Kesatria Baju Putih 11
Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung Bagian 11
Kesatria Baju Putih Karya dari Chin Yung Goa tersebut mirip sebuah terowongan. Kedua wanita muda itu terus berjalan ke dalam. dan Tio Cie Hiong terus mengikuti mereka. Berselang beberapa saat kemudian, mereka sudah sampai di ujung goa dan melihat sinar yang terang benderang di luar. Begitu keluar dari goa itu, Tio cie Hiong terbelalak karena menyaksikan pemandangan yang sangat indah dan menakjubkan. Ternyata tempat itu merupakan sebuah lembah- Di lembah itu terdapat air terjun dan taman bunga bwee- Akan tetapi, taman bunga Bwee itu tampak agak aneh "Setelah melewati taman bunga dan sebuah kolam besar, kita sudah sampai di tempat tujuan." Salah seorang wanita muda itu memberitahukan. "Taman bunga bwee itu kok kelihatan agak aneh?" Tanya Tio Cie Hiong sambil memandang taman bunga bwee itu. "Taman bunga bwee itu merupakan semacam formasi, yang orang bisa masuk tapi sulit keluar." Jawab wanita muda itu "Maka engkau harus mengikuti langkah kami." "Maksudmu semacam formasi Ngo Heng?" Tanya Tio Cie Hiong tertarik. sebab Thian Thay siansu pernah menjelaskan tentang berbagai macam formasi tersebut kepadanya. "Ya." Wanita muda itu mengangguk,- "Kalau begitu.." Ujar Tio Cie Hiong sambil tersenyum. "Bolehkah aku mencoba berjalan sendiri ke dalam taman bunga bwee itu?" Kedua wanita itu saling memandang, berselang sesaat barulah, mereka mengangguk- "Baiklah," Sahut kedua wanita muda itu serentak- Perlahan-lahan Tio Cie Hiong berjalan ke dalam taman bunga bwee itu setelah ia masuk, mendadak pohon-pohon bwee itu bergerak, makin lama makin cepat sehingga memusingkan Tio Cie Hiong. Pemuda itu segera duduk bersila, sedangkan pohon-pohon bwee itu masih terus bergerak dan berputar. Tio Cie Hiong memejamkan matanya, lalu mengerahkan Pan yok Hian Thian sin Kang. setelah itu, ia membuka matanya, dan seketika ia terbelalak karena tempat itu telah berubah gelap, bahkan terdengar suara hembusan angin dan suara halilintar yang memekakkan telinga. Tio Cie Hiong memandang dengan penuh perhatian, kemudian bangkit berdiri lalu berjalan. Entah berapa lama, barulah ia berhenti, tetapi ternyata ia masih berada di tempat itu. Diam-diam ia mengakui akan kelihayan formasi pohon-pohon bwee itu. Tiba-tiba ia teringat sesuatu, seketika juga wajahnya berseri dan langsung melesat ke atas berjungkir balik di udara sehingga badannya melambung ke atas lagi. Pohon-pohon bwee itu juga ikut meluncur ke atas, namun tidak secepat gerakan Tio Cie Hiong, maka akhirnya ia berhasil menginjak ujung salah satu pohon bwee itu Kemudian ia bergerak lagi menggunakan Kiu Kiong san Thian Pou, sehingga tubuhnya berkelebatan laksana kilat, setelah itu ia pun berhasil melewati formasi pohon bwee tersebut. Ketika sepasang kakinya menginjak tanah, ia melihat kedua wanita muda itu memandangnya dengan mata terbelalak- "Aku berhasil, kan?" Tanya Tio Cie Hiong sambil tersenyum- "Bukan main sungguh luar biasa sekali" Gumam kedua wanita muda itu- "Apakah sekarang kita harus melewati sebuah kolam?" Tanya Tio Cie Hiong- "Ya-" Salah seorang wanita muda itu mengangguk- "Mari ikut kami-" Tio Cie Hiong mengikuti kedua wanita muda itu, dan tak seberapa lama mereka sudah tiba di pinggir sebuah kolam besar. Air kolam itu berbuih dan mengepulkan asap. Begitu lihat, Tio Cie Hiong sudah tahu bahwa air kolam itu mengandung racun. "Apakah aku harus melewati kolam ini?" Tanya Tio Cie Hiong sambil memandang ke seberang. Dari tempat ia berdiri ke seberang berjarak lima puluhan depa. "Ya." Salah seorang wanita muda itu mengangguk- "Kali ini engkau harus mengikuti langkah kami," "oh?" Tio Cie Hiong tersenyumsekonyong- konyong di dalam kolam itu muncul puluhan buah batu berbentuk segi empat, lalu secara tersusun batu itu menuju seberang. "Kita harus menginjak batu-batu itu ke seberang, namun tidak boleh salah injak-" Ujar salah seorang wanita muda itu menjelaskan. "Apabila salah injak, maka batu itu akan tenggelam-" "orang yang menginjak batu itu pasti tenggelam juga-" Ujar Tio Cie Hiong sambil mengerutkan kening. "Dan pasti mati keracunan, bukan?" "Ya." Kedua wanita muda itu mengangguk,- "Sungguh ganas racun itu" Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala- "Siapa yang menaburkan racun ke dalam kolam itu?" "Itu kolam alam, air kolam itu memang mengandung racun." Salah seorang wanita muda itu memberitahukan. "Jadi tidak ditaburi racun." "ooooh" Tio Cie Hiong manggut-manggut, kemudian tersenyum. "Aku akan menyeberang." Mendadak Tio Cie Hiong melesat ke depan, Itu sungguh mengejutkan kedua wanita muda, sehingga wajah mereka langsung berubah pucat pias. Tapi kemudian mereka berdua malah terbelalak dengan mulut ternganga lebar. Ternyata Tio Cie Hiong telah berhasil menyeberang, dengan empat kali jungkir balik saja. Tio Cie Hiong berdiri di seberang sambil tersenyum-senyum. la melihat kedua wanita muda itu berloncat-loncat di permukaan kolam, dan tak lama sudah sampai di seberang. "ginkangmu...." Kedua wanita muda itu menatap Tio Cie Hiong dengan mata tak berkedip sama sekali. "Ayoh, mari ikut kami" Kedua wanita muda itu mengajak Tio Cie Hiong ke sebuah goa besar. Ketika sampai di dalam Tio Cie Hiong terbeliak, karena goa besar itu bergemerlapan. Tampak puluhan butir mutiara menempel di dinding goa memancarkan cahaya. Makin ke dalam goa itu makin luas dan makin terang pula. Bukan main indahnya tempat itu, membuat Tio Cie Hiong kagum dan takjub. Tampak seorang wanita duduk di sebuah kursi batu. Wanita itu berusia lima puluhan, namun masih tampak anggun, la mengenakan jubah putih yang terbuat dari bahan sutera. "seng Li (Wanita suci)" Ucap kedua wanita muda itu sambil memberi hormat. "Kami telah berhasil membawa Tio Cie Hiong kemari." "Ng" Wanita itu manggut-manggut kemudian menatap Tio Cie Hiong dengan penuh perhatian. "Tahukah engkau kenapa aku mengutus siauw Loan dan siauw Ing pergi menjemputmu ke mari?" "Tidak tahu." Tio Cie Hiong menggelengkan kepala. "Engkau bernama Tio Cie Hiong. Tahukah engkau siapa kedua orang tuamu?" Tanya wanita itu mendadak. "Tahu." Tio Cie Hiong memberitahukan. "Ayahku adalah Hui Kiam Bu Tek Tio Hiang, ibuku adalah sin Pian Bijin Lie Hui Hong." "Aaaakh..." Wanita itu menghela nafas dan matanya tampak bersimbah air. " Eng kau tahu masih punya seorang kakak?" "Kakakku adalah Tio suan suan." "Cie Hiong...." Mendadak wanita itu terisak-isak- "Tahukah engkau siapa aku?" "Maaf, aku tidak tahu" "Nak" Air mata wanita itu telah meleleh- "Aku adalah Pek sim seng Li (Wanita suci Hati Putih) Lie Mei Hong...." "Apa?" Tio Cie Hiong tertegun. "Jadi seng Li adalah bibiku?" "Ya" Pek sim seng Li mengangguk- "Bibi" Panggil Tio Cie Hiong dan langsung menjatuhkan diri untuk berlutut. "Bangunlah, Nak" Ujar Pek sim seng Li sambil tersenyum lembut. Tio Cie Hiong bangkit berdiri, lalu memandang Pek sim seng Li dengan air mata berderai-derai, ia sama sekali tidak menyangka, Pek sim seng Li adalah adik ibunya- "Bibi Kakakku telah mati-" Tio Cie Hiong memberitahukan. "Apa?" Wajah Pek sim seng Li berubah murung. "Dia dia kok mati?" Tio Cie Hiong menutur tentang kejadian yang menimpa kakaknya. Pek sim seng Li menghela nafas setelah mendengar penuturan Tio Cie Hiong. "Aku tidak tahu tentang keempat Dhalai Lhama Tibet itu, namun aku yakin mereka berempat berkepandaian tinggi, maka engkau harus hati-hati terhadap mereka." "Ya." Tio Cie Hiong mengangguk,- "Jangan terus berdiri" Pek sim seng Li tersenyum lembut. "Duduklah" Tio Cie Hiong duduk di hadapan Pek sim seng Li, kemudian bertanya sambil memandangnya - "Kenapa Bibi menyuruh kedua wanita itu membawa Gouw sian Eng ke mari?" "Nak Kedua wanita itu pelayanku, panggil saja mereka kakak siauw Loan dan kakak siauw Ing" Pek sim seng Li memperkenalkan kedua wanita muda itu. "Ya-" Tio Cie Hiong mengangguk. " Kira-kira setengah tahun talu, aku mengutus kedua pelayanku itu ke gunung Wu san. Aku pun berpesan kepada mereka, apabila bertemu anak gadis yang berbakat, harus dibawa pulang." Pek sim seng Li memberitahukan. "Kenapa Bibi mengutus mereka ke gunung Wu san?" Tanya Tio Cie Hiong heran. "Untuk mengundang Sok Beng Yok ong (Raja obat Penyambung Nyawa) ke mari, namun dia telah meninggal." Pek sim seng Li menghela nafas. "Kenapa Bibi ingin mengundang Sok Beng Yok ong ke mari?" Tio Cie Hiong bertambah heran. "Setahun lalu, aku menderita semacam penyakit aneh-" Pek sim seng Li menjelaskan. "Aku telah makan obat ini dan itu, tapi tidak bisa sembuh." "Bibi tidak mengundang tabib lain ke mari?" Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tanya Tio Cie Hiong. "sudah puluhan tabib kuundang ke mari, tapi tiada satu pun yang dapat menyembuhkan penyakitku." Pek sim seng Li menggeleng-geleng-kan kepala. "sebetulnya Bibi menderita sakit apa?" Tio Cie Hiong ingin mengetahuinya. "Justru sungguh mengherankan, tujuh delapan bulan lalu, tiba-tiba sepasang tangan dan kakiku tak bertenaga sama sekali, setelah itu akupun sering kedinginan." "Bibi Bolehkah aku memeriksa nadi Bibi?" "Nak" Pek sim seng Li menatapnya heran. "Apakah engkau mengerti ilmu pengobatan?" "sedikit." Tio Cie Hiong tersenyum, lalu mulai memeriksa nadt Pek sim seng Li, setelah itu ia manggut-manggut. "Bagaimana?" "Ternyata ada beberapa jalan darah yang tersumbat." Tio Cie Hiong memberitahukan. "Itu disebabkan terjadi suatu kesalahan di saat Bibi mengerahkan Iweekang, jadi tidak bisa disembuhkan dengan obat, harus ditembusi dengan Iweekang orang lain." "oh?" Pek sim seng Li mengerutkan kening. "Kalau begitu harus bagaimana?" "Bibi, aku bisa melakukannya." Tio Cie Hiong tersenyum, lalu mengerahkan Pan yok Hian Thian sin Kang ke dalam tubuh Pek sim seng Li. seketika juga Pek sim seng Li merasakan adanya hawa hangat mengalir ke dalam tubuhnya, membuatnya merasa nyaman sekali. Berselang sesaat, barulah Tio Cie Hiong berhenti- "Kini Bibi sudah sembuh" Katanya. "Nak" Pek Sim Seng Li memandangnya kagum. "Engkau memang hebat dan luar biasa sekali Mampu melewati formasi pohon bwee dan dapat pula melewati kolam beracun itu hanya dengan empat kali jungkir balik-" "Bibi menyaksikan itu?" Tio Cie Hiong tertegun. "Ya." Pek sim seng Li mengangguk- "ohya. Bibi" Tanya Tio Cie Hiong mendadak- "Bagaimana Bibi bisa tahu tentang diriku, sehingga mengutus siauw Loan dan siauw Ing pergi menjemputku ke mari?" "Itu dikarenakan sian Eng pernah bergumam menyebut namamu, kemudian aku bertanya lalu mengutus siauw Loan dan siauw Ing pergi mencarimu." Pek sim seng Li memberitahukan. "Bibi, di mana sian Eng?" "Dia sedang melatih seng Li sin Kang (Tenaga sakti Wanita suci) dan seng Li Kiam Hoat (Ilmu Pedang Wanita suci), jadi untuk sekarang ini tidak boleh diganggu." "oooh" Tio Cie Hiong manggut-manggut. "ohya, tahukah Bibi Ku Tok Lojin berada di mana?" "Tentunya engkau sudah tahu. Ku Tok Lojin itu kakekmu. Beberapa tahun lalu, kakekmu ke mari dalam keadaan sakit, dan tak lama...." Pek sim seng Li menghela nafas. " Kakek sudah meninggal?" "ya." Pek sim seng Li menatapnya. "Nak. engkau harus menuntut balas dendam kedua orang tuamu dan dendam kakakmu" "Ya." Tio Cie Hiong mengangguk- "Bibi...." "Katakankaniah, Nak" Pek sim seng Li tersenyum lembut. "Jangan ragu" "Ayah Sian Eng sangat mencemaskannya, maukah Bibi menyuruh Sian Eng menulis sepucuk surat kepada ayahnya?" Ujar Tio Cie Hiong. "Tentu mau. siauw Loan, cepat ke ruang rahasia menyuruh sian Eng menulis sepucuk surat untuk ayahnya" "ya, seng Li." Siauw Loan segera masuk ke dalam. "Nak" Ujar Pek sim seng Li memberitahukan. "Aku tidak bisa mewariskan kepandaian kepadamu, sebab kepandaianmu jauh lebih tinggi d ariku. Tapi aku akan menjelaskan kepadamu tentang berbagai macam alat rahasia untuk mengontrol berbagai macam jebakan." "Terima kasih, Bibi" Ucap Tio Cie Hiong girang. Pek sim seng Li mulai menjelaskan tentang itu, dan Tio Cie Hiong mendengarkan dengan penuh perhatian, setelah usai menjelaskan, Pek sim seng Lipun memberitahukan. "Nak. aku murid Kiu Thian seng Bo (Ibu suci Langit sembilan). Puluhan tahun lampau guruku pernah memunculkan diri tiga kali dalam rimba persilatan. Karena hanya tiga kali, maka guruku tidak begitu terkenal. Tapi guruku berkepandaian tinggi, kebetulan aku bertemu beliau, maka aku dijadikan muridnya, seng Li sin Kang dan seng Li Kiam Hoat hanya boleh diwariskan kepada anak gadis, maka kini kuwariskan kepada sian Eng." "Ooooh" Tio Cie Hiong manggut-manggut. "Aku harus memberitahukan kabar gembira ini kepada ayahnya" Siauw Loan sudah muncul, ia menyerahkan sepucuk surat pada Tio Cie Hiong, yaitu surat dari Gouw sian Eng untuk ayahnya. Tio Cie Hiong menerima surat tersebut lalu disimpan dalam bajunya. "Terima kasih. Kakak Siauw Loan" "Sama-sama" Sahut Siauw Loan sambil tersenyum. "Bibi Aku mau mohon pamit" Ujar Tio Cie Hiong sambil bangkit berdiri. "Baiklah." Pek Sim Seng Li mengangguk. "Nak, apabila urusanmu telah selesai, jangan lupa datang ke mari" "Ya" Tio Cie Hiong mengangguk. -ooo00000ooo- Sementara itu, di dalam istana Thian mo telah berlangsung pembicaraan yang sangat serius, yaitu antara Bu Lim Sam Mo, Empat Dhalai Lhama Tibet, Im yang Hoatsu. Ku Tek Cun dan beberapa tokoh tua dari golongan hitam. Sungguh di luar dugaan, ternyata Empat Dhalai Lhama dan Im yang Hoatsu telah bergabung dengan Bu Lim Sam Mo. yang lebih di luar dugaan lagi justru Ku Tek Cun, karena ia murid Bu Lim sam Mo. "Kini kekuatan kita sudah cukup, maka tidak perlu bergerak secara sembunyi-sembunyi lagi." Ujar Tang Hai Lo Mo. "Empat Dhalai Lhama, tugas kalian membasmi tujuh partai besar." "Ya," Sahut keempat Dhalai Lhama itu serentak. "Setelah itu, kalian berempat pun harus membunuh Bu Lim Ji Khie" Tang Hai Lo Mo menatap mereka seraya melanjutkan. "Kami bertiga akan membunuh Bu Lim It Ceng." "Tek Cun" Thian mo memandangnya. "Tugasmu membunuh Pek Ih Sin Hiap Tio Cie Hiong, engkau telah gagal sekali, lain kali engkau harus berhasil" "Ya, Guru," Jawab Ku Tek Cun. "Tapi sebelumnya, engkau harus belajar ilmu hitam pada Im yang Hoatsu, itu dapat membantu dirimu" Ujar Te mo- "ya, Guru" Jawab Ku Tek Cun girang, sebab ia memang ingin belajar ilmu hitam tersebut. "Aku masih merasa heran..." Gumam Tang Hai Lo Mo Tiraikasih Websitehttp.//kangzusi.com / "Sebenarnya siapa guru Pek Ih sin Hiap itu? Dia masih begitu muda, tapi kepandaiannya sudah tinggi sekali." "Guru" Ku Tek Cun memberitahukan. "se-betulnya dia pernah bekerja di Hong Lui Po. Pada waktu itu dia sama sekali tidak mengerti ilmu silat." "Oh?" Tang Hai Lo Mo mengerutkan kening. " Engkau tahu siapa orang tuanya?" "Tidak tahu, Guru." Ku Tek Cun menggelengkan kepala. "Tang Hai Lo Mo" Ujar Thian mo- "Kenapa engkau memusingkan Pek Ih sin Hiap yang tak berarti itu? Kini kita telah berhasil mempelajari ilmu silat peninggalan Pak Kek siang ong, maka apa lagi yang kita takuti?" "Benar." Te mo tertawa gelak- "Ha ha ha Bu Lim H Ceng pun sudah bukan lawan kita lagi." "Tidak salah-" Tang Hai Lo Mo manggut-manggut. "Lagi cula kini sudah banyak golongan hitam dan sesat bergabung dengan kita, maka sudah saatnya kita menguasai rimba persilatan." "Benar Benar" Dhalai Lhama jubah merah tertawa gelak- "Karena itu, paman guru mengutus kami ke mari-" "Sayang sekali, Paman guru kalian tidak mau mencicipi kesenangan di Tionggoan" Tang Hai Lo Mo menggeleng-gelengkan kepala. "Itu dikarenakan paman guru masih sibuk mengatur para Dhalai Lhama," Ujar Dhalai Lhama jubah kuning memberitahukan. "setelah guru kami meninggal, barulah paman guru bisa memegang kekuasaan di sana. Namun masih banyak Dhalai Lhama yang tidak senang, maka paman guru harus mengatasi mereka. Karena sam Mo mengundangnya ke mari, maka kami berempat diutus ke mari." "Ngmm" Tang Hai Lo Mo manggut-mang-gut, kemudian tertawa gelak- "Ha ha Begitu kalian muncul di Tionggoan, langsung pula melukai Pek Ih Mo Li, maka secara tidak langsung kalian berempat telah berbuat jasa untuk kami-" "Setelah itu" Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Sambung ThianMo- "Kalian berempat pun membunuh para murid tujuh partai besar Ha ha ha" "Kini sudah saatnya Bu Lim It Ceng mati," Ujar Te mo dingin. "ohya" Tang Hai Lo Mo memandang keempat Dhalai Lhama. "sanggupkah kalian berempat membunuh Bu Lim Ji Khie?" "sanggup," Sahut mereka berempat serentak- "Bagus Bagus" Tang Hai Lo Mo tertawa gelak, talu menambahkan. "Mulai besok, para anggota kita tidak perlu memakai kain hitam penutup kepala lagi, sebab sam Mo Kauw (Agama Tiga iblis) akan muncul di rimba persilatan secara resmi dan terang-terangan" "Benar." Thian mo manggut-manggut. "Partai mana yang tidak mau tunduk pada sam Mo Kauw, harus dibasmi." "Itu sudah merupakan keputusan Bu Lim sam Mo, maka rimba persilatan akan tergoncang karena kemunculan sam Mo Kauw." Bagaimana Ku Tek Cun bisa berguru pada Bu Lim sam Mo? Ternyata setelah Tio Cie Hiong meninggalkan Hong Lui Po, sejak itu Hong Lui Kiam Khek-Ku TiokBeng mulai mendidik Ku Tek Cun dengan keras, Itu justru membuat Ku Tek Cun merasa tidak senang. Kebetulan suatu malam salah seorang pelayan tua mabuk saking banyak minum, sehingga tanpa sadar memberitahukan kepada Ku Tek Cun bahwa ia bukan anak kandung Ku Tiok Beng. oleh karena itu, timbullah rasa dendam pada Ku Tek Cun dalam hati, sebab Ku Tiok Beng mendidiknya dengan keras, bahkan sering memarahinya pula. Kebetulan pada waktu itu. Ku Tek Cun bergaul dengan salah seorang tokoh golongan hitam. Tokoh golongan hitam itulah yang mengusulkannya berguru kepada Bu Lim sam Mo- usui tersebut sangat menggirangkan Ku Tek Cun, maka atas petunjuk tokoh golongan hitam tersebut. Ku Tek Cun segera berangkat ke istana Thian mo- semula Bu Lim sam Mo menolaknya, namun Ku Tek Cun terus berlutut, akhirnya Bu Lim sam Mo menerimanya juga sebagai murid tak resmi- Bu Lim sam Mo tidak mempunyai murid, lagi pula Ku Tek Cun sangat berbakat dan bersifat seperti ketiga iblis itu, sehingga Bu Lim sam Mo mau menerimanya sebagai murid tak resmi- Tujuh delapan bulan lalu, bu Lim sam Mo mengatakan kepada Ku Tek Cun, bahwa mereka bertiga bersedia menerimanya sebagai murid resmi, asal Ku Tek Cun bersedia pula menunjukkan kesetiaannya, yakni harus membunuh Hong Lui Kiam Khek sekaligus memusnahkan Hong Lui Po- Ku Tek Cun menyanggupinya, sebab Hong Lui Kiam Khek bukan ayahnya, namun ia juga tahu Hong Lui Kiam Khek berkepandaian tinggi, maka terlebih dahulu ia meracuninya. setelah itu, pada suatu malam ia mengajak puluhan orang dari golongan hitam menyerbu ke Hong Lui Po. sesungguhnya Ku Tek Cun tidak membunuh Phang Ling Hiang sumoinya itu, sebaliknya malah mengajak gadis itu pergi. Tapi Phang Ling Hiang menolak karena telah menyaksikan kesadisannya. Ku Tek Cun terus mendesak, Phang Ling Hiang sama sekali tidak mau, sehingga akhirnya bunuh diri- sejak itu Bu Lim sam Mo mulai menurunkan kepandaian mereka kepada Ku Tek Cun. Belum lama ini Bu Lim sam Mo menerima informasi tentang Pek Ih sin Hiap yang selalu memberantas kaum golongan hitam, karena itu Bu Lim sam Mo menyuruh Ku Tek Cun pergi membunuhnya. Akan tetapi. Ku Tek Cun gagal berhubungan Tio Cie Hiong kebal terhadap racun apa pun. Kini Ku Tek Cun mulai belajar ilmu hitam pada Im yang Hoatsu, sesudah itu ia akan mencari Tio Cie Hiong lagi untuk membunuhnya. Ku Tek Cun memang masih mendendam pada sebab Phang Ling Hiang pernah berlaku lembut dan baik terhadap Tio Cie Hiong. -ooo00000ooo- Bab 23 sam Mo Kauw (Agama Tiga iblis) setelah berpamit pada Pek Sim seng Li, Tio cie Hiong meninggalkan seng Li Tong (Goa Wanita suci) melanjutkan perjalanannya menuju markas pusat Partai Pengemis. Namun sebelumnya, terlebih dahulu ia kembali ke Ekspedisi Harimau Terbang untuk menemui Cit Puw Tui Hun-Gouw Han Tiong. Kedatangannya membuat Gouw Han Tiong tercengang, tapi diam-diam ia bergirang hati, sebab ia yakin Tio Cie Hiong pasti membawa kabar untuknya mengenai Gouw sian Eng, putrinya itu. "Nak" Gouw Han Tiong menatapnya dengan tegang, kemudian berlega hati karena melihat air muka Tio Cie Hiong begitu tenang. "Paman" Tio Cie Hiong tersenyum. "Aku kembali lagi ke mari karena harus menyampaikan suatu kabar" "Kabar baik atau kabar buruk?" Tanya Gouw Han Tiong cepat. "Kabar baik yang menggembirakan," Sahut Tio cie Hiong dengan wajah berseri-seri. "Nak Cepatlah beritahukan" Gouw Han Tiong tampak tidak sabaran. "Setengah tahun lagi sian Eng akan pulang." Tio Cie Hiong memberitahukan. "Oh? sebetulnya dia berada di mana?" Tanya Gouw Han Tiong sambil menatapnya. "Cepatlah beritahukan" "Sian Eng sedang belajar ilmu tingkat tinggi. Ternyata kedua wanita itu membawanya menemui Pek sim seng Li, kemudian Pek sim seng Li menerimanya sebagai murid." "Pek sim seng Li?" Gouw Han Tiong tidak pernah mendengarnya, sebab Pek sim seng Li memang tidak pernah berkecimpung dalam rimba persilatan. "Aku tidak pernah mendengar tentang Pek sim seng Li." "Pernahkah Paman mendengar tentang Kui Thian seng Bo?" Tanya Tio Cie Hiong sambil memandangnya. "Kiu Thian seng Bo?" Wajah Gouw Han Tiong tampak berubah- "Aku pernah dengar dari ayahku. Puluhan tahun lalu Kiu Thian seng Bo pernah muncul di rimba persilatan, namun setelah itu tidak pernah muncul lagi- Kiu Thian seng Bo berkepandaian tinggi sekali-" "Pek sim seng Li adalah murid Kiu Thian seng Bo, jadi kini sian Eng adalah cucu muridnya-" "oooh" Gouw Han Tiong manggut-manggut girang. "sekarang sian Eng tinggal di mana?" "Di Seng Li TOng." "Seng Li Tong? Di mana goa itu?" "Paman" Tio Cie Hiong menjelaskan. "Tidak gampang ke seng Li Tong, lebih baik Paman menunggu di rumah saja. sebab setengah tahun lagi sian Eng pasti pulang, percayalah" "Nak" Gouw Han Tiong menatapnya dalam-dalam. "Apakah engkau telah bertemu Pek sim seng Li?" "ya." "sudah bertemu sian Eng?" "Belum." "Kenapa?" "Karena sementara ini dia tidak boleh diganggu, sedang belajar seng Li sin Kang dan seng Lie Kiam Hoat" "Engkau tidak bertemu sian Eng...." "Paman" Tio Cie Hiong memberitahukan. "Paman tidak usah ragu dan bercuriga, sebab Pek sim seng Li adalah bibiku." "Apa?" Gouw Han Tiong terbelalak- Jadi Pek sim seng Li adalah Lie Mei Hong, adik almarhumah ibumu?" (Bersambung keBagian 14) Jilid 14 "Ya." Tio cie Hiong mengangguk. "Syukurlah" Ucap Gouw Han Tiong. "Engkau telah bertemu bibimu" "ohya" Tio cie Hiong mengeluarkan surat yang dibawanya, lalu diserahkan kepada Gouw Han Tiong. "Agar Paman yakin, maka Sian Eng menulis surat ini untuk Paman." Gouw Han Tiong menerima surat itu dan langsung membacanya, kemudian wajahnya tampak makin berseri. "Terima kasihi Nak" Ucapnya kemudian. "Tak disangka engkau yang berhasil mencari Sian Eng." "Itu cuma kebetulan saja. Sebab Pek Sim Seng Li mengutus kedua pelayannya untuk menjemputku ke sana." Tio cie Hiong memberitahukan. "Kok Pek Sim seng Li tahu tentang dirimu?" Tanya Gouw Han Tiong heran. "Secara tidak sengaja Sian Eng pernah menyebut namaku, maka Pek Sim seng Li tahu tentang diriku." "Oooh"Gouw Han Tiong manggut-manggut sambil tertawa gembira. "Ha ha Tak disangka Sian Eng akan menjadi murid Pek Sim seng Li, bibimu itu...." Kini Tio cie Hiong melanjutkan perjalanannya menuju markas pusat Kay Pang. la gembira sekali karena Gouw Han Tiong telah menjadi murid bibinya. Ketika ia baru memasuki sebuah rimba, mendadak terdengar suara benturan senjata, maka segeralah ia melesat ke tempat itu. la terbelalak karena melihat belasan orang berpakaian hitam sedang mengeroyok seorang pengemis muda yang dikenalnya, yaitu Lim Ceng Im. la pun merasa heran, sebab orang-orang berpakaian hitam itu tidak memakai kain penutup kepala lagi, tapi ia tetap tidak mengenali mereka. sementara pertempuran sengit terus berlangsung. Lim Ceng im tampak mulai berada di bawah angin, sebab ada salah seorang berpakaian hitam yang berkepandaian sangat tinggi. Di bagian depan dan belakang baju orang itu terdapat simbol tiga wajah iblis. Rupanya dialah pemimpin belasan orang tersebut. Ketika melihat Lim Ceng im berada di bawah angin, Tio cie Hiong sebera melesat sambil membentak. "Berhenti" Belasan orang berpakaian hitam itu langsung berhenti, karena dikejutkan oleh bentakan Tio Cie Hiong yang sangat nyaring dan menusuk telinga. Lim Ceng Impun terkejut bukan main, tapi setelah melihat yang melayang turun di sisinya itu Tio Cie Hiong, ia terbelalak dengan mulut ternganga lebar. "Adik Im" Seru Tio cie Hiong girang, kemudian menggenggam tangannya erat-erat. " Kakak Hiong" Mata Lim Ceng Im bersimbah air saking gembira. "Apakah ini bukan mimpi?" " Engkau merasa aku menggenggam tanganmu?" Tanya Tio Cie Hiong sambil tersenyum. "Merasa." Lim Ceng im mengangguk dengan wajah agak kemerah-merahan, tapi Tio Cie Hiong sama sekali tidak memperhatikannya. "Nan Itu pertanda engkau bukan sedang bermimpi," Ujar Tio Cie Hiong dan tersenyum lagi. "Pek Ih sin Hiap Pek Ih sin Hiap" Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Seru orang-orang berpakaian hitam terkejut. "Adik Im, engkau tenang saja, aku akan memberesi mereka" Bisik Tio Cie Hiong, lalu membentak orang-orang berpakaian hitam itu. "siapa kalian?" "Kami anggota sam Mo Kauw" Sahut pemimpin itu. "sam Mo Kauw?" Tio Cie Hiong mengerutkan kening. "Apakah Kauwcu kalian adalah Bu Lim sam Mo?" "Tidak salah" "Bagus Aku memang ingin membuat perhitungan dengan mereka bertiga" "Hm Jangan omong besar Hari ini adalah hari kematianmu serang" Seru pemimpin itu. seketika tampak belasan senjata mengarah pada Tio Cie Hiong, tetapi pemuda itu malah tersenyum dan tetap berdiri diam di tempat. " Hati-hati, Kakak Hiong" Seru Lim Ceng Im memperingatinya. Justru di saat ia berseru, mendadak ia melihat badan Tio Cie Hiong bergerak begitu cepat laksana kilat berkelebat ke sana ke mari sambil mengibaskan lengan bajunya. "Aaaakh" "Aaaakhi.." Terdengar suara jeritan di sana sini. Belasan orang berpakaian hitam itu terkapar merintih- rintih. "Haahi.." Mulut Lim Ceng Im ternganga lebar. Berselang sesaat ia mendekati mereka sambil mengangkat tongkat bambunya. "Adik Im, jangan bunuh mereka" " Kenapa? Mereka mau membunuh kita, kenapa kita tidak boleh membunuh mereka?" "Adik Im" Tio Cie Hiong tersenyum. "Kini kepandaian mereka sudah musnah, biar mereka hidup seperti orang biasa Kita tidak perlu membunuh mereka." "Baiklah." Lim Ceng Im mengangguk. "Kalian cepat enyah dari sini" Bentak Tio Cie Hiong. Para anggota sam Mo Kauw itu langsung tari terhuyung-huyung dan tertatih-tatih. Lim Ceng Im tertawa geli menyaksikannya. "Kakak Hiong" La menatap kagum pada Tio Cie Hiong. " Engkau sungguh hebat sekali" Tio Cie Hiong hanya tersenyum. "Tidak heran engkau memperoleh julukan Pek Ih sin Hiap" Ujar Lim Ceng Im dan menatapnya lagi. "Adik Im" Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala. "sesungguhnya aku merasa malu akan julukan itu." " Kenapa harus merasa malu?" Lim Ceng Im tertawa kecil. "Engkau memang sakti, apalagi mengenakan pakaian putih, jadi pantas engkau memperoleh julukan itu." "Pendekar sakti Baiu Putih " Gumam Tio Cie Hiong sambil menghela nafas. "Aku tidak sesakti julukan itu." " Kakak Hiong" Lim Ceng Im tersenyum. "Aku tahu engkau suka merendahkan diri, aku... aku kagum sekali padamu." "Terimakasih" Ucap Tio cie Hiong. " Kakak Hiong, mari kita pergi" Ajak Lim Ceng Im. Tio Cie Hiong mengangguki lalu bersama Lim Ceng Im meninggalkan tempat itu. Berselang sesaat, mereka duduk berteduh di bawah sebuah pohon rindang. Begitu duduki Lim Ceng Im terusmenerus menatapnya dengan mata tak berkedip. "Eeh?" Tio cie Hiong tercengang, lalu tersenyum. " Kenapa engkau menatapku sampai begitu? Apakah di kepalaku tumbuh tanduk?" "Kakak Hiong, hampir tiga tahun kita tidak bertemu. Kini engkau sudah besar dan makin...." "Makin tampan kan?" Sambung Tio Cie Hiong sambil tertawa. "Ciss Dasar tak tahu malu Memuji diri sendiri" Tegur Lim Ceng Im. "Eeeeh?" Tio Cie Hiong terbelalak. Kini gilirannya menatap Lim Ceng Im dengan mata tak berkedip. " Kenapa engkau menatapku dengan cara begitu?" Tanya Lim Ceng im dan menundukkan wajahnya dalam-dalam. " Engkau anak lelaki, tapi...." Tio cie Hiong menggaruk-garuk kepala yang tak gatal. "Kenapa bisa mengeluarkan suara "Ciss"?" "Memang tidak boleh?" Lim Ceng Im cemberut. "Lho? Kini malah cemberut?" Tio Cie Hiong tertawa. "Adik Im, alangkah baiknya engkau menjadi anak gadis saja." "Huh" Dengus Lim Ceng Im. "ohya Bukankah tadi engkau ingin mengatakan aku bertambah tampan?" Tio Cie Hiong tersenyum. "Benar. Aku boleh mengatakan begitu, tapi engkau tidak boleh." Sahut Lim Ceng Im dan melanjutkan. "Memuji diri sendiri berarti tidak tahu diri" "Benar. Benar." Tio cie Hiong tertawa. "Kalau begitu, biar engkau saja yang memuji ketampananku. " "Dasar...." Lim Ceng im cemberut lagi. "ohya, setelah berpisah sekian lama, bagaimana menurutmu tentang diriku?" "Masih seperti pengemis dan sangat dekil, bahkan badanmu menyusut...." Sahut Tio Cie Hiong. "Memangnya badanku karet, bisa menyusut dan melar?" "Ha ha" Tio Cie Hiong tertawa. la memang gembira sekali setelah bertemu Lim Ceng im. "Kira-kira begitulah." "ohya, Kakak Hiong" Tanya Lim Ceng im mendadak. "Apakah engkau sudah bertemu Ku Tok Lojin?" "Belum." "Jadi... engkau masih belum tahu siapa kedua orang tuamu?" "Aku sudah tahu." Wajah Tio Cie Hiong tampak murung. "Bahkan aku bertemu kakak kandungku." "oh?" Lim Ceng im terbelalak. "siapa kakak kandungmu?" "Dia adalah Pek Ih Mo Li." "Pek Ih Mo Li?" Lim Ceng im tertegun. "Ya." Tio Cie Hiong mengangguk dan memberitahukan. "Ayahku adalah Hui KiamBu Tek-Tio It seng, ibuku adalah sin Pian Bijin-Lie Hui Hong dan kakakku adalah Tio suan suan." "Haah? Apa?" Mulut Lim Ceng im ternganga lebar. "Mereka adalah kedua orang tuamu dan kakakmu?" "Benar." Tio Cie Hiong mengangguk dan menghela nafas. "Namun sudah almarhum dan almarhumah...." "Di mana kakakmu?" "sudah mati." Tio cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala. "sudah mati? Di bunuh orang?" Tanya Lim Ceng im sambil memandang iba pada Tio Cie Hiong. "Ya." Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tio Cie Hiong memberitahukan. "Kakakku mati di tangan Empat Dhalai Lhama Tibet." "Empat Dhalai Lhama Tibet?" Lim Ceng Im terkejut bukan main. "Engkau sudah tahu siapa yang membunuh kedua orang tuamu?" "Bu Lim sam Mo." "Tidak salah." Lim Ceng Im menatapnya. " Kakak Hiong, sungguh tak disangka engkau putra mereka" "Memang kenapa?" Tanya Tio Cie Hiong heran. "Engkau tidak tahu, sebetulnya almarhum ayahmu teman akrab ayahku." Lim Ceng im memberitahukan. " Karena itu, kakekku pernah pergi menemui Tui Hun LoJin." " Kenapa kakekmu pergi menemui Tui Hun Lojin?" "Sebab belasan tahun lalu, Tui Hui Lojin juga ikut dalam pertempuran di Pek In Tia. Maka kakekku pergi menanyakan tentang peristiwa itu." "oh?" "Ternyata Tui Hun Lojin ingin menolong ayahmu, namun mendadak muncul Bu Lim sam Mo." Lim Ceng Im menjelaskan. "Kakekku bilang, ayahmu pernah menyelamatkan nyawa putranya." "Ya." Tio Cie Hiong mengangguk. "Belum lama ini aku sudah bertemu Paman Gouw, dan beliau telah memberitahukan tentang itu." "oooh" Lim Ceng Im manggut-manggut. "Kakak Hiong, tuturkanlah pengalamanmu selama ini" Tio cie Hiong mengangguki lalu menutur dirinya terkena pukulan Nao Tok ciang, Pek Ih Mo Li yang membawanya ke Lembah Persik menemui sok Beng Yok ong dan lain sebagainya. Lim Ceng Im mendengarkan dengan penuh perhatian, tapi kemudian wajahnya berubah ketika Tio cie Hiong menutur tentang putri hartawan Lie dan Yap In Nio. seusai Tio cie Hiong menutur, ia berkata dengan wajah masam. "Pantas engkau tidak senang" "Aku memang senang bertemu denganmu." "Hm" Dengus Lim Ceng Im. "Jangan pura-pura Bukankah engkau senang sekali ada gadis yang begitu baik terhadapmu? Bahkan mengajar Yap In Nio ilmu pedang pula, akrab sekali ya kalian" "Adik Im" Tio Cie Hiong tersenyum. "semua gadis itu kuanggap sebagai adik sendiri" "Yang itu lagi...," Ujar Lim Ceng Im dengan mata melotot. "Dia adalah murid bibimu, engkau pasti akan dijodohkan dengannya" "Adik Im" Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala. "sudah kujelaskan barusan, bahwa aku menganggap mereka sebagai adik sendiri, begitu pula terhadap sian Eng." " Engkau tidak tertarik pada mereka?" Tanya Lim Ceng im mendadak. "Tentu tidaki" Tio Cie Hiong tersenyum dan menambahkan. " Hartawan Lie dan isterinya ingin menjodohkan putri mereka denganku, tapi aku menolak langsung." "sayang sekali" "Lho Kenapa?" "Kalau engkau tidak menolaki bukankah sekarang engkau sudah mempunyai isteri?" "Adik Im Engkau harus tahu...." "Aku tahu, kini engkau harus mencari Bu Lim sam Mo dan Empat Dhalai Lhama Tibet untuk membuat perhitungan dengan mereka, bukan?" "Ya." Tio Cie Hiong mengangguk. "Setelah itu...." Lim Ceng Im menatapnya tajam sambil melanjutkan. "Engkau akan pergi menemui putri hartawan Lie untuk menikah dengannya, kan?" "Ha ha" Tio Cie Hiong tertawa. "Senang tuh mau menikah dengan gadis itu" Lim Ceng im tampak tidak senang sehingga wajahnya berubah. "Adik Im, engkau bagaimana sih? Aku sudah bilang dari tadi bahwa aku tidak tertarik pada gadis-gadis itu Kok engkau malah terus mendesakku agar aku tertarik pada mereka? Benarkah engkau menghendaki aku menikah dengan salah satu gadis itu?" "Tidaki" Sahut Lim Ceng im cepat, tapi kemudian menundukkan kepala karena telah ketelepasan menjawab. Maka ia menambahkan. "itu terserah engkau." "Adik Im" Ujar Tio Cie Hiong sungguh-sungguh. "Walau kini usiaku sudah hampir delapan belas tahun, namun aku masih belum tertarik pada gadis yang mana pun." "oh, ya?" "Memang ya." "gadis bagaimana yang engkau idamkan?" "Entahlah." Tio Cie Hiong menggelengkan kemala. "Aku sama sekali tidak memikirkan itu." "Kenapa tidak memikirkan itu?" "Aku bukan pemuda romantis, jadi tidak memikirkan anak gadis. oh ya, pernahkah engkau memikirkan anak gadis?" Tanya Tio Cie Hiong mendadak. "Engkau sudah gila ya? Bagaimana mungkin aku...." Lim Ceng im langsung diam, sebab ia ingat dirinya menyamar sebagai anak lelaki. "Aku sudah gila?" Tio Cie Hiong kebingungan. "Aku yang sudah gila ataukah engkau yang tidak waras?" "sama-sama," Sahut Lim Ceng im sambil tertawa kecil. "Adik Im" Wajah Tio Cie Hiong berubah serius. "Kini sam Mo Kauw sudah muncul dalam rimba persilatan, kita harus memberitahukan kepada ayahmu." " Kalau begitu, kita ke markas pusat Kay Pang." "Tujuanku memang ingin ke sana." "oh? Kenapa engkau ingin ke sana?" "Aku sangat rindu padamu." "Yang benar?" Mata Lim Ceng Im berbinar-binar. "Bagaimana mungkin engkau rindu padaku yang sedemikian dekil?" "Adik Im" Tio cie Hiong menggenggam tangannya erat-erat. "Aku memang rindu -adamu, dan entah apa sebabnya aku merasa begitu gembira bertemu denganmu." "Oh?" Wajah Lim Ceng im berseri-seri. "Kita memang berjodoh," Ujar Tio Cie Hiong sambil tersenyum. "Dua kali engkau melihat aku telanjang mandi di sungai, perlukah aku sekarang telanjang mandi di sungai lagi?" "Ciss Dasar tak tahu malu" Wajah Lim Ceng Im langsung memerah. "Kok Ciss lagi?" Tio Cie Hiong terperangah. "Engkau memang pantas menjadi anak gadis." "Kakak Hiong Nanti kita harus melewati sebuah kota kecil, kita mampir di rumah hartawan Tan." Lim Ceng Im memberitahukan. "Baik," Tio Cie Hiong mengangguk. " Engkau ingin makan gratis di rumah hartawan Tan?" "Kira-kira begitulah," Sahut Lim Ceng im. "Kakak Hiong, mari kita berangkat" Tio Cie Hiong manggut-manggut. Mereka berdua lalu meninggalkan tempat itu menuju kota tersebut. Begitu sampai di kota kecil itu, Lim Ceng Im langsung mengajak Tio Cie Hiong ke rumah hartawan Tan. Hartawan Tan menyambut kedatangan mereka dengan penuh keramahan, bahkan kelihatannya sangat menghormati Lim Ceng Im. Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Aku sungguh tidak menyangka engkau sudah mampir di rumahku," Ujar hartawan Tan sambil tertawa gembira. "Tentunya akan merepotkan Paman," Sahut Lim Ceng Im. "Tidak apa-apa." Hartawan Tan memandang Tio Cie Hiong. segeralah Lim Ceng Im memperkenalkan. "Paman Dia Tio Cie Hiong, julukannya Pek Ih sin Hiap." "oooh" Hartawan Tan tampak kagum sekali pada Tio cie Hiong. "Itu hanya merupakan julukan kosong, Paman," Ujar Tio Cie Hiong. "Paman...." Lim Ceng Im memberi isyarat agar hartawan Tan ke dalam. Hartawan Tan manggut-manggut, lalu berjalan ke dalam, dan Lim Ceng im mengikutinya. Tio Cie Hiong duduk seorang diri di ruang depan rumah itu. Berselang beberapa saat kemudian, tampak seorang gadis yang cantik jelita berjalan lemah gemulai menuju ruang depan itu. Begitu melihat gadis itu, mata Tio Cie Hiong langsung terbelalaki bahkan hatinya berdebardebar. gadis itu menghampirinya, lalu memberi hormat. "Maaf" Ucap gadis itu " Engkau pasti Tio cie Hiong." "Betul." Tio cie Hiong tertegun karena gadis itu tahu namanya. Namun yang membuatnya heran, yakni wajah gadis itu agak mirip Lim Ceng Im. "Maaf, Nona siapa? Kok tahu namaku?" "Aku dengar dari Ceng Im," Sahut gadis itu sambil duduk. "oh Wajah Nona mirip dia, apakah...." "Aku kakaknya, dia adikku. Kami berdua kakak beradik," Gadis itu memberitahukan dengan penjelasan yang begitu panjang. "Pantas kalian agak mirip" Tio Cie Hiong manggut-manggut. "Hanya saja adikmu begitu dekil." "Dia memang dekil dan bau. Tapi engkau masih mau mendekatinya," Ujar gadis itu sambil tersenyum. Mulut Tio Cie Hiong ternganga lebar ketika menyaksikan senyuman yang begitu pesona, sehingga membuatnya terpukau. "Mulutmu jangan ternganga begitu lebar, nanti bisa kemasukan lalat" Gadis itu memberitahukan sambil tersenyum. "Eh oh Aku...." Tio Cie Hiong tergagap. "Ohya, bolehkah aku tahu nama Nona?" "Namaku Im Ceng, panggil saja namaku" Gadis itu memberitahukan. "Im Ceng... Ceng Im... Im Ceng... Eng im..." Gumam Tlo Cie Hiong berulang kati dan kemudian berkata. "Nama kalian cuma diputar balik kok?" "Almarhumah yang memberi nama tersebut kepada kami." Im Ceng tersenyum. "Maka kami tidak berani mengubahnya." "Jangan diubah" Ujar Tio Cie Hiong cepat. "Im Ceng merupakan nama yang amat indah." "oh, ya?" Im Ceng tersenyum, siapa sebenarnya gadis itu, ternyata Lim Ceng im. "Ya Ya" Tio Cie Hiong manggut-manggut "Namamu sungguh indah" " Aku tidak menyangka...," Im Ceng tersenyum lagi. " Engkau pun pandai merayu." "Aku tidak merayu, melainkan berkata sesungguhnya," Sahut Tio Cie Hiong dan bertanya. "ohya, di mana adikmu?" "Dia... dia sedang bercakap-cakap dengan hartawan Tan" "ooh" Tio Cie Hiong bergirang dalam hati, karena ia mempunyai kesempatan untuk mengobrol dengan gadis yang telah mencuri hatinya. "Im Ceng, engkau pernah belajar ilmu silat?" "Pernah." Im Ceng mengangguk. "Tadi adikku bilang, engkau berkepandaian tinggi sekali. Benarkah itu?" "Tidak juga," Sahut Tio Cie Hiong sungguh-sungguh. "sebab ilmu apa pun, makin digali pasti makin dalam." "oooh" Im Ceng manggut-manggut. "Tadi adikku bilang, dia kenal seorang pemuda bernama Tio Cie Hiong, maka dia memperkena Ikanku kepadamu" "Terima kasih Terimakasih..." Ucap Tio Cie Hiong. "Engkau berterima kasih kepada siapa?" Tanya Im Ceng sambil tersenyum geli. "Aku berterima kasih kepada adikmu yang telah memperkenalkanmu kepadaku," Jawab Tio cie Hiong dan menambahkan. "Aku... aku gembira sekali." " Gembira berkenalan denganku?" "Ya." "seandainya aku tidak gembira?" "Haaah?" Wajah Tio Cie Hiong langsung berubah merah. "Itu... itu...." "Kita baru berkenalan, jadi belum bisa mengatakan gembira atau tidaki kalau sudah lama, bolehlah berkata begitu" "Benar Benar Apa yang engkau katakan memang tidak salah. Kalau begitu...." Tio Cie Hiong memandangnya. "Itu berarti kita masih mempunyai kesempatan untuk bertemu lagi, kan?" "Tergantung jodoh." "Aku berjodoh dengan adikmu, tentunya kita pun mempunyai jodoh" "Ciss Dasar tak tahu malu" "Eeeeh?" Tio cie Hiong terperangah. "Adik,mu juga sering mencetuskan demikian...." "Kami kakak beradik, tentunya sama." Wajah Im Ceng kemerah-merahan. "Benar-benar sama" Tio Cie Hiong memandangnya lagi. "Wajahnya juga sering kemerah- merahan. " "oh?" Im Ceng nyaris tertawa geli. "Tahukah engkau, cara bagaimana aku berkenalan dengan adikmu?" Tanya Tio Cie Hiong mendadak. "Dia tidak memberitahukan kepadaku." "Beberapa tahun lalu, ketika aku mandi telanjang di sungai, tiba-tiba dia muncul. sejak itulah kami berkenalan." "Idiih" "Bertemu kedua kalinya juga begitu, di saat aku mandi telanjang di sungai, dia muncul lagi." "iiih" "Lho? Kenapa engkau terus ih-ihan?" " Engkau tidak merasa malu?" "pada waktu ita, aku masih kecil." Tio Cie Hiong memberitahukan. " Kenapa harus merasa malu? Lagi pula kami sama-sama anak lelaki." "ooh" Im Ceng manggut-manggut, kemudian bangkit berdiri "Maaf, aku mau ke dalam" "Kok begitu cepat sudah mau ke dalam?" Tanya Tio cie Hiong bernada kecewa. "sudan cukup lama aku duduk di sini, sedangkan aku seorang gadis, bagaimana mungkin duduk lama-lama menemanimu? Ya, kan?" "Benar Benar" Tio Cie Hiong mengangguki Im Ceng berjalan ke dalam, dan Tio Cie Hiong terus memandangnya, seakan sukmanya juga ikut ke dalam. Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Berselang beberapa saat, muncullah Lim Ceng im dengan wajah berseri-seri dan memandang Tio Cie Hiong yang tampak seperti kehilangan sukma itu. "Hei" Seru Lim Ceng im. " Kenapa engkau jadi melamun?" "Adik Im, kakakmu...." "Bagaimana kakakku?" Lim Ceng Im duduki "Apakah dia cantik?" " Cantik sekali. cantik sekali. sungguh cantik,..." "Hi hi" Lim Ceng Im tertawa geli. "Aku sudah tahu namanya" "Im Ceng kan?" "Sungguh indah namanya" Sahut Tio Cie Hiong. "Aku... aku...." " Kakak Hiong" Lim Ceng Im menatapnya dalam-dalam. " Engkau tertarik pada kakakku?" "Adik Im, selama ini aku tidak pernah tertarik pada gadis yang manapun. Namun kini aku justru tertarik pada kakakmu." "oh?" Lim Ceng Im tersenyum. "Tapi...." " Kenapa?" " Kakak Hiong Belum tentu dia akan tertarik padamu lho" " Haaah..." Tio cie Hiong tampak kecewa sekali. "Jangan khawatir kakak Hiong" Lim Ceng im tersenyum. " Aku pasti membantumu." "Terima kasih, Adik Im" Ucap Tio Cie Hiong lalu mendadak menggenggam tangan erat-erat. " Kakak Hiong...." Wajah Lim Ceng Im langsung memerah. "Adik Im" Tio cie Hiong menatapnya. " Engkau sungguh seperti dia, dia seperti engkau karena wajahnya yang juga sering kemerahmerahan." "Kami berdua kakak beradik, tentunya sama." Lim Ceng im tertawa kecil, lalu tanyanya berbisik. "Kakak Hiong, apakah engkau sudah jatuh hati padanya?" "Adik Im" Jawab Tio Cie Hiong terus terang. "Bukan hanya jatuh hati, bahkan sudah jatuh cinta." "Apa?" Lim Ceng Im terbelalaki namun hatinya berbunga-bunga. "Begitu cepat engkau jatuh cinta pada kakakku?" "Adik Im Engkau tidak boleh memberitahukan kepadanya lho" Pesan Tio cie Hiong. " Kenapa?" " Kalau dia... dia tidak jatuh hati padaku, tentunya dia akan mentertawakan diriku." " Kakak Hiong, aku pun harus berterus-terang kepadamu." "Mengenai apa?" "Mengenai kakakku." Lim Ceng im kelihatan serius. "selama ini dia tidak pernah berkenalan dengan kaum pemuda, tapi tadi dia mau duduk begitu lama bersamamu, itu pertanda...." "Dia... dia juga jatuh hati padaku?" Tanya Tio Cie Hiong tegang. "Tapi begitu dia masuki dia bilang apa padamu?" "Dia bilang...." Lim Ceng Im sengaja tidak melanjutkan. "Adik Im, beritahukaniah" Mohon Tio Cie Hiong. "Aku akan beritahukan, tapi engkau harus memanggilku adik yang manis" Ujar Lim Ceng Im. "Adik yang manis, adik yang baiki adik yang dekil...." "Apa?" Lim Ceng im melotot. " Engkau berani memanggilku adik yang dekil?" "Maaf Maaf Aku terlepas omong Adik yang manis...." "Kakakku bilang, engkau...." "Kenapa aku?" Tanya Tio cie Hiong dengan hati berdebar-debar. "Dia bilang engkau... agak bloon," Sahut Lim Ceng Im sambil tertawa. "sebab ketika engkau melihatnya, mulutmu ternganga lebar sekali." "Adik Im, aku... aku saking kagum akan kecantikannya. Itu membuat mulutku jadi ternganga lebar." "oooh" Lim ceng Im tertawa geli. "Adik Im" Tio cie Hiong menatapnya penuh harap. " Engkau tahu kan? selama ini aku tidak pernah tertarik pada gadis yang manapun, tapi kini telah tertarik pada kakakmu. Aku mohon... engkau sudi membantuku dalam hal ini" "Hal apa?" Lim Ceng Im pura-pura tidak mengerti. "Hal... hal...." Tio Cie Hiong tergagap. "Hal cinta kan?" Sambung Lim Ceng Im. "Betul Betul Betul...." Tio Cie Hiong terus mengangguk. "Adik Im, biar bagaimanapun engkau harus membantuku dalam hal ini" "Aku bukan dia, dia bukan aku. Bagaimana cara aku membantu?" Lim Ceng Im menggelenggelengkan kepala. "Aaakh..." Menarik nafas panjang, dan wajahnya tampak murung sekali. " Kakak Hiong" Lim Ceng Im tersenyum lembut. " Engkau tidak usah khawatir, aku pasti membantumu" "Terimakasih, Adik Im" Ucap Tio Cie Hiong. "ohya Bolehkah aku menjumpai kakakmu lagi?" "Dia sudah pergi," Sahut Lim Ceng Im. "Aaakh..." Keluh Tio Cie Hiong dan wajahnya langsung berubah muram. "Dia pergi ke mana?" "Mungkin... pulang ke markas pusat Kay pang." "Kenapa dia tidak mau bersama kita?" "Kakak Hiong, engkau harus tahu. Dia anak gadis, tentunya merasa malu berjalan bersamamu." "Tapi bukankah ada engkau juga, jadi dia tidak perlu malu." "sifatnya memang begitu. Pokoknya engkau tenang saja, kelak pasti bertemu dia lagi" "Kelak? Itu kapan?" Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tio Cie Hiong menghela nafas. "Kakak Hiong Aku adalah adiknya, maka akupun ingin bertanya kepadamu. Tapi engkau harus menjawab jujur" Ujar Lim Ceng im serius. "Adik Im, aku pasti menjawab dengan jujur," Sahut Tio Cie Hlong sungguh-sungguh. "Benarkah kakak Hiong telah jatuh cinta padanya?jawablah yang jujur" Lim Ceng im menatapnya dalam-dalam. "Benar." Tio cie Hiong mengangguki " Engkau pasti mencintainya dengan segenap hati?" Tanya Lim Ceng im dengan hati berbungabunga. "Ya. Aku pasti mencintainya dengan segenap hati dan selama-lamanya," Jawab Tio Cie Hiong. "Bagus." Lim Ceng im nyaris langsung memeluknya. "Aku akan memberitahukan kepadanya, sekaligus membantumu." "Terima kasih, Adik Im" Tio Cie Hiong menggenggam tangannya lagi. " Kakak Hiong" Lim Ceng Im tersenyum dengan wajah agak kemerah-merahan. "Mari kita makan, kita harus cepat-cepat sampai di markas pusat Kay Pang" "Ya." Tio Cie Hiong mengangguk. Bab 24 Bu Lim Ji Kie terluka Tio Cie Hiong dan Lim Ceng im melanjutkan perjalanan ke markas pusat Kay Pang. Dalam perjalanan, Tio Cie Hiong sering melamun karena bayangan gadis itu terus muncul di pelupuk matanya. " Kakak Hiong" Lim Ceng Im tersenyum. " Kenapa engkau menjadi sering melamun?" "Adik Im" Jawab Tio Cie Hiong jujur. "Bayangan kakakmu terus muncul di pelupuk mataku." "Hati-hati Kakak Hiong" Lim Ceng Im tertawa geli. "Jangan sampai sakit rindu lho" "Aaakh..." Tio Cie Hiong menghela nafas. "Aku...." Tio Cie Hiong tidak melanjutkan ucapannya. Ternyata ia mendengar suara pertempuran di depan, tapi Lim Ceng Im tidak mendengarnya. "Kakak Hiong...." Lim Ceng Im heran karena mendadak wajah Tio Cie Hiong berubah serius. "Ada apa?" "Di depan ada orang bertempur," Sahut Tio cie Hiong memberitahukan. "oh? Kok aku tidak mendengar suara pertempuran itu?" Lim Ceng Im tercengang. "sebab Iweekangmu belum setinggi lwee kang ku." Tio Cie Hiong menjelaskan dengan kening berkerut. "Ada enam orang sedang bertempur, mari kita ke sana" Tio cie Hiong menarik tangan Lim Ceng im, lalu melesat ke depan, barulah Lim Ceng im mendengar suara pertempuran ^tu. setelah mendekati tempat itu, terbelalaklah mereka karena melihat Bu Lim Ji Khie sedang bertempur dengan empat orang berdandan seperti rahib. " Kakak Hiong. Bisik Lim Ceng Im. " Ke empat orang itu pasti Empat Dhalai Lhama Tibet. Mereka Dhalai Lhama jubah merahi Dhalai Lhama jubah kuning, Dhalai Lhama jubah hijau dan Dhalai Lhama jubah putih." "Ngmm" Tio Cie Hiong terus memperhatikan mereka. sementara Bu Lim Ji Khie tampak di bawah angin, rupanya mereka berdua telah terluka. sam Gan sin Kay menggunakan tongkat bambu, dan Kim siauw suseng menggunakan senjata yang sangat anehi yakni semacam roda bergerigi, dan setiap Dhalai Lhama itu memegang sepasang roda bergerigi. Ternyata Tio cie Hiong memperhatikan senjata tersebut, sebab roda bergerigi itu bisa melayang ke sana ke mari menyerang Bu Lim Ji Khie. " Kakak Hiong, bagaimana nih?" Tanya Lim Ceng Im cemas. "Tenang" Sahut Tio Cie Hiong dan berpesan. "engkau tetap di sini, aku akan pergi membantu Kakek pengemis dan Paman sastrawan" " Hati-hati, Kakak Hiong" "Ya." Tio Cie Hiong mengangguki lalu melesat ke arah mereka seraya membentak dengan lweekang. "Berhenti" Suara bentakan Tio Cie Hiong yang mengandung lweekang itu bagaikan suara halilintar membelah bumi. Empat Dhalai Lhama Tibet terkejut bukan main, sehingga segera berhenti menyerang Bu Lim Ji Khie. Barulah Bu Lim Ji Khie bisa bernafas lega. setelah Tio Cie Hiong melayang turun, Bu Lim Ji Khie terbelalak. Mereka berdua tidak menyangka orang yang memiliki lweekang tinggi itu adalah Tio cie Hiong. "Pek Ih sin Hiap" Seru keempat Dhalai Lhama Tibet. Mereka juga tampak terkejut. "cie Hiong" Panggil Bu Lim Ji Khie serentaki lalu mereka jatuh duduk. Tio Cie Hiong tersenyum, kemudian menatap tajam pada Empat Dhalai Lhama Tibet. " Kenapa kalian melukai Pek Ih Mo Li?" Tanya Tio Cie Hiong mendadak. "Kami senang melukainya, engkau mau apa?" Sahut Dhalai Lhama jubah merah. Bu Lim Ji Khie terkejut ketika mendengar pertanyaan Tio Cie Hiong. Ternyata mereka belum tahu tentang Pek Ih Mo Li terluka di tangan Empat Dhalai Lhama Tibet itu. "Dia telah mati dalam pelukanku, maka hari ini aku harus membuat perhitungan dengan kalian" Ujar Tio Cie Hiong dingin. "Bagus dia telah mati" Dhalai Lhama jubah kuning tertawa gelak. "Ada hubungan apa engkau dengannya?" "Dia adalah kakakku"Jawab Tio cie Hiong sambil menatap dingin pada keempat Dhalai Lhama Tibet. Jawaban Tio Cie Hiong membuat sam Gan sin Kay tertegun, bagaimana mungkin Pek Ih Mo Li adalah kakak Tio cie Hiong? Kalau benar itu berarti.... Pengemis sakti itu tersentak teringat akan sesuatu. "oh?" Dhalai Lhama jubah merah menatap Tio Cie Hiong. "Kalau begitu, hari ini ajalmu telah tiba" "Hari ini aku justru ingin membuat perhitungan dengan kalian berempat" Sahut Tio Cie Hiong dingin. "Ha ha ha"Dhalai Lhama jubah merah tertawa gelaki kemudian berseru. "serang" Keempat Dhalai Lhama Tibet mulai menyerang Tio cie Hiong dengan roda bergerigi, tampak senjata aneh itu berkelebat ke sana kemari dan ke atas ke bawah mengarah ke Tio Cie Hiong. Tadi Tio cie Hiong telah memperhatikan roda bergerigi itu, ternyata keempat Dhalai Lhama Tibet dapat mengendalikan senjata aneh itu dengan lweekang, selain itu, mereka pun bergerak berdasarkan semacam formasi yang mengandung unsur Nao Heng dan Pat Kwa. Delapan buah roda bergerigi berkelebat-ke-lebat dan berputar-putar, sedangkan keempat Dhalai Lhama Tibet juga ikut berputar, sekaligus saling menyambut senjata masing-masing dan meluncurkannya lagi. Tio Cie Hiong berkelit dengan Kiu Kiong san Tian Pou (Ilmu Langkah Kilat), yang mengandung unsur-unsur Nao Heng, Pat Kwa, dan Kiu Kiong, sudah barang tentu dapat mengatasi formasi keempat Dhalai Lhama Tibet. Akan tetapi, delapan buah roda bergerigi itu tetap mengikutinya, membuat Tio cie Hiong harus mengibaskan lengan bajunya. Beberapa buah roda bergerigi itu terpental, namun tidak hancur karena senjata itu dibuat dari baja murni. Ketika roda-roda bergerigi itu terpental, dua Dhalai Lhama segera melesat menyambut senjata-senjata tersebut, dan sekaligus disambitkan lagi ke arah Tio Cie Hiong. Itu cukup merepotkan pemuda tersebut, sehingga ia harus berkelit ke sana ke mari dengan ilmu Langkah Kilat, bahkanjuga harus mengibaskan lengan bajunya, agar senjata-senjata itu terpental. sementara keempat Dhalai Lhama bergerak makin cepat. Delapan buah roda bergerigi itu pun berkelebat- kelebat dan berputar-putar lebih cepat, sedangkan badan Tio cie Hiong juga berkelebatan laksana kilat. Bu Lim Ji Khie menyaksikan itu dengan mata terbelalaki dan mereka berdua pun saling memandang. "sastrawan sialan" Sam Gan sin Kay meng- geleng- geleng kan kepala. "Kalau tadi keempat Dhalai Lhama itu menyerang kita dengan cara demikian, mungkin kita berdua sudah berpisah dengan dunia." "Ng" Kim siauw suseng mengangguk. "Sung-guh hebat keempat Dhalai Lhama itu Entah Cie Hiong...." "Aku tidak sangka...." Sam Gan sin Kay tertawa gembira. "Dia telah memiliki kepandaian begitu tinggi." "Tapi...." Wajah Kim siauw suseng tampak cemas. "Jangan khawatir sastrawan sialan" Sam Gan sin Kay tertawa. "Kepandaian cie Hiong masih di atas mereka." Mendadak Tio cie Hiong bersiul panjang, Bu Lim Ji Khie langsung memandang kepadanya. Mereka melihat badan Tio Cie Hiong melesat ke atas sambil berputar-putar cepat, kemudian mengibaskan lengan baju kanannya ke arah delapan buah roda bergerigi yang menyerangnya dari kiri kanan, depan belakang dan atas bawah. Tampak senjata-senjata itu terpental. Di saat bersamaan Tio Cie Hiong mengibaskan lengan kirinya ke arah keempat Dhalai Lhama. seketika juga keempat Dhalai Lhama terhuyung-huyung ke belakang beberapa depa, dan darah segar pun mengalir ke luar dari mulut mereka. Namun kepandaian mereka tidak musnah, sebab Iweekang Tio cie Hiong tidak dipusatkan pada lengan kirinya, lantaran sebagian lweekangnya telah disalurkan agar badannya berputar-putar di udara dan disalurkan ke lengan kanannya. Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Walau kepandaian keempat Dhalai Lhama itu tidak musnah, namun mereka berempat telah menderita luka dalam yang cukup parah. Tio Cie Hiong melayang turun, sedangkan keempat Dhalai Lhama segera memungut senjata masing-masing. Di saat itulah mereka saling memberi isyarat, lalu mendadak melesat pergi. Tio Cie Hiong tidak mengejar mereka, karena masih harus memeriksa luka Bu Lim Ji Khie. setelah memeriksanya, Tio cie Hiong memberi mereka seorang sebutir obat. "Kakek pengemis, Paman sastrawan" Ujar Tio Cie Hiong memberitahukan. "Setelah makan obat ini, dalam waktu tiga hari luka dalam itu pasti sembuh." "HA haha "Sam Gan Sin Kay tertawa gembira setelah makan obat tersebut. "Cie Hiong, engkau sungguh hebat Pantas memperoleh julukan Pek Ih sin Hiap" "Kakek pengemis, kepandaianku masih belum begitu tinggi," Jawab Tio Cie Hiong merendah. "Sudah begitu engkau masih bilang kepandaianmu belum tinggi?" Kim Siauw Suseng menggeleng- geleng kan kepala. "Kakek" Lim Ceng Im muncul sambil menghampiri mereka. "Kakek sastrawan" "Eh?" Terbelalak sam Gan sin Kay ketika melihat Lim Ceng Im. "Cucuku yang manis, kok engkau masih berdandan...." "Kakek" Lim Ceng Im segera memberi isyarat sambil mengedipkan sebelah matanya. "Eeeh?" Sam Gan sin Kay tercengang. "Kenapa matamu? Kemasukan debu ya?" " Kakek...." Lim Ceng Im membanting-banting kaki. "Lho?" Sam Gan sin Kay terheran- heran akan tingkah laku Lim Ceng Im. "Pengemis bau" Sepasang Rajah Naga Karya Kho Ping Hoo Rajawali Lembah Huai Karya Kho Ping Hoo Sekarsih Dara Segara Kidul Karya Kho Ping Hoo