengan mata mendelong ia pandangi wajahnya Tio Hoan, hatinya remuk-redam bagaikan disayat sembiluh.   Im Hian Hong Kie-su yang baru datang dan melihat Tio Hoan, ia jadi terharu, walaupun wajahnya jago Thian-bun Pay ini sudah rada tua, namun sikapnya masih gagah dan angker-agung.   "Sekarang keadaan telah aman, marilah kita keluar dari sini."   Mengajaknya. Sampai diluar goa mereka tidak menemukan Liu Bie dan Pato, mereka heran, tapi Im Hian Hong Kie-su yang sudah berpengalaman tersenyum.   "Kini jaman sudah berubah, anak-anak tidak lagi seperti kita waktu muda ha-ha-ha-ha! Eh, Tio sutee, anakmupun sudah besar, bukankah hari ini adalah hari yang paling mengembirakan? Bagaimana kalau aku si tua bangkotan hari ini menjadi comblangnya kau?"   Ia menanya Tio Hoan. Tio Hoan tersenyum puas.   "Semuanya aku pasrahkan pada Im su-heng."   Jawabnya. Mendengar ucapan kedua oraug tua ini, wajahnya Hay Yan jadi bersemu merah, dengan cepat ia bersembunyi dibelakang ibunya sambil memainkan ujung bajunya. "Yan-jie,"   Memanggil Wanyen Hong.   "kau kemarilah. Aku ingin menyatakan sesuatu padamu. Sebenarnya kau bukan puterinya Hay An Peng. Kau adalah puteriku sendiri, maka mulai saat ini kau mesti memakai she ibumu, jadi namamu adalah Wanyen Yan!" "Bagus!"   Seru Im Hian Hong Kie-su.   "Sekarang juga aku menjadi saksi untuk perjodohan kau berdua dengan Gokhiol alias Tio Peng. Berlututlah pada langit dan bumi, semoga Thian memberkahi kau berdua, berbahagia hingga dihari tua.   "   Dengan wajah kemerah-merahan dan separuh dipaksa Tio Peng dan Wanyen Yan berlutut pada langit dan bumi serta menghaturkan terima kasih pada Im Hian Hong Kiesu, kemudian mereka juga berlutut tiga kali pada Tio Hoan dan Wanyen Hong sambil menyebut "Gak hoe dan Gak-bo" .   Semua yang menyaksikan terangkapnya jodoh ini, menjadi puas dan tertawa dengan riangnya.   ---oo0dw0oo--- TAK terasa hari sudah menjelang magrib, tiba2 dari arah bawah gunung terdengar suara riuhnya kuda dan orang.   Tak seberapa lama muncul Ong Ciok Hu beserta kawan- kawannya, wajah mereka menunjuk rasa cemas.   "Celaka!"   Seru mereka,"dibawah gunung datang sepasukan serdadu Monggol, entah ada maksud apa mereka datang kemari ?" "Tuan-tuan sekalian jangan kuatir."   Berkata Tio Peng, "Saudaraku barusan telah turun gunung. Mungkin dialah yang datang kemari untuk menyambut kita."   Orang ramai yang mendengarnya merasa lega, lalu mereka turun.   Memang benar saja Pato dengan berdampingan dengan Liu Bie datang sambil mengendarai kuda untuk menyambut mereka.   Tio Hoan yang karena cintanya masih rada membekas pada Wanyen Hong, maka selama dalam perjalanan pulang senantiasa mereka berdampingan.   Hati mereka sangat bahagia sekali, walaupun kini mereka tak sampai terikat sebagai suami-isteri, namun dihari tua seperti sekarang ini, mereka toh terikat juga sebagai besan satu sama yang lain.   Ditengah jalan Wanyen Hong mengusulkan agar setengah tahun kemudian, Tio Hoan suka datang ke Piankeng, ibu kota negerinya guna membicarakan soal perkawinan putera-puteri mereka.   Keruan saja Tio Hoan menjadi sangat gembira mendengar permohonan ini.   Sementara itu Pato telah mendapat perintah dari Khan Ogotai untuk memimpin lima putuh ribu serdadu melawat kebarat bersama saudara2-nya yang lain.   Sebelum pergi Pato telah berjanji pada Tio Hoan dan Wanyen Hong bahwa selama ia memegang pucuk pimpinan ia tidak bakal mengadakan serangan2 terhadap negeri Song dan Kim, sehingga kedua orang yang mendengar ini merasa lega hatinya.   Disamping ini pun Pato meminta agar Tio Peng dan Wanyen Yan suka turut serta membantu padanya dalam menjalankan tugas didaerah Barat.   Liu Bie dan Pato sudah saling jatuh cinta, maka mendengar kekasihnya menjalankan tugas kedaerah barat, si nona juga ikut pergi mendampinginya.   ---oo0dw0oo--- Begitulah pada suatu saat mereka beramai saling berpisahan, kini tinggallah Wanyen Hong yang ditemani Tai-tai seorang saja.   Im Hian Hong Kie-su yang tidak mempunyai pekerjaan apa-apa lagi, lalu mengantar Wanyen Hong pulang kenegerinya.   Sedangkan Tio Hoan yang sudah lama tidak bertemu dengan Wanyen Hong, tapi begitu bertemu sudah lantas berpisahan, ia memaksa untuk mengantarnya.   Namun oleh Wanyen Hong, permintaan Tio Hoan ditolak, terpaksa Tio Hoan mengantar sejauh beberapa lie saja, sehelum mereka berpisah, kembali Tio Hoan berjanji bahwa pada setengah tahun kemudian pasti ia akan datang ke Pian-keng.   Setengah tahun kemudian, disuatu ladang rumput yang luas, tampak Tio Hoan dengan mengendarai seekor kuda sedang berjalan menuju negeri Kim guna menepati janjinya.   Namun nasib tak dapat ditentukan, dunia dapat berobah tanpa dapat diduga.   Kiranya pada dua bulan yang lalu, Wanyen Hong telah mencukur rambutnya mensucikan diri mengikuti gurunya bertapa dipegunungan Tiang-pek San guna memperdalam ilmunya.   Sebelum Wanyen Hong meninggalkan Pian-keng, ia meninggalkan sepucuk surat untuk Tio Hoan yang isinya antara lain mengatakan bahwa dirinya telah ternoda oleh Gorisan, ia malu untuk menemuinya.   Lagi pula kini Tio Hoan telah berkeluarga dan dapat seorang isteri yang bijaksana, tak baik bagi mereka berdua untuk saling bertemu disuatu tempat yang jauh dari keramaian, maka mengingat ini ia telah mengambil keputusan untuk meninggalkan keduniawian menjadi nie-kouw.   Tio Hoan jadi terharu, dengan semangat yag lemah ia balik kembali ke Ho-lim dan bertemu dengan Lok Giok untuk memohon diri.   Ia juga turut mengasingkan diri dipegunungan Kun-lun San dan semenjak itu pula ia tidak mau mencampuri segala urusan keduniawian....   TAMAT       Ratna Wulan Karya Kho Ping Hoo Nurseta Satria Karang Tirta Karya Kho Ping Hoo Rondo Kuning Membalas Dendam Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini